Cara Mengejar Kebenaran (19)

Apakah engkau semua biasanya menghubungkan lagu pujian yang kaudengarkan dengan keadaan dan pengalamanmu sendiri? Apakah engkau mendengarkan dan merenungkan dengan saksama firman dan topik pembahasan tertentu yang berkaitan dengan pengalaman serta pemahamanmu, atau yang mampu kaupahami? (Tuhan, terkadang ketika sedang mengalami hal-hal tertentu, aku akan menghubungkan lagu pujian yang kudengar dengan situasiku sendiri, sementara di lain waktu, aku hanya mendengarkan sekenanya.) Sering kali, engkau hanya mendengarkan sekenanya, bukan? Jika 95 persen dari waktu saat engkau semua mendengarkan lagu pujian, engkau hanya mendengarkan sekenanya, apakah mendengarkan dengan cara seperti itu ada artinya? Apa tujuan mendengarkan lagu pujian? Setidaknya, itu memungkinkan orang untuk tenang, menarik hati mereka dari berbagai hal dan pemikiran yang rumit, serta menjadi tenang di hadapan Tuhan, datang ke hadapan firman Tuhan untuk mendengarkan dengan saksama dan merenungkan setiap kalimat serta paragraf. Apakah engkau semua sekarang terlalu sibuk dengan tugas-tugas sehingga engkau tidak punya waktu untuk mendengarkan dan tidak memiliki tenaga untuk merenungkannya, atau apakah engkau benar-benar tidak tahu cara mendoa-bacakan firman Tuhan, merenungkan kebenaran, dan menenangkan dirimu di hadapan Tuhan? Engkau hanya sibuk melaksanakan tugasmu setiap hari; meskipun itu mungkin berat dan melelahkan, engkau yakin bahwa setiap hari adalah hari yang memuaskan, dan engkau tidak merasa hampa ataupun tidak merasa tidak berdaya secara rohani. Engkau merasa bahwa hari tersebut tidak sia-sia; itu bernilai. Hidup tanpa tujuan setiap hari disebut hidup yang membingungkan. Bukankah benar demikian? (Ya.) Katakan kepada-Ku, jika keadaan terus berlanjut seperti ini, dalam waktu tiga, lima, delapan, atau sepuluh tahun ke depan, akankah engkau semua memiliki hasil yang signifikan untuk diperlihatkan? (Tidak.) Jika engkau tidak menghadapi peristiwa khusus apa pun atau keadaan khusus apa pun yang diatur oleh Tuhan, jika tidak ada bimbingan dan pimpinan secara pribadi dari Yang di Atas, untuk memberimu pertemuan dan persekutuan, serta menelaah esensi dari berbagai orang, peristiwa, dan hal-hal, serta mengajarimu langkah demi langkah, sebenarnya engkau semua sering kali menyia-nyiakan waktu setiap hari, kemajuanmu lambat, dan engkau hampir tidak memperoleh apa pun dalam jalan masuk kehidupanmu. Jadi, setiap kali sesuatu terjadi, kemampuanmu untuk mengenali tidak meningkat, pengalaman serta pemahamanmu akan kebenaran tidak mengalami kemajuan, dan engkau juga gagal mengalami kemajuan dalam iman dan ketundukanmu kepada Tuhan. Ketika dihadapkan dengan sesuatu di lain waktu, engkau tetap tidak tahu bagaimana menanganinya berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran. Dalam proses melaksanakan tugasmu dan mengalami berbagai hal, engkau tetap tidak mampu secara aktif mencari prinsip dan melakukan penerapan berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran. Ini artinya membuang-buang waktu. Apa konsekuensi akhir dari membuang-buang waktu? Waktu serta tenagamu terbuang percuma, dan usahamu yang sungguh-sungguh menjadi sia-sia. Jalan yang telah kautempuh selama bertahun-tahun ini dicirikan sebagai jalan Paulus. Jika engkau telah menjadi pemimpin atau pekerja selama bertahun-tahun, tetapi jalan masuk kehidupanmu dangkal, tingkat pertumbuhanmu kecil, dan engkau tidak memahami prinsip-prinsip kebenaran apa pun, itu artinya engkau tidak layak untuk peran tersebut dan tidak mampu menyelesaikan tugas secara mandiri. Para pemimpin dan pekerja tidak layak untuk peran mereka, dan saudara-saudari biasa tidak mampu menjalani kehidupan bergereja secara mandiri, tidak bisa makan dan minum firman Tuhan secara mandiri, tidak tahu cara mengalami pekerjaan Tuhan, dan tidak memiliki jalan masuk kehidupan. Jika tak seorang pun mengawasi atau membimbing saudara-saudari biasa, mereka bisa tersesat; jika para pemimpin dan pekerja tidak diawasi atau diarahkan dalam pekerjaannya, mereka bisa menyimpang, membangun kerajaan mereka sendiri, disesatkan oleh antikristus, dan bahkan tanpa sadar mengikuti antikristus, tetap menganggap bahwa mereka sedang mengorbankan diri mereka untuk Tuhan. Bukankah ini menyedihkan? (Ya.) Situasimu saat ini persis seperti ini: miskin dan menyedihkan. Saat dihadapkan dengan masalah, engkau tidak berdaya dan tidak punya jalan keluar. Ketika menyangkut masalah nyata dan isi pekerjaan yang sebenarnya, engkau tidak tahu bagaimana harus bertindak atau apa yang harus dilakukan. Semuanya berantakan, dan engkau tidak tahu bagaimana cara membereskannya. Engkau merasa cukup senang dengan menjadi sangat sibuk setiap hari, secara fisik engkau lelah, dan secara mental engkau merasakan banyak tekanan, tetapi hasil pekerjaanmu tidak begitu baik. Prinsip-prinsip dari setiap kebenaran dan jalan penerapan semuanya telah diberitahukan kepadamu dengan jelas melalui pengaturan kerja di rumah Tuhan, tetapi engkau semua tidak memiliki jalan dalam pekerjaanmu, engkau tidak mampu menemukan prinsip-prinsipnya, engkau menjadi kacau ketika menghadapi masalah, tidak tahu bagaimana harus bertindak, dan semua pekerjaanmu berantakan. Bukankah ini kondisi yang menyedihkan? (Ya.) Ini sungguh kondisi yang menyedihkan.

Ada orang-orang yang berkata, "Aku sudah percaya kepada Tuhan selama lebih dari sepuluh tahun; aku adalah orang percaya kawakan." Ada orang-orang yang berkata, "Aku sudah percaya kepada Tuhan selama dua puluh tahun." Yang lain berkata, "Kau sudah dua puluh tahun menjadi orang percaya? Aku sudah percaya kepada Tuhan selama lebih dari tiga puluh tahun." Engkau semua telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, dan ada dari antaramu yang bahkan telah melayani sebagai pemimpin atau pekerja selama bertahun-tahun dan mempunyai banyak pengalaman. Namun, bagaimana dengan jalan masuk kehidupanmu? Seberapa baik engkau mampu memahami prinsip-prinsip kebenaran? Engkau telah melayani sebagai pemimpin atau pekerja selama bertahun-tahun dan memperoleh beberapa pengalaman dalam pekerjaanmu, tetapi ketika dihadapkan dengan segala macam tugas, orang, dan hal-hal, akankah engkau mendasarkan penerapanmu pada prinsip-prinsip kebenaran? Akankah engkau menjunjung tinggi nama Tuhan? Akankah engkau melindungi kepentingan rumah Tuhan? Akankah engkau melindungi pekerjaan Tuhan? Mampukah engkau tetap teguh dalam kesaksianmu? Ketika dihadapkan dengan gangguan dan kekacauan pada pekerjaan gereja yang disebabkan oleh antikristus dan orang jahat, akankah engkau memiliki keyakinan dan kekuatan untuk melawan mereka? Mampukah engkau melindungi umat pilihan Tuhan dan menjunjung tinggi pekerjaan rumah Tuhan, membela kepentingan rumah Tuhan dan nama-Nya agar tidak dipermalukan? Mampukah engkau melakukannya? Dari apa yang Kulihat, engkau semua tidak mampu melakukannya, dan engkau semua juga belum melakukannya. Setiap hari, engkau sangat sibuk. Apa yang menyibukkanmu? Selama bertahun-tahun, engkau telah mengorbankan keluarga dan kariermu, menanggung penderitaan, membayar harga, dan mengerahkan banyak upaya, tetapi engkau hanya memetik sedikit pelajaran. Ada pemimpin dan pekerja yang bahkan telah berulang kali menghadapi peristiwa, orang, dan keadaan yang sama, tetapi mereka terus melakukan kesalahan yang sama, meninggalkan pelanggaran yang sama. Bukankah ini memperlihatkan tidak adanya pertumbuhan dalam hidup mereka? Bukankah itu berarti bahwa mereka belum memperoleh kebenaran? (Ya.) Bukankah ini memperlihatkan bahwa mereka masih dikendalikan oleh Iblis di bawah kuasa kegelapannya dan belum memperoleh keselamatan? (Ya.) Ketika segala macam peristiwa muncul dan terjadi di sekitarmu di gereja pada waktu yang berbeda, engkau tidak berdaya untuk melakukan apa pun. Khususnya ketika berhadapan dengan antikristus dan orang-orang jahat yang menyebabkan gangguan dan kekacauan dalam pekerjaan gereja, engkau semua tidak tahu bagaimana menanganinya. Engkau membiarkannya begitu saja, atau paling-paling, engkau menjadi marah dan memangkas mereka yang menyebabkan gangguan, tetapi masalahnya tetap tidak terselesaikan, dan engkau tidak mempunyai rencana tindakan alternatif. Bahkan ada orang-orang yang berpikir, "Aku memberikan seluruh kekuatan dan hatiku. Bukankah Tuhan berkata bahwa kita harus memberikan kedua hal ini? Aku telah memberikan segalanya; jika masih belum ada hasil, itu bukanlah kesalahanku. Orang-orang sangat jahat: sekalipun engkau mempersekutukan kebenaran kepada mereka, mereka tidak mendengarkan." Engkau berkata bahwa engkau telah memberikan seluruh kekuatan dan hatimu, tetapi pekerjaan tersebut tidak membuahkan hasil apa pun. Engkau tidak menjunjung tinggi pekerjaan gereja ataupun melindungi kepentingan rumah Tuhan, dan engkau membiarkan orang jahat menguasai gereja. Engkau membiarkan Iblis merajalela dan mempermalukan nama Tuhan, sementara engkau tidak melakukan apa pun, tidak mampu melakukan apa pun, tidak mampu menangani apa pun bahkan dengan otoritas yang kaumiliki. Engkau tidak mampu tetap teguh dalam kesaksianmu kepada Tuhan, tetapi engkau merasa bahwa engkau memahami kebenaran dan memberikan segenap hati serta kekuatanmu. Apakah ini yang dimaksud dengan menjadi pengelola yang baik? (Bukan.) Ketika segala jenis orang jahat dan pengikut tetapi bukan orang percaya muncul serta memainkan berbagai peran sebagai setan-setan dan Iblis, menentang pengaturan kerja dan melakukan sesuatu yang sama sekali berbeda, berbohong dan menipu rumah Tuhan; ketika mereka mengganggu dan mengacaukan pekerjaan Tuhan, melakukan hal-hal yang mempermalukan nama Tuhan dan menodai rumah Tuhan, yaitu gereja, engkau tidak melakukan apa pun selain marah ketika engkau melihatnya, tetapi engkau tidak mampu bangkit untuk menegakkan keadilan, menyingkapkan orang-orang jahat, menjunjung tinggi pekerjaan gereja, menangani orang-orang jahat ini, serta menghalangi mereka agar tidak mengganggu pekerjaan gereja dan menodai rumah Tuhan, yaitu gereja. Dengan tidak melakukan hal-hal ini, engkau telah gagal menjadi kesaksian. Ada orang-orang yang berkata, "Aku tidak berani melakukan hal-hal ini, aku takut jika aku menangani terlalu banyak orang, aku mungkin akan membuat mereka marah, dan jika mereka mengeroyokku untuk menghukum serta memberhentikanku dari jabatan, apa yang akan kulakukan?" Katakan kepada-Ku, apakah mereka pengecut dan penakut, apakah mereka tidak memiliki kebenaran dan tidak mampu membedakan orang atau mengenali gangguan Iblis, atau apakah mereka tidak setia dalam pelaksanaan tugas mereka, hanya berusaha melindungi diri mereka sendiri? Apa masalah yang sebenarnya di sini? Pernahkah engkau memikirkan hal ini? Jika engkau secara alami penakut, rapuh, dan pengecut, tetapi setelah bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, berdasarkan pemahaman akan kebenaran tertentu, engkau memiliki iman yang sejati kepada Tuhan, tidakkah engkau akan mampu mengatasi beberapa dari kelemahan, rasa takut, serta kerapuhan manusiawimu, dan tidak lagi takut kepada orang jahat? (Ya.) Jadi, apa sumber dari ketidakmampuanmu untuk menangani dan mengatasi orang jahat? Apakah karena kemanusiaanmu pada dasarnya pengecut dan penakut? Ini bukanlah sumber penyebab dan bukan esensi masalahnya. Esensi masalahnya adalah manusia tidak setia kepada Tuhan; mereka melindungi diri mereka sendiri, keamanan pribadi, reputasi, status, dan jalan keluar mereka sendiri. Ketidaksetiaan mereka diwujudkan dalam cara mereka selalu melindungi diri mereka sendiri, mundur seperti kura-kura yang masuk ke dalam tempurungnya setiap kali menghadapi sesuatu, dan menunggu sampai hal itu berlalu sebelum kembali menjulurkan kepala mereka. Apa pun yang mereka hadapi, mereka selalu berjalan seperti telur di ujung tanduk, memiliki banyak kegelisahan, kekhawatiran, dan ketakutan, serta tidak mampu bangkit dan membela pekerjaan gereja. Apa masalahnya di sini? Bukankah itu berarti bahwa tidak ada iman? Engkau tidak memiliki iman yang sejati kepada Tuhan, engkau tidak percaya bahwa Tuhan berdaulat atas segala sesuatu, dan engkau tidak percaya bahwa hidupmu dan segala yang kaumiliki berada di tangan Tuhan. Engkau tidak percaya pada apa yang Tuhan firmankan, "Tanpa seizin Tuhan, Iblis tidak berani mengambil sehelai rambut pun di kepalamu." Engkau mengandalkan matamu sendiri dan menilai fakta, engkau menilai segala sesuatu berdasarkan perhitunganmu sendiri, selalu melindungi dirimu sendiri. Engkau tidak percaya bahwa nasib orang berada di tangan Tuhan; engkau takut kepada Iblis, takut kepada kekuatan jahat dan orang jahat. Bukankah ini berarti bahwa tidak ada iman yang sejati kepada Tuhan? (Ya.) Mengapa tidak ada iman yang sejati kepada Tuhan? Apakah karena pengalaman orang-orang terlalu dangkal dan mereka tidak mampu memahami hal-hal ini, ataukah karena pemahaman mereka akan kebenaran terlalu sedikit? Apa alasannya? Apakah ini ada hubungannya dengan watak rusak manusia? Apakah karena orang-orang terlalu licik? (Ya.) Sebanyak apa pun hal-hal yang mereka alami, sebanyak apa pun fakta yang tersaji di hadapan mereka, mereka tidak percaya bahwa ini adalah pekerjaan Tuhan, atau bahwa nasib orang berada di tangan Tuhan. Ini adalah salah satu alasannya. Alasan fatal lainnya adalah orang-orang terlalu memedulikan diri mereka sendiri. Mereka tidak bersedia membayar harga apa pun atau melakukan pengorbanan apa pun untuk Tuhan, untuk pekerjaan-Nya, untuk kepentingan rumah Tuhan, untuk nama-Nya, atau untuk kemuliaan-Nya. Mereka tidak bersedia melakukan apa pun yang mengandung bahaya sekecil apa pun. Orang-orang terlalu memedulikan diri mereka sendiri! Karena takut akan kematian, penghinaan, dijebak oleh orang-orang jahat, dan terjerumus ke dalam kesulitan apa pun, orang-orang berusaha sekuat tenaga untuk menjaga daging mereka sendiri, berusaha untuk tidak membiarkan diri mereka memasuki situasi berbahaya apa pun. Di satu sisi, perilaku ini memperlihatkan bahwa orang-orang terlalu licik, sementara di sisi lain, perilaku ini memperlihatkan sifat mereka yang mementingkan diri sendiri dan egois. Engkau tidak bersedia menyerahkan dirimu kepada Tuhan, dan ketika engkau berkata bahwa engkau bersedia mengorbankan dirimu untuk Tuhan, itu tidak lebih daripada sebuah keinginan. Ketika tiba saatnya untuk benar-benar maju dan memberi kesaksian tentang Tuhan, berperang melawan Iblis, dan menghadapi bahaya, kematian, serta berbagai kesulitan dan kesukaran, engkau tidak lagi bersedia. Keinginan kecilmu hancur, dan engkau berusaha sebisa mungkin untuk melindungi dirimu sendiri terlebih dahulu, setelah itu melakukan beberapa pekerjaan dangkal yang harus kaulakukan, pekerjaan yang dapat dilihat oleh semua orang. Pikiran manusia masih lebih cerdas daripada mesin: mereka tahu bagaimana beradaptasi, mereka tahu ketika mereka menghadapi masalah, tindakan mana yang berkontribusi pada kepentingan pribadi mereka dan mana yang tidak, dan mereka cepat menerapkan setiap metode yang mereka miliki. Akibatnya, setiap kali engkau menghadapi hal-hal tertentu, kepercayaanmu yang sedikit kepada Tuhan itu tidak mampu tetap teguh. Engkau bertindak licik terhadap Tuhan, menggunakan taktik terhadap-Nya, serta melakukan tipu muslihat, dan ini memperlihatkan bahwa engkau tidak memiliki iman yang sejati kepada Tuhan. Engkau menganggap bahwa Tuhan tidak dapat dipercaya, bahwa Dia mungkin tidak mampu melindungimu atau memastikan keamananmu, dan bahwa Tuhan bahkan mungkin membiarkanmu mati. Engkau merasa bahwa Tuhan tidak dapat diandalkan, dan hanya dengan mengandalkan dirimu sendiri, barulah engkau dapat yakin. Apa yang terjadi pada akhirnya? Apa pun keadaan atau masalah yang kauhadapi, engkau menghadapinya dengan menggunakan cara, taktik, serta strategi ini, dan engkau tidak mampu tetap teguh dalam kesaksianmu tentang Tuhan. Apa pun keadaannya, engkau tidak mampu menjadi pemimpin atau pekerja yang memenuhi syarat, tidak mampu memperlihatkan kualitas atau tindakan dari seorang pengelola, dan tidak mampu memperlihatkan kesetiaan penuh, sehingga kehilangan kesaksianmu. Sebanyak apa pun masalah yang kauhadapi, engkau tidak dapat mengandalkan imanmu kepada Tuhan untuk melaksanakan kesetiaan dan tanggung jawabmu. Akibatnya, hasil akhirnya adalah engkau tidak memetik pelajaran apa pun. Dalam setiap keadaan yang telah Tuhan atur untukmu, dan ketika engkau telah berperang melawan Iblis, engkau selalu memilih untuk mundur dan melarikan diri. Engkau belum mengikuti jalur yang Tuhan tunjukkan atau tetapkan untuk kaualami. Jadi, di tengah peperangan ini, engkau kehilangan kebenaran, pemahaman, dan pengalaman yang seharusnya kauperoleh. Setiap kali engkau mendapati dirimu berada dalam keadaan yang diatur oleh Tuhan, engkau menjalaninya dengan cara yang sama, dan mengakhirinya dengan cara yang sama. Pada akhirnya, doktrin dan pelajaran yang kaupetik adalah sama. Engkau tidak memiliki pemahaman yang sejati, engkau hanya menyerap sedikit pengalaman dan pelajaran, seperti: "Aku tidak boleh melakukan ini di masa depan. Ketika aku menghadapi situasi serupa, aku harus berhati-hati mengenai hal itu, aku harus mengingatkan diriku akan hal ini, aku harus berhati-hati dengan jenis orang seperti itu, menghindari jenis orang seperti ini, dan waspada terhadap jenis orang seperti itu." Hanya itu. Apa yang telah kauperoleh? Apakah kecerdasan dan wawasan, ataukah pengalaman dan pelajaran? Jika apa yang kauperoleh tidak ada kaitannya dengan kebenaran, itu artinya engkau belum memperoleh apa pun, tidak ada satu pun yang sebenarnya harus kauperoleh. Jadi, dalam keadaan yang diatur oleh Tuhan, engkau telah mengecewakan Dia; engkau tidak memperoleh apa yang Dia kehendaki untukmu, jadi engkau pasti telah mengecewakan Tuhan. Dalam ujian atau keadaan yang diatur oleh Tuhan ini, engkau tidak memperoleh kebenaran yang Dia ingin agar kaumiliki. Hatimu yang takut akan Tuhan belum bertumbuh, kebenaran yang seharusnya kaupahami masih belum jelas, engkau tetap tidak memahami apa yang seharusnya kaupahami tentang dirimu sendiri, pelajaran yang seharusnya telah kauserap belum diperoleh, dan prinsip-prinsip kebenaran yang seharusnya kauikuti telah luput dari perhatianmu. Demikian pula, kepercayaanmu kepada Tuhan juga belum bertumbuh; itu tetap sama seperti di awal. Engkau sedang berjalan di tempat. Jadi, apa yang telah meningkat? Mungkin sekarang engkau memahami beberapa doktrin yang tidak kaupahami sebelumnya, atau engkau telah melihat sisi buruk dari jenis orang tertentu yang sebelumnya tidak kaupahami. Namun, sedikit pun yang berhubungan dengan kebenaran masih belum kaulihat, tidak dapat dipahami, tidak dikenali, dan tidak dialami olehmu. Saat engkau melanjutkan pekerjaanmu atau melaksanakan tugas, engkau masih belum memahami atau mengetahui prinsip-prinsip yang seharusnya kauikuti. Ini sangat mengecewakan bagi Tuhan. Setidaknya, dalam situasi tertentu seperti ini, kesetiaanmu kepada Tuhan seharusnya meningkat, begitu pun dengan imanmu. Engkau belum mencapai salah satu dari keduanya, yang mana ini sungguh menyedihkan! Ada orang-orang yang mungkin berkata, "Engkau berkata bahwa aku belum memperoleh apa pun, tetapi itu tidak benar. Setidaknya, aku telah memperoleh pengenalan akan diri sendiri serta memperoleh pemahaman tentang orang, peristiwa, dan hal-hal di sekitarku. Aku memiliki pemahaman yang lebih jelas tentang kemanusiaan dan diriku sendiri." Apakah memahami hal-hal ini dianggap sebagai kemajuan sejati? Sekalipun engkau tidak percaya kepada Tuhan, jika engkau hidup sampai usia empat puluh atau lima puluh tahun, hal-hal ini kurang lebih tidak akan asing bagimu. Orang yang berkualitas rendah ataupun rata-rata mampu mencapai hal ini; mereka mampu mengenal diri mereka sendiri, mampu mengetahui kelebihan dan kekurangan mereka, kekuatan dan kelemahan kemanusiaan mereka, serta mengetahui apa yang mereka kuasai dan apa yang tidak mereka kuasai. Pada saat mereka mencapai usia empat puluhan atau lima puluhan, seharusnya mereka kurang lebih telah memiliki pemahaman tentang kemanusiaan dari berbagai jenis orang yang sering berinteraksi dengan mereka. Mereka seharusnya mengetahui jenis orang seperti apa yang cocok untuk diajak berinteraksi dan mana yang tidak, mana yang cocok untuk diajak bergaul dan mana yang tidak, siapa yang harus mereka jauhi dan siapa yang harus mereka dekati. Mereka kurang lebih mampu memahami semua hal ini. Jika seseorang bingung, kualitasnya sangat buruk, idiot, atau mengalami gangguan mental, berarti dia tidak memiliki pemahaman ini. Jika engkau sudah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, mendengar begitu banyak kebenaran, serta mengalami begitu banyak keadaan yang berbeda, dan satu-satunya pelajaran yang kaupetik adalah dalam area kemanusiaan orang, dalam mengenali orang atau memahami beberapa hal sederhana, dapatkah ini dianggap memetik pelajaran? (Tidak.) Jadi, apa yang dimaksud dengan memetik pelajaran? Ini berkaitan dengan tingkat pertumbuhanmu. Jika engkau memetik pelajaran, itu artinya engkau mengalami kemajuan, dan engkau bertumbuh dalam tingkat pertumbuhanmu; jika engkau tidak memetik pelajaran apa pun, tingkat pertumbuhanmu tidak bertumbuh. Jadi, apa yang dimaksud dengan memetik pelajaran? Setidaknya, ini berkaitan dengan kebenaran. Secara lebih spesifik, ini berkaitan dengan prinsip-prinsip kebenaran. Ketika engkau memahami, dapat mengikuti, dan mampu menerapkan prinsip-prinsip kebenaran yang seharusnya diikuti ketika menangani berbagai hal dan orang, serta ini menjadi prinsip dan standarmu dalam berperilaku, maka inilah yang dimaksud dengan memetik pelajaran. Ketika prinsip-prinsip kebenaran ini menjadi prinsip dan standar yang harus kauikuti dalam berperilaku, prinsip dan standar tersebut akan menjadi bagian dari kehidupanmu. Ketika aspek kebenaran ini ditempakan ke dalam dirimu, itu menjadi kehidupanmu, dan saat itulah hidupmu bertumbuh. Jika engkau belum memahami prinsip-prinsip kebenaran yang berkaitan dengan hal-hal semacam ini, dan engkau masih belum tahu bagaimana cara menanganinya ketika menghadapinya, berarti dalam hal ini, engkau belum memperoleh kebenaran. Jelas sekali, aspek kebenaran ini bukanlah hidupmu, dan hidupmu belum bertumbuh. Fasih dalam berbicara tidak ada gunanya. Lagi pula, semua itu hanyalah doktrin. Dapatkah engkau mengukurnya? (Ya.) Sudahkah engkau semua mengalami kemajuan selama waktu ini? (Belum.) Engkau hanya menggunakan tekad dan kecerdasan manusia untuk merangkum beberapa pengalaman, seperti berkata, "Kali ini, aku memahami hal-hal seperti apa yang tidak akan lagi kukatakan atau lakukan, hal-hal seperti apa yang akan kulakukan lebih banyak atau makin tidak kulakukan, dan apa yang pasti tidak akan kulakukan." Apakah ini tanda dari pertumbuhan dalam hidupmu? (Tidak.) Ini adalah tanda bahwa engkau benar-benar tidak memiliki pemahaman rohani. Yang bisa kaulakukan hanyalah merangkum aturan, kata-kata, dan slogan, yang tidak ada hubungannya dengan kebenaran. Bukankah itu yang sedang engkau semua lakukan? (Ya.) Setiap kali engkau mengalami sesuatu, setelah setiap peristiwa penting, engkau menasihati dirimu sendiri dengan berkata, "Oh, kelak aku harus melakukannya dengan cara seperti ini atau seperti itu." Namun, saat situasi yang sama kembali muncul, itu tetap berakhir dengan kegagalan, dan engkau menjadi frustrasi dan berkata, "Mengapa aku seperti ini?" Engkau marah pada dirimu sendiri karena menganggap engkau gagal memenuhi pengharapanmu sendiri. Apakah ini berguna? Ini bukan karena engkau gagal memenuhi pengharapanmu sendiri, atau karena engkau bodoh, atau karena keadaan yang Tuhan atur itu salah, dan tentu saja bukan karena Tuhan memperlakukan orang dengan tidak adil. Itu karena engkau tidak mengejar atau mencari kebenaran, engkau tidak bertindak sesuai dengan firman Tuhan, dan engkau tidak mendengarkan firman Tuhan. Engkau selalu membawa kehendak manusia ke dalamnya; engkau adalah tuanmu sendiri, dan engkau tidak membiarkan firman Tuhan mengambil kendali. Engkau lebih suka mendengarkan orang lain daripada mendengarkan firman Tuhan. Bukankah benar demikian? (Ya, benar.) Apakah menurutmu dengan mengumpulkan beberapa pengalaman dan pelajaran dari sebuah peristiwa atau keadaan tertentu, engkau telah mengalami kemajuan? Jika engkau benar-benar telah mengalami kemajuan, ketika Tuhan mengujimu di lain waktu, engkau akan mampu membela nama Tuhan, melindungi kepentingan dan pekerjaan rumah Tuhan, memastikan agar semua pekerjaan berjalan dengan lancar, dan agar itu tidak mengalami gangguan atau halangan apa pun. Engkau akan memastikan agar nama Tuhan tetap tidak ternoda dan tidak bercacat, agar pertumbuhan kehidupan saudara-saudarimu tidak mengalami kerugian, dan agar persembahan milik Tuhan akan terlindungi. Ini berarti bahwa engkau telah mengalami kemajuan, engkau layak untuk dipakai Tuhan, dan engkau memiliki jalan masuk kehidupan. Saat ini, engkau semua belum cukup baik; meskipun otakmu kecil, otakmu dipenuhi dengan banyak hal, dan engkau tidak sederhana. Meskipun engkau semua mungkin memiliki kesungguhan untuk mengorbankan dirimu bagi Tuhan dan memiliki keinginan untuk melepaskan dan meninggalkan segalanya demi Dia, ketika dihadapkan dengan masalah, engkau tidak mampu memberontak terhadap berbagai keinginan, niat, dan rencanamu. Makin rumah Tuhan dan pekerjaan Tuhan menghadapi berbagai kesulitan, makin engkau mundur, makin engkau tidak terlihat, dan makin kecil kemungkinanmu untuk bangkit serta mengambil alih pekerjaan itu, untuk melindungi kepentingan rumah Tuhan dan pekerjaan Tuhan. Jadi, apa yang terjadi dengan kesungguhanmu untuk mengorbankan dirimu bagi Tuhan? Mengapa sedikit kesungguhan itu begitu rapuh dan rentan? Apa yang terjadi dengan sedikit kesediaanmu untuk memberikan segalanya dan meninggalkan semuanya untuk Tuhan? Mengapa itu tidak mampu tetap teguh? Apa yang membuatnya sangat rentan? Hal ini menegaskan apa? Ini menegaskan bahwa engkau tidak memiliki tingkat pertumbuhan yang nyata, bahwa tingkat pertumbuhanmu sangat kecil, dan setan kecil dapat dengan mudah membingungkanmu: hanya dengan sedikit gangguan, engkau akan berbalik untuk mengikuti setan kecil ini. Sekalipun engkau memiliki tingkat pertumbuhan tertentu, itu terbatas pada pengalamanmu dengan hal-hal dangkal tertentu yang tidak ada hubungannya dengan kepentinganmu sendiri, dan engkau masih belum mampu melindungi kepentingan rumah Tuhan serta melakukan beberapa hal kecil yang kaurasa mampu kaucapai dan berada dalam lingkup kemampuanmu. Ketika engkau benar-benar harus tetap teguh dalam kesaksianmu, ketika gereja menghadapi tindakan keras besar-besaran dan gangguan dari orang-orang jahat serta antikristus, di manakah engkau? Apa yang sedang kaulakukan? Apa yang sedang kaupikirkan? Ini jelas menggambarkan masalahnya, bukan? Jika ketika melaksanakan tugasnya, seorang antikristus menipu orang-orang yang posisinya berada di atas dan di bawahnya serta bertindak secara sembarangan, mengganggu dan mengacaukan pekerjaan gereja, menghambur-hamburkan uang persembahan, serta menyesatkan saudara-saudari agar mengikutinya, dan engkau tidak hanya gagal untuk mengenalinya, mengekang upayanya, ataupun melaporkannya, tetapi engkau malah mendampingi dan membantu si antikristus mencapai hasil yang dia inginkan ketika melakukan semua hal ini, katakanlah kepada-Ku, apa dampak yang dihasilkan dari tekad kecilmu untuk benar-benar mengorbankan dirimu bagi Tuhan? Bukankah ini tingkat pertumbuhanmu yang sebenarnya? Ketika para antikristus, orang-orang jahat, dan segala macam pengikut tetapi bukan orang percaya datang mengganggu dan menghancurkan pekerjaan rumah Tuhan, khususnya jika mereka menodai gereja dan mempermalukan nama Tuhan, apa yang sedang kaulakukan? Sudahkah engkau bangkit untuk berbicara membela pekerjaan rumah Tuhan? Sudahkah engkau bangkit untuk mengekang atau membatasi upaya mereka? Engkau tidak hanya gagal untuk bangkit dan menghentikan mereka, tetapi engkau juga mendampingi para antikristus dalam melakukan kejahatan, membantu dan bersekongkol dengan mereka, serta bertindak sebagai alat dan kaki tangan mereka. Selain itu, ketika seseorang menulis surat untuk menginformasikan tentang masalah dengan antikristus, engkau mengesampingkan surat itu dan memilih untuk tidak menanganinya. Jadi, apakah tekad dan keinginanmu untuk melepaskan segalanya agar dapat dengan sungguh-sungguh mengorbankan dirimu bagi Tuhan memiliki pengaruh pada saat yang genting ini? Jika hal-hal tersebut tidak memiliki pengaruh, sangat jelas bahwa apa yang disebut dengan keinginan dan tekad ini bukanlah tingkat pertumbuhanmu yang sebenarnya, hal-hal tersebut bukanlah apa yang telah kauperoleh setelah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun. Hal-hal tersebut tidak dapat menggantikan kebenaran; itu bukanlah kebenaran dan bukan jalan masuk kehidupan. Hal-hal tersebut tidak menunjukkan bahwa seseorang mempunyai kehidupan, hal-hal tersebut hanyalah semacam angan-angan, sebuah keinginan dan kerinduan yang dimiliki manusia akan sesuatu yang indah. Hal-hal tersebut tidak ada hubungannya dengan kebenaran. Oleh karena itu, engkau semua harus sadar dan melihat tingkat pertumbuhanmu yang sebenarnya dengan jelas. Jangan menganggap bahwa hanya karena engkau memiliki sedikit kualitas, dan telah meninggalkan banyak hal seperti pendidikan, karier, keluarga, pernikahan, dan masa depan, itu berarti bahwa tingkat pertumbuhanmu besar. Ada orang-orang yang bahkan telah menjadi pemimpin atau pekerja sejak pertama kali mereka membangun dasar kepercayaan mereka kepada Tuhan. Selama bertahun-tahun, mereka telah mengumpulkan pengalaman dan pelajaran tertentu, serta dapat mengkhotbahkan beberapa kata-kata dan doktrin. Karena ini, mereka merasa bahwa tingkat pertumbuhan mereka lebih besar daripada orang lain, bahwa mereka memiliki jalan masuk kehidupan, bahwa mereka merupakan sokoguru di dalam rumah Tuhan, dan mereka adalah orang-orang yang Tuhan sempurnakan. Ini tidak benar. Jangan menganggap dirimu baik. Engkau semua masih jauh dari itu! Engkau bahkan tidak mampu mengenali antikristus; engkau semua tidak memiliki tingkat pertumbuhan yang nyata. Meskipun engkau telah melayani sebagai pemimpin atau pekerja selama bertahun-tahun, tetap tidak ada area yang layak untukmu, engkau tidak mampu melakukan banyak pekerjaan nyata, dan engkau semua hanya bisa digunakan dengan enggan. Engkau bukanlah orang yang memiliki bakat besar. Jika ada di antaramu yang memiliki semangat bekerja keras dan menanggung kesukaran, paling-paling engkau adalah kuda beban. Engkau semua tidak layak. Ada orang-orang yang menjadi pemimpin atau pekerja hanya karena semangat mereka, karena memiliki dasar pendidikan dan memiliki kualitas tertentu. Selain itu, ada gereja-gereja yang tidak dapat menemukan orang yang ideal untuk memimpin, jadi orang-orang ini dipromosikan sebagai pengecualian terhadap peraturan tersebut dan menjadi target pembinaan. Di antara orang-orang ini, ada yang secara berangsur-angsur telah digantikan dan disingkirkan selama proses penyingkapan berbagai jenis orang. Meskipun beberapa orang yang telah terus mengikuti sampai sekarang masih tetap bertahan, mereka tetap tidak memiliki kemampuan untuk mengenali apa pun. Mereka hanya bisa bertahan karena mereka tidak melakukan kejahatan apa pun. Selain itu, ini sepenuhnya karena pengaturan kerja yang berasal dari Yang di Atas, serta adanya bimbingan, pengawasan, penyelidikan, tindak lanjut, pemantauan, dan pemangkasan langsung, sehingga mereka mampu melakukan pekerjaan tertentu. Ini bukan berarti bahwa mereka adalah orang yang layak. Ini karena engkau semua sering kali memuja orang lain, mengikuti mereka, tersesat, melakukan hal-hal yang salah, dan terjerumus ke dalam kebingungan karena kebohongan dan kekeliruan tertentu, kehilangan arah dan pada akhirnya tidak tahu siapa yang benar-benar kaupercayai. Inilah tingkat pertumbuhanmu yang sebenarnya. Seandainya Kukatakan bahwa engkau semua sama sekali tidak memiliki jalan masuk kehidupan, itu akan tidak adil bagimu. Aku hanya bisa mengatakan bahwa jangkauan pengalamanmu sangat terbatas. Engkau hanya memiliki sedikit jalan masuk setelah dipangkas dan didisiplinkan dengan serius, tetapi jika menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip penting, khususnya saat menghadapi antikristus, pemimpin palsu yang menyesatkan orang dan menyebabkan kekacauan, engkau semua tidak memiliki hasil apa pun untuk diperlihatkan, dan engkau tidak memiliki kesaksian apa pun. Dalam hal pengalaman hidup dan jalan masuk kehidupan, pengalamanmu terlalu dangkal, dan engkau tidak memiliki pengenalan sejati akan Tuhan. Engkau masih tidak memiliki hasil apa pun untuk diperlihatkan dalam hal ini. Dalam hal pekerjaan nyata gereja, engkau semua tidak tahu cara mempersekutukan kebenaran dan menyelesaikan masalah; dalam hal ini, engkau juga tidak memiliki hasil apa pun untuk diperlihatkan. Dalam aspek-aspek ini, engkau semua tidak memiliki hasil apa pun untuk diperlihatkan. Jadi, engkau tidak layak untuk berperan sebagai pemimpin dan pekerja. Namun, sebagai orang percaya pada umumnya, sebagian besar darimu memiliki sedikit jalan masuk kehidupan, meskipun itu sangat sedikit dan jauh dari kenyataan kebenaran. Apakah engkau mampu bertahan dalam ujian atau tidak, itu masih harus diamati. Hanya ketika ujian besar, pencobaan besar, atau hajaran serta penghakiman yang serius dan langsung dari Tuhan benar-benar muncul, barulah hal-hal tersebut dapat menguji apakah engkau memiliki tingkat pertumbuhan yang sejati dan kenyataan kebenaran atau tidak, apakah engkau mampu tetap teguh dalam kesaksianmu atau tidak, apa jawaban di kertas ujianmu, dan apakah engkau memenuhi tuntutan Tuhan atau tidak. Saat itulah tingkat pertumbuhanmu yang sebenarnya akan tersingkap. Untuk saat ini, masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa engkau memiliki tingkat pertumbuhan. Mengenai peran sebagai pemimpin dan pekerja, engkau semua tidak memiliki tingkat pertumbuhan yang nyata. Ketika menghadapi masalah, engkau menjadi bingung, dan ketika dihadapkan dengan gangguan dari orang jahat serta antikristus, engkau dikalahkan. Engkau tidak mampu menyelesaikan tugas penting apa pun secara mandiri; engkau selalu membutuhkan seseorang untuk mengawasi, membimbing, dan bekerja sama denganmu untuk menyelesaikan pekerjaan. Dengan kata lain, engkau semua tidak mampu mengemudikan kapalnya. Entah engkau semua memainkan peran utama atau pendukung, engkau semua tidak mampu melaksanakan atau menyelesaikan tugas secara mandiri; engkau semua sangat tidak mampu menyelesaikan suatu tugas dengan baik tanpa pengawasan dan perhatian dari Yang di Atas. Jika, pada akhirnya, tinjauan atas pekerjaanmu memperlihatkan bahwa engkau semua telah melakukannya dengan baik dalam semua aspek, bahwa engkau telah melaksanakan setiap bagian pekerjaanmu dengan segenap hati, bahwa engkau telah melakukan segalanya dengan baik serta menangani semuanya dengan benar dan sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran, dan bahwa engkau telah bekerja berdasarkan pemahaman yang jelas akan kebenaran dan mencari prinsip-prinsip kebenaran, sehingga engkau mampu menyelesaikan masalah dan melakukan pekerjaanmu dengan baik, barulah engkau layak. Namun, hingga saat ini, dilihat dari semua yang telah kaualami, engkau semua tidak layak. Masalah utama dengan ketidaklayakanmu adalah engkau semua tidak mampu menyelesaikan tugas yang diberikan kepadamu secara mandiri. Ini di satu sisi. Di sisi lain, jika tidak ada pengawasan dari Yang di Atas, engkau semua mungkin akan menyesatkan orang atau menyebabkan mereka meninggalkan jalan yang benar. Engkau semua tidak mampu memimpin mereka ke hadapan Tuhan atau membawa saudara-saudari di gereja ke dalam kenyataan kebenaran atau ke jalan iman yang benar kepada Tuhan, sehingga semua umat pilihan Tuhan mampu melaksanakan tugas mereka. Engkau tidak mampu mencapai semua ini. Jika selama beberapa waktu, Yang di Atas tidak memeriksa pekerjaanmu, selalu ada banyak penyimpangan dan kekurangan dalam lingkup pekerjaan yang menjadi tanggung jawabmu, serta ada berbagai macam masalah; dan jika Yang di Atas tidak mengoreksi, mengawasi, atau menanganinya secara pribadi, siapa yang tahu seberapa jauh penyimpangan ini akan terjadi atau kapan itu akan berhenti. Inilah tingkat pertumbuhanmu yang sebenarnya. Itulah sebabnya Kukatakan bahwa engkau semua sangat tidak layak. Apakah engkau semua ingin mendengar ini? Bukankah mendengar hal ini membuatmu merasa negatif? (Tuhan, rasanya sangat tidak nyaman di hati kami, tetapi apa yang Tuhan persekutukan memang sebuah fakta. Kami tidak memiliki tingkat pertumbuhan atau kenyataan kebenaran sedikit pun. Ketika antikristus muncul, kami tidak akan mampu mengenalinya.) Aku harus menunjukkan hal ini kepadamu; jika tidak, engkau semua akan merasa diperlakukan tidak adil dan dianiaya sepanjang waktu. Engkau semua tidak memahami kebenaran; engkau hanya tahu bagaimana membicarakan kata-kata dan doktrin. Selama pertemuan, biasanya engkau bahkan tidak lagi menyiapkan draf untuk menyampaikan doktrin, dan engkau tidak lagi demam panggung, sehingga engkau merasa memiliki tingkat pertumbuhan. Jika engkau memiliki tingkat pertumbuhan, mengapa engkau tidak layak? Mengapa engkau tidak mampu mempersekutukan kebenaran dan mengatasi masalah? Engkau hanya tahu bagaimana membicarakan kata-kata dan doktrin agar saudara-saudarimu menyetujuimu. Ini tidak memuaskan Tuhan, dan ini tidak membuatmu layak. Kemampuanmu untuk membicarakan kata-kata dan doktrin ini tidak dapat menyelesaikan masalah nyata apa pun. Tuhan mengatur situasi sederhana yang menyingkapkanmu, dan menjadi jelas betapa rendahnya tingkat pertumbuhanmu, bahwa engkau sama sekali tidak memahami kebenaran, dan bahwa engkau tidak mampu memahami apa pun; dan hal ini menyingkapkan bahwa engkau miskin, menyedihkan, buta, dan bodoh. Bukankah demikian? (Ya.) Jika engkau semua dapat menerima hal-hal ini, itu bagus; jika tidak, luangkan waktumu dan renungkanlah. Renungkan apa yang Kukatakan: apakah ini masuk akal, apakah ini berdasarkan kenyataan? Apakah ini berlaku bagimu? Sekalipun itu berlaku bagimu, janganlah bersikap negatif. Bersikap negatif tidak akan membantumu menyelesaikan masalah apa pun. Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, jika engkau ingin melaksanakan tugasmu dan menjadi pemimpin atau pekerja, engkau tidak boleh menyerah ketika menghadapi rintangan dan kegagalan. Engkau harus bangkit kembali dan terus bergerak maju. Engkau harus berfokus untuk memperlengkapi dirimu dengan aspek-aspek tertentu dari kebenaran di area-area di mana engkau masih kurang, dan di mana engkau memiliki masalah serius. Bersikap negatif atau pasif tidak akan menyelesaikan apa pun. Ketika dihadapkan dengan hal-hal, berhentilah membahas kata-kata dan doktrin serta berbagai macam alasan objektif. Ini tidak akan membantu. Ketika Tuhan mengujimu, dan engkau berkata, "Pada waktu itu, kesehatanku kurang baik, aku masih muda, dan lingkunganku tidak begitu damai," akankah Dia mendengarkannya? Tuhan akan bertanya, "Apakah engkau mendengar kebenaran ketika itu dipersekutukan kepadamu?" Jika engkau berkata, "Ya, aku mendengarnya," Dia akan bertanya, "Apakah engkau memiliki pengaturan kerja yang didelegasikan kepadamu?" Kemudian engkau akan berkata, "Ya, aku memilikinya," dan Dia akan melanjutkan: "Lalu mengapa engkau tidak mengikutinya? Mengapa engkau gagal secara menyedihkan? Mengapa engkau tidak mampu tetap teguh dalam kesaksianmu?" Alasan objektif apa pun yang kautekankan tidak masuk akal. Tuhan tidak tertarik dengan dalih atau alasanmu. Dia tidak melihat seberapa banyak doktrin yang mampu kausampaikan atau seberapa baik engkau membela dirimu sendiri. Yang Tuhan inginkan adalah tingkat pertumbuhanmu yang sebenarnya dan agar hidupmu bertumbuh. Kapan pun, atau menjadi setinggi apa pun tingkat kepemimpinanmu, atau setinggi apa pun statusmu, jangan pernah lupa siapa dirimu dan apa dirimu di hadapan Tuhan. Sebanyak apa pun doktrin yang mampu kausampaikan, betapa pun terlatihnya engkau dalam menyampaikan doktrin, apa pun yang telah kaulakukan atau kontribusi apa pun yang telah kauberikan kepada rumah Tuhan, tak satu pun dari hal-hal ini yang memperlihatkan bahwa engkau memiliki tingkat pertumbuhan yang nyata, dan semua itu juga bukan tanda bahwa engkau memiliki kehidupan. Jika engkau masuk ke dalam kenyataan kebenaran, memahami prinsip-prinsip kebenaran, tetap teguh dalam kesaksianmu ketika dihadapkan dengan hal-hal, mampu menyelesaikan tugas secara mandiri, dan layak untuk dipakai, barulah itu artinya engkau memiliki tingkat pertumbuhan yang nyata. Baiklah, mari kita akhiri pembahasan ini di sini dan beralih ke topik utama persekutuan kita.

Apa yang kita persekutukan pada pertemuan sebelumnya? (Pada pertemuan sebelumnya, Tuhan bersekutu tentang "melepaskan beban yang berasal dari keluarga". Salah satu bagian dari hal ini adalah melepaskan pengharapan terhadap anak-anak. Tuhan menjelaskan hal ini kepada kita dalam dua tahap: yang pertama berkaitan dengan perilaku orang tua ketika anak-anak mereka masih kecil, dan yang kedua adalah perilaku mereka ketika anak-anak mereka sudah dewasa. Berapa pun usia anak-anak mereka, entah sudah dewasa atau belum, sebenarnya perilaku dan tindakan orang tua bertentangan dengan kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Orang tua selalu ingin mengendalikan nasib anak-anak mereka dan ikut campur dalam kehidupan mereka, tetapi jalan yang mereka pilih dan pengejaran yang mereka miliki bukanlah sesuatu yang dapat ditentukan oleh orang tua. Nasib orang bukanlah sesuatu yang dapat dikendalikan oleh orang tua mereka. Tuhan juga menunjukkan sudut pandang yang benar yang digunakan untuk memandang hal ini: pada tahap mana pun kehidupan seorang anak, sudah cukup bagi orang tua dengan memenuhi tanggung jawab mereka, dan selebihnya adalah tentang tunduk pada kedaulatan, pengaturan, dan takdir Tuhan.) Sebelumnya, kita bersekutu tentang fakta bahwa pengharapan orang tua terhadap anak-anak mereka harus dilepaskan. Tentu saja, pengharapan-pengharapan ini didorong oleh kehendak serta gagasan manusia, dan tidak sejalan dengan fakta bahwa Tuhanlah yang mengatur nasib manusia. Pengharapan-pengharapan ini bukanlah bagian dari tanggung jawab manusia; itu adalah sesuatu yang orang harus lepaskan. Betapa pun besarnya pengharapan orang tua terhadap anak-anak mereka, dan betapa pun benar dan pantasnya pengharapan orang tua terhadap anak-anak mereka, selama pengharapan-pengharapan tersebut bertentangan dengan kebenaran bahwa Tuhan berdaulat atas nasib manusia, maka pengharapan-pengharapan tersebut adalah sesuatu yang orang harus lepaskan. Dapat dikatakan bahwa ini juga merupakan hal yang negatif. Itu tidak tepat dan tidak positif. Hal ini bertentangan dengan tanggung jawab orang tua dan melampaui lingkup tanggung jawab tersebut, serta merupakan pengharapan dan tuntutan yang tidak realistis dan bertentangan dengan kemanusiaan. Sebelumnya, kita bersekutu tentang beberapa tindakan dan perilaku yang tidak normal, serta beberapa perilaku ekstrem yang diperlihatkan oleh orang tua terhadap anak-anak mereka yang belum dewasa, yang menimbulkan berbagai macam pengaruh negatif serta tekanan terhadap anak-anak mereka, merusak kesehatan tubuh, mental, dan rohani anak-anak. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa apa yang dilakukan orang tua tidak tepat dan tidak pantas. Ini adalah pemikiran dan tindakan yang harus dilepaskan oleh orang-orang yang mengejar kebenaran, karena, dari sudut pandang kemanusiaan, ini adalah cara yang kejam dan tidak manusiawi untuk merusak kesehatan fisik dan mental seorang anak. Oleh karena itu, yang seharusnya dilakukan orang tua untuk anak-anak mereka yang belum dewasa adalah memenuhi tanggung jawab mereka, bukan merencanakan, mengendalikan, mengatur, atau menentukan masa depan dan nasib anak-anak mereka. Bukankah sebelumnya kita membahas dua aspek utama tentang orang tua memenuhi tanggung jawab mereka terhadap anak-anak mereka yang masih kecil? (Ya, kita telah membahasnya.) Jika kedua aspek ini dilaksanakan, itu artinya engkau telah memenuhi tanggung jawabmu. Jika kedua aspek tersebut belum dilaksanakan, sekalipun engkau membesarkan anak-anakmu menjadi seniman atau orang berbakat, tanggung jawabmu tetap tidak terpenuhi. Sebanyak apa pun upaya yang dilakukan orang tua untuk anak-anak mereka, entah itu berarti bahwa dia menjadi beruban karena khawatir, menjadi kelelahan hingga sakit, sebesar apa pun harga yang mereka bayar, sebanyak apa pun mereka mencurahkan isi hati mereka, atau sebanyak apa pun uang yang mereka keluarkan, tak satu pun dari hal-hal tersebut yang dapat dianggap sebagai pemenuhan tanggung jawab mereka. Jadi, apa maksudnya ketika Kukatakan bahwa orang tua harus memenuhi tanggung jawab mereka terhadap anak-anak mereka yang masih kecil? Apa dua aspek utama tersebut? Siapa yang mengingatnya? (Sebelumnya, Tuhan mempersekutukan dua tanggung jawab. Yang pertama adalah menjaga kesehatan fisik anak, dan yang kedua adalah membimbing, mendidik, dan membantu kesehatan mental mereka.) Ini sangat sederhana. Sebenarnya, menjaga kesehatan fisik anak itu mudah; cukup jagalah agar mereka tidak mengalami terlalu banyak benturan yang menyebabkan memar, tidak memakan makanan yang salah, tidak melakukan apa pun yang berdampak negatif terhadap pertumbuhan mereka, dan bagi para orang tua, sebisa mungkin pastikan bahwa mereka mendapatkan makanan yang cukup, makan dengan baik dan sehat, mendapat istirahat yang cukup, terbebas dari penyakit atau hanya sakit sesekali, dan mendapat pengobatan tepat waktu jika mereka sakit. Mampukah kebanyakan orang tua mencapai standar-standar ini? (Ya.) Ini adalah sesuatu yang mampu orang capai; tugas yang Tuhan berikan kepada manusia itu mudah. Karena binatang juga mampu memenuhi standar ini, jika manusia tidak mampu memenuhinya, bukankah mereka lebih buruk daripada binatang? (Ya.) Jika binatang pun mampu mencapai hal-hal ini, tetapi manusia tidak mampu, berarti mereka sungguh menyedihkan. Inilah tanggung jawab orang tua terhadap kesehatan fisik anak-anak mereka. Mengenai kesehatan mental anak-anak mereka, ini juga merupakan salah satu tanggung jawab yang harus dipenuhi orang tua saat membesarkan anak-anak yang masih kecil. Setelah anak-anak mereka sehat secara fisik, orang tua juga harus meningkatkan kesehatan mental dan pemikiran mereka, memastikan bahwa mereka memikirkan masalah dengan cara dan arah yang positif, aktif, dan optimis, sehingga mereka dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan tidak menjadi radikal, rentan terhadap penyimpangan, atau bermusuhan. Apa lagi? Mereka harus bisa bertumbuh menjadi normal, sehat, dan bahagia. Sebagai contoh, ketika anak-anak mulai memahami apa yang orang tua mereka katakan serta dapat bercakap-cakap secara sederhana dan normal dengan orang tua mereka, dan ketika mereka mulai menunjukkan minat pada hal-hal baru, orang tua dapat menceritakan kepada mereka kisah-kisah Alkitab atau menyampaikan kisah-kisah sederhana tentang cara berperilaku untuk membimbing mereka. Dengan demikian, anak-anak dapat memahami apa yang dimaksud dengan berperilaku baik, dan apa yang harus dilakukan agar menjadi anak yang baik dan orang yang baik. Hal ini merupakan bentuk bimbingan mental kepada anak. Orang tua tidak boleh hanya memberi tahu mereka bahwa mereka harus menghasilkan banyak uang ketika mereka dewasa nanti atau menjadi pejabat tinggi, yang akan memberi mereka kekayaan yang berlimpah agar mereka tidak merasakan penderitaan atau tidak melakukan pekerjaan kasar, dan memberi mereka kekuasaan serta gengsi untuk memerintah orang lain. Mereka tidak boleh menanamkan hal-hal negatif seperti itu ke dalam diri anak-anak mereka, tetapi harus menyampaikan hal-hal positif kepada mereka. Atau, mereka seharusnya menceritakan kisah-kisah yang sesuai dengan usia anak-anak mereka dan mengandung pesan mendidik yang positif. Sebagai contoh, mengajarkan mereka untuk tidak berbohong dan tidak menjadi anak yang suka berbohong, membuat mereka memahami bahwa orang harus menanggung akibat dari kebohongan mereka, menjelaskan sikap mereka sendiri terhadap kebohongan, dan menekankan bahwa anak-anak yang berbohong adalah anak-anak yang nakal, dan orang-orang tidak menyukai anak-anak yang seperti ini. Setidaknya, orang tua harus memberi tahu anak-anak mereka bahwa mereka harus bersikap jujur. Selain itu, orang tua harus mencegah agar anak-anak mereka tidak memiliki gagasan-gagasan yang ekstrem atau radikal. Bagaimana hal ini dapat dicegah? Orang tua harus mengajari anak-anak mereka untuk bersikap toleran terhadap orang lain, melatih kesabaran dan sikap memaafkan, tidak bersikap keras kepala atau egois ketika masalah muncul, serta belajar bersikap baik dan harmonis dalam interaksi mereka dengan orang lain; jika mereka bertemu dengan orang-orang jahat yang berusaha mencelakakan mereka, mereka harus belajar untuk menjauhi orang-orang itu daripada mengatasi situasi tersebut dengan konfrontasi dan kekerasan. Orang tua harus menghindarkan diri mereka agar tidak menanamkan benih atau pemikiran tentang kecenderungan melakukan kekerasan dalam benak anak-anak mereka yang masih kecil. Mereka harus menjelaskan bahwa kekerasan bukanlah sesuatu yang dihargai oleh orang tua, dan anak-anak yang cenderung melakukan kekerasan bukanlah anak yang baik. Jika orang memiliki kecenderungan melakukan kekerasan, pada akhirnya mereka dapat melakukan kejahatan dan menghadapi pengekangan serta hukuman masyarakat sesuai dengan hukum. Orang yang memiliki kecenderungan melakukan kekerasan bukanlah orang yang baik, dan mereka bukanlah orang yang dihormati. Di sisi lain, orang tua harus mendidik anak-anak mereka untuk menjadi mandiri. Anak-anak tidak boleh mengharapkan makanan dan pakaian diberikan kepada mereka begitu saja; mereka harus belajar melakukan segala hal sendiri kapan pun mereka mampu atau kapan pun mereka mengetahui cara melakukannya, menghindari pola pikir kemalasan yang terus-menerus. Dengan berbagai cara, orang tua harus membimbing anak-anak mereka untuk memahami hal-hal yang positif dan benar tersebut. Tentu saja, ketika mereka melihat hal-hal negatif terjadi atau muncul, orang tua harus memberi tahu anak-anak mereka bahwa perilaku seperti itu tidaklah baik, bahwa itu bukanlah perbuatan yang dilakukan anak-anak yang baik, bahwa mereka sendiri tidak menyukai perilaku tersebut, dan anak-anak yang melakukan hal tersebut dapat menghadapi sanksi hukum, hukuman, dan ganjaran di kemudian hari. Singkatnya, orang tua harus menyampaikan kepada anak-anak mereka prinsip-prinsip yang paling sederhana dan mendasar tentang cara berperilaku serta bertindak. Setidaknya, selagi mereka belum dewasa, anak-anak harus belajar menerapkan kearifan, membedakan antara yang baik dan yang buruk, mengetahui perbuatan apa yang menggolongkan orang baik dan orang jahat, hal-hal apa saja yang menunjukkan perilaku orang baik, dan perbuatan apa yang dianggap jahat serta menunjukkan perilaku orang jahat. Ini adalah hal paling mendasar yang harus diajarkan kepada mereka. Selain itu, anak-anak harus memahami bahwa ada perilaku yang dibenci oleh orang lain, seperti mencuri atau mengambil barang milik orang lain tanpa izin, menggunakan barang milik mereka tanpa izin, menyebarkan gosip, dan menebarkan perselisihan di antara orang-orang. Semua ini dan perbuatan-perbuatan yang serupa menunjukkan perilaku orang jahat, semuanya adalah hal-hal yang negatif dan tidak berkenan kepada Tuhan. Seiring bertambahnya usia anak-anak, mereka harus diajari untuk tidak bersikap keras kepala dalam apa pun yang mereka lakukan, tidak cepat kehilangan minat, ataupun bersikap impulsif atau gegabah. Mereka harus mempertimbangkan akibat-akibat dari tindakan apa pun yang mereka ambil, dan jika mereka mengetahui bahwa akibat-akibat tersebut dapat berakibat buruk atau menjadi bencana, mereka harus menahan diri, tidak membiarkan keuntungan atau keinginan menguasai diri mereka. Orang tua juga harus mendidik anak-anak mereka tentang perkataan dan tindakan khas orang jahat, memberikan mereka pemahaman mendasar tentang orang jahat dan standar yang dapat digunakan untuk mengukur mereka. Mereka harus belajar untuk tidak terlalu mudah memercayai orang asing atau janji mereka, dan tidak menerima sesuatu dari orang asing tanpa berhati-hati. Semua hal ini harus diajarkan kepada mereka, karena dunia dan masyarakat ini jahat dan penuh jebakan. Anak-anak tidak boleh dengan mudah menaruh kepercayaan mereka kepada siapa pun; mereka harus diajari untuk mengenali orang jahat, berhati-hati dan menjauhkan diri mereka dari orang jahat, sehingga mereka dapat menghindarkan diri mereka agar tidak dijebak atau ditipu oleh orang jahat. Mengenai pelajaran mendasar tersebut, orang tua harus membimbing dan mengarahkan anak-anak mereka dengan sudut pandang positif selama masa pertumbuhan mereka. Di satu sisi, mereka harus berusaha untuk memastikan bahwa anak-anak mereka bertumbuh dengan sehat dan kuat selama masa pengasuhan mereka, dan di sisi lain, mereka harus mendorong pertumbuhan kesehatan mental anak-anak mereka. Apa sajakah tanda-tanda dari pikiran yang sehat? Tanda-tandanya adalah, orang memiliki sudut pandang yang benar terhadap kehidupan dan dapat menempuh jalan yang benar. Sekalipun mereka tidak percaya kepada Tuhan, mereka tetap menghindarkan diri mereka agar tidak mengikuti tren jahat selama masa pertumbuhan mereka. Jika orang tua melihat adanya penyimpangan dalam diri anak-anak mereka, mereka harus segera memeriksa perilaku anak-anak mereka dan mengoreksinya, serta membimbing anak-anak mereka dengan benar. Sebagai contoh, jika anak-anak mereka terpapar hal-hal tertentu yang terjadi sebagai bagian dari tren jahat, argumen atau pemikiran dan sudut pandang tertentu yang keliru selama tahun-tahun awal mereka, dalam kasus di mana mereka tidak memiliki kearifan, mereka mungkin akan mengikuti atau meniru hal-hal tersebut. Orang tua harus mendeteksi masalah ini sejak dini dan segera memberikan koreksi serta bimbingan yang akurat. Ini juga merupakan tanggung jawab mereka. Singkatnya, tujuannya adalah untuk memastikan bahwa anak-anak memiliki arah perkembangan yang mendasar, positif, dan benar dalam pemikiran, perilaku, perlakuan mereka terhadap orang lain, dan persepsi mereka terhadap berbagai orang, peristiwa, serta hal-hal, sehingga mereka dapat berkembang ke arah yang konstruktif, bukan ke arah yang jahat. Sebagai contoh, orang-orang tidak percaya sering kali berkata, "Hidup dan mati sudah ditentukan dari semula; kekayaan dan kehormatan ditentukan oleh Surga." Besarnya penderitaan dan kenikmatan yang seharusnya dialami seseorang dalam hidup telah ditentukan oleh Tuhan dari semula dan tidak dapat diubah oleh manusia. Di satu sisi, orang tua harus memberi tahu anak-anak mereka tentang fakta objektif ini, dan di sisi lain, mengajari mereka bahwa hidup bukan hanya soal kebutuhan fisik, dan tentu saja bukan soal kesenangan. Ada hal-hal yang lebih penting untuk dilakukan orang dalam hidup ini daripada makan, minum, dan mencari hiburan; mereka harus percaya kepada Tuhan, mengejar kebenaran, dan mengejar keselamatan dari Tuhan. Jika orang hanya hidup untuk kesenangan, untuk makan, minum, dan mencari hiburan secara jasmani, artinya mereka seperti zombi, dan hidup mereka tidak ada nilainya sama sekali. Mereka tidak menciptakan nilai positif atau bermakna apa pun, dan mereka tidak pantas untuk hidup atau bahkan menjadi manusia. Sekalipun seorang anak tidak percaya kepada Tuhan, setidaknya biarlah dia menjadi orang baik dan menjadi orang yang melaksanakan tugasnya dengan benar. Tentu saja, jika dia dipilih oleh Tuhan dan bersedia berpartisipasi dalam kehidupan bergereja dan melaksanakan tugasnya sendiri seiring dia bertumbuh dewasa, itu jauh lebih baik. Jika anak-anak mereka seperti ini, orang tua harus terlebih lagi memenuhi tanggung jawab mereka terhadap anak-anak mereka yang masih kecil berdasarkan prinsip-prinsip yang telah Tuhan sampaikan kepada manusia. Jika engkau tidak tahu apakah mereka akan percaya kepada Tuhan atau akan dipilih oleh Tuhan atau tidak, setidaknya engkau harus memenuhi tanggung jawab yang kaumiliki terhadap anak-anakmu selama masa pertumbuhan mereka. Sekalipun engkau tidak mengetahui atau tidak mampu memahami hal-hal ini, engkau tetap harus memenuhi tanggung jawab ini. Sebisa mungkin, engkau harus memenuhi kewajiban dan tanggung jawab yang seharusnya kaupenuhi, menyampaikan pemikiran positif dan hal-hal yang telah kauketahui kepada anak-anakmu. Setidaknya, pastikan bahwa pertumbuhan rohani mereka mengikuti arah yang konstruktif, dan pikiran mereka bersih serta sehat. Jangan membuat mereka mempelajari segala macam keterampilan dan pengetahuan sejak usia muda di bawah pengharapan, pembinaan, atau bahkan tekananmu. Yang jauh lebih serius, ada orang tua yang mendampingi anak-anak mereka ketika berpartisipasi dalam berbagai pertunjukan bakat dan kompetisi akademis atau atletik, mengikuti segala macam tren sosial, menghadiri acara-acara seperti konferensi pers, sesi tanda tangan, dan sesi belajar, serta menghadiri kompetisi apa pun dan pidato penerimaan di upacara penghargaan, dll. Sebagai orang tua, setidaknya mereka tidak boleh membiarkan anak-anak mereka mengikuti jejak mereka dengan melakukan hal-hal tersebut. Jika orang tua mengajak anak-anak mereka melakukan kegiatan seperti itu, di satu sisi, jelas mereka belum memenuhi tanggung jawab mereka sebagai orang tua. Di sisi lain, mereka secara terang-terangan membawa anak-anak mereka ke jalan yang tidak dapat berbalik kembali, sehingga menghambat perkembangan konstruktif mental anak-anak mereka. Ke manakah orang tua ini membawa anak-anak mereka? Mereka telah membawa anak-anak mereka ke dalam tren-tren jahat. Ini adalah sesuatu yang tidak boleh dilakukan oleh orang tua. Selain itu, mengenai masa depan anak-anak mereka dan karier yang akan mereka kejar, orang tua tidak boleh menanamkan hal-hal seperti, "Lihatlah si itu, dia adalah seorang pianis yang mulai bermain piano di usia empat atau lima tahun. Dia tidak menikmati waktu bermain, tidak punya teman ataupun mainan, dan dia berlatih piano setiap hari. Orang tuanya menemaninya mengikuti les piano, berkonsultasi dengan berbagai guru, dan mengikutsertakan mereka dalam lomba bermain piano. Lihatlah betapa terkenalnya dia sekarang, makan enak, berpakaian bagus, dikelilingi oleh pancaran kemuliaan dan dihormati di mana pun dia berada." Apakah jenis didikan seperti ini dapat mendorong perkembangan pikiran anak yang sehat? (Tidak.) Jadi, didikan macam apa ini? Ini adalah didikan dari Iblis. Jenis didikan seperti ini merusak pikiran anak mana pun. Didikan seperti ini mendorong mereka untuk menginginkan ketenaran, mendambakan berbagai pancaran kemuliaan, kehormatan, kedudukan, dan kenikmatan. Didikan seperti ini membuat mereka mendambakan dan mengejar hal-hal ini sejak usia muda, membuat mereka merasa cemas, sangat ketakutan, serta khawatir, dan bahkan menyebabkan mereka membayar segala macam harga untuk mendapatkannya, bangun pada dini hari dan bekerja hingga larut malam untuk memeriksa pekerjaan rumah mereka dan mempelajari berbagai keterampilan, serta kehilangan masa kecil mereka, menukar tahun-tahun berharga itu dengan hal-hal ini. Mengenai hal-hal yang dianjurkan oleh tren jahat, anak-anak yang masih kecil tidak memiliki kemampuan untuk menentang ataupun mengenalinya. Jadi, sebagai wali dari anak-anak mereka yang masih kecil, orang tua harus memenuhi tanggung jawab ini dengan membantu mereka mengenali dan menentang berbagai sudut pandang yang berasal dari tren jahat dunia dan semua hal negatif. Mereka harus memberikan bimbingan dan didikan yang positif. Tentu saja, setiap orang memiliki cita-citanya masing-masing, dan ada anak-anak kecil yang, sekalipun orang tua mereka melarang pengejaran tertentu, mungkin mereka masih menginginkannya. Biarkan mereka menginginkan apa yang mereka inginkan; orang tua harus memenuhi tanggung jawab mereka. Sebagai orang tua, engkau memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mengatur pemikiran anak-anakmu dan membimbing mereka ke arah yang positif dan konstruktif. Mengenai apakah mereka memilih untuk mendengarkanmu atau ingin melaksanakan ajaranmu ketika mereka dewasa nanti, itu adalah pilihan pribadi mereka, yang tidak boleh kaucampuri atau kaukendalikan. Singkatnya, pada masa pertumbuhan anak-anak mereka, orang tua memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk menanamkan berbagai pemikiran dan sudut pandang yang sehat, baik, dan positif, serta menanamkan tujuan hidup dalam benak anak-anak mereka. Inilah tanggung jawab orang tua.

Ada orang tua yang berkata, "Aku bahkan tidak tahu bagaimana cara mendidik anak-anakku. Aku sudah menjadi orang yang bingung sejak aku masih kecil, hanya melakukan apa pun yang orang tuaku perintahkan tanpa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sampai sekarang pun, aku masih belum tahu bagaimana cara mendidik anak." Jangan khawatir karena tidak mengetahuinya; itu belum tentu merupakan hal yang buruk. Yang lebih parah adalah jika engkau tahu, tetapi tidak menerapkannya, tetap mendidik anak-anakmu secara khusus untuk unggul, dan berkata, "Kemampuanku tidak lagi berkembang, tetapi aku ingin anak-anakku melampauiku. Generasi yang lebih muda harus menikmati kesuksesan generasi yang lebih tua dan harus lebih sukses daripada mereka. Saat ini, aku menjabat sebagai kepala bagian; jadi, anak-anakku harus menjadi walikota, gubernur, atau bahkan menduduki jabatan yang lebih tinggi di pemerintahan atau menjadi presiden." Tidak perlu mengatakan apa-apa lagi kepada orang-orang seperti itu. Kita tidak berhubungan dengan orang-orang seperti ini. Tanggung jawab orang tua yang kita bicarakan adalah positif, proaktif, dan berkaitan dengan kebenaran. Bagi mereka yang mengejar kebenaran, jika engkau ingin memenuhi tanggung jawabmu terhadap anak-anakmu, tetapi tidak yakin bagaimana memenuhi tanggung jawab tersebut, mulailah belajar dari awal. Itu mudah. Mengajar orang-orang dewasa memang tidak mudah, tetapi mengajar anak-anak itu mudah, bukan? Belajar dan mengajar secara bersamaan, mengajarkan apa yang baru saja kaupelajari. Bukankah itu mudah? Mendidik anak-anakmu itu mudah. Jauh lebih baik lagi, penuhilah tanggung jawabmu terkait kesehatan mental anak-anakmu. Sekalipun engkau tidak mampu melakukan hal ini dengan sempurna, itu lebih baik daripada tidak mendidik mereka sama sekali. Anak-anak masih kecil dan naif; jika engkau membiarkan mereka mendapatkan informasi dari televisi dan berbagai sumber, melakukan apa pun yang mereka suka, serta berpikir dan bertindak sesuka hati mereka tanpa didikan atau aturan, itu berarti engkau belum memenuhi tanggung jawabmu sebagai orang tua. Engkau telah gagal dalam tugasmu, dan engkau belum menyelesaikan tanggung jawab serta kewajibanmu. Jika orang tua harus memenuhi tanggung jawabnya terhadap anak-anak mereka, berarti mereka tidak boleh pasif, tetapi harus aktif mempelajari ilmu dan pengetahuan tertentu yang dapat membantu memelihara kesehatan mental anak-anak mereka, atau beberapa prinsip dasar yang berkaitan dengan kebenaran, mulai dari awal. Semua ini adalah hal-hal yang harus dilakukan orang tua: ini disebut memenuhi tanggung jawab. Tentu saja, pengetahuanmu tidak akan sia-sia. Selama proses belajar dan mendidik anak-anakmu, engkau juga akan memetik pelajaran. Karena, saat mengajari anak-anakmu untuk mengembangkan kesehatan mental mereka ke arah yang konstruktif, sebagai orang dewasa, engkau mau tak mau akan bersinggungan dan belajar tentang gagasan-gagasan positif tertentu. Ketika engkau memperlakukan gagasan-gagasan positif ini atau prinsip-prinsip serta standar-standar dalam berperilaku dan bertindak dengan cermat dan serius, engkau akan memetik pelajaran tanpa kausadari. Itu tidak akan sia-sia. Memenuhi tanggung jawabmu terhadap anak-anakmu sendiri bukanlah sesuatu yang kaulakukan demi orang lain; engkau harus melakukannya karena hubunganmu dengan mereka, baik secara emosional maupun hubungan darah. Setelah engkau memenuhi tanggung jawabmu, sekalipun anak-anakmu bertindak atau berperilaku dengan cara yang tidak sesuai dengan pengharapanmu, setidaknya, engkau telah memetik pelajaran. Engkau mengetahui apa artinya mendidik anak-anakmu dan memenuhi tanggung jawabmu terhadap mereka. Engkau telah memenuhi tanggung jawabmu. Mengenai jalan-jalan yang dipilih anak-anakmu kelak, cara mereka berperilaku, dan nasib yang menanti mereka dalam kehidupan, itu bukan lagi urusanmu. Ketika mereka menjadi dewasa, engkau hanya boleh berdiam diri dan menyaksikan kehidupan serta nasib mereka tersingkap. Engkau tidak lagi memiliki kewajiban atau tanggung jawab untuk terlibat. Jika engkau tidak memberikan bimbingan, didikan, dan batasan secara tepat waktu dalam hal-hal tertentu kepada mereka saat mereka masih kecil, engkau mungkin menyesalinya ketika, sebagai orang dewasa, mereka mengatakan atau melakukan hal-hal yang tidak terduga atau memperlihatkan pemikiran dan perilaku yang tidak kauharapkan. Sebagai contoh, ketika mereka masih kecil, engkau selalu mendidik mereka, dengan berkata, "Belajarlah dengan giat, kuliahlah, kejarlah gelar pascasarjana atau Ph.D., carilah pekerjaan yang bagus, carilah pasangan yang cocok untuk dinikahi, dan mulailah sebuah keluarga, kemudian hidup akan menjadi baik." Melalui didikan, dorongan, dan berbagai bentuk tekananmu, mereka menjalani dan mengejar jalan yang kautetapkan untuk mereka, mencapai apa yang kauharapkan, sama seperti yang kauinginkan, dan sekarang mereka tidak dapat berbalik. Jika, setelah engkau memahami kebenaran tertentu dan kehendak Tuhan karena kepercayaanmu kepada Tuhan, serta memiliki pemikiran dan sudut pandang yang benar, sekarang engkau berusaha memberi tahu mereka untuk tidak lagi mengejar hal-hal tersebut, mereka kemungkinan besar malah akan menjawab, "Bukankah aku telah melakukan persis seperti yang kauinginkan? Bukankah kau mengajariku hal-hal ini ketika aku masih kecil? Bukankah kau menuntut hal ini terhadapku? Mengapa sekarang kau menghentikanku? Apakah yang kulakukan salah? Aku telah mencapai hal-hal ini dan aku dapat menikmatinya sekarang. Kau seharusnya merasa bahagia, puas, dan bangga terhadapku, bukan?" Bagaimana perasaanmu setelah mendengar ini? Haruskah engkau merasa bahagia ataukah menangis? Tidakkah engkau merasakan penyesalan? (Ya.) Engkau tidak bisa memenangkan mereka kembali sekarang. Seandainya engkau tidak mendidik mereka dengan cara seperti ini ketika mereka masih kecil, seandainya engkau telah memberi mereka masa kecil yang bahagia tanpa tekanan apa pun, tanpa mengajari mereka untuk menjadi lebih baik daripada orang lain, untuk menduduki jabatan yang tinggi atau menghasilkan banyak uang, atau mengejar ketenaran, keuntungan, dan status, seandainya engkau membiarkan mereka menjadi orang yang baik, orang biasa, tanpa menuntut agar mereka menghasilkan banyak uang, menikmati begitu banyak hal, atau membalas begitu banyak kepadamu, tetapi hanya meminta agar mereka menjadi sehat dan bahagia, menjadi orang yang sederhana dan bahagia, mungkin mereka akan menerima beberapa pemikiran dan sudut pandang yang kaumiliki setelah engkau percaya kepada Tuhan. Kemudian, kehidupan mereka mungkin akan bahagia sekarang, tanpa banyak tekanan dari kehidupan dan masyarakat. Meskipun mereka tidak memperoleh ketenaran dan keuntungan, setidaknya hati mereka akan merasa bahagia, tenang, dan damai. Namun, selama tahun-tahun perkembangan mereka, karena dorongan dan desakanmu berulang kali, di bawah tekananmu, mereka tanpa henti mengejar pengetahuan, uang, ketenaran, dan keuntungan. Pada akhirnya, mereka memperoleh ketenaran, keuntungan, dan status, kehidupan mereka meningkat, mereka lebih menikmati lebih banyak hal, dan mereka menghasilkan lebih banyak uang, tetapi hidup mereka melelahkan. Setiap kali engkau bertemu dengan mereka, wajah mereka tampak lelah. Hanya ketika mereka kembali ke rumah, kembali kepadamu, barulah mereka berani melepaskan "topeng" mereka dan mengakui bahwa mereka lelah dan ingin beristirahat. Namun, begitu mereka melangkah keluar, mereka tidak lagi sama. Mereka kembali mengenakan "topeng" tersebut. Engkau melihat ekspresi mereka yang lelah dan menyedihkan, dan engkau merasa kasihan terhadap mereka, tetapi engkau tidak memiliki kuasa untuk membuat mereka berbalik. Mereka tidak bisa lagi berbalik. Bagaimana ini bisa terjadi? Bukankah ini ada hubungannya dengan pola pengasuhanmu? (Ya.) Semua ini bukanlah sesuatu yang secara alami mereka ketahui atau kejar sejak kecil; itu pasti ada hubungannya dengan pola pengasuhanmu. Saat engkau melihat wajah mereka, saat engkau melihat kehidupan mereka dalam keadaan seperti ini, tidakkah engkau merasa sedih? (Ya.) Namun, engkau tidak berdaya; yang tersisa hanyalah penyesalan dan kesedihan. Engkau mungkin merasa bahwa anak-anakmu telah diambil sepenuhnya oleh Iblis, bahwa mereka tidak dapat berbalik, dan engkau tidak memiliki kuasa untuk menyelamatkan mereka. Ini karena engkau tidak memenuhi tanggung jawabmu sebagai orang tua. Engkau adalah orang yang merugikan mereka, yang menyesatkan mereka dengan didikan dan bimbingan ideologismu yang cacat. Mereka tidak akan pernah bisa berbalik, dan pada akhirnya yang tersisa bagimu hanyalah penyesalan. Engkau memandang tanpa daya sementara anakmu menderita, dirusak oleh masyarakat yang jahat ini, dibebani oleh tekanan hidup, dan engkau tidak punya cara untuk membantu mereka. Yang bisa kaukatakan hanyalah, "Sering-seringlah pulang ke rumah, nanti akan kubuatkan makanan yang lezat." Masalah apa yang bisa diselesaikan dengan makanan? Makanan tidak bisa menyelesaikan apa pun. Pemikiran mereka sudah matang dan terbentuk, dan mereka tidak mau melepaskan ketenaran serta status yang telah mereka peroleh. Mereka hanya bisa terus maju dan tidak pernah berbalik. Inilah akibat buruk dari orang tua yang memberikan bimbingan yang salah dan menanamkan gagasan-gagasan yang keliru ke dalam diri anak-anak mereka selama masa pertumbuhan mereka. Oleh karena itu, selama tahun-tahun ini, orang tua seharusnya memenuhi tanggung jawab mereka, membimbing kesehatan mental anak-anak mereka, dan mengarahkan pemikiran serta tindakan anak-anak mereka ke arah yang konstruktif. Ini adalah hal yang sangat penting. Engkau mungkin berkata, "Aku tidak tahu banyak tentang mendidik anak-anak," tetapi tidak bisakah engkau memenuhi tanggung jawabmu? Jika engkau benar-benar memahami dunia dan masyarakat ini, jika engkau benar-benar memahami apa arti ketenaran dan keuntungan, jika engkau benar-benar mampu meninggalkan ketenaran dan keuntungan duniawi, engkau harus melindungi anak-anakmu, bukan membiarkan mereka menerima gagasan-gagasan yang keliru dari masyarakat terlalu dini selama masa pertumbuhan mereka. Sebagai contoh, ketika beberapa anak masuk SMP, mereka mulai memperhatikan hal-hal seperti berapa miliar dolar dalam bentuk aset yang dimiliki seorang taipan bisnis tertentu, jenis mobil mewah apa yang dimiliki oleh orang terkaya di wilayah tersebut, kedudukan apa yang orang lain miliki, berapa banyak uang yang mereka miliki, berapa banyak mobil yang mereka miliki yang terparkir di rumah mereka, dan hal-hal seperti apa yang mereka nikmati. Pikiran mereka mulai bertanya-tanya: "Sekarang aku duduk di bangku SMP. Bagaimana jika aku tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus setelah lulus kuliah? Tanpa pekerjaan, apa yang akan kulakukan jika aku tidak mampu membeli rumah besar dan mobil mewah? Bagaimana aku bisa menjadi luar biasa tanpa uang?" Mereka mulai merasa khawatir dan iri terhadap orang-orang di tengah masyarakat yang memiliki gengsi dan yang hidupnya berlebih serta penuh kemewahan. Ketika anak-anak mulai menyadari hal-hal ini, mereka mulai menyerap berbagai informasi, peristiwa, serta fenomena dari masyarakat, dan dalam pikirannya, mereka mulai merasa tertekan, cemas, khawatir, dan merencanakan masa depan mereka. Dalam situasi seperti ini, bukankah seharusnya orang tua memenuhi tanggung jawab mereka, memberikan kenyamanan dan bimbingan, serta membantu anak-anak mereka memahami cara memandang dan menangani hal-hal ini dengan benar? Orang tua harus memastikan bahwa anak-anak mereka tidak terjebak dalam hal-hal ini sejak kecil, sehingga mereka dapat memiliki sudut pandang yang benar terhadap hal-hal tersebut. Katakan kepada-Ku, bagaimana seharusnya orang tua menangani hal-hal ini dengan anak-anak mereka? Sekarang ini, bukankah anak-anak sudah terpapar berbagai aspek masyarakat sejak usia sangat muda? (Ya.) Bukankah anak-anak zaman sekarang ini tahu banyak tentang penyanyi, bintang film, bintang olah raga, serta selebritas internet, taipan bisnis, orang-orang kaya, dan multijutawan, berapa banyak uang yang mereka peroleh, apa yang mereka kenakan, apa yang mereka nikmati, berapa banyak mobil mewah yang mereka miliki, dan sebagainya? (Ya.) Oleh karena itu, di tengah masyarakat yang rumit ini, orang tua harus memenuhi tanggung jawab mereka sebagai orang tua, melindungi anak-anak mereka, dan membekali mereka dengan pikiran yang sehat. Ketika anak-anak mulai menyadari hal-hal ini atau mendengar dan menerima informasi yang tidak sehat, orang tua harus mengajari mereka untuk memiliki pemikiran dan sudut pandang yang benar agar mereka mampu menjauh dari hal-hal ini tepat pada waktunya. Setidaknya, orang tua harus menanamkan doktrin yang sederhana kepada mereka: "Kau masih muda, dan di usiamu, tanggung jawabmu adalah belajar dengan baik dan mempelajari apa yang perlu kaupelajari. Kau tidak perlu memikirkan hal-hal lain. Mengenai berapa banyak uang yang akan kauperoleh atau apa yang akan kaubeli, kau tidak perlu mengurusi hal-hal ini. Semua itu urusan nanti setelah kau dewasa. Untuk saat ini, fokuslah mengerjakan tugas-tugas sekolahmu, menyelesaikan tugas yang diberikan gurumu, dan mengelola berbagai hal dalam hidupmu sendiri. Kau tidak perlu terlalu memikirkan hal lain. Belum terlambat untuk memikirkan hal-hal ini setelah kau masuk ke tengah masyarakat dan berinteraksi dengan mereka. Hal-hal yang terjadi saat ini di tengah masyarakat adalah urusan orang dewasa. Kau bukan orang dewasa, jadi ini bukanlah hal-hal yang seharusnya kaupikirkan atau terlibat di dalamnya. Saat ini, fokuslah mengerjakan tugas sekolahmu dengan baik, dan dengarkanlah apa yang kami katakan kepadamu. Kami sudah dewasa dan tahu lebih banyak daripadamu, jadi kau harus mendengarkan apa pun yang kami katakan. Jika kau mempelajari hal-hal tersebut di tengah masyarakat, lalu kau mengikuti serta meniru mereka, hal itu tidak akan bermanfaat bagi pendidikan dan tugas sekolahmu. Hal ini dapat memengaruhi studimu. Akan menjadi orang seperti apa dirimu atau karier seperti apa yang akan kaumiliki: ini adalah hal-hal yang akan dipikirkan nanti. Saat ini, tugasmu adalah belajar dengan giat. Jika kau tidak unggul dalam studimu, kau tidak akan berhasil dalam pendidikanmu, dan kau tidak akan menjadi anak yang baik. Jangan memikirkan hal-hal lain; semua itu tidak relevan bagimu. Ketika kau makin dewasa, kau akan memahami hal-hal itu." Bukankah ini doktrin paling mendasar yang harus orang pahami? (Ya.) Beri tahu anak-anak: "Tugasmu saat ini adalah belajar, bukan makan, minum, dan bersenang-senang. Jika kau tidak belajar, kau akan menyia-nyiakan waktumu sendiri dan mengabaikan pendidikanmu. Hal-hal di tengah masyarakat yang berkaitan dengan makan, minum, mencari hiburan, dan berbagai urusan lainnya, semuanya adalah urusan orang dewasa. Mereka yang belum dewasa sebaiknya tidak melakukan aktivitas tersebut." Apakah perkataan ini mudah diterima oleh anak-anak? (Ya.) Engkau tidak sedang merampas hak mereka untuk mengetahui tentang hal-hal ini atau merasa iri terhadap mereka. Pada saat yang sama, engkau sedang menunjukkan apa yang seharusnya mereka lakukan. Apakah ini cara yang baik untuk mendidik anak-anak? (Ya.) Apakah ini tindakan yang sederhana? (Ya.) Orang tua harus belajar melakukan hal ini, dan sejauh yang mereka mampu, belajar cara mendidik serta merawat anak-anak mereka yang masih kecil berdasarkan kemampuan, kondisi, dan kualitas mereka sendiri; mereka harus memenuhi tanggung jawab mereka terhadap anak-anak mereka dan melakukan semua ini dengan segenap kemampuan mereka. Tidak ada standar yang ketat dan kaku untuk hal ini. Ini berbeda dari orang ke orang. Keadaan keluarga setiap orang berbeda-beda, dan kualitas setiap orang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam hal memenuhi tanggung jawab mendidik anak, setiap orang memiliki caranya masing-masing. Engkau harus melakukan apa pun yang berhasil secara efektif, yang memberikan hasil yang diinginkan. Engkau harus beradaptasi dengan kepribadian, usia, dan jenis kelamin anak-anakmu: ada anak-anak yang mungkin membutuhkan lebih banyak ketegasan, sedangkan anak-anak yang lainnya mungkin membutuhkan pendekatan yang lebih lembut. Ada anak-anak yang mungkin mendapatkan manfaat dari gaya didikan yang lebih menuntut, sedangkan anak-anak yang lainnya mungkin berkembang dalam lingkungan yang santai. Orang tua harus menyesuaikan cara-cara mereka berdasarkan situasi individu anak-anak mereka. Bagaimanapun juga, tujuan utamanya adalah untuk memastikan kesehatan mental anak-anak mereka, untuk membimbing mereka ke arah yang konstruktif, baik dalam pemikiran mereka maupun dalam standar tindakan mereka. Jangan memaksakan apa pun yang mungkin bertentangan dengan kemanusiaan, apa pun yang bertentangan dengan hukum perkembangan alami atau melebihi apa yang mampu mereka capai dalam rentang usia mereka saat ini ataupun melebihi kualitas mereka. Ketika orang tua mampu melakukan semua ini, itu berarti mereka telah memenuhi tanggung jawab mereka. Apakah hal ini sulit untuk dicapai? Ini bukanlah hal yang rumit.

Pengharapan orang tua terhadap anak-anak mereka mencakup dua aspek: aspek pertama berkaitan dengan pengharapan selama masa pertumbuhan anak, dan aspek kedua berkaitan dengan pengharapan ketika anak-anak mereka menjadi dewasa. Sebelumnya, persekutuan kita secara singkat membahas pengharapan-pengharapan ketika anak-anak menjadi dewasa. Apa yang kita persekutukan? (Tuhan, sebelumnya kita bersekutu tentang orang tua yang berharap agar anak-anak mereka yang sudah dewasa memiliki lingkungan kerja yang lancar, pernikahan yang bahagia dan memuaskan, serta karier yang sukses.) Kira-kira itulah yang kita persekutukan. Setelah orang tua membesarkan anak-anak mereka hingga dewasa, anak-anak mereka menjadi dewasa, menghadapi keadaan yang berkaitan dengan pekerjaan, karier, pernikahan, keluarga, dan hidup sendiri secara mandiri, bahkan membesarkan anak-anak mereka sendiri. Mereka akan meninggalkan ayah dan ibu mereka dan hidup mandiri, menghadapi sendiri semua masalah yang mungkin mereka hadapi dalam hidup mereka. Karena anak-anak mereka kini telah bertumbuh dewasa, orang tua tidak lagi memikul tanggung jawab untuk menjaga kesehatan fisik anak-anak mereka atau terlibat langsung dalam kehidupan, pekerjaan, pernikahan, keluarga anak-anak mereka, dan sebagainya. Tentu saja, karena ikatan emosional dan kekeluargaan, orang tua dapat merawat anak-anak mereka untuk formalitas, memberikan nasihat sesekali, memberikan sedikit saran atau bantuan dari peran seseorang yang berpengalaman, atau memberikan perawatan yang diperlukan untuk sementara. Singkatnya, setelah anak-anak menjadi dewasa, orang tua pada dasarnya telah memenuhi tanggung jawab mereka terhadap anak-anak mereka. Oleh karena itu, ada pengharapan-pengharapan yang mungkin dimiliki orang tua terhadap anak-anak mereka yang sudah dewasa, setidaknya dari sudut pandang-Ku, yang tidak diperlukan. Mengapa itu tidak diperlukan? Karena, apa pun yang orang tua harapkan dari anak-anak mereka, pernikahan, keluarga, pekerjaan, atau karier seperti apa yang mereka harapkan dari anak-anak mereka, entah anak-anak mereka akan menjadi kaya atau miskin, atau apa pun pengharapan orang tua, semua ini tidak lain hanyalah pengharapan, dan sebagai orang dewasa, kehidupan anak-anak mereka pada akhirnya berada di tangan mereka sendiri. Tentu saja, pada dasarnya, nasib seluruh hidup putra atau putri mereka, entah mereka kaya atau miskin, semua itu telah ditentukan oleh Tuhan. Orang tua tidak memiliki tanggung jawab atau kewajiban untuk mengontrol hal-hal ini, dan mereka juga tidak punya hak untuk campur tangan. Oleh karena itu, pengharapan orang tua hanyalah semacam harapan baik yang didasarkan pada kasih sayang mereka. Tidak ada orang tua yang rela anak-anak mereka menjadi miskin, tidak menikah, bercerai, memiliki keluarga yang bermasalah, atau mengalami kesukaran dalam pekerjaan. Tak ada seorang pun dari mereka yang mengharapkan hal-hal ini terjadi pada anak-anak mereka. Mereka pasti mengharapkan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Namun, jika pengharapan orang tua bertentangan dengan kenyataan hidup anak-anak mereka, atau jika kenyataan tersebut bertentangan dengan pengharapan mereka, bagaimana mereka harus memperlakukannya? Inilah yang perlu kita persekutukan. Sebagai orang tua, mengenai sikap yang harus orang miliki terhadap anak-anak mereka yang sudah dewasa, selain memberkati mereka secara diam-diam dalam hati dan memiliki pengharapan yang baik terhadap mereka, mata pencaharian apa pun yang dijalani anak-anak mereka, nasib atau kehidupan seperti apa pun yang mereka jalani, orang tua hanya bisa membiarkannya terjadi. Tidak ada orang tua yang dapat mengubah hal ini, dan mereka juga tidak dapat mengendalikannya. Meskipun engkau melahirkan anak-anakmu dan membesarkan mereka, seperti yang telah kita bahas sebelumnya, orang tua bukanlah penguasa atas nasib anak-anak mereka. Orang tua mengandung tubuh fisik anak-anak mereka dan membesarkan mereka hingga dewasa, tetapi mengenai seperti apa nasib anak-anak mereka kelak, itu bukanlah sesuatu yang diberikan atau dipilih oleh orang tua mereka, dan orang tua mereka tentu saja tidak memutuskannya. Engkau ingin anak-anakmu sukses, tetapi apakah itu menjamin bahwa mereka akan sukses? Engkau tidak ingin mereka mengalami kemalangan, nasib buruk, dan segala macam peristiwa yang tidak menguntungkan, tetapi apakah itu berarti mereka dapat menghindari semua itu? Apa pun yang anak-anakmu hadapi, semua hal tersebut tidak bergantung pada kehendak manusia, juga tidak ditentukan oleh kebutuhan atau pengharapanmu. Jadi, apa maksud perkataan-Ku ini bagimu? Karena anak-anak telah menjadi dewasa, sudah mampu mengurus diri mereka sendiri, memiliki pemikiran sendiri, pandangan terhadap hal-hal, prinsip-prinsip berperilaku, dan pandangan hidup, serta tidak lagi dipengaruhi, dikuasai, dikekang, atau diatur oleh orang tua mereka, itu artinya mereka benar-benar orang dewasa. Apa yang dimaksud dengan mereka sudah menjadi orang dewasa? Artinya, orang tua mereka harus melepaskan. Secara tertulis, ini disebut "melepaskan", memungkinkan anak-anak untuk bereksplorasi secara mandiri dan menempuh jalan hidup mereka sendiri. Apa yang kita katakan dalam bahasa sehari-hari? "Menyingkir". Dengan kata lain, orang tua harus berhenti memberikan perintah kepada anak-anak mereka yang sudah dewasa, dengan mengatakan hal-hal seperti, "Kau harus mencari pekerjaan ini, kau harus bekerja di industri ini. Jangan lakukan itu, itu terlalu berisiko!" Pantaskah bagi orang tua untuk memberikan perintah kepada anak-anak mereka yang sudah dewasa? (Tidak.) Mereka selalu ingin menjaga kehidupan, pekerjaan, pernikahan, dan keluarga anak-anak mereka yang sudah dewasa agar tetap berada dalam kendali serta pengawasan mereka, dan mereka menjadi gelisah, cemas, takut, dan khawatir jika mereka tidak mengetahui tentang sesuatu atau tidak bisa mengendalikannya, berkata, "Bagaimana jika putraku tidak mempertimbangkan hal itu dengan saksama? Mungkinkah dia terkena masalah hukum? Aku tak punya uang jika dia digugat! Jika dia digugat dan tidak ada uang, mungkinkah dia bisa dipenjara? Jika dia masuk penjara, mungkinkah dia dituduh bersalah oleh orang jahat, dan menjalani hukuman delapan atau sepuluh tahun? Akankah istrinya meninggalkannya? Siapa yang akan merawat anak-anak?" Makin mereka memikirkannya, makin mereka merasa khawatir. "Pekerjaan putriku tidak berjalan dengan baik: orang-orang selalu memperlakukannya dengan buruk, dan atasannya juga tidak baik kepadanya. Apa yang bisa kita lakukan? Haruskah kita mencarikannya pekerjaan lain? Haruskah kita lewat jalan belakang, memakai koneksi, mengeluarkan sejumlah uang, dan membantunya mendapatkan pekerjaan di departemen pemerintah di mana dia bisa memiliki beban yang ringan setiap hari sebagai pegawai pemerintah? Meski gajinya tidak tinggi, setidaknya dia tidak akan diperlakukan dengan buruk. Kita saja tidak sanggup memukulnya ketika dia masih kecil dan kita memanjakannya seperti seorang putri raja; sekarang, dia ditindas oleh orang lain. Apa yang harus kita lakukan?" Mereka khawatir hingga tidak nafsu makan atau sulit tidur, dan mulut mereka sariawan karena kecemasan. Setiap kali anak-anak mereka menghadapi sesuatu, mereka menjadi cemas dan menanggapinya dengan serius. Mereka ingin terlibat dalam segala hal, mengambil alih di setiap situasi. Setiap kali anak-anak mereka jatuh sakit atau menghadapi kesulitan tertentu, mereka merasa khawatir dan sedih, berkata, "Aku hanya ingin kau sehat. Mengapa kau tidak sehat? Aku ingin semuanya berjalan lancar untukmu, aku ingin semuanya berjalan sesuai keinginanmu, sesuai rencanamu. Aku ingin kau menikmati kesuksesan, tidak bernasib buruk, ditipu, atau dijebak dan terkena masalah hukum!" Ada anak-anak yang mengambil pinjaman dari bank untuk membeli sebuah rumah, dan pinjaman mereka harus dilunasi selama tiga puluh atau bahkan lima puluh tahun. Orang tua mereka mulai khawatir, "Kapan semua pinjaman ini akan lunas? Bukankah ini sama seperti menjadi budak bank? Generasi kami tidak membutuhkan pinjaman dari bank untuk membeli rumah. Kami tinggal di apartemen yang disediakan perusahaan dan membayar sewa sebesar ratusan ribu rupiah setiap bulan. Situasi kehidupan kami terasa begitu tenang. Sekarang ini, sangatlah sulit bagi anak-anak muda ini. Itu benar-benar tidak mudah bagi mereka. Mereka harus mengambil pinjaman dari bank, dan meskipun mereka hidup berkecukupan, mereka bekerja sangat keras setiap hari. Mereka kelelahan! Mereka sering begadang hingga larut malam saat bekerja lembur, jadwal makan dan tidur mereka tidak teratur, dan mereka selalu mengonsumsi makanan cepat saji. Perut mereka menderita, dan begitu pula kesehatan mereka. Aku harus memasak untuk mereka dan membersihkan rumah mereka. Aku harus merapikan rumah mereka karena mereka tidak punya waktu. Hidup mereka berantakan. Sekarang aku sudah tua dan lemah, dan aku tidak bisa berbuat banyak, jadi aku akan menjadi pembantu mereka saja. Jika mereka mempekerjakan pembantu, mereka harus mengeluarkan uang, dan pembantu tersebut mungkin tidak bisa dipercaya. Jadi, aku akan menjadi pembantu mereka secara cuma-cuma." Jadi, dia menjadi seorang pembantu, membersihkan rumah anak-anaknya setiap hari, merapikan rumah, memasak ketika waktunya makan, membeli sayur-sayuran dan gandum, serta memikul tanggung jawab yang tiada habisnya. Dia berubah dari orang tua menjadi pelayan tua, seorang pembantu. Ketika anak-anaknya pulang ke rumah dan suasana hati mereka sedang tidak baik, dia harus memperhatikan ekspresi wajah mereka dan berbicara dengan hati-hati sampai anak-anaknya kembali bahagia, dan barulah dia bisa bahagia. Dia bahagia jika anak-anaknya bahagia, dan khawatir jika anak-anaknya khawatir. Apakah ini cara hidup yang bernilai? Ini tidak ada bedanya dengan kehilangan diri sendiri.

Mungkinkah orang tua menanggung nasib anak-anak mereka? Demi mengejar ketenaran, keuntungan, dan kesenangan duniawi, anak-anak rela menanggung kesukaran apa pun yang menghadang mereka. Selain itu, sebagai orang dewasa, pantaskah jika mereka harus menghadapi kesukaran apa pun demi kelangsungan hidup mereka? Sebanyak mereka menikmatinya, sebanyak itulah mereka harus siap untuk menderita. Hal ini wajar. Orang tua telah memenuhi tanggung jawab mereka, jadi apa pun yang ingin anak-anak mereka nikmati, mereka tidak boleh menanggung biayanya. Sebaik apa pun kehidupan yang diinginkan orang tua bagi anak-anak mereka, jika anak-anak ingin menikmati hal-hal yang baik, merekalah yang harus menanggung semua tekanan dan penderitaan itu sendiri, bukan orang tua mereka. Oleh karena itu, jika orang tua selalu ingin melakukan semuanya untuk anak-anak mereka dan menanggung kesukaran mereka, dengan rela menjadi budak mereka, bukankah ini berlebihan? Hal ini tidak perlu, karena ini melampaui apa yang seharusnya orang tua lakukan. Alasan utama lainnya adalah, apa pun atau sebanyak apa pun yang kaulakukan untuk anak-anakmu, engkau tidak dapat mengubah nasib mereka ataupun meringankan penderitaan mereka. Setiap orang yang berusaha bertahan hidup di tengah masyarakat, entah mereka mengejar ketenaran dan keuntungan atau menempuh jalan hidup yang benar, sebagai orang dewasa, mereka harus bertanggung jawab atas keinginan serta cita-cita mereka sendiri, dan mereka harus membiayainya sendiri. Tak seorang pun boleh melakukan apa pun bagi mereka; bahkan orang tua mereka, orang yang melahirkan dan membesarkan mereka, orang-orang terdekat mereka, tidak diwajibkan untuk membiayai atau ikut menanggung penderitaan mereka. Orang tua pun demikian dalam hal ini karena mereka tidak dapat mengubah apa pun. Oleh karena itu, apa pun yang kaulakukan untuk anak-anakmu adalah sia-sia. Karena ini sia-sia, sebaiknya engkau menghentikan tindakan ini. Meskipun orang tua mungkin sudah tua dan telah memenuhi tanggung jawab serta kewajiban mereka terhadap anak-anak mereka, meskipun segala sesuatu yang dilakukan orang tua tidak berarti apa-apa di mata anak-anak mereka, orang tua harus tetap memiliki martabat, pengejaran, dan misi mereka sendiri yang harus dilaksanakan. Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan serta mengejar kebenaran dan keselamatan, waktu dan tenaga yang tersisa dalam hidupmu harus digunakan untuk melaksanakan tugasmu dan melakukan apa pun yang telah Tuhan percayakan kepadamu; engkau tidak boleh menghabiskan waktumu untuk anak-anakmu. Hidupmu bukanlah milik anak-anakmu, dan hidupmu tidak boleh dihabiskan untuk kehidupan atau kelangsungan hidup mereka, ataupun untuk memenuhi pengharapanmu terhadap mereka. Sebaliknya, waktu dan tenagamu harus didedikasikan untuk kewajiban dan tugas yang telah Tuhan berikan kepadamu, serta misi yang harus kaulaksanakan sebagai makhluk ciptaan. Di sinilah letak nilai dan makna hidupmu. Jika engkau bersedia kehilangan martabatmu sendiri dan menjadi budak bagi anak-anakmu, mengkhawatirkan mereka, dan melakukan apa pun untuk mereka agar dapat memenuhi pengharapanmu terhadap mereka, semua ini tidak ada artinya dan tidak ada nilainya, dan itu tidak akan diingat. Jika engkau bersikeras melakukannya dan tidak melepaskan gagasan serta tindakan ini, itu hanya berarti bahwa engkau bukanlah orang yang mengejar kebenaran, bahwa engkau bukanlah makhluk ciptaan yang layak, dan bahwa engkau sangat memberontak. Engkau tidak menghargai kehidupan ataupun waktu yang diberikan Tuhan kepadamu. Jika hidupmu dan waktumu dihabiskan hanya untuk dagingmu serta kasih sayangmu, dan bukan untuk tugas yang telah Tuhan berikan kepadamu, berarti hidupmu tidak diperlukan dan tidak ada nilainya. Engkau tidak layak untuk hidup, engkau tidak layak untuk menikmati kehidupan yang telah Tuhan berikan kepadamu, dan engkau tidak layak untuk menikmati semua yang telah Tuhan berikan kepadamu. Tuhan memberimu anak-anak hanya agar engkau dapat menikmati proses membesarkan mereka, untuk memperoleh pengalaman hidup dan pengetahuan darinya sebagai orang tua, agar engkau dapat mengalami sesuatu yang istimewa dan luar biasa dalam kehidupan manusia, dan kemudian agar keturunanmu bertambah banyak .... Tentu saja, itu juga untuk memenuhi tanggung jawab makhluk ciptaan sebagai orang tua. Inilah tanggung jawab yang Tuhan tetapkan untuk kaupenuhi terhadap generasi berikutnya, serta peranmu sebagai orang tua bagi generasi berikutnya. Di satu sisi, ini bertujuan agar engkau dapat menjalani proses yang luar biasa dalam membesarkan anak, dan di sisi lain, ini bertujuan agar engkau berperan dalam memperbanyak generasi berikutnya. Setelah kewajiban ini dipenuhi, dan anak-anakmu bertumbuh menjadi orang dewasa, entah mereka menjadi orang yang sangat sukses atau tetap menjadi orang biasa, tidak menonjol, dan sederhana, itu tidak ada hubungannya denganmu, karena nasib mereka tidak ditentukan olehmu, juga tidak dipilih olehmu, dan tentu saja, itu bukan diberikan olehmu, melainkan ditentukan oleh Tuhan. Karena nasib mereka ditentukan oleh Tuhan, engkau tidak boleh mencampuri atau ikut campur dalam kehidupan atau kelangsungan hidup mereka. Kebiasaan, rutinitas sehari-hari, dan sikap mereka terhadap kehidupan, apa pun strategi bertahan hidup yang mereka miliki, apa pun pandangan hidup mereka, apa pun sikap mereka terhadap dunia, semua ini adalah pilihan mereka sendiri, dan itu bukanlah urusanmu. Engkau tidak berkewajiban untuk mengoreksi mereka atau menanggung penderitaan apa pun mewakili mereka untuk memastikan agar mereka bahagia setiap hari. Semua hal ini tidak perlu. Nasib setiap orang ditentukan oleh Tuhan; oleh karena itu, sebesar apa pun berkat atau penderitaan yang mereka alami dalam hidup, seperti apa pun keluarga, pernikahan, dan anak-anak mereka, pengalaman apa pun yang mereka alami di tengah masyarakat, dan peristiwa apa pun yang mereka alami dalam hidup, mereka sendiri tidak dapat meramalkan atau mengubah hal-hal tersebut, dan orang tua bahkan lebih tidak memiliki kemampuan untuk mengubahnya. Oleh karena itu, jika anak-anak menghadapi kesulitan apa pun, orang tua harus membantu secara positif dan proaktif jika mereka memiliki kemampuan untuk melakukannya. Jika tidak, sebaiknya orang tua bersikap tenang dan memandang hal-hal ini dari sudut pandang makhluk ciptaan, memperlakukan anak-anak mereka secara setara sebagai makhluk ciptaan. Penderitaan yang kaualami, mereka pun harus alami; kehidupan yang kaujalani, mereka pun harus jalani; proses yang telah kaulalui dalam membesarkan anak kecil, mereka pun akan lalui; liku-likunya, penipuan dan kecurangan yang kaualami di tengah masyarakat dan di antara orang, keterikatan emosi, konflik antarpribadi, dan semua hal serupa yang pernah kaualami, mereka pun akan mengalaminya. Seperti dirimu, mereka semua adalah manusia yang rusak, semuanya terbawa oleh arus kejahatan, dirusak oleh Iblis. Engkau tidak mampu melepaskan diri darinya, begitu pun mereka. Oleh karena itu, keinginan untuk membantu mereka menghindari semua penderitaan dan menikmati semua berkat di dunia adalah khayalan yang konyol dan gagasan yang bodoh. Betapa pun lebarnya sayap seekor elang, dia tidak dapat melindungi anak elang di sepanjang hidupnya. Anak elang pada akhirnya akan mencapai suatu titik di mana dia harus bertumbuh dewasa dan terbang sendiri. Saat anak elang memilih untuk terbang sendirian, tak ada seorang pun yang tahu di mana hamparan langit tempat dia akan mengepakkan sayapnya, atau di mana dia akan memilih untuk terbang. Oleh karena itu, sikap orang tua yang paling rasional setelah anak-anak mereka menjadi dewasa adalah melepaskan, membiarkan anak-anak mereka menjalani hidup mereka sendiri, membiarkan anak-anak mereka hidup secara mandiri, serta menghadapi, menangani, dan menyelesaikan berbagai tantangan dalam hidup secara mandiri. Jika mereka mencari bantuan darimu dan engkau memiliki kemampuan serta kondisi untuk melakukannya, tentu saja engkau boleh menolong dan memberi bantuan yang diperlukan. Namun, syaratnya adalah, apa pun bantuan yang kauberikan, baik itu bersifat finansial maupun psikologis, bantuan tersebut hanyalah sementara dan tidak dapat mengubah masalah penting apa pun. Mereka harus menempuh jalan hidup mereka sendiri, dan engkau tidak berkewajiban untuk menanggung setiap urusan mereka atau konsekuensinya. Inilah sikap yang seharusnya orang tua miliki terhadap anak-anak mereka yang sudah dewasa.

Setelah memahami sikap yang seharusnya dimiliki orang tua terhadap anak-anak mereka yang sudah dewasa, haruskah orang tua juga melepaskan pengharapan mereka terhadap anak-anak mereka yang sudah dewasa? Ada orang tua yang bodoh dan tidak bisa memahami kehidupan atau nasib, tidak mengakui kedaulatan Tuhan, dan cenderung melakukan hal-hal yang bodoh jika menyangkut anak-anak mereka. Sebagai contoh, setelah anak-anak menjadi mandiri, mereka mungkin menghadapi situasi khusus, kesukaran, atau peristiwa besar tertentu; ada yang terkena penyakit, ada yang terlibat dalam gugatan hukum, ada yang bercerai, ada yang ditipu, dan ada yang diculik, dilukai, dipukuli dengan kejam, ataupun menghadapi kematian. Bahkan ada orang-orang yang terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba, dan sebagainya. Apa yang harus dilakukan orang tua dalam situasi khusus dan penting ini? Apa reaksi khas kebanyakan orang tua? Apakah mereka melakukan hal yang seharusnya mereka lakukan sebagai makhluk ciptaan dengan identitas orang tua? Sangat jarang orang tua yang mendengar kabar seperti itu bereaksi seperti yang akan mereka lakukan jika hal itu terjadi pada orang tak dikenal. Kebanyakan orang tua begadang semalaman hingga rambut mereka beruban, kurang tidur malam demi malam, tidak nafsu makan di siang hari, memutar otak mereka, dan bahkan ada yang menangis dengan getir, hingga mata mereka memerah dan air mata mereka mengering. Mereka berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan, agar Tuhan mempertimbangkan iman mereka dan melindungi anak-anak mereka, menunjukkan kebaikan kepada mereka, memberkati mereka, menunjukkan belas kasihan, dan menyelamatkan nyawa mereka. Sebagai orang tua yang berada dalam situasi seperti ini, kelemahan, kerentanan, dan perasaan manusiawi mereka terhadap anak-anak mereka semuanya tersingkap. Apa lagi yang tersingkap? Pemberontakan mereka terhadap Tuhan. Mereka memohon kepada Tuhan dan berdoa kepada-Nya, memohon agar Dia melindungi anak-anak mereka dari malapetaka. Sekalipun terjadi bencana, orang tua berdoa agar anak-anak mereka tidak mati, agar mereka dapat terhindar dari bahaya, tidak dilukai oleh orang jahat, penyakit mereka tidak bertambah parah, tetapi akan sembuh, dan seterusnya. Apa sebenarnya yang mereka doakan? (Tuhan, dengan doa-doa ini, mereka sedang mengajukan tuntutan terhadap Tuhan, dengan nada suara mengeluh.) Di satu sisi, mereka sangat tidak puas dengan keadaan buruk anak-anak mereka, mengeluh bahwa Tuhan seharusnya tidak membiarkan hal seperti itu terjadi pada anak-anak mereka. Ketidakpuasan mereka bercampur dengan keluhan, dan mereka memohon agar Tuhan mengubah pikiran-Nya, agar tidak bertindak seperti ini, agar Dia melepaskan anak-anak mereka dari bahaya, menjaga mereka tetap aman, menyembuhkan penyakit mereka, membantu mereka lolos dari gugatan hukum, menghindari bencana jika hal itu terjadi, dan seterusnya. Singkatnya, mereka memohon agar Tuhan membuat segalanya berjalan dengan lancar. Dengan berdoa seperti ini, di satu sisi, mereka mengeluh kepada Tuhan, dan di sisi lain, mereka mengajukan tuntutan terhadap-Nya. Bukankah ini merupakan perwujudan dari pemberontakan? (Ya.) Sebenarnya, mereka bermaksud berkata bahwa apa yang Tuhan lakukan tidaklah benar ataupun baik, bahwa Dia tidak seharusnya bertindak seperti ini. Karena ini adalah anak-anak mereka, dan mereka adalah orang percaya, mereka menganggap bahwa Tuhan tidak seharusnya membiarkan hal seperti itu terjadi pada anak-anak mereka. Anak-anak mereka berbeda dari anak-anak yang lain; mereka seharusnya menerima berkat istimewa dari Tuhan. Karena iman mereka kepada Tuhan, Dia seharusnya memberkati anak-anak mereka, dan jika Dia tidak memberkati anak-anak mereka, mereka menjadi tertekan, mereka menangis, mengamuk, dan tidak mau lagi mengikuti Tuhan. Jika anak mereka meninggal, mereka merasa bahwa mereka juga tidak bisa melanjutkan hidup. Apakah itu perasaan yang ada dalam benak mereka? (Ya.) Bukankah ini suatu bentuk protes terhadap Tuhan? (Ya.) Ini adalah protes terhadap Tuhan. Ini ibarat anjing yang menuntut diberi makan pada waktu makan, dan mengamuk jika ditunda sebentar saja. Dia mengambil mangkuk makan dengan mulutnya dan membentur-benturkannya ke lantai. Bukankah ini tidak masuk akal? (Ya.) Terkadang, jika engkau memberinya daging selama beberapa hari berturut-turut, tetapi kadang-kadang melewatkan satu hari tanpa daging, anjing yang berwatak binatang mungkin akan membuang makanannya ke lantai, atau mengambil mangkuk itu dengan mulutnya dan membentur-benturkannya ke lantai, memberitahumu bahwa mereka ingin diberi daging, bahwa daginglah yang harus diberikan kepada mereka, dan bahwa tidak memberi mereka daging adalah hal yang tidak dapat diterima. Orang bisa bersikap sama tidak masuk akalnya. Ketika anak-anak mereka menghadapi masalah, mereka mengeluh kepada Tuhan, mengajukan tuntutan terhadap-Nya, dan memprotes-Nya. Bukankah ini mirip dengan perilaku binatang? (Ya.) Binatang tidak memahami kebenaran atau apa yang orang sebut sebagai doktrin dan perasaan manusia. Jika mereka mengamuk atau bertingkah, itu dapat dimengerti. Namun, jika orang-orang memprotes Tuhan dengan cara seperti ini, apakah mereka sedang bersikap masuk akal? Dapatkah mereka dimaafkan? Jika binatang berperilaku seperti ini, orang mungkin akan berkata, "Anjing ini pemarah. Dia bahkan tahu bagaimana cara memprotes; dia cukup cerdas. Kurasa kita tidak boleh meremehkannya." Mereka menganggapnya lucu, dan menganggapnya bukan binatang biasa. Jadi, ketika seekor binatang mengamuk, orang-orang akan menghormatinya. Jika seseorang memprotes Tuhan, haruskah Tuhan juga memberikan penghormatan yang sama kepadanya dan berkata, "Orang ini mengajukan tuntutan seperti itu; dia sama sekali bukan orang biasa!" Apakah Tuhan akan menghormatimu seperti ini? (Tidak.) Jadi, bagaimana Tuhan menggolongkan perilaku ini? Bukankah itu adalah pemberontakan? (Ya.) Apakah orang yang percaya kepada Tuhan tidak mengetahui bahwa perilaku ini salah? Bukankah zaman "Kepercayaan satu orang kepada Tuhan mendatangkan berkat bagi seluruh keluarga" sudah lama berlalu? (Ya, sudah.) Lalu, mengapa orang-orang masih berpuasa dan berdoa seperti ini, memohon tanpa tahu malu kepada Tuhan untuk melindungi dan memberkati anak-anak mereka? Mengapa mereka masih berani memprotes dan menentang Tuhan, dengan berkata, "Jika Engkau tidak melakukannya seperti ini, aku akan terus berdoa; aku akan berpuasa!" Apa yang dimaksud dengan berpuasa? Berpuasa artinya melakukan mogok makan, yang dengan kata lain adalah bertindak tanpa tahu malu dan mengamuk. Ketika orang bertindak tanpa tahu malu terhadap orang lain, mereka mungkin akan mengentak-entakkan kaki mereka dan berkata, "Oh, anakku sudah tiada; aku tidak mau hidup lagi, aku tidak bisa melanjutkan hidup!" Mereka tidak melakukan ini ketika mereka berada di hadapan Tuhan; mereka berbicara dengan sangat sopan, berkata, "Tuhan, kumohon lindungilah anakku dan sembuhkanlah penyakitnya. Tuhan, Engkau adalah tabib ajaib yang menyelamatkan manusia. Engkau mampu melakukan segala hal. Kumohon jaga dan lindungilah mereka. Roh-Mu ada di mana-mana, Engkau benar, Engkau adalah Tuhan yang menunjukkan belas kasihan kepada manusia. Engkau memedulikan dan menyayangi mereka." Apa maksud semua ini? Tidak ada yang salah dengan apa yang mereka katakan, hanya saja ini bukanlah saat yang tepat untuk mengatakan hal-hal seperti itu. Sebenarnya, maksud perkataan tersebut adalah jika Tuhan tidak menyelamatkan anakmu dan melindunginya, jika Dia tidak mengabulkan keinginanmu, itu berarti bahwa Dia bukan Tuhan yang pengasih, Dia tidak memiliki kasih, Dia bukan Tuhan yang penuh belas kasihan, dan Dia bukanlah Tuhan. Bukankah benar demikian? Bukankah ini bertindak tanpa tahu malu? (Ya.) Apakah orang yang bertindak tanpa tahu malu menghormati Tuhan sebagai Tuhan yang agung? Apakah mereka memiliki hati yang takut akan Tuhan? (Tidak.) Orang yang bertindak tanpa tahu malu adalah sama seperti para bajingan. Mereka tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan. Mereka berani menentang dan memprotes Tuhan, bahkan bertindak secara tidak masuk akal. Bukankah ini sama dengan mencari kematian? (Ya.) Mengapa anak-anakmu begitu istimewa? Ketika Tuhan mengatur atau mengendalikan nasib orang lain, engkau menganggapnya tidak masalah selama itu tidak ada hubungannya denganmu. Namun, menurutmu Dia tidak seharusnya bisa mengendalikan nasib anak-anakmu? Di mata Tuhan, seluruh umat manusia berada di bawah kedaulatan Tuhan, dan tak ada seorang pun yang mampu melepaskan diri dari kedaulatan dan pengaturan yang ditetapkan oleh tangan Tuhan. Mengapa anak-anakmu harus dikecualikan? Kedaulatan Tuhan ditetapkan dan direncanakan oleh-Nya. Bolehkah jika engkau ingin mengubahnya? (Tidak.) Tidak boleh. Oleh karena itu, orang tidak boleh melakukan hal-hal yang bodoh atau tidak masuk akal. Apa pun yang Tuhan lakukan didasarkan pada sebab dan akibat dari kehidupan sebelumnya. Apa hubungannya itu denganmu? Jika engkau menentang kedaulatan Tuhan, berarti engkau sedang mencari kematian. Jika engkau tidak ingin anak-anakmu mengalami hal-hal ini, yang berasal dari kasih sayang, bukan keadilan, belas kasihan, ataupun kebaikan, itu hanya karena pengaruh kasih sayangmu. Kasih sayang adalah juru bicara keegoisan. Kasih sayang yang kaumiliki tidak layak untuk diperlihatkan; engkau bahkan tidak dapat membenarkannya pada dirimu sendiri, tetapi engkau tetap ingin menggunakannya untuk memeras Tuhan. Ada orang-orang yang bahkan berkata, "Anakku sedang sakit, dan jika dia meninggal, aku tidak mau melanjutkan hidup!" Apakah engkau benar-benar berani mati? Cobalah mati kalau begitu! Apakah iman orang-orang seperti itu sejati? Akankah engkau benar-benar berhenti percaya kepada Tuhan jika anakmu meninggal? Apa yang mungkin bisa diubah oleh kematian mereka? Jika engkau tidak percaya kepada Tuhan, baik identitas Tuhan maupun status-Nya tidak akan berubah. Tuhan tetaplah Tuhan. Dia adalah Tuhan bukan karena engkau percaya kepada-Nya, dan Dia tidak berhenti menjadi Tuhan karena ketidakpercayaanmu. Sekalipun semua manusia tidak percaya kepada Tuhan, identitas dan esensi Tuhan tidak akan berubah. Statusnya tidak akan pernah berubah. Dia akan selalu menjadi Pribadi yang berdaulat atas nasib semua manusia dan seluruh alam semesta. Ini tidak ada hubungannya dengan apakah engkau percaya atau tidak. Jika engkau percaya, engkau akan diberi kemurahan. Jika engkau tidak percaya, engkau tidak akan memiliki kesempatan untuk memperoleh keselamatan, dan engkau tidak akan memperolehnya. Engkau mengasihi dan melindungi anak-anakmu, engkau memiliki kasih sayang terhadap anak-anakmu, engkau tidak mampu melepaskan mereka, jadi engkau tidak mengizinkan Tuhan melakukan apa pun. Apakah ini masuk akal? Apakah ini sesuai dengan kebenaran, dengan moralitas, atau dengan kemanusiaan? Itu tidak sesuai dengan apa pun, bahkan tidak sesuai dengan moralitas, bukankah demikian? Engkau tidak sedang menyayangi anak-anakmu, engkau sedang melindungi mereka. Engkau berada di bawah pengaruh kasih sayangmu. Engkau bahkan berkata bahwa jika anakmu meninggal, engkau tidak mau lagi melanjutkan hidup. Karena engkau sangat tidak bertanggung jawab terhadap hidupmu sendiri dan tidak menghargai kehidupan yang telah Tuhan berikan kepadamu, jika engkau ingin hidup untuk anak-anakmu, silakan saja dan matilah bersama-sama dengan mereka. Apa pun penyakit yang mereka derita, engkau seharusnya segera terjangkit penyakit yang sama dan mati bersama-sama; atau cari saja seutas tali untuk gantung diri, bukankah itu mudah? Setelah engkau meninggal, akankah engkau dan anak-anakmu menjadi orang yang sama jenisnya? Akankah engkau tetap memiliki hubungan fisik yang sama? Akankah engkau tetap saling menyayangi? Ketika engkau kembali ke dunia lain, engkau akan berubah. Bukankah akan seperti itu? (Ya.) Ketika orang melihat hal-hal dengan mata mereka dan menilai apakah hal-hal itu baik atau buruk, atau apa naturnya, apa yang mereka andalkan? Mereka mengandalkan pemikiran mereka. Hanya dengan melihat hal-hal dengan mata mereka, mereka tidak mampu melihat melampaui dunia materiel; mereka tidak dapat melihat ke alam roh. Apa yang akan orang-orang pikirkan di benak mereka? "Di dunia ini, orang yang melahirkan dan membesarkanku adalah orang yang terdekat dan paling kusayangi. Aku juga mengasihi orang-orang yang melahirkan dan membesarkanku. Kapan pun juga, anakku selalu yang terdekat denganku, dan aku selalu paling menyayangi anakku." Inilah jangkauan pandangan dan cakrawala mental mereka; inilah seberapa "luas"-nya pandangan mental mereka. Apakah ini perkataan yang bodoh atau tidak? (Bodoh.) Bukankah ini kekanak-kanakan? (Kekanak-kanakan.) Sungguh kekanak-kanakan! Anak-anakmu hanya memiliki hubungan darah denganmu dalam kehidupan ini. Bagaimana dengan kehidupan masa lalu mereka? Bagaimana hubungan mereka denganmu pada waktu itu? Ke mana mereka akan pergi setelah mereka mati? Setelah mereka mati, tubuh mereka mengembuskan napas terakhir mereka, jiwa mereka pergi, dan mereka mengucapkan selamat tinggal kepadamu. Mereka tidak akan lagi mengenalimu, mereka bahkan tidak akan tinggal sedetik pun, mereka benar-benar akan kembali ke dunia lain. Ketika mereka kembali ke dunia lain itu, engkau menangis, engkau merindukan mereka, merasa sedih serta tersiksa, dan berkata, "Oh, anakku sudah tiada, dan aku tidak akan lagi bisa bertemu dengannya!" Apakah orang mati memiliki kesadaran? Mereka tidak memiliki kesadaran tentangmu, mereka tidak merindukanmu sedikit pun. Begitu mereka meninggalkan tubuh mereka, mereka segera menjadi orang ketiga, dan mereka tidak lagi memiliki hubungan denganmu. Bagaimana mereka memandangmu? Mereka berkata, "Wanita tua itu, pria tua itu, siapa yang sedang mereka tangisi? Oh, mereka sedang menangisi mayat. Aku merasa seperti baru saja dipisahkan dari tubuh itu: aku tidak terlalu berat sekarang, dan aku tidak lagi merasakan sakit karena penyakit. Aku bebas." Itulah yang mereka rasakan. Setelah mereka mati dan meninggalkan tubuh mereka, mereka pergi ke dunia lain dan terus ada di sana, menampakkan diri dalam wujud yang berbeda, dan mereka tidak lagi memiliki hubungan apa pun denganmu. Engkau menangis dan merindukan mereka di sini, menderita demi mereka, tetapi mereka tidak merasakan apa pun, mereka tidak mengetahui apa pun. Setelah bertahun-tahun, karena takdir atau kebetulan, mereka mungkin menjadi rekan kerjamu, atau rekan senegaramu, atau mereka mungkin tinggal jauh darimu. Meskipun engkau semua hidup di dunia yang sama, engkau akan menjadi dua orang berbeda yang tidak memiliki hubungan di antaramu. Sekalipun ada orang-orang yang mungkin mengenali bahwa mereka adalah si itu di kehidupan sebelumnya karena keadaan khusus atau karena sesuatu yang istimewa yang dikatakan, tetapi mereka tidak merasakan apa pun saat melihatmu, dan engkau tidak merasakan apa pun saat engkau melihat mereka. Sekalipun mereka adalah anakmu di kehidupan sebelumnya, engkau tidak merasakan apa pun terhadap mereka sekarang. Engkau hanya memikirkan tentang anakmu yang telah meninggal. Mereka juga tidak merasakan apa pun terhadapmu: mereka memiliki orang tua mereka sendiri, keluarga mereka sendiri, dan nama marga yang berbeda. Mereka tidak memiliki hubungan denganmu. Namun, engkau masih di sana merindukan mereka. Kehilangan apakah engkau? Engkau hanya kehilangan tubuh fisik dan nama yang pernah ada hubungannya denganmu melalui darah. Itu hanyalah sebuah gambaran, bayangan yang melekat dalam pemikiran atau benakmu. Itu tidak memiliki nilai yang nyata. Mereka telah bereinkarnasi, berubah menjadi manusia atau makhluk hidup lainnya. Mereka tidak ada hubungannya denganmu. Oleh karena itu, ketika ada orang tua berkata, "Jika anakku meninggal, aku pun tidak mau melanjutkan hidup!" itu hanyalah kebodohan belaka! Masa hidup mereka telah mencapai akhirnya, tetapi mengapa engkau harus berhenti hidup? Mengapa engkau berbicara dengan tidak bertanggung jawab? Masa hidup mereka telah berakhir, Tuhan telah "mengakhiri hidup mereka", dan mereka memiliki tugas lain. Apa urusannya bagimu? Jika engkau memiliki tugas lain, Tuhan juga akan "mengakhiri hidupmu"; tetapi engkau belum memiliki tugas lain, jadi engkau harus tetap hidup. Jika Tuhan ingin engkau hidup, engkau tidak bisa mati. Entah itu menyangkut orang tua, anak-anak, sanak saudara lainnya ataupun orang-orang yang memiliki hubungan darah dalam kehidupan mereka, jika menyangkut perasaan, orang seharusnya memiliki pandangan dan pengertian sebagai berikut: mengenai perasaan yang ada di antara orang, jika mereka memiliki hubungan darah, memenuhi tanggung jawab saja sudah cukup. Selain memenuhi tanggung jawab mereka, orang tidak memiliki kewajiban ataupun kemampuan untuk mengubah apa pun. Oleh karena itu, tidaklah bertanggung jawab jika orang tua berkata, "Jika anak-anak kami sudah tiada, jika kami sebagai orang tua harus menguburkan anak-anak kami sendiri, kami tidak mau melanjutkan hidup." Jika anak-anak benar-benar dikuburkan oleh orang tua mereka, itu hanya dapat dikatakan bahwa waktu mereka di dunia ini hanya sebentar, dan mereka harus pergi. Namun, orang tua mereka masih hidup, jadi mereka harus terus menjalani hidup dengan baik. Tentu saja, berdasarkan kemanusiaan mereka, adalah wajar jika orang memikirkan anak-anak mereka, tetapi mereka tidak boleh membuang-buang waktu yang tersisa untuk merindukan anak-anak mereka yang telah meninggal. Ini bodoh. Oleh karena itu, ketika menangani hal ini, di satu sisi, orang harus bertanggung jawab atas hidupnya sendiri, dan di sisi lain, mereka harus memahami sepenuhnya hubungan kekeluargaan. Hubungan di antara manusia sebenarnya bukanlah hubungan yang didasarkan pada ikatan darah dan daging, melainkan itu adalah hubungan antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lain yang diciptakan oleh Tuhan. Hubungan seperti ini tidak memiliki ikatan darah dan daging; ini hanyalah hubungan antara dua makhluk hidup yang berdiri sendiri. Jika dipikir dari sudut pandang ini, sebagai orang tua, ketika anak-anakmu mengalami nasib yang cukup malang hingga jatuh sakit atau nyawa mereka berada dalam bahaya, engkau harus menghadapi hal-hal ini dengan benar. Engkau tidak boleh menyerahkan waktumu yang tersisa, tidak boleh melepaskan jalan yang harus kautempuh, ataupun tanggung jawab dan kewajiban yang harus kaupenuhi, karena kemalangan atau kematian anakmu. Engkau harus menghadapi hal ini dengan benar. Jika engkau memiliki pemikiran dan sudut pandang yang benar serta mampu memahami hal-hal ini, engkau akan mampu dengan segera mengatasi keputusasaan, kesedihan, dan kerinduan. Namun, bagaimana jika engkau tidak mampu memahaminya? Maka hal itu mungkin akan menghantuimu seumur hidupmu, hingga hari kematianmu. Namun, jika engkau mampu memahami yang sebenarnya mengenai keadaan ini, musim hidupmu ini akan ada batasnya. Keputusasaan, kesedihan, dan kerinduan ini tidak akan berlangsung selamanya, juga tidak akan menyertaimu di bagian akhir hidupmu. Jika engkau mampu memahami hal ini, engkau akan mampu melepaskan sebagian darinya, yang mana ini merupakan hal yang baik bagimu. Namun, jika engkau tidak mampu memahami ikatan kekeluargaan yang dimiliki bersama dengan anak-anakmu, engkau tidak akan mampu melepaskan, dan ini akan menjadi hal yang kejam bagimu. Tidak ada orang tua yang tanpa emosi ketika anak-anak mereka meninggal dunia. Ketika ada orang tua yang harus menguburkan anak-anak mereka, atau ketika mereka melihat anak-anak mereka berada dalam situasi yang tidak menguntungkan, mereka akan menghabiskan sisa hidup mereka dengan memikirkan dan mengkhawatirkan anak-anak mereka, terjebak dalam penderitaan. Tak seorang pun dapat melarikan diri darinya: ini adalah bekas luka dan bekas yang tak terhapuskan dalam jiwa. Tidak mudah bagi manusia untuk melepaskan keterikatan emosional ini sementara hidup dalam daging, jadi mereka menderita karenanya. Namun, jika engkau mampu memahami keterikatan emosional dengan anak-anakmu ini, penderitaan itu akan menjadi makin berkurang intensitasnya. Tentu saja, penderitaanmu akan menjadi jauh lebih sedikit; tidak mungkin untuk tidak menderita sama sekali, tetapi penderitaanmu akan jauh berkurang. Jika engkau tidak mampu memahaminya, penderitaan ini akan menjadi sangat kejam terhadapmu. Jika engkau mampu memahaminya, hal ini akan menjadi pengalaman khusus yang menyebabkan trauma emosional yang parah, memberimu penghargaan dan pemahaman yang lebih mendalam tentang kehidupan, ikatan keluarga, dan kemanusiaan, serta memperkaya pengalaman hidupmu. Tentu saja, tak ada seorang pun yang ingin memiliki atau menghadapi jenis pengayaan spesifik seperti ini. Tak ada seorang pun yang mau menghadapinya, tetapi jika hal ini muncul, engkau harus menanganinya dengan benar. Jika engkau tidak ingin bersikap kejam terhadap dirimu sendiri, engkau harus melepaskan pemikiran dan sudut pandang tradisional yang buruk dan keliru yang kaumiliki sebelumnya. Engkau harus menghadapi ikatan emosional dan hubungan darahmu dengan cara yang benar, serta memandang kematian anak-anakmu dengan benar. Setelah engkau benar-benar memahami hal ini, engkau akan mampu melepaskan hal itu sepenuhnya, dan hal ini tidak akan lagi menyiksamu. Engkau mengerti, bukan? (Ya, aku mengerti.)

Ada orang-orang yang berkata, "Anak-anak adalah harta yang diberikan Tuhan kepada orang tua, jadi mereka adalah milik pribadi orang tua." Apakah pernyataan ini benar? (Tidak.) Ketika mendengar perkataan ini, ada orang tua yang berkata, "Pernyataan ini benar. Tidak ada yang lain yang menjadi milik kami, yang ada hanyalah anak-anak kami, yang merupakan darah daging kami sendiri. Merekalah yang paling kami sayangi." Apakah pernyataan ini benar? (Tidak.) Apa yang salah dengan pernyataan ini? Silakan jelaskan alasanmu. Apakah pantas memperlakukan anak sebagai milik pribadi? (Tidak, itu tidak pantas.) Mengapa tidak pantas? (Karena hak milik pribadi adalah milik diri sendiri dan bukan milik orang lain. Namun, hubungan antara anak dan orang tua sebenarnya tidak lebih daripada hubungan daging. Hidup manusia berasal dari Tuhan, itu adalah napas yang diberikan oleh Tuhan. Jika ada orang yang meyakini bahwa mereka telah memberi kehidupan kepada anak-anak mereka, berarti cara pandang serta pendirian mereka salah, dan mereka juga sama sekali tidak percaya pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan.) Bukankah demikian? Selain hubungan fisik, di mata Tuhan, hidup anak dan orang tua adalah terpisah. Mereka tidak saling memiliki dan tidak mempunyai hubungan hierarki. Tentu saja, mereka tentu tidak memiliki hubungan memiliki ataupun dimiliki. Hidup mereka berasal dari Tuhan, dan Tuhan berdaulat atas nasib mereka. Sederhananya, anak-anak dilahirkan dari orang tua mereka, orang tua lebih tua daripada anak-anak mereka, dan anak-anak lebih muda daripada orang tua mereka; tetapi, berdasarkan hubungan ini, fenomena yang dangkal ini, orang-orang menganggap bahwa anak-anak adalah aksesori dan milik pribadi orang tua mereka. Ini bukan memandang hal tersebut dari sumbernya, melainkan hanya memandangnya secara luaran, secara daging, dan kasih sayang orang. Oleh karena itu, cara memandang seperti ini sendiri salah, dan perspektif seperti ini juga keliru. Bukankah demikian? (Ya.) Karena anak-anak bukanlah aksesori atau milik pribadi orang tua mereka, melainkan orang-orang yang terpisah, apa pun pengharapan yang orang tua miliki terhadap anak-anak mereka setelah dewasa, pengharapan-pengharapan ini harus tetap menjadi gagasan di dalam pikiran mereka. Itu tidak boleh menjadi kenyataan. Tentu saja, meskipun orang tua memiliki pengharapan terhadap anak-anak mereka yang sudah dewasa, mereka tidak boleh berusaha mewujudkannya, dan mereka juga tidak boleh menggunakannya untuk menepati janji mereka sendiri atau melakukan pengorbanan atau membayar harga apa pun demi pengharapan tersebut. Jadi, apa yang harus dilakukan orang tua? Mereka harus memutuskan untuk melepaskan setelah anak-anak mereka yang sudah dewasa dapat hidup mandiri dan memiliki kemampuan untuk bertahan hidup. Melepaskan adalah satu-satunya cara yang benar untuk memperlihatkan kepada mereka rasa hormat dan bertanggung jawab atas mereka. Selalu menguasai anak-anak mereka, mengendalikan mereka, atau ingin ikut campur dan terlibat dalam kehidupan serta kelangsungan hidup mereka adalah perilaku yang bodoh dan tidak masuk akal dari pihak orang tua, dan itu adalah tindakan yang kekanak-kanakan. Setinggi apa pun pengharapan orang tua terhadap anak-anak mereka, hal itu tidak dapat mengubah apa pun dan tidak akan mungkin menjadi kenyataan. Oleh karena itu, jika orang tua bijaksana, mereka seharusnya melepaskan semua pengharapan yang realistis atau yang tidak realistis tersebut, mengambil sudut pandang dan sikap yang benar yang berdasarkannya mereka menangani hubungan mereka dengan anak-anak mereka dan memperlakukan setiap tindakan yang diambil oleh anak-anak mereka yang sudah dewasa atau peristiwa yang menimpa mereka. Itulah prinsipnya. Apakah itu tepat? (Ya, itu tepat.) Jika engkau mampu mencapainya, ini membuktikan bahwa engkau menerima kebenaran ini. Jika engkau tidak mampu, dan engkau bersikeras melakukan segala sesuatunya dengan caramu sendiri, menganggap bahwa kasih sayang keluarga adalah hal yang terbesar dan terpenting, serta hal yang paling bermakna di dunia, seolah-olah engkau mampu mengendalikan nasib anak-anakmu dan memegang nasib mereka di tanganmu, silakan saja dan cobalah. Lihatlah apa hasil akhirnya. Jelaslah bahwa hal ini hanya akan berakhir dengan kekalahan yang menyedihkan, tanpa hasil yang baik.

Selain memiliki pengharapan-pengharapan terhadap anak-anak yang sudah dewasa ini, orang tua juga memiliki tuntutan umum terhadap anak-anak mereka sendiri yang dimiliki oleh semua orang tua di dunia, yaitu mereka berharap agar anak-anak mereka dapat menjadi anak yang berbakti dan memperlakukan orang tua mereka dengan baik. Tentu saja, beberapa kelompok etnis dan wilayah tertentu memiliki tuntutan yang lebih spesifik terhadap anak-anak mereka. Sebagai contoh, selain berbakti kepada orang tua mereka, mereka juga harus merawat orang tua mereka sampai meninggal dunia dan mengatur pemakaman mereka, tinggal bersama orang tua mereka setelah menjadi dewasa, serta bertanggung jawab atas kebutuhan orang tua mereka. Ini adalah aspek terakhir dari pengharapan orang tua terhadap anak-anak mereka yang akan kita bahas sekarang, yaitu menuntut agar anak-anak mereka berbakti dan merawat mereka di hari tua mereka. Bukankah ini merupakan niat awal semua orang tua ketika memiliki anak, serta menjadi tuntutan mendasar terhadap anak-anak mereka? (Ya, benar.) Ketika anak-anak masih kecil dan belum memahami berbagai hal, orang tua bertanya kepada mereka: "Saat kau besar nanti dan menghasilkan uang, untuk siapa kau akan membelanjakannya? Maukah engkau membelanjakannya untuk Ibu dan Ayah?" "Ya." "Maukah engkau membelanjakannya untuk orang tua Ayah?" "Ya." "Maukah engkau membelanjakannya untuk orang tua Ibu?" "Ya." Berapa jumlah uang yang mampu diperoleh seorang anak? Mereka harus menyokong orang tua, kedua pasang kakek dan nenek mereka, bahkan kerabat jauh mereka. Katakan kepada-Ku, bukankah ini adalah beban yang berat bagi seorang anak? Bukankah mereka tidak beruntung? (Ya.) Meskipun mereka berbicara dengan cara yang polos dan naif seperti yang dilakukan anak-anak, dan tidak tahu apa yang sebenarnya mereka katakan, hal ini mencerminkan kenyataan tertentu, yaitu bahwa orang tua membesarkan anak-anak mereka dengan sebuah tujuan, dan tujuan tersebut tidak murni ataupun sederhana. Ketika anak-anak mereka masih sangat kecil, orang tua sudah mulai menetapkan tuntutan dan selalu menguji mereka, dengan bertanya: "Saat kau besar nanti, maukah kau menafkahi Ibu dan Ayah?" "Ya." "Maukah kau menafkahi orang tua Ayah?" "Ya." "Maukah kau menafkahi orang tua Ibu?" "Ya." "Siapa yang paling kausukai?" "Aku paling menyukai Ibu." Lalu si ayah menjadi iri, "Bagaimana dengan Ayah?" "Aku paling menyukai Ayah." Si ibu menjadi cemburu, "Siapa yang paling kausukai?" "Ibu dan Ayah." Barulah kedua orang tua mereka merasa puas. Orang tua berusaha agar anak-anak mereka berbakti sejak mereka baru saja belajar bicara, dan mereka berharap agar anak-anak mereka akan memperlakukan mereka dengan baik saat sudah dewasa nanti. Meskipun anak-anak kecil ini belum bisa mengekspresikan diri mereka dengan jelas dan tidak banyak mengerti, para orang tua tetap ingin mendengar janji dalam jawaban anak-anak mereka. Demikian juga, mereka ingin melihat masa depan mereka sendiri di dalam diri anak-anak mereka dan berharap bahwa anak-anak yang mereka besarkan bukanlah anak-anak yang tidak tahu berterima kasih, melainkan anak-anak berbakti yang akan bertanggung jawab atas mereka, dan bahkan terlebih lagi, mereka berharap agar anak-anak mereka akan dapat mereka andalkan dan menafkahi mereka di hari tua. Meskipun mereka telah menanyakan pertanyaan-pertanyaan ini sejak anak-anak mereka masih kecil, itu bukanlah pertanyaan yang sederhana. Semua itu sepenuhnya merupakan tuntutan dan pengharapan yang muncul dari lubuk hati para orang tua tersebut, tuntutan dan pengharapan yang sangat nyata. Jadi, ketika anak-anak mereka sudah mulai memahami berbagai hal, orang tua berharap agar anak-anak mereka dapat menunjukkan kepedulian ketika mereka sakit, mendampingi dan merawat mereka, meskipun hanya sekadar menuangkan air untuk mereka minum. Meskipun belum mampu berbuat banyak, belum mampu memberikan bantuan keuangan atau pertolongan yang lebih nyata, setidaknya anak-anak mereka harus menunjukkan rasa bakti sebesar ini. Orang tua ingin dapat melihat rasa bakti ini ketika anak-anak mereka masih kecil, dan mengujinya dari waktu ke waktu. Sebagai contoh, ketika orang tua sedang merasa kurang enak badan atau lelah karena bekerja, mereka akan mencari tahu apakah anak-anak mereka tahu cara membawakan mereka minum, membawakan sepatu, mencuci pakaian, atau memasakkan makanan sederhana untuk mereka, meskipun itu hanyalah telur orak-arik dengan nasi, atau apakah anak-anak mereka bertanya kepada mereka, "Apakah kau lelah? Jika lelah, biar kubuatkan sesuatu untuk kaumakan." Ada orang tua yang pergi keluar pada hari libur dan dengan sengaja tidak pulang pada waktu makan untuk menyiapkan makanan, hanya untuk melihat apakah anak-anak mereka sudah bertumbuh dewasa dan bijaksana, apakah anak-anak mereka tahu cara memasak untuk mereka, apakah anak-anak mereka tahu cara berbakti dan bersikap penuh perhatian, apakah anak-anak mereka dapat ikut ambil bagian dalam kesukaran mereka, atau apakah anak-anak mereka adalah orang yang tidak tahu berterima kasih, apakah mereka membesarkan anak-anak mereka dengan sia-sia atau tidak. Saat anak-anak sedang bertumbuh, dan bahkan saat mereka sudah dewasa, orang tua mereka terus-menerus menguji serta menyelidiki hal ini, dan pada saat yang sama, mereka selalu menuntut anak-anak mereka, "Kau tidak boleh menjadi orang yang tidak tahu berterima kasih. Mengapa kami, orang tuamu, membesarkanmu? Itu agar kau bisa merawat kami ketika kami sudah tua. Apakah kami membesarkanmu secara cuma-cuma? Kau tidak boleh menentang kami. Tidak mudah bagi kami untuk membesarkanmu. Itu adalah kerja keras. Kau harus penuh perhatian dan mengetahui hal-hal ini." Khususnya pada masa yang disebut fase pemberontakan, yaitu peralihan dari masa remaja ke masa dewasa, ada anak-anak yang tidak begitu peka atau arif, dan mereka sering menentang orang tua mereka serta menyebabkan masalah. Orang tua mereka menangis, membuat keributan, dan mengomeli mereka, berkata, "Kau tidak tahu betapa kami sangat menderita untuk merawatmu ketika kau masih kecil! Kami tidak menyangka kau akan bertumbuh seperti ini, sama sekali tidak berbakti, tidak tahu bagaimana turut menanggung beban pekerjaan rumah tangga ataupun kesukaran kami. Kau tidak tahu betapa sulitnya semua ini bagi kami. Kau tidak berbakti, kau pemberontak, kau bukan orang baik!" Selain marah kepada anak-anak mereka karena tidak patuh atau memperlihatkan perilaku yang radikal dalam studi atau dalam kehidupan sehari-hari mereka, alasan lain di balik kemarahan orang tua adalah karena mereka tidak dapat melihat masa depan mereka sendiri di dalam diri anak-anak mereka, atau mereka melihat bahwa anak-anak mereka tidak akan berbakti di masa depan, bahwa anak-anak mereka tidak penuh perhatian dan tidak merasa kasihan kepada mereka, bahwa tidak ada mereka di hati anak-anak mereka, atau lebih tepatnya, anak-anak mereka tidak tahu bagaimana harus berbakti kepada mereka. Jadi, di mata orang tua, mereka tidak bisa menaruh pengharapan mereka dalam diri anak-anak yang seperti itu: anak-anak itu mungkin menentang serta tidak tahu berterima kasih, dan hati orang tua mereka hancur, merasa bahwa investasi dan pengeluaran yang mereka lakukan demi anak-anak mereka sia-sia, bahwa mereka membuat transaksi yang buruk, itu tidak sepadan, dan mereka menyesalinya, merasa sedih, tertekan, serta menderita. Namun, mereka tidak bisa mendapatkan kembali apa yang telah mereka keluarkan, dan makin mereka tidak bisa mendapatkannya kembali, makin mereka merasa menyesal, makin mereka ingin menuntut agar anak-anak mereka berbakti, berkata, "Tidak bisakah kau sedikit lebih berbakti? Tidak bisakah kau lebih bijaksana? Tidak bisakah kami mengandalkanmu saat kau sudah dewasa?" Sebagai contoh, katakanlah orang tua membutuhkan uang, dan mereka tidak memberi tahu siapa pun, tetapi anak-anak mereka membawakan uang itu untuk mereka. Misalkan orang tua ingin makan daging atau sesuatu yang enak serta bergizi, dan mereka tidak mengatakan apa pun mengenai hal itu, tetapi anak-anak mereka membawakan makanan itu untuk mereka. Anak-anak tersebut sangat perhatian terhadap orang tua mereka. Sesibuk apa pun mereka dengan pekerjaan atau seberat apa pun beban keluarga mereka sendiri, mereka selalu mengingat orang tua mereka. Lalu, orang tua mereka akan berpikir, "Ah, anakku bisa diandalkan, akhirnya mereka sudah dewasa, semua tenaga yang dihabiskan untuk membesarkan mereka tidak sia-sia, uang yang dikeluarkan untuk mereka tidak sia-sia, kami sudah melihat pengembalian investasi kami." Namun, jika anak-anak mereka melakukan sesuatu yang sedikit di bawah apa yang mereka harapkan, orang tua akan menggunakan rasa bakti untuk menilai apakah anak-anak mereka berbakti atau tidak, mengatakan bahwa anak-anak mereka tidak berbakti, tidak dapat diandalkan, tidak tahu berterima kasih, dan bahwa mereka telah sia-sia membesarkan anak-anak mereka.

Ada juga orang tua yang terkadang sibuk dengan pekerjaan atau mengerjakan beberapa hal, dan saat mereka pulang agak terlambat, mereka mendapati bahwa anak-anak mereka membuat makan malam tanpa menyisakan sedikit pun untuk mereka. Anak-anak yang masih muda ini belum mencapai usia tersebut, mereka mungkin belum memikirkannya atau tidak memiliki kebiasaan melakukan hal ini, atau ada orang-orang yang mungkin tidak memiliki kemanusiaan, dan tidak mampu menunjukkan perhatian atau kepedulian terhadap orang lain. Mereka mungkin juga dipengaruhi oleh orang tua mereka, atau mungkin saja karena natur kemanusiaan mereka egois, sehingga mereka memasak dan memakannya sendiri tanpa menyisakan sedikit pun untuk orang tua mereka atau membuat porsi tambahan. Ketika orang tua pulang ke rumah dan melihat hal ini, mereka memasukkannya ke dalam hati dan menjadi sedih. Apa yang membuat mereka sedih? Mereka menganggap bahwa anak-anak mereka tidak berbakti dan tidak bijaksana. Terlebih lagi bagi para ibu tunggal: melihat anak-anak mereka berperilaku seperti ini membuat mereka makin sedih. Mereka mulai menangis dan berteriak, "Kaupikir mudah bagiku untuk membesarkanmu selama bertahun-tahun? Aku telah menjadi ayah sekaligus ibu bagimu, membesarkanmu selama ini. Aku bekerja sangat keras, dan saat aku pulang, kau bahkan tidak memasakkan makanan untukku. Sekalipun hanya semangkuk bubur, meskipun sudah dingin, itu tetap merupakan tanda yang baik akan kasihmu. Bagaimana mungkin kau tidak memahami hal ini di usiamu?" Mereka tidak mengerti dan tidak bertindak dengan benar, tetapi jika engkau tidak memiliki pengharapan seperti ini terhadap mereka, akankah engkau begitu marah? Akankah engkau menanggapi hal ini dengan begitu serius? Akankah engkau menganggapnya sebagai standar berbakti? Jika mereka tidak memasak untukmu, engkau masih bisa memasak sendiri. Jika mereka tidak berada di sana, bukankah engkau tetap harus melanjutkan hidup? Jika mereka tidak berbakti kepadamu, bukankah seharusnya engkau tidak melahirkan mereka? Jika mereka benar-benar tidak pernah belajar bagaimana cara menyayangi dan merawatmu di sepanjang hidup mereka, apa yang harus kaulakukan? Haruskah engkau memperlakukan hal ini dengan benar ataukah menjadi marah, sedih, dan menyesalinya, selalu berselisih dengan mereka? Apa tindakan yang benar? (Memperlakukan hal ini dengan benar.) Kesimpulannya, engkau masih belum tahu apa yang harus dilakukan. Pada akhirnya, engkau hanya memberi tahu orang-orang, "Jangan punya anak. Kau akan menyesali setiap anak yang kaulahirkan. Tidak ada gunanya mempunyai anak atau membesarkan mereka. Mereka selalu bertumbuh menjadi orang yang tidak tahu berterima kasih! Lebih baik bersikap baik pada diri sendiri dan tidak menaruh pengharapan pada siapa pun. Tak ada seorang pun yang bisa diandalkan! Semua orang berkata bahwa anak-anak dapat diandalkan, tetapi apa yang dapat kauandalkan? Sepertinya mereka yang lebih dapat mengandalkanmu. Kau memperlakukan mereka dengan baik dengan ratusan cara yang berbeda, tetapi sebagai balasannya, mereka menganggap bahwa bersikap sedikit lebih baik kepadamu adalah kebaikan yang sangat besar, dan itu dianggap berlaku baik terhadapmu." Apakah pernyataan ini salah? Apakah itu semacam pendapat, semacam pemikiran dan sudut pandang yang ada di tengah masyarakat? (Ya, benar.) "Semua orang berkata bahwa membesarkan anak akan membantu menafkahimu di hari tua. Tidaklah mudah untuk membuat mereka memasakkan makanan untukmu, apalagi menafkahimu di hari tua. Jangan terlalu berharap!" Pernyataan macam apa ini? Bukankah itu hanya banyak gerutu? (Ya, benar.) Bagaimana gerutu ini bisa muncul? Bukankah gerutu ini muncul karena pengharapan orang tua terhadap anak-anak mereka terlalu tinggi? Orang tua memiliki standar dan tuntutan terhadap anak-anak mereka, menuntut anak-anak mereka untuk berbakti, penuh perhatian, patuh pada setiap perkataan yang mereka ucapkan setelah mereka dewasa, dan melakukan apa pun yang diperlukan untuk berbakti dan melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh anak-anak. Begitu engkau menetapkan tuntutan dan standar ini, mustahil bagi anak-anakmu untuk memenuhinya, apa pun yang mereka lakukan, dan engkau akan penuh dengan gerutu, serta memiliki banyak gerutu. Apa pun yang dilakukan anak-anakmu, engkau akan menyesal telah melahirkan mereka, merasa bahwa kerugiannya lebih besar daripada keuntungannya dan tidak ada pengembalian atas investasimu. Bukankah demikian? (Ya.) Bukankah ini karena tujuanmu dalam membesarkan anak salah? (Ya.) Apakah benar atau salah jika menimbulkan konsekuensi seperti itu? (Salah.) Menimbulkan konsekuensi seperti itu adalah salah, dan jelas, tujuan awalmu membesarkan anak juga salah. Membesarkan anak itu sendiri merupakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Pada mulanya, itu adalah naluri manusia, kemudian itu menjadi suatu kewajiban dan tanggung jawab. Anak-anak tidak perlu berbakti kepada orang tua mereka atau menafkahi orang tua mereka di masa tua mereka, dan itu bukan berarti seolah-olah orang baru boleh memiliki anak hanya jika mereka berbakti. Sumber dari tujuan ini sendiri tidak murni, sehingga pada akhirnya membuat orang menyuarakan pemikiran dan sudut pandang yang keliru seperti ini: "Oh, apa pun yang terjadi, jangan membesarkan anak." Karena tujuannya tidak murni, pemikiran dan sudut pandang yang dihasilkannya juga keliru. Jadi, bukankah semua itu harus dikoreksi dan dilepaskan? (Ya.) Bagaimana seharusnya orang melepaskan dan mengoreksinya? Tujuan murni seperti apa yang harus dimiliki? Pemikiran dan sudut pandang seperti apa yang benar? Dengan kata lain, bagaimana cara yang benar untuk menangani hubungan orang dengan anak-anak mereka? Pertama-tama, membesarkan anak adalah pilihanmu, engkau bersedia melahirkan mereka, dan mereka pasif saat dilahirkan. Selain tugas dan tanggung jawab yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk melahirkan keturunan, dan selain takdir Tuhan, bagi mereka yang merupakan orang tua, alasan subjektif dan titik awalnya adalah mereka bersedia melahirkan anak-anak mereka. Jika engkau bersedia untuk melahirkan anak, engkau harus membesarkan dan mengasuh mereka hingga dewasa, sampai mereka menjadi mandiri. Engkau bersedia untuk melahirkan anak, dan engkau telah memetik banyak pelajaran dari membesarkan mereka. Engkau telah memperoleh banyak manfaat. Pertama-tama, engkau telah menikmati saat-saat yang menyenangkan hidup bersama anak-anakmu, dan engkau juga telah menikmati proses membesarkan mereka. Meskipun proses ini ada suka dukanya, sebagian besar dipenuhi dengan kebahagiaan mendampingi anak-anakmu dan didampingi oleh mereka, yang merupakan proses yang diperlukan bagi manusia. Engkau telah menikmati hal-hal ini, dan engkau telah memetik banyak pelajaran dari anak-anakmu, bukankah benar demikian? Anak-anak membawa kebahagiaan serta kebersamaan bagi orang tua mereka, dan orang tualah yang, dengan membayar harga dan mengerahkan waktu serta tenaga mereka, dapat menyaksikan kehidupan kecil ini secara berangsur-angsur bertumbuh menjadi orang dewasa. Dimulai dari kehidupan yang masih kecil dan tidak tahu apa-apa, lambat laun anak-anak mereka belajar bicara, memperoleh kemampuan merangkai kata-kata, belajar dan membedakan berbagai jenis ilmu, bercakap-cakap serta berkomunikasi dengan orang tua mereka, dan melihat permasalahan dari sudut pandang yang setara. Proses seperti inilah yang dijalani orang tua. Bagi mereka, proses ini tidak dapat digantikan oleh peristiwa ataupun peran lainnya. Para orang tua telah menikmati dan memperoleh hal-hal ini dari anak-anak mereka, yang merupakan penghiburan dan upah yang besar bagi mereka. Sebenarnya, hanya dengan melahirkan dan membesarkan anak saja, engkau sudah memetik banyak pelajaran dari mereka. Mengenai apakah anak-anakmu akan berbakti kepadamu atau tidak, apakah engkau dapat mengandalkan mereka sebelum engkau mati atau tidak, dan apa yang dapat kauperoleh dari mereka, hal-hal ini bergantung pada apakah engkau semua ditakdirkan untuk hidup bersama, dan itu bergantung pada takdir Tuhan. Di sisi lain, lingkungan seperti apa yang anak-anakmu tinggali, seperti apa kondisi hidup mereka, apakah mereka memiliki kondisi untuk mampu merawatmu atau tidak, apakah mereka nyaman secara finansial atau tidak, dan apakah mereka memiliki uang lebih untuk memberimu kenikmatan serta bantuan materiel atau tidak, juga bergantung pada takdir Tuhan. Selain itu, secara subjektif sebagai orang tua, apakah engkau memiliki nasib untuk menikmati hal-hal materiel, uang, atau kenyamanan emosional yang diberikan anak-anakmu atau tidak, itu juga bergantung pada takdir Tuhan. Bukankah demikian? (Ya.) Ini bukanlah hal-hal yang dapat diminta oleh manusia. Engkau dapat melihat bahwa ada anak-anak yang tidak disukai oleh orang tua mereka, dan orang tua mereka tidak mau tinggal bersama mereka, tetapi Tuhan telah menakdirkan agar mereka tinggal bersama orang tua mereka, sehingga mereka tidak dapat bepergian jauh atau meninggalkan orang tua mereka. Mereka terjebak bersama orang tua mereka sepanjang hidup mereka. Engkau tidak dapat mengusir mereka meskipun engkau mencobanya. Sebaliknya, ada anak-anak yang memiliki orang tua yang sangat ingin bersama dengan mereka; mereka tidak dapat dipisahkan, selalu merindukan satu sama lain, tetapi karena berbagai alasan, mereka tidak dapat tinggal di kota yang sama dengan orang tua mereka, atau bahkan di negara yang sama. Sulit bagi mereka untuk bertemu dan berbicara satu sama lain. Meskipun metode komunikasi sudah sangat canggih, dan obrolan video bisa dilakukan, itu tetap berbeda dengan hidup bersama sehari-hari. Karena berbagai alasan, anak-anak pergi ke luar negeri, bekerja atau tinggal di tempat lain setelah menikah, dan sebagainya, dan mereka terpisah dari orang tua mereka dengan jarak yang sangat jauh. Tidak mudah untuk bertemu bahkan sekalipun, dan menelepon atau melakukan panggilan video bergantung pada waktu. Karena perbedaan waktu atau gangguan lainnya, mereka tidak dapat sering berkomunikasi dengan orang tua mereka. Berhubungan dengan apakah aspek-aspek utama ini? Bukankah semua ini berhubungan dengan takdir Tuhan? (Ya.) Ini bukanlah sesuatu yang dapat diputuskan oleh keinginan subjektif orang tua ataupun anak; yang terpenting, itu tergantung pada takdir Tuhan. Di sisi lain, orang tua merasa khawatir apakah mereka dapat mengandalkan anak-anak mereka di masa depan. Untuk apa engkau ingin mengandalkan mereka? Untuk membawakan teh dan menuangkan air minum? Ketergantungan macam apa itu? Tidak bisakah engkau melakukannya sendiri? Jika engkau masih sehat dan mampu bergerak serta merawat diri sendiri, melakukan semuanya sendiri, bukankah itu bagus? Mengapa engkau harus mengandalkan orang lain untuk melayanimu? Apakah benar-benar suatu kebahagiaan menikmati perhatian dan kebersamaan dengan anak-anakmu, serta mereka melayanimu baik di meja makan maupun di luar meja makan? Belum tentu. Jika engkau tidak mampu bergerak, dan mereka benar-benar harus melayanimu baik di meja makan maupun di luar meja makan, apakah itu merupakan kebahagiaan bagimu? Jika engkau diberi pilihan, akankah engkau memilih menjadi sehat dan tidak membutuhkan perawatan anakmu, ataukah engkau akan memilih menjadi lumpuh di tempat tidur dengan anak-anakmu berada di sisimu? Yang mana yang akan kaupilih? (Menjadi sehat.) Jauh lebih baik menjadi sehat. Entah engkau hidup sampai usia 80, 90, atau bahkan 100 tahun, engkau mampu terus merawat dirimu sendiri. Ini adalah kualitas hidup yang baik. Meskipun engkau mungkin bertambah tua, daya berpikirmu mungkin melambat, engkau mungkin memiliki daya ingat yang buruk, makan lebih sedikit, melakukan segala sesuatu dengan lebih lambat dan tidak terlalu baik, serta keluar rumah tidaklah senyaman seperti dahulu, jika engkau mampu memenuhi kebutuhan pokokmu sendiri, itu tetaplah bagus. Sudah cukup dengan sesekali menerima telepon dari anakmu untuk menyapa atau mengajak mereka pulang dan menemanimu selama liburan. Mengapa menuntut lebih banyak lagi dari mereka? Engkau selalu mengandalkan anak-anakmu; akankah engkau hanya bahagia ketika mereka menjadi budakmu? Bukankah egois jika engkau berpikir seperti itu? Engkau selalu menuntut agar anak-anakmu berbakti dan agar engkau dapat mengandalkan mereka. Apa yang bisa diandalkan? Apakah orang tuamu mengandalkanmu? Jika orang tuamu bahkan tidak mengandalkanmu, mengapa menurutmu engkau harus mengandalkan anak-anakmu sendiri? Bukankah itu tidak masuk akal? (Ya.)

Mengenai hal mengharapkan anak-anak mereka berbakti kepada mereka, di satu sisi, orang tua harus mengetahui bahwa segala sesuatu sudah diatur oleh Tuhan dan bergantung pada takdir Tuhan. Di sisi lain, orang harus bersikap masuk akal, dan dengan melahirkan anak-anak mereka, orang tua pada dasarnya sedang mengalami sesuatu yang istimewa dalam hidup. Mereka telah memetik banyak pelajaran dari anak-anak mereka dan mulai menghargai suka duka mengasuh anak. Proses ini merupakan sebuah pengalaman yang kaya dalam hidup mereka, dan tentu saja itu juga merupakan kenangan yang tak terlupakan. Itu mengimbangi kekurangan dan kebodohan yang ada dalam kemanusiaan mereka. Sebagai orang tua, mereka telah memperoleh apa yang seharusnya mereka peroleh ketika membesarkan anak-anak mereka. Jika mereka tidak puas dengan hal ini dan menuntut agar anak-anak mereka melayani mereka sebagai pembantu atau budak, dan mengharapkan anak-anak mereka untuk membalas budi mereka karena telah mereka besarkan dengan menunjukkan bakti kepada orang tua, merawat mereka di hari tua, melepaskan kepergian mereka dalam pemakaman, membaringkan tubuh mereka ke dalam peti mati, menjaga jenazah mereka agar tidak membusuk di dalam rumah, menangisi mereka dengan getir ketika mereka mati, berkabung dan berduka selama tiga tahun, dll., membiarkan anak-anak mereka menggunakan hal-hal ini untuk membayar utang mereka, itu menjadi tidak masuk akal dan tidak manusiawi. Engkau dapat melihat bahwa dalam hal bagaimana Tuhan mengajarkan manusia untuk memperlakukan orang tua mereka, Dia hanya menuntut agar mereka berbakti kepada orang tua mereka, dan sama sekali tidak menuntut agar anak-anak menafkahi orang tua mereka sampai mati. Tuhan tidak memberikan tanggung jawab dan kewajiban ini kepada manusia. Dia tidak pernah mengatakan apa pun yang seperti ini. Tuhan hanya menasihati anak-anak agar mereka berbakti kepada orang tua mereka. Menunjukkan bakti kepada orang tua merupakan pernyataan umum dengan cakupan yang luas. Secara lebih spesifik, itu berarti memenuhi tanggung jawabmu sesuai kemampuan dan kondisimu. Itu sudah cukup. Sesederhana itu, itulah satu-satunya tuntutan bagi anak-anak. Jadi, bagaimana seharusnya orang tua memahami hal ini? Tuhan tidak menuntut bahwa "Anak-anak harus berbakti kepada orang tua mereka, merawat mereka di hari tua sampai mereka mati." Oleh karena itu, sebagai orang tua, mereka harus melepaskan keegoisan mereka dan jangan berharap bahwa segala sesuatu tentang anak-anak mereka hanya berkisar pada mereka, hanya karena merekalah yang melahirkan anak-anak tersebut. Jika anak-anak tidak berkisar pada orang tua mereka dan tidak menganggap mereka sebagai pusat kehidupan mereka, tidaklah tepat bagi orang tua untuk selalu memarahi mereka, mengganggu hati nurani mereka, dan mengatakan hal-hal seperti "Kau tidak tahu berterima kasih, tidak berbakti, serta tidak patuh, dan bahkan setelah sekian lama membesarkanmu, aku tetap tidak dapat mengandalkanmu," selalu memarahi anak-anak mereka seperti ini dan membebani mereka. Menuntut anak-anak mereka untuk berbakti dan mendampingi mereka, merawat mereka di hari tua dan menguburkan mereka, serta selalu memikirkan mereka di mana pun mereka berada adalah tindakan yang pada dasarnya salah dan merupakan pemikiran serta gagasan yang tidak manusiawi. Pemikiran seperti ini mungkin ada dalam taraf yang berbeda di berbagai negara atau di antara berbagai kelompok etnis, tetapi melihat budaya tradisional Tiongkok, orang Tionghoa secara khusus menekankan rasa bakti. Dari zaman dahulu sampai sekarang, hal ini selalu dibahas dan ditekankan sebagai bagian dari kemanusiaan orang dan sebagai standar untuk menilai apakah seseorang itu baik atau jahat. Tentu saja, di tengah masyarakat juga terdapat tren dan opini masyarakat bahwa jika anak-anak tidak berbakti, orang tua mereka juga akan merasa malu, dan anak-anak tersebut akan merasa tidak mampu menanggung ciri negatif pada reputasi mereka. Di bawah pengaruh dari berbagai faktor, para orang tua juga telah diracuni sedemikian dalamnya oleh pemikiran tradisional ini, yang menuntut agar anak-anak mereka berbakti tanpa berpikir atau tanpa pemahaman. Apa gunanya membesarkan anak-anak? Ini bukan demi tujuanmu sendiri, melainkan tanggung jawab dan kewajiban yang telah Tuhan berikan kepadamu. Di satu sisi, membesarkan anak-anak merupakan bagian dari naluri manusia, sedangkan di sisi lain, itu adalah bagian dari tanggung jawab manusia. Engkau memilih untuk melahirkan anak-anak karena naluri dan tanggung jawab, bukan demi mempersiapkan hari tua dan agar dirawat ketika engkau sudah tua. Bukankah pandangan ini benar? (Ya.) Dapatkah orang yang tidak memiliki anak menghindarkan diri mereka agar tidak menjadi tua? Apakah menjadi tua berarti bahwa orang akan menderita? Belum tentu, bukan? Orang yang tidak memiliki anak tetap bisa hidup sampai tua, dan bahkan ada yang sehat, menikmati tahun-tahun terakhir mereka, dan mati dengan damai. Dapatkah dipastikan bahwa orang-orang yang memiliki anak akan menikmati tahun-tahun terakhir mereka dalam kebahagiaan dan kondisi sehat? (Belum tentu.) Jadi, kesehatan, kebahagiaan, dan keadaan hidup orang tua yang mencapai usia lanjut, serta kualitas hidup materiel mereka, sebenarnya tidak ada hubungannya dengan rasa bakti anak-anak mereka kepada mereka, dan tidak ada hubungan langsung di antara keduanya. Situasi kehidupan, kualitas hidup, dan kondisi fisikmu di usia lanjut berkaitan dengan apa yang telah Tuhan takdirkan bagimu serta lingkungan hidup yang Dia atur bagimu, dan semua itu tidak ada hubungan langsung dengan apakah anak-anakmu berbakti atau tidak. Anak-anakmu tidak berkewajiban untuk memikul tanggung jawab atas situasi hidupmu di tahun-tahun terakhir. Bukankah benar demikian? (Ya.) Oleh karena itu, apa pun sikap anak-anak terhadap orang tua mereka, entah mereka bersedia merawat orang tua mereka atau tidak, merawatnya dengan buruk, atau tidak mau merawat orang tua mereka sama sekali, itu adalah sikap mereka sebagai anak-anak. Untuk sekarang ini, kita tidak akan membahas hal ini dari sudut pandang anak-anak, tetapi membahasnya hanya dari sudut pandang orang tua. Orang tua tidak boleh menuntut agar anak-anak mereka harus berbakti, harus merawat mereka di hari tua, dan harus menanggung beban hidup orang tua mereka di tahun-tahun terakhir. Tidak perlu melakukan hal itu. Di satu sisi, ini adalah sikap yang harus dimiliki orang tua terhadap anak-anak mereka, dan di sisi lain, itu adalah martabat yang orang tua harus miliki. Tentu saja, ada juga aspek yang lebih penting, yaitu prinsip yang harus dipatuhi oleh orang tua sebagai makhluk ciptaan dalam memperlakukan anak-anak mereka. Jika anak-anakmu penuh perhatian, berbakti, dan mau merawatmu, engkau tidak perlu menolak mereka; jika mereka tidak mau melakukannya, engkau tidak perlu berkeluh kesah sepanjang hari, merasa tidak nyaman atau tidak puas dalam hatimu, atau menyimpan dendam terhadap anak-anakmu. Engkau seharusnya memikul tanggung jawab serta menanggung beban hidup dan kelangsungan hidupmu sendiri sebatas kemampuanmu, dan engkau tidak boleh membebankannya kepada orang lain, terutama anak-anakmu. Engkau harus menghadapi kehidupan secara proaktif dan benar tanpa didampingi atau menerima bantuan dari anak-anakmu, dan meskipun engkau jauh dari anak-anakmu, engkau tetap mampu menghadapi sendiri apa pun yang terjadi dalam hidupmu. Tentu saja, jika engkau membutuhkan bantuan penting dari anak-anakmu, engkau boleh memintanya, tetapi itu tidak boleh didasarkan pada gagasan bahwa anak-anakmu harus berbakti kepadamu atau bahwa engkau harus mengandalkan mereka. Sebaliknya, kedua belah pihak harus melakukan sesuatu untuk satu sama lain dari sudut pandang pemenuhan tanggung jawab mereka, sehingga dapat menangani hubungan antara orang tua dan anak-anak secara rasional. Tentu saja, jika kedua belah pihak bersikap rasional, saling memberi ruang, dan saling menghormati, pada akhirnya, mereka pasti akan bisa hidup rukun dengan lebih baik dan lebih harmonis, menghargai kasih sayang kekeluargaan ini, dan menghargai perhatian, kepedulian, serta kasih mereka terhadap satu sama lain. Tentu saja, melakukan hal-hal tersebut berdasarkan rasa saling menghormati dan memahami adalah lebih manusiawi dan tepat. Bukankah demikian? (Ya.) Ketika anak-anak mampu memperlakukan serta melaksanakan tanggung jawab mereka dengan benar, dan sebagai orang tua mereka, engkau tidak lagi mengajukan tuntutan yang berlebihan atau ekstra terhadap anak-anakmu, maka engkau akan mendapati bahwa semua yang mereka lakukan sangatlah wajar dan normal, dan engkau akan menganggap bahwa itu adalah hal yang cukup bagus. Engkau tidak akan memperlakukan mereka dengan pandangan kritis yang sama seperti sebelumnya, menganggap bahwa apa pun yang mereka lakukan tidaklah menyenangkan, salah, atau tidak cukup untuk membalas budi karena telah membesarkan mereka. Sebaliknya, engkau akan menghadapi segala sesuatunya dengan sikap yang benar, bersyukur kepada Tuhan atas kebersamaan dan rasa bakti anak-anakmu, serta menganggap bahwa anak-anakmu cukup baik dan manusiawi. Bahkan tanpa kebersamaan dan rasa bakti anak-anakmu, engkau tidak akan menyalahkan Tuhan, dan engkau juga tidak akan menyesal telah membesarkan mereka, apalagi membenci mereka. Singkatnya, sangat penting bagi orang tua untuk menghadapi dengan benar seperti apa pun sikap anak-anak mereka terhadap diri mereka sendiri. Menghadapi hal ini dengan benar berarti tidak mengajukan tuntutan yang berlebihan terhadap mereka, tidak berperilaku ekstrem terhadap mereka, dan tentu saja tidak memberikan kritik atau penilaian yang tidak manusiawi atau negatif terhadap apa pun yang mereka lakukan. Dengan demikian, engkau akan mulai hidup dengan bermartabat. Sebagai orang tua, berdasarkan kemampuanmu sendiri, kondisi, dan tentu saja, takdir Tuhan, engkau seharusnya menikmati apa pun yang Tuhan berikan kepadamu, dan jika Dia tidak memberikan sesuatu kepadamu, engkau juga harus bersyukur kepada Tuhan, dan tunduk kepada-Nya. Engkau tidak boleh membandingkan dirimu dengan orang lain, berkata, "Lihatlah keluarga si itu, anak mereka sangat berbakti, selalu mengajak orang tuanya jalan-jalan dan berlibur ke selatan. Setiap kali dia pulang, dia membawa oleh-oleh dalam tas berbagai ukuran. Anak itu sangat berbakti! Lihat saja anak mereka, dia adalah anak yang dapat mereka andalkan. Kau harus membesarkan anak yang seperti itu agar ada seseorang yang merawatmu di hari tua. Sekarang lihatlah anak kami: dia pulang dengan tangan kosong dan tidak pernah membelikan kami apa pun; dia tidak hanya pulang dengan tangan kosong, tetapi dia jarang pulang sama sekali. Jika aku tidak meneleponnya, dia tidak pulang. Namun, begitu dia pulang ke rumah, yang dia inginkan hanyalah makanan dan minuman, bahkan dia tidak mau mengerjakan apa pun." Jika demikian, jangan memintanya untuk pulang ke rumah. Jika engkau memintanya untuk pulang ke rumah, bukankah engkau memang ingin menjadi sengsara? Engkau tahu bahwa jika dia pulang ke rumah, dia hanya akan makan dan minum gratis, jadi untuk apa meneleponnya? Jika engkau tidak memiliki motif apa pun untuk meneleponnya, akankah engkau tetap memintanya pulang? Bukankah itu hanya karena engkau sedang merendahkan martabatmu sendiri dan bersikap egois? Engkau selalu ingin mengandalkannya, berharap bahwa engkau tidak membesarkannya dengan sia-sia, berharap bahwa anak yang kaubesarkan sendiri ini bukanlah anak yang tidak tahu berterima kasih. Engkau selalu ingin membuktikan bahwa anak yang kaubesarkan bukanlah anak yang tidak tahu berterima kasih, bahwa anak-anakmu adalah anak yang berbakti. Untuk apa membuktikan ini? Tidak bisakah engkau menjalani hidupmu sendiri dengan baik? Bisakah engkau hidup tanpa anak-anak? (Bisa.) Engkau bisa melanjutkan hidup. Ada terlalu banyak contoh yang seperti ini, bukan?

Ada orang-orang yang berpaut pada gagasan yang buruk dan ketinggalan zaman, berkata, "Entah orang memiliki anak-anak yang berbakti kepada mereka atau tidak, dan entah anak-anak mereka berbakti atau tidak saat mereka masih hidup, ketika mereka mati, anak-anak mereka harus membawa jenazah mereka di dalam peti mati. Jika anak-anak mereka tidak mendampingi mereka, tak ada seorang pun yang akan tahu kapan mereka mati, dan tubuh mereka akan membusuk di dalam rumah mereka." Memangnya kenapa jika tak ada seorang pun yang tahu? Ketika engkau mati, engkau sudah mati, dan engkau tidak lagi sadar akan apa pun. Ketika tubuhmu mati, jiwamu segera meninggalkannya. Di mana pun tubuh tersebut berada atau seperti apa pun rupanya setelah kematian, bukankah dia sudah mati? Sekalipun jenazahnya dibawa dalam peti mati pada upacara pemakaman akbar dan dikubur di dalam tanah, jenazah tersebut akan tetap membusuk, bukan? Orang-orang berpikir, "Memiliki anak-anak di sisimu untuk memasukkanmu ke dalam peti mati, memakaikan pakaian pemakaman untukmu, merias wajahmu, dan mengadakan pemakaman akbar adalah hal yang mulia. Jika engkau mati tanpa ada yang mengadakan pemakamanmu atau melepaskan kepergianmu, rasanya seluruh hidupmu tidak memiliki akhir yang baik." Apakah gagasan ini benar? (Tidak.) Sekarang ini, kaum muda tidak terlalu memperhatikan hal-hal ini, tetapi masih ada orang-orang di daerah terpencil dan orang-orang lanjut usia yang kurang wawasan yang memiliki pemikiran serta sudut pandang yang tertanam sangat dalam di hati mereka bahwa anak-anak harus merawat orang tua mereka di hari tua dan melepaskan kepergian mereka. Seperti apa pun engkau bersekutu tentang kebenaran, mereka tidak menerimanya. Apa konsekuensi akhir dari hal ini? Konsekuensinya adalah, mereka sangat menderita. "Tumor" ini telah lama tersembunyi di dalam diri mereka, dan mereka akan diracuni olehnya. Setelah mereka menggali dan membuangnya, mereka tidak akan lagi diracuni olehnya, dan hidup mereka akan bebas. Setiap tindakan yang salah disebabkan oleh pemikiran yang salah. Jika mereka takut mati dan membusuk di rumahnya, mereka akan selalu berpikir, "Aku harus membesarkan seorang anak. Saat anakku besar nanti, aku tidak boleh membiarkannya pergi terlalu jauh. Bagaimana jika dia tidak ada di sisiku saat aku mati? Tidak memiliki seseorang yang akan merawatku di hari tua dan melepaskan kepergianku akan menjadi penyesalan terbesar dalam hidupku! Jika aku memiliki seseorang yang merawatku dan melepaskan kepergianku, hidupku tidak akan sia-sia. Ini akan menjadi kehidupan yang sempurna. Apa pun yang terjadi, aku tidak boleh dijadikan bahan cemoohan oleh tetanggaku." Bukankah ini sebuah ideologi yang buruk? (Ya, benar.) Ini artinya berpikiran sempit dan bobrok, terlalu mementingkan tubuh fisik! Sebenarnya, tubuh fisik tidaklah berharga: setelah mengalami kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian, tidak ada lagi yang tersisa. Hanya jika manusia telah memperoleh kebenaran semasa hidup, ketika mereka diselamatkan, barulah mereka akan hidup selamanya. Jika engkau belum memperoleh kebenaran, ketika tubuhmu mati dan membusuk, tidak akan ada lagi yang tersisa; betapa pun berbaktinya anak-anakmu kepadamu, engkau tidak akan bisa menikmatinya. Ketika seseorang mati dan anak-anaknya memasukkannya ke dalam peti mati lalu menguburkannya, dapatkah tubuh tua itu merasakan sesuatu? Dapatkah dia merasakan sesuatu? (Tidak.) Dia sama sekali tidak merasakan apa pun. Namun dalam kehidupan, orang-orang sangat mementingkan hal ini, menuntut banyak dari anak-anak mereka dalam hal apakah anak-anak mereka dapat melepaskan kepergian mereka atau tidak. Itu bodoh, bukan? (Ya, benar.) Ada anak-anak yang berkata kepada orang tua mereka, "Kami percaya kepada Tuhan. Semasa kalian masih hidup, kami akan berbakti kepadamu, merawatmu, dan melayanimu. Namun, ketika kau mati, kami tidak akan mengadakan pemakaman untukmu." Ketika orang tua mendengar perkataan ini, mereka menjadi marah. Mereka tidak marah terhadap hal lain apa pun yang kaukatakan, tetapi begitu engkau menyebutkan hal ini, mereka meledak dalam amarah dan berkata, "Apa kaubilang? Dasar anak tak berbakti, akan kupatahkan kakimu! Aku menyesal telah melahirkanmu. Akan kubunuh kau!" Hal lain apa pun yang kaukatakan tidak ada yang mengganggu mereka, hanya inilah yang mengganggu mereka. Selama masa hidup mereka, anak-anak mereka memiliki banyak kesempatan untuk memperlakukan mereka dengan baik, tetapi mereka bersikeras agar anak-anak mereka melepaskan kepergian orang tua mereka. Karena anak-anak mulai percaya kepada Tuhan, mereka berkata kepada orang tua mereka, "Ketika kau mati, kami tidak akan mengadakan upacara pemakaman untukmu: kau akan dikremasi, dan kami akan memasukkan abumu ke dalam guci. Semasa hidupmu, kami akan membiarkanmu menikmati berkat dengan keberadaan kami di sisimu, kami akan memberimu makanan dan pakaian, serta menghindarkanmu dari perlakuan yang tidak adil." Bukankah ini realistis? Orang tua mereka menjawab, "Semua itu tidak penting. Yang kuinginkan adalah agar engkau semua mengadakan pemakaman untukku setelah aku mati. Jika engkau tidak merawatku di masa tuaku dan melepaskan kepergianku, aku tidak akan pernah puas!" Ketika orang sudah sebodoh ini, mereka tidak dapat memahami alasan yang sangat sederhana seperti itu, dan seperti apa pun engkau menjelaskannya kepada mereka, mereka tetap tidak akan dapat memahaminya. Mereka bagaikan binatang. Oleh karena itu, jika engkau mengejar kebenaran, sebagai orang tua, yang terpenting dan terutama, engkau harus melepaskan pemikiran serta sudut pandang tradisional yang buruk dan bobrok tentang apakah anak-anak berbakti, merawatmu di hari tua, dan melepaskan kepergianmu dengan penguburan, serta menangani hal ini dengan benar. Jika anak-anakmu benar-benar berbakti kepadamu, terimalah itu dengan benar. Namun, jika anak-anakmu tidak memiliki kondisi, tenaga, atau keinginan untuk berbakti kepadamu, dan ketika engkau makin tua, mereka tidak dapat berada di sisimu untuk merawatmu atau melepas kepergianmu, engkau tidak perlu menuntutnya atau merasa sedih. Semuanya berada di tangan Tuhan. Kelahiran ada waktunya, kematian ada tempatnya, dan Tuhan telah menakdirkan di mana orang akan dilahirkan dan di mana mereka akan mati. Sekalipun anak-anakmu berjanji kepadamu, berkata, "Ketika kau mati, aku pasti akan berada di sisimu; aku tidak akan pernah mengecewakanmu," Tuhan belum mengatur keadaan ini. Ketika engkau sedang berada di ambang kematian, anak-anakmu mungkin tidak berada di sisimu, dan sekeras apa pun mereka berusaha untuk segera pulang, mereka mungkin tidak dapat tiba tepat pada waktunya. Mereka tidak akan bisa bertemu denganmu untuk terakhir kalinya. Mungkin setelah tiga sampai lima hari sejak engkau mengembuskan napas terakhirmu, dan tubuhmu sudah hampir membusuk, barulah mereka kembali. Apakah janji mereka berguna? Mereka bahkan tidak bisa menjadi tuan atas hidup mereka sendiri. Aku sudah memberitahumu hal ini, tetapi engkau tidak memercayainya. Engkau bersikeras untuk membuat mereka berjanji. Apakah janji mereka berguna? Engkau sedang memuaskan dirimu sendiri dengan khayalan, dan engkau yakin bahwa anak-anakmu akan mampu menepati janji mereka. Apakah menurutmu mereka akan mampu menepati janji mereka? Mereka tidak akan mampu. Mereka sendiri bahkan tidak tahu di mana mereka akan berada dan apa yang akan mereka lakukan setiap hari, serta bagaimana masa depan mereka. Janji-janji mereka sebenarnya menipumu, memberimu rasa aman yang palsu, dan engkau memercayainya. Engkau tetap tidak memahami bahwa nasib manusia berada di tangan Tuhan.

Seberapa banyak orang tua dan anak-anak mereka ditakdirkan untuk bersama, dan seberapa banyak yang dapat mereka peroleh dari anak-anak mereka, orang tidak percaya menyebutnya "menerima bantuan" atau "tidak menerima bantuan". Kita tidak tahu apa maksudnya. Pada akhirnya, entah orang dapat mengandalkan anak-anak mereka atau tidak, sederhananya, itu sudah ditentukan dari semula dan ditakdirkan oleh Tuhan. Tidak semua hal berjalan tepat sesuai dengan keinginanmu. Tentu saja, semua orang ingin segalanya berjalan dengan baik dan mendapat manfaat dari anak-anak mereka. Namun, mengapa engkau tidak pernah memikirkan apakah engkau ditakdirkan untuk itu atau tidak, apakah itu tertulis dalam takdirmu atau tidak? Berapa lama ikatan antara dirimu dan anak-anakmu akan bertahan, apakah pekerjaan apa pun yang kaulakukan dalam hidup akan ada hubungannya dengan anak-anakmu atau tidak, apakah Tuhan telah mengatur agar anak-anakmu terlibat dalam peristiwa-peristiwa penting dalam hidupmu atau tidak, dan apakah anak-anakmu termasuk di antara mereka yang terlibat ketika engkau mengalami peristiwa besar dalam hidup atau tidak, semua ini bergantung pada takdir Tuhan. Jika Tuhan belum menakdirkannya, setelah engkau membesarkan anak-anakmu hingga dewasa, sekalipun engkau tidak mengusir mereka dari rumah, jika saatnya tiba, mereka akan pergi dengan sendirinya. Ini adalah sesuatu yang harus orang pahami. Jika engkau tidak mampu memahami hal ini, engkau akan selalu berpegang pada keinginan dan tuntutan pribadi, serta menetapkan berbagai aturan dan menerima berbagai ideologi demi kesenangan fisikmu sendiri. Apa yang akan terjadi pada akhirnya? Engkau akan mengetahuinya ketika engkau mati. Engkau telah melakukan banyak hal bodoh dalam hidupmu, dan engkau telah memikirkan banyak hal yang tidak realistis yang tidak sesuai dengan fakta atau takdir Tuhan. Bukankah sudah terlambat untuk menyadari semua ini di ranjang kematianmu? Bukankah demikian? (Ya.) Manfaatkanlah selagi engkau masih hidup dan otakmu belum kacau, selagi engkau masih mampu memahami hal-hal positif tertentu, dan dengan segera menerimanya. Dengan menerimanya, bukan berarti engkau mengubahnya menjadi teori atau slogan ideologis, tetapi engkau berusaha melakukan hal-hal tersebut dan menerapkannya. Secara berangsur, lepaskanlah gagasan dan keinginan egoismu, dan jangan berpikir bahwa, sebagai orang tua, apa pun yang kaulakukan adalah benar dan dapat diterima, atau bahwa anak-anakmu harus menerimanya. Alasan seperti ini tidak ada di mana pun di dunia ini. Orang tua adalah manusia; bukankah anak-anak mereka juga demikian? Anak-anak bukanlah aksesori atau budakmu; mereka adalah makhluk ciptaan yang terpisah. Entah mereka berbakti atau tidak kepadamu, apa hubungannya denganmu? Oleh karena itu, orang tua seperti apa pun dirimu, berapa pun usia anak-anakmu, atau apakah anak-anakmu sudah cukup umur untuk bisa berbakti kepadamu atau apakah mereka sudah mencapai usia di mana mereka mampu hidup secara mandiri, sebagai orang tua, engkau harus mengambil gagasan-gagasan ini dan memiliki pemikiran serta sudut pandang yang benar tentang cara memperlakukan anak-anakmu. Engkau tidak boleh bertindak berlebih-lebihan, dan engkau juga tidak boleh menilai segala sesuatu berdasarkan pemikiran dan sudut pandang yang salah, merosot, atau ketinggalan zaman itu. Pemikiran dan sudut pandang tersebut mungkin sejalan dengan gagasan manusia, minat manusia, serta kebutuhan fisik dan emosional manusia, tetapi itu bukanlah kebenaran. Entah menurutmu itu pantas atau tidak, hal-hal ini pada akhirnya hanya akan memberimu berbagai masalah dan beban, menjebakmu dalam berbagai kesulitan, dan membuatmu memperlihatkan sikapmu yang gampang marah kepada anak-anakmu. Engkau akan menyatakan alasanmu, mereka akan menyatakan alasan mereka, dan pada akhirnya, engkau berdua akan saling membenci dan menyalahkan satu sama lain. Keluarga tidak akan bertindak seperti keluarga lagi: engkau akan saling menyerang dan menjadi musuh. Jika semua orang menerima kebenaran dan pemikiran serta sudut pandang yang benar, masalah ini akan mudah dihadapi, dan pertentangan serta perselisihan yang timbul darinya akan terselesaikan. Namun, jika mereka tetap berpegang pada gagasan tradisional, selain permasalahan ini akan tetap tidak terselesaikan, pertentangannya akan makin dalam. Budaya tradisional bukanlah standar untuk menilai hal-hal. Itu ada hubungannya dengan kemanusiaan, dan hal-hal yang bersifat daging seperti kasih sayang manusia, keinginan egois, dan sikap yang gampang marah bercampur di dalamnya. Tentu saja, ada juga sesuatu yang paling penting dalam budaya tradisional, yaitu kemunafikan. Orang-orang menggunakan rasa bakti anak-anak mereka sendiri untuk membuktikan bahwa mereka mendidik anak-anak mereka dengan baik dan anak-anak mereka memiliki kemanusiaan; demikian pula, anak-anak menggunakan rasa bakti kepada orang tua mereka untuk membuktikan bahwa mereka bukanlah orang yang tidak tahu berterima kasih, melainkan pria dan wanita yang rendah hati dan sopan, sehingga mereka memiliki pengaruh di tengah berbagai ras dan kelompok di tengah masyarakat dan menjadikannya sarana bagi mereka untuk bertahan hidup. Ini pada dasarnya merupakan aspek yang paling munafik dan terpenting dalam budaya tradisional, dan ini bukanlah standar untuk menilai hal-hal. Oleh karena itu, sebagai orang tua, mereka harus melepaskan tuntutan-tuntutan terhadap anak-anak mereka ini dan menggunakan pemikiran serta sudut pandang yang benar dalam memperlakukan anak-anak mereka dan memandang sikap anak-anak mereka terhadap diri mereka sendiri. Jika engkau tidak memiliki atau memahami kebenaran, setidaknya engkau harus memandangnya dari sudut pandang kemanusiaan. Bagaimana orang memandangnya dari sudut pandang kemanusiaan? Anak-anak yang hidup di tengah masyarakat ini, di tengah berbagai kelompok, kedudukan, dan kelas sosial tidak menjalani kehidupan yang mudah. Mereka memiliki hal-hal yang harus mereka hadapi dan tangani di berbagai lingkungan yang berbeda. Mereka memiliki kehidupan mereka sendiri dan takdir yang ditetapkan oleh Tuhan. Mereka juga memiliki cara bertahan hidup sendiri. Tentu saja, di tengah masyarakat modern, tekanan yang diberikan terhadap setiap orang yang mandiri sangatlah besar. Mereka menghadapi masalah kelangsungan hidup, hubungan antara atasan dan bawahan, serta masalah yang berhubungan dengan anak-anak, dll. Tekanan dari semua ini sangatlah besar. Sebenarnya, tidak ada yang mudah bagi semua orang. Khususnya dalam lingkungan hidup yang kacau dan serba cepat di zaman sekarang ini, penuh persaingan dan konflik yang kejam di mana-mana, tidak ada kehidupan seorang pun yang mudah. Kehidupan semua orang cukup sulit. Aku tidak akan membahas bagaimana hal ini bisa terjadi. Hidup dalam lingkungan seperti itu, jika orang tidak percaya kepada Tuhan dan tidak melaksanakan tugasnya, mereka tidak akan memiliki jalan yang tersisa untuk ditempuh. Satu-satunya jalan mereka adalah mengejar dunia, menjaga diri mereka tetap hidup, terus beradaptasi dengan dunia ini, dan berjuang demi masa depan serta kelangsungan hidup mereka dengan segala cara agar dapat melewati hari demi hari. Sebenarnya, setiap hari menyakitkan bagi mereka, dan mereka berjuang melewatinya setiap hari. Oleh karena itu, jika orang tua terus menuntut anak-anak mereka untuk melakukan ini atau itu, ini pasti akan memperburuk keadaan anak-anak mereka, menghancurkan dan menyiksa tubuh serta pikiran anak-anak mereka. Orang tua memiliki lingkaran sosial, gaya hidup, dan lingkungan hidup mereka sendiri, dan anak-anak memiliki lingkungan dan ruang hidup sendiri, serta latar belakang tempat tinggal mereka sendiri. Jika orang tua terlalu banyak campur tangan atau mengajukan tuntutan secara berlebihan terhadap anak-anak mereka, meminta anak-anak mereka melakukan ini dan itu agar dapat membalas upaya yang pernah mereka lakukan demi anak-anak mereka, jika engkau memandangnya dari sudut pandang ini, itu sangat tidak manusiawi, bukan? Seperti apa pun anak-anak mereka hidup atau bertahan hidup, atau kesulitan apa pun yang mereka hadapi di tengah masyarakat, orang tua tidak memiliki tanggung jawab atau kewajiban untuk melakukan apa pun bagi mereka. Namun, orang tua juga harus menahan diri agar tidak menambah masalah atau beban apa pun pada kehidupan anak-anak mereka yang rumit atau situasi kehidupan yang sulit. Inilah yang orang tua harus lakukan. Jangan menuntut terlalu banyak dari anak-anakmu, dan jangan terlalu menyalahkan mereka. Engkau harus memperlakukan mereka dengan adil dan setara, serta menempatkan dirimu dalam posisi mereka. Tentu saja, orang tua juga harus mengatur kehidupan mereka sendiri. Anak-anak akan menghormati orang tua yang seperti ini, dan mereka akan menjadi layak untuk dihormati. Sebagai orang tua, jika engkau percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugas-tugasmu, apa pun tugas yang kaulaksanakan di rumah Tuhan, engkau tidak akan punya waktu untuk memikirkan hal-hal seperti menuntut agar anak-anakmu berbakti dan mengandalkan mereka untuk menafkahimu di hari tua. Jika masih ada orang-orang yang seperti ini, berarti mereka bukanlah orang percaya sejati, dan tentu saja bukan orang yang mengejar kebenaran. Mereka semua hanyalah orang-orang bingung dan para pengikut tetapi bukan orang percaya. Bukankah demikian? (Ya.) Jika orang tua sibuk, jika mereka memiliki tugas untuk dilaksanakan, dan disibukkan dengan pekerjaan, tentu saja mereka tidak boleh mengungkit apakah anak mereka berbakti atau tidak. Jika orang tua selalu mengungkit hal ini dengan berkata, "Anak-anakku tidak berbakti: aku tidak dapat mengandalkan mereka, dan mereka tidak akan mampu menafkahiku di hari tua," itu artinya mereka benar-benar malas dan menganggur, serta mencari gara-gara. Bukankah benar demikian? Apa yang harus engkau semua lakukan jika menjumpai orang tua seperti ini? Beri mereka pelajaran. Bagaimana sebaiknya engkau melakukannya? Katakan saja, "Apakah kau tidak mampu hidup sendiri? Apakah kau sampai pada titik di mana kau tidak dapat lagi makan dan minum? Apakah kau sampai pada titik di mana kau tidak lagi dapat bertahan hidup? Jika kau mampu hidup, teruslah hidup; jika tidak, maka matilah!" Apakah engkau berani mengucapkan hal seperti ini? Katakan kepada-Ku, apakah menurutmu mengucapkan perkataan seperti itu tidak manusiawi? (Aku tidak berani mengucapkannya.) Engkau tidak mampu mengucapkannya, bukan? Engkau tidak tega mengucapkannya. (Benar.) Ketika engkau semua bertambah dewasa, engkau akan mampu mengucapkannya. Jika orang tuamu telah melakukan terlalu banyak hal yang menyebalkan, engkau akan mampu mengucapkannya. Mereka telah sangat baik kepadamu dan tidak pernah menyakitimu; jika mereka menyakitimu, engkau akan mampu mengucapkannya. Bukankah benar demikian? (Ya.) Jika mereka selalu menuntut agar engkau pulang, dengan berkata, "Pulanglah dan bawakan aku uang, dasar anak yang tak tahu berterima kasih!" dan memarahimu serta mengutukmu setiap hari, engkau akan mampu mengucapkannya. Engkau akan berkata, "Jika kau mampu hidup, teruslah hidup; jika tidak, maka matilah! Tidak bisakah kau terus hidup tanpa anak? Lihatlah orang-orang lanjut usia yang tidak mempunyai anak itu, bukankah mereka hidup dengan baik dan cukup bahagia? Mereka mengurus kehidupan mereka sendiri setiap hari, dan jika mereka punya waktu luang, mereka pergi jalan-jalan dan berolahraga. Setiap hari, hidup mereka tampak cukup memuaskan. Lihatlah dirimu. Kau tidak kekurangan apa pun, lalu mengapa kau tidak bisa terus hidup? Kau sedang merendahkan dirimu sendiri dan kau pantas mati! Haruskah kami berbakti kepadamu? Kami bukanlah budakmu, kami juga bukan milik pribadimu. Kau harus menempuh jalanmu sendiri, dan kami tidak berkewajiban memikul tanggung jawab ini. Kami telah memberimu cukup untuk dimakan, dikenakan, dan digunakan. Mengapa kau membuang-buang waktumu? Jika kau terus membuang-buang waktumu, kami akan memasukkanmu ke panti jompo!" Beginilah seharusnya orang menangani orang tua yang seperti itu, bukan? Engkau tidak boleh memanjakan mereka. Jika anak-anak mereka tidak ada di sana untuk merawat mereka, mereka menangis tersedu-sedu sepanjang hari, seolah-olah langit akan runtuh, seolah-olah mereka tidak mampu melanjutkan hidup. Jika mereka tidak mampu melanjutkan hidup, biarkan mereka mati dan melihatnya sendiri. Namun, mereka tidak mau mati, mereka terlalu menghargai hidup mereka. Falsafah hidup mereka adalah bergantung pada orang lain untuk hidup lebih baik, lebih bebas, dan lebih keras kepala. Mereka harus membangun kebahagiaan dan kegembiraan mereka di atas penderitaan anak-anak mereka. Bukankah seharusnya para orang tua ini mati? (Ya.) Jika anak-anak mereka mendampingi dan melayani mereka setiap hari, mereka merasa bahagia, gembira, dan bangga, sementara anak-anak mereka harus menderita dan menerimanya. Bukankah seharusnya para orang tua ini mati? (Ya.)

Mari kita akhiri persekutuan kita di sini hari ini mengenai hal terakhir tentang pengharapan orang tua terhadap anak-anak mereka. Apakah hal mengenai pandangan orang tua tentang apakah anak-anak mereka berbakti atau tidak, dapat diandalkan atau tidak, merawat mereka di hari tua hingga mereka mati atau tidak, sudah jelas? (Ya.) Sebagai orang tua, engkau tidak boleh mengajukan tuntutan seperti itu, memiliki pemikiran dan sudut pandang seperti itu, atau menaruh pengharapan seperti itu pada anak-anakmu. Anak-anakmu tidak berutang apa pun kepadamu. Membesarkan mereka adalah tanggung jawabmu; entah engkau melakukannya dengan baik atau tidak adalah hal lain. Mereka tidak berutang apa pun kepadamu: mereka bersikap baik kepadamu dan merawatmu semata-mata karena memenuhi tanggung jawab, bukan untuk membayar utang apa pun, karena mereka tidak berutang apa pun kepadamu. Jadi, mereka tidak berkewajiban untuk berbakti kepadamu atau menjadi seseorang yang dapat kauandalkan dan menjadi tempatmu bergantung. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Mereka merawatmu, menjadi orang yang dapat kauandalkan, dan memberimu sedikit uang untuk dibelanjakan, ini hanyalah tanggung jawab mereka sebagai anak-anak, ini bukan berbakti. Sebelumnya, kita telah menyebutkan kiasan tentang burung gagak yang memberi makan induknya dan anak domba yang menyusui. Bahkan binatang pun memahami doktrin ini dan dapat melakukannya, tentu saja manusia juga harus demikian! Manusia adalah makhluk tertinggi di antara semua makhluk hidup, diciptakan Tuhan dengan pemikiran, kemanusiaan, dan perasaan. Sebagai manusia, mereka memahami hal ini tanpa perlu diajar. Apakah anak-anak dapat berbakti atau tidak sangat bergantung pada apakah Tuhan telah menakdirkan nasib untuk bersama-sama di antaramu dan anak-anakmu, apakah akan ada hubungan yang saling melengkapi dan saling mendukung di antaramu atau tidak, dan apakah engkau dapat menikmati berkat ini atau tidak, secara lebih spesifik, itu tergantung pada apakah anak-anakmu memiliki kemanusiaan atau tidak. Jika mereka benar-benar berhati nurani dan bernalar, engkau tidak perlu mendidik mereka; mereka akan memahaminya sejak kecil. Jika mereka memahami semuanya sejak kecil, bukankah menurutmu mereka akan jauh lebih memahaminya seiring mereka bertumbuh dewasa? Bukankah demikian? (Ya.) Sejak kecil, mereka memahami doktrin seperti "Menghasilkan uang guna dibelanjakan untuk Ibu dan Ayah adalah hal yang dilakukan anak-anak yang baik", jadi bukankah mereka akan jauh lebih memahaminya ketika mereka bertumbuh dewasa? Apakah mereka masih perlu dididik? Apakah orang tua masih perlu mengajari mereka pelajaran ideologis seperti itu? Tidak perlu. Jadi, tindakan orang tua yang menuntut agar anak-anak mereka harus berbakti, merawat mereka di hari tua sampai mereka mati adalah tindakan yang bodoh. Bukankah anak-anak yang kaulahirkan adalah manusia? Apakah mereka adalah pohon atau bunga plastik? Apakah mereka benar-benar tidak mengerti, apakah engkau benar-benar harus mendidik mereka? Bahkan anjing pun memahami hal ini. Lihatlah, ketika dua ekor anjing kecil sedang bersama induk mereka, jika anjing lain mulai berlari ke arah induk mereka dan menggonggong, mereka tidak akan diam saja: mereka melindungi induk mereka dari balik pagar dan tidak membiarkan anjing lain menggonggonginya. Bahkan anjing pun memahami hal ini, tentu saja manusia juga harus memahaminya! Tidak perlu mengajari mereka: memenuhi tanggung jawab adalah sesuatu yang bisa dilakukan manusia, dan orang tua tidak perlu menanamkan pemikiran seperti itu pada anak-anak mereka. Mereka akan melakukannya sendiri. Jika mereka tidak memiliki kemanusiaan, bahkan dalam kondisi yang tepat pun, mereka tidak akan melakukannya; jika mereka memang memiliki kemanusiaan dan memiliki kondisi yang tepat, mereka akan secara alami melakukannya. Oleh karena itu, orang tua tidak perlu menuntut, mendesak, atau menyalahkan anak-anak mereka mengenai apakah mereka berbakti atau tidak. Semua ini tidak perlu. Jika engkau dapat menikmati rasa bakti anak-anakmu, itu dianggap sebagai berkat. Jika engkau tidak dapat menikmatinya, itu tidak dianggap sebagai kerugianmu. Semuanya sudah ditakdirkan oleh Tuhan, bukan? Baiklah, mari kita akhiri persekutuan kita di sini untuk hari ini. Selamat tinggal!

27 Mei 2023

Sebelumnya: Cara Mengejar Kebenaran (18)

Selanjutnya: Cara Mengejar Kebenaran (20)

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini