Aku Tidak akan Lagi Merasa Rendah Diri karena Ketidakfasihanku

24 Maret 2024

Oleh Saudari Kerry, Filipina

Sejak kecil, aku ini orang yang cukup tertutup dan tak mampu mengekspresikan diriku dengan baik. Saat berinteraksi dengan orang tak dikenal, aku tak terlalu berani bicara, dan saat berada di dekat banyak orang, aku merasa sangat gugup. Aku selalu takut tak mampu mengekspresikan diriku dengan jelas dan akan mempermalukan diriku sendiri. Karena itu, aku sering merasa minder berhadapan dengan orang lain. Pada Agustus 2023, gereja mengatur agar aku menyirami para petobat baru. Melaksanakan tugas ini mengharuskanku untuk sering berkumpul dengan para petobat baru, dan aku juga harus berkomunikasi dengan staf penyiraman lainnya. Aku sering merasa gugup saat menghadapi situasi seperti itu. Aku takut, jika tiba giliranku untuk bersekutu, aku tidak bisa berbicara dengan jelas. Apa yang akan dipikirkan saudara-saudari tentangku?

Suatu kali, Stacy, saudari yang bekerja sama denganku, mengajakku berkumpul bersama para petobat baru. Ada sekitar 40 atau 50 orang di sana. Ketika melihat pemandangan ini, aku merasa gugup. Ada terlalu banyak orang. Pasti sangat memalukan jika menyampaikan persekutuan dengan buruk di depan orang banyak ini! Mereka akan berpikir, "Jika kau seperti ini, ucapanmu pun tak dapat dimengerti, mampukah kau menyirami kami?" Bukankah mereka akan meremehkanku? Aku tidak bisa tenang memikirkannya, dan hatiku sangat gelisah. Apalagi saat melihat persekutuan Stacy, pemikirannya yang jernih dan isinya yang praktis, aku sangat iri. Aku juga sangat khawatir, dan aku takut bahwa dengan banyaknya orang di sana, begitu aku merasa gugup, pikiranku akan kosong dan aku tak mampu menyampaikan persekutuan. Itu akan sangat memalukan, bukan? Apa yang akan dipikirkan para petobat baru tentangku? Dengan memikirkan ini, aku memutuskan untuk tidak berbicara. Aku akan menjadi pendengar saja! Jadi, selama pertemuan itu, aku tak mengucapkan sepatah kata pun. Saat berkumpul dengan staf penyiraman lainnya, aku pun bersikap seperti ini. Melihat mereka semua mengekspresikan dirinya dengan baik, aku menjadi iri. Saat berpikir bahwa caraku mengekspresikan diri tidak memuaskan dan tidak layak ditampilkan ke publik, aku makin kurang percaya diri dengan cara bicaraku. Aku sangat tertekan, dan berpikir, "Kita semua melaksanakan tugas penyiraman, jadi mengapa bisa ada kesenjangan yang begitu besar di antara kita? Aku selalu diam; bukankah mereka akan mengira aku sama sekali tak mampu menyampaikan persekutuan dan benar-benar mengecewakan?" Aku merasa agak negatif, dan bahkan berpikir, "Saat aku diatur untuk melaksanakan tugas penyiraman, bukankah itu sebuah kesalahan? Untuk melaksanakan tugas ini, orang harus mempersekutukan kebenaran dan mampu mengekspresikan dirinya dengan baik. Aku sangat tidak fasih berbicara sehingga aku khawatir tidak mampu melaksanakan tugas ini." Namun kemudian, aku berpikir bahwa tugas yang harus dilaksanakan seseorang pada setiap tahap ditetapkan oleh Tuhan, dan aku tak mau mengecewakan maksud baik Tuhan. Namun kelak, aku harus sering berbicara di depan banyak orang; apa yang harus kulakukan? Selama beberapa hari itu, aku hidup menderita hari demi hari, dan aku tak mampu mengubah suasana hati ini.

Suatu hari, aku berbicara dengan seorang saudari tentang keadaanku, dan dia menyuruhku membaca satu bagian firman Tuhan: "Jika engkau sering merasa tertuduh dalam hidupmu, jika hatimu selalu tidak tenang, jika engkau tidak memiliki kedamaian dan sukacita, dan sering dilanda kekhawatiran dan kecemasan tentang segala macam hal, menunjukkan apakah hal ini? Ini hanya menunjukkan bahwa engkau tidak menerapkan kebenaran, tidak tetap teguh dalam kesaksianmu tentang Tuhan. Jika engkau hidup berdasarkan watak Iblis dalam dirimu, kemungkinan besar engkau akan sering gagal menerapkan kebenaran, memalingkan diri dari kebenaran, menjadi egois dan keji; engkau hanya akan melindungi citramu, reputasi dan statusmu, serta kepentinganmu. Selalu hidup bagi dirimu sendiri membuatmu sangat menderita. Engkau memiliki begitu banyak keinginan yang egois, keterikatan, belenggu, kekhawatiran, dan kekesalan sehingga engkau sama sekali tidak memiliki kedamaian atau sukacita. Hidup demi daging yang rusak adalah hidup yang penuh penderitaan. Berbeda halnya dengan mereka yang mengejar kebenaran. Makin mereka memahami kebenaran, mereka menjadi makin leluasa dan bebas; makin mereka menerapkan kebenaran, mereka makin memiliki kedamaian dan sukacita. Ketika mereka memperoleh kebenaran, mereka akan sepenuhnya hidup dalam terang, menikmati berkat Tuhan, dan sama sekali tidak menderita" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Jalan Masuk Kehidupan Dimulai dengan Pelaksanaan Tugas"). Firman Tuhan telah menyingkapkan keadaanku yang sebenarnya, dan aku mengerti mengapa selama ini aku merasakan penderitaan ini. Itu karena aku selalu hidup dalam keadaan angkuh dan sombong, serta tidak menerapkan kebenaran. Entah aku sedang berkumpul dengan petobat baru atau berkomunikasi dengan staf penyiraman, aku tidak berani mengekspresikan diriku yang sebenarnya, dan selalu takut orang lain akan meremehkanku jika aku menyampaikan persekutuan dengan buruk. Aku berpikir berulang kali, aku begitu mengkhawatirkan kebanggaan dan harga diriku, dan yang kupikirkan hanyalah harga diriku dan kepentinganku. Aku merasakan penderitaan yang tak tertahankan ini karena sepanjang hari aku hidup dengan watakku yang rusak. Dengan membaca firman Tuhan, aku menjadi lebih paham tentang masalahku.

Beberapa hari kemudian, penanggung jawab berkata bahwa mulai saat itu, kami harus bergantian memimpin komunikasi antara staf penyiraman. Mendengar perkataannya, mau tak mau aku kembali merasa gugup. Kupikir, "Sekarang, aku menghadapi saudara-saudari yang melaksanakan tugas yang sama denganku. Seluruhnya ada 11 orang. Persekutuanku tentang kebenaran mengenai visi saja tidak sebaik mereka, dan sekarang aku diharuskan untuk memimpin pertemuan. Aku tidak mampu mengekspresikan diriku. Jika aku gugup saat tiba waktunya untuk bersekutu, lalu aku tergagap, terbata-bata, dan pemikiranku tidak jelas, lalu apa yang akan dipikirkan semua orang tentangku?" Beberapa hari kemudian, tibalah hari pertemuan, dan penanggung jawab meneleponku dan mendesakku untuk berpartisipasi. Meskipun tidak memimpin pertemuan tersebut, aku tetap merasakan pergumulan dalam batinku. Aku takut jika aku pergi dan diminta bersekutu, aku tak akan mampu berbicara, dan itu akan sangat memalukan. Aku tidak punya keberanian untuk berpartisipasi. Selama beberapa hari setelah itu, aku merasa seperti ada batu yang membebani jantungku dan aku sulit bernapas. Meskipun aku sudah menghindari hari itu, akankah aku bisa terus menghindarinya selamanya? Kurasa mungkin aku benar-benar tidak cocok untuk melaksanakan tugas penyiraman, tetapi saat aku berpikir untuk menyerah, aku menyalahkan diriku sendiri, dan merasa berutang kepada Tuhan. Hanya setelah aku membaca firman Tuhan ini, barulah keadaanku berubah. Firman Tuhan berkata: "Ada orang-orang yang sudah tertutup sejak kecil, tidak senang mengobrol, dan kesulitan dalam bersosialisasi. Bahkan sebagai orang dewasa yang sudah berusia tiga puluhan atau empat puluhan, mereka masih belum mampu mengatasi kepribadian ini. Mereka tidak mahir dalam berbicara ataupun bercakap-cakap, juga tidak mahir dalam berinteraksi. Setelah menjadi pemimpin, sifat kepribadian ini menjadi semacam batasan dan hambatan dalam pekerjaan mereka dan sering menyebabkan kesulitan dan perasaan putus asa bagi mereka, sehingga mereka merasa terbatasi. Ketertutupan dan keengganan berbicara ini adalah perwujudan dari sifat kemanusiaan yang normal. Karena ini adalah perwujudan dari kemanusiaan yang normal, apakah kepribadian ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap Tuhan? Tidak, ini bukan pelanggaran, dan Tuhan akan menanganinya dengan tepat. Apa pun masalah, kekurangan, atau kelemahanmu, tak satu pun dari antara itu semua merupakan masalah di mata Tuhan. Tuhan melihat caramu menerapkan kebenaran, mencari kebenaran, bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, dan mengikuti jalan Tuhan dengan kondisi kemanusiaanmu yang normal sekarang—hal-hal inilah yang Tuhan lihat. Oleh karena itu, jangan biarkan kondisi dasar dari kemanusiaanmu yang normal seperti kualitas, kemampuan, naluri, kepribadian, kebiasaan, pola hidup, dan sebagainya, membatasi dirimu. Tentu saja, engkau tidak boleh menginvestasikan tenaga dan waktumu untuk berusaha mengatasi kondisi-kondisi dasar tersebut atau untuk mengubahnya. ... Seperti apa pun kepribadian aslimu, itu tetaplah kepribadianmu. Jangan berusaha mengubah kepribadianmu demi memperoleh keselamatan; ini adalah gagasan manusia yang keliru—kepribadianmu adalah fakta objektif yang tidak dapat kauubah. Sebenarnya, hasil yang ingin Tuhan capai dalam pekerjaan-Nya tidak ada kaitannya dengan kepribadianmu. Mampu atau tidaknya engkau dalam memperoleh keselamatan juga tidak ada kaitannya dengan kepribadianmu. Selain itu, apakah engkau adalah orang yang menerapkan kebenaran dan memiliki kenyataan kebenaran, itu tidak ada kaitannya dengan kepribadianmu. Oleh karena itu, jangan berusaha mengubah kepribadianmu karena engkau sedang melaksanakan suatu tugas atau sedang memimpin suatu tugas—ini adalah gagasan yang keliru. Lalu, apa yang seharusnya kaulakukan? Apa pun kepribadian atau kondisi bawaanmu, engkau harus menaati dan menerapkan prinsip-prinsip kebenaran. Pada akhirnya, Tuhan tidak menilai apakah engkau mengikuti jalan-Nya atau mampukah engkau memperoleh keselamatan berdasarkan kepribadianmu. Tuhan tidak mempertimbangkan apa kualitas, kemampuan, bakat, karunia, atau keterampilan bawaan yang kaumiliki, dan Dia juga tidak menilai seberapa banyak engkau telah mengekang naluri dan kebutuhan jasmanimu. Sebaliknya, Tuhan melihat apakah engkau menerapkan firman-Ny saat mengikuti Dia dan melaksanakan tugasmu, apakah engkau berniat dan berkeinginan untuk mengejar kebenaran, dan pada akhirnya, Dia melihat apakah engkau telah berhasil menerapkan kebenaran dan mengikuti jalan Tuhan. Inilah yang Tuhan lihat. Apakah engkau mengerti akan hal ini? (Ya, aku mengerti.)" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran II, "Cara Mengejar Kebenaran (3)"). Saat membaca firman Tuhan, aku sangat tersentuh, dan aku merasa agak bebas. Aku memahami bahwa Tuhan tidak ingin mengubah naluri dan kepribadian manusia, melainkan mengubah watak rusak dalam diri mereka. Cacat kepribadian adalah perwujudan kemanusiaan yang normal, dan Tuhan tidak mengutuknya. Aku selalu memiliki pandangan ini; Kupikir aku orang yang tertutup dan tak mampu mengekspresikan diriku dengan baik, dan aku tidak cocok untuk melaksanakan tugas penyiraman. Setiap kali aku bertemu orang-orang yang terbuka, yang mengekspresikan diri mereka dengan baik, aku merasa terkekang, dan aku selalu takut dengan apa yang akan orang pikirkan tentangku jika aku tak mampu mengekspresikan diriku dengan baik. Aku merasa rendah diri dan malu, bahkan makin merasa tak mampu melaksanakan tugas ini. Ternyata ini adalah pandanganku yang paranoid. Sifatku yang tertutup dan tak mampu mengekspresikan diriku dengan baik tidak memengaruhi pelaksanaan tugasku. Dahulu, ketika aku melaksanakan tugas lain, aku telah berusaha merenungkan firman Tuhan dengan tekun, dan ketika melaksanakan tugasku dengan rajin, aku mampu memperoleh beberapa hasil. Saat berkumpul dan bersekutu, aku juga memperoleh pencerahan dan penerangan. Meskipun aku tak mampu mengekspresikan diriku sebaik orang lain, itu bukan karena aku sama sekali tak mampu mengungkapkan apa pun dengan jelas. Sebenarnya, yang Tuhan berikan kepadaku sudah cukup. Alasan utamanya adalah aku dikekang oleh keangkuhan, kesombongan, dan ketakutan bahwa jika persekutuanku buruk, aku akan mempermalukan diriku sendiri. Aku juga selalu menggunakan kepribadianku yang tertutup dan ketidakfasihanku sebagai alasan, dan tidak memikirkan cara untuk menyelesaikan kesulitan ini dalam tugasku, apalagi merenungkan watakku yang rusak. Aku hidup dalam keangkuhan dan kesombonganku, tak mampu melepaskan diri. Firman Tuhan membuatku mengerti bahwa caraku salah dalam menyelesaikan masalah, dan aku tak boleh selalu merasa rendah diri dan negatif karena kepribadianku tertutup dan tak mampu mengekspresikan diri dengan baik, karena kepribadian orang ditentukan oleh Tuhan dan tidak dapat diubah, dan itu bukan watak yang rusak. Yang mampu kulakukan hanyalah mengejar kebenaran, membereskan watakku yang rusak, dan tidak lagi dikekang oleh keangkuhan dan kesombongan. Dengan cara ini, aku akan menjadi tenang dan bebas. Kemudian, aku melakukan penerapan berdasarkan firman Tuhan, dan mengakui serta menghadapi cacat kepribadianku. Di area di mana aku memiliki kemampuan melaksanakan tugas, aku berupaya sebaik mungkin untuk mengambil tindakan, dan di area di mana aku tidak memiliki kemampuan, aku bekerja dengan saudari-saudari yang bermitra denganku dan belajar dari mereka untuk melengkapi kelemahanku. Aku tak lagi merasa rendah diri dan sedih karena kepribadianku yang tertutup dan tidak fasih berbicara.

Kemudian, ketika aku membicarakan keadaanku dengan seorang saudari, dia menyuruhku membaca satu bagian firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Kecintaan antikristus akan reputasi dan status melampaui apa yang dirasakan oleh manusia normal, dan merupakan sesuatu yang ada dalam watak dan esensi mereka; itu bukanlah kepentingan yang sifatnya sementara ataupun efek sementara dari lingkungan mereka—itu adalah sesuatu yang ada dalam hidup mereka, dalam naluri mereka, dan dengan demikian, itulah esensi mereka. Dengan kata lain, dalam segala sesuatu yang antikristus lakukan, pertimbangan pertama mereka adalah reputasi dan status mereka sendiri, tidak ada yang lain. Bagi antikristus, reputasi dan status adalah hidup dan tujuan mereka di sepanjang hidup. Dalam segala hal yang mereka lakukan, pertimbangan pertama mereka adalah: 'Apa yang akan terjadi dengan statusku? Dan apa yang akan terjadi dengan reputasiku? Apakah melakukan hal ini akan memberiku reputasi yang baik? Apakah melakukan hal ini akan meningkatkan statusku di benak orang?' Itulah hal pertama yang mereka pikirkan, yang merupakan bukti yang cukup bahwa mereka memiliki watak dan esensi antikristus; mereka tak akan mempertimbangkan masalah ini dengan cara lain. Dapat dikatakan bahwa bagi antikristus, reputasi dan status bukanlah tuntutan tambahan, apalagi sesuatu yang tidak diperlukan oleh mereka. Reputasi dan status adalah bagian dari natur para antikristus, kedua hal tersebut ada dalam naluri mereka, tertanam dalam karakter mereka, reputasi dan status adalah hakikat mereka. Para antikristus tidak acuh tak acuh apakah mereka memiliki reputasi dan status atau tidak; ini bukanlah sikap mereka. Lantas, apa sikap mereka terhadap kedua hal ini? Reputasi dan status berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari mereka, dengan keadaan sehari-hari mereka, dengan apa yang mereka perjuangkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian bagi antikristus, reputasi dan status adalah hidup mereka. Bagaimanapun cara mereka hidup, di lingkungan mana pun mereka tinggal, pekerjaan apa pun yang mereka lakukan, apa pun yang mereka perjuangkan, apa pun tujuan mereka, apa pun arah hidup mereka, semua itu berkisar tentang bagaimana memiliki reputasi yang baik dan status yang tinggi. Dan tujuan ini tidak berubah; mereka tak pernah mampu melepaskan hal-hal semacam ini. Inilah wajah para antikristus yang sebenarnya dan esensi mereka" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Tiga)). Tuhan menyingkapkan bahwa yang paling dipedulikan antikristus adalah reputasi dan status mereka. Mereka menganggap reputasi dan status lebih penting daripada hidup mereka sendiri. Dahulu, keadaanku pun seperti ini. Sebenarnya, ketika berkumpul dengan para petobat baru, yang harus kulakukan hanyalah merenungkan firman Tuhan dengan penuh perhatian dan mempersekutukan bagian-bagian yang mampu kupahami. Namun, aku tidak melakukannya. Ketika melihat petobat baru, aku tidak berfokus untuk merenungkan firman Tuhan atau mencari cara untuk menyelesaikan masalah para petobat baru, melainkan berfokus mencari cara bersekutu agar aku meninggalkan kesan yang baik di hati mereka. Saat memikirkan apa yang orang lain akan pikirkan tentangku jika aku tak mampu mengekspresikan diri dan bersekutu dengan baik, hatiku menjadi terkekang dan aku tidak berani pergi bersekutu. Begitu pun saat aku berkumpul dan berkomunikasi dengan staf penyiraman. Saat kulihat mereka semua mengekspresikan diri mereka dengan lebih baik daripadaku, tak terpikir olehku untuk belajar dan berkomunikasi dengan mereka untuk menutupi kelemahanku, tapi malah memikirkan apa yang akan mereka pikirkan tentangku jika aku tak mampu mengekspresikan diri dan bersekutu dengan baik. Ketika aku diam saja, aku juga khawatir tentang apa yang akan mereka pikirkan tentangku. Saat aku dikekang oleh belenggu keangkuhan dan kesombongan sampai taraf tertentu, aku tidak segera mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah, melainkan takut orang lain mengetahui yang sebenarnya mengenai diriku. Lebih baik tugas ini tidak kulaksanakan, daripada orang menyebutku tidak berguna. Dengan begitu, setidaknya aku bisa mempertahankan sisa-sisa harga diriku. Aku sadar bahwa entah aku berbicara atau diam, dan di kelompok mana pun aku berada, di mana pun aku berada, aku hanya memikirkan keangkuhan dan harga diriku. Penderitaan, kenegatifan, dan rasa rendah diri yang kurasakan hari ini, semua itu karena keangkuhan dan kesombonganku. Itu disebabkan oleh ketidakmampuanku untuk memperlihatkan wajahku kepada orang lain, dan aku bahkan ingin melepaskan tugasku karena aku tidak bisa memuaskan harga diriku. Aku teringat saat aku masih kecil, orang tuaku sering mengatakan kepadaku bahwa "Kesan yang baik tak ternilai harganya". Dipengaruhi oleh racun Iblis semacam ini, aku selalu ingin memberikan kesan yang baik kepada siapa pun yang berinteraksi denganku dan jika aku tidak membuat mereka mengagumiku, setidaknya aku tidak boleh membiarkan mereka meremehkanku. Seperti inilah sikapku entah saat bersama orang-orang di sekolah, di tempat kerja, atau saat melaksanakan tugasku, dan ketika kebutuhanku akan reputasi dan status tidak dapat terpenuhi, aku seperti kehilangan nyawaku. Aku sadar bahwa yang telah kusingkapkan adalah watak antikristus. Menyadari hal ini, aku juga memahami bahwa ada maksud baik Tuhan di balik kepribadian yang Dia berikan ini kepadaku. Aku membaca firman Tuhan ini: "Setelah dirusak oleh Iblis, manusia memiliki watak rusak Iblis sebagai esensi hidup mereka. Ini berarti manusia hidup berdasarkan watak rusak mereka dan hidup mereka dikendalikan oleh watak rusak tersebut. Oleh karena itu, ketika orang memiliki watak yang rusak, digabungkan dengan kualitasnya yang baik, kualitas yang luar biasa, dan secara keseluruhan kemampuannya yang menakjubkan, sempurna dan lengkap, itu hanya memperkuat watak rusaknya, dan membuat watak rusak tersebut menjadi makin merajarela, sehingga tidak dapat dikendalikan. Akibatnya orang itu menjadi makin congkak, keras kepala, licik, dan jahat. Kesulitannya untuk menerima kebenaran makin meningkat, dan tidak mungkin baginya untuk mengubah watak rusaknya" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran II, "Cara Mengejar Kebenaran (7)"). Dari firman Tuhan aku memahami bahwa jika aku fasih berbicara, sangat mudah mengekspresikan diri, mampu dengan mudah mengendalikan segala macam situasi, menjadi pusat perhatian dan dihargai orang lain, aku pasti akan bangga akan diriku sendiri dan menjadi lupa diri. Karena aku tak mampu mengekspresikan diriku dengan baik, aku mampu mengandalkan dan mencari Tuhan di tengah kesulitan, serta menyadari bahwa diriku lemah, tidak cakap, rendah diri, dan tidak fasih berbicara, dan karena itu, aku tidak berani terlalu angkuh. Aku begitu terobsesi dengan reputasi dan status, tetapi aku tidak fasih berbicara dan tak mampu mengekspresikan diriku dengan baik. Aku punya begitu banyak kekurangan, tapi aku sangat peduli dengan apa yang orang lain pikirkan tentangku. Jika aku fasih berbicara, aku hanya akan menjadi makin congkak, dan menganggap bahwa aku lebih baik daripada semua orang, seperti Iblis. Tuhan sangat melindungiku dengan tidak memberiku kemampuan berbicara yang baik!

Kemudian, aku membaca lebih banyak firman Tuhan. "Dari sudut pandang mana pun engkau melihatnya, mengejar kebenaran adalah hal yang terpenting. Engkau bisa saja mengabaikan kelemahan dan kekurangan dari kemanusiaanmu, tetapi jangan pernah mengabaikan jalan mengejar kebenaran. Sesempurna atau seluhur apa pun kemanusiaanmu, atau sekalipun engkau memiliki lebih sedikit kelemahan dan kekurangan, atau memiliki lebih banyak kelebihan dibandingkan dengan orang lain, ini bukan berarti engkau memahami kebenaran, dan ini juga tidak dapat menggantikan pengejaranmu akan kebenaran. Sebaliknya, jika engkau mengejar kebenaran, memahami banyak kebenaran, dan memiliki pemahaman yang cukup mendalam dan nyata akan kebenaran, ini akan menutupi banyak kekurangan dan masalah dalam kemanusiaanmu" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran II, "Cara Mengejar Kebenaran (3)"). "Jika semua yang kaupikirkan selama jam-jam yang tersedia setiap harinya berkaitan dengan bagaimana membereskan watak rusakmu, bagaimana menerapkan kebenaran, dan bagaimana memahami prinsip-prinsip kebenaran, maka engkau akan belajar menggunakan kebenaran untuk menyelesaikan masalahmu berdasarkan firman Tuhan. Dengan demikian, engkau akan memperoleh kemampuan untuk hidup mandiri, engkau akan memiliki jalan masuk kehidupan, engkau tidak akan mengalami kesulitan besar dalam mengikut Tuhan, dan secara bertahap, engkau akan masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Jika di dalam hatimu, engkau masih berfokus pada gengsi dan status, masih sibuk pamer dan membuat orang lain menghormatimu, itu artinya engkau bukan orang yang mengejar kebenaran, dan engkau sedang menempuh jalan yang salah. Yang kaukejar bukanlah kebenaran, juga bukan hidup, melainkan hal-hal yang kaucintai, yaitu reputasi, keuntungan, dan status—yang berarti apa pun yang kaulakukan tidak ada kaitannya dengan kebenaran, semua itu adalah perbuatan jahat, dan hanya melakukan pelayanan. Jika, di dalam hatimu, engkau mencintai kebenaran, selalu berjuang untuk mengejar kebenaran, jika engkau mengejar perubahan watak, mampu benar-benar taat kepada Tuhan, dan mampu untuk takut akan Tuhan serta menjauhi kejahatan, dan jika, engkau mampu mengendalikan diri dalam semua yang kaulakukan, dan mampu menerima pemeriksaan Tuhan, maka keadaanmu akan terus membaik, dan engkau akan menjadi orang yang hidup di hadapan Tuhan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Perilaku yang Baik Bukan Berarti Watak Orang Telah Berubah"). Dari firman Tuhan aku memahami bahwa mereka yang tidak mengejar kebenaran, sebaik apa pun mereka mengekspresikan diri, sebaik apa pun kepribadian mereka, sefasih apa pun mereka berbicara, atau sebanyak apa pun orang yang mengagumi mereka, tidak akan diperkenan oleh Tuhan. Tuhan tidak melihat kekurangan manusia, melainkan apakah mereka mampu mengejar kebenaran, tunduk kepada-Nya, dan takut akan Dia atau tidak. Dalam pelaksanaan tugasku menyirami petobat baru, Tuhan bermaksud agar aku mengejar kebenaran sembari melaksanakan tugasku, agar aku memenuhi tanggung jawabku entah aku menghadapi petobat baru atau staf penyiraman, dan pada saat yang sama, agar aku mencari cara untuk menyelesaikan kesulitan dan masalah para petobat baru agar mereka dapat membangun landasan di jalan yang benar dan segera melaksanakan tugas mereka sebagai makhluk ciptaan. Namun, ketika aku menghadapi para petobat baru dan staf penyiraman, yang kupikirkan setiap hari adalah keangkuhan dan statusku sendiri. Ini sama sekali bertentangan dengan jalan yang Tuhan katakan, yang ditempuh oleh orang yang mengejar dan mencintai kebenaran. Dengan begitu, aku hanya akan makin menjauh dari tuntutan Tuhan, dan pada akhirnya Dia akan mengusirku. Sejak saat itu, berdasarkan yang firman Tuhan katakan, aku mulai secara sadar melatih diriku untuk melaksanakan tugasku dengan segenap hatiku dan membereskan watak rusak dalam diriku, berfokus mencari prinsip-prinsip kebenaran dan melaksanakan tugasku dengan baik. Setelah ini, saat kami bergantian memimpin pertemuan, aku tidak lagi memilih untuk menghindar. Aku tahu bahwa dengan memimpin pertemuan, aku dapat melatih dan meningkatkan kemampuanku dalam mengekspresikan diriku, menutupi kekuranganku, dan melaksanakan tugasku dengan baik, jadi aku memohon agar Tuhan memberiku iman dan kekuatan. Aku tidak mau berfokus pada apa yang orang lain pikirkan tentangku; aku hanya perlu menggunakan apa yang telah Tuhan berikan kepadaku, dan melakukan semampuku untuk mencapainya. Ketika tiba giliranku untuk bersekutu, aku dengan tenang mempersekutukan apa yang kupahami, dan juga menyampaikan beberapa hal yang tidak kupersiapkan. Aku tidak lagi dibatasi oleh harga diriku.

Setelah mengalami hal ini, aku sadar bahwa yang membuatku depresi dan menderita bukanlah ketidakfasihanku, melainkan pengejaranku akan reputasi dan status. Tidak fasih berbicara dan tidak mampu mengekspresikan diri dengan baik adalah kelemahan manusia, tapi keadaan ini bukanlah penyakit yang mematikan. Mengejar kebenaran dengan segenap hati dan mencari prinsip-prinsip kebenaran ketika menghadapi masalah atau kesulitan dalam melaksanakan tugas; inilah hal yang terpenting.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Iman: Sumber Kekuatan

Oleh Saudara Randy, MyanmarPada bulan Agustus 2020, aku menyelidiki pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman secara online....