Jalan untuk Tidak Berpura-pura
Pada awal tahun 2021, aku terpilih sebagai pemimpin tim, yang bertanggung jawab atas pekerjaan penyiraman beberapa tim. Pada waktu itu kupikir, terpilih untuk kedudukan itu berarti aku memiliki kualitas dan kemampuan tertentu, bahwa aku lebih baik daripada kebanyakan saudara-saudari dalam pemahaman akan kebenaran dan jalan masuk kehidupan. Aku merasa harus memperlengkapi diriku dengan kebenaran dan melakukan tugasku dengan baik dan sungguh-sungguh, sehingga semua orang akan melihat bahwa aku cakap melakukan pekerjaan itu.
Awalnya, aku tidak familier dengan pekerjaan itu, jadi ketika masalah yang tidak sepenuhnya kupahami muncul aku selalu bertanya kepada pemimpin atau saudara-saudari yang bekerja bersamaku tentang masalah-masalah tersebut. Kupikir karena aku baru dalam pekerjaan itu, semua orang akan mengerti bahwa akan ada beberapa hal yang tidak kuketahui dan melakukan lebih banyak pencarian bisa membantuku bertumbuh lebih cepat. Dengan demikian, aku akan meninggalkan kesan yang baik kepada semua orang, dan mereka akan berpikir aku sangat bersungguh-sungguh mencari kebenaran. Namun belakangan ini, aku terus menghadapi banyak masalah, dan merasa ragu untuk terus bertanya. Pada saat itu, aku telah melakukan tugas itu selama beberapa waktu, jadi apa yang akan semua orang pikirkan tentang diriku jika aku selalu mengajukan begitu banyak pertanyaan? Akankah mereka pikir kualitasku tidak terlalu bagus, bahwa aku bahkan tak mampu menyelesaikan masalah sederhana, dan tak mampu melakukan pekerjaan sebagai pemimpin tim? Jadi, ketika aku menghadapi masalah lain yang tak dapat sepenuhnya kupahami, aku selalu berpikir apakah pertanyaan-pertanyaan ini layak ditanyakan, apakah masuk akal untuk menanyakannya. Aku khawatir pemikiranku akan tampak sederhana. Untuk beberapa masalah yang tampaknya tidak rumit, aku tidak akan bertanya, tetapi berusaha menyelesaikannya sendiri. Akibatnya, semakin banyak masalah yang menumpuk dan beberapa masalah tidak diselesaikan tepat waktu. Ini membuatku makin cemas bahwa semua orang akan menganggapku tidak layak menjadi pemimpin tim. Selama pertemuan, khususnya ketika pemimpinku hadir, saat mempersekutukan firman Tuhan, aku terus-menerus khawatir: "Apakah persekutuanku praktis? Apakah pemahamanku murni?" Setelah menyampaikan persekutuan, aku selalu mengamati reaksi semua orang, dan jika seseorang memperluas pembahasan berdasarkan apa yang kukatakan, itu berarti persekutuanku telah memicu respons, bahwa itu mengandung pencerahan, dan juga menunjukkan bahwa aku memiliki pemahaman yang murni tentang firman Tuhan dan mampu menangani pekerjaan itu. Namun, jika tak seorang pun menanggapi setelah aku selesai, aku akan merasa sangat kesal. Setelah beberapa waktu, tugasku mulai terasa sangat melelahkan. Dalam setiap kata yang kuucapkan dan setiap pendapat yang kuungkapkan, aku selalu terlalu banyak memikirkannya, dan tak bisa santai. Aku ingin melaksanakan tugas dengan baik, tetapi aku selalu gelisah, dan tidak bertumbuh atau belajar apa pun.
Aku datang ke hadapan Tuhan dalam doa dan pencarian, dan membaca satu bagian firman-Nya. "Manusia itu sendiri adalah makhluk ciptaan. Mampukah makhluk ciptaan memperoleh kemahakuasaan? Mampukah mereka mencapai kesempurnaan dan keadaan tanpa cela? Mampukah mereka mencapai kemahiran dalam segala sesuatu, memahami segala sesuatu, dan cakap dalam segala sesuatu? Mereka tidak mampu. Namun, di dalam diri manusia, ada watak-watak yang rusak dan kelemahan yang fatal: begitu mereka mempelajari sebuah keterampilan atau profesi, manusia merasa bahwa mereka cakap, bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki status dan nilai, dan bahwa mereka adalah para profesional. Betapa pun tidak istimewanya mereka, mereka semua ingin mengemas diri mereka sebagai tokoh terkenal atau individu luar biasa, mengubah diri mereka menjadi selebritas kecil, dan membuat orang berpikir bahwa mereka sempurna dan tanpa cacat, tanpa kekurangan sedikit pun; di mata orang lain, mereka ingin menjadi terkenal, berkuasa, atau tokoh yang hebat, dan mereka ingin menjadi perkasa, mampu melakukan apa saja, tak satu pun yang tidak mampu mereka lakukan. Mereka merasa bahwa jika mereka mencari bantuan orang lain, mereka akan terlihat tidak mampu, lemah, dan kurang cerdas, serta orang-orang akan memandang rendah mereka. Karena alasan ini, mereka selalu ingin berpura-pura. Beberapa orang, ketika disuruh melakukan sesuatu, berkata mereka tahu bagaimana melakukannya, padahal sebenarnya mereka tidak tahu. Setelah itu, diam-diam, mereka mencari tahu tentang hal tersebut dan mencoba mempelajari bagaimana melakukannya, tetapi setelah mempelajarinya selama beberapa hari, mereka tetap tidak mengerti cara melakukannya. Ketika ditanya sudah sampai di mana mereka dalam pekerjaan itu, mereka berkata, 'Segera, segera selesai!' Namun di dalam hati, mereka berpikir, 'Itu masih jauh dari selesai, aku sama sekali tidak tahu kapan selesainya, aku tak tahu harus berbuat apa! Aku tak boleh membongkar rahasiaku ini, aku harus terus berpura-pura, aku tak boleh membiarkan orang melihat kekurangan dan kebodohanku, aku tak boleh membiarkan mereka memandang rendah diriku!' Masalah apa ini? Ini adalah kehidupan bagai neraka karena berusaha mempertahankan reputasi dengan segala cara. Watak macam apa ini? Kecongkakan orang semacam itu tidak mengenal batas, mereka telah menjadi sama sekali tidak bernalar. Mereka tidak ingin menjadi seperti orang lain, mereka tidak ingin menjadi orang biasa, orang normal, tetapi ingin menjadi manusia super, orang yang luar biasa, atau orang yang hebat. Ini sebuah masalah besar! Mengenai kelemahan, kekurangan, ketidaktahuan, kebodohan, dan kurangnya pemahaman dalam kemanusiaan yang normal, mereka akan menyembunyikannya rapat-rapat, dan tidak membiarkan orang lain melihatnya, dan kemudian terus menyamarkan diri. ... Bukankah orang-orang semacam itu hidup dalam angan-angan? Bukankah mereka sedang bermimpi? Mereka tidak mengenal diri mereka sendiri, mereka juga tidak tahu bagaimana hidup dalam kemanusiaan yang normal. Mereka tidak pernah sekali pun bertindak seperti manusia yang nyata. Jika engkau menjalani hari-harimu dengan hidup dalam angan-angan, bersikap asal-asalan, tidak melakukan apa pun berdasarkan kenyataan, selalu hidup berdasarkan imajinasimu sendiri, maka ini adalah masalah. Jalan dalam kehidupan yang kaupilih itu tidak benar" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Lima Syarat yang Harus Kaupenuhi Agar Dapat Masuk ke Jalur yang Benar dalam Kepercayaanmu kepada Tuhan"). Merenungkan bagian ini memberiku sedikit pemahaman tentang keadaanku. Aku menilai diriku terlalu tinggi, merasa bahwa terpilih sebagai pemimpin tim berarti aku memiliki kualitas dan kemampuan kerja tertentu. Saat memandang diriku seperti itu, aku mulai memedulikan apa yang orang lain pikirkan tentang aku, dan ingin sesegera mungkin membuktikan bahwa aku mampu melaksanakan tugas itu. Jadi, ketika lebih banyak masalah dan kesulitan muncul dalam tugasku, aku tidak bisa begitu saja membahasnya dan selalu khawatir orang akan melihat diriku yang sebenarnya, mengatakan aku tak berkualitas dan tak mampu melaksanakan pekerjaan. Aku mulai menyembunyikan diriku yang sebenarnya, tetap diam ketika masalah muncul dan berusaha menyelesaikannya sendiri. Itu membuat banyak masalah dalam tugasku tidak terselesaikan, yang menunda pekerjaan kami dan juga memengaruhi keadaanku sendiri. Aku kehilangan kejernihan dalam pemikiranku, dan mulai merasa bingung dengan hal-hal yang dahulu kupahami. Aku selalu meragukan persekutuanku dalam pertemuan, takut semua orang akan memandang rendah diriku jika persekutuanku tidak baik. Aku merasa terkekang dalam segala hal. Aku menyadari bahwa semua ini sepenuhnya kesalahanku. Aku sangat congkak dan tak masuk akal, dan tak mampu menghadapi kekurangan dan kelemahanku sendiri dengan benar. Aku selalu berpura-pura agar orang lain mengagumiku. Sebenarnya, tugas itu adalah kesempatan yang diberikan gereja kepadaku untuk melatih diri, dan sama sekali bukan berarti bahwa aku memahami kebenaran atau dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Kemampuanku untuk memahami sangat kurang, ada banyak hal yang tak dapat kupahami dan aku tidak memiliki pengalaman pribadi sedikit pun dalam hal-hal tersebut. Sama sekali tak ada yang istimewa tentang diriku, tetapi aku memandang diriku terlalu tinggi, berpura-pura diriku unggul, seseorang yang memahami kebenaran. Aku terlalu melebih-lebihkan diriku sendiri! Seharusnya aku bersikap rendah hati dan melaksanakan tugasku, bertanya kepada orang lain ketika tidak memahami sesuatu, dan ini adalah hal yang realistis dan masuk akal untuk kulakukan.
Aku membaca satu bagian firman Tuhan yang memberikan beberapa pendekatan praktis. Tuhan berfirman: "Engkau harus mencari kebenaran untuk menyelesaikan setiap masalah yang timbul, apa pun masalahnya, dan sama sekali tidak menyamarkan dirimu atau mengenakan kedok di hadapan orang lain. Kekuranganmu, kelemahanmu, kesalahanmu, watakmu yang rusak—terbukalah sepenuhnya mengenai semua itu, dan bersekutulah tentang semuanya itu. Jangan menyembunyikannya di dalam hati. Belajar untuk membuka dirimu sendiri adalah langkah awal menuju jalan masuk kehidupan, dan inilah rintangan pertama, yang paling sulit untuk diatasi. Begitu engkau berhasil mengatasinya, masuk ke dalam kebenaran menjadi mudah. Apa yang ditunjukkan dari mengambil langkah ini? Ini menunjukkan bahwa engkau sedang membuka hatimu dan menunjukkan semua yang kaumiliki, baik atau buruk, positif atau negatif; menelanjangi dirimu agar dilihat oleh orang lain dan oleh Tuhan; tidak menyembunyikan apa pun dari Tuhan, tidak menutupi apa pun, tidak menyamarkan apa pun, bebas dari kecurangan dan tipu muslihat, dan juga bersikap terbuka serta jujur dengan orang lain. Dengan cara ini, engkau hidup dalam terang, dan bukan saja Tuhan akan memeriksamu, tetapi orang lain akan bisa melihat bahwa engkau bertindak dengan prinsip dan dengan suatu tingkat keterbukaan. Engkau tak perlu menggunakan cara apa pun untuk melindungi reputasi, citra, dan statusmu, engkau juga tak perlu menutupi atau menyamarkan kesalahanmu. Engkau tak perlu terlibat dalam upaya yang sia-sia ini. Jika engkau dapat melepaskan hal-hal ini, engkau akan sangat tenang, engkau akan hidup tanpa kekangan atau rasa sakit, dan akan sepenuhnya hidup dalam terang" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Merenungkan hal ini membantuku menyadari bahwa agar tidak tegang dan bebas dari kecemasan dalam tugasku, langkah pertama adalah belajar untuk terbuka tentang kekuranganku dan berhenti menyembunyikan diriku yang sebenarnya. Aku harus menerapkan kebenaran dan menjadi orang yang jujur. Aku hanyalah manusia rusak yang hampir tidak memahami kebenaran, jadi tentu saja ada banyak masalah yang tak bisa sepenuhnya kupahami. Itu sangat normal. Tidak perlu berpura-pura dan menutupi apa pun demi menjaga citraku sendiri. Bila aku ada pertanyaan, aku harus melepaskan kesombonganku, dan secara terbuka mencari bimbingan dan persekutuan tentang hal itu; inilah satu-satunya cara untuk tidak tegang dalam tugasku. Dengan kesadaran ini, hatiku menjadi terang dan aku mulai berfokus menerapkan dengan cara ini. Jika aku tidak yakin tentang sesuatu, aku secara proaktif bertanya tentang hal itu, dan ketika mengemukakan pendapatku, aku mengatakan apa yang benar-benar kupikirkan dan hanya mempersekutukan apa yang kuketahui. Ketika aku menerapkan dengan cara ini, secara perlahan aku mulai memahami beberapa hal yang tak pernah kupahami sebelumnya, dan mampu menemukan dan memperbaiki kesalahan dalam tugasku. Aku juga mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang kekuranganku. Aku akhirnya sadar bahwa dipandang sebagaimana adanya diriku adalah hal yang baik, bahwa itu membantuku untuk memahami prinsip-prinsip kebenaran dan menemukan kekuranganku sendiri. Aku merasa jauh lebih bebas pada saat ini, dan setelah itu aku mampu melakukan tugasku dengan normal.
Tak lama kemudian, kelompok-kelompok yang menjadi tanggung jawabku memiliki kehidupan bergereja yang sangat baik, dan saudara-saudari mau bersekutu denganku tentang masalah mereka. Namun tanpa sadar, aku mulai kembali berfokus pada apa yang orang pikirkan tentang diriku. Suatu kali di pertemuan rekan sekerja, pemimpinku mengemukakan beberapa masalah yang telah muncul di gereja kami dan menanyakan pendapat kami. Kupikir, "Begitu banyak saudara-saudari di sini, dan jika aku mampu mengemukakan beberapa wawasan yang unik, itu akan memperlihatkan betapa cakapnya diriku." Namun setelah berpikir keras dan lama, aku tetap tak mampu memahaminya. Pada saat itu, pemimpinku menanyakan pendapatku. Aku tergagap cukup lama, lalu hanya memberikan saran yang samar. Tak lama kemudian, dua saudari lainnya mengemukakan pemikiran mereka, dan saran mereka berkebalikan dengan saranku. Yang mereka katakan benar-benar masuk akal, dan pemimpin setuju dengan mereka. Aku langsung merasa kesal, berpikir bahwa aku tak hanya gagal membuat diriku terlihat pandai, aku malah mempermalukan diriku sendiri. Apa yang akan pemimpinku pikirkan tentang diriku? Akankah dia berpikir bahwa aku tak memiliki wawasan tentang hal yang begitu sederhana, bahwa aku sama sekali tidak bertumbuh? Selama beberapa hari selanjutnya, beberapa masalah muncul di setiap kelompok yang menjadi tanggung jawabku. Aku tidak memahaminya, jadi seharusnya aku segera mencari bantuan. Namun kemudian kupikir, jika aku menanyakan semua pertanyaan itu, bukankah aku akan tampak tak mampu dalam pekerjaanku? Bukankah itu akan merusak citra baik yang telah kubangun? Di sisi lain, aku tahu masalah yang belum terselesaikan akan menghambat pekerjaan kami, jadi aku memikirkan strategi darurat: aku akan membagi pertanyaanku dan bertanya kepada orang yang berbeda, sehingga masalah-masalah itu akan terselesaikan tetapi aku takkan terlihat terlalu banyak bertanya dan tak tahu apa pun Saat aku menyembunyikan diriku yang sebenarnya dengan cara ini, keadaanku makin memburuk. Pemikiranku menjadi lebih kabur dan aku mulai bergumul dalam banyak hal. Lalu aku merenung, dan menyadari bahwa karena aku tidak memiliki wawasan tentang beberapa hal yang sebelumnya kumiliki, pasti ada masalah dengan keadaanku. Jadi, aku datang ke hadapan Tuhan dan berdoa, "Ya Tuhan, aku jelas punya masalah, tetapi aku tidak berani bersikap jujur dan terbuka tentang kekuranganku. Aku selalu ingin berpura-pura hebat. Mengapa begitu sulit untuk bertanya jika aku tidak mengerti sesuatu? Bibirku seolah-olah terkunci rapat. Melakukan tugasku dengan cara ini melelahkan. Kumohon bimbing aku untuk mengetahui kerusakanku dan untuk berubah."
Setelah itu aku membaca beberapa bagian dari firman Tuhan yang menyingkapkan keadaanku yang sebenarnya. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Manusia yang rusak pandai menyamarkan diri mereka. Apa pun yang mereka lakukan atau kerusakan apa pun yang mereka singkapkan, mereka selalu harus menyamarkan diri mereka. Jika terjadi kesalahan atau mereka melakukan sesuatu yang salah, mereka ingin menyalahkan orang lain. Mereka menginginkan pujian untuk hal-hal baik bagi diri mereka sendiri, dan menyalahkan orang lain atas hal-hal buruk. Bukankah ada banyak penyamaran diri seperti ini dalam kehidupan nyata? Banyak sekali. Melakukan kesalahan atau menyamarkan diri: yang manakah dari kedua hal ini yang berkaitan dengan watak? Menyamarkan diri adalah masalah watak, itu melibatkan watak yang congkak, kejahatan, dan kelicikan; ini terutama dibenci oleh Tuhan. ... Jika engkau tidak berusaha berpura-pura atau membenarkan dirimu, jika engkau mampu mengakui kesalahanmu, semua orang akan berkata engkau jujur dan bijak. Dan apa yang membuatmu bijak? Semua orang melakukan kesalahan. Semua orang memiliki kelemahan dan kekurangan. Dan sebenarnya, semua orang memiliki watak rusak yang sama. Jangan menganggap dirimu lebih mulia, lebih sempurna, dan lebih baik daripada orang lain; itu berarti bersikap sama sekali tak masuk akal. Setelah engkau memahami tentang watak rusak manusia, serta esensi dan kerusakan manusia yang sebenarnya, engkau tidak akan berusaha menutupi kesalahanmu sendiri, engkau juga tidak akan memanfaatkan kesalahan orang untuk menindas mereka—engkau akan mampu memperlakukan kedua hal ini dengan tepat. Hanya setelah itulah, engkau akan berwawasan luas dan tidak melakukan hal-hal bodoh, yang akan membuatmu menjadi bijak. Orang yang tidak bijak adalah orang bodoh, dan mereka selalu berkutat dengan kesalahan kecil mereka sambil bersikap licik di balik layar. Ini menjijikkan untuk dilihat. Sebenarnya, apa yang sedang kaulakukan itu segera terlihat oleh orang lain, tetapi engkau masih terang-terangan berpura-pura. Bagi orang lain, ini terlihat seperti pertunjukan badut. Bukankah ini bodoh? Benar-benar bodoh. Orang bodoh tidak memiliki hikmat. Sebanyak apa pun khotbah yang mereka dengar, mereka tetap tidak memahami kebenaran atau melihat apa pun sebagaimana adanya. Mereka tak pernah berhenti bersikap congkak, menganggap diri mereka berbeda dari orang lain dan lebih terhormat; ini adalah sikap yang congkak dan merasa diri benar, ini adalah kebodohan. Orang bodoh tidak memiliki pemahaman rohani, bukan? Hal-hal di mana engkau bodoh dan tidak bijak adalah hal-hal di mana engkau tidak memiliki pemahaman rohani, dan tidak dapat dengan mudah memahami kebenaran. Inilah kenyataannya" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Prinsip-Prinsip yang Seharusnya Menuntun Perilaku Orang"). "Watak macam apakah ketika orang selalu menyamarkan diri, selalu menyembunyikan diri mereka yang sebenarnya, selalu berpura-pura agar orang lain menghormati mereka dan tidak dapat melihat kesalahan atau kekurangan mereka, ketika mereka selalu berusaha menampilkan sisi terbaik mereka kepada orang-orang? Ini adalah watak yang congkak, palsu, dan munafik, ini adalah watak Iblis, ini adalah sesuatu yang jahat. Sebagai contoh, lihatlah anggota rezim Iblis: sebanyak apa pun mereka bertengkar, berseteru, atau membunuh di balik layar, tak seorang pun yang diperbolehkan untuk melaporkan atau menyingkapkan mereka. Mereka takut orang akan melihat wajah Iblis mereka, dan mereka melakukan segala yang mereka bisa untuk menutupinya. Di depan umum, mereka berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan diri mereka yang sebenarnya, mengatakan betapa mereka mengasihi rakyat, betapa baik, mulia dan tak bercelanya mereka. Ini adalah natur Iblis. Ciri paling menonjol dari natur Iblis adalah tipu muslihat dan tipu daya. Dan apa tujuan dari tipu muslihat dan tipu daya ini? Untuk menipu orang, untuk menghalangi orang agar tidak melihat esensi dan diri mereka yang sebenarnya, dan dengan cara demikian mencapai tujuan untuk memperlama kekuasaan mereka. Rakyat jelata mungkin tidak memiliki kekuasaan dan status semacam itu, tetapi mereka juga ingin membuat orang lain memiliki pandangan yang baik tentang diri mereka, ingin orang memiliki penilaian yang tinggi terhadap mereka, dan ingin status mereka tinggi di hati orang lain. Ini adalah watak yang rusak, dan jika orang tidak memahami kebenaran, mereka tidak mampu mengenali hal ini. Watak yang rusak adalah yang paling sulit untuk dikenali; mengenali kesalahan dan kekuranganmu sendiri itu mudah, tetapi mengenali watak rusakmu sendiri tidaklah mudah. Orang-orang yang tidak mengenal diri mereka sendiri tidak pernah membicarakan keadaan mereka yang rusak—mereka selalu berpikir bahwa mereka baik. Dan tanpa disadari, mereka mulai pamer: 'Selama bertahun-tahun aku beriman, aku telah mengalami begitu banyak penganiayaan dan menderita begitu banyak kesukaran. Tahukah kalian bagaimana aku mengatasi semua itu?' Apakah ini watak yang congkak? Apa motivasi di balik upaya mereka untuk memamerkan diri? (Untuk membuat orang-orang menghormati mereka.) Apa motif mereka membuat orang-orang menghormati mereka? (Agar memiliki status di benak orang-orang ini.) Jika engkau memiliki status di benak orang lain, maka ketika mereka berada bersamamu, mereka menghormatimu, dan terutama bersikap sopan ketika mereka berbicara kepadamu. Mereka selalu mengagumimu, mereka selalu memprioritaskan dirimu dalam segala hal, mereka memberi jalan kepadamu, mereka menyanjung dan mematuhimu. Dalam segala hal, mereka mencarimu dan membiarkanmu mengambil keputusan. Dan engkau merasakan kenikmatan dari hal ini—engkau merasa dirimu lebih kuat dan lebih baik daripada orang lain. Semua orang menyukai perasaan ini. Ini adalah perasaan memiliki status di hati orang lain; orang ingin menikmati ini. Inilah sebabnya orang bersaing untuk mendapatkan status, dan semua orang ingin memiliki status di hati orang lain, ingin dihargai dan dipuja oleh orang lain. Jika mereka tidak dapat memperoleh kenikmatan seperti itu darinya, mereka tidak akan mengejar status" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Prinsip-Prinsip yang Seharusnya Menuntun Perilaku Orang"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku bisa melihat bahwa di antara berpura-pura dan melakukan kesalahan, berpura-pura jauh lebih buruk di antara keduanya. Tak seorang pun yang sempurna, jadi menghadapi masalah dan melakukan kesalahan dalam tugasmu adalah sama sekali normal. Namun, apa yang ada di balik kepura-puraan adalah watak Iblis yang congkak, licik, dan jahat. Selalu menyembunyikan ketidaksempurnaan dan kekuranganmu, dan hanya mengizinkan orang melihat sisi baikmu agar mereka menghormati dan mengagumimu adalah hal yang jauh lebih dibenci oleh Tuhan. Orang yang benar-benar bijak dapat menghadapi kekurangan mereka dengan baik, melengkapi diri mereka dengan kebenaran dan memperbaiki kekurangan mereka. Dengan begitu, mereka bisa bertumbuh. Namun, orang bebal yang bodoh yang tidak punya kesadaran diri tidak pernah bisa menerima kekurangan mereka sendiri, dan mereka bahkan menyembunyikan diri mereka yang sebenarnya, yang berarti beberapa masalah tidak pernah terselesaikan dan mereka tidak pernah bertumbuh dalam hidup. Mengingat kembali perilakuku, aku sadar bahwa aku adalah salah satu dari orang bodoh yang congkak yang disingkapkan oleh Tuhan. Ketika aku mulai mendapatkan sedikit hasil dalam tugasku, aku merasa sepertinya aku tidaklah seburuk itu, dan aku mampu melakukan pekerjaanku sebagai pemimpin tim. Ditambah lagi, aku juga mampu menyelesaikan masalah. Untuk alasan ini, aku benar-benar meninggikan diri dan menilai diriku terlalu tinggi. Akibatnya, ketika menemukan hal-hal yang aku tidak tahu cara menanganinya, aku berhati-hati dan ragu-ragu, khawatir aku akan mengatakan hal yang keliru dan merusak citraku yang baik. Lalu, kuputuskan untuk lebih sedikit berpendapat dan mengajukan lebih sedikit pertanyaan. Bahkan ketika aku mencari bantuan, aku akan memilih pertanyaan yang lebih sulit untuk menunjukkan kemampuanku, tidak ingin semua orang melihat kekuranganku. Aku bahkan melakukan tindakan licik dengan membagi pertanyaan di antara orang-orang agar mereka tidak bisa mengetahui diriku yang sebenarnya. Aku benar-benar congkak dan licik tanpa kesadaran diri sedikit pun, berpura-pura dengan berbagai cara agar orang selalu menghormatiku. Aku sangat bodoh, menjijikkan bagi Tuhan dan memuakkan bagi orang lain. Aku menyembunyikan kekuranganku untuk melindungi reputasi dan statusku, mengakibatkan masalah dalam tugasku menjadi tak terselesaikan. Aku sedang menunda pekerjaan gereja. Apa yang sebenarnya kupikirkan? Aku begitu hina dan jahat. Aku bisa mempertahankan kedudukanku untuk jangka pendek dengan berpura-pura, tetapi Tuhan memeriksa segalanya, dan cepat atau lambat, aku pasti akan tersingkap dan disingkirkan oleh Tuhan karena menipu-Nya dan karena menunda pekerjaan gereja. Terpikir olehku betapa antikristus sangat menghargai status, bahkan tega mengorbankan kepentingan gereja demi status mereka sendiri. Apa perbedaan antara watak dan sudut pandangku terhadap pengejaran, dengan watak dan sudut pandang antikristus? Apakah status ada manfaatnya bagiku? Itu membuatku tidak mau mengakui atau menghadapi kekuranganku, dan aku kehilangan nalarku. Aku tidak mau mencari ketika aku menghadapi masalah, aku malah berpura-pura dan menjadi makin licik. Akibatnya aku akan berakhir di jalan antikristus, dibenci dan disingkirkan oleh Tuhan. Itu akan merugikan pekerjaan gereja dan menghancurkanku. Pada saat itu aku sadar betapa berbahayanya menempuh jalan itu. Itu adalah peringatan bahwa aku tidak boleh lagi melakukan tugasku dengan cara seperti itu.
Aku membaca lebih banyak firman Tuhan yang di dalamnya terdapat jalan penerapan, dan itu bahkan lebih membebaskan bagiku. Tuhan berfirman: "Beberapa orang dipromosikan dan dibina oleh gereja menerima kesempatan yang baik untuk dilatih. Ini adalah sesuatu yang baik. Dapat dikatakan bahwa mereka telah ditinggikan dan dianugerahi kasih karunia oleh Tuhan. Lalu, bagaimana seharusnya mereka melaksanakan tugas mereka? Prinsip pertama yang harus mereka patuhi adalah memahami kebenaran. Jika mereka tidak memahami kebenaran, mereka harus mencari kebenaran, dan jika setelah mencari, mereka tetap tidak memahami kebenaran, mereka dapat menemukan seseorang yang benar-benar memahami kebenaran untuk diajak bersekutu dan mencari, yang akan membuat pemecahan masalah menjadi lebih cepat dan tepat waktu. Jika engkau hanya berfokus menghabiskan lebih banyak waktu membaca firman Tuhan sendiri, dan menghabiskan lebih banyak waktu merenungkan firman ini untuk mencapai pemahaman tentang kebenaran dan memecahkan masalah, ini terlalu lambat; seperti kata pepatah, 'Air yang jauh tidak akan memuaskan dahaga yang mendesak.' Jika, dalam hal kebenaran, engkau ingin mengalami kemajuan yang cepat, engkau harus belajar bagaimana bekerja secara harmonis dengan orang lain, dan mengajukan lebih banyak pertanyaan, dan mencari lebih banyak. Hanya dengan melakukannya, hidupmu akan bertumbuh dengan cepat, dan engkau akan dapat menyelesaikan masalah tepat waktu, juga tanpa penundaan. Karena engkau baru saja dipromosikan dan masih dalam masa percobaan, dan tidak benar-benar memahami kebenaran atau memiliki kenyataan kebenaran—karena engkau masih kurang memiliki tingkat pertumbuhan ini—jangan mengira karena engkau dipromosikan, itu berarti engkau memiliki kenyataan kebenaran; itu tidak benar. Hanya karena engkau merasa terbeban terhadap pekerjaan itu dan memiliki kualitas seorang pemimpin, maka engkau dipilih untuk dipromosikan dan dibina. Engkau harus memiliki nalar ini" (Firman, Vol. 5, Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja, "Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja (5)"). Aku merenungkan hal ini dan memahami bahwa gereja mempromosikan dan membina orang adalah untuk memberi mereka kesempatan untuk melakukan penerapan. Sama sekali bukan berarti mereka memahami kebenaran, mampu menyelesaikan masalah apapun, atau layak untuk dipakai Tuhan. Sepanjang penerapan mereka, mereka akan menghadapi berbagai macam masalah nyata, dan jika mereka terus mencari dan bersekutu, secara perlahan mereka akan mulai memahami berbagai aspek dari prinsip. Pada titik ini, mereka akan mampu memecahkan masalah dan melakukan tugasnya dengan baik. Aku tahu aku harus menghadapi kekuranganku dengan benar dan mengenal diriku sendiri, mencari lebih banyak kebenaran, lebih banyak berdiskusi dan bersekutu dengan orang lain ketika masalah muncul, dan melakukan yang terbaik. Maka, sekalipun suatu hari menjadi jelas bahwa kualitasku memang tidak memadai, bahwa aku tak mampu melakukan pekerjaan ini, maka setidaknya hati nuraniku selalu bersih. Setelah merenungkan hal itu, aku benar-benar merasa lega. Aku tak boleh terus berpura-pura, sebaliknya aku harus jujur dan langsung menghadapi kekurangan dan kelemahanku.
Dalam diskusi tim kami setelah itu, aku dengan jujur membagikan pendapatku sendiri. Pada awalnya aku sedikit ragu, khawatir mengatakan hal yang salah dan terlihat memiliki pemahaman yang dangkal dan kualitas yang buruk. Khususnya ketika ada masalah yang tak dapat kupahami sepenuhnya, pendapat yang kukemukakan tidak terlalu jelas, dan setelah selesai berbicara jantungku akan mulai berdegup kencang, bertanya-tanya apakah semua orang akan melihat diriku yang sebenarnya. Namun kemudian, aku akan mengingatkan diriku sendiri bahwa inilah levelku yang sebenarnya, dan tidak masalah jika mereka memandang rendah diriku. Yang penting adalah menjadi orang jujur di hadapan Tuhan, dan tugasku adalah mengungkapkan pemikiranku dan berpartisipasi dalam diskusi. Itulah satu-satunya cara hidup yang damai. Setelah itu, jika ada pertanyaan dalam tugasku, aku berinisiatif meminta pendapat orang lain. Sesekali aku masih khawatir dipandang rendah, tetapi ketika sadar bahwa menyembunyikan kekuranganku demi melindungi harga diriku mungkin akan merugikan pekerjaan gereja, aku pun berupaya untuk berpaling dari dorongan itu dan mencari pertolongan. Ketika aku melakukan seperti itu, aku mulai memahami hal-hal yang belum pernah kupahami sebelumnya dan aku merasa lebih tenang, lebih damai. Terkadang, saudara-saudariku memiliki pemahaman yang lebih akurat daripada diriku, dan aku mulai bertanya-tanya apakah semua orang berpikir aku tidak mampu memahaminya. Namun aku paham, itu bukan cara pandang yang benar. Aku harus belajar dari kekuatan orang lain untuk mengimbangi kelemahanku. Bukankah itu suatu karunia? Aku tidak merasa bingung ketika memikirkannya seperti itu, dan seiring waktu aku mulai merasa makin bebas. Aku bersyukur atas bimbingan Tuhan yang membuatku mengalami betapa bebasnya bersikap jujur itu, dan sekarang aku memiliki iman yang lebih besar untuk menerapkan firman Tuhan.
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.