Kasih Tuhan Tak Kenal Batas

07 November 2019

Oleh Saudari Zhou Qing, Provinsi Shandong

Aku telah menderita kesengsaraan hidup ini sepenuhnya. Aku belum lama menikah sebelum suamiku meninggal, dan sejak itulah beban berat mengurus keluarga langsung menindih pundakku. Memiliki seorang anak kecil, aku menjalani kehidupan yang sulit. Aku selalu menjadi sasaran cemoohan dan penghinaan orang lain; lemah dan tak berdaya, wajahku berlinangan air mata setiap hari, aku merasa seolah-olah hidup di dunia ini terlalu. Tepat ketika aku berkubang di kedalaman pesimisme dan keputusasaan, seorang saudari membagikan Injil pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa akhir zaman kepadaku. Hatiku dipenuhi dengan kehangatan ketika membaca firman dari Tuhan Yang Mahakuasa ini: "Ketika engkau letih dan ketika engkau mulai merasakan adanya ketandusan yang suram di dunia ini, jangan kebingungan, jangan menangis. Tuhan Yang Mahakuasa, Sang Penjaga, akan menyambut kedatanganmu setiap saat" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Keluhan Yang Mahakuasa"). Tuhan memanggilku bagaikan seorang ibu yang penuh kasih dan aku merasa seolah-olah aku akhirnya menemukan rumahku, penopangku, dan tempat peristirahatan bagi jiwaku. Sejak itu, aku membaca firman Tuhan setiap hari, dan aku mengetahui bahwa Tuhan adalah sumber dari seluruh kehidupan, bahwa Tuhan mengatur nasib setiap orang, dan bahwa Tuhan Yang Mahakuasa adalah satu-satunya penopang dan keselamatan umat manusia. Agar aku dapat memahami lebih banyak kebenaran, aku secara aktif menghadiri pertemuan-pertemuan gereja dan, di Gereja Tuhan Yang Mahakuasa, aku menyaksikan saudara-saudari semuanya bersikap sederhana dan terbuka satu sama lain. Saat bersama mereka, aku merasa tenang, aku merasakan kelepasan yang luar biasa dalam hatiku, dan aku menikmati kebahagiaan dan sukacita yang belum pernah kurasakan sebelumnya di dunia ini. Karena itu, aku dipenuhi dengan keyakinan dan harapan akan masa depanku. Aku mulai melakukan tugasku di gereja untuk membalas kasih Tuhan. Namun, yang mengejutkan aku, pemerintah PKT (Partai Komunis Tiongkok) tidak mengizinkan siapa pun untuk percaya kepada Tuhan yang benar atau mengikuti jalan yang benar, dan aku menjadi sasaran penangkapan dan penganiayaan brutal dan tidak manusiawi di tangan pemerintah PKT hanya karena imanku.

Suatu sore di bulan Desember 2009, aku sedang mencuci pakaian di rumah, ketika tiba-tiba lima atau enam polisi berpakaian preman masuk ke halamanku. Salah seorang dari mereka berteriak, "Kami dari Regu Polisi Kriminal yang secara khusus ditugaskan untuk menindak orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa!" Sebelum aku bisa mendapatkan kembali ketenanganku, mereka mulai memorak-porandakan segala sesuatu di rumahku seperti sekawanan perampok. Mereka mengubrak-abrik rumahku, baik di bagian dalam maupun luar, dan menyita beberapa buku tentang kepercayaan kepada Tuhan, sebuah pemutar DVD, dan dua pemutar CD yang mereka temukan. Kemudian, mereka memasukkanku ke mobil polisi dan membawaku ke kantor polisi. Dalam perjalanan ke sana, aku memikirkan tentang bagaimana saudara-saudari menggambarkan penangkapan dan penyiksaan kejam oleh polisi jahat, dan jantungku serasa menyumbat tenggorokan; aku sangat takut. Dalam kesulitan itu, aku segera berdoa kepada Tuhan: "Ya Tuhan Yang Mahakuasa! Aku merasa sangat lemah sekarang. Pikiran akan disiksa membuatku sangat takut. Kumohon berilah aku iman dan kekuatan dan singkirkanlah ketakutanku." Setelah berdoa, aku memikirkan dua bagian firman Tuhan: "Para penguasa mungkin tampak ganas dari luar, tetapi jangan takut, karena ini disebabkan engkau semua memiliki sedikit iman. Asalkan imanmu bertumbuh, tidak akan ada yang terlalu sulit" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 75"). "Dalam seluruh rencana-Ku, si naga merah yang sangat besar adalah kontras-Ku, musuh-Ku, dan juga hamba-Ku; karena itulah Aku tidak pernah mengendurkan 'tuntutan'-Ku terhadapnya" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta, Bab 29"). Ketika merenungkan firman Tuhan, terpikir olehku bahwa aku takut akan siksaan kejam Iblis karena aku tidak memiliki iman yang benar kepada Tuhan. "Iblis sebenarnya merupakan kontras yang memberi pelayanan pada pekerjaan Tuhan," pikirku. "Sebiadab dan sekejam apa pun Iblis, ia tetap berada di tangan Tuhan, dan tidak ada pilihan lain baginya selain mematuhi pengaturan dan rancangan Tuhan. Terlebih lagi, semakin biadab dan kejam Iblis, semakin aku harus mengandalkan imanku untuk menjadi kesaksian bagi Tuhan. Pada saat yang genting ini, aku sama sekali tidak bisa ditakut-takuti oleh kekuatan lalim Iblis, tetapi sebaliknya aku harus bersandar pada iman dan kekuatan yang Tuhan berikan kepadaku untuk mengalahkan Iblis." Merenungkan hal ini, aku tidak lagi merasa takut.

Ketika kami sampai di kantor polisi, dua polisi memborgolku tanpa sepatah kata pun, lalu mereka menendang dan mendorongku naik ke lantai dua sebelum menggeram padaku, "Kami punya 'perlakuan khusus' untuk dinikmati orang-orang sepertimu!" Dalam hati aku tahu bahwa "perlakuan khusus" ini berarti penyiksaan. Tepat pada saat itu, aku terus berdoa kepada Tuhan dalam hatiku, dan aku tidak berani meninggalkan Tuhan bahkan barang sesaat pun, takut kalau aku akan kehilangan pemeliharaan dan perlindungan-Nya dan terpikat oleh rencana licik Iblis. Segera setelah aku memasuki ruang interogasi, salah satu polisi jahat menyuruhku berlutut. Ketika aku tidak mematuhinya, dia mengarahkan tendangan keras ke belakang lututku, dan memaksaku jatuh berlutut dengan benturan keras. Kemudian mereka mengepungku dan mulai menghajar serta menendangku sampai kepalaku pusing dan mataku menjadi buram, dan darah mengalir ke luar dari hidung dan mulutku. Namun, itu belum selesai bagi mereka, karena mereka memerintahkan aku agar duduk di lantai dan menempatkan sebuah kursi di depanku. Salah satu polisi jahat itu kemudian mulai memukul punggungku dengan keras, dan dengan setiap serangan itu, wajah dan kepalaku membentur kursi. Kepalaku berdenging, dan rasa sakitnya tak tertahankan. Salah satu polisi menyeringai jahat dan berkata, "Seseorang telah mengkhianatimu. Jika kau tidak mulai berbicara, kami akan menghajarmu sampai mati!" Setelah mengatakan ini, polisi jahat itu meninju dadaku dengan keras, yang rasanya sangat menyakitkan sehingga aku tidak bisa menarik napas cukup lama. Polisi lain kemudian berteriak, "Apa kau benar-benar berpikir dirimu semacam Liu Hulan? Cepat atau lambat kami akan mengorek kebenaran darimu!" Gerombolan polisi jahat itu menyiksaku dengan berbagai cara, baru berhenti ketika mereka mulai lelah. Tepat ketika aku mengira bahwa aku mungkin akan diberi waktu bernapas, seorang polisi berusia lima puluhan datang berupaya memperdayaku dengan tindakannya sebagai polisi yang baik. "Seseorang baru memberi tahu kami bahwa kau adalah seorang pemimpin gereja. Apakah menurutmu kami tidak akan dapat mendakwamu apa pun jika kau tidak membuka mulut? Kami telah membuntutimu sejak lama, dan kami baru menangkapmu karena sekarang kami memiliki bukti yang cukup. Jadi mulailah berbicara!" Aku terkejut mendengarnya mengatakan ini: "Mungkinkah itu benar?" Aku berpikir. "Jika seseorang benar-benar telah menjadi Yudas dan mengkhianatiku, bukankah mereka sudah tahu segalanya tentang aku? Bisakah aku lolos tanpa memberi tahu apa pun kepada mereka? Apa yang harus kulakukan?" Dalam keputusasaanku, firman Tuhan Yang Mahakuasa terlintas dalam pikiranku: "Engkau memikirkan semua kasih karunia yang telah engkau dapatkan. Engkau telah mendengar begitu banyak firman-Ku—mungkinkah engkau sia-sia mendengarkannya? Siapa pun bisa melarikan diri, tetapi engkau tidak bisa melakukannya. Orang lain bisa tidak percaya, tetapi engkau harus percaya. Orang lain bisa meninggalkan Tuhan, tetapi engkau harus menjunjung tinggi Tuhan dan memberi kesaksian tentang Dia. Orang lain bisa memfitnah Tuhan, tetapi engkau tidak bisa. Bagaimanapun kasarnya Tuhan terhadapmu, engkau tetap harus memperlakukan-Nya dengan benar. Engkau harus membalas kasih-Nya, dan engkau harus memiliki hati nurani, karena Tuhan tidak bersalah. Dia sudah menanggung penghinaan besar dengan turun ke bumi dari surga untuk bekerja di tengah manusia. Dia kudus tanpa sedikit pun kenajisan. Dengan datang ke negeri yang najis, berapa besar penghinaan yang Dia alami? Dia mengerjakanmu demi kebaikanmu sendiri" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Makna Penting Menyelamatkan Keturunan Moab"). Setiap firman Tuhan menghantam jantungku yang mati rasa dan hati nuraniku merasa sangat tertegur. Aku berpikir tentang bagaimana aku mengikuti Tuhan Yang Mahakuasa selama bertahun-tahun, bagaimana aku telah menikmati kasih dan kehangatan dari Tuhan yang tak berkesudahan, memperoleh perbekalan hidup yang berlimpah dari Tuhan, memahami kebenaran yang tak seorang pun mampu memahaminya di sepanjang sejarah, menyadari makna dan nilai kehidupan, dan membebaskan diriku dari kehidupan gelap masa laluku yang penuh kepedihan, ketandusan dan keputusasaan. Tuhan telah memberiku kasih yang luar biasa—bagaimana mungkin aku bisa melupakan itu? Bagaimana mungkin aku bisa merasa begitu kebingungan dan bahkan memiliki pikiran mengkhianati Tuhan pada saat aku mendengar bahwa orang lain telah mengkhianati Dia? Merenungkan pikiran-pikiran ini, aku menangis terisak-isak, dan membenci diriku sendiri karena sedemikian tidak memiliki hati nurani dan kemanusiaan. Setiap kali seseorang menunjukkan kebaikan kepadaku, aku akan memikirkan segala cara yang mungkin untuk membalas kebaikan itu. Namun, Tuhan telah memberiku begitu banyak kasih karunia dan berkat, dan telah mengaruniakan keselamatan yang begitu besar kepadaku, tetapi hati nuraniku tetap mati rasa. Bukan hanya pikiran untuk membalas Tuhan tak terpikir olehku, tetapi ketika aku menyadari diriku berada dalam kesulitan, aku bahkan berpikir untuk mengkhianati Tuhan. Aku menyebabkan hati Tuhan sangat sedih! Pada saat itu, aku merasakan penyesalan yang dalam karena telah goyah. Jika orang lain benar-benar baru saja mengkhianati Tuhan, Tuhan pasti sekarang akan merasa sangat sedih dan berduka, dan sekarang aku harus berusaha menghibur hati Tuhan dengan kesetiaanku sendiri. Namun, aku menjadi begitu egois dan tercela sehingga bukan saja aku tidak berpihak kepada Tuhan, tetapi aku juga berpikir untuk mengkhianati Tuhan hanya agar aku bisa terus berlama-lama dalam kehidupan yang menyedihkan dan tercela ini. Aku hanya memikirkan diriku sendiri, tanpa hati nurani atau alasan apa pun—aku menyebabkan hati Tuhan begitu berduka dan membuat Dia membenciku! Dalam celaan terhadap diri sendiri dan penyesalanku, diam-diam aku memanjatkan doa kepada Tuhan: "Ya Tuhan Yang Mahakuasa! Aku sangat kurang memiliki hati nurani dan kemanusiaan! Segala yang Engkau berikan kepadaku adalah kasih dan berkat, tetapi yang kuberikan kepada-Mu sebagai balasannya adalah luka dan kepedihan. Ya Tuhan! Syukur atas tuntunan-Mu yang memungkinkan aku mengetahui apa yang harus kulakukan sekarang. Sekarang aku ingin memuaskan Engkau sekali ini dengan tindakan nyata. Tidak peduli bagaimana Iblis dapat menyiksaku, lebih baik aku mati daripada gagal menjadi kesaksian untuk-Mu, dan aku tidak akan pernah mengkhianati-Mu!" Polisi jahat itu melihat betapa aku menangis begitu sedih dan berpikir bahwa aku mulai goyah, jadi dia berjalan mendekatiku dan berkata dengan kelemahlembutan yang pura-pura, "Beri tahu kami apa yang ingin kami ketahui. Ceritakan kepada kami, dan kemudian kau bisa pulang." Aku menatapnya dan berkata dengan marah, "Tidak mungkin aku akan mengkhianati Tuhan!" Mendengarku mengatakan ini benar-benar membuatnya marah; dia mulai menampar wajahku dan berteriak histeris, "Jadi, kau lebih suka tongkat daripada wortel, hah? Aku mencoba memberimu jalan keluar dengan bermartabat, tetapi kau melemparkannya kembali ke mukaku. Apa kau pikir tidak ada yang bisa kami lakukan kepadamu? Jika kau tidak mulai memperbaiki perilakumu dan mengaku, kami akan mengurungmu di penjara selama lima tahun dan anakmu tidak akan diizinkan pergi ke sekolah." Aku menjawab, "Jika aku menghabiskan waktu lima tahun di penjara, itu adalah sesuatu yang harus kutanggung. Kau dapat menghentikan anakku untuk pergi ke sekolah, tetapi nasibnya tetaplah nasibnya. Aku akan tunduk pada kedaulatan Tuhan." Gerombolan setan itu semakin marah, dan salah seorang dari mereka mencengkeram kerah bajuku dan menyeretku ke landasan beton. Kemudian mereka mendudukkan aku di lantai dengan kaki terentang. Seorang polisi menginjak salah satu kakiku, sementara yang lain mendesakkan lututnya ke punggungku, lalu menarik kedua lenganku ke belakang dengan kasar. Lenganku seketika terasa sakit tak tertahankan seolah-olah keduanya patah, dan tanpa kusadari kepalaku tersungkur dan membentur landasan beton, langsung timbul benjolan besar. Waktu itu pertengahan musim dingin, dengan angin yang membekukan tulang dan setiap tetes air berubah menjadi es, tetapi polisi-polisi jahat ini menyiksaku sampai-sampai aku berkeringat deras, pakaianku terus-menerus basah kuyup. Melihat aku tetap belum menyerah, mereka merobek jaket berlapis kapas yang kukenakan dan memaksaku berbaring telungkup di lantai dingin hanya dengan mengenakan pakaian dalam yang tipis, dan mereka terus menanyaiku. Ketika aku tetap tidak mau menjawab pertanyaan mereka, mereka kembali menendangku. Gerombolan setan ini menyiksaku sampai malam tiba dan mereka semua kelelahan, tetapi tetap belum mendapatkan apa-apa dariku. Ketika mereka pergi untuk makan malam, mereka mengancamku, dengan mengatakan, "Jika kau terus tutup mulut malam ini, kami akan memborgolmu ke bangku hukuman dan membiarkanmu membeku sampai mati!" Setelah mengatakan ini, mereka bergegas pergi dengan marah. Aku mulai merasa takut waktu itu, dan berpikir: "Siksaan macam apa lagi yang akan dilakukan para polisi jahat ini? Akankah aku bisa bertahan?" Terutama ketika aku memikirkan wajah biadab mereka dan cara mereka menyiksaku, aku merasa semakin tertekan dan tak berdaya. Aku takut kalau aku tidak akan sanggup menanggung siksaan kejam ini dan bahwa aku akan mengkhianati Tuhan, jadi aku terus berdoa kepada Tuhan. Pada saat itu, firman Tuhan memberiku pengingat: "Jika manusia memiliki pikiran yang kerdil dan penakut, itu karena mereka telah dibodohi oleh Iblis, yang takut bahwa kita akan menyeberangi jembatan iman untuk masuk ke dalam Tuhan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 6"). Firman Tuhan menjernihkan pikiranku dan kemudian aku tahu bahwa ketakutanku adalah karena Iblis telah menipuku, dan dengan demikian aku telah kehilangan imanku kepada Tuhan. Aku juga menyadari bahwa aku benar-benar perlu mengalami situasi semacam ini untuk ditempa dan diteguhkan, kalau tidak, selamanya aku tidak akan dapat mengembangkan iman yang benar kepada Tuhan. Terlebih lagi, aku menyadari bahwa aku tidak berjuang sendirian melalui kesulitan ini, tetapi aku memiliki Tuhan Yang Mahakuasa sebagai penopang setiaku. Kemudian aku teringat ketika bangsa Israel dibawa keluar dari Mesir dan diburu oleh tentara Mesir sampai ke Laut Merah. Saat itu, tidak ada jalan kembali, dan mereka menaati firman Tuhan dan mengandalkan iman mereka untuk menyeberangi Laut Merah. Yang mengejutkan mereka, Tuhan membelah Laut Merah dan mengubahnya menjadi daratan kering; mereka melewatinya dengan selamat dan lolos dari bahaya, sehingga terhindar dari dikejar dan dibantai oleh tentara Mesir. Sama halnya denganku yang saat ini menghadapi penyiksaan kejam polisi PKT. Selama aku memiliki iman dan mengandalkan Tuhan, aku pasti akan mengalahkan Iblis! Maka, hatiku kembali dipenuhi kekuatan dan aku tidak lagi merasa takut dan tawar hati. Aku mengucapkan doa kepada Tuhan dalam hatiku: "Ya Tuhan Yang Mahakuasa! Aku ingin bertarung melawan Iblis sementara mengandalkan Engkau dan tidak akan takut lagi pada kekuatan lalim polisi jahat itu! Aku akan menjadi kesaksian bagi-Mu!" Pada saat yang berbahaya ini, bukan saja Tuhan Yang Mahakuasa bertindak sebagai penopangku yang teguh, tetapi Dia juga menunjukkan rahmat dan belas kasihan atas kelemahanku. Polisi tidak datang untuk menanyaiku lagi malam itu, dan aku melewati malam itu dengan selamat.

Pagi-pagi benar, beberapa polisi dengan tatapan mata kejam datang dan mulai menggertakku, dengan berkata, "Jika kau tidak mau bekerja sama, kau akan membayar untuk itu! Kami akan membuatmu mencicipi kematian! Tuhanmu Yang Mahakuasa tidak bisa menyelamatkanmu sekarang. Kau tidak akan bisa melewati ini bahkan sekalipun kau adalah Liu Hulan! Jika kau tidak mulai berbicara, jangan harap keluar dari ini hidup-hidup." Kemudian sekali lagi mereka menyuruhku melepas jaket berlapis kapas yang kukenakan dan berbaring di lantai beku sambil mereka menanyaiku. Melihat mereka masing-masing memelototiku dengan pandangan mata kejam, satu-satunya yang bisa kulakukan adalah berseru dengan putus asa kepada Tuhan dan memohon kepada-Nya agar membuatku berdiri teguh dalam kesaksianku. Melihatku tetap diam, mereka merasa malu dan kemudian marah. Salah seorang polisi mulai menghantam kepalaku dengan folder berkas sampai aku merasa sakit kepala dan pusing. Sambil menghajarku, dia mencaci-makiku dengan kata-kata kotor dan mengancamku, katanya, "Mari kita benar-benar membuatnya mencicipi tiang gantungan hari ini. Putranya pergi ke sekolah mana? Beri tahu kepala sekolah dan bawa putranya ke sini. Kita akan membuat perempuan ini berharap dirinya mati." Kemudian mereka menanyaiku tentang barang-barang yang mereka temukan di rumahku, tetapi karena aku tidak memberi jawaban yang memuaskan mereka, mereka mulai menghantamkan folder berkas itu ke mulutku sampai darah menetes dari sudut bibirku. Kemudian mereka memukuli seluruh tubuhku dengan ganas, mereka baru berhenti ketika mereka mulai lelah. Saat itu, seorang polisi datang ke ruangan dan melihat bahwa aku tidak memberi pengakuan, kemudian empat atau lima orang dari mereka mendatangiku dan membuka borgolku, kemudian kembali memborgol tanganku di belakang punggungku. Mereka menyuruhku duduk di depan sebuah meja besar, dengan kepala sejajar dengan ujung meja dan kakiku terentang. Ketika mereka berpikir kakiku tidak cukup lurus, mereka akan menginjak kakiku dan menekan bahuku. Untuk sekian lama, mereka memegang tangan dan borgolku tinggi-tinggi di belakangku dan menyuruhku tetap diam dalam postur yang telah mereka perintahkan kepadaku. Jika aku bergerak maju, kepalaku akan membentur meja, jika aku bergerak ke kiri, kanan, atau ke belakang, aku akan dihukum berat. Taktik mereka yang tercela ini membuatku sangat kesakitan sehingga aku hanya ingin mati dan aku menjerit-jerit kesakitan setelah setiap siksaan demi siksaan. Baru setelah mereka melihat aku hampir mati, mereka melepaskan aku dan membiarkan aku terbaring tengkurap di lantai. Setelah beberapa saat, gerombolan setan yang tak berperikemanusiaan itu mulai lagi menyiksa dan menyengsarakan aku. Empat atau lima polisi jahat menginjak kaki dan tanganku sehingga aku tidak bisa bergerak, kemudian mereka memegang hidungku dan menekan pipiku untuk membuatku membuka mulut sementara mereka menuangkan air dingin ke dalamnya. Karena tercekik, aku mati-matian meronta, tetapi mereka tetap tidak melepaskan aku, dan perlahan-lahan aku kehilangan kesadaran. Aku tidak tahu sudah berapa lama aku pingsan, tetapi tiba-tiba aku terbangun, tersedak air, dan mulai batuk hebat. Air keluar dari mulut, hidung dan telingaku dan dadaku. Satu-satunya hal yang dapat kurasakan adalah gelap gulita di sekitarku dan mataku serasa mencelat keluar dari rongganya. Aku sangat tersedak sehingga aku hanya bisa menghembuskan napas dan tidak menarik napas. Mataku kosong, dan aku merasa seolah-olah ajal akan segera mendatangiku. Tepat ketika hidupku seakan-akan tergantung pada seutas benang, tiba-tiba aku menderita batuk dan kejang hebat, dan aku bisa menyemburkan air. Aku merasa agak lebih baik setelah itu. Salah seorang polisi jahat itu kemudian menyeretku dengan menjambak rambutku ke posisi duduk dan dengan kasar menarik borgolku. Kemudian dia memerintahkan salah satu bawahannya untuk mengambil tongkat kejut listrik untuk digunakan kepadaku. Yang mengejutkan aku, ketika kembali, bawahan itu berkata, "Aku hanya bisa menemukan empat. Dua di antaranya tidak berfungsi dan dua lainnya perlu diisi ulang baterainya." Mendengarnya, petugas itu berseru dengan marah, "Kau terlalu bodoh untuk mengerjakan apa pun! Bawakan sedikit air cabai!" Aku berdoa tanpa henti kepada Tuhan dalam hatiku, memohon kepada-Nya agar melindungiku supaya aku dapat mengatasi semua siksaan kejam yang ditimpakan oleh para polisi jahat itu kepadaku. Tepat pada saat itu, sesuatu yang tak terduga terjadi: salah satu polisi itu benar-benar berkata, "Itu keterlaluan. Kita sudah menyiksanya habis-habisan. Jangan lakukan itu lagi." Ketika polisi ini mendengarnya, yang bisa dia lakukan hanyalah mengalah. Pada saat itu aku benar-benar merasakan kedaulatan dan kekuasaan Tuhan atas segala hal, sebab Tuhan melindungiku dan memberiku penangguhan siksaan ini. Namun polisi-polisi jahat ini belum siap untuk melepaskan aku. Mereka kembali memborgol tanganku di belakang punggungku, menginjak kakiku dan menarik kedua tanganku yang diborgol itu ke atas dengan segenap kekuatan mereka. Satu-satunya yang bisa kurasakan adalah rasa sakit yang tak tertahankan, seolah-olah kedua lenganku patah, dan aku menjerit tanpa henti. Dalam hati, aku terus berseru kepada Tuhan Yang Mahakuasa, dan tanpa disadari aku berseru, "Ya Tuh ...." Tetapi kemudian aku segera merendahkan suaraku dan yang terdengar hanya perkataanku selanjutnya, "Semua yang kutahu ... aku akan memberi tahu kalian semua yang kutahu." Gerombolan ini berpikir aku benar-benar ingin memberi tahu segalanya kepada mereka, dan karena itu mereka melepaskan tanganku dan berteriak, "Kami semua adalah para penyelidik kasus profesional. Jangan pernah berpikir kau bisa menipu kami. Jika kau tidak bersikap baik dan memberi tahu segalanya pada kami sekarang, lupakan saja keinginanmu untuk hidup lebih lama atau meninggalkan tempat ini. Kami akan memberimu waktu untuk memikirkannya!" Aku sangat tertekan menghadapi siksaan dan ancaman mereka, dan aku berpikir: "Aku tidak ingin mati di sini, tetapi aku benar-benar tidak ingin mengkhianati Tuhan ataupun gereja. Apa yang harus kulakukan? Bagaimana jika aku memberi tahu mereka hanya tentang satu orang saudara atau saudari?" Namun tiba-tiba aku menyadari bahwa aku tidak akan pernah bisa melakukan hal ini, dan bahwa memberi tahu mereka tentang apa pun berarti mengkhianati Tuhan, dan menjadikan aku seorang Yudas. Dalam kesakitan, aku berdoa kepada Tuhan: "Ya Tuhan! Apa yang harus kulakukan? Kumohon cerahkanlah dan tuntunlah aku, dan berilah aku kekuatan!" Setelah berdoa, aku merenungkan firman Tuhan yang menyatakan: "Gereja adalah hati-Ku." "Engkau harus mengorbankan segalanya untuk melindungi kesaksian-Ku. Ini akan menjadi tujuan dari tindakanmu—jangan lupakan ini" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 41"). "Ya," pikirku. "Gereja adalah jantung hati Tuhan. Mengkhianati seorang saudara atau saudari sama saja dengan mendatangkan malapetaka dalam gereja, dan itu merupakan hal yang paling mendukakan Tuhan. Aku tidak boleh melakukan apa pun untuk menyakiti gereja. Tuhan datang dari surga turun ke bumi untuk bekerja menyelamatkan kami, dan Iblis mengarahkan pandangannya yang serakah pada kami umat yang dipilih oleh Tuhan, dengan sia-sia berharap untuk menangkap kami semua sekaligus dan menghancurkan gereja Tuhan. Jika aku mengkhianati saudara-saudariku, bukankah itu berarti aku membiarkan akal busuk Iblis berhasil? Tuhan begitu baik dan segala yang Dia lakukan bagi manusia, Dia lakukan karena kasih. Aku tidak boleh menyakiti hati Tuhan. Aku tidak bisa melakukan apa pun untuk Tuhan hari ini, jadi aku hanya memohon agar dapat menjadi kesaksian untuk membalas kasih Tuhan—inilah satu-satunya hal yang bisa kulakukan." Begitu aku memahami kehendak Tuhan, aku berdoa kepada-Nya: "Ya Tuhan! Aku tidak tahu penyiksaan macam apa yang masih mereka rencanakan untukku. Engkau tahu bahwa tingkat pertumbuhanku begitu kecil dan aku sering merasa tawar hati dan takut. Namun, aku percaya bahwa Engkau memegang segalanya dalam tangan-Mu, dan aku ingin membulatkan tekad di hadapan-Mu untuk menjadi kesaksian bagi-Mu, bahkan dengan mengorbankan nyawaku sendiri." Tepat pada saat itulah, salah seorang polisi jahat itu berteriak dengan marah padaku, "Sudah kau pertimbangkan? Jika kau tidak bersikap baik dan memberi tahu kami segalanya, akan kupastikan kau mati di sini hari ini juga! Bahkan Tuhan Yang Mahakuasa tidak bisa menyelamatkanmu!" Aku menutup mataku rapat-rapat dan, berpegang teguh pada tekadku untuk menjadi kesaksian dengan mengorbankan nyawaku sendiri, aku tidak mengucapkan sepatah kata pun. Para polisi menggertakkan gigi karena marah, lalu bergegas ke arahku, merendahkan dan menyiksaku tanpa henti seperti sebelumnya, dengan menginjak dan menghajarku. Mereka menghantam kepalaku dengan ganas sampai kepalaku mulai pusing. Segalanya menjadi gelap di depan mataku dan kepalaku terasa seperti pecah. Perlahan-lahan aku mulai merasa tidak mampu menggerakkan mataku, tubuhku menjadi kebas karena rasa sakit, dan aku tidak bisa mendengar apa pun dengan jelas. Satu-satunya yang bisa kudengar adalah suara mereka yang sepertinya terdengar dari tempat yang sangat jauh. Namun, pikiranku jernih, dan aku terus-menerus mengulangi kata-kata ini: "Aku bukan Yudas. Aku akan mati sebelum menjadi Yudas ...." Aku tidak tahu berapa lama waktu berlalu, tetapi ketika aku bangun, aku melihat tubuhku basah kuyup, dan empat atau lima polisi jahat berjongkok di sekitarku, seakan-akan memeriksa untuk melihat apakah aku masih hidup atau sudah mati. Ketika melihat gerombolan petugas yang tidak lebih baik dari binatang buas ini, aku merasa kemarahan besar muncul dalam diriku: inikah "Polisi Rakyat" yang "mencintai rakyat seperti anak-anak mereka sendiri"? Inikah para penegak hukum yang "menegakkan keadilan, menghukum yang jahat dan menolong yang baik"? Mereka semua hanyalah setan-setan dan monster neraka! Tepat pada saat itu, aku memikirkan satu bagian dari Khotbah dan Persekutuan: "Si naga merah yang sangat besar menentang dan menyerang Tuhan dengan sangat ganas dan habis-habisan, dan ia melukai umat pilihan Tuhan dengan cara yang paling jahat dan keji—inilah kenyataannya. Naga merah yang sangat besar menganiaya dan memaksa umat pilihan Tuhan, dan apa tujuannya melakukan hal ini? Ia berharap agar sepenuhnya memusnahkan pekerjaan Tuhan di akhir zaman dan menghapuskan kedatangan Tuhan kembali. Inilah kejahatan si naga merah yang sangat besar, dan merupakan rencana licik Iblis" (Khotbah dan Persekutuan tentang Jalan Masuk ke Dalam Kehidupan III). Melihat fakta-fakta di sekitarku dengan mencamkan firman Tuhan ini, aku melihat dengan sangat jelas bahwa pemerintah PKT adalah perwujudan Iblis dan bahwa PKT adalah si jahat yang telah menentang Tuhan dari sejak semula. Karena hanya Iblis si setanlah yang membenci kebenaran dan takut akan terang yang sejati, dan yang ingin menghalau kedatangan Tuhan yang benar, karena hanya Iblis si setan yang dapat menyakiti dengan kejam dan menyiksa dengan tidak manusiawi orang-orang yang mengikuti Tuhan dan menempuh jalan yang benar. Kini Tuhan telah menjadi manusia dan telah datang untuk bekerja di dalam sarang Iblis, dan Dia mengatur situasi seperti itu untuk kujalani sehingga aku, yang telah sedemikian dalam ditipu olehnya, mampu menyadari bahwa Iblis si setanlah yang melukai dan menelan manusia, bahwa ada terang yang melampaui kekuasaan gelap Iblis, dan bahwa ada Tuhan yang sejati yang mengawasi kita dan menyediakan bagi kita siang dan malam. Kedatangan Tuhan Yang Mahakuasa telah membawa kebenaran dan terang bagiku, dan pada akhirnya telah memungkinkan aku melihat wajah setan pemerintah PKT yang memamerkan dirinya setiap hari sebagai "yang agung, terhormat, dan benar," membangkitkan kebencian yang pahit terhadap pemerintah PKT dalam diriku. Kedatangan-Nya juga memungkinkan aku menyadari akan makna dan nilai mengejar kebenaran, dan membuatku melihat jalan terang dalam kehidupan. Semakin aku memikirkannya, semakin aku memahaminya, dan aku merasakan kekuatan muncul dalam diriku, yang menolongku menghadapi siksaan kejam para petugas. Rasa sakit fisikku juga berkurang, dan aku tahu jauh di dalam lubuk hatiku bahwa Tuhanlah yang melindungi dan menolongku melalui upaya polisi untuk mengorek pengakuan dariku melalui penyiksaan.

Pada akhirnya, polisi melihat bahwa mereka tidak bisa mendapatkan apa-apa dariku, jadi mereka mendakwaku dengan tuduhan "mengganggu ketertiban umum" dan mengirimku ke rumah tahanan. Pemerintah PKT mengharuskan para tahanan bekerja seperti mesin di tempat-tempat itu, memaksa mereka bekerja tanpa henti sepanjang hari. Aku bahkan tidak bisa tidur nyenyak selama lima jam setiap malam, dan setiap hari aku akan sangat kelelahan sehingga aku merasa seluruh tubuhku luluh lantak. Meskipun demikian, petugas lembaga pemasyarakatan tidak akan pernah membiarkan aku makan kenyang. Aku hanya diberi dua roti kukus kecil dan sedikit sayuran tanpa setetes minyak setiap kali makan. Selama aku menghabiskan waktu di sana, polisi jahat datang untuk menanyaiku beberapa kali. Terakhir kali menginterogasiku, mereka mengatakan akan memberiku hukuman dua tahun reformasi melalui kerja paksa. Dengan berani, aku bertanya kepada mereka, "Bukankah hukum negara membuat ketentuan untuk kebebasan beragama? Mengapa aku dihukum dua tahun reformasi melalui kerja paksa? Aku sakit. Jika aku mati, apa yang akan dilakukan anak-anak dan orang tuaku? Tanpa ada yang mengurus mereka, mereka akan kelaparan." Seorang polisi berusia lima puluhan berkata dengan tegas, "Kau akan dihukum karena telah melanggar hukum negara, dan buktinya tidak dapat dibantah!" Aku membalas, "Percaya kepada Tuhan adalah hal yang baik. Aku tidak melakukan pembunuhan, pembakaran, hal buruk apa pun. Aku hanya ingin menjadi orang baik. Jadi mengapa kau tidak membiarkan aku mempunyai iman?" Mereka merasa malu dan marah mendengardengan jawabanku, dan salah seorangsatu dari mereka mendatangiku dan menamparku aku, lalu menjatuhkan aku ke lantai. Kemudian mereka memaksaku untuk berbaring tengkurap. Salah satu dari mereka menindih bahuku sementara yang lain menindih kakiku. Yang lainNamun orang lain lagi dengansecara kasar menginjak wajahku dengan sepatu kulitnya, dan tanpa malu-malu menyatakan, "Kebetulan ada pasar pada hari ini. Kami akan menelanjangimu dan mengarakmu keliling pasar!" Setelah mengatakan ini, ia menginjak dengan keras bagian bawah tubuhku dan dadaku. Dia menginjak dadaku dengan satu kaki dan mengangkat kaki yang lain dengan penuh ancaman, dan kemudian melakukan ini berulang kali, sesekali menginjak pahaku. Celanaku menjadi sobek karena diinjak-injak dan demikian juga selangkanganku. Aku merasa sangat dipermalukan sehingga air mata mengalir tanpa henti dari mataku, dan aku merasa seperti akan remuk redam. Aku benar-benar tidak tahan dipermalukan oleh iblis-iblis itu dengan cara demikian. Aku merasa terlalu sulit untuk hidup seperti ini, dan lebih baik mati. Tepat ketika aku merasakan penderitaan yang hebat ini, aku memikirkan firman Tuhan yang menyatakan: "Sudah tiba saatnya bagi kita untuk membalas kasih Tuhan. Kita mungkin menderita tidak sedikit ejekan, fitnahan, dan penganiayaan oleh karena kita mengikuti jalan kepercayaan kepada Tuhan, tetapi Aku percaya ini adalah hal yang bermakna. Ini adalah suatu kemuliaan, bukan suatu yang memalukan, dan bagaimanapun, banyak darinya adalah berkat yang kita nikmati" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Jalan ... (2)"). "Diberkatilah mereka yang dianiaya karena kebenaran" (Matius 5:10). Firman Tuhan segera menggugah ingatanku. "Ya," pikirku. "Rasa sakit dan penghinaan yang kuderita hari ini adalah makna dan nilai terbaik. Aku menderita karena aku percaya kepada Tuhan dan menempuh jalan yang benar, dan itu kualami demi mendapatkan kebenaran dan memperoleh hidup. Penderitaan ini tidak memalukan, tetapi justru merupakan berkat dari Tuhan. Hanya saja aku tidak memahami kehendak Tuhan, dan ketika menderita rasa sakit dan penghinaan ini, aku ingin mati untuk mengakhirinya dan tidak bisa melihat kasih atau berkat Tuhan sama sekali. Bagaimana mungkin aku tidak menyebabkan Tuhan berduka?" Memikirkan hal-hal ini, aku merasa sangat berutang kepada Tuhan, dan dalam hati aku membulatkan tekad: "Tidak peduli bagaimana setan-setan ini mempermalukan dan menyiksaku, aku tidak akan pernah bersujud kepada Iblis. Bahkan sekalipun aku hanya memiliki satu tarikan napas tersisa, aku tetap akan menghabiskannya dengan sebaik-baiknya dan menjadi kesaksian bagi Tuhan, dan sama sekali tidak akan mengecewakan Dia." Setelah menyiksaku selama dua hari dua malam, mereka tetap belum mendapatkan apa pun dariku, jadi mereka mengirimku ke rumah tahanan kota.

Di rumah tahanan, aku merenungkan semua yang kualami selama beberapa hari terakhir dan, perlahan-lahan, aku mengerti bahwa menjalani penganiayaan dan kesengsaraan seperti itu adalah kasih dan keselamatan Tuhan yang lebih mendalam bagiku. Tuhan ingin memakai situasi ini untuk menempa kemauan dan tekadku untuk menderita dan menanamkan iman dan kasih sejati di dalam diriku sehingga aku dapat belajar untuk taat dalam kesulitan yang begitu besar dan dapat menjadi kesaksian bagi-Nya. Di hadapan kasih Tuhan, teringat bagaimana aku menjadi lemah dan memberontak berkali-kali saat disiksa dengan kejam, jadi aku datang ke hadapan Tuhan dalam pertobatan yang sungguh-sungguh: "Ya Tuhan Yang Maha Kuasa! Aku sangat buta dan bebal. Aku tidak mengenali kasih dan berkat-Mu, tetapi selalu berpikir bahwa penderitaan fisik adalah hal yang buruk. Sekarang aku melihat bahwa semua yang terjadi pada diriku saat ini adalah berkat-Mu. Meskipun berkat ini bertentangan dengan gagasanku sendiri, dan mungkin tampak secara lahiriah seolah-olah dagingku menderita rasa sakit dan penghinaan, inilah sebenarnya harta hidup paling berharga yang Engkau anugerahkan bagiku, itu merupakan kesaksian kemenangan-Mu atas Iblis, dan bahkan terlebih lagi, Engkaulah yang menunjukkan kepadaku kasih yang paling nyata dan sejati. Ya Tuhan! Aku tidak memiliki apa pun untuk membalas-Mu atas kasih dan keselamatan-Mu. Yang bisa kulakukan adalah memberikan hatiku dan menderita semua rasa sakit dan penghinaan ini untuk menjadi kesaksian bagi-Mu!"

Yang mengejutkan adalah bahwa, tepat ketika aku mempersiapkan diri untuk masuk penjara dan bertekad memuaskan Tuhan, Tuhan membuka jalan keluar bagiku. Pada hari ke-13 aku berada di rumah tahanan, Tuhan menggugah saudara iparku untuk mengundang polisi keluar dan memberi mereka beberapa hadiah, yang menelan biaya 3.000 yuan. Dia juga menyerahkan 5.000 yuan kepada polisi sehingga mereka mau mengeluarkan aku dengan jaminan sementara menunggu persidangan. Setibanya di rumah, aku melihat daging di kakiku membusuk karena betapa seringnya para polisi jahat itu telah menginjak-injakku. Luka itu menjadi keras dan menghitam dan butuh tiga bulan untuk pulih. Penyiksaan yang dilakukan oleh para polisi kepadaku juga menyebabkan kerusakan parah pada otak dan jantungku, dan aku dibiarkan menderita efek sampingnya. Aku masih menanggung siksaan rasa sakit sampai hari ini. Seandainya bukan karena perlindungan Tuhan, aku mungkin sudah lumpuh dan terbujur di tempat tidur, dan kenyataan bahwa sekarang aku dapat hidup normal sepenuhnya bergantung pada kasih dan perlindungan Tuhan yang besar.

Setelah mengalami penganiayaan dan kesengsaraan ini, aku benar-benar mulai melihat esensi jahat pemerintah PKT yang menentang Tuhan. Aku juga melihat dengan jelas bahwa PKT adalah si jahat dan musuh Tuhan yang tidak dapat diperdamaikan. Aku menyimpan kebencian abadi terhadap PKT jauh di dalam lubuk hatiku. Di saat yang sama, aku juga memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang kasih Tuhan daripada yang kumiliki sebelumnya, dan aku jadi mengerti bahwa semua pekerjaan yang Tuhan perbuat dalam diri manusia dilakukan demi menyelamatkan mereka dan karena kasih-Nya kepada mereka. Tuhan tidak hanya menunjukkan kasih-Nya kepada kita melalui kasih karunia dan berkat, tetapi, lebih dari itu, Dia menunjukkannya melalui penderitaan dan kesengsaraan. Mampu berdiri teguh sepanjang siksaan kejam dan penghinaan yang dilakukan polisi padaku, dan mampu keluar dari sarang iblis, aku benar-benar menghargai kenyataan bahwa semua ini adalah firman Tuhan Yang Mahakuasa yang memberiku iman dan kekuatan. Terlebih lagi, karena aku diilhami oleh kasih Tuhan Yang Mahakuasa, yang memungkinkan aku untuk mengalahkan Iblis selangkah demi selangkah dan berjalan bebas dari sarang iblis. Syukur kepada Tuhan karena Dia mengasihi dan menyelamatkan aku, dan segala kemuliaan dan pujian bagi Tuhan Yang Mahakuasa!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Pertarungan Melawan Cuci Otak

Oleh Saudara Zhao Liang, TiongkokAku ditahan oleh polisi Partai Komunis Tiongkok karena imanku di usia 19 tahun. Mereka membuatku merasakan...