Belajar Melalui Kerja Sama

02 September 2020

Tuhan Yang Mahakuasa berkata: "Jika engkau ingin memenuhi tugasmu dengan benar dan memenuhi kehendak Tuhan, engkau harus terlebih dahulu belajar bagaimana bekerja secara harmonis dengan orang lain. Ketika bekerja sama dengan saudara-saudarimu, engkau harus mempertimbangkan hal-hal ini: apakah arti keharmonisan? Apakah cara bicaraku kepada mereka harmonis? Apakah pemikiranku mengarah pada keharmonisan dengan mereka? Renungkanlah bagaimana menjadi harmonis. Terkadang, menjadi harmonis melibatkan kesabaran dan toleransi, tetapi itu juga mencakup memiliki pendirian dan memegang teguh prinsip; keharmonisan bukan berarti menyatukan perbedaan tanpa memperhatikan prinsip yang ada, atau mencoba jadi 'orang baik', atau berpegang teguh pada jalur mencari jalan tengah. Secara khusus, keharmonisan bukan berarti menjilat orang lain. Inilah prinsip-prinsipnya. Setelah engkau memahami prinsip-prinsip ini, bahkan tanpa kausadari, engkau akan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan, dan engkau juga akan hidup dalam kenyataan kebenaran; dengan cara ini, engkau dapat mencapai kesatuan dengan saudara-saudarimu. Dalam interaksi mereka satu sama lain, ketika manusia mengandalkan falsafah kehidupan, gagasan, ide, keinginan, dan keegoisan mereka, serta kemampuan, bakat, keahlian khusus, dan kepandaian mereka sendiri, mereka sama sekali tidak mampu mencapai kesatuan di hadapan Tuhan. Karena mereka hidup dan melakukan segala sesuatu dari dalam watak jahat yang rusak, mereka tidak dapat bersatu. Apa konsekuesi akhir dari hal ini? Tuhan tidak bekerja di dalam diri mereka. Ketika Dia tidak bekerja di dalam diri mereka, dan mereka terus mengandalkan kemampuan, kepandaian, dan keahlian khusus mereka yang tidak seberapa, serta sedikit pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka peroleh, sulit bagi mereka untuk dipakai sepenuhnya di rumah Tuhan, dan mereka juga merasa sangat sulit untuk bertindak sesuai dengan kehendak-Nya, karena jika Tuhan tidak bekerja di dalam dirimu, engkau tidak akan pernah mampu memahami prinsip-prinsip untuk menerapkan kebenaran atau melakukan segala sesuatu; artinya, engkau tidak akan pernah memahami esensi atau akar dari prinsip-prinsip di balik tugas yang sedang kaulakukan, engkau juga tidak dapat mengetahui bagaimana bertindak selaras dengan kehendak Tuhan atau apa yang harus dilakukan untuk menyenangkan-Nya. Engkau juga tidak dapat mengetahui bagaimana bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran. Engkau tidak mampu memahami hal-hal penting ini; engkau sama sekali tidak tahu. Upayamu yang membingungkan untuk memenuhi tugasmu pasti akan gagal, dan engkau pasti akan ditolak oleh Tuhan" (Rekaman Pembicaraan Kristus).

Aku ingat tiga tahun lalu kami membuat koreografi tari untuk sebuah pertunjukan. Lagunya sangat kuat, jadi gerakan dan formasi kami harus bersemangat dan bergairah. Kami butuh lebih dari 10 penari. Setelah para penari dipilih, kami memulai latihan. Awalnya, saat kami membahas seperti apa gerakan-gerakannya, semua orang menyetujui pandangan dan pemikiranku dan menerimanya. Aku mulai merasa percaya diri, dan berpikir: "Sepertinya aku koreografer yang cukup berbakat." Seperti itulah, kupikir setiap pendapat yang kuungkapkan benar, dan aku kurang memperhatikan pandangan saudara-saudariku. Suatu kali, kami melatih gerakan-gerakan pada lagu. Setiap orang punya idenya sendiri dan aku memberi tahu mereka ideku. Menurutku, pada klimaks lagu itu, kami harus membuat aliran formasi yang besar, tetapi setelah aku bicara, seorang saudari lain memberikan pendapatnya. Dia berkata: "Mengingat isi liriknya, kita perlu mengungkapkan kerinduan yang dimiliki orang percaya akan kedatangan Tuhan, jadi, kupikir kita harus berkumpul bersama dalam formasi doa, agar kita dapat mengungkapkan ketulusan dalam kerinduan mereka akan kedatangan Tuhan." Saat dia selesai bicara, kupikir: "Apa? Tepat di klimaks musik? Bukannya mengalir dan menyebar, malah diam? Itu rencananya?" Aku langsung menolak pendapatnya. Kulihat dia malu, tetapi aku mengabaikannya. Kupikir, jika ada sesuatu yang salah, aku harus angkat bicara, bertanggung jawab! Saat makan siang, seorang saudara menunjukkan bahwa aku seharusnya tidak menolak pendapat orang lain, dan harus mengeksplorasinya. Penjelasannya bagus, tetapi kemudian kupikir: "Aku hanya berpikir usulannya tak mungkin berhasil. Selain itu, ideku didasarkan pada akal sehat, itu pasti benar. Kita akan tahu kebenarannya saat semua orang mencobanya." Aku masih cukup percaya diri. Di luar dugaanku, ketika dilatih, ideku ternyata datar, dan ide saudari itu menyampaikan tujuan kami dengan sempurna meskipun tidak ada gerakan yang berani atau sesuatu seperti itu. Adegan itu sangat menyentuh dan cocok dengan musiknya. Usulannya diterima. Aku merasa sedikit dipermalukan. Aku merasa tidak masuk akal karena mengabaikan orang lain demi ideku sendiri. Aku hanya merasa aku menangani masalah ini dengan cara yang salah, dan tidak merenungkan perilakuku.

Saat kami mendiskusikan ide, aku sering berpikir bahwa ide-ideku yang terbaik. Terkadang aku mendengar ide yang tidak kusetujui, dan aku akan langsung membuangnya. Terkadang orang lain memilih ide yang berbeda denganku, tetapi aku tidak menerimanya. Kupikir: "Apa yang sebenarnya kalian pikirkan? Ideku mengandung energi yang kita inginkan. Kalian tidak punya selera!" Jadi, aku terus menekankan kepada mereka bahwa usulanku-lah yang benar. Aku selalu mengkritik dan menemukan kesalahan dalam usulan yang dipilih orang lain: "Ini tidak bagus." "Itu tidak bagus." Akhirnya, saudara-saudari merasa aku mengendalikan, dan berhenti mengungkapkan pandangan mereka. Makin sedikit orang menghadiri diskusi dan kemajuan latihan menjadi makin lambat. Terkadang kami tidak mengalami kemajuan sedikit pun selama berjam-jam. Kami menemui jalan buntu. Saat para pemimpin kami tahu, mereka mengumpulkan kami bersama. Kami membaca dua bagian firman Tuhan: "Banyak orang tidak memperhatikan apa yang perlu dipelajari dalam bekerja sama. Banyak dari antaramu sama sekali tidak dapat memetik pelajaran saat berkoordinasi dengan orang lain; sebagian besar darimu tetap berpegang pada pandanganmu sendiri. Engkau memiliki pandanganmu sendiri ketika bekerja di gereja, dan tidak ada hubungan; engkau sesungguhnya sama sekali tidak bekerjasama. Engkau hanya berpikir menyampaikan wawasanmu atau melepaskan 'beban' yang kautanggung dalam dirimu, dan engkau tidak mengejar kehidupan, tetapi hanya bekerja sekadarnya saja, berpikir untuk hanya menempuh jalanmu sendiri tanpa peduli apa yang orang lain lakukan, hanya bersekutu sebagaimana Roh Kudus membimbingmu, apa pun yang terjadi. Engkau tidak mampu melihat kelebihan orang lain, ataupun memeriksa dirimu sendiri. Penerimaanmu mengenai banyak hal benar-benar menyimpang dan keliru. Dapat dikatakan bahwa bahkan sekarangpun engkau semua masih menunjukkan banyak pembenaran diri, seolah-olah penyakit lamamu telah kambuh." "Setiap kali engkau menghadapi apa pun, engkau semua harus bersekutu satu dengan yang lain sehingga hidupmu semua bisa mendapatkan manfaat. Engkau seharusnya baru membuat keputusan setelah persekutuan. Ini bertanggung jawab atas gereja bukan bertindak sembarangan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Melayani Seperti yang Dilakukan Orang Israel"). Saat aku membaca firman Tuhan: "melepaskan 'beban' yang kautanggung dalam dirimu," dan "tetap berpegang pada pandanganmu sendiri," Hatiku terasa sakit. Aku selalu merasa bahwa dengan mengungkapkan pandanganku dan angkat bicara saat aku tidak setuju, aku sedang melakukan tugasku. Saat merenungkan perilakuku dalam terang firman Tuhan, aku salah. Firman Tuhan mengatakan bahwa ketika bekerja, kita harus mencari prinsip kebenaran bersama-sama, dan mengimbangi kekurangan kita dengan belajar dari orang lain, hanya dengan begitu kita bisa memenuhi tugas kita. Mengingat kembali, aku hanya peduli dengan pandanganku sendiri dan membuktikan bahwa aku benar. Aku tidak menenangkan diri dan mendengarkan, juga tidak menilai berdasarkan prinsip. Aku membuang pandangan orang lain jika menurutku itu salah. Dengan melakukannya, aku tidak bekerja dengan harmonis. Juga tidak bertanggung jawab atas tugasku.

Kemudian, aku membaca firman Tuhan: "Jangan merasa benar sendiri; ambil kelebihan orang lain dan gunakan untuk mengimbangi kekuranganmu sendiri, lihat bagaimana orang lain hidup dengan firman Tuhan; dan lihat apakah kehidupan, perbuatan, dan ucapan mereka layak ditiru. Menganggap orang lain lebih rendah daripada dirimu, engkau merasa diri benar sombong, dan tidak berguna" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 22"). Aku merenungkan perilakuku. Aku merasa ide-ideku lebih baik, dan aku benar tentang segalanya. Ketika seseorang mengajukan usulan aku tidak mau mempertimbangkan apakah hasil akhirnya akan baik atau tidak atau apakah itu mengungkapkan makna firman Tuhan dengan lebih baik atau tidak, aku akan membuangnya begitu saja tanpa memikirkannya sedikit pun. Akhirnya aku pasti berdebat dan menemukan kesalahan dalam ide orang lain. Baru pada saat itulah aku melihat bahwa aku tidak sedang menanggung beban, aku sedang memancarkan watak congkak. Aku melakukan tugasku dengan watak congkak. Aku tidak menerima saran dari orang lain dan tidak memikirkan pekerjaan rumah Tuhan. Ini membuat semua orang merasa dikendalikan dan ditekan. Koreografi terhenti dan syuting terhambat. Bukankah aku sedang memainkan peran Iblis, mengganggu pekerjaan rumah Tuhan? Dengan pemikiran itu, aku merasa tidak enak. Faktanya, cara berpikir setiap orang itu berbeda dan pertimbangan setiap orang itu unik. Aku seharusnya mendengarkan ide-ide mereka dan mengeksplorasinya untuk melihat apakah ide-ide itu berasal dari bimbingan Roh Kudus atau bukan. Jika aku mendengarkan saran orang, aku bisa belajar dari mereka dan mengimbangi kekuranganku sendiri. Selain itu, sebuah ide tidak akan pernah sempurna saat seseorang mengusulkannya. Jika prinsip dan arahannya benar, setiap orang dapat ikut andil dan menyempurnakan ide itu. Namun, aku menemukan kesalahan dalam ide orang lain, dan itu tidak selaras dengan orang lain. Sekarang aku makin memahami. Aku tidak boleh mendukung pendapatku melalui kecongkakanku. Aku harus mencari kebenaran dan menerimanya sambil memenuhi tugasku. Kita harus menggunakan ide yang memberi kesaksian tentang Tuhan, dari siapa pun ide itu berasal. Menyangkal diri kita sendiri, sambil bekerja untuk memperkuat usulan orang lain—hanya dengan begitu kita dapat menerima bimbingan Roh Kudus. Setelah itu, aku mulai belajar bagaimana menyangkal diriku sendiri dan mendengarkan orang lain selama latihan. Kemudian aku menyadari bahwa orang lain mempertimbangkan segalanya lebih lengkap daripada diriku dan ide-ideku jauh dari sempurna. Sebelumnya, saat orang lain mengungkapkan pendapat mereka, aku pura-pura mendengarkan tetapi tenggelam dalam pikiranku sendiri. Terkadang aku memikirkan ide yang kusukai dan kemudian menyela orang lain untuk berbicara panjang lebar. Aku sangat congkak. Aku sama sekali tak punya nalar. Setelah itu, aku belajar bagaimana menyangkal diri. Setiap kali aku ingin bertahan dengan ideku dan menolak ide orang lain, aku selalu berpikir: "Apakah ideku pasti benar? Bisakah aku belajar sesuatu dari usulan mereka?" Mengingat kembali bagaimana usulanku tidak selalu benar aku menolak watakku dan berdoa kepada Tuhan. Aku mengesampingkan diriku sendiri dan berdoa memohon bimbingan Tuhan. Seiring waktu, aku mengurangi menyatakan pandanganku. Dengan saksama aku mendengarkan orang lain dan lebih memikirkan pendapat mereka. Dengan bekerja sama, aku telah memperbaiki kekuranganku. Aku juga membantu memperbaiki ide-ide mereka. Dengan melakukan tugasku seperti ini, aku merasa kami semua akan sepemikiran. Hatiku tenang dan penuh sukacita. Selama waktu itu, lebih dari 10 orang dari kami memasuki kebenaran dalam bekerja secara harmonis dan koreografi kami berkembang. Tak lama, kami sudah membuat koreografi untuk semua gerakan tari.

Dengan selesainya koreografi, kami mulai berfokus pada latihan. Untuk memastikan semua gerakannya tepat kami melatih setiap gerakan berulang kali sampai semuanya dikuasai dan tidak ada kesalahan. Baru setelah saat itulah kami bisa melanjutkan. Aku ingat suatu kali saat latihan, kupikir aku telah menari dengan baik dan bisa melanjutkan. Namun, instruktur kami berkata kepada seseorang, "Hei kamu, itu salah. Mulai lagi dari awal." Tidak mau menerimanya, aku biasanya memandang siapa pun yang melakukan kesalahan dengan tatapan menghina, dan berpikir, "Kita sudah berlatih gerakan ini berkali-kali. Bagaimana kau bisa mengacaukannya? Apa kau tidak cukup serius atau malas saja?" Ketika aku melihat seorang saudara atau saudari bergerak tidak selaras dengan tempo, baik mereka yang di belakang maupun di depan, aku akan kesal, "Kita sudah berlatih berbulan-bulan. Kita tahu musiknya dan kau seharusnya sudah bisa melakukannya sekarang! Mengapa gerakanmu masih salah? Kau tidak berbakat." Beberapa dari mereka tidak sadar posisi dan suka berdiri di posisi yang salah. Instruktur akan berkata, "Hei, kau di sana! Kau salah posisi lagi." Aku akan makin kesal dan berpikir, "Awasi sekelilingmu. Itu tidak sulit." Meskipun aku tahu tidak boleh memandang rendah orang lain, aku tak bisa tidak memasang tatapan kesal di wajahku setiap kali ada kesalahan atau penampilan yang buruk.

Suatu hari, seorang saudari berkata kepadaku: "Baru-baru ini, aku merasa sangat terkekang olehmu. Setiap kali aku melakukan kesalahan atau melakukan penampilan yang buruk, kau selalu menatap kesal dan menghina, seolah-olah kau benar-benar bagus dan lebih bagus daripada orang lain. Setiap kali aku melihatmu seperti itu aku merasa sangat buruk." Ketika dia menyatakan hal ini, aku membentaknya dan berkata dia salah, tetapi setelah itu aku merasa sangat sedih. Aku terus memikirkan apa yang dia katakan. Dia benar. Baru-baru ini, aku menunjukkan betapa kesalnya diriku selama latihan. Aku mungkin tetap diam, tetapi ekspresiku mengungkapkan watak congkakku dan membuat orang lain tidak nyaman. Aku merasa sedih. Kupikir, "Mengapa watak congkakku belum berubah?" Beberapa hari kemudian, dalam sebuah pertemuan, semua orang membuka diri tentang masalah mereka selama latihan. Seorang saudara mengatakan bahwa dia belum pernah belajar tarian semacam ini sebelumnya dan meskipun dia ingin melakukannya dengan baik, tubuhnya menghambatnya. Setiap kali dia melihat orang lain berlatih lagi karena kesalahannya, dia akan merasa sedih dan menyalahkan dirinya sendiri. Beberapa saudari berkata bahwa mereka tidak pandai mendengarkan musik dan ketika tarian dimulai, mereka selalu memikirkan gerakan dan tidak bisa sesuai tempo. Yang lain mengatakan mereka hanya pernah menari di tempat, ini pertama kalinya mereka bergerak dalam formasi, jadi mereka bingung. Mendengar hal ini, aku merasa sangat malu. Aku teringat tatapan menghina yang kuberikan kepada orang lain dan merasa makin buruk. Mereka mencemaskan masalah-masalah ini dan berusaha sekuat tenaga. Aku bukan hanya tidak menunjukkan empati dan membantu mereka mengatasi kesulitan-kesulitan ini, aku justru mengabaikan mereka dan merasa kesal. Aku membuat mereka tidak nyaman dan sedih. Di mana kemanusiaanku? Bagaimana aku bisa bekerja dengan baik bersama mereka seperti itu?

Kemudian, aku membaca firman Tuhan. "Jika kebenaran ada di dalam dirimu, engkau akan secara alami menempuh jalan yang benar. Tanpa kebenaran, adalah mudah untuk melakukan kejahatan, dan engkau akan melakukannya meskipun engkau sendiri tidak mau. Misalnya, jika engkau memiliki kecongkakan dan kesombongan, engkau akan tidak mampu menahan diri untuk tidak menentang Tuhan. Itu tidak dilakukan dengan sengaja, tetapi disebabkan oleh naturmu yang congkak dan sombong. Kecongkakan dan kesombonganmu akan membuatmu memandang rendah Tuhan dan menganggap-Nya tak berarti; itu akan mengakibatkanmu untuk meninggikan diri sendiri, membuatmu selalu menonjolkan diri, dan pada akhirnya duduk di tempat Tuhan dan memberi kesaksian bagi dirimu sendiri. Pada akhirnya engkau akan mengubah ide, pemikiran, dan gagasanmu sendiri menjadi kebenaran yang harus disembah. Lihatlah betapa banyak kejahatan yang manusia lakukan karena natur mereka yang congkak dan sombong!" ("Hanya dengan Mengejar Kebenaran Orang Dapat Mencapai Perubahan dalam Wataknya" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus"). Setelah membaca firman Tuhan aku mendapatkan pengetahuan tentang natur congkakku. Karena dikendalikan oleh kecongkakanku, aku menganggap diriku hebat, seolah-olah aku lebih baik daripada semua orang. Ketika orang lain mengajukan usulan, aku hanya berpikir ide-ideku benar. Aku berpegang teguh pada pandanganku sendiri dan menolak pandangan orang lain, dan bahkan berdebat. Ini memperlambat kemajuan kami dan pekerjaan rumah Tuhan. Setelah itu, meskipun aku tidak menolak pandangan orang lain, setiap kali aku melihat seseorang melakukan kesalahan, atau mereka tidak sempurna, aku tetap tak bisa tidak menunjukkan kekesalanku, membuat mereka merasa terkekang. Aku sangat congkak. Di mana kemanusiaanku? Memikirkan tentang hidup dengan natur congkak ini, membuat orang lain merasa terkekang, dan mengganggu pekerjaan rumah Tuhan, aku merasa menyesal. Aku tahu saat itu, jika tidak menyelesaikan kecongkakanku, aku akan melakukan kejahatan dan tidak akan bisa bekerja dengan baik bersama saudara-saudariku.

Setelah itu, selama latihan, aku tidak mau terpaku pada kesalahan orang lain. Perlahan-lahan, aku sadar aku bermasalah dengan gerakanku sendiri. Keseimbangan dan gerakanku sering salah, dan aku harus banyak berlatih. Aku tidak hebat. Aku belum memahami kebenaran dan kecongkakanku sendiri. Aku tidak mengenali diriku sendiri. Kupikir aku lebih baik daripada orang lain. Aku bodoh! Aku membaca firman Tuhan: "Apakah engkau semua berpikir bahwa setiap orang sempurna? Sekuat apa pun orang, atau seberapa pun cakap dan berbakatnya mereka, mereka tetap saja tidak sempurna. Orang harus menyadari hal ini; ini adalah fakta. Ini juga merupakan sikap yang paling tepat dari siapa pun yang memandang kelebihan atau kesalahan mereka; inilah yang harus dimiliki orang-orang. Dengan rasionalitas seperti itu, engkau dapat menangani kekuatan dan kelemahanmu sendiri juga kekuatan dan kelemahan orang lain dengan tepat, dan ini akan memampukanmu untuk bekerja bersama mereka secara harmonis. Jika engkau diperlengkapi dengan kebenaran ini dan dapat memasuki kenyataannya, maka engkau dapat hidup secara harmonis bersama saudara-saudarimu, saling memanfaatkan kekuatan satu sama lain untuk mengimbangi kekurangan apa pun yang kaumiliki. Dengan cara ini, apa pun yang sedang kaulakukan, engkau akan selalu menjadi lebih baik dalam hal itu dan diberkati Tuhan." "Engkau harus sepikir dalam segala sesuatu. Dan bagaimana engkau dapat menjadi sepikir? Lakukan kebenaran; baru setelah itulah engkau akan menjadi kuat seperti sapu lidi" (Rekaman Pembicaraan Kristus). Kemudian aku paham bahwa jika kita ingin bekerja dengan baik bersama orang lain, kita harus memperlakukan orang dengan cara yang benar. Ketika melihat kekurangan seseorang, kita tidak boleh merendahkannya, kita harus membantunya. Dengan begitu, kita akan mendapatkan bimbingan dan berkat Tuhan, dan mencapai hasil. Aku pamer dan memandang rendah orang lain, tetapi kenyataannya, aku tidak bisa melakukan tarian ini sendirian. Kami semua harus melakukannya bersama-sama. Untuk mencapai tujuan kami dan membawa semua orang hingga ke standar yang sama dalam waktu singkat, agar gerakan kami selaras, kami harus bekerja sama dan saling mengimbangi kekurangan kami.

Kami mulai berbagi pengalaman satu sama lain, seperti apa yang harus difokuskan dan masalah apa yang harus dihindari untuk berhasil. Saat kami melihat seseorang bersusah payah, kami akan menunjukkan masalahnya dan mengajari mereka cara yang benar. Saat dalam formasi, kami mempertimbangkan satu sama lain dan tidak hanya mengkhawatirkan posisi kami. Kami menganggap diri kami sebagai bagian dari keseluruhan. Jika seseorang salah langkah dan keluar dari posisinya, aku akan menyesuaikan posisiku untuk memperbaiki kesalahan mereka untuk mempertahankan seluruh formasi. Perlahan-lahan, gerakan kami menjadi lebih seragam dan formasinya terlihat lebih baik. Hari syuting tiba, dan setelah kami selesai, kami menonton video yang diedit dan kagum betapa bagus hasilnya. Kami tidak akan pernah bisa melakukannya dengan baik dengan keterampilan tari individu kami. Itu karena bimbingan Tuhan. Kami melakukannya dengan bekerja sama dan menerima pekerjaan Roh Kudus.

Saat aku mengingat kembali waktu yang kami habiskan untuk berlatih tari, firman Tuhan dan pengaturan-Nya itulah yang membantu kami memasuki kebenaran untuk bekerja sama dengan baik. Saat aku melakukan kebenaran, aku belajar mengesampingkan diri dan memperlakukan orang lain dengan benar, dan aku mulai tahu lebih banyak tentang kecongkakanku. Aku akhirnya menghargai bahwa tugas kami tidak dapat dilakukan tanpa bekerja sama dengan baik. Syukur kepada Tuhan!

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait