Menegur Orang dengan Angkuh Menyingkapkan Keburukanku

24 November 2022

Oleh Saudari Ai Meng, Myanmar

Pada Oktober tahun lalu, aku mengawasi pekerjaan penginjilan gereja. Ada beberapa jemaat baru di gereja yang baru saja mulai melaksanakan tugas mereka, jadi aku sering bersekutu dengan mereka tentang prinsip memberitakan Injil dan membawa mereka keluar untuk memberitakan Injil bersama. Setelah beberapa waktu, mereka semua mengalami sedikit kemajuan dan aku merasa hebat. Untuk membuat mereka bekerja secara mandiri secepat mungkin, aku meminta mereka berlatih memberitakan Injil sendiri. Awalnya, ketika mereka menghadapi masalah, aku selalu membantu dengan kasih, tapi lama kelamaan aku mulai muak. Aku mulai meremehkan mereka: "Dahulu aku langsung mengerti saat pertama kali seseorang mengajariku. Aku telah meluangkan waktu mengajari kalian, tapi mengapa masih ada begitu banyak pertanyaan? Apa kalian tak memperhatikan saat aku mengajar? Jika kalian tak mampu bekerja secara mandiri setelah waktu yang lama, pemimpin tingkat atas pasti akan berkata aku tak cakap untuk pekerjaan ini dan tak mampu melatih orang dengan baik. Itu tak boleh terjadi. Aku harus menegur dan memberi kalian pelajaran." Setelah memikirkan semua itu, aku dengan marah menegur mereka. Suatu kali, Saudari Ai meneleponku, dia berkata: "Saudara, aku ingin bertanya, aspek firman Tuhan mana yang akan kita persekutukan dalam pertemuan malam ini?" Kupikir: "Aku sudah memberitahumu sebelumnya, mengapa kau tetap tidak tahu? Apa kau tak mendengarkanku?" Jadi, dengan nada bicara yang keras dan kasar, aku menjawab: "Apa kau membaca fail terakhir yang kukirimkan? Mengapa kau selalu harus bertanya kepadaku?" Saudari itu tak menanggapi dan dengan marah aku menutup telepon. Kemudian, aku menyadari perbuatanku dan merasa sedikit bersalah. Namun kemudian kupikir, "Aku mengatakannya demi kebaikannya. Jika tidak, bagaimana dia akan mengalami kemajuan jika terus mengandalkanku? Mungkin ini sebetulnya bermanfaat baginya." Dengan pemikiran ini, kekhawatiranku lenyap.

Keesokan harinya, saudara yang bekerja sama denganku berkata kepadaku: "Saudari Ai berkata ketika dia bertanya kepadamu kemarin, kau marah. Dia juga merasa sangat terkekang dan takut kepadamu." ketika mendengarnya, aku tak bisa menerimanya dan beralasan di benakku: "Mungkin perkataanku agak kasar, tapi semua itu hanya untuk mendorongnya bekerja secara mandiri. Jika aku tak bernada kasar, dia pasti terus menghubungiku setiap kali ada pertanyaan. Bagaimana dia bisa menjadi mandiri kalau begitu?" Namun kemudian kupikir: "Perkataanku mungkin sedikit tak pantas. Lagipula, Sister Ai baru saja memulai pelatihan. Seharusnya aku membantu dengan penuh kasih bukannya marah dan menegurnya." Jadi aku mengirim pesan meminta maaf kepadanya: "Kemarin aku salah. Seharusnya aku tak memarahimu seperti itu. Kuharap kau mengerti dan kumohon jangan tersinggung. Aku kehilangan kesabaranku saat itu dan membuatmu kesal." Saudari Ai menjawab bahwa itu tak masalah. Setelah itu, aku tak merenungkan dan mengenal diriku lebih lanjut.

Beberapa waktu kemudian, aku terpilih sebagai pengkhotbah dan mengambil lebih banyak tanggung jawab. Beberapa pemimpin dan pekerja baru saja memulai pelatihan dan tak terbiasa dengan pekerjaan gereja, jadi aku sering bersekutu dengan mereka tentang prinsip kerja. Aku juga selalu memeriksa pekerjaan dan secara detail membimbing dan membantu mereka. Awalnya, ketika mereka ada pertanyaan, aku dengan sabar bersekutu dengan mereka. Namun, jika mereka bertanya terlalu banyak, aku mulai tak sabar. Aku menegur mereka, "Mengapa kalian tak mampu memahaminya? Ketika pertama kali mulai bekerja di gereja, aku selalu ingat dengan jelas tugas apa pun yang diberikan pemimpinku. dan selalu dengan cepat dan kompeten menyelesaikannya. Aku telah memberitahukan semuanya dan memberi instruksi terperinci, jadi mengapa kalian tak mampu melakukannya dengan baik?" Mereka hanya diam saja.

Keesokan harinya, seorang pemimpin mengirimiku pesan yang berbunyi: "Aku terlalu bodoh untuk pekerjaan ini. Kumohon carilah orang lain untuk menggantikanku." Aku cukup terkejut: Dia salah satu yang terbaik dari peserta baru. Mengapa dia berpikir begitu? Kemudian, pemimpin lain mengirimiku pesan yang berbunyi: "Beberapa orang berkata kau telah membuat mereka merasa sangat terkekang." Baru setelah itulah aku mulai merenungkan diriku sendiri. Aku sadar tak menangani kekurangan orang lain dengan benar. Aku terus-menerus marah dan menegur alih-alih membimbing dan membantu mereka dengan sabar. Akibatnya, mereka merasa terkekang. Kemudian, kudengar seorang saudari menjadi sangat negatif karena terkekang sehingga tak melaksanakan tugasnya selama lebih dari sepuluh hari. Ketika mendengar hal ini, aku merasa tak enak. Aku tak menyangka telah sangat menyakiti mereka. Aku merasa tertekan dan heran mengapa aku terus marah dan berpengaruh buruk pada semua orang. Jadi aku datang ke hadapan Tuhan dalam doa: "Ya Tuhan, aku tak mau marah kepada saudara-saudaraku, tapi setiap kali sesuatu terjadi, aku tak mampu mengendalikan emosiku. Bagaimana aku harus menyelesaikan masalah ini? Kumohon pimpin dan bimbinglah aku."

Setelah itu, aku menemukan satu bagian firman Tuhan. Tuhan berfirman: "Begitu seorang manusia memiliki status, ia akan sering kesulitan mengendalikan suasana hatinya, jadi, ia akan menikmati menggunakan kesempatan untuk mengungkapkan ketidakpuasannya dan melampiaskan emosinya; ia akan sering terbakar amarah tanpa alasan jelas, untuk menunjukkan kemampuannya dan membiarkan orang lain tahu bahwa status dan identitasnya berbeda dengan orang biasa. Tentu saja, orang yang rusak tanpa status apa pun juga sering kehilangan kendali. Amarah mereka sering kali disebabkan oleh rusaknya kepentingan pribadi mereka. Untuk melindungi status dan martabatnya, mereka akan sering kali melampiaskan emosi mereka dan menyingkapkan natur mereka yang congkak. Manusia akan terbakar amarah dan melampiaskan emosinya untuk mempertahankan dan menegakkan keberadaan dosa, dan tindakan-tindakan ini adalah cara manusia mengungkapkan ketidakpuasannya; mereka penuh dengan kenajisan, dengan rencana licik dan intrik, dengan kerusakan dan kejahatan manusia, dan lebih dari semuanya, mereka penuh dengan ambisi dan keinginan liar manusia" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik II"). Firman Tuhan menyingkapkan keadaanku saat itu. Aku merenungkan ternyata aku marah untuk mempertahankan statusku. Biasanya, aku selalu mendapatkan hasil dalam pekerjaanku dan orang berpikir aku pemimpin yang cakap. Namun, setelah ditugaskan untuk melatih saudara-saudari ini, jika aku tak mampu membuat mereka bekerja secara mandiri setelah jangka waktu yang lama, pemimpin tingkat atas pasti akan mengatakan aku tak kompeten. Jadi ketika saudara-saudari tetap tak mengerti setelah diajari beberapa kali, aku menjadi sangat menentang dan tak sabar. Ketika mereka menemuiku dengan pertanyaan, aku pasti menggunakan kesempatan itu untuk menegur dan mengkritik mereka sebagai pelampiasan. Aku bahkan membandingkan mereka dengan diriku dan penuh keluhan dan penghinaan terhadap mereka. Akibatnya, mereka semua merasa terkekang dan bahkan menjadi negatif sehingga tak mau melaksanakan tugas. Ketika orang lain menunjukkan masalahku, aku tak mencari kebenaran untuk menyelesaikannya. Meskipun aku meminta maaf kepada Sister Ai, tujuan implisit dan eksplisit dari perkataanku adalah mempertahankan status dan citraku, menunjukkan kepada Saudari Ai bahwa kemarahanku ini hal yang jarang terjadi dan bukan kejadian biasa, dan membuatnya berpikir aku sebenarnya cukup rasional melalui permintaan maafku yang tidak tulus. Aku teringat firman Tuhan yang berkata: "Ada orang yang terang-terangan memiliki watak yang buruk dan selalu mengatakan mereka memiliki temperamen yang buruk. Bukankah ini hanya semacam pembenaran diri? Watak yang buruk adalah watak yang buruk. Ketika orang telah melakukan sesuatu yang tidak masuk akal atau yang merugikan semua orang, masalahnya ada pada watak dan kemanusiaan mereka, tetapi mereka selalu berkata bahwa mereka kehilangan kendali sejenak karena temperamen mereka atau karena sedikit marah; mereka tidak pernah memahami esensi masalahnya. Apakah ini arti sebenarnya dari menganalisis dan menyingkapkan diri mereka sendiri?" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Tentang Kerja Sama yang Harmonis"). Seperti inilah diriku. Mengingat kembali permintaan maafku, itu terdengar sangat bermartabat, tapi aku tak memahami esensi masalah yang sebenarnya dan bahkan berusaha membela diri. Aku bersikap sangat munafik! Menyadari hal ini, aku merasa sangat bersalah. Aku sering berbicara dengan saudara-saudari tentang memperlakukan orang dengan kasih dan kesabaran, tapi ini hanya slogan yang tak sesuai dengan perilakuku yang sebenarnya.

Setelah itu, aku menenangkan pikiranku dan merenungkan diriku sendiri: "Mengapa setiap kali segala sesuatu tak berjalan sesuai keinginanku, aku kehilangan kesabaran dan menyingkapkan watakku yang rusak? Mengapa aku tak mampu bekerja sama dengan baik dengan saudara-saudari?" Setelah itu, aku menemukan satu bagian firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Kecongkakan adalah sumber dari watak manusia yang rusak. Semakin congkak manusia, semakin mereka tidak masuk akal, dan semakin mereka tidak masuk akal, semakin besar kemungkinan mereka untuk menentang Tuhan. Seberapa seriuskah masalah ini? Orang yang memiliki watak congkak tidak hanya menganggap orang lain berada di bawah mereka, tetapi, yang terburuk adalah mereka bahkan bersikap merendahkan Tuhan, dan tidak ada rasa takut akan Tuhan di dalam hati mereka. Meskipun orang mungkin terlihat percaya kepada Tuhan dan mengikuti Dia, mereka sama sekali tidak memperlakukan-Nya sebagai Tuhan. Mereka selalu merasa bahwa mereka memiliki kebenaran dan menganggap diri mereka hebat. Inilah esensi dan akar dari watak yang congkak, dan itu berasal dari Iblis. Karena itu, masalah kecongkakan harus diselesaikan. Merasa bahwa seseorang lebih baik daripada yang lain—itu adalah masalah sepele. Masalah seriusnya adalah bahwa sikap congkak seseorang menghalangi orang tersebut untuk tunduk kepada Tuhan, pada pemerintahan-Nya, dan pengaturan-Nya; orang seperti itu selalu merasa ingin bersaing dengan Tuhan untuk mendapatkan kekuasaan atas orang lain. Orang seperti ini tidak sedikit pun menghormati Tuhan, apalagi mengasihi Tuhan atau tunduk kepada-Nya. Orang-orang yang congkak dan sombong, terutama mereka yang begitu congkak sampai kehilangan akalnya, tidak mampu tunduk kepada Tuhan dalam kepercayaan mereka kepada-Nya, dan bahkan meninggikan serta memberikan kesaksian tentang diri mereka sendiri. Orang-orang semacam itulah yang paling menentang Tuhan dan sama sekali tidak memiliki rasa takut akan Tuhan. Jika orang-orang ingin sampai pada titik di mana mereka menghormati Tuhan, mereka harus terlebih dahulu menyelesaikan masalah watak mereka yang congkak. Semakin teliti engkau menyelesaikan masalah watakmu yang congkak, semakin engkau akan memiliki rasa hormat kepada Tuhan, dan baru setelah itulah, engkau mampu tunduk kepada-Nya dan memperoleh kebenaran serta mengenal Dia. Hanya mereka yang memperoleh kebenaran yang merupakan manusia sejati" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Tuhan menyingkapkan bahwa sumber watak manusia yang rusak adalah kecongkakan. Makin congkak orang, makin besar kemungkinan mereka menentang Tuhan. Aku sadar begitulah diriku. Aku memandang remeh orang lain, menganggap mereka semua lebih rendah dariku. Aku selalu yakin aku punya kualitas yang baik, berbakat dalam pekerjaanku dan lebih baik daripada orang lain. Aku juga selalu mengukur kekurangan orang lain dengan kelebihanku sendiri. Aku mampu menguasai tugas setelah diajari satu kali, tapi mereka tetap belum mengerti setelah sekian lama. Aku hanya memarahi mereka, mengkritik dan menegur, tanpa menghormati mereka sedikit pun. Aku tak mengakui kekuatan dan kelebihan mereka, apalagi memberikan dukungan penuh kasih. Ketika saudara-saudari menghadapi masalah, aku tak merenungkan apakah aku telah mempersekutukan firman Tuhan dengan mereka untuk menyelesaikan masalah, atau apakah mungkin akulah yang kurang. Sebaliknya, aku hanya berpikir mereka tak mendengarkan dengan saksama dan tanpa pandang bulu memarahi dan menangani mereka. Aku sangat congkak dan tak bernalar! Gereja kami sedang menyebarluaskan Injil Tuhan, tapi aku terus marah, menegur dan mengekang orang, membuat mereka menjadi takut padaku, membatasi diri mereka sendiri, dan bahkan menjadi sangat negatif sehingga tak mau melaksanakan tugas. Bukankah aku mengganggu dan menghambat pekerjaan penginjilan? Merenungkan semua ini, aku merasa sangat malu. Aku tak memberikan apa pun yang bermanfaat bagi jalan masuk kehidupan orang lain. Sebaliknya, aku menyakiti mereka dan mengganggu pekerjaan gereja. Aku hidup berdasarkan watak congkakku dan dapat melakukan kejahatan dan menentang Tuhan setiap saat. Memikirkan semua perbuatanku, aku benar-benar membenci diriku sendiri. Rasanya ingin kutampar wajahku beberapa kali. Dalam hati, aku berdoa kepada Tuhan: "Ya Tuhan, aku menangani orang secara membabi buta karena watak congkakku, menyakiti mereka dan mengganggu pekerjaan gereja. Ya Tuhan, aku siap bertobat dan melakukan perubahan. Aku berdoa agar Engkau membimbing dan membantuku menyelesaikan watak congkakku."

Kemudian suatu hari, aku mendengar lagu pujian firman Tuhan: "Hidup Sesuai Firman Tuhan untuk Mengubah Watakmu." "Engkau harus terlebih dahulu menyelesaikan semua kesulitan dalam dirimu sendiri dengan mengandalkan Tuhan. Akhiri watakmu yang bejat dan berusahalah untuk benar-benar memahami keadaanmu sendiri dan ketahui bagaimana engkau harus bertindak; teruslah bersekutu tentang apa pun yang tidak engkau pahami. Tidak bisa diterima jika seseorang tidak mengenal dirinya sendiri. Pertama-tama, sembuhkan penyakitmu sendiri, dan dengan makan dan minum firman Tuhan lebih banyak lagi serta merenungkannya, jalanilah hidupmu dan lakukan perbuatanmu berlandaskan firman ia; entah engkau berada di rumah atau di tempat lain, engkau harus mengizinkan Tuhan menggunakan kekuatan di dalam dirimu. Buanglah daging dan sifat alamiah. Selalu izinkan firman Tuhan berkuasa di dalam dirimu. Tidak perlu khawatir bahwa hidupmu tidak berubah; seiring waktu, engkau akan mulai merasakan bahwa watakmu telah banyak berubah, seiring waktu, engkau akan mulai merasakan bahwa watakmu telah banyak berubah. ..." (Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru). Lagu pujian firman Tuhan ini benar-benar menginspirasiku. Melalui firman Tuhan, aku menemukan jalan penerapan. Situasi apa pun yang kuhadapi, aku harus terlebih dahulu mencari kehendak Tuhan, mencari kebenaran, menyelesaikan masalahku, mulai memahami watak congkakku melalui firman Tuhan, berfokus menyangkal diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari, dan menerapkan kebenaran. Kemudian watak congkakku secara berangsur akan berubah. Kenyataannya, karena watak congkakku, aku menegur dan mengekang orang dan selalu menganggap diriku lebih unggul memperlihatkan sesungguhnya aku tak mengenal diriku sendiri. Sebenarnya, aku tak punya apa pun yang layak dipamerkan. Daya tangkapku cepat dalam tugasku dan telah diberkati dengan karunia tertentu, tapi karunia dan kualitasku diberikan oleh Tuhan, tak ada yang patut disombongkan. Aku harus bersyukur kepada Tuhan. Setiap orang punya kualitas dan kemampuan yang berbeda. Semua saudara-saudari memiliki kelebihan mereka. Sister Ai pandai berinteraksi dengan orang, dia memiliki sentuhan kasih dan kesabaran. Aku tak memiliki semua kualitas itu. Menyadari hal ini, aku merasa malu. Aku siap menerapkan firman Tuhan. Ketika menghadapi masalah, aku secara sadar selalu menyangkal diriku dan menerapkan kebenaran.

Aku ingat suatu waktu, Aku menanyakan saudari yang bekerja sama denganku tentang kemajuannya dalam sebuah proyek dan dia berkata: "Aku belum memulainya. Ketika kita mendiskusikan ide-ide untuk proyek ini, aku merasa cukup jelas, tapi saat mulai mengerjakannya, aku tak tahu cara melakukannya." Ketika mendengarnya, aku bisa merasakan kemarahan muncul kembali. Kupikir: "Mengapa ini begitu sulit bagimu? Ketika kita mendiskusikan proyek ini, aku menjelaskan semuanya dengan begitu jelas. Mengapa mudah sekali kau melupakannya? Apa kau tak berkonsentrasi pada pekerjaan? Kurasa aku harus bicara serius denganmu." Tepat saat hendak memarahinya, aku teringat firman Tuhan: "Jika orang bisa secara sadar memuaskan Tuhan, menerapkan kebenaran, menyangkal diri mereka sendiri, melepaskan gagasan mereka sendiri, dan menjadi taat dan memikirkan kehendak Tuhan—jika mereka mampu melakukan semua hal ini secara sadar—maka inilah yang dimaksud dengan menerapkan kebenaran secara tepat" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Mengejar Kebenaran Orang Dapat Mencapai Perubahan dalam Wataknya"). Firman Tuhan mengingatkanku tepat waktu: aku harus menyangkal diriku dan melakukan penerapan sesuai firman Tuhan. Aku tak boleh terus bertindak menurut watak congkakku. Dia mungkin belum mulai karena memiliki beberapa masalah atau tak jelas tentang jalan ke depan. Aku harus menangani situasi aktualnya dan memperlakukan kekurangannya dengan cara yang benar. Jadi, dengan tenang aku membahas secara spesifik bagaimana dia harus bekerja berdasarkan situasi yang sebenarnya. Setelah aku selesai, dia dengan senang menjawab: "Oh jadi begitu caranya! Kini aku sudah mengerti caranya." Mendengar yang dikatakan saudari itu, aku merasa sangat malu. Dalam pekerjaan kami, aku selalu menyerukan slogan tapi tak mengambil waktu memahami masalah dan kesulitan semua orang, apalagi mengajari mereka satu per satu. Jika saja aku sedikit lebih sabar dan menjelaskan secara terperinci, saudara-saudari pasti sudah sejak lama bekerja secara mandiri.

Setelah itu, aku menemukan bagian lain firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Dapatkah engkau membuat orang memahami kebenaran dan memasuki kenyataannya jika engkau hanya mengulang perkataan doktrin, dan menceramahi orang, dan menangani mereka? Jika kebenaran yang kaupersekutukan tidak nyata, jika itu hanyalah perkataan doktrin, maka sebanyak apa pun engkau menangani dan menceramahi mereka, itu akan sia-sia. Apakah menurutmu jika orang-orang takut kepadamu, dan melakukan apa yang kauperintahkan, serta tidak berani menentangmu, itu sama artinya mereka memahami kebenaran dan bersikap taat? Ini adalah kekeliruan besar; jalan masuk ke dalam kehidupan tidaklah sesederhana itu. Beberapa pemimpin bersikap seperti manajer baru yang berusaha membuat diri mereka terkesan kuat, mereka berusaha memaksakan otoritas baru mereka terhadap umat pilihan Tuhan sehingga semua orang tunduk kepada mereka, berpikir bahwa ini akan membuat pekerjaan mereka lebih mudah. Jika engkau tidak memiliki kenyataan kebenaran, maka tak lama kemudian tingkat pertumbuhanmu yang sebenarnya akan tersingkap, dirimu yang sesungguhnya akan tersingkap, dan engkau akan disingkirkan. Dalam beberapa pekerjaan administratif, sedikit penanganan, pemangkasan, dan pendisiplinan dapat diterima. Namun, jika engkau tak mampu mempersekutukan kebenaran, pada akhirnya, engkau tetap tak akan mampu menyelesaikan masalah, dan akan memengaruhi hasil pekerjaan. Jika, masalah apa pun yang muncul di gereja, engkau terus saja menceramahi dan menyalahkan orang lain—jika yang kaulakukan hanyalah kehilangan kesabaranmu—maka ini adalah watak rusakmu yang tersingkap dengan sendirinya, dan engkau telah memperlihatkan wajah buruk kerusakanmu. Jika engkau selalu menganggap dirimu lebih baik dari orang lain dan menceramahi mereka seperti ini, maka seiring berjalannya waktu, orang tidak akan dapat menerima perbekalan hidup darimu, mereka tidak akan mendapatkan sesuatu yang nyata, melainkan akan muak dan jijik terhadapmu" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Melalui firman Tuhan, aku menyadari, kunci untuk bekerja dengan saudara-saudari di gereja adalah mempersekutukan kebenaran dengan jelas sehingga memahami prinsip dengan baik. Baru setelah itulah kita mampu melaksanakan tugas kita dengan baik. Jika selalu memarahi orang dan menegur mereka, aku bukan saja pasti gagal menyelesaikan masalah, tapi juga akan membuat mereka sakit hati dan menjauh dariku. Kemudian, ketika bekerja dengan orang lain atau memeriksa pekerjaan mereka, aku selalu terlebih dahulu memahami masalah mereka yang sebenarnya. Jika ada hal-hal yang belum mereka mengerti atau pahami, aku akan dengan sabar mempersekutukan prinsip dan kebenaran dan membantu menyelesaikan masalah mereka. Dengan cara seperti itu, setelah jangka waktu tertentu, saudara-saudari mampu menyelesaikan beberapa pekerjaan secara mandiri dan kami mampu bekerja sama secara harmonis. Dengan membaca firman Tuhan, aku memperoleh sedikit pemahaman tentang watak congkakku, belajar memperlakukan kekurangan orang dengan benar dan mampu bekerja secara harmonis dengan orang lain. Syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa!

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait