Belajar Dari Masa Sulit

19 Januari 2022

Oleh Saudara Li Yang, Tiongkok

Aku ditahan tepat setelah Tahun Baru Imlek 2020 karena imanku. Pada saat pemeriksaan fisik rutinku, mereka menemukan bintik hitam di paru-paruku. Itu ketika wabah virus korona sedang sangat buruk, sehingga mereka tidak berani membawaku. Polisi menghubungi keluargaku meminta mereka membawaku pulang. Saat perjalanan pulang, saudariku berkata kepadaku, "Ayah sakit keras tahun lalu dan diketahui mengidap kanker kandung kemih. Operasinya memakan waktu enam jam lebih. Mereka mengambil separuh ginjalnya dan dia hampir tidak bisa selamat. Mereka telah mengusahakan dia bisa tetap hidup saat ini, tetapi hanya dengan membilas kantong kemihnya dengan cairan kimia setiap bulan. Kami tak tahu berapa lama dia bisa bertahan." Dia menangis sembari bicara, dan menceritakan hal-hal lain yang terjadi dalam dua tahun terakhir. Aku tak bisa menggambarkan rasa bersalahku dan diam-diam berdoa: "Tuhan, aku yakin ada kehendak-Mu dalam cobaan yang kuhadapi. Mohon lindungi hatiku dan bantu aku tunduk, tanpa menyalahkan-Mu."

Ketika kami tiba di rumah, aku melihat ayahku tampak sangat lemah dan wajahnya bengkak. Dibandingkan dengan saat aku berangkat, dia seperti orang yang sangat berbeda. Itu membuat perasaanku lebih berat. Aku juga melihat pohon buah besar di kebun yang mati karena kekeringan parah, dan hampir semua tabungan keluargaku habis untuk pengobatan ayahku. Pohon buah, yang merupakan sumber penghasilan mereka satu-satunya, hampir tidak berbuah. Masa yang sulit. Melihat semua ini sungguh membuatku bingung dan aku tak tahu bagaimana menghadapinya. Aku mulai menyalahkan Tuhan sebelum menyadarinya. Beberapa tahun sebelum itu, aku pernah ditangkap dan ditahan selama sebulan karena kepercayaanku kepada Tuhan. Setelah keluar tahanan, aku pergi ke luar kota melaksanakan tugasku. Bagaimana bisa ini terjadi pada keluargaku setelah semua yang kuserahkan, semua penderitaanku? Pemikiran ini malah membuatku makin sedih dan aku tak tahu bagaimana melewatinya. Entah bagaimana, aku tak bisa menggali motivasi dan hanya sibuk mencari pekerjaan demi membantu penghasilan keluarga saat pandemi berakhir. Setelah beberapa waktu, aku menerima surat dari saudari berkata bahwa aku tidak aman di rumah dan aku harus bersembunyi di rumah anggota gereja yang lain untuk sementara waktu. Aku tahu satu-satunya alasan aku tidak ditahan adalah karena pandemi, dan mereka bisa menangkapku kapan saja. Meninggalkan rumah akan lebih aman, aku bisa hidup di gereja, dan melaksanakan tugasku. Namun, aku tak ingin melaksanakan tugasku, melihat keadaan sulit keluargaku. Aku membalas surat mereka memberi tahu bahwa aku tak bisa pergi. Aku merasa sangat bersalah setelah mengirimkan surat itu, tetapi tidak terlalu memusingkannya. Esok harinya, saat mengendarai sepeda elektrik di lapangan menuju tempat bekerja, aku kecelakaan dan kakiku hancur. Aku sadar ini adalah sebuah pesan yang dikirimkan Tuhan kepadaku. Aku datang ke hadapan Tuhan dan berdoa, "Oh, Tuhan, aku tak ingin hidup di dalam perusakan iblis dan menentang-Mu. Mohon bimbing aku untuk mengenali diriku sendiri agar aku bisa tunduk dalam keadaan ini." Aku membaca bagian dalam firman Tuhan ini setelah berdoa: "Hal yang engkau kejar adalah agar bisa memperoleh kedamaian setelah percaya kepada Tuhan, agar anak-anakmu bebas dari penyakit, suamimu memiliki pekerjaan yang baik, putramu menemukan istri yang baik, putrimu mendapatkan suami yang layak, lembu dan kudamu dapat membajak tanah dengan baik, cuaca bagus selama satu tahun untuk hasil panenmu. Inilah yang engkau cari. Pengejaranmu hanyalah untuk hidup dalam kenyamanan, supaya tidak ada kecelakaan menimpa keluargamu, angin badai berlalu darimu, wajahmu tak tersentuh oleh debu pasir, hasil panen keluargamu tidak dilanda banjir, terhindar dari bencana, hidup dalam dekapan Tuhan, hidup dalam sarang yang nyaman. Seorang pengecut sepertimu, yang selalu mengejar daging—apa engkau punya hati, apa engkau punya roh? Bukankah engkau adalah binatang buas? ... Hidupmu hina dan tercela, engkau hidup di tengah-tengah kecemaran dan kecabulan, dan tidak mengejar tujuan apa pun; bukankah hidupmu paling tercela? Apakah engkau masih berani memandang Tuhan? Jika engkau terus mengalami dengan cara demikian, bukankah engkau tidak akan memperoleh apa-apa? Jalan yang benar telah diberikan kepadamu, tetapi apakah pada akhirnya engkau dapat memperolehnya, itu tergantung pada pengejaran pribadimu sendiri" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). "Hubungan manusia dengan Tuhan semata-mata demi kepentingan diri sendiri. Hubungan ini adalah hubungan antara penerima dan pemberi berkat. Sederhananya, hubungan ini seperti hubungan antara karyawan dan majikan. Karyawan bekerja hanya untuk menerima upah yang diberikan oleh majikannya. Dalam hubungan semacam ini, tidak ada kasih sayang, hanya ada transaksi. Tidak ada tindakan mencintai dan dicintai, hanya ada derma dan belas kasihan. Tidak ada pengertian, hanya ada kemarahan terpendam dan tipu daya. Tidak ada keintiman, hanya ada jurang yang tak bisa diseberangi. Sekarang setelah segala sesuatunya telah sampai pada titik ini, siapakah yang mampu membalikkan arah semacam ini? Dan berapa banyakkah orang yang benar-benar mampu memahami betapa buruknya hubungan ini? Aku yakin bahwa ketika orang membenamkan diri dalam kegembiraan karena diberkati, tak seorang pun yang dapat membayangkan betapa memalukan dan tidak sedap dipandangnya hubungan dengan Tuhan yang seperti ini" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Lampiran 3: Manusia Hanya Dapat Diselamatkan di Tengah Pengelolaan Tuhan"). Semua hal yang ditunjukkan Tuhan adalah keadaanku yang sebenarnya. Aku merasa malu. Sejak melihat betapa parah sakit ayahku dan semua pohon buah yang mati, dan semua keluargaku dalam masa sulit, aku salah paham dan menyalahkan Tuhan, bahkan berdalih pada-Nya. Aku merasa sudah berkorban dan bekerja keras untuk Tuhan, aku dipenjara dan banyak menderita tanpa mengkhianati Dia, jadi, seharusnya Dia melindungi dan memberkati keluargaku. Aku menyadari saat bertugas, aku tidak mengejar kebenaran atau ingin mengubah watakku, tetapi aku ingin memaksudkan pengorbananku sebagai barter kepada Tuhan untuk berkatnya. Bukankah itu menjadikan tugasku menjadi transaksi yang tidak masuk akal? Memiliki keyakinan dan melaksanakan tugasku seperti itu tidak ada bedanya dengan pekerjaan lainnya di dunia. Aku dalam transaksi mencari keuntungan sendiri tanpa adanya perasaan tulus.

Aku menyadari aku sungguh beruntung menerima pekerjaan Tuhan di akhir zaman, menikmati nafkah dan air dari firman-Nya, menerima penghakiman dan pentahiran-Nya, dan berkesempatan diselamatkan di saat akhir. Sungguh berkat yang luar biasa. Namun, aku tak memikirkan bagaimana meraih kebenaran dan melakukan tugasku dengan baik untuk membalas kasih Tuhan. Ketika aku melihat kesulitan keluargaku, aku tak berpikir bagaimana mencari kebenaran dan memberikan kesaksian. Yang kupikirkan hanya keuntungan pribadi, dan menghitung untung dan rugi. Aku bahkan menyalahkan dan salah paham pada Tuhan dan tidak ingin melakukan tugasku lagi. Itu mengkhianati Tuhan dan sungguh tidak manusiawi.

Aku membaca bagian lain dari firman Tuhan setelah itu: "Tak seorang pun yang menjalani seluruh hidup mereka tanpa penderitaan. Bagi beberapa orang, ini ada hubungannya dengan keluarga, bagi beberapa orang, dengan pekerjaan atau perkawinan, dan bagi beberapa orang, dengan penyakit fisik. Semua manusia menderita. Beberapa orang berkata, 'Mengapa manusia harus menderita? Alangkah baiknya jika kita dapat menjalani seluruh hidup kita dengan damai dan bahagia. Tak bisakah kita tidak menderita?' Tidak—semua orang harus menderita. Penderitaan menyebabkan semua orang mengalami berbagai perasaan kehidupan jasmani, entah perasaan ini positif, negatif, aktif atau pasif; penderitaan memberimu berbagai perasaan dan pengetahuan, yang bagimu, semuanya merupakan pengalaman hidup. Jika engkau dapat mencari kebenaran dan mencari kehendak Tuhan dari semua penderitaan ini, engkau akan semakin dekat dengan tujuan yang diberikan Tuhan kepadamu. Itu adalah satu aspek, dan itu juga untuk membuat orang semakin berpengalaman. Aspek lainnya adalah tanggung jawab yang Tuhan berikan kepada manusia. Tanggung jawab apa? Tanggung jawab untuk menjalani penderitaan ini. Engkau harus menanggung penderitaan ini. Jika engkau mampu menanggungnya, maka ini adalah kesaksian" ("Dengan Menyelesaikan Gagasan Orang Barulah Orang Dapat Memasuki Jalur yang Benar dalam Kepercayaan kepada Tuhan (1)" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Ayat ini menunjukkanku bahwa yang percaya dan yang tidak percaya memiliki kemiripan menghadapi semua kesulitan dan menderita di hidup mereka. Seberapa banyak pun penderitaan yang kita alami, seberapa banyak pun halangan yang kita alami dalam hidup kita adalah ditentukan oleh Tuhan. Tuhan memberikan kita rasa yang manis, asam, dan pahit, untuk menguji hidup kita, memberikan lebih banyak pengalaman dan menguji cara kita melewati penderitaan kita. Dia juga yang memberi kita tanggung jawab. Melihat ayahku sakit parah dan kesulitan yang dialami keluargaku sungguh merupakan penderitaan, tetapi Tuhan tidak serta merta hanya membiarkan aku kesulitan. Dia membawaku dari pandangan yang salah menuju terang selama bertahun-tahun sebagai orang percaya, meraih berkat supaya aku berbalik dan mengambil jalan mengejar kebenaran. Namun, bukannya memahami rencana Tuhan, aku justru berusaha mencari alasan kepada Tuhan, dan menentang Dia. Aku begitu memberontak, dan aku sungguh mengecewakan Tuhan. Aku tahu aku harus berhenti mengeluh, tunduk kepada kuasa dan rencana Tuhan, dan memberikan kesaksian melalui ini.

Aku merenungi diri sendiri. Aku telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun. Aku tahu, beriman adalah sesuatu yang lumrah, dan tak seharusnya aku melakukan transaksi dengan Tuhan. Lalu, mengapa aku tidak bisa menahan diri, malah mengejar berkat dan barter dengan Tuhan? Apakah penyebab semua itu? Aku membaca sebuah bagian dari firman Tuhan setelah itu, firman. Firman Tuhan berkata, "Semua manusia yang rusak hidup untuk diri mereka sendiri. Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri—inilah ringkasan dari natur manusia. Orang percaya kepada Tuhan demi diri mereka sendiri; mereka meninggalkan segala sesuatu, mengorbankan diri mereka bagi Dia, dan setia kepada Dia, tetapi mereka tetap melakukan semua hal ini demi diri mereka sendiri. Singkatnya, semua itu dilakukan dengan tujuan mendapatkan berkat bagi diri mereka sendiri. Di masyarakat, segala sesuatu dilakukan demi keuntungan pribadi; percaya kepada Tuhan semata-mata dilakukan untuk mendapatkan berkat. Demi mendapatkan berkat, orang meninggalkan segalanya dan mampu menanggung banyak penderitaan: semua ini merupakan bukti empiris dari natur manusia yang rusak. Namun, orang yang telah mengalami perubahan dalam wataknya berbeda; mereka percaya bahwa bagaimana hidup dengan bermakna, bagaimana melakukan tugasnya agar layak disebut manusia, bagaimana menyembah Tuhan, serta bagaimana memuaskan dan tunduk kepada Tuhan—semua ini—adalah landasan dari apa arti menjadi manusia dan merupakan suatu kewajiban yang telah ditetapkan oleh Surga dan diakui oleh bumi. Jika tidak, mereka tidak akan layak disebut manusia; hidup mereka akan menjadi hampa dan tidak ada artinya. Mereka merasa bahwa manusia harus hidup untuk memuaskan Tuhan, untuk melakukan tugas mereka dengan baik, dan untuk menjalani kehidupan yang bermakna sehingga jika sudah tiba waktunya untuk mereka mati sekalipun, mereka akan merasa puas dan tidak akan memiliki penyesalan sedikitpun, dan bahwa hidup yang telah mereka jalani tidaklah sia-sia" ("Perbedaan antara Perubahan Lahiriah dan Perubahan Watak" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan menunjukkanku mengapa aku hanya mengejar berkat bahkan setelah bertahun-tahun menjadi orang percaya. Racun iblis seperti "Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri" telah menjalar dalam di hatiku dan membuatku mengutamakan keuntungan pribadi pada semua hal yang kulakukan. Aku selalu memikirkan kepentingan pribadiku. Aku tetap melaksanakan tugasku ketika PKT memburuku dan aku tak bisa pulang, tetapi itu tidak benar-benar mengorbankan diriku untuk Tuhan dan melakukan tugasku. Aku berharap diberkati Tuhan dan memiliki tujuan yang indah. Ketika masalah mendatangi keluargaku dan mereka kesulitan melewatinya, harapanku mendapatkan berkat menjadi hancur, sehingga aku menjadi negatif dan tidak mau melakukan tugasku lagi. Aku melihat dalam iman dan tugasku, aku hanya ingin menerima berkat yang besar sebagai ganti atas usahaku yang sangat kecil. Aku melakukan penghitungan, menggunakan Tuhan. Aku sangat egois dan tercela!

Yang dikatakan Tuhan, "Memiliki Watak yang Tidak Berubah Berarti Memusuhi Tuhan," adalah sepenuhnya benar. Meskipun aku sudah berkorban dan bekerja giat secara terbuka selama bertahun-tahun, dan menderita melaksanakan tugasku, kerusakanku masih tidak berubah karena aku tidak mencari kebenaran atau berfokus menerima penghakiman dan hajaran firman Tuhan. Ketika sesuatu hal terjadi tidak sesuai dengan pemahamanku, aku menentang dan menolak Tuhan. Aku berseteru dengan Tuhan. Pandanganku pada iman persis sama dengan orang alim yang hanya ingin mengisi perut mereka dan menggunakan pengorbanan mereka sebagai tiket menuju surga. Aku berada di jalan yang menentang Tuhan, layaknya Paulus! Mereka yang sungguh mencari kebenaran dan perubahan watak tidak mengotori tugas mereka dengan melakukan barter, tetapi mencari kebenaran dan bekerja sepenuhnya sebagai balasan atas kasih Tuhan. Mereka berusaha mengasihi dan memuaskan Tuhan, dan menjalani hidup yang berarti. Mereka seperti Petrus, yang berusaha mencari kasih Tuhan yang luar biasa dan patuh hingga wafat. Disalibkan demi Tuhan, dia memberikan kesaksian yang indah. Hal itu membuatnya mendapatkan perkenanan Tuhan dan hanya itu jalan menjalani hidup yang bermakna dan bernilai.

Setelah itu, aku menyaksikan video pembacaan firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berkata: "Tidak ada hubungan antara tugas manusia dan apakah dia diberkati atau dikutuk. Tugas adalah apa yang manusia harus penuhi; itu adalah panggilan surgawinya, dan seharusnya tidak bergantung pada imbalan jasa, kondisi, atau nalar. Baru setelah itulah dia bisa dikatakan melakukan tugasnya. Diberkati adalah ketika orang disempurnakan dan menikmati berkat Tuhan setelah mengalami penghakiman. Dikutuk adalah ketika wataknya tidak berubah setelah mereka mengalami hajaran dan penghakiman, itu adalah ketika mereka tidak mengalami proses disempurnakan tetapi dihukum. Namun terlepas dari apakah mereka diberkati atau dikutuk, makhluk ciptaan harus memenuhi tugasnya, melakukan apa yang seharusnya dilakukan, dan melakukan apa yang mampu dilakukannya; inilah yang setidaknya harus dilakukan oleh orang yang mengejar Tuhan. Engkau tidak seharusnya melakukan tugasmu hanya untuk diberkati, dan engkau tidak seharusnya menolak untuk bertindak karena takut dikutuk. Kuberitahukan satu hal kepadamu: pelaksanaan tugas manusia adalah apa yang harus dia lakukan, dan jika dia tidak mampu melaksanakan tugasnya, maka ini adalah pemberontakannya. Melalui proses melakukan tugasnyalah manusia secara berangsur-ansur akan diubahkan, dan melalui proses inilah dia menunjukkan kesetiaannya. Karena itu, semakin banyak tugas yang mampu kaulakukan, semakin banyak kebenaran yang akan kauterima, dan akan semakin nyata pengungkapanmu. Orang-orang yang hanya melakukan tugas dengan sekadarnya dan tidak mencari kebenaran pada akhirnya akan disingkirkan, karena orang-orang semacam itu tidak melakukan tugas mereka dalam menerapkan kebenaran, dan tidak menerapkan kebenaran dalam memenuhi tugasnya. Orang-orang semacam itu tetap tidak berubah dan akan dikutuk. Tidak hanya pengungkapan mereka yang tidak murni, tetapi segala sesuatu yang mereka ungkapkan juga jahat" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perbedaan antara Pelayanan Tuhan yang Berinkarnasi dan Tugas Manusia"). Ketika memikirkan ini, aku menyadari bahwa tugas hanyalah sesuatu yang harus kita lakukan sebagai makhluk ciptaan. Hal itu merupakan kewajiban yang tidak bisa kita lalaikan. Tidak boleh dikotori dengan transaksi atau mengaitkan keuntungan pribadi. Sama hal seperti kepatuhan—yang merupakan suatu hal yang alami dan terjadi tanpa perkataan. Kita mengalami penghakiman dan hajaran Tuhan dalam pekerjaan kita; kerusakan kita bisa diubah dan ditahirkan. Hanya itu satu-satunya cara supaya kita bisa selamat dan memiliki tujuan yang baik. Jika kita tidak mencari kebenaran, jika kita percaya selama bertahun-tahun tanpa adanya perubahan pada watak kita yang rusak, dan tetap pada mental hasrat transaksi dan melampaui batas, selama apa pun kita percaya atau sebesar apa pun pengorbanan kita, kita tidak akan mendapatkan perkenanan Tuhan, dan Dia akan menyingkirkan kita. Aku teringat Ayub yang kehilangan semua yang dia miliki, dan bahkan anak-anaknya, tetapi dia tidak menyalahkan Tuhan. Dia sadar segala hal adalah pemberian Tuhan, dan ketika Tuhan mengambil semuanya, dia harus patuh tanpa syarat. Karena itulah Ayub berkata, "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh" (Ayub 1:21). Dia sadar di dalam hatinya bahwa entah Tuhan memberikan upah atau mengambilnya, dia harus memuji Tuhan. Itulah tugasnya. Ayub bertahan atas tugasnya pada Tuhan dan memberikan kesaksian pada-Nya. Itulah yang harus dilakukan oleh ciptaan Tuhan yang sejati. Aku harus mengikuti teladan Ayub. Aku tak bisa memanfaatkan pengorbananku sebagai alat tawar untuk meminta sesuatu kepada Tuhan, tetapi aku harus memandang tugasku sebagai tanggung jawab dan keharusan. Hanya dengan begitu, aku memiliki hati nurani dan akal.

Setelah itu, karena polisi akan menangkapku lagi, aku meninggalkan rumah dan tinggal di rumah saudara tetua. Aku membaca firman Tuhan ini setelah itu: "Jika engkau dapat mengabdikan hatimu, tubuhmu, dan segenap kasihmu yang murni kepada Tuhan, menempatkan seluruhnya di hadapan-Nya, taat sepenuhnya kepada-Nya, dan sepenuhnya memperhatikan kehendak-Nya—bukan memperhatikan daging, bukan keluarga, dan bukan hasrat pribadimu sendiri, melainkan memperhatikan kepentingan rumah tangga Tuhan, menjadikan firman Tuhan sebagai prinsip dan fondasi dalam segala hal—maka dengan melakukannya, niatmu dan sudut pandangmu akan berada di tempat yang tepat, dan engkau akan menjadi seseorang di hadapan Tuhan yang menerima pujian-Nya" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Orang yang Sungguh-Sungguh Mengasihi Tuhan adalah Orang yang Mampu Sepenuhnya Tunduk pada Kenyataan Diri-Nya"). Firman Tuhan memberiku jalan dan arah. Aku tidak boleh hanya memikirkan keluargaku dan keuntungan daging, tetapi aku harus memperbaiki niatku dan menggunakan energi dan pemikiranku untuk melakukan tugasku dengan baik. Setelah memahami rencana Tuhan, aku meredakan hatiku dan menghabiskan waktu membaca firman Tuhan di rumah saudara itu. Setelah beberapa saat berlalu, aku diberi tugas yang lain. Syukur atas penghakiman dan hajaran Tuhan, pendekatanku yang salah atas agama diperbaiki dan kini aku punya tujuan yang benar dalam pencarianku.

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait

Di Persimpangan Jalan

Oleh Saudara Li Yang, Tiongkok Aku lahir di pedesaan dan dibesarkan dalam keluarga miskin. Orang tuaku petani sederhana yang sering...