Melepaskan Simpul yang Mengikat Hati
Itu terjadi musim semi yang lalu ketika aku sedang melakukan tugas memberitakan Injil di gereja. Pada saat itu, Saudari Wang terpilih sebagai diaken penginjilan, jadi kami selalu berhubungan untuk membahas tugas kami. Setelah beberapa waktu, aku melihat bahwa dia orang yang terus terang dalam mengungkapkan pendapatnya. Setiap kali melihat masalah apa pun denganku, dia selalu mengatakannya dengan terus terang, dan dengan nada bicara yang agak kasar. Ketika menindaklanjuti pekerjaan kami dan memberikan pengarahan, terkadang dia langsung menunjukkan masalah-masalah dalam pekerjaanku tepat di depan saudara-saudari lainnya. Aku merasa itu benar-benar menempatkanku dalam situasi yang canggung. Awalnya aku bisa menahan diri dan menerima tegurannya, dan aku menyadari ini karena dia terbeban dalam tugasnya. Namun, ketika itu terus terjadi, aku tak tahan lagi, berpikir, "Aku melakukan tugasku dengan sungguh-sungguh. Mengapa kau hanya bisa melihat kesalahanku?" Dalam sebuah pertemuan kerja, sebagai jawaban atas pertanyaannya tentang orang yang kuinjili, aku berkata, "Aku pergi dan bersekutu dengannya beberapa kali, tetapi karena dia punya banyak gagasan dan tidak terlalu menerima, aku berhenti menemuinya." Saudari Wang menegurku tepat di depan semua orang: "Bukankah kau hanya membatasi dia berdasarkan imajinasimu sendiri? Kau sebenarnya belum berupaya keras, jadi bagaimana kau bisa tahu bahwa dia tidak akan menerima Injil? Asalkan ini sesuai dengan prinsip memberitakan Injil, kau harus segera membagikan kesaksian kepadanya. Bagaimana kau bisa melakukan tugasmu dengan baik jika kau begitu ceroboh dan tidak bertanggung jawab?" Melihat wajahnya yang cemberut dan mendengar nada bicaranya yang galak, aku benar-benar merasa muak. Aku sangat dipermalukan dengan semua saudara-saudari di sana yang melihatku, dan aku tahu bahwa aku salah, tetapi apakah dia benar-benar harus mengkritikku di depan semua orang? Bukankah mereka semua akan berpikir bahwa aku tidak bertanggung jawab, bahwa aku tidak terbeban? Mereka sangat menghormatiku, tetapi hanya karena aku membiarkan satu orang lolos, dia merusak reputasiku, benar-benar mempermalukanku. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa menghadapi saudara-saudari lainnya setelah itu. Dalam upaya untuk menyelamatkan muka, aku mengatakan beberapa hal untuk membenarkan diriku, tetapi Saudari Wang berterus terang: "Saudari, aku harus menunjukkan kekurangan dirimu. Aku telah mendapati bahwa kau cenderung membuat alasan ketika ada masalah, bahwa kau tidak bersedia menerima bantuan atau umpan balik. Bagaimana itu bisa disebut melakukan tugasmu?" Mendengar ini membuatku makin kesal, dan aku berpikir, "Kau sangat sombong! Bagaimana kau bisa tidak memikirkan perasaan orang lain? Kau sengaja membuatku terlihat buruk, merusak reputasiku di depan semua orang. Jadi sekarang, tak hanya semua orang berpikir bahwa aku tidak bertanggung jawab dalam tugasku, tetapi aku juga akan memiliki reputasi suka membuat alasan. Apa yang akan orang lain pikirkan tentang diriku? Siapa yang bisa memercayaiku setelah ini, yang memiliki kesan baik tentang diriku?" Wajahku memerah dan aku merasa marah sekaligus diperlakukan tidak adil. Aku menatap Saudari Wang dengan pandangan marah, dan meskipun tidak mengatakan apa pun, aku merasa sangat tersinggung dan jengkel olehnya. Aku tidak ingin melihatnya atau mendengar sepatah kata pun yang dia katakan.
Aku memendam kekesalan terhadap Saudari Wang setelah itu. Aku tidak mau mendengarkan apa pun yang dia katakan atau melihat wajahnya. Setiap kali dia mencoba mendiskusikan masalah pekerjaan denganku, aku hanya terlihat sedih dan tetap diam. Ketika benar-benar tak punya pilihan, aku dengan enggan memberinya jawaban asal-asalan. Aku bersikap menentang dan melawan ketika dia menunjukkan masalah apa pun dalam tugasku—aku diam-diam menantang. Terkadang dalam pertemuan bersama orang lain, aku berupaya untuk menyingkapkan kerusakan Saudari Wang dengan kedok membagikan persekutuan tentang pengalamanku, agar semua orang akan melihatnya sebagai orang yang congkak dan tidak terlalu menghormatinya lagi. Aku berharap semua orang akan mengeroyoknya untuk mengkritik dan menanganinya, sehingga dia bisa selalu merasa dipermalukan karena berani menyinggung diriku, membuatku terlihat sangat buruk di depan semua orang! Akibat perbuatanku, beberapa saudara-saudari jadi benar-benar berprasangka terhadap Saudari Wang dan tidak lagi ingin mencarinya ketika mereka menghadapi kesulitan dalam tugas. Mereka mulai mengasingkan dirinya. Melihat hal ini membuatku merasa sedikit gelisah dan bersalah. Aku merasa bahwa meskipun bersikap terus terang, tetapi dia benar-benar bertanggung jawab dalam tugasnya, dan upayaku menarik semua orang ke pihakku untuk mengucilkan dan menghindarinya tidak memberikan keuntungan apa pun untuk pekerjaan kami. Namun, saat teringat bagaimana dia secara terbuka menegurku, aku menjadi terpaku dan tidak mampu melepaskan penghalang di hatiku. Kemudian, melihat bagaimana aku mengasingkannya, Saudari Wang berhenti bersekutu denganku dan ketika kami berbicara, dia selalu berusaha untuk mengetahui apa yang kupikirkan. Itu benar-benar membuatku canggung. Ini membebani hati nuraniku dan aku bertanya-tanya apakah aku sudah bertindak terlalu jauh, apakah aku mungkin benar-benar menyakitinya dengan cara itu. Namun, kemudian aku selalu ingat betapa dia membuatku terlihat buruk di depan semua orang dan amarahku akan berkobar lagi. Aku tetap tidak mau memperhatikannya. Jadi, aku mendapati diriku hidup dalam kegelapan dan tidak tahu harus berkata apa kepada Tuhan dalam doa dan melihat kinerja dalam tugasku makin menurun.
Pada satu titik, seorang pemimpin menulis surat kepada tim kami, meminta kami untuk menulis evaluasi terhadap Saudari Wang. Aku tahu dalam hatiku bahwa evaluasi harus adil dan objektif, tetapi aku masih menyimpan dendam terhadap dirinya, jadi aku menuliskan semua keluhan dan prasangkaku tentang dirinya, mengatakan dia tidak memiliki kasih, bahwa perkataan dan perbuatannya tidak membangun orang, bahwa dia suka menyakiti orang. Kupikir setelah membaca evaluasi tersebut, pemimpin mungkin akan berbicara dengannya, agar dia dapat mengalami bagaimana rasanya dipermalukan, atau mungkin dia akan diberhentikan dan itu membuatku tidak perlu berhubungan lagi dengannya. Namun, setelah menuliskan evaluasi tersebut, ada rasa gelisah yang menggangguku—hati nuraniku merasa tertuduh. Mau tak mau aku teringat kembali berbagai macam hal yang selama ini dilakukan Saudari Wang dalam tugasnya, dan teringat betapa dia benar-benar dapat melakukan pekerjaan nyata dan sungguh-sungguh serta bertanggung jawab dalam tugasnya. Pekerjaan penginjilan gereja menjadi jauh lebih berhasil sejak dia menjadi diaken, tetapi aku baru saja mengabaikan hal-hal itu dalam evaluasiku. Itu sama sekali tidak adil baginya! Makin aku memikirkannya, makin aku merasa buruk, jadi aku datang ke hadapan Tuhan dalam doa: "Ya Tuhan, hatiku diliputi kegelapan dan rasa sakit. Aku tahu apa yang sedang kulakukan salah, tetapi aku tak mampu memperlakukan Saudari Wang dengan baik. Pelajaran apa yang perlu kupelajari? Tuhan, kumohon beri tahu aku dan bimbing aku untuk mengetahui kekurangan dan kerusakanku sendiri, sehingga aku bisa keluar dari keadaan yang salah ini."
Setelah berdoa, aku membaca bagian ini dalam firman Tuhan: "Di dalam kehidupanmu sehari-hari, dalam situasi apakah dan dalam berapa banyak situasi engkau semua takut akan Tuhan, dan dalam hal-hal apakah engkau tidak takut akan Tuhan? Apakah engkau semua mampu membenci orang? Ketika engkau membenci seseorang, dapatkah engkau mengambil tindakan tegas terhadap orang itu atau membalas dendam kepadanya? (Ya.) Jika demikian, engkau semua sangat menakutkan! Engkau semua bukanlah orang yang takut akan Tuhan. Kenyataan bahwa engkau dapat melakukan hal-hal semacam itu berarti watakmu itu sangat keji sampai ke tingkat yang sangat serius! ... Apakah engkau semua mampu memikirkan berbagai cara untuk menghukum orang karena engkau tidak menyukai mereka, atau karena mereka tidak hidup rukun denganmu? Pernahkah engkau semua melakukan hal semacam itu sebelumnya? Berapa banyak dari hal itu yang telah engkau lakukan? Bukankah engkau selalu meremehkan orang secara tidak langsung, melontarkan komentar pedas, dan bersikap sarkastis terhadap mereka? (Ya.) Dalam keadaan apakah engkau semua saat melakukan hal-hal semacam itu? Pada saat itu, engkau melampiaskan ketidaksukaanmu dan merasa senang melakukannya; engkau merasa mengendalikan keadaan. Namun, setelah itu, engkau berpikir, 'Aku telah melakukan hal yang begitu tercela. Aku tidak takut akan Tuhan, dan aku telah memperlakukan orang itu secara tidak adil.' Jauh di lubuk hatimu, apakah engkau merasa bersalah? (Ya.) Meskipun engkau semua tidak takut akan Tuhan, setidaknya engkau memiliki sedikit perasaan hati nurani. Jadi, apakah engkau masih mampu untuk melakukan lagi hal semacam ini di masa depan? Bolehkah engkau memikir-mikirkan tentang bagaimana menyerang dan membalas dendam kepada orang lain, menyusahkan mereka dan menunjukkan kepada mereka siapa yang memegang kendali setiap kali engkau membenci mereka dan gagal untuk hidup rukun dengan mereka, atau setiap kali mereka tidak mematuhi atau mendengarkanmu? Akankah engkau berkata, 'Jika kau tidak melakukan apa yang kuinginkan, aku akan mencari kesempatan untuk menghukummu tanpa ada yang tahu tentang hal itu. Tak seorang pun akan mengetahuinya, tetapi aku akan membuatmu tunduk di hadapanku; aku akan menunjukkan kepadamu kekuatanku. Setelah itu, tak seorang pun yang akan berani cari gara-gara denganku!' Katakan kepada-Ku: kemanusiaan macam apa yang dimiliki orang yang melakukan hal seperti itu? Dalam hal kemanusiaan mereka, orang itu jahat. Diukur berdasarkan kebenaran, orang itu tidak menghormati Tuhan" ("Lima Keadaan Manusia Sebelum Mereka Memasuki Jalur yang Benar dalam Kepercayaan Mereka kepada Tuhan" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Membaca bagian ini dalam firman Tuhan benar-benar menyentuh hatiku. Mengingat kembali waktu itu, aku selalu berprasangka terhadap Saudari Wang karena dia dengan terus terang menyebutkan kesalahanku di depan orang lain, menanganiku. Aku merasa dia selalu mempermalukanku, di mana citra yang orang lain miliki tentang diriku akan rusak. Sejak saat itu, aku mudah marah dan bersikap menentang pada apa pun yang dia katakan, dan aku penuh dengan keluhan tentang dia. Aku bahkan menyampaikan keluhan dan prasangkaku dalam pertemuan. Aku menggunakan proses evaluasi untuk balas dendam pribadi bukannya menilai secara adil kelebihan dan kelemahannya. Aku hanya menuliskan semua prasangka dan keluhanku, berharap pemimpin akan memberhentikannya atau setidaknya memangkas dan menanganinya, membuatnya terlihat buruk. Itu untuk melampiaskan sebagian kemarahanku yang terpendam. Aku menyimpan dendam terhadapnya dan mengkritiknya untuk balas dendam karena dia telah menyinggung martabatku. Aku ingin menunjukkan kepadanya kekuatanku sehingga kelak dia tidak akan berani menantangku; aku membuat diriku sama sekali tak terkendali. Aku sedang menyingkapkan watak yang jahat. Aku hidup menurut watakku yang jahat, melakukan dan mengatakan apa pun yang kuinginkan tanpa sedikit pun rasa hormat kepada Tuhan. Aku menyadari bahwa ketika Saudari Wang menyingkapkan kesalahan dan kekuranganku dalam tugasku, itu adalah tanggung jawabnya terhadap pekerjaan rumah Tuhan dan dialah yang membantuku, membuatku mengenal diriku sendiri. Namun, aku melawan dan mengucilkannya, tak hanya menyakiti dan membatasi kemajuannya, tetapi juga memengaruhi beberapa saudara-saudari lainnya untuk meremehkan pekerjaannya. Itu berdampak serius pada pekerjaan penginjilan kami. Bukankah itu berarti aku sedang mengganggu dan menghambat pekerjaan rumah Tuhan? Aku sangat hina dan jahat!
Kemudian, aku membaca bagian firman Tuhan ini. "Orang-orang berpikir seperti ini: 'Jika engkau tidak mau bersikap baik, aku tidak akan bersikap adil! Jika engkau bersikap kasar kepadaku, aku juga akan bersikap kasar kepadamu! Jika engkau tidak memperlakukanku dengan penuh hormat, untuk apa aku memperlakukanmu dengan penuh hormat?' Pemikiran macam apakah ini? Bukankah itu adalah cara berpikir yang penuh dendam? Dalam pandangan orang biasa, bukankah jenis sudut pandang ini tidak layak? 'Mata ganti mata, dan gigi ganti gigi'; 'rasakan perbuatanmu sendiri'—di kalangan orang-orang tidak percaya, semua ini adalah alasan-alasan yang masuk akal dan sepenuhnya sesuai dengan gagasan manusia. Namun, sebagai orang yang percaya kepada Tuhan—sebagai orang yang berusaha memahami kebenaran dan mencari perubahan dalam watak—akankah engkau mengatakan bahwa kata-kata seperti itu benar atau salah? Apa yang harus engkau lakukan untuk membedakannya? Berasal dari manakah hal-hal seperti itu? Semua itu berasal dari natur jahat Iblis; semua itu mengandung racun, dan mengandung wajah Iblis yang sesungguhnya dalam segala kejahatan dan keburukannya. Kata-kata itu mengandung esensi inti dari natur Iblis tersebut. Apa natur dari sudut pandang, pemikiran, ungkapan, ucapan, dan bahkan tindakan yang mengandung esensi natur itu? Bukankah semua itu berasal dari Iblis? Bukankah aspek-aspek Iblis ini sejalan dengan manusia? Apakah itu semua sejalan dengan kebenaran, atau dengan kenyataan kebenaran? Apakah semua itu merupakan perbuatan yang harus dilakukan oleh pengikut Tuhan, dan pemikiran serta sudut pandang yang seharusnya mereka miliki? (Tidak.)" ("Hanya dengan Menyelesaikan Watak Rusakmu yang Dapat Membebaskanmu dari Keadaan Negatif" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). "Tuntutan yang diajukan kepadamu pada zaman sekarang—untuk bekerjasama secara selaras—adalah serupa dengan pelayanan yang Yahweh kehendaki dari orang Israel: jika tidak, berhenti sajalah melakukan pelayanan. ... Setiap orang dari antaramu, sebagai orang-orang yang melayani Tuhan, harus mampu membela kepentingan gereja dalam segala hal yang engkau lakukan, alih-alih hanya mempertimbangkan kepentinganmu sendiri. Tidak dapat diterima untuk engkau bertindak sendiri dan saling melemahkan. Orang yang berperilaku seperti itu tidak layak untuk melayani Tuhan! Orang-orang semacam itu memiliki watak yang sangat buruk; tidak ada kemanusiaan sedikit pun dalam diri mereka. Mereka seratus persen Iblis! Mereka binatang buas! Bahkan sekarang pun, hal-hal seperti itu masih terjadi di antara engkau semua; engkau bahkan melangkah lebih jauh dengan saling menyerang selama persekutuan, dengan sengaja mencari dalih dan wajahmu menjadi merah padam sementara memperdebatkan beberapa perkara yang sepele. Tak seorang pun bersedia mengesampingkan dirinya, masing-masing menyembunyikan pikiran batinnya dari yang lain, mengawasi pihak lain dengan saksama dan selalu berwaspada. Apakah watak seperti ini pantas untuk melakukan pelayanan bagi Tuhan?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Melayani Seperti yang Dilakukan Orang Israel"). Penyingkapan dan penghakiman firman Tuhan menunjukkan kepadaku mengapa aku mampu bersikap penuh dendam—itu karena melalui pendidikanku dan pengaruh sosial, Iblis telah menanamkan berbagai macam falsafah duniawinya ke dalam diriku seperti "Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri", "Mata ganti mata, dan gigi ganti gigi", "Aku tidak akan menyerang kecuali aku diserang; jika aku diserang, aku pasti akan menyerang balik", "Lebih baik aku mengkhianati daripada dikhianati", dan sebagainya. Akhirnya, aku selalu memandang semua ini sebagai hal-hal positif dan hidup menurut hal-hal tersebut. Aku ingin menjadi pusat perhatian, agar orang lain memikirkan diriku dalam perkataan dan perbuatan mereka untuk membuat segala sesuatunya nyaman bagiku. Aku tidak ingin orang lain bersikap jujur, memberiku umpan balik yang akurat, dan terutama, aku tidak ingin mereka menyingkapkan kerusakanku. Saat seseorang melanggar kepentinganku, aku akan berubah menjadi musuh, menngkritik dan membalas dendam dengan motif tersembunyi. Watak jahatku mengendalikan diriku, membuatku congkak, egois, dan jahat tanpa sedikit pun keserupaan dengan manusia. Itu memuakkan bagi Tuhan dan menjijikkan bagi orang lain. Tuhan menuntut agar kita hidup rukun dengan saudara-saudari dalam keharmonisan, itu berarti aku harus memelihara hati yang takut akan Tuhan dalam perkataan dan perbuatanku, menjadikan firman Tuhan sebagai standar perilakuku dalam segala sesuatu dan mengutamakan kepentingan rumah Tuhan, tanpa mempertimbangkan keuntungan atau kerugian reputasiku sendiri. Itulah satu-satunya cara agar kita dapat melakukan tugas kita dengan baik dengan sehati dan sepikir. Namun, aku hidup menurut racun iblis dan selalu ingin melindungi reputasiku. Aku tahu betul bahwa aku asal-asalan dalam tugasku, tetapi tidak mampu menoleransi orang yang menyatakan hal itu. Aku menganggap bantuan dan petunjuk Saudari Wang sebagai sesuatu yang memalukan bagiku; bukan saja menolak untuk merenungkan diriku sendiri, tetapi aku juga menjadi muak dengannya dan membalas dendam. Aku mendapati diriku sangat tidak memiliki kemanusiaan, sangat tidak masuk akal. Aku juga melihat natur jahatku yang begitu menentang, begitu muak dengan kebenaran. Pada dasarnya, aku adalah musuh kebenaran, musuh Tuhan! Jika tetap menolak untuk bertobat, aku akan menyinggung watak Tuhan, membuat-Nya jijik dan disingkirkan. Ketika menyadari hal ini, aku benar-benar membenci diriku sendiri dan berdoa kepada Tuhan dalam pertobatan, bersedia melepaskan prasangkaku terhadap Saudari Wang, menerima diri dipangkas dan ditangani olehnya, untuk bekerja sama dengannya, menjalankan tugas kami secara harmonis.
Kemudian, sambil mencari dan masuk ke dalam kebenaran tentang bagaimana bekerja secara harmonis dengan orang lain, aku menonton video pembacaan firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berkata: "Kasih dan kebencian adalah hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh manusia normal, tetapi engkau harus membedakan dengan jelas antara apa yang kaukasihi dan apa yang kaubenci. Dalam hatimu, engkau harus mengasihi Tuhan, mencintai kebenaran, mencintai hal-hal positif, dan mengasihi saudara-saudarimu, sebaliknya engkau harus membenci Iblis si setan, membenci hal-hal negatif, membenci antikristus, dan membenci orang jahat. Jika engkau memendam kebencian terhadap saudara-saudarimu, engkau akan cenderung menekan mereka dan membalas dendam kepada mereka; ini akan sangat menakutkan. Beberapa orang hanya memikirkan kebencian dan gagasan yang jahat. Setelah beberapa saat, jika orang-orang seperti itu tidak mampu hidup rukun dengan orang yang mereka benci, mereka akan mulai menjauhkan diri dari orang tersebut; tetapi, mereka tidak membiarkan hal ini memengaruhi tugas mereka atau memengaruhi hubungan antarpribadi mereka yang normal, karena mereka memiliki Tuhan di dalam hatinya dan mereka menghormati Dia. Mereka tidak ingin menyinggung Tuhan, dan takut untuk melakukannya. Meskipun orang-orang ini mungkin memiliki pandangan tertentu tentang seseorang, mereka tidak pernah mewujudkan pemikiran tersebut dalam tindakan atau bahkan mengucapkan sepatah kata pun yang tidak pantas, tidak mau menyinggung Tuhan. Perilaku macam apakah ini? Ini adalah contoh cara mereka berperilaku dan menangani segala sesuatu dengan berprinsip dan ketidakberpihakan. Engkau mungkin tidak cocok dengan kepribadian seseorang, dan engkau mungkin tidak menyukainya, tetapi ketika engkau bekerja sama dengannya, engkau tetap bersikap netral dan tidak mau melampiaskan kefrustrasianmu dalam melakukan tugasmu, mengorbankan tugasmu, atau melampiaskan kefrustrasianmu pada kepentingan keluarga Tuhan. Engkau mampu melakukan segala sesuatu sesuai dengan prinsip; dengan demikian, engkau memiliki rasa hormat kepada Tuhan. Jika engkau memiliki sedikit lebih banyak dari itu, saat engkau melihat seseorang memiliki beberapa kekurangan atau kelemahan—bahkan jika dia telah menyinggungmu atau mengganggu kepentinganmu sendiri—engkau tetap memiliki hati yang rela untuk membantu orang itu. Melakukan seperti itu akan jauh lebih baik; itu berarti engkau adalah orang yang memiliki kemanusiaan, kenyataan kebenaran, dan rasa hormat kepada Tuhan. Jika engkau tidak dapat mencapai ini dengan tingkat pertumbuhanmu yang sekarang, tetapi engkau dapat melakukan segala sesuatu, berperilaku dan memperlakukan orang-orang sesuai dengan prinsip, ini juga dianggap sebagai takut akan Tuhan; ini adalah hal yang paling mendasar" ("Lima Keadaan Manusia Sebelum Mereka Memasuki Jalur yang Benar dalam Kepercayaan Mereka kepada Tuhan" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Tuhan menuntut agar kita dapat membedakan antara kasih dan kebencian, dan memperlakukan orang lain dengan prinsip. Jika orang lain itu adalah orang jahat atau antikristus, kita harus menyingkapkan dan menolak mereka tanpa belas kasihan. Jika orang lain itu adalah seseorang yang mencintai kebenaran, sekalipun mereka memiliki sedikit kecongkakan, dan beberapa kekurangan dan kelemahan, kita harus meluruskan motif kita dan memperlakukan mereka dengan toleransi dan kasih. Memikirkan tentang Saudari Wang, meskipun dia benar-benar lugas dan terus terang, yang mana sangat sulit kuterima pada saat itu, memikirkannya kembali setelah terjadi, aku menyadari dia benar. Dia menunjukkan kegagalanku yang belum pernah kulihat. Meskipun itu menyinggung harga diriku, menjengkelkan dan menyakitkan bagiku, Tuhan memakai situasi seperti itu untuk menangani kesombonganku. Melalui Saudari Wang yang menangani dan mengawasi tugasku, Dia mendorongku untuk lebih tulus dan praktis dalam tugasku. Itu akan memampukanku untuk memperbaiki kegagalanku dalam tugasku pada waktu yang tepat. Ini sebenarnya anugerah bagiku! Jika tidak ada petunjuk atau bantuan dari orang lain, aku tidak akan membuat kemajuan apa pun dalam jalan masuk kehidupanku atau dalam tugasku. Saudari Wang tidak takut menyinggungku, tetapi justru dengan terus terang menunjukkan kekuranganku—ini adalah rasa keadilan, dan itu dilakukan karena kasih dan dukungan untukku. Dia juga memperlakukan tugasnya dengan terbeban dan dia melakukan pekerjaan nyata. Namun, aku mengkritiknya dan membalas dendam terhadapnya. Aku bahkan hampir tidak manusiawi!
Kemudian, ada video pembacaan firman Tuhan lainnya yang kutonton. Tuhan Yang Mahakuasa berkata: "Jangan selalu berfokus pada kesalahan orang lain, tetapi sering-seringlah merenungkan dirimu sendiri dan setelah itu bersikaplah proaktif dalam mengakui kepada orang lain apa yang telah kaulakukan yang mengganggu atau merugikan mereka. Belajarlah untuk membuka dirimu dan bersekutu, serta sering-seringlah berdiskusi bersama tentang bagaimana bersekutu secara praktis berdasarkan firman Tuhan. Ketika lingkungan hidupmu sering kali demikian, hubungan di antara saudara-saudari menjadi normal—tidak rumit, acuh tak acuh, dingin, atau kejam seperti hubungan di antara orang-orang tidak percaya. Engkau akan perlahan-lahan melepaskan dirimu dari hubungan semacam itu. Saudara-saudari menjadi semakin dekat dan semakin akrab satu sama lain; engkau mampu mendukung satu sama lain dan saling mengasihi; ada niat baik di dalam hatimu, atau engkau memiliki mentalitas yang membuatmu mampu bertoleransi dan berbelas kasihan terhadap satu sama lain, serta engkau mendukung dan peduli terhadap satu sama lain, bukan keadaan dan sikap di mana engkau bertengkar satu sama lain, menginjak-injak satu sama lain, iri hati satu sama lain, terlibat dalam persaingan rahasia, menyimpan cemoohan atau penghinaan tersembunyi terhadap satu sama lain, atau di mana tak seorang pun yang mematuhi yang lain. ... Oleh karena itu, engkau harus terlebih dahulu belajar bagaimana hidup rukun dengan saudara-saudarimu. Engkau harus bersikap toleran satu sama lain, sabar satu sama lain, dapat melihat apa yang luar biasa akan satu sama lain, apa kekuatan satu sama lain—dan engkau harus belajar menerima pendapat orang lain, serta mundur jauh ke dalam dirimu untuk merenungkan diri sendiri dan mengenal diri sendiri" ("Prinsip Paling Mendasar untuk Penerapan Memasuki Kebenaran Kenyataan" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan menunjukkan kepadaku bahwa ketika seseorang mengkritikku dan memberiku bimbingan, bagaimanapun nada bicara atau sikap mereka, dan apakah itu sejalan dengan pemikiranku sendiri atau tidak, aku harus mengesampingkan egoku dan menerimanya. Meskipun itu adalah sesuatu yang tidak masuk akal pada saat itu, aku tidak boleh mengkritik untuk membalas dendam pada mereka, tetapi aku harus datang ke hadapan Tuhan untuk berdoa dan mencari. Aku harus percaya bahwa apa pun yang kualami adalah sesuatu yang Tuhan izinkan. Itu adalah sesuatu yang kubutuhkan untuk jalan masuk kehidupanku, untuk belajar suatu pelajaran, jadi hal pertama yang harus kulakukan adalah tunduk dan merenungkan diriku sendiri, sambil juga mencari firman yang relevan dari Tuhan untuk menyelesaikan masalahku. Dalam interaksiku dengan orang lain, aku juga harus lebih mengingat kelebihan mereka, dan jika terjadi konflik, aku harus merenungkan diriku terlebih dahulu dan mencari kebenaran. Aku harus dengan rela mengakui kesalahanku dan terbuka kepada orang lain tentang kerusakanku sehingga mereka dapat melihat ke dalam hatiku. Ini adalah prasyarat untuk mencapai kerja sama yang harmonis serta prinsip yang harus kumasuki.
Kemudian, aku akhirnya mencari Saudari Wang, dan membuka diriku kepadanya tentang kerusakan yang kusingkapkan dan bagaimana aku menanganinya. Itu adalah perasaan yang membebaskan, dan penghalang di antara kami lenyap begitu saja. Dalam kerja sama kami sejak saat itu, terkadang dia akan mengatakan sesuatu dengan terus terang yang menyinggung egoku dan aku akan mulai merasakan sedikit penentangan, tetapi aku segera berdoa kepada Tuhan dan mengesampingkan diriku. Aku tahu ini diizinkan oleh Tuhan, jadi aku memeriksa masalahku sendiri dan menerima sudut pandangnya. Dengan menerapkan hal ini, prasangkaku terhadapnya lenyap dan aku merasa hubungan kami menjadi jauh lebih harmonis. Kami bekerja sama dengan baik dalam tugas kami dan secara berangsur melihat lebih banyak keberhasilan dalam pekerjaan penginjilan kami. Pengalaman ini mengajarkanku bahwa hanya dengan menerima penghakiman dan hajaran firman Tuhan, hanya dengan mendasarkan perilaku kita pada firman Tuhan, barulah kita dapat menyelesaikan kerusakan kita dan hidup dalam kemanusiaan yang normal. Aku bersyukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa atas keselamatan-Nya bagiku!
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.