Cahaya Tuhan Membimbingku Melalui Kesulitan

07 November 2019

Oleh Saudari Zhao Xin, Provinsi Sichuan

Saat masih kecil, aku tinggal di pegunungan. Aku belum pernah banyak melihat dunia dan tidak benar-benar memiliki cita-cita yang lebih besar lagi. Aku menikah dan punya anak, kedua putraku tumbuh menjadi orang yang bijaksana dan patuh, dan suamiku seorang pekerja keras. Meskipun tidak pernah punya banyak uang, kami hidup harmonis bersama sebagai sebuah keluarga, dan aku merasa sangat bahagia dan puas. Pada 1996, tiba-tiba aku terserang penyakit serius yang menuntunku mendapatkan iman kepada Tuhan Yesus. Sejak saat itu, aku sering membaca Alkitab dan aktif menghadiri kebaktian gereja. Yang mengejutkanku, penyakitku berangsur-angsur mulai membaik, sehingga imanku untuk mengikuti Tuhan Yesus semakin kuat.

Namun, sesuatu yang benar-benar tidak dapat kuduga terjadi pada 1999, ketika aku ditangkap oleh polisi karena imanku kepada Tuhan Yesus. Aku dikurung sepanjang hari dan didenda sebesar 240 yuan. Meskipun mungkin kedengarannya ini bukan jumlah yang banyak, bagi kami petani melarat yang tinggal di daerah pegunungan yang miskin, itu bukan jumlah yang sedikit! Untuk mengumpulkan uang sejumlah tersebut, aku menjual semua kacang yang telah kutanam dengan susah payah di sebidang tanah milikku. Apa yang benar-benar tidak kumengerti adalah mengapa pemerintah PKT (Partai Komunis Tiongkok) menjulukiku penjahat yang "terlibat dalam organisasi kontra-revolusioner." Mereka juga mengancam seluruh keluargaku, dengan mengatakan bahwa meskipun putra-putraku lulus perguruan tinggi, mereka tetap tidak akan bisa mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu, suamiku, orang tuaku, sanak saudaraku, dan teman-temanku semuanya mulai menekanku, mereka berusaha menekan dan menghalangi imanku. Mereka membuatku melakukan semua pekerjaan yang keras dan melelahkan, dan yang bisa aku lakukan hanyalah menahannya dalam diam.

Pada 2003, aku cukup beruntung untuk menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Dengan membaca firman Tuhan, aku menjadi yakin bahwa Tuhan Yang Mahakuasa adalah Tuhan Yesus yang datang kembali. Aku benar-benar gembira dan merasa bahwa dapat bersatu kembali dengan Tuhan dalam hidupku sendiri benar-benar merupakan berkat terbesar yang pernah ada! Namun, sejak saat itu, tekanan yang diberikan kepadaku oleh pemerintah PKT dan keluargaku sendiri menjadi semakin besar. Menghadapi lingkungan seperti ini, aku menyatakan tekadku kepada Tuhan: "Sesulit atau sebesar apa pun aku menderita, aku akan mengikuti-Mu sampai akhir!" Polisi PKT kemudian datang ke rumahku dan mengancamku dengan mengatakan, "Tahukah kau bahwa kepercayaanmu kepada Tuhan itu ilegal, bahwa itu tidak diizinkan di negara ini? Jika kau mempertahankan imanmu, pada akhirnya kau akan dipenjara!" Saat suamiku mendengar hal ini, dia mulai semakin menekanku. Dia sering memukuli dan memarahiku, dan bahkan tidak mau membiarkan aku tinggal di rumah kami. Tanpa pilihan lain, yang bisa kulakukan hanyalah memendam kepedihan yang kurasakan di dalam batinku dan meninggalkan rumah untuk menghindari penganiayaan dan penangkapan oleh pemerintah PKT. Pada saat itu, meskipun telah dipaksa keluar dari kota asalku dan menjalani kehidupan tunawisma karena penganiayaan PKT, aku masih belum memiliki pemahaman mengenai tangan jahat di balik hal yang telah menyebabkan kehancuran keluargaku. Baru ketika mengalami langsung kehidupan di penjara dan serangan yang tak terkendali serta tuduhan palsu yang dilakukan terhadapku oleh pemerintah PKT, aku jadi memiliki pemahaman yang benar tentang esensi PKT yang jahat dan reaksioner, dan aku menyadari bahwa PKT adalah pelaku utama yang menghancurkan keluarga bahagia semua orang dan mendatangkan malapetaka besar terhadap semua orang!

Pada 16 Desember 2012, aku dan lima saudara-saudari sedang memberitakan injil ketika tiba-tiba empat polisi melaju ke arah kami dengan mobil dan menangkap kami. Mereka membawa kami ke kantor polisi dan, setelah memborgolku, salah satu dari mereka berteriak, "Biar kuberi tahu, kau boleh mencuri dan merampok barang-barang, kau boleh melakukan pembunuhan dan pembakaran, dan kau boleh menjual tubuhmu, kami tidak peduli. Tetapi percaya kepada Tuhan adalah satu hal yang tidak boleh kau lakukan! Dengan percaya kepada Tuhan, kau menjadikan dirimu sendiri musuh Partai Komunis, dan kau harus dihukum!" Dia menamparku dengan keras dan menendangku dengan kejam sambil berbicara. Aku merasa tidak akan bisa menerima lebih banyak lagi setelah pemukulan itu, jadi aku berseru kepada Tuhan dalam hatiku berulang-ulang: "Ya Tuhan! aku tidak tahu berapa lama polisi jahat ini akan menyiksaku, dan aku merasa tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Tetapi aku lebih baik mati daripada menjadi seorang Yudas—aku tidak akan mengkhianati-Mu. Kumohon jagailah aku, lindungi dan bimbinglah aku." Setelah berdoa, aku diam-diam bertekad dalam hatiku: "Aku akan tetap setia kepada Tuhan sampai napas terakhirku, aku akan bertarung melawan Iblis sampai akhir dan akan menjadi kesaksian untuk memuaskan Tuhan!" Setelah itu, salah seorang polisi menggeledahku dan menemukan uang tunai 230 yuan milikku. Sambil menyeringai, dia berkata, "Uang ini barang curian dan harus disita." Sambil berbicara dia memasukkan uang itu ke dalam sakunya sendiri dan menyimpannya untuk dirinya sendiri. Mereka kemudian mulai menginterogasi kami. "Dari mana asal kalian? Siapa nama-nama kalian? Siapa yang mengirim kalian ke sini?" Setelah aku memberi tahu mereka nama dan alamatku, mereka dengan cepat menemukan rincian seluruh keluargaku di komputer mereka. Aku hanya memberi tahu mereka informasi pribadiku yang dasar, tetapi menolak menjawab satu pun pertanyaan tentang gereja.

Polisi kemudian memainkan salah satu trik mereka. Mereka menemukan lebih dari sepuluh orang di jalan yang tidak percaya kepada Tuhan dan menyuruh mereka bersaksi bahwa aku telah memberitakan Injil kerajaan Tuhan Yang Mahakuasa. Kemudian mereka memberi tahu orang-orang itu banyak kebohongan dan tuduhan palsu terhadapku. Semua orang itu mengejekku, memfitnahku dan menghinaku; aku merasa sangat teraniaya. Aku tidak tahu bagaimana harus melewati situasi ini, jadi aku terus berseru kepada Tuhan dalam hatiku agar memberiku iman dan kekuatan. Saat itulah, bagian dari nyanyian pujian firman Tuhan terlintas di benakku: "Tuhan dalam daging dihakimi, dikutuk, dicemooh. Oleh setan, Dia dikejar, ditolak oleh dunia agama. Tak seorang pun dapat menebus kesakitan-Nya. Tuhan s'lamatkan manusia lewat kesabaran. Dengan p'nuh luka, Dia kasihi manusia. Ini karya paling, paling menyakitkan. Perlawanan sengit, fitnah, kejaran, tuduhan manusia sebabkan daging Tuhan hadapi bahaya. Siapa dapat pahami dan ringankan sakit-Nya?" ("Dengan Penuh Luka, Tuhan Mengasihi Manusia" dalam "Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru"). Sebelumnya, aku hanya pernah memahami secara teori tentang rasa sakit yang diderita Tuhan untuk menyelamatkan umat manusia, dan baru sekaranglah, setelah mendapati diriku dalam situasi yang nyata seperti itu, akhirnya aku mulai menghargai betapa hebatnya penderitaan Tuhan! Tuhan, yang benar dan suci, telah menjadi manusia untuk hidup bersama kita, orang-orang yang kotor dan rusak; Dia telah mengalami segala macam cemoohan dan penghinaan, kutukan dan fitnah, penganiayaan dan pengejaran demi menyelamatkan kita. Bahkan kita yang benar-benar percaya kepada Tuhan sering kali tidak memahami Dia dan bahkan salah memahami dan menyalahkan-Nya. Semua pukulan ini sangat menyakitkan bagi Tuhan, tetapi Dia tetap menanggung luka-luka-Nya dan mengasihi manusia—watak-Nya begitu agung, begitu terhormat! Meskipun dahulu aku pernah membaca hal ini dalam Alkitab: "Karena sama seperti kilat yang memancar dari satu bagian di bawah langit, bersinar sampai ke bagian lain di bawah langit; demikian juga Anak Manusia saat hari kedatangan-Nya tiba. Tetapi pertama-tama Dia harus mengalami berbagai penderitaan dan ditolak oleh generasi ini" (Lukas 17:24-25). Baru pada hari inilah aku melihat bahwa firman ini benar-benar telah terjadi! Ini membuatku sangat sedih, dan aku menyesal tidak pernah menunjukkan pertimbangan pada kehendak Tuhan sebelumnya…. Sebelum aku bisa mendapatkan kembali ketenanganku, polisi menggantungkan sebuah tanda bertuliskan "anggota Xie Jiao (ajaran sesat)" di leherku dan mengambil fotoku. Mereka kemudian menyuruhku berjongkok dan menunjuk beberapa materi injil sementara mereka mengambil beberapa foto lagi. Kakiku sakit sekali sampai aku tidak bisa berjongkok. Tepat pada saat itu, ponselku mulai berdering, dan aku sangat terkejut dan berpikir: "Itu pasti telepon dari saudara atau saudari dari gereja. Aku benar-benar tidak boleh melibatkan mereka!" Aku cepat-cepat meraih ponselku dan menghancurkannya dengan keras ke lantai, membuatnya pecah berkeping-keping. Ini langsung membuat polisi marah. Mereka tampaknya telah kehilangan akal sehat—mereka mengangkatku dengan mencengkeram kerah bajuku, lalu memukul wajahku dengan keras beberapa kali. Wajahku langsung mulai terbakar seperti api dan telingaku berdengung hebat sehingga tidak bisa mendengar apa pun. Mereka kemudian mulai menendang kakiku dengan sekuat tenaga dan, masih belum puas melampiaskan amarah mereka, polisi-polisi jahat itu menyeretku ke sebuah ruangan gelap dan membuatku berdiri dengan punggung menempel dinding sambil mereka memukuli wajahku. Mereka kemudian memukuliku lagi dengan keras. Aku berhasil menahan air mataku saat semua ini terjadi dan berdoa dalam hati kepada Tuhan: "Ya Tuhan Yang Mahakuasa, aku percaya bahwa kehendak baik-Mu ada di balik segala sesuatu yang terjadi pada diriku saat ini. Seperti apa pun polisi-polisi jahat ini menyiksaku, aku akan selalu menjadi kesaksian untuk-Mu dan aku tidak akan menyerah kepada Iblis!" Yang mengejutkanku, saat mengucapkan doa ini, tiba-tiba telingaku kembali bisa mendengar, dan yang bisa kudengar hanyalah seorang polisi jahat mengatakan, "Wanita ini benar-benar keras kepala. Dia tidak meneteskan air mata atau merintih. Mungkin kita belum cukup keras menyiksanya. Ambil alat setrum dan kemudian kita akan melihat apakah dia bersuara!" Polisi lain mengambil tongkat listrik dan menghunjamkan tongkat itu dengan keras ke pahaku. Rasa sakit yang hebat mengoyakku seketika, sangat menyakitkan sehingga aku langsung tersungkur ke lantai. Kepalaku membentur dinding dan darah mulai mengucur dari kepalaku. Polisi menunjuk ke arahku dan berteriak, "Berhenti pura-pura. Bangun! Kami akan memberimu tiga menit. Jika kau tidak berdiri, kami akan memukulmu lagi. Jangan pernah berpikir untuk pura-pura mati!" Namun, seperti apa pun mereka berteriak, aku benar-benar tidak bisa bergerak, dan pada akhirnya mereka memberiku tendangan ganas lagi sebelum akhirnya berhenti.

Aku benar-benar tidak tahan lagi menghadapi penyiksaan brutal dan tidak manusiawi yang dilakukan oleh polisi-polisi itu. Aku berdoa kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh: "Ya Tuhan Yang Mahakuasa! Aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Kumohon berilah aku iman dan kekuatan!" Di tengah penderitaanku yang intens, sebuah nyanyian pujian dari firman Tuhan terlintas di benakku: "Karena engkau percaya kepada Tuhan, engkau harus menyerahkan hatimu di hadapan Tuhan. Jika engkau mempersembahkan dan menyerahkan hatimu di hadapan Tuhan, maka selama pemurnian engkau tidak akan mungkin menyangkal Tuhan, ataupun meninggalkan Tuhan. ... Bila hari itu tiba yaitu saat ujian dari Tuhan tiba-tiba menimpamu, engkau bukan saja akan mampu berdiri di pihak Tuhan, tetapi juga akan menjadi kesaksian bagi Tuhan. Pada saat itu, engkau akan seperti Ayub, dan seperti Petrus. Setelah menjadi kesaksian bagi Tuhan engkau akan sungguh-sungguh mengasihi Dia, dan akan dengan senang hati mengorbankan nyawamu untuk-Nya; engkau akan menjadi saksi Tuhan, dan seseorang yang dikasihi oleh Tuhan. Kasih yang telah mengalami pemurnian kuat, tidak lemah. Kapanpun dan bagaimanapun cara Tuhan mengujimu lewat ujian-Nya, engkau mampu untuk tidak memedulikan apakah engkau hidup atau mati, engkau akan dengan senang hati menyingkirkan segala sesuatu bagi Tuhan, dan dengan gembira menanggung apa pun juga bagi Tuhan—dengan demikian, kasihmu akan murni, dan imanmu nyata. Hanya setelah itulah, engkau akan menjadi seseorang yang sungguh-sungguh dikasihi oleh Tuhan, dan yang sungguh-sungguh telah disempurnakan oleh Tuhan" ("Persembahkan Hatimu di Hadapan Tuhan Jika Kau Percaya kepada-Nya" dalam "Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru"). Pencerahan Tuhan memampukanku untuk memahami kehendak-Nya dan juga memberiku iman dan kekuatan yang tiada habisnya. Aku berdoa lagi kepada Tuhan: "Ya Tuhan! Aku percaya bahwa semua yang terjadi kepadaku hari ini terjadi atas persetujuan-Mu, dan maksud baik-Mu ada di balik semua itu. Melalui pertunjukan yang dilakukan oleh para iblis ini, aku akhirnya melihat bahwa lembaga penegak hukum yang bekerja di bawah PKT adalah organisasi yang kejam dan aku tidak boleh menyerah kepada mereka. Aku hanya ingin memberi-Mu hatiku dan berdiri di pihak-Mu. Ya Tuhan! Aku tahu bahwa hanya dengan mengalami ujian dan pemurnian seperti itulah kasihku kepada-Mu dapat diperkuat. Jika Iblis mengambil nyawaku hari ini, aku tetap tidak akan mengucapkan keluhan sepatah kata pun. Dapat menjadi kesaksian bagi-Mu adalah kehormatanku sebagai makhluk ciptaan. Dahulu aku belum memenuhi kewajibanku dengan baik dan aku berutang banyak kepada-Mu. Memiliki kesempatan untuk mati bagi-Mu hari ini adalah hal yang paling berarti. Aku ingin menaati-Mu." Aku merasa sangat tersentuh setelah doa ini, dan aku merasa bahwa menderita rasa sakit ini demi mengikuti Tuhan adalah hal yang sangat berarti, dan itu sangat berharga meskipun aku harus mati!

Mungkin lebih dari 10 menit kemudian seorang petugas polisi wanita datang dan membantuku berdiri dan, dengan berpura-pura ramah, ia berkata, "Lihatlah dirimu, orang seusiamu, dengan anak-anakmu yang masih berkuliah. Apakah benar-benar layak menderita semua ini? Cukup beri tahu kami apa yang ingin kami ketahui dan kemudian kau boleh langsung pergi." Dia melihat bahwa aku tidak menanggapinya, lalu melanjutkan perkataannya, "Kau seorang ibu, jadi kau harus memikirkan putra-putramu. Sekarang kita hidup di wilayah kekuasaan Partai Komunis, dan pemerintah PKT menentang dan menekan semua kepercayaan beragama. Kami terutama membenci orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Jika kau bersikeras menentang pemerintah, apakah kau tidak khawatir akan memberatkan seluruh keluargamu? Dalam hal tertentu, orang tua dan suamimu semuanya akan terlibat, dan putra serta cucu-cucumu tidak mungkin bisa bergabung dengan ketentaraan, atau menjadi kader, atau menjadi pegawai negeri. Tidak seorang pun akan mempekerjakan mereka, bahkan untuk sekadar menjadi penjaga keamanan. Apakah kau ingin putra-putramu hanya menjadi buruh saat mereka tumbuh dewasa, dan hanya melakukan pekerjaan sambilan sepertimu dan menjadi miskin sepanjang hidup mereka?" Tepat pada saat Iblis melaksanakan rencana liciknya terhadapku, firman Tuhan terlintas di benakku: "Dari segala sesuatu yang ada di alam semesta, tidak ada satu pun yang mengenainya Aku tidak mengambil keputusan yang terakhir. Apakah ada sesuatu, yang tidak berada di tangan-Ku? Apa pun yang Kufirmankan terjadi, dan siapakah di antara manusia yang dapat mengubah pikiran-Ku?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta, Bab 1"). Firman Tuhan memungkinkanku untuk memahami rencana licik Iblis, dan aku menyadari bahwa mereka berusaha memaksaku bicara dengan menggunakan masa depan anak-anakku sebagai strategi. Namun, aku tahu bahwa nasib kita sebagai manusia tidak berada di tangan kita sendiri, juga tidak berada di tangan polisi, tetapi berada di tangan Tuhan. Pekerjaan apa pun yang akan dimiliki anak-anakku di masa depan dan apakah mereka kelak menjadi kaya atau miskin, semuanya itu tergantung pada Tuhan. Memikirkan hal ini, aku tidak merasa terdesak sedikit pun oleh polisi. Bimbingan dari firman Tuhan memungkinkanku untuk benar-benar memahami bahwa Tuhan ada di pihakku, melindungiku, dan aku mulai memercayai Tuhan dengan lebih tabah lagi. Jadi, aku menoleh ke satu sisi dan tetap diam. Petugas itu memarahiku dan kemudian pergi.

Malam semakin mendekat. Melihat bahwa mereka tidak bisa mendapatkan apa pun dariku atau dari saudari-saudari gerejaku, satu-satunya yang bisa mereka lakukan adalah mengirim kami ke Pusat Penahanan Daerah. Namun, polisi di sana mengatakan bahwa kasus kami sangat serius, dan kami harus pergi ke Rumah Tahanan Kota. Saat kami sampai di sana, sudah lewat pukul 1 pagi dan yang bisa kulihat hanyalah deretan gerbang besar yang terbuat dari jeruji logam—semuanya tampak sangat suram dan menakutkan. Di gerbang pertama, kami harus melepas setiap item pakaian dan patuh saat tubuh kami digeledah. Mereka kemudian memotong semua kancing dan ritsletingku dan aku harus memakai pakaian sobek-sobek; aku merasa seperti seorang pengemis. Di gerbang kedua, kami harus menjalani pemeriksaan fisik. Mereka melihat memar di kakiku akibat dipukuli oleh polisi dan aku merasa sulit untuk berjalan, tetapi mereka hanya menatap dan berbohong dengan mengatakan, "Ini semua sangat normal. Tak ada yang perlu dikhawatirkan." Dalam peraturan penjara dengan jelas disebutkan bahwa perawatan harus diberikan jika ada penyakit atau cedera yang ditemukan selama pemeriksaan fisik, tetapi pada kenyataannya, mereka tidak peduli apakah tahanan itu hidup atau mati. Mereka berkata kepadaku dengan sarkastis, "Kau, orang-orang yang percaya pada Tuhan Yang Mahakuasa memiliki Tuhan untuk melindungimu. Kau bisa mengatasinya." Aku dibawa ke sebuah sel, dan seorang tahanan menjulurkan kepalanya dari bawah seprai dan berteriak kepadaku, "Lepaskan semua pakaianmu!" Aku memohon kepadanya untuk tidak menyuruhku melepas pakaian dalam, tetapi dia hanya menyeringai jahat kepadaku dan berkata, "Jika kau datang ke tempat ini, kau harus mengikuti peraturan." Semua tahanan lain kemudian muncul dari bawah seprai mereka dan mulai membuat segala macam suara mengerikan. Ada 18 tahanan yang dikurung di sel seluas lebih dari 20 meter persegi: mereka adalah pengedar narkoba, pembunuh, pelaku penggelapan, dan pencuri. Pekerjaan "bos" tempat itu, yakni si ketua para tahanan, adalah menghukum orang dengan berbagai cara setiap hari—dia menyiksa orang untuk bersenang-senang. Pada pagi hari, wakilnya mengajariku berbagai peraturan dan mengatakan bahwa aku harus mengepel lantai dua kali setiap hari. Dia terus-menerus menemukan hal-hal yang harus aku lakukan dan mengatakan kepadaku bahwa aku harus selalu memenuhi kuota produksiku, dan bahwa aku harus mengebut, jika tidak, aku akan dihukum. Sipir penjara bertindak seperti binatang buas dan sering menghukum para tahanan tanpa alasan. Salah satu dari mereka mengancamku dengan mengatakan, "Apa yang aku katakan berlaku. Aku tidak peduli jika kau melaporkan aku. Buatlah laporan jika kau mau, dan aku akan memberimu lebih daripada yang kau harapkan! ..." Para sipir penjara yang jahat ini benar-benar tanpa kendali dan sangat merajalela. Di sana, uang membuat dunia berputar, dan selama seseorang memberi uang kepada sipir penjara, mereka tidak tunduk pada "hukum". Ada seorang tahanan yang merupakan istri pejabat yang telah menggelapkan sejumlah besar uang. Dia sering memberi uang kepada sipir penjara, dan setiap hari dia akan membelikan "bos" beberapa makanan ringan renyah. Dengan melakukan itu, dia tidak perlu melakukan pekerjaan apa pun sepanjang hari, dan dia akan menyuruh orang lain mencucikan piringnya dan melipat seprainya. Meskipun aku tinggal di sel penjara bagai neraka ini, tanpa uang dan tanpa hak, dan aku harus tahan dengan segala macam intimidasi dan siksaan setiap hari, satu-satunya hal yang menghiburku adalah bahwa dua saudari gereja ada di sana bersamaku. Kami seperti keluarga. Melalui masa sulit ini, kami akan bersekutu dengan satu sama lain setiap kali kami memiliki kesempatan; kami saling mendukung dan membantu. Kami mengandalkan Tuhan sepanjang waktu, meminta-Nya untuk memberi kami iman dan kekuatan. Kami saling membantu dan mendukung satu sama yang lain, dan bersama-sama kami melewati masa yang mengerikan ini.

Aku diinterogasi oleh polisi empat kali lagi saat berada di rumah tahanan itu. Pada salah satunya, orang-orang yang datang untuk menginterogasiku memperkenalkan diri mereka sebagai orang-orang dari Biro Keamanan Umum Kota dan dari Tim Keamanan Nasional. Aku berpikir dalam hati: "Seseorang dari Biro Keamanan Umum Kota pasti memiliki kualitas lebih tinggi dan lebih berpendidikan daripada polisi di kantor polisi setempat. Mereka pasti menegakkan hukum dengan adil." Namun kenyataannya tidak seperti yang kubayangkan. Tak lama setelah pria dari Biro Keamanan Umum Kota memasuki ruangan, dia bersandar di kursi dengan kaki di atas meja. Seluruh tubuhnya memancarkan kesombongan, dan dia menyapukan matanya ke arahku dengan tatapan jijik. Dia kemudian berdiri dan menghampiriku. Dia mengisap rokoknya dalam-dalam kemudian mengepulkan asapnya ke wajahku. Melihat ini, aku akhirnya menyadari bahwa polisi PKT semuanya sama saja, dan mau tak mau aku tertawa dalam hati karena berpikir orang ini akan berbeda. Aku tidak tahu tipu daya apa yang akan mereka coba lakukan kepadaku selanjutnya, jadi diam-diam aku mengucapkan doa kepada Tuhan: "Ya Tuhan Yang Mahakuasa. Kumohon berilah aku hikmat untuk mengalahkan Iblis dan mampukanlah aku untuk memuliakan-Mu dan menjadi kesaksian bagi-Mu!" Saat itulah, polisi dari Tim Keamanan Nasional berkata, "Kami sudah tahu semua tentangmu. Bekerjasamalah dengan kami dan kami akan membiarkanmu pergi." Aku melirik kepadanya dan tertawa sedih. Berpikir bahwa aku bersedia berkompromi, mereka berkata, "Kau mau bekerja sama sekarang?" Aku menjawab, "Aku sudah mengatakan semua yang perlu kukatakan sejak dulu." Ini langsung membuat para polisi jahat itu marah besar, dan mereka mulai meneriakkan kata-kata kotor kepadaku. "Kami berusaha memberimu jalan keluar yang bermartabat, dan kau menolak! Jika kau tidak mau bicara hari ini, aku punya seluruh waktu di dunia ini untuk dihabiskan bersamamu. Aku akan mengeluarkan putra-putramu dari sekolah dan memastikan mereka tidak dapat menyelesaikan pendidikan mereka." Mereka kemudian mengeluarkan ponselku dan mengancamku dengan mengatakan, "Nomor-nomor siapa yang ada di kartu SIM-mu? Jika kau tidak memberi tahu kami hari ini, kau akan mendapatkan hukuman penjara tujuh atau delapan tahun. Kami akan menyuruh tahanan lain terus-menerus menyiksamu, dan kau akan berharap mati saja!" Seperti apa pun dia mendesakku untuk mendapatkan jawaban, aku tidak mengatakan apa pun. Aku bahkan tidak merasa takut, karena firman Tuhan memberiku pencerahan jauh di lubuk hatiku: "Karena engkau harus menahan penderitaan seperti itu supaya engkau diselamatkan dan bertahan hidup; selain itu, ini telah ditentukan dari semula oleh Tuhan. Jadi, penderitaan yang menimpamu ini adalah berkatmu. ... Makna di baliknya sangat mendalam, dan sangat penting" ("Mereka yang Telah Kehilangan Pekerjaan Roh Kudus adalah yang Paling Berisiko" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Sesi interogasi itu berlangsung selama dua setengah jam. Melihat bahwa mereka tidak mendapatkan apa-apa dariku, mereka mengarahkan ancaman lebih banyak kepadaku dan kemudian pergi dengan wajah kesal.

Pada 6 Januari 2013, polisi menggunakan strategi berbeda dan mengatakan bahwa mereka akan membawaku pulang. Mereka menyuruhku memakai seragam tahanan dan borgol, dan aku dibawa kembali ke kantor polisi setempat dengan mobil van penjara. Sesampainya di sana, aku diberi tahu bahwa polisi jahat itu telah menemukan putra-putraku dan mertuaku, telah menggeledah rumah kami, dan telah bertanya kepada orang-orang sekitar dan mendapatkan pemahaman yang baik tentang apa yang telah kulakukan selama beberapa tahun terakhir. Salah satu polisi di sana berkata, "Kami telah memburu wanita ini selama bertahun-tahun dan tidak pernah menangkapnya. Ketika suaminya meninggal, dia hanya tinggal satu malam di rumah. Kami menghabiskan berhari-hari di rumahnya menunggunya. Ketika putranya menjalani operasi jantung, kami pergi ke rumah sakit untuk menangkapnya, tetapi dia tidak pernah muncul. Dia sangat percaya kepada Tuhan sehingga meninggalkan seluruh keluarganya. Sekarang setelah kami menangkapnya, kami harus membereskannya sekali dan untuk selamanya!" Saat mendengarnya mengatakan ini, hatiku mulai berteriak: "Kapan aku tidak mau pulang? Kematian suamiku sangat menghancurkan diriku, dan aku sangat khawatir ketika putraku menjalani operasi jantung. Aku sangat ingin berada di sisi putraku. Bukannya aku telah meninggalkan mereka, tetapi itu karena pemerintah PKT tanpa henti menganiayaku dan memburuku, membuatku tidak mungkin pulang!" Mobil van itu melaju di sepanjang jalan menuju rumahku, dan aku menangis diam-diam dalam hatiku. Aku terus-menerus berdoa kepada Tuhan: "Ya Tuhan! Aku sudah jauh dari rumahku selama bertahun-tahun karena penganiayaan PKT. Aku akan segera bertemu keluargaku, dan aku takut bahwa aku akan melemah saat melihat mereka dan bahwa aku akan menjadi mangsa rencana licik Iblis. Kumohon bantulah aku dan mampukanlah aku untuk hidup dengan martabat dan kekuatan salah satu umat Tuhan yang setia bahkan di hadapan Iblis. Jangan biarkan aku tertipu oleh mereka. Aku hanya ingin untuk menjadi kesaksian bagi-Mu untuk memuaskan-Mu!" Ketika doaku selesai, aku merasa jauh lebih santai dan merasakan kebebasan. Aku tahu bahwa Tuhanlah yang menyertaiku dan memberiku kekuatan. Ketika kami hampir sampai di rumahku, polisi menepi ke sisi jalan raya. Mengenakan seragam tahanan dan borgol, aku diminta untuk menuntun mereka berjalan kaki ke rumahku. Semua tetanggaku berdiri di kejauhan menatapku dan menunjuk ke arahku; aku bisa mendengar mereka menghinaku dan mengejekku di belakang. Saat kami memasuki gerbang yang menuju ke halaman, aku langsung melihat putraku di sana sedang mencuci pakaian. Dia mendengar aku masuk tetapi tidak mengangkat kepalanya, dan aku tahu saat itu bahwa dia membenciku. Rambut mertuaku sudah menjadi abu-abu, dan ibu mertuaku keluar dan menyapa para petugas jahat itu, tetapi kemudian diam. Seorang polisi jahat bertanya, "Apakah wanita ini menantu perempuanmu?" Dia mengangguk sedikit. Polisi itu kemudian mulai mengancam mertuaku, dengan mengatakan, "Jika dia tidak mau bekerja sama dengan kami, kami harus menghubungi sekolah dan tidak lama setelah itu putra-putranya akan dikeluarkan. Kami bahkan akan membatalkan pembayaran jaminan sosialmu bersama dengan setiap manfaat lain yang kau terima." Wajah kedua mertuaku yang sudah tua menjadi pucat ketika dia mengancam mereka, dan suara mereka bergetar saat berbicara. Mereka buru-buru mengakui bahwa aku telah pergi selama enam atau tujuh tahun dan bahwa aku telah menjalankan imanku di tempat lain. Polisi itu kemudian berteriak kepada mereka, "Partai dan rakyat telah merawatmu dengan baik selama ini. Katakan kepada kami, apakah Partai Komunis itu baik?" Ibu mertuaku sangat ketakutan, dia langsung menjawab, "Ya, baik." Polisi itu kemudian bertanya, "Dan apakah kebijakannya saat ini baik?" Dia menjawab, "Ya, semuanya baik." "Dan semua malapetaka yang telah terjadi dalam keluargamu," lanjut polisi itu, "dan kematian putramu, bukankah semuanya disebabkan oleh menantu perempuanmu? Bukankah dia pembawa nasib buruk untuk keluargamu?" Ibu mertuaku menundukkan kepalanya dan sedikit mengangguk. Melihat rencana licik mereka berhasil, polisi menyeretku ke dalam dan membuatku melihat semua penghargaan yang telah diperoleh putraku yang ditempelkan di dinding. Salah satu dari mereka kemudian bersikap sombong dan menunjuk ke arahku, memarahiku dan berkata, "Dalam hidupku aku tidak pernah menemukan orang yang tidak berperikemanusiaan sepertimu. Anak itu sangat baik dan kau meninggalkannya begitu saja dan lari untuk percaya kepada Tuhan! Apa yang kau dapatkan dengan melakukan itu?" Melihat semua penghargaan yang telah dimenangkan putraku memenuhi dinding, aku berpikir tentang bagaimana imanku sekarang memengaruhi studinya, dan tentang bagaimana mertuaku diintimidasi dan diancam—keluargaku telah hancur berantakan! Namun, siapakah penyebab semua itu? Apakah itu hanya karena imanku? Keyakinanku pada Tuhan adalah mengejar kebenaran dan menempuh jalan yang benar dalam hidup. Apa yang salah dengan itu? Jika bukan karena PKT memburuku dan menganiayaku, apakah aku harus menjauh dari rumahku sendiri dan bersembunyi selama bertahun-tahun? Namun, mereka menuduhku tidak peduli dengan keluargaku dan tidak menjalani hidupku. Dengan melakukan ini, bukankah mereka dengan jelas membelokkan fakta dan memutarbalikkan kebenaran? Tepat pada saat itu, kebencian yang kurasakan di dalam diriku terhadap setan-setan Iblis ini bangkit dan hampir meledak seperti gunung berapi yang meletus—aku ingin berteriak: "Setan-setan Iblis! Aku membencimu! Aku membencimu sampai ke sumsum tulang belulangku! Bukankah penganiayaan pemerintah PKT yang telah membuatku jauh dari rumahku sendiri selama bertahun-tahun? Bukankah aku ingin berada di sisi putraku untuk memberinya kasih dan kehangatan seorang ibu? Bukankah aku ingin hidup damai dan bahagia bersama keluargaku sendiri? Namun, kalian setan-setan Iblis sekarang tiba-tiba berubah dan berpura-pura menjadi orang baik, membantah kami dan menyalahkan Tuhan untuk semua hal buruk yang terjadi di keluarga kami, dan meletakkan tanggung jawab atas semua yang terjadi di pundakku. Kalian benar-benar memutarbalikkan kebenaran dan menyemburkan omong kosong! Kalian roh-roh jahat yang begitu kejam, dan kalian pura-pura tidak bersalah padahal kalian adalah penjahat terburuk di antara semuanya. Kalian adalah jimat nasib buruk yang sebenarnya, pertanda jahat, pembawa nasib buruk! Pemerintah PKT adalah pelaku utama yang bertanggung jawab dalam menghancurkan keluargaku! Kebahagiaan apa yang ada untuk dibicarakan bagi orang-orang yang tinggal di negara ini?" Setelah menyelesaikan sandiwara, mereka berteriak "Bergerak!" kepadaku, dan menyuruhku keluar dari rumah. Aku mengucap syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa karena melindungiku dan memampukan aku untuk memahami rencana licik Iblis, untuk melihat dengan jelas kejahatan reaksioner dari PKT yang jahat, dan untuk berdiri teguh dalam kesaksianku!

Pada 12 Januari, polisi menginterogasiku untuk terakhir kalinya. Dua orang polisi sekali lagi berusaha memaksaku untuk mengkhianati saudara-saudariku, tetapi seperti apa pun mereka mengancam dan memaksaku, aku hanya mengatakan tidak tahu. Saat mereka mendengar aku mengatakan bahwa aku tidak tahu apa-apa, mereka langsung marah dan mulai menampar wajahku dengan keras, dan mereka menjambak rambutku seolah-olah mereka menjadi gila. Mereka berdiri di kedua sisiku, mendorongku ke sana kemari dan menendang kakiku sekuat-kuatnya. Mereka kemudian memukul kepalaku dengan pipa tembaga, sambil berteriak, "Apa kau pikir aku tidak akan memukulmu? Lagi pula, apa yang akan kau lakukan? Ayo kita lihat seberapa tangguhnya dirimu!" Syukurlah Tuhan Yang Mahakuasa melindungiku. Meskipun mereka membuatku mengalami siksaan seperti itu, satu-satunya yang bisa kurasakan adalah tubuhku mati rasa; aku sedikit saja merasakan kesakitan. Dua orang polisi jahat itu menyiksaku selama empat jam sampai mereka benar-benar kelelahan dan berkeringat deras, dan baru kemudian mereka berhenti. Mereka duduk di sofa, terengah-engah dan berkata, "Baik, tunggu saja sampai kau menghabiskan sisa hidupmu di penjara. Maka kau tidak akan pernah bebas lagi, meskipun kau mati!" Aku tidak merasakan apa-apa saat mendengar mereka mengatakan ini, karena aku sudah mengeraskan hatiku dan bersumpah tidak akan menyerah pada iblis-iblis ini meskipun dengan mengorbankan nyawaku sendiri. Aku berdoa dalam hati kepada Tuhan: "Ya Tuhan, aku ingin memberikan diriku kepada-Mu. Bahkan seandainya polisi-polisi jahat itu mengurungku selama sisa hidupku, aku tetap akan mengikuti-Mu sampai akhir. Aku akan memuji-Mu meskipun dimasukkan ke dalam neraka!" Saat kembali ke selku, aku sepenuhnya berharap akan dikirim ke penjara selama sisa hidupku, jadi rasanya mengejutkan ketika Tuhan membukakan jalan keluar untukku. Pada sore hari tanggal 16 Januari, polisi tiba-tiba melepaskanku tanpa tuduhan apa pun.

Pengalaman yang menggetarkan hati ini bagai mimpi buruk yang rasanya tidak sanggup untuk kuingat kembali. Tidak pernah dalam mimpi terliarku aku membayangkan bahwa seorang wanita biasa sepertiku menjadi "objek yang menarik" bagi polisi hanya karena aku percaya kepada Tuhan, atau bahwa aku akan dianggap sebagai musuh oleh pemerintah PKT dan mengalami bahaya mematikan seperti itu. Suatu kali, dalam sebuah interogasi, aku bertanya kepada mereka, "Kesalahan apa yang telah kulakukan? Hukum apa yang telah kulanggar? Apa yang pernah aku katakan yang menentang Partai atau melawan rakyat? Mengapa aku ditangkap?" Polisi tidak bisa menjawab pertanyaanku, mereka hanya meneriakiku, "Kau boleh mencuri dan merampok barang-barang, kau boleh melakukan pembunuhan dan pembakaran, dan kau boleh menjual tubuhmu, kami tidak peduli. Dengan percaya kepada Tuhan, kau menjadikan dirimu sendiri musuh Partai Komunis, dan kau harus dihukum!" Kata-kata yang angkuh, kejam, dan membelokkan kebenaran itu datang langsung dari mulut iblis! Percaya kepada Tuhan dan menyembah Tuhan adalah prinsip yang tidak bisa diubah; itu sejalan dengan kehendak surga dan sesuai dengan hati manusia. Pemerintah PKT menentang Tuhan dan melarang orang mengikuti jalan yang benar. Sebaliknya, mereka menyalahkan para korbannya dan tanpa malu-malu mengklaim bahwa kita adalah musuhnya, sehingga dengan demikian, mereka sepenuhnya menyingkapkan esensi iblis mereka sendiri! Pemerintah PKT tidak hanya dengan panik menentang pekerjaan Tuhan dan menangkap orang-orang beriman, tetapi juga mengarang desas-desus untuk menipu orang-orang sehingga semua orang percaya akan kebohongannya dan menyangkal Tuhan, menentang Tuhan; mereka juga menghancurkan kesempatan orang-orang untuk meraih keselamatan sejati. Hal-hal jahat yang telah dilakukan PKT benar-benar terlalu banyak untuk disebutkan, dan telah menimbulkan kemarahan manusia dan Tuhan! Setelah mengalami penderitaan yang disebabkan oleh setan-setan itu, akhirnya aku benar-benar melihat dengan kejelasan mutlak esensi reaksioner dari PKT yang menentang Tuhan yang bertentangan dengan kehendak Surga, dan akhirnya aku benar-benar menghargai kasih dan kepedulian Tuhan. Aku melihat bahwa esensi Tuhan adalah keindahan dan kebaikan; setiap kali aku merasa pedih sekali atau mendapati penderitaanku sangat sulit untuk kutanggung, firman Tuhan ada dalam diriku, membimbing dan mencerahkanku, memberiku kekuatan dan iman, dan memampukanku untuk memahami rencana licik iblis dan untuk mengambil pijakan yang kuat. Aku benar-benar merasakan kehadiran dan bimbingan Tuhan, dan baru pada saat itulah aku dapat mengatasi setiap kesulitan dan berdiri teguh dalam kesaksianku—kasih Tuhan sangat besar! Mulai hari ini dan seterusnya, aku akan mendedikasikan diriku sepenuhnya untuk membayar kasih Tuhan, dan aku akan berusaha untuk mendapatkan kebenaran dan menjalani kehidupan yang bermakna.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Hidup di Ambang Kematian

Oleh Saudari Wang Fang, TiongkokPada tahun 2008, aku bertanggung jawab untuk mengangkut buku-buku gereja. Ini adalah jenis tugas yang...

Tinggalkan Balasan