63. Siapa Bilang Watak yang Congkak Tidak Dapat Diubahkan

Oleh Saudari Fan Zhao, Tiongkok

Firman Tuhan katakan: "Orang tidak dapat mengubah watak mereka sendiri; mereka harus menjalani penghakiman dan hajaran, penderitaan dan pemurnian oleh firman Tuhan, atau ditangani, didisiplinkan, dan dipangkas oleh firman-Nya. Hanya setelah itulah mereka dapat mencapai ketaatan dan kesetiaan kepada Tuhan, dan tidak lagi bersikap acuh tak acuh terhadap-Nya. Melalui pemurnian oleh firman Tuhan-lah, watak manusia berubah. Hanya melalui penyingkapan, penghakiman, pendisiplinan, dan penanganan oleh firman-Nya mereka tidak akan lagi berani bertindak gegabah, tetapi sebaliknya akan menjadi mantap dan tenang. Hal yang paling penting adalah mereka mampu untuk tunduk pada firman Tuhan zaman sekarang dan pekerjaan-Nya, bahkan sekalipun firman dan pekerjaan itu tidak sejalan dengan pemahaman manusia, mereka mampu menyingkirkan pemahaman tersebut dan dengan rela tunduk" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Orang-Orang yang Wataknya Telah Berubah adalah Orang yang Telah Masuk ke dalam Kenyataan Firman Tuhan"). Firman Tuhan sungguh praktis! Tanpa penghakiman dan hajaran, serta pemangkasan dan penanganannya terhadap kita, kita tidak mampu mengubah watak kita yang jahat atau hidup dalam keserupaan dengan manusia normal. Dahulu aku sangat congkak. Di tempat kerja, aku selalu merasa lebih mampu dan lebih baik daripada orang lain, jadi kupikir mereka semua harus mendengarkanku. Setelah aku percaya kepada Tuhan, watak-watak congkak ini sering tersingkap dalam diriku. Aku selalu ingin mengambil keputusan akhir dalam segala hal, dan dengan sikap merendahkan, menceramahi dan mengekang orang lain. Ini menindas dan menyakiti saudara-saudariku. Hanya melalui penghakiman dan hajaran serta pemangkasan dan penanganan Tuhan terhadapku barulah aku mendapatkan pemahaman tentang naturku yang congkak dan mampu bertobat dan membenci diriku sendiri. Kemudian, aku mulai sedikit bersikap rendah hati dalam interaksiku dan saat berkoordinasi dengan orang lain untuk memenuhi tugas kami. Aku belajar untuk secara sadar mencari kebenaran dan menerima saran orang-orang. Baru setelah itulah aku hidup dalam sedikit keserupaan dengan manusia.

Aku ingat, pada tahun 2015, aku terpilih untuk melayani sebagai pemimpin gereja. Saat itu, aku merasa sangat senang. Aku berpikir dalam hati, "Begitu banyaknya orang di gereja yang memilihku menunjukkan bahwa aku yang terbaik di sini. Aku akan harus bekerja keras untuk memenuhi tugas ini agar saudara-saudari melihat bahwa mereka tidak memilih orang yang salah." Setelah itu, aku menyibukkan diriku setiap hari; setiap kali aku melihat seorang saudara atau saudari memiliki suatu masalah, aku segera mencari beberapa bagian firman Tuhan yang relevan, dan kemudian bersekutu dengan mereka untuk menyelesaikan masalah itu. Beberapa waktu berlalu, dan kehidupan bergereja kami telah jauh lebih baik daripada sebelumnya. Ada banyak pekerjaan gereja yang harus diselesaikan, tetapi aku mampu mengurus setiap pekerjaan dengan rapi dan teratur. Ketika aku melihat bahwa kehidupan bergereja kami sedikit lebih baik daripada di gereja lain, aku sangat senang. Para pemimpin kemudian melihat bahwa pekerjaan gereja kami berjalan dengan cukup baik, bahkan menyuruh gereja lain meminjam dari buku pedoman kami. Terlebih lagi, gereja memiliki beberapa pekerjaan penting di mana mereka ingin agar aku terlibat di dalamnya. Kupikir, "Bahkan para pemimpin sangat menghargaiku dan memuji kemampuanku; sepertinya kualitasku benar-benar lumayan—dan tentu saja lebih baik daripada kebanyakan orang!" Tanpa kusadari, aku telah merasa bangga terhadap diriku sendiri. Aku sungguh merasa mampu melakukan semuanya dan memahami segalanya. Selain itu, jika rekan sekerjaku memberikan saran apa pun, aku hampir tidak pernah memedulikannya; aku selalu merasa bahwa aku jauh lebih unggul dari mereka, dan selalu menyuruh-nyuruh mereka. Saat mereka tidak melakukan apa yang kuinginkan, aku tak tahan untuk tidak terus mengkritik dan menceramahi mereka. Suatu kali, seorang saudari yang berkoordinasi denganku hendak menjawab sebuah pertanyaan. Setelah mengalami beberapa kesulitan, dia ingin membicarakannya denganku. Kupikir, "Apa lagi yang perlu dibicarakan? Ini bukan pertanyaan yang sulit; itu sebabnya aku membiarkanmu berlatih menjawab. Jika kau bahkan tidak mampu menyelesaikan masalah sekecil itu, artinya kau tidak mampu melakukan pekerjaan itu. Jika itu aku, aku pasti telah menyelesaikannya dengan mudah." Jadi, aku berkata dengan nada angkuh, "Tak usah repot-repot; aku yang akan menjawabnya." Akibatnya, saudari ini merasa tertindas olehku, dan setiap kali dia menghadapi masalah lebih lanjut, dia tidak berani menemuiku untuk meminta bantuan. Di lain waktu, ketika aku merekomendasikan Saudari Wang untuk melakukan tugas tertentu. Saudari Chen menyarankan, "Tugas ini sangat penting; kita perlu mengetahui dengan jelas tentang bagaimana perilaku Saudari Wang pada umumnya sebelum kita bisa yakin." Aku merasa agak tersinggung dengan sarannya. Kupikir, "Aku telah menangani tugas semacam ini di masa lalu, dan kau pikir aku tidak mengerti? Lagi pula, aku selalu berhubungan dengannya, jadi bagaimana kau bisa mengatakan aku tidak memahami Saudari Wang? Kau ingin aku bertanya kepada semua orang tentang dia, tetapi bukankah itu hanya akan menunda segala sesuatu?" Aku berkata kepadanya dengan sangat tegas, "Berhentilah membuang waktu. Mari kita lanjut saja." Melihat betapa berkerasnya diriku, Saudari Chen diam saja. Aku melihat dia agak terkekang pada saat itu, tetapi aku sama sekali tidak peduli. Sejak saat itu, setiap kali seorang saudara atau saudari memberikan saran, aku selalu merasa mereka tidak cukup mampu atau cukup dewasa, sehingga aku selalu menggunakan berbagai macam alasan untuk menolak sudut pandang mereka, dan kemudian mengungkapkan apa yang kuanggap sebagai beberapa ide cemerlang, dan berusaha membuat semua orang melakukan apa yang kukatakan. Seiring berjalannya waktu, mereka semua menjadi terkekang oleh diriku, dan sementara membicarakan pekerjaan, mereka cenderung diam. Kemudian, aku sangat jarang membahas apa pun dengan mereka, merasa bahwa itu hanyalah formalitas dan membuang-buang waktu. Jadi, aku melakukan tugasku dengan menggunakan naturku yang congkak, serta semakin gegabah dan sewenang-wenang.

Suatu kali, ketika aku melihat ada pemimpin tim yang tidak berhasil dalam tugasnya, kupikir dia pasti tak mampu melakukan pekerjaan nyata dan perlu diganti. Membicarakan hal ini dengan rekan sekerjaku rasanya masuk akal, tetapi aku berubah pikiran: "Kupikir, lupakan sajalah. Bahkan setelah membicarakannya dengan mereka, akhirnya mereka juga akan setuju denganku." Jadi, aku langsung mengganti pemimpin tim itu begitu saja. Setelah kembali ke gereja, aku memberi tahu rekan-rekan sekerjaku bagaimana aku telah menangani masalah itu. Terkejut, Saudari Chen berkata, "Memang ada beberapa masalah dengan pekerjaan pemimpin tim itu, tetapi dia adalah orang yang mengejar kebenaran; hanya saja dia belum lama menjadi orang percaya, jadi pemahamannya akan kebenaran masih agak dangkal, dan ada beberapa kekurangan dan kelalaian dalam tugasnya, tetapi ini normal. Kita harus membantunya dengan mempersekutukan lebih banyak kebenaran. Menggantinya sekarang seperti itu tidak akan sejalan dengan prinsip-prinsip." Tidak terlalu yakin dengan penjelasan itu, aku menjawab, "Aku hanya menggantinya karena aku melihat dia tidak mampu melakukan pekerjaan praktis. Aku sudah pernah menangani hal semacam ini sebelumnya. Apakah kau mengatakan aku tidak mengerti?" Melihat bahwa aku tidak akan mengalah, Saudari Chen tidak mengatakan apa-apa lagi. Rekan-rekan sekerjaku kemudian pergi untuk mengevaluasi dan memahami masalah ini. Mereka memutuskan bahwa aku tidak menanganinya sesuai dengan prinsip, dan mengembalikan tugas pemimpin tim itu. Pekerjaan tim menjadi terganggu karena tugas yang dipindahtangankan, dan aku merasa agak malu pada saat itu. Aku bisa melihat bahwa aku congkak dan tidak bertindak sesuai dengan prinsip, tetapi aku tetap tidak mencari kebenaran atau melakukan perenungan diri.

Sebulan kemudian, gereja memiliki sebuah pekerjaan penting, dan seseorang yang cocok akan dipilih dari kelompok kami. Saat itu aku sangat senang; merasa bahwa dalam hal kualitas dan pengalaman kerja, aku lebih baik daripada orang lain, Kupikir mereka akan memilihku. Namun, di luar dugaanku, ketika hasilnya diumumkan, aku tidak terpilih. Aku bahkan tidak mendapat satu pun suara. Hatiku sangat kecewa dan tiba-tiba aku merasa duniaku dijungkirbalikkan. Bagaimana ini bisa terjadi? Mengapa tak seorang pun yang memilihku? Apakah karena mereka tidak memiliki ketajaman? Jauh di lubuk hati, aku benar-benar ingin tahu alasannya, jadi aku meminta mereka untuk memberitahukan kekuranganku. Ketika aku melihat Saudari Zhou ingin mengatakan sesuatu tetapi ragu-ragu, aku berkata kepada mereka, "Jika kalian melihat ada kekurangan pada diriku, katakan saja; mari kita semua bicara secara terbuka." Baru setelah itulah dia memberanikan diri untuk mengatakan, "Aku merasa kau sangat congkak dan merasa diri benar, dan kau tidak mau menerima saran orang lain. Selain itu, kau selalu memerintah kami, dan setiap kali aku bersamamu, aku merasa sedikit takut dan tertindas olehmu." Seorang saudari lain menundukkan kepalanya dan berkata, "Aku juga merasa tertindas olehmu. Aku merasa kau sangat congkak, sepertinya kau memandang rendah semua orang. Seolah-olah kaulah satu-satunya yang dapat melakukan pekerjaan gereja, merasa kau mampu melakukan apa saja, dan kau berpikir tidak ada orang lain yang lebih mampu ...." Saudari Chen kemudian menambahkan, "Aku merasa kau sangat sombong, dan kau tidak mencari kebenaran atau prinsip-prinsip dalam pekerjaanmu. Kau juga tidak mau menerima pendapat orang lain, dan kau berpikir kau yang harus mengambil keputusan akhir dalam segala hal. Kau cenderung memutuskan sesuatu secara sewenang-wenang, sendirian ...." Satu per satu, para saudari yang bekerja denganku semua berkata bahwa aku congkak dan bahwa mereka telah dikekang olehku. Tidak mau menerima ini, kupikir, "Kalian semua berkata aku congkak dan bahwa aku mengekang kalian; lalu, mengapa kalian tidak mengakui bahwa kalian belum bertanggung jawab terhadap tugas kalian? Baiklah kalau begitu. Mulai sekarang, apa pun yang terjadi, aku akan tutup mulut. Silakan lakukan saja apa yang kalian inginkan." Malam itu, aku terjaga dan gelisah di tempat tidur, tidak bisa tidur. Aku selalu menganggap diriku berkualitas tinggi dan pekerja yang cakap, jadi bersikap sedikit congkak adalah hal yang normal. Saudara-saudariku seharusnya berpikir aku tidak seburuk itu. Aku tidak pernah membayangkan mereka menganggapku seperti itu—congkak dan sama sekali tidak bernalar. Siapa yang mengira mereka akan merasa sangat tertindas dan terluka. Semakin aku memikirkannya, aku semakin kesal. Saudara-saudariku sangat membenci dan muak terhadapku, aku merasa seperti tikus jalanan, dibenci dan ditolak oleh orang lain. Tidak mungkin Tuhan akan menyelamatkan orang seperti diriku. Aku menjadi semakin negatif. Dalam kesedihanku, aku terus-menerus berdoa kepada Tuhan. Aku berkata, "Ya Tuhan, aku sangat menderita, dan aku tidak tahu bagaimana menjalaninya. Kumohon, cerahkan diriku agar aku mampu mengerti kehendak-Mu ...."

Keesokan harinya, aku menyalakan komputerku dan mendengarkan pembacaan firman Tuhan: "Berkali-kali gagal dan jatuh bukanlah hal yang buruk; demikian pula halnya dengan disingkapkan. Baik engkau pernah ditangani, dipangkas, ataupun disingkapkan, engkau harus mengingat hal ini setiap saat: disingkapkan tidak berarti bahwa engkau dihukum. Disingkapkan adalah hal yang baik; ini adalah kesempatan terbaik bagimu untuk mengenal dirimu sendiri. Ini bisa membawa perubahan pada pengalaman hidupmu. Tanpa penyingkapan, engkau tidak akan memiliki kesempatan, keadaan, maupun konteks yang memampukanmu untuk mencapai pemahaman tentang kenyataan kerusakanmu. Jika engkau dapat mengenal hal-hal yang ada di dalam dirimu, semua aspek yang tersembunyi jauh di dalam dirimu, yang sulit untuk dikenali dan sulit untuk digali, ini adalah hal yang baik. Menjadi mampu untuk sungguh-sungguh mengenal dirimu sendiri adalah kesempatan terbaik bagimu untuk memperbaiki jalanmu dan menjadi manusia yang baru; inilah kesempatan terbaik bagimu untuk memperoleh kehidupan baru. Begitu engkau benar-benar mengenal dirimu sendiri, engkau akan dapat melihat bahwa saat kebenaran menjadi hidup seseorang, itu sungguh sebuah hal yang berharga, dan engkau akan menjadi haus akan kebenaran dan masuk ke dalam realitas. Ini adalah hal yang luar biasa! Jika engkau dapat meraih kesempatan ini dan dengan sungguh-sungguh merenungkan dirimu sendiri serta mendapatkan pengetahuan yang benar tentang dirimu sendiri setiap kali engkau gagal atau jatuh, maka di tengah-tengah sikap negatif dan kelemahan, engkau akan mampu bangkit kembali. Setelah melewati ambang batas ini, engkau akan mampu mengambil langkah maju yang besar dan memasuki kebenaran kenyataan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Untuk Memperoleh Kebenaran, Orang Harus Belajar dari Orang-Orang, Peristiwa dan Hal-Hal di Sekitar Mereka"). Aku sangat tersentuh saat aku merenungkan firman Tuhan, dan air mataku terus mengalir. Aku merasa bahwa dengan mengatur lingkungan semacam ini, di mana saudara-saudariku telah memangkas dan menanganiku dengan sangat keras, Tuhan tidak menyingkirkanku atau dengan sengaja mempermalukan diriku. Sebaliknya, karena aku benar-benar sangat congkak dan keras kepala, Tuhan ingin memakai peristiwa ini sebagai semacam hajaran untuk menyadarkanku dan memaksaku untuk merenungkan diriku sendiri pada saat yang tepat, untuk dapat bertobat dan berubah. Ini adalah Tuhan yang menyelamatkanku. Menyadari hal ini, aku merasa sangat dibebaskan, dan aku tidak lagi salah memahami Tuhan. Aku berdoa kepada-Nya, bersedia menggunakan kesempatan ini untuk merenungkan diri sendiri dan mengenal diriku sendiri.

Kemudian aku mencari beberapa perkataan Tuhan di mana Dia berbicara tentang natur manusia yang congkak. Tuhan katakan: "Jika engkau benar-benar memiliki kebenaran di dalam dirimu, jalan yang engkau tempuh akan secara alami menjadi jalan yang benar. Tanpa kebenaran, akan mudah bagimu untuk melakukan kejahatan, dan engkau akan melakukannya meskipun engkau sendiri tidak mau. Misalnya, jika kecongkakan dan kesombongan ada dalam dirimu, engkau akan merasa mustahil untuk berhenti menentang Tuhan; engkau akan merasa terdorong untuk menentang Dia. Engkau tidak akan melakukannya dengan sengaja; engkau akan melakukannya di bawah dominasi naturmu yang congkak dan sombong. Kecongkakan dan kesombonganmu akan membuatmu memandang rendah Tuhan dan menganggap-Nya tak berarti; itu akan mengakibatkanmu untuk meninggikan diri sendiri, membuatmu selalu menonjolkan diri, dan pada akhirnya duduk di tempat Tuhan dan memberi kesaksian bagi dirimu sendiri. Pada akhirnya engkau akan mengubah ide, pemikiran, dan gagasanmu sendiri menjadi kebenaran yang harus disembah. Lihatlah betapa banyak kejahatan yang dilakukan manusia di bawah dominasi natur mereka yang congkak dan sombong!" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Mengejar Kebenaran Orang Dapat Mencapai Perubahan dalam Wataknya"). "Kecongkakan adalah akar dari watak manusia yang rusak. Semakin congkak manusia, semakin besar kemungkinan mereka untuk menentang Tuhan. Seberapa seriuskah masalah ini? Orang yang memiliki watak yang congkak tidak hanya menganggap orang lain berada di bawah mereka, tetapi, yang terburuk dari semuanya, mereka bahkan bersikap merendahkan Tuhan. Meskipun, secara lahiriah, beberapa orang mungkin tampak percaya kepada Tuhan dan mengikuti Dia, mereka sama sekali tidak memperlakukan-Nya sebagai Tuhan. Mereka selalu merasa bahwa mereka memiliki kebenaran dan menganggap diri mereka hebat. Inilah esensi dan akar dari watak yang congkak, dan itu berasal dari Iblis. Karena itu, masalah kecongkakan harus diselesaikan. Merasa bahwa seseorang lebih baik daripada yang lain—itu adalah masalah sepele. Masalah seriusnya adalah bahwa sikap congkak seseorang menghalangi orang tersebut untuk tunduk kepada Tuhan, pada pemerintahan-Nya, dan pengaturan-Nya; orang seperti itu selalu merasa ingin bersaing dengan Tuhan untuk mendapatkan kekuasaan atas orang lain. Orang seperti ini tidak sedikit pun menghormati Tuhan, apalagi mengasihi Tuhan atau tunduk kepada-Nya" (persekutuan Tuhan). Sementara membaca firman Tuhan, aku merasa sangat tertekan dan tidak nyaman, dan sedikit ketakutan. Aku menyadari betapa aku telah hidup dengan watakku yang congkak, tidak hanya mengekang dan menyakiti orang, serta tidak mampu berinteraksi dengan mereka secara benar, tetapi yang terutama dan terpenting, tidak ada tempat bagi Tuhan di hatiku, dan aku tidak menghormati-Nya. Aku cenderung melakukan kejahatan dan menentang Dia setiap saat. Aku teringat tentang bagaimana, karena aku telah melakukan tugasku sebagai seorang pemimpin, kupikir aku memiliki cukup kualitas, mampu menyelesaikan beberapa pekerjaan, dan menganggap diriku hebat. Saat bekerja bersama orang lain, aku selalu berpikir aku lebih unggul dari mereka, memerintah dan mengekang mereka. Ketika rekan sekerjaku menyarankan sesuatu yang berbeda, aku tidak pernah mencari prinsip-prinsip kebenaran. Aku hanya berpikir bahwa karena aku memiliki pengalaman dan sangat jeli melihat segala sesuatu, aku dapat memaksa orang untuk melakukan apa yang kukatakan. Sepertinya aku melihat sudut pandangku sebagai kebenaran, sebagai standar, jadi semua orang harus menaatiku. Yang lebih menakutkan adalah bagaimana aku mengekang orang lain sampai mereka tidak berani mengungkapkan pandangan mereka sendiri. Namun aku sama sekali tidak sadar, bahkan mengira orang lain setuju denganku. Pendapatku yang tinggi terhadap diriku sendiri dan kemampuanku telah membuatku tanpa sadar menempatkan diriku di atas saudara-saudariku, sampai-sampai aku telah mengganti seorang pemimpin tim tanpa membicarakannya dengan rekan-rekan sekerjaku. Ketika saudariku mengemukakan hal ini, aku membantahnya dan berdebat. Aku menyadari bahwa aku benar-benar bersikap sangat congkak. Aku tidak memiliki rasa hormat atau ketundukan kepada Tuhan sedikit pun, aku juga tidak memikirkan apakah itu menguntungkan pekerjaan rumah Tuhan. Aku hanya bertindak secara sepihak dan sewenang-wenang sesuai dengan watakku yang congkak, mengganggu pekerjaan rumah Tuhan dan begitu banyak menyakiti saudara-saudariku. Bagaimana bisa itu disebut memenuhi tugasku? Sekarang setelah kurenungkan, kupikir aku bertanggung jawab dalam pekerjaanku, tetapi sebenarnya aku hanyalah seorang diktator congkak yang berusaha memuaskan keserakahanku akan kekuasaan. Aku sedang melakukan kejahatan dan menentang Tuhan! Kemudian, aku berulang kali bertanya kepada diriku sendiri: Bagaimana aku bisa bersikap congkak sedemikian tak terkendali sehingga aku menempuh jalan melakukan kejahatan dan menentang Tuhan? Baru sewaktu merenungkan diriku sendiri, aku menyadari bahwa aku telah dikuasai oleh racun iblis, seperti "di seluruh alam semesta ini, akulah yang berkuasa" dan "jika engkau lebih menonjol dari orang lain, engkau akan membawa kehormatan bagi nenek moyangmu," sampai pada titik sejak aku kecil, aku selalu suka memerintah orang lain, dan dalam semua yang kulakukan, aku berusaha membuat orang lain mendengarkanku dan menjadi pusat perhatian, berfokus kepada diriku. Seakan-akan itulah satu-satunya cara untuk menunjukkanku bahwa aku cakap, dan bahwa itulah satu-satunya cara hidup yang berharga dan bermakna. Sekarang akhirnya aku telah memahami bahwa karena aku selalu hidup berdasarkan racun-racun iblis ini maka naturku yang congkak menjadi lepas kendali, dan aku hidup tanpa kemanusiaan sedikit pun. Aku tak hanya telah mengekang dan sangat menyakiti orang, tetapi aku juga telah mengganggu pekerjaan gereja. Baru setelah itulah aku benar-benar menyadari bahwa "di seluruh alam semesta ini, akulah yang berkuasa" dan "jika engkau lebih menonjol dari orang lain, engkau akan membawa kehormatan bagi nenek moyangmu," racun-racun Iblis itu, adalah kekeliruan. Semua itu tidak masuk akal dan jahat, dan hanya bisa merusak dan mencelakakan orang. Dahulu aku selalu berpikir bahwa menjadi unggul dan menjadi pusat perhatian adalah sesuatu yang menyenangkan. Kemudian akhirnya aku memahami dengan jelas bahwa hidup berdasarkan racun iblis ini seperti hidup sebagai hantu. Tak seorang pun yang mau mendekati diriku. Aku menjengkelkan orang lain dan Tuhan semakin membenciku. Ini adalah akibat negatif dari hidup berdasarkan racun Iblis! Aku berpikir tentang bagaimana, pada awalnya, penghulu malaikat itu sangat congkak, dan dalam usahanya untuk menjadi setara dengan Tuhan, dia telah mencoba untuk mengambil kendali atas segalanya. Pada akhirnya, itu menyinggung watak Tuhan, dikutuk oleh-Nya, dan dilemparkan ke udara. Dengan sangat sombongnya, aku mengekang saudara-saudariku, selalu berpikir orang lain harus mendengarkanku, bukankah watakku ini sama dengan watak penghulu malaikat itu? Saat merenungkan itu akhirnya aku menyadari betapa menakutkannya hidup dengan watak yang congkak. Jika Tuhan tidak mengatur lingkungan semacam ini untukku, aku pasti akan masih memenuhi tugasku berdasarkan kecongkakanku, dan tidak ada yang tahu berapa banyak kejahatan yang akan kulakukan, pada akhirnya menyinggung watak Tuhan dan dihukum. Setelah aku menyadari ini, aku berdoa kepada Tuhan: "Ya Tuhan, aku tidak mau lagi hidup berdasarkan watak congkak yang menentang-Mu. Aku ingin mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah kecongkakanku, dan sungguh-sungguh bertobat kepada-Mu."

Aku membaca satu bagian firman Tuhan yang berkata: "Natur yang congkak membuatmu keras kepala. Ketika orang memiliki watak keras kepala ini, bukankah mereka cenderung bertindak semaunya dan gegabah? Lalu, bagaimana engkau menyelesaikan masalah keras kepalamu ini? Ketika engkau memiliki sebuah gagasan, tunjukkanlah dan katakanlah apa yang engkau pikirkan dan yakini tentang masalah ini, dan kemudian, sampaikankah hal itu kepada semua orang. Pertama, engkau dapat menjelaskan pandanganmu dan mencari kebenaran; inilah langkah pertama yang harus engkau lakukan agar dapat mengatasi watak keras kepalamu ini. Langkah kedua terjadi ketika orang lain menyuarakan pendapat yang berbeda—penerapan apa yang dapat engkau lakukan untuk membuatmu tidak keras kepala? Pertama-tama engkau harus memiliki sikap rendah hati, mengesampingkan apa yang engkau yakini benar, dan membiarkan semua orang mengikuti persekutuan. Meskipun engkau percaya jalanmu itu benar, engkau tidak boleh tetap bersikeras mempertahankannya. Itu, pertama-tama, adalah semacam peningkatan; hal itu menunjukkan sikap yang mencari kebenaran, menyangkal diri sendiri, dan memenuhi kehendak Tuhan. Sekali engkau memiliki sikap ini, pada saat yang sama engkau tidak mengikuti pendapatmu sendiri, engkau berdoa. Karena engkau tidak bisa membedakan antara benar dan salah, engkau mengizinkan Tuhan untuk menyingkapkan dan memberitahukan kepadamu apa yang terbaik, hal apa yang paling sesuai untuk kaulakukan. Sementara semua orang bergabung dalam persekutuan, Roh Kudus memberi kepadamu semua pencerahan-Nya" (persekutuan Tuhan). Dalam firman Tuhan aku menemukan jalan penerapan: Apa pun situasi yang kuhadapi, aku harus mempertahankan rasa hormat dan ketundukan di hadapan Tuhan. Pertama, aku harus berdoa kepada Tuhan dan mencari kebenaran, dan kemudian mengemukakan gagasanku di hadapan saudara-saudariku sehingga kami semua dapat mencari dan bersekutu bersama. Bahkan jika kupikir aku benar, aku harus secara sadar mengingkari dan menyangkali diriku sendiri, lebih mendengarkan pendapat saudara-saudariku, dan melihat apa yang paling sesuai dengan kebenaran dan bermanfaat bagi pekerjaan gereja. Dalam sebuah pertemuan setelah itu, aku membuka diriku kepada saudara-saudariku, menyingkapkan kerusakanku, dan meminta maaf karena aku telah menyakiti dan mengekang mereka. Mereka tidak mempermasalahkan semua itu. Mereka semua membuka diri dan bersekutu denganku, dan aku merasakan beban berat terangkat dari diriku. Dalam diskusi pekerjaan setelah itu, aku selalu secara aktif meminta orang lain untuk mengungkapkan sudut pandang mereka; dan saat ada saran-saran yang berbeda, kami akan mencari dan bersekutu bersama sampai kami mencapai kesepakatan. Lambat laun, saudara-saudariku berhenti merasa terkekang olehku, dan suasana dalam kerja sama kami menjadi jauh lebih harmonis.

Suatu hari, aku sedang mendiskusikan pekerjaan dengan seorang saudari yang dijadikan rekan kerjaku. Dia mengatakan dia telah menulis surat kepada para pemimpin tentang beberapa masalah di dalam gereja, memberi tahu mereka tentang kesulitan-kesulitan yang kami alami dalam tugas kami, dan bagaimana kami menjalaninya. Mendengar ini, watakku yang congkak mulai muncul kembali. Kupikir, "Sudah cukup kita membicarakannya dalam pertemuan baru-baru ini. Tidak perlu menulis surat." Saat aku akan menegurnya, aku teringat betapa congkaknya diriku di masa lalu. Aku selalu ingin orang lain mendengarkanku dalam segala hal, sehingga semua saudara-saudariku merasa terkekang oleh diriku, dan aku sama sekali tidak hidup dalam keserupaan dengan manusia. Jadi aku diam-diam berdoa kepada Tuhan, menyangkali diriku sendiri, tidak mau lagi hidup dengan watakku yang congkak. Aku harus menerapkan kebenaran. Setelah itu, aku menyadari betapa baiknya sikap saudari ini dalam mengambil tanggung jawab untuk menyampaikan masalah pekerjaan kepada para pemimpin kami, jadi aku seharusnya tidak menahan dirinya. Aku harus membantunya menulis surat itu dengan baik. Setelah aku menyadari ini, nada suaraku melunak, dan aku bisa dengan sabar berbicara dengannya tentang masalah-masalah dalam pekerjaan kami dan lebih mendengarkan pandangannya. Dalam beberapa hal, dia sedikit agak berlebihan, tetapi aku menahan diri untuk tidak membuat penghakiman apa pun. Kupikir aku harus mencari dahulu sebelum berbicara. Pada saat itulah aku mendapati bahwa beberapa dari apa yang dikemukakannya adalah hal-hal yang tidak pernah kupikirkan sebelumnya. Aku merasa sedikit malu. Aku menyadari betapa sangat congkaknya diriku, selalu menindas saudara-saudari sehingga mereka tidak mampu memainkan peran mereka sendiri dalam tugas mereka. Faktanya, mereka semua memiliki kelebihan. Jika mereka tidak berada di sana bekerja bersamaku, aku tidak akan pernah mampu memenuhi tugas-tugas itu sendirian. Setelah itu, kami membuat ringkasan tentang masalah-masalah itu bersama-sama, dan setelah menyempurnakan surat itu, kami mengirimkannya kepada pemimpin. Dalam melaksanakan tugas kami setelah itu, setiap kali naturku yang congkak muncul kembali, aku akan secara sadar berdoa kepada Tuhan dan menyangkali diriku sendiri, berdiskusi dan bersekutu lebih banyak dengan orang lain. Kerja sama kami berjalan jauh lebih baik, dan aku merasa sangat nyaman dan lega. Aku merasa bahwa melakukan tugasku dengan cara seperti itu benar-benar menyenangkan. Orang yang sedemikian congkak seperti diriku bisa sedikit berubah benar-benar merupakan buah dari mengalami penghakiman dan hajaran firman Tuhan.

Sebelumnya: 62. Bangkit Dalam Menghadapi Kegagalan

Selanjutnya: 64. Kecongkakan Mendahului Kejatuhan

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait

84. Iman yang Tak Terhancurkan

Oleh Saudara Meng Yong, TiongkokPada Desember 2012, beberapa saudara-saudari dan aku naik mobil menuju suatu tempat untuk mengabarkan...

75. Ujian Penyakit

Oleh Saudari Zhong Xin, TiongkokTuhan Yang Mahakuasa berkata: "Perbuatan-perbuatan-Ku lebih banyak daripada butiran pasir di pantai, dan...

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini