Apakah Tertimpa Kemalangan Selalu Berarti Hal Buruk?

31 Mei 2024

Oleh Saudari Zheng Xin, Tiongkok

Pada suatu hari di bulan Juli 2023, aku mendengar bahwa Wang Hao, seorang saudara dari gereja kami, mengalami kecelakaan dan terluka parah. Dia dilarikan ke rumah sakit dalam keadaan koma. Mendengar berita ini, jantungku serasa berhenti berdetak sesaat. Saudara kami ini telah meninggalkan segalanya dan mengikuti Tuhan selama bertahun-tahun. Ketika dia menderita leukimia parah saat sedang melaksanakan tugasnya, dia tidak menyalahkan Tuhan, dia menjalani perawatan sambil melaksanakan tugasnya sebaik mungkin. Bagaimana hal seperti itu bisa terjadi kepadanya? Mengapa Tuhan tidak melindunginya? Jika dia kehilangan nyawanya karena kecelakaan ini, bukankah itu berarti bahwa tidak akan ada tempat tujuan yang baik untuknya? Setelah itu, aku selalu terpaku pada persoalan ini. Hal ini sering terlintas dalam pikiranku bahkan ketika aku sedang melaksanakan tugasku. Aku berharap bahwa Tuhan akan melindungi saudara kami ini dan memampukannya agar terhindar dari kematian, sehingga kemudian aku akan melihat bahwa Tuhan memberikan kasih karunia dan berkat khusus kepada mereka yang telah meninggalkan segalanya dan mengikut Tuhan. Beberapa hari kemudian, aku mendengar bahwa Wang Hao masih dalam keadaan kritis. Dia berada dalam keadaan koma dan bahkan bergumam mengigau. Ketika aku mengetahui berita ini, suasana hatiku langsung terasa berat. Jika saudara kami ini meninggal, bukankah itu berarti bahwa dia tidak akan bisa mencapai tempat tujuan yang baik? Lantas, bukankah tindakannya yang telah meninggalkan segalanya dan mengorbankan diri selama bertahun-tahun ini akan menjadi sia-sia? Sepertinya meninggalkan segalanya dan melaksanakan tugasnya tidak menjamin tempat tujuan yang baik. Memikirkan hal ini, suatu keresahan yang tak dapat dijelaskan muncul dalam hatiku. Aku tentu saja khawatir tentang kesudahan dan tempat tujuanku kelak, pikirku, "Aku juga telah meninggalkan keluargaku, karierku, dan melaksanakan tugasku selama bertahun-tahun." Jika kelak aku tertimpa kemalangan dan meninggal, apakah aku tak akan mendapatkan berkat apa pun? Setelah berpikir sampai di sana, aku mulai merasa seperti ada sebuah batu besar yang mengganjal di dalam hatiku; rasanya sangat berat. Selama berhari-hari, aku tidak bersemangat sama sekali saat melaksanakan tugasku. Aku telah berencana untuk mempelajari prinsip-prinsip yang terkait untuk mengatasi kekuranganku dalam pekerjaan, tapi aku tak lagi ingin melakukannya. Aku juga mengabaikan pekerjaanku untuk melatih para personel pemberitaan Injil dan tidak mau memedulikannya. Karena aku tidak segera memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang ada, memengaruhi pekerjaan penginjilan.

Hari-hari itu, aku selalu bersedih dan merasa sangat gundah. Aku memiliki gagasan akan Tuhan, dan berpikir bahwa kalaupun aku bekerja keras dan mengorbankan diri, aku belum tentu akan mendapatkan kesudahan dan tempat tujuan yang baik. Meskipun dari luar aku tampak melaksanakan tugasku, di dalam hatiku ada tembok pemisah antara Tuhan dan aku. Ketika aku berdoa, di dalam benakku tak ada satu hal pun yang ingin kukatakan kepada-Nya. Tak lama kemudian, aku mendengar bahwa Wang Hao telah pulih dengan amat pesat dan akan dapat segera kembali melaksanakan tugasnya. Aku sangat bahagia mendengar berita ini. Batu besar yang mengganjal di dalam hatiku akhirnya jatuh terlepas, dan suasana hatiku yang gundah lenyap dalam sekejap. Melihat bagaimana Tuhan telah melindungi saudara kami ini, aku kembali beriman kepada-Nya. Aku berpikir, "Tuhan masih memberikan kasih karunia dan memberkati mereka yang dengan tulus mengorbankan diri mereka sendiri bagi-Nya. Kebenaran ini dapat dilihat pada Wang Hao." Aku mendapatkan kembali pengharapanku akan tempat tujuan yang baik di masa depan, dan aku menjadi tenang, ceria serta bersemangat ketika melaksanakan tugasku.

Setelah itu, aku merenungkan diriku sendiri, pikirku, "Mengapa keadaanku sangat berubah-ubah selama kurun waktu ini?" Dalam perenunganku, aku terpikir akan bagian firman Tuhan yang pernah kubaca sebelumnya, jadi aku mencarinya untuk kubaca lagi. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Ketika ada yang melihat seseorang mengalami kesulitan, mereka segera mengantisipasi hal tersebut dengan menempatkan diri pada posisi orang itu. Setiap kali mereka melihat seseorang mengalami penderitaan, penyakit, kesengsaraan, atau malapetaka, mereka langsung memikirkan diri mereka sendiri dan bertanya-tanya, 'Jika ini terjadi padaku, apa yang akan kulakukan? Ternyata, orang percaya masih bisa menghadapi dan mengalami siksaan ini. Jadi sebenarnya Tuhan macam apa Dia? Jika Tuhan begitu tidak memedulikan perasaan orang itu, akankah Dia memperlakukanku dengan cara yang sama? Ini memperlihatkan bahwa Tuhan tidak dapat diandalkan. Di mana pun dan kapan pun, Dia mengatur lingkungan yang tidak terduga bagi manusia dan dapat terus menerus menempatkan mereka dalam situasi yang memalukan dalam keadaan apa pun.' Mereka takut jika tidak percaya, mereka tidak akan mendapatkan berkat, tetapi jika terus percaya, mereka akan menemui bencana. Dengan demikian, ketika manusia berdoa di hadapan Tuhan, mereka hanya berkata, 'Tuhan, kumohon agar Engkau memberkatiku,' dan tidak berani berkata, 'Tuhan, kumohon agar Engkau mengujiku, mendisiplinkanku, dan melakukan apa yang Engkau kehendaki, aku bersedia menerimanya'—mereka tidak berani memanjatkan doa seperti ini. Setelah mengalami beberapa kemunduran dan kegagalan, tekad dan keberanian manusia berkurang, dan mereka memiliki 'pemahaman' yang berbeda tentang watak benar Tuhan, hajaran dan penghakiman-Nya, kedaulatan-Nya, dan juga memiliki rasa waspada terhadap Tuhan. Dengan demikian, ada sebuah penghalang, keterasingan antara manusia dan Tuhan. Bolehkah manusia menjalani keadaan seperti ini? (Tidak.) Jadi, apakah keadaan ini cenderung terjadi dalam dirimu? Apakah kebetulan engkau hidup dalam keadaan ini? (Ya.) Bagaimana seharusnya masalah ini diselesaikan? Apakah boleh jika tidak mencari kebenaran? Jika engkau tidak memahami kebenaran dan tidak memiliki iman, akan sulit bagimu untuk mengikuti Tuhan sampai akhir, dan engkau akan jatuh setiap kali menghadapi bencana dan malapetaka, baik bencana alam maupun bencana karena ulah manusia" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (11)"). "Semua orang yang percaya kepada Tuhan hanya siap menerima kasih karunia, berkat, dan janji Tuhan, dan hanya mau menerima kebaikan Tuhan dan belas kasihan-Nya. Namun, tak seorang pun yang menantikan atau bersiap untuk menerima hajaran dan penghakiman Tuhan, ujian dan pemurnian-Nya, atau perampasan-Nya, dan tak seorang pun membuat persiapan untuk menerima penghakiman dan hajaran Tuhan, perampasan-Nya, atau kutukan-Nya. Apakah hubungan antara manusia dan Tuhan seperti ini normal atau tidak normal? (Tidak normal.) Mengapa engkau mengatakan bahwa itu tidak normal? Di mana kekurangannya? Kekurangannya adalah orang tidak memiliki kebenaran. Itu karena manusia memiliki terlalu banyak gagasan dan imajinasi, selalu salah paham terhadap Tuhan, dan tidak membereskan semua hal ini dengan mencari kebenaran—inilah yang membuat masalah cenderung terjadi. Secara khusus, orang hanya percaya kepada Tuhan demi untuk diberkati. Mereka hanya ingin bertransaksi dengan Tuhan dan menuntut segala sesuatu dari-Nya, tetapi tidak mengejar kebenaran. Ini sangat berbahaya. Begitu mereka menemukan sesuatu yang bertentangan dengan gagasannya, mereka langsung memiliki gagasan, keluhan, dan kesalahpahaman berkenaan dengan Tuhan, dan bahkan bisa sampai mengkhianati Dia. Apakah konsekuensi dari hal ini serius? Jalan apa yang ditempuh sebagian besar orang dalam iman mereka kepada Tuhan? Meskipun engkau semua mungkin telah mendengarkan begitu banyak khotbah dan merasa bahwa engkau telah memahami cukup banyak kebenaran, sebenarnya engkau semua masih menempuh jalan percaya kepada Tuhan hanya untuk makan sepuasnya. Jika pikiranmu telah siap untuk menerima penghakiman dan hajaran, ujian dan pemurnian, dan engkau juga telah mempersiapkan diri secara mental untuk mengalami bencana, terlepas dari sebanyak apa pun yang kaukorbankan untuk Tuhan dan sebanyak apa pun pengorbanan yang kaulakukan ketika melaksanakan tugasmu, engkau benar-benar menghadapi ujian seperti Ayub, dan Tuhan merampas semua hartamu, bahkan membahayakan nyawamu, lalu apa yang akan kaulakukan? Bagaimana seharusnya engkau memperlakukan kedaulatan dan pengaturan Tuhan? Bagaimana seharusnya engkau melaksanakan tugasmu? Bagaimana seharusnya engkau menangani apa yang telah Tuhan percayakan kepadamu? Apakah engkau memiliki pemahaman yang benar dan sikap yang benar? Apakah pertanyaan-pertanyaan ini mudah dijawab atau tidak? Ini adalah rintangan besar yang ditempatkan di hadapanmu" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (11)"). Apa yang dikatakan firman Tuhan itu persis mencerminkan keadaanku. Wang Hao telah melepaskan diri dari segala miliknya dan mengorbankan dirinya untuk Tuhan selama bertahun-tahun, dan dia pun memiliki rasa tanggung jawab dalam tugasnya, tapi ketika dia tertimpa kemalangan yang luar biasa dan berada di ambang kematian, aku langsung berpikir tentang diriku sendiri. Aku juga telah melepaskan diri dari segala milikku dan mengorbankan diriku selama bertahun-tahun, dan jika aku mengalami nasib yang sama dengan Wang Hao karena imanku kepada Tuhan, yang justru tertimpa kemalangan alih-alih mendapatkan berkat, apa yang akan kulakukan? Dalam hati, aku mengeluhkan Tuhan, pikirku, "Mengapa Tuhan tidak memberi ganjaran baik bagi orang yang telah melepaskan diri dari segala miliknya dan mengorbankan dirinya, tapi justru mendatangkan kemalangan tanpa belas kasihan bagi mereka?" Semangat yang telah menyertaiku dalam mengorbankan diri untuk Tuhan lenyap dalam sekejap. Aku tak ingin mencari kebenaran untuk mengatasi penyimpangan dan kekurangan dalam tugasku, dan aku tak peduli dengan pekerjaanku melayani sesama. Dalam hati, aku menentang dan melawan Tuhan. Aku mengeluh tentang Tuhan ketika Wang Hao tertimpa kemalangan karena sejak awal aku percaya pada Tuhan, aku melakukannya untuk menerima berkat dan kasih karunia-Nya. Sekarang, setelah aku melihat Wang Hao tertimpa kemalangan alih-alih menerima berkat serta kasih karunia setelah melepaskan diri dari segala miliknya dan mengorbankan dirinya, seketika aku bahkan tak ingin melaksanakan tugasku. Aku menjauhkan diriku dari Tuhan dan bersikap waspada terhadap-Nya, menentang serta melawan-Nya. Keyakinanku dalam Tuhan sama dengan orang-orang dalam beragama; yaitu untuk mencari roti dan mengenyangkan diri dari kelaparan, bukan untuk mengejar kebenaran, memenuhi tugas sebagai makhluk ciptaan, atau memuaskan Tuhan. Aku pun tak memiliki iman yang sejati dan tunduk kepada Tuhan, dan aku tak bisa sepenuhnya bersedia menyerahkan semua yang kumiliki ke tangan Tuhan serta membiarkan Dia menata dan mengaturnya. Wang Hao yang menghadapi keadaan ini telah menyingkapkan niatku untuk memperoleh berkat dan menyingkapkan pandangan yang salah dalam pengejaranku. Jika aku tak menyelesaikan permasalahan ini, jika aku tertimpa kemalangan dan menghadapi kematian suatu hari nanti, aku akan mengeluh dan melakukan hal-hal yang menentang dan menyinggung Tuhan. Jika aku melakukannya hingga tak dapat dimaafkan, maka aku harus mendapat hukuman. Merenungkan hal ini, aku menjadi agak takut. Aku ingin mencari kebenaran dan menyelesaikan permasalahanku secepat mungkin.

Kemudian, aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Engkau yakin bahwa dirimu berbeda, Tuhan memperlihatkan kebaikan khusus kepadamu, dan jika Tuhan mengusir atau meninggalkan seseorang, itu bukanlah dirimu. Apakah pemikiran-pemikiran ini benar? (Tidak.) Mengapa tidak benar? (Tidaklah objektif jika kita berpikir seperti ini.) Apakah perkataan ini mencerminkan pengetahuan yang benar tentang Tuhan? Atau apakah ini terlalu subjektif dan spekulatif? Apakah orang yang memiliki pemikiran ini adalah orang yang mengejar kebenaran? (Tidak.) Jadi, dapatkah mereka benar-benar tunduk kepada Tuhan? (Tidak.) Apakah mereka siap menerima hajaran, penghakiman, ujian dan pemurnian Tuhan, atau bahkan kutukan-Nya? (Tidak.) Apa yang akan mereka lakukan ketika hajaran dan penghakiman Tuhan, ujian dan pemurnian-Nya benar-benar terjadi pada mereka? Akankah mereka memiliki gagasan atau mengeluh tentang Tuhan? Dapatkah mereka menerima bahwa hal-hal ini adalah dari Tuhan dan mampu benar-benar tunduk? (Tidak.) Setidaknya, itu akan sulit untuk dicapai. Ini karena mereka percaya kepada Tuhan hanya untuk mencari kasih karunia atau untuk makan sepuasnya. Mereka tidak tahu bahwa Tuhan juga memiliki murka dan kemegahan, dan watak Tuhan tidak dapat disinggung. Tuhan memperlakukan semua orang dengan adil, dan jika menyangkut makhluk ciptaan mana pun, watak Tuhan adalah belas kasihan dan kasih, juga kemegahan dan murka. Dalam cara Tuhan menangani setiap orang, belas kasihan, kasih, kemegahan, dan murka dalam watak benar-Nya tidak berubah. Tuhan tidak akan pernah menunjukkan belas kasihan dan kasih hanya kepada sebagian orang, dan kemegahan serta murka-Nya hanya kepada sebagian yang lain. Tuhan tidak akan pernah melakukan ini karena Dia adalah Tuhan yang adil, dan Dia adil kepada semua orang. Belas kasihan, kasih, kemegahan, dan murka Tuhan ada untuk setiap orang. Dia dapat melimpahkan kasih karunia dan berkat kepada manusia, serta dapat memberi mereka perlindungan. Dan demikian juga halnya, Tuhan juga dapat menghakimi dan menghajar manusia, mengutuk mereka, dan mengambil semua yang telah Dia berikan kepada manusia. Tuhan dapat memberi kepada manusia, tetapi Dia juga dapat mengambil segalanya dari mereka. Inilah watak Tuhan dan inilah yang harus Dia lakukan terhadap semua orang. Oleh karena itu, jika engkau berpikir, 'Aku berharga di mata Tuhan, bagaikan biji mata-Nya. Dia sama sekali tidak tega untuk menghajar dan menghakimiku, dan Dia sama sekali tidak tega mengambil semua yang telah Dia berikan kepadaku karena khawatir aku akan menjadi kesal dan tertekan,' bukankah pemikiran ini keliru? Bukankah ini adalah gagasan tentang Tuhan? (Ya.) Jadi, sebelum engkau memahami kebenaran ini, bukankah engkau hanya berpikir tentang menikmati kasih karunia, belas kasihan, dan kasih Tuhan? Akibatnya, engkau selalu lupa bahwa Tuhan juga memiliki kemegahan dan murka. Meskipun mulutmu berkata bahwa Tuhan itu adil, dan engkau mampu bersyukur dan memuji Tuhan ketika Dia memperlihatkan belas kasihan dan kasih kepadamu, setiap kali Tuhan memperlihatkan kemegahan dan murka ketika Dia menghajar dan menghakimimu, engkau merasa sangat sedih. 'Seandainya saja Tuhan yang seperti itu tidak ada,' pikirmu. 'Seandainya bukan Tuhan yang melakukan ini, seandainya Tuhan tidak menargetkanku, seandainya ini bukan maksud Tuhan, seandainya semua ini dilakukan kepada orang lain. Aku adalah orang yang baik hati, aku tidak melakukan hal buruk apa pun, dan aku telah membayar harga yang mahal untuk percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, Tuhan seharusnya tidak begitu kejam. Seharusnya aku berhak dan memenuhi syarat untuk menikmati belas kasihan dan kasih Tuhan, serta kasih karunia dan berkat Tuhan yang melimpah. Tuhan tidak akan menghakimi atau menghajarku, dan Dia juga tidak tega melakukannya.' Apakah ini hanya angan-angan dan pemikiran yang salah? (Ya.) Dalam hal apa itu salah? Yang salah di sini adalah engkau tidak menganggap dirimu sebagai makhluk ciptaan, sebagai bagian manusia ciptaan. Engkau secara keliru memisahkan dirimu dari manusia ciptaan dan menganggap dirimu termasuk dalam kelompok atau jenis makhluk ciptaan khusus, memberikan status khusus kepada dirimu sendiri. Bukankah ini congkak dan merasa diri benar? Bukankah ini tidak masuk akal? Apakah ini orang yang benar-benar tunduk kepada Tuhan? (Tidak.) Sama sekali tidak" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (11)"). Aku merenungkan diriku sendiri. Tadinya, aku memiliki gagasan bahwa Tuhan seharusnya menunjukkan belas kasihan dan kasih-Nya kepada mereka yang sungguh-sungguh percaya pada-Nya dan rela melepaskan diri dari segala milik mereka dan mengorbankan diri mereka sendiri, bahwa Dia seharusnya memberikan ganjaran baik kepada mereka lewat kasih karunia dan berkat-Nya. Sebaliknya, bagi orang-orang jahat dan antikristus itu, juga bagi orang tidak percaya dan setan-setan yang melawan serta menghujat-Nya, Tuhan seharusnya menghakimi mereka dengan tegas dan mengutuk mereka serta menjatuhkan hukuman berat pada mereka. Karena itu, ketika aku mendengar bahwa Wang Hao telah tertimpa kemalangan, dan tidak jelas apakah dia masih bisa bertahan hidup atau tidak, hatiku memiliki gagasan dan aku percaya bahwa Tuhan itu tidak adil, pikirku, "Wang Hao telah melepaskan diri dari segala miliknya dan mengorbankan dirinya untuk Tuhan selama bertahun-tahun, dia selalu melaksanakan tugas-tugas penting dalam gereja, dan dia memiliki rasa tanggung jawab; Tuhan tidak seharusnya membiarkan orang seperti itu tertimpa kemalangan." Aku sangat congkak dan tak bernalar! Aku terpikir akan Ayub, yang sempurna di mata Tuhan. Tuhan mengizinkan Iblis untuk mencobai Ayub dengan sengsara, dan dia kehilangan segalanya, seluruh tubuhnya tertutup barah yang busuk. Namun, di tengah kemalangan dan rasa sakit ini, Ayub tetap berpegang pada iman dan ketundukannya kepada Tuhan. Dia tetap teguh dalam imannya bahwa segala sesuatu yang dimiliki manusia berasal dari Tuhan. Tuhan yang memberi bagi manusia dan Tuhan juga yang dapat mengambil; patutlah nama Tuhan terpuji. Meskipun apa yang terjadi pada Ayub merupakan kemalangan di mata manusia, Tuhan memakai kemalangan untuk menyempurnakan iman dan ketaatan Ayub, mengungkapkan kebenaran dan hikmat-Nya. Wang Hao yang tertimpa kemalangan juga merupakan ujian baginya dan keluarganya. Saat dia berada dalam kondisi yang mengancam nyawanya, orang tuanya percaya bahwa kemalangan ini terjadi seizin Tuhan, dan mereka mampu tunduk pada kedaulatan dan pengaturan-Nya tanpa mengeluh. Kemudian, setelah tidak sadarkan diri selama 20 hari akibat luka yang dideritanya, dengan ajaib dia sadar dan terbangun. Aku menyadari bahwa watak benar Tuhan tidak seperti yang selama ini kubayangkan, yang senantiasa melindungi orang yang dengan tulus percaya kepada-Nya dan tak membiarkan mereka tertimpa kemalangan atau rasa sakit apa pun. Tuhan menggunakan kemalangan dan ujian untuk menyempurnakan iman dan ketaatan manusia kepada-Nya. Dia juga menggunakan hal-hal tersebut agar manusia mengalami dan memahami otoritas serta kedaulatan-Nya. Ini adalah kasih karunia dan berkat khusus yang Tuhan anugerahkan kepada manusia. Namun, saat itu aku buta dan tidak memahami pekerjaan Tuhan. Aku bahkan menuntut Tuhan agar tidak membiarkan Wang Hao menderita kemalangan, jika tidak, aku akan mengeluh bahwa Dia tidak adil. Aku benar-benar terlalu congkak dan tidak tahu apa-apa. Berdasarkan pemahaman seperti ini, jika aku menderita kemalangan, aku akan mengeluhkan Tuhan, menghakimi-Nya, menentang-Nya, dan menyinggung watak-Nya. Aku menyadari bahwa masalahku cukup serius, dan bahwa aku sangat perlu mencari kebenaran untuk menyelesaikannya.

Kemudian, di saat teduhku, aku membaca firman Tuhan ini: "Antikristus tidak memperlakukan firman Tuhan dengan sikap yang menerima dan tunduk, sehingga tentu saja mereka tidak mampu memperlakukan tuntutan dalam firman-Nya, bahwa manusia harus melaksanakan tugas mereka sebagai makhluk ciptaan, dengan sikap yang menerima kebenaran. ... Lalu, dengan sikap apa mereka melaksanakan tugas mereka? Seharusnya ada catatan mengenai hal ini di hati setiap orang, dan tentunya ada beberapa kisah khusus di balik catatan ini. Jadi, seperti apa catatan ini di dalam hati seorang antikristus? Mereka membuat perhitungan yang sangat teliti, sangat akurat, sangat tepat, dan sangat saksama, jadi catatan mereka bukanlah catatan yang kacau. Ketika mereka memutuskan untuk melaksanakan tugas, mereka terlebih dahulu membuat perhitungan, 'Jika aku akan melaksanakan tugasku sekarang, aku harus melepaskan kebahagiaanku berkumpul dengan keluarga, dan aku harus melepaskan pekerjaanku dan prospekku di dunia ini. Jika aku melepaskan hal-hal ini demi melaksanakan tugasku, apa yang akan kuperoleh? Firman Tuhan berkata bahwa, pada akhir zaman, mereka yang mampu berjumpa dengan Tuhan, yang mampu melaksanakan tugas di rumah Tuhan, dan yang mampu tetap bertahan hingga akhir adalah mereka yang akan bisa memperoleh berkat yang besar. Karena firman Tuhan mengatakan demikian, kuharap Tuhan mampu melakukannya dan menggenapinya sesuai dengan firman-Nya ini. Selain itu, Tuhan telah memberikan banyak janji kepada orang-orang yang mampu melaksanakan tugas mereka dan mampu mengorbankan diri mereka bagi-Nya!' Saat mempelajari firman Tuhan, mereka memilih banyak janji yang Tuhan berikan pada akhir zaman bagi orang-orang yang melaksanakan tugas mereka. Hal ini, termasuk imajinasi mereka sendiri dan semua gagasan yang terbentuk dari analisis dan pembelajaran mereka akan firman ini, menciptakan minat dan dorongan yang kuat untuk melaksanakan tugas mereka. Mereka kemudian datang ke hadapan Tuhan untuk berdoa, membuat janji dan sumpah yang serius, dan bertekad bahwa mereka bersedia meninggalkan dan mengorbankan segala sesuatunya bagi Tuhan, mengabdikan hidup ini bagi-Nya, dan melepaskan semua kesenangan dan prospek daging. Meskipun mereka berdoa dengan cara seperti ini dan semua perkataan mereka tampak benar, apa yang mereka pikirkan di lubuk hati mereka hanya diketahui oleh diri mereka sendiri dan Tuhan. Doa dan tekad mereka sepertinya murni dan tampaknya mereka melakukan ini hanya untuk melaksanakan amanat Tuhan, untuk melaksanakan tugas mereka dan memenuhi kehendak Tuhan, tetapi di lubuk hatinya, mereka sedang membuat perhitungan tentang bagaimana agar mereka dapat memperoleh berkat dan hal-hal yang mereka inginkan dengan melaksanakan tugas mereka, dan apa yang dapat mereka lakukan agar Tuhan bisa melihat semua yang telah mereka bayar dan membuat-Nya sangat terkesan akan apa yang telah mereka bayar dan lakukan, sehingga Dia akan mengingat apa yang telah mereka lakukan tersebut, dan pada akhirnya akan mengaruniakan kepada mereka semua prospek dan berkat yang mereka inginkan. ... Apa niat antikristus dalam melaksanakan tuganya? Niatnya adalah untuk bertransaksi, untuk melakukan pertukaran. Dapat dikatakan bahwa hal-hal berikut adalah syarat-syarat yang mereka tetapkan untuk melaksanakan tugas: 'Jika aku melaksanakan tugas, aku harus memperoleh berkat dan memiliki tempat tujuan yang bagus. Aku harus memperoleh semua berkat dan manfaat yang menurut Tuhan telah Dia persiapkan bagi manusia. Jika aku tidak dapat memperolehnya, aku tidak akan melaksanakan tugas ini.' Mereka datang ke rumah Tuhan untuk melaksanakan tugas mereka dengan niat, ambisi dan keinginan seperti itu. Kelihatannya, mereka cukup tulus, dan tentu saja, bagi mereka yang baru menjadi orang percaya dan baru mulai melaksanakan tugas, ini dapat juga disebut sebagai semangat. Namun, tidak ada iman sejati atau kesetiaan dalam hal ini; yang ada hanyalah semangat sebesar itu. Hal itu tidak dapat disebut ketulusan. Dinilai dari sikap antikristus terhadap pelaksanaan tugas mereka, sikap mereka sepenuhnya transaksional dan sarat dengan keinginan untuk mendapat manfaat seperti menerima berkat, masuk ke dalam kerajaan surga, mendapatkan mahkota, dan menerima upah" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Tujuh)). Tuhan menyingkapkan bahwa apa pun yang dilakukan para antikristus, mereka selalu menghubungkannya dengan mendapatkan berkat dan masa depan serta nasib mereka. Demikian juga keadaanku. Setelah mulai percaya kepada Tuhan, aku bisa meninggalkan segalanya dan sedikit mengorbankan diriku karena aku mengerti dari firman Tuhan bahwa pada akhir zaman, Tuhan akan menyelamatkan manusia dan membawa mereka ke tempat tujuan yang baik. Kupikir aku tidak boleh melewatkan kesempatan yang baik seperti itu, jadi aku secara aktif melaksanakan tugasku, mempersiapkan perbuatan baik untuk mendapatkan berkat di masa depan. Belakangan, suamiku menganiayaku dan menghalangi keyakinanku kepada Tuhan. Saat memilih antara Tuhan dan pernikahan serta keluargaku, aku mempertimbangkan, "Jika aku memilih keluarga, meskipun aku akan dapat menikmati kehidupan yang nyaman, kenikmatan jasmani hanya bersifat sementara. Sementara itu, orang yang dengan tulus mengorbankan diri mereka untuk Tuhan dapat memperoleh berkat yang lebih besar dari-Nya. Berkat-berkat ini bersifat kekal, dan jika aku melewatkan kesempatan ini, aku tidak akan menerimanya." Setelah memikirkannya dengan saksama, pada akhirnya, aku dengan tegas memilih untuk mengikuti Tuhan dan melaksanakan tugasku. Terutama di masa wabah virus corona selama beberapa tahun terakhir ini, banyak orang tewas di tengah kemalangan tersebut. Mereka yang tidak percaya kepada Tuhan dan menentang-Nya bisa dihancurkan oleh kemalangan besar kapan saja. Sementara itu, aku sibuk melaksanakan tugasku setiap hari, dan terlepas dari seberapa luasnya penyebaran virus corona, aku tidak terinfeksi. Melihat bahwa Tuhan melindungiku, aku menjadi lebih bersemangat saat melaksanakan tugasku, dan tak peduli seberapa lelahnya tubuhku, aku tetap bertekun. Aku berpikir bahwa dengan bekerja sekeras ini berarti aku setia kepada Tuhan, dan aku pasti akan menerima berkat-Nya di masa depan. Namun, kecelakaan Wang Hao tidaklah sesuai dengan gagasanku, dan itu menyingkapkan niatku. Aku percaya, karena Wang Hao meninggalkan segalanya dan mengorbankan dirinya untuk Tuhan, Tuhan seharusnya tidak membiarkan dia tertimpa kemalangan. Bahkan kalaupun demikian, Tuhan seharusnya memastikan dia tetap aman dan selamat, agar semua orang melihat bahwa Dia akan melindungi dan memberkati mereka yang dengan tulus mengorbankan diri mereka untuk-Nya. Dengan demikian, aku dijamin akan menerima berkat jika aku meninggalkan segalanya dan mengorbankan diriku selama bertahun-tahun. Namun, setelah berhari-hari berlalu, dan aku mendengar bahwa Wang Hao masih dalam keadaan koma, aku mulai kecewa kepada Tuhan. Selain menyalahkan Tuhan, aku juga mengeluh dalam hati bahwa ini tidak adil bagi Wang Hao. Aku bahkan menyesal telah meninggalkan segalanya dan mengorbankan diriku, dan aku tidak ingin melaksanakan tugasku. Saat meninggalkan segalanya dan mengorbankan diriku, aku bukan memenuhi tanggung jawab dan kewajiban sebagai makhluk ciptaan, melainkan bertransaksi dengan Tuhan untuk memperoleh kasih karunia dan berkat. Aku memikirkan bagaimana Paulus meninggalkan segalanya dan mengorbankan dirinya untuk mendapatkan upah dan mahkota. Oleh karena itu, dia akhirnya berkata dengan yakin, "Aku sudah melakukan pertandingan yang baik. Aku sudah menyelesaikan perlombaanku, aku sudah menjaga imanku: Mulai dari sekarang sudah tersedia bagiku mahkota kebenaran" (2 Timotius 4:7-8). Kini, aku merasa bahwa pandanganku dalam pengejaranku ketika percaya kepada Tuhan sama seperti pandangan Paulus. Aku bukan percaya untuk mengejar kebenaran, memenuhi tugasku, atau memuaskan Tuhan. Sebaliknya, aku meninggalkan segalanya dan mengorbankan diriku untuk menuntut berkat yang baik dari Tuhan. Ini penuh dengan kepentingan dan transaksi. Caraku mengorbankan diri seperti ini tidak tulus dan setia kepada Tuhan, tetapi merupakan cara menipu dan memanfaatkan-Nya. Aku benar-benar terlalu licik, terlalu jahat! Sekarang, kemalangan itu menjadi kian hebat. Jika aku tidak mengejar kebenaran dengan benar, membalikkan pengejaranku yang keliru, dan memperbaiki watakku yang rusak, ketika kelak aku diperhadapkan dengan hal-hal yang tidak sejalan dengan gagasanku, aku akan menentang dan mengkhianati Tuhan, dan pada akhirnya, aku hanya akan tersesat di tengah kemalangan besar dan dihukum.

Kemudian, aku sering berpikir, "Bagaimana aku harus berlatih agar aku dapat melaksanakan tugasku sebagai makhluk ciptaan?" Suatu hari, aku membaca satu bagian firman Tuhan yang memberiku semangat. Tuhan berfirman: "Apa pun tugas yang orang laksanakan, itu adalah hal yang paling benar yang dapat mereka lakukan, hal yang paling indah dan tepat di antara manusia. Sebagai makhluk ciptaan, manusia sudah seharusnya melaksanakan tugas mereka, karena hanya dengan melaksanakannya, barulah mereka dapat menerima perkenanan Sang Pencipta. Makhluk ciptaan hidup di bawah kekuasaan Sang Pencipta, dan mereka menerima semua yang diberikan oleh Tuhan dan segala sesuatu yang berasal dari Tuhan, jadi mereka sudah seharusnya memenuhi tanggung jawab dan kewajiban mereka. Ini sepenuhnya wajar dan dapat dibenarkan, dan ditetapkan oleh Tuhan. Dari hal ini dapat dilihat bahwa bagi manusia, melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan adalah hal yang lebih tepat, lebih indah, dan lebih mulia daripada melaksanakan hal lain sementara hidup di bumi ini; tidak ada yang lebih bermakna atau berharga di antara manusia, dan tidak ada yang lebih bermakna dan bernilai bagi kehidupan manusia ciptaan, selain melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan. Di bumi, hanya sekelompok orang yang sungguh-sungguh dan dengan tulus melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan yang merupakan orang-orang yang tunduk pada Sang Pencipta. Sekelompok orang ini tidak mengikuti tren-tren duniawi; mereka tunduk pada pimpinan dan tuntunan Tuhan, hanya mendengarkan firman Sang Pencipta, menerima kebenaran yang diungkapkan oleh Sang Pencipta, dan hidup berdasarkan firman Sang Pencipta. Ini adalah kesaksian yang paling benar, paling meyakinkan, dan ini adalah kesaksian terbaik tentang iman kepada Tuhan. Bagi makhluk ciptaan, mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan, mampu memuaskan Sang Pencipta, adalah hal yang paling indah di antara manusia, dan merupakan sesuatu yang harus disebarluaskan sebagai kisah yang dipuji oleh semua orang. Apa pun yang Sang Pencipta amanatkan kepada makhluk ciptaan harus diterima oleh mereka tanpa syarat; bagi manusia, ini adalah sesuatu yang merupakan kebahagiaan dan hak istimewa, dan bagi semua orang yang mampu melaksanakan tugas mereka sebagai makhluk ciptaan, tidak ada yang lebih indah atau patut untuk dikenang—ini adalah sesuatu yang positif. ... Sebagai makhluk ciptaan, jika orang datang ke hadapan Sang Pencipta, mereka sudah seharusnya melaksanakan tugas mereka. Ini adalah hal yang sangat tepat untuk mereka lakukan, dan mereka harus memenuhi tanggung jawab ini. Atas dasar bahwa makhluk ciptaan haruslah melaksanakan tugas mereka, Sang Pencipta telah melakukan pekerjaan yang jauh lebih besar di antara manusia, dan Dia telah melakukan tahap pekerjaan lebih lanjut dalam diri manusia. Dan pekerjaan apakah itu? Dia membekali manusia dengan kebenaran, memungkinkan mereka untuk mendapatkan kebenaran dari-Nya saat mereka melaksanakan tugas mereka, dan dengan demikian, menyingkirkan watak rusak mereka dan disucikan. Dengan demikian, mereka mampu memenuhi kehendak Tuhan dan mulai menempuh jalan yang benar dalam hidup, dan pada akhirnya, mereka akan mampu takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, memperoleh keselamatan penuh, dan tidak lagi mengalami penderitaan yang disebabkan oleh Iblis. Inilah efek yang Tuhan ingin agar manusia capai pada akhirnya dengan melaksanakan tugas mereka" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Tujuh)). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku memperoleh sedikit pemahaman mengenai tugas dan tanggung jawab makhluk ciptaan. Di zaman ketika seluruh umat manusia mencari kenikmatan dalam pengejaran akan tren duniawi, aku memiliki kesempatan untuk mendengar suara Tuhan, menerima penyiraman dan pembekalan dari firman-Nya, dan memahami banyak kebenaran yang tidak kupahami sebelumnya adalah kasih karunia dan kemurahan khusus dari Tuhan kepadaku. Sepenuhnya wajar dan dapat dibenarkan jika aku melaksanakan tugasku di hadapan Sang Pencipta, sama seperti seorang anak yang memenuhi tanggung jawabnya di hadapan orang tuanya. Bahwa aku dapat memenuhi tanggung jawabku sesuai dengan tuntutan Tuhan adalah sesuatu yang diperkenankan Tuhan dan merupakan hal yang paling berarti. Sama seperti Nuh yang membangun bahtera sesuai dengan tuntutan Tuhan adalah untuk memperhatikan maksud Tuhan, menyelesaikan amanat-Nya, dan memastikan bahwa pekerjaan-Nya dapat terlaksana dengan lancar. Namun, aku terlalu egois dan tercela. Aku membiarkan keinginanku untuk mendapatkan berkat menguasai pikiranku, ingin bertransaksi dengan Tuhan setelah aku meninggalkan segalanya dan sedikit mengorbankan diriku, serta mendapatkan tempat tujuan yang baik dan upah dari surga sebagai imbalan atas apa yang telah kulakukan. Caraku mengorbankan diri seperti ini penuh dengan kepentingan dan transaksi, dan Tuhan membenci serta mengutuknya. Jika aku percaya kepada Tuhan seperti ini sampai akhir, aku tidak akan mungkin menerima perkenanan dan berkat Tuhan. Menyadari hal ini, aku menyesal dan mencela diriku sendiri. Aku juga membenci dan jijik terhadap diriku sendiri karena melakukan pengejaran seperti itu. Aku hanyalah makhluk ciptaan, dan mengorbankan diri adalah sesuatu yang harus kulakukan; itu adalah tanggung jawabku. Dalam hal apa aku memenuhi syarat untuk menuntut berkat dan upah dari Tuhan? Sejak saat itu, aku bersedia mengejar kebenaran dengan benar, dan fokus mengejar perubahan watak dalam pelaksanaan tugasku. Tidak peduli apakah aku mendapatkan berkat atau tertimpa kemalangan, aku akan memasrahkan segalanya di tangan Tuhan, memercayai pengaturan dan penataan-Nya, dan memenuhi tugasku sesuai dengan tuntutan-Nya. Ini adalah dasar dan nilai kehidupan. Setelah memahami hal ini, aku tidak lagi khawatir atau cemas akan kesudahan dan tempat tujuanku kelak. Hatiku terasa jauh lebih ringan dan jauh lebih bebas.

Sebelumnya, aku selalu takut tertimpa kemalangan, ujian dan kesengsaraan. Tadinya aku berpikir bahwa itu adalah hal yang buruk. Sekarang, aku mengerti jika seseorang dapat memiliki iman yang sejati dan tunduk kepada Tuhan ketika mereka tertimpa kemalangan dan dapat berpegang teguh pada kesetiaan dan kesaksian mereka di hadapan Tuhan, itu akan menyempurnakan mereka dan memberi mereka berkat melalui kemalangan. Sama seperti bagaimana Ayub, di tengah-tengah ujian dan kemalangan, berpegang teguh pada imannya dan tunduk kepada Tuhan, sehingga menerima perkenanan dan berkat Tuhan. Selain segala sesuatu yang bersifat materi menjadi berlipat ganda, Tuhan juga memperlihatkan diri-Nya kepada Ayub, membuat Ayub cukup beruntung untuk melihat Tuhan. Sekilas, tampak bahwa Ayub telah tertimpa kemalangan saat itu, perampasan yang kejam, padahal sebenarnya, ini adalah berkat Tuhan baginya. Sementara itu, istri Ayub berbeda. Ketika Ayub tertimpa kemalangan dan ujian, istrinya menyuruh Ayub untuk menyangkal dan menolak Tuhan, dan dia menjadi sebuah tanda penghinaan. Dari hal ini, dapat dipahami bahwa ketika diperhadapkan dengan kemalangan, orang yang dengan tulus percaya kepada Tuhan dan mengejar kebenaran akan disempurnakan, sementara mereka yang tidak mengejar kebenaran dan hanya ingin mendapatkan berkat akan disingkapkan, dikutuk, dan diusir. Sebagian orang dikendalikan oleh niat untuk mendapatkan berkat; dari luar, tampaknya mereka dapat meninggalkan segalanya dan sedikit mengorbankan diri mereka serta mengambil peran penting di rumah Tuhan, tetapi ketika mereka ditangkap dan dianiaya oleh Partai Komunis serta nyawa dan kepentingan mereka terancam, mereka menyangkal dan mengkhianati Tuhan dan menjadi Yudas, benar-benar kehilangan kesempatan untuk diselamatkan. Sementara itu, saudara-saudari yang lain juga mengalami penangkapan dan penyiksaan oleh Partai Komunis, dan tetap berpegang pada iman mereka dan tunduk kepada Tuhan. Mereka bersumpah setia untuk menyerahkan nyawa mereka daripada menjadi Yudas dan mengkhianati-Nya. Orang-orang seperti itu memiliki kesaksian dan telah memperoleh berkat melalui kemalangan. Setelah memahami hal ini, setiap kali pelaksanaan tugasku terkait dengan masa depan dan tempat tujuanku, aku mampu secara sadar melepaskan niatku untuk mendapatkan berkat dan hanya ingin memenuhi tugasku sebagai makhluk ciptaan dan tunduk pada pengaturan dan penataan Tuhan. Wang Hao yang tertimpa kemalangan telah menyingkapkan diriku, tetapi itu juga merupakan keselamatan dan perlindungan dari Tuhan bagiku. Hal itu memberiku kesempatan untuk memperlengkapi diriku dengan aspek kebenaran ini lebih awal sehingga aku tidak akan gagal dan jatuh ketika diperhadapkan dengan ujian. Aku menyadari bahwa penyelamatan Tuhan terhadap manusia begitu praktis. Sekarang, aku memahami niat dan kecemaranku dalam melaksanakan tugasku selama bertahun-tahun ini. Aku juga memahami bahwa mengejar dan mendapatkan kebenaran lebih besar nilainya daripada kasih karunia sebanyak apa pun. Saat ini, yang paling penting bagiku adalah fokus mengejar kebenaran dan mengubah watakku yang rusak dalam melaksanakan tugasku. Mengenai apakah pada akhirnya aku bisa mendapatkan berkat atau tidak, Tuhanlah yang mengatur itu.

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait