Jangan Biarkan Kasih Sayang Mengaburkan Pikiranmu

21 Januari 2022

Oleh Saudari Xin Jing, Tiongkok

Pada Juni 2015, aku pergi ke gereja untuk melayani sebagai diaken penginjilan. Seorang wanita bernama Li Jie berada di tim penyiraman, dan kami harus sering bekerja sama. Kami seumuran, dan kami menjalani kehidupan yang sama dan memiliki kepribadian yang serupa. Kami sama-sama ditindas oleh suami kami—kami memiliki banyak kesamaan. Kami berdua sangat akrab. Selain itu, aku orang baru di gereja itu, jadi tidak mengenal jemaat lain dan memiliki banyak tantangan dalam tugasku. Dia bersekutu denganku dan membantuku dengan sangat antusias, dan aku selalu ada untuknya ketika dia mengalami masalah dalam hidupnya. Seiring waktu, kami mulai saling menceritakan pikiran dan perasaan terdalam kami. Kami merasakan hubungan yang nyata dan sangat akrab.

Kemudian, aku terpilih sebagai pemimpin gereja dan tidak lagi sering berhubungan. Kira-kira beberapa bulan kemudian, kudengar beberapa saudara-saudari menyinggung tentang masalah Li Jie. Mereka berkata dia sangat congkak, dan ketika orang lain memiliki masalah, dia bukan hanya tak sabar terhadap mereka, tetapi selalu memarahi dan meremehkan mereka. Semua orang merasa terkekang olehnya. Seorang pemimpin menunjukkan masalah ini kepadanya, tetapi dia menolak menerimanya dan bersikap kasar tentang hal itu. Dia menjadi sangat mengganggu dalam pertemuan itu. Dia tidak mau menerima persekutuan orang lain, tetapi hanya menyalahkan orang lain. Semua orang mengatakan dia tidak memiliki pekerjaan Roh, persekutuannya kacau dan membingungkan, dan terkadang dia menjatuhkan orang lain. Dia sudah tidak menyirami pendatang baru dengan baik selama beberapa bulan. Ketika mendengar semua ini, aku tahu dalam hatiku bahwa dia tidak layak lagi untuk tugas penyiraman. Beberapa rekan sekerja menyarankan agar dia diganti, agar pekerjaan gereja tidak tertunda. Aku merasa sangat tidak nyaman dengan gagasan itu—aku tidak ingin memberhentikannya. Li Jie adalah teman pertamaku ketika baru datang ke gereja dan dia sangat membantuku. Kami memiliki hubungan yang sangat baik, jadi jika aku menyetujui pemberhentiannya, aku takut dengan apa yang akan dia pikirkan, akankah dia mengatakan aku kejam. Dan dia sangat peduli dengan ketenaran, jadi bukankah dia akan sedih jika dia diberhentikan? Saat memikirkan itu, aku tak tega memberhentikannya. Aku beralasan bahwa kinerja Li Jie baru-baru ini tidak baik, tetapi itu bukan sepenuhnya kesalahannya dia. Para pendatang baru yang dia sirami terjebak dalam gagasan agamawi dan lambat memahami, jadi wajar saja kinerjanya tidak baik. Lagipula, dia rajin dan pekerja keras. Jika kita memberhentikannya, akan butuh waktu lama untuk menemukan pengganti yang baik, jadi lebih baik dia daripada tidak ada orang sama sekali. Beberapa rekan sekerja ragu-ragu ketika mendengar alasanku. Semua orang dengan enggan setuju untuk mempertahankannya dalam tugas itu untuk saat ini sambil mencari pengganti. Aku menghela napas lega, tetapi aku juga berpikir bahwa meskipun dia belum diberhentikan untuk saat ini, dia tetap harus diberhentikan ketika pengganti yang baik ditemukan. Mungkin jika aku membantunya, kinerjanya bisa meningkat dan kemudian dia bisa mempertahankan tugasnya. Jadi malam itu setelah pertemuan aku langsung pergi ke rumah Li Jie dan membahas tentang alasan mengapa kinerjanya kurang baik dan tentang masalah dalam tugasnya. Dia tidak memiliki kesadaran diri dan hanya berdalih. Aku cukup kesal melihatnya bertingkah seperti itu. Setelah itu, aku bersekutu lebih banyak untuk membantunya meningkatkan tugasnya, tetapi kinerjanya tidak pernah meningkat. Itu menimbulkan banyak kecemasan bagiku. Selama beberapa waktu selanjutnya, seorang pemimpin menulis beberapa surat kepadaku menanyakan tentang perubahan tugas Li Jie. Aku hanya menjawab seadanya dengan mengatakan bahwa aku belum menemukan pengganti yang baik. Li Jie terus menolak untuk menerima nasihat, dan tanpa persetujuan, dia berhubungan dengan seorang saudari yang berisiko ditangkap ketika polisi bisa saja sedang mengawasi. Aku tak punya pilihan selain memberhentikannya dari tugasnya.

Kemudian, gereja memintaku memimpin pekerjaan penginjilan, dan aku teringat Li Jie yang duduk di rumah, menderita tanpa tugas untuk dilakukan. Dia telah begitu termotivasi dalam pekerjaan penginjilan, jadi sepertinya ini adalah kesempatan besar untuk membuatnya mulai bertugas lagi. Dalam pertemuan rekan sekerja, aku mengemukakan gagasan itu dengan berkata bahwa dia memiliki pengalaman dan kelebihan dalam pekerjaan semacam itu, bahwa dia tahu dia telah berbuat salah dan menyesalinya. Aku berkata kita harus memberinya kesempatan untuk bergabung dengan tim penginjilan. Semua rekan setuju. Yah, aku terkejut ketika tak lama kemudian, aku mendengar laporan dari saudara-saudari bahwa sebelumnya, dia memiliki masalah dengan diaken penginjilan, jadi dalam pertemuan dia terus berbicara tentang bagaimana diaken itu telah menindas dirinya sebelumnya, dan dia terus mengungkit masalah itu. Banyak saudara-saudari menjadi berprasangka terhadap diaken itu dan mengucilkannya. Li Jie selalu mengkonfrontasi diaken tersebut dalam rapat kerja dan beberapa saudari lainnya berpihak pada Li Jie. Diaken penginjilan itu tidak bisa menyelesaikan pekerjaan apa pun, dan itu sangat menghambat pekerjaan gereja. Aku terkejut mendengar hal itu. Aku tahu diaken itu telah secara resmi meminta maaf kepada Li Jie, dan aku telah memberitahukan hal itu kepadanya. Aku menasihatinya untuk mengenal dirinya sendiri, jangan suka mengungkit masa lalu, tetapi memetik pelajaran. Namun, aku tak menyangka dia terus mengingat masa lalu, dan menolak untuk melupakannya. Perilakunya sudah sangat mengganggu di dalam gereja, dan jika itu terus berlanjut, dia harus meninggalkan tim penginjilan. Aku makin mengkhawatirkan dirinya. Aku bersekutu dengannya beberapa kali. Di depanku, dia mengucapkan hal-hal yang baik tetapi dalam pertemuan, perilakunya tetap sama. Beberapa diaken lainnya telah bersekutu dengannya dan membantunya, tetapi dia tidak memiliki kesadaran diri dan tidak mau berubah.

Tak lama kemudian, pemimpin mengetahui tentang semua ini. Li Jie mengganggu di gereja, tidak mau bertobat setelah persekutuan berulang kali, dan memiliki dampak yang mengerikan. Berdasarkan prinsip, dia harus diberhentikan, dan kemudian dikeluarkan dari gereja jika dia tetap tidak bertobat. Aku terkejut ketika mendengar hal ini. Aku berpikir tentang bagaimana dia telah menyerahkan segalanya dan sangat menderita. Bukankah akan sangat memalukan jika dia dikeluarkan? Dia telah banyak membantuku ketika aku melayani sebagai diaken penginjilan dan aku adalah orang yang paling dekat dengannya di gereja itu. Aku merasa sepertinya akan sangat kejam jika aku tidak angkat bicara mewakilinya. Bagaimana aku bisa bertemu dengannya lagi jika dia benar-benar dikeluarkan? Aku yakin dia pasti membenciku dan merasa sangat terluka. Ketika aku memikirkannya seperti itu, aku memberi tahu rekan-rekan sekerja bahwa Li Jie memang memiliki beberapa masalah, tetapi dia telah melayani di gereja sepanjang waktu dan melakukan pekerjaan penginjilan dengan baik, jadi mungkin tindakan itu terlalu keras. Kusarankan untuk memberinya kesempatan lagi dan lebih membantunya, dan mungkin dia akan berubah. Seorang rekan sekerja menjawab dengan sangat tegas, berkata, "Saudari Xin, kau tidak mengikuti prinsip kebenaran, tetapi terjebak dalam emosi. Dahulu Li Jie melakukan pekerjaan penginjilan dengan baik dan seorang pekerja keras. Namun, dia tidak mau menerima kebenaran—dia membenci kebenaran dan memainkan peran negatif di sini. Dia sangat mengganggu pekerjaan rumah Tuhan. Kita tidak boleh memanjakannya karena kasih sayang kita. Renungkanlah hal ini." Ketika dia mengatakan ini, aku sadar bahwa aku benar-benar tidak mengikuti prinsip terhadap Li Jie, tetapi aku tetap merasa tak tega, dan ingin pemimpin memberinya kesempatan lagi.

Dalam perjalanan pulang dari pertemuan, aku merasa sepertinya dunia berputar, dan aku takut untuk membuka mata. Aku bahkan tak sanggup berjalan. Aku duduk di tepi jalan, dan menyadari ini mungkin Tuhan yang mendisiplinkan diriku. Aku memanjatkan doa dalam hati. Saat itu, beberapa firman Tuhan muncul dengan jelas di benakku. Tuhan berfirman: "Ketika orang menyinggung Tuhan, itu mungkin bukan dikarenakan oleh satu peristiwa atau satu hal yang mereka katakan, tetapi lebih dikarenakan oleh sikap yang mereka anut dan keadaan yang sedang mereka alami. Ini adalah hal yang sangat menakutkan" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VII"). Firman dari Tuhan ini membuatku takut. Aku sadar aku pasti telah menyinggung watak Tuhan. Aku mulai merenung dan menyadari bahwa sejak pemimpin itu mengatakan kepadaku bahwa aku harus memberhentikan Li Jie dan membiarkan dia merenungkan dirinya sendiri, aku tidak mencari kebenaran atau memikirkan kepentingan rumah Tuhan. Aku hanya dengan keras kepala membelanya. Tuhan tidak punya tempat di hatiku, dan aku telah menyinggung Dia. Aku segera berdoa kepada Tuhan, mengakui bahwa aku salah dan berharap untuk merenungkan diriku sendiri. Setelah berdoa, dengan enggan aku pulang ke rumah. Setibanya di rumah, aku membaca bagian firman Tuhan lainnya. Tuhan berfirman: "Sebagian orang memiliki natur yang sangat sentimental; dalam semua yang mereka katakan dan dalam semua cara mereka berperilaku terhadap orang lain, mereka sedang hidup menurut emosi mereka. Mereka merasakan kasih sayang untuk orang ini dan orang itu, dan setiap hari mereka merasa berkewajiban untuk membalas budi dan membalas perasaan baik yang mereka rasakan; dalam segala sesuatu yang mereka lakukan, mereka hidup dalam alam emosi. ... Dapat dikatakan bahwa emosi adalah kelemahan fatal orang ini. Segala sesuatu yang mereka lakukan diatur oleh emosi mereka, mereka tidak mampu menerapkan kebenaran, atau bertindak sesuai dengan prinsip, dan sering kali cenderung memberontak terhadap Tuhan. Emosi adalah kelemahan terbesar mereka, kelemahan fatal mereka, dan sepenuhnya mampu membawa mereka pada kehancuran. Orang yang terlalu emosional tidak mampu menerapkan kebenaran atau menaati Tuhan. Mereka disibukkan oleh kedagingan, kebodohan dan kebingungan, sudah menjadi natur mereka untuk menaruh keyakinan yang sangat besar pada perasaan. Mereka hidup menurut emosi mereka" ("Cara Mengenal Natur Manusia" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Aku sangat tersentuh ketika membaca bagian ini dan aku tak mampu menahan air mataku. Aku sadar telah benar-benar dikuasai oleh perasaanku terhadap orang lain, bahwa itu adalah titik lemahku, kelemahanku yang mematikan. Li Jie sangat siap dan bersedia membantuku sehingga aku merasa sangat tertarik kepadanya, dan seiring waktu, dia menjadi belahan jiwaku. Emosiku terpengaruh setiap kali ada sesuatu yang melibatkannya, selalu mengkhawatirkan perasaannya dan memihaknya. Aku tak mampu menerapkan prinsip dengan adil. Aku tahu bahwa dia tidak melakukan tugasnya dengan baik, dia malah mengganggu, lebih merugikan daripada bermanfaat, dan harus segera diberhentikan. Namun, karena ikatan kami yang kuat, aku takut dia akan kehilangan tugasnya atau dikeluarkan dari gereja, jadi aku mengikuti emosiku, mencari berbagai macam alasan untuk meyakinkan orang lain agar mempertahankannya. Aku bahkan ingin membantunya meningkatkan kinerjanya sehingga dia bisa mempertahankan kedudukannya. Jika bukan karena ikatan kami, aku pasti tak banyak angkat bicara untuknya. Aku pasti telah memperlakukan saudara-saudari lainnya berdasarkan prinsip. Pada saat itu aku sadar bahwa dalam tugas, aku telah dikuasai sepenuhnya oleh perasaan sayang, mendukung dan memanjakannya di setiap kesempatan tanpa memedulikan prinsip. Aku tidak sedang memikirkan pekerjaan atau kepentingan rumah Tuhan, tetapi berbicara dan bertindak sepenuhnya berdasarkan perasaanku sendiri—ini sangat egois!

Aku membaca firman Tuhan lebih banyak yang makin membuka mataku terhadap masalah ini. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Masalah-masalah apa yang berkaitan dengan emosi? Yang pertama adalah bagaimana engkau mengevaluasi keluargamu sendiri, bagaimana engkau bereaksi terhadap hal-hal yang mereka lakukan. 'Hal-hal yang mereka lakukan' itu termasuk ketika mereka suka ikut campur dan mengganggu, ketika mereka mengkritik orang-orang di belakang mereka, ketika mereka melakukan hal-hal yang dilakukan orang-orang tidak percaya, dan sebagainya. Mampukah engkau bersikap netral terhadap keluargamu? Seandainya engkau diminta untuk mengevaluasi mereka secara tertulis, akankah engkau melakukannya secara adil dan objektif, mengesampingkan emosimu sendiri? Dan apakah engkau bersikap sentimental terhadap orang-orang yang dengannya engkau memiliki hubungan dekat atau yang sebelumnya telah membantumu? Akankah engkau bersikap cermat, netral, dan objektif mengenai tindakan dan perilaku mereka? Akankah engkau segera melaporkan atau menyingkapkan mereka ketika engkau mendapati mereka ikut campur dan mengganggu? Selain itu, apakah engkau bersikap sentimental terhadap orang-orang yang dekat denganmu, atau yang memiliki kepentingan yang sama denganmu? Akankah evaluasi, definisi, dan tanggapanmu terhadap tindakan dan perilaku mereka netral dan objektif? Dan bagaimana engkau akan bereaksi seandainya prinsip menetapkan bahwa gereja mengambil tindakan terhadap seseorang yang terhubung denganmu, atau yang dengannya engkau memiliki hubungan emosi, dan tindakan ini bertentangan dengan gagasanmu sendiri? Akankah engkau taat? Akankah engkau secara diam-diam terus berhubungan dengan mereka, akankah engkau terus terbujuk oleh mereka, akankah engkau bahkan diminta oleh mereka untuk membuat alasan bagi mereka, untuk membenarkan dan membela mereka? Akankah engkau menanggung kesalahan mereka dan datang untuk membantu mereka yang telah bersikap baik kepadamu, tanpa memedulikan kebenaran prinsip dan tanpa mengindahkan kepentingan rumah Tuhan? Semua ini melibatkan berbagai masalah yang berkaitan dengan emosi, bukan? Beberapa orang berkata, 'Emosi yang Kaubicarakan ini—bukankah itu hanya melibatkan kerabat dan anggota keluarga? Bukankah ini hanya mencakup orang tua, saudara laki-laki dan perempuan, dan anggota keluarga lainnya?' Tidak; itu mencakup banyak orang yang berbeda. Jangankan anggota keluarga, ada beberapa orang yang bahkan tidak mampu bersikap netral terhadap teman baik dan sahabat mereka. Segala sesuatu yang keluar dari mulut mereka berat sebelah. Sebagai contoh, ketika seseorang lalai dan condong pada kejahatan, mereka menggambarkan dia sebagai orang yang suka bersenang-senang, tidak mengkhawatirkan masa depan, lambat berkembang. Dan apakah ada emosi dalam perkataan ini? Ketika orang yang lalai tersebut tidak memiliki hubungan dengan mereka, perkataan mereka menjadi lebih serius: 'Orang itu jelas adalah antikristus, dia jahat, segala sesuatu yang dia lakukan adalah suka ikut campur dan mengganggu.' Saat diminta bukti, mereka menjawab, 'Sampai sekarang belum ada bukti—tetapi engkau bisa segera mengetahui bahwa dia adalah orang yang melakukan hal-hal buruk. Firman Tuhan berkata bahwa ini adalah naturnya.' Mereka sangat yakin dengan definisi tentang orang tersebut. Inilah arti hidup dengan emosi mereka, bukan? Dan disebut apakah orang yang hidup menurut emosi mereka? Apakah orang-orang seperti itu netral? Apakah mereka jujur? (Tidak.) Orang yang hidup dengan kesukaan dan kepentingan daging adalah orang yang hidup menurut emosi mereka" ("Mengenali Para Pemimpin Palsu (2)" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). "Aku tidak akan memberi kesempatan kepada manusia untuk melepaskan emosi mereka, karena Aku tidak memiliki emosi, dan Aku telah semakin membenci emosi manusia sampai tingkat yang ekstrem. Ini karena emosi di antara manusia yang telah Aku singkirkan dan karena itulah Aku menjadi 'orang lain' di mata mereka; ini karena emosi di antara manusia yang telah Aku lupakan; karena emosi manusia, ia menangkap peluang untuk memakai 'hati nuraninya'; karena emosi manusia, ia selalu menjadi lelah dengan hajaran-Ku; karena emosi manusia, ia menyebut-Ku tidak adil dan tidak benar, dan Aku tidak pernah mendengar perasaan manusia ketika melakukan segala sesuatu. Bukankah Aku juga punya kerabat di bumi? Siapa yang seperti Aku, bekerja siang dan malam, tanpa memikirkan makanan atau tidur, demi seluruh rencana pengelolaan-Ku? Bagaimana bisa manusia dibandingkan dengan Tuhan? Bagaimana mungkin manusia menjadi sesuai dengan Tuhan?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta, Bab 28"). Membaca bagian ini makin memperjelas tentang apa arti dikendalikan oleh kasih sayang, dan aku memahami bahwa Tuhan membenci hal ini dalam diri manusia. Itu membuat kita melanggar prinsip kebenaran, melakukan kejahatan, dan menentang Tuhan. Tuhan mengangkatku menjadi seorang pemimpin, tetapi dalam menangani orang lain, aku tidak mau menerapkan kebenaran atau memperlakukan mereka dengan adil, berdasarkan prinsip. Aku melindungi Li Jie karena hubungan kami, menolak untuk memberhentikannya atau mengeluarkannya ketika diminta. Aku menggunakan pekerjaan rumah Tuhan untuk memberikan bantuan, mengorbankan kepentingan gereja. Ini membahayakan jalan masuk kehidupan saudara-saudari dan tidak menghasilkan apa pun selain mengganggu pekerjaan rumah Tuhan. Aku tak tahu berterima kasih—aku telah menjadi pengkhianat. Bukankah itu mempermalukan dan menentang Tuhan? Aku sangat menyesali tindakanku saat menyadari semua itu, dan segera berdoa dan bertobat kepada Tuhan. Kemudian, dalam pertemuan, aku membuka diri tentang bagaimana aku dikuasai emosi saat menangani seluruh keadaan itu. Berdasarkan perilaku Li Jie, aku memberhentikannya dari tugasnya agar dia bisa merenung.

Sekitar enam bulan kemudian, dia bukan hanya tidak memperoleh pemahaman yang nyata tentang perilaku jahatnya, tetapi bersikeras bahwa dia telah diperlakukan tidak adil, bahwa pemimpin itu tidak bersikap adil. Dia memberi tahu orang lain bahwa pemimpin itu memandang rendah dirinya dan menaruh dendam kepadanya. Pemimpin itu mempersekutukan kebenaran dengannya dan menganalisis perilakunya, tetapi dia menolaknya, dan selalu berdalih. Li Jie bahkan sengaja tidak mau bicara, langsung membalikkan badannya sebagai tanda protes. Dia mengeluh dan menyebarkan kenegatifan di antara orang lain, berbicara tentang betapa dia telah menderita tanpa imbalan berkat apa pun sedangkan orang yang tidak menderita menikmati berkat. Beberapa saudara-saudari yang berhubungan dengannya akhirnya memihak dirinya dan membelanya. Banyak orang mengatakan bahwa dia memiliki kemanusiaan yang buruk, selama ini dia suka memilih-milih makanan di rumah tuan rumahnya, dan mengeluh di belakang tuan rumahnya bahwa dia tidak membelikan makanan untuknya. Tuan rumahnya pelit dan mengeluh tentang kemiskinannya, di mana ini mengelabui saudara-saudari sehingga mereka membantu Li Jie karena kasih, memberinya uang atau hal-hal lain. Dan dia merasa berhak menerima itu, seolah-olah mereka entah bagaimana berutang semua bantuan itu kepadanya. Dia adalah parasit di rumah Tuhan. Semua ini membuatku teringat dengan satu bagian firman Tuhan dalam "Peringatan Bagi Orang yang Tidak Melakukan Kebenaran." Tuhan berfirman: "Mereka yang menyebarkan omongan beracun dan jahat di dalam gereja, mereka yang menyebarkan rumor, menimbulkan ketidakharmonisan, dan membentuk kelompok-kelompok ekslusif di antara saudara-saudari—mereka haruslah diusir dari gereja. Namun, karena saat ini adalah masa pekerjaan Tuhan yang berbeda, orang-orang ini dibatasi, sebab mereka pasti menghadapi penyisihan. Semua orang yang telah dirusak oleh Iblis memiliki watak yang rusak. Beberapa orang semata-mata memiliki watak yang rusak, sementara beberapa orang lainnya berbeda: mereka bukan saja memiliki watak Iblis yang rusak, tetapi natur mereka juga luar biasa jahat. Bukan saja perkataan dan perbuatan mereka menyingkapkan watak Iblis dan rusak mereka; lebih dari itu, orang-orang ini adalah Iblis si setan yang asli. Perilaku mereka mengganggu dan mengacaukan pekerjaan Tuhan, menghalangi jalan masuk saudara-saudari ke dalam kehidupan, dan menghancurkan kehidupan bergereja yang normal. Cepat atau lambat, serigala-serigala berbulu domba ini harus disingkirkan; sikap yang tak kenal ampun, sikap penolakan, harus diterapkan atas para kaki tangan Iblis ini. Hanya inilah artinya berdiri di pihak Tuhan, dan mereka yang gagal melakukannya sedang berkubang dalam lumpur bersama Iblis" (Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia). Bagian firman Tuhan ini memberiku lebih banyak kepekaan terhadap Li Jie. Dia menolak untuk menerima kebenaran, mengganggu dan mengkritik tanpa memainkan peran positif, orang jahat yang mengacaukan kehidupan bergereja kita. Ketika dia dikritik dan kehilangan tugasnya, dia tidak pernah bertobat, tetapi merasa tidak puas, mengeluh tentang pemimpin, dan terus mengganggu kehidupan bergereja. Orang yang membenci kebenaran, pendendam, agresif, jahat semacam itu takkan pernah bisa diselamatkan. Dia hanya bisa mengganggu pekerjaan gereja seperti rubah di kandang ayam yang mengamuk dan memakan ayam. Orang jahat harus disingkirkan sehingga pekerjaan rumah Tuhan dapat dilanjutkan dan kita dapat menjalani kehidupan bergereja yang normal. Tuhan itu benar dan kudus. Dia menyelamatkan orang-orang yang memiliki kemanusiaan yang baik yang mencintai kebenaran, bukan pelaku kejahatan. Orang jahat pada dasarnya membenci kebenaran dan tidak mau sungguh bertobat sebanyak apa pun kesempatan yang mereka dapatkan. Meskipun orang yang mencintai kebenaran dapat menyingkapkan kerusakan, mengganggu, dan mengatakan beberapa hal yang menghakimi, tetapi setelahnya, mereka dapat merenungkan diri mereka sendiri dan menerima penghakiman dan hajaran firman Tuhan, serta bertobat dan berubah. Gereja memberi Li Jie banyak kesempatan, tetapi dia tidak pernah bertobat. Dia malah meningkatkan serangan dan gangguannya. Dia pada dasarnya jahat. Dia harus dikeluarkan berdasarkan prinsip-prinsip gereja. Sebagai pemimpin gereja, aku tahu aku harus bersekutu dengan orang lain untuk menyingkapkan kejahatannya dan menulis namaku di dokumen pemberhentiannya. Aku masih merasa enggan untuk melakukan hal ini. Aku khawatir dia akan sama sekali tamat riwayatnya jika benar-benar dikeluarkan dari gereja. Aku berdoa kepada Tuhan segera setelah memikirkan hal ini dan memohon Dia agar membimbingku untuk mengatasi emosiku.

Kemudian, aku membaca bagian ini dalam firman Tuhan, bagian 4 dalam "Tuhan dan Manusia akan Masuk ke Tempat Perhentian Bersama-sama." "Siapakah Iblis, siapakah setan-setan, dan siapa lagi musuh Tuhan kalau bukan para penentang yang tidak percaya kepada Tuhan? Bukankah mereka adalah orang-orang yang tidak taat kepada Tuhan? Bukankah mereka adalah orang-orang yang mengaku beriman, tetapi tidak memiliki kebenaran? Bukankah mereka adalah orang-orang yang hanya berupaya untuk memperoleh berkat tetapi tidak mampu menjadi kesaksian bagi Tuhan? Engkau masih bergaul dengan setan-setan itu sekarang dan memiliki hati nurani dan kasih terhadap mereka, tetapi dalam hal ini, bukankah engkau sedang menawarkan niat baikmu kepada Iblis? Bukankah ini dapat dianggap bersekutu dengan setan-setan? Jika orang pada zaman sekarang masih tidak dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, dan terus secara membabi buta menjadi penuh kasih dan penyayang tanpa berniat mencari kehendak Tuhan atau mampu dengan cara apa pun menyimpan maksud-maksud Tuhan sebagai milik mereka, maka akhir hidup mereka akan menjadi lebih buruk. Siapa pun yang tidak percaya kepada Tuhan dalam daging adalah musuh Tuhan. Jika engkau dapat memiliki hati nurani dan kasih terhadap musuh, bukankah itu berarti engkau tidak memiliki rasa keadilan? Jika engkau sesuai dengan mereka yang Kubenci dan yang dengannya Aku tidak sependapat, dan tetap memiliki kasih dan perasaan pribadi terhadap mereka, bukankah itu berarti engkau tidak taat? Bukankah engkau sedang dengan sengaja menentang Tuhan? Apakah orang semacam itu memiliki kebenaran? Jika orang memiliki hati nurani terhadap musuh, kasih kepada setan-setan, dan belas kasihan kepada Iblis, bukankah itu berarti mereka dengan sengaja mengganggu pekerjaan Tuhan?" (Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia). Aku merasa sangat bersalah ketika membaca bagian firman Tuhan ini. Aku sadar betul Lie Ji adalah pembuat onar, pengganggu dalam pekerjaan yang takkan pernah bertobat, seorang pelaku kejahatan yang pada dasarnya membenci kebenaran, tetapi aku tetap memanjakannya, selalu ingin mempertahankan dirinya di dalam gereja. Aku membiarkan orang jahat merugikan pekerjaan gereja, berdiri di pihak Iblis, melawan Tuhan. Falsafah Iblis "Darah lebih kental daripada air", "Manusia bukan benda mati; bagaimana bisa dia bebas dari emosi?" sedang menuntunku. Selama ini, aku selalu menghargai hubungan dengan orang lain, mengira itulah satu-satunya cara untuk menjadi manusiawi, menjadi orang baik. Kupikir hal yang lainnya itu kejam dan aku pasti ditolak oleh orang lain. Itu benar-benar menggelikan bagiku. Falsafah duniawi itu kelihatannya benar dan sejalan dengan gagasan manusia, tetapi semua itu bertentangan dengan kebenaran dan prinsip. Jika kita bersikap sentimental dan penuh kasih terhadap orang lain, maka itu adalah cara yang bodoh untuk mengasihi orang lain, dan itu sama sekali tidak berprinsip. Tuhan menuntut kita memperlakukan orang dengan prinsip mengasihi saudara-saudari dan memiliki hati nurani dengan Tuhan, menolak pelaku kejahatan, orang tidak percaya, setan, dan Iblis. Bukankah bersikap sentimental dengan orang-orang semacam itu bodoh dan bebal? Kasih semacam itu tidak memiliki kepekaan dan prinsip—itu muncul dari kebodohan. Itu tak hanya menyesatkan kita, tetapi mengikuti pelaku kejahatan benar-benar dapat merusak pekerjaan rumah Tuhan. Aku menyadari telah hidup menurut falsafah iblis, dan itu sangat bodoh, sangat tidak bermartabat. Aku tahu Li Jie tidak mau menerima kebenaran, bahwa dia adalah pelaku kejahatan yang mengganggu gereja, dan harus disingkirkan. Namun, aku terjebak dalam perasaanku, terhalang oleh kasih sayangku. Aku memanjakannya berulang kali. Bagiku, itu menyakitkan, melelahkan, dan membatasi, tetapi yang lebih penting aku tidak menerapkan kebenaran yang kupahami. Aku sedang menentang Tuhan. Aku menikmati kasih karunia dan keselamatan Tuhan, tetapi menentang Dia, melindungi Iblis dan pelaku kejahatan. Aku sama sekali tidak memiliki hati nurani dan nalar. Akhirnya menjadi jelas bagiku bahwa dikuasai oleh emosi berarti mengkhianati Tuhan dan kebenaran. Kemudian aku merenungkan bagaimana selama bertahun-tahun, Tuhan telah melakukan begitu banyak pekerjaan dalam diriku dan telah membayar harga yang sedemikian mahal. Aku belum membalas kasih Tuhan, tetapi malah berdiri di pihak Iblis menentang-Nya. Aku penuh penyesalan dan rasa bersalah ketika memikirkannya seperti itu.

Setelah itu, aku membaca satu bagian firman Tuhan dalam perenunganku. Tuhan berfirman: "Dengan prinsip apa firman Tuhan menuntut orang memperlakukan orang lain? Kasihilah apa yang Tuhan kasihi, dan bencilah apa yang Tuhan benci: inilah prinsip yang harus dipatuhi. Tuhan mengasihi orang yang mengejar kebenaran dan mampu mengikuti kehendak-Nya. Mereka juga adalah orang-orang yang harus kita kasihi. Orang yang tidak mampu mengikuti kehendak Tuhan, yang membenci Tuhan, dan memberontak terhadap Tuhan—orang-orang ini dibenci oleh Tuhan, dan kita juga harus membenci mereka. Inilah yang Tuhan tuntut dari manusia. ... Selama Zaman Kasih Karunia, Tuhan Yesus berkata, 'Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara laki-laki-Ku? ... Karena siapa saja yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga, dialah saudara-Ku laki-laki, dan saudara-Ku perempuan, dan ibu-Ku.' Perkataan ini sudah ada sejak Zaman Kasih Karunia dan sekarang firman Tuhan bahkan lebih relevan: 'Kasihilah apa yang Tuhan kasihi, bencilah apa yang Tuhan benci.' Firman ini sangat terus terang, tetapi orang sering tidak mampu memahami makna yang sesungguhnya" ("Hanya dengan Mengenali Pandanganmu yang Salah Engkau Dapat Mengenal Dirimu Sendiri" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Itu membantu memperjelas prinsip ini untuk diterapkan, "Kasihilah apa yang Tuhan kasihi, bencilah apa yang Tuhan benci." Hanya orang yang memiliki iman sejati, mengejar kebenaran, dan setia dalam tugas mereka yang adalah saudara-saudari sejati, dan merekalah yang pantas mendapatkan kasih kita. Mereka yang menolak untuk menerima kebenaran, tetapi selalu mengganggu di dalam gereja, yang membenci kebenaran dan membenci Tuhan semuanya adalah orang jahat, orang tidak percaya, setan, dan Iblis. Mereka pantas mendapatkan rasa jijik dan penolakan kita. Itulah satu-satunya cara memperlakukan orang dengan prinsip dan sesuai dengan kehendak Tuhan. Setelah itu, dalam pertemuan, aku menyampaikan persekutuan tentang apa arti orang jahat dan bagaimana membedakan mereka, dan aku menyingkapkan perilaku jahat Li Jie. Aku juga mempersekutukan prinsip untuk mengeluarkan seseorang dari gereja, dan begitu mereka semua telah memahami kebenaran, mereka mulai menyingkapkan kejahatan Li Jie. Dia akhirnya dikeluarkan.

Setelah mengalami peristiwa ini, hatiku penuh rasa syukur kepada Tuhan. Jika bukan karena apa yang Tuhan singkapkan dan penghakiman firman-Nya, aku akan terus hidup menurut falsafah iblis itu, hanya berbelas kasih secara membabi buta terhadap orang lain, tidak mampu membedakan yang baik dari yang jahat, yang benar dari yang salah, tanpa sadar berdiri di pihak Iblis menentang Tuhan. Firman Tuhan menunjukkan kepadaku bahaya dan akibat dari dikuasai oleh kasih sayang, dan membantuku melepaskan diri dari ikatan kasih sayang sehingga dapat memperlakukan orang sesuai dengan prinsip kebenaran. Aku sangat bersyukur atas kasih dan keselamatan Tuhan.

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait