Kualitas Buruk Bukanlah Alasan

31 Juli 2020

Oleh Saudari Zhuiqiu, Tiongkok

Dahulu, setiap kali aku dihadapkan dengan beberapa kesulitan ketika melaksanakan tugasku, atau melakukan pekerjaanku dengan buruk, aku berpikir bahwa itu karena kualitasku terlalu buruk. Akibatnya, aku sering hidup dalam keadaan pasif yang negatif. Aku sering kali menggunakan kualitasku yang buruk sebagai alasan untuk membebankan tugas yang kurasa berat kepada orang lain, dan merasa tidak ada salahnya melakukan ini, bahwa aku sedang memikirkan pekerjaan gereja ketika meminta orang lain untuk melakukan sesuatu karena kualitasku buruk, dan aku tidak dapat melakukannya dengan baik. Hanya berkat membaca firman Tuhanlah, aku memutarbalikkan pandangan yang keliru ini, menyadari bahwa aku memandang berbagai hal melalui gagasan dan imajinasiku sendiri. Aku juga belajar sesuatu mengenai watak rusakku sendiri.

Suatu hari, pemimpin kami meminta kami untuk menulis surat untuk mendukung seorang saudari. Saudari yang bekerja sama denganku sibuk dengan sesuatu yang lain sehingga ia memintaku untuk menanganinya. Dengan cepat aku mulai mengarang alasan: "Kualitasku terlalu buruk. Aku buruk dalam menulis dan mengedit teks. Akan lebih baik jika engkau saja yang menanganinya." Dengan demikian, aku secara otomatis membebankan sesuatu yang rumit kepada rekanku. Kemudian, ia berkata kepadaku, "Dari sejak kita bertemu, engkau selalu mengatakan kualitasmu buruk. Namun, setelah bersamamu selama beberapa hari, aku memperhatikan engkau mampu menemukan beberapa masalah dalam pekerjaan. Kurasa kualitasmu tidaklah seburuk itu, tetapi setiap kali engkau dihadapkan dengan kesulitan dalam melakukan tugasmu, engkau selalu mengatakan kualitasmu buruk dan terkadang engkau bahkan membebankan tugasmu kepada orang lain. Aku tidak tahu apa motivasimu dengan terus saja mengatakan tentang betapa buruknya kualitasmu—aku merasa sepertinya engkau benar-benar bersikap palsu!" Mendengarnya mengatakan ini, aku terdiam, tetapi hatiku dipenuhi antipati: "Saat mengatakan kualitasku buruk, aku mengatakan yang sebenarnya. Engkau tidak tahu kenyataannya, dan engkau telah salah memahami diriku." Setelah itu, aku merenungkan mengapa saudari tersebut mengatakan itu. Aku tidak berbohong ketika kukatakan bahwa kualitasku buruk—bagaimana ia bisa berkata aku punya motivasi tertentu? Dalam hatiku, aku benar-benar tidak bisa memahaminya.

Suatu kali, selama pertemuan dengan rekan kerjaku, aku membuka diri tentang kebingunganku kepada saudara-saudariku yang lain. Aku menyampaikan satu persatu alasan mengapa aku menganggap kualitasku buruk: misalnya, aku mengetik sangat lambat, gaya penulisanku tidak terlalu bagus. Ketika kami mengerjakan teks, rekanku melakukan sebagian besar pengetikan dan pengeditan, dan ketika berurusan dengan pekerjaan gereja, ia menemukan masalah dengan sangat cepat, sedangkan aku lebih lambat, dan lain sebagainya. Setelah mendengar apa yang kukatakan, pemimpin kami, saudara Liu berkata, "Saudari, apakah kita mengukur kualitas seseorang itu baik atau buruk berdasarkan hal-hal ini? Apakah ini sesuai dengan kebenaran? Apakah ini sesuai dengan kehendak Tuhan? Kita semua tahu bahwa orang-orang di dunia sangat menghargai bakat dan kecerdasan. Siapa pun yang pintar, pandai berbicara, dan mahir dalam menangani masalah-masalah di dunia luar adalah seseorang yang berkualitas baik, sementara mereka yang canggung dalam berbicara, bodoh, dan kurang berpendidikan dipandang tidak memiliki kualitas; begitulah cara orang-orang tidak percaya melihat hal ini. Kita yang percaya kepada Tuhan haruslah memandang hal-hal berdasarkan firman Tuhan. Sudahkah kita mencari kehendak Tuhan dalam hal ini? Atas dasar apa Tuhan mengukur apakah kualitas orang itu baik atau buruk? Dan apa sebenarnya yang dimaksud dengan kualitas yang baik dan kualitas yang buruk?" Aku menggelengkan kepalaku, dan saudara Liu melanjutkan persekutuannya: "Mari kita membaca satu bagian firman Tuhan ini: 'Bagaimana kita mengukur kualitas orang? Cara yang paling akurat adalah dengan mengukur kualitas mereka berdasarkan pada tingkat di mana mereka memahami kebenaran. Beberapa orang dapat mempelajari suatu spesialisasi dengan sangat cepat, tetapi ketika mereka mendengar kebenaran, mereka menjadi karut-marut dan mereka tertidur, itu membingungkan mereka, tak sedikit pun yang mereka dengar dapat dicerna, mereka juga tidak memahami apa yang mereka dengar—itulah arti berkualitas rendah. Dengan beberapa orang, engkau mengatakan kepada mereka bahwa mereka memiliki kualitas yang rendah dan mereka tidak setuju. Mereka mengira bahwa berpendidikan tinggi dan berpengetahuan luas berarti mereka memiliki kualitas yang baik. Apakah pendidikan yang baik menunjukkan kualitas yang tinggi? Tidak. Kualitas orang diukur berdasarkan pada sejauh mana mereka memahami firman Tuhan dan kebenaran. Inilah cara yang paling standar dan paling akurat untuk mengukurnya. Tidak ada gunanya berusaha mengukur kualitas seseorang dengan cara lain. Beberapa orang fasih bicara dan cerdas, dan mereka sangat mudah bergaul dengan orang lain—tetapi ketika mereka membaca firman Tuhan dan mendengarkan khotbah-khotbah, mereka tidak memahami apa pun. Ketika mereka berbicara tentang kesaksian dari pengalaman mereka, mereka menyingkapkan diri mereka sebagai orang amatir belaka, dan semua orang dapat merasakan bahwa mereka tidak memiliki pemahaman rohani. Ini bukan orang-orang yang berkualitas baik' ("Memahami Kebenaran adalah Sangat Penting untuk Memenuhi Tugas Seseorang dengan Benar" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Dari firman Tuhan ini, kita melihat apakah kualitas seseorang itu baik atau buruk, itu tergantung pada kemampuan mereka memahami firman Tuhan. Ini bukanlah yang dimaksud oleh orang-orang tidak percaya ketika mereka mengatakan seseorang itu memiliki kualitas baik atau berbakat dan pintar. Orang-orang berkualitas baik dapat memahami kehendak Tuhan saat mereka selesai membaca firman-Nya, mereka dapat menemukan jalan penerapan dan masuk ke dalam kebenaran, dan mampu melakukan sesuai dengan yang Tuhan minta. Di sisi lain, ada orang-orang yang tampaknya sangat pintar dan sangat hebat dalam menangani masalah-masalah di dunia luar—tetapi mereka bingung begitu dihadapkan dengan kebenaran firman Tuhan. Orang-orang semacam itu tidak bisa dikatakan berkualitas baik. Itu sama seperti bagaimana orang-orang berpengetahuan dan berpendidikan tampak berbakat dan cerdas dari luar, tetapi tidak mampu memahami kebenaran firman Tuhan. Beberapa dari mereka bahkan memiliki sudut pandang yang konyol mengenai berbagai hal. Jadi, berpendidikan tinggi, cerdas, dan cakap tidaklah merepresentasikan kualitas yang baik, juga bukan merupakan standar untuk mengukur kualitas seseorang. Hal yang terpenting adalah apakah orang memahami roh, apakah mereka mampu memahami kebenaran. Kita tidak dapat mengandalkan gagasan dan imajinasi kita sendiri untuk mengukur apakah kualitas seseorang itu baik atau buruk!" Mendengar ini, aku tiba-tiba mengerti: ternyata kepercayaanku hanyalah gagasan dan imajinasiku sendiri—semua itu tidak sesuai dengan kebenaran.

Selanjutnya, seorang saudari menemukan dua perikop firman Tuhan dan memintaku membacanya. Firman Tuhan berkata: "Bagaimana Tuhan memperlakukan manusia tidak bergantung pada berapa usia mereka, di lingkungan seperti apa mereka dilahirkan, atau seberapa berbakatnya mereka. Sebaliknya, Dia memperlakukan manusia berdasarkan sikap mereka terhadap kebenaran, dan sikap ini terkait dengan watak mereka. Jika engkau memiliki sikap yang benar mengenai kebenaran, sikap menerima dan rendah hati, maka sekalipun kualitasmu rendah, Tuhan akan tetap mencerahkanmu dan memperkenankanmu untuk mendapatkan sesuatu. Jika kualitasmu baik tetapi selalu congkak, selalu berpikir bahwa engkau benar dan selamanya tidak pernah bersedia menerima apa pun yang orang lain katakan, dan selalu menentang, maka Tuhan tidak akan bekerja di dalam dirimu. Tuhan akan berkata bahwa watakmu buruk dan engkau tidak layak menerima apa pun, dan Tuhan bahkan akan mengambil apa yang pernah engkau miliki. Inilah yang dikenal sebagai penyingkapan" ("Hanya Jika Orang Melakukan Kebenaran, Mereka Dapat Memiliki Kemanusiaan yang Normal" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). "Ketika orang bisa bersikap serius, bertanggung jawab, setia, dan bekerja keras, pekerjaan tersebut akan dilakukan dengan baik. Terkadang, engkau tidak memiliki hati yang seperti itu, dan engkau tidak bisa mendapati atau menemukan kesalahan yang jelas seperti terang di siang hari. Jika orang memiliki hati yang seperti itu, dengan dorongan dan bimbingan Roh Kudus, mereka akan dapat mengenali masalahnya. Namun, jika Roh Kudus membimbingmu dan memberimu kesadaran seperti itu, memungkinkanmu untuk merasakan bahwa ada sesuatu yang salah, tetapi engkau tidak memiliki hati yang seperti itu, engkau pasti tetap tidak mampu mengenali masalah tersebut. Jadi, apa yang ditunjukkan hal ini? Ini menunjukkan bahwa sangat penting agar orang bekerja sama; hati mereka sangat penting, dan ke mana mereka mengarahkan pemikiran dan niat mereka sangatlah penting. Tuhan memeriksa dan dapat melihat apa yang orang pegang di dalam hati mereka saat mereka melaksanakan tugas, dan berapa banyak tenaga yang mereka kerahkan. Sangatlah penting bagi orang untuk berusaha dengan segenap hati dan kekuatan mereka dalam apa yang mereka lakukan. Kerja sama juga merupakan unsur yang sangat penting. Jika orang berusaha untuk tidak menyesali tugas yang telah mereka selesaikan dan hal-hal yang telah mereka lakukan, dan tidak berutang kepada Tuhan, barulah mereka akan bertindak dengan segenap hati dan kekuatan mereka" ("Bagaimana Mengatasi Masalah Mengenai Bersikap Sembrono dan Acuh Tak Acuh Saat Melaksanakan Tugasmu" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Setelah aku membaca firman Tuhan, saudari itu berkata, "Firman Tuhan menunjukkan bahwa sikap kita ketika melaksanakan tugas sangatlah penting—sangatlah krusial. Jika kita memiliki mentalitas yang benar, jika kita dapat mencurahkan segenap hati dan kekuatan kita untuk melaksanakan tugas kita, Tuhan akan melihat, dan akan memperlakukan kita sesuai dengan sikap kita terhadap tugas kita. Bahkan seandainya kita berkualitas buruk, Tuhan akan tetap mencerahkan dan membimbing kita. Jika kita berkualitas baik, tetapi kita tidak memiliki mentalitas yang benar, dan tidak bersedia membayar harga dan bekerja sama dengan Tuhan, atau jika kita sombong dan berpegang pada diri kita sendiri, atau bekerja hanya untuk mendapatkan ketenaran dan kekayaan, kita bukan saja tidak akan melakukan tugas kita dengan benar, tetapi kita juga akan ditolak oleh Tuhan. Ini adalah kebenaran Tuhan. Jika kita melihat saudara-saudari di sekitar kita melalui firman Tuhan, kita melihat bahwa beberapa orang berkualitas biasa, tetapi memiliki motivasi yang benar dalam melakukan tugas mereka; dihadapkan dengan kesulitan, mereka berinisiatif untuk mencari kebenaran, dan berfokus pada jalan masuk ke dalam prinsip-prinsip, dan mereka menjadi semakin efektif dalam melakukan tugas mereka. Sementara ada beberapa saudara-saudari yang bagi kita tampak berkualitas sangat baik, dan memiliki pemahaman yang murni akan firman Tuhan, tetapi mereka sombong, berpuas diri, tidak mendengarkan nasihat orang lain, dan mengambil kemuliaan Tuhan bagi diri mereka sendiri setiap kali mereka mengalami sedikit keberhasilan dalam melakukan tugas. Mereka memamerkan diri mereka pada setiap kesempatan yang mereka dapatkan, berjuang untuk mendapatkan keuntungan dan ketenaran. Beberapa orang mengganggu pekerjaan gereja dan dilucuti dari kelayakan mereka untuk melaksanakan tugas; beberapa menjadi antikristus setelah melakukan banyak perbuatan jahat dan dikeluarkan dari gereja. Fakta-fakta ini menunjukkan kepada kita bahwa apakah kualitas seseorang baik atau buruk, tidaklah menentukan apakah mereka dipuji oleh Tuhan; hal yang terpenting adalah apakah mereka mengejar kebenaran atau tidak serta melakukan tugas mereka dengan segenap hati dan pikiran."

Selanjutnya, saudara-saudari memanfaatkan pengalaman mereka sendiri untuk berbicara tentang bahaya dan konsekuensi dari mendefinisikan diri sendiri sesuai dengan gagasan dan imajinasi mereka sendiri. Baru pada saat itulah aku menyadari betapa bodohnya tidak memahami kebenaran; aku tidak mencari kebenaran, dan malah mendefinisikan diriku sendiri berkualitas buruk dengan hidup dalam gagasan dan imajinasiku sendiri, sampai-sampai aku sering kali membebankan tugas yang sulit kepada orang lain. Aku tidak berusaha meningkatkan diri, juga tidak mengandalkan Tuhan atau benar-benar membayar harga untuk menerobos rintangan-rintangan ini, yang bahkan membuatku tidak mampu melakukan tugas-tugas yang mampu kulakukan. Aku bukan saja tidak mampu menjalani pelatihan yang sebenarnya atau bertumbuh dalam kebenaran dan hidup, tetapi ini juga secara langsung memengaruhi efektivitasku dalam melakukan tugasku. Aku berpikir tentang betapa cepatnya saudari yang bekerja bersamaku mampu menemukan masalah. Meskipun ini berkaitan dengan kualitas bawaannya, yang terlebih penting adalah bahwa, karena sikapnya yang teliti dan bertanggung jawab terhadap tugasnya, ia mampu mengandalkan Tuhan dan menghadapi kesulitan langsung ketika ia menemukannya. Baru pada saat itulah ia dicerahkan dan diterangi oleh Roh Kudus. Aku, di sisi lain, berusaha menghindari masalah ketika aku menemuinya, dan menggunakan kualitas yang buruk sebagai alasan untuk melepaskan diri. Aku tidak mengandalkan Tuhan dan tidak berinisiatif untuk berusaha dan memecahkan masalah dengan mencari kebenaran yang relevan, yang berarti aku tidak dapat memperoleh pekerjaan Roh Kudus. Dari ini, aku melihat bahwa Tuhan itu adil dan benar kepada semua orang. Melalui persekutuan, aku juga menyadari bahwa Tuhan meminta dari kita berdasarkan apa yang mampu kita lakukan. Tuhan tidaklah "memaksa bebek hinggap di tempat elang bertengger." Aku sendiri harus berbuat yang benar; alih-alih memperhatikan kualitasku, aku harus berfokus hanya untuk mengerahkan segenap kekuatanku untuk melakukan tugasku. Aku harus mencari dan merenungkan prinsip-prinsip kebenaran, belajar dari kekuatan orang lain, mendengarkan nasihat orang lain, dan memasukkan semua itu ke dalam apa yang benar-benar kulakukan—dan seiring waktu, aku pasti akan mendapatkan manfaat dan bertumbuh.

Setelah itu, kritikan saudari bergema di telingaku: "Aku tidak tahu apa motivasimu dengan terus saja mengatakan tentang betapa buruknya kualitasmu." Ia benar—aku selalu dengan cepat mengatakan bahwa kualitasku buruk. Motivasi apa dan watak rusak apa yang secara diam-diam mengendalikan aku?

Suatu hari, aku membaca firman Tuhan ini: "Engkau harus memeriksa dirimu dengan saksama untuk mengetahui apakah engkau seorang yang benar. Apakah tujuan dan niatmu dibuat dengan mempertimbangkan diri-Ku dalam pikiranmu? Apakah semua kata-kata dan tindakanmu dikatakan dan dilakukan di hadirat-Ku? Aku memeriksa semua pikiran dan gagasanmu. Apakah engkau tidak merasa bersalah? Engkau menyamarkan diri agar dilihat orang dan engkau dengan tenang menunjukkan sikap membenarkan diri; engkau melakukan ini untuk melindungi dirimu sendiri. Engkau melakukan ini untuk menyembunyikan kejahatanmu, dan engkau bahkan mencari cara untuk mendorong kejahatan itu kepada orang lain. Betapa pengkhianatan itu tinggal di dalam hatimu!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 13"). Setelah membaca firman Tuhan, aku mulai merenungkan diriku: ketika dihadapkan dengan tugas yang belum pernah kulakukan sebelumnya, hal pertama yang kulakukan adalah mengatakan kepada saudara dan saudari yang lain bahwa kualitasku buruk, karena aku takut mereka akan menganggapku remeh jika aku melakukan tugasku dengan buruk. Aku melakukan ini demi ketenaran dan statusku sendiri. Implikasinya adalah, bukan salahku jika aku melakukannya dengan buruk; bukan karena aku belum mengerahkan segenap kekuatanku di dalamnya, melainkan karena itu melampaui kualitasku. Setiap kali aku menghadapi kesulitan dalam melakukan tugasku, aku tidak mau menderita dan membayar harga untuk menghadapinya secara langsung. Aku juga takut memikul tanggung jawab. Jadi, aku gunakan saja kualitasku yang buruk sebagai alasan untuk membebankan tugasku kepada orang lain, untuk membuat mereka berpikir bahwa aku adalah seorang yang rasional dan sadar diri. Hampir setiap kali aku harus mengalami kesulitan dan membayar harga atau memikul beberapa tanggung jawab, aku melangkah mundur. Sebenarnya, aku hidup berdasarkan falsafah antarpribadi Iblis yaitu "Orang yang bernalar pandai melindungi diri, hanya berusaha menghindari membuat kesalahan." Ini tampak sangat cerdas—menggunakan cara-cara licikku sendiri untuk menghindari tanggung jawab—tetapi pada kenyataannya, aku telah kehilangan banyak kesempatan untuk mencari dan memahami kebenaran. Sebenarnya, kualitas yang Tuhan berikan kepada kita masing-masing sesuai untuk tujuannya; tetapi aku belum mengerahkan segenap hati dan kekuatanku berdasarkan apa yang mampu kucapai, demi memperoleh pekerjaan Roh Kudus dan melakukan tugasku dengan baik; sebaliknya, aku selalu menggunakan kualitasku yang buruk sebagai alasan untuk tidak melakukan kebenaran, mencoba untuk mengelabui dan menipu Tuhan. Bukankah ini sangat licik, sangat jahat? Dan dengan demikian, bagaimana aku dapat dibimbing oleh Tuhan?

Firman Tuhan berkata: "'Meskipun kualitasku rendah, aku memiliki hati yang jujur.' Ketika kebanyakan orang mendengar perkataan ini, mereka merasa senang, bukan? Perkara ini melibatkan tuntutan Tuhan terhadap umat-Nya. Tuntutan apa? Jika orang kurang dalam kualitas, itu bukanlah akhir dunia, tetapi mereka harus memiliki hati yang jujur, dan dengan demikian, akan dapat menerima pujian dari Tuhan. Apa pun situasimu, engkau harus menjadi orang yang jujur, berbicara dengan jujur, bertindak jujur, dapat melakukan tugasmu dengan segenap hati dan pikiran, serta setia; dan engkau tidak boleh melalaikan pekerjaanmu, licik atau menipu, bersikap curang, mencoba memperdaya orang lain, atau berbicara berbelit-belit; engkau harus menjadi orang yang mengasihi kebenaran dan mengejar kebenaran. ... Engkau berkata, 'Kualitasku rendah, tetapi aku memiliki hati yang jujur.' Namun, ketika engkau menerima sebuah tugas, engkau takut bahwa tugas itu mungkin melelahkan atau engkau tidak dapat melakukannya dengan baik, dan karenanya engkau mencari-cari alasan untuk menghindarinya dan merekomendasikan orang lain untuk melakukannya. Apakah ini ekspresi dari seseorang yang jujur? Jelas tidak. Bagaimanakah seharusnya orang yang jujur bersikap? Mereka harus menerima dan menaati, dan kemudian sungguh-sungguh mengabdikan diri dalam melakukan tugas mereka dengan sebaik mungkin, berjuang untuk memuaskan kehendak Tuhan. Mengapa melakukan hal ini? Dalam hal ini ada beberapa aspek dari ekspresi tersebut. Salah satu aspeknya adalah engkau harus menerima tugasmu dengan hati yang jujur, tulus, tidak memikirkan apa pun lainnya dan pikiran tidak mendua, berkomplot demi kepentinganmu sendiri—inilah ekspresi dari kejujuran. Aspek lainnya adalah bahwa engkau harus mengerahkan seluruh kekuatan dan segenap hatimu, dan berkata, 'Aku akan mengungkapkan seluruh keberadaanku kepada Tuhan. Hanya inilah yang bisa kulakukan; aku akan menerapkannya seluruhnya, dan aku akan mengabdikannya sepenuhnya kepada Tuhan.' Engkau mengabdikan semua yang engkau miliki dan semua yang dapat engkau lakukan—inilah ekspresi dari kejujuran" ("Hanya dengan Menjadi Orang yang Jujur, Orang Bisa Benar-Benar Bahagia" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan menawarkan kepadaku jalan penerapan: Tuhan tidak peduli apakah kualitas seseorang itu baik atau buruk; hal yang terpenting adalah apakah mereka memiliki hati yang jujur, apakah mereka dapat menerima kebenaran dan melakukannya. Walaupun kualitasku buruk, dan aku sedikit lebih lambat dalam memahami kebenaran, dan terkadang aku mengikuti doktrin, jika hatiku jujur dan aku terus-menerus mengejar kebenaran untuk membereskan watakku yang rusak saat aku melakukan tugasku, jika aku melakukan semua yang kubisa untuk melaksanakan apa yang Tuhan minta, aku akan menerima bimbingan dan berkat Tuhan, dan akan berangsur mampu memahami kebenaran. Saat aku memasuki kebenaran, aku akan mampu menebus kekuranganku yang terkait dengan kualitasku yang buruk, dan semakin lama aku akan semakin baik dalam memahami dan melihat berbagai hal. Setelah memahami kehendak Tuhan, aku mulai mengandalkan Tuhan agar lebih baik lagi dalam melakukan tugasku. Aku tidak lagi membebankan hal-hal yang kurang jelas bagiku, yang tidak kumengerti, kepada orang lain, tetapi berusaha keras mencari dan memecahkannya sendiri. Ketika aku melakukan seperti yang Tuhan minta, aku juga mampu melihat masalah yang ada dalam tugasku—dan walaupun beberapa kali masalah-masalah yang relatif kompleks tetap tidak jelas bagiku, dengan mencari prinsip-prinsip kebenaran bersama saudara-saudari, masalah-masalah itu berangsur menjadi jelas bagiku dan aku merasa lebih ringan dan lebih bebas ketika melakukan tugasku.

Berkat mengalami lingkungan yang ditetapkan oleh Tuhan bagiku, aku memperoleh beberapa pengetahuan tentang kerusakan dan kekuranganku, dan menjadi sadar tentang bagaimana menghadapi masalah yang berkaitan dengan kualitasku. Ketika aku melakukan tugasku di masa lalu, aku tidak berfokus mencari kebenaran, juga tidak berusaha mengatasi watakku yang rusak. Aku selalu melihat berbagai hal melalui gagasan dan imajinasiku sendiri, yang membuatku sering membatasi diriku sendiri, dan mencoba melepaskan diriku dari berbagai hal dengan mengatakan bahwa kualitasku buruk. Kinerja tugasku penuh dengan pekerjaan yang asal-asalan, aku merintangi pekerjaan gereja, dan menderita kerugian dalam hidupku sendiri. Sekarang aku mengerti bahwa kualitas setiap orang ditentukan sebelumnya oleh Tuhan dan merupakan bagian dari maksud Tuhan yang mulia. Aku seharusnya tidak dibatasi oleh apakah kualitasku baik atau buruk. Di masa depan, aku akan berusaha mencari kebenaran dalam segala sesuatu, bertindak sesuai prinsip, dan menjadi seseorang yang jujur untuk memuaskan Tuhan.

Selanjutnya: Penyelamatan Tuhan

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait

Tinggalkan Balasan