Keputusan yang Tak Terlupakan

02 Januari 2023

Oleh Saudari Bai Yang, Tiongkok

Ayahku meninggal karena sakit saat aku berusia 15 tahun dan keluarga kami kehilangan penopang hidup. Aku tak bisa menerimanya. Rasanya seperti langit telah runtuh. Ibuku juga tak bisa menerimanya dan jatuh sakit dengan demam tinggi selama lima hari. Tak ada kerabat yang datang menjenguk, takut harus membantu kami. Aku mengantar ibuku yang sakit ke rumah sakit dan dia pingsan di sebuah bangku. Tak seorang pun datang membantu, dan aku putus asa. Kupikir, "Ayahku baru saja meninggal. Jika terjadi sesuatu pada ibuku, apa yang akan aku dan adikku lakukan?" Kemudian, seseorang memberitakan Injil Tuhan Yesus kepada kami. Dengan kasih karunia Tuhan, ibuku sembuh setelah hanya menghadiri dua pertemuan. Begitulah caranya kami bisa percaya kepada Tuhan. Ketika kupahami Dia telah disalib untuk menebus umat manusia, kasih Tuhan yang besar membuatku tersentuh. Tuhan berkata kepada murid-murid-Nya: "Ikutlah Aku" (Matius 4:19). "Hal-hal ini telah Kukatakan kepadamu, agar di dalam-Ku engkau dapat memperoleh damai sejahtera. Di dunia ini engkau akan mengalami kesukaran, tetapi teguhkanlah hatimu, Aku sudah mengalahkan dunia" (Yohanes 16:33). Perkataan ini sangat menghiburku. Terutama saat mendengar tentang misionaris dari Barat yang mengabdikan hidup mereka bagi Tuhan, Aku merasa terinspirasi, jadi aku bertekad untuk mengorbankan diriku bagi Tuhan dan memberitakan Injil! Waktu itu, tak ada apa pun dalam hidup yang terasa bermakna. Hanya mengikut Tuhan, bekerja bagi Dia, dan membawa orang ke hadapan-Nya yang terasa bermakna dan berharga. Kunantikan hari saat aku dapat meninggalkan rumah untuk menginjil dan bekerja bagi Tuhan. Di pertemuan doa, aku berdoa kepada Tuhan dan menyatakan keinginanku kepada-Nya. Ibuku berada di sana pada waktu itu. Sesampainya di rumah, dia memarahiku, berkata, "Bagaimana kau bisa begitu bodoh? Mengapa kau mengatakan itu? Percaya kepada Tuhan boleh saja, tapi kau tak boleh berhenti bersekolah. Kau harus fokus pada pendidikanmu. Kerabat kita baru akan menghormatimu kalau kau sukses." Ini membuatku ragu. Kupikir, "Ibu benar. Harapan keluargaku berada di pundakku. Jika aku berhenti bersekolah untuk menginjil, ibuku akan merasa sangat sedih. Menafkahi kami sudah sangat sulit, aku tak boleh lagi membuatnya menderita." Jadi aku melanjutkan studi dan menghadiri pertemuan serta menginjil, dan mengubur keinginanku untuk pergi menginjil dan bekerja bagi Tuhan.

Pada Juli 2001, aku baru saja mengikuti ujian masuk perguruan tinggi ketika aku bertemu dengan beberapa orang yang mengabarkan Injil kerajaan surga. Aku dan adik perempuanku membaca firman Tuhan Yang Mahakuasa dan mengetahui Dia adalah Tuhan yang datang kembali untuk mengungkapkan kebenaran dan melakukan pekerjaan penghakiman yang dimulai di rumah Tuhan, dan untuk mentahirkan dan menyelamatkan manusia sekali untuk selamanya. Aku sangat senang. Tuhan yang telah lama kunantikan akhirnya telah datang kembali dan mendengar suara-Nya sendiri dan secara pribadi dituntun dan diselamatkan oleh-Nya, ini kasih karunia-Nya yang besar! Dahulu aku merasa iri kepada murid-murid Tuhan ketika membaca Alkitab karena dapat mendengarkan pengajaran-Nya setiap saat. Aku tak pernah membayangkan akan seberuntung mereka. Memikirkan semua orang yang merindukan penampakan Tuhan tapi tidak tahu Dia telah datang kembali, dan telah mendengar kabar baik ini mendahului mereka, aku tahu aku harus mengabarkan Injil kerajaan surga. Kupikir: "Akan bagus jika aku gagal masuk perguruan tinggi. Maka aku akan punya alasan bagus untuk memberi tahu ibu bahwa aku akan menginjil dan melayani Tuhan."

Seminggu lebih kemudian, aku pergi mengambil hasil ujianku. Guruku dengan gembira memberitahuku bahwa aku berhasil masuk perguruan tinggi yang bagus. Teman sekelasku memujiku, berkata, "Hanya sepuluh dari ribuan orang yang dipilih dari provinsi kita. Sungguh hebat kau bisa masuk perguruan tinggi itu." Ketika mendengar guru dan teman sekelasku mengatakan semua ini, aku merasa sedih, karena kupikir jika gagal dalam ujian, aku dapat menginjil. Namun kini setelah ibuku tahu aku berhasil masuk perguruan tinggi, dia pasti makin menentang gagasan itu. Sesampainya di rumah, ibuku tak bisa berhenti tersenyum, tapi aku merasa sedih. Selama ini aku telah menantikan kedatangan Tuhan untuk membawa kita kembali ke surga. Kini Dia telah datang, mengungkapkan kebenaran untuk menyelamatkan kita secara pribadi, aku tak mau melewatkan kesempatan langka seperti itu. Ketika kerabat kami mengetahui tentang ujianku, mereka semua datang untuk memberi selamat kepadaku dan memuji-muji diriku. Namun kupikir: "Mereka semua munafik. Ketika ayahku meninggal, tak seorang pun dari mereka datang menjenguk kami. Kini setelah aku berhasil masuk perguruan tinggi, mereka semua datang. Mereka hanya berharap kelak jika aku berhasil, maka itu akan membuat mereka terlihat bagus." Makin melihat mereka memperlihatkan "kepedulian" terhadapku makin aku melihat betapa plin-plannya orang. Namun, ibuku mengobrol dengan mereka dengan gembira, Aku tahu dia sangat bangga kepadaku karena berhasil masuk perguruan tinggi Dan kini orang-orang menghormatinya karena diriku. Jika kuputuskan tidak kuliah, ibuku pasti sedih dan kerabat kami akan kembali memandang rendah kami. Ketika teringat penderitaan ibuku karena perlakuan buruk kerabat kami, kupikir: "Membesarkan kami sudah sangat sulit bagi ibu. Jika aku tak melakukan apa yang dia inginkan, aku pasti sangat mengecewakannya. Hatiku ingin memuaskan Tuhan, tapi aku tak bisa menyakiti ibuku seperti itu." Karena itu, aku merasa tak punya pilihan: aku harus kuliah. Ketika mulai kuliah, aku mendapati ada kesenjangan antara mahasiswa miskin dan kaya. Mahasiswa dari keluarga kaya memandang rendah yang miskin dan mengendalikan mereka. Setelah baru dua minggu pelatihan militer, dua instruktur mulai mengencani beberapa gadis cantik di kelas. Dan ketika satu teman sekelas berulang tahun semua orang bersaing dalam memberi hadiah. Mereka pergi keluar untuk makan mewah dan bagiku tampaknya teman-teman sekelasku hanya menipu dan memanfaatkan satu sama lain. Tak ada persahabatan yang sejati di sana. Aku merasa jijik dengan semua ini. Aku tak bisa membayangkan akan jadi apa diriku setelah empat tahun belajar di sana. Pada waktu itu, aku mulai makin merindukan kehidupan bergereja dan anggota gereja lainnya di kampung halaman. Aku sangat ingin berhenti kuliah dan kembali kepada mereka.

Setelah bergumul selama lebih dari tiga bulan di kampus, tiba waktunya liburan musim dingin. Aku telah memutuskan untuk menghadapi ibuku sesampainya di rumah dan memberitahukannya bahwa aku akan berhenti kuliah. Hari pertama di rumah, aku memutar lagu pujian firman Tuhan: "Kasih yang Murni Tanpa Cela." "'Kasih,' mengacu kepada emosi yang murni dan tanpa cela, di mana engkau menggunakan hatimu untuk mengasihi, merasakan, dan berlaku bijak. Dalam kasih tidak ada syarat, tidak ada hambatan, dan tidak ada jarak. Dalam kasih tidak ada kecurigaan, tidak ada tipu daya, dan tidak ada kelicikan. Dalam kasih tidak ada pertukaran dan tidak ada suatu pun yang tidak murni. Jika engkau mengasihi, maka engkau tidak akan menipu, mengeluh, mengkhianati, memberontak, memeras, atau berusaha mendapatkan sesuatu atau mendapatkan suatu jumlah tertentu. 'Kasih,' mengacu kepada emosi yang murni dan tanpa cela, di mana engkau menggunakan hatimu untuk mengasihi, merasakan, dan berlaku bijak. Dalam kasih tidak ada syarat, tidak ada hambatan, dan tidak ada jarak. Dalam kasih tidak ada kecurigaan, tidak ada tipu daya, dan tidak ada kelicikan. Dalam kasih tidak ada pertukaran dan tidak ada suatu pun yang tidak murni. Jika engkau mengasihi, maka engkau akan dengan senang hati membaktikan dirimu, dengan senang hati menderita kesukaran, dan engkau akan menjadi selaras dengan-Ku, engkau akan merelakan semua yang engkau miliki demi Aku, engkau akan merelakan keluargamu, masa depanmu, masa mudamu, dan perkawinanmu. Jika tidak, kasihmu bukanlah kasih sama sekali, melainkan dusta dan pengkhianatan!" (Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru). Firman Tuhan menyentuh hatiku. Aku merasa senang, sekaligus menyesal. Aku telah bertekad untuk mengikuti Tuhan sepanjang hidupku, berusaha mengenal dan mengasihi Tuhan. Dalam kasih, tidak ada kecurangan atau pengkhianatan. Jika aku benar-benar mengasihi-Nya, aku pasti telah mengabdikan diri kepada-Nya dan menyerahkan segalanya untuk-Nya. Namun, semua itu hanyalah kata-kata. Ketika harus memilih, aku hanya memikirkan keluargaku dan perasaan mereka. Aku tidak mengasihi Tuhan. Aku telah menipu dan mengkhianati Dia.

Kemudian, aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Bagi semua orang yang bercita-cita untuk mengasihi Tuhan, tidak ada kebenaran yang tidak dapat dicapai, dan tidak ada keadilan yang tidak dapat mereka tegakkan. Bagaimana seharusnya engkau menjalani hidupmu? Bagaimana seharusnya engkau mengasihi Tuhan, dan mencurahkan kasih ini untuk memuaskan keinginan-Nya? Tidak ada perkara yang lebih besar dalam hidupmu. Di atas segalanya, engkau harus memiliki cita-cita dan ketekunan seperti itu, janganlah seperti orang-orang yang tak punya nyali, orang-orang yang lemah. Engkau harus belajar bagaimana menghayati kehidupan yang berarti dan mengalami kebenaran yang bermakna, dan tidak seharusnya memperlakukan dirimu sendiri secara sembrono dengan cara seperti itu. Tanpa engkau sadari, hidupmu akan berlalu begitu saja; setelah itu, masih adakah kesempatan lain bagimu untuk mengasihi Tuhan? Bisakah manusia mengasihi Tuhan setelah dia mati? Engkau harus memiliki cita-cita dan hati nurani yang sama seperti Petrus; hidupmu harus bermakna, dan jangan main-main dengan dirimu sendiri. Sebagai manusia, dan sebagai orang yang mengejar Tuhan, engkau harus mampu dengan saksama mempertimbangkan bagaimana engkau memperlakukan hidupmu, bagaimana engkau harus mempersembahkan dirimu bagi Tuhan, bagaimana engkau harus memiliki iman yang lebih bermakna dalam Tuhan, dan bagaimana, karena engkau mengasihi Tuhan, engkau harus mengasihi-Nya dengan cara yang lebih murni, lebih indah, dan lebih baik" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Dalam firman-Nya, aku merasakan harapan Tuhan terhadap manusia. Sangat jarang untuk bertemu Tuhan dalam hidup kita. Dua ribu tahun yang lalu, murid-murid Tuhan bertemu dengan Tuhan, dan kini Tuhan memberiku kesempatan langka untuk mengikuti-Nya, dan berusaha untuk mengenal dan mengasihi-Nya. Jika aku tak bisa mengalahkan ikatan keluargaku, takut menyakiti ibuku, dan terus mengejar jalan Iblis yang duniawi, bukankah aku akan menyia-nyiakan waktuku? Pekerjaan Tuhan tidak menunggu siapa pun, dan Dia bekerja di bumi hanya untuk waktu yang singkat. Jika aku melewatkannya, aku takkan pernah lagi menemukannya. Aku teringat Petrus. Orang tuanya ingin dia menjadi pejabat tapi dia tidak terikat oleh ikatan keluarga. Dia memilih mengikut Tuhan dan berusaha mengasihi Tuhan dan disempurnakan oleh Tuhan. Meskipun aku tak bisa dibandingkan dengan Petrus, aku tahu aku harus berusaha mengenal dan mengasihi Tuhan seperti yang dia lakukan. Itu akan menjadi kehidupan yang paling bermakna. Setelah itu, aku tak lagi merasa terikat oleh ikatan keluarga dan kali ini bertekad untuk memuaskan Tuhan!

Sehari sebelum kuliah dimulai, dengan tegas kuberi tahu ibu bahwa aku tak mau melanjutkan kuliah. Dia memarahiku, berkata "Ibu tahu kau mau berhenti kuliah demi Tuhan, tapi ibu tak izinkan, jadi lupakan saja ide itu!" Aku berkata, "Tuhan menciptakan kita semua. Kita harus menyembah Dia. Itu benar dan baik. Alkitab juga mengajarkan kita: 'Janganlah mengasihi dunia ini atau pun hal-hal yang ada di dalam dunia. Jika seseorang mengasihi dunia, kasih Bapa tidak ada di dalam dirinya' (1 Yohanes 2:15). Orang yang percaya kepada Tuhan tidak boleh menempuh jalan dunia dalam mengejar prospek masa depan. Itu bukan kehendak Tuhan. Aku ingin mengikuti Tuhan dan melaksanakan tugasku." Kemudian, ibuku berkata, "Keluarga lain punya lebih banyak uang daripada kita. Mereka dapat menggunakan seluruh waktu mereka untuk melayani Tuhan jika mereka mau. Ayahmu mati muda, kita tak punya uang, dan kerabat kita memandang rendah kita. Buat apa Ibu menderita selama bertahun-tahun? Ibu melakukannya agar kau bisa kuliah, menjadi sukses, dan hidup mapan! Sulit sekali untuk bertahan hidup. Kau hampir mencapai garis akhir tapi kau mau berhenti bertanding. Bagaimana kau bisa menyakiti Ibu seperti ini?" Aku mulai melemah saat dia mengatakan ini. Kupikir: "Ibu benar. Jika aku kuliah, aku akan mendapatkan pekerjaan yang baik dan kami akan punya uang, dan ibu tak akan lagi dipandang rendah." Namun kemudian kupikir: "Aku mungkin hidup mapan dan dihormati orang lain, tapi ketika pekerjaan Tuhan selesai dunia Iblis ini akan dimusnahkan dan hanya kerajaan Kristus yang tetap tinggal. Semua kenikmatan hidup dan keangkuhan akan lenyap." Jadi kukatakan kepada ibu, "Kita hanyalah tamu di dunia ini. Semapan apa pun hidup kita, ketika pekerjaan keselamatan Tuhan selesai, bencana besar akan datang dan hidup kita akan hancur. Uang takkan berguna sedikit pun. Tuhan Yesus berfirman: 'Karena apa untungnya jika seseorang mampu mendapatkan seluruh dunia, dan kehilangan jiwanya sendiri? Atau apa yang bisa diberikan seseorang sebagai ganti jiwanya?' (Matius 16:26)." Ibuku memotongku dan berkata, "Ibu tak keberatan kau percaya kepada Tuhan. Hanya jangan terlalu serius. Percaya kepada Tuhan boleh saja, tapi jangan meninggalkan dunia, karena jika tidak, bagaimana kau akan memiliki kehidupan yang bahagia? Bagaimana Ibu bisa membesarkan kalian berdua tanpa menghasilkan uang?" Ketika dia mengatakan ini, aku sadar bahwa imannya hanyalah kata-kata. Dia berdiri di atas dua perahu, menginginkan berkat dari Tuhan sekaligus dunia. Aku melanjutkan, berkata, "Tanpa berkat Tuhan, orang tak bisa menghasilkan uang sekeras apa pun mereka bekerja. Tuhan menetapkan berapa banyak uang yang kita miliki dalam hidup, dan tanpa kebenaran, semua itu tak ada artinya." Namun, dia tak mau mendengarkan dan bertekad menentang keinginanku. Lalu dia menelepon sepupu dan bibiku, dan meminta mereka menasihatiku. Melihat ibuku tak mau mengalah benar-benar membuatku kesal. Kupikir: "Mengapa dia tak mengerti?" Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, jadi aku berdoa kepada Tuhan dalam hati memohon Dia menjagaku untuk berdiri teguh apa pun yang terjadi.

Ibuku memanggil semua kerabat kami untuk datang ke rumah. Begitu pamanku tiba, dia berkata dengan marah, "Ada masalah Tuhan apa ini? Kau terlalu muda untuk percaya takhayul!" Bibiku berkata, "Ibumu hanya ingin yang terbaik untukmu." Mereka semua memarahiku karena hal ini. Aku tahu mereka ateis dan tak mau mendengarkanku, dan hanya akan makin menghujat Tuhan jika aku mengatakan sesuatu, jadi aku diam saja. Tiba-tiba, pamanku berbalik dan berkata kepada ibuku, "Dia percaya kepada Tuhan karena takut mati dalam bencana, jadi biarkan dia mati sebelum bencana. Telepon polisi dan biarkan mereka memukulinya dengan pentungan listrik, lihat apa dia masih percaya!" Aku tak pernah menyangka pamanku sendiri bisa mengatakan hal seperti itu. Kupikir: "Ini kerabatku, atau setan?" Di luar dugaan, ibuku memihak mereka dan menimpali, berkata, "Dia harus didisiplinkan, dia sangat tidak patuh!" Melihat ibu memihak mereka, mau memaksaku melepaskan imanku, hatiku hancur. Lalu sepupuku angkat bicara berkata, "Jika kau berhenti percaya dan berfokus lulus kuliah, kami semua akan membantumu. Kami akan mengurus ibumu dan membantu adikmu menemukan pekerjaan yang baik. Namun, jika kau tetap beriman, kami akan memutuskan hubungan dengan keluargamu, dan mulai sekarang, apa pun yang terjadi, kami takkan membantu kalian semua. Kita putus hubungan keluarga. Pikirkan baik-baik!" Dia ingin membujukku agar tidak mengikuti Kristus. Dan ketika aku masih di SMU, tak satu pun dari mereka yang membantu kami! Kini aku mau mengikut Tuhan dan menempuh jalan yang benar, mereka semua datang untuk menghentikanku, bermulut manis untuk memikatku. Ini rencana licik Iblis, dan aku takkan tertipu olehnya. Namun kemudian kupikir: "Jika aku benar-benar tidak kembali kuliah, ibuku akan sangat sedih. Dia sudah cukup menderita. Bagaimana aku bisa menjalani hidup jika membuatnya jauh lebih menderita?" Kemudian, aku berdoa kepada Tuhan dalam hati. Aku berkata, "Ya Tuhan, aku tak mau meninggalkan-Mu. Aku tahu mengikuti-Mu dan mengejar kebenaran adalah jalan yang benar, tapi aku merasa konflik batin saat memikirkan ibu. Aku tak tahu harus berbuat apa. Kumohon tolonglah aku." Setelah itu, aku teringat firman Tuhan Yang Mahakuasa yang berkata: "Besarnya penderitaan yang harus ditanggung seseorang dan jarak yang harus mereka tempuh di jalan mereka, semua itu ditetapkan oleh Tuhan, dan sesungguhnya tak seorang pun dapat membantu orang lain" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Jalan ... (6)"). Aku tiba-tiba mengerti. "Ya," pikirku. "Tuhan menetapkan seberapa banyak penderitaan setiap orang. Itu bukan tergantung kita, dan aku tak bisa menghentikan penderitaan ibu hanya dengan menghasilkan banyak uang dan memberikan uang. Sumber penderitaan kita adalah perusakan Iblis dan semua racun Iblis dan keinginan liar yang kita miliki di dalam diri kita. Jika orang tidak menyembah Tuhan sekarang dan menerima penghakiman-Nya untuk ditahirkan, mereka takkan pernah bebas dari penderitaan. Namun, jika orang percaya kepada Tuhan dan mengejar kebenaran, maka meskipun hidup mereka sulit, dengan Tuhan dan berkat-Nya, mereka akan memiliki kehidupan yang paling bahagia." Dahulu kupikir rajin belajar, menghasilkan banyak uang, dan mendapatkan penghormatan orang lain akan meringankan penderitaan ibuku. Namun, itu sama sekali absurd. Aku hampir jatuh ke dalam perangkap Iblis. Dengan pemikiran ini, tekadku makin kuat. Bagaimanapun mereka menghujat dan memfitnah Tuhan, hatiku tetap tenang di hadapan Tuhan, terus berseru kepada-Nya. Melihatku diam saja, ibuku menjadi sangat marah. Dia mendorongku ke atas tempat tidurku. Aku tak menyangka dia bisa melakukan ini padaku. Aku merasa sangat sedih dan mulai menangis. Namun pada saat yang sama, aku terus berdoa dalam hati kepada Tuhan, memohon Dia menjaga hatiku tetap kuat agar bisa menjadi kesaksian bagi-Nya dan tidak menyerah. Aku teringat Tuhan pernah berkata, "Dan siapa yang tidak memikul salibnya, dan mengikuti Aku, ia tidak layak bagi-Ku" (Matius 10:38). Dan Tuhan Yang Mahakuasa berkata, "Orang-orang muda harus memiliki ketekunan untuk terus menjalani jalan kebenaran yang sekarang ini telah mereka pilih—untuk mewujudkan keinginan mereka mengorbankan seluruh hidup mereka bagi-Ku. Mereka tidak seharusnya tanpa kebenaran, juga tidak boleh menyembunyikan kemunafikan dan ketidakbenaran—mereka harus berdiri teguh dalam pendirian yang benar. Mereka tidak boleh mengikuti arus begitu saja, tetapi harus memiliki semangat berani berkorban dan berjuang demi keadilan dan kebenaran. Orang-orang muda harus memiliki keberanian untuk tidak menyerah pada penindasan kekuatan kegelapan dan untuk mengubah makna keberadaan mereka" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman bagi Orang-Orang Muda dan Orang-Orang Tua"). Firman Tuhan memberiku iman dan kekuatan serta keyakinan untuk tetap pada jalan yang telah kupilih.

Ibuku tidak pergi bekerja di pasar tapi tinggal di rumah untuk mengawasiku dan adik perempuanku secara ketat. Dia menggeledah kamarku mencari buku firman Tuhan dan kaset lagu pujian milikku dan berkata dengan marah, "Mulai sekarang, kalian berdua tak boleh pergi ke pertemuan. Aku akan mengikuti ke mana pun kalian pergi. Aku akan menemukan tempat berkumpulmu." Aku merasa berada dalam tahanan rumah. Aku kehilangan kebebasan di rumahku sendiri. Aku tak bisa membaca firman Tuhan dan tak berani berbicara dengan adikku tentang iman kami, apalagi menjalani kehidupan bergereja. Itu sangat menyedihkan. Aku terus berdoa kepada Tuhan, memohon Dia menunjukkan jalan keluar kepada kami. Beberapa hari kemudian, ibuku sedang berada di toilet, jadi dengan adikku yang melindungiku, aku mengambil buku firman Tuhan dan kaset lagu pujian milikku dan berlari ke rumah Saudari Tang, yang adalah pemimpin gereja kami. Aku memberi tahu dia apa yang telah terjadi dan pendapatku tentang hal itu. Aku berkata, "Aku tahu dari firman Tuhan Yang Mahakuasa bahwa mengikut Tuhan adalah jalan terang menuju keselamatan. Aku ingin melaksanakan tugasku di rumah Tuhan, tapi ibuku melarangku. Aku dan adikku tak boleh menghadiri pertemuan. Mengapa semua ini terjadi pada kami?" Kemudian Saudari Tang dengan sabar bersekutu, "Tekanan dari anggota keluarga sebenarnya adalah peperangan di dunia roh. Kita mau mengorbankan diri untuk Tuhan, tapi Iblis memanfaatkan keluarga kita untuk menghentikan kita dan memanfaatkan kelemahan kita untuk menyerang kita agar kita tidak diselamatkan. Kita harus mengandalkan Tuhan untuk mengetahui yang sebenarnya mengenai rencana liciknya." Kemudian, dia membacakanku satu bagian firman Tuhan: "Dalam setiap langkah pekerjaan yang Tuhan lakukan di dalam diri manusia, dari luar pekerjaan itu terlihat seperti interaksi antara manusia, seolah-olah itu lahir karena pengaturan manusia atau dari campur tangan manusia. Namun di balik layar, setiap langkah pekerjaan, dan semua yang terjadi, adalah pertaruhan yang Iblis buat di hadapan Tuhan, dan menuntut orang-orang untuk berdiri teguh dalam kesaksian mereka bagi Tuhan. Misalnya, ketika Ayub diuji: di balik layar, Iblis bertaruh dengan Tuhan, dan yang terjadi kepada Ayub adalah perbuatan manusia, dan campur tangan manusia. Di balik setiap langkah pekerjaan yang Tuhan lakukan di dalam dirimu adalah pertaruhan antara Iblis dengan Tuhan—di balik semua itu ada peperangan. ... Ketika Tuhan dan Iblis berperang di alam roh, bagaimanakah seharusnya engkau memuaskan Tuhan, dan bagaimana engkau harus berdiri teguh dalam kesaksianmu bagi-Nya? Engkau harus tahu bahwa segala sesuatu yang terjadi pada dirimu adalah ujian yang besar dan itulah saatnya Tuhan ingin engkau menjadi kesaksian" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Mengasihi Tuhan yang Berarti Sungguh-Sungguh Percaya kepada Tuhan"). Firman ini menunjukkan kepadaku bahwa jika aku ingin mengikuti Kristus di dunia yang gelap dan jahat ini itu takkan mudah. Itu selalu dipenuhi dengan peperangan rohani dan pilihan yang sulit. Tuhan Yang Mahakuasa sekarang sedang melakukan pekerjaan penghakiman, tahap terakhir, dan tahap paling penting, yaitu pentahiran dan menyelamatkan manusia. Tuhan berharap semua orang akan memperoleh kebenaran dan hidup-Nya, diselamatkan dan bertahan hidup. Namun, Dia tidak memaksa orang, tapi membiarkan kita memilih sendiri. Ibuku ingin aku kuliah, belajar dan sukses. Namun, dia tidak memahami kebenaran. Dia telah ditipu oleh racun Iblis dan tak mampu melihat kehampaan dari pengejaran semacam itu. Aku tak boleh mendengarkannya dan memilih jalan yang salah. Saudari Tang melanjutkan, "Kau lihat betapa tidak berartinya mengejar ilmu dan kau telah bertekad mengorbankan diri untuk Tuhan dan telah memilih jalan mengejar kebenaran. Ini dapat diterima oleh Tuhan. Namun, apa yang kaupilih untuk jalan hidupmu sendiri adalah terserah dirimu, dan kau harus berdoa dan mencari lebih banyak." Kupikir: "Ya. Aku mungkin bertekad mengikuti Kristus, tapi ibuku mengawasiku dengan ketat, mengatakan dia mau menemukan tempat berkumpul kami. Jika aku tak melanjutkan kuliah, dia pasti akan menimbulkan masalah bagi saudara-saudari." Jadi kukatakan kepadanya aku akan melanjutkan kuliah.

Sesampainya di sana, aku mengajukan cuti kuliah dan ini disetujui. Tidak. Dia hanya menangis dan mengatakan betapa dia telah menderita, dan betapa sulitnya membesarkanku dan adikku. Melihatnya seperti ini benar-benar membuatku sedih, dan kupikir, "Ibuku benar-benar telah berjuang membesarkan kami dan aku belum membalasnya. Jika aku tak melakukan apa yang dia inginkan, bukankah itu akan membuatku menjadi anak yang tak tahu berterima kasih?" Aku segera berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan? Kumohon tolonglah aku." Tepat pada saat itu, satu bagian firman Tuhan muncul di benakku: "Saat kehangatan musim semi tiba dan bunga merekah, saat semua hal di bawah langit diselimuti dengan warna hijau dan semua hal di bumi berada pada tempatnya, maka semua orang dan benda secara bertahap akan masuk ke dalam hajaran Tuhan, dan pada waktu itu semua pekerjaan Tuhan di bumi akan berakhir. Tuhan tidak akan lagi bekerja atau hidup di bumi, karena pekerjaan besar Tuhan telah berhasil dicapai. Apakah orang tidak mampu mengesampingkan daging mereka untuk waktu yang singkat ini? Hal apa yang bisa membelah kasih antara manusia dan Tuhan? Siapakah mampu mengoyak kasih antara manusia dan Tuhan? Apakah itu orang tua, suami, saudari, istri, atau pemurnian menyakitkan? Bisakah perasaan hati nurani menghapus citra Tuhan dalam diri manusia? Apakah berutang dan tindakan orang terhadap satu sama lain merupakan ulah mereka sendiri? Bisakah semua itu diperbaiki oleh manusia? Siapakah mampu melindungi diri mereka sendiri? Apakah orang mampu menyediakan bagi diri mereka sendiri? Siapakah yang kuat dalam kehidupan? Siapakah mampu meninggalkan-Ku dan hidup mandiri?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Penafsiran Rahasia 'Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta', Bab 24 dan 25"). Firman Tuhan menunjukkan kepadaku bahwa Tuhan mengatur dan menetapkan hidup setiap kita dari sejak semula. Sepertinya ibuku yang telah membesarkanku tapi sesungguhnya hidup kita berasal dari Tuhan. Tuhanlah yang membekali dan membesarkan kita. Membesarkan anak hanyalah kewajiban yang orang tua lakukan, dan tak seorang pun berutang apa pun kepada siapa pun. Tuhan telah menyediakan semua yang kubutuhkan dan mengatur segala macam orang dan hal-hal untuk membawaku ke hadapan-Nya untuk menerima keselamatan-Nya. Kasih Tuhan begitu besar! Aku telah menikmati begitu banyak dari Tuhan tapi sama sekali tidak membalasnya. Karena apa yang terjadi, janji yang kubuat kepada Tuhan telah menjadi penipuan. Kepada Tuhan, Sang Penciptalah, aku berutang. Memikirkan bahwa pekerjaan Tuhan saat ini di bumi akan singkat, seperti pekerjaan Tuhan Yesus, aku harus menghargai kesempatan langka ini untuk membalas kasih Tuhan dengan melaksanakan tugasku sebagai makhluk ciptaan-Nya. Dan tepat saat kuputuskan untuk mengikut Kristus, Segala sesuatunya berubah secara tak terduga. Ibuku mendengar jika aku terlalu banyak absen, maka aku akan dikeluarkan dan dia takut aku tak bisa kuliah lagi, jadi dia setuju aku pulang. Sesampainya di rumah, dia memperingatkanku, "Kau tak boleh lagi percaya kepada Tuhan. Kau harus mencari pekerjaan di sini dan bekerja selama setahun, dan kemudian melanjutkan kuliah." Aku berjanji kepadanya bahwa aku akan melakukannya, tapi kupikir dalam hatiku, "Tuhan telah menetapkanku dari sejak semula untuk mengikuti Kristus, dan ini adalah pilihanku. Aku takkan menyerah dengan mudah."

Jadi, aku mendapatkan pekerjaan, dan bekerja sekaligus menghadiri pertemuan gereja, dan menginjili orang lain di waktu luangku. Dengan menerapkan firman Tuhan, aku secara berangsur memahami beberapa kebenaran dan mengerti bahwa mengejar kebenaran adalah satu-satunya kehidupan yang bermakna. Keyakinanku untuk mengikuti Tuhan bertumbuh. Syukur kepada Tuhan! Sebelum menyadarinya, sudah waktunya melanjutkan kuliah dan harus membuat keputusan akhir ini: aku memilih Tuhan. Aku berdoa dalam hati kepada Tuhan. Aku berkata, "Ya Tuhan, kumohon berilah aku iman untuk menjadi kesaksian dalam ujian ini." Sepulang dari pertemuan hari itu, kudapati ibuku mengepak barang-barangnya. Aku mengetahui seorang tetangga telah memperkenalkan seorang pria kepada ibuku dan ibuku akan menikahinya. Aku terkejut dan merasa sedih, berpikir: "Ibu akan pergi? Siapa yang akan mengurus kami?" Aku bertanya kepadanya apakah dia tidak lagi menginginkan kami. Dia berkata, "Bukan Ibu yang tak menginginkan kalian. Kau bertekad percaya kepada Tuhan dan Ibu tak bisa lagi mengandalkanmu. Aku akan memberimu satu kesempatan terakhir. Ini nomor telepon tunangan Ibu. Jika kau melanjutkan kuliah, hubungi nomor ini ketika kau pulang dan kami akan datang menjemputmu. Namun, jika kalian berdua bersikeras mempertahankan iman, jangan harap Ibu akan membantu." Mendengarnya mengatakan ini, aku merasa sedih. Aku bertekad mengikuti jalan iman, tapi ibu tak mau lagi menerima kami. Aku masih muda dan memiliki adik perempuan. Di mana kami akan tinggal? Sebelum aku bisa memikirkannya, ibu membawa kami ke bus menuju kampus. Dalam perjalanan, aku memikirkan apa yang sedang terjadi. Hanya dalam sehari, aku dan adikku telah menjadi gelandangan tunawisma. Itu benar-benar sulit bagiku. Adikku berkata tanpa daya, "Ibu tak menginginkan kita lagi. Apa yang akan kita lakukan jika kau tidak melanjutkan kuliah?" Perkataan adikku menghunjam hatiku. Kupikir, "Ya, ibu selalu ada untuk menyokong kami sebelumnya. Kini kami tidak punya teman atau keluarga, dan ibu menikahi orang lain. Bagaimana kami akan hidup jika aku mempertahankan imanku kepada Tuhan? Ke mana kami harus pergi? Apa yang harus kulakukan?" Aku benar-benar menderita dan lemah waktu itu, jadi aku berdoa kepada Tuhan. Aku berkata, "Ya Tuhan, aku tak tahan lagi. Aku ingin memuaskanmu, tapi aku tak punya iman dan kekuatan untuk melanjutkan. Aku tahu Engkau telah melakukan banyak hal untukku tapi aku terlalu lemah. Aku tak layak diselamatkan."

Tepat pada saat itu, satu bagian firman Tuhan muncul di benakku: "Ketika tiba saatnya pekerjaan ini disebarluaskan, dan engkau menyaksikan seluruhnya, engkau akan menyesal, dan saat itulah engkau akan tercengang. Ada berbagai berkat, tetapi engkau tidak tahu cara menikmatinya, dan ada kebenaran, tetapi engkau tidak mengejarnya. Bukankah engkau menghina dirimu sendiri? ... Tidak ada yang lebih bodoh selain mereka yang telah melihat keselamatan tetapi tidak berupaya mendapatkannya; mereka inilah orang-orang yang mengenyangkan daging mereka sendiri dan menikmati Iblis" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Kupikir, "Ya. Pekerjaan Tuhan akan segera berakhir dan aku telah melihat jalan yang benar. Jika aku memilih memuaskan dagingku karena tak tahan dengan penderitaan daging, ketika pekerjaan Tuhan berakhir aku akan melewatkan kesempatan langka ini untuk memperoleh kebenaran, dan aku pasti akan menyesal." Aku mengingat kembali setahun terakhir saat melaksanakan tugasku di gereja. Meskipun saudara-saudari datang dari berbagai tempat, mereka semua saling mengasihi dan tulus. Mereka dengan penuh kasih menunjukkan watak rusak satu sama lain dan mempersekutukan kebenaran untuk saling mendukung, seperti sebuah keluarga. Disirami dan diberi makan firman Tuhan, aku memahami beberapa kebenaran dan secara berangsur mulai memahami banyak hal tentang dunia. Aku memahami hanya firman Tuhan Yang Mahakuasa yang mampu mentahirkan dan menyelamatkan manusia dan mengikuti Kristus adalah jalan terang menuju keselamatan. Aku harus memutuskan. Hidupku berasal dari Tuhan dan Dia telah memberiku segalanya. Melaksanakan tugasku sebagai makhluk ciptaan sangat dibenarkan! Ibu tidak mendukung imanku tapi ingin agar aku mengejar ilmu dan menjadi sukses. Jika melakukan apa yang dia inginkan dan memilih jalan yang salah, aku hanya akan makin dirusak oleh Iblis dan akhirnya akan dihukum dan dimusnahkan. Pengetahuan tidak dapat membebaskanku dari watakku yang rusak atau mentahirkanku. Hanya Tuhan yang mampu menyelamatkan kita. Jika keluargaku tidak menginginkanku, aku masih memiliki Tuhan. Mengingat kembali semua yang telah terjadi, aku sering merasa lemah, tapi firman Tuhan telah menyokongku, membantuku, dan memberiku kekuatan. Pada saat terlemahku ketika aku ingin meninggalkan Tuhan, Firman Tuhan menyentuh hatiku. Dia tak pernah meninggalkanku. Bagiku, kasih Tuhan adalah hal yang paling nyata di dunia! Memikirkan hal ini, aku sadar aku berutang banyak kepada Tuhan dan keyakinanku kembali pulih. Aku menyeka air mataku dan memberi tahu adikku, "Tuhanlah satu-satunya yang dapat kita andalkan dan Dia akan membimbing kita. Mari kita kembali ke gereja." Keesokan harinya, kami naik bus pulang ke rumah dan mulai melaksanakan tugas kami di gereja. Syukur kepada Tuhan! Firman Tuhan menuntunku untuk mengalahkan kelemahan daging dan memilih jalan yang paling terang. Sebuah lagu pujian firman Tuhan muncul di benakku. "Sebagai seseorang yang normal, dan yang mengejar kasih Tuhan, masuk ke dalam kerajaan untuk menjadi salah satu dari antara umat Tuhan adalah masa depanmu yang sejati dan suatu kehidupan paling berharga dan bermakna; tidak ada yang lebih diberkati dari dirimu. ... Tetapi sekarang, engkau hidup untuk Tuhan, dan hidup untuk melakukan kehendak Tuhan. Itu sebabnya Kukatakan bahwa hidupmu adalah hidup yang paling bermakna. Hanya sekelompok orang ini, yang telah dipilih oleh Tuhan, yang dapat hidup dalam kehidupan yang paling bermakna: tidak ada orang lain di dunia ini yang dapat hidup dalam kehidupan yang sedemikian berharga dan bermakna" (Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru, "Hidup untuk Melakukan Kehendak Tuhan adalah Hidup yang Paling Bermakna").

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait

Memilih Antara Sekolah dan Tugas

Oleh Saudari Lu Yang, Tiongkok Sejauh yang kuingat, orang tuaku tak pernah akur. Mereka selalu bertengkar, dan terkadang ayah akan memukul...

Pertobatan Seorang Dokter

Oleh Saudara Yang Fan, Tiongkok Saat menjadi dokter, aku selalu berusaha keras bersikap baik dan profesional. Aku andal dalam pekerjaanku...

Pilihanku

Pada bulan Maret 2012, ibuku berbagi Injil Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman denganku. Aku mulai membaca firman Tuhan setiap hari dan...

Tinggalkan Balasan