Semangat Hidup Yang Tak Pernah Dapat Dipadamkan
Oleh Saudari Dong Mei, Provinsi HenanAku adalah orang awam yang menjalani kehidupan yang biasa-biasa saja. Seperti banyak orang yang...
Kami menyambut semua pencari yang merindukan penampakan Tuhan!
Suatu hari di bulan Maret 2013, aku dan beberapa saudari pulang ke rumah setelah suatu pertemuan, dan saat kami masuk ke dalam rumah, kami melihat rumah itu benar-benar berantakan. Kami berpikir polisi mungkin sudah memeriksa tempat itu, jadi kami bergegas pindah. Tepat setelah kami pindah, beberapa orang dari komunitas itu datang menyerbu bersama polisi. Polisi menggiring kami ke ruang tamu lalu mulai menggeledah tempat itu. Saat tidak ada yang memperhatikan, aku berhasil menghancurkan kartu SIM ponsel yang ada di sakuku. Salah satu polisi menyadarinya dan memaksa membuka tanganku, lalu melihat kartu yang rusak itu, dan berteriak dengan marah, "Dia mungkin terlihat muda, tetapi dia cukup pandai. Bawa dia kembali untuk diinterogasi." Dia juga meminta salah satu polisi wanita untuk memeriksaku, lalu mereka memasukkan kami ke dalam mobil polisi. Aku merasa cukup takut, jadi aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, aku tidak tahu ke mana mereka akan membawaku atau bagaimana mereka akan menyiksaku. Tolong bimbinglah aku dan berikan aku iman. Tidak peduli seberapa banyak aku menderita, aku tidak akan menjadi seorang Yudas. Aku tidak akan mengkhianati-Mu." Aku perlahan-lahan menjadi tenang setelah berdoa.
Polisi membawaku ke ruang interogasi di kantor polisi dan menyuruhku untuk mengangkat tangan dan berdiri dalam posisi jongkok. Setelah beberapa menit, tanganku mulai lemas, kakiku bergemetar dan dadaku terasa sesak, lalu aku ambruk ke tanah. Kemudian polisi menaruhku di kursi macan dan mengikat kakiku dengan sangat kencang ke kaki kursi. Beberapa saat kemudian seorang polisi wanita yang agak gemuk membawa beberapa dokumen ke dalam ruangan dan berkata kepadaku, "Kami sedang melaksanakan operasi penangkapan besar-besaran di seluruh negeri, dan melakukan penyisiran terhadap kalian yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Kami sudah menangkap semua pemimpin kalian dan kami telah membongkar gereja kalian. Apa gunanya menyembunyikan sesuatu dari kami? Bicara saja, lalu kau bisa pergi." Setelah mendengar ini, aku menyadari bahwa ini salah satu tipu muslihat dari Iblis, dan dia hanya berusaha mengujiku menjadi seorang Yudas. Aku tidak boleh tertipu oleh itu. Meskipun banyak saudara-saudari telah ditangkap, pekerjaan Tuhan tidak bisa dihancurkan dengan mudah oleh mereka. Aku membalas, "Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: 'Kita semua percaya bahwa tidak ada negara atau kekuatan yang dapat menghalangi apa yang ingin Tuhan capai, dan bahwa mereka yang berusaha menghalangi pekerjaan Tuhan, yang menentang firman Tuhan, dan yang mengganggu serta berusaha merusak rencana Tuhan pada akhirnya akan dihukum oleh Tuhan'" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Lampiran 2: Tuhan Mengendalikan Nasib Seluruh Umat Manusia"). Mendengar itu, dia hanya mendengus, menggelengkan kepalanya lalu keluar. Kemudian, polisi lain mulai menginterogasiku, "Kapan kau menjadi beragama? Sudah berapa lama kau berada di daerah ini? Kau sudah bertemu dengan siapa saja? Di mana kau tinggal?" Ketika aku tidak berkata sepatah kata pun, dia mengancamku, "Jika kau tidak bicara, kami akan memukulimu sampai mati dan mengubur mayatmu di pegunungan." Terlintas dalam pikiranku bahwa orang-orang itu membantai orang lain seolah-olah mereka itu ayam, bahwa mereka sama sekali tidak peduli dengan nyawa manusia. Aku bertanya-tanya apakah mereka benar-benar akan memukuliku sampai mati. Karena merasa sangat takut, aku berdoa dalam hati kepada Tuhan dan kemudian teringat firman ini dari-Nya: "Jangan takut akan hal ini dan itu, Tuhan Yang Mahakuasa atas alam semesta pasti akan menyertaimu; Dia adalah kekuatan pendukungmu, dan Dia adalah perisaimu" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 26"). Aku tahu itu benar bahwa Tuhan adalah perisaiku dan Dia memerintah atas segalanya. Tubuh dan jiwaku ada di tangan-Nya, jadi bukan keputusan polisi apakah aku akan dipukuli sampai mati. Pikiran ini memberiku iman dan kekuatan. Setelah itu, polisi terus menginterogasiku tanpa henti, tetapi aku tidak memberi tahu mereka apa pun.
Pagi-pagi di hari ketiga, salah satu dari mereka berkata, "Sudah siap bicara?" Aku tidak mengatakan sepatah kata pun. Dengan marah, dia menarik kerah bajuku dan menampar wajahku, sehingga membuat telingaku berdenging dan wajahku terasa panas. Lalu, ketika aku tidak memperhatikan, dia menggulung beberapa kertas menjadi tabung dan memukuli mataku, yang sangat menyakitkan hingga rasanya seperti mataku hampir copot. Aku menutup mataku secara insting. Seorang polisi berkata dengan marah, "Buka matamu!" Aku perlahan membuka mataku, tetapi tidak bisa melihat apa-apa. Aku baru bisa mulai melihat beberapa hal setelah 10 menit. Mataku sangat sakit dan aku ingin menutupnya saja, jadi karena dikira aku mengantuk, polisi memukul kepalaku dengan botol air dan terkadang menendang kepalaku serta lenganku dengan kaki mereka. Dan untuk membuatku tetap terjaga, mereka mengikat rambut dan tanganku dengan velkro ke bagian belakang kursi macan. Aku harus tetap menegakkan kepalaku. Untuk mencoba meredakan rasa sakitku, aku hanya berusaha bersandar ke kursi macan. Aku merasa pusing, badanku sakit, dan jantungku berdebar serta aku merasa sangat buruk. Aku takut aku tidak akan bisa bertahan, jadi aku terus berseru kepada Tuhan, "Tuhan, tolong berikan aku tekad untuk menderita, tolong berikan aku iman. Aku tidak akan pernah tunduk pada Iblis!" Dalam rasa sakitku, aku teringat beberapa firman Tuhan: "Si naga merah yang sangat besar itu menganiaya Tuhan dan ia adalah musuh Tuhan, dan karenanya, di negeri ini, orang-orang menjadi sasaran penghinaan dan penganiayaan karena kepercayaan mereka kepada Tuhan, dan sebagai hasilnya, perkataan-perkataan ini terpenuhi dalam diri engkau semua, sekelompok orang ini. Karena dimulai di sebuah negeri yang melawan Tuhan, semua pekerjaan Tuhan menghadapi rintangan-rintangan yang luar biasa, dan banyak firman-Nya yang tidak dapat segera digenapi; dengan demikian, orang-orang dimurnikan karena firman Tuhan, yang juga adalah bagian dari penderitaan" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Apakah Pekerjaan Tuhan Sesederhana yang Manusia Bayangkan?"). Melalui firman Tuhan, aku menyadari bahwa Partai Komunis adalah musuh Tuhan, bahwa mereka membenci Tuhan dan kebenaran. Mereka ingin melakukan segala cara untuk mencegah kami percaya kepada Tuhan, dengan menggunakan berbagai metode penyiksaan yang kejam untuk membuat kami mengkhianati-Nya. Aku lahir di negara naga merah yang sangat besar, jadi ini adalah sesuatu yang harus kuderita. Namun, melalui penindasan Partai Komunis, aku melihat betapa jahatnya itu, bagaimana pada esensinya itu bertentangan dengan Tuhan. Aku makin ingin menolak Iblis dan berpaling kepada Tuhan, untuk tetap teguh dalam kesaksianku dengan iman, untuk mempermalukan Iblis dan melihatnya kalah. Kesempatan untuk menjadi kesaksian bagi Tuhan itu adalah berkat dari-Nya, dan merupakan anugerah istimewa. Memahami hal ini memberiku iman dan tidak terasa begitu sulit bagiku.
Mereka mulai menginterogasiku lagi setelah itu, dan ketika aku tetap diam, mereka mengancamku, "Makin cepat kau bicara, akan makin mudah. Kami akan memberi kau lima menit." Kemudian mereka meletakkan pengatur waktu di depanku, dan saat aku melihat waktu berlalu, setiap menit, setiap detik, aku berdoa kepada Tuhan tanpa henti, "Tuhan, aku tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh setan-setan ini kepadaku. Tolong lindungi aku. Aku tidak akan mengkhianati saudara-saudariku apa pun yang terjadi." Lima menit berlalu dan setelah melihatku tidak mau bicara, salah satu dari mereka memborgol tanganku di belakang punggungku, menarik kerah bajuku hingga wajahnya sangat dekat dengan wajahku, lalu menanyakanku dengan kejam siapa pemimpin gereja dan siapa saja yang sudah kutemui. Aku tetap diam, jadi dia menyalakan rokok dan menghembuskan asapnya ke wajahku berulang kali. Asapnya membuatku mual, dan air mata mengalir di wajahku. Kemudian, dia menampar wajahku dengan sangat keras dan memukul telinga kananku, sehingga memekakkan telingaku. Setelah melihat bahwa aku masih tidak berbicara, matanya membelalak karena murka dan dia mencengkeram leherku dengan kedua tangannya, sambil berkata, "Kau mau bicara atau apa? Jika kau tidak bicara, aku akan mencekikmu. Kau tidak akan pernah melupakan aku, kau akan bermimpi buruk setiap malam tentang aku yang memukulmu." Dia mencekikku sampai aku tidak bisa bernapas dengan baik, dan aku merasa seperti akan mengambil napas terakhirku. Aku berkata kepadanya bahwa aku tidak tahu apa-apa meskipun dia mencekikku. Kemudian, seorang polisi bertubuh tinggi masuk dan memberi isyarat kepada yang mencekikku bahwa ada kamera keamanan, jadi dia sebaiknya membawaku ke sudut untuk memukuliku. Akhirnya aku berhasil menghirup napas. Dia menarikku keluar dari kursi macan, dan menarik borgolku, mendorongku ke sudut, lalu membenturkan kepalaku ke dinding. Dia terus melakukannya berkali-kali, sampai aku lupa hitungannya, dan terakhir kali dia membenturkannya tepat ke plaket yang tergantung di dinding. Rasanya seperti kepalaku ada bekas penyok dari pukulan itu, dan aku langsung jatuh ke lantai dengan suara gedebuk. Dunia terasa berputar, seperti kepalaku ingin meledak, dan hatiku terasa hancur berkeping-keping. Aku tidak bisa membuka mataku dan merasa seperti kekurangan napas. Rasanya sangat sakit. Aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, tolong ambil nyawaku agar aku tidak perlu menderita siksaan ini lebih lama lagi." Setelah beberapa waktu berlalu aku hampir tidak bisa membuka mataku, dan aku bertanya-tanya, "Mengapa aku belum mati?" Kemudian, aku sadar bahwa aku seharusnya tidak meminta kepada Tuhan untuk mencabut nyawaku, itu adalah permintaan yang tidak masuk akal. Dia ingin aku terus hidup, tetap teguh dalam kesaksianku, dan mempermalukan Iblis. Namun, aku berharap bisa mati untuk menghindari penderitaan itu. Itu bukanlah memberi kesaksian. Aku merasa agak bersalah ketika hal itu terlintas dalam pikiranku. Tepat saat itu, aku mendengar seorang polisi berteriak, "Berdiri! Berdiri!" Dia menendangku saat aku tidak merespons dan berkata, "Kau pura-pura mati?" Aku berdoa dalam hati, "Tuhan, para setan ini menyiksaku agar aku mengkhianati-Mu. Tolong berikan aku iman. Aku akan tetap teguh dalam kesaksianku meskipun harus mengorbankan hidupku." Salah satu dari mereka menarik pakaianku di bagian bahu dan mengangkatku sedikit, lalu membiarkan aku jatuh dengan keras kembali ke lantai. Tanganku dan punggungku sangat sakit karena diborgol selama itu, jadi aku meringkuk seperti bola di lantai untuk mencoba sedikit mengurangi rasa sakitnya. Seorang polisi menarikku dan menyandarkanku di dinding, memaksaku untuk berdiri tegak, dan menendang paha kiriku sebelum aku sempat bereaksi. Aku membungkuk karena rasa sakit dan dia membentakku, "Berdiri!" Akan tetapi, semua tubuhku sakit sekali sehingga aku sama sekali tidak bisa berdiri. Kemudian, dia menendang pinggangku sehingga membuatku sesak napas sejenak. Rasanya seperti aku sedang ditusuk. Satu orang lagi menarikku kembali ke sudut dan menampar wajahku, sehingga membuat ujung mulutku berdarah. Kemudian, dia menyalakan sebatang rokok dan berkata, "Jika kau tetap diam, aku akan membakar wajahmu dengan rokok ini, wajahmu akan menjadi cacat." Lalu, dia mendekatkannya sangat dekat ke wajahku. Saat merasakan panas dari rokok itu, aku menjadi sangat takut dan berpikir, "Jika dia sungguh membakarku, itu akan meninggalkan bekas luka parah dan aku akan dibicarakan serta dihina ke mana pun aku pergi." Membayangkan orang-orang menunjuk dan membicarakanku itu sangat mengerikan. Kemudian, aku mengingat firman dari Tuhan ini: "Laskar kerajaan yang baik bukan dilatih untuk menjadi sekelompok orang yang hanya mampu berbicara tentang kenyataan atau membual; sebaliknya, mereka dilatih untuk hidup dalam firman Tuhan setiap saat, pantang menyerah apa pun kemunduran yang mereka hadapi, dan selalu hidup sesuai dengan firman Tuhan serta tidak kembali kepada dunia. Inilah kenyataan yang Tuhan maksudkan; inilah tuntutan Tuhan terhadap manusia" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Melakukan Kebenaranlah yang Berarti Memiliki Realitas"). Dari firman Tuhan, aku memahami bahwa bagi orang percaya sejati, apa pun yang terjadi, mereka mampu tetap kuat dalam iman mereka kepada Tuhan tanpa pernah menyerah pada kekuatan kegelapan, tanpa mengkhianati Tuhan. Polisi ingin mengancamku dengan membuatku cacat supaya aku mengkhianati Tuhan, dan aku tidak boleh tertipu oleh itu. Dan yang lebih penting, meskipun aku cacat, jika aku tidak menjadi seorang Yudas dan tetap teguh dalam kesaksianku, aku bisa memperoleh perkenanan Tuhan dan merasa damai di dalam hatiku. Jika aku mengkhianati Tuhan demi melindungi diriku sendiri, aku akan menjalani hidup yang hina dan hati nuraniku tidak akan pernah merasa damai. Hal itu akan sangat tidak tertahankan. Aku teringat sebuah bagian dari lagu pujian gereja: "Dengan kepercayaan Tuhan di dalam hatiku, aku tidak akan pernah bertekuk lutut kepada Iblis. Meskipun kepala kita bisa terguling dan darah kita tumpah, tetapi keberanian umat Tuhan tidak dapat digoyahkan. Aku akan memberikan kesaksian yang gemilang bagi Tuhan, dan mempermalukan setan serta Iblis" (Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru, "Aku Ingin Melihat Hari Kemuliaan Tuhan"). Aku merasakan gelombang iman dan keberanian untuk menghadapi penyiksaan para polisi. Aku menutup mataku dan berdoa dalam hati, "Tuhan! Tidak peduli bagaimana mereka menyiksaku, sekalipun mereka membakar wajahku, aku akan tetap teguh dalam kesaksianku. Tolong berikan aku iman dan tekad untuk menderita." Lalu, aku menggertakkan gigiku dan mengepal tanganku. Karena dikira takut, polisi mulai tertawa terbahak-bahak. Aku membuka mataku dan menatapnya dengan tajam, dan dia berkata dengan senyum dingin, "Aku berubah pikiran. Aku akan membakar lidahmu, dan membakarnya sampai kau bahkan tidak bisa bicara." Sambil berkata seperti itu, dia mencoba membuka mulutku, tetapi dia tidak bisa sekeras apa pun dia mencoba. Dengan marah, dia mencengkeram bahuku dan menginjak kakiku, lalu melompat dan menurunkan kakinya sambil menggesek-gesekkan kakinya di atas kakiku. Kemudian, dia memegang borgol dan menariknya ke depan dan ke belakang, sehingga membuatku berjinjit. Pergelangan tanganku sangat sakit dan lenganku terasa seperti akan putus. Dia berkata dengan mengejek, "Bukankah tuhanmu mahakuasa? Suruh dia datang menyelamatkanmu!" Aku berdoa kepada Tuhan, memanggil-Nya tanpa henti, dan dipenuhi dengan kebencian terhadap para setan itu.
Setelah dia kelelahan, dia bersandar di meja sambil merokok. Aku bertanya-tanya metode penyiksaan apa lagi yang akan mereka gunakan padaku dan apakah aku akan berakhir mati. Jika begitu, aku berharap itu terjadi dengan cepat, karena neraka hidup yang mereka buatkan untukku saat itu sungguh tidak tertahankan. Aku tidak tahu kapan semua ini akan berakhir. Makin kupikirkan, aku jadi makin merasa takut, dan aku berpikir, "Aku tidak akan pernah mengkhianati pemimpin gereja atau saudara-saudari, jadi mungkin aku bisa memberi tahu mereka tentang bagaimana aku menjadi orang percaya dan menyelesaikannya, supaya mereka berhenti memukuliku." Kemudian aku berpikir, "Orang tuaku adalah orang percaya. Jika aku memberi tahu mereka, orang tuaku akan terlibat dan beberapa saudara-saudari juga akan terlibat. Hal itu akan membuatku seorang Yudas dan Tuhan akan menghukumku." Kemudian, aku teringat lagu pujian ini dari firman Tuhan: "Iman itu seperti jembatan dari satu gelondong kayu: Mereka yang sangat ingin mempertahankan hidup akan mengalami kesulitan menyeberanginya, tetapi mereka yang siap untuk menyerahkan hidup mereka dapat menyeberanginya dengan pasti, tanpa rasa khawatir. Jika manusia memiliki pikiran yang pengecut dan penakut, itu karena mereka telah dibodohi oleh Iblis, yang takut bahwa kita akan menyeberangi jembatan iman untuk masuk ke dalam Tuhan. Iblis menempuh segala cara yang memungkinkan untuk mengirimkan pikiran-pikirannya kepada kita. Kita harus berdoa setiap saat agar Tuhan menerangi dan mencerahkan kita, setiap saat bergantung kepada Tuhan untuk membersihkan racun Iblis dari dalam diri kita, setiap saat berlatih dalam roh kita untuk mendekat kepada Tuhan, dan mengizinkan Tuhan berkuasa atas seluruh keberadaan kita" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 6"). Melalui firman Tuhan, aku menyadari bahwa berpikir untuk memberi tahu mereka bagaimana aku mulai percaya kepada Tuhan karena ketakutan itu sama saja dengan menyerah pada tipu muslihat Iblis. Aku menyadari bahwa imanku kepada Tuhan benar-benar kurang, bahwa aku tidak memiliki tekad untuk menanggung penderitaan. Aku bisa bertahan sampai titik itu, bukan karena tingkat pertumbuhanku, tetapi karena firman Tuhan telah membimbingku langkah demi langkah. Pada saat itu, aku benar-benar perlu bersandar pada Tuhan dan memiliki iman, dan tidak peduli bagaimana mereka menyiksaku, aku tidak akan pernah mengkhianati Tuhan. Aku berdoa dalam hatiku, "Ya Tuhan, aku rela menyerahkan hidupku ke dalam tangan-Mu, dan aku akan menerima pengaturan-Mu. Aku tidak akan menjadi seorang Yudas, meskipun mereka menyiksaku sampai mati." Kemudian, yang mengejutkanku, atasan polisi memanggil mereka untuk pergi. Aku secara diam-diam bersyukur kepada Tuhan.
Beberapa saat kemudian, seorang polisi datang ke depang pintu dan mengambil fotoku, dan berkata, "Aku akan mengunggah fotomu ke internet dan menjadikanmu seorang 'selebritas,' jadi semua teman, kerabat, dan semua orang akan melihat seperti apa penampilanmu sekarang, dan melihat bahwa kalian orang percaya itu orang gila." Aku sama sekali tidak takut dengan hal itu, dan menjawab, "Bukankah kalian yang membuatku terlihat seperti ini? Mengunggah foto itu hanya akan membuat semua orang melihat kebenaran tentang bagaimana kalian menganiaya orang-orang Kristen." Seorang polisi wanita berkata, "Baiklah, aku menyerah. Aku benar-benar tidak tahu seperti apa tuhanmu itu atau dari mana semua kekuatanmu berasal. Setelah semua ini kau masih bersikeras mempertahankan keyakinanmu. Aku tidak pernah menyangka seseorang yang begitu muda bisa sekuat itu." Aku bersyukur kepada Tuhan dalam hatiku ketika mendengar dia mengatakan hal ini. Kemudian, aku teringat firman Tuhan ini: "Daya hidup Tuhan mampu menang atas kekuatan apa pun; terlebih lagi, itu melampaui kekuatan apa pun. Hidup-Nya kekal, kuasa-Nya luar biasa, dan daya hidup-Nya tidak dapat dikalahkan oleh makhluk ciptaan atau kekuatan musuh mana pun" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Kristus Akhir Zaman yang Bisa Memberi Manusia Jalan Hidup yang Kekal"). Selama hari-hari itu mereka telah menganiayaku, menyiksaku, aku merasa pengecut dan lemah, bahkan sampai ingin menghindarinya dengan kematian, tetapi Tuhan bersamaku, melindungiku, dan firman Tuhanlah yang memberiku iman dan kekuatan, sehingga menuntunku untuk mengatasi semua siksaan brutal itu. Aku bersyukur sepenuh hati kepada Tuhan.
Ketika seorang polisi membawaku ke kamar mandi beberapa saat kemudian, dia berkata padaku, "Mereka akan segera menginterogasimu lagi, dan sebaiknya kau bicara saja. Kalau tidak, kau akan di penjara selama bertahun-tahun, dan kau akan keluar sebagai orang cacat setelah beberapa lama di sana. Kau tahu bagaimana para tahanan diperlakukan di sana? Para wanita memukuli wanita lain, dan mereka akan memukulimu di antara kaki dengan tongkat kayu. Jika mereka menangkapmu, hidupmu akan hancur." Mendengar dia mengatakan hal ini membuatku dipenuhi kebencian dan ketakutan, dan dengan kemungkinan menjadi cacat di usia 20-an, aku benar-benar tidak tahu bagaimana aku bisa bertahan setelah itu. Sebagai anak tunggal, orang tuaku tidak akan punya siapa pun yang bisa diandalkan jika aku cacat. Kemudian, aku mengingat firman dari Tuhan ini: "Abraham mempersembahkan Ishak—apa yang telah engkau persembahkan? Ayub mempersembahkan segalanya. Apa yang telah engkau persembahkan? Begitu banyak orang telah mengorbankan diri mereka, menyerahkan nyawa mereka, dan menumpahkan darah untuk mencari jalan yang benar. Sudahkah engkau membayar harga itu?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Makna Penting Menyelamatkan Keturunan Moab"). Abraham bisa mempersembahkan anak tunggalnya, dan ketika Ayub diuji dengan kehilangan segala yang dimilikinya dan dengan bisul di sekujur tubuhnya, teman-temannya menertawakannya dan istrinya menghinanya, tetapi dia tidak pernah mengeluh tentang Tuhan. Dia tetap teguh dalam kesaksiannya. Ayub dan Abraham memiliki iman yang sejati kepada Tuhan dan mereka memberikan kesaksian yang luar biasa melalui berbagai ujian. Aku harus mengikuti contoh mereka dan tetap memberi kesaksian serta mempermalukan Iblis, tidak peduli betapa menderitanya aku. Aku berdoa dalam dalam hati kepada Tuhan, "Tuhan, aku percaya bahwa segala sesuatu sepenuhnya berada di bawah kedaulatan-Mu, jadi entah aku menjadi cacat atau tidak, itu ada di tangan-Mu. Tidak peduli apa pun yang terjadi padaku atau betapa menderitanya aku, aku bersedia untuk tetap teguh dalam kesaksianku dan menyenangkan-Mu." Jadi aku berkata kepada polisi itu, "Hal itu tidak bermoral. Hati nuraniku tidak akan pernah tenang jika aku mengkhianati saudara-saudariku. Meskipun aku dijatuhi hukuman, aku tidak akan pernah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraniku." Setelah mendengar hal ini, dia membawaku kembali ke ruang interogasi tanpa berkata apa-apa.
Pagi-pagi sekali pada tanggal 1 April, polisi datang untuk menginterogasiku lagi, tetapi aku tetap tidak mau mengatakan apa pun. Sekitar jam dua siang itu, mereka memasukkanku ke dalam mobil tahanan untuk dibawa ke tempat pencucian otak. Aku menyanyikan lagu pujian ini dari firman Tuhan "Orang Harus Berpegang Teguh pada Ketulusannya untuk Tuhan" dalam hatiku sepanjang perjalanan ke sana: "Jika orang tidak memiliki keyakinan, tidak mudah bagi mereka untuk terus menempuh jalan ini. Sekarang semua orang bisa melihat bahwa pekerjaan Tuhan sama sekali tidak sejalan dengan gagasan dan imajinasi manusia. Tuhan telah melakukan begitu banyak pekerjaan dan mengucapkan begitu banyak firman, dan meskipun manusia mungkin mengakui bahwa semua itu adalah kebenaran, gagasan tentang Tuhan tetap cenderung muncul dalam diri mereka. Jika orang ingin memahami kebenaran dan memperolehnya, mereka harus memiliki keyakinan dan tekad yang kuat agar dapat berpegang pada apa yang telah mereka lihat dan apa yang telah mereka peroleh dari pengalaman mereka. Apa pun yang Tuhan lakukan dalam diri manusia, mereka harus menjunjung tinggi apa yang mereka sendiri miliki, bersikap tulus di hadapan Tuhan, dan tetap mengabdi kepada-Nya sampai akhir. Ini adalah tugas umat manusia. Manusia harus menjunjung tinggi apa yang harus mereka lakukan" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Engkau Sudah Seharusnya Mempertahankan Kesetiaanmu kepada Tuhan"). Aku sudah tahu bahwa memiliki iman berarti akan ditindas dan harus menderita, dan aku bertekad untuk tetap teguh dalam kesaksianku dan menyenangkan Tuhan, tidak peduli apa pun bentuk penindasan atau penderitaan yang kuhadapi, tetapi saat aku benar-benar menghadapinya, aku sadar bahwa tetap teguh dalam kesaksianku tidak semudah yang aku kira. Bukan sekadar merasa antusias, tetapi juga membutuhkan iman dan tekad untuk menderita. Tuhan sedang menempatkanku dalam lingkungan yang kejam ini sebagai ujian untuk menyempurnakan imanku, untuk membersihkan dan menyelamatkanku. Aku percaya bahwa Tuhan akan membimbingku apa pun yang terjadi. Saat aku menyanyikan lagu pujian itu imanku bertumbuh, dan aku tahu bahwa tidak peduli bagaimana mereka menyiksaku, aku harus bersandar pada Tuhan untuk melewatinya dan mengikuti-Nya sampai akhir.
Ketika kami tiba di tempat pencucian otak, dua polisi ditugaskan untuk mengawasiku 24 jam setiap hari, untuk menanyakan tentang gereja dan mencuci otakku, serta untuk memaksaku menulis sesuatu yang bertentangan dengan imanku. Di pagi hari ketiga, mereka berkata bahwa mereka akan menunjukkan kepadaku video yang mereka rekam di kampung halamanku. Saat mendengar hal itu, hatiku berdegup kencang dan aku bertanya-tanya apakah mereka sudah memeriksa rumahku, apakah orang tuaku dalam masalah. Aku khawatir bahwa beberapa saudara-saudari di gereja sana terkena dampaknya. Aku makin lama makin takut. Aku tidak bisa berhenti bergerak di kursiku dan merasa seperti anggota tubuhku mati rasa. Aku berdoa kepada Tuhan dalam hatiku. Dalam video itu, ayahku terlihat agak kuning dan bengkak dan dia mengatakan beberapa hal kepadaku, dengan halus mendorongku untuk bersandar pada Tuhan dan tetap teguh dalam kesaksianku. Setelah mendengar hal ini, air mata langsung mengalir deras di wajahku dan aku merasa sangat buruk. Aku juga menyadari bahwa polisi mencoba memanfaatkan ikatan emosionalku untuk membuatku mengkhianati Tuhan dan aku membenci Partai Komunis dengan segenap jiwa ragaku. Aku teringat akan sesuatu yang Tuhan firmankan: "Kebebasan beragama? Hak dan kepentingan yang sah bagi warga negara? Semua itu hanya tipu muslihat untuk menutupi dosa!" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (8)"). Partai Komunis hanya berpura-pura mendukung kebebasan beragama, tetapi kenyataannya, mereka dengan gila menangkap dan menganiaya orang-orang Kristen, serta menyiksa mereka dengan kejam, dan menjatuhkan hukuman kepada mereka dengan tuduhan yang tidak berdasar. Banyak orang Kristen yang terpaksa menjadi buronan, dan tidak mampu bertemu dengan orang tua mereka atau membesarkan anak-anak mereka. Pelaku untuk semua hal itu adalah Partai Komunis. Partai adalah pelaku utama yang menghancurkan rumah tangga orang Kristen. Para petugas berdiri di samping dan tersenyum jahat saat mereka melihatku menangis, dan berpikir bahwa aku pasti akan bicara setelah itu. Namun, saat aku masih menutup mulutku, mereka memukul meja dan mengumpatiku, lalu berbalik dan pergi dengan marah.
Beberapa polisi kembali menginterogasiku lagi sebulan kemudian dan menunjukkan foto-foto kepadaku, dan memintaku untuk mengidentifikasi saudara-saudari. Salah satu dari mereka berkata kepadaku, "Jika kau tidak mengakui apa pun, kau akan dihukum untuk kejahatan orang lain, dan aku akan lihat seberapa banyak kami bisa menekanmu. Kau akan dipenjara 8 atau 10 tahun, lalu kami akan lihat seberapa tangguhnya kau!" Yang lainnya berkata, dengan berusaha mencobaiku, "Ikuti saja kami dan tulis pernyataan bahwa kau telah meninggalkan agamamu dan kami akan melakukan apa pun yang kau mau." Aku bergeming, jadi dia mencoba membujukku lagi, "Aku tahu orang tuamu tidak punya anak lain, dan mereka bekerja sangat keras untuk membesarkanmu. Sekarang kau mungkin tidak memikirkan apa pun tentang mendapatkan hukuman yang panjang, tetapi kau akan menderita saat hari itu benar-benar datang dan sudah terlambat untuk menyesal. Kau memiliki dua pilihan: 1. Tinggalkan agamamu dan ingkari Tuhan Yang Mahakuasa, dan kami akan langsung mengantarmu pulang. 2. Bersikeraslah mempertahankan imanmu dan masuk penjara. Semua terserah padamu untuk memilih. Sebaiknya kau pikirkan dengan baik-baik." Aku merasa agak bimbang. Jika aku menulis pernyataan untuk meninggalkan imanku, hal itu akan menjadi pengkhianatan terhadap Tuhan, tetapi jika aku memilih imanku, aku akan masuk penjara. Apakah aku akan bertemu orang tuaku lagi? Jika aku masuk penjara, orang-orang pasti akan menghakimi orang tuaku, dan kerabat serta teman-teman mereka yang tidak percaya akan menyerang mereka. Hal itu akan sangat sulit bagi mereka. Di dalam video, wajah ayahku tampak kuning dan bengkak. Apakah dia sedang mengalami masalah kesehatan? Pikiran ini membuatku makin sengsara dan aku benar-benar kesulitan, jadi aku berdoa, "Tuhan, aku tidak bisa mengkhianati-Mu, tetapi aku juga tidak bisa meninggalkan orang tuaku. Tuhan, apa yang harus kulakukan?" Firman ini dari Tuhan terlintas di pikiranku saat itu: "Siapa pun bisa melarikan diri, tetapi engkau tidak bisa melakukannya. Orang lain bisa tidak percaya, tetapi engkau harus percaya. Orang lain bisa meninggalkan Tuhan, tetapi engkau harus menjunjung tinggi Tuhan dan memberi kesaksian tentang Dia. Orang lain bisa memfitnah Tuhan, tetapi engkau tidak bisa. ... Engkau harus membalas kasih-Nya, dan engkau harus memiliki hati nurani, karena Tuhan tidak bersalah" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Makna Penting Menyelamatkan Keturunan Moab"). "Engkau harus memiliki hati nurani", firman ini terus terngiang-ngiang di telingaku. Selama bertahun-tahun beriman, aku telah menikmati begitu banyak kasih karunia dari Tuhan. Aku juga telah mempelajari beberapa kebenaran dan tahu aku harus menjadi orang seperti apa. Aku sudah memperoleh banyak hal dari Tuhan. Mengkhianati-Nya akan menjadi hal yang tak bermoral untuk dilakukan. Akan tetapi, harus memilih antara Tuhan di satu sisi dan orang tuaku di sisi lain sungguh menyakitkan. Hal itu adalah pertarungan yang sangat hebat di dalam hatiku. Aku berdoa dalam hati, memohon kepada Tuhan untuk membimbingku dan memberiku iman. Firman Tuhan ini terlintas di pikiranku setelah doaku: "Bukankah banyak di antara engkau semua yang maju mundur antara benar dan salah? Dalam semua pergumulan antara yang positif dan negatif, hitam dan putih—antara keluarga dan Tuhan, anak-anak dan Tuhan, keharmonisan dan keretakan, kekayaan dan kemiskinan, status tinggi dan status biasa, didukung dan disisihkan, dan sebagainya—engkau semua tentu mengetahui pilihan yang telah kaubuat. Antara keluarga yang harmonis dan yang berantakan, engkau semua memilih yang pertama, dan engkau memilihnya tanpa keraguan; antara kekayaan dan tugas, lagi-lagi engkau semua memilih yang pertama, tanpa sedikit pun keinginan untuk berbalik; antara kemewahan dan kemiskinan, engkau semua memilih yang pertama; ketika memilih antara anak-anak lelaki, anak-anak perempuan, istri atau suami, dan Aku, engkau semua memilih yang pertama; dan antara gagasan dan kebenaran, sekali lagi engkau semua memilih yang pertama. Diperhadapkan pada segala macam perbuatan engkau semua yang jahat, Aku sama sekali kehilangan kepercayaan kepada engkau semua. Sungguh-sungguh mengejutkan bagi-Ku bahwa hatimu sungguh tidak dapat dilembutkan. ... Jika engkau semua diminta untuk memilih kembali, apa pendirianmu nanti? Akankah masih yang pertama? Apakah engkau semua masih akan mendatangkan kekecewaan dan kesedihan yang menyakitkan bagi-Ku? Apakah hati engkau semua masih akan memiliki hanya sedikit kehangatan? Apakah engkau semua masih tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menghibur hati-Ku? Pada saat ini, apa yang akan engkau semua pilih?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Kepada Siapakah Engkau Setia?"). Aku merasa seperti Tuhan berada di sisiku, menunggu jawabanku. Aku tahu aku tidak boleh mengkhianati Tuhan hanya untuk memuaskan perasaan kasih sayangku yang manusiawi dan menjaga keharmonisan keluarga. Tuhan adalah mahakuasa, dan kesehatan orang tuaku serta hidup mereka ada di tangan Tuhan. Terus-menerus mengkhawatirkan mereka hanya menunjukkan bahwa aku kurang beriman kepada Tuhan. Aku dan orang tuaku mungkin tidak bisa bertemu satu sama lain, tetapi aku tahu bahwa asalkan kami bersandar pada Tuhan, Dia akan membimbing kami. Pikiran ini mengembalikan imanku dan aku merasa siap untuk memberontak terhadap dagingku demi memuaskan Tuhan. Aku berdoa, "Ya Tuhan, aku bersedia menyerahkan orang tuaku ke dalam tangan-Mu dan tunduk pada pengaturan dan penataan-Mu." Kemudian aku mengepalkan tanganku, berdiri, dan berkata, "Aku sudah membuat keputusanku, dan aku akan memilih Tuhan Yang Mahakuasa. Dia adalah satu-satunya Tuhan yang benar yang menciptakan langit, bumi, dan segala sesuatu, dan Dia adalah Tuhan Yesus yang telah kembali. Aku tidak akan pernah menyangkal Tuhan." Aku merasa sangat tenang setelah mengatakan ini. Jika bukan karena bimbingan dari firman Tuhan, aku benar-benar akan kesulitan untuk mengalahkan pencobaan Iblis. Polisi itu menunjukkan kekejamannya begitu dia melihat betapa teguhnya aku. Dia membanting setumpuk kertas tebal ke meja dan menampar wajahku dengan keras, lalu berteriak kepadaku, "Kau sudah tidak ada harapan lagi! Kau pikir kami tidak akan tahu apa-apa hanya karena kau tidak bicara? Biar kuperjelas padamu—kami sudah mengikuti kalian selama tiga bulan, jadi kau pikir kami tidak tahu apa-apa tentang kalian? Kami hanya ingin melihat apakah kau akan bersikap baik, jadi pikirkan hal itu." Aku berkata, "Aku tidak akan menyangkal Tuhan, aku tidak akan mengkhianati-Nya meskipun hal itu berarti harus di penjara." Mereka membawaku ke rumah tahanan kota setelah itu.
Di sana, aku sering demam tinggi dan kaki serta tanganku bengkak, dan mereka memaksaku untuk duduk bersila selama dua jam setiap hari. Aku pernah ditendang di bagian pinggang saat diinterogasi, yang menyebabkan kerusakan pada ginjalku, sehingga pinggangku sangat sakit hingga aku tidak bisa duduk tegak. Sangat sulit bagiku untuk bertahan sampai bisa tidur setiap hari, tetapi aku sering terbangun untuk menjalani tugas malam. Setelah beberapa minggu, aku mulai mengalami kesulitan saat buang air kecil, perutku kembung dan sakit, dan pinggangku juga sakit. Kemudian, setiap hari sekitar jam enam atau tujuh malam, demamku akan naik dan wajahku menjadi merah. Aku diperiksa oleh dokter, yang mengatakan bahwa aku memiliki kista di ginjal kiriku yang hampir selebar satu inci, dan telah meradang. Saat rasanya sangat sakit, aku berdoa kepada Tuhan dan mendekat kepada-Nya, dan menyanyikan lagu pujian untuk memuji-Nya, kemudian tanpa kusadari, aku melupakan rasa sakit itu. Setelah aku berada di rumah tahanan selama 27 hari, mereka membebaskanku dengan jaminan sambil menunggu persidangan, dan aku dengan naif berpikir bahwa aku benar-benar bisa pulang. Namun, yang mengejutkanku, polisi dari kampung halamanku dan pejabat pemerintah setempat langsung membawaku ke tempat pencucian otak lain selama 48 hari untuk pindah agama dan pencucian otak, dan mereka membawaku ke kantor polisi setempat untuk mendaftar. Kepala polisi memanggilku ke kantornya dan berkata, "Sekarang, kau dibebaskan dengan jaminan sambil menunggu persidangan, jadi kasusmu masih belum selesai. Selama satu tahun, kau tidak boleh meninggalkan perbatasan kota, dan bahkan jika ada keperluan di daerah sekitar, kau tetap harus datang ke sini dahulu untuk melapor dan minta izin, dan kau harus siap untuk melapor kapan saja jika diminta." Meskipun aku sudah kembali ke rumah, aku tetap tidak punya kebebasan, dan seseorang mengikutiku setiap kali aku pergi ke kota. Setelah beberapa bulan seperti ini, aku tidak punya pilihan selain meninggalkan rumah untuk melaksanakan tugasku. Polisi mengirimkan sekretaris partai desa kami untuk mencariku di rumah dan menanyakan status agamaku, dan memberi tahu keluargaku bahwa jika aku terus menerapkan imanku mereka akan menangkapku lagi, dan aku harus melapor ke kantor polisi. Aku sangat marah ketika mendengar tentang ini. Dan aku berpikir, "Aku akan tetap percaya kepada Tuhan apa pun yang terjadi, dan tidak hanya itu, aku akan meninggalkan segalanya untuk memberitakan Injil dan memberi kesaksian bagi Tuhan! Aku pasti akan terus maju dengan mengandalkan Tuhan." Syukur kepada Tuhan!
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.
Oleh Saudari Dong Mei, Provinsi HenanAku adalah orang awam yang menjalani kehidupan yang biasa-biasa saja. Seperti banyak orang yang...
Pada pagi tanggal 28 Juli 2007, saat melakukan pertemuan dengan beberapa saudara-saudari, polisi menendang pintu rumah tempat kami...
Oleh Saudari Xiao Kang, TiongkokSuatu hari di bulan Mei 2004, aku sedang berkumpul dengan dua saudari ketika lebih dari 20 polisi tiba-tiba...
Oleh Saudara Meng Yong, TiongkokPada Desember 2012, beberapa saudara-saudari dan aku naik mobil menuju suatu tempat untuk mengabarkan...