Mengapa dunia begitu gelap dan jahat? Dengan umat manusia berada di puncak kerusakan, haruskah mereka dimusnahkan?

09 Januari 2020

1) Mengapa dunia begitu gelap dan jahat?

Ayat Alkitab untuk Referensi:

"Seluruh dunia ada dalam kejahatan" (1 Yohanes 5:19).

"Dan terang itu bersinar dalam kegelapan; dan kegelapan tidak bisa menguasainya" (Yohanes 1:5).

Firman Tuhan yang Relevan:

Adam dan Hawa yang diciptakan oleh Tuhan pada mulanya adalah orang-orang kudus, yang berarti, saat berada di Taman Eden mereka kudus, bersih dari kecemaran. Mereka juga setia kepada Yahweh, dan tidak tahu apa-apa tentang pengkhianatan terhadap Yahweh. Semua ini karena mereka hidup tanpa gangguan pengaruh Iblis, tanpa racun Iblis, dan mereka adalah yang paling suci dari segenap umat manusia. Mereka tinggal di Taman Eden, tidak tercemar oleh kotoran apa pun, tidak dikuasai oleh daging, dan hidup dalam penghormatan kepada Yahweh. Kemudian, ketika mereka dicobai oleh Iblis, mereka memiliki racun si ular dan keinginan untuk mengkhianati Yahweh, dan mereka hidup di bawah pengaruh Iblis. Pada mulanya, mereka kudus dan mereka hormat kepada Yahweh; hanya dalam keadaan inilah mereka adalah manusia. Kemudian, setelah mereka dicobai oleh Iblis, mereka memakan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, dan hidup di bawah pengaruh Iblis. Lambat laun mereka dirusak oleh Iblis, dan kehilangan gambar dan rupa manusia yang semula. Pada mulanya, manusia memiliki napas Yahweh, tidak sedikit pun memberontak, dan tidak menyimpan kejahatan di dalam hatinya. Saat itu, mereka adalah manusia sejati. Setelah dirusak oleh Iblis, manusia menjadi seekor binatang buas. Pikirannya dipenuhi dengan kejahatan dan kecemaran, tanpa kebaikan atau kekudusan. Bukankah ini Iblis?

—Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"

Manusia kehilangan hati mereka yang takut akan Tuhan serta fungsi yang ada pada makhluk ciptaan Tuhan setelah dirusak oleh Iblis, dengan demikian menjadi musuh yang tidak taat kepada-Nya. Manusia telah hidup di bawah wilayah kekuasaan Iblis dan mengikuti perintahnya; karenanya, Tuhan tidak mungkin bekerja di antara ciptaan-Nya, dan menjadi semakin tidak dapat memperoleh rasa hormat yang takut akan Dia dari ciptaan-Nya. Manusia diciptakan oleh Tuhan dan harus menyembah-Nya, tetapi mereka sebenarnya berpaling dari-Nya dan malah menyembah Iblis. Iblis menjadi berhala di hati manusia. Dengan demikian, Tuhan kehilangan kedudukan-Nya di hati manusia, yang berarti Dia kehilangan makna di balik penciptaan-Nya atas manusia. Oleh karena itu, untuk memulihkan makna di balik penciptaan-Nya atas umat manusia, Dia harus memulihkan gambar asli manusia dan membebaskan mereka dari watak rusaknya.

—Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan dan Manusia akan Masuk ke Tempat Perhentian Bersama-sama"

Setelah kerusakan selama beberapa ribu tahun, manusia menjadi mati rasa dan dungu; manusia telah menjadi setan yang menentang Tuhan, sampai ke taraf pemberontakan manusia terhadap Tuhan telah didokumentasikan dalam buku-buku sejarah, dan bahkan manusia itu sendiri tidak mampu menceritakan dengan lengkap tentang perilakunya yang suka memberontak—karena manusia telah begitu dalam dirusak oleh Iblis, dan telah disesatkan oleh Iblis sampai sedemikian rupa hingga dia tidak tahu ke mana harus berpaling. Bahkan sekarang pun, manusia masih mengkhianati Tuhan: ketika manusia melihat Tuhan, dia mengkhianati-Nya, dan ketika dia tidak dapat melihat Tuhan, dia juga mengkhianati-Nya. Bahkan ada orang-orang yang, setelah menyaksikan kutukan Tuhan dan murka Tuhan, tetap saja mengkhianati-Nya. Jadi, Aku katakan bahwa akal manusia telah kehilangan fungsi aslinya, dan hati nurani manusia juga telah kehilangan fungsi aslinya. ... Terlahir di negeri yang najis seperti itu, manusia telah dirusak teramat parah oleh masyarakat, dia telah dipengaruhi oleh etika feodal, dan telah diajar di "institusi pendidikan tinggi." Pemikiran terbelakang, moralitas yang rusak, pandangan hidup yang jahat, falsafah hidup yang menjijikkan, keberadaan diri yang sepenuhnya tak berguna, dan adat-istiadat serta gaya hidup yang bejat—semua ini telah sedemikian parahnya memasuki hati manusia, dan telah sangat merusak dan menyerang hati nuraninya. Akibatnya, manusia menjadi semakin jauh dari Tuhan, dan semakin menentang-Nya. Watak manusia menjadi lebih jahat hari demi hari, dan tidak seorang pun yang akan rela mengorbankan segalanya untuk Tuhan, tidak seorang pun yang akan rela taat kepada Tuhan, dan terlebih lagi, tidak seorang pun yang akan rela mencari penampakan Tuhan. Sebaliknya, di bawah wilayah kekuasaan Iblis, manusia tidak melakukan apa pun selain mengejar kesenangan, menyerahkan diri mereka pada kerusakan daging dalam kubangan lumpur. Bahkan ketika mereka mendengar kebenaran, mereka yang hidup dalam kegelapan tidak berpikir untuk menerapkan kebenaran tersebut, mereka juga tidak ingin mencari Tuhan bahkan sekalipun mereka telah melihat penampakan-Nya. Bagaimana mungkin seorang manusia yang begitu bejat memiliki kesempatan untuk diselamatkan? Bagaimana mungkin seorang manusia yang begitu merosot martabatnya hidup dalam terang?

—Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Memiliki Watak yang Tidak Berubah Berarti Memusuhi Tuhan"

Sumber penentangan dan pemberontakan manusia terhadap Tuhan adalah perusakan dirinya oleh Iblis. Karena kerusakan yang Iblis lakukan, hati nurani manusia telah menjadi mati rasa; dia tidak bermoral, pikirannya bobrok, dan dia memiliki pandangan mental terbelakang. Sebelum dirinya dirusak oleh Iblis, manusia tentu saja mengikuti Tuhan dan menaati firman-Nya setelah mendengarkannya. Dia tentu saja memiliki akal dan hati nurani yang sehat, dan kemanusiaan yang normal. Setelah dirusak Iblis, akal, hati nurani, dan kemanusiaan manusia yang semula menjadi tumpul dan dilemahkan oleh Iblis. Dengan demikian, manusia telah kehilangan ketaatan dan kasihnya kepada Tuhan. Akal manusia telah menyimpang, wataknya telah menjadi sama seperti watak binatang, dan pemberontakannya terhadap Tuhan menjadi jauh lebih sering dan memilukan. Namun, manusia tetap saja tidak tahu, juga tidak mengakui hal ini, dan hanya menentang dan memberontak secara membabi buta. Watak manusia tersingkap melalui diungkapkannya akal, wawasan, dan hati nuraninya; dan karena akal dan wawasannya tidak sehat, dan hati nuraninya telah menjadi sangat tumpul, maka wataknya pun menjadi suka memberontak terhadap Tuhan.

—Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Memiliki Watak yang Tidak Berubah Berarti Memusuhi Tuhan"

Ketika malam diam-diam mendekat, manusia tidak sadar karena hati manusia tidak dapat merasakan bagaimana malam itu datang mendekat, ataupun dari mana malam itu datang. Saat malam diam-diam menyelinap pergi, manusia menyambut cahaya pagi, tetapi mengenai dari manakah terang itu telah datang dan bagaimana terang itu telah mengusir kegelapan malam, manusia lebih tidak mengetahui, dan bahkan kurang menyadarinya. Pergantian siang dan malam yang terus terjadi berulang-ulang ini membawa manusia dari satu masa ke masa lainnya, dari satu latar sejarah ke latar sejarah berikutnya, sementara sekaligus memastikan bahwa pekerjaan Tuhan dalam setiap masa dan rencana-Nya bagi setiap zaman terlaksana. Manusia telah melewati masa-masa ini bersama dengan Tuhan, tetapi tidak mengetahui bahwa Tuhan mengatur nasib segala sesuatu dan makhluk hidup, juga tidak mengetahui bagaimana Tuhan mengatur dan mengarahkan segala sesuatu. Ini telah luput dari perhatian manusia sejak zaman dahulu kala sampai sekarang. Adapun alasannya, bukan karena perbuatan-perbuatan Tuhan terlalu tersembunyi, juga bukan karena rencana Tuhan masih belum diwujudkan, tetapi karena hati dan roh manusia terlalu jauh dari Tuhan, sampai pada titik di mana manusia tetap melayani Iblis bahkan saat dia mengikuti Tuhan—dan masih tidak mengetahuinya. Tak seorang pun yang secara aktif mencari jejak langkah dan penampakan Tuhan, dan tak seorang pun yang mau ada dalam pemeliharaan dan penjagaan Tuhan. Sebaliknya, mereka ingin mengandalkan kerusakan Iblis, si jahat, untuk menyesuaikan diri dengan dunia ini, dan dengan aturan-aturan kehidupan yang diikuti oleh umat manusia yang jahat. Pada titik ini, hati dan roh manusia telah menjadi persembahan manusia kepada Iblis dan menjadi makanan Iblis. Selain itu, hati dan roh manusia telah menjadi tempat Iblis dapat berdiam dan menjadi tempat bermainnya yang pas. Dengan demikian, manusia tanpa sadar kehilangan pemahamannya tentang prinsip-prinsip menjadi manusia, dan nilai serta makna keberadaan manusia. Hukum Tuhan dan perjanjian antara Tuhan dan manusia berangsur-angsur memudar dalam hati manusia, dan manusia berhenti mencari atau mengindahkan Tuhan. Dengan berlalunya waktu, manusia tidak lagi mengerti alasan Tuhan menciptakan dirinya, ataupun memahami perkataan yang keluar dari mulut-Nya dan segala hal yang berasal dari Tuhan. Kemudian manusia mulai menentang hukum dan ketetapan-ketetapan Tuhan, dan hati serta rohnya menjadi mati .... Tuhan kehilangan manusia yang awalnya Dia ciptakan, dan manusia kehilangan sumber asal mula keberadaannya: inilah kenestapaan umat manusia.

—Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan adalah Sumber Kehidupan Manusia"

Sejak manusia menemukan ilmu-ilmu sosial, pikiran manusia telah menjadi disibukkan dengan ilmu dan pengetahuan. Kemudian ilmu dan pengetahuan telah menjadi alat yang digunakan untuk memerintah umat manusia, dan tidak ada lagi ruang yang cukup bagi manusia untuk menyembah Tuhan, dan tidak ada lagi suasana yang mendukung penyembahan kepada Tuhan. Kedudukan Tuhan telah turun semakin rendah di hati manusia. Tanpa Tuhan di dalam hatinya, dunia batin manusia gelap, tanpa pengharapan dan hampa. Selanjutnya banyak ilmuwan sosial, ahli sejarah, dan politisi telah bermunculan untuk mengungkapkan teori-teori ilmu sosial, teori evolusi manusia, serta teori-teori lainnya yang bertentangan dengan kebenaran bahwa Tuhan menciptakan manusia, untuk memenuhi hati dan pikiran manusia. Dan dengan demikian, mereka yang percaya bahwa Tuhan yang menciptakan segalanya telah menjadi semakin sedikit, dan mereka yang percaya pada teori evolusi menjadi semakin banyak jumlahnya. Semakin lama semakin banyak orang yang memperlakukan catatan tentang pekerjaan Tuhan dan firman-Nya pada zaman Perjanjian Lama sebagai mitos dan legenda. Di dalam hati mereka, orang menjadi acuh tak acuh pada martabat dan kebesaran Tuhan, pada prinsip bahwa Tuhan itu ada dan berkuasa atas segala sesuatu. Kelangsungan hidup umat manusia dan nasib negara-negara serta bangsa-bangsa tidak penting lagi bagi mereka, dan manusia hidup dalam dunia hampa yang hanya mengurusi makan, minum, dan mengejar kesenangan. ... Hanya sedikit orang yang menyadari kewajibannya untuk mencari tempat di mana Tuhan melakukan pekerjaan-Nya saat ini, atau mencari tahu bagaimana Dia mengendalikan dan mengatur tempat tujuan manusia. Dengan demikian, tanpa sepengetahuan manusia, peradaban manusia menjadi semakin tidak mampu memenuhi keinginan manusia, dan bahkan banyak orang yang merasa bahwa, dengan hidup di dunia seperti itu, mereka merasa tidak lebih berbahagia dibandingkan orang-orang yang sudah meninggal. Bahkan orang-orang yang berasal dari negara-negara yang tadinya berperadaban tinggi pun mengutarakan keluhan seperti ini. Karena tanpa tuntunan Tuhan, berapa banyak pun penguasa dan ahli sosiologi yang memeras otak mereka untuk melestarikan peradaban manusia, semuanya sia-sia saja. Tak seorang pun dapat mengisi kehampaan dalam hati manusia, karena tak seorang pun dapat menjadi hidup manusia, dan tidak ada teori sosial yang dapat membebaskan manusia dari kehampaan yang dideritanya. Ilmu, pengetahuan, kebebasan, demokrasi, kesenangan, hiburan: semua ini hanya memberikan penghiburan yang sementara bagi manusia. Bahkan dengan hal-hal ini, manusia pasti akan berbuat dosa dan meratapi ketidakadilan yang ada di masyarakat. Hal-hal ini tidak dapat mengekang keinginan dan hasrat manusia untuk mencari. Ini karena manusia diciptakan oleh Tuhan dan pengorbanan serta pencarian manusia yang sia-sia hanya dapat membawa manusia pada semakin banyak kesedihan dan hanya dapat menyebabkan manusia berada dalam keadaan ketakutan, tidak akan tahu cara menghadapi masa depan umat manusia, atau cara menghadapi perjalanan yang terbentang di depan. Manusia bahkan akan menjadi takut terhadap ilmu dan pengetahuan, dan bahkan lebih takut lagi terhadap perasaan hampa. Di dunia ini, terlepas dari apakah engkau tinggal di negara yang menganut kebebasan atau di negara yang tidak mengakui hak asasi manusia, engkau sama sekali tak dapat meluputkan diri dari nasib umat manusia. Apakah engkau adalah yang memerintah atau yang diperintah, engkau sama sekali tidak dapat melepaskan diri dari keinginan untuk menyelidiki nasib, misteri, dan tempat tujuan umat manusia, apalagi melepaskan dirimu dari perasaan hampa yang membingungkan. Fenomena seperti ini, yang lazim dialami oleh semua umat manusia, disebut fenomena sosial oleh para ahli sosiologi, tetapi belum ada satu pun orang hebat yang mampu memecahkan masalah tersebut. Manusia, bagaimanapun juga, hanyalah manusia, dan kedudukan serta kehidupan Tuhan tidak dapat digantikan oleh siapa pun. Umat manusia tidak hanya membutuhkan masyarakat yang adil, tempat di mana setiap orang mendapat cukup makanan dan diperlakukan dengan setara serta mendapat kebebasan, yang dibutuhkan umat manusia adalah keselamatan Tuhan dan perbekalan-Nya untuk kehidupan mereka. Ketika manusia menerima keselamatan Tuhan dan perbekalan-Nya untuk kehidupan mereka, barulah kerinduan untuk mencari, dan kehampaan rohani manusia dapat terpenuhi. Jika rakyat suatu negara atau suatu bangsa tidak dapat menerima keselamatan dan pemeliharaan Tuhan, maka negara atau bangsa semacam itu akan berada di jalan menuju kehancuran, menuju kegelapan, dan akan dimusnahkan oleh Tuhan.

—Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Lampiran 2: Tuhan Mengendalikan Nasib Seluruh Umat Manusia"

2) Dengan umat manusia berada di puncak kerusakan, haruskah mereka dimusnahkan?

Ayat Alkitab untuk Referensi:

"Tuhan memandang bumi itu dan melihat bumi memang sudah rusak, karena semua manusia sudah berdosa dalam cara hidupnya di bumi. Lalu Tuhan berfirman kepada Nuh: 'Akhir semua makhluk hidup sudah ada di hadapan-Ku; karena bumi penuh dengan kekerasan oleh mereka, maka Aku akan menghancurkan mereka bersama-sama dengan bumi'" (Kejadian 6:12-13).

"Dan sama seperti di zaman Nuh, begitu juga kelak di hari-hari Anak Manusia. Mereka makan, minum, kawin, dikawinkan, sampai pada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu air bah datang dan menghancurkan mereka semua. Demikian juga yang terjadi di zaman Lot: mereka makan, minum, menjual, membeli, menanam, dan membangun. Tetapi di hari yang sama Lot keluar dari Sodom, dan turunlah hujan api, dan belerang dari langit dan menghancurkan mereka semua. Demikian juga pada hari ketika Anak Manusia menampakkan diri-Nya" (Lukas 17:26-30).

"Dan akan terjadi di seluruh negeri, firman Yahweh, dua pertiga di dalamnya akan dipisahkan dan mati; tetapi sepertiganya akan ditinggalkan di sana. Dan Aku akan membawa bagian ketiga itu melewati api, dan akan memurnikan mereka seperti perak dimurnikan, dan akan mengujinya seperti emas diuji: mereka akan memanggil nama-Ku, dan Aku akan mendengar mereka: Aku akan berkata, Ini adalah umat-Ku: dan mereka akan berkata, Yahweh adalah Tuhanku" (Zakharia 13:8-9).

Firman Tuhan yang Relevan:

Segala sesuatu yang Tuhan lakukan direncanakan dengan ketepatan. Ketika Ia melihat sesuatu atau situasi yang terjadi, di mata-Nya ada standar untuk mengukurnya, dan standar ini menentukan apakah Ia melaksanakan sebuah rencana untuk berurusan dengan hal itu atau pendekatan apa yang harus diambil dalam berurusan dengan hal dan situasi tersebut. Ia tidak bersikap acuh tak acuh atau tidak berperasaan terhadap segala sesuatu. Sebenarnya, justru sebaliknya. Ada ayat di sini yang menyatakan apa yang Tuhan katakan kepada Nuh: "Akhir semua makhluk hidup sudah ada di hadapan-Ku; karena bumi penuh dengan kekerasan oleh mereka, maka Aku akan menghancurkan mereka bersama-sama dengan bumi." Ketika Tuhan mengatakan ini, apakah yang Ia maksudkan Ia menghancurkan hanya manusia? Tidak! Tuhan berkata Ia akan menghancurkan semua makhluk hidup dari daging. Mengapa Tuhan menginginkan kehancuran? Ada penyingkapan lain dari watak Tuhan di sini; di mata Tuhan, ada batas untuk kesabaran-Nya terhadap kerusakan manusia, terhadap kenajisan, kekerasan, dan ketidaktaatan semua yang berdaging. Apakah batas-Nya? Batas-Nya seperti yang Tuhan katakan: "Tuhan memandang bumi itu dan melihat bumi memang sudah rusak, karena semua manusia sudah berdosa dalam cara hidupnya di bumi." Apa yang dimaksud dengan frasa "karena semua manusia sudah berdosa dalam cara hidupnya di bumi"? Artinya semua makhluk hidup, termasuk mereka yang mengikuti Tuhan, mereka yang memanggil nama Tuhan, mereka yang pernah mempersembahkan korban bakaran kepada Tuhan, mereka yang secara lisan mengakui Tuhan dan bahkan memuji Tuhan—begitu perilaku mereka penuh dengan kerusakan dan terlihat oleh Tuhan, Ia harus menghancurkan mereka. Itulah batas Tuhan. Jadi, sampai sejauh mana Tuhan tetap bersabar terhadap manusia dan kerusakan semua yang berdaging? Sampai satu titik di mana semua orang, baik pengikut Tuhan maupun orang tidak percaya, tidak lagi berjalan di jalan yang benar. Sampai satu titik di mana manusia tidak hanya rusak secara moral dan penuh dengan kejahatan, tetapi juga tak seorang pun yang percaya akan keberadaan Tuhan, apalagi orang yang percaya bahwa dunia ini dikuasai oleh Tuhan dan bahwa Tuhan dapat memberi terang dan jalan yang benar bagi manusia. Sampai satu titik di mana manusia meremehkan keberadaan Tuhan dan tidak mengizinkan Tuhan ada. Begitu kerusakan manusia mencapai titik ini, Tuhan tidak akan bersabar lagi. Apa yang akan menggantikan kesabaran-Nya? Datangnya murka Tuhan dan hukuman Tuhan. Bukankah ini adalah sebagian penyingkapan dari watak Tuhan? Di zaman sekarang ini, tidak adakah orang yang benar di mata Tuhan? Tidak adakah manusia yang sempurna di mata Tuhan? Apakah zaman ini adalah zaman di mana perilaku semua yang berdaging di bumi rusak di mata Tuhan? Di zaman sekarang ini, selain mereka yang Tuhan ingin sempurnakan dan mereka yang dapat mengikuti Tuhan dan menerima penyelamatan-Nya, bukankah semua manusia yang terbuat dari daging sedang menguji batas kesabaran Tuhan? Bukankah segala sesuatu yang terjadi di sampingmu—yang engkau lihat dengan matamu dan dengar dengan telingamu, dan yang secara pribadi engkau alami setiap hari di dunia ini—penuh dengan kekerasan? Di mata Tuhan, bukankah dunia seperti ini, zaman seperti ini, seharusnya diakhiri? Meskipun latar belakang zaman sekarang sepenuhnya berbeda dengan latar belakang di zaman Nuh, perasaan dan murka yang Tuhan miliki terhadap kerusakan manusia tetap sama persis seperti pada waktu itu. Tuhan sanggup bersabar oleh karena pekerjaan-Nya, tetapi dengan mempertimbangkan segala macam keadaan dan kondisi, di mata Tuhan, dunia ini seharusnya sudah dihancurkan sejak lama. Situasi sekarang jauh melampaui situasi di masa lalu ketika dunia dihancurkan oleh air bah.

—Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I"

Lihatlah kembali ke zaman ketika Nuh membangun bahtera: umat manusia sudah sangat rusak, manusia menyimpang dari berkat Tuhan, tidak lagi dipedulikan oleh Tuhan, dan telah kehilangan janji-janji Tuhan. Mereka hidup dalam kegelapan, tanpa terang Tuhan. Kemudian mereka menjadi bejat dan membiarkan diri mereka terperosok dalam kerusakan yang mengerikan. Orang-orang semacam ini tidak bisa lagi menerima janji Tuhan; mereka tidak layak untuk melihat wajah Tuhan atau mendengar suara Tuhan, karena mereka telah meninggalkan Tuhan, mencampakkan segala yang telah dianugerahkan-Nya kepada mereka, dan melupakan ajaran-ajaran Tuhan. Hati mereka semakin lama semakin menjauh dari Tuhan, dan, bersamaan dengan itu, mereka menjadi sangat bobrok melampaui segala nalar dan kemanusiaan, dan mereka menjadi semakin jahat. Kemudian mereka berjalan semakin dekat dengan kematian, dan jatuh ke dalam murka dan hukuman Tuhan. Hanya Nuh yang menyembah Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan karena itu dia dapat mendengar suara Tuhan, dan mendengar petunjuk-petunjuk-Nya. Dia membangun bahtera berdasarkan petunjuk firman Tuhan, dan di sana mengumpulkan segala macam makhluk hidup. Lalu, setelah semuanya siap, Tuhan melepaskan pemusnahan-Nya atas dunia. Hanya Nuh dan tujuh anggota keluarganya yang selamat dari pemusnahan ini, karena Nuh menyembah Yahweh dan menjauhi kejahatan.

—Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Lampiran 2: Tuhan Mengendalikan Nasib Seluruh Umat Manusia"

Di zaman Nuh, orang makan dan minum, kawin dan mengawinkan sedemikian rupa sampai-sampai Tuhan tak tahan menyaksikannya, jadi Dia mengirimkan air bah untuk memusnahkan umat manusia, hanya menyisakan keluarga Nuh yang berjumlah delapan orang dan berbagai jenis burung dan binatang. Namun, pada akhir zaman, orang-orang yang diselamatkan Tuhan adalah mereka yang telah setia kepada-Nya hingga kesudahannya. Meskipun kedua zaman itu adalah masa-masa kerusakan besar hingga Tuhan tak tahan menyaksikannya, dan umat manusia di kedua zaman ini menjadi begitu rusaknya sampai-sampai menyangkali bahwa Tuhan adalah Tuhan mereka, dan Tuhan hanya memusnahkan manusia pada zaman Nuh. Umat manusia di kedua zaman tersebut telah menyebabkan kesusahan besar bagi Tuhan, tetapi Tuhan masih tetap bersabar terhadap manusia pada akhir zaman hingga sekarang ini. Mengapa demikian? Apakah engkau tidak pernah bertanya-tanya apa alasannya? Jika engkau semua benar-benar tidak tahu, akan Kuberitahukan kepadamu. Alasan Tuhan dapat memberikan anugerah kepada manusia pada akhir zaman bukanlah karena mereka tidak serusak manusia pada zaman Nuh, atau bukan karena mereka telah menunjukkan pertobatan kepada Tuhan, apalagi karena teknologi pada akhir zaman begitu mutakhir sehingga Tuhan tak sampai hati untuk memusnahkan manusia. Sebenarnya, alasannya adalah Tuhan masih memiliki pekerjaan yang harus dilakukan di dalam diri sekelompok manusia pada akhir zaman, dan Tuhan ingin melakukan pekerjaan ini sendiri dalam inkarnasi-Nya. Selanjutnya, Tuhan ingin memilih sebagian dari kelompok ini untuk menjadi objek keselamatan-Nya dan hasil dari rencana pengelolaan-Nya, dan membawa orang-orang ini ke zaman selanjutnya.

—Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Sudah Tahukah Engkau? Tuhan Telah Melakukan Hal yang Hebat di antara Manusia"

Ketika umat manusia penuh dengan kerusakan dan ketidaktaatan terhadap Tuhan hingga tingkat yang sangat parah, Tuhan harus menghancurkan umat manusia ini, oleh karena watak dan esensi-Nya, dan sesuai dengan prinsip-prinsip-Nya. Namun, karena esensi Tuhan, Ia tetap mengasihani umat manusia, dan bahkan mau menggunakan berbagai cara untuk menebus umat manusia sehingga mereka bisa terus hidup. Sebaliknya, manusia melawan Tuhan, terus tidak menaati Tuhan, dan menolak untuk menerima keselamatan dari Tuhan; artinya, menolak untuk menerima niat baik-Nya. Tidak peduli bagaimana Tuhan memanggil mereka, mengingatkan mereka, memenuhi kebutuhan mereka, menolong mereka, atau menoleransi mereka, manusia tidak memahami atau menghargainya, mereka juga tidak memperhatikannya. Dalam kepedihan hati-Nya, Tuhan tetap tidak lupa memberikan toleransi-Nya yang maksimalkepada manusia, menunggu manusia untuk berbalik. Setelah Ia mencapai batas-Nya, Ia melakukan apa yang harus dilakukan-Nya tanpa ragu-ragu. Dengan kata lain, ada jangka waktu dan proses tertentu dari saat Tuhan berencana menghancurkan umat manusia sampai dimulainya pekerjaan-Nya untuk menghancurkan umat manusia. Proses ini ada dengan tujuan untuk memungkinkan manusia untuk berbalik, dan ini merupakan kesempatan terakhir yang Tuhan berikan kepada manusia. Jadi, apa yang Tuhan lakukan selama jangka waktu ini sebelum menghancurkan umat manusia? Tuhan melakukan banyak sekali pekerjaan mengingatkan dan menasihati. Betapa pun sakitnya dan berdukanya hati Tuhan, Ia terus memberikan pemeliharaan, perhatian, dan belas kasih-Nya yang melimpah kepada umat manusia.

—Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I"

Ada batas untuk kesabaran Tuhan terhadap kerusakan, kenajisan, dan kekerasan manusia. Ketika Ia mencapai batas tersebut, Ia tidak akan lagi bersabar, dan sebaliknya Ia akan memulai pengelolaan baru dan rencana baru-Nya, mulai melakukan apa yang harus Ia lakukan, menyingkapkan perbuatan-Nya dan sisi lain dari watak-Nya. Tindakan-Nya ini bukan untuk menunjukkan bahwa Ia tidak pernah boleh disinggung oleh manusia atau bahwa Ia penuh dengan otoritas dan murka, dan bukan untuk menunjukkan bahwa Ia dapat menghancurkan umat manusia. Hanya saja watak-Nya dan esensi-Nya yang kudus tidak dapat lagi membiarkan atau tidak lagi memiliki kesabaran terhadap umat manusia yang semacam ini untuk hidup di hadapan-Nya, untuk hidup di bawah kekuasaan-Nya. Artinya, ketika seluruh umat manusia menentang Dia, ketika tidak ada seorang pun yang dapat Ia selamatkan di seluruh bumi, Ia tidak akan lagi bersabar terhadap umat manusia semacam itu, dan tanpa ragu, akan melaksanakan rencana-Nya—untuk menghancurkan umat manusia yang semacam ini. Tindakan Tuhan yang seperti ini ditentukan oleh watak-Nya. Ini adalah konsekuensi yang perlu, dan konsekuensi yang harus ditanggung oleh semua makhluk ciptaan di bawah kekuasaan Tuhan.

—Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I"

Perlakuan Tuhan terhadap seluruh umat manusia, sebodoh dan sebebal apa pun manusia, terutama didasarkan pada belas kasih dan toleransi. Di sisi lain, murka-Nya disembunyikan untuk sebagian besar waktu dan dalam sebagian besar peristiwa, dan murka-Nya tidak diketahui oleh manusia. Akibatnya, sukar bagi manusia untuk melihat Tuhan mengungkapkan murka-Nya, dan juga sukar untuk memahami murka-Nya. Karena itulah, manusia menganggap remeh murka Tuhan. Ketika manusia menghadapi pekerjaan terakhir dan langkah toleransi dan pengampunan Tuhan bagi manusia—yaitu saat belas kasih dan peringatan terakhir-Nya datang ke atas umat manusia—jika orang masih menggunakan metode yang sama untuk menentang Tuhan dan tidak berusaha untuk bertobat, memperbaiki jalan-jalan mereka dan menerima belas kasih-Nya, Tuhan tidak akan lagi menganugerahkan toleransi dan kesabaran-Nya kepada mereka. Sebaliknya, Tuhan akan menarik kembali belas kasih-Nya pada saat ini. Setelahnya, Dia hanya akan mengirim murka-Nya. Dia bisa mengungkapkan murka-Nya dalam berbagai cara, sama seperti Dia bisa menggunakan berbagai metode untuk menghukum dan menghancurkan manusia.

—Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik II"

Tuhan meratapi masa depan manusia, bersedih atas kejatuhan umat manusia, dan merasakan kepedihan karena umat manusia selangkah demi selangkah berjalan menuju kerusakan dan jalur tanpa jalan kembali. Umat manusia yang telah menghancurkan hati Tuhan dan meninggalkan-Nya untuk mencari si jahat: adakah yang pernah memikirkan arah mana yang akan dituju oleh umat manusia semacam ini? Justru karena alasan inilah mengapa tak seorang pun yang merasakan murka Tuhan, mengapa tak seorang pun berusaha mencari cara untuk menyenangkan Tuhan atau mencoba untuk lebih mendekat kepada Tuhan, dan terlebih lagi, mengapa tak seorang pun berusaha untuk memahami kesedihan dan kepedihan Tuhan. Bahkan setelah mendengar suara Tuhan, manusia terus saja berjalan di jalannya sendiri, bersikeras menyimpang dari Tuhan, menghindar dari kasih karunia dan pemeliharaan Tuhan, dan menjauhi kebenaran-Nya, lebih memilih menjual dirinya kepada Iblis, musuh Tuhan. Dan adakah yang pernah memikirkan—jika manusia terus membandel—bagaimana Tuhan akan bertindak terhadap umat manusia yang telah menolak-Nya tanpa menoleh ke belakang? Tak seorang pun mengetahui bahwa alasan Tuhan memberi peringatan dan nasihat berulang-ulang adalah karena Dia telah mempersiapkan di tangan-Nya malapetaka yang belum pernah ada sebelumnya, yang tidak akan tertahankan bagi daging dan jiwa manusia. Malapetaka ini bukan sekadar hukuman untuk daging, tetapi juga untuk jiwa. Engkau perlu tahu ini: saat rencana Tuhan gagal, dan saat peringatan serta nasihat-Nya tidak mendapat tanggapan, kemarahan seperti apakah yang akan ditumpahkan-Nya? Ini tidak akan seperti sesuatu yang pernah dialami atau didengar sebelumnya oleh makhluk ciptaan mana pun. Oleh karena itu Kukatakan, malapetaka ini belum pernah terjadi sebelumnya, dan tidak akan pernah terulang. Karena rencana Tuhan adalah menciptakan umat manusia hanya satu kali ini, dan menyelamatkannya hanya satu kali ini. Inilah yang pertama, dan juga yang terakhir.

—Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan adalah Sumber Kehidupan Manusia"

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait