Memberitakan Injil Adalah Tugasku yang Tak Tergoyahkan

26 April 2024

Oleh Saudari Li Hui, Tiongkok

Aku bertumbuh di daerah pedesaan bersama delapan saudara-saudari. Kesehatan ibuku buruk dan dia tak dapat bekerja, sedangkan ayahku tidak mengurus rumah ataupun menghasilkan uang. Kami hanya dapat mencari nafkah dengan bertani. Semua orang di sekitar kami mentertawakan ibu dan ayahku karena tak memiliki keterampilan. Bahkan kerabat kami memandang rendah kami dan tak mau berhubungan dengan kami. Seiring berjalannya waktu, aku merasa bahwa sejak hidup di keluarga ini, aku adalah orang kelas bawah dan memiliki status sosial yang rendah. Bahkan saat pergi ke luar, biasanya aku tak berani mengobrol dengan orang lain. Setelah aku menikah, suamiku adalah seorang buruh biasa. Semua rekannya lebih sukses daripada dia, dan setiap kali melihat kami, mereka bersikap sombong. Terkadang, mereka menyindir atau bahkan memarahi kami. Itu sangat sulit bagiku, dan aku merasa tak percaya diri. Begitulah, hingga aku percaya kepada Tuhan dan membaca firman-Nya. Saat itulah aku menyadari pandanganku yang keliru dan hatiku terasa lepas.

Pada 2021, aku mulai memberitakan Injil. Kemudian, aku bertemu beberapa calon penerima Injil yang merupakan bos atau kader. Mereka semua adalah orang-orang yang memiliki status dan kedudukan. Aku merasa terkekang. Kupikir karena kondisi keluargaku miskin, aku tak memiliki pengetahuan atau status, dan aku bukanlah tandingan untuk berurusan dengan orang-orang yang berstatus dan berkedudukan tinggi ini. Namun, aku menyadari bahwa ini adalah tugasku, yang tak dapat kutunda, jadi aku berdoa kepada Tuhan, berkata bahwa aku bersedia melakukannya.

Suatu ketika, aku sedang bersiap-siap untuk memberitakan Injil kepada seorang bos wanita. Ketika dia mendapati bahwa aku adalah seorang buruh, dia menolak dengan tegas, berkata, "Jangan biarkan dia datang kemari. Aku hanya mau menemui orang berstatus dan bergengsi." Ketika mendengar perkataan ini, aku cukup sedih, dan berpikir, "Status dan kedudukanku rendah; aku bahkan tidak pantas untuk bertemu dengan calon penerima Injil. Bagaimana mungkin aku memberitakan Injil? Jika aku memiliki status dan kedudukan, dan jika latar belakang keluargaku sedikit lebih baik, mungkin orang lain tidak akan meremehkanku seperti ini." Saat memikirkan hal ini, aku tidak terlalu bersedia memberitakan Injil kepadanya. Aku ingin kembali ke tempat tinggalku yang dahulu. Banyak orang di sana adalah buruh luar, dan status serta kedudukan mereka hampir sama sepertiku. Mereka tidak akan meremehkanku. Aku memberi tahu pemimpin bahwa memberitakan Injil di sini sulit, dan orang-orang di sini kaya dan berpengaruh, sedangkan aku hanyalah buruh luar, jadi sulit bagiku untuk menjalin hubungan dengan mereka. Ditambah pandemi yang serius dan tak ada cara bagiku untuk bekerja sama. Pemimpin setuju. Setelah kembali, aku tidak merenungkan diri, sehingga masalahnya tak terselesaikan.

Pada musim panas 2022, seseorang yang telah dikeluarkan memberiku seorang calon penerima Injil dari denominasi keagamaan. Ketika aku bertemu dengan orang yang telah dikeluarkan itu, dia berpikir aku tak beradab dan berpakaian sederhana, jadi dia bertanya padaku, "Mampukah kau memberitakan Injil? Apakah kau memahami Alkitab?" Saat itu, aku belum memahami maksud perkataannya, jadi aku menjawabnya dengan terus terang, "Aku telah memberitakan Injil kepada orang-orang beragama, dan aku memahami Alkitab sedikit." Dia melanjutkan, "Bukannya aku meremehkanmu, tetapi calon penerima Injil yang berpikir demikian. Kondisi keluarganya bagus dan status serta kedudukannya tinggi!" Aku agak sedih saat itu, dan berpikir, "Aku berpakaian dengan pantas dan baik. Hanya saja aku tidak mengenakan pakaian yang mewah, jadi dia meremehkanku. Jika dia adalah calon penerima Injil, dia pasti akan meremehkanku. Status dan kedudukanku bukanlah tandingannya, dan akan sulit untuk memberitakan Injil!" Kupikir jika aku memiliki latar belakang yang baik, jika status dan kedudukanku sedikit lebih tinggi, dan jika aku kaya serta berpengaruh, memberitakan Injil tak perlu sesulit ini. Aku merasa agak sedih, jadi aku berdoa dan mencari Tuhan, memohon pada-Nya untuk membimbingku agar aku dapat memetik pelajaran. Selama mencari, aku membaca bagian firman Tuhan: "Saat mengabarkan Injil, orang akan sering menghadapi ejekan, cemooh, hinaan, dan fitnah, atau mendapati diri mereka berada dalam keadaan berbahaya. Sebagai contoh, ada saudara-saudari yang ditolak atau diculik oleh orang jahat, dan ada yang dilaporkan ke polisi, lalu diserahkan kepada pemerintah. Ada yang mungkin ditangkap dan dipenjara, bahkan ada yang dipukuli sampai mati. Semua ini adalah hal-hal yang terjadi. Namun sekarang, setelah kita mengetahui hal-hal ini, haruskah kita mengubah sikap kita terhadap pekerjaan mengabarkan Injil? (Tidak.) Mengabarkan Injil adalah tanggung jawab dan kewajiban semua orang. Kapan pun itu, apa pun yang kita dengar, atau apa pun yang kita lihat, atau perlakuan seperti apa pun yang kita hadapi, kita harus selalu menjunjung tinggi tanggung jawab untuk mengabarkan Injil ini. Dalam keadaan apa pun kita tidak boleh menyerah dalam melaksanakan tugas ini karena hal-hal negatif atau kelemahan. Tugas mengabarkan Injil bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi penuh dengan bahaya. Ketika engkau semua mengabarkan Injil, engkau tidak akan berhadapan dengan para malaikat, atau makhluk ruang angkasa, atau robot. Engkau semua hanya akan menghadapi manusia yang rusak, setan-setan yang hidup, binatang buas—mereka semua adalah manusia yang bertahan hidup di alam semesta yang jahat ini, di dunia yang jahat ini, yang telah dirusak sedemikian dalam oleh Iblis, dan menentang Tuhan. Oleh karena itu, selama proses mengabarkan Injil, tentunya akan ada berbagai macam bahaya, apalagi fitnahan yang picik, ejekan, dan kesalahpahaman, yang biasa terjadi. Jika engkau sungguh-sungguh menganggap mengabarkan Injil sebagai suatu tanggung jawab, sebagai suatu kewajiban, dan sebagai tugasmu, maka engkau akan mampu memandang hal-hal ini dengan benar dan bahkan menanganinya dengan tepat. Engkau tidak akan melepaskan tanggung jawab dan kewajibanmu, engkau juga tidak akan menyimpang dari niat awalmu untuk mengabarkan Injil dan bersaksi bagi Tuhan karena hal-hal ini, dan engkau tidak akan pernah mengesampingkan tanggung jawab ini, karena ini adalah tugasmu. Bagaimana seharusnya tugas ini dipahami? Pahamilah tugas ini sebagai nilai dan kewajiban utama hidup manusia. Mengabarkan kabar baik tentang pekerjaan Tuhan pada akhir zaman dan Injil tentang pekerjaan Tuhan adalah nilai hidup manusia" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Semua Orang Percaya Terikat Secara Moral pada Tugas untuk Menyebarkan Injil"). Firman Tuhan memberi tahu kita bahwa selama memberitakan Injil, diejek, diolok, dicemooh, dan dipermalukan adalah hal yang wajar, karena mereka yang kita hadapi selama memberitakan Injil adalah semua manusa yang dirusak oleh Iblis. Namun, situasi atau kesulitan apa pun yang kita hadapi, kita harus memikul tanggung jawab ini untuk memberitakan Injil. Saat itu, ketika aku mendapati bahwa calon penerima Injil tersebut tak mau menemuiku, kurasa karena status dan kedudukanku tak sebanding dengannya, dan dia meremehkanku serta mempermalukanku, akan lebih baik jika aku tidak memberitakan Injil kepadanya, sehingga aku dapat terhindar dari penghinaan. Hari ini pun sama. Pakaianku biasa saja, dan aku tidak memiliki status atau kedudukan apa pun; orang lain meremehkanku, dan kurasa jika aku memberitakan Injil kepada calon penerima Injil tersebut, dia akan meremehkan dan mempermalukanku. Jadi, aku mulai mundur, takut jika reputasi dan harga diriku akan terkena dampak negatif. Aku menyalahkan latar belakangku yang buruk. Aku tak menyadari bahwa ini percuma, dan keinginanku akan reputasi dan statuslah yang menyebabkan masalah. Aku teringat akan saudara-saudari yang ditangkap dan disiksa oleh rezim Iblis itu karena memberitakan Injil. Mereka menanggung banyak kesukaran, dan beberapa orang hampir kehilangan nyawa mereka, tetapi mereka mampu mengandalkan Tuhan dan berdiri teguh dalam kesaksian mereka. Setelah dibebaskan dari penjara, mereka masih memberitakan Injil dan menjadi kesaksian bagi Tuhan. Dibanding dengan mereka, kesukaranku tidak ada apa-apanya. Setelah kehilangan sedikit reputasi saja, aku kehilangan kesediaan untuk memberitakan Injil. Aku menyadari bahwa aku tak melaksanakan tugasku dengan sungguh-sungguh. Aku tak memiliki kesaksian sama sekali. Tuhan telah mengungkapkan jutaan firman selama pekerjaan-Nya pada akhir zaman untuk menyelamatkan mereka yang sungguh-sungguh percaya kepada-Nya dan mencari penampakan-Nya. Sebagai makhluk ciptaan, aku harus memperhatikan kehendak Tuhan, memberitakan Injil dan menjadi kesaksian bagi Tuhan, membiarkan orang-orang mendengar suara Tuhan dan melihat penampakan-Nya. Ini adalah hal yang paling adil, dan ini merupakan misi serta tanggung jawabku. Meskipun kita mungkin menderita sedikit kesukaran dan dipermalukan selama ini, semua ini berharga dan bermakna. Kini setelah aku memahami kehendak Tuhan, aku tak lagi ingin lari atau mundur. Seperti apa pun calon penerima Injil meremehkanku atau mempermalukanku, aku harus melepaskan reputasiku dan memenuhi tugasku. Di saat yang sama, aku juga menyadari bahwa setelah manusia dirusak oleh Iblis, mereka hanya melihat penampilan luar orang, apakah dia memiliki status dan kedudukan atau tidak. Jika ya, orang-orang akan mengagumi dan menghormatinya, tetapi jika dia tak memiliki status dan kedudukan, uang serta pengaruh, dia akan diremehkan. Semua ini disebabkan oleh perusakan Iblis terhadap manusia. Orang yang telah dikeluarkan dan calon penerima Injil tersebut meremehkanku karena status dan kedudukanku. Ini adalah hal yang wajar. Ketika aku menyadari hal ini, keadaanku berubah. Dan kemudian, aku kembali berhubungan dengan orang yang telah dikeluarkan tersebut dan dia bersedia untuk bekerja sama. Aku berhubungan dengannya dan menemukan bahwa dia memiliki pemahaman yang sangat absurd dan terutama berpaut pada gagasan serta imajinasinya sendiri. Kami harus menyerah. Namun, aku mengenal diriku sendiri melalui keadaan ini. Inilah kasih Tuhan.

Setelah itu, aku membaca bagian firman Tuhan dan memahami keadaanku sendiri. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Apa pun identitas dan statusmu, semua itu telah ditentukan sejak semula oleh Tuhan. Seperti apa pun keluarga atau latar belakang keluarga yang telah Tuhan tentukan sejak semula untukmu, identitas yang kauwarisi dari keluargamu tidak memalukan juga tidak terhormat. Prinsip bagi caramu dalam memperlakukan identitasmu tidak boleh berdasarkan prinsip terhormat ataukah memalukan. Seperti apa pun keluarga tempatmu dilahirkan, seperti apa pun keluarga yang Dia izinkan untuk menjadi tempatmu berasal, engkau hanya memiliki satu identitas di hadapan Tuhan, dan identitasmu adalah identitas sebagai makhluk ciptaan. Di hadapan Tuhan, engkau adalah makhluk ciptaan, jadi di mata Tuhan, engkau setara dengan siapa pun di tengah masyarakat yang memiliki berbagai macam identitas dan status sosial. Engkau semua adalah salah seorang di antara manusia yang rusak, dan engkau semua adalah orang-orang yang ingin Tuhan selamatkan. Dan, tentu saja, di hadapan Tuhan, engkau semua memiliki kesempatan yang sama untuk melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan, dan engkau semua memiliki kesempatan yang sama untuk mengejar kebenaran dan memperoleh keselamatan. Pada taraf ini, berdasarkan identitas sebagai makhluk ciptaan yang Tuhan berikan kepadamu, engkau tidak boleh menganggap tinggi identitasmu sendiri, dan engkau juga tidak boleh memandang rendah identitasmu. Sebaliknya, engkau harus memperlakukan identitasmu sebagai makhluk ciptaan Tuhan dengan benar, dan mampu bergaul secara harmonis dengan siapa pun dengan menganggap mereka setara, dan dengan berdasarkan prinsip yang Tuhan ajarkan serta peringatkan kepada manusia. Apa pun status sosial atau identitas sosial orang lain, dan apa pun status sosial atau identitas sosialmu sendiri, siapa pun yang datang ke rumah Tuhan dan datang ke hadapan Tuhan, mereka hanya memiliki satu identitas, yaitu identitas sebagai makhluk ciptaan. Oleh karena itu, mereka yang memiliki status dan identitas sosial yang rendah tidak boleh merasa rendah diri. Entah engkau berbakat atau tidak, entah kualitasmu tinggi atau rendah, dan entah engkau memiliki kemampuan atau tidak, engkau harus melepaskan status sosialmu. Engkau juga harus melepaskan gagasan atau pandangan tentang memberi peringkat dan menilai atau menggolongkan orang sebagai orang yang terhormat atau sederhana berdasarkan latar belakang keluarga dan sejarah keluarga mereka. Engkau tidak boleh merasa rendah diri karena identitas dan status sosialmu rendah. Engkau harus bersukacita karena sekalipun latar belakang keluargamu tidak berkuasa dan spektakuler, dan status yang kauwarisi rendah, Tuhan tidak pernah meninggalkanmu. Tuhan mengangkat orang-orang sederhana dari tumpukan kotoran dan debu, dan memberi mereka identitas yang sama, yaitu identitas sebagai makhluk ciptaan, sama seperti identitas orang-orang lain. Di rumah Tuhan dan di hadapan Tuhan, identitas dan statusmu setara dengan identitas dan status semua orang lain yang telah dipilih oleh Tuhan. Setelah engkau menyadari hal ini, engkau harus melepaskan perasaan rendah dirimu dan tidak lagi berpaut padanya" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (13)"). Setelah membaca firman Tuhan, aku merasa cukup terharu. Dahulu, kuanggap bahwa orang-orang dengan status sosial dan kondisi keluarga yang baik memiliki kedudukan yang mulia, mereka termasuk dalam orang-orang kelas atas, dan mereka yang tidak memiliki status dan kedudukan adalah orang-orang rendahan dan kelas bawah. Pandangan ini tidak sesuai dengan kebenaran. Sejak aku kecil, keadaan keluargaku miskin. Aku tidak mendapat pendidikan yang baik atau mempelajari keterampilan apa pun, dan aku diremehkan oleh orang lain selama masa kecil dan hingga dewasa. Setelah aku menikah, karena suamiku juga miskin dan tak memiliki status sosial, aku merasa bahwa status dan kedudukanku sangat rendah, dan aku merasa begitu rendah diri. Aku sangat iri dan menghormati mereka yang memiliki status dan kedudukan. Setelah percaya kepada Tuhan, karena aku adalah seorang buruh, calon penerima Injil tidak membiarkanku memberitakan Injil kepadanya, sehingga aku merasa makin terkekang. Aku yakin bahwa latar belakangku buruk, statusku rendah, dan aku hanya akan dipermalukan oleh orang lain, dan akan sulit untuk memberitakan Injil, jadi aku ingin lari dan mundur. Sebenarnya, di mata Tuhan, semua orang adalah makhluk ciptaan, mereka memiliki status serta kedudukan yang sama, dan tak ada perbedaan antara tinggi dan rendah. Manusia menempatkan diri mereka di kelas yang berbeda-beda berdasarkan latar belakang keluarga dan status sosial, tetapi Tuhan memperlakukan setiap orang dengan adil. Orang hanya perlu menerima kebenaran agar Tuhan menyelamatkan mereka. Aku adalah makhluk ciptaan, jadi aku harus melaksanakan tugasku, bukannya terkekang oleh status dan kedudukanku.

Setelah itu, seorang saudara menunjukkanku bagian firman Tuhan, dan aku sedikit terharu karenanya. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Menurutmu, bagaimana seharusnya engkau memandang nilai, status sosial, dan latar belakang keluarga manusia? Sikap benar seperti apa yang seharusnya kaumiliki? Pertama-tama, engkau harus melihat cara Tuhan memandang hal ini dari firman-Nya; hanya dengan cara ini, barulah engkau akan memahami kebenaran dan tidak melakukan apa pun yang bertentangan dengan kebenaran. Jadi, bagaimana cara Tuhan memandang latar belakang keluarga, status sosial, pendidikan di masa depan, dan kekayaan yang orang miliki di tengah masyarakat? Jika engkau tidak melihat segala sesuatu berdasarkan firman Tuhan dan tidak mampu berpihak kepada Tuhan dan menerima bahwa segala sesuatu adalah dari Tuhan, caramu memandang segala sesuatu pasti akan sangat berbeda dari apa yang Tuhan maksudkan. Jika perbedaannya tidak banyak, hanya terdapat sedikit ketidakcocokan, itu tidak masalah; jika caramu memandang segala sesuatu sepenuhnya bertentangan dengan apa yang Tuhan maksudkan, berarti caramu bertentangan dengan kebenaran. Bagi Tuhan, apa yang Dia berikan kepada manusia dan seberapa banyak yang Dia berikan, itu terserah pada-Nya, dan status orang di tengah masyarakat juga telah ditentukan oleh Tuhan dan sama sekali tidak dibuat-buat oleh orang itu sendiri. Jika Tuhan menyebabkan seseorang mengalami penderitaan dan kemiskinan, apakah artinya orang itu tidak memiliki harapan untuk diselamatkan? Jika dia adalah orang nilai diri dan kedudukan sosialnya rendah, apakah Tuhan tidak akan menyelamatkan dirinya? Jika dia memiliki status yang rendah di tengah masyarakat, apakah artinya dia memiliki status yang rendah di mata Tuhan? Belum tentu. Tergantung pada apakah hal ini? Ini tergantung pada jalan yang orang ini tempuh, pada apa yang dikejarnya, dan pada sikapnya terhadap kebenaran dan Tuhan. Jika status sosial seseorang sangat rendah, keluarganya sangat miskin, dan tingkat pendidikannya rendah, tetapi dia percaya kepada Tuhan dengan cara yang realistis dan sikap yang membumi, dan dia mencintai kebenaran dan hal-hal yang positif, di mata Tuhan, apakah nilai dirinya tinggi atau rendah, apakah dia berharga atau tidak berharga? Dia berharga. Jika dilihat dari perspektif ini, tergantung pada apakah nilai diri seseorang—apakah tinggi atau rendah, luhur atau hina? Itu tergantung pada bagaimana Tuhan memandangmu. Jika Tuhan memandangmu sebagai orang yang mengejar kebenaran, berarti engkau bernilai dan berharga—engkau adalah bejana yang berharga. Jika Tuhan memandangmu sebagai orang yang tidak mengejar kebenaran dan engkau tidak sungguh-sungguh mengorbankan dirimu bagi-Nya, berarti engkau tidak ada nilainya dan tidak berharga—engkau adalah bejana yang hina. Setinggi apa pun pendidikanmu atau setinggi apa pun statusmu di tengah masyarakat, jika engkau tidak mengejar atau memahami kebenaran, nilai dirimu tidak akan pernah tinggi; sekalipun banyak orang mendukungmu, memujimu, dan mengagumimu, engkau tetap saja orang malang yang hina. Lalu, mengapa Tuhan memandang manusia dengan cara seperti ini? Mengapa seseorang yang sedemikian 'luhur', yang memiliki status setinggi itu di tengah masyarakat, yang dipuji dan dipuja oleh banyak orang, yang bahkan begitu bergengsi, dipandang Tuhan sebagai orang yang hina? Mengapa cara Tuhan memandang manusia sangat bertolak belakang dengan cara manusia memandang manusia lainnya? Apakah Tuhan sengaja menentang manusia? Sama sekali tidak. Ini karena Tuhan adalah kebenaran, Tuhan adalah keadilan, sedangkan manusia itu rusak dan tidak memiliki kebenaran atau keadilan, dan Tuhan mengukur manusia berdasarkan standar-Nya sendiri, dan standar-Nya untuk mengukur manusia adalah kebenaran" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Tujuh: Mereka Jahat, Berbahaya, dan Curang (Bagian Satu)"). Dari firman Tuhan, aku memahami bahwa keluarga dan tempat orang dilahirkan semua ditentukan oleh Tuhan, tidak dapat dipilih oleh manusia, jadi orang-orang harus tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Tuhan tidak melihat status sosial atau pendidikan orang, apakah tinggi atau rendah; Dia melihat apakah orang-orang dapat menerapkan firman-Nya dan melaksanakan tugas mereka berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran. Jika seseorang memiliki status sosial yang tinggi dan latar belakang keluarga yang baik, tetapi dia tidak mengejar atau menerima kebenaran, Tuhan tidak akan menyelamatkannya. Jika seseorang tidak memiliki pengetahuan atau status, tetapi dia mencintai hal-hal positif, dapat menerima kebenaran, dan bertindak berdasarkan firman Tuhan, Tuhan akan menghargainya. Tuhan melihat hati orang-orang dan sikap mereka terhadap kebenaran. Setinggi apa pun status sosial seseorang, jika dia mampu datang ke hadapan Tuhan, membaca firman-Nya, berusaha mengenal-Nya, dan melaksanakan tugasnya sebagai makhluk ciptaan, dia mulia di mata Tuhan. Semua orang yang tidak datang ke hadapan Tuhan adalah rendah dan tak berharga. Karena aku dapat ditinggikan oleh Tuhan dan menerima kasih karunia-Nya, dengan melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan, aku harus menghargai kesempatan yang Tuhan berikan untuk melaksanakan tugasku sendiri.

Kemudian, aku membaca bagian firman Tuhan yang lain: "Entah keluargamu memberimu kemuliaan atau memalukan bagimu, atau entah identitas dan status sosial yang kauwarisi dari keluargamu luhur atau sederhana, keluargamu tidak lebih dari sekadar keluarga. Keluargamu tidak menentukan apakah engkau mampu memahami kebenaran atau tidak, apakah engkau mampu mengejar kebenaran atau tidak, atau apakah engkau mampu memulai jalan mengejar kebenaran atau tidak. Oleh karena itu, orang tidak boleh menganggapnya sebagai hal yang sangat penting, karena keluarga tidak menentukan nasib seseorang, tidak menentukan masa depan seseorang, dan terutama tidak menentukan jalan yang orang tempuh. Identitas yang kauwarisi dari keluargamu hanya dapat menentukan perasaan dan persepsimu sendiri di antara orang-orang. Entah identitas yang kauwarisi dari keluargamu itu adalah sesuatu yang kaubenci atau sesuatu yang pantas kaubanggakan, itu tidak dapat menentukan akankah engkau mampu memulai jalan mengejar kebenaran. Jadi, dalam hal mengejar kebenaran, tidak masalah identitas atau status sosial macam apa yang kauwarisi dari keluargamu. Sekalipun identitas yang kauwarisi membuatmu merasa unggul atau terhormat, itu sama sekali tidak penting. Atau, jika identitasmu membuatmu merasa malu dan rendah diri, itu tidak akan memengaruhi pengejaranmu akan kebenaran. Bukankah demikian? (Ya.) Itu tidak akan sedikit pun memengaruhi pengejaranmu akan kebenaran, juga tidak akan memengaruhi identitasmu sebagai makhluk ciptaan di hadapan Tuhan. Sebaliknya, apa pun identitas dan status sosial yang kauwarisi dari keluargamu, dari sudut pandang Tuhan, semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk diselamatkan dan untuk melaksanakan tugas mereka serta mengejar kebenaran dengan status dan identitas yang sama. Identitas yang kauwarisi dari keluargamu, entah itu terhormat atau memalukan, tidak menentukan kemanusiaanmu, juga tidak menentukan jalan yang kautempuh. Namun, jika engkau menganggapnya sangat penting, dan menganggapnya sebagai bagian esensial dalam kehidupan dan keberadaanmu, engkau akan memegangnya erat-erat, tidak akan pernah melepaskannya, dan merasa bangga akan hal itu. Jika identitas yang kauwarisi dari keluargamu luhur, engkau akan menganggapnya sebagai semacam modal, sedangkan jika identitas yang kauwarisi dari keluargamu rendah, engkau akan menganggapnya sebagai hal yang memalukan. Entah identitas yang kauwarisi dari keluargamu luhur, mulia, atau memalukan, itu hanyalah pemahaman pribadimu, dan itu hanyalah hasil dari memandang masalah ini dari sudut pandangmu sebagai manusia yang rusak. Itu hanyalah perasaan, persepsi dan pemahamanmu sendiri, yang tidak sesuai dengan kebenaran dan tidak ada kaitannya dengan kebenaran. Itu bukanlah modalmu untuk mengejar kebenaran, dan tentu saja, itu bukan penghalangmu dalam mengejar kebenaran. Jika status sosialmu luhur dan mulia, bukan berarti itu adalah modalmu agar diselamatkan. Jika status sosialmu rendah dan sederhana, bukan berarti itu adalah penghalang bagimu untuk mengejar kebenaran, apalagi penghalang bagimu untuk mengejar keselamatan" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (12)"). Setelah membaca firman Tuhan, aku menyadari bahwa keluarga dan status sosial tidak ada kaitannya dengan orang yang percaya kepada Tuhan, mengejar kebenaran, dan menerima keselamatan. Selain itu, memberitakan Injil tak ada kaitannya dengan status dan kedudukan seseorang, tetapi berkaitan dengan sikapnya terhadap tugasnya, dan apakah dia dapat dengan jelas mempersekutukan dan memberikan kesaksian tentang pekerjaan Tuhan selama memberitakan Injil, dan apakah calon penerima Injil sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan atau tidak, karena hanya mereka yang dengan sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan adalah domba Tuhan, dan hanya mereka yang dapat mendengar dan memahami suara Tuhan. Aku teringat akan seorang saudara di film Injil yang merupakan seorang imam Katolik dengan status dan kedudukan yang cukup tinggi. Ketika saudara-saudari memberitakan Injil kepadanya, dia tak melihat status dan kedudukan mereka, tetapi mendengar firman Tuhan dan bersedia untuk mencari dan menyelidiki. Dia yakin bahwa itu adalah suara Tuhan dan menerimanya. Aku mendapati bahwa yang ingin didengar orang-orang yang percaya dengan sungguh-sungguh itu adalah firman Tuhan dan kebenaran. Alasan mengapa aku sering merasa terkekang oleh status dan kedudukanku yang rendah adalah karena tak ada tempat bagi Tuhan di dalam hatiku, dan aku tak memandang segala hal berdasarkan firman Tuhan. Pada tahap itu, aku mengerti bahwa aku adalah makhluk ciptaan, dan memberitakan Injil adalah tanggung jawab serta kewajibanku. Entah status dan kedudukan calon penerima Injil itu tinggi atau rendah, mereka semua adalah manusia rusak yang membutuhkan keselamatan dari Tuhan. Tanggung jawabku adalah memberikan kesaksian tentang apa yang Tuhan firmankan dan lakukan; mengenai apakah mereka dapat menerimanya atau tidak, itu tergantung apakah mereka adalah domba Tuhan atau bukan. Jika ya, mereka tentu akan mampu mendengar dan memahami suara Tuhan.

Pada Agustus 2023, seorang saudari memintaku untuk memberitakan Injil kepada seorang calon penerima Injil. Ketika aku mendapati bahwa keluarga calon penerima Injil ini kaya dan berpengaruh, dan salah satu anggota keluarganya adalah pejabat militer, yang pertama kupikirkan adalah status dan kedudukanku yang rendah, jarak yang begitu jauh di antara kami, dan aku tak dapat bekerja sama. Bagaimana jika dia meremehkanku dan tak bersedia mendengarkan aku memberikan kesaksian? Aku teringat akan perasaan ketika aku diejek dan diremehkan, jadi aku benar-benar tak ingin berhubungan dengan orang-orang berstatus tinggi. Kemudian, aku teringat akan firman Tuhan ini: "Jadi, bagaimana cara Tuhan memandang latar belakang keluarga, status sosial, pendidikan di masa depan, dan kekayaan yang orang miliki di tengah masyarakat? Jika engkau tidak melihat segala sesuatu berdasarkan firman Tuhan dan tidak mampu berpihak kepada Tuhan dan menerima bahwa segala sesuatu adalah dari Tuhan, caramu memandang segala sesuatu pasti akan sangat berbeda dari apa yang Tuhan maksudkan" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Tujuh: Mereka Jahat, Berbahaya, dan Curang (Bagian Satu)"). Aku menyadari bahwa aku masih merasa terkekang oleh status dan kedudukan, dan aku harus memandang segala hal berdasarkan firman Tuhan. Setinggi apa pun status dan kedudukan calon penerima Injil, di mata Tuhan, kita semua adalah makhluk ciptaan, watak rusak kita semua sama, dan kita semua membutuhkan keselamatan dari Tuhan. Aku hanya perlu mengandalkan Tuhan dan bekerja sama sebaik mungkin. Mengenai apakah calon penerima Injil dapat menerima Injil atau tidak, itu ada di tangan Tuhan. Ketika memikirkan hal ini, aku tak lagi merasa terkekang. Kemudian, saat aku pergi memberitakan Injil kepada penerima Injil ini, aku merasa sangat tenang, hanya memikirkan cara untuk memenangkan hatinya. Siapa sangka bahwa dia menyambut kami dengan sangat ramah. Aku membacakan firman Tuhan Yang Mahakuasa kepadanya, mempersekutukan dan memberikan kesaksian tentang pekerjaan-Nya pada akhir zaman. Dia mendengarkan dan mampu memahaminya. Ketika aku bersekutu untuk yang keempat kalinya, dia berkata, "Saudari, aku senang mendengarkan khotbahmu. Kau kupersilakan untuk datang ke rumahku setiap hari. Jika kau membawa orang-orang untuk berkumpul, datanglah ke lantai lima rumahku. Sekarang akan kuajak kau berkeliling." Saat aku melihat bahwa dia tak menolakku, dan bahkan bersedia menyelidiki pekerjaan Tuhan, aku merasa sangat terharu. Aku menyadari bahwa mereka yang sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan mendengar firman Tuhan serta kebenaran, dan kita hanya perlu dengan jelas bersekutu dan memberikan kesaksian tentang pekerjaan Tuhan agar mereka dapat mendapatkan hasil. Jika mereka adalah domba Tuhan, mereka dapat mendengar dan memahami suara Tuhan, serta mereka dapat datang ke hadapan Tuhan. Apa pun status dan kedudukan mereka di tengah masyarakat bukanlah masalah. Kemudian, saat aku menghadapi para calon penerima Injil yang memiliki status dan kedudukan tinggi selama memberitakan Injil, berdasarkan firman Tuhan dan prinsip-prinsip, aku menilai apakah mereka adalah orang yang dapat menerima pemberitaan Injil atau tidak. Jika mereka adalah orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan, aku bekerja sama dengan sepenuh hati, bersekutu dan memberikan kesaksian tentang pekerjaan Tuhan. Aku tak lagi merasa terkekang oleh status dan kedudukan, dan hatiku terasa lepas. Syukur kepada Tuhan!

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait