Setelah Kebohongan

19 Juni 2020

Oleh Saudari Chen Shi, Tiongkok

Tuhan Yang Mahakuasa berkata: "Engkau harus tahu bahwa Tuhan menyukai mereka yang jujur. Secara hakikat, Tuhan adalah setia, jadi firman-Nya selalu bisa dipercaya; tindakan-tindakan-Nya, terlebih lagi, tidak mengandung kesalahan dan tidak dapat disangkal, inilah sebabnya Tuhan menyukai mereka yang sepenuhnya jujur kepada-Nya. Kejujuran berarti memberikan hatimu kepada Tuhan, bersungguh-sungguh kepada Tuhan dalam segala sesuatu, terbuka kepada-Nya dalam segala sesuatu, tidak pernah menyembunyikan yang sebenarnya, tidak berusaha menipu mereka yang di atas dan di bawahmu, dan tidak melakukan sesuatu semata-mata demi mengambil hati Tuhan. Singkatnya, jujur berarti kudus dalam tindakan dan perkataanmu, dan tidak menipu baik Tuhan maupun manusia" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tiga Peringatan"). Tuhan Yesus juga berkata, "Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, Kecuali engkau dipertobatkan, dan menjadi sama seperti anak kecil, engkau tidak akan bisa masuk ke dalam Kerajaan Surga" (Matius 18:3). Kita dapat memahami dari firman Tuhan bahwa Dia setia, bahwa Dia menyukai orang yang jujur dan membenci orang yang curang, dan hanya orang jujur yang dapat diselamatkan dan memasuki kerajaan surga. Itulah sebabnya Tuhan terus-menerus menuntut agar kita bersikap jujur, dan agar kita menyelesaikan masalah motif kita yang penuh kebohongan dan kecurangan. Namun dalam kehidupan nyata, setiap kali sesuatu menyentuh reputasi dan statusku, aku tak mampu menahan diriku untuk berbohong dan menipu. Tanpa penghakiman dan penyingkapan firman Tuhan, tanpa hajaran dan pendisiplinan-Nya, aku tidak akan pernah sungguh-sungguh bertobat, menjauh dari kebohongan, dan menerapkan kebenaran sebagai orang yang jujur.

Beberapa tahun yang lalu, aku melaksanakan tugas sebagai pemimpin gereja. Suatu hari pemimpinku memintaku untuk menghadiri pertemuan rekan kerja. Aku sangat senang. Aku memikirkan tentang betapa kerasnya aku telah bekerja di gereja belakangan ini, mengadakan pertemuan dan persekutuan setiap hari, dan sebagian besar saudara-saudari terlibat secara aktif dalam tugas mereka. Beberapa kelompok telah membuat banyak kemajuan, jadi aku yakin pertemuan ini akan menjadi kesempatan bagiku untuk menonjol. Aku bisa menunjukkan kepada pemimpin dan para rekan sekerja betapa cakapnya diriku, bahwa aku lebih baik daripada orang lain. Ketika aku tiba, aku melihat Saudari Liu tampak cemas, dan dia berkata sambil mengeluh, "Bagaimana pekerjaanmu dalam menyirami dan mendukung saudara-saudari? Kami sedang mengalami kesulitan. Aku pasti tidak memiliki kenyataan kebenaran. Ada banyak masalah yang tak mampu kuselesaikan." Aku tersenyum dan berkata, "Pekerjaan menyirami berjalan cukup baik di gereja kami, jauh lebih baik daripada sebelumnya." Saat itu juga pemimpin datang dan mulai bertanya tentang pekerjaan penyiraman di gereja-gereja. Kupikir ini adalah kesempatanku untuk bersinar, jadi aku harus menunjukkan penampilanku yang terbaik. Anehnya, dia tidak bertanya kepada kami tentang keberhasilan kami dalam pekerjaan penyiraman, tetapi malah bertanya tentang kesulitan-kesulitan apa yang muncul, bagaimana semua itu telah diselesaikan melalui mempersekutukan kebenaran, dan kesulitan mana yang belum diselesaikan. Aku panik. Secara umum, aku hanya mengatur pekerjaan dan sama sekali tidak mengetahui rinciannya, jadi aku sama sekali tidak melakukan penyiraman apa pun secara nyata. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Apa yang harus kukatakan ketika pemimpin bertanya kepadaku? Jika aku mengatakan yang sebenarnya, akankah dia berpikir bahwa aku tidak melakukan pekerjaan praktis? Aku baru saja menyombongkan diri kepada Saudari Liu, mengatakan bahwa pekerjaan yang menjadi tanggung jawabku telah berjalan dengan baik. Jika aku tak mampu menjelaskan rinciannya, bukankah dia akan mengatakan aku hanya omong besar? Apa yang dapat kulakukan? Aku merasa semakin khawatir. Saat itu, Saudara Zhou berbicara tentang beberapa masalah yang mereka hadapi dalam pekerjaan penyiraman di gereja mereka dan kerusakan yang dia singkapkan dalam pekerjaannya. Kemudian dia menjelaskan bagaimana dia mencari kebenaran untuk menyelesaikan hal-hal ini. Dia menjelaskannya dengan cara yang sangat praktis dan terperinci, yang menunjukkan kepada kami jalan penerapannya. Aku sungguh merasa malu setelah mendengar persekutuannya. Mengetahui bahwa aku belum melakukan pekerjaan praktis, aku menundukkan kepalaku dan wajahku memerah. Pemimpin kemudian memintaku untuk berbicara. Aku sangat terkejut. Apa yang harus kukatakan? Aku tidak punya penjelasan rinci untuk dibagikan, dan hanya gambaran umum yang menunjukkan bahwa aku tidak melakukan pekerjaan praktis. Apa yang akan orang pikirkan tentang diriku jika aku mengatakan yang sebenarnya? Aku merasa tidak bisa berterus terang. Jadi aku hanya berkata, "Keadaanku hampir sama dengan keadaan Saudara Zhou. Jadi aku tidak perlu mengulanginya." Pemimpin mendengarkan dan tidak mengatakan apa pun, lalu memulai pertemuan dengan membaca firman Tuhan. Dalam pertemuan itu, aku merasa seolah-olah telah mencuri sesuatu dari seseorang. Aku benar-benar gelisah, takut akan tibanya hari saat pemimpinku memeriksa atau mengawasi pekerjaanku, lalu mengetahui bahwa penerapanku tidak seperti penerapan Saudara Zhou, dan memberhentikanku dari tugasku karena tidak melakukan pekerjaan praktis, karena berbohong dan menipu. Kecemasanku semakin bertambah tetapi aku tidak punya keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya. Aku diam-diam bertekad, "Aku benar-benar harus bekerja seperti yang dilakukan Saudara Zhou untuk menebus ketidakjujuranku hari ini."

Ketika aku kembali ke gereja, aku langsung menemui para diaken dan pemimpin kelompok, memberikan persekutuan yang terperinci secara pribadi, dan meminta mereka untuk segera membagikannya dalam persekutuan. Kemudian aku mengendarai sepedaku ke rumah Saudari Lyu. Aku memberi tahu dia tentang jalan penerapan Saudara Zhou secara terperinci, dan memintanya untuk membagikannya kepada saudara-saudari lainnya dalam tugas penyiraman. Tiga hari berlalu begitu saja dan aku dengan senang hati menunggu untuk memanen buah dari kerja kerasku. Di luar dugaanku, mereka mengatakan kepadaku bahwa mereka telah menghadapi banyak masalah dalam pekerjaan penyiraman mereka, beberapa dari masalah tersebut tidak dapat mereka selesaikan, dan bahwa para petobat baru telah tertipu oleh kebohongan PKT dan para pendeta agamawi karena mereka tidak disirami pada waktunya, sehingga mereka tidak berani lagi datang ke pertemuan. Pikiranku terguncang. Bagaimana itu bisa terjadi? Aku bergegas kembali ke rumah Saudari Lyu dan begitu dia melihatku, dia berkata dengan cemas, "Sekarang apa yang harus kita lakukan tentang masalah dengan pekerjaan penyiraman kita ini? Aku benar-benar tidak tahu." Aku sama sekali tidak tahu harus berkata apa. Aku telah secara khusus mengajarnya melalui persekutuan dan telah menjelaskan dengan sangat rinci dalam persekutuanku, tetapi dia tetap tidak mengerti. Aku bertanya-tanya apa yang salah dengan orang-orang itu. Aku telah bersekutu dengan sangat jelas, tetapi mereka tetap tidak mengerti. Apa yang akan dipikirkan pemimpin tentang diriku jika pekerjaanku tidak dilakukan dengan baik? Semakin aku memikirkannya, semakin aku merasa frustrasi dan tertekan. Aku terjaga dan gelisah di tempat tidurku, tak bisa tidur, merasa sama sekali lelah tak berdaya. Akhirnya aku datang ke hadapan Tuhan dalam doa: "Ya Tuhan, aku telah bekerja jauh lebih keras dalam tugasku beberapa hari terakhir ini, tetapi aku belum menyelesaikan apa pun. Aku tidak bisa merasakan bimbingan-Mu, dan aku hidup dalam kegelapan. Ya Tuhan, apakah aku sedang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak-Mu, membangkitkan rasa jijik dan kebencian-Mu? Kumohon berilah aku pencerahan agar aku mampu memahami keadaanku sendiri."

Kemudian aku membaca firman yang menyingkapkan dari Tuhan ini: "Apakah tujuan dan niatmu dibuat dengan mempertimbangkan diri-Ku dalam pikiranmu? Apakah semua kata-kata dan tindakanmu dikatakan dan dilakukan di hadirat-Ku? Aku memeriksa semua pikiran dan gagasanmu. Apakah engkau tidak merasa bersalah? Engkau menyamarkan diri agar dilihat orang dan engkau dengan tenang menunjukkan sikap membenarkan diri; engkau melakukan ini untuk melindungi dirimu sendiri. Engkau melakukan ini untuk menyembunyikan kejahatanmu, dan engkau bahkan mencari cara untuk mendorong kejahatan itu kepada orang lain. Betapa pengkhianatan itu tinggal di dalam hatimu!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 13"). "Jangan bertindak dengan satu cara di depan orang lain tetapi bertindak dengan cara lain tanpa sepengetahuan mereka; Aku melihat dengan jelas semua yang engkau lakukan dan meskipun engkau dapat mengelabui orang lain, engkau tidak dapat mengelabui-Ku. Aku melihat semuanya dengan jelas. Engkau tidak mungkin dapat menyembunyikan apa pun; semua berada di dalam tangan-Ku. Jangan menganggap dirimu sangat cerdas karena membuat perhitungan kecilmu demi keuntunganmu. Kukatakan kepadamu: sebanyak apa pun rencana yang dapat dihasilkan manusia, mungkin seribu atau sepuluh ribu rencana, pada akhirnya mereka tidak dapat melarikan diri dari telapak tangan-Ku. Segala sesuatu dan benda-benda dikendalikan oleh tangan-Ku, apalagi satu orang! Jangan mencoba menghindari-Ku atau bersembunyi, jangan berusaha menipu atau merahasiakan. Mungkinkah engkau tetap tidak melihat bahwa wajah-Ku yang mulia, murka-Ku dan penghakiman-Ku telah dinyatakan secara terbuka? Siapa pun yang tidak menginginkan-Ku dengan tulus, Aku akan segera menghakimi mereka dan tanpa belas kasihan. Belas kasihan-Ku telah berakhir dan tidak ada lagi yang tersisa. Jangan menjadi munafik lagi dan hentikan cara-caramu yang liar dan sembrono" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 44"). Setelah membaca firman Tuhan, aku merenungkan diriku sendiri. Aku telah bergegas mengadakan pertemuan dan persekutuan dengan para diaken dan pemimpin kelompok, tetapi untuk apa semua itu? Apakah aku benar-benar melakukannya demi pekerjaan gereja, demi kehidupan saudara-saudariku? Apakah aku melakukannya demi menyelesaikan masalah praktis mereka? Lalu aku teringat bagaimana aku telah berbohong dalam pertemuan itu. Ketika pemimpin bertanya tentang pekerjaan penyiraman, aku tahu betul bahwa aku belum melakukan pekerjaan praktis apa pun, tetapi aku menipu agar aku tidak tampak seperti orang bodoh, sehingga orang tidak akan mengetahui keadaanku yang sebenarnya atau memandang rendah diriku. Aku telah bergegas kembali ke gereja untuk mengisi kekurangan di pekerjaanku supaya pemimpin tidak tahu aku telah berbohong. Aku menyadari bahwa aku telah bekerja sangat keras hanya untuk menutupi kebohonganku, untuk menutupi kebenaran bahwa aku belum melakukan pekerjaan praktis, dan demi reputasi dan statusku sendiri. Aku hanya meniru jalan penerapan yang telah dipersekutukan Saudara Zhou bukannya benar-benar memahami kesulitan saudara-saudari yang sebenarnya dan menyelesaikan masalah-masalah mereka dengan mempersekutukan kebenaran. Aku telah ceroboh dalam tugasku, menyembunyikan motif yang tercela itu. Bagaimana itu bisa sejalan dengan kehendak Tuhan? Tuhan melihat lubuk hati kita yang terdalam, jadi bagaimana mungkin Dia tidak jijik dengan diriku yang mencoba memperdaya, menipu, dan mengelabui-Nya seperti itu? Kegelapan yang kualami merupakan cara Tuhan untuk menghajar dan mendisiplinkan diriku. Menyadari hal ini membuatku merasa agak takut dan aku berpikir untuk melakukan kebenaran dan bersikap terbuka di pertemuan berikutnya. Namun aku merasa agak khawatir, berpikir tentang bagaimana aku telah mengatakan kebohongan besar seperti itu. Apa yang akan orang lain pikirkan tentang diriku jika aku mengakuinya? Apakah mereka akan mengatakan aku licik?

Kemudian aku membaca bagian lain dari firman Tuhan. "Ketika engkau berbohong, engkau tidak langsung kehilangan muka, tetapi di dalam hatimu, engkau merasa telah sama sekali dicela, dan hati nuranimu akan menuduhmu tidak jujur. Jauh di lubuk hati, engkau akan membenci dan mencela dirimu sendiri, dan akan berpikir, 'Mengapa hidupku begitu menyedihkan? Apakah benar-benar sulit untuk mengatakan kebenaran? Haruskah aku mengatakan kebohongan ini hanya demi reputasiku? Mengapa hidup begitu melelahkan bagiku?' Engkau tidak harus menjalani kehidupan yang melelahkan, tetapi engkau belum memilih jalan kemudahan dan kebebasan. Engkau telah memilih jalan untuk mempertahankan reputasi dan keangkuhanmu, jadi bagimu, hidup sangatlah melelahkan. Reputasi apa yang kaudapatkan dengan berbohong? Reputasi adalah hal yang hampa, dan sama sekali tidak bernilai. Dengan berbohong, engkau menjual integritas dan martabatmu. Kebohongan ini menyebabkan engkau kehilangan martabatmu dan tidak memiliki integritas di hadapan Tuhan. Tuhan tidak berkenan akan hal ini dan Dia membencinya. Jadi apakah itu layak? Apakah jalan ini benar? Tidak, tidak benar, dan dengan mengikuti jalan ini engkau tidak sedang hidup dalam terang. Ketika engkau tidak hidup dalam terang, engkau merasa lelah. Engkau selalu berbohong dan berusaha membuat kebohonganmu terdengar dapat dipercaya, memeras otakmu untuk memikirkan hal-hal omong kosong untuk diucapkan, menyebabkan dirimu sangat menderita, sampai pada akhirnya engkau berpikir, 'Aku tidak boleh berbohong lagi. Aku akan berdiam diri dan berbicara sedikit saja.' Namun engkau tidak mampu menahan dirimu. Mengapa bisa begini? Engkau tidak dapat melepaskan hal-hal seperti reputasi dan gengsimu, jadi engkau hanya dapat mempertahankannya dengan kebohongan. Engkau merasa bahwa engkau dapat memakai kebohongan untuk mempertahankan hal-hal ini, tetapi sebenarnya, engkau tidak bisa. Kebohonganmu bukan saja tidak berhasil mempertahankan integritas dan martabatmu, tetapi, yang lebih penting, engkau telah kehilangan kesempatan untuk mengamalkan kebenaran. Bahkan jika engkau telah mempertahankan reputasi dan gengsimu, engkau telah kehilangan kebenaran; engkau telah kehilangan kesempatan untuk melakukan kebenaran, serta kesempatan untuk menjadi orang yang jujur. Ini adalah kerugian terbesar" ("Hanya dengan Bersikap Jujur, Orang Dapat Hidup dalam Keserupaan dengan Manusia Sejati" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Setiap perkataan firman Tuhan langsung masuk ke hatiku. Aku mempertahankan reputasiku setelah mengatakan kebohonganku, tetapi aku tidak bisa merasakan sedikit pun kebahagiaan. Sebaliknya, aku merasa tidak tenang, terus-menerus merasa buruk tentang apa yang telah kulakukan. Terkadang aku tidak mau menatap mata orang ketika aku berbicara, takut mereka akan melihat tipu dayaku dan tidak akan memercayaiku lagi. Aku bahkan mencoba segala macam cara untuk menutupi kebohonganku, untuk membuatnya dapat dipercaya. Itu adalah cara hidup yang sulit dan melelahkan, dan aku tidak dapat menemukan kelegaan. Aku telah berbohong dan menipu, dan aku hidup dengan cara yang tidak bermartabat dan hina. Karena tidak mau lagi menutupi kebohonganku, aku berdoa kepada Tuhan untuk mengaku dan bertobat dan bertekad akan meninggalkan dagingku dan berterus terang saat aku bertemu saudara-saudari.

Pemimpin datang untuk menghadiri pertemuan bersama kami beberapa hari kemudian dan aku merasa itu adalah Tuhan yang memberiku kesempatan untuk melakukan kebenaran. Aku berdoa, "Ya Tuhan, aku bersedia menyingkapkan kebohongan dan kecuranganku. Kumohon berikanlah aku tekad untuk melakukan kebenaran." Ketika aku tiba, aku mengetahui bahwa pemimpin telah datang untuk memilih seorang rekan kerja dari antara kami para pemimpin gereja. Pergumulan batin muncul dalam diriku. Dari antara kami para pemimpin gereja, kualitas dan prestasiku agak lebih baik daripada yang lain jadi mungkin mereka telah melihatku sebagai calon yang cocok. Namun jika aku mengatakan yang sebenarnya dan menyingkapkan kebohonganku, apakah mereka akan meremehkanku? Apakah mereka akan berpikir aku terlalu licik, dan tidak memilihku? Bagaimana aku bisa memperlihatkan wajahku lagi jika orang lain yang terpilih? Kurasa aku tidak bisa membicarakan tentang kebohonganku Tepat ketika aku menundukkan kepala sambil memikirkan hal ini, pemimpin memintaku untuk menceritakan keadaanku belakangan ini. Dengan terbata-bata, aku berusaha menyembunyikan keadaanku yang sebenarnya. "Aku berada dalam keadaan yang baik. Ketika menghadapi kesulitan-kesulitan, aku tahu cara berdoa kepada Tuhan dan mencari kebenaran untuk menyelesaikannya. ..." Setelah mengatakan ini, aku merasa telah melakukan hal yang memalukan dan aku dipenuhi dengan kecemasan. Aku berkeringat. Melihatku terus menyeka keringat, pemimpin memberiku secangkir air panas dan dengan ramah bertanya apakah aku sedang sakit flu. Aku berkata, "Aku tidak tahu kenapa, aku hanya merasa cemas dan tidak bisa berhenti berkeringat." Sebenarnya, aku tahu betul bahwa itu karena aku kembali berbohong dan tidak melakukan kebenaran. Aku berdoa dalam hati kepada Tuhan: "Ya Tuhan, aku telah berulang kali berbohong, dengan keras kepala menolak untuk melakukan kebenaran. Aku sangat keras, sangat memberontak. Kumohon bimbinglah aku supaya aku bisa melakukan kebenaran dan menjadi orang yang jujur."

Saudari Liu kemudian menyarankan agar kami menyanyikan sebuah lagu pujian dari firman Tuhan. "Kejujuran berarti memberikan hatimu kepada Tuhan, bersungguh-sungguh kepada Tuhan dalam segala sesuatu, terbuka kepada-Nya dalam segala sesuatu, tidak pernah menyembunyikan yang sebenarnya, tidak berusaha menipu mereka yang di atas dan di bawahmu, dan tidak melakukan sesuatu semata-mata demi mengambil hati Tuhan. Singkatnya, jujur berarti kudus dalam tindakan dan perkataanmu, dan tidak menipu baik Tuhan maupun manusia. Jika kata-katamu dipenuhi dengan alasan dan pembenaran diri yang tidak ada nilainya, maka Aku katakan bahwa engkau adalah seseorang yang benci untuk melakukan kebenaran. Jika engkau memiliki banyak rahasia yang enggan engkau bagikan, jika engkau sama sekali menolak menyingkapkan rahasiamu—kesulitan-kesulitanmu—di depan orang lain untuk mencari jalan terang, maka Aku katakan bahwa engkau adalah seseorang yang tidak akan memperoleh keselamatan dengan mudah, dan yang tidak akan dengan mudah keluar dari kegelapan. Jika mencari jalan kebenaran sangat menyenangkanmu, maka engkau adalah seorang yang selalu tinggal dalam terang" ("Tuhan Memberkati Mereka yang Jujur" dalam "Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru"). Sementara aku menyanyikan lagu pujian ini, aku merasa tertekan dan malu. Aku telah berdoa sebelum pertemuan itu karena aku ingin berterus terang tentang bagaimana aku telah berbohong dan curang, tetapi ketika aku mengetahui pemimpin sedang memilih seseorang untuk bekerja bersamanya, aku tidak mau menyingkapkan apa pun tentang diriku. Aku takut pemimpin dan para rekan sekerja mengetahui bahwa aku tidak melakukan pekerjaan praktis dan bahkan berbohong, bahwa mereka akan mengatakan aku terlalu licik dan tidak akan memilihku untuk kedudukan itu. Lalu aku akan kehilangan kesempatan untuk menjadi seorang pemimpin. Aku begitu curang! Tuhan melihat segalanya. Aku mungkin bisa menipu orang lain, tetapi aku tidak bisa menipu Tuhan. Firman ini sangat menginspirasiku: "Jika engkau memiliki banyak rahasia yang enggan engkau bagikan, jika engkau sama sekali menolak menyingkapkan rahasiamu—kesulitan-kesulitanmu—di depan orang lain untuk mencari jalan terang, maka Aku katakan bahwa engkau adalah seseorang yang tidak akan memperoleh keselamatan dengan mudah, dan yang tidak akan dengan mudah keluar dari kegelapan." Aku merasa jauh lebih tidak nyaman. Bukankah orang yang memiliki banyak kepercayaan diri yang enggan dia bagikan itu adalah diriku, sebagaimana yang Tuhan katakan? Aku sudah tahu betul bahwa aku tidak memahami hal-hal spesifik dalam pekerjaan penyiraman, tetapi ketika pemimpin bertanya kepadaku tentang hal itu, aku telah menipu, dan telah sengaja berbohong kepadanya, dan ketika aku kembali ke gereja, aku tidak membuka diri kepada orang lain untuk menyingkapkan kerusakanku dan kesalahan dalam pekerjaanku. Aku malah berusaha menutupi kebohonganku dan terus berbohong sembari terus terlihat melakukan tugasku. Bagaimana itu bisa dikatakan melakukan tugasku? Semua itu adalah demi melindungi reputasi dan statusku. Aku mencoba membodohi Tuhan, dan menyesatkan orang. Dan sekali lagi, untuk mendapatkan kedudukan baru ini, aku dengan berani melanggar janjiku, menipu Tuhan dan manusia. Aku berbohong dan bersikap curang dari waktu ke waktu! Firman dari Tuhan ini kemudian terpikir olehku: "Tetapi hendaknya perkataanmu demikian, Jika ya katakan ya, jika tidak katakan tidak: Karena semua yang di luar itu datangnya dari si jahat" (Matius 5:37). "Engkau adalah anak bapamu yang jahat dan keinginan bapamu itu yang engkau lakukan. Ia adalah pembunuh sejak awal, dan tidak hidup dalam kebenaran, karena tidak ada kebenaran di dalamnya. Ketika ia berbohong, ia berbicara dari dirinya sendiri: karena ia adalah pendusta, dan bapa dari segala dusta" (Yohanes 8:44). Aku tahu betul bahwa Tuhan menyukai orang yang jujur, tetapi aku telah berbohong dan menutupi kebohonganku berulang kali, berusaha menipu Tuhan dan saudara-saudariku. Apa bedanya diriku dengan Iblis? Apakah aku memiliki kemanusiaan yang layak barang sedikit pun? Jika aku tidak bertobat dan berubah, aku tahu aku akan berakhir sama seperti Iblis. Pemikiran ini menakutkanku, jadi aku berdoa kepada Tuhan dan aku mengumpulkan keberanian untuk merobek reputasiku sampai hancur. Aku menyingkapkan kebohongan dan penyembunyian fakta yang telah kulakukan dan motifku yang licik dan hina dengan sangat terperinci, tanpa menyisakan kebohongan sedikit pun. Setelah aku mengaku sepenuhnya, aku merasa seakan-akan beban yang berat telah terangkat dan tiba-tiba aku merasa jauh lebih santai. Aku merasa bebas dan tenang di hatiku.

Saudara-saudari tidak mencibirku dan pemimpin bahkan membacakan satu bagian firman Tuhan kepadaku. "Ketika orang terlibat dalam kecurangan, berasal dari manakah niat ini? Watak macam apa yang mereka singkapkan? Mengapa mereka dapat mengungkapkan watak semacam ini? Apa akarnya? Akarnya adalah orang-orang melihat kepentingan diri mereka sebagai sesuatu yang lebih penting daripada apa pun. Mereka terlibat dalam kecurangan agar dapat menguntungkan diri mereka sendiri, dan karena itu watak mereka yang curang tersingkap. Bagaimana seharusnya masalah ini diselesaikan? Pertama, engkau harus melepaskan kepentinganmu sendiri. Membuat orang melepaskan kepentingan mereka sendiri adalah hal tersulit untuk dilakukan. Kebanyakan orang hanya mencari keuntungan; kepentingan orang adalah hidup mereka, dan membuat mereka melepaskan hal-hal itu sama saja dengan memaksa mereka untuk menyerahkan hidup mereka. Jadi, apa yang harus engkau lakukan? Engkau harus belajar melepaskan, meninggalkan, menderita, dan menanggung rasa sakit karena melepaskan kepentingan yang engkau cintai. Setelah engkau menanggung rasa sakit ini dan melepaskan beberapa kepentinganmu, engkau akan merasa sedikit lega dan sedikit terbebaskan, dan dengan cara ini, engkau akan mengalahkan dagingmu. Namun, jika engkau berpegang teguh pada kepentinganmu dan gagal untuk melepaskannya dengan berkata, 'Aku telah berlaku curang, memangnya kenapa? Tuhan tidak menghukumku, jadi apa yang bisa dilakukan orang kepadaku? Aku tidak akan melepaskan apa pun!' Ketika engkau tidak melepaskan apa pun, tidak ada orang lain yang menderita kerugian; engkaulah yang pada akhirnya kalah. Ketika engkau mengenali watakmu sendiri yang rusak, ini sebenarnya adalah kesempatan bagimu untuk masuk, maju, dan berubah; ini adalah kesempatan bagimu untuk datang ke hadapan Tuhan dan menerima pemeriksaan-Nya serta penghakiman dan hajaran-Nya. Selain itu, ini adalah kesempatan bagimu untuk memperoleh penyelamatan. Jika engkau menyerah dalam mencari kebenaran, itu sama saja dengan melepaskan kesempatan untuk memperoleh penyelamatan dan menerima penghakiman dan hajaran. Jika engkau menginginkan keuntungan, bukan kebenaran, dan keuntunganlah yang telah kaupilih, maka, pada akhirnya, keuntunganlah yang akan kauperoleh, walaupun engkau harus melepaskan kebenaran. Katakan kepadaku: ini suatu kerugian atau keuntungan? Keuntungan tidaklah kekal. Status, harga diri, uang, hal-hal materi—semuanya bersifat sementara. Ketika engkau telah menolak unsur dari watakmu yang rusak ini, mendapatkan aspek kebenaran ini, dan memperoleh keselamatan, engkau akan menjadi orang yang berharga di hadapan Tuhan. Terlebih lagi, kebenaran yang diperoleh manusia adalah kekal; Iblis tidak dapat mengambil kebenaran ini dari mereka, orang lain juga tidak dapat mengambilnya. Engkau telah melepaskan kepentinganmu, tetapi apa yang telah engkau peroleh adalah kebenaran dan penyelamatan; hasil ini menjadi milikmu. Engkau memperolehnya untuk dirimu sendiri. Jika orang memilih untuk mengamalkan kebenaran, bahkan jika mereka telah kehilangan kepentingan diri mereka sendiri, mereka sedang mendapatkan penyelamatan Tuhan dan hidup yang kekal. Orang-orang itu adalah yang paling cerdas. Jika orang mendapat keuntungan dengan mengorbankan kebenaran, yang hilang dari mereka adalah kehidupan dan penyelamatan Tuhan; orang-orang itu adalah yang paling bodoh. Dalam hal apa yang akhirnya akan dipilih seseorang—kepentingan diri sendiri atau kebenaran—ini adalah masalah yang menyingkapkan seseorang lebih daripada apa pun. Mereka yang mencintai kebenaran akan memilih kebenaran; mereka akan memilih untuk tunduk di hadapan Tuhan, dan mengikuti Dia. Mereka lebih suka mengabaikan kepentingan mereka sendiri. Sebanyak apa pun mereka harus menderita, mereka bertekad untuk memberikan kesaksian untuk memuaskan Tuhan. Ini adalah jalan mendasar untuk mengamalkan kebenaran dan memasuki kenyataan kebenaran" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Mengetahui Watak Orang adalah Landasan untuk Mengubahnya"). Mendengar firman Tuhan ini mencerahkan hatiku. Aku merenungkan tentang bagaimana aku telah berbohong dan menipu dari waktu ke waktu terutama karena aku terlalu peduli pada reputasi dan kedudukan, dan karena aku memiliki natur yang curang. Aku telah dididik dan dicuci otaknya oleh Iblis sejak aku masih kecil dan telah menyerap begitu banyak racunnya seperti "Tiap orang bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan yang ketinggalan akan dimangsa," "Seperti pohon hidup untuk kulitnya, manusia hidup untuk martabat dan nama baiknya," "Kebohongan akan menjadi kebenaran jika diulang sepuluh ribu kali," "Manusia tidak bisa mencapai apa pun tanpa berbohong," "Berpikirlah sebelum berbicara lalu bicaralah dengan berhati-hati" dan sebagainya. Falsafah iblis itu telah menjadi hukum-hukumku untuk bertahan hidup. Aku hidup menurut falsafah-falsafah itu, menjadi semakin egois, curang, dan munafik. Aku hanya memikirkan kepentinganku sendiri dan tidak mampu untuk tidak berbohong dan menipu untuk tujuan itu. Meskipun aku merasa bersalah dan mencela diriku sendiri setelah berbohong dan aku ingin bertobat kepada Tuhan dan membuka diri kepada orang lain, ketakutanku dipermalukan dan ditertawakan membuatku terus menutupi kebohonganku dan berpura-pura baik. Aku tidak mau membuka diri dan menyingkapkan motif licik dan perilakuku yang suka menipu. Khususnya aku tidak punya keberanian untuk mengesampingkan reputasiku dan bersikap jujur, berpikir bahwa saat aku mengatakan yang sebenarnya, orang akan melihat diriku yang sebenarnya, dan mereka tidak akan lagi menganggapku hebat. Aku lebih suka bergumul dalam kegelapan dan penderitaan daripada melakukan kebenaran dan bersikap jujur. Aku memahami betapa dalamnya aku telah dirusak Iblis! Tanpa Tuhan menyingkapkanku dengan cara itu, tanpa penghakiman dan penyingkapan firman-Nya, aku tidak akan pernah memahami betapa liciknya naturku, dan aku tidak akan termotivasi untuk melakukan kebenaran dan menyingkapkan diriku yang sebenarnya. Aku kemudian menyadari bahwa penghakiman dan hajaran adalah perbuatan Tuhan yang sedang melindungi dan menyelamatkanku, dan aku merasakan betapa pentingnya mengejar kebenaran dan menerapkan sikap jujur.

Sejak saat itu, aku bertekad untuk berlatih selalu mengatakan yang sebenarnya dan menjadi orang yang jujur. Setelah beberapa saat, aku mendapati bahwa seorang pemimpin yang bergabung dengan kami dalam pertemuan terkadang bersikap sombong dan merasa dirinya benar dan tidak mudah menerima saran orang lain. Aku ingin membahas hal itu dengannya beberapa kali, tetapi kemudian kupikir, "Semuanya baik dan bagus jika dia menerima apa yang kukatakan, tetapi jika tidak, apa yang akan dia pikirkan tentang diriku?" Aku memutuskan untuk menunggu sebelum mengambil tindakan. Suatu hari dia bertanya kepadaku, "Saudari, kita telah cukup lama saling mengenal satu sama lain. Jika kau melihat ada masalah dalam diriku, kumohon beritahukan kepadaku. Itu akan sangat membantuku." Aku menatapnya dan ingin berkata, "Aku belum melihat kesalahan apa pun. Kau hebat." Namun aku menyadari bahwa itu adalah penipuan, jadi aku berdoa kepada Tuhan dan membuat diriku bersedia menerima pemeriksaan-Nya. Aku tidak boleh terus berbohong dan menipu, membuat Tuhan merasa jijik. Jadi, aku berterus terang dan memberi tahu dia tentang masalahnya. Dia mendengarkan, lalu dengan cepat mengangguk dan berkata, "Syukur kepada Tuhan! Aku tidak akan pernah menyadari hal ini jika kau tidak memberitahuku. Aku benar-benar perlu merenungkan diriku sendiri dan memahami masalah ini." Aku sangat senang saat melihat dia bisa menerimanya. Aku merasakan kedamaian dan kebebasan yang luar biasa dan benar-benar mengalami betapa indahnya melakukan kebenaran dan menjadi orang yang jujur!

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait