Beban Adalah Berkat Tuhan

18 Januari 2022

Oleh Saudari Yong Sui, Korea

Dalam pemilihan di gereja belum lama ini, aku terpilih sebagai pemimpin. Aku terkejut saat mendengar ini dan tidak berani memercayainya. Aku? Seorang pemimpin? Bagaimana bisa? Seorang pemimpin gereja harus mampu bersekutu tentang kebenaran untuk menyelesaikan masalah saudara-saudari dalam jalan masuk kehidupan mereka, tetapi aku masih muda dengan pengalaman hidup yang terbatas. Selain itu, aku belum pernah memegang posisi kepemimpinan. Apakah aku siap untuk tugas itu? Ini cukup lama menggangguku, dan bagaimana pun aku melihatnya, aku merasa tidak memiliki yang diperlukan untuk melakukan tugas itu, bahwa aku tidak bisa menerimanya. Jika aku menerimanya, kemudian bekerja dengan buruk, bukankah itu akan merugikan rumah Tuhan dan saudara-saudariku? Lalu, semua orang akan melihat jati diriku, melihat siapa aku sebenarnya, dan itu akan sangat memalukan. Aku memiliki banyak alasan, tetapi seorang saudari membacakanku kutipan firman Tuhan ini: "Makan dan minum firman Tuhan, menerapkan kehidupan doa, menerima beban Tuhan, dan menerima apa yang Tuhan percayakan kepadamu—semua ini bertujuan untuk membuka jalan di hadapanmu. Semakin berat beban kepercayaan Tuhan yang engkau pikul, semakin mudah bagimu untuk disempurnakan oleh-Nya. ... Jika engkau adalah orang yang memperhatikan kehendak Tuhan, engkau akan mengembangkan beban sejati bagi gereja. Sebenarnya, alih-alih menyebutnya beban bagi gereja, lebih tepat menyebutnya sebagai beban yang kautanggung bagi hidupmu sendiri, karena tujuan dari beban yang engkau kembangkan bagi gereja ini dimaksudkan agar engkau menggunakan pengalaman semacam itu untuk disempurnakan oleh Tuhan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perhatikan Kehendak Tuhan Agar Dapat Mencapai Kesempurnaan"). Mendengar firman Tuhan ini membantuku sedikit memahami bahwa menerima kepercayaan itu adalah Tuhan memberiku kesempatan untuk melatih diriku. Meskipun aku penuh kekurangan, melakukan tugas itu bukan hanya tentang memimpin dan memecahkan masalah orang lain, tetapi juga tentang meningkatkan fokusku untuk memasuki kebenaran melalui tugasku. Yang terpenting, aku perlu mencari kebenaran untuk mengatasi masalahku sendiri; itu adalah satu-satunya cara menggunakan pengalaman nyataku untuk membantu saudara-saudari dengan kesulitan mereka. Tuhan memercayakan aku dengan amanat itu juga berarti Dia memberiku beban. Sebagai seorang pemimpin gereja, aku harus menyibukkan diri dengan segala macam masalah gereja, berurusan dengan banyak orang, hal, dan peristiwa, serta menangani sejumlah masalah, lalu belajar cara menggunakan kebenaran untuk menyelesaikan masalah. Itu berarti aku bisa membuat kemajuan lebih cepat dalam pemahamanku tentang kebenaran dan aku akan lebih mungkin disempurnakan oleh Tuhan. Aku juga diingatkan akan kutipan firman Tuhan ini: "Jika engkau tidak mencari kesempatan untuk disempurnakan oleh Tuhan, dan tidak berjuang untuk mendahului yang lain dalam pencarianmu akan penyempurnaan, pada akhirnya engkau akan sungguh-sungguh dipenuhi penyesalan mendalam. Saat ini adalah kesempatan terbaik untuk disempurnakan; sekaranglah waktu yang paling baik. Jika engkau tidak sungguh-sungguh mencari untuk disempurnakan oleh Tuhan, begitu pekerjaan-Nya telah selesai dilakukan, semua akan terlambat—engkau akan melewatkan kesempatan ini. Sebesar apa pun keinginanmu, jika Tuhan tidak lagi melakukan pekerjaan-Nya, betapa pun besar usaha yang engkau lakukan, engkau tidak akan dapat mencapai kesempurnaan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perhatikan Kehendak Tuhan Agar Dapat Mencapai Kesempurnaan"). Aku menyadari bahwa kesempatanku melakukan tugas itu berarti kesempatan untuk disempurnakan oleh Tuhan. Dengan pekerjaan Tuhan dalam tahap akhir, tidak tersisa banyak waktu untuk melakukan tugas kita. Menolak amanat itu berarti aku tidak akan memiliki kesempatan lagi nanti saat benar-benar menginginkannya. Akan terlambat untuk menyesal. Aku merasa tidak bisa terus hidup dikendalikan oleh kesulitan, juga tidak bisa hanya memikirkan wajah dan statusku sendiri. Aku harus menerima ini dan tunduk. Aku berdoa kepada Tuhan di dalam hatiku dan berterima kasih kepada-Nya atas kesempatan untuk menerapkan, bersedia bersandar pada Tuhan, serta melakukan tugasku sebaik mungkin.

Yang mengejutkan, aku menemui hambatan pertama hanya beberapa hari setelah menjalankan tugas baruku. Dalam sebuah perkumpulan, pemimpin superior kami membicarakan seorang diaken yang telah menjadi orang percaya selama lebih dari dua tahun, yang memiliki kualitas dan sangat congkak. Dia autokrat dalam tugasnya dan tidak pernah membicarakan apa pun dengan siapa pun. Dia menyebabkan kerugian pada pekerjaan rumah Tuhan. Pemimpin itu bertanya apa pendapat kami tentang orang seperti itu. Menurutku, seseorang yang begitu congkak, tidak bisa bekerja secara harmonis dengan saudara-saudari, tidak cocok menjadi diaken dan harus dicopot. Aku membagikan pendapatku. Namun, lewat persekutuan pemimpin berikutnya baru aku menyadari bahwa diaken ini belum lama menjadi orang percaya, dia dikaruniai kualitas, dan menderita kecongkakan yang parah; tetapi asalkan bisa menerima kebenaran, dia bisa dilatih, dia butuh lebih banyak persekutuan tentang kebenaran untuk membantu dan mendukungnya. Dia juga bisa disingkap dan ditangani, tetapi kita tidak boleh memberhentikan dan menyisihkan dia begitu saja. Ya. Pada awalnya aku merasa meskipun memiliki sudut pandang keliru dan sedikit malu, aku telah memahami prinsip memperlakukan orang dengan adil, jadi pada akhirnya, ini adalah hal yang baik. Namun, aku tahu sebagian besar pemimpin gereja lain sudah memiliki kearifan tentang hal ini, dan aku benar-benar kurang dibandingkan dengan mereka. Pemahamanku tentang kebenaran sangat dangkal, aku tidak memiliki kearifan, dan tidak berprinsip dalam caraku memperlakukan orang lain. Apakah aku benar-benar memiliki kualitas seorang pemimpin? Bertindak sebagai pemimpin membutuhkan pemahaman khusus tentang kebenaran dan wawasan mengenai semua jenis orang. Itu membutuhkan pengetahuan tentang pendekatan yang tepat untuk setiap jenis orang di gereja. Namun, fakta mengungkapkan aku tidak memiliki kualitas itu sama sekali. Memikirkan semua itu membuatku ingin menyerah. Selain itu, aku baru beberapa hari menjalankan tugas itu, tugasku menumpuk, dan aku menemui beberapa kesulitan. Aku merasa tugas itu akan melelahkan dan berat bagiku. Malam itu, hatiku kacau dan aku berpikir bahwa aku pastilah yang paling biasa-biasa saja dari semua pemimpin. Aku telah membuat kesalahan di awal kepemimpinanku—pemimpin superior kami pasti melihat diriku yang sebenarnya, melihat tingkat pertumbuhanku kecil dan berkualitas buruk, serta tak memiliki kearifan. Dia akan berpikir aku tidak memiliki potensi untuk dibina. Apa yang akan saudara-saudari pikirkan tentangku? Akankah mereka mengatakan aku benar-benar kurang wawasan dan memilihku sebagai pemimpin adalah kesalahan? Makin aku memikirkannya, makin aku merasa tidak bisa menunjukkan wajahku sebagai pemimpin. Aku bertanya-tanya apakah aku harus menunjukkan akal dan mengundurkan diri dari posisiku sesegera mungkin. Namun, pikiran itu membuatku tidak nyaman. Tepat setelah menerima amanat itu, aku berdoa kepada Tuhan dan menetapkan tekadku, jadi jika aku dengan angkuh membuangnya, bukankah itu mengkhianati Tuhan? Aku berdoa kepada Tuhan malam itu dan menceritakan dilemaku, meminta Dia membimbingku untuk mengenal diriku, agar mengetahui bagaimana aku harus melewati ini.

Keesokan paginya saat aku membaca Firman Tuhan Harian, aku membaca sesuatu tentang Ayub yang benar-benar membuatku tergerak: "Meskipun status dan kedudukannya yang bergengsi, dia tidak pernah mencintai atau memperhatikan hal-hal ini; dia tidak peduli bagaimana orang lain memandang kedudukannya, dan dia juga tidak peduli apakah tindakan atau perilakunya akan menimbulkan dampak negatif pada kedudukannya; dia tidak memanjakan dirinya dengan berkat status, dan dia juga tidak menikmati kemuliaan yang menyertai status dan kedudukannya. Dia hanya peduli tentang nilai dirinya dan makna penting kehidupannya di mata Tuhan Yahweh. Jati diri Ayub yang sesungguhnya adalah hakikatnya sendiri: dia tidak mencintai ketenaran dan kekayaan, dan tidak hidup demi ketenaran dan kekayaan; dia benar dan murni, serta tanpa kepalsuan" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II"). Dari firman Tuhan, aku melihat meskipun kedudukan Ayub sangat tinggi dan dia adalah orang terbesar di antara orang-orang Timur, dia sendiri tidak pernah peduli tentang bagaimana orang lain melihat atau menilainya. Ketika dihadapkan dengan ujian seluruh tubuhnya dipenuhi bisul, saat dia duduk dalam abu, menggaruk-garuk tubuhnya dengan sepotong beling, dia tidak peduli apakah ini akan berdampak negatif pada status dan posisinya. Meskipun orang-orang di sekitarnya mengejeknya, dia tidak mengambil hati. Ayub tidak mengejar nama dan status—yang penting baginya adalah bagaimana Tuhan akan melihat tindakannya, apakah itu akan memuaskan Tuhan dan mendapatkan persetujuan-Nya. Itu mendorongku untuk merenungkan diriku: Apa yang kupedulikan? Mengapa aku sangat kesal? Yang paling penting bagiku adalah dampak kata-kata dan tindakanku terhadap reputasi dan statusku. Pengalaman baru-baru ini adalah contoh utama. Kelemahanku diperlihatkan, aku tidak tahu cara memperlakukan orang berdasarkan prinsip. Yang bisa kupikirkan hanyalah apakah pemimpin akan memandang rendah aku, apakah saudara-saudari akan menyesal telah memilihku. Aku tidak memikirkan apa pun tentang apa kehendak Tuhan, pelajaran apa yang harus kupelajari, dan kebenaran apa yang harus kuperoleh dari situasi itu. Aku benar-benar fokus pada semua hal yang salah. Aku ingin meninggalkan amanat yang Tuhan percayakan kepadaku hanya untuk menjaga muka dan statusku sendiri. Aku sadar bahwa aku terlalu memberontak, aku terlalu tidak tahu berterima kasih.

Dalam renunganku selanjutnya, aku bertanya-tanya mengapa kesalahan itu membuatku begitu menderita, bahkan sampai tidak ingin melakukan tugasku lagi. Watak apa yang mengendalikanku? Lalu, aku membaca kutipan firman Tuhan ini: "Hal-hal seperti antikristus itu berbahaya dan licik. Mereka berbicara dengan hati-hati, tidak menyingkapkan apa pun, dan jika mereka mengatakan sesuatu yang menyingkapkan diri mereka, mereka memperbaikinya. Bagaimana cara mereka memperbaikinya? Mungkin mereka tidak dapat memperbaikinya secara langsung, dalam hal ini, mereka menjadi tidak bisa tidur di malam hari dan tidak nafsu makan di siang hari; saat mereka duduk, saat mereka berjalan, mereka berpikir: 'Bagaimana aku akan menyelamatkan reputasiku, nama baikku? Bagaimana aku akan mengamankan kedudukanku? Apa yang akan kulakukan agar orang lain tidak memandang rendah diriku dan mengetahui diriku yang sebenarnya?' Semua pemikiran mereka tertuju pada hal-hal ini. Terkadang, mereka mungkin memiliki sedikit kesetiaan atau membayar harga tertentu, dan mereka mungkin melakukan hal-hal yang tampaknya benar dari luar, tetapi di balik tindakan ini ada rahasia yang tidak pernah mereka bagikan. Status dan reputasi antikristus adalah proyek yang mereka kerjakan ketika mereka mulai memahami segala sesuatu dan terus mengerjakannya di sepanjang hidup mereka. Inilah natur esensi antikristus. Jika, suatu hari, mereka melakukan kesalahan dan mempermalukan diri mereka sendiri, membiarkan orang lain melihat bahwa di beberapa tempat, mereka juga keliru, atau cacat, atau tidak memadai, maka mereka tidak menganggap hal ini sebagai peristiwa yang baik, dan mereka tersiksa oleh masalah itu, dan itu membuat mereka cemas, dan mereka tidak merasa nyaman. Mereka tidak bisa tidur, juga tidak nafsu makan, dan mereka sering kali merasa terganggu. Ketika orang lain bertanya kepada mereka mengapa mereka merasa terganggu, mereka mengatakan bahwa tugas mereka telah membuat mereka begitu sibuk sehingga mereka tidak tidur, di mana ini sama sekali tidak benar—mereka melakukan semua yang mereka bisa untuk menipu orang lain. Apa yang ada dalam pikiran mereka? 'Aku telah melakukan kesalahan dan mempermalukan diriku sendiri. Bagaimana aku bisa memulihkan diriku sendiri? Apa yang dapat kulakukan untuk memulihkan diriku sendiri tanpa orang lain melihat apa yang sedang kulakukan? Sikap apa, nada bicara apa yang harus kugunakan untuk menjelaskan masalah ini? Bagaimana caraku berbicara tanpa orang lain menyadari bahwa aku sedang menjelaskan masalah ini?' Mereka memikirkan masalah ini dengan sangat terperinci, mempertimbangkannya dari setiap sudut sedemikian rupa sehingga mereka memutar otak dan tidak memikirkan makan atau minum" ("Mereka Melakukan Tugas Mereka Hanya untuk Membedakan Diri Mereka Sendiri dan Memuaskan Kepentingan dan Ambisi Mereka Sendiri; Mereka tidak Pernah Mempertimbangkan Kepentingan Rumah Tuhan, dan Bahkan Menjual Kepentingan Tersebut sebagai Ganti Kemuliaan Pribadi (Bagian Dua)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Merenungkan firman Tuhan, aku melihat tindak-tandukku persis sama dengan antikristus yang disingkap oleh Tuhan yang hanya memikirkan reputasi dan status mereka sendiri. Aku dipermalukan dengan mengacaukan sesuatu dan saudara-saudariku melihat kelemahanku. Aku merasa itu adalah sesuatu yang sangat memalukan, jadi aku terobsesi dengan pendapat mereka tentangku. Aku bahkan tidak bisa tenang melakukan tugasku di siang hari, dan aku kurang tidur di malam hari karenanya. Itu menghantuiku sepanjang waktu. Yang lain sudah melihatnya, jadi aku tidak bisa menyelamatkan situasi. Aku tidak bisa mendapatkan kembali martabatku dan kehilangan keinginan melakukan tugasku sama sekali, aku merasa jika berhenti, setidaknya aku tidak harus berada dalam posisi gagal, berkinerja buruk, lalu dipandang rendah oleh semua orang. Aku juga diingatkan tentang hal ini dalam firman Tuhan: "Status dan reputasi antikristus adalah proyek yang mereka kerjakan ketika mereka mulai memahami segala sesuatu dan terus mengerjakannya di sepanjang hidup mereka. Inilah natur esensi antikristus" ("Mereka Melakukan Tugas Mereka Hanya untuk Membedakan Diri Mereka Sendiri dan Memuaskan Kepentingan dan Ambisi Mereka Sendiri; Mereka tidak Pernah Mempertimbangkan Kepentingan Rumah Tuhan, dan Bahkan Menjual Kepentingan Tersebut sebagai Ganti Kemuliaan Pribadi (Bagian Dua)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Ini menunjukkan kepadaku, salah satu ciri utama antikristus adalah hanya berbicara dan bertindak demi reputasi dan status mereka sendiri. Itu juga hal-hal yang mereka kejar dan kerjakan sepanjang hidup mereka. Antikristus menempatkan reputasi dan status di atas segalanya. Aku menyadari itu menggambarkanku juga. Sepanjang masa sekolahku, aku selalu ingin menjadi yang teratas di kelas agar guruku mengagumiku dan keluarga serta teman-temanku memujiku. Selama beberapa tahun ini melakukan tugasku di rumah Tuhan, aku tahu secara teori tidak ada gunanya mengejar reputasi dan status, bahwa memiliki hal-hal itu sama sekali tidak berarti memiliki kebenaran. Aku sama sekali tidak mengejar hal semacam itu di permukaan. Namun, jauh di lubuk hati, aku masih mencintai prestise dan ingin tampil baik dalam setiap hal yang kulakukan agar orang lain memuji dan menghormatiku. Saat menerima posisi sebagai pemimpin gereja, aku berharap bisa layak menyandang gelar "pemimpin" dan akan dipuji semua orang segera setelah menjabat. Saat gagal dalam sesuatu, kupikir saudara-saudari akan memandang rendah aku dan reputasi serta statusku akan menderita, jadi aku tidak ingin terus melakukan tugas itu. Aku melihat bahwa aku hanya menghargai citra yang kumiliki di hati orang lain bukannya menghargai kesempatan untuk melakukan tugasku. Saat reputasi dan statusku terancam, aku ingin meninggalkan kepercayaan Tuhan. Aku menganggap reputasi dan statusku di atas segalanya. Aku melihat watak antikristus seperti itulah yang mengalir dalam nadiku, bahwa aku berada di jalan antikristus. Aku berpikir, mengapa saudara-saudariku harus menghormatiku? Aku tidak memiliki kebenaran dan pengalaman nyata, kualitasku buruk, dan aku masih disibukkan dengan statusku. Seseorang seperti aku yang dikendalikan watak iblis masih ingin orang lain memujaku! Betapa tak tahu malunya aku!

Pada saat itu, aku juga memikirkan dan mencari aspek kebenaran ini. Ada kutipan firman Tuhan lain yang kubaca: "Sebagai makhluk ciptaan, ketika engkau datang ke hadapan Sang Pencipta, engkau harus melakukan tugasmu. Ini adalah hal yang tepat untuk dilakukan. Mengingat bahwa manusia harus melakukan tugas makhluk ciptaan, Sang Pencipta telah sekali lagi melakukan pekerjaan yang lebih besar di antara umat manusia. Dia telah melakukan tahap pekerjaan lebih lanjut dalam diri umat manusia. Dan apakah pekerjaan itu? Dia membekali umat manusia dengan kebenaran, memungkinkan mereka untuk mendapatkan kebenaran dari-Nya saat mereka melakukan tugas mereka, dan dengan demikian, menyingkirkan watak rusak mereka dan ditahirkan. Dengan demikian, mereka datang untuk memenuhi kehendak Tuhan dan mulai menempuh jalan yang benar dalam hidup, dan pada akhirnya, mereka mampu untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, mendapatkan penyelamatan penuh, dan tidak lagi mengalami penderitaan yang disebabkan oleh Iblis. Inilah efek utama yang Tuhan ingin umat manusia capai pada akhirnya dengan melakukan tugas mereka. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugasmu, engkau tidak hanya menikmati, di dalam hidupmu, nilai dan makna penting dari melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan. Lebih dari itu, engkau ditahirkan dan diselamatkan, dan pada akhirnya, engkau hidup dalam terang wajah Sang Pencipta. ... Pada saat ini, semua orang yang datang ke hadapan Tuhan dan melakukan tugas mereka sebagai makhluk ciptaan menerima dari Tuhan sesuatu yang paling berharga dan indah di antara umat manusia. Tak satu pun makhluk ciptaan di antara umat manusia yang dapat menerima berkat semacam itu secara kebetulan dari tangan Sang Pencipta. Hal yang begitu indah dan begitu besar diubah oleh para antikristus menjadi sebuah transaksi, di mana mereka meminta mahkota dan upah dari tangan Sang Pencipta. Transaksi semacam itu mengubah sesuatu yang paling indah dan benar menjadi sesuatu yang paling buruk dan jahat. Bukankah ini yang para antikristus lakukan? Dilihat dari sudut pandang ini, apakah para antikristus itu jahat? Mereka memang sangat jahat, dan ini hanyalah perwujudan dari salah satu aspek kejahatan mereka" ("Mereka Melakukan Tugas Mereka Hanya untuk Membedakan Diri Mereka Sendiri dan Memuaskan Kepentingan dan Ambisi Mereka Sendiri; Mereka tidak Pernah Mempertimbangkan Kepentingan Rumah Tuhan, dan Bahkan Menjual Kepentingan Tersebut sebagai Ganti Kemuliaan Pribadi (Bagian Enam)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Saat mempertimbangkan firman Tuhan, aku menyadari saat makhluk ciptaan memiliki hak istimewa untuk datang ke hadapan Sang Pencipta dan melakukan tugas mereka dalam lingkup pekerjaan pengelolaan Tuhan, ini adalah sesuatu yang paling indah dan benar. Aku bertanya-tanya mengapa Tuhan mengatakan melakukan tugas kita adalah sesuatu yang paling indah dan benar? Itu karena Tuhan tanpa pamrih menganugerahkan begitu banyak kebenaran kepada kita, Dia mengizinkan kita melakukan tugas kita di rumah-Nya, dan memberi kita kesempatan untuk melatih diri. Selama menjalankan tugas, kita bisa memahami dan mendapatkan kebenaran, kita juga bisa secara bertahap bertumbuh dalam hidup kita. Kita tidak hanya bisa menemukan, mempelajari, dan menyelesaikan watak rusak kita, tetapi mendapatkan pemahaman yang benar tentang Tuhan dan melangkah ke jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, yang memungkinkan kita didapatkan oleh Tuhan. Tuhan mengizinkan kita melakukan tugas kita untuk menganugerahkan kebenaran dan kehidupan kepada kita—itu untuk menyucikan dan menyelamatkan kita, tanpa mengharapkan imbalan sama sekali. Lalu, sebagai makhluk ciptaan, kita harus melihat dan memahami niat sungguh-sungguh Tuhan dengan hati yang tulus dan jujur dalam tugas kita, serta mengerahkan segalanya untuk melakukan tugas kita, agar bisa membalas kasih Tuhan. Di antara Pencipta dan ciptaan-Nya, Tuhanlah yang tanpa pamrih mengabdikan diri-Nya, sedangkan manusialah yang harus sepenuhnya tunduk dan membalas Tuhan. Kita akan mendapatkan kebenaran yang datang dari Tuhan, membuang watak rusak kita yang berasal dari Iblis, hidup dalam keserupaan dengan manusia, dan mampu menenangkan hati Tuhan. Ini adalah hubungan indah yang sangat murni. Juga, makhluk ciptaan yang menerima amanat Sang Pencipta dan melakukan tugas mereka seperti anak yang berbakti kepada orang tuanya. Itu benar dan tepat; itu adalah hal paling mendasar yang harus dilakukan. Lalu, dalam tugas kita, kita tidak menjalankan kepentingan sendiri, kita melakukan peran kita untuk menyebarkan Injil agar lebih banyak orang bisa datang ke hadapan Tuhan. Ini adalah misi yang paling benar di muka bumi ini. Namun, bertentangan dengan semua nalar, justru hal yang luar biasa dan benar ini yang aku putar balikkan menjadi sesuatu yang jahat, sesuatu yang jelek. Aku menganggapnya sesuatu yang transaksional, sebagai pertukaran yang mungkin membuahkan status untukku. Aku bersedia melakukannya jika itu meningkatkan statusku, tetapi jika tidak, aku akan menolak, mendorongnya ke orang lain. Aku memanfaatkan pengangkatan dan kasih karunia Tuhan untuk mencapai tujuan jahatku sendiri. Aku melihat betapa jahatnya aku, dan aku bahkan tidak layak menjadi salah satu makhluk Tuhan. Memikirkan kembali sikapku sendiri terhadap tugasku, aku dipenuhi penyesalan. Aku datang ke hadapan Tuhan dalam doa: "Tuhan, Engkau tidak berpaling dariku karena kualitasku yang buruk atau pengalaman hidupku yang menyedihkan. Kau masih memberiku kesempatan untuk menerapkan, dan ini adalah berkat bagiku. Meski begitu, aku tetap mencoba menggunakan tugasku untuk melakukan transaksi dengan-Mu. Aku sangat jahat! Tuhan, aku tidak ingin memikirkan reputasi dan status pribadiku lagi. Aku ingin benar-benar menghargai kesempatan ini dan mengerahkan segenap kemampuanku untuk melakukan tugas ini sebaik mungkin agar tidak mengecewakan-Mu." Setelah berdoa, aku merasa jauh lebih tenang, jauh lebih damai. Jika dipikirkan, mengalami kegagalan dan kehilangan sedikit muka setelah mengambil posisi itu tampak seperti sesuatu yang buruk di permukaan, tetapi sebenarnya itu adalah hal yang baik. Itu adalah Tuhan yang mengoreksi arah dan tujuan dalam pengejaranku. Yang kuharapkan adalah menjadi pemimpin hebat yang tampil baik segera setelah menjabat untuk mendapatkan pujian dan kekaguman dari saudara-saudariku. Namun, pengalaman ini menunjukkan kepadaku, mengejar ketenaran dan status adalah jalan yang salah, dan itu adalah jalan kegagalan. Aku melihat, melakukan tugas itu bisa mengungkapkan kekuranganku, dan yang perlu kulakukan adalah mengakui setiap kegagalan dan menghadapi kenyataan, lalu bekerja keras untuk membekali diri dengan kebenaran agar aku bisa maju selangkah demi selangkah, melakukan tugasku dengan baik, dan memuaskan Tuhan. Aku seharusnya tidak berusaha untuk dihargai oleh pemimpin superiorku dan mendapatkan kekaguman dari saudara-saudari. Meskipun kelemahanku telah diungkap, bahwa aku tidak tahu cara berurusan dengan orang sesuai dengan prinsip, itu berarti aku perlu mengakui bahwa aku benar-benar kekurangan realitas kebenaran, belajar dari kesalahan, dan memahami prinsip. Tidak perlu terlalu takut dengan satu kegagalan itu. Mampu menerapkan kebenaran dan tumbuh di masa depan adalah inti dari masalah ini. Satu kutipan firman Tuhan lain yang terlintas dalam pikiranku adalah ini: "Melalui proses melakukan tugasnyalah manusia secara berangsur-ansur akan diubahkan, dan melalui proses inilah dia menunjukkan kesetiaannya. Karena itu, semakin banyak tugas yang mampu kaulakukan, semakin banyak kebenaran yang akan kauterima, dan akan semakin nyata pengungkapanmu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perbedaan antara Pelayanan Tuhan yang Berinkarnasi dan Tugas Manusia"). Aku mengerti dari firman Tuhan bahwa seseorang tidak mutlak harus memahami setiap kebenaran dan memiliki tingkat pertumbuhan memadai untuk mengemban tugas kepemimpinan. Selain itu, tidak seorang pun benar-benar siap untuk tugas pemimpin saat pertama kali memulai. Tuhan melatih kita melalui tugas kita, dan melalui pelatihan inilah Tuhan memimpin dan menyempurnakan kita. Melalui proses melakukan tugas, kita cenderung menyingkap banyak kesalahan serta menghadapi kegagalan dan kemunduran, lalu kita akan dipangkas dan ditangani. Dengan mencari kebenaran dan secara bertahap menguasai prinsip, kita bisa perlahan-lahan meningkatkan tingkat pertumbuhan. Sepanjang proses ini, sangat wajar jika kita tidak mengerti atau tidak bisa mencapai beberapa hal, atau kita akan mengalami kegagalan dan kemunduran. Itu juga sesuatu yang penting untuk kita lalui. Aku menyadari betapa butanya aku jika menolak kesempatan untuk disempurnakan oleh Tuhan karena aku takut kehilangan muka, dihina, dan lalu tidak mau menjalankan tugas ini. Pikiran ini benar-benar membebaskanku. Aku tahu kualitasku buruk, aku tidak memahami kebenaran, dan jalan masuk kehidupanku sangat minim, tetapi aku bisa bekerja keras dan membayar harga serta berjuang untuk kebenaran. Meskipun aku yang paling kurang dari semua pemimpin pada saat itu, mungkin suatu hari aku bisa membuat kemajuan. Aku teringat Nuh, yang belum pernah membangun bahtera, tetapi hatinya tulus dan setia, dan dia mengandalkan Tuhan untuk bimbingan. Dia bertahan selama 120 tahun dan akhirnya merampungkan bahtera itu, menyelesaikan amanat Tuhan. Pada saat itu, dia bahkan tidak memiliki banyak firman Tuhan atau banyak orang yang membantunya. Namun, dengan firman Tuhan membimbingku dan arahan pemimpinku, serta kerja sama dan dukungan dari begitu banyak saudara-saudari, apa hakku untuk mengeluh tentang masalahku dalam tugasku? Aku benar-benar tidak berhak terus merengek seperti itu. Pikiran ini memberiku sesuatu untuk direnungkan: Bagaimana aku harus menjalankan tugasku agar bisa melakukan pekerjaan nyata?

Tak lama setelah itu, aku membaca kutipan firman Tuhan ini: "Semakin engkau memperhatikan kehendak Tuhan, semakin besar beban yang kautanggung, dan semakin besar beban yang kautanggung, semakin kaya pula pengalamanmu. Saat engkau memperhatikan kehendak Tuhan, Dia akan memberikan beban kepadamu, kemudian memberi engkau pencerahan tentang perkara yang telah dipercayakan-Nya kepadamu. Saat Tuhan memberimu beban ini, engkau akan memperhatikan seluruh kebenaran yang terkait dengannya saat makan dan minum firman Tuhan. Jika engkau memiliki beban yang berhubungan dengan kehidupan saudara-saudarimu, inilah beban yang telah dipercayakan Tuhan kepadamu, dan engkau akan senantiasa memikul beban ini dalam doa harianmu. Hal yang Tuhan lakukan telah dipikulkan kepadamu, dan engkau mau menjalankan apa yang Tuhan ingin lakukan; itulah artinya mengambil beban Tuhan sebagai bebanmu sendiri. Pada titik ini, dalam makan dan minummu akan firman Tuhan, engkau akan berfokus pada jenis persoalan ini, dan engkau akan berpikir: Bagaimana caraku memecahkan masalah ini? Bagaimana aku bisa membantu saudara-saudariku untuk mencapai kelepasan dan menemukan sukacita rohani? Engkau juga akan berfokus pada memecahkan masalah-masalah ini saat menyampaikan persekutuan, dan ketika makan dan minum firman Tuhan, engkau akan berfokus pada makan dan minum firman Tuhan yang berhubungan dengan masalah-masalah ini. Engkau juga memanggul beban ini saat makan dan minum firman-Nya. Begitu engkau memahami tuntutan Tuhan, engkau akan memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang jalan mana yang harus dilalui. Inilah pencerahan dan penerangan Roh Kudus yang didatangkan oleh bebanmu, dan ini juga merupakan bimbingan Tuhan yang telah dianugerahkan kepadamu. Mengapa Aku berkata demikian? Jika engkau tidak memiliki beban, engkau tidak akan memberi perhatian saat makan dan minum firman Tuhan; ketika engkau makan dan minum firman Tuhan saat tengah memikul beban, engkau dapat memahami esensinya, menemukan jalanmu, dan memperhatikan kehendak Tuhan. Karena itu, dalam doamu, engkau harus memohon kepada Tuhan agar memikulkan lebih banyak beban atasmu dan mempercayakan perkara yang lebih besar kepadamu, sehingga di masa depan, engkau akan lebih memiliki jalan untuk pengamalan; sehingga makan dan minummu akan firman Tuhan mendatangkan dampak yang lebih besar; sehingga engkau semakin mampu memahami esensi firman-Nya; dan agar engkau lebih mampu digerakkan oleh Roh Kudus" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perhatikan Kehendak Tuhan Agar Dapat Mencapai Kesempurnaan"). Aku mengerti dari firman Tuhan bahwa kunci untuk melakukan tugasku dengan baik adalah sepenuhnya memikul beban untuk itu dan benar-benar mencurahkan perhatian ke dalamnya. Saat menemukan masalah dalam pekerjaanku atau kesulitan dalam jalan masuk kehidupan saudara-saudari, aku harus memeras otakku mencari cara menyelesaikan hal-hal itu. Aku harus berdoa, makan dan minum firman Tuhan dengan bebanku, lalu saat mencari kebenaran dengan memikirkan masalah-masalah nyata ini, akan lebih mudah bagiku mendapatkan bimbingan dan pencerahan Roh Kudus. Sejak itu dalam pertemuan, aku mulai sepenuh hati mendengarkan persekutuan saudara-saudari tentang pengalaman pribadi mereka, lalu aku akan memikirkan dengan cermat keadaan dan masalah mereka, serta bagaimana aku harus mengintegrasikan itu dengan firman Tuhan dalam persekutuanku. Saat merasa terhambat oleh beberapa masalah, aku akan mendiskusikannya dan terlibat dalam pencarian bersama saudari yang bekerja paling dekat denganku agar bisa mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang masalah itu. Ini efektif untuk pertemuan kami. Suatu kali dalam sebuah pertemuan dengan beberapa orang percaya lama, aku mendapati diriku menjadi sangat gugup, takut persekutuanku akan mengungkapkan kurangnya pemahamanku, dan masalah mereka tidak akan terselesaikan. Aku takut mempermalukan diri sendiri dan ditertawakan, dan karena aku masih sangat muda, mereka mungkin berpikir aku hanyalah gadis kecil yang bicara besar. Aku menutup mulutku. Aku berdoa kepada Tuhan tanpa henti di dalam hatiku, meminta Dia membimbingku untuk membebaskan diri dari hambatan wajah dan status yang menahanku ini agar aku bisa bersekutu secara terbuka. Aku merasa sikapku secara bertahap mulai berubah, dan aku teringat persekutuan bukanlah tentang mengatakan hal yang paling menginspirasi dan mulia untuk mendapatkan persetujuan orang lain, tetapi menjadi orang yang tulus dan berbagi pemahaman pribadi sebaik mungkin. Dengan siapa pun kita berkumpul, kita semua melakukan tugas kita di hadapan Tuhan, jadi apa pun yang orang pikirkan tentangku, aku harus menggenapi tanggung jawabku. Setelah mengoreksi sikap, hatiku terasa jauh lebih bebas dan aku bisa menjernihkan pikiranku. Aku melihat masalahnya dengan lebih jelas, dan aku sadar bisa menyumbangkan sesuatu untuk persekutuan. Aku benar-benar merasa ini tidak bergantung pada tingkat pertumbuhan pribadiku, tetapi datang dari pencerahan dan bimbingan Tuhan. Itu sesuatu yang tidak akan pernah bisa kucapai sepenuhnya sendiri. Setelah pengalaman itu, aku merasa telah membuat kemajuan, dan aku sangat senang tidak menyerah untuk menjalankan tugas ini. Jika tidak, aku tidak akan pernah mendapatkan pencapaian itu. Aku juga makin yakin akan kebenaran firman Tuhan ini: "Semakin engkau memperhatikan kehendak Tuhan, semakin besar beban yang kautanggung, dan semakin besar beban yang kautanggung, semakin kaya pula pengalamanmu. Saat engkau memperhatikan kehendak Tuhan, Dia akan memberikan beban kepadamu, kemudian memberi engkau pencerahan tentang perkara yang telah dipercayakan-Nya kepadamu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perhatikan Kehendak Tuhan Agar Dapat Mencapai Kesempurnaan"). Firman ini adalah kebenaran dan sepenuhnya tak terbantahkan. Setelah menerapkan firman Tuhan, aku benar-benar melihat kepemimpinan dan berkat-Nya.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Rasa Menjadi Orang Jujur

Oleh Saudari Yong Sui, KoreaSuatu hari dalam pertemuan di akhir Maret, seorang pemimpin berbicara tentang seorang saudara yang telah...