Melakukan Tugas Mustahil Tanpa Kejujuran

02 September 2022

Oleh Saudari Mu Yu, Amerika

Aku bertugas menyiram petobat baru di gereja. Beberapa orang percaya baru belum lama ini bergabung, dan kulihat beberapa dari mereka tak banyak bicara dalam pertemuan dan tak rutin datang. Mereka hanya datang saat ingin. Saat aku menghubungi untuk persekutuan individu, mereka suka membicarakan cara menghasilkan uang, menambah harta keluarga, tapi begitu membahas iman, mereka bungkam dan mencari alasan untuk menutup telepon. Aku merasa mereka tak tertarik kepada kebenaran dan bukan orang percaya sejati. Namun, aku tak sepenuhnya yakin karena mereka baru beriman, jadi aku terus mendukung mereka. Mereka masih sama setelah beberapa waktu dan perlahan berhenti ikut pertemuan. Barulah kuberi tahu pemimpin tentang situasi mereka. Dia bertanya kepadaku, "Bagaimana kau menyiram mereka? Saat disirami orang lain sebelumnya, mereka ikut pertemuan secara normal. Kenapa ini muncul saat kau tangani? Apa kau benar-benar memenuhi tanggung jawabmu dan bersekutu dengan jelas? Jika kita tak memenuhi tanggung jawab karena lalai dalam tugas, lalu petobat baru tak ikut pertemuan dengan benar, itu sepenuhnya ada di pundak kita." Aku tahu dia mengatakan itu karena tanggung jawab untuk pekerjaan, tapi aku terus berpikir semua orang bisa berubah, dan ikut pertemuan dengan benar sebelumnya tak berarti mereka akan terus begitu. Lagipula, saat kami pertama kali bertemu, mereka tak rutin ikut pertemuan, jadi itu bukan perubahan mendadak. Aku ingin sirami mereka dulu dan melihat, karena itulah tak langsung memberi tahu pemimpin. Jika dia menganggapku bertanggung jawab untuk itu, aku akan tanggung konsekuensinya. Aku mungkin dipangkas dan ditangani, bahkan dipecat. Seandainya tahu itu, aku akan bicarakan itu dengannya lebih awal agar tak harus bertanggung jawab penuh untuk itu. Setelah pemimpin menyelidikinya, dia tak menyalahkanku. Namun, dalam interaksiku dengan petobat baru setelah itu, aku tak tetap waspada. Jika melihat seseorang punya masalah atau tak datang ke pertemuan, aku akan segera memberi tahu pemimpin. Kadang pemimpin bertanya apa yang maksudku, apa aku bermaksud berhenti menyirami mereka. Aku menjawab, "Tidak. Kau pemimpinnya, jadi aku ingin kau tahu kondisi mereka." Dia akan diam setelah aku mengatakan itu. Kadang setelah kuberi tahu tentang itu, dia memintaku terus menyirami mereka sebentar, lalu jika benar-benar tak ingin ikut pertemuan, mereka tak boleh dipaksa, dan kami harus menyerah. Aku sangat setuju dan berpikir, pemimpin tahu situasi orang percaya baru, aku hanya perlu mendukung. Lebih baik membawa mereka kembali dengan dukungan. Jika itu tak berhasil, jika mereka tak ingin ikut pertemuan lagi, pemimpin tak akan berpikir itu terlalu tiba-tiba dan bilang aku tak bertanggung jawab dalam tugas. Dengan pikiran ini, aku berhenti mencurahkan hati dalam tugas. Setiap hari, aku hanya menyirami petobat baru seperti mesin. Saat menelepon mereka, jika diangkat, aku akan bersekutu sebentar, tapi menyerah jika tak diangkat. Kupikir tak ada yang bisa kulakukan jika mereka tak angkat, lalu tak memikirkan cara mengatasi masalah mereka. Kemudian dalam rapat kerja, pemimpin bilang mulai sekarang saat menanyakan pekerjaan penyiraman, dia bukan hanya akan mendengarkan laporan penyiram tentang situasi petobat baru, tapi ingin tahu aspek kebenaran apa yang dipersekutukan penyiram dengan mereka, khususnya bagaimana penyiram mendukung mereka, lalu memakai itu untuk mempertimbangkan apa penyiramnya bekerja nyata. Jika penyiram tak mencurahkan hati dalam persekutuan dengan orang percaya baru dan menyebabkan orang percaya baru tak rutin ikut pertemuan atau keluar, itu tanggung jawab penyiram. Saat dia mengatakan itu, kusadar saat bersekutu dengan petobat baru, aku tak mencatat firman Tuhan apa yang kubaca atau kebenaran apa yang kupersekutukan. Jika orang percaya baru berhenti menghadiri pertemuan, aku tak akan punya bukti apa pun. Aku memikirkan apa menurut pemimpin aku tak bekerja nyata, tak bertanggung jawab dalam menyiram, lalu memangkas dan menanganiku. Jadi, aku mulai perhatikan pesan dan firman Tuhan yang kukirim kepada orang percaya baru, juga mencatat isi persekutuan kami. Kadang pesan yang kukirim tak ditanggapi, tapi aku tak terlalu memikirkannya. Kupikir aku telah mengirim semua firman Tuhan yang harus kukirim dan bersekutu tentang yang harus kusampaikan. Jika orang percaya baru berhenti menghadiri pertemuan, pemimpin bisa melihat catatanku dan mungkin tak akan menyalahkanku.

Setelah beberapa waktu, pemimpin memerhatikan beberapa orang percaya baruku tetap tak mau ikut pertemuan, dan bertanya bagaimana aku menyirami mereka. Aku langsung mengeluarkan semua catatanku untuk ditunjukkan, kupikir, untungnya aku sudah mempersiapkan dan menyimpan catatan-catatan ini. Jika tidak, tak ada bukti konkret, dan entah bagaimana dia akan memarahiku. Saat merasa puas, pemimpin itu bilang, "Aku tak melihat ada masalah dari catatan ini, tapi beberapa orang berturut-turut berhenti hadir, jadi pasti ada masalah dengan pekerjaanmu. Saat ini aku tak bisa melihat apa masalahnya, tapi dalam interaksi kita akhir-akhir ini, kau terus membicarakan masalah orang percaya baru. Itu tidak normal. Kau harus merenungkan di mana letak masalahnya. Jika kau ceroboh dan tak menyirami mereka dengan baik, menyebabkan orang-orang percaya baru ini meninggalkan iman, itu tak bertanggung jawab, tak melakukan tugas dengan baik." Perkataannya sangat menohokku, dan aku membeku. Kupikir dia tak akan memarahiku, tapi dia bilang ada masalah dalam pekerjaanku, dan menyuruhku merenung. Aku terkejut. Aku bertanya-tanya apakah ini Tuhan yang memperingatkanku melalui pemimpin. Aku sedih memikirkan ini dan takut jika masalahku menyebabkan petobat baru keluar, artinya aku berbuat jahat. Jadi, aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, hari ini pemimpin tiba-tiba memberitahuku ini atas izin-Mu, jadi pasti ada pelajaran untuk kupetik. Aku tak ingin menyakiti orang percaya baru ini karena masalahku, tapi aku mati rasa dan tak tahu di mana letak masalahku. Bimbinglah aku untuk mengenal diriku dan membuat perubahan."

Beberapa hari ke depan, aku banyak berdoa kepada Tuhan tentang ini. Lalu, suatu hari, aku membaca sebuah esai kesaksian dengan kutipan firman Tuhan yang menggugahku. "Engkau harus memeriksa dirimu dengan saksama untuk mengetahui apakah engkau seorang yang benar. Apakah tujuan dan niatmu dibuat dengan mempertimbangkan diri-Ku dalam pikiranmu? Apakah semua kata-kata dan tindakanmu dikatakan dan dilakukan di hadirat-Ku? Aku memeriksa semua pikiran dan gagasanmu. Apakah engkau tidak merasa bersalah? Engkau menyamarkan diri agar dilihat orang dan engkau dengan tenang menunjukkan sikap membenarkan diri; engkau melakukan ini untuk melindungi dirimu sendiri. Engkau melakukan ini untuk menyembunyikan kejahatanmu, dan engkau bahkan mencari cara untuk mendorong kejahatan itu kepada orang lain. Betapa pengkhianatan itu tinggal di dalam hatimu!" ("Bab 13, Perkataan Kristus pada Mulanya" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"). Firman Tuhan menunjukkan bahwa untuk melindungi kepentingan sendiri dan menutupi kejahatan, orang melakukan hal seperti berbohong dan berpura-pura untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain agar bisa melindungi diri sendiri. Ini adalah perwujudan kelicikan. Aku merasa itu menyingkap keadaanku dengan tepat dan harus mulai merenungkan diri. Kenapa aku selalu memberi tahu pemimpin tentang masalah orang percaya baru? Setiap kali melihat seseorang punya masalah atau tak datang ke pertemuan, aku bergegas memberi tahu pemimpin. Aku terlihat hanya berbagi fakta, tapi sebenarnya punya motivasi pribadi. Aku takut jika seseorang berhenti hadir, pemimpin akan menyalahkanku, bahkan memecatku, jadi aku langsung mencoba bermain aman, pertama, melaporkan masalah mereka untuk memberi pemimpin kesan yang keliru bahwa orang percaya baru itu tak baik, dan itu bukan salahku. Jika aku tak bisa cukup mendukung, dan mereka berhenti hadir, itu masalah mereka. Dengan begitu, tanganku akan bersih. Jika nanti mereka ingin ikut pertemuan lagi, orang akan pikir aku pantas dipuji. Melihat ini melalui renungan diri sungguh mengejutkan. Tak kuduga aku punya motivasi keji dan tercela di balik kata-kataku. Aku sangat licik!

Aku bertanya-tanya bagaimana aku bisa begitu tak jujur dan curang tanpa menyadarinya. Sambil merenungkannya, aku membaca firman Tuhan yang menyingkap watak rusak manusia dan akhirnya sedikit memahami diriku. Firman Tuhan katakan: "Kejahatan para antikristus memiliki satu ciri utama—Aku akan menyampaikan kepada engkau semua rahasia bagaimana mengenalinya. Rahasianya adalah ini—pertama, entah dalam ucapan atau tindakan mereka, engkau tidak dapat mengerti mereka; engkau tidak mampu memahami mereka. Ketika mereka berbicara kepadamu, mata mereka selalu berputar ke sana kemari, dan engkau tidak dapat mengetahui rencana jahat macam apa yang sedang mereka pikirkan. Terkadang mereka membuatmu merasa bahwa mereka 'setia' atau sangat 'tulus', tetapi ini tidak benar, engkau tidak pernah bisa mengetahui diri mereka yang sebenarnya. Engkau memiliki perasaan tertentu di hatimu, perasaan bahwa ada kelicikan yang dalam di dalam pemikiran mereka, kedalaman yang tak terduga. Mereka tampak aneh dan misterius" ("Mereka Jahat, Berbahaya, dan Curang (Bagian Dua)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). "Antikristus itu licik dalam perilaku mereka. Mengapa mereka dikatakan licik? Mereka selalu berperilaku dengan cara yang bergantung pada tipu muslihat, dan perkataan mereka belat-belit, sehingga sulit bagi orang untuk memahami maksud dan tujuan mereka. Itulah arti licik. Tidak mudah menarik kesimpulan mengenai apa pun yang mereka lakukan; mereka membuatnya sedemikian rupa sehingga bawahan dan pendengar mereka dapat memahami maksud mereka, dan orang-orang itu, setelah memahami antikristus, bertindak sesuai dengan agenda dan motivasi mereka dan melaksanakan perintah mereka. Jika sebuah tugas selesai, antikristus senang. Jika tidak, tak seorang pun dapat menemukan apa pun untuk menyalahkan mereka, atau memahami motivasi, niat, atau tujuan di balik apa yang mereka lakukan. Kelicikan dari apa yang mereka lakukan terletak pada rencana tersembunyi dan tujuan rahasia, semuanya dimaksudkan untuk menipu, mempermainkan, dan mengendalikan orang lain. Inilah esensi dari perilaku licik. Kelicikan bukanlah kebohongan sederhana; sebaliknya, kelicikan adalah sesuatu yang tak terpahami orang kebanyakan. Kelicikan tidak sama dengan kebohongan biasa atau perbuatan yang jahat. Jika engkau telah melakukan sesuatu dan engkau tak ingin itu diketahui siapa pun, atau engkau berbohong, apakah itu termasuk kelicikan? (Tidak.) Itu hanyalah penipuan, dan itu tidak sama dengan kelicikan. Apa yang membuat kelicikan lebih dalam daripada penipuan? (Orang tidak dapat mengetahui yang sebenarnya.) Sulit bagi orang untuk mengetahui yang sebenarnya. Itu adalah salah satu aspeknya. Apa lagi? (Orang tidak memiliki apa pun untuk menyalahkan orang yang licik.) Benar. Intinya adalah, sulit bagi orang untuk menemukan apa pun untuk menyalahkan mereka. Meskipun beberapa orang tahu bahwa orang itu telah melakukan perbuatan jahat, mereka tidak dapat meyakini apakah mereka sebenarnya orang baik atau orang jahat, atau antikristus. Orang tidak dapat mengetahui diri mereka yang sebenarnya, tetapi mengira mereka baik, dan dapat ditipu oleh mereka. Itulah kelicikan. Orang pada umumnya cenderung berbohong dan melakukan tipuan-tipuan kecil. Itu hanyalah penipuan. Namun, antikristus lebih jahat daripada orang yang suka menipu. Mereka seperti raja setan; tak seorang pun dapat memahami apa yang mereka lakukan, dan mereka mampu melakukan banyak hal jahat atas nama keadilan, dan orang-orang memuji mereka, padahal sebenarnya, mereka menjebak dan merugikan orang. Ini disebut kelicikan" ("Mereka Bertindak Licik, Berperilaku Individualistis dan Diktatorial, Tidak Pernah Berkomunikasi dengan Orang, dan Memaksa Orang untuk Mematuhi" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Kulihat dari firman Tuhan, antikristus punya watak jahat dan bertindak dengan cara culas. Ini berbeda dari menunjukkan kerusakan kelicikan. Licik berarti jelas-jelas berbohong dan menipu, itu mudah dilihat. Bertindak culas berarti menyembunyikan dalam-dalam motivasi, tujuan, dan niatnya serta menciptakan kesan palsu bagi orang lain agar mereka tak bisa melihat masalah dalam perkataan dan tindakannya. Meski merasa ada masalah, mereka tak bisa menemukan kesalahannya atau tahu apa itu. Itulah cara dia menyesatkan orang dan mencapai motivasi tersembunyinya. Aku membandingkan diriku dengan firman Tuhan. Aku tampak sigap dan proaktif bicara dengan pemimpin tentang orang percaya baru, memberi dia kesan palsu bahwa aku memikul beban dalam tugas, dan dengan senang hati menerima pengawasannya. Namun, aku menggunakan itu sebagai tindakan pencegahan dengan pemimpin agar kesannya negatif terhadap orang percaya baru yang tak rutin hadir. Jadi, jika suatu saat mereka berhenti datang, dia tak akan menganggapku bertanggung jawab. Juga, saat pemimpin menanyakan detail pekerjaanku, dari luar sepertinya tak ada masalah dengan persekutuanku bagi mereka, aku aktif mengatur waktu untuk persekutuan dan mengirimkan firman Tuhan agar pemimpin berpikir aku rajin dan penuh kasih terhadap mereka. Kenyataannya, aku sama sekali tak tulus dalam persekutuanku dengan orang percaya baru. Karena pemimpin akan meninjau catatan kerja, dan aku khawatir tak bisa menjelaskannya jika dia menanyakan caraku mendukung mereka, aku tak punya pilihan selain bekerja sekenanya agar bisa membuat laporan untuknya. Memikirkan kembali semua itu, untuk melindungi citra pemimpin tentangku, agar tak disalahkan, demi melindungi status dan masa depanku, aku memainkan segala macam trik. Aku menyembunyikan niat saat bicara dan berhati-hati bertindak dengan cara tertentu. Jelas, aku tak mencurahkan hati dalam tugas, membuat beberapa petobat baru tak rutin ikut pertemuan. Pemimpin juga merasa ada masalah dalam tugasku, tapi tak tahu apa itu dan tak bisa menemukan bukti untuk memintaku bertanggungjawab. Aku sangat menyesatkan. Aku tak pernah menghubungkan antara perilakuku dan bertidak dengan culas sebelum ini. Aku selalu merasa orang yang lihai, perhitungan, dan culas kebanyakan orang tua dengan banyak pengalaman. Namun, aku masih muda tanpa banyak pengalaman atau pemikiran rumit. Menyebut perilakuku culas sepertinya tak tepat. Namun, fakta memberitahuku aku punya watak jahat antikristus dan culas tak ada hubungannya dengan usia. Itu sepenuhnya berasal dari natur iblis. Lalu, hal lain tiba-tiba muncul di benakku. Ada orang percaya baru yang mengajukan banyak pertanyaan dan bicara sangat terus terang. Jika tak memahami persekutuanku, dia akan langsung mengonfrontasi dalam pertemuan, yang membuatku malu. Aku tak ingin adakan pertemuan dengannya lagi agar bisa melindungi reputasiku, tapi tak berani mengatakannya secara langsung, takut pemimpin menanganiku. Aku ingin mencari cara menyerahkan dia ke penyiram lain. Suatu kali, orang percaya baru itu dengan santai berkata bahwa kelompoknya saat ini jauh lebih kecil dari yang sebelumnya. Aku memakai itu sebagai alasan memberi tahu pemimpin bahwa dia tak suka kelompok kami yang kecil, tapi suka yang lebih besar, dan meminta pemimpin untuk memindahkan dia. Pemimpin mengatur agar dia segera masuk kelompok lain. Inilah caraku menutupi motivasiku yang memalukan dan tercela, serta mengeluarkan orang percaya baru ini dari kelompokku. Pemimpin bahkan berpikir aku memikul beban dalam tugas dan memikirkan petobat baru. Aku sangat jahat dan menipu!

Kemudian aku makan dan minum lebih banyak firman Tuhan tentang keadaanku. "Kuberitahukan kepadamu: yang paling dibenci dan ingin Tuhan tinggalkan adalah orang yang keras pendirian seperti ini, yang tahu dengan jelas kesalahan mereka, tetapi tidak bertobat. Mereka tidak pernah mengakui kesalahan mereka dan selalu mencari alasan dan pembenaran untuk membebaskan dan membela diri, juga ingin menggunakan cara lain untuk menjadi orang yang lebih mahir mengelak dan menipu orang. Mereka ingin melakukan kesalahan demi kesalahan, dan tidak berpikir untuk bertobat atau mengakui kesalahan mereka. Orang seperti ini sangat menyusahkan, dan sulit bagi mereka untuk diselamatkan, benar-benar jenis orang yang ingin Tuhan tinggalkan" ("Jalan Masuk Kehidupan adalah Hal Terpenting Dalam Kepercayaan Kita kepada Tuhan" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Memikirkan ini, aku sadar apa pun yang terjadi, kuncinya adalah menerima kebenaran. Jika seseorang membuat kesalahan dalam tugas yang tak mereka akui, lalu tak mau menerima dipangkas dan ditangani, justru berdalih dan mencari alasan untuk membela diri, bahkan bermuslihat untuk menutupi kesalahan mereka, artinya mereka sama sekali tak menerima kebenaran. Mereka memberontak kepada Tuhan, lalu Dia akan meninggalkan dan menyisihkan mereka. Aku bisa melakukan pekerjaan sepenting menyiram orang percaya baru karena Tuhan berharap aku bisa mendukung dan membantu mereka dengan kasih dan kesabaran. Dia ingin aku bersekutu dengan jelas tentang kebenaran visi dan bantu mereka segera membangun landasan di jalan yang benar. Aku tahu betul beberapa orang percaya baru tak rutin ikut pertemuan dan aku sudah pasti bertanggung jawab. Namun, saat pemimpin bertanya dan menanganiku, aku bukan saja tak paham ini dari Tuhan atau menerima kritik pemimpin, memikirkan cara segera mendukung orang percaya baru, tapi aku mulai bermuslihat, memakai taktik yang lebih licin dan culas untuk menyembunyikan fakta aku tak melakukan tugas dengan baik. Kusembunyikan dari pemimpin agar tak bisa menemukan kesalahanku. Aku berpuas diri saat berhasil lolos dengan trikku, diam-diam menikmati kepintaranku. Aku tak sadar Tuhan bisa melihat dengan jelas cara jahat dan trik remehku—aku tak bisa menyembunyikannya. Masalah dalam tugasku pasti akan terungkap. Jika pemimpin tak memperingatkanku, aku tak akan tahu harus merenung, apalagi punya keinginan bertobat. Aku benar-benar mati rasa. Aku tak menerima kebenaran atau meringkas dan mengubah kesalahan dalam pekerjaanku. Aku justru hanya memikirkan cara memperdaya pemimpin untuk melindungi wajah, status, dan masa depanku. Aku licin dan culas untuk menutupi kenyataan aku tak bekerja dengan baik. Aku tak mencurahkan hati untuk menyirami dan membantu kesulitan orang percaya baru. Artinya masalah petobat baru tak terselesaikan untuk waktu yang lama. Bahkan sekarang, beberapa orang tak rutin menghadiri pertemuan. Yang sangat membuatku takut adalah petobat baru yang kudorong ke kelompok lain tak ingin ikut pertemuan lagi karena perubahan penyiramnya yang tiba-tiba. Penyiram lain dengan sabar bersekutu dengannya untuk waktu yang lama sebelum dia setuju kembali ke pertemuan. Aku sangat sedih memikirkan yang telah kulakukan. Yang lain berusaha sebaik mungkin meyakinkan orang, tapi aku sangat lemah dalam pendekatanku. Aku melakukan kejahatan. Jika Tuhan tak atur lingkungan untuk menyingkapku, membangunkan hatiku yang mati rasa, aku tak akan sadar berada di ambang bahaya. Aku tak ingin terus hidup berdasarkan watak jahat antikristusku, tapi ingin keluar dari jalan yang jahat dan bertobat kepada Tuhan.

Begitu mendapatkan kesadaran, pemimpin menanyakan keadaanku sekarang ini. Aku menceritakan renungan dan realisasi diriku. Dia mengirimiku kutipan firman Tuhan. Firman Tuhan katakan: "Berlatih bersikap jujur mencakup banyak aspek. Dengan kata lain, standar bersikap jujur tidak hanya dicapai melalui satu aspek; engkau harus memenuhi standar dalam banyak aspek sebelum bisa bersikap jujur. Ada orang-orang yang selalu berpikir bahwa mereka hanya perlu berusaha tidak berbohong agar dapat bersikap jujur. Benarkah pandangan ini? Apakah bersikap jujur semata-mata berarti tidak berbohong? Tidak—ini juga berkaitan dengan beberapa aspek lainnya. Pertama, apa pun yang kauhadapi, entah itu sesuatu yang telah kaulihat dengan mata kepalamu sendiri atau sesuatu yang telah orang lain katakan kepadamu, baik berinteraksi dengan orang lain maupun menyelesaikan masalah, baik tugas yang harus kaulaksanakan maupun sesuatu yang telah Tuhan percayakan kepadamu, engkau harus selalu melakukan pendekatan terhadap hal tersebut dengan hati yang jujur. Bagaimana seharusnya orang berlatih untuk melakukan pendekatan terhadap segala sesuatu dengan hati yang jujur? Katakanlah apa yang kaupikirkan dan bicaralah dengan jujur; jangan berbicara omong kosong, mengucapkan kosa kata lingkup tertentu, atau kata-kata yang terdengar menyenangkan, jangan mengatakan hal-hal yang menyanjung atau munafik, tetapi ucapkanlah kata-kata yang ada di dalam hatimu. Inilah arti menjadi orang yang jujur. Mengungkapkan pemikiran dan pandangan sebenarnya yang ada di dalam hatimu—inilah yang seharusnya dilakukan oleh orang yang jujur. Jika engkau tidak pernah mengatakan apa yang kaupikirkan, dan kata-kata itu membusukkan hatimu, dan apa yang kaukatakan selalu bertentangan dengan apa yang kaupikirkan, itu bukanlah apa yang dilakukan oleh orang yang jujur. Sebagai contoh, engkau tidak melaksanakan tugasmu dengan baik, dan orang-orang bertanya apa yang terjadi, dan engkau berkata, 'Aku ingin melakukan tugasku dengan baik, tetapi karena berbagai alasan, aku tidak melakukannya,' padahal sebenarnya, engkau tahu di dalam hatimu bahwa engkau tidak rajin, tetapi engkau tidak mengatakan yang sebenarnya. Engkau mencari segala macam alasan, pembenaran, dan dalih untuk menutupi fakta dan menghindari tanggung jawab. Itukah yang dilakukan orang jujur? (Tidak.) Dengan mengatakan hal-hal ini, engkau mengelabui orang dan menimbulkan kekacauan. Namun, pada dasarnya apa yang ada dalam dirimu, niat yang ada dalam dirimu, adalah watak yang rusak. Jika engkau tak mampu mengungkapkannya dengan jujur dan menganalisisnya, itu tidak dapat disucikan—dan itu bukan masalah kecil! Engkau harus berbicara dengan jujur: 'Aku telah sedikit menunda-nunda dalam melakukan tugasku. Aku telah ceroboh, asal-asalan, dan lalai. Ketika aku dalam suasana hati yang baik, aku dapat sedikit berusaha. Ketika aku dalam suasana hati yang buruk, aku mengendur dan tidak ingin berusaha, dan menginginkan kesenangan daging. Jadi, upayaku untuk melakukan tugasku tidak efektif. Situasi telah berbalik beberapa hari terakhir ini, dan aku berupaya mengerahkan segenap hatiku, meningkatkan efisiensiku, dan melaksanakan tugasku dengan baik.' Seperti inilah berbicara dengan segenap hati. Cara lainnya bukanlah berbicara dengan segenap hati. Karena takut ditangani, takut orang mengetahui masalahmu, dan takut orang meminta pertanggungjawabanmu, engkau menemukan segala macam alasan, pembenaran, dan dalih untuk menutupi fakta, yaitu pertama-tama engkau membuat orang lain berhenti membicarakan situasi tersebut, kemudian mengalihkan tanggung jawab, untuk menghindari dirimu ditangani. Inilah sumber kebohonganmu. Sebanyak apa pun pembohong berbicara, sebagian perkataan mereka tentu saja benar dan sesuai fakta. Namun, beberapa hal penting yang mereka katakan akan mengandung sedikit kepalsuan dan sedikit motif mereka. Jadi, sangat penting untuk memahami dan membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Walaupun demikian, ini tidak mudah dilakukan. Sebagian perkataan mereka akan dinodai dan dibumbui, sebagiannya lagi akan sesuai dengan fakta, dan sebagiannya lagi akan bertentangan dengan fakta; dengan bercampurnya fakta dan fiksi, akan sulit membedakan yang benar dari yang salah. Inilah tipe orang yang paling curang, dan paling sulit diidentifikasi. Jika mereka tak mampu menerima kebenaran atau melakukan penerapan dengan jujur, mereka pasti akan disingkirkan. Lantas, jalan mana yang harus orang pilih? Jalan mana merupakan jalan menerapkan kejujuran? Engkau semua harus belajar untuk mengatakan yang sebenarnya dan mampu bersekutu secara terbuka tentang keadaan dan masalahmu yang sebenarnya. Begitulah cara orang jujur melakukan penerapan, dan penerapan seperti itu benar adanya" ("Hanya dengan Bersikap Jujur, Orang Dapat Hidup dalam Keserupaan dengan Manusia Sejati" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Membaca kutipan ini sangat menyentuhku. Tuhan sangat mengenal kita. Dia tahu kita semua akan punya masalah dan membuat kesalahan dalam tugas. Itu tak terelakkan. Namun, kuncinya adalah sikap seseorang saat masalah datang, apakah mereka rendah hati dan jujur mengakui kesalahan, lalu memperbaikinya, ataukah membela diri, menutupi masalah, dan menipu. Sebelumnya, aku hidup berdasarkan watak iblisku, aku licik dan bermuka dua. Aku ada di jalan yang salah dan tak bisa terus seperti itu. Aku ingin menjadi orang jujur dan menerima pengawasan Tuhan. Apa pun kesalahan atau masalah yang muncul dalam tugasku, atau jika pemimpin datang untuk menanyakan pekerjaanku, aku harus menghadapinya dengan integritas, hati yang jujur, mencari kebenaran dari fakta, dan mengatakan apa pun yang ada di hatiku. Harus bicara apa adanya dan mengakui jika tak melakukan sesuatu, tak bicara bohong atau membela diri. Juga, selain bicara jujur, aku ingin renungkan motivasi di balik perkataan dan tindakanku, segera mengubahnya jika salah, tak melindungi kepentingan sendiri dan bermuslihat untuk menyesatkan orang. Aku dalam hati memutuskan akan menempuh jalan itu sejak saat itu.

Suatu hari, kulihat satu orang percaya baru telah melewatkan beberapa pertemuan berturut-turut. Aku meneleponnya beberapa kali dan dia tak mengangkat, juga tak menanggapi pesan. Aku tak tahu apa yang terjadi. Aku khawatir dia akan berhenti menghadiri pertemuan dan bertanya-tanya apa harus memberi tahu pemimpin agar jika suatu hari dia berhenti hadir, pemimpin tak akan menyalahkanku. Saat memikirkan itu, aku sadar itu masalah lamaku bermuslihat muncul lagi. Kemudian aku ingat firman Tuhan: "Engkau tak perlu menggunakan cara apa pun untuk melindungi reputasi, citra, dan statusmu, engkau juga tak perlu menutupi atau menyamarkan kesalahanmu. Engkau tak perlu terlibat dalam upaya yang sia-sia ini. Jika engkau dapat melepaskan hal-hal ini, engkau akan sangat tenang, engkau akan hidup tanpa belenggu atau rasa sakit, dan akan sepenuhnya hidup dalam terang" ("Hanya Mereka yang Menerapkan Kebenaran yang Takut akan Tuhan" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Benar. Tuhan melihat ke dalam hati kita. Aku mungkin bisa membodohi orang dengan taktik culasku, tapi Tuhan melihat segalanya sejelas siang hari dan menyingkap segalanya pada akhirnya. Aku melakukan tugas di hadapan Tuhan, tak bekerja untuk manusia mana pun. Aku tak perlu bermuslihat dan menutupi diri. Seperti dahulu, aku sebaik mungkin mendukung petobat baru, tapi bagaimanapun caranya, mereka tak ikut pertemuan, tak tertarik kepada iman dan kebenaran. Saat pemimpin tahu situasi sebenarnya, dia memutuskan mereka bukan orang percaya sejati, jadi dia tak menyalahkanku. Aku bisa lihat gereja punya prinsip dalam memperlakukan orang, dan adil kepada semua orang. Aku tak perlu bermuslihat untuk mengalihkan tanggung jawab atau bersiasat untuk jalan keluar. Aku dahulu hidup berdasarkan watak iblisku dan tak melakukan tugas dengan baik. Kali ini aku tak boleh ceroboh. Aku harus mencurahkan hatiku dan memenuhi tanggung jawabku. Aku dalam hati berdoa kepada Tuhan, siap untuk berubah, berusaha sebaik mungkin membantu dan mendukung petobat baru. Jika telah berusaha yang terbaik membantu dan mendukung mereka dan mempersekutukan semua kebenaran yang harus disampaikan, tapi mereka tetap tak mau ikut pertemuan, aku bisa menghadapinya dengan terbuka dan memberi tahu pemimpin dengan jujur. Begitu kuubah sikapku dan menghubungi orang percaya baru itu lagi, tak diduga dia menjawab dengan cepat, dia bilang sibuk dengan pekerjaan akhir-akhir ini dan sangat lelah, itulah sebabnya dia tak datang. Aku menggunakan firman Tuhan untuk bersekutu dan dari situ dia memahami kehendak Tuhan, menemukan jalan penerapan, dan mulai rutin hadir lagi. Sejak itu, saat ada orang percaya baru tak rutin ikut pertemuan, aku berusaha sebaik mungkin menawarkan dukungan dan bantuan, bersekutu tentang firman Tuhan. Aku mendukung mereka dengan tulus. Banyak orang percaya baru mulai ikut pertemuan lagi setelah aku melakukan itu. Aku merasa sangat damai dan nyaman melakukan ini. Syukur kepada Tuhan!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Firman Tuhan Memimpin Jalan

Oleh Saudari Xiaocheng, Shaanxi Firman Tuhan berkata: "Maksud Tuhan dalam menyingkapkan manusia bukanlah untuk menyingkirkan mereka, tetapi...