Kehidupan Kristen: 3 Prinsip Praktik bagi Orang Kristen untuk Rukun dengan Orang Lain
Tuhan Yesus berkata: "Sebuah perintah baru Kuberikan kepadamu, agar engkau saling mengasihi; sebagaimana Aku telah mengasihimu, engkau juga saling mengasihi. Dengan begitu semua orang akan tahu bahwa engkau adalah murid-Ku, jika engkau saling mengasihi" (Yohanes 13:34-35). "Diberkatilah orang yang membawa damai: sebab mereka akan disebut anak-anak Tuhan" (Matius 5:9). Tuhan Yesus menuntut kita agar kita rukun dengan orang lain dan saling mengasihi. Tetapi karena kita masing-masing memiliki latar belakang keluarga yang berbeda, kebiasaan hidup yang berbeda, kepribadian, usia dan pengalaman hidup yang berbeda, maka prasangka dan kesalahpahaman akan muncul dalam hubungan kita dengan saudara-saudari kita, sedemikian rupa sehingga konflik dan gesekan dapat terjadi tidak dapat dihindari diantara kita. Oleh karena itu kita kemudian menjadi tidak dapat mengikuti persyaratan Tuhan untuk bisa bergaul dengan baik dengan orang lain, dan kedua belah pihak dirugikan. Ini dapat membuat kita semua sangat tertekan: Mengapa kita tidak bisa menjaga ajaran Tuhan? Apa sebenarnya yang harus kita lakukan agar bisa bergaul dengan baik dengan orang lain? Selanjutnya, aku akan bersekutu tentang tiga prinsip dengan Anda semua; jika kita semua dapat mempraktikkan prinsip-prinsip ini, maka bergaul dengan baik dengan orang lain akan mudah dicapai.
1. Jangan mengikuti perasaan atau preferensi pribadi saat bergaul dengan orang lain, tetapi perlakukan semua orang dengan adil
Kita dapat bertemu dengan banyak saudara dan saudari di gereja kita, setiap orang tidak ada yang sempurna—kita masing-masing memiliki kekurangan kita sendiri. Ketika kita bertemu dengan semua jenis orang yang berbeda, sebagian besar waktu kita bergantung pada perasaan dan preferensi pribadi kita sendiri dalam cara kita memperlakukan mereka. Misalnya, beberapa orang pandai menyanyi dan menari, mereka mungkin berbakat dalam berbagai hal dan memiliki banyak keterampilan khusus, jadi kita ingin terhubung dengan mereka, karena mereka dapat membantu kita. Beberapa orang, mungkin tidak memiliki keterampilan khusus, dan mereka mungkin memiliki beberapa kekurangan atau mereka mungkin memiliki beberapa gangguan fisik, dan kita tidak pernah ingin berhubungan dengan orang-orang seperti ini, tetapi sebaliknya akan meremehkan dan merendahkan karena kekurangan mereka. Faktanya, setiap kali orang seperti ini disebutkan, hal pertama yang kita pikirkan adalah kekurangan mereka dan terlebih lagi, kita bahkan dapat mengecualikan dan menjauhi mereka. Dan, dalam bergaul dengan saudara dan saudari, kita selalu memandang dan mengidolakan mereka yang telah melayani Tuhan selama bertahun-tahun dan mereka yang berada di semua tingkatan kepemimpinan di gereja. Kita senang berhubungan dengan orang-orang ini karena kita percaya bahwa mereka memiliki pengetahuan tentang Alkitab dan bahwa merekalah yang paling mencintai Tuhan. Selain orang-orang ini, kita senang berinteraksi dan berhubungan dengan mereka yang memiliki kepribadian, minat, dan kebiasaan hidup yang sama dengan kita. Namun, kita menjauhkan diri dari orang-orang yang kepribadian, minat, dan kebiasaan hidupnya berbeda dari kita, dan kita tidak dapat memperlakukan mereka dengan adil. Dalam hidup, kita sering berdasarkan perasaan dan preferensi kita sendiri dalam memperlakukan orang lain. Dalam berinteraksi dengan orang-orang dengan cara ini, tidak hanya akan membatasi dan merugikan mereka, tetapi kita menyebabkan hubungan kita dengan mereka menjadi tegang, dan kita kemudian menjadi tidak mampu bergaul dengan baik dengan mereka.
Tuhan berfirman: "Sebuah perintah baru Kuberikan kepadamu, agar engkau saling mengasihi; sebagaimana Aku telah mengasihimu, engkau juga saling mengasihi. Dengan begitu semua orang akan tahu bahwa engkau adalah murid-Ku, jika engkau saling mengasihi" (Yohanes 13:34-35). "Dan perintah yang kedua, yang sama dengan itu, Engkau harus mengasihi sesamamu manusia seperti diri sendiri'' (Matius 22:39). "berkenaan dengan bagaimana memperlakukan orang lain, apa prinsip-prinsip di balik caramu memperlakukan orang-orang yang memiliki status dan orang-orang yang tidak memiliki status, serta saudara-saudari biasa dan berbagai tingkatan pemimpin dan pekerja? Engkau tidak dapat memperlakukan saudara-saudarimu dengan cara yang sama seperti orang-orang tidak percaya memperlakukan orang; engkau harus adil dan masuk akal. ... Bagaimana engkau memperlakukan mereka dengan adil? Setiap orang memiliki sedikit kelemahan dan kekurangan, serta kebiasaan ganjil tertentu; semua orang memiliki sifat membenarkan diri sendiri, kelemahan, dan bidang di mana mereka kurang. Engkau harus membantu mereka dengan hati yang penuh kasih, bersikap toleran dan sabar, dan tidak terlalu keras atau meributkan setiap detail yang sangat kecil. ... Bagaimana Tuhan memperlakukan masing-masing dan setiap orang? Beberapa orang memiliki tingkat pertumbuhan yang belum dewasa, atau masih muda, atau baru percaya kepada Tuhan untuk waktu yang singkat. Tuhan dapat memandang orang-orang ini bukan sebagai orang yang buruk atau bernatur dan beresensi jahat; hanya saja mereka kurang berpengetahuan atau kurang dalam kualitas, atau mereka telah terlalu banyak dicemari oleh masyarakat. Mereka belum masuk ke dalam realitas kebenaran, sehingga sulit bagi mereka untuk menahan diri dari melakukan beberapa hal yang bodoh atau melakukan beberapa tindakan karena ketidaktahuan. Namun, dari sudut pandang Tuhan, persoalan semacam itu tidak penting; Dia hanya melihat hati manusia. Jika mereka bertekad untuk masuk ke dalam realitas kebenaran, mereka menuju ke arah yang benar, dan ini adalah tujuan mereka, Tuhan akan menjaga mereka, menunggu mereka, dan memberi mereka waktu serta kesempatan yang akan memungkinkan mereka untuk masuk. Tuhan tidak menjatuhkan mereka dengan satu pukulan atau berpegang pada pelanggaran yang pernah mereka lakukan dan menolak melepaskannya; Dia tidak pernah memperlakukan manusia seperti ini" ("Untuk Mendapatkan Kebenaran, Engkau Harus Belajar dari Orang-Orang, Perkara-Perkara, dan Hal-Hal di Sekitarmu" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman").
Kita dapat melihat dari firman Tuhan bahwa Tuhan tidak memperlakukan orang berdasarkan kepribadian, penampilan atau kaliber mereka, Dia juga tidak memperlakukan orang berdasarkan seberapa tinggi atau rendah status mereka. Selama seseorang mencintai kebenaran dan mengejar kebenaran, maka Tuhan akan menerangi dan membimbing mereka, dan Dia akan menuntun mereka untuk memahami kehendak-Nya. Adapun bagi mereka yang berbuat dosa, selama mereka sungguh-sungguh bertobat dan tidak berbuat dosa lagi, maka Tuhan akan mengampuni mereka. Ambil contoh murid Tuhan Yesus, ada yang nelayan dan ada yang pemungut pajak, tetapi meskipun mereka berstatus rendah, mereka masih merindukan kebenaran dan, ketika mereka mendengar panggilan Tuhan kepada mereka, mereka dapat segera menyerahkan semuanya untuk mengikuti-Nya. Ini menyenangkan Tuhan, Tuhan Yesus tidak menyisihkan masalah ini dalam persekutuan kebenaran kepada mereka dan Dia secara metodis memberi tahu mereka banyak perumpamaan untuk memungkinkan mereka memahami kehendak-Nya. Kepada orang-orang berdosa, seperti wanita pezinah dan kepala pemungut pajak Zakheus, Tuhan Yesus melihat bahwa mereka bersedia untuk bertobat dan karena itu Dia mengampuni dosa-dosa mereka, dan Dia tidak memperlakukan mereka sesuai dengan dosa yang telah mereka lakukan. Dari sikap yang Tuhan ambil dalam perlakuan-Nya terhadap orang-orang, kita dapat melihat bahwa Dia memperlakukan orang dengan cara yang berprinsip, sedangkan kita selalu mengikuti perasaan kita sendiri dan memperlakukan orang berdasarkan preferensi individu kita, dan berdasarkan kemauan dan keinginan kita, ini sangat bertentangan dengan kehendak Tuhan. Tuhan telah memberikan teladan bagi kita untuk diikuti dan Dia telah menunjukkan kepada kita prinsip-prinsip bagaimana memperlakukan orang lain. Dalam hubungan kita dengan orang lain, kita tidak bisa mengikuti pilihan kita sendiri, dan kita tidak bisa memperlakukan orang berdasarkan apakah mereka baik kepada kita atau tidak, atau pada apakah kita menyukai mereka atau tidak, atau pada latar belakang mereka. Sebaliknya, kita harus melepaskan perasaan dan preferensi pribadi kita, dan memperlakukan setiap orang sesuai dengan firman Tuhan dan kebenaran. Selama saudara dan saudari dengan tulus percaya kepada Tuhan dan mencintai kebenaran, maka tidak peduli apakah kepribadian atau temperamen mereka cocok dengan kita atau tidak, atau apakah mereka memiliki status dan kekuasaan atau tidak, atau kesalahan apa yang mungkin mereka buat dimasa lalu, kita harus selalu memperlakukan setiap orang dengan adil. Kita tidak boleh membeda-bedakan, tetapi harus mencintai, toleran, dan pengertian, karena hanya dengan begitu kita akan dapat bergaul dengan baik dengan orang lain.
2. Ketika kesalahpahaman dan konflik muncul, jangan terpaku pada kesalahan orang lain, tetapi belajarlah untuk mengenal diri sendiri
Dia sangat sulit untuk diajak berteman! Aku benar-benar tidak suka bergaul dengannya! ... Dari pernyataan ini, kita dapat melihat bahwa, ketika kesalahpahaman dan konflik muncul antara diri kita sendiri dan saudara atau saudari, kita selalu terpaku pada orang lain dan percaya bahwa itu semua adalah kesalahan mereka. Jarang sekali kita merefleksikan hal-hal yang ada dalam diri kita sendiri. Dan ketika kita berhubungan dengan orang lain lagi, nada bicara kita menjadi keras dan kita bertindak buruk terhadap mereka, dan hasil akhirnya, kita tidak mampu bergaul dengan baik dengan mereka. Tuhan Yesus berkata: "Mengapa engkau melihat selumbar di mata saudaramu, tetapi tidak melihat balok yang ada di matamu sendiri? Bagaimana engkau bisa mengatakan kepada saudaramu, Saudaraku, izinkan aku keluarkan selumbar yang ada di matamu, sedangkan engkau sendiri tidak melihat balok yang ada di matamu sendiri? Hai munafik, keluarkan dulu balok dari matamu sendiri, dan kemudian barulah engkau melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar yang ada di mata saudaramu" (Lukas 6:41-42). Tuhan memeriksa hati terdalam manusia dan mengetahui kerusakan yang ada di relung terdalam hati kita, dan Dia memperingatkan kita: Ketika konflik muncul antara diri kita dan orang lain, kita harus belajar bagaimana untuk merefleksikan masalah kita sendiri, mengubah diri kita terlebih dahulu, dan tidak terpaku pada orang lain. Pada kenyataannya, seringkali orang lain tidak memiliki masalah apapun, tetapi justru kitalah yang hidup dalam watak rusak Setan, yang mencegah kita untuk memiliki hubungan yang normal. Misalnya, ketika orang lain memberikan saran kepada kita atau mereka menunjukkan kepada kita kekurangan dan masalah dalam pekerjaan, karena kita hidup dengan watak sombong yang arogan dan sombong, oleh karena itu kita percaya bahwa tidak ada yang salah dengan pekerjaan diri sendiri, kita berpegang teguh terhadap ide-ide kita sendiri dan menolak untuk menerima saran orang lain, sampai-sampai kita menimbulkan prasangka terhadap mereka. Contoh lainnya adalah, terkadang orang lain mungkin mengatakan atau melakukan sesuatu yang kemudian berdampak pada kepentingan kita sendiri, seperti harga diri, kedudukan atau uang kita dan sebagainya. Karena kita didominasi oleh watak keegoisan, kita kemudian mulai memperhitungkan dengan orang lain dan, dalam lebih parah lagi, bahkan menyimpan dendam terhadap mereka. Pada saat-saat seperti ini, jika kita hanya terpaku pada orang lain dengan keyakinan bahwa mereka salah dan kita menemukan kesalahan mereka, namun kita tidak merenungkan kerusakan kita sendiri, maka pendapat dan prasangka kita terhadap orang lain akan menjadi lebih kuat, kesalahpahaman di antara kita akan tumbuh semakin dalam, dan sama sekali tidak mungkin bagi kita untuk memiliki hubungan yang normal. Namun, jika kita fokus untuk mengenal diri kita sendiri, jika kita merenungkan kerusakan yang kita singkapkan, datang ke hadapan Tuhan untuk belajar dan memperlakukan orang lain dengan cara yang benar, maka kita akan dapat bergaul dengan baik dengan orang lain.
Berbicara sampai disini, mengingatkanku pada pengalaman yang aku alami baru-baru ini dalam berurusan dengan seorang saudari bernama Liu. Saudari Liu sangat lugas. Pada pertemuan rekan kerja, aku mendiskusikan pekerjaan gereja dengan saudara dan saudari, dan aku memberikan saran. Saudari Liu kemudian melanjutkan diskusi dan menunjukkan beberapa masalah dengan saran yang aku buat, aku sangat tidak senang, dan aku berpikir: "Aku telah bekerja di gereja selama bertahun-tahun, apakah tidak memahami hal-hal lebih baik dan memiliki lebih banyak pengalaman daripada anda? Anda begitu sombong! Melakukan apa yang aku sarankan adalah hal yang benar! "Aku kemudian menjelaskan pandanganku dan, melihat bahwa aku menolak untuk menerima, Saudari Liu tidak mengatakan apa-apa lagi. Saudari Liu kemudian memberikan banyak saran kepadaku, tetapi aku masih berpendapat bahwa dia terlalu sombong dan merasa benar sendiri dan bahwa dia selalu berusaha untuk menemukan kesalahan dalam pekerjaanku. Prasangkaku terhadap dia menjadi semakin kuat dan aku berulang kali menolak sarannya. Pada akhirnya, dia merasa terkekang oleh aku dan tidak lagi berani memberikan saran kepadaku. Seiring waktu, aku merasakan kegelapan mengisi rohku, dan aku tidak dapat merasakan hadirat Tuhan ketika aku berdoa. Dalam penderitaan, aku mencari dan berdoa kepada Tuhan. Kemudian, aku membaca firman Tuhan: "Jangan merasa benar sendiri; ambil kelebihan orang lain dan gunakan untuk mengimbangi kekuranganmu sendiri, lihat bagaimana orang lain hidup dengan firman Tuhan; dan lihat apakah kehidupan, perbuatan, dan ucapan mereka layak ditiru. Jika engkau menganggap orang lain lebih rendah daripadamu, engkau merasa benar sendiri, egois, dan tidak berguna bagi siapa pun" ("Bab 22, Perkataan Kristus pada Mulanya" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia). Melalui wahyu firman Tuhan, aku mengingat kembali waktu berinteraksi dengan Saudari Liu. aku tidak menerima saran apa pun yang pernah dia buat, melainkan selalu menganggap diriku benar, dan bahwa dialah yang terlalu sombong, selalu berusaha untuk menemukan kekurangan dan dengan sengaja mencoba mencari kesalahan dengan pekerjaanku. Tetapi ketika aku memikirkannya dengan sungguh-sungguh, aku menyadari bahwa "Tidak ada emas yang bisa murni dan tidak ada orang yang bisa sempurna." Tidak peduli seberapa baik seseorang, mereka pasti masih memiliki kekurangan. Meskipun aku pernah bekerja di gereja untuk waktu yang lama dan aku cukup berpengalaman, ini tidak berarti bahwa aku tanpa ada kesalahan, dan pasti ada beberapa hal yang tidak aku pertimbangkan sepenuhnya. Terlebih lagi, setiap saudara dan saudari memiliki kelebihan sendiri, dan saran mereka pasti ada alasannya. Tuhan mengatur agar kita bekerja sama dengan harapan bahwa kita dapat menutup kekurangan satu sama lain dan, bersama-sama menjaga pekerjaan gereja. Namun aku secara konsisten berpegang teguh pada gagasanku sendiri dan tidak mendengarkan saran Saudari Liu—aku sangat sombong dan arogan. Dengan bertindak seperti ini, aku bukan hanya tidak mampu bekerja dengan baik, tetapi aku juga menyebabkan saudariku merasa terkekang. Ketika aku memikirkannya kembali semua ini, aku merasa sangat bersalah dan aku mencela diri sendiri, dan prasangka aku tentang Saudari Liu lenyap. Setelah itu, aku dengan sungguh-sungguh merenungkan saran yang Saudari Liu buat, dan aku menemukan bahwa kebanyakan dari mereka memang benar dan bahwa dia menyarankan hal-hal yang tidak aku pertimbangkan. Kemudian aku berinisiatif berbicara dari hati ke hati dengannya, dan aku meminta maaf kepadanya. Setelah kami bersekutu, Saudari Liu kemudian merasa dibebaskan, dan aku merasa sangat damai dan nyaman di hatiku. Melalui pengalaman ini, aku menjadi mengerti bahwa kapanpun gesekan muncul antara diri kita dan orang lain, maka sangatlah penting untuk merefleksikan dan mencoba mengenal diri sendiri, karena hanya dengan begitu kita dapat melihat dengan jelas kerusakan dan kekurangan yang ada dalam diri kita, kita tidak akan lagi hidup dengan watak rusak kita, dan kita bisa mengamalkan sesuai dengan firman Tuhan dan menjalani kemanusiaan normal. Melalui pengalamanku dengan Saudari Liu, setiap kali konflik muncul antara aku dan orang lain, pertama-tama aku menenangkan diri, mencari dan berdoa kepada Tuhan, aku fokus pada merenungkan dan mengenal diri sendiri melalui firman Tuhan, aku melihat watak rusak mana yang aku singkapkan dan bagaimana aku harus menyelesaikan masalahku sendiri. Kemudian, tanpa menyadarinya, hubungan aku dengan orang itu berangsur-angsur kembali normal dan aku bisa rukun dengan mereka, aku merasa jauh lebih rileks dan bahagia.
3. Saat orang lain menyakiti kita, kita harus lebih toleran dan pemaaf terhadap mereka
Dalam kehidupan, ketika orang lain melakukan hal-hal yang menyakiti kita, kita dapat dengan mudah membenci mereka, sehingga kita bahkan dapat menyerang mereka kembali. Dengan bertindak seperti ini, kita tidak hanya tidak memiliki hubungan yang normal dengan saudara dan saudari kita, tetapi kita bahkan tidak akan bisa rukun dengan keluarga dan kerabat kita. Sebagai orang Kristen, misalkan orang lain melakukan sesuatu yang benar-benar menyakiti kita, atau mereka mengatakan beberapa hal yang sangat menyakitkan, atau hal-hal yang berdampak pada kepentingan kita. Lalu bagaimana kita harus memperlakukan mereka dengan cara yang sesuai dengan kehendak Tuhan?
Yesus mengajar kita: "Sebab jika engkau mengampuni kesalahan orang lain, Bapamu yang di surga juga akan mengampuni engkau" (Matius 6:14). Tuhan berfirman: "Engkau mungkin tidak cocok dengan kepribadian seseorang, dan engkau mungkin tidak menyukainya, tetapi ketika engkau bekerja sama dengannya, engkau tetap bersikap netral dan tidak mau melampiaskan kefrustrasianmu dalam melakukan tugasmu, mengorbankan tugasmu, atau melampiaskan kefrustrasianmu pada kepentingan keluarga Tuhan. Engkau mampu melakukan segala sesuatu sesuai dengan prinsip; dengan demikian, engkau memiliki rasa hormat kepada Tuhan. Jika engkau memiliki sedikit lebih banyak dari itu, saat engkau melihat seseorang memiliki beberapa kekurangan atau kelemahan—bahkan jika dia telah menyinggungmu atau mengganggu kepentinganmu sendiri—engkau tetap memiliki hati yang rela untuk membantu orang itu. Melakukan seperti itu akan jauh lebih baik; itu berarti engkau adalah orang yang memiliki kemanusiaan, kenyataan kebenaran, dan rasa hormat kepada Tuhan. ... Selama Tuhan belum memutuskan kesudahan seperti apa yang akan dialami orang-orang semacam itu, belum mengusir mereka, dan belum menghukum mereka, dan mereka sedang diselamatkan, maka engkau harus membantu mereka dengan sabar, karena kasih; engkau tidak boleh berharap untuk menentukan kesudahan orang-orang semacam itu, engkau juga tidak boleh menggunakan cara-cara manusiawi untuk menindak keras atau menghukum mereka. Engkau boleh menangani dan memangkas orang-orang semacam itu, atau engkau boleh membuka hatimu dan terlibat dalam persekutuan yang tulus untuk membantu mereka. Namun, jika engkau berpikir untuk menghukum, mengucilkan, dan menjebak orang-orang ini, engkau akan berada dalam masalah. Apakah melakukan hal itu sejalan dengan kebenaran? Memiliki pemikiran seperti itu pastilah diakibatkan oleh sifatmu yang pemarah; pemikiran-pemikiran itu berasal dari Iblis dan berasal dari kebencian manusia, juga berasal dari kecemburuan dan kebencian manusia. Perilaku seperti itu tidak sesuai dengan kebenaran. Ini adalah sesuatu yang akan mendatangkan hukuman kepadamu, dan tidak sejalan dengan kehendak Tuhan" ("Lima Keadaan Manusia Sebelum Mereka Memasuki Jalur yang Benar dalam Kepercayaan Mereka kepada Tuhan" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman").
Untuk menyelamatkan umat manusia, Tuhan menanggung penghinaan yang luar biasa saat datang ke bumi, dan Dia mengungkapkan firman-Nya untuk menyirami dan menggembalakan kita. Ketika kita hidup dalam watak kita yang rusak, melawan Tuhan dan memberontak terhadap-Nya, Tuhan tidak secara langsung menghukum atau mengutuk kita tetapi menggunakan firman-Nya untuk menerangi dan membimbing kita, sehingga kita kemudian dapat memahami maksud baik-Nya dari firman-Nya, dan bertobat kepada Tuhan tepat waktu; ketika kita, sebagai umat manusia, menolak, memfitnah dan mengutuk Tuhan, Tuhan masih peduli pada kita, dan Dia terus melakukan pekerjaan-Nya untuk menyelamatkan kita dengan kesabaran terbesar .... Tuhan begitu tidak mementingkan diri sendiri dan kasih-Nya bagi umat manusia begitu besar!
Akibatnya, dalam bergaul dengan orang lain, kita harus sesuai dengan kehendak Tuhan. Selama saudara dan saudari memiliki kemanusiaan yang baik dan dengan tulus percaya kepada Tuhan, maka kita harus memperlakukan mereka dengan benar. Bahkan jika seseorang menyakiti kita, kita harus memandang mereka dari sudut pandang yang luas dan tidak dapat mendefinisikan orang lain. Kita harus tetap menunjukkan pengertian, toleransi, kesabaran dan pengampunan, dan tidak menyerang mereka kembali. Dengan bertingkah laku seperti ini, kita akan dapat bergaul dengan baik dengan semua orang, tidak peduli seperti apa mereka. Selain itu, ketika orang lain mengalami kesulitan, kita tidak boleh mempermasalahkan kesalahan yang mungkin mereka lakukan di masa lalu tetapi harus tetap membantu dan mendukung mereka. Jika kita bisa mencapai ini, maka semua yang memiliki kemanusiaan yang baik dan yang baik hati suatu hari akan menyadari kesalahan mereka sendiri, dan mereka akan menyesali hal-hal yang telah mereka lakukan di masa lalu, sedemikian rupa sehingga mereka akan datang untuk mengagumi, bagaimana kita menjalani kemanusiaan kita.
Apakah Anda ingin menjalin hubungan yang normal dengan saudara dan saudari dan bergaul baik dengan mereka? Aku percaya bahwa ketika Anda menerapkan ketiga prinsip di atas dalam kehidupan sehari-hari, dan Anda mempraktikkannya dan memasukinya, maka Anda akan menuai manfaat yang tidak dapat Anda bayangkan!
Terima kasih atas pencerahan dan bimbingan Tuhan. Amin!
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.