Konsekuensi dari Watak yang Congkak

16 September 2022

Oleh Saudara Bernard, Filipina

Tahun 2006, aku masih duduk di bangku SMU. Ketika kami akan mempelajari Alkitab, para guru sering memintaku untuk memberikan kata sambutan dan memperkenalkan pendeta yang akan berkhotbah kepada kami. Mereka berkata aku memiliki suara bagus yang bernada tinggi, banyak teman sekelasku selalu memandangku dengan kekaguman, dan kupikir aku lebih baik daripada orang lain. Di kampus, aku menguasai beberapa teknik komunikasi yang membuatku sangat cakap dalam berinteraksi dengan orang lain. Aku sering merasakan perasaan unggul, serta kebanggaan dalam keterampilanku. Setelah percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa, aku mulai memberitakan Injil kepada teman-temanku. Orang pertama yang kuinjili adalah seorang saudara dari Honduras. Dia menerimanya. aku sangat senang. Kemudian, aku memberitakan Injil kepada seorang rekan dari India. Dia juga dengan cepat menerimanya. Aku makin merasa senang, dan merasa punya kualitas dan bakat sejati untuk mengabarkan Injil. Lalu aku berhenti dari pekerjaanku untuk mengabarkan Injil sepenuh waktu. Karena aku pandai berkomunikasi dengan calon penerima Injil dan dapat membantu orang lain, aku segera terpilih sebagai pemimpin kelompok. Pengawas juga mengatur agar aku membantu Saudari Aileen dan Agatha, yang baru saja mulai berlatih mengabarkan Injil. Aku merasa lebih baik daripada saudara-saudari lainnya. Suatu kali, aku dan Saudari Aileen pergi ke pertemuan bersama calon penerima Injil, dan mendapati Aileen tak bersekutu dengan jelas dan sering menyimpang dari topik. Setelah pertemuan itu, aku dengan marah menunjukkan masalahnya. Aileen kemudian menjadi negatif dan berkata kepadaku: "Saudaraku, kau terlalu congkak dan banyak saudara-saudari tak mau bekerja bersamamu." Aku merasa dia hanya mengkritikku karena apa yang baru saja kukatakan kepadanya, jadi kupikir aku tak punya masalah apa pun. Setelah itu, aku selalu mengawasi dia dan Agatha dalam pelaksanaan tugas mereka, dan mendapati mereka berdua memiliki beberapa masalah. Aku tak mempersekutukan kebenaran untuk membantu mereka dan hanya menduga mereka tak membuat kemajuan apa pun dalam tugas mereka, dan aku memberi tahu pengawas mereka tak cocok untuk pekerjaan penginjilan. Pengawas menunjukkan watakku yang congkak dan berkata aku tak mampu menangani kekurangan orang lain dengan benar. Dia juga mengirimiku beberapa bagian firman Tuhan di mana Tuhan menyingkapkan watak congkak orang. Aku mengabaikannya, dan merasa firman Tuhan ini tak berlaku untukku. Setelah ini, aku mengundang orang untuk mendengarkan khotbah dan bersaksi tentang pekerjaan Tuhan pada akhir zaman tanpa terlebih dahulu berdiskusi dengan yang lain. Beberapa dari mereka yang mendengarkan khotbahku suka mengobrol denganku dan mendengarkan persekutuanku, membuatku merasa makin berbakat, dan aku tak perlu mendengarkan pengawas, tak perlu bekerja sama dengan orang, mampu memberitakan Injil seorang diri dan melaksanakan tugasku dengan baik. Belakangan baru kudapati beberapa orang yang tak memenuhi kriteria untuk memberitakan Injil, dan akibatnya, beberapa pekerjaan yang telah kulakukan tak berguna. Pengawas berkata aku terlalu congkak, bersikap ceroboh, dan tak bekerja sama dengan orang, dan menyebabkan hasil kerja yang buruk. Karena perilakuku, aku diberhentikan sebagai pemimpin kelompok dan kebetulan digantikan oleh Aileen. Aku benar-benar tak bisa menerima hal ini, dan berpikir karena kelebihanku, aku seharusnya tak diberhentikan. Pada waktu itu, aku benar-benar tak bisa menerima pengaturan ini, dan ingin berhenti melaksanakan tugas ini. Namun pada waktu itu, aku terlalu keras kepala, dan tak tahu cara merenungkan diriku sendiri.

Kemudian aku ditugaskan kembali untuk menyirami petobat baru. Tak lama kemudian, aku terpilih lagi sebagai ketua kelompok dan bekerja sama dengan Saudari Therese. Aku melihat dalam pertemuan, persekutuan Therese terkadang tak lengkap, dan terkadang dia tak sepenuhnya menyelesaikan masalah petobat baru, jadi aku memandang rendah dirinya. Aku sering berpikir, "Apakah dia benar-benar cocok untuk tugas ini? Sebagai pemimpin kelompok, dia harus mampu menyelesaikan masalah petobat baru, dan melihatnya sekarang, akan lebih baik jika dia berlatih selama beberapa waktu sebagai anggota tim." Yang makin membuatku kesal, ketika menghadapi masalah, dia akan selalu meminta bantuan orang lain, tapi jarang kepadaku. Kupikir dalam hati, "Aku tahu bagaimana menyelesaikan masalah ini, apakah dia meminta bantuan orang lain dan bukan aku karena dia tak menghormatiku?" Kemudian dalam rapat kerja, pengawas menunjukkan beberapa masalah dalam pekerjaan kami. Aku mengingat kembali perilaku Saudari Therese dan tak mampu menahan ketidakpuasanku, dan berkata terus terang di depan semua orang, "Apakah Saudari Therese mampu memikul pekerjaan pemimpin kelompok?" Therese menjawab dengan nada bicara yang sedih: "Aku tak berguna. Aku tak mampu membantu saudara-saudari dalam menyelesaikan masalah mereka." Aku merasa sangat bersalah mendengarnya perkataannya. Kemudian, ketika kami berbicara, aku merasa dia sedang terkekang olehku. Namun meski demikian, aku tetap tak merenungkan diriku sendiri. Pada kesempatan lain, aku mengetahui salah seorang saudara baru tak mendapatkan hasil apa pun dalam tugasnya, dan aku merasa dia tak cocok untuk tugas itu. Namun, alih-alih berkonsultasi dengan pengawas atau mendiskusikannya dengan orang lain, aku langsung memberhentikannya. Pada waktu itu, aku bersikap sangat congkak. Baru kemudian kuketahui, dia telah menghadapi kesulitan dalam tugasnya. Aku memberhentikannya sesuka hatiku tanpa mendapatkan pemahaman yang jelas tentang keadaannya. Saudara itu menjadi sangat negatif setelah diberhentikan. Ketika pengawas mengetahuinya, dia bertanya kepadaku, "Mengapa kau memberhentikannya tanpa berdiskusi dengan orang lain? Kau telah bersikap sangat congkak dan terlalu percaya diri. Kau selalu memandang rendah orang lain dan mengekang mereka. Karena perilaku burukmu yang terus-menerus, kau tak lagi layak menjadi pemimpin kelompok." Aku benar-benar merasa bingung ketika kembali diberhentikan. aku bertanya pada diriku sendiri, "Mengapa aku tak bertanya kepada orang lain? Mengapa aku terus hanya melakukan apa yang kuinginkan? Jika saja aku mencari sedikit lebih banyak dan mendiskusikan masalah ini dengan orang lain, aku pasti tak memiliki masalah ini." Selama beberapa hari selanjutnya, aku sakit tenggorokan, muntah-muntah, dan sekujur tubuhku terasa lemah. Aku tahu aku telah menyinggung Tuhan dan merasa sangat sedih.

Kemudian, aku berbicara dengan seorang saudari tentang keadaanku dan dia mengirimiku beberapa bagian firman Tuhan. "Jangan merasa benar sendiri; ambil kelebihan orang lain dan gunakan untuk mengimbangi kekuranganmu sendiri, lihat bagaimana orang lain hidup dengan firman Tuhan; dan lihat apakah kehidupan, perbuatan, dan ucapan mereka layak ditiru. Jika engkau menganggap orang lain lebih rendah daripadamu, engkau merasa benar sendiri, egois, dan tidak berguna bagi siapa pun" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 22"). "Jangan mengira bahwa engkau adalah orang yang berbakat alami, yang hanya sedikit lebih rendah dari surga tetapi jauh lebih tinggi dari bumi. Engkau tidak lebih pintar dari siapa pun juga—bahkan bisa dikatakan sungguh menggemaskan seberapa jauh lebih konyolnya dirimu daripada siapa pun di bumi yang memiliki akal, karena engkau memandang dirimu sendiri terlalu tinggi, dan tidak pernah memiliki perasaan rendah diri; seolah-olah engkau mengetahui tindakan-Ku hingga ke rincian yang terkecil. Kenyataannya, engkau adalah seseorang yang pada dasarnya tidak berakal, karena engkau sama sekali tidak tahu apa yang ingin Kulakukan, dan terlebih lagi engkau tidak menyadari apa yang sedang Kulakukan sekarang. Karena itu, Aku katakan bahwa engkau bahkan tidak sebanding dengan petani tua yang berjerih-payah mengerjakan ladangnya, seorang petani yang tidak memiliki persepsi sedikit pun tentang kehidupan manusia tetapi bergantung pada berkat dari surga ketika ia mengolah ladang. Engkau sama sekali tidak memikirkan tentang hidupmu, engkau tidak mengetahui apa pun tentang kemasyhuran, dan terlebih lagi engkau tidak memiliki pengetahuan apa pun tentang dirimu sendiri. Engkau terlalu 'meninggikan diri'!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mereka yang Tidak Belajar dan Tetap Tidak Mengetahui Apa pun: Bukankah Mereka itu Binatang Buas?"). Setelah membaca firman Tuhan, aku merasa sangat sedih. Aku merasa sedang disingkapkan oleh firman Tuhan. Aku selalu menganggap diriku berbakat, serta lebih pandai, dan lebih berbakat daripada orang lain. Aku selalu memiliki perasaan superioritas, menganggap tinggi diriku sendiri, dan meremehkan orang lain. Aku melihat persekutuan Aileen dan Agatha dalam perkumpulan memiliki kekurangan, jadi aku memandang rendah mereka, menghindari mereka, memutuskan mereka tak cocok untuk pekerjaan penginjilan, dan tak mau bekerja sama dengan mereka. Khususnya ketika mampu mengabarkan Injil seorang diri, aku merasa makin lebih berbakat, dan mampu menyelesaikan pekerjaan seorang diri karena tak perlu bekerja sama dengan orang lain. Ketika aku bekerja sama dengan Saudari Therese, Aku merasa lebih berbakat daripada dia, jadi aku memandang rendah dirinya, berpikir dia tak mampu memikul pekerjaan pemimpin kelompok. Aku juga bersikeras dengan caraku sendiri ketika memberhentikan saudara itu. Aku hanya memberhentikannya sesuka hatiku tanpa berdiskusi dengan siapa pun, membuatnya jatuh ke dalam kenegatifan. Aku sangat sombong, selalu melakukan segala sesuatu sekehendak hatiku, dan tak pernah berusaha mendengarkan pendapat orang lain, karena aku merasa saudara-saudariku tak berarti dibandingkan denganku, dan aku ingin memberi tahu mereka "Aku lebih baik dan lebih berbakat daripada kalian." Namun akibatnya, aku telah melaksanakan tugasku tanpa mencari prinsip, dan bertindak sekehendak hatiku, dan telah melakukan hal-hal yang menyakiti saudara-saudariku. Firman Tuhan membuatku merasa sangat malu, khususnya ketika aku membaca: "Engkau sama sekali tidak memikirkan tentang hidupmu, engkau tidak mengetahui apa pun tentang kemasyhuran, dan terlebih lagi engkau tidak memiliki pengetahuan apa pun tentang dirimu sendiri. Engkau terlalu 'meninggikan diri'!" Firman Tuhan menyentuh hatiku. Aku selalu menganggap tinggi diriku sendiri, bahkan tak pernah memikirkan apakah yang kulakukan itu benar atau salah. Aku telah bersikap sangat sombong. Petani yang membajak ladang tahu cara mengandalkan Tuhan, tapi ketika sesuatu terjadi padaku, aku tak pernah tahu cara mencari kehendak Tuhan. Tuhan tak punya tempat di hatiku. Aku benar-benar tak mengenal diriku sendiri.

Beberapa waktu kemudian saudari itu mengirimiku lebih banyak firman Tuhan, memampukanku mengenal diriku sedikit lebih baik. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Ada banyak jenis watak rusak yang termasuk watak Iblis, tetapi watak yang paling jelas dan paling menonjol adalah watak congkak. Kecongkakan adalah sumber dari watak manusia yang rusak. Semakin congkak manusia, semakin mereka tidak masuk akal, dan semakin mereka tidak masuk akal, semakin besar kemungkinan mereka untuk menentang Tuhan. Seberapa seriuskah masalah ini? Orang yang memiliki watak congkak tidak hanya menganggap orang lain berada di bawah mereka, tetapi, yang terburuk adalah mereka bahkan bersikap merendahkan Tuhan, dan tidak ada rasa takut akan Tuhan di dalam hati mereka. Meskipun orang mungkin terlihat percaya kepada Tuhan dan mengikuti Dia, mereka sama sekali tidak memperlakukan-Nya sebagai Tuhan. Mereka selalu merasa bahwa mereka memiliki kebenaran dan menganggap diri mereka hebat. Inilah esensi dan akar dari watak yang congkak, dan itu berasal dari Iblis. Karena itu, masalah kecongkakan harus diselesaikan. Merasa bahwa seseorang lebih baik daripada yang lain—itu adalah masalah sepele. Masalah seriusnya adalah bahwa sikap congkak seseorang menghalangi orang tersebut untuk tunduk kepada Tuhan, pada pemerintahan-Nya, dan pengaturan-Nya; orang seperti itu selalu merasa ingin bersaing dengan Tuhan untuk mendapatkan kekuasaan atas orang lain. Orang seperti ini tidak sedikit pun menghormati Tuhan, apalagi mengasihi Tuhan atau tunduk kepada-Nya" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). "Dalam menciptakan manusia, Tuhan mengaruniakan keahlian yang berbeda kepada berbagai jenis orang. Ada orang yang ahli dalam bahasa, ada yang ahli dalam pengobatan, ada yang ahli dalam mempelajari keterampilan tertentu, ada yang ahli dalam penelitian ilmiah, dan sebagainya. Keahlian manusia ini dianugerahkan kepada mereka oleh Tuhan. Tidak ada yang perlu disombongkan mengenai semua itu. Apa pun keahlian yang orang miliki, itu bukan berarti mereka memahami kebenaran, apalagi memiliki kenyataan kebenaran. Jika orang yang memiliki keahlian tertentu percaya kepada Tuhan, mereka harus menggunakan keahlian itu dalam pelaksanaan tugas mereka. Ini menyenangkan Tuhan. Jika orang menyombongkan keahliannya atau berharap menggunakannya untuk bertransaksi dengan Tuhan, mereka sangatlah tidak masuk akal, dan Tuhan tidak senang dengan orang semacam itu. Ada orang-orang yang memiliki keahlian tertentu datang ke rumah Tuhan dan merasa mereka lebih baik daripada orang lain. Mereka ingin menikmati perlakuan khusus dan merasa bahwa dengan keahliannya itu, mereka telah memiliki segalanya. Mereka memperlakukan keahlian mereka seakan itu adalah semacam modal. Betapa congkaknya mereka. Lalu, bagaimana seharusnya kita memandang karunia dan keahlian ini? Jika karunia dan keahlian itu ada gunanya di rumah Tuhan, maka semua itu adalah sarana untuk melaksanakan tugas dengan baik, tidak lebih. Semua itu tidak ada kaitannya dengan kebenaran. Karunia dan bakat, betapapun hebatnya, tidak lebih daripada keahlian manusia, dan tidak ada kaitannya dengan kebenaran sedikit pun. Memiliki karunia dan keahlian bukan berarti engkau memahami kebenaran, apalagi memiliki kenyataan kebenaran. Jika engkau menggunakan karunia dan keahlianmu dalam tugasmu dan melaksanakan tugas itu dengan baik, artinya engkau menggunakannya di tempat yang seharusnya. Tuhan memperkenan hal ini. Jika engkau menggunakan karunia dan keahlianmu untuk menyombongkan diri, bersaksi tentang dirimu sendiri, membangun kerajaanmu sendiri, maka dosamu sungguh besar—engkau akan menjadi pelaku utama dalam penentangan terhadap Tuhan. Karunia diberikan oleh Tuhan. Jika engkau tidak bisa menggunakan karuniamu untuk melaksanakan tugas atau memberi kesaksian tentang Tuhan, artinya engkau sama sekali tidak memiliki hati nurani dan nalar dan engkau sangat berutang kepada Tuhan. Engkau sedang melakukan pembangkangan yang keji! Namun, betapapun baiknya engkau menggunakan karunia dan keahlianmu, itu bukan berarti engkau memiliki kenyataan kebenaran. Hanya dengan menerapkan kebenaran dan bertindak sesuai prinsip, barulah orang dapat memiliki kenyataan kebenaran. Karunia dan bakat tetaplah selamanya karunia dan bakat; semua itu tidak berkaitan dengan kebenaran. Sebanyak apa pun karunia dan bakat yang kaumiliki, atau setinggi apa pun reputasi dan statusmu, semua itu tidak pernah menunjukkan bahwa engkau memiliki kenyataan kebenaran. Karunia dan bakat tidak akan pernah menjadi kebenaran; semua itu tidak berkaitan dengan kebenaran" (Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia, Vol. 3, Bab Delapan: Mereka akan Membuat Orang Lain Hanya Taat kepada Mereka, Bukan kepada Kebenaran atau Tuhan (Bagian Tiga)). Firman Tuhan sangat jelas. Setiap kita memiliki kelebihan, keterampilan, dan bakat kita sendiri. Namun, keterampilan apa pun yang orang miliki, ini bukan berarti mereka memahami kebenaran, apalagi lebih baik daripada orang lain. Kelebihan dan bakat yang Tuhan berikan kepada kita hanyalah alat untuk melaksanakan tugas kita. Semua itu tak berkaitan dengan kebenaran. Aku seharusnya tak bangga dengan hal-hal ini. Aku seharusnya memperlakukan mereka dengan benar. Namun, setelah menguasai beberapa keterampilan berbicara dan mampu berkomunikasi dengan mudah, aku merasa unggul, dan merasa dapat membesar-besarkan hal-hal ini. Kupikir aku lebih baik daripada orang lain, jadi aku menjadi makin congkak dan agresif. Ketika melaksanakan tugasku dan mendapatkan beberapa hasil aku merasa jauh lebih bangga pada diriku sendiri, Meremehkan orang lain, dan hanya percaya pada diriku sendiri, sampai-sampai aku tak mencari prinsip kebenaran dalam tugasku, juga tak bekerja sama dengan siapa pun. Ketika pengawas menunjukkan watak congkakku, aku mengabaikannya. dan tetap menganggap diriku benar dan baik. Bahkan ketika diberhentikan, aku sama sekali tak merenungkan diriku sendiri, dan tetap tanpa tahu malu berpikir aku berkarunia, berbakat, dan mampu melaksanakan tugasku dengan benar. Aku menentang dan membenci pemberhentianku, dan bahkan ingin berhenti melaksanakan tugasku. Watak congkak ini membuatku tak mampu mengenal diriku sendiri, tak bisa mendengarkan nasihat orang lain, dan tidak mengenal diriku sendiri. Di mataku, aku unggul, dan tak ada Tuhan di hatiku! Kecongkakanku adalah alasan mendasar aku memberontak dan menentang Tuhan dalam setiap keadaan yang Dia atur untukku. Aku tak memiliki tempat bagi Tuhan di hatiku, dan tidak taat atau takut akan Dia. Di luarnya, aku melaksanakan tugasku, tapi setiap kali sesuatu terjadi padaku, aku tak mau berdoa atau mencari Tuhan, dan dalam tugasku, aku tak mencari kebenaran atau prinsip. Aku hanya mengandalkan watak congkakku dalam melakukan segala sesuatu, serta bertindak sembrono dan ceroboh, mengakibatkan pekerjaan gereja terganggu. Ini sebenarnya melakukan kejahatan! Jika watak congkakku tak berubah, cepat atau lambat, aku pasti menjadi antikristus yang menentang Tuhan, dan akhirnya akan disingkirkan dan dihukum oleh Tuhan. Melalui pencerahan dan penerangan firman Tuhan, aku melihat fakta ini dengan jelas. Meskipun aku memang memiliki beberapa kelebihan, aku selalu bertindak berdasarkan watak congkakku, tak mencari kebenaran atau prinsip, dan pekerjaanku tidak efektif. Jelas aku tak lebih baik daripada orang lain. Aku teringat tentang Saudari Therese, yang dapat dengan rendah hati menerima saran orang lain untuk melengkapi kekurangannya sendiri. Tugasnya membuahkan hasil yang makin besar. Aku merasa sangat malu. Aku tak memiliki kelebihan saudariku. Sebenarnya, aku bukan apa-apa, tetapi masih begitu congkak. Jika saja aku terus membesar-besarkan kelebihan dan bakatku, tak mendengarkan firman Tuhan, dan tak mencari kebenaran atau prinsip dalam tugasku, aku pasti tak diberkati oleh Tuhan, apa pun kelebihanku. Aku bukan saja tak mampu melaksanakan tugas apa pun dengan benar, akhirnya aku juga pasti kehilangan kesempatanku untuk diselamatkan.

Kemudian, aku membaca bagian lain firman Tuhan: "Apakah engkau menganggap setiap orang sempurna? Sekuat apa pun orang, atau betapapun cakap dan berbakatnya mereka, mereka tetap saja tidak sempurna. Orang harus menyadari hal ini, ini adalah fakta. Inilah juga sikap yang harus orang miliki terhadap kekuatan dan kelebihan atau kesalahan mereka; inilah rasionalitas yang harus orang miliki. Dengan rasionalitas seperti itu, engkau dapat menangani kekuatan dan kelemahanmu sendiri juga kekuatan dan kelemahan orang lain dengan tepat, dan ini akan memampukanmu untuk bekerja bersama mereka secara harmonis. Jika engkau telah memahami aspek kebenaran ini dan dapat memasuki aspek kenyataan kebenaran ini, maka engkau dapat hidup secara harmonis bersama saudara-saudarimu, saling memanfaatkan kekuatan satu sama lain untuk mengimbangi kekurangan apa pun yang kaumiliki. Dengan cara ini, tugas apa pun yang sedang kaulakukan atau apa pun yang sedang kaulakukan, engkau akan selalu menjadi lebih baik dalam hal itu dan diberkati Tuhan" (Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia, Vol. 2, Perilaku yang Baik Bukan Berarti Watak Orang Telah Berubah). Dari firman Tuhan, aku menemukan jalan penerapan. Aku harus mengenal diriku sendiri dalam firman Tuhan dan menangani kelebihan dan kelemahanku dengan benar. Selain itu, tak ada manusia yang sempurna, dan mengenai hal-hal yang tak kupahami, aku harus belajar mencari bantuan orang lain dan menggunakan metode dan jalan mereka. Dahulu, aku selalu merasa unggul dari semua orang, dan memandang rendah semua orang. Namun sebenarnya, setiap orang memiliki kelebihannya masing-masing, dan aku tak boleh terus menganggap tinggi diriku sendiri. Aku harus merendahkan diri, berbicara dan melakukan segala sesuatu secara setara dengan saudara-saudariku, belajar lebih banyak tentang kelebihan dan kemampuan orang lain, dan bekerja sama secara harmonis. Jika ada yang mengajukan saran, aku harus mencari kebenaran dan prinsip, dan tak selalu menganggap diriku benar, karena aku memiliki banyak kelemahan, kekurangan, ide dan sudut pandang yang keliru, pandanganku tentang segala sesuatu tak akurat, dan juga karena Roh Kudus tak selalu bekerja hanya dalam diri satu orang, Dia mungkin bekerja di dalam diri saudara atau saudari lain.

Kemudian, ketika saudara-saudari mengajukan saran yang berbeda dalam tugas kami, aku berusaha menerimanya. Aku teringat dahulu saat mengabarkan Injil, aku selalu hanya mengundang orang untuk mendengarkan khotbah, tapi tak mau menanyakan kesulitan mereka secara pribadi sesudahnya. Pengawasku mengetahui masalahku dan menunjukkan bahwa aku tak cukup rajin dalam tugasku. Awalnya, aku tak bisa menerima kritiknya, dan merasa sudah berupaya sebaik mungkin, dan aku memahami masalah dan kesulitan mereka ketika kami berkumpul, jadi tak perlu bertanya kepada mereka satu per satu. Selain itu, inilah caraku melakukan segala sesuatu sebelumnya dan hasilnya cukup bagus, jadi aku tak perlu melakukan apa yang pengawas katakan. Namun, ketika merenungkan hal ini, aku sadar ini watak congkakku yang kembali tersingkap, jadi aku menenangkan diri, berdoa kepada Tuhan, dan hatiku sedikit tenang. Pengawasku menunjukkan masalah dalam pekerjaanku dan aku harus menerima saran dan bantuannya, sehingga aku bisa terus mendapatkan hasil yang makin baik dalam tugasku. Setelah merenung, aku mulai berkomunikasi dengan calon penerima Injil, memperlihatkan kepedulian terhadap mereka, menanyakan apakah mereka mengalami kesulitan, dan kemudian aku akan berupaya sebaik mungkin mencari firman Tuhan untuk bersekutu dengan mereka. Setelah berlatih dengan cara seperti ini, hasil pekerjaan penginjilanku meningkat pesat, dan juga mengalami sukacita saat mengesampingkan diriku dan menerapkan kebenaran. Setelah ini, meskipun saudara-saudari memberikan saran yang sederhana, aku selalu berusaha menerimanya. Setiap kali berlatih dengan cara seperti ini, itu selalu memberiku ketenangan dan membantuku melaksanakan tugasku dengan lebih baik. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan!

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait