Bagaimana Aku Meninggalkan Emosi Negatifku

26 November 2024

Pada bulan Oktober 2022, aku dan Shelley terpilih menjadi pemimpin gereja. Karena kami baru mulai berlatih dan belum terbiasa dengan banyak tugas, kami selalu mendiskusikan segala sesuatunya bersama. Setelah beberapa waktu, pekerjaan kami mulai menunjukkan hasil. Shelley memiliki kualitas yang cukup baik. Setiap kali pemimpin mengajukan pertanyaan, dia bisa meresponsnya dengan cepat. Sering kali, pemimpin juga setuju dengan jawabannya. Akibatnya, pemimpin mengutamakan pendapat Shelley dalam banyak hal, sementara aku tampak seperti orang yang tidak dibutuhkan dan duduk di samping. Aku berpikir, "Shelley memiliki kualitas yang baik, dan pemimpin cukup menghargainya, sedangkan sekian lama aku tidak mengatakan apa-apa. Mungkin pemimpin sudah menyadari kekuranganku dan berpikir bahwa aku hanya mampu melakukan pekerjaan tambahan." Aku merasa agak putus asa, tetapi kemudian aku berpikir bahwa karena aku baru mulai berlatih dan kualitasku tidak begitu baik, wajar jika aku belum digunakan untuk pekerjaan penting. Aku menghibur diri, dan perasaan itu pun berlalu.

Belakangan, jumlah pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kami pun bertambah. Saat membagi tugas, pemimpin memanggil kami berdua. Namun, ketika harus melaksanakan tugas-tugas yang lebih menantang, pemimpin secara khusus meminta Shelley untuk menindaklanjutinya, dan jarang menyebut namaku. Paling-paling, pemimpin hanya berkata, "Shelley, kau dan yang lainnya bisa menindaklanjuti tugas ini." Dari luarnya, aku berpura-pura tidak peduli, tetapi batinku terasa kacau: "Aku selalu menjadi yang diabaikan, hanya bagian dari 'yang lainnya'. Aku seolah tidak ada di benak pemimpin sama sekali. Tidak ada yang bisa kulakukan; bagaimanapun juga, kualitasku tidak sebaik Shelley. Aku hanya akan melakukan apa yang kubisa." Setelah itu, aku menjadi makin pasif dalam menindaklanjuti tugas-tugas dan tidak mau banyak terlibat dalam pekerjaan yang menjadi tanggung jawab Shelley. Ketika dia datang untuk berdiskusi tentang pekerjaan, aku menanggapinya dengan setengah hati. Kadang ketika semua orang aktif berdiskusi tentang suatu masalah, aku pun merasa seperti orang luar, hampir tidak berbicara sepanjang siang. Kadang-kadang aku punya beberapa ide, tetapi aku tidak yakin apakah ide-ide itu benar-benar tepat. Jika yang kukatakan salah, bukankah aku akan mempermalukan diriku sendiri? Setelah merenungkannya, aku memutuskan untuk tidak berbicara. Dengan demikian, aku pun makin merasa bahwa kualitasku buruk dan tidak banyak berguna, jadi aku tidak mau lagi bertanggung jawab atas begitu banyak pekerjaan. Kemudian aku mengalihkan fokusku ke pekerjaan penyiraman. Saat itu, gereja kekurangan seorang pemimpin kelompok penyiraman, dan aku teringat akan Saudari Rose, yang sebelumnya mendapatkan beberapa hasil dalam menyirami orang percaya baru. Namun, saudara-saudari melaporkan bahwa dia tidak menanggung beban dalam tugasnya dan tidak cocok menjadi pemimpin kelompok. Aku ingin mendiskusikan ini dengan Shelley, tetapi melihat betapa sibuk dirinya, aku pun tidak membicarakannya, karena takut dia akan berkata bahwa kualitasku terlalu buruk sebab aku bahkan tidak mampu menangani tugas kecil ini. Aku berpikir, "Rose memiliki kualitas yang baik dan bisa bersekutu untuk menyelesaikan beberapa masalah. Meskipun saat ini dia mungkin tidak menanggung beban karena dikekang oleh suaminya, jika aku lebih banyak menindaklanjuti dan bersekutu, seharusnya itu tidak akan menghambat pekerjaan." Jadi, aku memilih Rose sebagai pemimpin kelompok penyiraman. Namun beberapa hari kemudian, aku mengetahui bahwa Rose meninggalkan tugasnya dan pulang karena dikekang oleh suaminya. Saat mendengar ini, aku merasa lumpuh, berpikir, "Tamat sudah. Akulah yang telah memilihnya. Bukankah ini menunjukkan bahwa aku tidak bisa menilai dengan benar? Bahkan ketika mengerjakan sebuah tugas kecil saja aku membuat kesalahan; ini sungguh buruk. Jika ini menunda penyiraman orang-orang percaya baru, aku akan mengacaukan pekerjaan gereja." Makin aku memikirkannya, makin aku merasa buruk, merasa yakin bahwa aku tidak mampu melakukan apa pun dengan baik. Mengingat bahwa aku memiliki kekurangan dalam hal kualitas, tidak bisa menilai dengan baik, serta tidak bisa memahami sesuatu dengan jelas, aku harus segera mengundurkan diri sebelum menimbulkan lebih banyak kerugian bagi saudara-saudari dan menunda pekerjaan gereja. Jadi, aku menulis surat pengunduran diri dan mengirimkannya kepada pemimpin dan Shelley. Tak lama kemudian, Shelley mengirimkan sebuah bagian firman Tuhan kepadaku: "Dalam keadaan atau lingkungan kerja apa pun, orang terkadang melakukan kesalahan, dan ada area-area di mana kualitas, wawasan, dan sudut pandang mereka tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ini wajar, dan engkau harus belajar bagaimana menanganinya dengan benar. Bagaimanapun juga, apa pun penerapanmu, engkau harus menghadapinya dan menanganinya dengan benar dan aktif. Jangan menjadi depresi, merasa negatif atau tertekan ketika menghadapi sedikit kesulitan, dan jangan tenggelam dalam emosi negatif. Tidak perlu sampai seperti itu, jangan terlalu mempermasalahkannya. Yang harus kaulakukan adalah segeralah merenungkan dirimu sendiri, dan pastikan apakah ada masalah dengan keahlian profesionalmu atau apakah ada masalah dengan niatmu. Selidiki apakah ada ketidakmurnian dalam tindakanmu atau ini adalah akibat engkau memiliki gagasan tertentu. Renungkanlah semua aspeknya. Jika masalahnya adalah karena engkau kurang mahir, engkau dapat terus belajar, mencari seseorang untuk membantumu mencari solusi, atau berkonsultasi dengan orang-orang di bidang yang sama. Jika ada beberapa niat yang salah di dalamnya, yang termasuk masalah yang dapat diselesaikan dengan menggunakan kebenaran, engkau dapat mencari pemimpin gereja atau seseorang yang memahami kebenaran untuk berkonsultasi dan bersekutu dengannya. Bicarakanlah dengan mereka tentang keadaanmu saat ini dan izinkan mereka untuk membantumu menyelesaikannya. Jika itu adalah masalah yang berkaitan dengan gagasanmu, setelah engkau memeriksa dan menyadarinya, engkau dapat menganalisis dan memahaminya, lalu berbalik darinya dan memberontak terhadapnya. Bukankah hanya itu saja yang perlu kaulakukan? Masih ada hari esok untukmu, matahari akan kembali terbit esok hari, dan engkau harus melanjutkan hidupmu. Karena engkau masih hidup, karena engkau adalah manusia, engkau harus terus melaksanakan tugasmu. Selama engkau masih hidup dan mampu berpikir, engkau harus berusaha melaksanakan tugasmu dan menyelesaikannya. Ini adalah tujuan yang tidak boleh berubah sepanjang hidup seseorang. Kapan pun, kesulitan apa pun yang kauhadapi, apa pun yang kauhadapi, engkau tidak boleh merasa tertekan. Jika engkau merasa tertekan, engkau akan mengalami stagnasi dan dikalahkan. Orang seperti apa yang selalu merasa tertekan? Orang lemah dan bodohlah yang sering kali merasa tertekan" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (6)"). Setelah membaca firman Tuhan, hatiku terasa begitu hangat. Tuhan berkata bahwa ketika orang melaksanakan tugasnya, ada kalanya mereka mungkin bingung, melakukan kesalahan, atau melanggar prinsip karena tidak memahami kebenaran. Jadi, ketika muncul masalah yang menyebabkan beberapa kerugian pada pekerjaan, atau ketika orang dipangkas, semua itu normal dan harus ditangani dengan benar. Yang terpenting adalah belajar dari kegagalan, merenungkan diri, bertobat, dan berubah. Jika kerugian terhadap pekerjaan disebabkan oleh tindakan yang didasari watak rusak, orang harus mencari kebenaran untuk mengatasi watak yang rusak tersebut. Jika pekerjaan tidak efektif karena kurangnya keterampilan, orang harus segera mempelajarinya atau berkonsultasi dengan orang yang lebih terampil. Jika, hanya karena ada penyimpangan atau kesalahan ini, orang berpikir bahwa dirinya sudah tersingkap dan kemudian menjadi negatif serta membatasi diri, dan bahkan tidak mau melaksanakan tugasnya, ini menunjukkan bahwa mereka bodoh dan lemah. Aku merenungkan masalah tentang memilih Rose dan menyadari bahwa aku terlalu memperhatikan reputasi dan statusku sendiri. Selama bekerja sama dengan Shelley, karena aku merasa selalu tersisih, aku ingin menyelesaikan tugas secara mandiri untuk membuktikan bahwa aku masih memiliki kemampuan dalam bekerja. Oleh karena itu, dalam hal memilih pemimpin kelompok penyiraman, meskipun aku jelas-jelas tidak memahami prinsip dan tidak dapat mengenali orang dengan benar, karena aku takut jika bertanya kepada saudara-saudari, mereka mungkin berpikir bahwa aku benar-benar tidak kompeten karena tidak mampu menangani tugas sekecil ini, aku memilih Rose berdasarkan imajinasiku sendiri. Aku tidak mampu mengenali orang dengan benar dan tidak mengikuti prinsip dalam memilih serta menggunakan mereka. Sebenarnya, rumah Tuhan sudah lama bersekutu bahwa saat memilih dan menggunakan orang, kami harus berkonsultasi dan bertanya kepada mereka yang mengetahui latar belakangnya untuk memastikan bahwa orang yang dipilih memiliki rasa tanggung jawab dan kualitas sebelum membina mereka, dan begitu ditemukannya masalah dengan seseorang, kami harus segera menyelidiki untuk memahami situasinya. Jika kami tidak dapat melihatnya dengan jelas, kami harus mencari pendapat dari seseorang yang memahami kebenaran. Hanya dengan cara inilah kita dapat memilih dan menggunakan orang dengan lebih akurat. Namun, demi melindungi kesombongan dan statusku, aku mengangkat Rose menurut kehendakku sendiri. Aku bertindak sewenang-wenang dan sangat tidak bertanggung jawab terhadap pekerjaan. Sekarang setelah pekerjaan tertunda, aku seharusnya segera memikirkan cara untuk menyelesaikan masalahnya, bukan malah tenggelam dalam keputusasaan dan menganggap diriku tidak berguna. Dengan melakukan itu, aku telah menghindari tanggung jawabku. Aku begitu egois!

Dalam sebuah pertemuan, aku membaca sebuah bagian firman Tuhan yang sangat menolongku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Jika engkau adalah orang yang memiliki tekad, jika engkau mampu memperlakukan tanggung jawab dan kewajiban yang seharusnya orang pikul, hal-hal yang harus dilakukan oleh orang dengan kemanusiaan yang normal, dan hal-hal yang harus dicapai orang dewasa sebagai sasaran dan tujuan dari pengejaranmu, dan jika engkau mampu memikul tanggung jawabmu, maka sekalipun engkau harus banyak membayar harga dan menderita, engkau tidak akan mengeluh, dan selama engkau meyakini bahwa semua itu adalah tuntutan dan maksud Tuhan, engkau akan mampu menanggung penderitaan apa pun dan melaksanakan tugasmu dengan baik. Pada waktu seperti ini, seperti apakah keadaan pikiranmu? Itu akan berbeda; engkau akan merasakan kedamaian dan ketenangan di dalam hatimu, dan engkau akan mengalami kenikmatan. Jadi, hanya dengan berusaha untuk hidup dalam kemanusiaan yang normal, dan mengejar tanggung jawab, kewajiban, dan misi yang seharusnya dipikul dan dilakukan oleh orang yang memiliki kemanusiaan yang normal, barulah orang akan merasakan kedamaian dan sukacita di dalam hatinya, dan mereka akan mengalami kenikmatan. Mereka bahkan belum mencapai titik di mana mereka sedang melaksanakan tugas berdasarkan prinsip dan memperoleh kebenaran, tetapi mereka telah mengalami beberapa perubahan. Orang-orang semacam itu adalah orang yang memiliki hati nurani dan nalar; mereka adalah orang-orang jujur yang mampu mengatasi kesulitan apa pun dan melaksanakan tugas apa pun. Mereka adalah prajurit Kristus yang baik, mereka telah menjalani pelatihan, dan tidak ada kesulitan yang dapat mengalahkan mereka. Katakan kepada-Ku, bagaimana menurutmu perilaku yang seperti itu? Bukankah orang-orang ini memiliki kekuatan? (Ya.) Mereka memiliki kekuatan, dan orang-orang mengagumi mereka. Apakah orang-orang semacam itu masih merasa tertekan? (Tidak.) Jadi, bagaimana mereka mengubah perasaan tertekan ini? Apa yang menyebabkan perasaan tertekan ini tidak akan menyusahkan atau tidak akan mereka alami? (Itu karena mereka mencintai hal-hal positif dan terbeban dalam tugas mereka.) Benar, ini adalah tentang orang yang melakukan pekerjaannya dengan semestinya. ... Jika orang melakukan pekerjaannya dengan semestinya serta menempuh jalan yang benar, emosi-emosi ini tidak akan muncul. Meskipun terkadang mereka mengalami perasaan tertekan karena keadaan khusus yang sesaat, itu hanya akan menjadi suasana hati sesaat, karena orang yang memiliki cara hidup dan sudut pandang yang benar terhadap kehidupan akan dengan segera mengganti emosi-emosi negatif ini. Hasilnya, engkau tidak akan sering terperangkap dalam perasaan tertekan. Ini berarti perasaan tertekan seperti itu tidak akan mengganggumu. Engkau mungkin mengalami suasana hati yang buruk untuk sesaat, tetapi engkau tidak akan terperangkap di dalamnya. Ini menyoroti pentingnya mengejar kebenaran. Jika engkau berusaha untuk melakukan pekerjaanmu dengan semestinya, jika engkau memikul tanggung jawab yang seharusnya dipikul oleh orang dewasa, dan berusaha memiliki cara hidup yang normal, baik, positif, dan proaktif, engkau tidak akan memiliki emosi-emosi negatif ini. Perasaan tertekan ini tidak akan kaualami atau tetap tinggal dalam dirimu" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (5)"). Setelah membaca firman Tuhan, aku merasa sangat malu. Dari firman Tuhan, aku melihat bahwa orang dewasa dan mereka yang melakukan pekerjaan yang semestinya selalu mengarahkan pikirannya kepada hal-hal yang benar. Setiap hari, yang mereka pikirkan adalah hal-hal yang terkait dengan tugas mereka, seperti bagaimana melaksanakan tugas mereka dengan baik, apa saja masalah yang masih ada dalam tugasnya, bagaimana melakukan pekerjaan dengan lebih baik, dan sebagainya. Sekalipun mungkin ada beberapa penyimpangan atau kesalahan dalam tugas mereka, dan mereka mungkin menghadapi kemunduran serta menjadi lemah atau putus asa untuk sementara waktu, mereka tidak terus-menerus terjebak dalam emosi negatif, tetapi sebaliknya, mereka akan aktif mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalahnya. Namun, saat ini, aku seperti orang tidak berguna yang tidak dapat mengemban tanggung jawab. Ketika menghadapi beberapa kemunduran, aku menjadi negatif dan menyerah, tanpa sedikit pun ketabahan yang seharusnya dimiliki oleh orang dewasa. Selain itu, hal ini juga menunjukkan bagaimana aku gagal menangani apa yang seharusnya kulakukan belakangan ini. Sejak menerima pekerjaan gereja, melihat bahwa saudari yang bekerja sama denganku lebih baik dariku dalam berbagai aspek, aku merasa bahwa kualitasku kurang baik dan aku tidak dihargai. Jadi, aku sangat berharap ada kesempatan untuk membuktikan kemampuanku. Ketika pemimpin mengadakan pertemuan dengan kami, aku terus mengamati ekspresinya dan mencoba menilai dari nada bicaranya apakah dia menghargaiku atau tidak. Jika pemimpin secara khusus memintaku melakukan beberapa pekerjaan, aku merasa senang, berpikir bahwa pemimpin menghargaiku, dan aku pun termotivasi untuk melaksanakan tugasku. Namun, jika pemimpin memberikan tanggung jawab utama kepada saudari yang menjadi rekan kerjaku, aku merasa diremehkan. Keinginanku akan reputasi dan status membuatku merasa tertekan ketika itu tidak terpenuhi. Ketika aku bekerja bersama dengan saudara-saudari, pikiranku tidak fokus pada tugasku, tetapi pada seberapa banyak mereka menyetujui perkataanku. Terkadang, ketika aku mengemukakan sebuah sudut pandang dan tidak ada yang merespons, aku merasa tidak nyaman. Jika mereka memberikan saran yang berlawanan, aku menjadi lebih negatif lagi dan menganggap bahwa kualitasku terlalu rendah, bahkan enggan ikut serta dalam diskusi. Terutama mengenai masalah Rose, meskipun tidak mampu mengenali orang dengan benar, aku bertindak sembrono sekehendak hatiku sendiri, dan setelah melakukan kesalahan, aku tidak merenungkan diri sendiri, tetapi terpuruk dalam emosi negatif dan ingin mengundurkan diri. Semua ini terjadi karena dalam melaksanakan tugas, aku tidak melakukan pekerjaan dengan benar, tetapi selalu mengejar reputasi dan status. Pikiran dan perhatianku hanya tertuju pada reputasi dan statusku. Ketika aku tidak dikagumi orang lain, aku menjadi negatif dan tertekan, bahkan mengesampingkan pekerjaan gereja. Jika bersikap seperti ini, aku sama sekali tidak dapat melaksanakan tugasku dengan baik. Sikap ini benar-benar dibenci oleh Tuhan. Aku ingat Tuhan berfirman: "Khususnya bagi mereka yang saat ini sedang melaksanakan tugas mereka di rumah Tuhan, apakah mereka ada waktu untuk merasa tertekan? Tidak ada waktu. Jadi, ada apa dengan mereka yang merasa tertekan, mengalami suasana hati yang buruk, dan merasa sedih atau tertekan setiap kali mereka menghadapi sesuatu yang sedikit tidak menyenangkan? Mereka merasa tertekan karena tidak menyibukkan diri dengan hal-hal yang benar dan mereka sangat menganggur" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (5)"). Melihat bahwa saudara-saudari di sekitarku sibuk melaksanakan tugasnya sementara aku masih saja mengkhawatirkan reputasi dan statusku, bukannya mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah-masalah ini, malah makin bersikap negatif dan menentang, aku menyadari bahwa aku bukanlah orang yang mengejar kebenaran. Terutama ketika aku memikirkan bagaimana Shelley menyebutkan bahwa pekerjaan penginjilan yang menjadi tanggung jawabnya tidak berhasil baik, dan semua orang hidup dalam kesulitan, dan bahwa dia sangat berharap kami bisa sehati sepikir untuk mengatasi kesulitan ini bersama-sama, aku merasa sangat bersalah dan tertekan. Tuhan mengatur lingkungan bagi kami untuk bekerja sama dalam bertanggung jawab atas pekerjaan gereja, tetapi alih-alih fokus pada bagaimana melaksanakan tugas dengan baik, aku terjebak dalam pemikiranku yang picik, menjadi negatif, menarik diri, dan ingin mengundurkan diri. Aku benar-benar tidak memiliki kemanusiaan! Aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, aku terlalu egois. Ada begitu banyak kesulitan dalam pekerjaan gereja saat ini, tetapi aku tidak memedulikan hal-hal yang semestinya kukerjakan, dan malah bersaing dengan saudari itu setiap hari. Ketika aku tidak bisa menjadi lebih baik dari dia, aku menjadi negatif. Dalam hati, aku merasa seperti lubang limbah, tanpa ada sedikit pun pengejaran yang positif. Aku tidak hanya membuat diriku sendiri menderita, tetapi juga menunda pekerjaan gereja. Sekarang aku telah menyadari masalahku. Meskipun kualitasku tidak terlalu baik, aku seharusnya berusaha sebaik-baiknya untuk menjalin kerja sama yang harmonis dengan saudari tersebut. Setidaknya, aku tidak boleh membuat pekerjaan jadi tertunda karena sikapku. Kiranya Engkau memeriksa hatiku; aku bersedia bertobat!" Setelah itu, sikapku menjadi lebih aktif dalam melaksanakan tugas. Aku mulai secara proaktif berdiskusi dan menyelesaikan masalah pekerjaan bersama Shelley. Untuk beberapa tugas sulit yang dahulu kutakuti, aku berdoa kepada Tuhan dan berpartisipasi sebaik mungkin. Ketika aku melihat kesulitan dalam tugas orang lain, jika aku tidak bisa banyak membantu, aku mencari seseorang yang memahami kebenaran untuk bekerja sama menyelesaikannya. Terkadang, meskipun pemimpin secara khusus meminta Shelley untuk menindaklanjuti sebuah tugas, tanpa menyebut namaku, selama Shelley berkomunikasi denganku, aku berpartisipasi dan memberikan saran, tanpa peduli apakah pemimpin akan memperhatikannya atau tidak. Aku berlatih melakukan berbagai hal di hadapan Tuhan, fokus melaksanakan setiap tugas dengan sungguh-sungguh, dan percaya bahwa yang terpenting adalah menerapkan kebenaran dan memuaskan Tuhan. Ketika aku dengan sadar memberontak terhadap niatku sendiri dan memusatkan hatiku pada tugas-tugasku setiap hari, aku merasa teguh dan mulai sedikit keluar dari emosi negatifku.

Beberapa saat kemudian, aku mengalami pemangkasan dan kembali terpuruk dalam emosi negatif. Saat itu, pemimpin memintaku untuk mengatur beberapa materi. Karena kurang pengalaman, aku bekerja sama dengan saudara-saudari untuk menyelesaikannya. Setelah kami menyelesaikan drafnya, pemimpin merasa bahwa hasilnya bagus setelah membacanya, tetapi dia menyarankan untuk menambahkan beberapa detail di beberapa bagian. Aku senang karena melihat bahwa tidak ada masalah besar, berpikir bahwa tugas itu sudah dikerjakan dengan baik, penambahan detail tidaklah sulit, dan akan lebih baik jika isinya ditambah sedikit lagi. Jadi, aku tidak mempersekutukan prinsip-prinsip tersebut dengan saudara-saudari. Tak disangka, setelah dilakukan penambahan, pemimpin merasa bahwa isi yang baru itu bertele-tele dan membingungkan, yang membuat isinya menjadi makin buruk. Dia bertanya apakah kami sudah memikirkannya dengan cermat dan benar-benar memahami masalahnya. Lalu dia meminta orang lain untuk menyusun ulang materi tersebut. Mendengar hal ini, aku tertegun, "Aku ingin mengerjakannya dengan baik, tetapi mengapa hasilnya jadi begini?" Setelah merenungkannya, aku merasa bahwa penyebabnya masih karena kualitasku yang buruk dan pemahamanku yang dangkal akan kebenaran. Kupikir aku bisa menangani beberapa urusan pekerjaan umum, tetapi ketika menghadapi pekerjaan yang membutuhkan pemahaman akan kebenaran, aku tidak mampu. Sekarang, bukannya aku sengaja ingin mundur; aku benar-benar punya kemauan tetapi tidak memiliki kemampuan. Setelah itu, aku menjadi ragu untuk bekerja sama dalam pekerjaan tersebut. Ketika aku melihat beberapa masalah pekerjaan, aku ingin menunjukkannya tetapi kemudian aku menyangkal diriku sendiri, berpikir, "Dengan kualitasku yang buruk, bisakah aku menemukan masalah? Mampukah aku melakukan pekerjaan ini? Kualitasku buruk dan aku tidak mampu mengenali berbagai hal dengan benar, jika tidak demikian, pekerjaan ini tidak akan dikerjakan sedemikian buruknya; jadi, lebih baik aku tidak menunjukkan masalah orang lain." Akibatnya, aku kembali terpuruk dalam emosi negatif, menjadi pasif dalam tugas-tugasku, terus-menerus mengkhawatirkan prospek dan masa depanku, dan tidak bisa menenangkan hatiku.

Hingga pada suatu pertemuan, aku membaca satu bagian firman Tuhan yang membantuku memperbaiki keadaanku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Semua hal yang muncul setiap hari, baik besar maupun kecil, yang bisa mengguncangkan keteguhan hatimu, menguasai hatimu, atau mengekang kemampuanmu untuk melakukan tugasmu dan gerak majumu, semua itu membutuhkan penanganan yang tekun; engkau harus memeriksa semua hal ini dengan saksama dan mencari kebenaran. Semua ini adalah masalah yang harus diselesaikan saat engkau mengalaminya. Beberapa orang menjadi negatif, mengeluh, dan berhenti melakukan tugas mereka saat menghadapi kesulitan, dan mereka tidak mampu bangkit kembali sesudah setiap kemunduran. Semua orang ini adalah orang-orang bodoh yang tidak mencintai kebenaran, dan mereka tidak akan memperoleh kebenaran bahkan dengan beriman seumur hidup. Bagaimana orang-orang bodoh seperti itu bisa mengikuti hingga akhir? Jika hal yang sama terjadi pada dirimu sepuluh kali, tetapi engkau tidak mendapatkan apa pun darinya, maka engkau adalah orang yang kurang baik, orang yang tidak berguna. Orang yang cerdik dan orang yang benar-benar berkualitas yang memiliki pemahaman rohani adalah para pencari kebenaran; jika sesuatu terjadi pada mereka sepuluh kali, maka, mungkin dalam delapan dari kasus-kasus tersebut, mereka akan mampu mendapatkan pencerahan, memetik sedikit pelajaran, memahami beberapa kebenaran, dan membuat sedikit kemajuan. Ketika sesuatu menimpa orang bodoh sepuluh kali—orang yang tidak memiliki pemahaman rohani—tidak sekali pun hal tersebut akan bermanfaat bagi hidup mereka, tidak sekali pun hal itu akan mengubah mereka, dan tidak sekali pun hal itu akan membuat mereka mengetahui wajah buruk mereka, di mana itulah akhir bagi mereka. Setiap kali sesuatu terjadi pada mereka, mereka jatuh, dan setiap kali mereka jatuh, mereka membutuhkan orang lain untuk mendukung dan membujuk mereka; tanpa didukung dan dibujuk, mereka tak mampu bangkit, dan setiap kali sesuatu terjadi, mereka berisiko jatuh dan mengalami kemunduran. Bukankah ini berarti mereka sudah berakhir? Apakah ada alasan lain bagi orang-orang yang tidak berguna seperti itu untuk diselamatkan? Keselamatan Tuhan bagi umat manusia adalah keselamatan bagi mereka yang mencintai kebenaran, keselamatan bagi bagian dari diri mereka yang memiliki kemauan dan ketetapan hati, dan bagian dari diri mereka yang mendambakan kebenaran dan keadilan di dalam hati mereka. Ketetapan hati manusia adalah bagian dari diri mereka di dalam hatinya yang mendambakan keadilan, kebaikan, dan kebenaran, dan memiliki hati nurani. Tuhan menyelamatkan bagian ini dari manusia, dan melaluinya, Dia mengubah watak rusak mereka, sehingga mereka bisa memahami dan memperoleh kebenaran, sehingga kerusakan mereka bisa ditahirkan, dan watak hidup mereka bisa diubahkan. Jika engkau tidak memiliki hal-hal ini dalam dirimu, engkau tidak bisa diselamatkan. ... Ada orang-orang yang merasa kualitas mereka terlalu rendah dan mereka tidak memiliki kemampuan untuk memahami, jadi mereka membatasi diri mereka sendiri, dan merasa sekeras apa pun mereka mengejar kebenaran, mereka tidak akan mampu memenuhi tuntutan Tuhan. Mereka pikir sekeras apa pun mereka berusaha, itu tidak berguna, sesederhana itu, jadi mereka selalu negatif, dan akibatnya, bahkan setelah bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, mereka belum memperoleh kebenaran sedikit pun. Tanpa berusaha keras mengejar kebenaran, engkau berkata bahwa kualitasmu terlalu rendah, engkau menganggap dirimu tidak ada harapan, dan engkau selalu hidup dalam keadaan negatif. Akibatnya, kebenaran yang seharusnya kaupahami tidak berhasil kaupahami, dan kebenaran yang seharusnya mampu kauterapkan juga tidak berhasil kauterapkan—bukankah itu berarti engkau sendirilah yang menghalangi dirimu? Jika engkau selalu berkata bahwa kualitasmu tidak cukup baik, bukankah ini berarti mengelak dan melalaikan tanggung jawab? Jika engkau mampu menderita, membayar harga, dan mendapatkan pekerjaan Roh Kudus, engkau pasti akan mampu memahami beberapa kebenaran dan masuk ke dalam beberapa kenyataan. Jika engkau tidak mencari atau mengandalkan Tuhan, dan menganggap dirimu tidak ada harapan tanpa berupaya atau membayar harga, dan menyerah begitu saja, maka engkau adalah orang yang tidak berguna, dan tidak memiliki sedikit pun hati nurani dan nalar. Entah kualitasmu rendah atau luar biasa, jika engkau memiliki sedikit hati nurani dan nalar, engkau seharusnya melakukan dengan baik apa yang harus kaulakukan dan apa yang menjadi misimu; menjadi seorang yang mangkir adalah hal yang buruk dan pengkhianatan terhadap Tuhan. Ini tidak dapat diubah. Mengejar kebenaran membutuhkan kemauan yang kuat, dan orang yang terlalu negatif atau lemah tidak akan mencapai apa pun. Mereka tidak akan mampu percaya kepada Tuhan hingga akhir, dan jika mereka ingin memperoleh kebenaran dan mencapai perubahan watak, harapan mereka akan sangat kecil. Hanya mereka yang memiliki tekad dan mengejar kebenaranlah yang bisa memperoleh kebenaran dan disempurnakan oleh Tuhan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Setelah membaca firman Tuhan, aku mengaitkannya dengan diriku sendiri. Aku menyadari bahwa saat menghadapi kemunduran dan kegagalan, aku selalu begitu rapuh dan negatif, merasa seperti selembar kertas yang kusut. Reaksi pertamaku adalah selalu berpikir, "Biarlah orang lain yang menanganinya," atau "Kualitasku terlalu rendah," dan kemudian aku menyerahkan pekerjaan itu kepada orang lain untuk diselesaikan. Dengan melakukan itu, aku tampak bersikap bijak dan sadar diri, padahal sebenarnya, aku sedang membatasi diri dan menyerah pada diriku sendiri. Ini menunjukkan bahwa aku tidak menerima atau mencintai kebenaran. Saat kita menghadapi kemunduran dan kegagalan, Tuhan ingin kita mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah dan membuat kemajuan. Tuhan menyempurnakan kita melalui kemauan dan kerinduan kita akan keadilan. Orang-orang yang mencintai kebenaran dan memiliki kualitas yang baik bersikap proaktif. Mereka pandai merangkum pengalaman dari kegagalan, memeriksa kekurangan dirinya, dan dapat memahami beberapa kebenaran melalui pencarian, memperoleh pemahaman diri, dan membuat kemajuan dalam hidup. Kali ini, ketika aku menghadapi pemangkasan, aku tidak menganalisis penyebab kegagalanku, tetapi malah mencari-cari alasan. Kurasa itu bukan karena aku tidak ingin melakukannya dengan baik, tetapi kualitasku yang buruklah yang menyebabkan begitu banyak masalah dalam melaksanakan tugasku. Implikasinya adalah bahwa aku telah melakukan yang terbaik sesuai dengan kemampuanku dan tidak ada yang perlu direnungkan. Namun setelah diperiksa lebih lanjut, benarkah aku tidak punya masalah sama sekali? Ketika pemimpin menunjukkan bahwa materi tersebut kurang mendetail, aku tidak merenungkannya atau mencari tetapi malah menambahkan banyak isi yang tidak penting berdasarkan imajinasiku, sehingga materi yang direvisi menjadi terlalu panjang dan tidak berbobot. Aku tidak mencari prinsip atau memikirkan cara untuk mendapatkan hasil yang lebih baik; aku hanya mengikuti aturan secara otomatis. Pendekatan seperti ini dalam melaksanakan tugasku hanyalah formalitas. Aku harus segera merangkum dan memperbaiki pendekatanku. Sejak awal, kualitasku kurang baik, dan jika setiap kali menghadapi kesulitan, aku bahkan tidak memiliki pola pikir yang proaktif dan hanya mundur dengan pasif, akan sulit bagiku untuk berkembang.

Kemudian, aku merenung mengapa aku selalu ingin melarikan diri ketika menghadapi kemunduran dan kegagalan. Setelah berpikir panjang, aku menyadari bahwa itu karena aku terlalu mengkhawatirkan reputasi serta statusku, dan aku tidak menempuh jalan yang benar dalam imanku kepada Tuhan. Aku teringat pada satu bagian di mana Tuhan menelaah antikristus. Firman Tuhan katakan: "Kecintaan antikristus akan reputasi dan status melampaui apa yang dirasakan oleh manusia normal, dan merupakan sesuatu yang ada dalam esensi watak mereka; itu bukanlah kesukaan pribadi yang sifatnya sementara ataupun efek sementara dari lingkungan mereka—itu adalah sesuatu yang ada dalam hidup mereka, dalam naluri mereka, dan dengan demikian, itulah esensi mereka. Dengan kata lain, dalam segala sesuatu yang antikristus lakukan, pertimbangan pertama mereka adalah reputasi dan status mereka sendiri, tidak ada yang lain. Bagi antikristus, reputasi dan status adalah hidup dan tujuan seumur hidup mereka. Dalam segala hal yang mereka lakukan, pertimbangan pertama mereka adalah: 'Apa yang akan terjadi dengan statusku? Lalu apa yang akan terjadi dengan reputasiku? Apakah melakukan hal ini akan memberiku reputasi yang baik? Apakah melakukan hal ini akan meningkatkan statusku di benak orang?' Itulah hal pertama yang mereka pikirkan, yang merupakan bukti yang cukup bahwa mereka memiliki watak dan esensi antikristus; mereka tak akan mempertimbangkan masalah ini dengan cara lain. Dapat dikatakan bahwa bagi antikristus, reputasi dan status bukanlah tuntutan tambahan, apalagi sesuatu yang sepele yang dapat mereka abaikan. Reputasi dan status adalah bagian dari natur para antikristus, kedua hal tersebut ada di dalam tulang mereka, dalam darah mereka, yang sudah menjadi bawaan lahiriah mereka. Para antikristus tidak acuh tak acuh apakah mereka memiliki reputasi dan status atau tidak; ini bukanlah sikap mereka. Lantas, apa sikap mereka terhadap kedua hal ini? Reputasi dan status berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari mereka, dengan keadaan sehari-hari mereka, dengan apa yang mereka kejar dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian bagi antikristus, reputasi dan status adalah hidup mereka. Bagaimanapun cara mereka hidup, di lingkungan mana pun mereka tinggal, pekerjaan apa pun yang mereka lakukan, apa pun yang mereka kejar, apa pun tujuan mereka, apa pun arah hidup mereka, semuanya berpusat pada memiliki reputasi yang baik dan status yang tinggi. Dan tujuan ini tidak berubah; mereka tak pernah mampu melepaskan hal-hal semacam ini. Inilah wajah para antikristus yang sebenarnya dan esensi mereka" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Tiga)). Tuhan berkata bahwa antikristus sangat menghargai reputasi dan status lebih dari orang normal, dan bahwa reputasi serta status adalah hal yang mereka kejar sepanjang hidupnya yang merupakan titik awal serta tujuan dari semua hal yang mereka lakukan. Ketika orang-orang menghormati dan memuji mereka, mereka termotivasi untuk melaksanakan tugasnya dan bersedia melakukan apa saja. Namun, begitu kekaguman orang terhadap mereka itu hilang, mereka menjadi negatif dan malas, bahkan merasa bahwa percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugas mereka adalah sia-sia. Pandanganku tentang pengejaran sama seperti pandangan antikristus. Ketika pendapatku bisa diakui dan diterima oleh semua orang, aku bisa melakukan pekerjaan secara proaktif. Namun, ketika saudari yang bekerja sama denganku dihargai dan aku selalu diabaikan, aku merasa begitu hilang arah dan terpuruk, kehilangan motivasi dalam melaksanakan tugasku. Ketika aku menghadapi lebih banyak kegagalan, aku makin menganggap diriku sebagai orang berkualitas buruk dan tidak cocok untuk pekerjaan itu, ingin melarikan diri. Aku selalu berpikir bahwa aku ingin mengundurkan diri karena aku benar-benar tidak kompeten untuk pekerjaan ini, dan itu menunjukkan bahwa aku memiliki kesadaran diri, padahal sebenarnya, itu karena aku terlalu menghargai reputasi dan statusku. Aku tahu bahwa dengan melaksanakan tugas ini, akan sulit bagiku untuk membanggakan diri, dan jika aku melanjutkan tugas ini, aku mungkin akan gagal dan makin banyak mengalami penyingkapan, dan orang lain akan memahami diriku sepenuhnya. Jadi, aku ingin beralih ke tugas yang lebih sederhana untuk mempertahankan reputasi dan statusku. Selama ini, baik dalam memilih tugas, sekolah, atau pekerjaan, kriteria utamaku adalah apakah hal itu bisa membuatku terlihat baik dan menonjol. Ketika mendaftar ke perguruan tinggi, ada sebuah universitas dengan jurusan yang bagus dan yang satu lagi memiliki jurusan yang relatif lebih lemah. Namun, guru-guru dari universitas kedua ini berulang kali mengundangku untuk mendaftar, dan aku merasa bahwa aku akan dihargai di sana. Akhirnya, aku memilih universitas dengan jurusan yang lebih lemah. Selama di universitas, hal yang sama terjadi. Aku mengerahkan upaya di mata kuliah yang gurunya menghargaiku dan menghindari mata kuliah di mana aku tidak dihargai. Sepanjang hidupku, aku telah menilai segala sesuatu berdasarkan apakah hal itu bisa memberiku reputasi dan status atau tidak. Aku menyukai tempat-tempat di mana aku bisa dihargai dan menonjol, dan aku menghindari tempat-tempat di mana aku akan diabaikan atau dipermalukan. Sekarang, aku menyadari bahwa kekhawatiranku akan reputasi dan status sangatlah kuat, dan itu telah mendarah daging dalam diriku, membuatku ingin terus mempertahankannya. Misalnya, sekarang, aku tahu betul bahwa menjadi seorang pemimpin berarti sering disingkapkan dan dipangkas, yang bermanfaat bagi pemahamanku tentang prinsip-prinsip kebenaran dan bagi jalan masuk kehidupanku. Namun, demi mempertahankan reputasi dan statusku, aku bahkan mempertimbangkan untuk melepaskan tugasku. Aku menyadari bahwa aku menghargai reputasi dan status lebih dari kebenaran, dan aku memperlihatkan watakku yang muak akan kebenaran. Jika aku terus mengejar seperti ini, apa yang akhirnya akan kudapatkan? Aku tidak akan bisa menggunakan keterampilanku atau membuat kemajuan dalam jalan masuk kehidupanku, dan pada akhirnya, aku hanya akan menjadi orang tak berguna yang dibenci dan disingkirkan oleh Tuhan. Saat itulah aku menyadari bahwa mengejar reputasi dan status akan membawaku ke jalan buntu, dan bahwa aku harus mencari kebenaran dan menghentikan pengejaranku akan reputasi dan status, membebaskan diri dari keadaan ini.

Kemudian, aku membaca satu bagian dari firman Tuhan dan menemukan cara untuk menerapkannya. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Apa hal terpenting yang harus menjadi fokus ketika percaya kepada Tuhan? Apakah kualitas seseorang tinggi atau rendah, apakah dia memiliki pemahaman rohani, atau seperti apa pemangkasan yang mereka hadapi. Semua ini tidaklah penting. Apa hal yang penting saat ini? Yang penting adalah bagaimana engkau semua memasuki kenyataan kebenaran. Untuk melakukan itu, apa hal paling mendasar yang harus dimiliki seseorang? Dia harus memiliki hati yang tulus. Apa yang dimaksud dengan tulus? Tulus berarti tidak licik ketika sesuatu menimpamu, tidak memikirkan kepentinganmu sendiri, tidak membuat rencana licik dan berkomplot dengan orang lain, dan tidak bermain curang dengan Tuhan. Jika engkau bisa menipu Tuhan dan tidak tulus terhadap-Nya, engkau benar-benar akan tamat, dan Tuhan tidak akan menyelamatkanmu, jadi apa gunanya memahami kebenaran? Engkau mungkin memiliki pemahaman rohani, kualitas yang baik, pandai berbicara, dan mampu memahami hal-hal dengan cepat, menarik kesimpulan, dan memahami semua yang Tuhan firmankan, tetapi jika engkau bermain curang dengan Tuhan ketika sesuatu menimpamu, itu adalah watak Iblis dan sangat berbahaya. Sebaik apa pun kualitasmu, itu tidak ada gunanya, dan Tuhan tidak akan menginginkanmu. Tuhan akan berfirman, 'Engkau pandai bicara, berkualitas baik, cepat tanggap, dan memiliki pemahaman rohani, tetapi hanya ada satu masalah—engkau tidak mencintai kebenaran.' Mereka yang tidak mencintai kebenaran adalah orang-orang yang menyusahkan, dan Tuhan tidak menginginkan mereka. Seseorang yang tak berhati baik akan dibuang, sama seperti bagaimana mobil yang kelihatannya dirawat dengan baik tetapi memiliki mesin yang buruk akan dibuang. Orang pun sama seperti ini: Tidak peduli seberapa baik kualitasmu, seberapa cerdas, pandai bicara, atau seberapa cakap engkau, atau seberapa baik engkau dalam menangani masalah, itu semua tidak berguna, dan ini bukanlah poin kuncinya. Jadi, apa poin kuncinya? Poin kuncinya adalah apakah hati seseorang mencintai kebenaran. Ini bukan tentang mendengarkan bagaimana dia berbicara, tetapi melihat bagaimana dia bertindak. Tuhan tidak melihat apa yang engkau katakan atau janjikan di hadapan-Nya; Dia melihat apakah hal yang kaulakukan memiliki kenyataan kebenaran. Selain itu, Tuhan tidak peduli seberapa tinggi, seberapa mendalam, atau seberapa hebat tindakanmu, dan bahkan jika engkau melakukan hal kecil sekalipun, jika Tuhan melihat ketulusan dalam setiap gerakanmu, Dia akan berfirman, 'Orang ini sungguh-sungguh percaya kepada-Ku. Dia tidak pernah membual. Dia berperilaku sesuai dengan posisinya. Meskipun dia mungkin tidak berkontribusi besar terhadap rumah Tuhan dan berkualitas buruk, dia teguh dan melakukan segala hal dengan tulus.' 'Ketulusan' ini meliputi apa? Ketulusan meliputi rasa takut dan ketundukan kepada Tuhan, serta iman dan cinta yang sejati; ini meliputi segala sesuatu yang Tuhan ingin lihat. Orang seperti ini mungkin tampak tidak menonjol bagi orang lain, dan bisa jadi dia adalah orang yang melakukan tugas biasa, seperti membuat makanan atau bersih-bersih. Orang seperti ini tidak menonjol bagi orang lain, tidak mencapai sesuatu yang besar, dan tidak memiliki apa pun yang membuatnya dihormati, dikagumi atau diirikan—dia hanya orang biasa. Namun, semua yang Tuhan tuntut ada dalam dirinya serta dijalaninya, dan dia memberikan semuanya kepada Tuhan. Katakan pada-Ku, apa lagi yang Tuhan inginkan? Dia puas dengannya" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Dahulu aku sangat menganggap penting apakah seseorang memiliki kualitas dan karunia, percaya bahwa hanya mereka yang memiliki kualitas baiklah yang dapat sangat berguna di rumah Tuhan. Ketika aku berulang kali tersingkap sebagai orang yang berkualitas buruk dan tidak bisa memahami sesuatu dengan jelas, aku menjadi negatif dan membatasi diri, bahkan tidak mampu melaksanakan tugas yang sebenarnya mampu kulakukan. Setelah membaca firman Tuhan, aku memahami bahwa orang percaya tidak seharusnya fokus pada tingkat kualitas mereka, atau pada apakah mereka memiliki kefasihan atau pikiran yang tajam atau tidak; bukan itulah yang Tuhan hargai. Tuhan peduli pada hati manusia dan apakah mereka memiliki hati yang tulus terhadap Tuhan dan pekerjaan gereja. Kualitas dan kefasihan yang Tuhan berikan kepadaku tidak menentukan apakah aku dapat melaksanakan tugas dengan baik. Jika aku fasih dan mampu tetapi menghindari tanggung jawab dan tidak jujur saat melakukan tindakan nyata, tidak peduli seberapa baik kualitasku, aku adalah orang yang dibenci Tuhan. Meskipun kualitas bisa membantu orang melaksanakan tugasnya dengan baik, yang lebih penting adalah sikap orang terhadap kebenaran dan tugas mereka, apakah mereka memiliki hati yang proaktif dan mencintai kebenaran, apakah mereka bisa mencari kebenaran ketika mereka gagal dan tersingkap, belajar dari pengalaman mereka, dan mengejar pertumbuhan dalam hidup; itulah yang Tuhan hargai. Di masa lalu, beberapa orang yang memiliki karunia dan kualitas juga menjabat sebagai pemimpin gereja, tetapi banyak yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Setelah beberapa waktu, mereka mendambakan kenyamanan dan kemudahan, tidak melakukan pekerjaan nyata, atau berjuang untuk ketenaran dan keuntungan, mengacaukan pekerjaan gereja, dan akhirnya disingkirkan. Namun, beberapa orang tampak tidak mencolok, tanpa karunia, memiliki kualitas rata-rata, tetapi mereka melaksanakan tugasnya dengan cara yang praktis dan realistis, mencari prinsip dalam segala hal, dan mereka membuat kemajuan dalam melaksanakan tugas mereka tanpa diganti atau disingkirkan. Ini menunjukkan bahwa Tuhan itu benar, dan Dia tidak menetapkan orang berdasarkan kemampuannya tetapi menghargai apakah mereka mengejar dan menerapkan kebenaran dan apakah mereka dapat menyelesaikan setiap pekerjaan dengan cara yang praktis, realistis, dan bertanggung jawab. Setelah memahami ini, aku berkata dalam hati bahwa mulai sekarang, aku harus memfokuskan pikiranku pada tugas-tugasku dan bekerja dengan tekun, dan bahwa selama pekerjaan itu diberikan kepadaku, aku harus melaksanakannya dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab, mengerahkan upaya semaksimal mungkin, dan menjadi orang yang membumi dan dapat diandalkan untuk menangani pekerjaannya dengan baik.

Aku kemudian mulai fokus memetik pelajaran dari setiap kegagalan, mengubah pola pikirku setiap kali aku tersingkap. Sebelumnya, setiap kali aku menghadapi kegagalan atau dipangkas, aku selalu berpikir, "Oh, pemimpin pasti telah memahami diriku yang sebenarnya," atau "Semua orang pasti berpikir bahwa kualitasku buruk." Saat aku terjebak dalam pemikiran ini, aku merasa sangat putus asa. Kemudian, aku mulai merenungkan mengapa aku disingkapkan, masalah apa yang bisa kutemukan tentang diriku sendiri dan kekurangan apa yang bisa kuperbaiki. Dengan pola pikir yang baru ini, aku lebih fokus pada hal-hal yang benar dalam hatiku. Kemudian, selama beberapa waktu, aku mengalami pemangkasan secara berturut-turut, kadang karena kurang efisien dalam melaksanakan tugas, kadang karena tidak memahami prinsip dalam menangani tugas, dan kadang karena memiliki perspektif yang berat sebelah terhadap suatu masalah tertentu serta tidak memiliki pemahaman yang benar. Jadi, aku merenungkan masalah-masalahku, dan mencari cara untuk meningkatkan efisiensi kerja jika itu terkait dengan keterampilanku, dan jika itu adalah masalah pemahaman, aku akan merenungkan masalahku sendiri memeriksa apa yang salah dengan pemahamanku, dan kemudian mencarinya dari saudara-saudari yang memahami kebenaran serta memiliki pengalaman. Ketika aku merenungkan dengan cara ini, sikapku terhadap pemangkasan menjadi lebih baik. Meskipun sekarang terkadang aku masih merasa putus asa, aku tidak lagi terjebak dalam perasaan itu, dan setiap hari, pikiranku tidak lagi begitu terbebani saat melaksanakan tugasku, dan aku dapat mengalami keadaan yang kuhadapi dengan normal.

Merenungkan masa-masa ini, ketika aku terjebak dalam sikap negatif dan berlarut-larut dalam kesedihan serta kelelahan, jika bukan karena bimbingan firman Tuhan, aku tidak akan dapat meninggalkan emosi negatif itu, dan akan terus memburuk, menjauh dari Tuhan, dan bahkan kehilangan tugas-tugasku saat ini. Dari hatiku, aku bersyukur kepada Tuhan, karena di saat-saat terlemahku, Dia mengirimkan pengingat melalui orang-orang di sekitarku, dan membimbingku dengan firman-Nya, membantuku meninggalkan emosi itu. Mulai sekarang, aku hanya ingin tenang dan melaksanakan tugasku dengan kemampuan terbaikku.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Tuhan Itu Teramat Benar

Oleh Saudara Zhang Lin, JepangPada bulan September 2012, aku bertanggung jawab atas pekerjaan gereja saat bertemu dengan pemimpinku, Yan...