Mengejar Kebenaran Telah Mengubahku

24 November 2022

Oleh Saudari Ou Lin, Myanmar

Pada Mei 2018, aku meninggalkan rumah untuk bergabung dengan kemiliteran. Di ketentaraan, saat pemimpin mengeluarkan perintah, pangkat yang lebih rendah dengan taat melakukan apa yang diperintahkan. Saat mengawasi pekerjaan kami, para pemimpin memerintah kami, dan mereka sangat berwibawa. Aku sangat mengagumi mereka. Pemimpin tertinggi di antara prajurit wanita memiliki uang dan kekuasaan. Ketika dia membawa putrinya ke unit kami, semua orang menyambutnya dengan senyuman. Pemimpin tingkat atas sering berkata bahwa kami harus termotivasi, barulah akhirnya bisa menjadi seperti dia. Pada waktu itu aku bertekad, aku akan berusaha menjadi pemimpin. Kupikir memiliki status dan dikagumi orang akan sangat bergengsi. Sejak saat itu, aku berusaha sekuat tenaga untuk membuat diriku terlihat baik, dan mematuhi semua yang para pemimpin perintahkan. Aku berperilaku sangat baik di depan para pemimpin, dan mereka sangat menyukaiku. Tak lama kemudian, mereka mempromosikanku menjadi kepala unit. Aku sangat gembira. Setelah dipromosi, aku bahkan makin patuh terhadap para pemimpin. Aku memimpin dalam pekerjaan sehari-hari kami dan tak berani mengendur. Ketika melihat tentara berpangkat lebih rendah mengendur, aku memperlihatkan muka yang tegas dan mengancam mereka dengan hukuman. Beberapa dari mereka tak menyukainya dan menjelekkanku di belakangku. Kupikir aku harus terus berusaha keras untuk pamer dan mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi sehingga prajurit yang lebih rendah selalu mematuhiku. Melalui kerja kerasku, aku kembali dipromosikan, menjadi pemimpin pasukan. Aku merasa itu sangat terhormat. Selain itu, para prajurit mulai mematuhiku setelah aku menjadi pemimpin pasukan. Namun, pemimpin pasukan tetap diharuskan bekerja, dan itu melelahkan, jadi kupikir aku harus terus naik pangkat. Dengan pangkat yang lebih tinggi, aku akan lebih berkuasa dan tak perlu mengerjakan pekerjaan apa pun. Itu akan sangat bagus! Agar naik pangkat, aku terus berkonsentrasi dan bekerja keras setiap hari, dan mendorong para prajurit melakukan hal yang sama. Kami selalu menyelesaikan tugas lebih cepat dari jadwal. Para pemimpin sangat senang dengan pekerjaanku, dan tak lama kemudian, aku dipromosikan menjadi pemimpin peleton.

Aku menemukan cara untuk membuat prajurit mematuhiku untuk melindungi kedudukan sebagai pemimpin peleton, untuk memastikan peleton kami tak tertinggal dari yang lain. Ketika para prajurit tidak patuh, aku menyuruh mereka berdiri atau push-up sebagai hukuman. Mereka lebih mematuhiku setelah itu. Mereka tak lagi berani mengendur di depanku dan sangat hormat. Aku sangat senang. Namun, aku juga berada di bawah banyak tekanan, dan pemimpin tingkat atas selalu memarahiku jika tak bekerja dengan baik. Untuk menghindari kritik dan mendapatkan pujian, aku selalu menegur tentara dengan nada tegas ketika kami menangani tugas. Setelah beberapa waktu, mereka tak menyukai temperamenku dan sangat membenciku. Mereka selalu bermulut manis di depanku, tapi menjelekkanku di belakangku. Aku merasa sangat tak nyaman saat mengetahuinya. Selain itu, terkadang ketika kami tak menyelesaikan tugas, aku dikritik para pemimpin. Pada waktu itu kupikir mungkin jika naik satu pangkat lagi, aku pasti tak lagi ditegur dan takkan berada di bawah begitu banyak tekanan. Dan aku juga pasti lebih dihormati orang. Aku mulai secara diam-diam berusaha menuju tujuan itu.

Lalu akhirnya suatu hari, kapten berkata kepadaku dengan gembira bahwa dari semua pemimpin peleton, akulah yang paling dia percayai, dan jika dia pensiun sebagai kapten, aku akan menggantikannya. Aku sangat senang mendengarnya. Aku tak pernah tahu seberapa besar dia memercayaiku. Tak lama kemudian, aku dipromosi menjadi kapten. Makin banyak prajurit menghormatiku dan aku dihormati ke mana pun aku pergi. Aku tak lagi diharuskan bekerja, dan memiliki lebih banyak waktu beristirahat. Aku sangat menikmati perasaan superioritas yang kuperoleh dari jabatan kapten. Namun, setelah beberapa waktu, beberapa dari mereka yang telah dipromosikan menjadi pemimpin peleton bersamaku merasa iri, dan tak mau mematuhi perintahku. Aku benar-benar marah dan merasa kehilangan muka, jadi aku memikirkan segala macam cara untuk membuat mereka mematuhiku. Namun, mereka tetap tak mau. Aku merasa tak mampu mengendalikan mereka, tapi demi statusku, aku harus memaksa diriku agar tak menyerah. Aku berpikir, memiliki kedudukan yang lebih tinggi dengan banyak kekuasaan tidaklah sehebat yang kukira. Aku selalu mendisiplinkan bawahanku jika mereka tak mematuhiku, dan aku menjadi makin suka marah. Selain itu, aku biasanya khawatir para pemimpin tingkat atas akan berkata aku tak mampu menangani prajurit dan mungkin menganggapku tidak kompeten. Mungkin aku bahkan bisa kehilangan kedudukanku sebagai kapten. Itu sangat menegangkan, dan sangat melelahkan. Aku benar-benar ingin berhenti, tapi kemudian aku berpikir tentang betapa banyaknya orang yang ingin menjadi kapten dan tak mudah bagiku untuk mencapainya, jadi bukankah memalukan jika mengundurkan diri? Aku merasa tak berdaya, jadi aku hanya mengabaikan stres itu dan bekerja keras setiap hari.

Pada Agustus 2020, aku cukup beruntung untuk menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Aku mulai membaca firman Tuhan setiap hari, dan menghadiri pertemuan dengan saudara-saudari. Aku merasa sangat senang dan sangat menikmatinya. Suatu hari, aku membaca satu bagian firman Tuhan. "Iblis menggunakan metode yang sangat halus semacam ini, sebuah metode yang sangat selaras dengan gagasan manusia, yang sama sekali tidak radikal, yang melaluinya menyebabkan orang tanpa sadar menerima cara hidup Iblis, aturan-aturan Iblis untuk dijalani, dan untuk menetapkan tujuan hidup serta arah dalam kehidupan mereka, dan dengan melakukannya, mereka juga tanpa sadar jadi memiliki ambisi dalam kehidupan. Sebesar apa pun tampaknya ambisi kehidupan ini, semua itu terkait erat dengan 'ketenaran' dan 'keuntungan.' Segala sesuatu yang diikuti oleh orang hebat atau terkenal mana pun—sebenarnya, oleh semua orang—dalam kehidupan, hanya terkait dengan dua kata ini: 'ketenaran' dan 'keuntungan.' Orang mengira setelah memiliki ketenaran dan keuntungan, mereka kemudian dapat memanfaatkan hal-hal tersebut untuk menikmati status yang tinggi dan kekayaan yang besar, serta menikmati hidup. Mereka menganggap ketenaran dan keuntungan adalah semacam modal yang bisa mereka gunakan untuk memperoleh kehidupan yang penuh pencarian akan kesenangan dan kenikmatan daging yang sembrono. Demi ketenaran dan keuntungan yang begitu didambakan umat manusia ini, orang-orang bersedia, meskipun tanpa sadar, menyerahkan tubuh, pikiran mereka, semua yang mereka miliki, masa depan, dan nasib mereka kepada Iblis. Mereka melakukannya bahkan tanpa keraguan sedikit pun, tanpa pernah tahu akan perlunya memulihkan semua yang telah mereka serahkan. Dapatkah orang tetap memegang kendali atas diri mereka sendiri setelah mereka berlindung kepada Iblis dengan cara ini dan menjadi setia kepadanya? Tentu saja tidak. Mereka sama sekali dan sepenuhnya dikendalikan oleh Iblis. Mereka telah sama sekali dan sepenuhnya tenggelam dalam rawa, dan tidak mampu membebaskan dirinya" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VI"). Firman Tuhan menunjukkan kepadaku, hidup orang sangat menyakitkan dan stres semua karena cara hidup mereka dan menempuh jalan yang salah. Setelah dirusak oleh Iblis, semua orang berusaha terlihat paling menonjol dan mendapatkan kekuasaan. Mereka berpikir dengan status dan kekuasaan, mereka akan mendapatkan rasa hormat dan kekaguman, orang akan mematuhi mereka, dan akan hidup dalam kemuliaan. Jadi semua orang menyukai reputasi dan keuntungan, memuja status, dan mengejar status. Aku pun sama. Setelah bergabung dengan ketentaraan, aku ingin menjadi yang terbaik di antara tentara wanita dan mendapatkan kekaguman orang lain. Untuk mencapai tujuan itu, aku berusaha naik pangkat, dipromosikan menjadi pemimpin peleton, lalu kapten. Saat pangkatku naik dan aku mengawasi lebih banyak orang, aku berbicara dan bertindak dengan tegas, dan suka memerintah orang, menegur mereka. Entah aku benar atau salah, para prajurit harus mematuhi. Untuk memperkuat kedudukanku, ketika para pemimpin peleton itu tak mau mematuhiku, aku menggunakan kekuasaanku untuk menindas mereka, dan menghukum prajurit dengan segala macam cara. Aku selalu angkuh dan tak berempati terhadap orang lain. Para prajurit lambat laun makin menjauh dan tak mau berinteraksi denganku. Aku sadar setelah memperoleh status, aku menjadi orang yang menakutkan. Terkadang aku ingin berbicara dengan seseorang, tapi aku tak tahu dengan siapa. Jadi agar tidak dimarahi para pemimpin, aku selalu sangat patuh kepada mereka dan menanggung penghinaan apa pun. Setiap hari dalam hidupku penuh tekanan dan menyakitkan, dan aku benar-benar mau mengundurkan diri, tapi saat aku memikirkan betapa menguntungkannya statusku, aku tak mau menyerah. Aku terjebak dalam reputasi dan keuntungan, yang melelahkan dan menyedihkan. Pada saat itu aku sadar ini salah satu cara Iblis merusak dan menyakiti orang. Mengejar status makin meningkatkan keinginan liar orang, membuat mereka makin congkak dan meremehkan orang lain, sehingga mereka tak bisa memiliki hubungan yang normal. Sebelum aku percaya kepada Tuhan, aku selalu merasa mengejar status dan berusaha terlihat paling menonjol artinya memiliki ambisi dan menjanjikan. Kini aku memahami mengejar reputasi dan status bukanlah jalan yang benar. Ketika menyadari semua ini, aku berdoa, memohon Tuhan membimbingku agar dibebaskan dari ikatan reputasi dan status.

Kemudian suatu hari, aku membuka situs web Gereja Tuhan Yang Mahakuasa untuk mengunduh lagu pujian dan melihat lagu yang baru berjudul "Aku Hanyalah Makhluk Ciptaan yang Kecil".

1 Ya Tuhan! Entah aku memiliki status atau tidak, aku sekarang telah mengerti tentang diriku sendiri. Jika statusku tinggi, itu karena Engkau yang meninggikannya, dan jika statusku rendah, itu karena ketetapan-Mu. Segala sesuatu berada di tangan-Mu. Aku tidak punya pilihan atau keluhan apa pun. Engkau telah menetapkan bahwa aku harus lahir di negeri ini dan di tengah orang-orang ini, dan satu-satunya yang harus kulakukan adalah taat sepenuhnya di bawah kekuasaan-Mu karena segala sesuatu berada di dalam ketetapan-Mu.

2 Aku tidak memikirkan status; bagaimanapun juga, aku hanyalah makhluk ciptaan. Jika Engkau menaruhku dalam jurang maut, dalam lautan api dan belerang, diriku bukan apa-apa selain makhluk ciptaan. Jika Engkau memakai aku, diriku hanya makhluk ciptaan. Jika Engkau menyempurnakan aku, aku hanya makhluk ciptaan. Jika Engkau tidak menyempurnakanku, aku akan tetap mengasihi-Mu karena aku tidak lebih dari makhluk ciptaan.

3 Aku tidak lebih dari makhluk ciptaan yang sangat kecil, yang diciptakan oleh Tuhan Sang Pencipta, hanya salah satu dari antara umat manusia yang diciptakan. Engkaulah yang menciptakan diriku, dan sekarang Engkau telah sekali lagi menaruh aku kembali di tangan-Mu untuk Kau perlakukan diriku seturut kehendak-Mu. Aku bersedia menjadi alat-Mu dan kontras-Mu karena segala sesuatu sudah ditetapkan oleh-Mu. Tidak seorang pun dapat mengubahnya. Segala sesuatu dan semua peristiwa ada di tangan-Mu.

—Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru

Mendengarkan lagu pujian ini, aku merasa liriknya benar-benar baru. Aku sadar memiliki status atau tidak semua ditentukan oleh Tuhan, semuanya berada di tangan-Nya, dan aku tak boleh mengejar itu. Aku seorang kapten, tapi di hadapan Tuhan, aku hanyalah makhluk ciptaan yang kecil tanpa status apa pun. Aku tak seharusnya menekan orang lain. Memikirkan bagaimana aku telah menindas para prajurit, aku merasa sangat bersalah dan sedih. Aku ingin melepaskan statusku dan hidup rukun dengan mereka. Aku berdoa kepada Tuhan dan memohon Dia membantuku. Lambat laun, aku mampu mengesampingkan diriku dan berusaha berkomunikasi dengan mereka, dan berhenti menegur mereka dengan angkuh. Ketika menerapkan firman Tuhan dalam kehidupan nyataku seperti itu, aku mendapatkan perasaan yang sangat damai.

Kemudian suatu pagi, kami ada apel pagi. Seorang pemimpin peleton di bawah kepemimpinanku tak memastikan apakah semua orang di peletonnya hadir di sana dan tak menghitung jumlah orang. Orang-orang di unit kami hampir terlambat, dan paling lambat dari semua unit. Aku khawatir pemimpin tingkat atas mungkin berpikir keterampilan manajemenku kurang, dan khawatir tentang pendapat para prajurit. Setelah apel itu, aku bertanya dengan sangat marah, "Di mana kau barusan? Mengapa kau tak minta waktu istirahat? Tak ada yang menghitung jumlah orang di peletonmu. Kau menunda seluruh unit kita." Namun, dia tak menerimanya dan segera menyelaku. Kami mulai berdebat. Kemudian instruktur datang dan bertanya mengapa kami berdebat. Kami masing-masing menjelaskan alasannya, dan instruktur berkata dia tak tahu apa yang harus dilakukan atau siapa yang salah. Mendengar ini, aku marah dan berpikir dia bukan saja tak mau mematuhiku, tapi juga menyelaku, jadi bukankah itu berarti dia salah? Selain itu, aku atasannya, jadi dia seharusnya mematuhiku. Bukankah menggelikan instruktur tidak tahu siapa yang benar dan siapa yang salah? Aku sangat marah sehingga bergegas pergi dan membanting pintu. Aku kembali ke barak dan merasa diperlakukan tidak adil, aku tak mampu menghentikan air mataku. Ketika komandan mengetahui tentang argumen kami, dia berkata kepada pemimpin peleton itu, "Dia kaptenmu, jadi apa pun yang dia katakan itu benar dan kau harus mematuhinya." Ketika pemimpin peleton terus memperdebatkan kasusnya, komandan dengan marah menegurnya, "Di ketentaraan, kapten punya hak memerintah dirimu, dan kau salah jika tak mematuhi." Mendengar komandan mengatakan itu kepadanya, aku merasa telah melampiaskan perasaanku. Aku sangat senang dan merasa mendapatkan reputasi.

Suatu hari dalam perenunganku, aku membaca beberapa firman Tuhan yang membantuku menyadari hal itu. Firman Tuhan katakan: "Begitu seorang manusia memiliki status, ia akan sering kesulitan mengendalikan suasana hatinya, jadi, ia akan menikmati menggunakan kesempatan untuk mengungkapkan ketidakpuasannya dan melampiaskan emosinya; ia akan sering terbakar amarah tanpa alasan jelas, untuk menunjukkan kemampuannya dan membiarkan orang lain tahu bahwa status dan identitasnya berbeda dengan orang biasa. Tentu saja, orang yang rusak tanpa status apa pun juga sering kehilangan kendali. Amarah mereka sering kali disebabkan oleh rusaknya kepentingan pribadi mereka. Untuk melindungi status dan martabatnya, mereka akan sering kali melampiaskan emosi mereka dan menyingkapkan natur mereka yang congkak. Manusia akan terbakar amarah dan melampiaskan emosinya untuk mempertahankan dan menegakkan keberadaan dosa, dan tindakan-tindakan ini adalah cara manusia mengungkapkan ketidakpuasannya; mereka penuh dengan kenajisan, dengan rencana licik dan intrik, dengan kerusakan dan kejahatan manusia, dan lebih dari semuanya, mereka penuh dengan ambisi dan keinginan liar manusia. ... Pelampiasan manusia adalah jalan keluar dari kekuatan kejahatan, ungkapan dari tingkah laku jahat daging manusia yang merajalela dan tidak bisa dihentikan" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik II"). "Ada banyak jenis watak rusak yang termasuk watak Iblis, tetapi watak yang paling jelas dan paling menonjol adalah watak congkak. Kecongkakan adalah sumber dari watak manusia yang rusak. Semakin congkak manusia, semakin mereka tidak masuk akal, dan semakin mereka tidak masuk akal, semakin besar kemungkinan mereka untuk menentang Tuhan. Seberapa seriuskah masalah ini? Orang yang memiliki watak congkak tidak hanya menganggap orang lain berada di bawah mereka, tetapi, yang terburuk adalah mereka bahkan bersikap merendahkan Tuhan, dan tidak ada rasa takut akan Tuhan di dalam hati mereka. Meskipun orang mungkin terlihat percaya kepada Tuhan dan mengikuti Dia, mereka sama sekali tidak memperlakukan-Nya sebagai Tuhan. Mereka selalu merasa bahwa mereka memiliki kebenaran dan menganggap diri mereka hebat. Inilah esensi dan akar dari watak yang congkak, dan itu berasal dari Iblis. Karena itu, masalah kecongkakan harus diselesaikan. Merasa bahwa seseorang lebih baik daripada yang lain—itu adalah masalah sepele. Masalah seriusnya adalah bahwa sikap congkak seseorang menghalangi orang tersebut untuk tunduk kepada Tuhan, pada pemerintahan-Nya, dan pengaturan-Nya; orang seperti itu selalu merasa ingin bersaing dengan Tuhan untuk mendapatkan kekuasaan atas orang lain. Orang seperti ini tidak sedikit pun menghormati Tuhan, apalagi mengasihi Tuhan atau tunduk kepada-Nya. Orang-orang yang congkak dan sombong, terutama mereka yang begitu congkak sampai kehilangan akalnya, tidak mampu tunduk kepada Tuhan dalam kepercayaan mereka kepada-Nya, dan bahkan meninggikan serta memberikan kesaksian tentang diri mereka sendiri. Orang-orang semacam itulah yang paling menentang Tuhan dan sama sekali tidak memiliki rasa takut akan Tuhan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Firman Tuhan sangat jelas. Orang menjadi lepas kendali dan congkak dengan status. Mereka sering marah dan menegur orang untuk melindungi reputasi dan status, dan memamerkan otoritas. Itu adalah kendali watak yang congkak. Ketika bergabung dengan kemiliteran, pengejaranku adalah menjadi pejabat dan dihormati orang lain. Setelah mendapatkan pangkat dan kekuasaan, aku merasa perkataanku memiliki otoritas dan diprioritaskan. Aku kapten, jadi aku punya kekuasaan untuk mengendalikan para pemimpin peleton dan prajurit. Mereka harus mematuhiku, dan jika tidak, aku dengan angkuh menegur mereka dan menundukkan mereka. Aku sangat congkak. Ketika pemimpin peleton tak menghitung jumlah orang tepat waktu, menunda kemajuan unit kami, aku menegurnya, dan dia bukan saja tak mematuhi, tapi juga menyelaku. Aku merasa dia tak menghormatiku, memandang rendah diriku dan membuatku kehilangan muka di depan semua orang. Aku menggunakan ini sebagai alasan untuk membuat keributan, menegurnya dan melampiaskan ketidakpuasanku. Itu juga untuk memperingatkan para prajurit bahwa mereka harus patuh. Di mataku, aku kapten dan dia pemimpin peleton, jadi dia harus mematuhiku. Jika tidak, dan bahkan menentangku, aku harus menegurnya dan memperlihatkan kepadanya diriku yang sesungguhnya,. Aku sangat congkak dan tak terkendali. Setelah memiliki status, segera setelah orang tak mematuhiku, aku menegur mereka, menggunakan kedudukanku untuk menindas dan memaksakan keinginanku. Akibatnya, tak seorang pun mau bergaul denganku. Aku orang percaya, tapi aku tak berubah. Aku sangat congkak dan tak punya keserupaan dengan manusia, sehingga orang membenci dan menghindariku, dan Tuhan muak dan membencinya.

Aku berbicara dengan seorang saudari tentang pengalamanku, dan dia mengirimiku satu bagian firman Tuhan yang memberiku jalan penerapan. "Sebagai salah satu makhluk ciptaan, manusia harus berperilaku sesuai dengan statusnya sendiri, dan berperilaku dengan penuh tanggung jawab. Dengan patuh menjaga apa yang dipercayakan kepadamu oleh Sang Pencipta. Jangan bertindak di luar batas, atau melakukan hal-hal di luar jangkauan kemampuanmu atau yang menjijikkan bagi Tuhan. Jangan berusaha menjadi orang hebat, atau menjadi manusia super, atau berada di atas orang lain, jangan berusaha menjadi Tuhan. Ini adalah hal-hal yang seharusnya tidak diinginkan oleh orang. Berusaha menjadi orang hebat atau manusia super itu tidak masuk akal. Berusaha untuk menjadi Tuhan lebih memalukan lagi; itu hal yang menjijikkan, dan tercela. Apa yang patut dipuji, dan apa yang harus terus dilakukan oleh makhluk ciptaan lebih dari apa pun, adalah menjadi makhluk ciptaan yang sejati; ini adalah satu-satunya tujuan yang harus dikejar oleh semua orang" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik I"). Setelah membaca firman Tuhan aku mengerti, berusaha menjadi orang besar agar dikagumi dan dihormati orang adalah sesuatu yang memalukan. Kita harus tetap di posisi kita dan berperilaku hati-hati. Itulah yang Tuhan tuntut dari kita. Aku berusaha unggul, menjadi pejabat dengan kekuasaan, untuk menguasai orang lain, dikagumi, dan membuat orang lain mematuhiku. Itu sesuatu yang Tuhan benci. Jika tak bertobat, tapi terus mengejar reputasi dan status, aku akan sama persis dengan orang tidak percaya. Orang tidak percaya mengejar uang, reputasi, dan status. Mereka saling membunuh dan bertengkar untuk hal-hal ini. Sebagai orang percaya, aku tak boleh berada di jalan orang tidak percaya. Aku harus mengejar kebenaran dan mengambil posisiku sebagai makhluk ciptaan. Menyadari hal ini, aku bertekad, aku siap mengejar kebenaran dan bertindak berdasarkan firman Tuhan dalam kehidupanku sehari-hari. Aku harus berdiri setara dengan orang lain dan berhenti memerintah orang lain dari kedudukan kapten. Aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, aku mau berhenti mengejar reputasi dan status, dan berhenti hidup berdasarkan watak congkakku. Kumohon bimbinglah aku untuk menerapkan kebenaran."

Setelah itu, aku mulai menyapa mereka setiap hari dan memperlihatkan kepedulian terhadap mereka. Ketika mereka melakukan kesalahan dan pemimpin ingin aku mendisiplinkan mereka, aku tak seperti dahulu, menegur mereka dan menunjukkan otoritasku untuk menjaga statusku, melainkan mampu berkomunikasi dengan mereka, menunjukkan letak kesalahan mereka dan memberi kesempatan berbuat lebih baik lain kali. Setelah beberapa waktu melakukan segala sesuatu dengan cara ini, aku memiliki hubungan yang baik dengan para pemimpin pasukan, pemimpin peleton, dan prajurit. Beberapa prajurit berkata, dahulu aku memiliki temperamen yang aneh, mereka takut padaku, selalu khawatir aku akan menegur mereka karena suatu kesalahan. Namun, kini aku jauh lebih baik, dan mulai peduli terhadap mereka. Mereka merasa makin nyaman berinteraksi denganku. Mendengar ini, aku bersyukur kepada Tuhan dan berkata kepada mereka, "Apa kalian tahu mengapa aku bisa berubah? Itu karena aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Firman Tuhan Yang Mahakuasa mengubahku, dan itulah satu-satunya alasan aku mengalami perubahan ini. Sebelum datang kepada Tuhan, aku mengejar status dan kekaguman orang lain. Aku selalu menegur kalian untuk mempertahankan kedudukanku. Setelah percaya kepada Tuhan, dan melalui membaca firman Tuhan Yang Mahakuasa, aku memahami menegur orang dengan angkuh itu tak benar, itu berasal dari watak yang rusak, dan aku tak seharusnya melakukan hal itu. Perubahan yang kualami ini bukanlah sesuatu yang mampu kulakukan sendiri. Itu karena imanku kepada Tuhan Yang Mahakuasa—firman-Nya mengubahku." Mereka hampir tak bisa memercayainya. Aku terus memberitakan Injil kepada mereka, dan senyuman muncul di wajah beberapa prajurit. Mereka menjadi tertarik untuk menyelidiki pekerjaan Tuhan pada akhir zaman. Setelah itu, beberapa pemimpin peleton, pemimpin pasukan, dan prajurit menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Kami berkumpul bersama, makan dan minum firman Tuhan, hidup rukun, dan memberitakan Injil dan memberi kesaksian. Syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa!

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait

Buah dari Membagikan Injil

Oleh Saudari Chu Xin, Korea Beberapa waktu lalu, aku bertemu seorang Kristen Filipina secara daring, bernama Teresa. Makin mengenalnya,...

Memberikan Hatiku Kepada Tuhan

Oleh Saudari Xin Che, KoreaBulan Juni 2018, aku ikut dalam latihan untuk pertunjukan paduan suara Kidung Kerajaan. Berpikir aku akan naik...