Menghadapi Penyakit Terminal Putraku

21 Januari 2022

Oleh Saudari Liang Xin, Tiongkok

Dua tahun yang lalu putraku tiba-tiba merasakan sakit hebat di pinggangnya. Kami memeriksakannya, dan dokter bilang hasil tesnya mengkhawatirkan, kami harus pergi ke rumah sakit provinsi yang lebih besar untuk tes lebih lanjut. Jantungku berdegup kencang saat dia mengatakan itu, aku tahu ada kemungkinan putraku menderita penyakit serius. Namun, kupikir selama ini aku telah melakukan tugasku dan berkorban untuk Tuhan, serta banyak menderita. Bahkan menghadapi penindasan dan penangkapan mengerikan Partai Komunis, serta ejekan dan fitnah orang terkasih, aku tidak pernah mundur, justru kukuh dalam tugasku. Kupikir mengingat semua yang telah kulakukan untuk Tuhan, Dia akan melindungi putraku dari hal-hal serius. Hasil tesnya adalah dia menderita kanker hati dan sirosis hati. Dokter bilang dia hanya punya tiga sampai enam bulan lagi untuk hidup. Itu bagai petir di siang bolong dan aku hanya duduk di sana, lumpuh. Aku benar-benar tidak bisa menerima kenyataan ini. Dia baru berusia 37 tahun—bagaimana dia bisa menderita penyakit seperti itu? Aku memegang hasil tesnya, dan tanganku gemetar. Aku bertanya-tanya apakah dokter telah salah membuat diagnosis. Aku duduk di tepi tempat tidur, tertegun dan melamun sangat lama. Air mata mengalir di wajahku dan kupikir, "Dia sangat muda—bagaimana dia bisa sakit separah itu? Satu saja penyakit ini sudah mengancam nyawa, apalagi dua? Dia tulang punggung kami. Bagaimana nanti keluarga kami tanpa dia? Hal paling menyakitkan dalam hidup seseorang adalah mengubur seorang anak." Aku menjadi makin sengsara. Teman dan keluarga memarahiku, berkata, "Bagaimana putramu bisa sakit jika kau percaya kepada Tuhan? Tuhanmu itu tidak melindungi dia, jadi apa gunanya?" Mereka juga menyuruhku melupakan imanku dan tinggal di rumah untuk merawat putraku. Dicela oleh mereka membuatku sangat sedih. Aku terus-menerus ingin menangis dan dalam keadaan linglung. Aku bahkan tidak ingin berdoa atau membaca firman Tuhan. Benar-benar dalam kegelapan. Aku berdoa, "Ya Tuhan, dengan putraku yang sakit parah, aku benar-benar berjuang, tak kuasa menghadapi ini. Tolong bimbing aku untuk memahami kehendak-Mu."

Suatu hari aku membaca ini dalam firman Tuhan: "Sementara menjalani ujian, wajar bagi manusia untuk merasa lemah, atau memiliki kenegatifan dalam diri mereka, atau kurang memiliki kejelasan tentang kehendak Tuhan atau jalan penerapan mereka. Namun dalam hal apa pun, engkau harus memiliki iman dalam pekerjaan Tuhan, dan seperti Ayub, jangan menyangkal Tuhan. Walaupun Ayub lemah dan mengutuki hari kelahirannya sendiri, dia tidak menyangkal bahwa segala sesuatu dalam hidup manusia dikaruniakan oleh Yahweh dan Yahweh-lah juga yang bisa mengambil semuanya itu. Bagaimanapun dia diuji, dia tetap mempertahankan keyakinannya ini. ... Tuhan melakukan pekerjaan penyempurnaan dalam diri manusia, dan mereka tidak bisa melihatnya, tidak bisa merasakannya; dalam situasi inilah imanmu dibutuhkan. Iman manusia dibutuhkan ketika sesuatu tidak bisa terlihat oleh mata telanjang, dan imanmu dibutuhkan ketika engkau tidak bisa melepaskan gagasanmu sendiri. Ketika engkau tidak memiliki kejelasan tentang pekerjaan Tuhan, yang dibutuhkan darimu adalah memiliki iman dan engkau harus berdiri teguh dan menjadi saksi" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mereka yang Akan Disempurnakan Harus Mengalami Pemurnian"). Dari firman Tuhan, aku bisa lihat putraku sakit parah adalah ujian bagiku dan aku harus mengandalkan imanku untuk melewatinya. Aku teringat Ayub, yang kehilangan semua kekayaannya dan ternak di lereng bukit, anak-anaknya meninggal, dan diselimuti bisul. Bahkan menghadapi ujian yang begitu besar, dia siap mengutuk dirinya sebelum menyalahkan Tuhan, dan memuji nama Yahweh. Dia memberikan kesaksian yang indah untuk Tuhan. Lalu, saat dia mengalami semua ini, teman-temannya mengejeknya, istrinya mengkritik dia, menyuruhnya meninggalkan Tuhan dan mati. Di permukaan, istri dan teman-temannya tampak mencaci dia, tetapi di balik itu, Iblis mencobai Ayub dengan perkataan orang untuk menyangkal dan mengkhianati Tuhan. Namun, Ayub tidak teperdaya, dia bahkan mencela istrinya sebagai wanita bodoh. Aku tahu tipu daya Iblis ada di balik serangan teman-teman dan keluargaku. Aku harus menjadi seperti Ayub dan menjadi saksi bagi Tuhan. Aku tidak boleh mendengarkan omong kosong mereka. Pada saat itu, aku tidak merasa begitu sengsara dan tak berdaya.

Dia menjalani operasi beberapa minggu kemudian dan kankernya berhasil dikendalikan. Kupikir Tuhan mungkin mengasihani dia karena imanku, bahwa dia bisa sembuh jika Tuhan menunjukkan mukjizat. Aku berharap dia akan sembuh total, berpikir betapa hebatnya itu. Lalu, terlintas kutipan firman Tuhan ini: "Hal yang engkau kejar adalah agar bisa memperoleh kedamaian setelah percaya kepada Tuhan, agar anak-anakmu bebas dari penyakit, suamimu memiliki pekerjaan yang baik, putramu menemukan istri yang baik, putrimu mendapatkan suami yang layak, lembu dan kudamu dapat membajak tanah dengan baik, cuaca bagus selama satu tahun untuk hasil panenmu. Inilah yang engkau cari. Pengejaranmu hanyalah untuk hidup dalam kenyamanan, supaya tidak ada kecelakaan menimpa keluargamu, angin badai berlalu darimu, wajahmu tak tersentuh oleh debu pasir, hasil panen keluargamu tidak dilanda banjir, terhindar dari bencana, hidup dalam dekapan Tuhan, hidup dalam sarang yang nyaman. Seorang pengecut sepertimu, yang selalu mengejar daging—apa engkau punya hati, apa engkau punya roh? Bukankah engkau adalah binatang buas? Aku memberimu jalan yang benar tanpa meminta imbalan apa pun, tetapi engkau tidak mengejarnya. Apakah engkau salah satu dari orang-orang yang percaya kepada Tuhan? Aku memberikan kehidupan manusia yang nyata kepadamu, tetapi engkau tidak mengejarnya. Apakah engkau tidak ada bedanya dari babi atau anjing?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Firman Tuhan dengan tajam menyingkap sudut pandang keliruku tentang iman dan motivasi untuk berkat. Aku merasa sangat malu. Saat percaya kepada Tuhan, aku mengejar berkat dan kasih karunia, berharap seluruh keluargaku akan diberkati. Sejak menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman, aku tidak pernah terang-terangan berdoa kepada Tuhan meminta kasih karunia-Nya, tetapi tidak mengejar kebenaran dan tidak benar-benar memahami Tuhan. Aku salah menginginkan seratus kali lipat di zaman ini dan hidup kekal di zaman mendatang. Kupikir karena telah berkorban untuk Tuhan, Dia akan merayakan dan memberkatiku, Dia harus melindungi keluargaku dari penyakit dan bencana, memudahkan hidup kami, dan membebaskan kami dari kemalangan. Jadi, aku meninggalkan rumah dan pekerjaanku untuk melakukan tugas, bersedia menanggung penderitaan apa pun. Namun, saat putraku dinyatakan mengidap kanker, aku benar-benar terperosok dalam kepiluan melihatnya sakit, dan kehilangan hasrat untuk tugasku. Aku membuat perhitungan picik tentang berapa banyak pengorbananku, berapa banyak penderitaanku, berdebat dengan Tuhan, menyalahkan Dia karena tidak melindungi putraku. Situasi yang kuhadapi serta penyingkapan dan penghakiman firman Tuhan menunjukkan bahwa sudut pandangku tentang pengejaran dalam iman salah. Aku tidak mengorbankan segalanya demi imanku untuk mengejar kebenaran dan membersihkan diri dari kerusakan, tetapi demi imbalan untuk kasih karunia dan berkat Tuhan. Aku bertransaksi dengan Tuhan, memanfaatkan dan menipu Dia. Aku berfokus mengejar Tuhan melindungi keluargaku agar kami bebas dari badai, penyakit, dan bencana. Apa bedanya aku dengan orang-orang religius yang makan roti dan kenyang? Aku melihat betapa buruknya sudut pandangku tentang pengejaran. Pada saat itu, aku merasa sangat berutang kepada Tuhan dan datang ke hadapan-Nya dalam doa, siap menyerahkan kesehatan putraku di tangan Tuhan, serta tunduk pada penataan dan pengaturan-Nya.

Putraku menjalani tiga atau empat operasi setelah itu, satu demi satu, dan dia tampaknya terus membaik. Dia makan dengan lahap dan bisa melakukan beberapa aktivitas ringan. Aku sangat gembira, terutama saat melihatnya bernyanyi dan menari dengan putranya, tampak sangat sehat. Aku merasa ada harapan untuknya. Kupikir dari sudut pandang manusia, penyakitnya adalah hukuman mati dan dia tidak akan bertahan enam bulan lagi. Namun, ini sudah melewati itu dan keadaannya sangat baik. Itu berkat dan perlindungan Tuhan. Jika keadaan ini bertahan, sepertinya dia akan pulih total. Namun, situasinya tidak berjalan seperti dugaanku. Dia tiba-tiba tidak bisa menelan makanan apa pun, perutnya mulai terus membengkak, dan duduk sulit baginya. Dia menjalani pemeriksaan dan meski kanker itu belum menyebar, sirosisnya makin parah dan dia terkena asites hati. Aku merasa kematian mendekatinya, sedikit demi sedikit, dan aku jatuh dalam keputusasaan lagi. Melihat kondisi putraku jelas-jelas membaik, aku tidak mengerti kenapa itu memburuk lagi. Dia putra yang baik, akrab dengan semua orang, dan tidak pernah melakukan hal buruk. Teman, keluarga, dan tetangga punya banyak hal hebat untuk dikatakan tentang dia. Dia tidak terlalu senang dengan imanku, tetapi juga tidak menghalangiku. Kenapa dia mendapatkan penyakit yang mengancam jiwa? Belakangan aku berpikir, aku telah membagikan Injil selama menjadi orang percaya, mengurusi masalah apa pun yang muncul di gereja. Keluargaku mulai menentang imanku karena penindasan dan penangkapan Partai, tetapi sekeras apa pun penentangan yang kuhadapi, aku tidak pernah mundur. Aku terus melakukan tugasku. Aku sudah begitu banyak berkorban, jadi kenapa aku menghadapi ini? Apa ini yang kudapat sebagai imbalan pengorbananku selama bertahun-tahun? Aku tidak mengatakannya, tetapi diliputi perasaan bahwa Tuhan tidak benar. Aku pesimis, depresi, dan terus melamun. Aku merasa putus asa. Aku sangat menderita dan menangis sepanjang waktu.

Ada satu kutipan yang kubaca: "Keadilan itu bukan berarti adil atau masuk akal; itu bukan egalitarianisme, juga bukan perkara mengalokasikan kepadamu apa yang pantas engkau terima sesuai dengan berapa banyak pekerjaan yang telah kauselesaikan, atau memberimu upah untuk pekerjaan apa pun yang telah kaukerjakan, atau memberi kepadamu hakmu sesuai dengan upaya yang telah kaukeluarkan. Ini bukanlah keadilan. Seandainya Tuhan menyingkirkan Ayub setelah Ayub menjadi kesaksian bagi Dia: maka Tuhan sudah berlaku benar juga. Mengapa ini disebut kebenaran? Dari sudut pandang manusia, jika sesuatu selaras dengan gagasan-gagasan manusia, maka sangat mudah bagi mereka untuk mengatakan bahwa Tuhan itu benar; tetapi, jika mereka tidak melihat bahwa hal itu selaras dengan gagasan-gagasan mereka—jika hal itu adalah sesuatu yang tidak mampu mereka pahami—maka menjadi sulit bagi mereka untuk mengatakan bahwa Tuhan itu benar. Jika Tuhan memusnahkan Ayub pada waktu itu, orang pasti tidak akan mengatakan bahwa Dia adalah orang benar. Sebenarnya, entah manusia telah dirusak atau tidak, apakah Tuhan harus membenarkan diri-Nya ketika Dia memusnahkan mereka? Haruskah Dia menjelaskan kepada manusia atas dasar apa Dia melakukannya? Haruskah keputusan-Nya didasarkan pada hal ini: 'Jika mereka berguna, aku tidak akan memusnahkan mereka; jika mereka tidak berguna, aku akan memusnahkan mereka'? Tidak perlu. Di mata Tuhan, orang yang rusak dapat ditangani dengan cara apa pun yang Dia inginkan; apa pun yang Tuhan lakukan akan pantas, dan semuanya adalah pengaturan Tuhan. ... Esensi Tuhan adalah keadilan. Walaupun tidak mudah untuk memahami apa yang Dia lakukan, semua yang Dia lakukan itu adil; hanya saja orang-orang tidak memahaminya. Ketika Tuhan menyerahkan Petrus kepada Iblis, bagaimana Petrus meresponinya? 'Umat manusia tidak mampu memahami apa yang Kaulakukan, tetapi semua yang Kaulakukan mengandung maksud baik-Mu; ada keadilan di dalam semua itu. Bagaimana bisa aku tidak mengucapkan pujian atas perbuatan bijak-Mu?' Saat ini, engkau seharusnya memahami bahwa Tuhan tidak memusnahkan Iblis untuk menunjukkan kepada manusia betapa Iblis telah merusak mereka dan bagaimana Tuhan menyelamatkan mereka; pada akhirnya, karena manusia telah dirusak sedemikian dalamnya oleh Iblis, mereka akan melihat dosa yang mengerikan karena perusakan Iblis terhadap diri mereka, dan ketika Tuhan memusnahkan Iblis, mereka akan melihat kebenaran Tuhan dan memahami bahwa hal itu mengandung watak dan hikmat Tuhan. Segala sesuatu yang Tuhan lakukan adalah benar. Walaupun hal itu mungkin tidak terpahami olehmu, engkau tidak boleh membuat penilaian sesuka hatimu. Jika sesuatu yang Dia lakukan tampak tidak masuk akal bagimu, atau jika engkau memiliki gagasan apa pun tentang hal itu, dan hal itu membuatmu mengatakan bahwa Dia tidak adil, maka engkaulah yang sangat tidak masuk akal. Engkau melihat bahwa Petrus mendapati beberapa hal tidak bisa dipahami, tetapi dia yakin bahwa ada hikmat Tuhan dan ada maksud baik-Nya di dalam hal-hal tersebut. Manusia tidak mampu memahami segala sesuatu; ada begitu banyak hal yang tidak dapat mereka pahami. Jadi, mengenal watak Tuhan bukanlah hal yang mudah" ("Cara Memahami Watak Benar Tuhan" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan menunjukkan kepadaku bahwa kebenaran-Nya tidak seperti yang kupikirkan—sangat adil dan egaliter, juga tidak berarti kau akan mendapatkan yang kau berikan. Tuhan adalah Pencipta dan esensi-Nya benar, jadi entah Dia memberi atau mengambil, entah kita diberkati atau menderita dalam ujian, itu semua mengandung hikmat-Nya. Semuanya pengungkapan dari watak benar-Nya. Ayub mengikuti jalan Tuhan, takut akan Tuhan, dan menjauhi kejahatan seumur hidupnya. Dia orang yang sempurna di mata Tuhan, tetapi Tuhan masih mengujinya. Iman dan rasa hormatnya kepada Tuhan meningkat lewat ujian demi ujian, lalu pada akhirnya dia saksi yang luar biasa bagi Tuhan dan sepenuhnya mengalahkan Iblis. Lalu, Tuhan menampakkan diri kepadanya dan makin memberkati dia. Itu mengungkapkan watak benar Tuhan. Aku juga teringat Paulus. Dia sangat menderita dan melakukan perjalanan sangat jauh untuk menyebarkan Injil Tuhan, tetapi dia tidak punya ketundukan atau penghormatan sejati kepada Tuhan. Dia hanya ingin menukar kerja kerasnya dengan berkat Tuhan. Setelah melakukan cukup banyak pekerjaan, dia berkata, "Aku sudah melakukan pertandingan yang baik. Aku sudah menyelesaikan perlombaanku, aku sudah menjaga imanku: Mulai dari sekarang sudah tersedia bagiku mahkota kebenaran" (2 Timotius 4:7-8). Kontribusi Paul penuh dengan ambisi dan hasratnya, juga bersifat transaksional. Wataknya tidak berubah sama sekali dan dia berada di jalan melawan Tuhan. Akhirnya dia dihukum oleh Tuhan. Kita bisa lihat Tuhan tidak memandang seberapa banyak orang tampaknya bekerja, tetapi apa mereka sungguh mengasihi dan tunduk kepada-Nya, apa watak hidup mereka berubah. Ini manifestasi yang lebih baik dari watak Tuhan yang kudus dan benar. Kupikir aku akan dibayar berdasarkan yang telah kuberikan, aku akan mendapatkan kembali sesuatu yang setara dengan kontribusiku. Itu sudut pandang transaksional manusia yang sangat berbeda dari kebenaran Tuhan. Aku telah membuat pengorbanan dan melakukan beberapa hal baik sebagai orang percaya, tetapi sudut pandangku tentang pengejaran salah, dan tidak punya ketundukan sejati kepada Tuhan. Aku masih menyalahkan dan menentang Tuhan saat putraku jatuh sakit. Watakku tidak berubah, aku orang yang menentang Tuhan dan dimiliki Iblis. Aku sama sekali tidak layak menerima berkat Tuhan. Aku sadar tidak memahami watak benar Tuhan, tetapi merasa karena telah membuat pengorbanan dalam tugasku, Tuhan harus melindungi dan menjaga putraku. Bukankah aku menilai pekerjaan Tuhan berdasarkan sudut pandang manusiawi dan transaksional? Aku teringat ini dari firman Tuhan: "Semua orang memiliki tempat tujuan yang sesuai. Tempat tujuan ini ditentukan berdasarkan pada esensi masing-masing orang, dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan orang lain. Perilaku jahat seorang anak tidak dapat dialihkan kepada orang tuanya, dan kebenaran seorang anak tidak dapat dibagikan kepada orang tuanya. Perilaku jahat orang tua tidak dapat dialihkan kepada anak-anaknya, dan kebenaran orang tua tidak dapat dibagikan kepada anak-anaknya. Setiap orang menanggung dosanya masing-masing, dan setiap orang menikmati keberuntungannya masing-masing. Tak seorang pun dapat menggantikan orang lain; inilah keadilan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan dan Manusia akan Masuk ke Tempat Perhentian Bersama-sama"). Kupikir karena aku telah berkorban dalam imanku, Tuhan harus menyembuhkan putraku. Jika tidak, aku akan menganggap Dia tidak benar. Pikiranku benar-benar tidak masuk akal! Semahal apa pun harga yang telah kubayar, itu tugasku dan kewajibanku sebagai makhluk ciptaan. Itu tidak berhubungan dengan penyakit putraku, dengan nasib atau tempat tujuannya. Aku seharusnya tidak menggunakan itu untuk bernegosiasi, membuat kesepakatan dengan Tuhan. Memahami ini terasa sangat membebaskan bagiku.

Suatu hari aku membaca kutipan lain dari firman Tuhan yang membantuku memahami esensi sudut pandangku yang keliru. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Sebanyak apa pun hal-hal yang terjadi pada diri mereka, jenis orang yang adalah antikristus tidak pernah berusaha untuk menangani hal-hal tersebut dengan mencari kebenaran dalam firman Tuhan, apalagi berusaha untuk memandang segala sesuatu melalui firman Tuhan—di mana ini sepenuhnya karena mereka tidak percaya bahwa setiap baris firman Tuhan adalah kebenaran, dan tidak menerima apa yang Tuhan katakan tentang sikap yang benar yang seharusnya orang miliki dalam segala hal. Hanya ada satu jenis Tuhan yang mereka percayai: Tuhan yang supernatural yang memperlihatkan tanda-tanda dan mukjizat, yang serupa dengan dewa-dewa palsu seperti Guan Yin dan Buddha yang juga memperlihatkan tanda-tanda dan mukjizat-mukjizat kecil. ... Dalam pikiran para antikristus, Tuhan harus disembah sementara bersembunyi di belakang mezbah, memakan makanan yang orang persembahkan, menghirup dupa yang mereka bakar, mengulurkan tangan membantu ketika mereka berada dalam kesulitan, memberikan pertolongan dan memenuhi permintaan mereka—sejauh yang Dia mampu—jika mereka bersungguh-sungguh dalam permohonan mereka. Bagi para antikristus, hanya tuhan seperti inilah yang adalah Tuhan. Sementara itu, segala sesuatu yang Tuhan lakukan sekarang ini, disambut dengan sikap yang merendahkan dari para antikristus. Dan mengapa demikian? Dinilai dari natur dan esensi antikristus, yang mereka butuhkan bukanlah pekerjaan penyiraman, penggembalaan, dan penyelamatan yang Sang Pencipta lakukan atas makhluk-makhluk ciptaan Tuhan, melainkan kemakmuran dan kesuksesan dalam segala sesuatu, untuk tidak dihukum dalam kehidupan ini, dan masuk ke surga ketika mereka mati. Sudut pandang dan kebutuhan mereka menegaskan esensi permusuhan mereka terhadap kebenaran" ("Mereka Tidak Percaya pada Keberadaan Tuhan dan Menyangkal Esensi Kristus (Bagian Satu)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Setiap kata dari Tuhan benar-benar akurat. Saat merenung, aku sadar aku selalu merasa Tuhan harus membalasku, memberkatiku untuk semua yang telah kulakukan dalam imanku, bahwa Dia harus menjaga keluargaku aman dan sehat. Jadi, saat melihat putraku membaik setelah operasi, aku merasa itu berkat Tuhan, aku bersyukur dan penuh pujian. Namun, saat putraku memburuk lagi, aku ingin Tuhan membuat mukjizat untuk menyembuhkan dia. Saat Tuhan tidak melakukan yang kuinginkan, aku berubah dari gembira menjadi murka, marah kepada Tuhan karena tidak memperhitungkan semua pengorbananku untuk melindungi dan menyembuhkan putraku. Aku bahkan menyesali semua yang telah kuberikan. Suasana hatiku hanya bergantung pada apa aku mendapatkan atau kehilangan sesuatu. Dalam imanku, aku tidak menyembah dan tunduk kepada Tuhan sebagai Pencipta, tetapi melihat Dia sebagai objek untuk memenuhi tuntutanku dan memberkatiku. Apa bedanya itu dengan orang tidak percaya yang menyembah Buddha atau Kwan Im? Itu bukanlah orang percaya sejati! Tuhan telah berinkarnasi dan datang ke bumi dua kali, menanggung penghinaan luar biasa, kecaman, penentangan, pemberontakan, dan kesalahpahaman orang-orang. Ini semua untuk memberi kita firman dan kebenaran-Nya agar itu menjadi hidup kita, agar kita hidup berdasarkan firman Tuhan dan terhindar dari kerusakan, lalu kita akhirnya diselamatkan. Tuhan telah membayar harga yang begitu mahal untuk umat manusia. Aku telah menikmati begitu banyak kasih karunia dan berkat Tuhan selama bertahun-tahun imanku, mendapatkan penyiraman dan makanan dari begitu banyak kebenaran. Namun, aku tidak tulus terhadap Tuhan sama sekali. Itu sangat menyakitkan dan mengecewakan bagi-Nya! Aku mulai merasa makin berutang kepada Tuhan, lalu berlutut di hadapan-Nya dengan air mata penyesalan dan rasa bersalah mengalir di wajahku. Aku berdoa dan bertobat kepada Tuhan, berkata, "Ya Tuhan, selama ini aku menjadi orang percaya tanpa mengejar kebenaran. Aku belum bisa menjadi saksi bagi-Mu untuk penyakit putraku, justru mengecewakan-Mu. Tuhan, aku berutang kepada-Mu. Aku ingin bertobat kepada-Mu, dan entah anakku sembuh atau tidak, aku siap tunduk pada penataan dan pengaturan-Mu. Tolong beri aku kepercayaan dan tetap bersamaku." Aku merasa beban yang sangat berat telah terangkat dariku setelah doa itu. Aku merasa jauh lebih ringan dan tidak secemas dahulu tentang penyakit putraku.

Suatu hari aku membaca kutipan firman lain dari Tuhan yang memberiku pemahaman baru tentang semua ini. "Tidak ada hubungan antara tugas manusia dan apakah dia diberkati atau dikutuk. Tugas adalah apa yang manusia harus penuhi; itu adalah panggilan surgawinya, dan seharusnya tidak bergantung pada imbalan jasa, kondisi, atau nalar. Baru setelah itulah dia bisa dikatakan melakukan tugasnya. Diberkati adalah ketika orang disempurnakan dan menikmati berkat Tuhan setelah mengalami penghakiman. Dikutuk adalah ketika wataknya tidak berubah setelah mereka mengalami hajaran dan penghakiman, itu adalah ketika mereka tidak mengalami proses disempurnakan tetapi dihukum. Namun terlepas dari apakah mereka diberkati atau dikutuk, makhluk ciptaan harus memenuhi tugasnya, melakukan apa yang seharusnya dilakukan, dan melakukan apa yang mampu dilakukannya; inilah yang setidaknya harus dilakukan oleh orang yang mengejar Tuhan. Engkau tidak seharusnya melakukan tugasmu hanya untuk diberkati, dan engkau tidak seharusnya menolak untuk bertindak karena takut dikutuk. Kuberitahukan satu hal kepadamu: pelaksanaan tugas manusia adalah apa yang harus dia lakukan, dan jika dia tidak mampu melaksanakan tugasnya, maka ini adalah pemberontakannya. Melalui proses melakukan tugasnyalah manusia secara berangsur-ansur akan diubahkan, dan melalui proses inilah dia menunjukkan kesetiaannya. Karena itu, semakin banyak tugas yang mampu kaulakukan, semakin banyak kebenaran yang akan kauterima, dan akan semakin nyata pengungkapanmu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perbedaan antara Pelayanan Tuhan yang Berinkarnasi dan Tugas Manusia"). Ini menunjukkan kepadaku bahwa melakukan tugas tidak ada hubungannya dengan diberkati atau dikutuk. Sebagai makhluk ciptaan, aku harus melakukan tugasku untuk membalas kasih Tuhan. Itu benar dan tepat. Seperti orang tua yang membesarkan anak-anak hingga dewasa—anak-anak mereka harus berbakti. Seharusnya itu bukan tentang mewarisi properti, tidak boleh bersyarat. Itu hal paling mendasar yang harus dilakukan seseorang. Namun, aku tidak memikirkan cara membalas kasih Tuhan dalam tugasku. Sebaliknya, aku ingin memakai tugas yang Tuhan berikan sebagai modal membuat kesepakatan dengan Tuhan, memohon kasih karunia dan berkat dari Tuhan atas sedikit pengorbananku. Tanpa itu, aku menyalahkan Tuhan. Aku tidak punya hati nurani dan sungguh mengecewakan Tuhan. Setelah putraku sakit, aku penuh dengan tuntutan, selalu salah paham dan menyalahkan Tuhan. Pikiran ini benar-benar membuatku membenci diriku. Aku diam-diam memutuskan entah putraku membaik atau tidak, aku tidak akan pernah menyalahkan Tuhan lagi. Setelah itu putraku makin parah. Kesehatannya jelas menurun dari hari ke hari. Itu membuatku pilu, dan aku menderita, tetapi dalam hati, aku merasa jauh lebih bebas.

Lalu, suatu hari aku membaca ini dalam firman Tuhan: "Tuhan telah sepenuhnya merencanakan asal-usul, kemunculan, masa hidup, kesudahan semua makhluk ciptaan Tuhan, serta misi hidup mereka dan peran yang mereka mainkan di antara seluruh umat manusia. Tak seorang pun dapat mengubah hal-hal ini; ini adalah otoritas Sang Pencipta. Kemunculan setiap makhluk ciptaan, berapa lama mereka hidup, misi hidup mereka—semua hukum ini, masing-masing darinya, ditetapkan oleh Tuhan, sebagaimana Tuhan menetapkan orbit setiap benda angkasa; orbit mana yang diikuti benda-benda langit ini, selama berapa tahun, bagaimana mereka mengorbit, hukum-hukum apa yang mereka ikuti—semua ini telah ditetapkan oleh Tuhan sejak dahulu kala, tidak berubah selama ribuan, puluhan ribu, tahun. Ini ditetapkan oleh Tuhan, dan ini adalah otoritas-Nya" ("Hanya Dengan Mencari Kebenaran, Orang Bisa Mengetahui Perbuatan Tuhan" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Benar. Tuhan adalah Pencipta, dan umur kita ada di tangan-Nya. Berapa lama kita hidup, berapa banyak kita menderita, berapa banyak kita diberkati, semua ada di tangan Tuhan. Tuhan tidak akan memperpanjang umur seseorang hanya karena mereka melakukan perbuatan baik, dan tidak akan mengakhiri hidup lebih awal karena mereka melakukan banyak kejahatan. Entah seseorang baik atau jahat, saat waktu mereka yang telah digariskan habis, Tuhan akan mencabut nyawa mereka. Tidak ada yang bisa mengubah itu. Tuhan sudah lama menentukan berapa panjang umur putraku. Apa pun yang Dia lakukan benar, dan aku hanya harus tunduk pada penataan dan pengaturan-Nya. Memahami ini meringankan sedikit rasa sakitku. Aku tahu bagaimanapun keadaan putraku, aku harus melakukan tugas makhluk ciptaan dan membalas kasih Tuhan.

Pada bulan Maret tahun ini, aku mengucapkan selamat tinggal kepada putraku untuk selamanya. Namun, berkat bimbingan firman Tuhan, aku bisa menghadapi kepergiannya dengan tepat dan penderitaanku berkurang. Selama dua tahun ini, sejak putraku pertama kali sakit, aku sudah banyak menderita, tetapi dengan melalui semua ini aku melihat tujuan tercela dan kerusakanku untuk mengejar berkat dalam imanku. Aku melihat betapa rusaknya aku oleh Iblis, dan jika kerusakan ini tidak diselesaikan, aku akan terus menyalahkan dan menentang Tuhan. Pengalaman ini benar-benar menunjukkan kepadaku kesulitan ini menguntungkanku dalam hidupku. Makin banyak perbuatan Tuhan menyimpang dari gagasan kita, makin banyak kebenaran yang harus dicari di sana, dan makin penting itu untuk penyelamatan kita.

Sebelumnya: Tugasmu Bukan Kariermu

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Mengapa Aku Takut Kalah?

Oleh Saudari Rena, Filipina Juni 2019, aku menerima pekerjaan baru Tuhan, lalu aku mulai menyirami petobat baru. Beberapa petobat baru...