Konsekuensi dari Bertugas untuk Pamer

24 November 2022

Oleh Saudari Xiao Mo, Spanyol

Pada 2021, aku ditugasi bekerja di beberapa gereja. Semua baru didirikan dan tugasnya masih di tahap awal. Pemimpin kami harus sering datang untuk mengarahkan pekerjaan, dan dia menawarkan persekutuan saat ada masalah. Khususnya, dia banyak menanyakan penginjilan. Mengetahui penginjilan di gereja lain berjalan lancar, hingga banyak orang mempelajari jalan yang benar dan bergabung di gereja mereka tiap bulan, aku sangat iri. Kupikir, penginjilan sangat penting bagi pemimpin atas dan aku kurang bagus di aspek ini. Kalau aku kurang bisa bekerja, penginjilan akan terhambat. Pemimpin pasti bilang, aku kurang berkualitas, tak bisa bekerja, dan dia memecatku. Jadi, selama beberapa saat, aku bersungguh-sungguh dalam penginjilan, sering menindaklanjuti situasi yang terjadi dengan saudara-saudari, meringkas masalah bersama untuk mencari solusi. Tapi aku tak banyak menanyakan atau menindaklanjuti pekerjaan lain. Lalu, kami mendapat hasil yang lebih baik dalam penginjilan, tapi penyiraman kami jadi kurang efektif. Beberapa jemaat baru, ada masalah atau diganggu pendeta mereka, tak segera dapat penyiraman dan dukungan, jadi negatif dan berhenti datang ke pertemuan. Melihat ini, aku pikir kami kekurangan staf penyiraman. Jadi, kami mungkin perlu melatih jemaat baru untuk jadi penyiram. Lalu kupikir lagi bahwa pemimpin atas lebih fokus pada penginjilan saat itu, dan yang dilakukan gereja lain sangat bagus. Jika aku tak mendapat hasil bagus, pemimpin akan berpikir bahwa aku tak mampu. Jadi, aku harus mencurahkan energiku pada penginjilan. Dengan pemikiran ini, aku tak ambil pusing untuk membina jemaat baru. Lalu, saat pemimpin memeriksa pekerjaan kami, dia tahu, kami tak melatih jemaat baru belakangan ini, dan anggota gereja baru tak segera disirami. Dia bilang dengan marah, "Rumah Tuhan berulang kali menuntut kita untuk membina jemaat baru. Kau menghentikan bagian penting dari pekerjaan kita—kenapa?" Dia mencabut tanggung jawab penyiramanku. Aku agak bingung. Tapi kupikir, itu tak menjadi masalah. Pekerjaan gerejaku sangat banyak dan aku kewalahan. Jadi, hanya dengan bertanggung jawab atas penginjilan, kerjaku bisa bagus. Aku tak menyadari masalah dalam diriku. Aku baru sadar keesokan harinya pada saat teduhku bahwa pencabutan tanggung jawabku atas hal sepenting penyiraman jemaat baru pasti mengandung pelajaran yang bisa kupetik. Dengan begini, aku harus merenungi diri. Aku berdoa dalam hati, minta Tuhan mencerahkan dan membimbingku untuk mengenali diri. Setelah berdoa, kusadari aku hanya fokus pada pekerjaan yang baru saja diperiksa pemimpinku. Jika dia tak menyebutkan sesuatu, aku tak ambil pusing bahkan saat masalah mulai muncul dalam lingkup tanggung jawabku. Bukankah aku hanya bekerja untuk pamer? Lalu, aku menemukan firman Tuhan yang relevan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Beberapa gereja sangat lambat dalam menyebarluaskan pekerjaan penginjilan, dan ini hanya karena para pemimpin palsu lalai dalam tugas mereka dan melakukan terlalu banyak kesalahan. Ketika melaksanakan berbagai bagian pekerjaan, sebenarnya ada banyak masalah, penyimpangan, dan kesalahan yang harus diselesaikan, dikoreksi, dan diperbaiki oleh para pemimpin palsu—tetapi, karena mereka tidak memiliki rasa terbeban, karena mereka hanya dapat berperan sebagai pejabat pemerintah dan tidak melakukan pekerjaan nyata, akibatnya mereka menyebabkan kekacauan yang sangat parah. Jemaat beberapa gereja tidak lagi bersatu, dan mereka saling meremehkan, menjadi saling curiga dan bersikap waspada; mereka juga menjadi cemas dan takut rumah Tuhan akan mengusir mereka. Ketika pemimpin palsu dihadapkan dengan situasi seperti ini, mereka tidak melakukan pekerjaan spesifik apa pun. Pemimpin palsu tidak sedikit pun merasa khawatir bahwa pekerjaan mereka akan tetap berada dalam keadaan lumpuh; mereka tak mampu memotivasi diri mereka sendiri untuk melakukan pekerjaan nyata apa pun, sebaliknya menunggu Yang di Atas memberi perintah yang memberi tahu mereka apa yang harus dilakukan dan apa yang tak boleh dilakukan, seolah-olah pekerjaan mereka hanya dilakukan untuk Yang di Atas. Jika Yang di Atas tidak menyatakan tuntutan khusus apa pun, dan tidak menyuruh atau memerintah mereka secara langsung, mereka tidak akan melakukan apa pun, dan bersikap ceroboh dan asal-asalan. Mereka hanya melakukan sebanyak yang diperintahkan oleh Yang di Atas, bergerak jika didorong, diam saja jika tidak didorong, bersikap ceroboh dan asal-asalan. Seperti apakah pemimpin palsu itu? Singkatnya, mereka tidak melakukan pekerjaan nyata, yang berarti mereka tidak melakukan pekerjaan mereka sebagai pemimpin. Mereka sangat mengabaikan pekerjaan yang penting dan mendasar—mereka tidak melakukan apa pun. Seperti itulah pemimpin palsu itu" (Firman, Vol. 5, Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja). Dari firman Tuhan, kutahu bahwa pemimpin palsu akan lakukan segalanya untuk cari muka. Mereka hanya melakukan sesuatu yang diminta pemimpin atau yang dilihat banyak orang. Jika pemimpin tak memerintahkan sesuatu, meski pekerjaan itu memburuk, mereka pura-pura tak tahu atau asal saja. Orang ini tak menjunjung tinggi pekerjaan gereja atau melakukan kerja nyata. Mereka tak punya kemanusiaan atau karakter, dan bukan pengejar atau pengasih kebenaran. Saat bertugas pun, mereka hanya mengganggu dan berbuat jahat. Sebelumnya, aku tak merasa punya kemanusiaan buruk. Lalu kutahu, aku berada dalam kondisi ini. Aku memikirkan performaku dalam bertugas. Kulihat pemimpin atas sangat mementingkan penginjilan. Dia banyak membimbing dan membantuku karena aku kurang bagus di aspek ini. Jadi, aku khawatir akan dipecat jika terus kesulitan. Untuk mempertahankan posisi, aku lebih fokus pada penginjilan dan mengabaikan aspek pekerjaan lain. Pada saat itu, aku sadar bahwa hal lain berada dalam lingkupku dan aku harus menindaklanjutinya, tapi karena pemimpin tak menanyakannya, kurasa itu tidak penting. Jadi, aku tak melakukannya. Aku hanya bekerja sesuai permintaan pemimpin, yang akan menguntungkan nama dan statusku. Aku tak memikirkan kehendak Tuhan. Aku tak memenuhi tanggung jawab pemimpin dalam bertugas. Aku hanya bekerja untuk pamer, agar pemimpinku puas. Sikapku terhadap tugas telah memengaruhi pekerjaanku. Berkali-kali rumah Tuhan bersekutu, kami harus menyiram dan membina jemaat baru yang berkualitas agar mereka bisa bertugas. Itu akan menguntungkan penyebaran Injil kerajaan. Tapi aku tak lakukan tugas penting itu selama beberapa bulan, sehingga menunda pekerjaan kami. Itu perbuatan jahat. Memikirkan ini sungguh menjengkelkan. Aku berdoa, "Ya Tuhan, aku sangat keliru dan licik. Aku bekerja agar terlihat baik dan aku menunda pekerjaan gereja. Tuhan, aku mau bertobat!"

Lalu, aku membaca firman Tuhan yang menyingkap watak antikristus, yang membantuku mengenali diri. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Inilah sikap antikristus terhadap penerapan kebenaran: jika itu bermanfaat bagi mereka, jika semua orang akan memuji dan mengagumi mereka karenanya, mereka pasti akan menerapkannya, dan akan berusaha keras demi penampilan mereka. Jika menerapkan kebenaran tidak bermanfaat bagi mereka, jika tidak seorang pun melihatnya, dan pemimpin tingkat tinggi tidak hadir, maka pada saat-saat seperti itu mereka sama sekali tidak akan menerapkan kebenaran. Dalam hal menerapkan kebenaran, mereka melakukannya berdasarkan konteks dan waktu, berdasarkan apakah hal itu bisa dilakukan di depan umum atau tidak, berdasarkan seberapa besar manfaatnya; mereka sangat cerdik dan cerdas dalam hal-hal seperti itu, dan jika sesuatu tidak ada manfaatnya bagi mereka atau mereka tak bisa memamerkan diri, itu tidak bisa diterima. Mereka tidak melakukan pekerjaan apa pun jika upaya mereka tidak diakui, jika tak seorang pun melihat seberapa banyak yang telah mereka lakukan. Jika pekerjaan itu diatur langsung oleh rumah Tuhan, dan mereka tidak punya pilihan selain melakukannya, mereka tetap akan mempertimbangkan apakah ini akan menguntungkan status dan reputasi mereka. Jika itu baik untuk status dan dapat meningkatkan reputasi, mereka pun mengerahkan semua yang mereka miliki ke dalam pekerjaan ini dan mengerjakannya dengan baik; mereka merasa seperti pepatah sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui, Jika tidak bermanfaat bagi status atau reputasi mereka, dan jika melakukannya dengan buruk dapat merusak citra mereka, mereka memikirkan cara atau alasan untuk menghindarinya. Tugas apa pun yang mereka laksanakan, mereka selalu berpegang pada prinsip yang sama: mereka harus mendapatkan keuntungan. Jenis pekerjaan yang paling antikristus sukai adalah ketika mereka tidak dirugikan, ketika mereka tidak perlu menderita atau membayar harga apa pun, dan ada manfaat bagi reputasi dan status mereka. Singkatnya, apa pun yang mereka lakukan, antikristus terlebih dahulu memikirkan kepentingan mereka sendiri, dan mereka hanya bertindak setelah mereka memikirkan semuanya; mereka tidak menaati kebenaran dengan sungguh-sungguh, dengan tulus, dengan mutlak dan dengan tidak berkompromi, tetapi melakukannya secara selektif dan bersyarat. Lalu apa syaratnya? Syaratnya status dan reputasi mereka harus terlindungi, dan tidak boleh sedikit pun dirugikan. Hanya setelah syarat ini dipenuhi, barulah mereka akan memutuskan dan memilih apa yang harus dilakukan. Artinya, antikristus memikirkan dengan serius bagaimana cara memperlakukan prinsip-prinsip kebenaran, amanat Tuhan, dan pekerjaan rumah Tuhan, atau bagaimana menangani hal-hal yang mereka hadapi. Mereka tidak memikirkan bagaimana memenuhi kehendak Tuhan, bagaimana menjaga agar tidak merugikan kepentingan rumah Tuhan, bagaimana memuaskan Tuhan, atau bagaimana memberi manfaat bagi saudara-saudari; semua ini bukanlah hal-hal yang mereka pikirkan. Apa yang antikristus pikirkan? Mereka memikirkan apakah status dan reputasi mereka sendiri akan terpengaruh, dan apakah gengsi mereka akan menurun atau tidak. Jika melakukan sesuatu sesuai dengan prinsip kebenaran bermanfaat bagi pekerjaan gereja dan saudara-saudari, tetapi akan menyebabkan reputasi mereka sendiri dirugikan dan menyebabkan banyak orang menyadari tingkat pertumbuhan mereka yang sebenarnya serta mengetahui natur dan esensi seperti apa yang mereka miliki, mereka pasti tidak akan bertindak sesuai dengan prinsip kebenaran. Jika melakukan pekerjaan nyata akan membuat lebih banyak orang mengagumi, menghormati, dan memuja mereka, atau memungkinkan perkataan mereka memiliki otoritas dan membuat lebih banyak orang tunduk kepada mereka, maka mereka akan memilih untuk melakukannya dengan cara itu; jika tidak, mereka tidak akan pernah memilih untuk mengabaikan kepentingan mereka sendiri karena memikirkan kepentingan rumah Tuhan atau saudara-saudari. Inilah natur dan esensi antikristus. Bukankah ini egois dan keji?" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Sembilan: Mereka Melakukan Tugas Mereka Hanya untuk Membedakan Diri Mereka Sendiri dan Memuaskan Kepentingan dan Ambisi Mereka Sendiri; Mereka tidak Pernah Mempertimbangkan Kepentingan Rumah Tuhan, dan Bahkan Menjual Kepentingan Tersebut sebagai Ganti Kemuliaan Pribadi (Bagian Tiga)"). "Antikristus adalah orang yang licik, bukan? Apa pun yang mereka lakukan, mereka berkomplot dan memikirkannya delapan atau sepuluh kali, atau bahkan lebih. Pikiran mereka penuh dengan pemikiran tentang bagaimana membuat diri mereka memiliki posisi yang lebih stabil di antara orang banyak, bagaimana memiliki reputasi yang lebih baik dan gengsi yang lebih tinggi, bagaimana menjilat Yang di Atas, bagaimana membuat saudara-saudari mendukung, mencintai, dan menghormati mereka, dan mereka melakukan apa pun untuk mendapatkan hasil ini. Jalan apa yang mereka tempuh? Bagi mereka, kepentingan rumah Tuhan, kepentingan gereja, dan pekerjaan rumah Tuhan bukanlah pertimbangan utama mereka, dan terlebih lagi, bukanlah hal-hal yang menjadi perhatian mereka. Apa yang mereka pikirkan? 'Hal-hal ini tidak ada kaitannya denganku. Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri; orang harus hidup untuk diri mereka sendiri dan untuk reputasi dan status mereka sendiri. Itulah tujuan tertinggi mereka. Jika orang tidak tahu bahwa mereka harus hidup untuk diri mereka sendiri dan melindungi diri mereka sendiri, artinya mereka orang bodoh. Jika aku diminta untuk melakukan penerapan sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran dan tunduk kepada Tuhan dan pengaturan rumah-Nya, maka itu akan tergantung pada apakah melakukannya akan bermanfaat bagiku atau tidak, dan apakah akan ada untungnya bagiku jika aku melakukannya. Jika tidak tunduk pada pengaturan rumah Tuhan akan membuatku dikeluarkan dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan berkat, maka aku akan tunduk.' Jadi, untuk melindungi reputasi dan status mereka sendiri, antikristus sering memilih untuk sedikit berkompromi. Dapat dikatakan bahwa demi status, antikristus mampu menanggung segala jenis penderitaan, dan demi memiliki reputasi yang baik, mereka mampu membayar harga berapa pun. Pepatah, 'Seorang pria hebat tahu kapan harus mengalah dan kapan tidak', tampaknya berlaku bagi mereka. Ini adalah cara pikir Iblis, bukan? Ini adalah falsafah hidup Iblis di dunia, dan ini juga merupakan prinsip Iblis untuk bertahan hidup. Ini benar-benar menjijikkan!" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Sembilan: Mereka Melakukan Tugas Mereka Hanya untuk Membedakan Diri Mereka Sendiri dan Memuaskan Kepentingan dan Ambisi Mereka Sendiri; Mereka tidak Pernah Mempertimbangkan Kepentingan Rumah Tuhan, dan Bahkan Menjual Kepentingan Tersebut sebagai Ganti Kemuliaan Pribadi (Bagian Dua)"). Dari firman, aku tahu bahwa natur antikristus itu culas dan licik; mereka egoistis dan kejam. Dalam bertugas, mereka mengutamakan status dan kepentingan pribadi. Kalau menguntungkan reputasi mereka, sehingga mendapat sanjungan pemimpin dan dukungan saudara-saudari, mereka akan antusias melakukannya. Tapi untuk tugas yang tak diperhatikan pemimpin meski sudah selesai, atau sesuatu yang tak menguntungkan nama dan satus, mereka tak mau membayar harga. Sebelum antikristus melakukan sesuatu, mereka memperhitungkan cara melindungi reputasi dan status, cara memaksimalkan keuntungan pribadi. Mereka tak berpikir untuk menjunjung tinggi pekerjaan gereja. Saat merenungi caraku berperilaku, kutahu aku menyingkapkan watak seperti antikristus. Dalam bertugas, aku tak memikirkan apa yang akan menguntungkan pekerjaan gereja dan aku tak menjunjung tinggi itu. Tapi, aku diam-diam memperhitungkan apa yang membuatku terlihat baik bagi pemimpin, bagaimana menyenangkannya agar dia tak tahu kekuranganku supaya aku bisa mempertahankan posisi. Saat pemimpin banyak menanyakan penginjilan, kutahu itu penting baginya. Jadi, untuk melindungi posisi, aku terlalu menekankan penginjilan, menindaklanjuti pekerjaan itu dan mengatasi masalahnya. Tapi saat kutahu pemimpin tak fokus pada penyiraman dalam beberapa waktu, aku mengabaikan aspek pekerjaanku itu. Kurasa meski aku menghabiskan waktu untuk itu, aku takkan dipuji pemimpin. Aku sangat sadar bahwa kami kekurangan penyiram dan ada konsekuensi saat jemaat baru tak segera disirami, tapi aku tetap tak peduli, dan membiarkan saja penyiraman terpuruk di hadapanku. Aku terlihat sangat aktif dalam tugasku, dan langsung melakukan apa pun yang diminta pemimpin. Nyatanya, aku punya agenda sendiri, menipu orang dan mencurangi Tuhan dengan citra palsu. Aku egoistis, licik, dan culas. Aku punya tugas penting, tapi selalu memikirkan kepentingan pribadiku. Aku menganggap tugas sebagai batu loncatan untuk mengejar nama dan status. Aku berada di jalan antikristus—apa pun yang kulakukan membuat Tuhan jijik. Setelah memahami ini, aku sadar bahwa aku mengganggu pekerjaan gereja dan memberhentikanku tidaklah berlebihan. Aku sangat egoistis, licik, dan tak bertanggung jawab. Aku tak layak mendapat pekerjaan penting itu. Aku menyesal dan merasa bersalah, dan aku berutang banyak kepada Tuhan! Aku berdoa dalam hati, baik pemimpin menanyakan sesuatu atau tidak, selama itu dalam lingkup pekerjaanku, aku akan melakukan yang terbaik, dan menebus pelanggaranku. Tiba-tiba, saat aku siap untuk bertobat kepada Tuhan, pemimpin memintaku melakukan penyiraman lagi. Saat itu, aku sangat tergugah. Kupikir, aku harus menghargai tugas itu, tak memikirkan nama dan statusku lagi. Setelah itu, aku serius bekerja. Aku mengutamakan tugas yang sebelumnya tak kulihat sesuai urgensi, mempelajari dan menindaklanjutinya, serta mencari solusi masalah. Aku merasa jauh lebih baik saat bekerja seperti ini.

Beberapa hari kemudian, rumah Tuhan menetapkan gereja harus melakukan penyingkiran. Kupikir karena aku bertanggung jawab atas penginjilan dan penyiraman, yang semuanya penting, aku tak punya tanggung jawab utama dalam penyingkiran. Kupikir rekan kerjaku bisa mengurusnya. Jadi, aku tak terlalu memperhatikannya. Aku hanya berdiskusi singkat cara melakukan pekerjaan itu dengannya dan meminta dia mengurusnya. Aku tak pernah mengecek kemajuan atau perjuangannya dalam pekerjaan itu. Aku terkejut, dalam pertemuan, pemimpin menanyakan perkembangan pekerjaan penyingkiran. Dia bertanya tentang gereja lain, ingin tahu siapa saja yang mereka singkirkan, dan bagaimana perilakunya, apa mereka mengalami kesulitan atau tak paham dalam pekerjaan itu. Aku sangat gugup karena aku tak mengecek pekerjaan penyingkiran dan tak tahu apa-apa. Kalau aku tak tahu saat ditanya, pemimpin pasti akan bilang aku tak bekerja nyata. Bagaimana kalau tugasku diganti, atau aku diberhentikan? Saat itu, pikiranku cuma satu: yaitu langsung mencari tahu kemajuan pekerjaan itu setelah pertemuaan usai, untuk mendapatkan jumlah orang yang disingkirkan, melihat orang yang meragukan, untuk berdiskusi dan langsung memutuskan apakah mereka harus disingkirkan. Jadi, aku bisa memberi jawaban dasar kalau pemimpin mengeceknya. Dengan begini, dia akan berpikir bahwa aku mampu bekerja nyata. Pertemuan itu baru selesai dini hari dan aku masih ingin menanyakan pekerjaan itu ke rekan kerjaku. Saat aku bersiap untuk menghubunginya, aku merasa aneh. Apakah aku hanya bekerja untuk pamer lagi? Kalau begini, aku asal-asalan saja. Jika kita mengambil keputusan yang salah dan menyingkirkan orang yang seharusnya tak disingkirkan, bukankah itu tak bertanggung jawab terhadap kehidupan saudara-saudari? Jika aku terburu-buru tanpa menyelidiki dan mempertimbangkan dengan cermat lalu salah menyingkirkan orang, itu artinya aku tak bertanggung jawab dalam bekerja, dan merugikan saudara-saudari. Memikirkan ini, aku jadi berkeringat dingin. Dan aku berdoa dalam hati, "Tuhan, aku bekerja untuk pamer lagi. Aku terburu-buru menindaklanjuti penyingkiran. Bukan untuk memikirkan kehendak-Mu dan bertugas dengan baik, tapi demi reputasi dan posisiku. Aku bermain-main dan mencurangi-Mu lagi. Tuhan, aku tak tulus dalam bertugas, tapi hanya cari muka. Ini semua membuat-Mu jijik. Ya Tuhan, aku ingin merenungi diri dan bertobat." Lalu, kutipan firman Tuhan yang baru kubaca, muncul di benakku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Jika engkau seorang pemimpin, maka sebanyak apa pun tugas yang menjadi tanggung jawabmu, sudah menjadi tanggung jawabmu untuk selalu terlibat dan mengajukan pertanyaan, dan pada saat yang sama juga untuk memeriksa segala sesuatu dan menyelesaikan masalah segera setelah masalah itu muncul. Inilah pekerjaanmu. Jadi, apakah engkau seorang pemimpin daerah, pemimpin distrik, pemimpin gereja, atau pemimpin tim atau pengawas, setelah engkau memastikan ruang lingkup tanggung jawabmu, engkau harus sering memeriksa apakah engkau sedang melakukan bagianmu atau tidak dalam pekerjaan ini, apakah engkau telah memenuhi tanggung jawab yang seharusnya dipenuhi oleh seorang pemimpin atau pekerja, pekerjaan apa yang belum kauselesaikan, pekerjaan apa yang belum kaulakukan dengan baik, pekerjaan apa yang tidak mau kaulakukan, pekerjaan apa yang tidak efektif, dan pekerjaan apa yang telah gagal kaupahami prinsipnya. Semua ini adalah hal-hal yang harus sering kaurenungkan. Pada saat yang sama, engkau harus belajar untuk bersekutu dengan orang lain dan mengajukan pertanyaan kepada mereka, serta harus belajar bagaimana menemukan rencana, prinsip, dan jalan untuk melaksanakan pekerjaan dari dalam firman Tuhan dan pengaturan kerja. Terhadap pengaturan kerja apa pun, apakah itu yang berkaitan dengan administrasi, sumber daya manusia, kehidupan bergereja, atau pekerjaan spesialis apa pun, jika itu melibatkan tanggung jawab para pemimpin dan pekerja, jika itu adalah tanggung jawab yang seharusnya kaupenuhi, dan berada dalam ruang lingkup tanggung jawabmu, maka engkau harus memperhatikannya. Tentu saja, prioritas pekerjaan juga harus diatur berdasarkan keadaan agar tidak ada tugas yang tertunda" (Firman, Vol. 5, Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja). Firman Tuhan sangat jelas. Sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas pekerjaan gereja, sebanyak apa pun pekerjaan kita, kita harus mengutamakan, mengawasi, menanyakan, dan mengeceknya agar semua berjalan normal. Inilah yang harus dilakukan pemimpin atau pekerja, dan beginilah cara menyelesaikan kerja nyata. Kupikir selama aku bisa menyelesaikan kerja penting yang membuahkan hasil nyata, atau tugas yang ditanyakan pemimpin secara rutin, itulah bekerja nyata. Tapi hal apa pun yang jarang ditanyakan pemimpin atau kurang membuahkan hasil nyata, jarang kukerjakan atau kutindaklanjuti. Seharusnya, aku serius mengerjakan apa pun yang ada dalam lingkup tugasku. Beberapa pekerjaan sudah diluncurkan dan tak dibahas selama beberapa waktu, tapi bukan berarti pekerjaan itu berhenti dan tak perlu tindak lanjut. Aku harus mengeceknya sesuai prioritas. Jika aku tak menanyakan dan menghambat kemajuannya, berarti aku tak bertanggung jawab dan kurang mengabdi kepada Tuhan. Aku memikirkan sikapku terhadap pekerjaanku. Aku tahu penyingkiran itu sangat penting, tapi kurasa itu bukan tanggung jawab utamaku. Jika itu berjalan lancar, tak seorang pun akan melihat upayaku. Jadi, aku hanya setengah hati dan tak menganggap serius. Aku tak tahu kemajuannya. Saat kudengar pemimpin menanyakannya, aku langsung mengecek. Aku mau menindaklanjuti secara sederhana agar bisa memberinya jawaban saat dia menanyakan pekerjaanku. Lalu, dia takkan tahu bahwa aku tak bekerja nyata dan memecatku. Aku menipu dan berbuat licik, melindungi nama dan statusku, dan tak bertanggung jawab atas pekerjaan gereja. Itu perbuatan jahat!

Lalu, aku memikirkan sikap dan performaku dalam bertugas. Kutipan firman Tuhan ini muncul di benakku: "Ketika seseorang menerima apa yang Tuhan percayakan kepadanya, Tuhan punya standar untuk menilai apakah tindakan orang itu baik atau buruk, apakah orang itu sudah menaati atau belum, apakah orang itu sudah memenuhi kehendak Tuhan atau belum, dan apakah yang mereka kerjakan itu memenuhi standar atau tidak. Yang Tuhan pedulikan adalah hati manusia, bukan tindakan mereka di permukaan. Tidaklah benar bahwa Tuhan harus memberkati seseorang selama mereka melakukan sesuatu, terlepas dari bagaimana mereka melakukannya. Ini adalah kesalahpahaman yang orang miliki tentang Tuhan. Tuhan tidak hanya memandang hasil akhir dari sesuatu, tetapi lebih menekankan pada bagaimana hati orang tersebut dan bagaimana sikap orang tersebut selama perkembangan dari sesuatu tersebut, dan Ia memandang apakah ada ketaatan, pertimbangan, dan keinginan untuk memuaskan Tuhan di hati mereka atau tidak" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I"). "Meskipun semua orang bersedia mengejar kebenaran, masuk ke dalam kenyataan kebenaran bukanlah perkara sederhana. Kuncinya adalah berfokuslah untuk mencari kebenaran dan menerapkan kebenaran. Engkau harus merenungkan hal-hal ini setiap hari. Apa pun masalah atau kesulitan yang kauhadapi, jangan menyerah dalam menerapkan kebenaran; engkau harus belajar bagaimana mencari kebenaran dan merenungkan dirimu sendiri, dan pada akhirnya menerapkan kebenaran tersebut. Ini adalah hal yang terpenting; apa pun yang kaulakukan, jangan berusaha melindungi kepentinganmu sendiri, dan jika engkau mengutamakan kepentinganmu sendiri, engkau tidak akan dapat menerapkan kebenaran. Lihatlah orang-orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri—siapakah di antara mereka yang dapat menerapkan kebenaran? Tak seorang pun. Semua orang yang menerapkan kebenaran adalah orang yang jujur, pencinta kebenaran, dan baik hatinya. Mereka semua adalah orang yang memiliki hati nurani dan akal sehat, yang mampu melepaskan kepentingan, kesombongan, dan keangkuhan mereka sendiri, yang mampu meninggalkan daging. Inilah orang-orang yang mampu menerapkan kebenaran. ... Orang yang mencintai kebenaran menempuh jalan yang berbeda dari mereka yang tidak mencintainya: orang yang tidak mencintai kebenaran selalu berfokus untuk hidup berdasarkan falsafah Iblis, mereka puas hanya dengan menampilkan perilaku lahiriah yang baik dan saleh, sedangkan di dalam hatinya, masih ada keinginan liar dan hasrat yang kuat, dan mereka masih mengejar status dan gengsi, masih ingin diberkati dan masuk ke dalam kerajaan—tetapi karena mereka tidak mengejar kebenaran, dan tak mampu membuang watak rusak mereka, mereka selalu hidup di bawah kekuasaan Iblis. Dalam segala hal, setiap orang yang mencintai kebenaran akan mencari kebenaran, merenungkan dirinya, dan berusaha untuk mengenal dirinya sendiri, serta berfokus untuk menerapkan kebenaran, dan akan selalu ada ketaatan kepada Tuhan dan takut akan Tuhan di dalam hati mereka. Jika ada gagasan atau kesalahpahaman yang muncul tentang Dia, mereka berdoa kepada Tuhan dan mencari kebenaran untuk menyelesaikannya; mereka berfokus untuk melaksanakan tugas mereka dengan baik sehingga kehendak Tuhan terpenuhi; dan mereka berusaha mengejar kebenaran dan pengenalan akan Tuhan, menjadi takut akan Dia di dalam hati mereka dan menjauhi semua perbuatan yang jahat. Inilah yang dimaksud orang yang selalu hidup di hadapan Tuhan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Perilaku yang Baik Bukan Berarti Watak Orang Telah Berubah"). Dalam tugasku, aku bekerja untuk cari muka, untuk mendapat penghargaan pemimpin agar posisiku aman. Kupikir aku ini pintar, tapi sebenarnya bodoh. Firman Tuhan sangat jelas—Tuhan memedulikan hati manusia saat mereka bertugas. Dia melihat apakah sikap mereka terhadap tugas adalah untuk memikirkan kehendak-Nya, bukan seberapa pekerjaan yang tampaknya mereka lakukan, atau banyaknya pujian. Selain itu, gereja punya prinsip untuk memberhentikan orang. Mereka tak diberhentikan karena tak bekerja baik dalam waktu singkat. Jika hati mereka benar dan bisa menjunjung tinggi pekerjaan gereja, jika mereka hanya melakukan beberapa kesalahan karena kurang pengalaman, rumah Tuhan akan mendukung dan membantu mereka. Jika mereka tak bisa menangani pekerjaan karena kurang berkualitas, gereja akan mengatur tugas lain untuk mereka. Jadi, kuncinya adalah memiliki hati yang benar. Jika tujuanmu salah atau kau tak memikirkan kehendak Tuhan, jika kau hanya mengejar nama dan status, atau licik dan menipu agar pemimpin menghargaimu, kau mungkin terlihat bekerja dan bisa menderita dan membayar harga, tapi motifmu keliru, dan kau cuma mementingkan dirimu. Itu bukan bertugas dan tak akan diterima Tuhan. Aku tahu pekerjaan penyingikiran itu penting bagi rumah Tuhan. Memahami dan mengecek kemajuan rekan kerjaku adalah bagian dari tugasku. Aku harus punya sikap yang benar dan bertugas sesuai prinsip. Lalu, aku berdiskusi dengan rekan kerjaku tentang kemajuan dan kesulitan mereka dalam pekerjaan penyingkiran. Dan bekerja nyata untuk membantu mereka memeriksa staf dan kami menyingkirkan orang yang layak disingkirkan. Setelah melakukan itu, aku sangat tenang.

Banyak sekali yang bisa kudapat dari pengalaman ini. Aku dulu berpikir, mengerjakan sesuatu yang diutamakan pemimpin adalah bekerja nyata. Tapi melalui pengalaman ini, aku tahu jika aku tak punya motif yang benar, tapi bertugas demi nama, status, dan kekaguman, atau untuk menyenangkan pemimpin. Itu artinya bekerja untuk pamer, bukan bertugas. Jadi, sebanyak apa pun aku bekerja, Tuhan tak akan terima. Dalam kita bertugas, Tuhan peduli dengan hati kita dan Dia melihat sikap kita terhadap tugas, apakah kita menjunjung tinggi pekerjaan gereja, menerapkan kebenaran dan hidup dengan firman-Nya. Itu yang terpenting. Aku jadi paham semuanya berkat bimbingan Tuhan. Syukur kepada Tuhan!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Tinggalkan Balasan