Apakah Bersikap Baik Berarti Memiliki Kemanusiaan yang Baik?
Pada tahun 2016, aku dan Saudari Ding Rui dan bekerja sama untuk mengawasi pekerjaan beberapa gereja. Tidak lama setelah itu, seorang pemimpin atas menyuruh Ding Rui pergi ke sebuah gereja untuk mengurus surat laporan di sana. Namun, dia kembali dalam waktu singkat. Aku berpikir masalah di sana begitu rumit. Dia kembali setelah waktu yang sangat singkat—apakah dia menyelesaikan masalah itu? Tidak mengherankan, tak lama kemudian, tibalah sepucuk surat dari pemimpin atas untuk Ding Rui yang mengatakan bahwa dia belum sepenuhnya menyelesaikan masalah itu dan orang lain perlu menyelidikinya lagi. Pemimpin itu memberi tahu Ding Rui agar merenungkan diri baik-baik dan memetik pelajaran dari hal itu. Ding Rui menjadi sangat sedih setelah membaca surat itu, dan berkata, "Aku tidak dapat menyelesaikan masalah nyata dalam tugasku dan menunda pekerjaan gereja." Aku tahu sedikit tentang isi surat laporan itu, dan masalah itu cukup rumit. Masalah itu melibatkan banyak orang dan akan membutuhkan persekutuan dalam banyak hal. Mereka yang terlibat harus diajak bicara secara perorangan, sehingga itu tidak dapat diselesaikan dengan cepat. Aku bertanya-tanya apakah Ding Rui terlalu bersemangat untuk menyelesaikan semuanya. Aku berpikir untuk menunjukkan hal itu kepadanya, serta membantunya merenungkan dan mengenal dirinya sendiri. Namun, kemudian aku berpikir kalau dia sudah merasa sedih, dan jika aku menunjukkan masalahnya, dia mungkin merasa malu dan menjadi lebih negatif. Lalu bagaimana jika dia mengatakan kalau aku kurang berempati, dan dia makin menjauh dan berprasangka terhadapku? Kami baru saja menjadi rekan kerja, jadi akan sulit bergaul dengan baik jika keadaan di antara kami menjadi tegang. Di saat seperti itu, jika aku mengatakan beberapa hal yang menghibur dan menyemangati dia akan merasa kalau aku penuh pengertian dan mudah diajak bergaul. Jadi aku menghiburnya dengan mengatakan, "Sangatlah wajar bila terkadang kita melakukan kesalahan dan gagal dalam pekerjaan kita. Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri. Ketika baru menangani surat laporan, aku mengalami kegagalan yang lebih parah daripada kau." Lalu aku menceritakan kepadanya tentang pengalaman kegagalan dalam pekerjaanku. Ekspresi cemas itu langsung menghilang dari wajahnya, dan dia berkata dengan gembira, "Tadinya aku khawatir tentang apa yang akan kau pikirkan tentangku. Tidak kusangka kau adalah orang yang begitu baik." Aku benar-benar puas dengan diriku sendiri ketika mendengarnya mengatakan itu. Aku merasa memiliki kemanusiaan yang baik dan pengertian. Di lain waktu, Ding Rui bercerita padaku tentang bagaimana dia dan seorang saudari tidak dapat bekerja sama dengan baik. Dia selalu membicarakan masalah saudari lainnya, dan tampak sangat marah ketika membicarakannya. Kuperhatikan dia terlalu menganalisia hal-hal dan kurang memiliki kesadaran diri. Aku ingat ketika mendengar pemimpin berbicara sebelumnya tentang mereka yang tidak dapat bergaul dengan baik. Saudari itu memiliki watak sombong, tetapi Ding Rui suka terlalu menganalisis orang dan hal-hal, dan ketika muncul masalah, dia tidak menerima kalau hal itu datangnya dari Tuhan. Dia akan bermuka masam dan mengabaikan siapa pun yang melukai harga dirinya. Dia tidak membicarakan pekerjaan dengan mereka dan melampiaskan kemarahannya melalui pekerjaan itu, dan itu menunda kemajuan pekerjaan. Pemimpin itu bersekutu dengannya, tetapi dia tidak merenungkan diri atau belajar apa pun tentang dirinya sendiri. Saudari itu memiliki beberapa masalah, tetapi masalah Ding Rui lebih buruk. Aku ingin menunjukkan masalahnya, tetapi kemudian aku bertanya-tanya, "Jika aku mengemukakannya, tanpa basa-basi, akankah dia mengatakan bahwa aku memperlakukannya dengan tidak adil? Lalu, bukankah aku akan kehilangan kesan baik yang dia miliki tentangku?" Jadi aku menyetujui tindakannya, dengan mengatakan, "Saudari yang menjadi rekan kerjamu pun memiliki masalah di beberapa bidang."
Tugas Ding Rui belakangan diubah, dan dia mengambil pekerjaan yang berbeda. Aku pun mendapat rekan kerja lain. Begitu melihatku, dia berkata, "Ketika kudengar kalau aku akan bekerja sama denganmu, rasanya seperti tekanan yang sangat besar. Kudengar kemanusiaanmu baik dan kau bekerja baik dengan semua orang. Jika kerja sama kita bermasalah, aku akan benar-benar disingkapkan. Itu pasti akan menjadi masalah terkait kemanusiaanku." Ketika dia mengatakannya, bukannya merenungkan diri, aku malah merasa puas akan diriku. Aku merasa bahwa aku benar-benar memiliki kemanusiaan yang baik. Dan suatu kali, saudari yang bekerja sama dengan Ding Rui melihatku dan berkata, "Dia dan aku tidak bekerja sama dengan baik, tetapi dia selalu mengatakan betapa baiknya kalian berdua dalam bekerja sama. Kukira aku benar-benar rusak." Aku berpikir bahwa kesombongan Ding Rui tidak dapat tqahan karena saudari itu terlalu blak-blakan, terlalu terus terang tentang masalah Ding Rui. Saat berinteraksi dengan Ding Rui, aku bersikap toleran dan sabar terhadap masalahnya dan tidak membantahnya. Aku secara proaktif membahas masalah pekerjaan apa pun dengannya dan sering meminta sarannya. Itu mencegah terjadinya konflik. Tak lama setelah itu, aku mendengar pemimpin berkata bahwa Ding Rui cukup congkak dan tidak menerima kebenaran—dia tidak pernah bekerja sama dengan baik bersama orang lain. Dia diberhentikan karena tidak berubah setelah persekutuan dan tidak efektif dalam melaksanakan tugasnya. Pemimpin itu kemudian menyinggung masalahku, dengan mengatakan, "Sebagai seorang pemimpin, seberapa seriusnya pun masalah seorang saudara atau saudari, jika kau tidak pernah mengemukakannya atau memangkas dan mengungkapkannya, tetapi selalu memanjakan hubunganmu, itulah yang disebut tidak bertanggung jawab dalam pekerjaanmu! Begitulah kamu dengan Ding Rui. Dia tidak bisa bekerja sama baik dengan orang lain, tetapi dia senang bekerja sama denganmu, katanya kau penuh perhatian dan pengertian. Kau harus merenungkan ini!" Kemudian pemimpin lain berkata, "Penilaian semua orang tentangmu akhir-akhir ini positif, katanya kau pengertian dan menyenangkan. Setiap orang memiliki tempat untukmu di hati mereka dan mereka tidak mencari kebenaran dalam berbagai hal. Itulah masalahmu. Cara kerjamu ini tidak meninggikan Tuhan dan memberi kesaksian bagi-Nya." Karena merasa sulit menerima hal itu pada awalnya, aku menangis, merasa dipersalahkan, dan berdalih dalam hatiku. Orang lain mengatakan hal-hal baik tentangku, itu artinya aku memiliki kemanusiaan yang baik dan mudah bergaul. Bagaimana mungkin mereka mengatakan kalau aku punya masalah? Kemudian saudari yang menjadi rekan kerjaku juga mengingatkanku untuk merenungkan diri, jadi akhirnya aku berdoa kepada Tuhan dengan tenang, memohon kepada-Nya agar mencerahkanku agar dapat mengenal diriku sendiri.
Belakangan aku membaca dua bagian firman Tuhan yang berbunyi: "Ketika berinteraksi dengan saudara-saudari, engkau harus membuka hatimu kepada mereka dan mencurahkan isi hatimu kepada mereka agar dapat merasakan manfaatnya. Ketika melaksanakan tugasmu, membuka hati dan mencurahkan isi hati kepada orang lain menjadi lebih penting lagi karena hanya dengan begitulah engkau dapat bekerja dengan baik bersama-sama. ... Ketika berinteraksi dengan orang lain, engkau harus membuat mereka merasakan hatimu yang jujur dan tulus terlebih dahulu. Ketika seseorang berbicara, bekerja sama, dan berhubungan dengan orang lain, jika dia berbicara dengan asal-asalan, muluk-muluk, penuh basa-basi, menjilat, tidak bertanggung jawab, dan mengada-ada, atau jika dia berbicara hanya untuk mendapat keuntungan dari orang lain, berarti kata-katanya tidak dapat dipercaya, dan dia sama sekali tidak tulus. Itulah caranya berinteraksi dengan orang lain, siapa pun 'orang lain' itu. Orang semacam itu tidak berhati jujur. Dia bukanlah orang jujur. Katakanlah seseorang sedang berada dalam keadaan negatif, dan dia dengan tulus berkata kepadamu, 'Katakan kepadaku, sebenarnya mengapa aku begitu negatif. Aku benar-benar tidak memahaminya!' Lalu, katakanlah engkau benar-benar memahami masalah itu di dalam hatimu, tetapi engkau tidak memberitahukan itu kepadanya, dan malah berkata, 'Tidak, kau tidak negatif. Aku juga seperti itu.' Perkataan itu mungkin sangat menghibur orang tersebut, tetapi sikapmu tidak tulus. Engkau bersikap asal-asalan terhadap dia. Supaya dia merasa lebih nyaman dan terhibur, engkau menahan diri agar tidak berkata jujur kepadanya. Engkau tidak menolong dia dengan sepenuh hati dan tidak menyampaikan masalahnya secara apa adanya agar dia dapat meninggalkan keadaan negatif itu. Engkau tidak melakukan apa yang semestinya dilakukan oleh orang jujur. Semuanya kaulakukan demi menghibur dia dan memastikan agar jangan sampai ada rasa tidak enak atau konflik di antara kalian. Engkau telah bersikap asal-asalan terhadapnya, dan itu tidak menunjukkan sikap seseorang yang jujur. Jadi, untuk menjadi orang jujur, apa yang harus kaulakukan ketika menghadapi keadaan semacam itu? Engkau perlu memberitahukan kepadanya hal-hal yang telah kaulihat dan temukan: 'Aku akan memberitahumu hal-hal yang telah kulihat dan kualami. Kau putuskanlah sendiri apakah perkataanku ini benar atau salah. Jika salah, kau tidak perlu menerimanya. Jika benar, kuharap kau menerimanya. Jika aku mengatakan sesuatu yang sukar untuk kaudengar dan menyakitimu, kuharap kau dapat menerimanya dari Tuhan. Maksud dan tujuanku adalah untuk membantumu. Aku melihat masalahnya dengan jelas: Karena kau merasa telah dipermalukan serta tidak ada yang melayani egomu, dan kau berpikir bahwa semua orang meremehkanmu, bahwa kau sedang diserang, dan bahwa kau tidak pernah diperlakukan seburuk itu, kau tidak dapat menerimanya dan menjadi negatif. Bagaimana menurutmu? Betulkah itu yang terjadi?' Dan, ketika mendengar itu, orang tersebut merasa bahwa memang demikianlah adanya. Itulah isi hatimu yang sebenarnya, tetapi jika engkau bukan orang jujur, engkau tidak akan mengatakannya. Engkau akan berkata, 'Aku sering bersikap negatif juga.' Ketika lawan bicaramu itu mendengar bahwa semua orang bersikap negatif, dia berpikir bahwa bersikap negatif adalah hal yang normal, dan akhirnya dia tidak meninggalkan sikapnya yang negatif. Jika engkau adalah orang jujur, dan engkau menolongnya dengan sikap serta hati yang jujur, engkau dapat membantunya memahami kebenaran dan meninggalkan sikapnya yang negatif" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya Orang Jujur yang Mampu Hidup dalam Keserupaan dengan Manusia Sejati"). "Ada banyak yang disebut 'orang baik' di dunia yang berbicara dengan kata-kata yang luhur—meskipun di luarnya, mereka tidak terlihat melakukan kejahatan besar, sebenarnya mereka sangat curang dan licik. Mereka sangat pandai mengarahkan ke mana pun angin bertiup, berbicara dengan halus dan curang. Mereka adalah orang baik palsu dan orang munafik—mereka hanya berpura-pura menjadi baik. Orang yang suka mengambil jalan tengah adalah orang yang paling berbahaya dari semuanya. Mereka tidak menyinggung siapa pun, mereka halus dan licik, mereka pandai berpura-pura sependapat dalam segala situasi, dan tidak seorang pun yang bisa melihat kesalahan mereka. Mereka seperti Iblis yang sesungguhnya!" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Menerapkan Kebenaran Engkau Dapat Melepaskan Belenggu Watak yang Rusak"). Dari firman Tuhan aku belajar bahwa jika aku hanya mengatakan hal-hal yang mendukung dan menyanjung saat berinteraksi dengan orang lain, dan tidak menunjukkan masalah-masalah yang kulihat, itu tidak benar-benar membantu mereka dan tidak akan menguntungkan mereka sama sekali. Tuhan berkata itu berarti berpegang pada jalan tengah, menjadi penyenang orang yang licik. Itu berarti mengikuti ke mana pun angin bertiup, menyenangkan semua orang, dan tidak menyinggung siapa pun. Itulah artinya menjadi Iblis yang hidup. Saat merenungkan perilakuku sendiri, aku menyadari bahwa akulah tepatnya jenis orang yang Tuhan ungkapkan. Ketika Ding Rui tidak menyelesaikan surat laporan itu dan pekerjaan harus dikerjakan ulang, aku tahu itu karena dia ingin mendapat keuntungan dengan cepat. Seharusnya aku menunjukkan masalahnya dan membantunya merenungkan diri. Namun, aku takut dia akan mengatakan bahwa aku tidak pengertian dan tidak memiliki kemanusiaan. Jadi aku mengucapkan beberapa kata penyemangat, dan bahkan berbicara tentang kegagalanku untuk menghiburnya. Setelah aku mengatakan semua itu, dia tidak marah lagi dan tidak banyak merenungkan wataknya yang rusak. Tidak masalah bila menggabungkan pengalaman pribadi ke dalam persekutuan untuk membantu orang lain, tetapi seseorang harus terlebih dahulu menggunakan kegagalan dan pengetahuan tentang dirinya sendiri untuk membimbing orang lain merenung dan belajar tentang diri mereka sendiri. Namun, bukan itu yang ingin kucapai dengan berbagi kegagalan pribadiku. Tujuanku adalah untuk menghibur Ding Rui sehingga dia merasa bahwa semua orang sama-sama rusak dan kesalahan adalah hal yang sangat wajar. Secara tidak disadari, itu membuatnya terlalu memanjakan dirinya sendiri. Bukannya memberi kesaksian bagi Tuhan, itu malah menyesatkan dia. Setelah melihat Ding Rui tidak bisa bekerja sama baik dengan orang lain dan selalu terlalu menganalisis orang dan hal-hal, aku tidak menunjukkan hal ini kepadanya dan bahkan setuju dengannya tentang masalah saudari lain agar aku dapat melindungi citra baikku. Dan ketika aku melihatnya bertingkah buruk, kubiarkan saja dia melakukannya. Alhasil, dia tidak melihat masalahnya sendiri dan memanjakan dirinya dengan hidup dalam wataknya yang rusak. Bukankah itu merugikannya?
Kemudian aku membaca bagian lain dari firman Tuhan yang berbunyi: "Harus ada standar untuk memiliki kemanusiaan yang baik. Ini bukan masalah mengambil jalan yang biasa-biasa saja, bukan masalah berpegang pada prinsip-prinsip, berusaha keras untuk tidak menyinggung siapa pun, menyanjung semua orang ke mana pun engkau pergi, menjadi licin dan licik dengan siapa pun yang kaujumpai, dan membuat semua orang berbicara baik tentangmu. Ini bukanlah standarnya. Jadi, apa standarnya? Standarnya adalah mampu tunduk kepada Tuhan dan kebenaran. Standarnya adalah orang harus memperlakukan tugasnya dan segala macam orang, peristiwa, dan hal-hal sesuai prinsip dan dengan rasa tanggung jawab. Ini jelas untuk dilihat semua orang; semua orang jelas tentang hal ini di dalam hati mereka. Selain itu, Tuhan memeriksa hati orang dan mengetahui situasi mereka, masing-masing dan setiap orang; siapa pun mereka, tak seorang pun yang bisa membodohi Tuhan. Sebagian orang selalu membual bahwa mereka memiliki kemanusiaan yang baik, bahwa mereka tidak pernah menjelek-jelekkan orang lain, tidak pernah merugikan kepentingan orang lain, dan mereka mengaku tidak pernah mengingini milik orang lain. Ketika terjadi konflik kepentingan, mereka bahkan lebih memilih menderita kerugian daripada memanfaatkan orang lain, dan semua orang menganggap mereka orang yang baik. Namun, ketika melakukan tugas-tugas mereka di rumah Tuhan, mereka licik dan licin, selalu membuat rencana kotor bagi diri mereka sendiri. Mereka tidak pernah memikirkan kepentingan rumah Tuhan, mereka tidak pernah menganggap mendesak apa yang Tuhan anggap mendesak atau memikirkan apa yang Tuhan pikirkan, dan mereka tidak pernah bisa menyingkirkan kepentingan diri mereka sendiri untuk melakukan tugas mereka. Mereka tidak pernah meninggalkan kepentingan diri mereka sendiri. Bahkan ketika mereka melihat orang jahat melakukan kejahatan, mereka tidak menyingkapkannya; mereka sama sekali tidak memiliki prinsip. Kemanusiaan macam apa ini? Ini bukanlah kemanusiaan yang baik" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Dengan Menyerahkan Hatinya kepada Tuhan, Orang Dapat Memperoleh Kebenaran"). Orang yang benar-benar baik dapat menerima kebenaran dan tunduk kepada Tuhan, mereka bertanggung jawab dan menanggung beban dalam tugas mereka, mereka menjunjung tinggi prinsip-prinsip dan melindungi pekerjaan gereja. Mereka juga berprinsip terhadap orang lain. Setelah melihat masalah atau kesalahan seorang saudara atau saudari, mereka dapat memberikan persekutuan dan bantuan yang tepat. Jika seseorang melanggar prinsip-prinsip dan secara serius mengacaukan dan mengganggu pekerjaan gereja, mereka dapat memangkas dan mengungkapkannya sebagaimana mestinya, dan tidak bertindak berdasarkan perasaan serta takut menyinggung mereka, tetapi dapat menegakkan prinsip-prinsip dan melindungi pekerjaan gereja. Itulah yang dimaksud dengan memiliki kemanusiaan yang baik. Dahulu aku berpikir bahwa dengan tidak memangkas seseorang atas kesalahannya, mengungkapkan kekurangannya, atau mempermalukannya berarti menjadi orang yang pengertian dengan kemanusiaan yang baik. Selama bertahun-tahun, tidak peduli dengan siapa pun aku berinteraksi, aku selalu memilih kata-kata yang menenangkan dan enak didengar. Aku selalu mempertimbangkan bagaimana membuat orang lain merasa bahwa aku bersikap masuk akal dan pengertian, menuruti suasana hati mereka, dan mengatakan hal-hal yang menyentuh hati. Aku tidak secara langsung menunjukkan masalah orang lain yang kulihat dalam tugas mereka, dan bahkan mengatakan hal-hal yang menyenangkan dan menghibur untuk mengelabui mereka, atau mengatakannya dengan sangat halus. Semua orang memujiku karena memiliki kemanusiaan yang baik dan mudah diajak bergaul. Aku melihat diriku sebagai orang baik dan merasa bangga akan hal itu. Melalui pemaparan firman Tuhan, aku menyadari bahwa selama bertahun-tahun, cara-cara yang menurutku kulakukan sebagai orang baik sebenarnya adalah falsafah Iblis tentang cara berurusan dengan orang lain. Tampaknya aku memiliki kemanusiaan yang baik—aku memanjakan dan tidak menyinggung siapa pun. Aku selalu menjaga hubungan baik dengan semua orang, tetapi dalam hatiku, aku hanya memikirkan kepentinganku sendiri. Aku sama sekali tidak bertanggung jawab terhadap pekerjaanku dan jalan masuk kehidupan orang lain. Aku sama sekali bukan orang baik. Aku egois, jahat, penyenang orang yang licik, orang yang berpura-pura baik. Saat berpikir tentang bagaimana dahulu aku membanggakan kemanusiaanku dan menganggap diriku sebagai orang baik, aku benar-benar tidak tahu malu. Ketika menyadari hal ini, aku berdoa, "Tuhan, firman-Mu telah menunjukkan kepadaku apa itu kemanusiaan yang sejati. Aku ingin menerapkan kebenaran dan menjadi seseorang dengan kemanusiaan yang baik."
Selanjutnya, gereja memasangkan aku dengan Chen Lin dan Li Yue untuk menyirami orang percaya baru. Tak lama kemudian, aku mengetahui bahwa Li Yue bersikap asal-asalan dan tidak bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Dia sering kali sibuk dengan urusan pribadi, itu menghambat pekerjaan. Chen Lin dan aku bersekutu dengannya, menyuruhnya memprioritaskan hal-hal tertentu agar pekerjaan gereja tidak tertunda. Yang mengejutkanku, dia tidak terima, tetapi malah berdalih dan marah. Chen Lin memadukan firman Tuhan ke dalam persekutuan dan menelaah masalahnya, tetapi Li Yue sama sekali tidak memiliki kesadaran diri. Dia berkata bahwa dia kurang memiliki tingkat pertumbuhan dan tidak dapat menerapkan kebenaran. Setelah melihat tindakannya seperti itu, aku berpikir bahwa jika aku terus menelaah masalahnya, dia pasti akan berkata bahwa aku terlalu menuntut, bahwa aku tidak memiliki kemanusiaan yang baik dan mengekangnya. Aku merasa bahwa aku tidak boleh menyingkapkannya agar kami tetap rukun. Jadi, dengan sopan aku meyakinkannya, "Tingkat pertumbuhanmu kecil, dan kami bisa mengerti. Hanya saja, jangan menunda pekerjaan di masa mendatang." Ketika aku mengatakan itu, alis Li Yue yang berkerut mengendur dan dia tidak lagi kesal. Dia menjadi sangat ramah terhadapku setelah itu. Aku sangat senang dan merasa bahwa aku memang memiliki pendekatan yang baik untuk bersekutu. Meskipun aku menunjukkan masalahnya, dia tetap menganggapku baik. Belakangan, Li Yue masih tidak merasa menanggung beban dalam tugasnya, dan dia bahkan menjadi cenderung berprasangka terhadap Chen Lin, dengan mengatakan bahwa Chen Lin terlalu menuntut. Chen Lin menunjukkan masalahku, dengan berkata, "Tahukah kau apakah natur persekutuanmu dengan Li Yue tempo hari itu? Kita bersekutu dengannya untuk membantunya mengenal dirinya sendiri, merenungkan diri, dan bertobat. Namun, kata-kata terakhirmu bukan hanya tidak membantunya merefleksikan diri, tetapi juga membuatnya berpikir bahwa kau pengertian sedangkan aku terlalu menuntut padanya. Natur tindakanmu itu mengganggu dan melemahkan, dan itu sama sekali tidak membantunya." Kata-kata Chen Lin sangat menyakitkan bagiku. Dalam kepedihanku, aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan! Ketika dihadapkan dengan pemangkasan, aku tidak menyadari keseriusan masalah ini. Namun, aku tahu bahwa segala sesuatu yang kuhadapi setiap hari adalah atas seizin-Mu. Kumohon berilah pencerahan dan bimbing aku untuk mengenal diriku sendiri."
Setelah itu, aku membaca satu bagian firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Teknik pertama yang digunakan antikristus untuk mengendalikan orang adalah memenangkan hatinya. Ada berapa cara untuk memenangkan hati orang? Salah satunya adalah memikat hati mereka dengan sedikit kebaikan. Terkadang antikristus memberikan hal-hal yang menyenangkan, memberikan pujian, dan menjanjikan sesuatu kepada mereka. Dan terkadang, antikristus menganggap bahwa beberapa tugas dapat membuat orang menjadi pusat perhatian, atau orang lain menganggap tugas ini dapat mendatangkan manfaat bagi siapa saja yang melakukannya dan membuat setiap orang menghormati mereka. Antikristus memberikan tugas tersebut kepada orang-orang yang ingin mereka menangkan. ... Sebagian orang terlalu sentimental dan selalu terkekang oleh perasaannya ketika melakukan tugas, lalu pemimpin mereka berkata, 'Ini karena tingkat pertumbuhanmu yang kecil, tak jadi masalah.' Sebagian orang malas dan tidak setia dengan tugas mereka, tetapi pemimpin mereka tidak memarahinya, sebaliknya pemimpin tersebut selalu mengatakan hal-hal menyenangkan yang ingin didengar oleh orang-orang untuk membuat mereka senang dan agar dianggap baik oleh mereka, dan untuk memperlihatkan kepada orang-orang betapa pemimpin itu memahami dan mengasihi mereka. Orang-orang itu beranggapan, 'Pemimpin kami seperti seorang ibu yang penuh kasih. Mereka sungguh mengasihi kami—mereka benar-benar mewakili Tuhan. Mereka benar-benar berasal dari Tuhan!' Implikasi yang tersembunyi dari ucapan ini adalah bahwa pemimpin mereka dapat bertindak sebagai juru bicara Tuhan, mereka mampu mewakili Tuhan. Apakah ini tujuan dari pemimpin tersebut? Mungkin hal ini tidak begitu jelas, tetapi salah satu tujuannya sangat jelas: Pemimpin itu ingin orang-orang berkata bahwa mereka adalah pemimpin yang luar biasa, peduli terhadap orang lain, bersimpati pada kelemahan orang, dan sangat memahami hati mereka. Ketika seorang pemimpin gereja melihat saudara-saudari melaksanakan tugas mereka dengan bersikap asal-asalan, dia mungkin tidak menegur mereka, padahal seharusnya dia melakukannya. Ketika dia dengan jelas melihat bahwa kepentingan rumah Tuhan sedang dirugikan, dia tidak peduli akan hal ini atau mengajukan pertanyaan apa pun, dan tidak sedikit pun menyinggung orang lain. Sebenarnya, dia tidak benar-benar menunjukkan kepedulian pada kelemahan orang lain; sebaliknya, niat dan tujuannya adalah untuk memenangkan hati orang. Dia sepenuhnya menyadari bahwa, 'Asalkan aku melakukan hal ini dan tidak menyinggung siapa pun, mereka akan menganggapku pemimpin yang baik. Mereka akan berpendapat baik dan tinggi tentangku. Mereka akan menerimaku dan menyukaiku.' Dia tidak peduli seberapa besar kerusakan yang terjadi pada kepentingan rumah Tuhan, atau seberapa besar kerugian yang ditimbulkan pada jalan masuk kehidupan umat pilihan Tuhan, atau seberapa besar itu telah mengganggu kehidupan bergereja, dia hanya bertahan dalam falsafah Iblisnya dan tidak mau menyinggung siapa pun. Di dalam hatinya, dia tidak pernah menyalahkan dirinya sendiri. Ketika dia melihat ada seseorang yang menyebabkan kekacauan dan gangguan, paling-paling dia berbicara sedikit tentang hal itu dengannya, meremehkan masalahnya, dan menganggapnya sudah selesai. Dia tidak akan mempersekutukan kebenaran, atau menunjukkan esensi masalahnya kepada orang itu, apalagi menelaah keadaan orang itu, dan dia tidak akan pernah mempersekutukan maksud-maksud Tuhan. Pemimpin palsu tidak pernah menyingkapkan atau menelaah kesalahan yang sering orang lakukan, atau watak rusak yang sering orang perlihatkan. Mereka tidak membereskan masalah nyata apa pun, sebaliknya mereka malah selalu membiarkan penerapan keliru dan perwujudan kerusakan, dan betapa pun negatif dan lemahnya orang-orang, mereka tidak menganggapnya serius. Mereka hanya mengkhotbahkan beberapa kata dan doktrin, serta mengatakan beberapa perkataan nasihat untuk menangani keadaan dengan cara yang asal-asalan, berusaha menjaga keharmonisan. Akibatnya, umat pilihan Tuhan tidak tahu bagaimana merenungkan dan mengenal diri mereka sendiri, tidak ada penyelesaian untuk watak rusak apa pun yang mereka perlihatkan, dan mereka hidup di tengah kata-kata dan doktrin, gagasan dan imajinasi, tanpa jalan masuk kehidupan. Mereka bahkan yakin di dalam hatinya, 'Pemimpin kita bahkan lebih memahami kelemahan kita daripada Tuhan. Tingkat pertumbuhan kita terlalu kecil untuk dapat memenuhi tuntutan Tuhan. Kita hanya perlu memenuhi tuntutan pemimpin kita; dengan tunduk kepada pemimpin kita, berarti kita sedang tunduk kepada Tuhan. Jika suatu hari nanti Yang di Atas memberhentikan pemimpin kita, kita akan menyuarakan isi hati kita; untuk mempertahankan pemimpin kita dan mencegahnya diberhentikan, kita akan bernegosiasi dengan Yang di Atas dan memaksa mereka untuk menyetujui tuntutan kita. Inilah cara kita melakukan hal yang benar untuk pemimpin kita.' Ketika orang-orang memiliki pemikiran seperti ini di dalam hati mereka, ketika mereka telah menjalin hubungan seperti ini dengan pemimpin mereka, dan ketergantungan, rasa iri, dan pemujaan semacam ini telah muncul di hati mereka terhadap pemimpin mereka, itu berarti mereka jauh lebih percaya kepada pemimpin ini, dan selalu ingin mendengarkan perkataan pemimpin itu, bukannya mencari kebenaran di dalam firman Tuhan. Pemimpin seperti itu telah hampir mengambil tempat Tuhan di hati orang-orang. Jika seorang pemimpin bersedia mempertahankan hubungan semacam itu dengan umat pilihan Tuhan, jika dia merasakan kenikmatan dari hal ini di dalam hatinya, dan yakin bahwa umat pilihan Tuhan seharusnya memperlakukannya seperti ini, maka pemimpin ini tidak ada bedanya dengan Paulus, dia telah menginjakkan kakinya di jalan antikristus, dan umat pilihan Tuhan telah disesatkan oleh antikristus ini, dan sepenuhnya tidak memiliki pemahaman" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Satu: Mereka Berusaha Memenangkan Hati Orang"). Tuhan mengungkapkan antikristus sebagai orang-orang yang sangat tercela dan jahat. Untuk memperkuat tempat mereka di hati orang lain, mereka tidak pernah menyinggung perasaan orang lain. Jika mereka melihat seseorang melanggar prinsip, mereka tidak bersekutu tentang kebenaran untuk menyelesaikan masalah itu atau mengungkapkan dan menghentikannya. Sebaliknya, mereka mengucapkan hal-hal yang enak didengar untuk mendapatkan dukungan orang lain, sehingga orang lain menyukai mereka, berpikir bahwa mereka penuh kasih, pengertian, dan pemaaf, tetapi menentang dan tidak menyukai firman dan tuntutan Tuhan, serta tidak menerapkan atau memasukinya. Antikristus mengutamakan orang lain daripada diri mereka sendiri. Aku merenungkan bagaimana natur tindakanku sama seperti seorang antikristus. Aku melihat dengan jelas kesalahan-kesalahan dalam tugas saudara-saudariku, bahkan ada yang serius dan telah memengaruhi pekerjaan, jadi sudah seharusnya aku menunjukkan kesalahan mereka. Dengan demikian, mereka dapat melihat esensi permasalahan dan akibat seriusnya, dan segera bertobat. Namun, aku takut kalau mengungkapkan masalah orang lain akan menyinggung mereka, jadi aku menuruti kedagingan mereka, mengatakan hal-hal yang enak didengar demi mendapatkan dukungan mereka. Saat bersekutu dan mengungkapkan masalah Li Yue, aku tidak bekerja sama dengan Chen Lin untuk membimbing Li Yue agar mengenal dirinya sendiri, tetapi takut Li Yue akan cenderung berprasangka terhadapku jika aku berbicara dengan tegas, jadi aku menuruti perasaannya, bersikap baik. Itu membuatku tampak lebih penyayang daripada Chen Lin, mampu memaafkan dan menoleransi kelemahan Li Yue, membuat Li Yue tidak mampu mengenali masalahnya sendiri dan menentang Chen Lin. Begitu juga aku dengan Ding Rui. Aku menyadari masalahnya, tetapi alih-alih bersekutu dan membantu, membimbingnya untuk merenung dan menyadari masalahnya, aku selalu memanjakannya. Dengan cara itu, aku tidak meninggikan Tuhan atau memberi kesaksian kepada-Nya dalam tugasku, dan tidak memenuhi tanggung jawabku. Aku adalah seorang pemimpin, tetapi ketika melihat saudara-saudariku melanggar prinsip-prinsip dengan bertindak menurut watak mereka yang rusak, aku tidak mempersekutukan kebenaran untuk menyelesaikan masalah, tetapi menuruti kedagingan mereka, mengatakan beberapa hal yang menghibur untuk membodohi mereka. Aku membiarkan mereka terus hidup dengan watak rusak, memanjakan dan memaklulmi diri sendiri. Natur dari apa yang kuperbuat adalah menghalangi orang lain untuk memasuki kenyataan kebenaran. Mereka tidak mengetahui kebenaran atau memiliki pemahaman tentang Tuhan, dan menolak serta tidak menyukai tuntutan Tuhan. Namun mereka semua menganggapku hebat, mengatakan bahwa aku orang yang pemaaf dan pengertian, dan mereka makin dekat denganku. Bukankah itu menyesatkan orang? Aku menyadari bahwa dengan menjalani filosofi Iblis dan menjadi orang baik, yang kulakukan hanyalah kejahatan. Tampaknya aku memperlakukan orang lain dengan baik, tetapi sebenarnya aku merugikan saudara-saudariku, dan menunda pekerjaan gereja. Aku terlalu munafik! Aku menggunakan taktik licik agar dikagumi dan diagungkan orang lain. Aku berada di jalan seorang antikristus! Selama bertahun-tahun, aku telah meninggalkan keluarga dan pekerjaanku untuk melaksanakan tugas. Aku telah cukup menderita, dan juga banyak bekerja. Tidak pernah kubayangkan bahwa aku akan berakhir di jalan seorang antikristus. Ketakutan mencengkam hatiku. Aku merasa makin muak dan jijik dengan diriku sendiri. Dengan berlinang air mata, aku pun berdoa, "Ya Tuhan! Aku telah mengejar status dan melindungi hubunganku untuk mendapatkan dukungan orang lain. Watakku ini sangat menjijikkan bagi-Mu, dan jika aku dihukum, itu akan menjadi kebenaran-Mu. Ya Tuhan, aku bersedia bertobat."
Beberapa saat kemudian, Li Yue masih saja mengerjakan tugasnya dengan asal-asalan, tidak menyelesaikan apa pun, dan dia masih belum berubah setelah persekutuan. Kami memberi tahu pemimpin kami tentang masalahnya. Beberapa hari kemudian, pemimpin itu menghadiri pertemuan kami dan bersekutu tentang masalah-masalah Li Yue untuk membantunya. Namun, Li Yue masih belum mengenali dirinya sendiri sama sekali. Pemimpin itu memintaku dan Chen Lin untuk menyatakan pendirian kami: Mengingat situasi ini, haruskah Li Yue diberhentikan? Pertanyaan ini sedikit mengejutkanku. Aku berpikir Li Yue sedang duduk di sana, bagaimana aku bisa mengatakan sesuatu? Jika aku mengatakan hal yang sebenarnya dan dia diberhentikan, dia mungkin akan membenciku. Aku merasa tidak seharusnya aku angkat bicara. Waktu itu, aku merasakan rasa bersalah yang kuat. Aku menyadari bahwa sekali lagi aku berpikir untuk melindungi tempatku di hati orang lain. Aku mengucapkan doa dalam hati kepada Tuhan, "Tuhan, aku memikirkan tentang hidup dengan falsafah Iblis, melindungi citraku, bertindak seperti penyenang orang lagi. Kumohon bimbing aku untuk mengatakan kebenaran dan memberontak terhadap motifku yang salah." Aku teringat suatu bagian firman Tuhan setelah berdoa. Tuhan berfirman: "Jika hatimu semakin jujur, dan semakin memiliki kecenderungan kepada Tuhan, dan jika engkau tahu untuk melindungi kepentingan rumah Tuhan ketika engkau melaksanakan tugasmu, dan hati nuranimu terganggu ketika engkau gagal melindungi kepentingan ini, ini adalah bukti bahwa kebenaran telah memengaruhimu, dan telah menjadi hidupmu. Begitu kebenaran telah menjadi kehidupan di dalam dirimu, saat engkau mengamati ada orang yang menghujat Tuhan, yang tidak takut akan Tuhan, dan asal-asalan saat melakukan tugas mereka, atau yang mengganggu dan mengacaukan pekerjaan gereja, engkau akan menanggapinya berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, dan akan mampu mengidentifikasi serta mengungkapkannya bila perlu" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Firman Tuhan menunjukkan kepadaku bahwa ketika terjadi sesuatu, kita harus berdiri di pihak Tuhan dan menjunjung tinggi pekerjaan gereja. Ketika melihat orang lain melanggar prinsip, mengganggu pekerjaan gereja, kita tidak dapat melindungi mereka, tetapi harus mengikuti prinsip kebenaran. Tuhan meminta kita untuk hidup dalam keserupaan dengan manusia sejati seperti ini. Berdasarkan perilaku Li Yue, dia tidak cocok untuk melanjutkan pekerjaan saat itu. Aku tidak takut menyinggung perasaannya, tetapi aku harus menjunjung tinggi pekerjaan gereja, menjadi orang yang jujur, dan memperjelas pendirianku. Jadi, aku menjelaskan pandanganku. Setelah mempertimbangkan semuanya, pemimpin itu memberhentikan Li Yue.
Sesudah itu, aku dipasangkan dalam melaksanakan suatu tugas bersama Saudari Wang Jia. Dalam interaksi kami, aku memperhatikan bahwa terkadang dia menunda pekerjaan gereja untuk urusan pribadi. Aku bersekutu dengannya bahwa pekerjaan harus didahulukan. Tak lama kemudian, aku mendengar pemimpin kami mengatakan bahwa dia akan mempromosikan Wang Jia untuk mengelola suatu pekerjaan. Pikiranku adalah bahwa Wang Jia memiliki kualitas dan cakap, jadi dia akan baik-baik saja jika bertanggung jawab atas pekerjaan. Namun, ketika urusan pribadinya berbenturan dengan pekerjaan, terkadang dia tidak mengutamakan tugasnya. Jika dia tidak menyadari masalah itu, apakah pekerjaan akan tertunda karena dia yang bertanggung jawab? Sebagai rekan kerjanya, aku bertanggung jawab untuk mempersekutukan dan menunjukkan hal ini kepadanya. Namun, aku ragu-ragu ketika hal itu sampai di ujung lidahku. Aku sudah bersekutu dengannya tentang masalah semacam itu. Jika aku mengungkitnya lagi, akankah dia berkata bahwa aku tidak mau melupakan masalah itu, tetapi terus-menerus menyingkapkan kekurangannya? Kusadari bahwa aku berada dalam keadaan yang salah lagi, jadi aku berdoa dalam hati. Aku teringat pada sebuah bagian firman Tuhan yang pernah kubaca sebelumnya yang berbunyi: "Tuhan menuntut agar orang mengatakan yang sebenarnya, mengatakan apa yang mereka pikirkan, dan tidak menipu, menyesatkan, mengolok-olok, menyindir, menghina, mengejek, atau mempersulit orang lain, atau menyingkapkan kelemahan mereka, atau menyakiti mereka. Bukankah ini prinsip orang berbicara? Apa artinya orang tidak boleh menyingkapkan kelemahan orang lain? Itu artinya tidak menggunjingkan orang lain. Jangan terus saja menggunakan kesalahan atau kekurangan mereka di masa lalu untuk menghakimi atau mengutuk mereka. Inilah yang setidaknya harus kaulakukan. Dari sisi proaktif, bagaimana mengungkapkan perkataan yang membangun? Perkataan itu terutama harus mendorong, mengarahkan, membimbing, menasihati, memahami, dan menghibur. Selain itu, dalam beberapa percakapan khusus, sangatlah penting untuk secara langsung menyingkapkan kesalahan dan memangkas mereka, sehingga mereka memperoleh pengetahuan tentang kebenaran dan ingin bertobat. Hanya dengan cara demikianlah, hasil yang diinginkan akan tercapai. Cara penerapan ini sangat bermanfaat bagi orang-orang. Ini adalah bantuan yang nyata bagi mereka, dan ini membangun mereka, bukan? ... Singkatnya, apa prinsip berbicara? Prinsipnya adalah: katakanlah apa yang ada dalam hatimu, dan suarakan pengalamanmu yang sebenarnya serta apa yang sebenarnya kaupikirkan. Perkataan inilah yang paling bermanfaat bagi orang-orang, yang membekali mereka, yang membantu mereka, perkataan inilah yang positif. Jangan lagi mengatakan perkataan palsu, perkataan yang tidak bermanfaat atau tidak mendidik kerohanian orang; ini akan menghindarkan mereka jatuh dalam bahaya atau menjebak mereka, menjerumuskan mereka ke dalam kenegatifan atau mengalami dampak negatif. Engkau harus mengatakan hal-hal yang positif. Sebisa mungkin, engkau harus berusaha untuk membantu orang, bermanfaat bagi mereka, membekali mereka, menghasilkan dalam diri mereka iman yang sejati kepada Tuhan; dan engkau harus memungkinkan orang untuk terbantu, memperoleh banyak dari pengalamanmu akan firman Tuhan dan dari caramu memecahkan masalah, memampukan mereka memahami jalan mengalami pekerjaan Tuhan dan masuk ke dalam kenyataan kebenaran, memungkinkan mereka memiliki jalan masuk kehidupan serta membuat hidup mereka bertumbuh—yang merupakan efek dari perkataanmu yang berprinsip dan mendidik kerohaniannya" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (3)"). Aku sudah menemukan jalan penerapan firman Tuhan. Dalam interaksiku, aku harus mengatakan kebenaran agar orang lain dapat memperoleh manfaat dan dibina. Aku tidak dapat mengejek, bersikap sarkastik, atau mengejek mereka. Aku juga memahami bahwa ketika Tuhan berfirman agar tidak mengungkapkan kelemahan orang lain, itu berarti tidak berpegang pada kesalahan atau kekurangan mereka, dan menghakimi serta mengutuk mereka. Menunjukkan dan mengungkapkan masalah mereka sehingga mereka dapat belajar dari kesalahan bukanlah mengungkapkan kelemahan, tetapi merupakan bantuan yang penuh kasih. Wang Jia tidak mengenal dirinya sendiri, maka menunjukkan masalahnya dapat mengingatkan dan membantunya. Bahkan sekalipun dia tidak langsung menerimanya dan berpikir buruk tentangku, aku harus menanganinya dengan tepat. Selama dia adalah seorang pengejar kebenaran, nantinya dia akan mencari kebenaran, mengenal dirinya sendiri, dan berubah. Setelah menyadari hal ini, aku bersekutu dengan Wang Jia mengenai masalahnya. Kemudian, Wang Jia berkata dalam sebuah esai yang ditulisnya, "Jika saudari yang menjadi mitraku tidak mengungkap dan menelaah masalahku, aku tidak akan merefleksi diri atau memahami keseriusan masalahku, apalagi bertobat dan berubah." Melihat Wang Jia telah memperoleh pemahaman itu, aku bersyukur kepada Tuhan dalam hatiku. Firman Tuhanlah yang membantuku memahami maksud sebenarnya dari tindakanku sebagai orang yang baik dan mengubah pandanganku yang keliru tentang pengejaran. Syukur kepada Tuhan atas keselamatan-Nya!
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.