Tetap Melakukan Tugasku

25 Juni 2020

Oleh Saudari Yang Mu, Korea

Dahulu aku merasa sangat iri ketika melihat saudara-saudari tampil, bernyanyi dan menari memuji Tuhan. Aku memimpikan hari di mana aku bisa berada di atas panggung untuk bernyanyi dan menjadi kesaksian untuk Tuhan. Kurasa itu akan menjadi suatu kehormatan besar! Hari itu datang lebih cepat dari yang kukira.

Pada Mei 2018, aku mengikuti latihan untuk Kidung Kerajaan, sebuah pertunjukan paduan suara. Aku tidak pernah mengikuti kursus menyanyi atau menari, jadi latihan pada awalnya sangat sulit bagiku. Aku benar-benar gugup ketika bernyanyi dan wajahku terlihat kaku, dan tubuhku selalu tidak sinkron saat menari. Namun aku tidak putus asa. Aku memikirkan tentang Kidung Kerajaan yang menjadi kesaksian tentang kedatangan Tuhan, bagi seluruh umat manusia dan aku pun segera merasa sangat terinspirasi sehingga aku terus berdoa. Aku bertekad mengerahkan segenap kemampuanku untuk bernyanyi dan menari dengan baik. Tuhan membimbingku sedikit demi sedikit, dan setelah beberapa bulan, aku mulai merasa lebih nyaman dengan semua itu. Aku juga memimpin saudara-saudari untuk melatih ekspresi mereka. Aku mulai merasa cukup bangga dengan diriku sendiri dan berpikir, "Ekspresi dan gerakanku benar-benar bagus sekarang. Aku pasti akan ditempatkan di baris terdepan ketika kami syuting, dan ketika saudara-saudari di rumah menontonku di dalam pertunjukan ini, mereka akan sangat gembira, sangat bahagia. Aku yakin mereka juga akan iri, dan mengagumiku." Aku merasa diriku sangat hebat setiap kali memikirkan hal itu dan aku memiliki energi tanpa batas untuk melakukan tugasku. Bahkan ketika kami berlatih sampai tubuhku basah oleh keringat dan badanku pegal-pegal, aku tetap tidak bersantai. Aku takut jika aku bermalas-malasan, aku tidak akan ditempatkan di baris depan dan kesempatan untuk pamer akan menjadi semakin kecil. Aku tahu aku harus melakukan yang terbaik betapapun sulit dan melelahkannya itu. Sutradara mengatur posisi kami di atas panggung ketika jadwal pengambilan gambar semakin dekat. Dengan penuh semangat, aku memeriksa daftar penampil dan mencari namaku, kemudian melihat namaku tertera di baris ketujuh. Aku tidak bisa memercayai apa yang kulihat. Mengapa aku ditempatkan begitu jauh di belakang? Apakah sutradara itu telah membuat kesalahan? Ekspresi dan gerakanku sangat akurat, dan aku bahkan telah membantu saudara-saudari berlatih. Kupikir sebenarnya aku harus berada di beberapa baris pertama. Bagaimana bisa aku berada di belakang? Jika aku tak tertangkap kamera, dan penampilanku tidak masuk televisi, pasti orang lain tidak akan melihatku. Pikiran itu membuatku sangat tidak puas. Dalam latihan setelah itu, aku tidak mampu bersukacita dalam menyanyi atau mengerahkan tenaga dalam tarianku. Aku selalu cemberut, terutama ketika aku melihat beberapa ekspresi dan gerakan para saudari tidak ada yang istimewa, tetapi mereka berada di tiga baris pertama. Aku benar-benar tidak mengerti. Bagaimana mereka bisa lebih baik daripadaku? Mengapa mereka ditempatkan di baris depan, sementara aku ditaruh di baris belakang? Aku dipenuhi dengan kecemburuan dan tidak bisa menerimanya. Aku memang melihat bahwa beberapa saudara-saudari yang pada umumnya lebih baik dalam latihan daripadaku ditempatkan bahkan lebih jauh di baris belakang, tetapi mereka terlihat sangat nyaman saat latihan seolah-olah itu sama sekali tidak memengaruhi mereka. Aku bingung: meskipun berada di baris belakang, mereka tetap taat dan aktif melakukan tugas mereka, jadi mengapa itu sangat sulit bagiku, dan mengapa aku tidak mampu tunduk? Bukankah aku sedang bersikap sangat tidak masuk akal? Aku memang merasa sedikit mencela diri pada saat itu, tetapi aku tetap tidak mencari kebenaran atau merenungkan diriku sendiri. Aku tetap tidak bisa melupakan di mana aku ditempatkan di dalam barisan.

Beberapa hari kemudian sutradara membuat beberapa perubahan pada barisan tersebut. Aku merasakan gelora kegembiraan di dalam hati dan bertanya-tanya apakah aku akan dipindahkan ke barisan depan. Namun ketika aku melihat daftarnya, aku benar-benar ingin menangis. Aku ditempatkan di baris paling belakang dan di bagian paling ujung di mana aku hampir tak tertangkap kamera. Yang bahkan kuanggap lebih sulit dipercaya adalah bahwa beberapa saudari yang sudah lama tidak berlatih malah ditempatkan di depanku. Hatiku terasa sangat kacau dan aku sangat kecewa. Aku telah bekerja sangat keras untuk melatih ekspresi wajah dan gerakanku sehingga aku bisa berada di dalam film, jadi mengapa aku dipindahkan ke posisi yang tidak tertangkap kamera tanpa ada kesempatan sedikit pun untuk memperlihatkan wajahku? Aku hanya akan menjadi figuran! Apa gunanya berada di pertunjukan itu? Jika tahu dari awal, aku tidak akan bekerja sekeras itu selama latihan. Aku merasa seperti hancur berantakan dan tidak bisa menerima kenyataan ini. Suatu hari, beberapa hari setelah latihan selanjutnya, pergelangan kakiku tiba-tiba terkilir. Kupikir, "Sekarang aku bisa beristirahat karena pergelangan kakiku terkilir, dan tidak perlu berlatih keras setiap hari. Lagi pula posisiku berada di baris belakang sehingga tak seorang pun bisa melihatku. Buat apa bekerja begitu keras?" Aku mulai datang terlambat dan pulang lebih awal, dan ketika latihan semakin intens, aku akan beristirahat di tepi panggung. Melihat kelakuanku, beberapa saudari mengingatkanku, "Kita akan segera syuting. Jika kau tidak menggunakan hari-hari ini untuk berlatih, kau akan tidak selaras dengan penampil lainnya. Kita tidak boleh malas." Mendengar ini membuatku sedikit kesal dan merasa agak menyesal. Aku tahu bahwa dalam 20 hari lagi kami akan syuting, jadi jika aku tidak sibuk berlatih, seluruh proyek akan tertunda. Aku akan menimbulkan gangguan. Tiba-tiba aku merasa takut. Bagaimana aku bisa begitu jahat? Hanya melalui perenungan diri barulah aku menyadari bahwa aku telah mencari-cari alasan dan bersikap menentang, dan aku telah kehilangan motivasi untuk melakukan tugasku sejak aku ditempatkan di baris belakang dan tidak akan punya kesempatan untuk pamer. Aku hanya melakukan sesuatu dengan asal-asalan, tanpa antusiasme atau komitmen apa pun. Aku sedang melawan Tuhan dan menjadi penentang. Kakiku yang terkilir juga semakin sakit, yang bisa saja merupakan cara Tuhan untuk mendisiplinkan diriku. Jika aku terus bersikap menentang, tidak masalah entah aku bisa pamer atau tidak, aku mungkin tidak akan mampu berdiri di atas panggung, dan kemudian aku bahkan akan kehilangan tugasku. Dalam keadaan kesakitan dan mencela diri sendiri, malam itu aku berlutut dalam doa kepada Tuhan. "Ya Tuhan, aku benar-benar kesal sejak kulihat aku ditempatkan di baris belakang dan aku belum mampu tunduk, malah aku penuh keluhan, dan telah melakukan tugasku dengan buruk, bermalas-malasan dalam tugas. Aku melihat betapa memberontaknya diriku, betapa aku telah mengecewakan-Mu. Tuhan, kumohon bawalah aku keluar dari keadaan ini."

Kemudian aku membaca firman Tuhan berikut ini: "Begitu bersangkut-paut dengan kedudukan, gengsi, atau reputasi, hati setiap orang melompat dalam pengharapan, dan masing-masing dari engkau selalu ingin unggul, menjadi terkenal, dan diakui. Setiap orang tidak mau menyerah, sebaliknya selalu ingin bersaing—meskipun bersaing itu memalukan dan tidak diizinkan di rumah Tuhan. Namun, tanpa persaingan, engkau masih belum puas. Ketika engkau melihat seseorang unggul, engkau merasa iri, benci, dan merasa bahwa itu tidak adil. 'Mengapa aku tidak bisa unggul? Mengapa selalu orang itu yang unggul, dan aku tidak pernah mendapat giliran?' Engkau kemudian merasakan kebencian. Engkau mencoba menekannya, tetapi engkau tidak bisa. Engkau berdoa kepada Tuhan dan merasa lebih baik untuk sementara waktu, tetapi begitu engkau menghadapi masalah semacam ini lagi, engkau tidak dapat mengatasinya. Bukankah ini menunjukkan tingkat pertumbuhan yang tidak dewasa? Bukankah kejatuhan seseorang ke dalam keadaan seperti itu adalah sebuah perangkap? Ini adalah belenggu natur Iblis yang rusak dan mengikat manusia. Jika seseorang telah membuang watak-watak yang rusak ini, bukankah itu berarti dia bebas dan dimerdekakan? Renungkan ini: Perubahan macam apa yang harus dicapai seseorang jika dia ingin menghindarkan dirinya menjadi terjerat dalam kondisi-kondisi ini, untuk mampu melepaskan dirinya dari kondisi ini, dan dibebaskan dari gangguan dan ikatan hal-hal ini? Apa yang harus diperoleh seseorang sebelum dia benar-benar bisa bebas dan dimerdekakan? Di satu pihak, dia harus memahami hal-hal ini: Ketenaran dan kekayaan serta kedudukan hanyalah alat dan cara yang Iblis gunakan untuk merusak manusia, menjebak mereka, mencelakakan, dan menyebabkan kebejatan moral mereka. Secara teori, engkau harus terlebih dahulu mendapatkan pemahaman yang jelas tentang hal ini. Selain itu, engkau harus belajar untuk melepaskan hal-hal ini dan menyingkirkannya. ... Jika tidak, semakin engkau berjuang, semakin kegelapan akan mengelilingimu, dan semakin besar perasaan iri dan kebencian yang akan kaurasakan, dan keinginanmu akan pencapaian justru akan bertumbuh semakin kuat. Semakin kuat keinginanmu akan pencapaian, semakin kecil kemampuanmu untuk melakukannya, dan ketika mencapai lebih sedikit, kebencianmu akan bertambah. Ketika kebencianmu bertambah, batinmu akan menjadi semakin gelap. Semakin gelap batinmu, semakin buruk engkau akan melakukan tugasmu; semakin buruk engkau melakukan tugasmu, semakin tak berguna dirimu. Ini adalah lingkaran setan yang saling terkait. Jika engkau tidak pernah mampu melakukan tugasmu dengan baik, maka, lambat laun, engkau akan disingkirkan" ("Serahkanlah Hatimu yang Sejati kepada Tuhan, maka Engkau Dapat Memperoleh Kebenaran" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Ini sedikit menyadarkanku. Firman Tuhan menyingkapkan keadaanku dengan tepat. Setelah aku bergabung dengan kelompok paduan suara dan melihat diriku semakin terbiasa dengan gerakan tariannya, serta memimpin orang lain untuk berlatih menunjukkan ekspresi mereka, aku mulai merasa diriku tampil lebih baik daripada mereka dan bahwa aku akan berada di depan saat syuting. Aku dipenuhi dengan semangat untuk melakukan tugasku saat kupikir aku akan disyuting, bahwa aku bisa pamer. Aku senang bekerja keras dan melelahkan diriku, dan aku hanya berfokus melatih ekspresi dan gerakanku. Namun ketika posisiku ternyata semakin jauh ke belakang, harapanku untuk pamer hancur. Aku menentang pengaturan sutradara dan aku menolak untuk menerima mereka yang ditempatkan di baris depan. Aku iri terhadap mereka. Aku salah paham dan mengeluh, aku merasa itu tidak adil, aku mencoba mencari-cari alasan dan melawan Tuhan, serta menjadi negatif dan bermalas-malasan dalam tugasku. Aku bahkan menyesali upaya yang sebelumnya kulakukan untuk berlatih. Ketika aku merenungkan motif dan perilakuku, aku memahami bahwa aku melakukan tugasku bukan karena mempertimbangkan kehendak Tuhan juga bukan agar menjadi kesaksian bagi Dia. Sebaliknya, aku ingin mengambil kesempatan itu untuk menonjol, membuat orang lain mengagumiku. Bukankah itu berarti aku hanya memperjuangkan reputasi dan statusku sendiri? Aku sangat egois dan jahat! Kesempatan untuk bergabung dengan kelompok paduan suara adalah sarana Tuhan untuk mengangkatku, tetapi, tanpa hati nurani dan nalar, aku tidak memikirkan tentang bagaimana melakukan tugas dengan baik dan memuaskan Tuhan. Sebaliknya aku justru berjuang untuk pamer. Aku kesal dan mengeluh saat tidak bisa pamer. Aku jatuh ke dalam keadaan yang semakin gelap. Akhirnya aku melakukan tugasku dengan buruk, dan ini membuat Tuhan jijik. Bukankah ini berarti aku telah jatuh ke dalam jerat Iblis? Aku memikirkan semua saudara-saudari yang melakukan tugas mereka di belakang layar, yang tidak tampil di panggung, tetapi mereka bekerja keras tanpa mengeluh, tetap melakukan tugas mereka dengan rendah hati. Aku tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka. Aku merasa bahwa aku tidak mampu membedakan antara baik dan buruk, dan bahwa aku sangat berutang kepada Tuhan. Aku tidak ingin terus memberontak. Aku ingin bertobat kepada Tuhan.

Setelah itu, aku membaca firman Tuhan berikut ini: "Engkau harus belajar untuk melepaskan dan mengesampingkan hal-hal ini, untuk merekomendasikan orang lain, dan membiarkan mereka unggul. Jangan berjuang mati-matian atau bergegas-gegas mengambil keuntungan saat engkau menemukan kesempatan untuk unggul atau memperoleh kemuliaan. Engkau harus belajar untuk mundur, tetapi tidak boleh menunda pelaksanaan tugasmu. Jadilah seseorang yang bekerja dengan tenang tanpa ingin terlihat, yang tidak pamer kepada orang lain ketika engkau melakukan tugasmu dengan setia. Semakin engkau melepaskan gengsi dan statusmu, dan semakin engkau melepaskan kepentinganmu sendiri, semakin damai engkau jadinya, dan semakin banyak ruang terbuka di hatimu dan keadaanmu akan semakin membaik. Semakin engkau bergumul dan bersaing, semakin gelaplah keadaanmu. Jika engkau tidak percaya, coba saja dan lihatlah! Jika engkau ingin memutarbalikkan keadaan semacam ini, dan tidak dikendalikan oleh hal-hal ini, engkau pertama-tama harus mengesampingkan dan melepaskannya" ("Serahkanlah Hatimu yang Sejati kepada Tuhan, maka Engkau Dapat Memperoleh Kebenaran" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan memberiku jalan penerapan. Setiap kali aku kembali ingin pamer, aku harus berdoa kepada Tuhan dan menyangkali diriku, melepaskan keinginan pribadiku dan lebih berpikir tentang bagaimana aku bisa melakukan tugasku sesuai dengan tuntutan Tuhan, dan memastikan gerakan tarianku sudah benar dan menyanyikan laguku dengan baik. Inilah yang harus kulakukan. Aku menyadari bahwa kesempatanku untuk terlibat dalam Kidung Kerajaan adalah sarana untuk aku melakukan tugasku sebagai makhluk ciptaan, entah aku ditempatkan di baris depan ataupun di baris belakang. Tuhan tidak menilai pengabdian seseorang dalam melakukan tugasnya berdasarkan posisi mereka dalam barisan, tetapi berdasarkan ketulusan mereka, dan apakah mereka melakukan kebenaran dan tunduk kepada Tuhan. Aku merasa jauh lebih nyaman setelah memahami kehendak Tuhan, dan aku menaikkan doa ini: "Ya Tuhan, aku tidak mau lagi memberontak terhadap-Mu. Di mana pun posisiku, bahkan jika di baris paling belakang di mana tak seorang pun bisa melihatku, aku ingin melakukan tugasku dengan baik untuk memuaskan-Mu!"

Setelah itu dalam latihan, aku selalu berada di dua baris terakhir. Terkadang terpikir olehku bahwa aku tidak akan pernah tertangkap kamera di posisi tersebut, bahwa tak seorang pun yang akan pernah mengagumiku, dan aku merasa agak kecewa. Namun pada saat-saat itu, aku dengan segera berdoa kepada Tuhan dan memohon kepada-Nya untuk menenangkan hatiku, dan aku memikirkan bagaimana mengekspresikan apa yang Tuhan inginkan dalam setiap lirik lagu yang kunyanyikan, dan bagaimana menari dengan penuh semangat, sesuai dengan koreografi. Ketika aku mulai bersungguh-sungguh untuk melakukan hal-hal ini, aku merasa sangat dekat dengan Tuhan dan aku tidak peduli di mana aku ditempatkan. Luar biasanya, saat waktu pengambilan gambar semakin dekat, aku terus dipindahkan semakin ke depan dan aku juga diberikan beberapa adegan kecil yang disyut. Aku bersyukur kepada Tuhan karena memberiku kesempatan untuk berlatih. Selama beberapa hari syuting adegan-adegan itu, aku terus berpegang pada rasa syukurku. Dengan setiap pengambilan gambar, aku berfokus tampil dengan sungguh-sungguh sehingga tidak ada penyesalan apa pun dalam mengerjakan tugasku. Untuk pengambilan gambar terakhir, aku ditempatkan di baris pertama dengan kamera yang sangat dekat denganku. Aku benar-benar tidak memercayainya. Aku merasa itu suatu kehormatan. Aku berulang kali bersyukur kepada Tuhan dan bertekad untuk melakukan tugas dengan baik. Tepat saat aku dengan bahagia berjalan menuju baris pertama, semua lampu sorot menyinariku dan kamera diarahkan kepadaku. Seorang saudari bergegas menghampiri untuk membetulkan pakaianku, memperbaiki dandananku, dan menata rambutku. Tiba-tiba aku merasa menjadi fokus perhatian, bahwa semua orang sedang menatapku, dan aku tidak mampu menahan kegembiraanku. Bahkan dalam mimpiku, aku tidak pernah membayangkan berada di baris pertama. Jika pengambilan gambar itu berhasil dengan baik, kurasa ada banyak orang yang akan menyaksikanku dan aku akan benar-benar menjadi terkenal. Gagasan itu benar-benar semakin menguasaiku. Perasaan itu tak terlukiskan. Saat memikirkan itu tiba-tiba aku menyadari bahwa aku tidak dalam keadaan yang benar, dan aku kembali ingin pamer. Tanpa buang waktu, aku berdoa kepada Tuhan dan menyangkali diriku sendiri, tetapi aku tetap tidak mampu melenyapkan pemikiranku yang salah dan aku tidak bisa tenang. Kami mengambil dua atau tiga gambar satu per satu, tetapi aku tidak mampu tampil maksimal. Sutradara kemudian mengingatkan kami untuk masuk ke dalam kerangka berpikir yang benar. Aku mulai khawatir bahwa sutradara telah melihat ekspresiku yang tidak sesuai dan akan kembali menempatkanku di baris belakang. Aku khawatir akan kehilangan kesempatan untuk memamerkan diri. Namun aku sadar aku tidak boleh selalu memikirkan kepentinganku sendiri, dan aku harus berfokus menguasai emosiku sehingga aku bisa melakukan tugasku dengan baik. Ada pertempuran yang berkecamuk di hatiku antara ingin melakukan tugasku dengan baik dan khawatir akan kehilangan kesempatan untuk pamer. Itu membuatku merasa sangat gugup. Kami mengambil gambar lima kali berturut-turut, tetapi aku masih belum mampu tampil maksimal, dan aku terlihat sangat kaku. Aku melihat saudari lainnya semua berbicara dengan penuh semangat tentang apa yang telah mereka pelajari setelah syuting, dan beberapa dari mereka sangat tersentuh sampai menangis, tetapi aku tidak mampu membangkitkan semangatku. Aku merasa sangat sedih dan segera pulang.

Dalam perjalanan pulang, aku merasa sangat bersalah karena penampilanku yang buruk dalam pembuatan film tersebut. Semua saudara-saudari lainnya telah mempersembahkan hati mereka yang jujur serta senyuman tulus mereka kepada Tuhan, sedangkan aku terobsesi untuk pamer. Penampilanku sama sekali tidak cukup baik untuk menjadi kesaksian bagi Tuhan, dan Tuhan tidak bisa memperkenan tugasku. Pada saat itu aku benar-benar ingin menangis tersedu-sedu. Aku berkata kepada Tuhan, "Ya Tuhan, aku menyesali syuting terakhir ini. Aku benar-benar tidak mau pamer lagi, dan ingin berada di belakang panggung, di sudut di mana tak seorang pun, bahkan kamera, dapat melihatku. Asalkan aku memiliki hati yang jujur dan sederhana untuk bernyanyi bagi-Mu dengan tulus, aku akan merasa bahagia dan damai, dan aku tidak akan pernah merasa sangat tertuduh lagi. Namun itu sudah terlambat, dan aku tidak mampu membalas kasih-Mu." Semakin aku memikirkannya, semakin aku merasa sedih, aku merasa sangat menyesal dengan caraku melaksanakan tugasku.

Aku menenangkan hatiku dan mulai merenungkan kembali semuanya. Mengapa keinginanku untuk pamer dan menonjol begitu kuat sehingga meninggalkan kedagingan dan melakukan kebenaran menjadi begitu sulit bagiku? Aku membaca bagian ini dalam firman Tuhan: "Apa yang engkau sukai, fokuskan, puja, iri, dan pikirkan dalam hatimu setiap hari semuanya adalah representasi dari naturmu. Itu cukup membuktikan bahwa naturmu menyukai ketidakbenaran, dan dalam situasi yang serius, naturmu itu jahat dan tak dapat disembuhkan. Engkau harus menganalisis naturmu dengan cara ini; artinya, periksalah apa yang engkau sukai dan apa yang engkau tinggalkan dalam hidupmu. Engkau mungkin bersikap baik kepada seseorang untuk sementara waktu, tetapi ini tidak membuktikan bahwa engkau menyukai mereka. Yang sebenarnya engkau sukai adalah apa yang ada dalam naturmu; bahkan jika tulang-tulangmu patah, engkau akan tetap menikmatinya dan tidak akan pernah bisa meninggalkannya. Ini tidak mudah untuk diubah" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Apa yang Harus Diketahui tentang Mengubah Watak Seseorang"). "Selain membongkar hal-hal yang orang sukai dalam natur mereka, aspek-aspek lain yang berhubungan dengan natur mereka juga perlu dibongkar. Misalnya, pandangan orang tentang berbagai hal, metode dan sasaran mereka dalam hidup, nilai-nilai kehidupan dan pandangan orang terhadap kehidupan, serta pandangan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan kebenaran. Semua ini adalah hal-hal yang tersembunyi jauh di kedalaman jiwa orang dan memiliki hubungan langsung dengan perubahan watak" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Apa yang Harus Diketahui tentang Mengubah Watak Seseorang"). Firman Tuhan membantuku memahami bahwa pemikiran, pilihan, dan pengejaran manusia, semua berasal dari natur kita, dan itu semua juga dikendalikan oleh natur kita. Lalu aku bertanya kepada diriku sendiri, apa yang sebenarnya kufokuskan dan kucari dalam tugasku selama ini? Ketika posisiku di panggung terus semakin maju ke baris depan dan aku semakin berada dalam jangkauan kamera, yang paling kupikirkan adalah kesempatan untuk akhirnya berada di baris terdepan, untuk memamerkan diriku, dan menjadi fokus dari rasa iri dan rasa kagum orang lain. Khususnya pada adegan terakhir saat aku ditempatkan di baris terdepan, aku merasa seperti bintang film. Rasanya seperti mencapai prestasi yang sedemikian besar sehingga aku tak mampu mengendalikan keinginanku untuk pamer, untuk menunjukkan penampilan terbaikku di kamera, untuk memberikan kejutan yang menyenangkan kepada saudara-saudari yang mengenalku, dan memberi kepada diriku sendiri kenangan indah yang akan bertahan selamanya. Aku melihat betapa aku menghargai reputasi dan status, dan itu telah tertanam begitu dalam di lubuk hatiku.

Setelah itu, aku membaca bagian ini dalam firman Tuhan: "Watak Iblis yang rusak sangat dalam berakar dalam diri manusia; itu menjadi hidup mereka. Apa yang sebenarnya dicari dan diinginkan manusia? Di bawah pengaruh kuat watak jahat yang rusak, apa cita-cita, harapan, ambisi, dan tujuan serta arah hidup manusia? Bukankah semua itu bertentangan dengan hal-hal positif? Yang terutama, manusia selalu ingin terkenal atau menjadi selebriti; mereka ingin mendapatkan ketenaran dan martabat yang besar, dan ingin membawa kehormatan bagi leluhur mereka. Apakah ini hal-hal positif? Ini sama sekali tidak sejalan dengan hal-hal positif; selain itu, semua ini bertentangan dengan hukum Tuhan yang berkuasa atas nasib manusia. Mengapa Aku mengatakan itu? Orang macam apa yang Tuhan inginkan? Apakah Dia menginginkan orang yang hebat, selebriti, bangsawan, atau orang yang mengguncangkan dunia? (Tidak.) Jadi, orang macam apa yang Tuhan inginkan? Dia menginginkan orang yang rendah hati yang berusaha menjadi makhluk ciptaan Tuhan yang memenuhi syarat, yang dapat memenuhi tugas makhluk ciptaan, dan yang dapat memenuhi standar sebagai manusia" ("Hanya Mencari Kebenaran dan Mengandalkan Tuhan yang Dapat Mengatasi Watak yang Rusak" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). "Engkau selalu mencari kebesaran, kemuliaan, dan kehormatan; engkau selalu mencari peninggian. Bagaimana perasaan Tuhan saat Dia melihat ini? Dia membencinya, dan tidak mau melihatnya. Semakin engkau mengejar hal-hal seperti kebesaran; kemuliaan; dan menjadi lebih unggul daripada orang lain, terhormat, terkemuka, dan penting, semakin Tuhan menganggapmu menjijikkan. Jangan menjadi seseorang yang Tuhan anggap menjijikkan! Jadi, bagaimana ini bisa dicapai? Dengan melakukan segala sesuatu dengan kerendahhatian sambil berdiri pada posisi manusia. Jangan menyimpan mimpi-mimpi kosong, jangan mencari ketenaran atau berusaha lebih menonjol dari teman-teman sebayamu, dan terlebih lagi, jangan berusaha menjadi orang hebat yang melampaui orang lain, yang lebih unggul di antara manusia dan membuat orang lain memujanya. Itulah jalan yang Iblis tempuh; Tuhan tidak menginginkan makhluk ciptaan seperti itu. Jika, pada akhirnya, setelah semua pekerjaan Tuhan selesai, masih ada orang-orang yang mengejar hal-hal ini, maka hanya ada satu hasil bagi mereka: disingkirkan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Penyelesaian Tugas yang Benar Membutuhkan Kerja Sama yang Harmonis"). Firman Tuhan benar-benar menyadarkanku. Aku merenungkan mengapa aku sangat suka pamer, mengapa aku begitu sombong. Itu semua karena aku dididik dan dirusak oleh Iblis. Racun-racunnya antara lain "Menonjolkan diri dan membawa kehormatan bagi nenek moyangnya" dan "Manusia bergelut ke atas; air mengalir ke bawah" benar-benar telah meresap ke dalam diriku, memberiku pandangan yang salah tentang kehidupan. Aku melihat pengejaran reputasi dan status serta hidup lebih baik daripada orang lain sebagai hal yang positif. Aku menganggapnya sebagai tujuan hidup. Apa pun yang kulakukan, aku ingin pamer, agar orang lain mengagumiku dan iri kepadaku. Aku merasa itulah artinya hidup lebih baik daripada orang lain, bahwa hidupku menjadi terhormat. Jadi, aku memiliki kecintaan yang besar akan reputasi dan status. Aku teringat dahulu tentang bagaimana aku selalu ingin unggul di sekolah dan dalam interaksiku dengan orang lain. Aku ingin unggul dari orang lain dan menjadi pusat perhatian. Setiap kali seseorang mulai memperhatikanku, aku akan merasa sangat senang. Ketika aku tidak diperhatikan atau tidak dikenal dalam kelompok mana pun, aku tidak tahan. Aku ingin berjuang untuk mendapatkan posisi, dan kalau gagal aku menjadi kecewa. Aku selalu hidup berdasarkan racun-racun iblis ini, selalu ingin orang lain mengagumiku. Hal-hal ini bagaikan belenggu yang mengikatku, mengendalikan pikiranku, membuatku melihat keterlibatanku di dalam film untuk menjadi kesaksian bagi Tuhan sebagai panggung pribadi untuk menampilkan diriku. Aku memperlakukan tugasku seperti sebuah batu loncatan untuk memuaskan keinginanku sendiri. Tidak ada apa pun di hatiku selain bagaimana agar aku bisa menonjol dan bersinar. Aku tidak memikirkan tentang bagaimana melakukan tugasku dengan baik atau memuaskan Tuhan. Aku memahami bahwa tanpa menyelesaikan masalah racun-racun dan watak jahatku ini, aku tidak hanya mustahil melakukan tugasku dengan baik dan memuaskan Tuhan, tetapi pada akhirnya aku akan disingkirkan oleh Tuhan karena aku memberontak dan menentang-Nya.

Kemudian aku membaca bagian ini dalam firman Tuhan: "Yang Tuhan tuntut dari manusia bukanlah kemampuan untuk menyelesaikan sejumlah tugas tertentu atau menyelesaikan pekerjaan besar apa pun, Dia juga tidak membutuhkan mereka untuk merintis usaha besar apa pun. Yang Tuhan inginkan adalah agar manusia dapat melakukan semua yang mereka mampu lakukan dengan kerendahhatian, dan hidup sesuai dengan firman-Nya. Tuhan tidak membutuhkanmu untuk menjadi besar atau terhormat, juga tidak membutuhkanmu untuk melakukan mukjizat apa pun, Dia juga tidak ingin melihat kejutan yang menyenangkan di dalam dirimu. Dia tidak membutuhkan hal-hal seperti itu. Yang Tuhan butuhkan adalah agar engkau mendengarkan firman-Nya dan, setelah engkau mendengarnya, memasukkannya ke dalam hatimu dan menerapkannya dengan kerendahhatian sesuai dengan firman Tuhan, sehingga firman Tuhan dapat menjadi sesuatu yang engkau hidupi, dan menjadi hidupmu. Dengan demikian, Tuhan akan dipuaskan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Penyelesaian Tugas yang Benar Membutuhkan Kerja Sama yang Harmonis"). Aku memahami bahwa kehendak Tuhan bagi kita adalah mengejar kebenaran dan menjadi orang yang benar-benar jujur, tunduk pada aturan dan pengaturan-Nya, dan dengan sekuat tenaga melakukan tugas-tugas kita. Berupaya mencapai tujuan-tujuan ini akan memuaskan Dia. Aku tidak pernah mengerti kehendak Tuhan sebelumnya, tetapi hanya dengan sepenuh hati mengejar reputasi dan status. Akibatnya, aku tidak mampu melakukan tugasku dengan baik, dan akhirnya mengecewakan Tuhan. Aku sangat rusak, tetapi Dia tetap tidak menyerah terhadapku. Dari waktu ke waktu, Dia menyingkapkan sudut pandangku yang salah dalam hal pengejaranku dengan mengubah penempatan posisiku di atas panggung sehingga aku dapat melihat watak jahatku yang rusak, berbalik dari jalanku, dan berubah. Kasih Tuhan sungguh membuatku tersentuh. Aku menaikkan doa ini kepada-Nya: "Ya Tuhan, aku tidak mau lagi berusaha menonjol atau dikagumi. Pengejaran itu hanya membawa penderitaan bagiku dan membuatku tidak mampu memuaskan-Mu dalam tugasku, membuatku merasa bersalah. Mulai sekarang aku hanya ingin melakukan penerapan sesuai dengan firman-Mu. Posisi apa pun yang kuperoleh, entah aku bisa pamer atau tidak, yang kuinginkan adalah bernyanyi memuji-Mu dengan hati yang penuh ketundukan sejati kepada-Mu, melakukan tugasku demi memuaskan-Mu." Dalam pengambilan gambar ulang kami setelah itu, terkadang aku dipindahkan ke belakang, terkadang aku dipindahkan ke depan, dan terkadang aku dibutuhkan dalam latihan tetapi tidak untuk syuting. Itu memang memengaruhiku secara emosi, tetapi aku bisa melepaskan keinginanku dengan berdoa kepada Tuhan dan membaca firman-Nya untuk mengubah pola pikirku. Terkadang aku melihat beberapa saudari terpengaruh emosinya karena perubahan posisi mereka dan mereka tidak melakukan tugas dengan baik. Aku mampu menemukan beberapa firman Tuhan yang relevan tepat pada waktunya dan menghubungkannya dengan pengalamanku sendiri untuk membantu mereka. Melakukan tugasku dengan cara itu benar-benar membuatku merasa nyaman dan itu sangat bermakna! Benar. Sutradara kemudian kembali memindahkanku ke baris terdepan, tetapi aku tidak berusaha pamer seperti sebelumnya. Aku hanya merasa kamera yang ditujukan kepadaku adalah sebuah tanggung jawab, bahwa itu adalah sebuah kesaksian. Aku memusatkan perhatianku untuk bernyanyi dengan baik dan melakukan tugasku sebagaimana mestinya. Aku teringat satu adegan ketika aku berada di baris paling belakang, kami menyanyikan bagian firman Tuhan ini: "Angkatlah panji kemenanganmu untuk merayakan Tuhan! Nyanyikan lagu kemenangan dan sebarkan nama Tuhan yang kudus!" Aku berpikir tentang betapa dalamnya aku telah dirusak oleh Iblis, mengejar reputasi dan status, bahwa aku telah gagal melakukan tugasku dengan baik untuk memuaskan Tuhan, betapa aku benar-benar telah menyakiti-Nya. Hari itu, aku merasa harus memuji Tuhan dari hatiku, mempersembahkan lagu terbaikku kepada-Nya sehingga Iblis akan dipermalukan dan dikalahkan! Ketika aku bernyanyi memuji Tuhan di atas panggung dengan sikap seperti itu, aku merasakan kedamaian dan kenikmatan yang belum pernah kualami sebelumnya. Aku juga merasakan perasaan bangga dan keadilan!

Tak lama kemudian, Kidung Kerajaan, paduan suara berskala besar tersebut, telah ditayangkan secara daring. Kami semua, saudara-saudari, menonton video tersebut dengan penuh semangat. Melihat begitu banyak umat pilihan Tuhan berdiri di depan Bukit Zaitun dengan bangga bernyanyi "Umat memuji Tuhan, umat memuji Tuhan" benar-benar menggetarkanku, dan aku sangat tersentuh sehingga aku tak mampu menahan air mata syukurku. Mengingat kembali semua yang terjadi, dari yang semula aku begitu terpengaruh oleh posisiku sehingga aku tidak mampu melakukan tugasku dengan sungguh-sungguh, sampai akhirnya aku tidak lagi terpengaruh oleh reputasi dan status, tidak lagi mementingkan apakah posisiku berada di baris depan atau di baris belakang, tetapi hanya mengambil posisi sebagai makhluk ciptaan, bernyanyi dengan bebas dan menjadi kesaksian untuk Tuhan, itu semua adalah buah dari pekerjaan Tuhan di dalam diriku. Syukur kepada Tuhan!

Sebelumnya: Peperangan Rohani

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Memilih Antara Sekolah dan Tugas

Oleh Saudari Lu Yang, TiongkokSejauh yang kuingat, orang tuaku tak pernah akur. Mereka selalu bertengkar, dan terkadang ayah akan memukul...