Mengejar Kebenaran Tanpa Memandang Usia

24 Maret 2024

Oleh Saudari Liu Lei, Tiongkok

Dalam beberapa tahun terakhir ini, aku berjuang menghadapi tekanan darah yang tinggi dan kesehatan yang buruk, menghabiskan banyak waktu beristirahat di rumah, dan hanya melaksanakan beberapa tugas yang mampu kulakukan. Pada Juli tahun lalu, pengawas penyiraman mendengar bahwa aku pernah menyirami petobat baru, jadi dia memberiku tugas penyiraman. Aku sangat bersemangat bisa kembali melaksanakan tugas ini dan bertekad untuk melaksanakannya dengan baik. Saat melihat bahwa kedua pengawasku berusia sekitar tiga puluh tahun, memiliki kualitas yang bagus, dan memahami prinsip dengan cepat, dan Saudari Xin Xin juga energik dan cepat belajar, hatiku amat bahagia. Usiaku enam puluh tahun, dan masih punya kesempatan untuk melaksanakan tugasku dengan saudara-saudari muda ini, ini juga membuatku merasa lebih muda. Aku bersepeda ke pertemuan yang kuadakan untuk petobat baru, dan selama di perjalanan, aku selalu menyenandungkan lagu-lagu pujian—aku sangat antusias terhadap tugasku. Setelah beberapa waktu, aku merasa telah mengalami kemajuan dalam memahami prinsip dan dalam hidupku. Aku makin menyukai tugas ini. Namun, di tengah kegembiraanku, masalah-masalah baru bermunculan. Tekanan darahku sangat tinggi, kesehatanku juga sangat buruk, dan aku merasa kelelahan setelah seharian bekerja, yang kuinginkan hanyalah berbaring dan beristirahat. Xin Xin dan yang lainnya terus merangkumkan penyimpangan dalam tugas mereka seusai pertemuan, dan membuat pengaturan untuk keesokan harinya. Aku ingin menyelesaikan lebih banyak hal seperti rekan-rekan kerjaku yang lebih muda, tapi tak lama setelah makan malam, aku selalu mengantuk dan mulai tertidur, jadi pada akhirnya aku tidur lebih awal. Suatu ketika, sudah tiga hari berturut-turut aku kurang tidur, dan tubuhku tidak tahan lagi. Aku tahu aku tidak mampu melaksanakan tugasku dengan baik, jadi aku meminta Xin Xin untuk mengadakan pertemuan menggantikanku. Aku merasa agak sedih setelahnya, aku bahkan tak mampu melaksanakan tugas rutinku dan harus meminta bantuan orang lain; tampaknya aku akan segera diberhentikan. Terkadang ketika pengawas kami mempersekutukan prinsip menyirami petobat baru dan jalan penerapan yang baik, Xin Xin dan yang lainnya cepat mengerti, mampu menerapkan prinsip dalam berbagai situasi dan mempraktikkannya dalam tugas mereka, sedangkan aku harus memikirkannya cukup lama, dan terkadang pengawas harus bersekutu lebih lanjut denganku. Selama waktu itu, aku selalu merasa tak nyaman dan tidak bisa tidur nyenyak di malam hari. Aku khawatir karena usiaku yang sudah lanjut, kesehatanku yang buruk, dan betapa lambatnya aku memahami segala sesuatu, dan sering lupa, jika suatu hari aku tak mampu lagi melaksanakan tugasku, akankah itu menjadi akhir perjalananku sebagai orang percaya? Akankah aku masih dapat diselamatkan? Aku selalu merasa sedih, dan tak mampu fokus melaksanakan tugasku. Kinerjaku dalam melaksanakan tugas tidak sebaik Xin Xin. Aku sangat lelah menjadi tua, menganggap diriku tua dan tidak berguna, dan aku selalu khawatir akan dipindahtugaskan. Aku iri terhadap semua anak muda itu, dan kupikir betapa senangnya jika aku bisa memutar kembali waktu ke dua puluh tahun lalu, dan menjadi energik kembali seperti anak muda! Lalu aku bisa mengorbankan diriku untuk Tuhan hingga akhir, dan bukankah aku akan punya harapan untuk masuk ke dalam Kerajaan Tuhan? Ketika memikirkan hal-hal ini, aku menjadi khawatir akan tempat tujuanku.

Suatu hari, pemimpinku mengunjungi tempat tinggalku dan berkata padaku: "Mengingat usiamu yang sudah lanjut dan tekanan darahmu yang tinggi, kami memindahkan tugasmu ke urusan umum, dengan begitu kau tidak perlu ke sana kemari setiap waktu." Aku kesulitan menerima kabar itu—aku sangat menyukai tugas penyiramanku dan tak pernah terpikir untuk meninggalkannya, tapi sekarang tiba-tiba aku dipindahtugaskan. Aku makin bertambah tua, dan akan makin kecil kemungkinanku untuk melakukan tugas penyiraman di masa depan. Rasanya seperti ada orang yang menyiramkan seember air dingin ke atas kepalaku, memadamkan semangat yang membara di hatiku. Saudara-saudariku membacakan firman Tuhan dan mempersekutukan kehendak Tuhan kepadaku, tapi tak kudengarkan. Aku terduduk di sana dan sekujur tubuhku terasa lemas, hampir tak bisa duduk tegak. Malam itu, aku berbaring di ranjang, terjaga dan gelisah. Aku teringat pada saudara-saudari muda yang energik dan bertenaga, betapa cepatnya mereka memahami kebenaran dan prinsip, mereka layak dibina—ada masa depan yang terbentang bagi anak-anak muda ini. Sedangkan pria tua sepertiku, kesehatanku menghalangiku untuk mengorbankan diriku untuk Tuhan, aku tak mampu memahami banyak kebenaran, dan tidak cukup layak untuk dibina. Selain itu, aku sakit dan tubuhku bisa kelelahan setiap saat. Tuhan pasti tidak begitu menyukai pria tua sepertiku, dan aku tak tahu apakah aku akan memiliki tempat tujuan yang baik atau tidak. Seandainya aku dua puluh tahun lebih muda dan mampu mengabdikan diriku sepenuhnya untuk mengorbankan diriku bagi Tuhan! Makin kupikirkan, makin buruk perasaanku, dan aku sangat tertekan. Rasanya seperti ada batu yang berat di atas dadaku, dadaku terasa sangat sesak sampai-sampai aku sulit bernapas. Saking tertekannya aku karena dipindahtugaskan, aku tak bisa tidur sejenak pun sepanjang malam.

Kebetulan ada pertemuan pekerja penyiraman pada keesokan harinya, dan aku melihat pengawasku, Zhao Liang, melewati rumahku. Melihat dia pergi menuju pertemuan, benar-benar membuatku sedih. Seandainya aku tidak dipindahtugaskan, aku akan pergi ke sana bersamanya, tapi kini sudah tidak ada lagi kesempatan. Mengapa aku harus menjadi tua dan sakit-sakitan? Dengan pemikiran itu, hatiku terasa hampa dan aku tak tahu harus bagaimana ke depannya. Aku terduduk diam di bangkuku, menatap langit di luar melalui kaca jendela. Kupikir, masa depanku sebagai orang percaya tidak bagus dan aku tak punya kesempatan untuk masuk ke dalam Kerajaan Tuhan. Makin kupikirkan, makin buruk perasaanku, dan air mata mulai mengalir di wajahku. Jadi, aku berdoa kepada Tuhan: "Ya Tuhan! Selama ini aku belum benar-benar tunduk dan menerima penugasan baru ini. Aku tahu ini berarti memberontak terhadap-Mu dan membuat-Mu jijik. Tuhan! Kumohon bimbinglah aku agar memahami diriku sendiri dan tunduk." Belakangan, Zhao Liang menyadari keadaanku yang sedang buruk, dan membacakan satu bagian firman Tuhan. "Engkau harus belajar untuk tunduk ketika tugasmu disesuaikan. Setelah engkau berlatih melaksanakan tugas barumu selama beberapa waktu dan telah memperoleh hasil dalam melaksanakannya, engkau akan mendapati bahwa engkau lebih cocok untuk melaksanakan tugas ini, dan engkau akan menyadari bahwa memilih tugas berdasarkan kesukaanmu sendiri adalah kesalahan. Bukankah ini menyelesaikan masalahnya? Yang terpenting, rumah Tuhan mengatur orang untuk melaksanakan tugas tertentu bukan berdasarkan kesukaan orang, melainkan berdasarkan kebutuhan pekerjaan dan apakah dengan melaksanakannya orang mampu memperoleh hasil. Menurutmu, bolehkah rumah Tuhan mengatur tugas berdasarkan kesukaan masing-masing orang? Bolehkah orang dipilih untuk melaksanakan tugas berdasarkan syarat bahwa tugas tersebut harus memuaskan kesukaan pribadi mereka? (Tidak.) Cara mana yang sesuai dengan prinsip rumah Tuhan dalam memakai orang? Cara mana yang sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran? Cara yang sesuai adalah dengan memilih orang berdasarkan kebutuhan pekerjaan di rumah Tuhan dan berdasarkan hasil yang orang peroleh dari pelaksanaan tugas mereka. Sekalipun engkau memiliki hobi dan minat tertentu dan engkau memiliki sedikit keinginan untuk melaksanakan tugasmu, bolehkah engkau lebih mendahulukan keinginan, minat dan hobimu itu daripada pekerjaan rumah Tuhan? Jika engkau dengan gigih bersikeras, berkata, 'Aku harus melakukan pekerjaan ini; jika aku tidak diizinkan melakukannya, aku tidak mau hidup, aku tidak mau melaksanakan tugasku. Jika aku tidak diizinkan melakukan pekerjaan ini, aku tidak akan bersemangat melakukan hal apa pun, dan aku juga tidak akan mengerahkan segenap kemampuanku untuk melakukannya,' bukankah ini memperlihatkan bahwa ada masalah dengan sikapmu terhadap pelaksanaan tugas? Bukankah itu berarti engkau sama sekali tidak berhati nurani dan bernalar? Demi memuaskan keinginan, minat dan hobimu, engkau tidak ragu-ragu merugikan dan menunda pekerjaan gereja. Apakah ini sesuai dengan kebenaran? Bagaimana seharusnya orang memperlakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kebenaran? Ada orang-orang yang berkata: 'Tak masalah mengorbankan sedikit dari dirimu, asalkan mendapat imbalan yang berlimpah bagi dirimu sendiri.' Benarkah pernyataan ini? Apakah ini kebenaran? (Tidak.) Pernyataan macam apa ini? (Ini adalah kekeliruan yang Iblis anjurkan.) Ini adalah pernyataan yang keliru, menyesatkan dan terselubung. Jika engkau menerapkan perkataan 'Tak masalah mengorbankan sedikit dari dirimu, asalkan mendapat imbalan yang berlimpah bagi dirimu sendiri' untuk konteks pelaksanaan tugasmu, berarti engkau sedang menentang dan menghujat Tuhan. Mengapa ini menghujat Tuhan? Karena engkau sedang memaksakan kehendakmu sendiri terhadap Tuhan, dan itu adalah penghujatan! Engkau sedang berusaha menukarkan pengorbanan pribadimu dengan penyempurnaan dan berkat Tuhan; niatmu adalah bertransaksi dengan Tuhan. Tuhan tidak membutuhkanmu untuk mengorbankan apa pun dari dirimu; yang Tuhan tuntut adalah agar orang menerapkan kebenaran dan meninggalkan daging. Jika engkau tidak mampu menerapkan kebenaran, engkau sedang memberontak dan menentang Tuhan. Engkau melaksanakan tugasmu dengan buruk karena niatmu salah, pandanganmu tentang segala sesuatu tidak benar, dan pernyataanmu sepenuhnya bertentangan dengan kebenaran. Namun, rumah Tuhan tidak merampas hakmu untuk melaksanakan tugas; hanya saja tugasmu harus disesuaikan karena engkau tidak cocok untuk tugas ini, dan engkau ditugaskan kembali untuk tugas yang cocok untukmu. Ini hal yang sangat normal dan mudah dipahami. Orang harus memperlakukan hal ini dengan benar" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Dua Belas: Mereka Ingin Mundur Ketika Tidak Ada Status atau Harapan untuk Memperoleh Berkat"). Setelah membacakan bagian itu, Zhao Liang mempersekutukan hal ini: "Ketika rumah Tuhan memindahtugaskan orang, itu tidak menghilangkan kesempatan mereka untuk melaksanakan tugas dan diselamatkan, tapi hanya membuat pengaturan yang masuk akal berdasarkan kebutuhan gereja. Kau sedang kurang sehat, sudah lanjut usia, dan punya tekanan darah tinggi. Jika sesuatu terjadi padamu saat kau bersepeda untuk melaksanakan tugasmu, atau dalam perjalanan ke berbagai pertemuan, ini bukan saja buruk untuk gereja, tapi juga untukmu. Lebih baik kau kembali ke gereja lokalmu dan melaksanakan tugasmu di sana. Mari kita tunduk terlebih dahulu, menerima bahwa hal ini adalah dari Tuhan dan mengambil hikmahnya." Aku merasa sangat malu setelah mendengar persekutuan Zhao Liang. Bahkan setelah cukup lama percaya kepada Tuhan, aku sama sekali tidak tunduk. Aku suka melaksanakan tugas penyiramanku dan sangat bersemangat seperti anak-anak muda lainnya, tapi melihat usiaku yang sudah lebih dari enam puluh tahun dan sakit-sakitan, aku sama sekali tak punya tenaga, daya ingat, atau kemampuan untuk belajar hal-hal baru seperti anak-anak muda. Kalau aku dibiarkan terus menyiram, itu akan berdampak negatif terhadap hasil penyiraman petobat baru. Gereja memberiku tugas baru yang lebih cocok berdasarkan hasil pekerjaanku dan masalah kesehatanku. Aku harus bersikap masuk akal, menerima, dan tunduk. Jadi, aku berdoa kepada Tuhan, berkata bahwa aku mau tunduk pada pengaturan-Nya, dan akan berupaya sebaik mungkin untuk bekerja sama dalam tugas baruku. Belakangan, aku mulai bertanya-tanya, mengapa aku tidak tunduk saat dipindahtugaskan? Mengapa aku menjadi begitu sedih? Dalam pencarianku, aku menemukan bagian firman Tuhan ini. "Terdapat juga orang-orang lanjut usia di antara saudara-saudari, yang berusia antara 60 hingga 80 atau 90 tahun, dan yang juga mengalami beberapa kesulitan karena usia lanjut mereka. Sekalipun telah berusia lanjut, pemikiran mereka belum tentu benar atau masuk akal, dan gagasan serta pandangan mereka belum tentu sesuai dengan kebenaran. Orang-orang lanjut usia ini juga memiliki masalah, dan mereka selalu khawatir, 'Kesehatanku tidak sebaik sebelumnya dan tugas yang mampu kulaksanakan sangat terbatas. Jika aku hanya melakukan tugas kecil ini, akankah Tuhan mengingatku? Terkadang aku jatuh sakit, dan aku perlu seseorang untuk merawatku. Jika tidak ada orang yang merawatku, aku tidak mampu melaksanakan tugasku, lalu apa yang dapat kulakukan? Aku sudah tua dan tak mampu mengingat firman Tuhan saat aku membacanya dan sulit bagiku untuk memahami kebenaran. Saat mempersekutukan kebenaran, perkataaanku membingungkan dan tidak logis, dan aku belum memiliki pengalaman apa pun yang layak untuk kubagikan. Aku sudah tua dan tak punya cukup tenaga, penglihatanku tidak terlalu baik dan aku tidak sekuat sebelumnya. Segala sesuatu terasa sulit bagiku. Aku bukan saja tak mampu melaksanakan tugasku, tetapi aku juga mudah lupa dan melakukan kesalahan. Terkadang aku menjadi bingung dan menimbulkan masalah bagi gereja dan saudara-saudariku. Aku ingin memperoleh keselamatan dan mengejar kebenaran tetapi itu sangat sulit bagiku. Apa yang dapat kulakukan?' Saat memikirkan hal-hal ini, mereka mulai resah, berpikir, 'Mengapa aku baru mulai percaya kepada Tuhan pada usia ini? Mengapa aku tidak seperti mereka yang berusia 20-an dan 30-an, atau bahkan mereka yang berusia 40-an dan 50-an? Mengapa aku baru menemukan pekerjaan Tuhan ketika aku sudah sangat tua? Bukan karena aku bernasib buruk; setidaknya aku telah bertemu dengan pekerjaan Tuhan. Nasibku baik, dan Tuhan selama ini baik terhadapku! Hanya saja ada satu hal yang membuatku tidak senang, yaitu aku sudah sangat tua. Daya ingatku tidak terlalu bagus, dan kesehatanku tidak terlalu baik, tetapi aku memiliki kekuatan batin yang teguh dan tak tergoyahkan. Hanya saja tubuhku tidak mau menaatiku, dan aku mengantuk setelah mendengarkan persekutuan sebentar saja di pertemuan. Terkadang aku ketiduran saat menutup mataku untuk berdoa, dan pikiranku mengembara saat membaca firman Tuhan. Setelah membaca sedikit, aku mengantuk dan tertidur, dan firman Tuhan tidak dapat kupahami. Apa yang dapat kulakukan? Apakah dengan kesulitan nyata seperti itu aku masih mampu mengejar dan memahami kebenaran? Jika tidak, dan jika aku tak mampu melakukan penerapan sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran, bukankah itu berarti seluruh imanku akan sia-sia? Bukankah aku akan gagal memperoleh keselamatan? Apa yang dapat kulakukan? Aku sangat khawatir! Di usiaku ini tidak ada lagi yang penting. Sekarang karena aku percaya kepada Tuhan, aku tidak memiliki kekhawatiran atau apa pun yang kucemaskan, dan anak-anakku sudah dewasa dan mereka tidak lagi membutuhkanku untuk menjaga atau membesarkan mereka, keinginan terbesarku dalam hidup ini adalah mengejar kebenaran, melaksanakan tugasku sebagai makhluk ciptaan, dan pada akhirnya memperoleh keselamatan selama tahun-tahun yang tersisa di hidupku. Namun, mengingat keadaan nyataku saat ini, rabun karena usia dan linglung dalam berpikir, memiliki kesehatan yang buruk, ketidakmampuan untuk melaksanakan tugasku dengan baik, dan terkadang menimbulkan masalah saat aku berusaha melakukan sebanyak yang mampu kulakukan, tampaknya memperoleh keselamatan tidak akan mudah bagiku.' Mereka memikirkan hal-hal ini berulang kali dan menjadi makin cemas, dan kemudian berpikir, 'Tampaknya hal-hal baik hanya terjadi pada orang-orang muda dan bukan pada orang lanjut usia. Tampaknya sebaik apa pun segala sesuatu, aku tak akan mampu lagi menikmati semua itu.' Makin mereka memikirkan hal-hal ini, makin mereka merasa resah dan cemas. Mereka bukan saja mengkhawatirkan diri mereka sendiri tetapi mereka juga merasa terluka. Jika mereka menangis, mereka merasa luka tersebut tidak benar-benar layak untuk ditangisi, dan jika mereka tidak menangis, rasa sakit itu, luka itu, akan selalu menyertai mereka. Jadi, apa yang harus mereka lakukan? Khususnya, ada orang-orang lanjut usia yang ingin menghabiskan seluruh waktu mereka untuk mengorbankan diri bagi Tuhan dan melaksanakan tugas mereka, tetapi merasa tubuh mereka kurang sehat. Ada yang menderita tekanan darah tinggi, ada yang menderita gula darah tinggi, ada yang memiliki masalah pencernaan, dan ada yang kekuatan tubuhnya tak mampu memenuhi tuntutan tugasnya, sehingga mereka merasa resah. Mereka melihat bagaimana orang-orang muda mampu makan dan minum, berlari dan melompat, dan mereka merasa iri. Makin mereka melihat orang-orang muda melakukan hal-hal seperti itu, makin mereka merasa sedih, berpikir, 'Aku ingin melaksanakan tugasku dengan baik serta mengejar dan memahami kebenaran, dan aku juga ingin menerapkan kebenaran, jadi, mengapa begitu sulit untuk melakukannya? Aku sudah sangat tua dan tak berguna! Apakah Tuhan tidak menginginkan orang lanjut usia? Apakah orang lanjut usia benar-benar tidak berguna? Apakah kami tidak dapat memperoleh keselamatan?' Mereka merasa sedih dan tak mampu merasa bahagia bagaimanapun cara mereka memikirkannya. Mereka tak ingin melewatkan waktu yang seindah itu dan kesempatan yang sebesar itu, tetapi mereka tak mampu mengorbankan diri mereka dan melaksanakan tugas mereka dengan segenap hati dan segenap jiwa mereka seperti yang dilakukan orang-orang muda. Orang-orang lanjut usia ini terjerumus dalam kesedihan, kecemasan, dan kekhawatiran yang mendalam karena usia mereka. Setiap kali mereka menghadapi kesulitan, rintangan, kesukaran, atau hambatan, mereka menyalahkan usia mereka, bahkan membenci dan tidak menyukai diri mereka sendiri. Namun bagaimanapun juga, semuanya sia-sia, tidak ada solusi, dan mereka tidak memiliki jalan keluar. Mungkinkah mereka benar-benar tak punya jalan keluar? Apakah ada solusinya? (Orang-orang lanjut usia juga harus melaksanakan tugas mereka semampu mereka.) Tentu saja diperbolehkan bagi orang-orang lanjut usia untuk melaksanakan tugas mereka semampu mereka, bukan? Bolehkah orang-orang lanjut usia tidak lagi mengejar kebenaran karena usia mereka? Apakah mereka tidak mampu memahami kebenaran?" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (3)"). Tuhan berbicara kepada pemikiran terdalam setiap orang lanjut usia. Orang lanjut usia juga selalu ingin mengorbankan diri mereka untuk Tuhan, tapi tubuh mereka tak sanggup. Mereka tak memiliki tenaga atau daya ingat untuk belajar seperti halnya anak-anak muda, jadi mereka hanya melaksanakan tugas-tugas yang mampu mereka lakukan, tapi mereka khawatir yang mereka lakukan terlalu sedikit dan Tuhan tidak akan mengingatnya. Dan karena mereka sudah lanjut usia, penglihatan mereka buruk sehingga tak mampu memahami banyak kebenaran, mereka merasa sedih, takut, dan khawatir akan masa depan serta tempat tujuan mereka. Keadaanku tepat seperti yang Tuhan singkapkan. Kulihat, kebanyakan orang yang rumah Tuhan bina masih muda, berkualitas bagus, energik, dan cepat belajar, sedangkan aku jauh lebih tua, dan meskipun aku berhasrat untuk melaksanakan tugasku, tenaga dan daya ingatku tidak sebanding dengan anak-anak muda. Setelah seharian melaksanakan tugasnya, anak-anak muda masih punya banyak tenaga, dan mampu merangkumkan masalah serta penyimpangan serta jalan penerapan dalam pekerjaan mereka, sedangkan aku harus tidur lebih awal. Terkadang saat tubuhku tak sanggup menanggung semua pekerjaan, aku harus meminta orang lain menggantikanku menyirami petobat baru. Saat pengawas mempersekutukan prinsip dan cara yang berguna, anak-anak muda dengan cepat memahaminya dan menerapkan semuanya dalam tugas mereka, sedangkan aku butuh lebih banyak waktu untuk memahaminya. Dibandingkan dengan saudara-saudari yang lebih muda, melaksanakan tugas lebih menyulitkan bagiku. Aku agak tidak senang dengan keadaan ini, dan menyalahkan diriku karena sudah tua dan tak mampu berbuat banyak dalam tugasku. Sekalipun aku mengejar kebenaran, aku tidak banyak mengerti dan Tuhan pasti tidak senang. Aku hidup dalam kesalahpahaman tentang Tuhan, dan mau tak mau khawatir akan tempat tujuanku kelak. Kini, aku sadar bahwa orang lanjut usia dan anak muda mungkin memiliki tenaga dan daya ingat yang berbeda-beda, tapi watak rusak dalam diri mereka semua sama. Anak muda dan orang lanjut usia sama-sama congkak. Anak muda dan orang lanjut usia sama-sama egois. Saat menghadapi keadaan yang sudah diatur Tuhan yang tidak kita sukai, kita semua memperlihatkann watak pemberontak kita. Kita tak mampu tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Dalam hal yang menyangkut kepentingan diri sendiri, kita selalu mengutamakan diri kita sendiri, dan memperlihatkan watak rusak kita yang egois dan hina. Orang lanjut usia dan anak muda sama-sama telah dirusak sedemikian dalam oleh Iblis. Kita semua harus sering merenungkan diri sendiri, menerima penghakiman dan hajaran firman Tuhan, serta mencari kebenaran untuk membereskan kerusakan kita. Kupikir, umur dan jumlah pekerjaan yang kulakukan dalam tugasku adalah kriteria Tuhan untuk menentukan apakah aku layak dipuji. Kupikir, Tuhan tidak menyukai orang lanjut usia dan kemungkinanku untuk diselamatkan hanya sedikit. Pandangan dan gagasanku sangat tidak masuk akal! Kini, aku sadar bahwa aku harus tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, berupaya sebaik mungkin untuk melaksanakan tugasku, dan berfokus pada merenungkan dan memahami diriku, serta mengejar perubahan watak dalam tugasku, karena inilah yang selaras dengan kehendak Tuhan. Setelah menyadari hal ini, aku merasa tercerahkan.

Dalam saat teduh di suatu pagi, aku menemukan satu bagian firman Tuhan yang meninggalkan kesan mendalam bagiku, dan membantuku lebih memahami kehendak Tuhan. "Di rumah Tuhan dan dalam hal kebenaran, apakah orang lanjut usia merupakan kelompok istimewa? Bukan. Usia tidak ada kaitannya dengan kebenaran, juga tidak ada kaitannya dengan watak rusakmu, dengan kedalaman kerusakanmu, dengan apakah dirimu memenuhi syarat untuk mengejar kebenaran, apakah engkau dapat memperoleh keselamatan, atau seberapa besar kemungkinanmu untuk diselamatkan. Bukankah benar demikian? (Ya.) Kami telah mempersekutukan kebenaran selama bertahun-tahun, tetapi tidak pernah mempersekutukan berbagai jenis kebenaran sesuai dengan berbagai umur manusia. Kebenaran tidak pernah dipersekutukan dan watak rusak tidak pernah disingkapkan secara khusus untuk orang muda atau secara khusus untuk orang lanjut usia, juga tidak pernah dikatakan bahwa, karena usia tua mereka, pemikiran mereka yang kaku, dan ketidakmampuan mereka menerima hal-hal baru, maka watak rusak mereka dengan sendirinya telah berkurang dan berubah—hal-hal seperti ini tidak pernah dikatakan. Tak pernah ada satu pun kebenaran yang dipersekutukan secara khusus sesuai dengan umur orang dan mengecualikan orang-orang lanjut usia. Orang-orang lanjut usia bukanlah kelompok khusus di gereja, di rumah Tuhan, atau di hadapan Tuhan, melainkan sama saja dengan kelompok umur lainnya. Tidak ada yang istimewa mengenai mereka, hanya saja mereka telah hidup sedikit lebih lama daripada yang lain, mereka tiba di dunia ini beberapa tahun lebih awal daripada yang lain, rambut mereka sedikit lebih beruban daripada yang lain, dan tubuh mereka menua sedikit lebih awal daripada yang lain; selain hal-hal ini, tidak ada perbedaaan" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (3)"). Dari firman Tuhan aku memahami bahwa dalam rumah Tuhan, orang lanjut usia bukanlah kelompok yang dikucilkan. Mereka hanya sedikit lebih berumur, dengan tubuh yang sedikit lebih tua. Mungkin mereka tidak punya tenaga dan semangat anak muda, dan mereka mungkin mengidap penyakit tertentu, tapi di hadapan kebenaran, tidak ada perbedaan dalam hal usia. Tuhan mengungkapkan firman-Nya dan melakukan pekerjaan penghakiman-Nya pada akhir zaman, Dia tidak membedakan antara anak muda dan orang lanjut usia. Orang lanjut usia maupun anak muda, semuanya telah dirusak sedemikian dalam oleh Iblis, dan membutuhkan penyelamatan dari Tuhan. Dapat atau tidaknya seseorang diselamatkan tidak ditentukan oleh umurnya, ataupun tugas apa yang dia laksanakan; yang penting adalah apakah dia menempuh jalan mengejar kebenaran atau tidak. Ini ditentukan oleh watak benar Tuhan. Dalam dunia sekuler, para pekerja yang sudah lanjut usia sering kali tidak disukai. Orang menganggap mereka lamban mengerti, lemah, dan tidak mampu menciptakan nilai apa pun, jadi kebanyakan bos menyukai pekerja muda dan tidak menyukai yang sudah tua. Aku telah membatasi Tuhan dengan gagasan orang tidak percaya, berpikir bahwa karena saudara-saudari muda mampu melaksanakan banyak tugas dan berkontribusi banyak, kesempatan mereka untuk diselamatkan paling besar, sedangkan orang lanjut usia melaksanakan tugas-tugas tak penting dan menyelesaikan sedikit, jadi mereka tidak diperkenan Tuhan, dan memiliki kesempatan kecil untuk diselamatkan Tuhan. Aku belum memahami watak benar Tuhan dan menilai-Nya berdasarkan gagasan dan imajinasiku. Ini menghujat Tuhan! Aku juga mulai memahami bahwa kebenaran berkuasa di rumah Tuhan, Tuhan menilai tindakan setiap orang berdasarkan kebenaran. Sama seperti bagaimana aku mengenal saudari ini, dia masih muda dan cerdas, juga melayani sebagai pemimpin, tapi dia melanggar pengaturan kerja dan mengacaukan serta mengganggu pekerjaan gereja, dan dia juga menghukum dan menindas orang-orang yang memberinya saran. Pada akhirnya dia digolongkan sebagai orang jahat dan dikeluarkan dari gereja. Namun kemudian, aku mengenal seorang saudari yang jauh lebih tua yang tidak berpendidikan dan kualitasnya biasa saja, tapi dia melaksanakan tugasnya secara konsisten. Dia memiliki iman yang sejati kepada Tuhan dan setia dalam tugasnya. Saudara-saudari yang lanjut usia ini mungkin tidak begitu sehat atau memiliki daya ingat yang baik, tapi mereka berupaya sebaik mungkin dalam tugas mereka, dan berfokus pada merenungkan dan memahami diri mereka sendiri, serta mengejar perubahan watak dalam tugas mereka. Mereka juga bisa mendapatkan perkenanan Tuhan dan berkesempatan untuk diselamatkan. Aku juga sadar bahwa menua adalah proses yang wajar dan tak dapat diubah yang telah ditentukan oleh Tuhan sejak semula, jadi aku harus tunduk pada pengaturan ini dan melaksanakan tugas yang kuterima di usiaku ini. Sebenarnya, selama aku memiliki sikap yang benar dan berfokus mencari kebenaran dalam tugas baruku, bukankah aku juga bisa mendapat pencerahan dan bimbingan Tuhan? Bukankah aku juga bisa mengenali kerusakan dan kekuranganku? Bukankah aku masih dapat mengejar kebenaran? Tuhan belum mencabut hakku untuk melaksanakan tugasku dan memperoleh keselamatan, apalagi memperlakukanku dengan cara yang berbeda karena usiaku. Namun aku tidak bersyukur kepada Tuhan, bahkan secara keliru mengira bahwa Dia tidak menyukai orang lanjut usia, serta menentang pengaturan dan penataan-Nya. Aku benar-benar tidak masuk akal! Saat menyadari hal ini, aku merasa sangat menyesal. Aku tidak boleh terus memberontak dan salah paham terhadap Tuhan, aku harus mengesampingkan ketakutan dan kekhawatiranku, bekerja sama dengan baik dalam tugas baruku agar tidak menunda pekerjaan gereja.

Setelah itu, aku mulai memikirkan, meski sudah tahu bahwa tugas orang tidak ada kaitannya dengan berkat atau kemalangan, mengapa aku tetap khawatir akan tempat tujuanku setelah ditugaskan pada tugas yang tidak kusukai? Apa sumber masalahku? Selama pertemuan, saudara-saudariku membacakan dua bagian firman Tuhan untukku dan aku menemukan sumber masalahnya melalui firman-Nya. "Semua manusia yang rusak hidup untuk kepentingan mereka sendiri. Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri—inilah ringkasan dari natur manusia. Manusia percaya kepada Tuhan demi kepentingan mereka sendiri; ketika mereka meninggalkan segala sesuatu dan mengorbankan diri mereka untuk Tuhan, tujuannya adalah untuk diberkati, dan ketika mereka setia kepada-Nya, tujuannya adalah untuk mendapatkan upah. Singkatnya, semua itu dilakukan dengan tujuan untuk diberkati, diberi upah, dan masuk ke dalam kerajaan surga. Di tengah masyarakat, orang bekerja untuk keuntungan diri mereka sendiri, dan di rumah Tuhan, mereka melaksanakan tugas dengan tujuan untuk diberkati. Demi mendapatkan berkat, orang meninggalkan segalanya dan mampu menanggung banyak penderitaan: tidak ada bukti yang lebih kuat mengenai natur Iblis dalam diri manusia dibandingkan hal ini" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). "Sebelum memutuskan untuk melaksanakan tugas, antikristus dipenuhi dengan harapan di lubuk hati mereka—harapan akan masa depan mereka, harapan untuk memperoleh berkat, tempat tujuan yang baik, dan bahkan mahkota. Mereka memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi. Mereka datang ke rumah Tuhan untuk melaksanakan tugas dengan niat dan ambisi semacam itu. Jadi, apakah pelaksanaan tugas mereka mengandung ketulusan, iman sejati dan kesetiaan sebagaimana yang Tuhan inginkan? Pada saat ini, belum terlihat adanya kesetiaan, iman, atau ketulusan sejati dalam diri mereka karena mereka memiliki pola pikir yang sepenuhnya transaksional sebelum melaksanakan tugas mereka; mereka mengambil keputusan untuk melaksanakan tugas dengan didorong oleh kepentingan mereka, dan juga dengan berdasarkan ambisi dan keinginan mereka yang meluap-luap. Apa niat antikristus dalam melaksanakan tugas? Niat mereka adalah untuk bertransaksi, untuk melakukan pertukaran. Dapat dikatakan bahwa inilah syarat yang mereka tetapkan untuk melaksanakan tugas: 'Jika aku melaksanakan tugasku, aku harus memperoleh berkat dan memiliki tempat tujuan yang baik. Aku harus memperoleh semua berkat dan manfaat yang telah Tuhan janjikan dan persiapkan bagi umat manusia. Jika aku tidak dapat memperolehnya, aku tidak akan melaksanakan tugas tersebut.' Mereka datang ke rumah Tuhan untuk melaksanakan tugas dengan niat, ambisi dan keinginan seperti ini. Di luarnya, mereka terlihat benar-benar tulus, dan tentu saja bagi mereka yang belum lama menjadi orang percaya dan yang baru mulai melaksanakan tugas, itu dapat disebut juga dengan semangat. Namun, tidak ada iman atau kesetiaan sejati dalam hal ini; hanya ada tingkat semangat tertentu. Ini tidak dapat disebut ketulusan. Dilihat dari sikap antikristus dalam melaksanakan tugas mereka dengan cara seperti ini, jelaslah bahwa sikap mereka sepenuhnya transaksional dan dipenuhi dengan keinginan untuk memperoleh keuntungan seperti untuk menerima berkat, masuk ke dalam Kerajaan Surga, memperoleh mahkota, dan menerima upah" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Tujuh)). Melalui penyingkapan firman Tuhan, aku memahami bahwa aku tidak berbeda dari antikristus, dan hanya percaya serta melaksanakan tugasku untuk mendapat berkat dan masuk ke dalam Kerajaan Tuhan. Sebelum percaya kepada Tuhan, aku hanya hidup berdasarkan racun Iblis seperti, "Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri", "Jangan pernah bangun pagi kecuali ada untungnya". Kupikir memikirkan kepentingan diri sendiri itu benar dan wajar. Selama sesuatu bermanfaat bagiku, aku akan melakukannya betapapun menderitanya aku atau berapa pun harga yang harus kubayar. Setelah menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman, kudengar aku dapat memperoleh hidup yang kekal dan masuk ke dalam Kerajaan Tuhan jika aku mengorbankan diriku untuk Tuhan dan melaksanakan tugasku. Melihat bahwa berkat besar ini tidak bisa dibeli dengan uang atau barang berharga, aku meninggalkan keluargaku, berhenti dari pekerjaanku dan mulai mengikuti Tuhan serta melaksanakan tugasku. Ketika rumah Tuhan memberiku tugas penyiraman, aku mengira, aku bisa membaca banyak firman Tuhan dalam tugas penyiraman, dan ada banyak kesempatan untuk mempersekutukan kebenaran di sana, yang semuanya bisa memberiku kesempatan bagus untuk memperoleh kebenaran dan keselamatan. Jadi, aku termotivasi untuk melaksanakan tugasku dengan baik, berharap aku dapat diselamatkan dan masuk ke dalam Kerajaan Tuhan. Sikapku terhadap tugasku sama seperti sikap antikristus. Itu hanya kulakukan demi memperoleh berkat dan bertransaksi dengan Tuhan. Tuhan pasti merasa jijik! Aku sangat bersemangat dalam tugasku, tapi kesehatanku buruk dan aku makin menua. Aku tidak punya tenaga, kekuatan, atau daya ingat yang dimiliki anak muda, bahkan untuk melaksanakan tugasku saja butuh bantuan orang lain. Aku hanya akan memperlambat pekerjaan jika terus melakukan tugas penyiraman, dan itu akan memengaruhi hasil penyiraman. Seandainya aku mempunyai kesadaran diri dan nalar, aku pasti telah melepaskan keinginanku untuk berkat dan memberi jalan bagi saudara-saudari yang lebih muda. Ini akan bermanfaat bagi pekerjaan gereja. Namun, yang kupikirkan hanyalah cara memperoleh berkat. Aku memanfaatkan tugas yang Tuhan berikan demi memuaskan keinginanku untuk diberkati. Saat tak melihat harapan untuk memperoleh berkat dari tugas baruku, aku tidak mau tunduk, salah paham terhadap Tuhan, dan bahkan menyalahkan Dia. Bagaimana bisa aku dianggap sebagai orang yang benar-benar tunduk dan percaya kepada Tuhan? Aku telah begitu dicemari oleh racun iblis, "Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri". Dalam situasi apa pun yang kuhadapi, yang pertama kupikirkan adalah apakah aku diuntungkan atau diberkati darinya atau tidak, mengutamakan kepentinganku sendiri, dan bukan kebenaran. Aku sama sekali tidak memikirkan pekerjaan gereja, hanya memikirkan kepentinganku sendiri. Fakta bahwa aku telah dipilih Tuhan, menikmati banyak penyiraman dan perbekalan firman-Nya selama bertahun-tahun menjadi orang percaya, telah memahami beberapa kebenaran, dan mampu melaksanakan tugasku sebagai makhluk ciptaan, semuanya adalah kasih karunia Tuhan yang besar. Namun, aku tidak bersyukur kepada Tuhan atau memikirkan cara membalas kasih-Nya. Jika sesuatu tidak sesuai dengan keinginanku, aku selalu salah paham dan menyalahkan Tuhan. Aku benar-benar tidak masuk akal! Syukurlah Tuhan menyingkapkanku tepat pada waktunya, kalau tidak, jika aku terus melaksanakan tugasku dengan sikap ingin bertransaksi, aku bukan saja tidak akan memperoleh kebenaran dan keselamatan, Tuhan juga akan membenciku dan mengusirku. Menyadari hal ini, aku merasa menyesal dan mencela diriku sendiri, jadi aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan! Bertahun-tahun aku telah mengikuti-Mu, tapi aku belum tunduk kepada-Mu sedikit pun dan telah salah paham terhadap kehendak-Mu. Aku mengambil tugas yang seharusnya kulaksanakan sebagai makhluk ciptaan sebagai sesuatu yang bisa kutukar dengan berkat. Engkau pasti membenciku! Ya Tuhan! Aku siap untuk bertobat kepada-Mu, kumohon bimbinglah aku untuk hidup berdasarkan firman-Mu!"

Selama saat teduh, aku menemukan satu bagian firman Tuhan yang memberiku jalan penerapan. "Selagi masih hidup, orang-orang lanjut usia harus berusaha lebih keras mengejar kebenaran, mengejar jalan masuk kehidupan, dan bekerja secara harmonis dengan saudara-saudari untuk melaksanakan tugas; hanya dengan cara seperti inilah tingkat pertumbuhan mereka akan meningkat. Orang-orang lanjut usia sama sekali tidak boleh menganggap diri mereka lebih senior daripada orang lain dan memamerkan usia tua mereka. Orang muda bisa saja memperlihatkan segala macam watak yang rusak, demikian pula dirimu; orang muda bisa saja melakukan segala macam hal yang bodoh, demikian pula dirimu; orang muda memiliki gagasan tertentu, demikian pula orang lanjut usia; orang muda bisa saja memberontak, demikian pula orang lanjut usia; orang muda bisa saja memperlihatkan watak antikristus, demikian pula orang lanjut usia; orang muda memiliki ambisi dan keinginan yang liar, demikian pula orang lanjut usia, tanpa sedikit pun perbedaan; orang muda bisa saja menimbulkan kekacauan dan gangguan dan dikeluarkan dari gereja, demikian pula orang lanjut usia. Jadi, selain mampu melaksanakan tugas mereka dengan baik dengan kemampuan terbaik mereka, ada banyak hal yang dapat mereka lakukan. Kecuali engkau bodoh, terbelakang, dan tidak mampu menerapkan kebenaran, dan kecuali engkau tak mampu menjaga dirimu sendiri, ada banyak hal yang harus kaulakukan. Sama seperti orang muda, engkau dapat mengejar kebenaran, engkau dapat mencari kebenaran, dan engkau harus sering datang ke hadapan Tuhan untuk berdoa, mencari prinsip-prinsip kebenaran, dan berusaha memandang orang dan hal-hal serta berperilaku dan bertindak sepenuhnya berdasarkan firman Tuhan, dengan kebenaran sebagai standarmu. Inilah jalan yang harus kautempuh, dan engkau tidak boleh merasa sedih, cemas, atau khawatir karena engkau sudah tua, karena engkau memiliki banyak penyakit, atau karena tubuhmu menua. Merasa sedih, cemas, dan khawatir bukanlah hal yang benar untuk kaulakukan—itu adalah perwujudan sikapmu yang tidak masuk akal" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (3)"). Dari firman Tuhan aku memahami bahwa tugas apa pun yang diberikan gereja kepadaku, Tuhan menghendaki agar aku mencari kebenaran melalui tugasku, menggunakan kebenaran untuk membereskan watak rusak dalam diriku, berlatih menangani urusan dalam tugasku berdasarkan prinsip, dan akhirnya memulai jalan menuju keselamatan. Sekarang, selain berusaha sebaik mungkin dalam tugasku, aku merenungkan perwujudan kerusakan apa pun setiap kali ada waktu, dan menulis artikel kesaksian berdasarkan pengalaman. Sewaktu bertemu dengan saudara-saudariku, kami berdiskusi tentang gagasan yang dimiliki para petobat baru dan aku mempersekutukan sebanyak yang kupahami. Melakukan penerapan dengan cara seperti ini membuatku merasa sangat tenang dan damai. Pelajaran terbesarku dari pengalaman ini adalah bahwa Tuhan memperlakukan semua orang secara adil. Tuhan menilai segala sesuatu dengan kebenaran, Dia tidak peduli berapa usiamu atau tugas apa yang kaulaksanakan. Yang Dia pedulikan hanyalah apakah kau menempuh jalan mengejar kebenaran atau tidak. Selama kau mencari kebenaran dan menempuh jalan yang benar, kau memiliki kesempatan untuk diselamatkan. Tuhan sama sekali tidak membenci orang lanjut usia. Setiap kali aku mengingat kembali kesalahpahamanku terhadap Tuhan, aku merasa sangat berutang kepadanya dan air mataku mulai menggenang. Di usia ini, aku masih punya kesempatan untuk menyambut Sang Pencipta, dan cukup beruntung dapat mendengar suara Tuhan, menerima penghakiman dan hajaran firman-Nya, serta mengorbankan diriku untuk-Nya dalam tugasku. Sungguh berkat yang sangat besar! Entah aku akan memperoleh berkat atau tidak atau seperti apa kesudahanku kelak, aku akan dengan tekun mengejar kebenaran dan berusaha sebaik mungkin dalam tugasku demi membalas kasih Tuhan.

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait