Akibat Tidak Mengejar Jalan Masuk Kehidupan

31 Mei 2024

Oleh Saudari Han Qing, Tiongkok

Pada September 2023, saudari yang bekerja sama denganku ditangkap polisi. Saat itu, aku adalah seorang pemimpin gereja, dan ketika aku melihat saudara-saudari semuanya hidup dalam ketakutan dan membutuhkan bantuan serta dukungan, dan pekerjaan yang ditimbulkannya benar-benar perlu ditangani, aku merasa sangat cemas, dan mulai menyibukkan diri tanpa henti dengan memindahkan buku-buku, bersekutu, membereskan keadaaan saudara-saudari, dan menyiram serta mendukung para pendatang baru. Saat itu, setiap hari aku keluar rumah sebelum matahari terbit, dan pada malam hari aku bergadang hingga larut malam sebelum tidur. Meskipun terkadang aku merasa sangat lelah, ketika aku melihat keadaan saudara-saudari mulai membaik sehingga mereka dapat melaksanakan tugas mereka seperti biasa, dan buku-buku dipindahkan dengan lancar ke rumah persembunyian, aku merasa sangat bahagia, dan aku berpikir, "Dalam keadaan berbahaya seperti ini, aku mampu menangani masalah dengan baik, dan pekerjaan gereja tidak mengalami kerugian apa pun. Jika aku terus bekerja sama dengan cara ini, pada akhirnya aku pasti akan menerima keselamatan dari Tuhan." Ketika memikirkan hal ini, aku melaksanakan tugasku dengan lebih bersemangat. Setiap pagi setelah bangun tidur, aku langsung pergi ke pertemuan dan menerapkan pekerjaan, tetapi mengenai apakah pekerjaan yang kulakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau tidak, aku tak banyak merenungkannya. Bahkan saat meluangkan waktu untuk makan dan minum firman Tuhan, aku terus memikirkan bagian firman Tuhan mana yang dapat menyelesaikan keadaan saudara-saudari, dan aku sangat jarang membandingkan firman Tuhan dengan keadaanku. Terkadang, aku menyadari bahwa aku hanya berfokus pada melakukan pekerjaan, dan aku sangat jarang mencari kebenaran serta merenungkan diriku sendiri, tetapi ketika aku melihat kemajuan dalam pekerjaan tersebut, aku merasa tidak masalah jika aku tidak banyak makan dan minum firman Tuhan, atau tidak mencari kebenaran. Selama aku melakukan pekerjaan dengan baik, itu sudah cukup. Lagi pula, masih ada banyak pekerjaan gereja yang perlu diselesaikan, jadi aku terus menyibukkan diri dengan tugas.

Kemudian, seorang saudari dipilih untuk bekerja sama denganku. Karena ada beberapa pekerjaan yang belum pernah dia lakukan, aku melakukan banyak pekerjaan itu sendiri. Saat tiba waktunya untuk membahas pekerjaan, aku melihat saudari itu tidak mengambil inisiatif, jadi aku beranggapan negatif tentang dia, dan nada bicaraku kepadanya kasar. Aku menyadari bagaimana dia merasa dikekang olehku, dan aku tidak merenungkan diriku sendiri. Aku menganggap bahwa itu bukan masalah serius, dan itu tidak akan menunda pelaksanaan tugasku. Masih banyak pekerjaan yang harus kulakukan. Kapan aku punya waktu untuk mencari kebenaran dan memperbaiki keadaanku? Bagaimana jika aku menghabiskan waktu untuk hal ini dan pekerjaanku tertunda? Melaksanakan tugasku dan mencapai hasil adalah hal yang paling penting. Kemudian, aku terus menyibukkan diri dengan pekerjaan. Suatu hari, aku sedang membahas pekerjaan dengan dua orang diaken. Mereka berdua memiliki temperamen yang lambat dan tidak secara aktif mengungkapkan pendapat mereka, jadi aku merasa agak cemas: "Saat membahas pekerjaan, jika kita tidak mengungkapkan sudut pandang kita, apa gunanya?" Lalu aku menegur mereka, "Saudara-saudara, jika kalian selalu gagal untuk secara aktif mengungkapkan sudut pandang kalian, bagaimana kita dapat membahas pekerjaan ini?" Setelah aku selesai bicara, salah seorang saudara menundukkan kepalanya dan tampak malu. Banyak kejadian serupa yang terjadi pada waktu itu. Begitu melihat saudara-saudara itu tidak aktif mengungkapkan sudut pandang mereka, aku mulai merendahkan mereka. Saudara itu merasa agak sedih dan berkata, "Aku sudah tua, dan reaksiku lambat. Aku tidak bisa mengimbangi kecepatanmu, dan aku tidak dapat melaksanakan tugas ini dengan baik." Sebenarnya, aku tahu bahwa saudara-saudara itu baru dalam tugas ini, dan wajar jika mereka tidak memahami atau tidak mampu melaksanakannya. Aku seharusnya menyemangati dan membantu mereka. Namun, menurutku hal yang kusampaikan itu bukanlah masalah besar. Aku bukan menuntut mereka secara berlebihan, aku hanya berharap mereka lebih proaktif dalam melaksanakan tugas mereka. Jadi, aku tidak berfokus untuk menyelesaikan hal ini. Kupikir, "Watak rusak seseorang tidak dapat berubah dalam sekejap. Aku harus menyelesaikan masalah pekerjaan selagi punya waktu. Jika tidak melakukan pekerjaannya, bagaimana aku bisa mencapai hasil?" Karena aku hanya menyelesaikan segala sesuatu, dan aku tidak pernah berfokus pada membaca firman Tuhan serta mencari kebenaran, atau memetik pelajaran dari hal-hal yang terjadi, hatiku terasa hampa. Suatu waktu, aku mengatur agar sebuah keluarga yang berada dalam bahaya menjaga buku-buku firman Tuhan, dan setelah pemimpin utama mengetahuinya, dia memangkasku karena tidak melakukan segala sesuatu berdasarkan prinsip. Aku merasa diperlakukan tidak adil dan terus membela diri serta melawan. Melihat aku tidak mau menerimanya, pemimpin itu berkata, "Kau sibuk ke sana kemari melakukan banyak hal, tetapi kau melakukannya tanpa prinsip, kau selalu mengikuti kemauan dan pengalamanmu sendiri. Ini akan merugikan kepentingan rumah Tuhan. Selain itu, saat kau dipangkas, kau tidak memiliki sikap tunduk serta mencari, dan kau tidak merenungkan diri. Bisakah kau mengalami kemajuan jika seperti ini?" Kemudian, aku merenungkan perilakuku sendiri, dan aku menyadari bahwa aku selalu berfokus untuk sibuk ke sana kemari dan melakukan pekerjaan. Aku benar-benar tidak memiliki jalan masuk kehidupan untuk dibicarakan. Aku datang ke hadapan Tuhan dalam doa, dan memohon agar Tuhan membimbingku untuk mengetahui serta menyelesaikan masalahku sendiri.

Sambil mencari, aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Selama akhir zaman, Tuhan tidak melakukan pekerjaan yang tidak berkaitan dengan firman-Nya, Dia telah berfirman, menggunakan firman untuk membimbing manusia hingga hari ini. Tentu saja, ketika berfirman, Tuhan juga menggunakan firman untuk menjaga hubungan-Nya dengan para pengikut-Nya, Dia menggunakan firman untuk membimbing mereka, dan firman ini sangat penting bagi mereka yang ingin diselamatkan, atau yang ingin Tuhan selamatkan. Tuhan akan menggunakan firman ini untuk mewujudkan fakta keselamatan manusia. Ternyata, apakah dilihat dari segi isi atau jumlahnya, apa pun jenis firman itu, dan bagian mana pun dari firman Tuhan itu, firman tersebut adalah yang paling penting bagi setiap orang yang ingin diselamatkan. Tuhan sedang menggunakan firman ini untuk mencapai hasil akhir dari rencana pengelolaan enam ribu tahun-Nya. Bagi manusia—apakah bagi manusia di zaman ini atau di masa depan—mereka adalah yang paling penting. Demikianlah sikap Tuhan, demikianlah tujuan dan makna firman-Nya. Jadi, apa yang harus manusia lakukan? Mereka harus bekerja sama dalam firman dan pekerjaan Tuhan, bukan mengabaikannya. Namun, bukan seperti itu cara beriman sebagian orang kepada Tuhan: apa pun yang Tuhan firmankan, seolah-olah firman-Nya tidak ada hubungannya dengan mereka. Mereka tetap mengejar apa yang mereka inginkan, melakukan apa yang mereka inginkan, dan tidak mencari kebenaran berdasarkan firman Tuhan. Ini bukanlah mengalami pekerjaan Tuhan. Ada orang-orang lain yang tidak menaruh perhatian pada apa pun yang Tuhan firmankan, yang hanya memiliki satu keyakinan dalam hati mereka: 'Aku akan melakukan apa pun yang Tuhan minta, jika Tuhan menyuruhku pergi ke barat, aku akan pergi ke barat, jika Dia menyuruhku pergi ke timur, aku akan pergi ke timur, jika Dia menyuruhku mati, aku akan membiarkan Dia melihatku mati.' Namun, hanya ada satu hal: mereka tidak menerima firman Tuhan. Mereka berpikir dalam hati, 'Firman Tuhan itu begitu banyak, firman itu seharusnya lebih lugas, dan itu seharusnya memberitahuku apa persisnya yang harus kulakukan. Aku mampu tunduk kepada Tuhan di dalam hatiku.' Sebanyak apa pun firman yang Tuhan ucapkan, orang seperti itu pada akhirnya tetap tidak mampu memahami kebenaran, dan mereka juga tidak mampu berbicara tentang pengalaman dan pengetahuan mereka. Mereka seperti orang awam yang tidak memiliki pemahaman rohani. Apakah menurutmu orang seperti itu adalah orang yang dikasihi Tuhan? Apakah Tuhan ingin berbelas kasihan terhadap orang seperti itu? (Tidak.) Tentu saja tidak. Tuhan tidak menyukai orang seperti itu. Tuhan berkata, 'Aku telah mengucapkan beribu-ribu firman. Bagaimana bisa, engkau tidak pernah melihat atau mendengarnya seperti orang buta atau tuli? Apa sebenarnya yang sedang kaupikirkan di dalam hatimu? Aku melihatmu sebagai tidak lebih dari orang yang terobsesi untuk mengejar berkat dan tempat tujuan yang indah—engkau mengejar tujuan yang sama seperti Paulus. Jika engkau tidak ingin mendengarkan firman-Ku, jika engkau tidak ingin mengikuti jalan-Ku, lalu mengapa engkau percaya kepada Tuhan? Engkau tidak mengejar keselamatan, engkau mengejar tempat tujuan yang indah dan keinginan akan berkat. Dan karena ini adalah apa yang kaurencanakan, yang paling cocok bagimu adalah menjadi pelaku pelayanan.' Sebenarnya, menjadi pelaku pelayanan yang setia juga merupakan salah satu wujud ketundukan kepada Tuhan, tetapi itu adalah standar minimalnya. Tetap menjadi pelaku pelayanan yang setia jauh lebih baik daripada terjerumus ke dalam kebinasaan dan kehancuran seperti orang tidak percaya. Khususnya, rumah Tuhan membutuhkan pelaku pelayanan, dan mampu memberikan pelayanan bagi Tuhan juga dianggap sebagai suatu berkat. Ini jauh lebih baik—sungguh jauh lebih baik—daripada menjadi antek dari raja-raja setan. Namun, memberikan pelayanan bagi Tuhan tidak sepenuhnya memuaskan Dia, karena pekerjaan penghakiman Tuhan adalah untuk menyelamatkan, menahirkan, dan menyempurnakan manusia. Jika manusia puas hanya dengan memberikan pelayanan bagi Tuhan, ini bukanlah tujuan yang ingin Tuhan capai dengan bekerja dalam diri manusia, dan bukan pula hasil yang ingin Tuhan lihat. Namun, manusia memiliki keinginan yang membara, mereka bodoh dan buta: Mereka tersihir, termakan oleh keuntungan kecil, dan mengabaikan firman kehidupan berharga yang Tuhan ucapkan. Mereka bahkan tak mampu memperlakukan firman dengan serius, apalagi menghargainya. Apakah tidak membaca firman Tuhan atau menghargai kebenaran sesuatu yang cerdas, atau bodoh? Mampukah orang memperoleh keselamatan dengan cara seperti ini? Orang harus memahami semua ini. Mereka hanya memiliki harapan keselamatan jika mereka mengesampingkan gagasan dan imajinasi mereka dan berfokus untuk mengejar kebenaran" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Menghargai Firman Tuhan adalah Landasan Kepercayaan kepada Tuhan"). Tuhan mengungkapkan bahwa manusia hanya berfokus pada tindakan yang tampak dari luar. Seperti apa pun Tuhan bersekutu, mereka selalu bersikap acuh tak acuh terhadap firman Tuhan, serta mereka tidak berfokus pada makan dan minum firman-Nya, atau mencari kebenaran dalam firman-Nya. Percaya kepada Tuhan dengan cara ini sama sekali bukan mengalami pekerjaan Tuhan. Setelah membandingkan perilakuku dengan firman Tuhan, aku menyadari aku memang seperti itu. Kupikir aku akan melakukan apa pun yang diminta gereja untuk kulakukan, dan jika melakukannya dengan baik, aku dapat memuaskan Tuhan dan menerima perkenanan-Nya. Karena itu, saat melaksanakan tugasku, aku hanya berfokus untuk melakukan berbagai hal. Aku benar-benar mengabaikan firman Tuhan, dan aku bahkan merasa bahwa makan serta minum firman Tuhan akan menundaku melaksanakan tugasku. Aku tahu Tuhan telah mengungkapkan begitu banyak firman selama pekerjaan-Nya di akhir zaman agar manusia dapat mengejar kebenaran dan perubahan watak, sehingga pada akhirnya mereka dapat memperoleh kebenaran dan menerima keselamatan dari Tuhan. Namun, karena aku tidak mencintai kebenaran, aku tetap mengejarnya berdasarkan gagasan dan imajinasiku sendiri, berpikir bahwa itu sudah cukup untuk menyelesaikan berbagai hal. Oleh karena itu, ketika kerusakanku tersingkap dalam kerja samaku dengan orang lain, aku tidak mencari kebenaran untuk menyelesaikannya. Tuhan mengungkapkan kebenaran dan menyingkapkan segala macam watak rusak dalam diri manusia, dan Dia menyiapkan keadaan nyata untuk kita alami, agar kita mampu memahami kebenaran, menyingkirkan kerusakan kita, dan ditahirkan. Ini adalah kasih Tuhan! Jika Dia hanya ingin manusia bekerja dan memberikan pelayanan, Dia tidak perlu bekerja setahap demi setahap hingga sekarang, dan Dia tidak perlu berinkarnasi, mengungkapkan kebenaran, serta menanggung begitu banyak kesukaran. Aku membaca begitu banyak firman Tuhan, tetapi masih tidak memahami maksud Tuhan untuk menyelamatkan manusia, watakku yang rusak belum berubah sama sekali. Aku adalah tipe orang awam yang dibicarakan dalam firman Tuhan. Jika terus begini, meskipun aku melakukan lebih banyak pekerjaan, pada akhirnya aku tidak akan terselamatkan. Menyadari hal ini, aku menghadap ke hadirat Tuhan dan berdoa, "Tuhan Yang Mahakuasa, melalui penyingkapan firman-Mu, akhirnya aku menyadari pandangan keliru terhadap pengejaran akan imanku kepada Tuhan. Aku bersedia untuk bertobat dan berubah. Mohon bimbinglah aku untuk meninggalkan sudut pandangku yang keliru, berusaha keras dalam firman-Mu, mengejar kebenaran, dan berfokus pada jalan masuk kehidupan."

Kemudian, aku membaca firman Tuhan ini: "Pada zaman sekarang, kebanyakan orang berada dalam keadaan seperti ini: untuk mendapatkan berkat, aku harus mengorbankan diriku bagi Tuhan dan membayar harga bagi-Nya. Untuk mendapatkan berkat, aku harus meninggalkan segalanya bagi Tuhan; aku harus menyelesaikan apa yang telah Dia percayakan kepadaku, dan aku harus melaksanakan tugasku dengan baik. Keadaan ini didominasi oleh niat untuk mendapatkan berkat, yang adalah contoh mengorbankan diri sepenuhnya bagi Tuhan dengan tujuan memperoleh upah dari-Nya dan mendapatkan mahkota. Orang-orang semacam itu tidak memiliki kebenaran di dalam hati mereka, dan dapat dipastikan bahwa pemahaman mereka hanya terdiri dari beberapa kata-kata dan doktrin yang mereka pamerkan ke mana pun mereka pergi. Jalan mereka adalah jalan Paulus. Iman orang semacam itu adalah tindakan kerja keras yang terus-menerus, dan di lubuk hati mereka, mereka merasa bahwa semakin banyak mereka melakukannya, semakin itu akan membuktikan kesetiaan mereka kepada Tuhan; semakin banyak mereka melakukannya, semakin Dia pasti akan dipuaskan; dan semakin banyak mereka melakukannya, semakin mereka akan layak diberikan mahkota di hadapan Tuhan, dan semakin besar berkat yang akan mereka peroleh. Mereka mengira jika mereka mampu menanggung penderitaan, berkhotbah, dan mati bagi Kristus, jika mereka mampu mengorbankan hidup mereka sendiri, dan jika mereka mampu menyelesaikan semua tugas yang dipercayakan Tuhan kepada mereka, mereka akan menjadi orang yang mendapatkan berkat terbesar, dan mereka pasti akan diberikan mahkota. Inilah tepatnya yang Paulus bayangkan dan yang dikejarnya. Inilah tepatnya jalan yang ditempuhnya, dan di bawah tuntunan pemikiran seperti itulah dia bekerja untuk melayani Tuhan. Bukankah pemikiran dan niat seperti itu berasal dari natur jahat? Ini sama seperti orang-orang duniawi, yang yakin bahwa selama berada di bumi mereka harus mengejar pengetahuan, dan setelah memperolehnya mereka bisa menjadi menonjol, menjadi pejabat, dan memiliki status. Mereka mengira begitu mereka memiliki status, mereka dapat mewujudkan ambisi mereka dan membawa bisnis dan rumah tangga mereka naik hingga mencapai tingkat kemakmuran tertentu. Bukankah semua orang tidak percaya menempuh jalan ini? Mereka yang dikuasai oleh natur jahat ini hanya dapat menjadi seperti Paulus dalam iman mereka. Mereka berpikir: 'Aku harus membuang segalanya dan mengorbankan diriku untuk Tuhan. Aku harus setia di hadapan Tuhan, dan pada akhirnya, aku pasti akan menerima upah yang sangat besar dan mahkota yang paling indah.' Ini adalah sikap yang sama seperti sikap yang dimiliki oleh orang-orang dunia yang mengejar hal-hal duniawi. Mereka sama sekali tidak ada bedanya, dan mereka tunduk pada natur yang sama. Ketika manusia memiliki natur jahat semacam ini, di dunia ini, mereka akan berusaha mendapatkan pengetahuan, pembelajaran, status, dan menonjolkan diri. Jika mereka percaya kepada Tuhan, mereka akan berusaha mendapatkan mahkota mulia dan berkat yang besar. Jika orang-orang tidak mengejar kebenaran ketika mereka percaya kepada Tuhan, mereka pasti akan mengambil jalan ini. Ini adalah fakta yang tidak dapat diubah, ini adalah hukum alam. Jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang tidak mengejar kebenaran sangat bertentangan dengan jalan Petrus" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Cara Menempuh Jalan Petrus"). Tuhan menyingkapkan bahwa manusia meninggalkan dan mengorbankan diri dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan serta pelaksanaan tugas demi menerima berkat, hasil, dan tempat tujuan yang baik untuk diri mereka sendiri. Mereka dipengaruhi oleh motivasi untuk menerima berkat. Saat merenungkan diri, aku mendapati bahwa aku memiliki pandangan-pandangan ini terhadap pengejaran. Aku percaya bahwa melakukan lebih banyak pekerjaan dan tugas, melaksanakan tugas yang dipercayakan oleh para pemimpin kepadaku serta mencapai hasil akan menghasilkan perkenanan Tuhan, dan aku akan mendapatkan hasil serta tempat tujuan yang baik. Karena itu, aku dengan sepenuh hati menyelesaikan segala sesuatunya, dan setiap hari aku menyibukkan diri dengan pekerjaan. Aku teringat akan Paulus, yang hanya berfokus pada berkhotbah dan melakukan pekerjaan. Dia melakukan perjalanan jauh dan membayar harga yang mahal, tetapi dia tidak menerapkan firman Tuhan, dan wataknya yang rusak sama sekali tidak berubah. Dalam melakukan semua ini, dia hanya membuat kesepakatan dengan Tuhan dengan harapan menerima mahkota dan upah. Pada akhirnya, dia bahkan memberi kesaksian untuk dirinya sendiri, dengan mengatakan, "Sebab bagiku hidup adalah Kristus dan mati berarti untung" (Filipi 1:21). Dia menyinggung watak Tuhan dan diusir serta dihukum oleh Tuhan. Setelah kuingat kembali, saat itu aku menempuh jalan Paulus: aku mengandalkan gagasan dan imajinasiku sendiri, percaya bahwa selama aku melakukan lebih banyak pekerjaan dan melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadaku, serta mencapai hasil, Tuhan pasti akan memberiku tempat tujuan yang baik pada akhirnya. Dengan demikian, aku hanya berfokus pada menyelesaikan segala sesuatu, dan aku bahkan merasa bahwa makan dan minum firman Tuhan akan menundaku. Aku menyingkapkan watak yang congkak, mengekang orang lain, tetapi aku tidak berfokus pada penyelesaian. Aku hanya ingin menukar pengorbanan dan pengeluaranku yang dangkal, serta hasil pekerjaanku, dengan berkat dari Tuhan. Bagaimana mungkin hal ini memperoleh perkenanan Tuhan? Dari luar, aku tampak bekerja tanpa henti setiap hari, dan terlihat cukup setia dalam tugasku, tetapi kenyataannya, aku sama sekali tidak melakukannya untuk memuaskan Tuhan, atau demi pekerjaan gereja; sebaliknya, aku membuat rencana demi hasil dan tempat tujuanku sendiri. Aku memanfaatkan Tuhan, mencoba bertransaksi dengan-Nya. Inilah yang Tuhan benci. Jika aku masih mengejar dengan hati yang egois dan niat yang tercemar, serta watakku yang rusak sama sekali tidak berubah, pada akhirnya aku pasti akan diusir oleh Tuhan.

Kemudian, aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Apa pun dalam kehidupan Petrus yang tidak memenuhi kehendak Tuhan membuatnya merasa gelisah. Jika hal itu tidak memenuhi kehendak Tuhan, dia akan merasa menyesal, dan akan mencari cara yang sesuai yang dapat diupayakannya untuk memuaskan hati Tuhan. Bahkan dalam aspek terkecil dan paling tidak penting dalam hidupnya, dia tetap menuntut dirinya untuk memenuhi kehendak Tuhan. Dia sangat tegas dalam hal watak lamanya, selalu dengan ketat menuntut dirinya untuk masuk lebih dalam lagi ke dalam kebenaran. ... Dalam kepercayaannya kepada Tuhan, Petrus berusaha memuaskan Tuhan dalam segala hal, dan berusaha tunduk akan semua yang berasal dari Tuhan. Tanpa keluhan sedikit pun, ia sanggup menerima hajaran dan penghakiman, juga pemurnian, kesengsaraan, dan kekurangan dalam hidupnya, tak satu pun dari hal-hal itu yang dapat mengubah hatinya yang mengasihi Tuhan. Bukankah inilah kasih kepada Tuhan yang tertinggi? Bukankah inilah pemenuhan tugas makhluk ciptaan? Baik dalam hajaran, penghakiman, ataupun kesengsaraan—engkau selalu memiliki kemampuan untuk mencapai ketundukan sampai mati, dan inilah yang harus dicapai oleh makhluk ciptaan, inilah kemurnian kasih kepada Tuhan. Jika manusia mampu mencapai sejauh ini, dia adalah makhluk ciptaan yang memenuhi syarat, dan tidak ada yang lebih memenuhi kehendak Sang Pencipta. Bayangkan engkau dapat bekerja bagi Tuhan, tetapi engkau tidak tunduk kepada Tuhan, dan tidak mampu sungguh-sungguh mengasihi Tuhan. Dengan demikian, engkau bukan saja tidak melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan, tetapi engkau juga akan dikutuk oleh Tuhan, karena engkau adalah orang yang tidak memiliki kebenaran, yang tidak mampu tunduk kepada Tuhan, dan yang memberontak terhadap Tuhan. Engkau hanya menghiraukan soal bekerja bagi Tuhan, dan tidak menghiraukan tentang menerapkan kebenaran, atau mengenal dirimu sendiri. Engkau tidak memahami ataupun mengenal Sang Pencipta, dan tidak tunduk ataupun mengasihi Sang Pencipta. Engkau adalah orang yang pada dasarnya memberontak terhadap Tuhan, dan orang seperti itu bukanlah orang yang dikasihi Sang Pencipta" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Keberhasilan atau Kegagalan Tergantung pada Jalan yang Manusia Jalani"). Firman Tuhan mengatakan bahwa hal sepele apa pun yang Petrus hadapi dalam hidupnya, dia mampu mencari kebenaran dan mengejar kepuasan Tuhan. Dia juga mampu segera merenungkan watak rusak yang dia singkapkan, dan selagi bekerja, dia berfokus pada jalan masuknya sendiri. Dia menanggung beban atas amanat Tuhan dan jalan masuk kehidupannya sendiri. Jalan yang dia lalui adalah jalan kesuksesan. Namun, aku hanya berfokus pada sibuk ke sana kemari dan melakukan pekerjaan, bukan mencari kebenaran. Saat memperlihatkan kerusakan, aku tidak menganggapnya penting, aku tidak merenungkan serta mengenali diriku sendiri, dan hingga saat ini aku belum berubah sama sekali. Jalan yang aku lalui adalah jalan yang penuh kegagalan. Sebenarnya, manusia harus membayar harga dan mengorbankan diri demi Tuhan: ini adalah tugas mereka, tidak seperti yang kubayangkan, bahwa menyelesaikan pekerjaanku saja sudah cukup. Mampu mencari kebenaran saat terjadi sesuatu, berfokus pada mengenali kerusakan serta kekurangan diri sendiri dalam proses melaksanakan tugasnya, mencari kebenaran untuk mengatasi watak rusak diri sendiri, dan menjadikan kebenaran sebagai kriteria dalam bertindak dan berperilaku, hanya inilah yang akan membawa kemajuan dalam hidup. Meskipun watakku yang rusak tidak dapat diatasi dalam sekejap, aku harus berfokus pada mengenalinya dan berubah, merenungkan diriku sendiri berdasarkan firman Tuhan, menemukan prinsip-prinsip yang harus kupatuhi, dan menerapkan sesuai dengan firman Tuhan.

Kemudian, aku membaca satu bagian firman Tuhan yang lain: "Sesibuk apa pun orang yang mengejar kebenaran dengan tugas mereka, mereka tetap mampu mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah yang menimpa mereka, mencari persekutuan tentang hal-hal yang tidak jelas bagi mereka di dalam khotbah yang telah mereka dengar, menenangkan hati mereka setiap hari untuk merenungkan bagaimana kinerja mereka, lalu merenungkan firman Tuhan dan menonton video kesaksian pengalaman. Mereka memetik pelajaran dari hal ini. Betapapun sibuknya mereka dengan tugas-tugas mereka, itu sama sekali tidak menghambat jalan masuk kehidupan mereka, juga tidak menundanya. Wajar bagi orang yang mencintai kebenaran untuk melakukan penerapan dengan cara seperti ini. Orang yang tidak mencintai kebenaran tidak akan mencari kebenaran dan enggan menenangkan diri di hadapan Tuhan untuk merenungkan dan mengenal diri mereka sendiri, entah mereka sibuk dengan tugas mereka atau tidak dan masalah apa yang menimpa mereka. Jadi, entah mereka sibuk atau senggang dalam tugas mereka, mereka tidak mengejar kebenaran. Faktanya, jika seseorang memiliki hati untuk mengejar kebenaran, dan merindukan kebenaran, serta memikul beban jalan masuk kehidupan dan perubahan watak, dia akan makin dekat dengan Tuhan di dalam hati dan berdoa kepada-Nya, sesibuk apa pun dia dengan tugasnya. Dia pasti mendapatkan pencerahan dan penerangan dari Roh Kudus, dan hidupnya akan bertumbuh tanpa henti. Jika seseorang tidak mencintai kebenaran dan tidak memikul beban jalan masuk kehidupan atau perubahan watak apa pun, atau jika dia tidak tertarik pada semua ini, dia tidak akan mampu memperoleh apa pun. Merenungkan kerusakan apa saja yang telah seseorang perlihatkan adalah hal yang harus dilakukan di mana pun dan kapan pun. Sebagai contoh, jika seseorang telah memperlihatkan kerusakan saat melaksanakan tugasnya, maka di dalam hatinya, dia harus berdoa kepada Tuhan, merenungkan dirinya sendiri, mengenali watak rusaknya, dan mencari kebenaran untuk membereskannya. Ini adalah masalah hati; ini tidak ada kaitannya dengan tugas yang sedang dikerjakan. Apakah ini mudah dilakukan? Itu tergantung pada apakah engkau adalah orang yang mengejar kebenaran atau tidak. Orang yang tidak mencintai kebenaran tidak tertarik dengan hal pertumbuhan dalam hidup. Mereka tidak memikirkan hal-hal semacam itu. Hanya orang-orang yang mengejar kebenaran yang mau berusaha dengan segenap hati mereka untuk bertumbuh dalam hidup; hanya merekalah yang sering merenungkan masalah yang benar-benar ada, dan cara mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah-masalah itu. Sebenarnya, proses menyelesaikan masalah dan mengejar kebenaran adalah hal yang sama. Jika orang selalu berfokus mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah saat melaksanakan tugas mereka, dan telah menyelesaikan cukup banyak masalah selama beberapa tahun penerapan seperti itu, maka pelaksanaan tugas mereka pasti memenuhi standar. Orang-orang semacam ini memperlihatkan kerusakan yang lebih sedikit, dan mereka telah memperoleh banyak pengalaman nyata ketika melaksanakan tugas mereka. Jadi, mereka mampu menjadi saksi bagi Tuhan. ... Apakah orang mengejar kebenaran atau tidak bukanlah masalah seberapa sibuknya mereka dengan tugasnya atau berapa banyak waktu yang mereka miliki; itu tergantung pada apakah mereka mencintai kebenaran dalam hati mereka atau tidak. Faktanya, semua orang memiliki jatah waktu yang sama; yang membedakannya adalah bagaimana masing-masing orang menggunakannya. Mungkin saja orang yang mengatakan bahwa dia tidak punya waktu untuk mengejar kebenaran menghabiskan waktunya untuk kenikmatan daging, atau dia sibuk melakukan upaya lahiriah. Dia tidak menggunakan waktu itu untuk mencari kebenaran guna menyelesaikan masalah. Seperti inilah orang-orang yang lalai dalam pengejaran mereka. Hal ini akan menunda perkara besar dari jalan masuk kehidupan mereka" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (3)"). Aku menemukan jalan penerapannya dalam firman Tuhan: Meluangkan waktu setiap hari untuk makan, minum, dan merenungkan firman Tuhan, merenungkan diriku sendiri, kerusakan apa yang telah kuperlihatkan hari ini, hal-hal apa yang telah kulakukan tanpa prinsip. Tidak masalah apakah aku melakukan ini untuk waktu yang lama atau tidak, asalkan aku bisa memperoleh keuntungan. Apabila aku tidak sibuk selama melaksanakan tugasku, aku bisa meluangkan waktu untuk membaca firman Tuhan, dan apabila aku sibuk, aku bisa berfokus melaksanakan tugasku, membawa firman Tuhan ke dalam kehidupan nyata untuk menerapkan dan mengalaminya. Sebelumnya, dalam waktu teduh atau saat mencari firman Tuhan untuk membereskan keadaanku, aku selalu beralasan bahwa aku tidak punya waktu. Sebenarnya, itu bukan karena aku sibuk melaksanakan tugasku dan tidak punya waktu untuk membaca firman Tuhan, melainkan karena aku tidak mencintai kebenaran dan hanya berfokus pada menyelesaikan sesuatu. Bahkan saat aku tidak sibuk dengan tugasku, aku tetap tidak berfokus membaca firman Tuhan atau mencari kebenaran untuk mengatasi watakku yang rusak. Kini aku memahami bahwa sebenarnya tidak ada pemisahan antara melaksanakan tugas dan jalan masuk kehidupan. Selagi melakukan tugas, kita mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah dan mengatasi watak rusak kita. Semua ini melibatkan jalan masuk kehidupan. Kita harus melakukan pekerjaan yang seharusnya kita lakukan, tetapi kita tidak boleh mengabaikan jalan masuk kehidupan. Setelah itu, aku berfokus pada merenungkan firman Tuhan, mencari kebenaran, dan merenungkan diriku sendiri. Aku memanfaatkan waktu luang. Saat aku biasanya makan, berjalan-jalan, atau mencuci baju, aku juga merenungkan keadaanku sendiri dan firman Tuhan. Selama aku ingin mengejar dan mencari, selalu ada waktu. Aku juga merenungkan diriku sendiri. Aku selalu meremehkan rekan kerjaku, dan sering gampang marah. Masalah macam apa ini? Aku menghadap ke hadirat Tuhan untuk berdoa, dan aku menemukan bagian firman Tuhan untuk kumakan dan kuminum sehubungan dengan keadaanku sendiri. Aku tahu bahwa sikapku yang gampang marah disebabkan oleh natur congkak, dan tuntutanku terhadap orang lain terlalu tinggi. Saudara yang bekerja sama denganku sudah tua, dan dia belum pernah melakukan tugas ini sebelumnya. Wajar jika reaksinya agak lambat. Aku selalu menuntutnya berdasarkan standarku sendiri, dan berbicara kepadanya dengan nada tidak setuju. Aku tidak menggunakan sudut pandangnya untuk mempertimbangkan berbagai hal, dan tidak menghadapi masalah berdasarkan situasi setiap orang yang berbeda-beda. Dengan demikian, saat aku berinteraksi dengan orang lain, aku selalu membuat mereka merasa dirugikan dan dikekang. Aku benar-benar bersikap tidak masuk akal. Ketika menyadari hal ini, akhirnya aku mulai benar-benar menanggapi masalah ini dengan serius. Dalam pembahasan pekerjaan kami yang selanjutnya, ketika aku melihat saudara-saudara lambat memberikan tanggapan, aku dapat menanganinya dengan benar dan memberi mereka waktu untuk merenung. Aku dapat mempersekutukan prinsip-prinsip terkait dengan lebih terperinci sebaik mungkin, dan saat mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu kepadaku, aku bisa dengan sabar bersekutu dengan mereka, mencari kebenaran, serta memasukinya bersama. Kemudian, saat muncul masalah, aku mulai berfokus pada memeriksa hal yang telah kusingkapkan. Ketika aku mempunyai pemikiran atau gagasan yang salah, atau ketika aku menyingkapkan watak yang rusak, aku berdoa kepada Tuhan secara sadar dan mencari kebenaran terkait untuk menyelesaikannya, alih-alih memperlakukan hal-hal tersebut menurut watakku yang rusak.

Lalu, ada suatu masa ketika aku kembali sibuk dengan tugasku. Beberapa saudara-saudari melanggar prinsip-prinsip dalam tindakan mereka dan perlu diajak bersekutu serta dibereskan. Selain itu, ada beberapa calon penerima Injil yang perlu menerima pemberitaan Injil. Ketika melihat bahwa semua pekerjaan ini perlu dilakukan, yang pertama kali kupikirkan adalah bergegas melakukannya. Saat itulah aku mendadak teringat bagaimana sebelumnya aku selalu hanya berfokus pada menyelesaikan sesuatu, aku pergi ke tempat yang perlu kutuju, dan melakukan apa yang perlu kulakukan, tetapi aku tidak memperoleh keuntungan apa pun. Aku tidak bisa melakukan itu lagi, aku harus mencari prinsip-prinsipnya. Jadi, aku menenangkan diri dan merenungkan perwujudan saudara-saudari, menemukan beberapa firman Tuhan, serta memikirkan cara bersekutu agar bisa mencapai hasil dan membuat mereka mengenali esensi masalahnya. Mengenai calon penerima Injil, aku juga menemukan apa masalah utama mereka dan mencari kebenaran yang relevan untuk bersiap-siap sebelumnya. Melalui pencarian ini, aku memahami prinsip-prinsip kebenaran tertentu yang belum kupahami sebelumnya, aku memperoleh keuntungan dan mencapai hasil dalam tugasku. Melalui pengalaman ini, aku menyadari pentingnya memperhatikan jalan masuk kehidupan dan mencari prinsip kebenaran selagi melaksanakan tugasku.

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait