Perenungan Setelah Memuja Manusia Secara Membabi Buta
Ketika aku menjadi pemimpin di sebuah gereja pada tahun 2019, aku bertemu dengan beberapa pemimpin tingkat atas. Ketika mempersekutukan kebenaran dan menangani masalah, mereka memahami inti dari masalah, bersekutu dan menganalisis segala sesuatu mulai dari permukaan, kemudian sampai mendalam, dengan cara yang teratur. Aku merasa mendapat manfaat dari mendengarkannya. Menurutku, mereka memiliki pandangan yang mendalam tentang segala sesuatu dan memiliki kenyataan kebenaran. Dengan pengalaman hidupku yang terbatas, dengan orang-orang semacam itu yang membimbingku, aku pasti akan mengalami kemajuan yang cepat dan memahami lebih banyak kebenaran, dan keselamatanku akan terjamin. Setelah itu, apa pun masalah atau kesulitan yang kuhadapi dalam pekerjaanku, hal pertama yang kulakukan adalah menulis surat kepada mereka, meminta bantuan. Jawaban mereka terperinci dan bimbingan mereka mengandung arahan, memberikan solusi untuk masalahku. Aku makin menghormati dan mengandalkan mereka. Seiring waktu, aku mencari mereka untuk membantuku menyelesaikan setiap masalah, baik besar maupun kecil, bahkan urusan umum. Setiap kali dalam keadaan negatif, aku tak berfokus membaca firman Tuhan dan mencari kebenaran, atau bersekutu dengan saudari yang bekerja sama denganku, tapi aku menunggu pertemuan dengan para pemimpin itu untuk menyelesaikannya. Ketika mereka bersekutu dalam pertemuan, aku mendengarkan dengan saksama dan dengan sungguh-sungguh mencatat, takut melewatkan sesuatu. Dalam pertemuan, mereka sering menunjukkan dan menganalisis masalah kami, dan selalu langsung mengkritik jika kami membantah dan membenarkan diri sendiri ketika sedang ditangani. Terkadang, ketika aku menyingkapkan kerusakan tertentu yang tak kusadari, mereka mampu menunjukkan motif yang tersembunyi di balik itu dan menganalisis natur tindakanku. Ini memperkuat perasaanku bahwa mereka memahami kebenaran dan memiliki kenyataannya, jadi aku makin menghormati dan mengagumi mereka. Namun, setelah mengenal mereka selama beberapa waktu, aku menyadari ketika mereka menyelesaikan masalah, mereka hanya menunjukkan watak rusak yang kami singkapkan, tapi hampir tak pernah mempersekutukan kerusakan yang mereka singkapkan atau pengalaman nyata mereka. Kebanyakan mereka hanya membicarakan jalan masuk positif mereka sendiri, seolah-olah mereka tak memiliki kerusakan apa pun dan benar-benar mampu menerapkan kebenaran. Aku merasa mereka tampaknya berfokus pada pekerjaan sepenuhnya dan tak memiliki jalan masuk kehidupan apa pun, tapi kemudian kupikir, mereka mampu melihat masalah orang lain dan membimbing pekerjaan kami, jadi bukankah itu semacam jalan masuk kehidupan dan kenyataan? Jadi, aku terus mengagumi, memuja mereka, dan bahkan meniru cara kerja mereka. Ketika aku melihat masalah dalam tugas saudara-saudari, atau watak rusak yang mereka singkapkan, sama seperti para pemimpin itu, aku tanpa henti menyingkapkan dan menangani mereka. Akibatnya, beberapa dari mereka tenggelam dalam kenegatifan dan menjadi takut kepadaku; mereka terkekang olehku. Aku terlalu mengagumi mereka, jadi ketika menghadapi masalah, aku tak bersandar pada Tuhan dan mencari kebenaran, tapi mencari mereka untuk menyelesaikannya. Perlahan-lahan, aku merasa pemikiranku makin kabur dan merasa makin tak jelas tentang segala sesuatu. Menghadapi keadaan dan masalah saudara-saudari dalam pekerjaan, aku tak mampu memahaminya. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan terhadap masalah yang dahulu mampu kuselesaikan. Aku tak mampu merasakan pekerjaan Roh Kudus, dan menjadi makin linglung, tapi aku tetap tak merenungkan diriku sendiri.
Suatu hari pada bulan April, tiba-tiba aku mendengar kedua pemimpin itu telah mengakui kesalahan dan mengundurkan diri, mereka telah disingkapkan sebagai pemimpin palsu, orang yang tidak mencari kebenaran. Aku sama sekali tak memercayainya. Selama beberapa hari, aku terus bertanya-tanya bagaimana mereka bisa mengakui kesalahan dan mengundurkan diri. Mereka memahami begitu banyak dan cakap dalam bekerja. Mereka disingkapkan sebagai orang yang tidak mencari kebenaran dan aku tak sebanding dengan mereka, jadi mungkinkah aku melaksanakan tugasku dengan baik dan diselamatkan oleh Tuhan jika aku terus menerapkan imanku seperti itu? Aku sangat sedih pada waktu itu.. Aku bahkan berpikir untuk mengakui kesalahan dan mengundurkan diri. Namun, aku bisa melihat dengan sangat jelas bahwa aku tak berada dalam keadaan yang benar. Aku bertanya dalam hati, apakah imanku adalah kepada Tuhan, atau kepada manusia. Mengapa pengunduran diri beberapa pemimpin tingkat atas itu sangat memengaruhiku, bahkan sampai aku merasa tak punya harapan untuk diselamatkan oleh Tuhan? Kusadar aku percaya Tuhan, tapi menyembah orang dan tak punya tempat untuk Tuhan di hatiku, bahwa aku dalam keadaan berbahaya. Merasa takut, aku segera berdoa, memohon Tuhan membimbingku untuk mengetahui kerusakanku sendiri. Keesokan harinya, aku membaca bagian ini dalam firman Tuhan: "Sebaiknya orang-orang yang mengklaim dirinya mengikuti Tuhan itu membuka matanya dan melihat baik-baik, siapa yang sesungguhnya mereka percayai: benarkah Tuhan yang engkau percayai, ataukah Iblis? Jika engkau tahu bahwa yang engkau percayai bukanlah Tuhan melainkan berhalamu, sebaiknya engkau tidak mengklaim dirimu sebagai orang percaya. Jika engkau benar-benar tidak tahu siapa yang engkau percayai, sekali lagi, sebaiknya engkau tidak mengklaim dirimu sebagai orang percaya. Mengaku-aku dirimu orang percaya adalah penghujatan! Tak seorang pun yang memaksamu untuk percaya kepada Tuhan. Jangan katakan engkau semua percaya kepada-Ku; Aku sudah muak mendengar perkataan seperti itu, dan tidak ingin mendengarnya lagi, karena yang engkau semua percayai adalah berhala-berhala di dalam hatimu dan para perundung lokal yang ada di antaramu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Peringatan Bagi Orang yang Tidak Melakukan Kebenaran"). Firman Tuhan sangat menyentuhku, terutama kalimat, "itu membuka matanya dan melihat baik-baik, siapa yang sesungguhnya mereka percayai." Itu terasa sangat tajam bagiku—aku merasa Tuhan sedang menyingkapkanku. Mengingat kembali semua interaksiku dengan para pemimpin itu, melihat mereka jelas dan sistematis dengan cara mereka menyelesaikan segala sesuatu dan teratur dalam perkataan mereka, aku merasa mereka memahami kebenaran dan memiliki kenyataan kebenaran, dan jika aku lebih banyak bersekutu dengan mereka aku pasti bertumbuh lebih cepat dalam hidup dan keselamatanku akan terjamin. Jadi, apa pun masalah atau kesulitan yang kuhadapi, bukannya bersandar pada Tuhan dan mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah, aku selalu mencari dan bersandar pada mereka, dan melakukan apa pun yang mereka katakan. Di hatiku, mereka sudah menjadi idolaku, sokoguruku. Kini setelah mereka mengakui kesalahan dan mengundurkan diri, aku merasa tanpa arah, tanpa jalan dalam tugasku. Kemudian akhirnya aku sadar, selama ini aku telah mencari dan bersandar pada manusia, bukan Tuhan. Di luarnya, aku percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugas, dan berdoa kepada Tuhan setiap hari, tapi tak ada tempat bagi Tuhan di hatiku. Aku selalu mencari manusia dan mendengarkan mereka ketika menghadapi masalah. Aku jelas percaya kepada menausia, tapi tetap berkata aku percaya kepada Tuhan. Aku menipu Tuhan, menghujat Dia! Aku teringat perkataan dari Tuhan ini: "Orang yang percaya kepada Tuhan harus menaati Tuhan dan menyembah-Nya. Jangan meninggikan atau memuja orang lain; Jangan menempatkan Tuhan di urutan pertama, orang yang kaupuja di urutan kedua, dan dirimu sendiri di urutan ketiga. Tak seorang pun boleh memiliki tempat di hatimu, dan engkau tidak boleh menganggap orang—terutama mereka yang kauhormati—sejajar dengan Tuhan, atau setara dengan-Nya. Ini tidak bisa ditoleransi oleh Tuhan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Sepuluh Ketetapan Administratif yang Harus Ditaati Umat Pilihan Tuhan pada Zaman Kerajaan"). Aku benar-benar merasa bahwa watak Tuhan yang benar tak boleh disinggung. Tuhan memberitahu kita dengan jelas bahwa dalam iman kita, kita harus menyembah Tuhan dan menghormati Dia. Kita harus bersandar pada Tuhan dan menghormati Tuhan, bukan menghormati manusia. Dia sama sekali takkan mengizinkan siapa pun memuja dan mengikuti orang dengan kedok beriman kepada-Nya. Itu sesuatu yang menyinggung watak Tuhan, yang takkan Dia toleransi. Selama beberapa waktu, aku banyak berdoa kepada Tuhan, dan merenungkan mengapa aku sangat mengagumi kedua pemimpin itu. Aku membaca beberapa firman Tuhan yang sedikit membantuku memahami masalah ini. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Apa yang engkau kagumi bukanlah kerendahhatian Kristus, melainkan gembala-gembala palsu yang berkedudukan menonjol. Engkau tidak memuja keindahan ataupun hikmat Kristus, melainkan memuja orang-orang cabul yang bersekutu dengan dunia yang keji. Engkau menertawakan penderitaan Kristus yang tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya, tetapi mengagumi mayat-mayat yang berburu persembahan dan hidup dalam pesta pora. Engkau tidak bersedia menderita bersama Kristus, tetapi dengan senang hati pergi ke pelukan para antikristus yang sembrono itu, meskipun mereka hanya memberimu daging, kata-kata, dan kendali. Bahkan sekarang pun, hatimu masih mengarah kepada mereka, pada reputasi mereka, status mereka, dan pengaruh mereka. Dan lagi engkau terus memiliki sikap yang menganggap pekerjaan Kristus terlalu berat untuk diterima dan engkau tidak bersedia menerimanya. Inilah mengapa Aku berkata bahwa engkau tidak memiliki iman untuk mengakui Kristus. Alasanmu mengikut Dia sampai hari ini hanyalah karena engkau tidak punya pilihan lain. Di dalam hatimu, selamanya menjulang banyak gambaran mulia; engkau tidak dapat melupakan setiap kata dan perbuatan mereka, juga perkataan serta tangan mereka yang berpengaruh. Di dalam hatimu, mereka selamanya agung dan selamanya pahlawan. Namun tidaklah demikian bagi Kristus zaman sekarang. Di dalam hatimu, Dia selamanya tidak penting, dan selamanya tidak layak untuk dihormati. Karena Dia terlalu biasa, pengaruhnya terlalu kecil, dan jauh dari mulia" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Apakah Engkau Benar-benar Orang yang Percaya kepada Tuhan?"). "Setinggi apa pun tingkat seorang pemimpin atau pekerja, jika engkau memuja mereka karena mereka memahami sedikit kebenaran dan memiliki beberapa karunia, dan engkau yakin bahwa mereka memiliki kenyataan kebenaran, dan dapat membantumu, dan jika engkau menghormati dan bergantung pada mereka dalam segala hal, dan berusaha memperoleh keselamatan melalui hal ini, ini berarti engkau bodoh dan dungu, dan pada akhirnya, semuanya ini akan sia-sia, karena titik awalnya pada dasarnya salah. Sebanyak apa pun kebenaran yang orang pahami, tak seorang pun mampu menggantikan Kristus, dan betapapun berbakatnya mereka, ini bukan berarti mereka memiliki kebenaran—dan karena itu mereka yang memuja, menghormati, dan mengikut manusia pada akhirnya akan disingkirkan, mereka semua akan dihukum. Jika orang percaya kepada Tuhan, mereka hanya boleh menghormati dan mengikut Tuhan. Apa pun kedudukan mereka dalam kepemimpinan, pemimpin dan pekerja tetaplah orang biasa. Jika engkau memandang mereka sebagai atasan langsungmu, jika engkau merasa bahwa mereka lebih tinggi darimu, bahwa mereka lebih hebat atau lebih cakap daripada dirimu, dan bahwa mereka seharusnya memimpinmu, bahwa mereka terlihat lebih unggul dalam segala sesuatu bila dibandingkan dengan orang lain, itu keliru—itu adalah khayalanmu. Dan apa akibat dari khayalan ini? Ini akan membuatmu secara tidak sadar mengukur pemimpinmu dengan menggunakan persyaratan yang tidak realistis, dan engkau tak akan mampu memperlakukan masalah dan kekurangan yang mereka miliki dengan benar; pada saat yang sama, tanpa kausadari, engkau juga akan sangat tertarik pada apa yang disebut gaya khas, karunia dan bakat mereka, sedemikian rupa sehingga sebelum engkau menyadarinya, engkau memuja mereka, dan mereka telah menjadi Tuhanmu. Jalan itu, dari sejak mereka mulai menjadi panutanmu, objek pemujaanmu, sampai saat engkau menjadi salah satu pengikut mereka, adalah jalan yang akan membuatmu secara tidak sadar menjauh dari Tuhan. Dan bahkan saat engkau secara berangsur-angsur menjauh dari Tuhan, engkau masih akan yakin bahwa engkau sedang mengikuti Tuhan, berada di rumah Tuhan, dan berada di hadirat Tuhan. Namun sebenarnya, engkau telah ditarik menjauh oleh kaki tangan Iblis, oleh antikristus, dan engkau bahkan tidak akan merasakannya—dan ini adalah keadaan yang sangat berbahaya. Untuk menyelesaikan masalah ini, di satu sisi, engkau harus mampu mengenali natur dan esensi antikristus, mampu mengetahui wajah buruk antikristus yang sebenarnya yang membenci kebenaran dan menentang Tuhan; selain itu, engkau juga harus mampu mengenali teknik yang lazim antikristus gunakan untuk menipu dan menjerat orang, serta cara mereka melakukan segala sesuatu. Di sisi lain, engkau harus mengejar pengenalan akan watak dan esensi Tuhan, engkau harus mengerti dengan jelas bahwa hanya Kristuslah jalan, kebenaran, dan hidup, dan memuja manusia mana pun akan mendatangkan malapetaka dan kemalangan atas dirimu. Engkau harus percaya bahwa hanya Kristus yang mampu menyelamatkan manusia, dan engkau harus mengikuti dan menaati Kristus dengan iman yang mutlak. Hanya inilah jalan yang benar dari keberadaan manusia. Beberapa orang mungkin berkata: 'Yah, aku memang punya alasan untuk memuja para pemimpin—dalam hatiku, aku tentu saja memuja siapa pun yang berbakat, aku memuja pemimpin mana pun yang sejalan dengan gagasanku.' Mengapa engkau bersikeras memuja manusia meskipun engkau percaya kepada Tuhan? Pada akhirnya, siapakah yang akan menyelamatkanmu? Siapakah yang benar-benar mengasihimu dan melindungimu—tidak dapatkah engkau benar-benar menyadarinya? Jika engkau mengikut Tuhan, engkau harus mendengarkan firman-Nya, dan jika seseorang berbicara dan bertindak dengan benar, dan itu sesuai dengan prinsip kebenaran, apakah menaati kebenaran tidak baik? Mengapa engkau begitu hina? Mengapa engkau bersikeras mencari seseorang yang kaupuja untuk diikuti? Mengapa engkau suka menjadi budak Iblis? Mengapa tidak menjadi hamba kebenaran saja? Ini memperlihatkan apakah seseorang memiliki nalar dan martabat atau tidak" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Enam). Ketika membaca bagian ini, aku merasa aku budak Iblis, seperti yang Tuhan gambarkan. Aku suka memuja dan mengikuti manusia. Aku mengagumi mereka yang memiliki status dan karunia, yang fasih bicara. Melihat para pemimpin tingkat atas itu memahami inti dari masalah saat mempersekutukan kebenaran dan menyelesaikan masalah, ditambah melihat persekutuan mereka jelas dan teratur, aku tertarik dengan bakat dan kemampuan kerja mereka. Aku merasa mereka memahami kebenaran dan memiliki kenyataan kebenaran, jadi aku memuja dan mengandalkan mereka secara membabi buta. Kupikir dengan mereka yang memimpinku, aku bisa memahami kebenaran dan melakukan pekerjaanku dengan baik, aku akan bertumbuh dengan cepat dalam hidup dan memiliki harapan untuk diselamatkan, dan tanpa bantuan dan bimbingan mereka, harapanku untuk diselamatkan akan sangat kecil. Aku sangat bingung, sangat buta! Tuhan adalah sumber kebenaran. Hanya Tuhan yang mampu memberikan kebenaran kepada manusia, menyelesaikan semua masalah dan kesulitan kita, dan menyelamatkan kita dari kekuatan Iblis. Setinggi apa pun status seseorang, karunia atau kemampuan apa pun yang mereka miliki, mereka tetap orang yang dirusak oleh Iblis dan kita tak boleh bersandar atau memuja mereka. Bahkan sebagai orang percaya, Tuhan tak memiliki tempat di hatiku. Menghadapi masalah, aku tak pernah mengandalkan Tuhan atau mencari kebenaran, tapi menunggu orang-orang itu datang untuk menyelesaikannya. Bukankah itu bodoh? Para pemimpin tersebut memiliki wawasan tentang beberapa masalah dan mampu menjelaskan pemahaman mereka, tapi semua ini adalah apa yang mereka pahami dari firman Tuhan. Selain itu, betapapun berbakat atau fasihnya mereka, mereka hanyalah manusia yang rusak dan sama sekali tak memiliki kebenaran. Mereka juga harus menerima penghakiman dan hajaran Tuhan, dan membutuhkan keselamatan Tuhan. Namun, aku memuja dan menghormati mereka. Aku bahkan ingin mengandalkan mereka di jalan imanku menuju keselamatan. Aku benar-benar bodoh. Melihat ini menakutkan bagiku. Aku tak pernah menyangka akan berhenti mencari kebenaran dan secara membabi buta memuja manusia, dan menghormati seseorang di hatiku lebih daripada Tuhan. Aku telah menjauhkan diriku dari Tuhan dan mengkhianati-Nya—aku berada di jalan yang menentang Tuhan! Pemikiran ini memenuhiku dengan rasa bersalah dan penyesalan, dan aku mau bertobat kepada Tuhan.
Kemudian, aku mengetahui alasan pengunduran diri kedua pemimpin tingkat atas itu. Salah satunya mengejar reputasi dan status, dan selalu ingin pamer dan dikagumi dalam pekerjaannya. Ketika tak ada hasil dalam pekerjaannya, dia menjadi sedih dan mengendur. Saudara-saudari berusaha bersekutu dan membantunya berkali-kali, tapi dia tak berubah. Akhirnya, dia tak mampu menyelesaikan pekerjaan nyata, jadi dia berhenti. Yang satunya menghadapi hambatan dari keluarganya dan mengeluh tentang sulitnya percaya kepada Tuhan, jadi dia melepaskan tugasnya dan pulang ke rumah untuk tinggal bersama keluarganya. Aku terkejut mendengarnya. Mereka biasanya terdengar muluk-muluk dalam persekutuan mereka di pertemuan dan fasih dalam menyelesaikan masalah orang lain, jadi bagaimana mereka bisa goyah ketika mereka sendiri menghadapi masalah yang sama? Mengapa mereka tak mampu menerapkan kebenaran? Dahulu kupikir mereka mampu menerapkan kebenaran, memiliki kenyataan kebenaran, tapi akhirnya aku sadar, mereka sama sekali tak memiliki kenyataan kebenaran. Mereka mengeluh dan melepaskan tugas mereka ketika sesuatu membahayakan kepentingan mereka. Mereka sama sekali tak mengejar kebenaran. Citra baik yang kumiliki tentang mereka di hatiku runtuh dalam sekejap.
Kemudian, aku membaca beberapa firman Tuhan tentang masalah ini. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Menjunjung tinggi firman Tuhan dan mampu menjelaskannya secara gamblang bukan berarti engkau memiliki realitas; segala sesuatu tidak sesederhana yang engkau bayangkan. Entah engkau memiliki realitas atau tidak bukan didasarkan pada apa yang engkau ucapkan, melainkan pada apa yang engkau hidupi. Hanya ketika firman Tuhan menjadi hidupmu dan ungkapan alamimu, barulah engkau disebut memiliki realitas, dan hanya dengan demikianlah engkau dianggap memiliki pemahaman sejati dan tingkat pertumbuhan yang nyata. Engkau harus mampu menanggung pemeriksaan untuk jangka waktu panjang, dan engkau harus dapat hidup dalam keserupaan yang Tuhan kehendaki. Itu bukan semata-mata tentang bersikap, melainkan harus mengalir secara alami dari dalam dirimu. Hanya dengan demikian, engkau akan benar-benar memiliki realitas, dan baru kemudian engkau akan memperoleh kehidupan. ... Seberapa pun ganasnya angin dan ombak, jika engkau dapat tetap bertahan tanpa mengizinkan sedikit pun keraguan memasuki pikiranmu, serta dapat berdiri teguh dan tetap tidak menyangkal bahkan ketika tidak ada orang lain yang tersisa, maka engkau bisa dianggap memiliki pemahaman yang benar dan benar-benar memiliki realitas" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Melakukan Kebenaranlah yang Berarti Memiliki Realitas"). "Laskar kerajaan yang baik bukan dilatih untuk menjadi sekelompok orang yang hanya mampu berbicara tentang realitas atau membual; sebaliknya, mereka dilatih untuk hidup dalam firman Tuhan setiap saat, pantang menyerah apa pun kemunduran yang mereka hadapi, dan selalu hidup sesuai dengan firman Tuhan serta tidak kembali kepada dunia. Inilah realitas yang Tuhan maksudkan; inilah tuntutan Tuhan terhadap manusia. Oleh karena itu, jangan memandang realitas yang diucapkan oleh Tuhan itu terlalu sederhana. Sekadar mengalami pencerahan Roh Kudus tidak sama artinya dengan memiliki realitas. Ini bukanlah tingkat pertumbuhan manusia—ini adalah anugerah Tuhan, dan manusia tidak memiliki sumbangsih di dalamnya. Setiap orang harus menanggung penderitaan Petrus, dan bahkan lebih lagi, memiliki kemuliaan Petrus, yang harus mereka hidupi setelah mereka memperoleh pekerjaan Tuhan. Hanya ini yang bisa disebut realitas" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Melakukan Kebenaranlah yang Berarti Memiliki Realitas"). "Apakah pengetahuan yang engkau bicarakan sesuai dengan kebenaran sangat bergantung pada apakah engkau memiliki pengalaman praktis tentang itu. Jika ada kebenaran dalam pengalamanmu, pengetahuanmu akan praktis dan berharga. Melalui pengalamanmu, engkau juga dapat memperoleh kearifan dan wawasan, memperdalam pengetahuanmu, dan meningkatkan kebijaksanaan dan akal sehatmu dalam cara engkau harus berperilaku. Pengetahuan yang diungkapkan oleh orang yang tidak memiliki kebenaran adalah doktrin, setinggi apa pun pengetahuan tersebut. Orang seperti ini mungkin sangat cerdas ketika menyangkut masalah daging tetapi tidak mampu membedakan ketika menyangkut masalah rohani. Ini karena orang seperti ini tidak memiliki pengalaman sama sekali dalam hal-hal rohani. Mereka adalah orang-orang yang tidak tercerahkan dalam hal-hal rohani dan tidak memahami perkara-perkara rohani. Apa pun pengetahuan yang engkau bicarakan, selama itu adalah keberadaanmu, maka itu adalah pengalaman pribadimu, pengetahuanmu yang sebenarnya. Hal-hal yang dibicarakan oleh mereka yang hanya menyampaikan doktrin—yaitu mereka yang tidak memiliki kebenaran atau kenyataan—dapat juga dikatakan sebagai keberadaan mereka, karena doktrin mereka didapatkan hanya dari renungan yang mendalam dan merupakan hasil dari pertimbangan mereka yang mendalam. Akan tetapi, itu hanyalah doktrin, itu tak lebih dari imajinasi!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan Tuhan dan Pekerjaan Manusia").
Membaca firman Tuhan menyadarkanku. Aku sangat mengagumi kedua pemimpin itu karena aku tak memahami apa arti doktrin dan apa arti kenyataan. Melihat betapa muluknya persekutuan mereka dalam pertemuan, dan mampu menyingkapkan dan menganalisis kerusakan orang lain, aku mengira mereka memiliki kenyataan kebenaran. Namun kemudian, dari firman Tuhan aku memahami bahwa mempersekutukan pemahaman tentang firman Tuhan dan menganalisis beberapa masalah bukan berarti memiliki kenyataan kebenaran. Memiliki kenyataan adalah tentang orang-orang yang membaca firman Tuhan, kemudian menerimanya dan menerapkannya, mampu tunduk kepada Tuhan apa pun ujian yang mereka hadapi, dan memiliki kesaksian dari menerapkan kebenaran. Mereka yang benar-benar memiliki kenyataan benar-benar memahami natur rusak mereka sendiri, dan memiliki pengalaman pribadi dari firman Tuhan. Mereka mampu menggunakan pengalaman nyata mereka untuk membimbing dan membantu saudara-saudari masuk ke dalam kenyataan firman Tuhan. Mereka yang memiliki kenyataan kebenaran melakukan segala sesuatu dengan cara yang berprinsip dan melaksanakan tugas mereka dengan setia. Apa pun situasi yang mereka hadapi, mereka mampu menjunjung tinggi pekerjaan gereja dan melaksanakan tugas mereka. Kedua pemimpin itu biasanya sangat fasih bicara dalam persekutuan mereka dan sepertinya mampu menyelesaikan masalah orang lain. Namun, dalam menghadapi masalah nyata, mereka melepaskan tugas mereka untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. Aku melihat mereka hanya mengkhotbahkan doktrin, dan itu bukan kenyataan, dan mereka jatuh ketika dihadapkan dengan kenyataan. Itu membuktikan mereka tidak mengejar kebenaran, mereka sama sekali tak memiliki kenyataan kebenaran. Selain itu, ketika menangani masalah orang lain, mereka membandingkan masalah itu dengan apa yang firman Tuhan katakan untuk membantu orang dengan pemahaman mereka, tapi hampir tak pernah membicarakan kerusakan dan kekurangan mereka sendiri, atau menganalisis motif mereka yang salah. Aku jarang mendengar mereka menceritakan pengalaman mereka dalam mencari dan menerapkan kebenaran. Mereka sering bersikap congkak, hanya menganalisis dan menghukum orang lain, seolah-olah mereka bukan orang yang rusak, seolah-olah mereka tak memiliki watak yang rusak. Beberapa saudara-saudari menangis karena kritik mereka dan hidup dalam kenegatifan dan kelemahan, takut bertemu mereka, dan merasa terkekang oleh mereka. Kemudian, akhirnya aku melihat dengan jelas kedua pemimpin itu sama sekali tak mampu menyelesaikan masalah dengan kebenaran. Mereka hanya menggunakan doktrin kosong, dan mengandalkan pikiran dan pengalaman kerja mereka. Mereka sama sekali tak mampu menyelesaikan masalah kami dalam jalan masuk kehidupan. Dahulu, aku tak punya kearifan, tapi hanya memuja dan menghormati mereka, dan bahkan meniru cara kerja mereka. Aku sangat buta!
Setelah itu, ketika menghadapi kesulitan dalam pekerjaanku, aku memastikan untuk bersandar pada Tuhan, mencari-Nya, dan mencari prinsip kebenaran. Selama beberapa waktu, ada beberapa pekerjaan yang aku tak tahu cara menyelesaikannya dan ada beberapa masalah yang aku tak tahu cara menanganinya. Aku banyak berdoa dan bersandar pada Tuhan, dan mencari dan bersekutu dengan saudara-saudariku. Beberapa dari masalah itu diselesaikan dengan cara itu. Aku juga mendapatkan pemahaman tentang beberapa prinsip kebenaran dan mengalami sedikit kemajuan dalam pekerjaanku. Seiring waktu, aku lebih percaya diri dalam tugasku dan mengalami kemajuan dalam jalan masuk kehidupanku. Aku merasa benar-benar puas. Pada titik ini, aku benar-benar merasa mengandalkan Tuhan dalam tugasku adalah satu-satunya cara untuk memiliki jalan ke depan. Jika aku ingin melaksanakan tugasku dengan baik dan memperoleh kebenaran, aku benar-benar tak boleh menyimpang dari bimbingan Tuhan.
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.