Kerugian yang Diakibatkan Bekerja Sekenanya

02 Januari 2023

Oleh Saudari Xing Zi, Italia

Pada Oktober 2021, aku mulai berlatih menyiram petobat baru. Seminggu kemudian, aku sadar terlalu banyak yang harus kupelajari. Aku harus melengkapi diri dengan kebenaran visi, juga harus berlatih bersekutu tentang kebenaran untuk menyelesaikan masalah mereka, tapi pemahamanku tentang kebenaran dangkal dan mengobrol bukan keahlianku. Aku merasa ini tugas yang sangat sulit. Saat pemimpin tim ingin aku menyelesaikan masalah petobat baru dengan cepat, rasanya itu sangat sulit dicapai. Semua petobat baru punya beberapa masalah, jadi untuk menyelesaikannya, aku harus mencari banyak kebenaran yang tepat sasaran, dan memikirkan cara bersekutu dengan jelas. Ini membutuhkan banyak usaha. Jadi, kuberi tahu pemimpin tim kualitasku kurang dan tak bisa bekerja dengan baik. Pemimpin tim memberiku persekutuan dan bilang aku harus memikul beban dalam tugas dan tak takut menderita. Dengan enggan aku setuju setelah mendengar persekutuannya, tapi dalam hati, aku tak ingin membayar mahal. Dalam pertemuan, aku terus bersekutu dengan petobat baru seperti biasa, dan karena tak mengerti kesulitan mereka, aku hanya mengoceh dalam persekutuan dan tak mencapai hasil, akibatnya jumlah petobat baru yang rutin ikut pertemuan mulai menurun. Saat pemimpin tim menemukan masalah, dia memintaku segera membantu mendukung mereka, tapi kupikir, "Staf penginjilan telah memberi mereka banyak persekutuan tentang kebenaran visi, jadi jika masih tak ikut pertemuan, apakah usahaku akan berhasil? Selain itu, semua petobat baru itu tak ikut pertemuan belakangan ini, jadi bersekutu dengan mereka pasti akan makan banyak waktu, itu pasti melelahkan." Karena itu aku hanya mengirimi mereka pesan untuk menyapa dan mengabaikan yang tak menanggapi, tak pedulikan mereka. Mereka yang punya lebih banyak masalah, kujadikan terbelakang untuk persekutuan, atau kualihkan ke pekerja penginjilan untuk dukungan. Tak lama, beberapa petobat baru berhenti ikut pertemuan karena masalah mereka lama tak terselesaikan. Aku merasa bersalah dan sedih setiap kali melihat petobat baru tak ikut pertemuan, karena harus berupaya lebih keras untuk mengatasi masalah mereka. Namun, saat memikirkan betapa merepotkannya itu, aku melupakannya.

Aku ingat seorang petobat baru, mantan Katolik, yang punya gagasan tentang Tuhan yang berinkarnasi dan bekerja pada akhir zaman, lalu berhenti ikut pertemuan. Bagaimanapun aku mengirim pesan atau meneleponnya, dia mengabaikanku. Dua hari kemudian, dia mengirimiku pesan ini: "Aku lahir dalam keluarga Katolik. Aku menganut Katolik sejak kecil, dan kini sudah 64 tahun. Aku hanya bisa percaya kepada Tuhan Yesus—aku tak bisa percaya lagi kepada Tuhan Yang Mahakuasa." Tanggapanku adalah: "Tuhan Yang Mahakuasa adalah Tuhan Yesus yang datang kembali. Satu-satunya cara memasuki kerajaan Tuhan adalah menerima penampakan dan pekerjaan Tuhan pada akhir zaman." Namun, dia tak menanggapi. Aku mencari dia beberapa kali lagi, tapi dia mengabaikanku. Jadi, kuberitahukan masalah ini kepada pemimpin tim, dan aku terkejut saat dia mengirimiku beberapa kutipan firman Tuhan yang relevan, memintaku mencari kebenaran untuk menyelesaikan ini. Melihat aku perlu melengkapi diri dengan banyak kebenaran dan memikirkan cara persekutuan bisa menghasilkan, semuanya terasa sangat melelahkan. Petobat baru itu tak menanggapiku, dan meski kucoba membekali diri, dia mungkin tetap tak mendengarkan persekutuanku, jadi aku hanya mengesampingkan dan mengabaikan dia. Ada petobat baru yang sangat sibuk dengan pekerjaannya setiap hari dan tak pernah punya waktu menghadiri undangan pertemuan dariku. Awalnya, aku terus mengirimi dia firman Tuhan dan lagu pujian setiap hari, tapi dia hanya menjawab dengan "Amin", lalu tak muncul di pertemuan. Akhirnya, aku berhenti mengirimkan firman Tuhan kepadanya. Aku merasa dia terlalu sibuk dengan pekerjaan, dan ini adalah kenyataan dia, serta sebanyak apa pun waktu yang kucurahkan, aku tak bisa menyelesaikan masalah itu. Aku tahu seharusnya merencanakan waktu pertemuan menyesuaikan dengan kesulitannya, lalu mencari kutipan firman Tuhan yang relevan untuk bersekutu tentang gagasannya, dan ini satu-satunya cara mencapai hasil. Aku merasa melakukan ini terlalu rumit dan merepotkan, jadi aku tak mau membayar mahal. Namun, jika aku tak memberi persekutuan dan pemimpin tahu, dia akan menanganiku karena tak melakukan kerja nyata. Jadi, aku harus memaksakan diri bersekutu dengan petobat baru beberapa kali, dan saat melihat dia tetap tak menghadiri pertemuan, aku merasa dia tak haus akan kebenaran, dan itu bukan karena kurangnya usahaku. Jadi, akhirnya aku hanya mengabaikan dia. Aku selalu acuh tak acuh dalam tugasku, menghindari semua kesulitan. Saat bertemu petobat baru dengan gagasan atau kesulitan nyata, aku tak ingin berusaha memikirkan cara menyelesaikan masalah mereka, dan aku akan menyerahkannya kepada pemimpin tim. Setelah beberapa bulan, sangat sedikit petobat baru yang rutin ikut pertemuan. Pemimpin gereja menanganiku setelah mengetahui masalah ini. Dia bilang aku bekerja sekenanya dalam tugas dan menyuruhku segera berubah. Jadi, aku bersumpah akan meninggalkan dagingku dan menyirami petobat baru dengan baik. Namun, saat menghadapi petobat baru dengan banyak masalah, aku masih tak mau bekerja keras menyelesaikan masalah mereka. Sebaliknya, aku hanya bilang kualitasku kurang dan tak cocok untuk tugas itu. Aku tetap acuh tak acuh, tak menebus kesalahan, dan tak menghasilkan dalam tugasku, jadi pemimpin menanganiku dengan keras: "Kau terlalu sembrono dalam tugasmu. Kau tak pernah bertanya tentang kesulitan petobat baru, bahkan saat tahu sedikit tentang itu, kau tak berusaha menyelesaikannya. Itu bukan melakukan tugas. Kau hanya merugikan petobat baru. Jika tak berubah, kau akan diberhentikan!" Setelah ditangani dan diperingatkan seperti itu, aku merasa bersalah sekaligus takut. Aku mulai merenungkan diri: Kenapa aku tak bisa melakukan tugas ini dengan baik dan selalu merasa itu terlalu sulit?

Suatu hari dalam masa teduh, aku membaca kutipan firman Tuhan ini: "Ada orang-orang yang tidak memiliki prinsip apa pun ketika mereka melaksanakan tugasnya, mereka selalu mengikuti keinginan mereka sendiri dan bertindak semaunya. Ini adalah sikap acuh tak acuh dan asal-asalan, bukan? Orang-orang ini sedang menipu Tuhan, bukan? Dan pernahkah engkau semua memikirkan apa konsekuensi dari hal ini? Jika engkau tidak memperhatikan kehendak Tuhan ketika melaksanakan tugasmu, jika engkau tidak memiliki hati nurani, jika engkau tidak efektif dalam semua yang kaulakukan, jika engkau sama sekali tak mampu bertindak dengan segenap hati dan dengan segenap kekuatanmu, akan dapatkah engkau memperoleh perkenanan Tuhan? Banyak orang melaksanakan tugas mereka dengan enggan, dan mereka tidak dapat mempertahankannya. Mereka tidak tahan menderita sedikit pun, dan selalu merasa bahwa penderitaan adalah kerugian besar bagi mereka, mereka juga tidak mencari kebenaran untuk menyelesaikan kesulitan apa pun. Dapatkah engkau mengikuti Tuhan sampai akhir dengan melaksanakan tugasmu seperti ini? Bolehkah engkau bersikap ceroboh dan asal-asalan dalam apa pun yang kaulakukan? Apakah ini dapat diterima, dari sudut pandang hati nuranimu? Bahkan diukur menurut kriteria manusia, ini tidak memuaskan—jadi dapatkah itu dianggap sebagai pelaksanaan tugas yang memuaskan? Jika engkau melaksanakan tugasmu dengan cara seperti ini, engkau tidak akan pernah memperoleh kebenaran. Engkau bahkan tidak mampu memberikan pelayanan dengan memuaskan. Jika demikian, bagaimana engkau bisa mendapatkan perkenanan Tuhan? Banyak orang takut akan kesukaran ketika melaksanakan tugas mereka, mereka terlalu malas, mereka mendambakan kenyamanan daging, dan tidak pernah berupaya untuk mempelajari keterampilan khusus, mereka juga tidak berusaha merenungkan kebenaran firman Tuhan; mereka menganggap bersikap asal-asalan dengan cara seperti ini menghindari masalah: mereka tidak perlu mencari apa pun atau mengajukan pertanyaan kepada siapa pun, mereka tidak perlu menggunakan otak mereka atau berpikir—ini benar-benar menghemat banyak upaya dan membuat mereka tidak mengalami kesukaran fisik apa pun, dan mereka tetap berhasil menyelesaikan tugas. Dan jika engkau menangani mereka, mereka menentang dan berdalih: 'Aku tidak bersikap malas atau lalai, tugas sudah selesai—mengapa engkau mencari-cari kesalahan? Bukankah ini hanya mencari-cari kesalahan? Aku sudah melakukannya dengan baik dengan melaksanakan tugasku seperti ini, mengapa engkau tidak puas?' Menurutmu, apakah orang semacam itu dapat mengalami kemajuan lebih lanjut? Mereka selalu asal-asalan ketika melaksanakan tugas mereka, dan masih punya banyak alasan, dan ketika masalah muncul, mereka tidak mengizinkan siapa pun angkat bicara. Watak apakah ini? Ini adalah watak Iblis, bukan? Dapatkah orang melaksanakan tugas mereka dengan memuaskan ketika mereka mengikuti watak seperti itu? Dapatkah mereka memuaskan Tuhan?" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya Orang yang Melaksanakan Tugas dengan Segenap Hati, Pikiran, dan Jiwalah Orang yang Mengasihi Tuhan"). Tuhan menyingkap banyak orang karena mereka terlalu malas dalam tugas, selalu mendambakan kesenangan duniawi, kurang rajin, dan puas dengan terlihat sibuk. Kau tak akan bisa melakukan tugas dengan baik dengan cara itu. Aku sadar alasanku tak mendapatkan hasil dalam tugas bukan karena kurang kualitas, sebaliknya, aku hanya malas, dan takut menderita karena tugasku. Aku merasa menyiram petobat baru berarti harus tahu banyak kebenaran, harus belajar menyelesaikan berbagai masalah yang mereka miliki, dan itu menjadikan tugas ini sangat berat, jadi aku bekerja sekenanya. Pemimpin tim ingin aku segera melihat masalah petobat baru, dan aku bisa melakukan itu jika bekerja keras. Namun, saat kulihat ini butuh lebih banyak waktu dan usaha dariku, aku menyodorkannya kepada pemimpin tim dan pekerja Injil. Aku melihat petobat baru tak menghadiri pertemuan karena punya gagasan atau menghadapi kesulitan, tapi aku tak peduli. Aku tak responsif saat orang lain memberitahuku tentang jalan penyelesaian. Kadang aku mengirim firman Tuhan dan lagu pujian kepada petobat baru, tapi setelah beberapa hari tak bisa melanjutkan dan melupakan mereka. Kulihat aku sangat malas, rakus akan kesenangan daging, dan tak tulus dalam tugasku sama sekali. Aku hanya menipu, mengikuti arus di dalam gereja. Aku sangat menjijikkan dan memuakkan bagi Tuhan!

Aku membaca ini dalam firman Tuhan setelah itu. "Saat ini, kesempatanmu untuk melaksanakan tugas tidak banyak, jadi engkau harus memanfaatkannya sebisa mungkin. Justru ketika dihadapkan dengan suatu tugaslah engkau harus mengerahkan dirimu; pada saat itulah, engkau harus mempersembahkan dirimu, mengorbankan dirimu untuk Tuhan, dan jika perlu, membayar harganya. Jangan menahan apa pun, menyimpan rencana apa pun, memberi ruang bagimu untuk mengatur siasat, atau mencadangkan jalan keluar untuk dirimu sendiri. Jika engkau memberi ruang bagimu sedikit saja untuk mengatur siasat, membuat perhitungan, atau bersikap licik dan curang, engkau pasti akan melakukan pekerjaan dengan buruk. Mungkin engkau berkata, 'Tak seorang pun melihatku berbuat licik. Keren sekali!' Pemikiran macam apa ini? Apakah menurutmu engkau telah menipu dan mengelabui orang, dan juga Tuhan? Namun kenyataannya, apakah Tuhan tahu atau tidak apa yang telah kaulakukan? Dia tahu. Sebenarnya, siapa pun yang berinteraksi denganmu selama beberapa waktu akan mengetahui kerusakan dan kejahatanmu, dan meskipun mereka mungkin tidak mengatakannya secara langsung, di dalam hatinya, mereka akan memiliki penilaian tentang dirimu. Ada banyak orang yang disingkapkan dan diusir karena begitu banyak orang lain yang akhirnya mengenal mereka. Begitu semua orang mengetahui esensi mereka yang sebenarnya, mereka menyingkapkan siapa sebenarnya orang-orang itu dan mengeluarkan mereka. Jadi, entah orang mengejar kebenaran atau tidak, mereka haruslah melaksanakan tugas mereka dengan baik, dengan kemampuan terbaik mereka; mereka harus menggunakan hati nurani mereka untuk melakukan hal-hal nyata. Engkau mungkin memiliki kekurangan, tetapi jika engkau mampu efektif dalam melaksanakan tugasmu, engkau tidak akan diusir. Jika engkau selalu berpikir bahwa engkau baik-baik saja, bahwa engkau yakin tidak akan diusir, dan engkau tetap tidak merenungkan dirimu atau berusaha mengenal dirimu sendiri, dan engkau mengabaikan tugas-tugasmu yang seharusnya, selalu ceroboh dan asal-asalan, maka ketika umat pilihan Tuhan benar-benar kehilangan kesabaran mereka terhadapmu, mereka akan menyingkapkan siapa dirimu yang sebenarnya, dan kemungkinan besar, engkau akan diusir. Itu karena semua orang telah mengetahui dirimu yang sebenarnya dan engkau telah kehilangan martabat dan integritasmu. Jika tak seorang pun memercayaimu, mungkinkah Tuhan memercayaimu? Tuhan melihat lubuk hati kita yang terdalam: Dia sama sekali tidak bisa memercayai orang semacam itu. ... Orang yang dapat dipercaya adalah orang yang memiliki kemanusiaan, dan orang yang memiliki kemanusiaan memiliki hati nurani dan akal sehat, dan seharusnya sangat mudah bagi mereka untuk melaksanakan tugas mereka dengan baik, karena mereka memperlakukan tugas sebagai kewajiban mereka. Orang yang tidak memiliki hati nurani atau akal sehat pasti melaksanakan tugas mereka dengan buruk, dan mereka tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas mereka, apa pun tugas itu. Orang lain harus selalu waswas terhadap mereka, mengawasi mereka, dan menanyakan perkembangan mereka; jika tidak, segala sesuatunya bisa kacau saat mereka melaksanakan tugas, segala sesuatunya bisa salah saat mereka melaksanakan tugas, yang akan lebih merepotkan daripada nilai tugasnya. Singkatnya, orang selalu perlu merenungkan diri mereka saat melakukan tugas: 'Sudahkah aku memenuhi tugas ini dengan baik? Apakah aku melakukannya dengan segenap hatiku? Atau aku hanya melakukannya asal-asalan?' Jika engkau selalu ceroboh dan asal-asalan, engkau berada dalam bahaya. Paling tidak, itu berarti engkau tidak memiliki kredibilitas, dan orang-orang tidak bisa memercayaimu. Lebih serius lagi, jika engkau selalu asal-asalan saat melaksanakan tugasmu, dan jika engkau selalu menipu Tuhan, maka engkau berada dalam bahaya besar! Apa akibatnya jika engkau dengan sengaja berbuat curang? Semua orang akan dapat melihat bahwa engkau secara sadar melanggar, bahwa engkau benar-benar hidup menurut watak rusakmu, bahwa engkau benar-benar ceroboh dan asal-asalan, bahwa engkau tidak menerapkan kebenaran—yang berarti engkau tidak memiliki kemanusiaan! Jika inilah yang seluruhnya terwujud dalam dirimu, jika engkau menghindari kesalahan besar tetapi tak henti-hentinya melakukan kesalahan kecil, dan tidak bertobat dari awal sampai akhir, artinya engkau adalah salah satu orang jahat, orang tidak percaya, dan harus dikeluarkan. Akibat-akibat semacam itu mengerikan—engkau akan sepenuhnya disingkapkan dan diusir sebagai orang tidak percaya dan orang jahat" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Jalan Masuk Kehidupan Dimulai dengan Pelaksanaan Tugas"). "Caramu memandang amanat Tuhan sangatlah penting, dan ini adalah hal yang sangat serius. Jika engkau tidak dapat menyelesaikan apa yang telah Tuhan percayakan kepada manusia, engkau tidak layak untuk hidup di hadirat-Nya dan harus dihukum. Adalah ditetapkan oleh Surga dan diakui oleh bumi bahwa manusia harus menyelesaikan amanat apa pun yang Tuhan percayakan kepada mereka; ini adalah tanggung jawab tertinggi mereka, dan sama pentingnya dengan hidup mereka sendiri. Jika engkau tidak memperlakukan amanat Tuhan dengan serius, artinya engkau sedang mengkhianati Dia dengan cara yang paling menyedihkan; dalam hal ini, engkau lebih disesalkan daripada Yudas dan harus dikutuk" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Cara Mengenal Natur Manusia"). Dihadapkan dengan penyingkapan firman Tuhan, aku bisa merasakan kemuakan dan murka Tuhan bagi mereka yang tak serius menjalankan tugas. Mereka tak punya hati nurani, nalar, karakter, dan martabat, sama sekali tak bisa dipercaya. Jika terus tak bertobat, mereka adalah pelaku kejahatan, orang tak percaya, dan harus disingkirkan. Menyiram petobat baru adalah pekerjaan penting. Mereka baru menerima pekerjaan baru Tuhan, jadi mereka butuh lebih banyak penyiraman untuk kukuh di jalan yang benar agar Iblis tak akan mencuri mereka. Selain itu, tak seorang pun yang menerima pekerjaan Tuhan melakukannya dengan mudah atau mulus, sejumlah orang harus bekerja keras menyiram dan membantu mereka. Hanya dengan ini mereka bisa dibawa ke hadapan Tuhan. Sebagai penyiram, menyiram petobat baru adalah tanggung jawabku. Terutama saat melihat petobat baru yang kesulitan, aku seharusnya merasakan urgensi dan mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah ini. Namun, aku justru menghindari pekerjaan berat dan bersikap licik. Saat melihat petobat baru menghadapi kesulitan, aku selalu memilih masalah yang mudah diselesaikan, mengesampingkan masalah sulit, dan mengabaikannya. Yang lebih buruk, aku jelas-jelas berkhianat dan tak bertanggung jawab dalam tugasku, menyebabkan beberapa petobat baru tak menghadiri pertemuan, bahkan keluar, tapi aku mengabaikan tanggung jawab dengan berkata mereka tak haus kebenaran, atau mengatakan aku tak punya kualitas dan tak bisa menyelesaikan masalah mereka untuk menipu orang dan tidak ketahuan tak bekerja serius. Bukankah aku melakukan tugasku seperti orang tak percaya yang bekerja untuk bos mereka? Aku bermuslihat, bekerja sekenanya, tanpa hati nurani atau kesadaran. Setelah bertahun-tahun beriman, aku masih berusaha menipu Tuhan tanpa berpikir. Aku sangat licik dan curang! Aku sama sekali tak punya kemanusiaan. Saat pertama menerima Injil Tuhan pada akhir zaman, aku sibuk dengan pekerjaan setiap hari, dan orang tuaku menghalangi imanku. Aku sangat stres, bahkan berpikir berhenti ikut pertemuan. Namun, saudara-saudari dengan sabar terus mempersekutukan kebenaran denganku dan mengatur pertemuan agar sesuai dengan jadwalku. Kadang aku tak bisa hadir karena terlalu sibuk dengan pekerjaan, jadi saudara-saudari bersepeda jauh-jauh demi bersekutu firman Tuhan denganku, untuk membantu dan mendukungku. Barulah aku belajar tentang pekerjaan Tuhan dan tahu satu-satunya cara diselamatkan adalah dengan mengejar kebenaran. Aku kemudian bersedia menghadiri pertemuan dan mengemban tugas. Gereja selalu menekankan bahwa menyiram petobat baru butuh kesabaran dan perhatian besar terhadap kesulitan mereka, kita harus dorong mereka menghadiri pertemuan agar bisa segera kukuh di jalan yang benar. Aku melihat bahwa Tuhan penuh kasih dan belas kasihan bagi kita, sebaik mungkin menyelamatkan kita. Dia sangat berhati-hati terhadap setiap orang yang menyelidiki jalan yang benar. Dia tak akan menyerah jika masih ada harapan. Sedangkan aku, aku dingin dan tak punya rasa tanggung jawab terhadap petobat baru. Sama sekali tak peduli dengan kehidupan mereka, yang berarti masalah mereka tak segera diselesaikan, dan beberapa tak ingin menghadiri pertemuan lagi. Dilihat dari perilaku, itu bukanlah melakukan tugas. Aku hanya melakukan kejahatan, mencoba mengelabui dan menipu Tuhan! Aku merasa sangat bersalah saat menyadari ini dan membenci diriku karena tak memiliki kemanusiaan.

Aku membaca kutipan firman Tuhan ini kemudian: "Apakah engkau puas hidup di bawah pengaruh Iblis, dengan kedamaian dan sukacita, dan sedikit kenyamanan daging? Bukankah engkau yang paling hina dari semua orang? Tidak ada yang lebih bodoh selain mereka yang telah melihat keselamatan tetapi tidak berupaya mendapatkannya; mereka inilah orang-orang yang mengenyangkan daging mereka sendiri dan menikmati Iblis. Engkau berharap bahwa imanmu kepada Tuhan tidak akan mendatangkan tantangan atau kesengsaraan, ataupun kesulitan sekecil apa pun. Engkau selalu mengejar hal-hal yang tidak berharga, dan tidak menghargai hidup, melainkan menempatkan pikiran yang terlalu muluk-muluk di atas kebenaran. Engkau sungguh tidak berharga! Engkau hidup seperti babi—apa bedanya antara engkau, babi, dan anjing? Bukankah mereka yang tidak mengejar kebenaran, melainkan mengasihi daging, adalah binatang buas? Bukankah mereka yang mati, tanpa roh, adalah mayat berjalan? Berapa banyak firman yang telah disampaikan di antara engkau sekalian? Apakah hanya sedikit pekerjaan yang dilakukan di antaramu? Berapa banyak yang telah Kuberikan di antaramu? Lalu mengapa engkau tidak mendapatkannya? Apa yang harus engkau keluhkan? Bukankah engkau tidak mendapatkan apa-apa karena engkau terlalu mengasihi daging? Dan bukankah ini karena pikiranmu yang terlalu muluk-muluk? Bukankah karena engkau terlalu bodoh? Jika engkau tidak mampu memperoleh berkat-berkat ini, dapatkah engkau menyalahkan Tuhan karena tidak menyelamatkanmu? ... Aku memberimu jalan yang benar tanpa meminta imbalan apa pun, tetapi engkau tidak mengejarnya. Apakah engkau salah satu dari orang-orang yang percaya kepada Tuhan? Aku memberikan kehidupan manusia yang nyata kepadamu, tetapi engkau tidak mengejarnya. Apakah engkau tidak ada bedanya dari babi atau anjing? Babi tidak mengejar kehidupan manusia, mereka tidak berupaya supaya ditahirkan, dan mereka tidak mengerti makna hidup. Setiap hari, setelah makan sampai kenyang, mereka hanya tidur. Aku telah memberimu jalan yang benar, tetapi engkau belum mendapatkannya. Tanganmu kosong. Apakah engkau bersedia melanjutkan kehidupan ini, kehidupan seekor babi? Apa pentingnya orang-orang seperti itu hidup? Hidupmu hina dan tercela, engkau hidup di tengah-tengah kecemaran dan kecabulan, dan tidak mengejar tujuan apa pun; bukankah hidupmu paling tercela? Apakah engkau masih berani memandang Tuhan? Jika engkau terus mengalami dengan cara demikian, bukankah engkau tidak akan memperoleh apa-apa? Jalan yang benar telah diberikan kepadamu, tetapi apakah pada akhirnya engkau dapat memperolehnya, itu tergantung pada pengejaran pribadimu sendiri" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Membaca semua firman Tuhan meminta kita bertanggung jawab, aku merasa bersalah dan mencela diri. Untuk mentahirkan dan mengubah watak rusak kita, memberi kita kesempatan diselamatkan, Tuhan telah dengan sungguh-sungguh memelihara kita dengan begitu banyak kebenaran, dan bersekutu dengan sangat rinci tentang setiap aspek kebenaran, takut kita tak akan memahaminya. Tuhan telah membayar sangat mahal untuk kita. Siapa pun yang punya kemanusiaan harus berusaha mengejar kebenaran dan mengabdikan diri pada tugas. Namun, aku tak punya hati nurani. Aku tak mengejar kebenaran, hanya memedulikan kenyamanan fisik, dan masih hidup berpedoman falsafah jahat, seperti "Jalani hidup dengan santai," "Isi harimu dengan kesenangan, karena hidup ini singkat." Aku merasa harus memperlakukan diri dengan baik selama waktu singkat kita di bumi dan tak terlalu memaksakan diri. Kita harus buat hidup kita riang dan bahagia. Aku melakukan tugas dengan syarat tak akan menderita ketidaknyamanan duniawi atau kelelahan. Aku melakukan pekerjaan yang paling mudah. Setiap kali harus memutar otak tentang sesuatu, aku menentang dan melarikan diri, entah mengalihkan masalah kepada orang lain atau menyimpannya, mengabaikannya. Aku tak menjalankan tugas dengan serius, akibatnya beberapa masalah petobat baru tak selesai dan mereka berhenti ikut pertemuan. Baru saat itulah aku sadar falsafah jahat itu telah membuatku makin rusak. Aku seperti babi, mendambakan kenyamanan dan tak mengejar kebenaran sama sekali, mengacaukan tugas, dan tak memedulikannya. Aku mengabaikan tugasku, tak mendapatkan kebenaran yang seharusnya kuperoleh, dan tak memenuhi tanggung jawabku. Bukankah aku sungguh tak berguna? Aku benar-benar mengalami hasrat akan kenyamanan duniawi itu merugikan diriku dan merusak kesempatanku diselamatkan. Menghadapi kesulitan dalam suatu tugas sebenarnya kesempatan bagus untuk bersandar kepada Tuhan dan mencari kebenaran. Kesulitan memaksaku mencari kebenaran dan belajar mengikuti prinsip dalam tugas adalah cara bagus bagiku mengejar kebenaran dan jalan masuk kehidupan. Namun, aku memperlakukan semua ini seperti gangguan, beban yang harus dilepaskan. Menyadari itu, aku sangat menyesali bagaimana aku memanjakan daging dan kehilangan begitu banyak kesempatan bagus untuk mempelajari kebenaran. Aku tak ingin terus tak serius. Aku harus meninggalkan daging dan mencurahkan hati ke dalam tugasku.

Suatu hari aku membaca kutipan firman Tuhan yang membuatku lebih memahami konsekuensi dari tak serius dalam tugasku. Firman Tuhan katakan: "Misalkan ada pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam waktu satu bulan oleh satu orang. Jika dibutuhkan waktu enam bulan untuk melakukan pekerjaan ini, bukankah lima bulan ini mewakili kerugian? Dalam hal mengabarkan Injil, ada orang-orang yang mau menyelidiki jalan yang benar dan hanya perlu waktu satu bulan untuk bertobat, setelah itu mereka bergabung dengan gereja dan terus disirami dan dibekali. Enam bulan adalah waktu yang dibutuhkan bagi mereka untuk membangun dasar. Namun, jika sikap orang yang mengabarkan Injil adalah sikap yang acuh tak acuh dan asal-asalan, dan para pemimpin dan pekerja tidak memiliki rasa tanggung jawab, dan akhirnya membutuhkan waktu setengah tahun untuk mempertobatkan orang tersebut, bukankah setengah tahun ini merupakan kerugian bagi hidup mereka? Jika mereka menghadapi bencana besar dan tidak memiliki dasar, mereka akan berada dalam bahaya, dan bukankah engkau akan berutang sesuatu kepada mereka? Kerugian semacam itu tidak diukur secara finansial, atau menggunakan uang. Engkau telah menunda pemahaman mereka tentang kebenaran selama setengah tahun, engkau telah menunda mereka untuk membangun dasar dan melaksanakan tugas mereka selama setengah tahun. Siapa yang akan bertanggung jawab untuk ini? Apakah para pemimpin dan pekerja mampu bertanggung jawab akan hal ini? Tanggung jawab hidup seseorang berada di luar kemampuan siapa pun untuk menanggungnya" (Firman, Vol. 5, Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja). Yang diungkapkan oleh firman Tuhan sungguh menyedihkan dan sulit. Aku seperti pemimpin palsu yang tak melakukan kerja nyata, lalai dalam tugas dan tak bertanggung jawab, menyebabkan petobat baru tak ikut pertemuan, dan beberapa bahkan meninggalkan iman karena masalah mereka tak terselesaikan. Bukankah menyiram petobat baru seperti itu hanya menyakiti mereka? Meskipun beberapa tak meninggalkan iman, hidup mereka dirugikan karena punya gagasan dan lama tak ikut pertemuan. Itu kerugian yang tak bisa kutebus. Seandainya aku tak terlalu memikirkan daging, bisa membayar mahal, dan menganggap serius setiap masalah petobat baru, mungkin beberapa dari mereka akan bisa kukuh di jalan yang benar dan belajar kebenaran lebih awal, menjalani kehidupan gereja, melakukan tugas, mengumpulkan perbuatan baik lebih cepat, dan situasinya tak akan menjadi seperti ini. Namun, pada saat itu, sudah terlambat. Memikirkan para petobat baru yang tak ingin menghadiri pertemuan, aku merasa sangat sedih dan bersalah, juga sangat berutang budi kepada Tuhan. Itu adalah pelanggaran, noda dalam tugasku! Aku juga dipenuhi penyesalan dan ketakutan. Aku merasa telah menyebabkan masalah besar dan menyinggung watak Tuhan. Dengan berlinang air mata, kuberdoa, "Tuhan, aku selalu mendambakan kemudahan serta tak serius dalam tugasku, yang membuat-Mu jijik. Aku ingin bertobat kepada-Mu dan menebus pelanggaranku melalui tindakan nyata. Tolong periksa hatiku, dan jika aku terus lengah, tolong tegur dan disiplinkan aku."

Aku kemudian mencari petobat baru yang negatif, lemah, dan tak menghadiri pertemuan, lalu mencari firman Tuhan untuk menyelesaikan masalah mereka. Aku juga bertanya kepada para saudari yang pandai menyiram tentang prinsip dan pendekatan. Lalu, kucari petobat baru dengan gagasan agama yang tak ikut pertemuan. Aku mengiriminya beberapa pesan, tak satu pun dibalas. Aku merasa agak pesimis dan aku harus melupakannya. Bagaimanapun juga dialah yang berhenti merespons—itu adalah fakta. Aku juga mengirim pesan lain kepada petobat baru yang sibuk dengan pekerjaan, dan saat melihatnya menolak undangan pertemuanku, aku tak ingin berusaha lebih keras untuk mendukungnya. Aku lalu teringat doaku kepada Tuhan, serta firman-Nya ini: "Ketika orang melaksanakan tugas mereka, mereka sebenarnya sedang melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan. Jika engkau melakukannya di hadapan Tuhan, jika engkau melaksanakan tugasmu dan tunduk kepada Tuhan dengan sikap yang jujur dan dengan hatimu, bukankah sikap ini jauh lebih tepat? Jadi, bagaimana seharusnya engkau menerapkan sikap ini dalam kehidupanmu sehari-hari? Engkau harus membuat 'menyembah Tuhan dengan hati dan kejujuran' menjadi kenyataanmu. Setiap kali engkau ingin kendur dan bersikap asal-asalan, setiap kali engkau ingin bertindak dengan cara yang licin dan malas, dan setiap kali engkau teralihkan atau lebih suka bersenang-senang, engkau harus pikirkan hal ini baik-baik: 'Dengan berperilaku seperti ini, apakah aku tidak dapat dipercaya? Apakah aku sedang bersikap sepenuh hati dalam melakukan tugasku? Apakah aku sedang bersikap tidak setia dengan melakukan hal ini? Dengan melakukan hal ini, apakah aku gagal untuk hidup sesuai dengan amanat yang telah Tuhan percayakan kepadaku?' Beginilah caranya engkau harus merenungkan dirimu sendiri. Jika engkau akhirnya dapat mengetahui bahwa engkau selalu ceroboh dan asal-asalan dalam tugasmu, dan tidak setia, dan bahwa engkau telah menyakiti Tuhan, apa yang harus kaulakukan? Engkau harus berkata, 'Pada saat itu, aku merasa ada sesuatu yang salah di sini, tetapi aku tidak menganggapnya masalah; aku hanya mengabaikannya dengan ceroboh. Baru sekarang kusadari bahwa aku sebenarnya telah bersikap ceroboh dan asal-asalan, bahwa aku tidak memenuhi tanggung jawabku. Aku benar-benar tidak memiliki hati nurani dan nalar!' Engkau telah menemukan masalahnya dan mulai sedikit mengenal dirimu sendiri—jadi sekarang, engkau harus berbalik! Sikapmu dalam melakukan tugasmu salah. Engkau ceroboh dengan itu, seperti dengan pekerjaan tambahan, dan engkau tidak mengerahkan segenap hatimu ke dalamnya. Jika engkau kembali ceroboh dan asal-asalan seperti ini, engkau harus berdoa kepada Tuhan dan memohon agar Dia mendisiplinkan dan menghajarmu. Orang haruslah memiliki keinginan seperti itu ketika melaksanakan tugas mereka. Hanya dengan cara demikianlah mereka dapat sungguh-sungguh bertobat. Orang membalikkan dirinya hanya jika hati nurani mereka bersih dan sikap mereka terhadap pelaksanaan tugas mereka berubah" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Sering Membaca Firman Tuhan dan Merenungkan Kebenaran, Ada Jalan ke Depan"). Firman Tuhan membantuku melihat bahwa melakukan tugas dengan baik itu tak sulit, kita harus tulus, menerima pengawasan Tuhan, dan berusaha yang terbaik untuk melakukan yang kita ketahui, yang kita bisa, tak menggunakan tipu daya atau bekerja sekenanya, kita butuh sikap seperti ini untuk melakukan tugas dengan baik. Jadi, kuputuskan kali ini tak akan mengecewakan Tuhan lagi. Aku harus menunjukkan kepada Tuhan pertobatanku, bahwa aku benar-benar pekerja keras dan tulus, dan meski para petobat baru tak menghadiri pertemuan setelah bantuan dan dukunganku, aku tetap akan memenuhi tanggung jawabku, dan tak punya rasa bersalah.

Aku pergi untuk bicara dengan saudari lain, mencari jalan penerapan, juga mencari petobat baru dengan gagasan agama untuk diberi persekutuan. Aku menceritakan jalan imanku sendiri kepadanya. Tak disangka, dia membalas pesanku. Dia sebenarnya sangat menikmati pertemuan itu, tapi punya beberapa gagasan dan kebingungan yang belum terselesaikan. Aku sangat tergugah oleh kata-kata tulus petobat baru ini, dan berbagi persekutuan yang diarahkan pada gagasannya. Akhirnya, dia setuju menghadiri pertemuan dan tak lama kemudian, dia menjalankan tugas. Aku punya perasaan yang tak terlukiskan saat melihat hasil itu. Aku merasakan sukacita sekaligus penyesalan. Tanpa pencerahan firman Tuhan yang memungkinkanku mengenal diriku dan mengubah sikapku terhadap tugasku, aku akan melakukan pelanggaran lain. Setelah itu, aku mencari petobat baru yang sibuk dengan pekerjaan lagi. Sebelumnya, aku selalu mendorong dia menghadiri pertemuan tanpa memikirkan kesulitannya. Kali ini, aku bersekutu dengan firman Tuhan untuk membantu dia berdasarkan situasinya dan mengatur waktu pertemuan. Saat dia tak punya waktu untuk pertemuan, aku akan membaca firman Tuhan dengannya saat dia punya waktu luang, dan dengan sabar berbagi persekutuan. Lalu, dia bersedia membuka hatinya untukku dan membicarakan firman Tuhan yang dia baca. Dia juga memberitahuku dengan gembira bahwa bagaimanapun, dia tak akan berhenti ikut pertemuan, atau makan dan minum firman Tuhan. Setelah itu, dia tak pernah melewatkan pertemuan lain, dan sesibuk apa pun pekerjaannya, dia mencurahkan waktu untuk merenungkan firman Tuhan. Kemudian, aku mendukung lebih banyak petobat baru, membuat mereka kembali bergabung. Setelah memperbaiki sikap, bersandar pada Tuhan, dan berusaha dengan sungguh-sungguh, aku mendapat hasil lebih baik dalam tugasku.

Aku selalu berkhianat dan acuh tak acuh dalam tugasku sebelumnya. Meskipun tak menderita secara fisik, aku selalu hidup dalam kesulitan. Aku tak bisa merasakan bimbingan Tuhan, dahulu pencapaianku dalam tugas terus berkurang, tak punya pencerahan, juga selalu khawatir Tuhan akan meninggalkan dan menyingkirkanku. Aku sangat tertekan dan kesakitan. Begitu mencurahkan hati ke dalam tugas, aku bisa merasakan kehadiran dan bimbingan Tuhan. Aku juga membuat kemajuan dalam tugasku, serta mendapatkan rasa damai dan nyaman. Aku benar-benar mengalami betapa pentingnya sikapmu terhadap tugas. Saat menghadapi kesulitan, hanya dengan membayar mahal dan mengindahkan kehendak Tuhan, kita bisa mendapatkan pencerahan Roh Kudus dan membuat pencapaian dalam tugas.

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait

Mengapa Aku Takut Kalah?

Oleh Saudari Rena, Filipina Juni 2019, aku menerima pekerjaan baru Tuhan, lalu aku mulai menyirami petobat baru. Beberapa petobat baru...