Keinginan akan Kenyamanan Hampir Menghancurkanku

12 Juli 2022

Oleh Saudari Bai Xue, Korea

Aku bertanggung jawab atas pekerjaan video gereja pada tahun 2019, sekaligus melayani sebagai pemimpin gereja. Melihat Tuhan mengangkatku seperti ini, aku bertekad untuk melaksanakan tugasku dengan baik. Setelah itu, aku benar-benar melakukan tugasku dengan sungguh-sungguh dan belajar bagaimana melakukan pekerjaan gereja dari saudari yang bekerja sama denganku. Aku berupaya sebaik mungkin untuk menghadiri setiap pertemuan, besar dan kecil, dan memeriksa video setiap hari. Setiap hari jadwalku sangat padat. Namun, setelah beberapa waktu aku merasa lelah, dan secara berangsur kehilangan tekad yang kumiliki di awal. Aku makin bersikap menolak terhadap kehidupan yang begitu sibuk. Terutama ketika sedang memeriksa video, aku benar-benar harus menimbang dan berpikir keras, dan kemudian memberikan saran yang masuk akal untuk mengatasi masalah yang kutemukan. Aku mendapati ini terlalu melelahkan pikiran, dan tak mau melakukannya. Setelah itu, aku mulai ceroboh saat memeriksa video dan untuk beberapa video, aku selalu merespons dengan hanya melihat sepintas lalu. Terkadang, aku berpura-pura tidak tahu padahal jelas ada masalah karena jika tidak, aku pasti harus memikirkan solusi, jadi aku diam saja. Aku menjadi makin ceroboh dalam tugasku, yang berarti video terus dikirim bolak-balik untuk direvisi. Itu menyia-nyiakan banyak upaya orang. Ini akibatnya serius, tapi aku tidak merenungkan diri sendiri. Aku bahkan merasa itu tidak berkaitan langsung denganku, dan itu karena terlalu banyak masalah dalam video orang lain.

Pernah, aku menghadapi masalah sulit dengan sebuah video yang membutuhkan gagasan baru. Semua orang memunculkan berbagai macam gagasan yang hanya membuat kepalaku pusing. Sangat melelahkan untuk dipikirkan, jadi kupikir kubiarkan saja mereka yang membuat rencana. Aku mendelegasikan tugas dengan alasan aku mengikuti pekerjaan secara keseluruhan, jadi aku bisa membenarkan diriku walaupun tidak mengawasi dan menindaklanjuti segala sesuatunya. Namun, karena tak seorang pun pernah menghadapi masalah seperti ini sebelumnya, mereka tidak memahami beberapa prinsip dengan baik, dan mereka tidak tahu bagaimana menangani pekerjaan yang begitu rumit. Karena itu, tidak ada kemajuan sedikit pun, dan video itu akhirnya ditunda sementara. Rekan sekerjaku, Saudari Liu, melihat kami tidak efektif dan kemajuan kami lambat, jadi dia memberi peringatan dan mendesak kami untuk bergerak lebih cepat dalam pekerjaan. Aku mengeluh dia terlalu keras terhadap kami dan saudara-saudari lainnya setuju denganku, menentang pengaturannya. Ini membuat Sister Liu merasa sangat terkekang dan dia menjadi sangat berhati-hati setiap kali mendiskusikan pengaturan kerja dengan kami. Hal ini menyebabkan penundaan demi penundaan, yang menghambat kemajuan kami. Aku biasanya tak terlalu peduli dengan pembelajaran keterampilan profesional, dan merasa mempersiapkan materi pelatihan membutuhkan terlalu banyak upaya, jadi aku selalu mendelegasikannya kepada Saudari Liu. Terkadang, aku tak terlibat dalam pelatihan dengan alasan terlalu sibuk dengan tugasku. Dengan demikian, aku menjadi lalai dan lamban dalam tugasku. Pernah, aku bahkan tidak melakukan persiapan untuk diskusi pekerjaan, yang membuang waktu semua orang.

Kemudian suatu hari, aku terjatuh dan pergelangan kakiku terkilir ketika aku melewatkan satu anak tangga saat menuruni tangga. Aku tak merenungkan mengapa hal itu terjadi padaku, dan hanya berpikir aku bisa beristirahat karena pergelangan kakiku terkilir. Saudari Liu menyingkapkan dan menanganiku beberapa kali, mengatakan bahwa aku tak terbeban dalam tugasku, bahwa itu menunda pekerjaan gereja dan berdampak negatif terhadap orang lain. Setelah persekutuannya, aku menjadi lebih proaktif selama beberapa hari, dan kemudian mulai kembali mengendur. Aku tak menyadari betapa seriusnya masalah ini, dan terus menoleransi diriku sendiri, berpikir aku hanya sedikit malas, tapi aku tidak bersikap congkak, mengekang, atau menindas orang lain dengan bersikap semaunya, jadi ini bukan masalah besar. Lagipula, aku memiliki kualitas dan beberapa keterampilan profesional, jadi aku pasti tidak diberhentikan. Karena itu, aku mengabaikan peringatan Saudari Liu dan sama sekali tidak menganggapnya serius. Aku terus mengendur dalam tugasku dan bahkan memandang beberapa tugas sebagai sebagai beban. Dengan bersikap sangat ceroboh dalam tugasku berarti banyak video harus dikembalikan untuk dikerjakan ulang dan butuh waktu lama sebelum ditayangkan.

Suatu pagi, seorang pemimpin tingkat atas tiba-tiba mampir tanpa diduga dan mengatakan bahwa tugas kami tidak membuahkan hasil apa pun, dan bahwa masalah-masalah yang telah disebutkan terus bermunculan satu persatu. Dia bertanya apa sebenarnya masalahnya. Dia juga bertanya apakah kami mampu melaksanakan tugas ini, dan berkata jika semuanya berjalan seperti itu, kami semua akan diberhentikan. Mendengar itu membuatku takut. Aku adalah pemimpin gereja dan juga memimpin pekerjaan kami, jadi semua pekerjaan yang berantakan adalah tanggung jawabku. Itu sepenuhnya karena kecerobohanku. Memikirkannya, aku sadar telah melakukan kesalahan besar. Pemimpin tingkat atas segera mengetahui caraku melaksanakan tugas dan memberhentikanku. Dia juga menangani dan memangkasku dengan keras, berkata bahwa rumah Tuhan telah memercayakanku dengan pekerjaan penting, tapi aku sama sekali tidak peduli ketika melihat begitu banyak masalah dan kesulitan. Aku hanya peduli dengan kenyamanan dagingku sendiri, memperlambat kemajuan video kami selama berbulan-bulan. Aku merugikan rumah Tuhan dan sama sekali tak punya hati nurani! Rumah Tuhan telah membinaku, tapi aku sama sekali tidak memedulikan kehendak Tuhan, dan itu sangat mengecewakan. Aku adalah pemimpin tapi tidak memenuhi tugasku dengan baik. Aku tak belajar apa pun dan tak mampu untuk maju, dan tak layak dibina. Dia berkata aku akan disingkirkan jika tidak bertobat dan berubah. Perkataannya benar-benar pukulan keras bagiku. Pikiranku menjadi kosong, dan aku terus bertanya dalam hati: apa yang telah kukerjakan selama berbulan-bulan ini? Bagaimana segalanya bisa sampai ke titik ini? Mendengar dia berkata aku tak layak dibina benar-benar membuatku merasa tidak punya masa depan. Aku benar-benar sedih dan merasa semua kekuatan telah terkuras dariku. Aku membenci diriku sendiri karena tidak menghargai tugasku sejak awal, tapi kini sudah terlambat.

Setelah diberhentikan, aku tenggelam dalam keputusasaan. Aku merasa semua orang pasti telah mengetahui diriku yang sebenarnya, dan menolakku sebagai contoh yang buruk, dan Tuhan juga pasti membenciku. Merenungkan apa yang dikatakan pemimpin ketika menanganiku benar-benar menyakitkan. Aku merasa telah disingkapkan dan disingkirkan. Itu adalah hari-hari yang sangat menyakitkan. Kemudian suatu hari, aku membaca satu bagian firman Tuhan yang benar-benar menyentuhku. Firman Tuhan katakan: "Jika engkau mengabdi kepada Tuhan, dan melaksanakan tugasmu dengan tulus, mungkinkah engkau akan tetap bersikap negatif dan lemah ketika ditangani dan dipangkas? Jadi apa yang harus kaulakukan jika engkau benar-benar negatif dan lemah? (Kami harus berdoa kepada Tuhan dan bergantung pada Tuhan, berusaha dan memikirkan apa yang Tuhan kehendaki, merenungkan di mana kesalahan kami, kesalahan apa yang telah kami perbuat; di area mana saja kami telah jatuh, yaitu di area mana kami harus bangkit kembali.) Betul sekali. Lakukanlah apa yang telah kaupahami, apa yang jelas bagimu; jangan menambah kesalahanmu, jangan menyerah, perlakukan hal-hal ini dengan kepala dingin. Tak seorang pun yang dengan sengaja mempersulit dirimu; sekalipun kata-kata yang digunakan untuk menangani dan memangkasmu agak kasar, ini karena engkau melakukan sesuatu yang sangat menjengkelkan, engkau telah melanggar prinsip bahkan tanpa menyadarinya—bagaimana mungkin engkau tidak ditangani dalam keadaan seperti itu? Ditangani dengan cara ini sebenarnya adalah untuk membantumu, ini adalah kasih terhadapmu, dan jika engkau tidak dapat memahaminya, engkau telah kehilangan akal sehatmu" (Pembicaraan Kristus Akhir Zaman). Setelah membaca firman Tuhan, air mata terus mengalir di wajahku. Pemimpin itu benar tentang semua yang dia katakan ketika menanganiku, dan aku dikritik dengan keras karena semua yang telah kulakukan sangat menjengkelkan. Namun, aku tak boleh menyerah begitu saja pada diriku sendiri. Aku harus benar-benar merenungkan mengapa aku gagal, lalu berubah dan bertobat. Itu pendekatan yang benar. Jadi aku berdoa, memohon Tuhan membimbingku dalam perenunganku tentang kegagalan ini.

Suatu hari, aku mendengar beberapa firman Tuhan yang menyingkapkan dan menganalisis pemimpin palsu yang membantuku sedikit mengenal diriku sendiri. Firman Tuhan katakan: "Para pemimpin palsu tidak melakukan pekerjaan nyata, tetapi mereka tahu bagaimana menjadi pejabat. Apa hal pertama yang mereka lakukan setelah menjadi pemimpin? Mereka mulai berusaha memenangkan orang. Mereka mengambil pendekatan 'manajer baru harus meninggalkan kesan yang kuat': pertama-tama mereka melakukan beberapa hal untuk memenangkan orang, mereka memperkenalkan beberapa hal untuk memudahkan hidup orang lain, mereka berusaha agar orang memiliki kesan yang baik tentang mereka, untuk menunjukkan kepada semua orang bahwa mereka selaras dengan orang banyak, agar semua orang memuji mereka dan mengatakan bahwa mereka seperti orang tua bagi mereka, dan setelah melakukan itu mereka pun secara resmi mengambil alih. Mereka merasa bahwa karena sekarang mereka mendapat dukungan orang banyak dan kedudukan mereka aman, sudah sewajarnya mereka menikmati kenikmatan dari status mereka tersebut. Semboyan mereka adalah, 'Hidup hanyalah tentang makan dan berpakaian,' 'Isi harimu dengan kesenangan karena hidup ini singkat,' dan 'Nikmatilah kesenangan sekarang pada hari ini, dan khawatirkan hari esok pada hari selanjutnya.' Mereka menikmati setiap hari yang datang, mereka bersenang-senang sebanyak mungkin, dan mereka tidak memikirkan masa depan, apalagi memikirkan tanggung jawab apa yang seharusnya dipenuhi seorang pemimpin dan tugas apa yang seharusnya mereka lakukan. Mereka hanya mengulang-ulang beberapa kata dan frasa dan melakukan beberapa tugas remeh dengan cara biasa-biasa saja, tetapi mereka tidak melakukan pekerjaan nyata apa pun, mereka tidak mencoba menyelidiki masalah nyata di gereja untuk menyelesaikannya dengan tuntas. Apa gunanya melakukan pekerjaan dangkal seperti itu? Bukankah ini menipu? Bisakah tanggung jawab serius dipercayakan kepada pemimpin palsu semacam ini? Apakah mereka sesuai dengan prinsip dan persyaratan rumah Tuhan untuk memilih pemimpin dan pekerja? (Tidak.) Orang-orang ini bahkan tidak punya hati nurani atau nalar, mereka tidak punya rasa tanggung jawab, tetapi di dalam hati mereka, mereka tetap ingin melayani dalam kapasitas resmi sebagai pemimpin—mengapa mereka begitu tidak tahu malu? Ada orang-orang berkualitas buruk yang punya rasa tanggung jawab dan mereka tidak bisa menjadi pemimpin—apalagi sampah manusia yang tidak punya rasa tanggung jawab sama sekali; mereka jauh tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemimpin. Seberapa malaskah orang-orang seperti itu? Mereka menemukan masalah, dan mereka sadar bahwa ini adalah masalah, tetapi mereka memperlakukannya seolah-olah bukan masalah dan tidak memedulikannya. Mereka sangat tidak bertanggung jawab! Mereka mungkin orang yang fasih berbicaa dan tampaknya sedikit berkualitas, tetapi ketika berbagai masalah muncul di gereja, mereka tidak mampu menyelesaikannya. Berapapun lamanya mereka bekerja, masalah terus menumpuk, semua masalah itu menjadi seperti pusaka keluarga yang bukan urusan mereka, tetapi para pemimpin ini masih bersikeras untuk melakukan beberapa tugas remeh dengan cara biasa-biasa saja. Dan apa hasil akhirnya? Bukankah mereka merusak pekerjaan gereja, bukankah mereka mengacaukannya? Bukankah mereka menyebabkan kekacauan dan perpecahan di dalam gereja? Inilah hasil yang tak terhindarkan" (Mengenali Para Pemimpin Palsu). "Para pemimpin palsu yang malas ini memperlakukan kedudukan mereka sebagai pemimpin atau pekerja sebagai sesuatu untuk mereka nikmati. Mereka memperlakukan tugas dan pekerjaan yang sudah seharusnya dilaksanakan pemimpin sebagai beban, sebagai gangguan. Di dalam hatinya, mereka penuh dengan penentangan terhadap pekerjaan rumah Tuhan: suruh mereka mengawasi atau mencari tahu masalah yang ada dalam pekerjaan, kemudian menindaklanjuti dan menyelesaikannya, dan mereka pun akan melakukannya dengan penuh keengganan. Ini adalah pekerjaan yang sudah seharusnya dilakukan oleh para pemimpin dan pekerja, ini adalah pekerjaan mereka. Jika engkau tidak melakukannya—jika engkau tidak bersedia melakukannya—mengapa engkau masih ingin menjadi pemimpin atau pekerja? Apakah engkau melaksanakan tugasmu agar engkau memperhatikan kehendak Tuhan, atau agar engkau menikmati kedudukan yang menjebakmu itu? Bukankah tidak tahu malu menjadi seorang pemimpin karena ingin menduduki suatu jabatan? Tidak ada orang karakternya lebih rendah dari mereka, orang-orang ini tidak punya harga diri, mereka tidak punya rasa malu" (Mengenali Para Pemimpin Palsu). Membaca firman Tuhan ini rasanya seperti Tuhan sedang menganalisisku, berhadapan muka. Aku adalah jenis pemimpin yang malas. Dari awal, aku merasa pemimpin bukan hanya berbicara dengan otoritas, tapi juga mendapatkan penghormatan dari orang lain. jadi aku bekerja keras dan menderita demi status ini. Aku memberi semua orang kesan yang salah, membuat mereka berpikir aku mampu memikul banyak tanggung jawab. Begitu aku masuk ke posisi ini dan orang lain memercayaiku, aku memperlihatkan diriku yang sebenarnya. Aku mulai menikmati perasaan superioritas yang dibawa statusku dan ketika melihat semua pekerjaan dan semua kesulitan itu, aku tak mau direpotkan. Aku merasa itu memberatkan, jadi aku memikirkan bagaimana meringankan beban dan memiliki lebih sedikit kekhawatiran. Aku tidak suka betapa melelahkan secara mental memeriksa video, jadi aku dengan seenaknya saja memberi saran seadanya dan meminta orang lain mengedit ulang, membuang-buang tenaga. Ketika masalah muncul dengan video yang kutangani, aku tidak memutar otak untuk mencari solusi, tapi menggunakan statusku untuk melakukan tipu muslihat, membuat orang lain menanganinya, dan aku tidak menindaklanjutinya. Itu membuat masalah tak terselesaikan dan tak ada kemajuan dalam pekerjaan kami. Aku mencari segala macam alasan untuk menghindari pelatihan kelompok dan mendelegasikannya bila memungkinkan. Aku juga berlambat-lambat dengan perencanaan kerja yang mendesak dan penuh dengan keluhan, mengendalikan rekan sekerjaku. Kemajuan kami terhambat karena aku tidak segera menangani banyak pekerjaan .... Mengingat kembali semua yang telah kulakukan, aku benar-benar ingin menampar diriku sendiri. Ketika aku mendapat status tertentu, aku hanya mendambakan kenyamanan dan selalu curang dan licin. Aku memandang pekerjaanku sebagai lelucon dan tak punya tanggung jawab sedikit pun. Aku tidak segera menyelesaikan masalah dan tetap acuh tak acuh ketika melihat pekerjaan rumah Tuhan mengalami kerugian. Apa bedanya tindakanku dengan tindakan pejabat Partai Komunis? Mereka menggunakan segala macam taktik untuk merebut status dan tidak menyelesaikan masalah rakyat jelata. Mereka hanya ingin makan dan minum, serta menggunakan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi. Itu jahat dan tak tahu malu. Aku sama seperti itu. Rumah Tuhan memberiku pekerjaan yang begitu penting, tapi aku hanya memedulikan kenyamanan dan kesenangan daging. Aku tak punya kemanusiaan, tidak melakukan pekerjaan nyata apa pun. Saat ini adalah waktu yang paling penting untuk mengabarkan Injil, dan makin cepat video kesaksian ini tayang di Internet, makin banyak orang dapat mencari dan menyelidiki jalan yang benar. Namun, aku sama sekali tidak memikirkan kehendak Tuhan. Aku mengabaikan tugasku, sangat menunda pekerjaan rumah Tuhan. Aku egois dan keji, dan sama sekali tak punya kemanusiaan. Lalu aku dengan jelas menyadari betapa malas, egois, dan hinanya diriku. Aku telah menipu untuk mencapai suatu posisi tapi tidak melakukan pekerjaan nyata. Karakterku buruk dan tak layak dipercaya. Aku benar-benar tidak bermoral. Memikirkan semua ini membuat hatiku terasa tertusuk-tusuk. Aku berdoa, "Ya Tuhan, aku sangat tidak berperikemanusiaan. Aku menerima amanat ini tapi tidak melakukan pekerjaanku dengan benar, yang menghambat pekerjaan rumah Tuhan. Tuhan, pemberhentianku adalah keadilan-Mu. Aku mau bertobat dan berubah—kumohon bimbinglah aku untuk mengenal diriku sendiri."

Dalam perenunganku, aku ingat bagaimana orang lain telah bersekutu denganku tentang hal ini berkali-kali dan bahkan telah memperingatkan dan menanganiku, tapi aku tidak menganggapnya serius. Aku merasa bersikap malas dan memedulikan kenyamanan daging bukanlah masalah besar, karena aku tidak merugikan atau mengendalikan siapa pun. Karena aku punya kualitas dan memahami pekerjaan itu, kupikir gereja tidak akan memberhentikanku karena bersikap malas. Aku tak sadar ini hanyalah gagasan dan imajinasiku sendiri sampai aku membaca firman Tuhan. Firman Tuhan katakan: "Siapa yang punya masalah lebih serius: orang malas, atau orang berkualitas buruk? (Orang malas.) Mengapa orang malas punya masalah yang serius? (Orang berkualitas buruk tidak bisa menjadi pemimpin atau pekerja, tetapi mereka bisa menjadi sedikit efektif ketika melakukan tugas yang sesuai dengan kemampuan mereka. Orang yang malas tidak dapat melakukan apa-apa; meskipun mereka berkualitas, mereka tidak melakukan apa pun dengan kualitas tersebut.) Orang malas tidak bisa melakukan apa-apa. Singkatnya, mereka itu sampah. Mereka di bawah standar, sangat tidak memenuhi syarat. Sebagus apa pun kualitas orang malas, itu tidak lebih dari sekadar riasan luar; kualitas bagus mereka tidak ada gunanya. Ini karena mereka terlalu malas, mereka tahu apa yang harus mereka lakukan, tetapi tidak melakukannya; ketika mereka tahu ada sesuatu yang menjadi masalah, mereka tidak mencari penyelesaiannya; mereka tahu kesulitan apa yang harus mereka derita agar pekerjaan menjadi efektif, tetapi tidak mau menanggung penderitaan yang begitu berharga tersebut. Akibatnya, mereka tidak memperoleh kebenaran apa pun, dan tidak melakukan pekerjaan nyata apa pun. Mereka tidak ingin menanggung kesulitan yang seharusnya mereka alami; mereka hanya tahu bersikap serakah untuk mendapatkan kenyamanan, merasakan nikmatnya daging, nikmatnya saat bersenang-senang dan bersantai, nikmatnya kebebasan, nikmatnya kehidupan yang santai dan bahagia. Bukankah mereka tidak berguna? Apa lagi yang bisa dilakukan orang-orang seperti itu? Apakah tidak ada masalah dengan karakter moral mereka? Menurut-Ku jenis orang seperti ini berada di bawah jenis orang yang berkualitas buruk tetapi bersedia membayar harga. Setidaknya, berdasarkan kualitas dan kelebihan mereka, orang-orang berkualitas buruk masih bisa bermanfaat; beri mereka pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka dan mereka bisa melakukannya, mereka bisa menaatinya, mereka bisa mengabdikan diri mereka untuk melakukannya. Namun, orang yang tidak melakukan pekerjaan nyata bukan hanya tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, bahkan pelayanan mereka pun tidak sesuai standar, mereka adalah sampah, tak ada yang lebih buruk daripada mereka" (Mengenali Para Pemimpin Palsu). "Caramu memandang amanat Tuhan sangatlah penting, dan ini adalah hal yang sangat serius. Jika engkau tidak dapat menyelesaikan apa yang telah Tuhan percayakan kepada manusia, engkau tidak layak untuk hidup di hadirat-Nya dan harus dihukum. Adalah ditetapkan oleh Surga dan diakui oleh bumi bahwa manusia harus menyelesaikan amanat apa pun yang Tuhan percayakan kepada mereka; ini adalah tanggung jawab tertinggi mereka, dan sama pentingnya dengan hidup mereka sendiri. Jika engkau tidak memperlakukan amanat Tuhan dengan serius, artinya engkau sedang mengkhianati Dia dengan cara yang paling menyedihkan; dalam hal ini, engkau lebih disesalkan daripada Yudas dan harus dikutuk" ("Cara Mengenal Natur Manusia" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Namun, setelah membaca firman Tuhan aku sadar bahwa meskipun sepertinya aku tidak merugikan siapa pun, aku telah menganggap enteng amanat Tuhan dan menunda pekerjaan rumah Tuhan. Itu adalah pengkhianatan yang serius terhadap Tuhan, bahkan lebih menjijikkan daripada Yudas. Aku bergidik, mengingat kembali semua yang telah kulakukan dalam tugasku. Aku telah berkali-kali mengabaikan persekutuan orang lain, berpikir bersikap asal-asalan tidaklah seburuk itu, bahkan secara keliru berpikir karena aku memahami pekerjaan itu dan punya kualitas, gereja takkan memberhentikanku karena kemalasanku. Aku sangat apatis dan keras kepala, itu menyedihkan dan menggelikan, dan aku tak bisa melihat betapa berbahayanya itu. Tuhan dengan jelas mengatakan bahwa Dia membenci orang yang memiliki kualitas, tapi malas dan licin, bahwa mereka hina dan memiliki kemanusiaan yang buruk, dan tak layak mendapat kepercayaan Tuhan. Orang yang memiliki kualitas lebih buruk tapi rela menderita lebih baik daripada mereka. Mereka tulus dalam tugas mereka. Mereka melakukannya dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab. Sedangkan aku, aku merasa tidak terlalu buruk karena aku terlihat punya sedikit kualitas, padahal sebenarnya, aku tak mampu melakukan hal-hal paling dasar yang harus dilakukan makhluk ciptaan dalam tugas mereka. Kemanusiaan dan kualitas macam apa itu? Pada saat itu, aku benar-benar melihat diriku yang sebenarnya, dan mengerti mengapa pemimpin berkata aku tak layak dibina, dan bahwa aku akan disingkirkan jika tidak bertobat dan berubah. Dengan kemanusiaan seperti itu, bersikap malas dan curang, tidak bertanggung jawab terhadap tugasku, aku tak layak dipercaya dan seharusnya telah diberhentikan dan disingkirkan. Aku merasa sangat berutang kepada Tuhan ketika mengingat semua waktu yang telah kusia-siakan. Aku hanya ingin mengejar kebenaran dengan baik sejak saat itu, melaksanakan tugasku untuk memuaskan Tuhan dan membalas kasih-Nya.

Beberapa waktu kemudian, aku ditugaskan ke tim tulis-menulis. Ada banyak pekerjaan dan setiap hari sibuk, jadi aku terus memperingatkan diriku sendiri agar melaksanakan tugasku dengan baik dan tidak lagi menyerah pada daging. Aku mampu memikul beban dalam tugasku. Setelah beberapa waktu, aku merasa diriku sedikit berubah. Namun, karena beban kerja kami bertambah dan beberapa kesulitan muncul, naturku mulai muncul dengan sendirinya. Kupikir ini melelahkan secara mental, jadi aku akan membiarkan orang lain menyelesaikan masalah yang lebih rumit. Seorang saudari sering berkata bahwa aku bersikap asal-asalan, dan memperingatkanku agar melaksanakan tugas dengan lebih serius. Aku selalu mengiakan, dan kinerjaku lebih baik selama beberapa hari, tapi kemudian aku menjadi cemas ketika masalah yang rumit muncul dan berpikir itu terlalu merepotkan, terlalu melelahkan untuk ditangani, jadi aku selalu membiarkannya begitu saja. Hari demi hari berlalu seperti itu. Dua saudari di tim kami dipindahkan karena tidak mendapatkan hasil yang baik dan tiba-tiba aku merasakan pertanda buruk. Kinerjaku dalam tugas tak lebih baik daripada mereka, dan kuperhatikan kinerja orang lain lebih berkembang dariku. Kinerjaku telah menjadi yang terburuk di tim. Meskipun tetap melaksanakan tugasku, aku merasa sangat tidak nyaman dan khawatir berikutnya aku yang akan dipindahkan. Kemudian, aku berbicara dengan seorang saudari tentang keadaanku, dan dia berkata itu bukan karena aku tak punya kualitas, tapi karena aku terlalu ceroboh. Setelah melakukan tugas ini begitu lama, aku masih membuat kesalahan yang sangat mendasar, jadi itu berarti ada masalah dalam sikapku terhadap tugas itu. Yang dia katakan benar-benar membuat perasaanku bergejolak. Kupikir aku sudah bertekad untuk melaksanakan tugasku dengan baik, jadi mengapa aku masih melakukannya seperti ini? Aku datang ke hadapan Tuhan dalam doa dan pencarian.

Suatu hari, aku membaca satu bagian firman Tuhan yang memberiku lebih banyak kejelasan tentang masalahku ini. Firman Tuhan katakan: "Ada orang-orang yang, pekerjaan atau tugas apa pun yang mereka lakukan, mereka tak mampu melakukannya, itu terlalu berat bagi mereka, mereka tak mampu memenuhi kewajiban atau tanggung jawab apa pun yang seharusnya orang lakukan. Bukankah mereka itu sampah? Apakah mereka masih layak disebut manusia? Kecuali orang-orang bodoh, cacat mental, dan mereka yang menderita berbagai gangguan mental dan fisik, adakah orang hidup yang tidak diharuskan melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka? Namun, sampah jenis ini hanya ingin bermalas-malasan, mereka tidak ingin memenuhi tanggung jawab mereka; kesimpulannya adalah mereka tidak ingin berperilaku seperti orang normal. Tuhan memberi mereka kualitas dan karunia, Dia memberi mereka kecerdasan dan hikmat, Dia memberi mereka kesempatan untuk menjadi manusia, tetapi mereka lalai dalam melaksanakan tugas mereka, tak ada satu pun tanggung jawab yang bersedia mereka penuhi. Apakah orang seperti itu pantas disebut manusia? Pekerjaan apa pun yang diberikan kepada mereka—entah itu penting atau biasa, sulit atau sederhana—mereka selalu ceroboh dan asal-asalan, selalu malas dan enggan bekerja. Ketika muncul masalah, mereka mencoba untuk mengalihkan tanggung jawab mereka kepada orang lain. Mereka sampah—sampah yang tidak berguna. Di tengah masyarakat, siapa yang tidak perlu bergantung pada diri mereka sendiri untuk bertahan hidup? Ketika orang mencapai usia dewasa, mereka harus pergi bekerja dan mencari uang untuk menghidupi diri sendiri. Bermalas-malasan di rumah membuat mereka merasa tidak nyaman. Orang tua mereka mungkin bersedia untuk menyokong mereka, orang tua mereka mungkin sangat mencintai mereka, dan mungkin tidak ingin mereka pergi ke dunia untuk mengalami kesulitan dan kelelahan, tetapi pola pikir seperti apa yang seharusnya dimiliki orang dewasa? Engkau tidak boleh lagi membebani orang tuamu, engkau bukan anak kecil lagi, engkau harus melakukan apa yang orang dewasa lakukan, dan melakukan apa yang engkau bisa untuk menghidupi dirimu sendiri. Bukankah ini pola pikir yang harus dimiliki orang dewasa? Jika orang memiliki pola pikir ini, mereka akan memiliki rasa tanggung jawab, mereka akan memiliki nalar manusia yang normal. Apakah sampah yang kita analisis hari ini memiliki nalar manusia yang normal? (Tidak.) Mereka selalu menginginkan sesuatu tanpa usaha, mereka tidak pernah ingin bertanggung jawab, mereka mencari makan siang gratis, mereka ingin makan tiga kali sehari—dan ada orang yang melayani mereka, dan selalu tersedia makanan lezat—tanpa melakukan pekerjaan apa pun. Bukankah ini pola pikir parasit? Dan apakah orang yang parasit memiliki hati nurani dan akal? Apakah mereka memiliki martabat dan integritas? Sama sekali tidak; mereka semua sampah yang mendompleng" (Mengenali Para Pemimpin Palsu). Dari firman Tuhan aku mengerti bahwa orang berhati nurani dan bernalar mengerahkan segenap kemampuan mereka dalam tugas dan berusaha sekuat tenaga untuk amanat Tuhan, dan bertanggung jawab. Sedangkan mereka yang tak berguna yang tidak punya kemanusiaan normal tidak pernah mau menderita atau direpotkan, dan mereka hanya melakukan tipu muslihat dan bekerja seadanya, tanpa memikirkan tanggung jawab atau kewajiban mereka. Meskipun Tuhan memberi mereka kualitas dan karunia, dan kesempatan untuk melakukan tugas, karena mereka tidak memahami apa pun, dan selalu ingin menikmati kenyamanan daging, dan tak punya rasa tanggung jawab, pada akhirnya mereka takkan mampu melakukan apa pun dan menjadi tak berguna. Aku merasa sama seperti orang tak berguna yang Tuhan gambarkan ini. Setelah pemberhentianku, gereja memintaku melakukan pekerjaan tulis-menulis, yang merupakan peninggian Tuhan, tapi aku tidak tahu cara menghargainya, dan sebaliknya, aku mempertahankan sikap malas yang sama terhadap tugasku. Aku tahu betul bahwa aku bersikap ceroboh dalam menangani masalah, tapi aku tak mau menjadi lebih baik atau memberikan lebih banyak pemikiran atau waktu untuk memikirkannya. Akibatnya, aku tidak mengalami kemajuan sedikit pun dalam tugasku. Aku juga sangat khawatir dengan hal itu. Mengapa aku mundur dari kesulitan apa pun, dan bersembunyi dari kesukaran apa pun?

Aku pernah membaca beberapa firman Tuhan dalam perenunganku yang memberiku beberapa pemahaman tentang sumber masalah ini. Firman Tuhan katakan: "Sekarang ini, engkau tidak percaya pada firman yang Kuucapkan, dan engkau tidak menghiraukannya; ketika tiba saatnya pekerjaan ini disebarluaskan, dan engkau menyaksikan seluruhnya, engkau akan menyesal, dan saat itulah engkau akan tercengang. Ada berbagai berkat, tetapi engkau tidak tahu cara menikmatinya, dan ada kebenaran, tetapi engkau tidak mengejarnya. Bukankah engkau menghina dirimu sendiri? Sekarang ini, sekalipun langkah pekerjaan Tuhan berikutnya belum dimulai, tidak ada tuntutan tambahan yang diminta darimu dan apa yang harus kauhidupi. Ada begitu banyak pekerjaan dan begitu banyak kebenaran; apakah semua itu tidak layak engkau ketahui? Apakah hajaran dan penghakiman Tuhan tidak mampu membangkitkan rohmu? Apakah hajaran dan penghakiman Tuhan tidak mampu membuatmu membenci diri sendiri? Apakah engkau puas hidup di bawah pengaruh Iblis, dengan kedamaian dan sukacita, dan sedikit kenyamanan daging? Bukankah engkau yang paling hina dari semua orang? Tidak ada yang lebih bodoh selain mereka yang telah melihat keselamatan tetapi tidak berupaya mendapatkannya; mereka inilah orang-orang yang mengenyangkan daging mereka sendiri dan menikmati Iblis. Engkau berharap bahwa imanmu kepada Tuhan tidak akan mendatangkan tantangan atau kesengsaraan, ataupun kesulitan sekecil apa pun. Engkau selalu mengejar hal-hal yang tidak berharga, dan tidak menghargai hidup, melainkan menempatkan pikiran yang terlalu muluk-muluk di atas kebenaran. Engkau sungguh tidak berharga! Engkau hidup seperti babi—apa bedanya antara engkau, babi, dan anjing? Bukankah mereka yang tidak mengejar kebenaran, melainkan mengasihi daging, adalah binatang buas? Bukankah mereka yang mati, tanpa roh, adalah mayat berjalan? Berapa banyak firman yang telah disampaikan di antara engkau sekalian? Apakah hanya sedikit pekerjaan yang dilakukan di antaramu? Berapa banyak yang telah Kuberikan di antaramu? Lalu mengapa engkau tidak mendapatkannya? Apa yang harus engkau keluhkan? Bukankah engkau tidak mendapatkan apa-apa karena engkau terlalu mengasihi daging? Dan bukankah ini karena pikiranmu yang terlalu muluk-muluk? Bukankah karena engkau terlalu bodoh? Jika engkau tidak mampu memperoleh berkat-berkat ini, dapatkah engkau menyalahkan Tuhan karena tidak menyelamatkanmu? ... Seorang pengecut sepertimu, yang selalu mengejar daging—apa engkau punya hati, apa engkau punya roh? Bukankah engkau adalah binatang buas? Aku memberimu jalan yang benar tanpa meminta imbalan apa pun, tetapi engkau tidak mengejarnya. Apakah engkau salah satu dari orang-orang yang percaya kepada Tuhan? Aku memberikan kehidupan manusia yang nyata kepadamu, tetapi engkau tidak mengejarnya. Apakah engkau tidak ada bedanya dari babi atau anjing? Babi tidak mengejar kehidupan manusia, mereka tidak berupaya supaya ditahirkan, dan mereka tidak mengerti makna hidup. Setiap hari, setelah makan sampai kenyang, mereka hanya tidur. Aku telah memberimu jalan yang benar, tetapi engkau belum mendapatkannya. Tanganmu kosong. Apakah engkau bersedia melanjutkan kehidupan ini, kehidupan seekor babi? Apa pentingnya orang-orang seperti itu hidup? Hidupmu hina dan tercela, engkau hidup di tengah-tengah kecemaran dan kecabulan, dan tidak mengejar tujuan apa pun; bukankah hidupmu paling tercela? Apakah engkau masih berani memandang Tuhan? Jika engkau terus mengalami dengan cara demikian, bukankah engkau tidak akan memperoleh apa-apa? Jalan yang benar telah diberikan kepadamu, tetapi apakah pada akhirnya engkau dapat memperolehnya, itu tergantung pada pengejaran pribadimu sendiri" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Aku membaca bagian ini berulang-ulang. Khususnya, setiap kali aku membaca kata-kata "binatang buas", "babi atau anjing", dan "hina", rasanya seperti tamparan di wajah. Aku bertanya dalam hati: "Apa sebenarnya alasanku percaya kepada Tuhan? Apakah hanya untuk menikmati kenyamanan? Mengapa pengejaranku begitu hina dalam hidup, bahkan setelah membaca begitu banyak firman Tuhan?" Aku merasa benar-benar telah dirusak sedemikian dalam oleh Iblis. Falsafah Iblis seperti "Hidup hanyalah tentang makan dan berpakaian", "Isi harimu dengan kesenangan karena hidup ini singkat", dan "Nikmatilah kesenangan sekarang pada hari ini, dan khawatirkan hari esok pada hari selanjutnya" adalah pepatah yang kujalani. Kenyamanan dan kenikmatan daging adalah tujuan utamaku dalam hidup. Aku ingat semua teman sekelasku belajar mati-matian sebelum ujian masuk sekolah menengah, tapi aku merasa itu terlalu menegangkan, jadi aku pergi ke taman bermain untuk bersantai. Aku merasa harus memperlakukan diriku dengan baik dalam hidup dan menikmati setiap momen yang ada, apa pun yang akan terjadi besok. Teman sekelasku berkata aku sangat santai dan merasa itulah cara yang baik untuk hidup. Aku bahagia setiap hari tanpa stres atau kekhawatiran sedikit pun. Itulah kehidupan yang kuinginkan. Aku tidak mengubah perspektif ini setelah beriman dan melakukan tugas. Ketika masalah yang rumit atau sulit muncul, kupikir itu merepotkan dan ingin menghindarinya, tak mau mengalami sedikit ketidaknyamanan daging atau ketegangan. Aku suka tidak melakukan apa pun, bermalas-malasan dengan bebas dan ringan. Namun, apa yang sebenarnya kudapatkan dari hidup seperti itu? Aku tak mengalami kemajuan dalam tugasku, dan menyia-nyiakan karakter dan martabatku karena aku tak bertanggung jawab dan menunda pekerjaan gereja. Tuhan merasa jijik, dan saudara-saudari merasa kesal. Perspektif Iblis tentang kelangsungan hidup ini sangat merugikan. Hidup dengan cara ini, aku tak punya integritas atau martabat sedikit pun, seperti binatang buas, tidak melakukan apa pun, dan tanpa tujuan apa pun dalam hidup. Itu keji dan menjijikkan! Kenyataannya, ketika aku menghadapi kesulitan, itu adalah kehendak Tuhan bagiku agar menggunakan situasi itu untuk mencari kebenaran dan mulai memahami dan memperoleh kebenaran. Namun, aku tidak menghargai bagaimana Tuhan telah meninggikanku dan membuang begitu banyak kesempatan untuk memperoleh kebenaran. Alkitab katakan: "Kemakmuran orang bebal akan membinasakan mereka" (Amsal 1:32). Benar sekali. Juga dikatakan dalam firman Tuhan, "Kedagingan manusia ibarat ular itu: esensinya adalah untuk mencelakakan hidup mereka—dan ketika daging telah mendapatkan semua keinginannya, engkau akan kehilangan hidupmu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Mengasihi Tuhan yang Berarti Sungguh-Sungguh Percaya kepada Tuhan"). Memikirkan bagaimana aku menganggap entang amanat Tuhan dari waktu ke waktu, menyia-nyiakan begitu banyak momen berharga benar-benar membuatku sedih, dan aku mulai menangis tanpa henti. Aku dipenuhi dengan penyesalan dan menyesal telah melakukan begitu banyak kejahatan. Semua ini adalah noda dalam sejarah imanku kepada Tuhan yang takkan pernah terhapuskan, dan aku akan selalu menyesalinya! Aku membenci diriku sendiri dari lubuk hatiku. Dengan berlinang air mata, aku berdoa, "Ya Tuhan, aku telah mengecewakan-Mu. Aku telah menjadi orang percaya selama bertahun-tahun tanpa pernah mengejar kebenaran, hanya mengejar kenyamanan daging yang fana. Aku sangat bejat! Ya Tuhan, akhirnya aku melihat esensi daging dan meskipun aku mungkin takkan pernah mampu menebus pelanggaranku, aku mau bertobat, mengejar kebenaran, dan mulai dari awal."

Kemudian, seorang saudari mengirimiku satu bagian firman Tuhan di mana aku menemukan jalan penerapan dan jalan masuk. Firman Tuhan katakan: "Jika orang punya pikiran, itu berarti mereka punya pilihan. Jika sesuatu terjadi pada diri mereka dan mereka membuat pilihan yang salah, mereka harus berbalik dan membuat pilihan yang benar; mereka benar-benar tidak boleh bertahan dengan kesalahan mereka. Orang seperti ini adalah orang yang cerdas. Namun jika mereka tahu bahwa mereka membuat pilihan yang salah dan tidak berbalik, mereka adalah orang yang tidak mencintai kebenaran, dan orang seperti itu tidak benar-benar menginginkan Tuhan. Katakanlah, misalnya, engkau teledor dan ceroboh ketika melakukan sesuatu. Engkau mencoba bermalas-malasan, dan mencoba menghindari pengawasan Tuhan. Pada saat-saat seperti itu, bergegaslah menghadap Tuhan untuk berdoa, dan renungkan apakah ini cara bertindak yang benar. Kemudian pikirkanlah: 'Mengapa aku percaya kepada Tuhan? Kecerobohan seperti itu mungkin tidak diketahui oleh manusia, tetapi apakah itu tidak akan diketahui oleh Tuhan? Terlebih lagi, aku percaya kepada Tuhan bukan untuk bermalas-malasan—tetapi untuk diselamatkan. Tindakanku demikian bukanlah ungkapan kemanusiaan yang normal, itu juga tidak disukai oleh Tuhan. Tidak, aku mungkin bermalas-malasan dan melakukan apa yang kuinginkan di dunia luar, tetapi sekarang aku berada di rumah Tuhan, aku berada di bawah kekuasaan Tuhan, di bawah pengawasan mata Tuhan. Aku seorang manusia, aku harus memiliki hati nurani, dan tidak boleh bertindak sekehendakku sendiri. Aku harus bertindak sesuai dengan firman Tuhan, aku tidak boleh ceroboh dan asal-asalan, aku tidak boleh bermalas-malasan. Jadi, bagaimana aku harus bertindak agar tidak bermalas-malasan, tidak ceroboh dan asal-asalan? Aku harus berusaha keras. Baru saja aku merasa terlalu banyak kesukaran untuk melakukannya, aku ingin menghindari kesukaran itu, tetapi sekarang aku mengerti: mungkin banyak kesukaran untuk melakukannya seperti itu, tetapi itu efektif, dan begitulah seharusnya hal itu dilakukan.' Ketika engkau sedang bekerja dan masih merasa takut akan kesukaran, pada saat-saat seperti itu engkau harus berdoa kepada Tuhan: 'Ya Tuhan! Aku malas dan curang, kumohon kepada-Mu agar mendisiplinkan diriku dan menegurku, sehingga aku memiliki perasaan dalam hati nuraniku, dan rasa malu. Aku tidak ingin ceroboh dan asal-asalan. Kumohon bimbinglah dan cerahkanlah aku, tunjukkanlah kepadaku pemberontakan dan keburukanku.' Ketika engkau berdoa seperti itu, merenungkan dirimu dan berusaha mengenal dirimu sendiri, perasaan menyesal akan muncul dalam hatimu, dan engkau akan mampu membenci keburukanmu, dan keadaan di dalam hatimu pun akan mulai berubah, dan engkau mampu merenungkan ini serta berkata kepada dirimu sendiri, 'Mengapa aku ceroboh dan asal-asalan? Mengapa aku selalu bermalas-malasan? Bertindak seperti itu berarti tidak memiliki hati nurani atau akal sehat—apakah aku masih bisa dianggap orang yang percaya kepada Tuhan? Mengapa aku tidak menganggapnya serius? Bukankah seharusnya aku mengerahkan lebih banyak waktu dan upaya? Itu bukan beban yang besar. Ini adalah sesuatu yang sudah seharusnya kulakukan; jika aku bahkan tak mampu melakukan hal ini, apakah aku layak disebut manusia?' Hasilnya, engkau pun bersumpah: 'Ya Tuhan! Aku tidak layak bagi-Mu, aku benar-benar tidak memiliki hati nurani atau akal sehat, aku tidak memiliki kemanusiaan, aku ingin bertobat. Kumohon agar Engkau mengampuniku, aku pasti akan berubah. Aku benar-benar telah sangat dirusak, aku tidak hidup dalam gambar manusia, dan jika aku tidak bertobat, aku ingin Engkau menghukumku.' Setelah itu, ada perubahan dalam mentalitasmu, dan engkau pun mulai berubah. Engkau melakukan tugas dan melaksanakan kewajibanmu secara berbeda, engkau semakin tidak ceroboh dan asal-asalan, engkau menganggap serius semua yang engkau lakukan. Engkau tidak merasa lelah, sebaliknya melaksanakan tugasmu dengan cara demikian terasa luar biasa bagimu, dan hatimu terasa damai dan penuh sukacita" (Pembicaraan Kristus Akhir Zaman). Dari firman Tuhan aku mengerti bahwa tanggung jawab paling mendasar sebagai manusia adalah mengabdikan diri ke dalam tugas kita. Sesulit apa pun, entah itu sederhana atau rumit, kita harus memenuhi tanggung jawab kita dan melakukannya dengan serius dan sepenuh hati. Kita harus melakukan semua yang kita bisa. Itulah sikap yang tepat terhadap tugas. Firman Tuhan juga menunjukkan jalan penerapan bagi kita. Ketika sadar kita mau mulai bersikap licik dan licin, kita harus menerima pemeriksaan Tuhan, berdoa, dan meninggalkan daging. Setelah merenungkan firman Tuhan, aku bisa merasakan pengertian dan belas kasihan-Nya bagi manusia. Dia sangat jelas tentang jalan penerapan dan jalan masuk ini agar kita dapat hidup dalam keserupaan dengan manusia. Setelah memahami kehendak dan tuntutan Tuhan, aku berdoa dan dengan sengaja meninggalkan dagingku.

Suatu kali, ketika aku kembali menghadapi masalah pelik dan memiliki keinginan untuk bersikap asal-asalan dan hanya bekerja seadanya, aku memanjatkan doa: "Ya Tuhan, aku kembali berpikir untuk bersikap licin dalam tugasku, tapi bukan itu pendekatan yang ingin kulakukan. Kumohon bimbinglah aku untuk meninggalkan daging, menerapkan kebenaran, dan melaksanakan tugasku dengan baik." Setelah berdoa, terpikir olehku bahwa meskipun orang lain mungkin tidak melihatku bersikap licik dan licin, Tuhan pasti melihatnya. Dia selalu melihat apakah aku menerapkan kebenaran atau terus mengikuti keinginan daging. Kemudian, aku menenangkan hatiku untuk merenungkan hal itu, dan tanpa kusadari, beberapa prinsip menjadi jelas bagiku. Masalahnya diselesaikan dengan sangat cepat. Setelah menerapkan seperti itu beberapa kali, hatiku benar-benar merasa tenang dan itu adalah cara yang sangat bagus untuk melaksanakan tugasku. Selain itu, kepanikan yang sebelumnya kualami karena berpikir akan dipindahkan dari tugasku lenyap.

Syukur kepada Tuhan! Dapat berubah sedikit adalah keselamatan Tuhan bagiku, dan aku tersadar sedikit demi sedikit melalui penghakiman dan perbekalan firman Tuhan. Penghakiman dan hajaran Tuhan adalah keselamatan terbesar!

Selanjutnya: Kasih Harus Berprinsip

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Apa Itu Sifat dari Kasih Tuhan?

Ibu Siqiu Kota Suihua, Propinsi Heilongjiang Setiap kali melihat penggalan firman Tuhan berikut ini, "Jika engkau selalu sangat setia...

Buah dari Membagikan Injil

Oleh Saudari Patricia, Korea SelatanPada September 2017, aku bertemu seorang Kristen Filipina secara daring, bernama Teresa. Dia berkata...