Memberikan Hatiku Kepada Tuhan

07 Agustus 2020

Oleh Saudari Xin Che, Korea

Bulan Juni 2018, aku ikut dalam latihan untuk pertunjukan paduan suara Kidung Kerajaan. Berpikir aku akan naik panggung dan menyanyikan pujian untuk memuji dan menjadi saksi Tuhan, aku merasa sangat terhormat dan bangga. Aku juga berdoa kepada Tuhan, bahwa aku akan berlatih keras dan melakukan tugasku dengan baik. Ketika pertama aku mulai melatih ekspresi wajah dan gerakan tariku, aku sangat tekun dan berusaha keras, tetapi karena aku tak tahu apa-apa tentang menyanyi dan menari, ekspresiku terkesan kaku dan ada kesenjangan kemampuan yang jelas antara aku dengan yang lain. Pelatih kami selalu menunjuk masalahku. Setelah beberapa waktu, aku mulai berkecil hati, merasa seolah-olah sekeras apa pun aku berusaha, aku takkan pernah jadi lebih baik, dan ketika penentuan posisi, saudara-saudari yang pandai menyanyi dan menari sudah pasti berada di depan, sedangkan aku hanya pelengkap di barisan belakang. Perlahan aku mulai kurang aktif dalam latihan dan mulai sering datang terlambat. Untuk pembuatan film pertama, aku ditempatkan di baris paling belakang, jauh di salah satu sisi. Aku merasa kecewa, dan berpikir, "Aku tak pandai dalam hal ini dan tak sebanding dengan saudara-saudari yang bisa menyanyi dan menari. Sekeras apa pun aku berlatih, aku tak akan pernah pantas berada di barisan depan dan tak mungkin kamera merekamku. Untuk apa aku berlatih keras? Cukup bagus saja, itu sudah lumayan." Sejak itu, aku semakin tak mampu mengumpulkan motivasi. Aku tahu gerakanku tidak benar tetapi aku tidak berusaha memperbaikinya. Terkadang pelatih bilang kepada kami agar berusaha lebih keras, dan jika ada ekspresi dan penampilan satu orang yang kurang, itu akan merendahkan mutu seluruh program dan menghambat pembuatan film. Mendengar itu memang memberi dampak kepadaku dan aku merasa harus mementingkan keseluruhan hasilnya, tetapi kemudian aku bersemangat sebentar saja, lalu kembali tenggelam tanpa motivasi. Dengan setengah hati aku berlatih lagu dan gerakan setiap hari tanpa merasakan adanya bimbingan dari Tuhan. Ada beberapa gerakan yang aku latih dalam waktu lama, tetapi tetap tidak bisa benar. Ketika semua bersekutu tentang pemahaman mereka akan liriknya, aku tak bisa bersekutu dengan penerangan apa pun. Aku juga tidak merasa tersentuh sama sekali ketika bernyanyi, dan di dalam film tatapanku kosong dan ekspresiku datar. Tak ada yang bisa menikmati penampilanku. Aku semakin merasa bahwa latihan itu membosankan dan tidak sabar program itu selesai agar aku bisa mengerjakan tugas lain.

Ketika bagan posisi panggung keluar, aku melihat bahwa aku tidak mungkin tersorot kamera, dan aku semakin merasa sedih. Aku berpikir, "Aku tidak hebat dalam hal ini, tetapi aku juga tidak buruk. Meskipun aku tak bisa berada di barisan depan, tak bisakah setidaknya aku tersorot kamera? Kenapa aku dikecualikan? Bukankah itu berarti latihanku selama ini sia-sia? Andai aku tahu sebelumnya, aku tak akan bersusah payah melatih semua gerakan ini." Setelah itu, setiap kali aku tersorot kamera, aku tampil dengan gembira, tetapi jika tidak, hatiku tidak berada di sana dan aku sekadar mengikuti latihan. Begitu pembuatan film selesai, aku merasa tidak tenang ketika semua bicara dalam pertemuan tentang apa yang telah mereka peroleh. Aku melakukan tugas yang sama, dan mereka memperoleh sesuatu, jadi kenapa hatiku terasa kosong, seolah-olah aku tak memperoleh apa-apa dari itu? Aku merasa sedikit takut dan bertanya-tanya apa aku telah membuat Tuhan jijik. Setelah itu, aku mulai mencari dan berdoa kepada Tuhan, meminta Dia membimbingku untuk bisa mengenal diriku. Suatu hari, aku membaca Firman Tuhan ini: "Orang-orang selalu mengatakan bahwa Tuhan melihat ke dalam hati seseorang dan mengamati segalanya. Namun, orang-orang tidak pernah mengetahui mengapa beberapa orang tidak pernah mendapatkan pencerahan dari Roh Kudus, mengapa mereka tidak pernah mendapatkan anugerah, mengapa mereka tidak pernah memiliki sukacita, mengapa mereka selalu negatif dan tertekan, dan mengapa mereka tidak mampu bersikap positif. Lihatlah keadaan mereka. Aku pastikan kepadamu bahwa setiap orang dari orang-orang ini tidak memiliki hati nurani yang berfungsi atau hati yang jujur" ("Serahkanlah Hatimu yang Sejati kepada Tuhan, maka Engkau Dapat Memperoleh Kebenaran" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). "Hal paling mendasar dan penting dari kemanusiaan seseorang adalah hati nurani dan nalar. Orang macam apakah yang tidak memiliki hati nurani dan tidak memiliki nalar kemanusiaan yang normal? Secara umum, dia adalah orang yang tidak memiliki kemanusiaan, orang yang memiliki natur kemanusiaan yang buruk. Mari kita analisis ini dengan saksama. Bagaimana orang ini mewujudkan kemanusiaan yang rusak sedemikian rupa sehingga orang-orang mengatakan dia tidak memiliki kemanusiaan? Apa ciri-ciri yang dimiliki orang-orang semacam itu? Perwujudan spesifik apa yang mereka tunjukkan? Orang-orang semacam itu acuh tak acuh dalam tindakan mereka dan menjauh dari apa pun yang tidak berkaitan dengan mereka secara pribadi. Mereka tidak memikirkan kepentingan rumah Tuhan, mereka juga tidak menunjukkan perhatian kepada kehendak Tuhan. Mereka tidak terbeban untuk memberi kesaksian tentang Tuhan atau melaksanakan tugas-tugas mereka, dan mereka tidak memiliki rasa tanggung jawab. Apa yang mereka pikirkan setiap kali mereka melakukan sesuatu? Pemikiran pertama mereka adalah, 'Apakah Tuhan akan tahu jika aku melakukan ini? Apakah ini terlihat oleh orang lain? Jika orang lain tidak melihat bahwa aku mencurahkan semua upaya ini dan berperilaku benar, dan jika Tuhan juga tidak melihatnya, maka tidak ada gunanya mencurahkan upaya atau menderita untuk ini.' Bukankah ini adalah keegoisan? Pada saat yang sama, ini juga adalah niat yang sangat hina. Ketika mereka berpikir dan bertindak dengan cara ini, apakah hati nurani turut memainkan perannya? Apakah ada bagian dari hati nurani yang terlibat dalam hal ini? Bahkan ada orang-orang yang, setelah melihat masalah dalam pelaksanaan tugas mereka, tetap diam. Mereka melihat bahwa orang lain sedang menyebabkan gangguan dan kekacauan, tetapi tidak melakukan apa pun untuk menghentikan mereka. Mereka tidak memikirkan kepentingan rumah Tuhan, juga sama sekali tidak memikirkan tugas atau tanggung jawab mereka sendiri. Mereka berbicara, bertindak, menonjol, mengerahkan upaya, dan mengeluarkan tenaga hanya demi keangkuhan, gengsi, kedudukan, kepentingan, dan kehormatan mereka sendiri. Tindakan dan niat seseorang seperti itu jelas bagi semua orang: mereka muncul kapan pun ada kesempatan untuk memperoleh kehormatan atau menikmati berkat. Namun, jika tidak ada kesempatan untuk memperoleh kehormatan, atau begitu ada masa penderitaan, mereka lenyap dari penglihatan seperti kura-kura yang menarik kepalanya ke dalam tempurung. Apakah orang semacam ini memiliki hati nurani dan nalar? Apakah seseorang yang tidak memiliki hati nurani dan nalar yang berperilaku seperti ini merasa bersalah? Hati nurani orang semacam ini tidak berguna, dan mereka tidak pernah merasa bersalah. Jadi, dapatkah mereka merasakan teguran atau pendisiplinan Roh Kudus? Tidak, mereka tidak bisa" ("Serahkanlah Hatimu yang Sejati kepada Tuhan, maka Engkau Dapat Memperoleh Kebenaran" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Membaca Firman Tuhan ini membuatku tersentuh. Aku telah bersikap negatif dan pasif dalam tugasku, dan aku tak bisa memperoleh pekerjaan Roh Kudus terutama karena di dalam hati, aku tidak tulus. Aku hanya memikirkan gengsi dan status dalam menjalankan tugas, bukan kepentingan rumah Tuhan dan tanggung jawabku sendiri. Tuhan membenci sikap seperti itu dalam tugas seseorang. Mengingat kembali saat latihan, aku tahu bahwa aku tidak selevel dengan saudara-saudari lainnya, dan ketika aku ditempatkan di paling belakang di mana aku tak bisa memamerkan diri, aku menjadi negatif dan pasif dan tidak mau berusaha melatih ekspresi dan gerakanku. Aku merasa senang dengan "cukup bagus", dan aku sama sekali tak memikirkan cara untuk meningkatkannya. Ketika tahu aku tidak ada dalam rekaman, aku ingin mengeluh dan berdebat, berpikir bahwa semua perjuanganku sia-sia, dan aku tak ingin berlatih lagi. Dalam pembuatan film setelahnya, ketika aku ada di layar, aku lakukan bagianku, tetapi ketika tidak ada, aku mundur dan berbuat sekenanya. Ketika memikirkannya, aku merasa bersalah. Rumah Tuhan memfilmkan pekerjaan paduan suara untuk menjadi saksi Tuhan, jadi kesempatanku untuk ikut serta adalah karena Tuhan mengangkatku. Seharusnya aku memberikan usaha terbaikku dan bekerjasama dengan yang lain untuk melakukan tugasku dengan baik. Namun, ketika keinginanku akan gengsi dan status tidak terpenuhi, aku jadi serampangan, negatif, dan malas. Aku benar-benar tidak punya hati nurani ataupun akal. Aku orang yang egois, licik, hina, dan picik. Tuhan mencermati kedalaman hati manusia, jadi bagaimana mungkin Tuhan tidak jijik dengan sikapku terhadap amanat-Nya kepadaku? Menyadari ini membuatku sangat menyesal dan bersalah, dan aku ucapkan doa ini kepada Tuhan: "Ya Tuhan! Aku salah. Aku menyesali kerjaku dalam program ini dan kini aku tidak tahu cara menebusnya. Mulai saat ini aku akan benar-benar mengejar kebenaran dan berhenti memikirkan gengsi dan status. Aku ingin selalu menjalankan tugasku dengan baik."

Ketika itu, kupikir aku hanya tinggal menunggu program itu diunggah, dengan penuh penyesalan, tetapi secara mengejutkan, karena beberapa alasan, kami harus melakukan pengambilan gambar tambahan. Segala perasaan muncul ketika aku mendengar itu. Aku merasa ini kesempatanku untuk bertobat. Aku putuskan bahwa kali ini, aku akan melakukan tugasku dengan baik untuk menyenangkan Tuhan. Aku mulai mencurahkan segalanya dalam latihan, dan setelah beberapa waktu, aku melihat kemajuan dalam ekspresi dan gerakanku. Kupikir kami akan segera mulai pengambilan gambar, tetapi kemudian harus ditunda karena beberapa hal yang tak terduga. Sutradara meminta kami untuk tidak khawatir dan tetap berlatih. Awalnya, aku bisa terus berlatih keras setiap hari, tetapi setelah beberapa waktu, aku mulai berpikir, "Kami tidak tahu kapan akan syuting dan sampai kapan kami berlatih. Sebelumnya aku tidak muncul di kamera, mungkin kali ini juga sama. Lagipula, aku sudah memiliki pemahaman dasar akan lagu dan gerakannya, jadi selama aku tetap berlatih setiap hari, itu pasti cukup." Pelatih sering memperingatkan kami bahwa kami tidak bisa santai dalam berlatih sebelum syuting dan pengaturan panggung bisa berubah kapan saja. Namun, aku tidak memedulikan itu, dengan berpikir, "Hampir tidak mungkin aku akan ditempatkan di depan, jadi meskipun aku berusaha keras dalam latihan, belum tentu aku ada dalam film. Kenapa harus repot-repot?" Ketika pelatih menunjukkan masalahku dalam latihan, aku tidak ingin benar-benar memperbaikinya, melainkan beralasan: "Saudara-saudari yang ada di depan akan muncul di film, jadi wajar saja jika mereka banyak berlatih. Sedangkan aku akan ada di belakang dan tidak akan dikenali. Tidak perlu meributkan soal itu." Setelah itu, aku selalu merasa lelah dalam latihan dan seolah-olah itu benar-benar melelahkan. Sering sekali aku tidak ingin datang. Aku sadar masalah lamaku muncul kembali dan aku merasa tidak senang dengan itu. Aku harus bertanya pada diri sendiri, "Kenapa aku selalu begitu acuh tak acuh dalam tugasku? Kenapa aku tak bisa secara tulus berusaha menyenangkan Tuhan?" Aku berdoa kepada Tuhan tentang keadaanku sebenarnya, meminta bimbingan-Nya untuk mengenal diriku sendiri.

Aku membaca ini dalam Firman Tuhan: "Selama bertahun-tahun, cara pikir yang diandalkan oleh orang-orang untuk bertahan hidup telah sedemikian merusak hati mereka hingga mencapai titik di mana mereka menjadi orang-orang yang tak bisa dipercaya, pengecut dan tercela. Bukan hanya tidak memiliki kemauan keras atau tekad, mereka juga telah menjadi tamak, congkak dan degil. Mereka sama sekali tidak memiliki tekad yang melampaui keakuannya, bahkan mereka tidak mempunyai keberanian sedikit pun untuk menepis tekanan pengaruh kegelapan ini. Pemikiran dan kehidupan orang-orang telah sedemikian rusaknya, sehingga perspektif mereka tentang percaya kepada Tuhan masih teramat menjijikkan, bahkan ketika orang-orang membicarakan perspektif mereka tentang percaya kepada Tuhan, itu benar-benar tak tertahankan untuk didengar. Orang-orang semuanya pengecut, tidak kompeten, hina dan rapuh. Mereka tidak merasa muak akan kuasa kegelapan dan mereka tidak menyukai terang dan kebenaran; sebaliknya mereka berusaha sekuat tenaga untuk mengenyahkannya. ... Sekarang, engkau semua adalah para pengikut dan telah memperoleh sedikit pemahaman tentang tahap pekerjaan ini. Namun, engkau semua belum mengesampingkan hasratmu akan status. Ketika statusmu tinggi, engkau semua mencari dengan baik, tapi ketika statusmu rendah, engkau semua tidak mau lagi mencari. Berkat-berkat yang berkaitan dengan status selalu ada dalam pikiranmu. Mengapa sebagian besar orang tidak dapat melepaskan diri mereka dari sikap yang negatif? Bukankah jawabannya selalu akibat prospek yang suram?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mengapa Engkau Enggan Menjadi Sebuah Kontras?"). "Jangan peduli pada apa yang dikatakan orang semacam itu; engkau harus melihat kehidupan yang dia jalani, apa yang dia singkapkan, dan apa sikapnya ketika dia melaksanakan tugas-tugasnya, serta apa keadaan batinnya dan apa yang dia sukai. Jika cintanya akan ketenaran dan kekayaannya sendiri melebihi kesetiaannya kepada Tuhan, jika cintanya akan ketenaran dan kekayaannya sendiri melebihi kepentingan Tuhan, atau jika cintanya akan ketenaran dan kekayaannya sendiri melebihi perhatian yang dia tunjukkan untuk Tuhan, maka dia bukanlah seseorang yang memiliki kemanusiaan. Perilakunya dapat dilihat oleh orang lain dan Tuhan; karena itu, sangatlah sulit bagi orang semacam itu untuk mendapatkan kebenaran" ("Serahkanlah Hatimu yang Sejati kepada Tuhan, maka Engkau Dapat Memperoleh Kebenaran" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan mengungkapkan dengan tajam motif hinaku yang mendalam, dan menunjukkan kepadaku kenapa jika aku tak bisa pamer dalam tugasku, aku pasti melakukannya secara serampangan, dan bahkan ketika aku tahu itu tugas dan tanggung jawabku, aku tetap tak termotivasi. Itu karena keinginan akan nama dan statusku begitu besar. Meski tidak terlihat jelas bahwa aku mengejar kesempatan untuk pamer, itu karena sejak awal aku kurang berbakat. Bukan karena aku tak mau. Ketika tahu bahwa aku tak bisa melampaui yang lain, sekeras apa pun usahaku, aku tak akan bisa berada di barisan depan, aku mengambil pendekatan negatif akan segala hal dan kurang berupaya dalam tugasku. Aku hanya menjalaninya tanpa berusaha melakukannya dengan baik. Kupikir, karena tak bisa pamer, lebih baik aku tak terlalu bersusah payah, dengan begitu, setidaknya aku tak akan terlalu kecewa. Racun Iblis seperti "Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri" dan "Menonjolkan diri" sudah sangat tertanam dalam diriku. Semua itu sudah menjadi prinsipku, mengendalikan semua tindakanku sehingga aku hanya memikirkan keuntungan sendiri dalam segala hal. Demi nama dan keuntungan, akan kulakukan, tetapi jika bukan, aku tak mau. Itu bahkan berlaku dalam tugasku. Aku bekerja keras ketika aku bisa pamer, tetapi ketika keinginanku tak terpenuhi, aku hanya menjalaninya saja, tanpa mempertimbangkan kehendak atau kepentingan Tuhan sama sekali. Aku hidup dengan natur licikku, selalu bersiasat demi nama dan posisiku. Aku malas dan tak bisa dipercaya dalam tugas, tanpa tanggung jawab sedikit pun atau nurani, akal maupun harga diri. Aku benar-benar tak bisa diandalkan. Aku berpikir tentang betapa banyak saudara-saudari yang aku kenal begitu murni dan jujur, yang meski berada di depan atau di belakang, mereka berjuang untuk memenuhi apa yang Tuhan minta. Seiring waktu, kemampuan menyanyi dan menari mereka berkembang dan mereka bisa melihat berkat dan bimbingan Tuhan. Ditambah ada mereka yang di balik layar, yang melakukan tugasnya meski tak pernah terlihat. Mereka bilang semua itu layak hanya demi melihat program itu tayang. Namun ketika aku tak bisa pamer, aku bahkan tak melakukan tugas kecil yang seharusnya. Aku benar-benar tak punya perikemanusiaan. Watak Tuhan itu suci dan benar, sehingga Dia bisa memandang hina dan membenci kemanusiaan dan pengejaran seperti milikku. Aku tak bisa memperoleh pekerjaan Roh Kudus dalam tugasku, dan aku tak bisa berkembang dalam hidup. Aku tahu, jika tidak bertobat, aku tak akan memperoleh kebenaran meski aku tetap percaya hingga akhir. Aku pasti akan disingkirkan oleh Tuhan! Di titik ini aku merasa sedikit takut dalam perenunganku dan berdoa kepada Tuhan. "Ya Tuhan, baru sekarang aku melihat betapa memalukan diriku, hidup dengan watak rusak, tanpa perikemanusiaan. Tuhan, aku ingin bertobat dan berubah. Tolong bimbing aku untuk bisa melepaskan ikatan watak Iblis dan fokus pada tugasku."

Kemudian aku membaca Firman Tuhan ini: "Jika engkau ingin mendedikasikan diri dalam segala sesuatu yang engkau lakukan untuk memenuhi kehendak Tuhan, engkau tidak bisa hanya mengerjakan satu tugas; engkau harus menerima amanat apa pun yang Tuhan berikan kepadamu. Entah itu sesuai dengan seleramu dan termasuk dalam minatmu atau tidak, ataukah merupakan sesuatu yang tidak engkau sukai atau belum pernah dilakukan sebelumnya, atau sesuatu yang sulit, engkau tetap harus menerimanya dan tunduk. Engkau tidak hanya harus menerimanya, tetapi engkau juga harus secara proaktif bekerja sama, dan mempelajarinya, serta memperoleh jalan masuk. Bahkan seandainya engkau menderita dan belum mampu menampilkan diri dan bersinar, engkau tetap harus menjalankan pengabdianmu. Engkau harus menganggapnya sebagai tugas yang harus kaupenuhi, bukan sebagai urusan pribadimu, melainkan sebagai tugasmu. Bagaimana seharusnya orang memahami tugas mereka? Tugas seseorang muncul pada saat Sang Pencipta—Tuhan—memberikan kepada orang tersebut tugas untuk dilakukan. Tugas yang diberikan Tuhan kepadamu, amanat yang diberikan Tuhan kepadamu—semua ini adalah tugasmu. Ketika engkau mengejarnya sebagai tujuanmu, dan engkau benar-benar memiliki hati yang mengasihi Tuhan, dapatkah engkau tetap menolak amanat Tuhan? Engkau tidak boleh menolak. Engkau harus menerimanya, bukan? Inilah jalan penerapan" ("Hanya dengan Menjadi Orang yang Jujur, Orang Bisa Benar-Benar Bahagia" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan menunjukkan bahwa tugasku adalah amanat Tuhan untukku, dan apakah aku hebat dalam hal itu atau bisa pamer atau tidak, aku harus melepas motif dan tujuan pribadiku, menganggapnya sebagai tanggung jawab dan mencurahkan segalanya untuk melakukan apa yang diminta Tuhan. Jika dipikir, dalam konfigurasi apa pun, sebagian orang ada di depan dan sebagian lagi di belakang, dan di mana pun mereka ditempatkan, mereka melakukan tugas mereka. Tuhan melihat motif dan sikap kita melalui tugas kita, apakah kita sepenuh hati melakukannya dan bertanggung jawab, dan apakah kita menerapkan kebenaran untuk menyenangkan Tuhan atau tidak. Aku berpikir tentang betapa aku tidak berbakat seperti penampil lain, tetapi Tuhan masih memberiku kesempatan untuk berlatih agar bisa mengembangkan kemampuan dan jalan masuk ke dalam kehidupan. Itulah kasih Tuhan untukku! Aku tahu aku tak bisa lagi egois, hina, dan tak berhati nurani seperti sebelumnya, menghancurkan hati Tuhan dan mengecewakan-Nya. Entah aku di depan atau di belakang, entah aku tersorot kamera atau tidak, aku harus mengambil tempatku sebagai makhluk ciptaan untuk secara murni dan jujur melakukan tugasku dan membalas kasih Tuhan.

Setelah itu, aku selalu berdoa kepada Tuhan dan mengandalkan-Nya dan bekerja keras melakukan tugasku apa pun yang kami latih. Saat kami membaca Firman Tuhan dalam perkumpulan sebelum latihan, aku berpikir keras tentang persyaratan Tuhan dan menerapkan Firman-Nya dalam latihan. Ketika pelatih mengangkat masalahku, aku memperhatikan dan melakukannya dalam latihan. Kemudian aku ukur kekuranganku dan menggunakan waktu luangku untuk lebih banyak berlatih. Aku berhenti membidik batas minimum. Ketika aku atur dengan benar motifku untuk latihan, setiap hari jadi terasa sangat memuaskan. Hubunganku dengan Tuhan kembali normal, aku bisa merasakan bimbingan-Nya dalam tugasku dan aku tidak kelelahan seperti sebelumnya. Setelah beberapa waktu, gerakan dan ekspresiku membaik, dan para saudari bilang bahwa nyanyian dan ekspresiku banyak berkembang. Aku sangat merasakan betapa penting melakukan tugas dengan hati jujur.

Selama sebagian besar pembuatan film, aku tetap ditempatkan di belakang, dan terkadang aku tak ingin melakukan yang terbaik karena tidak tersorot kamera. Jadi, aku selalu berdoa kepada Tuhan dan berpikir tentang bagaimana memperhatikan kehendak-Nya, dan menginvestasikan diriku segera. Butuh banyak waktu, tetapi pola pikirku banyak berkembang. Ketika berada di belakang, aku berdoa untuk saudara-saudari yang ada di depan. Ketika aku tak perlu berada di depan kamera, aku membantu para saudariku dengan kostum dan rambut mereka, melakukan apa pun yang aku bisa demi tugasku. Ketika melihat saudariku bersikap negatif dan lemah karena berada terlalu jauh di belakang, aku tawarkan persekutuan tentang kehendak Tuhan untuk membantu mereka. Melakukan tugas dengan cara itu benar-benar membuatku nyaman dan keadaanku terus membaik. Mampu mengesampingkan gengsi dan statusku serta menerapkan sedikit kebenaran semuanya datang dari bimbingan Firman Tuhan, dan aku bersyukur kepada Tuhan karena telah menyelamatkanku.

Sebelumnya: Cara Memandang Tugasmu

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Kembali ke Jalan yang Benar

Oleh Saudara Chen Guang, Amerika SerikatTuhan Yang Mahakuasa berkata: "Melayani Tuhan bukan tugas yang sederhana. Mereka yang watak...