Cara Mengejar Kebenaran (14)
Terakhir kali, kita mempersekutukan hal-hal yang berkaitan dengan keluarga di dalam topik yang lebih luas, yaitu tentang melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan orang. Bagian apakah dari topik tentang keluarga yang kita persekutukan? (Terakhir kali, Tuhan mempersekutukan beberapa pepatah yang berasal dari pembelajaran dan pembiasaan keluarga, seperti "Di antara tiga orang yang berjalan bersama, setidaknya ada seseorang yang dapat menjadi guruku", "Jika ingin terlihat bermartabat di depan orang lain, kau harus mau menderita di belakang mereka", "Sama seperti pagar membutuhkan topangan tiga pasak, manusia yang cakap membutuhkan dukungan tiga orang lainnya", "Wanita berhias untuk yang mengaguminya, pria berjuang untuk yang memahaminya", "Anak perempuan harus dibesarkan seperti anak orang kaya, dan anak laki-laki seperti anak orang miskin", "Orang tidak perlu memiliki IQ yang tinggi, melainkan hanya perlu memiliki EQ yang tinggi", "Ketika orang menabuh gong, dengarkan bunyinya; ketika orang berbicara, dengarkan suaranya", dan "Orang tua selalu benar". Totalnya, delapan pepatah inilah yang dibahas.) Kita bersekutu tentang melepaskan pembelajaran dan pembiasaan keluarga, yang pokok bahasannya mencakup pembelajaran dan pembiasaan serta didikan yang keluarga tanamkan dalam pemikiran orang. Pepatah-pepatah tertentu dipersekutukan secara mendetail, sementara pepatah lainnya hanya disebutkan secara singkat dan tidak dipersekutukan secara khusus. Keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan setiap individu. Keluarga adalah tempat orang menciptakan kenangan, bertumbuh, dan tempat berbagai pemikiran mereka mulai terbentuk. Cara orang bertindak, berperilaku, menangani segala sesuatu, berinteraksi dengan orang lain, menghadapi berbagai situasi, dan ketika menghadapi situasi-situasi tersebut, cara membuat penilaian dan dari sudut pandang serta pendirian apa mereka harus menangani hal-hal ini, dan sebagainya, entah pemikiran dan sudut pandang itu baru berupa pendahuluan atau sudah menjadi lebih konkret, semua ini kebanyakan didasarkan pada pembelajaran dan pembiasaan keluarga. Artinya, sebelum orang secara resmi terjun ke tengah masyarakat dan bergabung dalam kelompok sosial, tahap embrio dari pemikiran dan sudut pandang mereka semuanya berasal dari keluarga mereka. Oleh karena itu, keluarga sangatlah penting bagi setiap orang. Pentingnya keluarga lebih dari pentingnya pertumbuhan jasmani; yang lebih penting, sebelum orang terjun ke tengah masyarakat, di rumah, mereka belajar banyak pemikiran dan sudut pandang yang harus mereka terapkan dalam cara mereka menghadapi masyarakat, kelompok sosial, dan kehidupan masa depan mereka. Meskipun pemikiran dan sudut pandang ini tidak secara khusus atau akurat terdefinisikan saat seseorang tumbuh dewasa, berbagai pemikiran dan sudut pandang ini, serta berbagai metode, aturan, dan bahkan cara berinteraksi dengan orang lain ini, pada dasarnya dan terutama telah ditanamkan, dijadikan pengaruh, dan diindoktrinasikan dalam diri orang oleh orang tua mereka, oleh orang-orang yang lebih tua, atau anggota keluarga lainnya sebelum mereka terjun ke tengah masyarakat. Tindakan penanaman, memberi pengaruh, dan indoktrinasi ini dilakukan selama masa pertumbuhan orang di tengah keluarga mereka; itulah sebabnya keluarga sangatlah penting bagi setiap orang. Tentu saja, pentingnya keluarga hanya ditujukan pada taraf masuknya orang ke tengah masyarakat dan bergabungnya orang dengan kelompok sosial, serta masuknya orang ke dalam kehidupan dan keberadaan mereka sebagai orang dewasa—hanya terbatas pada tingkat kelangsungan hidup jasmani. Ini memperlihatkan betapa pentingnya pembelajaran dan pembiasaan keluarga bagi orang yang sedang memasuki masyarakat dan kehidupan sebagai orang dewasa. Artinya, ketika orang mencapai usia dewasa dan terjun ke tengah masyarakat, kebanyakan dari falsafah mereka tentang cara berinteraksi dengan orang lain berasal dari warisan orang tua dan pengaruh dari keluarga mereka. Dari sudut pandang ini, dapat juga dikatakan bahwa keluarga, sebagai unit masyarakat terkecil, adalah yang pertama dan yang terutama memainkan peran pembentukan dalam membentuk pemikiran orang serta berbagai metode dan prinsip tentang cara berinteraksi dengan orang lain, dan bahkan pandangan hidup mereka. Mengingat bahwa berbagai pemikiran, sudut pandang, cara berinteraksi dengan orang lain dan pandangan mengenai kelangsungan hidup ini bersifat negatif, tidak sesuai dengan kebenaran, tidak ada kaitannya dengan kebenaran, atau bahkan dapat dikatakan bertentangan dengan kebenaran, dan bukan berasal dari Tuhan, maka sangatlah perlu bagi orang untuk melepaskan pembelajaran dan pembiasaan dari keluarga mereka tersebut. Jika mempertimbangkan akibat pembelajaran dan pembiasaan keluarga, kita dapat melihat bahwa hal tersebut bertentangan dan tidak sesuai dengan kebenaran, menentang Tuhan, dan pada dasarnya, dapat dikatakan bahwa keluarga adalah tempat Iblis merusak manusia, menuntun manusia untuk menyangkal Tuhan, menentang-Nya, dan mengikuti jalan yang salah dalam hidup ini. Dari sudut pandang ini, dapatkah dikatakan bahwa sebagai unit masyarakat terkecil, keluarga adalah tempat orang pertama kali dirusak? Dari sudut pandang yang luas, dapat dikatakan bahwa Iblis dan tren-tren sosial merusak manusia, sedangkan dari sudut pandang yang spesifik, keluarga dapat dianggap sebagai tempat di mana orang pertama kali menerima perusakan dan pemikiran yang negatif, tren-tren jahat, dan sudut pandang Iblis. Secara lebih spesifik lagi, perusakan yang orang terima berasal dari orang tua mereka, orang-orang yang lebih tua, anggota keluarga lainnya, serta dari adat istiadat, nilai, tradisi, dan sebagainya, dari seluruh keluarga mereka. Dalam hal apa pun, keluarga adalah titik awal tempat orang mengalami perusakan, menerima pemikiran serta tren jahat Iblis, dan keluarga adalah tempat orang mulai menerima berbagai pemikiran yang rusak dan jahat selama tahun-tahun pertumbuhan mereka. Keluarga memainkan peran yang tidak dapat dimainkan baik oleh masyarakat secara keseluruhan, tren sosial, maupun Iblis dalam merusak manusia, karena keluargalah yang memperkenalkan kepada orang berbagai pemikiran dan sudut pandang dari tren sosial Iblis sebelum mereka terjun ke tengah masyarakat dan bergabung dengan kelompok-kelompok sosial. Seperti apa pun cara terbentuknya, keluarga adalah sumber utama pemikiran dan sudut pandangmu yang berasal dari Iblis. Oleh karena itu, untuk membantu orang melepaskan diri dari berbagai pemikiran dan sudut pandang yang keliru, sangatlah perlu bagi mereka untuk mengenali dan menganalisis bukan saja pemikiran dan sudut pandang keliru yang tersebar luas di tengah masyarakat tersebut, melainkan juga berbagai pemikiran dan sudut pandang, serta prinsip tentang cara berinteraksi dengan orang lain yang berasal dari pembelajaran dan pembiasaan keluarga. Keluarga itu sendiri adalah bagian dari masyarakat secara keseluruhan, keluarga bukanlah gereja atau rumah Tuhan, dan tentu saja bukanlah kerajaan surga. Keluarga hanyalah unit masyarakat terkecil yang tercipta di antara manusia yang rusak, dan unit terkecil ini juga dibentuk oleh manusia yang rusak. Oleh karena itu, jika orang ingin melepaskan diri mereka dari kekangan, belenggu, dan kesulitan akibat berbagai pemikiran dan sudut pandang yang keliru ini, mereka harus terlebih dahulu merenungkan, memahami, dan menganalisis berbagai pemikiran dan sudut pandang yang mereka terima dari pembelajaran dan pembiasaan keluarga, sampai mencapai titik di mana mereka mampu melepaskan semua itu. Ini adalah prinsip penerapan yang akurat untuk melepaskan pembelajaran dan pembiasaan keluarga.
Sebelumnya, kita telah mempersekutukan pembelajaran dan pembiasaan yang keluarga tanamkan dalam diri orang, yang berkaitan dengan hal-hal seperti pandangan hidup mereka, aturan untuk bertahan hidup, prinsip dan cara berperilaku dan berinteraksi dengan orang lain, serta beberapa aturan main tak tertulis ketika terjun ke tengah masyarakat. Apa saja pandangan hidup yang berkaitan dengan pokok bahasan ini? Sebagai contoh, "Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang", dan "Manusia membutuhkan harga dirinya seperti pohon membutuhkan kulitnya". Apa saja prinsip tentang cara berinteraksi dengan orang lain yang keluarga indoktrinasikan dalam diri orang? Contoh-contohnya mencakup: "Keharmonisan adalah harta karun; kesabaran adalah kecerdikan", dan "Kompromi akan membuat konflik jauh lebih mudah untuk diselesaikan". Apa lagi? ("Sama seperti pagar membutuhkan topangan tiga pasak, manusia yang cakap membutuhkan dukungan tiga orang lainnya", dan "Ketika orang menabuh gong, dengarkan bunyinya; ketika orang berbicara, dengarkan suaranya". Ini juga merupakan cara dan prinsip tentang cara berinteraksi dengan orang lain.) Apakah ada yang berupa aturan main sosial? Seperti misalnya, "Burung yang menjulurkan lehernya adalah burung yang tertembak"? (Ya.) "Orang yang banyak bicara, banyak melakukan kesalahan". Apa lagi? (Kuperlakukan dirimu sama seperti caramu memperlakukanku.) Itu juga salah satunya, tetapi terakhir kali, kita tidak mempersekutukannya. Selain itu, orang tuamu sering memberitahumu, "Di dunia ini, penilaianmu harus tajam, bicaramu harus manis, dan matamu harus tajam. Kau harus 'perhatikan baik-baik segala sesuatu yang terjadi di sekitarmu'. Jangan terlalu kaku dengan cara-caramu sendiri." Juga ada perkataan, "Memuji orang secara berlebihan hingga mencelakakan mereka, tanpa harus menanggung akibatnya", dan "Kau harus mengikuti arus di mana pun kau berada. Hukum tidak bisa ditegakkan jika semua orang adalah pelanggarnya. Jika ragu, ikuti saja apa yang semua orang lakukan". Semua ini adalah jenis aturan main. Lalu, ada pepatah yang berbunyi, "Wanita berhias untuk yang mengaguminya, pria berjuang untuk yang memahaminya", dan "Tidak ada wanita yang jelek, yang ada hanya wanita yang malas". Termasuk kategori apakah pepatah ini? Pepatah ini termasuk kategori kehidupan sehari-hari; pepatah ini memberitahumu cara untuk hidup dan cara untuk memperlakukan tubuh jasmanimu. Lalu, ada pepatah seperti. "Orang tua selalu benar", "Ibu adalah yang terbaik di dunia ini", "Induk harimau tidak akan melahirkan anak anjing", dan "Memberi makan tanpa mengajar adalah kesalahan ayah". Pepatah-pepatah ini ada kaitannya dengan pemikiran dan sudut pandang kasih sayang serta perasaan keluarga. Orang juga sering berkata, "Orang mati dianggap yang paling penting." Setelah orang mati, mereka menjadi orang hebat. Jika engkau ingin statusmu menjadi lebih tinggi, jika engkau ingin orang memuji dan menghormatimu, engkau harus mati. Setelah engkau mati, engkau akan menjadi orang hebat. "Orang mati dianggap yang paling penting." Bukankah cara berpikir ini sangat konyol? Mereka berkata, "Jangan katakan hal buruk tentang seseorang setelah orang itu meninggal. Orang mati dianggap yang paling penting. Tunjukkan rasa hormatmu!" Sebanyak apa pun hal buruk yang orang ini telah lakukan, dia menjadi orang hebat setelah dia mati. Bukankah ini memperlihatkan tidak adanya kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan yang jahat serta tidak adanya prinsip dalam cara orang berperilaku? (Ya.) "Orang tua selalu benar." Terakhir kali, kita telah mempersekutukan pepatah ini secara mendetail. Pepatah lain, seperti "Memberi makan tanpa mengajar adalah kesalahan ayah", dan "Induk harimau tidak akan melahirkan anak anjing", bukanlah bagian yang dipersekutukan, tetapi bukankah pepatah tersebut mudah untuk dipahami? Apakah pepatah "Memberi makan tanpa mengajar adalah kesalahan ayah" ini benar? Pepatah ini membuat didikan ayah tampak sangat penting. Menuju jalan seperti apakah seorang ayah mampu menuntun orang? Mampukah dia menuntunmu menuju jalan yang benar? Mampukah dia memimpinmu untuk menyembah Tuhan dan menjadi orang yang benar-benar baik? (Tidak.) Ayahmu memberitahumu, "Laki-laki tidak boleh gampang menangis", padahal engkau masih muda, dan engkau menangis ketika merasa diperlakukan tidak adil. Ayahmu menegurmu dengan berkata, "Tahan air matamu! Jadilah laki-laki sejati. Kau menangis karena hal-hal kecil, anak tidak berguna!" Setelah ini terjadi, engkau berpikir, "Aku tidak boleh menangis. Jika aku menangis, berarti aku tidak berguna." Engkau pun menahan air matamu, tidak berani menangis, dan diam-diam menangis di balik selimutmu pada malam hari. Sebagai laki-laki, engkau bahkan tidak berhak untuk mengungkapkan atau meluapkan emosimu secara alami; engkau bahkan tidak berhak memilih untuk menangis, engkau harus menahan tangismu setiap kali engkau merasa diperlakukan tidak adil. Inilah didikan yang kauterima dari ayahmu, dan inilah maksud sebenarnya dari pepatah "Memberi makan tanpa mengajar adalah kesalahan ayah". Ayahmu, ibumu, dan generasi yang lebih tua semuanya berpaut pada didikan ini dengan berkata, "Kau kan anak laki-laki, sedikit-sedikit menangis, kau menangis setiap kali merasa diperlakukan tidak adil, dan ketika kau dipukuli di luar rumah. Anak tidak berguna! Kalau mereka memukulmu, mengapa kau tidak balas memukul mereka? Kalau mereka memukulmu, jangan bermain lagi dengan mereka. Kalau kau bertemu lagi dengan mereka, jika kau yakin mampu menghajar mereka, balas saja; jika kau merasa tidak mampu, larilah. Lihatlah bagaimana Han Xin[a] menanggung penghinaan dengan dipaksa merangkak di antara kedua kaki seseorang. Dia tidak menangis; seperti itulah laki-laki sejati!" Dengan cara inilah para ayah mendidik putra mereka dan mengindoktrinasikan pemikiran tentang menjadi laki-laki sejati ke dalam diri mereka. Laki-laki tidak boleh membicarakan masalah mereka dan tidak boleh menangis; mereka harus menahannya. Katakan kepada-Ku, berapa banyak ketidakadilan yang harus ditanggung laki-laki? Di tengah masyarakat ini, laki-laki harus menafkahi keluarga, berbakti kepada orang tua, dan mereka tidak berani mengeluh betapa pun lelahnya mereka. Mereka bahkan tidak boleh meluapkan perasaan mereka betapa pun besarnya ketidakadilan yang telah mereka alami. Bukankah ini tidak adil bagi laki-laki? (Ya.) Ketika ayahmu mendidikmu seperti ini, bagaimana perasaanmu? Ketika sesekali engkau ingin menangis, apa yang ayahmu katakan? "Selama ini, aku adalah orang yang bijak dan sangat bersemangat untuk menjadi orang yang unggul di sepanjang hidupku. Bagaimana mungkin aku membesarkan orang lemah sepertimu? Ketika aku seusiamu, aku sudah menafkahi keluargaku seorang diri. Sedangkan kau, kau ini terlalu manja dan dimanjakan, kau anak yang tidak berguna!" Bagaimana perasaanmu? Orang tua dan kakek nenekmu mendidikmu dengan berkata: "Laki-laki adalah pilar keluarga. Mengapa kami menyokongmu? Mengapa kami menyekolahkanmu di universitas? Itu adalah agar kau membantu menafkahi keluarga, bukan agar kau menangis atau merasa diperlakukan tidak adil setiap kali terjadi sesuatu." Bagaimana perasaanmu ketika ayahmu dan orang-orang yang lebih tua mengatakan hal seperti ini? Apakah kau merasa diperlakukan tidak adil atau menerimanya dengan tenang? (Aku merasa depresi, aku merasa diperlakukan tidak adil.) Apakah engkau merasa tak punya pilihan selain menerimanya, atau engkau merasakan kebencian di dalam hatimu? (Aku merasakan kebencian, tetapi aku harus menerimanya.) Mengapa engkau menerimanya? (Karena aku merasa bahwa di lingkungan atau sistem sosial seperti ini, aku tidak punya pilihan.) Seperti inilah masyarakat memosisikan laki-laki. Mereka dilahirkan di lingkungan sosial semacam ini, dan tak seorang pun punya pilihan. Didikan yang kauterima dari ayahmu dan dari orang-orang yang lebih tua berasal dari masyarakat; setelah mereka menerima didikan ideologis ini, mereka kemudian mengindoktrinasikan pemikiran dari masyarakat ini ke dalam dirimu. Sebenarnya, ketika mereka menerima pemikiran dan sudut pandang ini selama tahun-tahun pertumbuhan mereka, mereka juga enggan menerimanya. Seiring bertambahnya usia, mereka mewariskan pemikiran ini ke generasi selanjutnya. Mereka tidak mempertimbangkan apakah generasi selanjutnya seharusnya menerima pemikiran dan sudut pandang ini atau tidak, atau apakah semua itu benar atau tidak, karena mereka sendiri dibesarkan dengan cara seperti itu. Mereka mengira bahwa orang sudah seharusnya hidup dengan cara seperti ini; tidak penting jika engkau diperlakukan tidak adil, yang penting, menerima pemikiran ini akan membantumu untuk memperoleh kedudukan yang stabil di tengah masyarakat dan tidak ditindas oleh orang lain. Mereka juga menanggung keluhan ini, dan merasa tertekan dan benci sama sepertimu, tetapi mengapa mereka tetap mewariskan pemikiran dan sudut pandang ini kepadamu? Salah satu alasannya adalah karena mereka tentu saja menerima berbagai pemikiran dan sudut pandang dari masyarakat yang memungkinkan mereka untuk meleburkan diri dengan tren-tren sosial, membantu mereka untuk memperoleh kedudukan yang stabil di tengah masyarakat. Semua orang mengikuti pemikiran dan sudut pandang ini sebagai pedoman dan standar bagi hidup mereka, tanpa seorang pun mempertanyakannya atau ingin melanggar ataupun meninggalkannya. Ini adalah salah satu alasannya, yaitu agar dapat bertahan hidup. Alasan lainnya, yaitu alasan utamanya, adalah karena orang tidak memiliki kemampuan untuk membedakan antara hal yang positif dan hal yang negatif. Mengapa demikian? Karena orang tidak memahami kebenaran, dan mereka tidak memiliki pemikiran serta sudut pandang yang benar mengenai cara bertahan hidup, cara berinteraksi dengan orang lain, atau jalan apa yang harus mereka tempuh. Agar dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat, diterima dan bertahan hidup di tengah masyarakat serta di kelompok sosial ini, orang harus secara aktif dan pasif menerima berbagai prinsip tentang cara berinteraksi dengan orang lain dan aturan main yang telah masyarakat tetapkan. Tujuan penyesuaian diri ini adalah agar orang memiliki kedudukan yang stabil di tengah masyarakat dan agar bisa bertahan hidup. Namun, karena orang tidak memahami kebenaran, mereka tidak punya pilihan selain memilih prinsip tentang cara berinteraksi dengan orang lain dan aturan main yang masyarakat tetapkan ini. Jadi, sebagai laki-laki, ketika ayahmu mengajarimu bahwa "Laki-laki tidak boleh gampang menangis", meskipun engkau merasa diperlakukan tidak adil dan ingin meluapkan rasa frustrasimu, engkau sama sekali tidak mampu membantah, juga tidak mampu mengetahui yang sebenarnya tentang perkataan tersebut. Pada akhirnya, alasanmu menerima perkataan ini di dalam hatimu adalah karena, "Meskipun perkataan ayahku agak kasar dan tidak enak didengar, dan meskipun menerima perkataan ini bertentangan dengan keinginanku, dia melakukan ini untuk kebaikanku sendiri, jadi aku harus menerimanya." Karena hati nurani mereka dan karena merasa harus berbakti sebagai anak, orang harus setuju dan menerima pemikiran dan sudut pandang ini. Entah dengan aspek mana pun keluarga menanamkan pembelajaran dan pembiasaan ini, orang selalu berada dalam keadaan seperti ini, terus-menerus diindoktrinasi melalui cara-cara ini hingga akhirnya mereka menerimanya sekalipun tidak ingin. Melalui proses penerimaan yang terus-menerus ini, pemikiran serta sudut pandang yang keliru dan negatif ini secara berangsur-angsur meresap di lubuk hati orang, atau secara perlahan dan terus-menerus menyusup ke dalam pemikiran serta sudut pandang mereka, menjadi berbagai landasan bagi cara mereka berperilaku dan berinteraksi dengan orang lain. Proses ini dapat dengan tepat digambarkan sebagai seseorang yang sedang mengalami perusakan, karena proses menerima pemikiran dan sudut pandang yang keliru juga merupakan proses perusakan. Jadi, siapakah orang yang rusak itu? Secara abstrak, mereka dirusak oleh Iblis, oleh tren-tren jahat; secara spesifik, mereka dirusak oleh keluarga mereka, dan secara lebih spesifik lagi, mereka dirusak oleh orang tua mereka. Jika Aku mengatakan hal-hal ini sepuluh tahun yang lalu, mungkin tak seorang pun di antaramu mampu menerimanya, dan engkau semua mungkin memusuhi-Ku. Namun kini, kebanyakan darimu mampu secara rasional menerima bahwa pernyataan ini benar adanya, dan "mengamininya", bukankah benar demikian? (Ya.) Mengapa pernyataan ini benar? Untuk memahaminya, orang harus secara berangsur memahaminya melalui pengalaman mereka. Makin spesifik dan mendalam pemahamanmu, dan makin pengalamanmu mencerminkan hal ini, engkau akan makin mampu setuju dengan pernyataan ini.
Pembelajaran dan pembiasaan keluarga kemungkinan besar mencakup lebih banyak aturan main tentang cara berperilaku dan berinteraksi dengan orang lain. Sebagai contoh, orang tua sering berkata, "Orang tidak boleh berniat mencelakakan orang lain, tetapi harus selalu bersikap waspada terhadap orang lain sebab mereka mungkin saja akan mencelakakan dirimu; engkau terlalu bodoh dan mudah percaya." Orang tua sering mengulang perkataan semacam ini, dan bahkan orang-orang yang lebih tua sering mengomelimu dengan berkata, "Jadilah orang yang baik, jangan mencelakakan orang lain, tetapi kau harus selalu bersikap waspada terhadap orang lain sebab mereka mungkin saja akan mencelakakan dirimu. Semua orang itu jahat. Engkau mungkin melihat ada seseorang yang di luarnya mengatakan hal-hal baik kepadamu, tetapi kau tidak tahu apa yang dia pikirkan. Hati manusia tersembunyi di balik kulitnya, dan ketika menggambar seekor macan, engkau menggambar kulitnya, tetapi sulit untuk menggambar tulang di bawah kulitnya; dalam mengenal seseorang, engkau mungkin mengenal wajahnya, tetapi tidak hatinya." Apakah ada sisi yang benar dalam ungkapan ini? Jika melihat masing-masing darinya secara harfiah, tidak ada yang salah dengan ungkapan semacam ini. Apa yang sebenarnya orang pikirkan di lubuk hatinya, apakah hatinya kejam atau baik, itu tidak dapat diketahui. Adalah mustahil untuk mengenal kedalaman jiwa seseorang. Makna di balik ungkapan-ungkapan ini seolah-olah benar, tetapi ini hanyalah semacam doktrin. Seperti apakah prinsip tentang cara berinteraksi dengan orang lain yang akhirnya orang peroleh dari kedua ungkapan ini? Prinsip yang orang peroleh adalah "Orang tidak boleh berniat mencelakakan orang lain, tetapi harus selalu bersikap waspada terhadap orang lain sebab mereka mungkin saja akan mencelakakan dirimu." Inilah yang dikatakan oleh generasi yang lebih tua. Orang tua dan orang-orang yang lebih tua sering mengatakan hal ini, dan mereka selalu menasihatimu dengan berkata, "Berhati-hatilah, jangan bodoh dan mengungkapkan semua yang ada dalam hatimu. Belajarlah untuk bersikap waspada dan menjaga dirimu sendiri. Bahkan terhadap sahabatmu, jangan ungkapkan dirimu yang sebenarnya atau menceritakan isi hatimu. Jangan pertaruhkan hidupmu dengan mengatakannya kepada mereka." Apakah nasihat dari orang tuamu ini benar? (Tidak, karena itu mengajarkan orang cara-cara yang menipu.) Secara teori, nasihat tersebut memiliki tujuan utama yang baik: untuk melindungimu, menghindarkanmu agar tidak terjerumus dalam keadaan berbahaya, melindungimu agar tidak dicelakakan atau ditipu orang lain, melindungi kepentingan jasmanimu, keselamatan pribadimu, dan hidupmu. Tujuannya adalah agar engkau terhindar dari masalah, tuntutan hukum, dan pencobaan, serta memungkinkanmu untuk hidup dengan damai, lancar, dan bahagia setiap harinya. Tujuan utama orang tua dan orang-orang yang lebih tua hanyalah untuk melindungimu. Namun, cara mereka melindungimu, prinsip yang mereka sarankan untuk kauikuti, dan pemikiran yang mereka indoktrinasikan dalam dirimu sama sekali tidak benar. Sekalipun tujuan utama mereka benar, pemikiran yang mereka indoktrinasikan dalam dirimu tanpa sadar menuntunmu untuk bertindak berlebihan. Pemikiran yang mereka indoktrinasikan dalam dirimu menjadi prinsip dan landasan dalam caramu berinteraksi dengan orang lain. Ketika berinteraksi dengan teman sekelasmu, kolega, rekan kerja, atasan, semua jenis orang di tengah masyarakat, dan dengan orang-orang dari semua lapisan masyarakat, pemikiran protektif yang orang tuamu indoktrinasikan ini tanpa sadar telah menjadi jimat dan prinsipmu yang paling dasar setiap kali engkau menghadapi hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antar pribadi. Prinsip apakah ini? Yaitu: aku tidak akan mencelakakanmu, tetapi aku harus selalu bersikap waspada terhadapmu agar jangan sampai aku ditipu dan dicurangi olehmu, jangan sampai aku mendapat masalah atau tuntutan hukum, jangan sampai kekayaan keluargaku ludes dan anggota keluargaku kehilangan nyawa, dan jangan sampai aku akhirnya masuk penjara. Hidup di bawah kendali pemikiran dan sudut pandang seperti itu, hidup di tengah kelompok sosial ini dengan sikap seperti ini dalam berinteraksi dengan orang lain, engkau hanya menjadi makin tertekan, makin lelah, dan makin letih, baik pikiran maupun tubuhmu. Selanjutnya, engkau menjadi makin menentang dan muak akan manusia dan dunia ini, makin membenci mereka. Saat membenci orang lain, engkau juga mulai menganggap dirimu makin tidak berarti, merasa engkau tidak menjalani kehidupan layaknya manusia, tetapi sebaliknya, engkau menjalani kehidupan yang melelahkan dan depresi. Agar engkau tidak dicelakakan orang lain, engkau harus selalu bersikap waspada, melakukan dan mengatakan hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginanmu. Dalam upayamu melindungi kepentinganmu sendiri dan keselamatan pribadimu, engkau mengenakan topeng kepalsuan dalam setiap aspek kehidupanmu dan menyamarkan dirimu, tidak pernah berani mengatakan yang sebenarnya. Dalam keadaan ini, dalam keadaan bertahan hidup ini, batinmu tidak dapat menemukan kelepasan atau kebebasan. Engkau sering membutuhkan seseorang yang tidak akan mencelakakan dirimu dan yang tidak akan pernah mengancam kepentinganmu, seseorang yang kepadanya engkau dapat membagikan pikiran terdalammu dan meluapkan rasa frustrasimu, tanpa perlu bertanggung jawab atas perkataanmu, tanpa takut dia akan mengejek, menghina, dan mencemooh dirimu, atau tanpa takut akan akibat apa pun. Dalam keadaan di mana pemikiran dan sudut pandang bahwa "Orang tidak boleh berniat mencelakakan orang lain, tetapi harus selalu bersikap waspada terhadap orang lain sebab mereka mungkin saja akan mencelakakan dirimu" menjadi prinsipmu dalam berinteraksi dengan orang lain, batinmu dipenuhi dengan ketakutan dan perasaan tidak aman. Tentu saja, engkau merasa depresi, tak mampu menemukan kebebasan, dan engkau membutuhkan seseorang untuk menghiburmu, seseorang untuk menjadi tempatmu mencurahkan isi hati. Jadi, dinilai dari aspek-aspek ini, meskipun prinsip tentang cara berinteraksi dengan orang lain yang orang tuamu ajarkan, yakni "Orang tidak boleh berniat mencelakakan orang lain, tetapi harus selalu bersikap waspada terhadap orang lain sebab mereka mungkin saja akan mencelakakan dirimu", mampu melindungimu, prinsip ini juga merupakan pedang bermata dua. Sementara prinsip ini melindungi kepentingan jasmani dan keselamatan pribadimu hingga taraf tertentu, prinsip ini juga membuatmu merasa depresi dan sengsara, tidak mampu merasa lega, bahkan membuatmu makin membenci manusia dan dunia ini. Pada saat yang sama, di lubuk hatimu, engkau juga mulai sedikit merasa muak karena terlahir di zaman yang jahat seperti ini, di antara sekelompok orang yang sedemikian jahatnya. Engkau tidak mampu memahami mengapa orang harus hidup, mengapa hidup begitu melelahkan, mengapa mereka harus mengenakan topeng dan menyamarkan diri ke mana pun mereka pergi, atau mengapa engkau harus selalu bersikap waspada terhadap orang lain demi kepentinganmu sendiri. Engkau ingin dapat mengatakan yang sebenarnya, tetapi engkau tidak bisa melakukannya karena takut akan akibatnya. Engkau ingin menjadi orang yang apa adanya, berbicara dan berperilaku secara terbuka, dan menghindarkan dirimu agar tidak menjadi orang yang hina atau orang yang diam-diam melakukan kejahatan dan hal memalukan, hidup terpisah dalam kegelapan, tetapi engkau tidak dapat melakukan satu pun dari hal-hal ini. Mengapa engkau tidak mampu hidup dengan jujur? Saat merenungkan tindakanmu di masa lalu, engkau merasa sedikit jijik. Engkau benci dan muak akan tren jahat ini serta dunia yang jahat ini, dan di saat yang sama, engkau juga sangat membenci dirimu sendiri serta memandang rendah dirimu yang telah menjadi orang semacam ini. Namun, tidak ada yang dapat kaulakukan. Meskipun orang tuamu, melalui perkataan dan tindakan mereka, mewariskan jimat ini kepadamu, itu tetap membuatmu merasa bahwa tidak ada kebahagiaan atau rasa aman di dalam hidupmu. Ketika engkau merasakan tidak adanya kebahagiaan, rasa aman, integritas, dan martabat, engkau mendapati dirimu berterima kasih kepada orang tuamu karena memberimu jimat ini, tetapi engkau juga membenci belenggu yang mereka ikatkan pada dirimu. Engkau tidak mengerti mengapa orang tuamu menyuruhmu untuk berperilaku dengan cara seperti ini, mengapa engkau harus berperilaku seperti ini agar dapat memperoleh kedudukan yang stabil di tengah masyarakat, agar dapat melebur dalam kelompok sosial ini, dan melindungi dirimu sendiri. Meskipun itu adalah semacam jimat, itu juga merupakan semacam belenggu yang membuatmu merasakan cinta sekaligus kebencian di dalam hatimu. Namun, apa yang dapat kaulakukan? Engkau tidak memiliki jalan yang benar dalam hidup ini, tak seorang pun memberitahumu cara untuk menjalani hidup atau cara untuk menangani hal-hal yang terjadi dalam hidupmu, dan tak seorang pun memberitahumu apakah yang kaulakukan itu benar atau salah, atau bagaimana engkau harus menempuh jalan yang terbentang di depanmu. Engkau hanya bisa menjalani hidupmu dengan kebingungan, kebimbangan, penderitaan, dan kegelisahan. Inilah akibat dari falsafah tentang cara berinteraksi dengan orang lain yang orang tua dan keluarga indoktrinasikan dalam dirimu, yang membuatmu tak mampu mewujudkan keinginanmu yang paling sederhana untuk menjadi orang yang apa adanya, yaitu keinginanmu untuk mampu berperilaku dengan jujur, tanpa menggunakan cara-cara semacam itu dalam berinteraksi dengan orang lain. Engkau hanya dapat hidup dengan cara yang hina, berkompromi dan hidup demi reputasimu, membuat dirimu menjadi orang yang sangat keras dalam berwaspada terhadap orang lain, berpura-pura keras, tinggi, dan kuat, berkuasa dan luar biasa agar jangan sampai orang menindas dirimu. Engkau hanya dapat hidup seperti ini berlawanan dengan keinginanmu, yang membuatmu membenci dirimu sendiri, tetapi engkau tidak punya pilihan. Karena engkau tidak memiliki kemampuan atau jalan untuk melepaskan cara dan strategi untuk berinteraksi dengan orang lain ini, engkau hanya dapat membiarkan dirimu dimanipulasi oleh pemikiran yang ditanamkan dalam dirimu oleh keluarga dan orang tuamu. Orang dibodohi dan dikendalikan oleh pemikiran yang diindoktrinasikan oleh keluarga dan orang tua mereka selama proses yang tidak mereka sadari ini, karena mereka tidak memahami kebenaran atau bagaimana mereka seharusnya hidup, sehingga mereka hanya dapat menerimanya begitu saja. Sekalipun hati nurani mereka masih memiliki sedikit perasaan, atau mereka bahkan memiliki sedikit keinginan untuk hidup serupa dengan manusia, untuk bergaul dan bersaing secara adil dengan orang lain, apa pun keinginan mereka, mereka tidak dapat melepaskan diri dari pembelajaran dan pembiasaan serta kendali berbagai pemikiran dan sudut pandang yang berasal dari keluarga mereka, dan pada akhirnya, mereka hanya dapat kembali pada pemikiran dan sudut pandang yang keluarga mereka tanamkan dalam diri mereka bahwa "Orang tidak boleh berniat mencelakakan orang lain, tetapi harus selalu bersikap waspada terhadap orang lain sebab mereka mungkin saja akan mencelakakan dirimu", karena tidak ada jalan lain yang dapat mereka tempuh. Mereka tidak punya pilihan. Semua ini disebabkan karena orang tidak memahami kebenaran dan tidak mampu memperoleh kebenaran. Tentu saja, orang tua juga memberitahumu bahwa, "Ketika menggambar seekor macan, engkau menggambar kulitnya, tetapi sulit untuk menggambar tulang di bawah kulitnya; dalam mengenal seseorang, engkau mungkin mengenal wajahnya, tetapi tidak hatinya"; mereka memberitahumu tentang seni untuk bersikap waspada terhadap orang lain, dan menyuruhmu untuk melakukannya karena semua orang itu licik; engkau akan mudah ditipu jika tidak mampu mengetahui diri orang yang sebenarnya, pikiran mereka mungkin tidak sama dengan penampilan luar mereka, orang mungkin di luarnya terlihat adil dan baik hati, tetapi hatinya sama berbisanya dengan ular atau kalajengking; atau orang di luarnya mungkin berbicara tentang kebajikan, keadilan, kesopanan, kebijaksanaan, dan kepercayaan, mengatakan semua hal yang benar, ucapan mereka penuh dengan keadilan dan moralitas, tetapi di lubuk hati dan jiwa mereka sangat kotor, tercela, rendah, dan jahat. Oleh karena itu, engkau hanya dapat memperlakukan dan berinteraksi dengan orang lain berdasarkan pemikiran dan sudut pandang yang orang tuamu indoktrinasikan dalam dirimu.
"Orang tidak boleh berniat mencelakakan orang lain, tetapi harus selalu bersikap waspada terhadap orang lain sebab mereka mungkin saja akan mencelakakan dirimu", dan "Ketika menggambar seekor macan, engkau menggambar kulitnya, tetapi sulit untuk menggambar tulang di bawah kulitnya; dalam mengenal seseorang, engkau mungkin mengenal wajahnya, tetapi tidak hatinya" adalah prinsip paling dasar tentang cara berinteraksi dengan orang lain yang orang tua indoktrinasikan dalam dirimu, serta standar paling mendasar tentang cara memandang orang dan bersikap waspada terhadap mereka. Tujuan utama orang tua adalah untuk melindungimu dan membantumu untuk melindungi dirimu sendiri. Namun, dari sudut pandang lain, perkataan, pemikiran, dan sudut pandang ini mungkin akan membuatmu makin merasa bahwa dunia ini berbahaya dan bahwa orang-orang tidak dapat dipercaya, membuatmu sama sekali tidak memiliki perasaan positif terhadap orang lain. Namun, bagaimana engkau dapat mengetahui diri orang yang sebenarnya dan memandang orang lain? Orang seperti apa yang dengannya engkau dapat bergaul, dan seperti apa seharusnya hubungan yang benar di antara orang-orang? Bagaimana seharusnya orang berinteraksi dengan orang lain berdasarkan prinsip, dan bagaimana orang dapat berinteraksi dengan adil serta harmonis dengan orang lain? Orang tua tidak tahu apa pun tentang hal-hal ini. Mereka hanya tahu bagaimana menggunakan tipu muslihat, rencana licik, dan berbagai aturan main serta strategi berinteraksi dengan orang lain untuk bersikap waspada terhadap orang-orang, dan untuk memanfaatkan serta mengendalikan orang lain, agar dapat melindungi diri mereka sendiri sehingga tidak dicelakakan orang lain, sebanyak apa pun mereka sendiri mencelakakan orang lain. Sementara mengajarkan pemikiran dan sudut pandang ini kepada anak-anak mereka, hal-hal yang orang tua indoktrinasikan dalam diri mereka hanyalah strategi tertentu tentang cara berinteraksi dengan orang lain. Semua itu tidak lebih dari strategi. Apa sajakah yang termasuk dalam strategi tersebut? Segala macam tipu muslihat, aturan main, cara menyenangkan orang lain, cara melindungi kepentingan sendiri, dan cara memaksimalkan keuntungan pribadi. Apakah prinsip-prinsip ini merupakan kebenaran? (Bukan.) Apakah semua ini adalah jalan yang benar untuk orang tempuh? (Bukan.) Tak satu pun darinya merupakan jalan yang benar. Jadi, apa esensi dari pemikiran yang orang tuamu tanamkan dalam dirimu ini? Semua itu tidak sesuai dengan kebenaran, bukan merupakan jalan yang benar, dan bukan hal yang positif. Lalu, apakah hal-hal tersebut? (Hal-hal tersebut seluruhnya adalah falsafah Iblis yang merusak kami.) Jika melihat akibatnya, semua itu merusak manusia. Jadi, apa esensi dari pemikiran ini? Seperti misalnya "Orang tidak boleh berniat mencelakakan orang lain, tetapi harus selalu bersikap waspada terhadap orang lain sebab mereka mungkin saja akan mencelakakan dirimu"—apakah ini merupakan prinsip yang benar dalam berinteraksi dengan orang lain? (Tidak, ini sepenuhnya hal negatif yang berasal dari Iblis.) Ini adalah hal-hal negatif yang berasal dari Iblis. Jadi, apa natur dan esensi hal ini? Bukankah ini adalah tipu muslihat? Bukankah ini adalah strategi? Bukankah ini adalah taktik untuk membujuk orang lain agar mau memberi dukungan? (Ya.) Ini bukanlah prinsip penerapan untuk masuk ke dalam kebenaran, ataupun prinsip dan arah positif yang Tuhan ajarkan kepada manusia tentang bagaimana cara berperilaku; ini adalah strategi tentang cara berinteraksi dengan orang lain, ini adalah tipu muslihat. Terlebih lagi, apakah natur dari ungkapan seperti "Ketika menggambar seekor macan, engkau menggambar kulitnya, tetapi sulit untuk menggambar tulang di bawah kulitnya; dalam mengenal seseorang, engkau mungkin mengenal wajahnya, tetapi tidak hatinya" juga sama? (Ya.) Bukankah ungkapan-ungkapan ini menyuruhmu untuk menjadi licik, tidak apa adanya, tidak berterus terang, ataupun tidak jujur, untuk menjadi sulit ditebak, dan membuat orang lain kesulitan untuk mengetahui dirimu yang sebenarnya? Bukankah prinsip spesifik tentang cara berinteraksi dengan orang lain, yang ditanamkan dalam dirimu melalui pemikiran dan sudut pandang ini, menganjurkanmu untuk menggunakan strategi ketika berinteraksi dengan orang lain, untuk belajar cara membujuk orang lain agar mendukungmu, dan untuk mempelajari aturan main yang beredar di kalangan masyarakat di setiap zaman? (Ya.) Ada orang-orang yang berkata, "Orang tua memberitahukan ungkapan-ungkapan ini kepada orang-orang untuk mengajarkan mereka bersikap waspada terhadap orang lain dan belajar cara memandang orang." Apakah mereka memberitahumu cara memandang orang lain? Mereka tidak memberitahumu cara memandang orang lain, mereka tidak menyuruhmu untuk memperlakukan berbagai orang berdasarkan prinsip yang benar, tetapi menggunakan tipu muslihat dan rencana licik yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan dan strategi dalam menghadapi berbagai orang. Sebagai contoh, bos atau atasanmu adalah orang jahat dan seorang penggoda wanita. Engkau berpikir, "Atasanku di luarnya tampak terhormat, dia tampak jujur, tetapi di balik semua itu, dia sebenarnya adalah seorang penggoda wanita. Seberengsek itulah jiwanya yang sebenarnya. Kalau begitu, aku akan memenuhi kesukaan atasanku, mencari wanita mana yang terlihat cantik, mendekatinya, dan memperkenalkannya kepada atasanku untuk menyenangkannya." Apakah ini adalah strategi untuk berinteraksi dengan orang lain? (Ya.) Sebagai contoh, ketika engkau bertemu seseorang yang bernilai untuk kaumanfaatkan dan kauanggap layak untuk diajak berinteraksi, tetapi dia bukanlah orang yang mudah untuk dimanfaatkan, engkau berpikir, "Aku harus mengucapkan perkataan yang menyanjungnya, mengatakan apa pun yang ingin didengarnya." Jika orang itu berkata, "Cuaca hari ini bagus." Engkau akan berkata, "Cuaca hari ini sangat bagus, besok juga cuaca akan bagus." Jika dia berkata, "Cuaca hari ini sangat dingin." Engkau berkata, "Benar, cuaca dingin. Mengapa kau tidak mengenakan pakaian yang lebih hangat? Mantelku hangat, silakan kenakan saja mantelku." Begitu orang itu menguap, engkau segera memberinya bantal; saat dia mengeluarkan botol obat, engkau segera menuangkan air untuknya; ketika dia duduk setelah makan, engkau segera menyeduhkan teh untuknya. Bukankah ini adalah strategi untuk berinteraksi dengan orang lain? (Ya.) Ini adalah strategi untuk berinteraksi dengan orang lain. Mengapa engkau mampu menggunakan strategi ini? Mengapa engkau ingin menjilat orang itu? Jika engkau tidak membutuhkan orang itu dan dia tidak menguntungkan bagimu, akankah engkau memperlakukannya seperti ini? (Tidak.) Tidak, ini sama seperti apa yang cenderung orang katakan, "Jangan pernah bangun pagi kecuali ada untungnya." Ini seperti membawa sebotol air ke kebun sayuran—engkau hanya menyirami yang berguna. Engkau secara aktif menjilat orang yang ada gunanya bagimu. Begitu orang itu mundur atau diberhentikan dari jabatannya, antusiasmemu terhadapnya langsung padam, dan engkau pun mengabaikannya. Ketika dia meneleponmu, engkau mematikan teleponmu atau berpura-pura bahwa saluranmu sibuk dan tidak menjawabnya. Ketika engkau bertemu dengannya, dia menyapamu dan berkata, "Cuaca hari ini bagus." Engkau mengabaikannya dengan berkata, "Oh, iya. Sampai jumpa. Kita ngobrol lagi nanti kalau sempat, ya. Kapan-kapan aku akan mentraktirmu." Janji-janji kosong, dan setelah itu engkau mengabaikannya, tidak menghubunginya, dan bahkan memblokirnya. Berbagai pemikiran dan sudut pandang yang orang tua tanamkan dalam diri orang membentuk dinding pelindung tak kasatmata di hati mereka. Pada saat yang sama, mereka juga menanamkan cara-cara dasar tertentu untuk berinteraksi dengan orang lain atau untuk bertahan hidup, mengajari orang cara untuk memanipulasi kedua belah pihak yang berlawanan demi keuntungan pribadi dan cara untuk melebur dalam kelompok sosial, cara untuk memiliki kedudukan yang stabil di tengah masyarakat, dan cara agar tidak ditindas di tengah sekelompok orang. Meskipun, sebelum engkau terjun ke tengah masyarakat, orang tuamu tidak secara khusus membimbingmu tentang cara menangani situasi khusus, pembelajaran dan pembiasaan orang tua atau keluarga dalam hal cara dan prinsip untuk berinteraksi dengan orang lain ini telah memberimu pandangan dan prinsip dasar dalam caramu berinteraksi dengan orang lain. Apa sajakah pandangan dan prinsip dasar tentang cara berinteraksi dengan orang lain ini? Mereka mengajarimu cara untuk mengenakan topeng setiap kali engkau berinteraksi dengan orang-orang, cara untuk hidup dengan mengenakan topeng di setiap kelompok sosial, dan pada akhirnya cara untuk mencapai tujuan, yakni menjaga agar ketenaran dan keuntunganmu tidak dirugikan, dan sekaligus cara untuk memperoleh ketenaran serta keuntungan yang kauinginkan, atau memperoleh jaminan dasar akan keselamatan pribadimu. Dari pemikiran, sudut pandang dan berbagai strategi untuk berinteraksi dengan orang lain yang orang tuamu tanamkan dalam dirimu, dapat dilihat bahwa orang tuamu selama ini tidak mengajarimu cara untuk menjadi orang yang lebih bermartabat, cara untuk menjadi orang yang apa adanya, cara untuk menjadi makhluk hidup yang baik, atau cara untuk menjadi orang yang memiliki kebenaran. Sebaliknya, mereka memberitahumu cara untuk menipu orang lain, cara untuk berwaspada terhadap orang lain, cara untuk menggunakan strategi dalam berinteraksi dengan berbagai orang, serta seperti apa hati orang dan seperti apa manusia. Dengan memiliki pemikiran dan sudut pandang yang orang tuamu tanamkan ini, batinmu terus-menerus menjadi makin jahat, dan engkau menjadi makin tidak suka terhadap orang lain. Di dalam hatimu yang masih muda, bahkan sebelum engkau memiliki strategi apa pun untuk berinteraksi dengan orang lain, engkau sudah memiliki definisi tentang manusia yang dasar dan dangkal, serta prinsip yang dasar dan dangkal tentang cara berinteraksi dengan orang lain. Jadi, apa peran orang tuamu dalam caramu berinteraksi dengan orang lain? Mereka tidak diragukan lagi telah berperan menuntunmu ke jalan yang salah; mereka tidak menuntunmu untuk menempuh jalan yang benar, atau membimbingmu menuju jalan hidup manusia yang benar dengan cara yang positif dan proaktif, tetapi sebaliknya, mereka justru menyesatkanmu.
Selain menanamkan pembelajaran dan pembiasaan dalam diri mereka dengan menggunakan pepatah seperti "Laki-laki tidak boleh gampang menangis", orang tua juga sering memberi tahu anak laki-laki mereka: "'Ayam yang pintar tidak berkelahi dengan anjing; pria yang baik tidak berdebat dengan wanita'; jangan bermain atau berdebat dengan anak perempuan; jangan berperilaku seburuk mereka; mereka anak perempuan, dan engkau harus bersikap lunak terhadap mereka." Mengapa engkau harus bersikap lunak terhadap mereka? Jika mereka berbuat salah, engkau tidak boleh bersikap lunak terhadap mereka atau memanjakan mereka. Pria dan wanita adalah setara. Mereka dilahirkan dan dibesarkan oleh ayah dan ibu sama sepertimu, jadi mengapa engkau harus bersikap lunak terhadap mereka? Hanya karena mereka wanita? Mereka harus dihukum jika berbuat salah, dididik mengenainya, mengakui kesalahan mereka, meminta maaf, memahami kesalahan yang telah mereka lakukan, dan tidak boleh mengulang kesalahan yang sama ketika kelak mereka menghadapi masalah serupa. Engkau harus belajar bagaimana membantu mereka, bukannya mengikuti prinsip "Pria yang baik tidak berdebat dengan wanita" yang orang tuamu ajarkan kepadamu dalam menghadapi situasi tersebut. Semua orang kadang kala melakukan kesalahan, baik pria maupun wanita. Ketika melakukan kesalahan, mereka harus mengakuinya dan tidak lagi melakukannya. Baik pria maupun wanita harus menempuh jalan yang benar dan hidup dengan bermartabat, bukannya mematuhi apa yang orang tua mereka katakan: "Ayam yang pintar tidak berkelahi dengan anjing; pria yang baik tidak berdebat dengan wanita." Pria yang baik tidak memperlihatkan dirinya baik dengan tidak berdebat dengan wanita, atau dengan tidak berperilaku seburuk mereka. Orang tua sering berkata: "Para wanita itu berwawasan sempit, luasnya wawasan mereka tidak lebih panjang dari rambut mereka. Mereka tidak punya prospek, jangan seperti mereka, jangan menganggap mereka serius atau memperhatikan mereka." Apa maksudmu "jangan memperhatikan mereka"? Masalah prinsip harus dijelaskan dan diuraikan dengan jelas. Siapa yang melakukan kesalahan, siapa yang mengatakan hal yang positif atau negatif, siapa yang tepat dalam membahas tentang jalan. Hal-hal yang berkaitan dengan prinsip, jalan, dan cara berperilaku harus dijelaskan. Jangan mengaburkan batas antara yang benar dan yang salah; bahkan terhadap wanita, engkau harus menjelaskan semuanya. Jika engkau benar-benar memikirkan dirinya, engkau harus memberitahukan kepadanya kebenaran yang seharusnya orang pahami, membantunya untuk menempuh jalan yang benar, jangan memanjakannya, dan jangan menghindarkan dirimu bersikap serius kepadanya atau menjelaskan segala sesuatunya hanya karena dia seorang wanita. Wanita juga harus hidup bermartabat dan tidak boleh memanjakan diri atau tidak mau bersikap masuk akal hanya karena para pria bersikap penuh kompromi terhadap mereka. Pria dan wanita berbeda hanya dari segi fisiologi mereka, tetapi di mata Tuhan, identitas dan status mereka sama. Keduanya adalah makhluk ciptaan, dan selain perbedaan jenis kelamin, tidak ada banyak perbedaan di antara mereka. Mereka sama-sama mengalami perusakan dan sama-sama memiliki prinsip bagi cara mereka berperilaku. Standar tuntutan Tuhan sama persis baik terhadap pria maupun wanita, tanpa ada perbedaan. Jadi, apakah ajaran orang tua bahwa "Pria yang baik tidak berdebat dengan wanita" dapat dibenarkan? (Tidak.) Lalu, bagaimana cara yang benar dalam memperlakukan wanita? Ini bukan tentang berdebat, melainkan engkau harus memperlakukan mereka sesuai dengan prinsip. Apa maksud orang tua mengucapkan pernyataan seperti itu? Bukankah itu berarti bahwa mereka menganggap anak laki-laki lebih baik daripada anak perempuan? Mereka seolah-olah berkata, "Para wanita itu berwawasan sempit, luasnya wawasan mereka tidak lebih panjang dari rambut mereka. Mereka naif, kecerdasan mereka dapat diabaikan. Untuk apa berunding dengan mereka? Mereka tidak akan mengerti. Seperti kata pepatah, 'Wanita berparas cantik biasanya berotak tumpul, mereka berwawasan sempit, luasnya wawasan mereka tidak lebih panjang dari rambut mereka.' Untuk apa memedulikan mereka atau bersikap serius terhadap mereka?" Apakah wanita bukan manusia? Apakah Tuhan tidak menyelamatkan wanita? Apakah Dia tidak menyampaikan kebenaran kepada mereka, atau tidak mengaruniakan hidup kepada mereka? Apakah benar demikian? (Tidak.) Jika Tuhan tidak melakukan ini, jika Dia bersikap adil terhadap wanita, lalu bagaimana seharusnya sikapmu? Perlakukan wanita berdasarkan prinsip yang Tuhan ajarkan kepadamu; jangan menerima pemikiran orang tuamu atau cenderung bersikap chauvinistik yang menganggap prialah yang terunggul. Meskipun tulang dan ototmu mungkin sedikit lebih kuat daripada wanita, tubuh dan kekuatan fisikmu mungkin lebih besar, dan engkau mungkin mengonsumsi lebih banyak makanan, engkau tidak ada bedanya dengan wanita dalam hal watak rusakmu, pemberontakanmu, dan sampai sejauh mana engkau tidak mampu memahami kebenaran. Keterampilan hidup yang kaukuasai mungkin berbeda dari wanita: engkau ahli dalam bidang elektronik dan permesinan, sedangkan wanita pandai menyulam, menjahit, dan menambal pakaian. Dapatkah engkau melakukan hal-hal tersebut? Meskipun pria adalah pembuat bangunan yang mahir, wanita unggul dalam perawatan kecantikan. Meskipun pria mampu mengoperasikan berbagai mesin dan peralatan, wanita juga tidak kekurangan keahlian. Dalam hal apa sebenarnya wanita kurang dibandingkan pria? Semua perbandingan semacam ini tidak ada gunanya. Yang penting di sini adalah engkau harus melepaskan paham chauvinismemu. Jangan menerima pemikiran seperti "Pria yang baik tidak berdebat dengan wanita"; hal-hal yang orang tuamu katakan bukanlah kebenaran, semua itu merugikanmu. Jangan pernah mengatakan hal-hal yang merendahkan wanita seperti ini. Ini jelas bertentangan dengan nalar dan kepatutan. Apa masalahnya jika orang tidak menghormati wanita? Apakah orang yang melakukan hal-hal seperti ini bahkan memiliki kemanusiaan? (Tidak.) Mereka tidak memiliki kemanusiaan sama sekali. Jika engkau tidak menghormati wanita, ingatlah bahwa ibumu, kedua nenekmu, dan saudari-saudarimu semuanya adalah wanita. Relakah mereka menerima sikap yang tidak hormat seperti itu? Ada ibu tertentu yang bahkan memberi tahu putra mereka, "Pria yang baik tidak berdebat dengan wanita." Bukankah ibu semacam ini bodoh? Ibu semacam ini bodoh, dan sebagai wanita, mereka merendahkan nilai mereka sendiri; jelas bahwa mereka adalah orang-orang bingung yang tidak mengerti apa yang mereka katakan. Pernyataan "Pria yang baik tidak berdebat dengan wanita" jelas-jelas bertentangan dengan nalar dan kepatutan. Tuhan tidak pernah mendefinisikan wanita dengan cara seperti ini, dan Dia juga tidak pernah memperingatkan pria dengan berkata, "Wanita itu rapuh, mereka berwawasan sempit, luasnya wawasan mereka tidak lebih panjang dari rambut mereka, dan mereka tidak berakal sehat. Jangan berdebat dengan mereka. Sekalipun engkau melakukannya, engkau tidak akan mampu menerangkan segala sesuatunya dengan jelas. Dalam segala hal, bersikaplah memaafkan dan menyesuaikan diri, jangan bersikap serius terhadap mereka; pria haruslah berpikiran luas dan merangkul semua orang." Pernahkah Tuhan mengatakan hal seperti ini? (Tidak.) Karena Tuhan tidak pernah mengatakan hal seperti ini, janganlah engkau melakukannya atau jangan memandang wanita dengan sudut pandang seperti itu. Ini adalah diskriminasi dan sikap yang tidak hormat terhadap wanita. Engkau dapat melengkapi kekurangan wanita dengan menggunakan keterampilan yang kaumiliki, tetapi engkau juga membutuhkan mereka untuk melakukan hal yang sama, yaitu melengkapi kekuranganmu dalam keterampilan tertentu. Saling bergantung dan saling melengkapi adalah sudut pandang yang benar. Mengapa ini adalah sudut pandang yang benar? Karena kelebihan pria dan wanita ditentukan oleh Tuhan. Dengan pemikiran dan sudut pandang apa engkau seharusnya memperlakukan fakta bahwa kelebihan pria dan wanita ditentukan oleh Tuhan? Engkau harus saling melengkapi. Inilah prinsip penerapannya. Pria tidak boleh mendiskriminasi wanita, dan wanita tidak boleh secara berlebihan menghormati pria dengan berpikir, "Akhirnya, kita memiliki seorang saudara di gereja kita, yang akan menjadi penopang kekuatan bagi kita. Sekarang gereja kita sudah lengkap, ada seseorang yang akan mendukung kita dan menangani segala sesuatu mewakili kita, yang akan memimpin kita." Apakah engkau merasa dirimu lebih rendah? Apakah imanmu hanya kautempatkan pada pria? Jika gereja hanya terdiri dari para saudari, apakah itu berarti engkau tidak lagi beriman kepada Tuhan? Apakah itu berarti engkau tidak dapat diselamatkan atau tidak memahami kebenaran? Ketika ada seseorang yang secara spontan berkomentar, "Mengapa tidak ada seorang pun saudara di gerejamu?" engkau merasa seolah-olah ditikam tepat di jantungmu, dan berkata, "Jangan mengungkit hal ini, ini adalah salah satu kekurangan di gereja kami. Kami tidak ingin hal ini disebutkan; kau telah menyinggung satu-satunya hal yang kami sesalkan," dan engkau berdoa, "Tuhan, kapan Engkau akan mempersiapkan seorang saudara bagi gereja kami?" Apakah gereja ditopang oleh para saudara? Tidak dapatkah gereja bertahan tanpa adanya saudara? Pernahkah Tuhan mengatakan hal ini? (Tidak.) Tuhan tidak pernah mengatakan hal ini, dan Dia juga tidak pernah berkata bahwa harus ada kedua jenis kelamin di sebuah gereja sebelum gereja itu dapat didirikan, atau gereja tidak dapat didirikan jika hanya terdapat satu jenis kelamin. Pernahkah Dia mengatakan hal ini? (Tidak.) Semua ini adalah akibat dari paham chauvinisme yang keluarga tanamkan. Engkau mengandalkan pria untuk segala hal, dan begitu ada masalah, engkau berkata, "Aku harus menunggu suamiku pulang untuk mendiskusikan hal ini dengannya," atau "Para saudara di gereja kami sedang sibuk belakangan ini, jadi tak ada seorang pun yang memimpin untuk menangani masalah ini." Lalu, untuk apa para wanita? Apakah engkau tidak mampu menangani tugas-tugas ini? Apakah engkau tidak punya mulut atau kaki? Engkau tidak kekurangan apa pun: engkau memahami prinsip-prinsip kebenaran, dan engkau harus bertindak berdasarkannya. Para pria bukanlah pemimpinmu, dan mereka juga bukan penguasamu; mereka hanyalah orang biasa, hanya salah seorang di antara manusia yang rusak. Belajarlah untuk mengandalkan Tuhan dan firman-Nya dalam segala hal yang kaulakukan. Ini adalah prinsip dan cara yang harus kauikuti, bukannya bergantung pada seorang manusia. Bahwa Aku tidak menganjurkan paham chauvinisme, tentu saja bukan karena Aku ingin mengangkat hak-hak kaum wanita atau membenarkan mereka, melainkan untuk menolong orang-orang agar memahami aspek kebenaran tertentu. Aspek kebenaran apakah yang Kumaksud? Bahwa pepatah "Pria yang baik tidak berdebat dengan wanita" yang orang tuamu tanamkan dalam dirimu tidaklah benar; pepatah itu menanamkan dan menganjurkan pemikiran yang keliru. Engkau tidak boleh dituntun oleh pemikiran dan sudut pandang ini dalam peranmu sebagai pria atau dalam caramu memperlakukan wanita. Ini adalah aspek kebenaran yang harus kaupahami. Jangan selalu berpikir, "Aku adalah pria, aku harus memikirkan masalah dari sudut pandang pria, aku harus memperlihatkan perhatianku kepada para saudari ini dan melindungi, menoleransi, dan memaafkan mereka dari sudut pandangku sebagai pria, tidak menganggap serius perbuatan mereka. Jika seorang saudari ingin mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin di gereja, aku akan memperlakukannya dengan sopan, dan membiarkannya memimpin." Atas dasar apa? Hanya karena engkau pria, maka menurutmu, engkau harus merangkul semuanya? Mampukah engkau bersikap toleran terhadap mereka? Engkau bahkan tak mampu bersikap toleran terhadap dirimu sendiri. Kepemimpinan gereja harus ditentukan oleh siapa yang cocok untuk peran tersebut. Jika saudara-saudari memilihmu, engkau harus memikul beban ini. Ini merupakan tanggung jawab sekaligus tugasmu. Mengapa engkau menolaknya begitu saja? Untuk memperlihatkan betapa luhurnya dirimu? Seperti inikah prinsip penerapannya? Apakah ini sesuai dengan kebenaran? (Tidak.) Adalah keliru untuk menolaknya dan adalah keliru untuk memperjuangkannya; jadi, apakah cara yang benar untuk bertindak? Cara yang benar adalah mendasarkan tindakanmu pada firman Tuhan dan menjadikan kebenaran sebagai standarmu. Orang tuamu mengajarkanmu bahwa "Pria yang baik tidak berdebat dengan wanita". Sudah berapa tahun engkau semua hidup berdasarkan pemikiran dan sudut pandang chauvinistik ini? Banyak orang berpikir, "Mencuci dan menambal pakaian semuanya adalah pekerjaan para wanita. Biarlah wanita yang menanganinya. Aku merasa kesal jika aku harus melakukan tugas-tugas ini; aku merasa seperti bukan seorang pria." Memangnya apa yang akan terjadi jika engkau melakukan pekerjaan ini? Apakah engkau bukan lagi seorang pria? Ada orang-orang yang berkata, "Pakaianku selalu dicucikan oleh ibuku, saudariku, atau nenekku. Aku tidak pernah melakukan 'pekerjaan wanita'." Saat ini, engkau sedang melaksanakan tugasmu, dan engkau harus mandiri. Inilah yang harus kaulakukan; inilah tuntutan Tuhan terhadap manusia. Maukah engkau melakukannya? (Ya.) Jika hatimu menentang, jika engkau tidak bersedia dan selalu memikirkan ibumu karena hal ini, berarti engkau benar-benar orang yang tidak berguna. Pria memiliki pemikiran chauvinistik seperti ini, dan mereka meremehkan tugas-tugas tertentu seperti mengasuh anak, merapikan rumah, mencuci, dan bersih-bersih. Ada orang-orang yang memiliki kecenderungan chauvinistik yang kuat, meremehkan tugas-tugas ini, dan tidak bersedia melakukannya, atau kalaupun mereka melakukannya, mereka melakukannya dengan enggan, takut orang lain akan memandang rendah mereka. Mereka berpikir, "Jika aku selalu melakukan tugas rumah tangga ini, bukankah aku akan menjadi banci?" Dikendalikan oleh pemikiran dan sudut pandang apakah hal ini? Bukankah ada masalah dengan pemikiran mereka? (Ya.) Pemikiran mereka bermasalah. Lihatlah wilayah-wilayah tertentu di mana pria selalu mengenakan celemek dan memasak. Ketika sang wanita pulang dari bekerja, sang pria menyajikan makanan untuknya, berkata, "Ini, makanlah. Ini sangat enak; aku memasak semua makanan kesukaanmu hari ini." Wanita berhak menyantap makanan yang sudah jadi, dan pria berhak menyiapkannya, tanpa pernah merasa bahwa dirinya seperti ibu rumah tangga. Begitu dia melangkah keluar rumah dan melepaskan celemeknya, bukankah dia tetaplah seorang pria? Di wilayah-wilayah tertentu, di mana paham chauvinisme sangat kuat, tidak dapat disangkal bahwa mereka dirusak oleh pembelajaran dan pembiasaan serta pengaruh yang keluarga tanamkan. Apakah ini menyelamatkan mereka ataukah merugikan mereka? (Merugikan mereka.) Ini sangat merugikan mereka. Ada pria-pria yang sudah berusia tiga puluhan, empat puluhan, atau bahkan lima puluhan yang tidak mampu mencuci sendiri kaus kaki mereka. Mereka mengenakan satu kaus dalam yang sama selama setengah bulan, kaus itu sudah kotor tetapi mereka tidak mau mencucinya; mereka tidak tahu cara mencucinya, tidak tahu berapa banyak air atau deterjen yang harus mereka gunakan, dan bagaimana cara membersihkannya. Mereka hanya mengenakannya seperti itu dan berpikir, "Nanti, aku akan menyuruh ibuku atau istriku membelikanku lebih banyak kaus dalam dan kaus kaki sehingga aku bisa mencucinya dua bulan sekali. Akan sangat bagus jika ibuku atau istriku sempat datang dan mencucikannya untukku!" Sumber keengganan mereka melakukan tugas-tugas ini tentunya berkaitan dengan didikan yang mereka terima dari orang tua dan keluarga mereka. Pemikiran dan sudut pandang yang orang tua mereka tanamkan bersinggungan dengan aturan hidup paling mendasar dan paling sederhana, serta pandangan keliru tertentu tentang orang lain. Ringkasnya, semua ini merupakan pembelajaran dan pembiasaan yang keluarga tanamkan dalam pemikiran orang. Sebesar apa pun pengaruhnya terhadap kehidupan seseorang selama perjalanan mereka percaya kepada Tuhan dan selama mempertahankan kelangsungan hidup mereka, atau sebanyak apa pun kesulitan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkannya, pada hakikatnya, semua itu berkaitan erat dengan didikan ideologis dari orang tua mereka. Jika kini engkau sudah dewasa dan sudah hidup berdasarkan pemikiran dan sudut pandang ini selama bertahun-tahun, semua itu tidak akan berubah dalam waktu semalam. Ini akan membutuhkan waktu. Jika pemikiran dan sudut pandang ini berkaitan dengan pelaksanaan tugasmu atau dengan prinsipmu dalam berperilaku serta berinteraksi dengan orang lain, dan jika engkau sedang mengejar kebenaran, engkau harus berusaha mengubah masalah ini dan masuk ke dalam kenyataan kebenaran sesegera mungkin. Jika pemikiran dan sudut pandang ini hanya berkaitan dengan aspek kehidupan pribadi, akan lebih baik jika engkau mau berubah. Jika engkau tidak mampu berubah, jika hal ini sepertinya agak terlalu membebanimu atau sulit, atau engkau bahkan sudah terbiasa dengan gaya hidup ini dan tidak dapat berubah, tak seorang pun akan memaksamu. Aku hanya menunjukkan hal-hal ini agar engkau mengetahui apa yang benar dan apa yang salah. Mengenai masalah gaya hidup pribadi ini, pertimbangkanlah sendiri. Kami tidak akan memaksakan hal ini. Sedangkan mengenai seberapa sering engkau mencuci kaus kakimu dan apakah engkau menambalnya atau membuangnya setelah kaus kaki itu robek, itu adalah urusanmu. Bertindaklah berdasarkan keadaanmu. Kami tidak akan menetapkan aturan yang spesifik mengenainya.
Di keluarga tertentu, karena memiliki latar belakang yang istimewa, orang tua sering memberi tahu anak-anak mereka, "Ketika kau keluar rumah, ingatlah keturunan siapa dirimu dan siapa nenek moyangmu. Di tengah kelompok sosialmu, engkau harus bertindak sedemikian rupa sehingga membawa kehormatan dan kemuliaan bagi nama keluarga kita. Jangan pernah mencoreng nama baik nenek moyang kita. Ingatlah selalu ajaran nenek moyang kita dan jangan permalukan garis keturunan kita. Jika suatu hari kau berbuat salah, orang akan berkata, 'Bukankah kau berasal dari keluarga terpandang dan terhormat? Bagaimana bisa kau melakukan hal seperti ini?' Mereka akan menertawakanmu, tetapi tidak hanya menertawakanmu, tetapi juga seluruh keluarga kita. Jika demikian, berarti engkau telah mencoreng nama keluarga kita dan menyebabkan nenek moyang kita dipermalukan, dan ini tidak dapat diterima." Ada juga orang tua yang memberi tahu anak-anak mereka, "Negara kita adalah bangsa yang besar dan negara dengan peradaban kuno. Kehidupan kita saat ini tidak mudah kita dapatkan, jadi hargailah itu. Terutama saat berada di luar negeri, kau harus memperoleh kemuliaan dan kehormatan bagi orang-orang Tiongkok. Jangan lakukan apa pun yang mungkin akan mempermalukan bangsa kita atau merusak reputasi orang Tiongkok." Di satu sisi, orang tua menyuruhmu untuk memperoleh kemuliaan dan kehormatan bagi keluarga serta nenek moyangmu, dan di sisi lain, bagi bangsa dan etnismu, dengan mendesakmu untuk tidak mempermalukan negaramu. Sejak usia dini, anak-anak dididik dengan cara ini oleh orang tua mereka, dan ketika bersekolah, guru-guru mereka mendidik mereka dengan cara yang sama, dengan berkata, "Perolehlah kemuliaan bagi kelas kita, sekolah kita, kota kita, dan negara kita. Jangan biarkan orang asing mencemooh kita dengan berkata bahwa kita tidak memiliki kualitas atau karakter kita buruk." Bahkan di dalam gereja, ada orang-orang yang berkata, "Kita orang-orang Tiongkok adalah yang pertama percaya. Ketika kita berinteraksi dengan saudara-saudari dari negara lain, kita harus memperoleh kemuliaan bagi orang Tiongkok dan menjunjung tinggi reputasi mereka." Semua pepatah ini berhubungan langsung dengan apa yang keluarga tanamkan dalam diri orang. Apakah penanaman seperti ini benar? (Tidak.) Mengapa tidak benar? Kemuliaan apa yang mereka cari? Apakah ada gunanya mencari kemuliaan semacam itu? (Tidak.) Pernah terjadi insiden di mana seorang pria dari Tiongkok Timur Laut sedang mengunjungi berbagai gereja; dia mengambil uang persembahan milik gereja sebesar 10.000 yuan dan kabur ke rumahnya untuk menghabiskan hari-harinya di sana. Ketika saudara-saudari dari Timur Laut mengetahui hal itu, ada yang berkata, "Pria ini menjijikkan! Dia bahkan berani mencuri uang persembahan milik gereja. Dia benar-benar telah mencoreng reputasi orang-orang dari Timur Laut! Jika kita bertemu lagi dengannya, kita harus memberinya pelajaran!" Setelah insiden tersebut, orang-orang dari Timur Laut merasa seolah-olah telah kehilangan kehormatan mereka. Setiap kali mereka membahas saudara-saudari dari provinsi lain, mereka tidak berani mengungkit masalah ini. Mereka merasa malu dan takut bahwa orang lain mungkin akan berkata, "Orang yang berasal dari wilayah Timur Laut sepertimu itu kabur membawa uang persembahan." Karena takut orang lain akan membicarakannya, mereka sendiri tidak berani menyinggungnya. Apakah perilaku ini benar? (Tidak.) Mengapa salah? (Orang yang mencuri uang persembahan tidak ada kaitannya dengan orang lain; setiap orang merepresentasikan dirinya sendiri.) Benar. Orang itu mencuri uang persembahan, dan itu adalah urusannya sendiri. Jika engkau mengetahuinya dan menghentikannya sehingga menyelamatkan rumah Tuhan dari kerugian dan melindungi kepentingan rumah Tuhan, berarti engkau telah melaksanakan tugasmu. Jika engkau tidak berkesempatan untuk mencegahnya dan tidak dapat menghindarkan kerugian itu, seharusnya engkau telah mengenali orang berengsek macam apa dia, memperingatkan dirimu sendiri, berdoa kepada Tuhan untuk melindungi dirimu dari kejadian semacam itu dan memastikan bahwa engkau sendiri tidak akan jatuh ke dalam pencobaan serupa. Engkau harus menangani masalah ini dengan benar. Meskipun dia berasal dari wilayahmu, tindakannya hanya merepresentasikan dirinya sebagai individu. Dia melakukannya bukan karena orang-orang dari wilayah itu mengajarkannya atau mendorongnya untuk bertindak seperti itu. Itu tidak ada kaitannya dengan siapa pun. Orang lain paling-paling bertanggung jawab karena pengawasan dan pengarahan yang kurang memadai, tetapi tak seorang pun wajib menanggung akibat dari kejahatannya. Dia telah bertindak melawan Tuhan dan melanggar ketetapan administratif, orang lain tidak berkewajiban menanggung akibat bagi dia. Reputasi buruknya adalah urusannya sendiri. Selain itu, masalah ini bukanlah tentang kehilangan reputasi ataupun memperoleh kemuliaan; masalah ini berkaitan dengan esensi natur seseorang secara pribadi dan jalan yang telah ditempuhnya. Hanya dapat dikatakan bahwa pada awalnya orang-orang tidak mampu mengenali karakternya yang sebenarnya, tetapi setelah kejadian ini, yang sebenarnya tentang orang itu telah tersingkap. Ini tidak ada kaitannya dengan reputasi atau martabat saudara-saudari lainnya dari wilayah tersebut. Jika engkau merasa bahwa karena dia berasal dari wilayah yang sama denganmu, maka dia telah mempermalukan dirimu, berarti pandangan dan pemahaman seperti itu sepenuhnya keliru. Rumah Tuhan tidak pernah menghukum seluruh keluarga karena dosa satu orang; Tuhan memandang setiap individu sebagai entitas tersendiri. Berasal dari mana pun dirimu, sekalipun engkau berasal dari keluarga yang sama atau orang tua yang sama, Tuhan melihat setiap orang sebagai entitas yang unik. Tuhan tidak pernah melibatkan orang-orang terkait karena kesalahan satu orang. Ini adalah prinsipnya, dan prinsip ini sesuai dengan kebenaran. Namun, jika engkau mengira karena seseorang dari wilayahmu melakukan kesalahan, itu mencoreng reputasimu dan juga memengaruhi dirimu, berarti ini disebabkan karena pemahamanmu yang keliru, dan ini tidak ada kaitannya dengan kebenaran. Dengan demikian, jika orang tuamu berkata kepadamu, "Perolehlah kemuliaan bagi negara, keluarga, atau nama keluarga kita," apakah perkataan ini benar? (Tidak.) Mengapa tidak benar? Ungkapan mana yang sifatnya sama dengan perkataan ini? Bukankah perkataan ini memiliki sifat yang sama dengan pemikiran yang sebelumnya kita bahas, yaitu bahwa, "Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang"? Dalam kehidupan seseorang, melakukan perbuatan positif, menempuh jalan yang benar, menerima hal-hal positif dan kebenaran—semua ini dilakukan bukan untuk membuat orang itu sendiri memperoleh pujian. Sebaliknya, orang sudah seharusnya berperilaku seperti ini. Ini adalah tanggung jawab mereka, jalan yang harus mereka tempuh, dan tugas mereka. Menempuh jalan yang benar, menerima hal-hal positif dan kebenaran, serta tunduk kepada Tuhan adalah kewajiban dan tugas manusia. Hal-hal tersebut juga dilakukan untuk memperoleh keselamatan, bukan agar orang memperoleh reputasi bagi dirinya sendiri atau bagi Tuhan, dan tentu saja bukan untuk memperoleh reputasi bagi orang-orang dari negaramu, dan tentu saja, bukan bagi nama keluarga, ras, atau klan tertentu. Engkau tidak diselamatkan agar memperoleh kemuliaan bagi orang-orang dari negaramu, dan tentu saja bukan untuk memperoleh kemuliaan bagi keluargamu. Gagasan "memperoleh kemuliaan" hanyalah sebuah teori. Keselamatanmu tidak ada kaitannya dengan orang-orang itu. Manfaat apa yang dapat mereka peroleh dari keselamatanmu? Jika engkau menerima keselamatan, apa yang dapat mereka peroleh dari hal ini? Mereka tidak menempuh jalan yang benar, dan karena watak benar-Nya, Tuhan akan memperlakukan mereka sebagaimana mestinya. Dia akan memperlakukan mereka sebagaimana mereka seharusnya diperlakukan. Apa manfaat hal yang disebut "memperoleh kemuliaan" ini bagi mereka? Itu tidak ada kaitannya dengan mereka. Engkau menerima akibat dari jalan yang kautempuh, dan mereka menerima akibat dari jalan mereka sendiri. Tuhan memperlakukan setiap orang berdasarkan watak benar-Nya. Memperoleh kemuliaan bagi bangsa, keluarga, atau nama keluarga bukanlah tanggung jawab siapa pun. Tentu saja, engkau tidak mungkin memikul tanggung jawab ini seorang diri, dan sebenarnya, engkau tidak mampu memikulnya. Kebangkitan dan kejatuhan sebuah keluarga atau klan, perjalanan hidup mereka, dan nasib mereka, ini semua tidak ada kaitannya dengan apakah engkau memperoleh kemuliaan bagi mereka atau tidak. Dan tentu saja, ini tidak ada kaitannya dengan jalan yang kautempuh. Jika engkau berperilaku dengan baik dan mampu tunduk kepada Tuhan, ini bukanlah untuk memperoleh kemuliaan bagi mereka atau untuk membuat mereka mendapat pujian, juga bukan untuk menuntut upah dari Tuhan atas nama mereka, atau untuk mengecualikan mereka dari hukuman. Kebangkitan mereka, kejatuhan mereka, dan nasib mereka tidak ada kaitannya dengan dirimu. Khususnya mengenai apakah mereka merasa dihormati atau tidak, dan apakah engkau memperoleh kemuliaan bagi mereka atau tidak. Hal-hal ini tidak ada kaitannya dengan dirimu. Engkau tidak dapat memikulnya di pundakmu, dan engkau tidak bertanggung jawab atau berkewajiban untuk melakukannya. Oleh karena itu, ketika orang tuamu menyuruhmu, "Engkau harus memperoleh kemuliaan bagi bangsa, keluarga, atau nama keluargamu, dan engkau tidak boleh mencoreng reputasi nenek moyangmu ataupun membiarkan orang mencela kita di belakang kita," perkataan ini hanya berfungsi untuk memberimu tekanan psikologis yang negatif. Engkau tidak mungkin dapat memenuhinya, dan engkau tidak berkewajiban untuk melakukannya. Mengapa? Karena Tuhan hanya menuntutmu untuk melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan di hadapan-Nya. Dia tidak memintamu untuk melakukan apa pun atau memikul kewajiban apa pun untuk negara, keluarga, atau nama keluargamu. Jadi, memperoleh kemuliaan bagi negara atau keluarga, atau memperoleh kemuliaan dan kehormatan atau melakukan sesuatu untuk nama keluargamu bukanlah kewajibanmu. Itu tidak ada kaitannya dengan dirimu. Nasib mereka sepenuhnya berada di tangan Tuhan, dan engkau sama sekali tidak perlu memikul beban apa pun. Jika engkau melakukan kesalahan apa pun, engkau tidak perlu merasa bersalah kepada mereka. Jika engkau melakukan perbuatan baik, engkau tidak seharusnya memiliki pola pikir bahwa engkau beruntung atau menganggap dirimu telah memperoleh kemuliaan bagi negara, keluarga, atau nama keluargamu. Jangan bersukacita atas hal-hal ini. Dan jika engkau gagal, jangan merasa takut atau terbebani oleh kesedihan. Jangan salahkan dirimu sendiri. Karena ini tidak ada kaitannya denganmu sama sekali. Bahkan jangan memikirkannya. Sesederhana itu. Jadi, mengenai orang-orang berkebangsaan lain, orang Tiongkok dipilih oleh Tuhan; mereka datang ke hadapan Tuhan dan merupakan makhluk ciptaan. Orang Barat datang ke hadapan Tuhan, dan mereka juga merupakan makhluk ciptaan. Orang Asia, Eropa, Amerika Utara dan Amerika Selatan, orang-orang di Oseania, dan Afrika, datang ke hadapan Tuhan serta menerima pekerjaan-Nya, dan mereka juga merupakan makhluk ciptaan-Nya. Berasal dari negara mana pun seseorang itu, satu-satunya hal yang harus mereka lakukan adalah melaksanakan tugas mereka sebagai makhluk ciptaan, menerima firman Tuhan, tunduk pada firman Tuhan, dan memperoleh keselamatan. Mereka tidak boleh membentuk berbagai kelompok klan berdasarkan kebangsaan mereka sendiri, membagi diri mereka menjadi kelompok atau ras. Semua yang menjadikan kemuliaan rasial sebagai tujuan perjuangan mereka atau sebagai prinsip mendasar mereka berarti melakukan hal yang keliru. Orang tidak boleh menempuh jalan seperti ini, dan ini adalah fenomena yang tidak boleh muncul di dalam gereja. Akan tiba saatnya, orang-orang dari berbagai negara akan berinteraksi secara lebih luas dan memiliki akses ke wilayah yang lebih luas di dunia, di mana pada saat itu orang Asia mungkin bertemu dengan orang Eropa, orang Eropa mungkin bertemu dengan orang Amerika, dan orang Amerika mungkin berhubungan dengan orang Asia, Afrika, dan lain-lain. Saat orang dari berbagai ras berkumpul bersama, jika ada kelompok yang dibentuk berdasarkan ras, jika semua orang berjuang demi kemuliaan ras mereka sendiri dan melakukan segala sesuatu demi ras mereka, apa yang akan mulai dihadapi oleh gereja? Gereja akan menghadapi perpecahan. Ini adalah sesuatu yang dibenci dan dikutuk Tuhan. Siapa pun yang melakukan hal ini akan dikutuk, siapa pun yang bertindak seperti ini adalah hamba Iblis, dan siapa pun yang bertindak dengan cara seperti ini akan menjadi sasaran hukuman. Mengapa mereka akan dihukum? Karena ini adalah pelanggaran terhadap ketetapan administratif. Jangan pernah melakukan hal ini. Jika engkau sampai bisa bertindak seperti ini, itu membuktikan bahwa engkau belum melepaskan pembelajaran dan pembiasaan dari orang tuamu dalam aspek ini. Engkau belum menerima identitas yang Tuhan berikan kepadamu sebagai makhluk ciptaan dan engkau masih menganggap dirimu sebagai orang Tiongkok, atau orang berkulit putih, hitam, atau cokelat—sebagai orang dari ras, nama keluarga, atau kebangsaan yang berbeda. Jika engkau ingin membawa kemuliaan bagi bangsa, ras, ataupun keluargamu, dan engkau bertindak dengan memiliki pemikiran ini di dalam benakmu, akibatnya akan sangat buruk. Hari ini, kita menyatakan dan menjelaskan masalah ini di sini dengan sungguh-sungguh. Jika suatu hari ada orang yang melanggar aspek ketetapan administratif ini, mereka akan menanggung akibatnya. Pada saat itu, jangan mengeluh dengan berkata, "Engkau tidak memberitahuku, aku tidak tahu, aku tidak mengerti." Engkau sudah sejak lama mengetahui identitasmu sebagai makhluk ciptaan, tetapi engkau masih mampu bertindak dengan cara seperti ini: ini berarti bahwa engkau bukannya tidak tahu, melainkan melakukannya dengan sengaja, melakukan pelanggaran secara sadar. Engkau harus menghadapi hukuman. Jika orang melanggar ketetapan administratif, akibatnya tidak terbayangkan. Apakah engkau mengerti? (Ya.)
Ada orang tua yang memberi tahu anak-anak mereka, "Ke mana pun kita pergi, kita tidak boleh melupakan asal-usul kita. Kita tidak boleh melupakan tempat kita dilahirkan dan dibesarkan, juga tidak boleh melupakan siapa diri kita. Ke mana pun kau pergi, ketika bertemu dengan warga dari kotamu, kau harus memedulikan mereka. Ketika memilih pemimpin gereja atau pengawas, prioritaskanlah orang-orang dari kampung halamanmu. Ketika gereja memiliki manfaat materi, biarkan orang-orang dari kampung halamanmu menikmatinya terlebih dahulu. Jika engkau sedang memilih anggota kelompok, pilihlah terlebih dahulu orang-orang dari kampung halamanmu. Ketika warga dari kota yang sama bekerja bersama, ada kesamaan bahasa dan keakraban di antara mereka." Pepatah apa yang disebutkan di sini? "Ketika warga dari kota yang sama bertemu, air mata mereka pun berlinang." Ada juga pepatah, "Paman dan bibi adalah saudara, dari generasi ke generasi, karena meskipun tulang patah, uratnya tetap tersambung." Ada orang yang, karena didikan orang tuanya dan orang-orang yang lebih tua, begitu mendengar kedatangan seseorang dari provinsi atau kota yang sama dengannya, atau ketika mendengar orang itu berbicara dengan aksen kampung halamannya, dia menjadi sangat menyukai orang tersebut. Mereka makan bersama, duduk bersama di pertemuan, dan melakukan segala sesuatu bersama. Mereka menjadi sangat dekat. Ada orang yang, begitu bertemu dengan seseorang dari kota yang sama dengannya, mungkin berkata. "Kau tahu apa kata pepatah, 'Ketika warga dari kota yang sama bertemu, air mata mereka pun berlinang.' Ketika aku bertemu warga dari kotaku, aku merasa dekat dengan mereka: ketika aku bertemu denganmu, rasanya seolah-olah kau adalah keluargaku." Dia sangat memperhatikan orang dari kota yang sama dengannya itu. Jika orang itu menghadapi kesulitan dalam kehidupan atau pekerjaannya, atau jika orang itu sakit, dia sangat memperhatikannya. Apakah ini hal yang baik? (Tidak.) Mengapa tidak baik? (Memperlakukan orang dengan cara seperti ini tidak berprinsip.) Itu tidak berprinsip, dan orang ini adalah orang yang bingung. Dia menunjukkan kasih sayang kepada siapa pun yang berasal dari kota yang sama dengannya, tetapi siapakah orang yang berasal dari kota yang sama dengannya itu? Apakah dia orang yang baik? Apakah dia saudara-saudari sejati? Apakah engkau mempromosikannya berdasarkan prinsip? Apakah rekomendasimu terhadapnya sesuai dengan prinsip? Apakah orang itu cocok untuk pekerjaan tersebut? Apakah kepedulianmu terhadapnya dan kedekatanmu dengannya itu adil? Apakah itu sesuai dengan kebenaran dan prinsip? Jika tidak, apa yang kaulakukan baginya tidak pantas, dan itu menjijikkan bagi Tuhan. Apakah engkau mengerti? (Aku mengerti.) Jadi, ketika orang tuamu menyuruhmu, "Pedulikanlah warga dari kotamu ketika kau bertemu mereka," ini adalah kekeliruan, dan engkau harus melupakan serta mengabaikan perkataan ini. Kelak, jika orang tuamu bertanya kepadamu, "Ada orang dari kota kita yang berada di gereja yang sama denganmu. Apakah kau memberinya perhatian?" bagaimana seharusnya tanggapanmu? (Di rumah Tuhan, kami memperlakukan semua orang secara setara.) Engkau harus berkata, "Aku tidak berkewajiban untuk melakukannya. Jangankan orang dari kota yang sama denganku, aku bahkan tidak akan menjagamu jika kau menentang Tuhan." Ada orang yang sangat dipengaruhi oleh gagasan keluarga tradisional semacam ini. Begitu bertemu dengan seseorang yang sedikit berkerabat dengannya, atau memiliki marga yang sama, atau berasal dari suku yang sama, dia tidak dapat berjauhan dengan orang itu. Begitu mendengar ada seseorang yang bermarga sama dengannya, dia berkata, "Ya ampun, di sini kita semua adalah keluarga. Berdasarkan posisiku di keluarga saat ini, aku seharusnya memanggilnya nenek. Dibandingkan dengannya, aku dapat dikatakan sebagai cucunya." Dia bersedia menyebut dirinya cucu orang itu, dan ketika bertemu dengan orang itu, dia tidak berani memanggilnya saudari atau panggilan lainnya; dia selalu memanggilnya "nenek". Ada orang yang ketika bertemu seseorang yang bermarga sama dengannya, dia merasa sangat dekat dengan orang itu, tanpa memedulikan orang macam apa orang itu. Benarkah melakukan hal ini? (Tidak.) Khususnya, ada keluarga yang memiliki tradisi memberikan perhatian khusus kepada orang-orang yang berasal dari suku yang sama dengan mereka, dan mereka sering kali bersikap sopan kepada orang-orang ini dan berinteraksi secara erat dengan orang-orang ini. Dengan demikian, rumah mereka selalu tampak ramai dengan orang-orang dan kegiatan, serta keluarga mereka tampak sangat hidup dan sejahtera. Ketika sesuatu terjadi, semua kerabat jauh datang untuk menawarkan bantuan dan menolong, memberi nasihat serta saran. Karena dipengaruhi oleh budaya keluarga seperti ini, ada orang-orang yang merasa bahwa berperilaku seperti ini adalah hal yang baik; setidaknya, mereka tidak hidup terasing atau kesepian, dan ada orang-orang yang akan membantu setiap kali ada masalah. Gagasan apa yang akan orang lain miliki? "Agar dapat hidup di antara orang-orang, orang harus berperilaku menyenangkan." Meskipun pepatah ini sulit untuk dijelaskan, semua orang mampu memahami artinya. "Orang harus hidup berdasarkan perasaan manusia. Dapatkah orang tetap disebut manusia jika mereka tidak memiliki perasaan manusia? Jika engkau selalu bersikap serius dan bersungguh-sungguh, jika engkau selalu mementingkan prinsip dan pendirian, pada akhirnya, engkau akan hidup tanpa memiliki kerabat ataupun teman. Engkau perlu memiliki perasaan manusia ketika hidup di tengah kelompok sosial. Lain halnya dengan orang yang tidak ada kaitannya dengan marga kita, tetapi di antara orang-orang yang bermarga sama atau berasal dari suku yang sama, bukankah semuanya dekat? Engkau tidak boleh meninggalkan seorang pun dari mereka. Ketika engkau menghadapi masalah seperti penyakit, pernikahan, pemakaman, atau peristiwa penting dan peristiwa kecil lainnya, bukankah engkau membutuhkan seseorang untuk mendiskusikan hal-hal tersebut dengannya? Ketika engkau membeli rumah, mobil, atau tanah, seseorang akan bisa membantumu. Engkau tidak boleh meninggalkan orang-orang ini; engkau harus mengandalkan mereka dalam hidup ini." Karena engkau sangat dipengaruhi oleh budaya keluarga ini, ketika engkau keluar rumah, dan terutama ketika engkau berada di gereja, lalu bertemu dengan seseorang dari suku yang sama denganmu, engkau tanpa sadar tertarik kepadanya, menjadi sangat menyukainya, sering memberinya perhatian dan perlakuan khusus, serta bergaul dengannya dengan cara yang istimewa. Sekalipun orang itu melakukan kesalahan, engkau sering bersikap lunak terhadapnya. Terhadap mereka yang tidak memiliki hubungan darah denganmu, engkau memperlakukan mereka tanpa berpihak pada mereka. Namun, ketika menghadapi orang-orang dari sukumu, engkau cenderung bersikap protektif dan berpihak pada mereka, yang dalam istilah sederhananya disebut "berpihak pada kerabat." Ada orang-orang yang sering kali berpedoman pada pemikiran ini, tidak memperlakukan orang atau menangani urusan kehidupan berdasarkan prinsip yang Tuhan ajarkan, tetapi berdasarkan pengaruh budaya keluarga. Bukankah ini keliru? (Ya.) Sebagai contoh, seseorang bermarga Zhang memanggil orang lain yang bermarga sama dengannya yang berusia beberapa tahun lebih tua daripadanya dengan sebutan "Kakak". Orang lain mungkin mengira bahwa mereka benar-benar saudara kandung, padahal mereka sebenarnya hanyalah dua orang bermarga sama yang tidak memiliki pertalian darah sama sekali. Mengapa dia memanggil orang tersebut dengan cara seperti itu? Karena pengaruh dari budaya keluarga. Ke mana pun mereka pergi, keduanya tidak terpisahkan, dia menceritakan segala hal kepada "kakaknya" itu dan tidak menceritakannya kepada orang luar. Mengapa? "Karena dia adalah bermarga Zhang, sama sepertiku. Kami adalah keluarga. Aku harus menceritakan segala hal kepadanya. Jika tidak kepadanya, lalu kepada siapa? Jika aku tidak memercayai keluargaku, tetapi memercayai orang asing, bukankah itu bodoh? Dari sudut pandang mana pun, orang luar itu tidak dapat diandalkan; hanya keluarga yang dapat dipercaya." Ketika memilih pemimpin gereja, dia memilih orang itu, dan ketika orang-orang bertanya, "Mengapa kau memilih dia?" Dia menjawab, "Karena dia bermarga sama denganku. Bukankah tidak bernalar dan tidak patut jika aku tidak memilihnya? Jika aku tidak memilihnya, apakah aku bahkan manusia?" Setiap kali gereja memiliki manfaat materi atau barang-barang yang bagus, dia memikirkan orang itu terlebih dahulu. "Mengapa kau memikirkan orang itu terlebih dahulu?" "Karena dia bermarga sama denganku, dia adalah bagian dari keluargaku. Jika bukan aku, lalu siapa yang akan memedulikannya? Apakah aku bahkan manusia jika aku tidak memiliki perasaan manusia yang dasar ini?" Entah hal-hal ini muncul dari kasih sayang atau motif yang egois, singkatnya, jika engkau dipengaruhi dan ditanamkan pemikiran ini oleh keluargamu, engkau harus segera berbalik dan tidak lagi berperilaku, menangani segala sesuatu, serta memperlakukan orang dengan menggunakan cara-cara ini. Betapa pun sempit atau luasnya cara-cara ini, semua ini bukanlah prinsip dan cara yang telah Tuhan ajarkan kepadamu. Setidaknya, semua ini adalah pemikiran dan sudut pandang yang harus kaulepaskan. Singkatnya, pembelajaran dan pembiasaan keluarga apa pun yang tidak sesuai dengan prinsip yang Tuhan ajarkan kepadamu haruslah kaulepaskan. Engkau tidak boleh memperlakukan orang lain atau berinteraksi dengan mereka dengan menggunakan cara-cara ini, dan engkau juga tidak boleh menangani masalah dengan cara ini. Ada orang-orang yang mungkin berpendapat, "Jika aku tidak menangani segala sesuatu dengan cara ini, aku sama sekali tidak akan tahu bagaimana cara menanganinya." Kau dapat melakukannya dengan mudah. Firman Tuhan menyediakan prinsip-prinsip tentang cara menangani berbagai hal. Jika engkau tidak mampu menemukan jalan penerapan di dalam firman Tuhan, carilah saudara-saudari yang memahami kebenaran ini dan tanyakanlah kepada mereka. Mereka akan menjelaskannya kepadamu sehingga engkau akan mengerti. Hal-hal inilah yang harus orang lepaskan dalam cara mereka memperlakukan masalah yang ada kaitannya dengan suku, nama keluarga, dan cara orang biasanya berperilaku.
Ada orang tua yang sering mengomeli anak perempuan mereka dengan berkata, "Sebagai wanita, kau harus mengikuti suamimu dalam apa pun yang dia lakukan. Jika kau menikah dengan keluarga ayam, kau harus bertindak seperti ayam; jika kau menikah dengan keluarga anjing, kau harus bertindak seperti anjing." Maksudnya, engkau tidak perlu berusaha menjadi manusia yang baik, tetapi pasrahkanlah dirimu untuk menjadi ayam atau anjing. Apakah ini jalan yang baik? Jelas, setelah mendengarnya, siapa pun akan menyadari bahwa ini tidak benar, bukan? Ungkapan "ikuti suamimu" tentunya ditujukan pada wanita. Nasib mereka benar-benar setragis itu. Di bawah pengaruh, pembelajaran dan pembiasaan keluarga, wanita harus membiarkan diri mereka dikendalikan sepenuhnya oleh kebejatan: mereka benar-benar harus mengikuti ayam jika mereka menikahi ayam atau mengikuti anjing jika mereka menikahi anjing, tanpa perlu berusaha menempuh jalan yang benar, melakukan apa pun yang orang tua mereka perintahkan. Walaupun orang tuamu yang menanamkan pemikiran ini, engkau seharusnya tahu apakah pemikiran semacam ini benar atau salah, bermanfaat atau merugikan bagi caramu dalam berperilaku. Tentu saja, kita telah mempersekutukan aspek dalam topik melepaskan pernikahan ini, jadi kita tidak akan menguraikan atau menganalisisnya secara spesifik di sini. Singkatnya, semua pemikiran dan sudut pandang orang tua yang keliru, menyimpang, dangkal, bodoh, bahkan jahat dan tak bermoral ini adalah hal yang harus kaulepaskan. Terutama pepatah seperti "Seorang wanita mengikuti suaminya dalam apa pun yang dia lakukan", yang baru saja kita bahas, dan "Nikahi pria demi mendapatkan sandang dan pangan"—engkau harus mengenali yang sebenarnya tentang pernyataan tersebut, dan tidak disesatkan oleh pemikiran yang orang tuamu tanamkan tersebut, meyakini bahwa "Aku telah dijual kepada pria yang kunikahi. Dia adalah penguasaku, aku harus menjadi apa pun yang dia inginkan dan melakukan semua yang dia katakan, dan nasibku sudah terikat dengannya. Setelah kami menikah, kami berdua terikat menjadi senasib sepenanggungan. Jika hidupnya makmur, aku juga; jika hidupnya tidak makmur, aku juga tidak makmur. Jadi, perkataan orang tuaku, 'Seorang wanita mengikuti suaminya dalam apa pun yang dia lakukan' akan selalu benar. Wanita tidak boleh mandiri atau memiliki pengejaran apa pun, dan mereka tentunya tidak boleh memiliki gagasan atau keinginan dalam hal memiliki pandangan hidup yang benar dan menempuh jalan yang benar dalam hidup ini. Mereka hanya perlu dengan taat mengikuti perkataan orang tua, 'Seorang wanita mengikuti suaminya dalam apa pun yang dia lakukan.'" Benarkah pemikiran seperti ini? (Tidak.) Mengapa pemikiran ini keliru? Selain "Seorang wanita mengikuti suaminya dalam apa pun yang dia lakukan", ada ungkapan lain yang artinya mirip, yaitu, "Senasib sepenanggungan", yang berarti setelah engkau menikah dengannya, engkau menjadi senasib sepenanggungan dengannya. Jika dia makmur, kau juga makmur; jika dia tidak makmur, kau juga tidak makmur. Benarkah itu yang terjadi? (Tidak.) Mari kita bahas pepatah "Jika dia makmur, kau juga makmur" terlebih dahulu. Seperti inikah kenyataannya? (Tidak.) Adakah yang dapat memberikan contoh untuk menyangkal hal ini? Tidak dapatkah kaupikirkan salah satu contohnya? Biar Kuberikan sebuah contoh. Misalnya, ketika seorang wanita menikahi seorang pria, dia bertekad bulat untuk mengikuti suaminya. Ini seperti yang cenderung wanita katakan, "Mulai sekarang, aku adalah milikmu," yang berarti "Aku sudah dijual kepadamu, dan takdirku terikat dengan takdirmu." Kita kesampingkan dahulu tentang wanita yang menyerahkan diri untuk dikendalikan sepenuhnya oleh kebejatan, sekarang mari kita berfokus pada apakah ungkapan "Jika dia makmur, kau juga makmur" itu benar atau salah. Apakah benar bahwa jika suamimu makmur, engkau juga otomatis akan makmur? Katakanlah dia memulai suatu bisnis dan mendapati dirinya dalam situasi yang sulit, menghadapi banyak tantangan, menghadapi kesulitan di mana-mana, tidak punya cukup dana, koneksi, lokasi yang cocok untuk membuka toko, pasar untuk menjalankan bisnisnya, dan orang untuk membantunya. Sebagai istrinya, engkau bertekad bulat untuk mengikutinya; apa pun yang dia lakukan, engkau tidak pernah membencinya, tetapi mendukungnya tanpa syarat. Seiring berjalannya waktu, bisnisnya berkembang, dia membuka toko demi toko, keadaan ekonomi membaik, dan penghasilan makin meningkat. Suamimu menjadi bos, dan dari bos, dia berubah menjadi seorang taipan kaya. Dia makmur, bukan? Lalu, seperti kata pepatah, "Pria yang punya banyak uang akan menjadi jahat," yang tentu saja merupakan kenyataan di tengah masyarakat dan di dunia yang jahat ini. Setelah suamimu menjadi bos dan akhirnya menjadi seorang taipan, seberapa mudah dia bisa dirusak? Itu terjadi dalam sekejap mata. Setelah dia menjadi bos dan mulai makmur, hari-hari baikmu akan mulai berakhir. Mengapa? Karena kekhawatiranmu mulai muncul, "Apakah dia memiliki wanita lain di luar sana? Akankah dia berselingkuh dariku? Apakah ada seseorang yang sedang menggodanya? Akankah dia bosan kepadaku? Akankah dia jatuh cinta lagi?" Apakah hari-hari baikmu sudah berakhir? Setelah bertahun-tahun turut mengalami kesukaran bersamanya, engkau merasa sengsara dan lelah. Kondisi kehidupanmu telah memburuk, kesehatanmu menurun, dan engkau telah kehilangan kecantikanmu. Engkau telah menjadi wanita tua berwajah kusam. Di matanya, engkau mungkin bukan lagi wanita muda memesona yang pernah dia cintai. Dia mungkin berpikir, "Kini aku kaya dan berpengaruh, aku bisa mendapatkan wanita yang lebih baik." Seiring dia menjauh darimu, dia mulai memiliki pemikiran aktif, dia mulai berubah. Bukankah dengan demikian engkau berada dalam bahaya? Dia menjadi bos besar, sementara engkau adalah wanita tua berwajah kusam. Bukankah ada semacam kesenjangan dan ketidaksetaraan di antaramu? Selama masa-masa ini, bukankah engkau tidak pantas untuknya? Bukankah dia merasa bahwa dirinya jauh di atasmu? Bukankah dia makin membencimu? Jika demikian, hari-hari sulitmu baru saja dimulai. Pada akhirnya, dia mungkin akan bertindak sesuai keinginannya dan mencari wanita lain, serta makin jarang berada di rumah. Ketika dia pulang, dia biasanya bertengkar denganmu, lalu dia membanting pintu dan langsung pergi setelahnya, terkadang pergi berhari-hari tanpa menghubungimu. Mengingat hubunganmu di masa lalu, yang terbaik yang dapat kauharapkan adalah dia mungkin akan memberimu uang dan memenuhi kebutuhanmu sehari-hari. Jika engkau benar-benar membuat keributan, dia mungkin akan menahan biaya hidupmu. Jadi, bagaimana menurutmu? Hanya karena dia mulai makmur, apakah itu berarti nasibmu membaik? Apakah engkau lebih bahagia atau lebih tidak bahagia? (Lebih tidak bahagia.) Engkau lebih tidak bahagia. Hari-hari kemalanganmu telah tiba. Ketika dihadapkan dengan keadaan semacam itu, sering kali wanita akan menangis dengan pedih, dan karena apa yang orang tua mereka katakan kepada mereka: "Aib keluarga tidak boleh disebarkan keluar," mereka akan menahan kepedihan itu, berpikir, "Aku akan menahannya sampai putraku sudah dewasa dan mampu menyokongku. Pada saat itu, akan kucampakkan suamiku itu!" Ada wanita-wanita yang cukup beruntung karena dapat menyaksikan saat putra mereka menjadi penopang kuat mereka, sementara yang lain tidak sempat mengalami sampai sejauh itu. Ketika putra mereka masih kecil, sang suami memutuskan untuk mengambil anak itu dan berkata kepada istrinya, "Pergi kau, wanita tua berwajah kusam!" dan dia mungkin dianggap pengemis dan diusir keluar dari rumahnya sendiri. Jadi, ketika dia makmur, apakah engkau juga otomatis menjadi makmur? Apakah engkau benar-benar senasib sepenanggungan dengannya? (Tidak.) Seandainya bisnisnya terus mengalami kesulitan atau berjalan tidak sesuai dengan keinginannya, maka saat dia membutuhkan dukungan, dorongan, pendampingan dan perhatianmu, dan tidak memiliki kemampuan serta kesempatan untuk menjadi jahat, dia mungkin akan tetap menghargaimu. Meskipun dia tidak makmur, engkau mungkin merasa lebih aman dan memiliki seseorang untuk menemanimu, dan akan mampu merasakan kehangatan serta kebahagiaan pernikahan. Karena ketika dia tidak makmur, tak seorang pun di luar sana memperhatikannya atau menghargainya, dan engkau menjadi satu-satunya orang yang dapat diandalkannya, dia menghargaimu. Jika itulah yang terjadi, engkau akan merasa aman dan relatif lebih baik serta lebih bahagia. Namun, jika dia makmur dan melebarkan sayapnya, dia akan terbang, tetapi akankah dia mengajakmu? Apakah pepatah dari orang tuamu, "Seorang wanita mengikuti suaminya dalam apa pun yang dia lakukan", benar? (Tidak.) Pepatah ini jelas mendorong wanita ke jurang penderitaan. Bagaimana dengan prinsip "Aku akan mengikuti dia jika dia menempuh jalan yang benar, dan jika tidak, aku akan meninggalkannya"? Prinsip ini juga keliru. Menikahinya bukan berarti engkau telah menjual dirimu kepadanya, juga bukan berarti engkau boleh memperlakukannya sebagai orang luar. Cukuplah bagimu untuk memenuhi tanggung jawabmu dalam pernikahan. Jika masalah dapat diselesaikan, itu bagus; jika tidak, berpisahlah. Engkau telah memenuhi kewajibanmu dengan hati nurani yang murni. Jika dia membutuhkanmu untuk memenuhi tanggung jawabmu dalam menemaninya, lakukanlah itu; jika tidak, berpisahlah. Itulah prinsipnya. Ungkapan "Seorang wanita mengikuti suaminya dalam apa pun yang dia lakukan" adalah omong kosong. Itu merugikan. Mengapa omong kosong? Karena ungkapan itu tidak berprinsip: orang macam apa pun pria itu, engkau mengikutinya tanpa pandang bulu. Jika engkau mengikuti orang baik, hidupmu mungkin akan bernilai. Namun, jika engkau mengikuti orang jahat, bukankah engkau akan mencelakakan dirimu sendiri? Jadi, orang macam apa pun suamimu, engkau harus memiliki pendirian yang tepat tentang pernikahan. Engkau harus memahami bahwa hanya kebenaranlah yang memberimu perlindungan yang benar dan memberimu jalan serta prinsip untuk kehidupan yang bermartabat. Yang orang tuamu berikan hanyalah bagian-bagian kecil pengalaman atau strategi berdasarkan kasih sayang mereka atau kepentingan diri sendiri. Nasihat semacam itu sama sekali tidak mampu melindungimu, juga tidak mampu memberimu prinsip penerapan yang benar. Ambil contoh pepatah "Seorang wanita mengikuti suaminya dalam apa pun yang dia lakukan". Itu hanya menuntunmu untuk menjadi bodoh dalam hal pernikahan, membuatmu kehilangan martabatmu dan kesempatan untuk memilih jalan hidup yang benar. Yang lebih penting, pepatah itu juga mungkin membuatmu kehilangan kesempatan untuk memperoleh keselamatan. Jadi, apa pun niat di balik perkataan orang tuamu, entah karena kepedulian, perlindungan, kasih sayang, kepentingan pribadi, atau motif lainnya, engkau harus mengenali yang sebenarnya tentang berbagai pepatah mereka. Sekalipun niat awalnya adalah demi kesejahteraan dan perlindunganmu, engkau tidak boleh menerimanya dengan sembarangan dan bodoh. Sebaliknya, engkau harus mengenalinya dan kemudian menemukan prinsip penerapan yang akurat berdasarkan firman Tuhan, tidak menerapkan atau berperilaku berdasarkan perkataan mereka. Terutama pepatah "Nikahi pria demi mendapatkan sandang dan pangan", yang sering kali dikatakan oleh generasi sebelumnya. Ini jauh lebih keliru. Apakah wanita tidak punya tangan dan kaki? Tidak mampukah mereka mencari nafkah sendiri atau bagaimana? Mengapa mereka harus mengandalkan pria untuk memiliki sandang dan pangan? Apakah wanita itu bodoh? Dibandingkan pria, apakah wanita berkekurangan? (Sama sekali tidak.) Benar, mereka tidak kekurangan apa pun. Wanita memiliki kemampuan untuk bertahan hidup secara mandiri, yang dikaruniakan kepada mereka oleh Tuhan. Karena wanita memiliki kemampuan untuk hidup mandiri, mengapa mereka harus mengandalkan pria untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka? Bukankah ini adalah pemikiran yang keliru? (Ya.) Ini adalah pemikiran keliru yang tertanam dalam diri mereka. Wanita tidak boleh merendahkan atau meremehkan diri mereka sendiri dengan pepatah ini, mengandalkan pria untuk kebutuhan dasar mereka. Tentu saja, sudah menjadi kewajiban pria untuk memenuhi semua kebutuhan hidup istri dan keluarganya, memastikan bahwa wanitanya memiliki cukup makanan dan pakaian. Namun, wanita tidak boleh menikah hanya demi sandang dan pangan atau memiliki pemikiran serta sudut pandang semacam itu. Karena engkau memiliki kemampuan untuk hidup mandiri, mengapa engkau mengandalkan pria untuk memenuhi kebutuhan dasarmu? Bukankah hingga taraf tertentu, hal ini disebabkan karena pengaruh dari orang tua mereka dan pemikiran yang keluarga tanamkan dalam diri mereka? Jika seorang wanita menerima didikan yang keluarga tanamkan ini, dia akan menjadi malas, tidak ingin melakukan apa pun tetapi hanya ingin mengandalkan orang lain untuk masalah sandang pangan mereka, atau dia telah menerima pemikiran orang tuanya, meyakini bahwa wanita tidaklah berharga dan mereka tidak mampu serta tidak perlu mengatasi sendiri masalah sandang pangan mereka sendiri, tetapi hanya perlu mengandalkan pria untuk memenuhinya. Bukankah ini berarti dia sedang menyerahkan diri untuk dikendalikan sepenuhnya oleh kebejatan? (Ya.) Mengapa menaati pemikiran dan sudut pandang semacam ini keliru? Apa dampaknya? Mengapa orang harus melepaskan pemikiran yang merendahkan semacam itu? Jika pria memenuhi kebutuhan sandang dan panganmu, lalu engkau menganggapnya sebagai penguasamu, atasanmu, orang yang memimpin semuanya, bukankah engkau akan berkonsultasi dengannya untuk setiap hal besar ataupun kecil? (Ya.) Sebagai contoh, jika engkau percaya kepada Tuhan, engkau mungkin berpikir, "Aku akan bertanya kepada suamiku apakah aku diperbolehkan untuk percaya kepada Tuhan atau tidak; jika dia berkata ya, aku akan percaya, jika tidak, aku tidak akan percaya." Bahkan ketika rumah Tuhan meminta orang-orang untuk melaksanakan tugas mereka, engkau tetap merasa harus meminta persetujuannya; jika dia senang dan setuju, engkau dapat melaksanakan tugasmu, tetapi jika tidak, engkau tidak dapat melaksanakannya. Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, apakah engkau dapat mengikuti Dia atau tidak, itu tergantung pada sikap dan perlakuan suamimu terhadapmu. Mampukah suamimu membedakan apakah jalan ini benar atau salah? Akankah mendengarkan suamimu memastikan bahwa engkau memperoleh keselamatan dan jalan masuk ke dalam kerajaan surga? Jika suamimu bijaksana dan mampu mendengar suara Tuhan, jika dia adalah salah seorang domba Tuhan, berarti engkau akan memperoleh manfaat bersama dengannya. Namun, jika dia adalah bajingan dan antikristus, serta tak mampu memahami kebenaran, apa yang akan kaulakukan? Akankah engkau tetap percaya? Bukankah engkau memiliki telinga atau otak? Tidak mampukah engkau mendengarkan firman Tuhan? Setelah mendengar firman Tuhan, tidak mampukah engkau memahaminya sendiri? Mampukah suamimu menentukan nasibmu? Apakah dia mengendalikan dan mengatur takdirmu? Apakah engkau sudah menjual dirimu kepadanya? Semua orang tahu dengan jelas tentang doktrin-doktrin ini, tetapi dalam hal masalah tertentu yang berkaitan dengan prinsip, orang cenderung tanpa sadar dipengaruhi oleh pemikiran dan sudut pandang yang keluarga tanamkan tersebut. Ketika pemikiran dan sudut pandang ini memengaruhimu, engkau sering kali membuat penilaian yang tidak benar, dan karena dituntun oleh pemikiran di balik penilaian yang keliru ini, engkau mengambil pilihan yang salah, yang menuntunmu menuju jalan yang salah, yang pada akhirnya menuntunmu menuju kehancuran. Engkau kehilangan kesempatan untuk melaksanakan tugasmu, kesempatan untuk memperoleh kebenaran, dan kesempatan untuk mendapatkan keselamatan. Apa yang menyebabkan kehancuranmu tersebut? Di luarnya, engkau tampak ditipu dan dipengaruhi oleh seorang pria, dihancurkan olehnya. Namun sebenarnya, pemikiran yang tertanam kuat dalam dirimu sendirilah yang menyebabkan kehancuranmu. Dengan kata lain, sumber penyebab kehancuranmu adalah pemikiran "Seorang wanita mengikuti suaminya dalam apa pun yang dia lakukan". Oleh karena itu, melepaskan pemikiran ini sangatlah penting.
Jadi, mengingat kembali pemikiran dan sudut pandang dari orang tua dan keluarga yang kita persekutukan yang berkaitan dengan prinsip dan strategi tentang cara berinteraksi dengan orang lain, aturan main, cara berperilaku, ras, laki-laki dan perempuan, pernikahan, dan sebagainya, adakah di antara hal-hal ini yang positif? Adakah di antaranya yang mampu, hingga taraf tertentu, menuntunmu untuk menempuh jalan mengejar kebenaran? (Tidak.) Tidak ada satu pun yang membantumu untuk menjadi makhluk ciptaan yang sejati atau memenuhi syarat. Sebaliknya, masing-masing dari hal tersebut sangat merugikanmu, merusakmu melalui pemikiran dan sudut pandang yang ditanamkan tersebut, menyebabkan orang-orang pada zaman sekarang diikat, dikendalikan, dipengaruhi, dan diganggu oleh berbagai pemikiran serta sudut pandang yang keliru di lubuk hati mereka. Sekalipun di lubuk hati manusia, keluarga adalah tempat yang penuh kehangatan, tempat yang dipenuhi kenangan masa kecil, dan tempat yang aman bagi jiwa mereka, tetapi berbagai pengaruh negatif yang keluarga berikan kepada orang-orang tidak boleh dianggap enteng. Kehangatan keluarga tidak dapat meluruskan pemikiran yang keliru ini. Kehangatan keluarga dan kenangan indah yang keluarga timbulkan hanya memberikan sedikit penghiburan dan kepuasan pada tingkat kasih sayang jasmani. Namun, mengenai hal-hal seperti cara berperilaku dan cara berinteraksi dengan orang lain, jalan yang harus orang tempuh, atau pandangan hidup dan nilai-nilai seperti apa yang harus orang bangun, pembelajaran dan pembiasaan yang keluarga tanamkan sangatlah merugikan. Dari sudut pandang ini, bahkan sebelum terjun ke tengah masyarakat, di tengah keluarganya, orang telah terlebih dahulu dirusak oleh berbagai pemikiran dan sudut pandang. Mereka telah menerima penanaman, kendali, dan pengaruh dari berbagai pemikiran serta sudut pandang yang keliru. Dapat dikatakan bahwa keluarga adalah tempat di mana semua pemikiran dan sudut pandang yang keliru pertama kali diterima dan tempat di mana hal-hal ini mulai digunakan serta diterapkan dengan bebas. Inilah peran keluarga dalam kehidupan semua orang dan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Persekutuan kita mengenai topik pembahasan ini bukanlah tentang meminta orang untuk melepaskan keluarga dalam hal kasih sayang atau secara resmi memutuskan hubungan ataupun ikatan dengan keluarga mereka. Persekutuan kita hanyalah tentang mengharuskan orang untuk secara spesifik menyadari, mengenali, dan tentu saja, untuk secara lebih tepat dan nyata melepaskan berbagai pemikiran dan sudut pandang keliru yang keluarga tanamkan dalam diri mereka. Ini adalah penerapan spesifik yang harus diterapkan oleh orang yang mengejar kebenaran dalam pembahasan topik yang berkaitan dengan keluarga.
Ada lebih banyak topik yang berkaitan dengan keluarga. Bukankah benar bahwa pepatah yang keluarga tanamkan dalam diri orang, yang telah kita persekutukan sejauh ini, adalah pepatah-pepatah yang cukup umum? (Ya.) Kita sering mendengarnya dibicarakan di tengah keluarga, jika tidak di keluarga seseorang, berarti di keluarga lainnya. Bukankah pepatah-pepatah ini tersebar luas dan bersifat mewakili? Kebanyakan keluarga telah menanamkan pemikiran dan sudut pandang ini hingga taraf yang berbeda-beda. Setiap pepatah yang telah kita persekutukan muncul dalam beragam cara di kebanyakan keluarga dan ditanamkan pada berbagai tahap pertumbuhan seseorang. Sejak saat pemikiran ini ditanamkan di dalam diri orang, mereka mulai menerimanya, memperoleh kesadaran dan penerimaan tertentu terhadapnya, dan kemudian, tanpa memiliki kemampuan untuk membela diri, mereka menjadikan pemikiran serta sudut pandang ini sebagai strategi dan cara mereka dalam berinteraksi dengan orang lain agar mereka mampu hidup dan bertahan hidup di masa depan. Tentu saja, banyak orang juga menjadikannya sebagai landasan untuk memperoleh kedudukan yang stabil di tengah masyarakat. Dengan demikian, pemikiran dan sudut pandang ini bukan hanya meliputi kehidupan orang sehari-hari, melainkan juga meliputi dunia batin mereka serta berbagai masalah yang mereka hadapi dalam mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Ketika berbagai masalah muncul, berbagai pemikiran dan sudut pandang yang tersimpan di lubuk hati orang menuntun mereka dalam cara mereka menangani masalah-masalah ini; ketika berbagai masalah ini muncul, mereka dikuasai dan dikendalikan oleh berbagai pemikiran dan sudut pandang, serta prinsip dan strategi tentang cara berinteraksi dengan orang lain. Orang mampu dengan sigap menerapkan pemikiran dan sudut pandang yang keliru ini dalam kehidupan nyata. Karena dituntun oleh berbagai pemikiran dan sudut pandang yang salah, mereka tentu saja menempuh jalan yang salah. Karena tindakan, perilaku, hidup, dan cara mereka bertahan hidup ditentukan oleh pemikiran yang keliru, tentu saja jalan yang mereka tempuh dalam hidup juga menyimpang. Karena sumber pemikiran yang menuntun mereka salah, jalan yang mereka tempuh tentu saja salah. Arah jalan mereka menyimpang, sehingga hasil akhirnya cukup jelas. Karena ditanamkan berbagai pemikiran oleh keluarga mereka, manusia mengambil jalan yang salah, dan mereka kemudian disesatkan oleh jalan yang salah tersebut. Akibatnya, mereka berjalan menuju neraka, menuju kehancuran. Pada akhirnya, sumber penyebab kehancuran mereka terletak pada berbagai pemikiran keliru yang keluarga tanamkan dalam diri mereka. Mengingat akibat yang serius ini, orang sudah seharusnya melepaskan berbagai pemikiran keliru yang keluarga tanamkan dalam diri mereka. Saat ini, pengaruh berbagai pemikiran keliru yang ditanamkan dalam diri orang adalah mereka menjadi tidak mampu menerima kebenaran. Karena dituntun oleh pemikiran yang keliru ini, dan karena keberadaan pemikiran tersebut, orang sering menjadi tidak mampu memahami kebenaran dan bahkan menolak serta menentangnya di hati mereka. Tentu saja, yang lebih parah, orang mungkin akan memutuskan untuk mengkhianati Tuhan. Inilah pengaruhnya pada saat ini, tetapi pengaruhnya dalam jangka panjang adalah, dalam keadaan di mana orang tidak mampu menerima kebenaran atau mereka mengkhianati kebenaran, pemikiran yang keliru ini akan menuntun mereka untuk menempuh jalan menyimpang yang bertentangan dengan kebenaran, sehingga mengkhianati dan menolak Tuhan. Karena dituntun oleh jalan yang keliru ini, sekalipun mereka terlihat mendengarkan Tuhan berfirman dan menerima pekerjaan-Nya, mereka pada akhirnya tidak dapat benar-benar diselamatkan karena jalan yang salah yang mereka tempuh. Sungguh sangat disayangkan jika ini yang terjadi. Oleh karena itu, mengingat bahwa pengaruh keluargamu dapat menyebabkanmu menerima akibat yang separah ini, engkau tidak boleh menganggap enteng pemikiran-pemikiran ini. Jika keluargamu telah menanamkan pemikiran keliru yang disesuaikan untuk berbagai masalah, engkau harus memeriksa semua itu dan melepaskannya. Jangan lagi berpaut pada pemikiran semacam itu. Apa pun pemikiran itu, jika itu salah dan bertentangan dengan kebenaran, satu-satunya jalan yang benar yang harus kaupilih adalah melepaskannya. Penerapan yang tepat untuk melepaskannya adalah sebagai berikut: standar atau landasan yang kaugunakan untuk memandang, membereskan, atau menangani masalah ini tidak boleh lagi pemikiran keliru yang keluargamu tanamkan, tetapi harus didasarkan pada firman Tuhan. Meskipun proses ini mungkin mengharuskanmu untuk sedikit membayar harga, membuatmu merasa seolah-olah engkau sedang bertindak di luar kehendakmu, membuatmu kehilangan muka, dan bahkan membuat kepentingan dagingmu dirugikan, apa pun yang kauhadapi, engkau harus terus-menerus melakukan penerapanmu berdasarkan firman Tuhan dan prinsip-prinsip yang Dia beritahukan kepadamu, dan engkau tidak boleh menyerah. Proses perubahan ini pasti akan penuh tantangan, tidak akan berjalan mulus. Mengapa tidak akan berjalan mulus? Karena ini adalah pertarungan antara hal negatif dan hal positif, pertarungan antara pemikiran jahat dari Iblis dan kebenaran, dan juga pertarungan antara kehendak dan keinginanmu untuk menerima kebenaran serta hal-hal yang positif melawan pemikiran dan sudut pandang keliru yang ada dalam hatimu. Karena ada pertarungan, orang mungkin akan menderita dan harus membayar harga. Inilah yang harus kaulakukan. Jika orang ingin menempuh jalan mengejar kebenaran dan memperoleh keselamatan, mereka harus menerima kenyataan ini dan mengalami pertarungan ini. Tentu saja, selama pertarungan ini, engkau pasti akan sedikit membayar harga, sedikit menderita, dan harus melepaskan hal-hal tertentu. Seperti apa pun prosesnya, pada akhirnya, mampu mencapai rasa takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, memperoleh kebenaran, dan memperoleh keselamatan adalah tujuan utamanya. Oleh karena itu, berapa pun harga yang harus dibayarkan untuk mencapai tujuan ini adalah sepadan karena ini adalah tujuan yang paling benar dan merupakan tujuan yang harus kaukejar agar menjadi makhluk ciptaan yang memenuhi syarat. Untuk mencapai tujuan ini, sekalipun engkau harus banyak berusaha dan banyak membayar harga, engkau tidak boleh berkompromi, menghindar, ataupun takut, karena selama engkau mengejar kebenaran dan bertujuan untuk takut akan Tuhan, menjauhi kejahatan, dan diselamatkan, maka ketika engkau menghadapi pertarungan atau perjuangan, engkau tidak akan sendirian. Firman Tuhan akan menemanimu; engkau memiliki Tuhan dan firman-Nya sebagai pendukungmu, jadi engkau tidak perlu takut, bukan? (Ya.) Jadi, dari beberapa poin ini, entah pemikiran yang keliru ini ditanamkan oleh keluargamu atau oleh sumber lain, orang haruslah melepaskannya. Sebagai contoh, sebagaimana yang baru saja kita persekutukan, keluargamu sering memberitahumu, "Orang tidak boleh berniat mencelakakan orang lain, tetapi harus selalu bersikap waspada terhadap orang lain sebab mereka mungkin saja akan mencelakakan dirimu." Sebenarnya, berlatih melepaskan pemikiran ini mudah: bertindaklah berdasarkan prinsip-prinsip yang Tuhan beritahukan kepada manusia. "Prinsip-prinsip yang Tuhan beritahukan kepada manusia." Kalimat ini cukup luas. Bagaimana cara menerapkannya secara spesifik? Engkau tidak perlu menelaah apakah engkau memiliki niat untuk mencelakakan orang lain, dan engkau juga tidak perlu bersikap waspada terhadap orang lain. Lalu, apa yang harus kaulakukan? Di satu sisi, engkau harus mampu dengan cara yang benar mempertahankan hubungan yang harmonis dengan orang lain; di sisi lain, ketika berinteraksi dengan berbagai orang, engkau harus menggunakan firman Tuhan sebagai dasar dan kebenaran sebagai standar untuk mengenali orang macam apa mereka sebenarnya, dan kemudian memperlakukan mereka berdasarkan prinsip-prinsip yang relevan. Sesederhana itu. Jika mereka adalah saudara-saudari, perlakukanlah mereka seperti itu; jika mereka bersungguh-sungguh dalam pengejaran mereka, rela berkorban dan mengorbankan diri mereka, perlakukanlah mereka sebagai saudara-saudari yang melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh. Jika mereka adalah pengikut yang bukan orang percaya, tidak mau melaksanakan tugas mereka, hanya ingin menjalani hidup mereka, engkau tidak boleh memperlakukan mereka sebagai saudara-saudari, melainkan perlakukan mereka sebagai orang tidak percaya. Ketika engkau memandang orang, engkau harus melihat watak mereka, kemanusiaan mereka, sikap mereka terhadap Tuhan dan kebenaran, serta orang macam apa mereka. Jika mereka mampu menerima kebenaran dan mau menerapkannya, perlakukanlah mereka sebagai saudara-saudari sejati, sebagai keluarga. Jika kemanusiaan mereka buruk, dan mereka hanya di mulut saja mengatakan kesediaan mereka untuk menerapkan kebenaran, jika mereka memiliki kemampuan untuk membahas doktrin tetapi tidak pernah menerapkan kebenaran, perlakukanlah mereka sebagai orang yang berjerih payah saja, bukan sebagai keluarga. Apa yang prinsip-prinsip ini ajarkan kepadamu? Bahwa inilah prinsip yang harus kaugunakan dalam memperlakukan berbagai macam orang. Inilah prinsip yang telah sering kita bahas, yaitu, engkau harus memperlakukan orang dengan penuh hikmat. Hikmat adalah sebuah istilah umum, tetapi secara khusus, ini berarti engkau harus memiliki cara dan prinsip yang jelas dalam berinteraksi dengan berbagai macam orang. Semuanya harus didasarkan pada kebenaran, bukan pada perasaan pribadi, kesukaan pribadi, pandangan pribadi, bukan pada apakah mereka menguntungkanmu atau merugikanmu, ataupun pada usia mereka, melainkan hanya didasarkan pada firman Tuhan. Jadi, dalam berinteraksi dengan orang lain, engkau tidak perlu memeriksa apakah engkau berniat untuk mencelakakan orang lain ataukah engkau bersikap waspada terhadap orang lain. Jika engkau memperlakukan orang berdasarkan prinsip dan cara-cara yang telah Tuhan berikan kepadamu, semua pencobaan akan dapat kauhindarkan, dan engkau tidak akan terjerumus dalam pencobaan atau konflik apa pun. Sesederhana itu. Prinsip ini juga tepat untuk kaugunakan ketika berinteraksi dengan orang-orang tidak percaya. Ketika bertemu seseorang, engkau akan berpikir, "Dia orang jahat, dia setan, berandalan, atau bajingan. Aku tidak perlu bersikap waspada terhadapnya; aku tidak akan memberinya perhatian atau memancing kemarahannya. Jika pekerjaan mengharuskanku untuk berinteraksi dengannya, aku akan menanganinya dengan sikap yang resmi dan tidak memihak. Jika tidak perlu berinteraksi, aku akan menghindarinya atau tidak berhubungan dengannya, dan aku juga tidak akan membelanya atau menjilatnya. Dia tidak akan dapat mencari-cari kesalahanku. Jika dia ingin menindasku, aku memiliki Tuhan, aku akan mengandalkan Tuhan. Jika Tuhan mengizinkannya untuk menindasku, aku akan menerima perlakuan itu dan tunduk. Jika Tuhan tidak mengizinkannya, dia tidak akan mampu melukai bahkan sehelai rambut pun di kepalaku." Bukankah seperti inilah iman yang sejati? (Ya.) Engkau harus memiliki iman sejati seperti ini dan tidak takut kepada orang itu. Jangan berkata bahwa dia hanya sekadar berandalan setempat atau orang yang tidak penting: sekalipun menghadapi si naga merah yang sangat besar, kita harus menaati prinsip ini. Jika si naga merah yang sangat besar melarangmu untuk percaya kepada Tuhan, apakah engkau akan bernalar dengan mereka? Apakah engkau akan berkhotbah kepada mereka? (Tidak.) Mengapa tidak? (Berkhotbah kepada mereka tidak ada gunanya.) Mereka adalah setan, tidak layak mendengarkan khotbah. Mutiara tidak boleh dilemparkan kepada babi. Kebenaran bukan untuk disampaikan kepada binatang buas atau setan; kebenaran dimaksudkan untuk manusia. Sekalipun setan atau binatang buas mampu memahami kebenaran, itu tidak akan dikhotbahkan kepada mereka. Mereka tidak layak mendengarnya! Bagaimana menurutmu prinsip ini? (Bagus.) Bagaimana caramu memperlakukan mereka yang memiliki kemanusiaan yang buruk, orang yang jahat, orang yang kacau, dan para penindas yang tidak memiliki nalar di gereja, atau orang-orang di tengah masyarakat yang memiliki kuasa, yang berasal dari keluarga besar, atau yang memiliki kedudukan terkemuka? Perlakukanlah mereka sebagaimana mereka seharusnya diperlakukan. Jika mereka adalah saudara-saudari, bergaullah dengan mereka. Jika bukan, abaikanlah mereka dan perlakukan mereka sebagai orang tidak percaya. Jika mereka sesuai dengan prinsip untuk menjadi penerima Injil, beritakanlah Injil kepada mereka. Jika mereka bukan objek penginjilan, jangan bertemu atau berhubungan dengan mereka dalam kehidupan ini. Sesederhana itu. Terhadap para setan dan Iblis, tidak perlu bagimu untuk bersikap waspada terhadap mereka, menjebak mereka, ataupun membalas dendam. Abaikan saja mereka. Jangan memancing kemarahan mereka, dan jangan bergaul dengan mereka. Jika, karena alasan tertentu, berinteraksi atau berurusan dengan mereka tidak dapat kauhindari, tanganilah masalah dengan cara yang resmi serta tidak memihak, dan dengan berdasarkan prinsip. Sesederhana itu. Prinsip dan cara yang Tuhan ajarkan dalam bertindak dan berperilaku akan menolongmu untuk berperilaku dengan bermartabat, akan memampukanmu untuk hidup makin serupa dengan manusia. Sedangkan cara yang orang tuamu ajarkan kepadamu, sekalipun di luarnya terlihat melindungi dan menjagamu, cara itu sebenarnya menyesatkanmu dan mendorongmu ke jurang penderitaan. Yang mereka ajarkan bukanlah cara yang benar atau bijak dalam berperilaku, melainkan cara yang hina dan licik yang bertentangan dan tidak ada kaitannya dengan kebenaran. Jadi, jika engkau hanya menerima pemikiran yang orang tua tanamkan dalam dirimu, akan menjadi berat dan melelahkan bagimu untuk menerima kebenaran, dan menerapkan kebenaran akan penuh tantangan bagimu. Namun, jika engkau sungguh-sungguh bertekad untuk melepaskan pemikiran tentang cara berperilaku dan prinsip tentang cara berinteraksi dengan orang lain yang berasal dari keluargamu, menerima kebenaran akan menjadi lebih mudah, demikian pula menerapkannya.
Mengenai pembelajaran dan pembiasaan keluarga, selain pemikiran dan sudut pandang yang telah kita sebutkan, apakah ada hal lainnya? Silakan rangkumkan. Ada banyak hal yang berasal dari keluarga, dan di Tiongkok, orang menyebutnya "budaya meja makan". Sebagai contoh, di meja makan, seorang anak mungkin berkata, "Pengawas kelas kami, anak perempuan yang di lengan bajunya terdapat tiga garis itu, selalu memeriksa pekerjaan rumahku dan berkata bahwa aku belum menyelesaikannya, padahal aku sudah menyelesaikannya. Dia selalu mencari-cari kesalahanku." Orang tuanya mungkin menjawab, "Kau kan anak laki-laki, dan dia anak perempuan. Mengapa kau merasa terganggu olehnya? Berfokuslah pada studimu dan buatlah ibumu bangga. Saat kelak kau menjadi pengawas kelas, kaulah yang akan memeriksa pekerjaan rumahnya, dan masalahnya akan beres, bukan?" Setelah mendengarnya, anak itu mungkin berpikir, "Masuk akal. Aku anak laki-laki, dan sekalipun dia adalah pengawas kelas, dia tetaplah anak perempuan. Aku tidak boleh merasa terganggu olehnya. Jika dia mulai menggangguku lagi, aku hanya akan mengabaikannya, dan masalahnya selesai. Makin dia menggangguku, aku akan makin giat belajar. Aku akan mengunggulinya, dan di semester berikutnya, aku akan menjadi pengawas kelas dan menjadi pemimpinnya. Itu akan menyelesaikan masalah." Ini adalah sebuah contoh budaya meja makan. Di meja makan, jika seorang anak laki-laki mulai menangis, orang tuanya mungkin berkata, "Tahanlah tangismu! Mengapa kau menangis? Anak tidak berguna!" Apakah menangis berarti bahwa engkau tidak berguna? Apakah itu berarti bahwa orang yang tidak menangis adalah orang yang menjanjikan? Apakah setiap anak laki-laki yang belum pernah menangis adalah individu yang menjanjikan? Lihatlah orang-orang yang sukses itu. Ketika mereka masih kecil, apakah mereka menangis atau tidak? Apakah mereka memiliki emosi? Apakah mereka mengalami sukacita, kemarahan, kesedihan, dan kegembiraan? Mereka mengalami semua ini. Entah seseorang itu adalah tokoh terkemuka atau orang biasa, setiap orang memiliki sisi kerapuhan manusia atau naluri manusia. Karena didikan orang tua dan latar belakang sosial, orang sering menganggap sisi ini sebagai sisi yang lemah, pengecut, tidak cakap, atau mudah untuk ditindas. Mereka tidak pernah berani mengungkapkannya secara terbuka; sebaliknya, mereka diam-diam mengungkapkannya di sudut ruangan. Ketika menghadapi masa-masa yang paling menantang dalam karier mereka, tanpa ada seorang pun yang menolong atau menyokong mereka, beberapa tokoh terkemuka mungkin akan menunggu sampai semua prajurit, bawahan, dan pelayan di sekitar mereka telah pergi. Lalu, mereka melampiaskan emosi mereka dengan meraung-raung seperti serigala di bak mandi. Setelah berteriak, mereka memikirkannya, "Apakah ada orang yang mendengarnya? Apakah suaraku terlalu keras? Sebaiknya aku sedikit memelankan suaraku!" Namun, memelankan suara sepertinya tidak cukup untuk melegakan perasaan mereka, sehingga mereka menutup mulut mereka dengan handuk dan terus meraung-raung seperti serigala. Manusia normal perlu melepaskan dan mengungkapkan berbagai emosi. Namun, karena tekanan kuat masyarakat ini dan tekanan dari berbagai opini publik, tak seorang pun berani mengungkapkan emosi mereka secara normal. Karena, bermula dari pembelajaran dan pembiasaan keluarga, di dalam diri setiap orang telah diindoktrinasikan keyakinan tertentu yang keliru, seperti "Pria harus mandiri", "Untuk dapat menempa besi, orang harus kuat", "Orang tidak perlu mengkhawatirkan gunjingan jika dirinya lurus hati", dan "Jika hati nuranimu bersih, kau tak perlu takut akan hantu yang mengetuk pintu rumahmu". Ada juga pepatah, "Orang baiklah yang ditindas, sama seperti kuda, kuda lembutlah yang ditunggangi", yang menyampaikan pesan bahwa orang harus menghindarkan dirinya agar tidak menjadi sasaran empuk, tetapi sebaliknya, merekalah yang harus menindas orang lain. Apa arti "baik" dalam konteks "Orang baiklah yang ditindas, sama seperti kuda, kuda lembutlah yang ditunggangi"? Baik di sini berarti polos, apa adanya, setia, dan jujur. Artinya, engkau disarankan untuk tidak menjadi tipe orang semacam ini, karena orang semacam ini adalah sasaran empuk. Jadi, sebaiknya engkau menjadi orang seperti apa? Sebaiknya engkau menjadi orang yang bengis, seorang bajingan, bergajul, penjahat, orang jahat, kriminal, sehingga tak seorang pun akan berani macam-macam denganmu. Ke mana pun engkau pergi, jika penalaran tidak berhasil, engkau harus bertindak seperti seorang bergajul, dan mampu membuat keributan, mengamuk, bersikap tidak masuk akal, dan membuat kekacauan. Orang akan bertahan hidup jika berperilaku seperti ini. Di tempat kerja atau di kelompok sosial mana pun, kebanyakan orang takut kepada orang-orang semacam ini, dan tak seorang pun berani memancing kemarahan mereka. Mereka bagaikan kotoran anjing yang bau atau kutu busuk, dan begitu engkau terkena olehnya, baunya susah dihilangkan. Engkau harus menjadi tipe orang seperti ini. Jangan biarkan orang menganggapmu sebagai sasaran empuk atau orang yang mudah terprovokasi. Harus ada duri di sekujur tubuhmu. Jika engkau tidak memiliki duri sama sekali, engkau tidak akan mampu menempatkan dirimu sendiri di tengah masyarakat ini. Akan selalu ada orang yang menindasmu. Didikan keluarga berfungsi sebagai panduan bagi jalan hidupmu, serta menjadi ajaran yang spesifik dan prinsip yang ditanamkan dalam dirimu tentang cara berperilaku. Artinya, orang tua menggunakan pemikiran dan pepatah ini untuk mendidikmu dalam hal caramu berperilaku, bertindak, dan menangani segala sesuatu. Menjadi orang seperti apakah yang mereka anjurkan? Di luarnya, orang tua mungkin mengatakan hal-hal yang terdengar baik, seperti, "Anakku tidak perlu menjadi tokoh terkemuka atau menjadi selebritas; menjadi orang baik saja sudah cukup." Namun, mereka juga mengatakan berbagai pepatah kepada anak-anak mereka, seperti, "Orang tidak boleh berniat mencelakakan orang lain, tetapi harus selalu bersikap waspada terhadap orang lain sebab mereka mungkin saja akan mencelakakan dirimu", "Orang baiklah yang ditindas, sama seperti kuda, kuda lembutlah yang ditunggangi", dan "Pria harus mandiri". Jadi, setelah begitu banyak berbicara, apakah mereka menyuruh anak-anak mereka untuk menjadi orang baik atau menjadi yang lainnya? (Mereka mendorong anak-anak mereka untuk menjadi garang, atau untuk setidaknya mampu melindungi diri mereka sendiri.) Katakan kepada-Ku, apakah kebanyakan orang tua lebih ingin melihat anak mereka menindas orang lain ataukah melihat anak mereka menjadi orang yang jujur dan menempuh jalan yang benar tetapi sering ditindas dan dikucilkan orang? Anak harus menjadi orang semacam apa agar orang tua mereka menjadi orang yang paling bahagia, paling bangga, dan membuat wajah mereka bersinar paling berseri? (Orang tua merasa bangga jika anak-anak mereka mampu menindas orang lain, tetapi mereka menganggap anak-anak mereka memalukan jika mereka sering dianiaya saat menempuh jalan yang benar.) Jika engkau menempuh jalan yang benar tetapi sering dianiaya, orang tuamu akan merasa susah, sedih, sakit hati, dan tidak mau membiarkan hal seperti itu terjadi. Apa alasan mereka sebenarnya? Apa pun alasannya, setiap pemikiran dan sudut pandang yang orang tua ajarkan kepada anak-anak mereka tentang cara mereka berperilaku dan bertindak, semua itu tidak benar dan bertentangan dengan kebenaran. Singkatnya, pemikiran dan sudut pandang yang orang tua tanamkan dalam dirimu tidak akan pernah menuntunmu ke hadirat Tuhan, dan tidak akan menuntunmu untuk menempuh jalan mengejar kebenaran. Tentu saja, orang tidak akan pernah memperoleh keselamatan jika dituntun oleh pemikiran dan sudut pandang seperti ini. Ini adalah fakta yang tidak dapat disangkal. Jadi, apa pun niat dan motivasi orang tuamu, apa pun pengaruh mereka terhadapmu, jika apa yang kaujalani bertentangan dengan kebenaran, melawan kebenaran, serta menghalangimu sehingga engkau tidak tunduk kepada Tuhan dan kebenaran, berarti engkau harus melepaskannya.
Mengenai berbagai pemikiran yang keluarga tanamkan yang telah dibahas di beberapa sesi persekutuan terakhir ini, meskipun pemikiran ini digunakan secara luas dan dianjurkan di tengah masyarakat, sekalipun pemikiran itu telah diterima secara luas, atau sekalipun banyak orang telah menerimanya, dan sekalipun banyak orang mengandalkannya, mengingat kerugian yang ditimbulkannya terhadap orang-orang, sangatlah penting bagi orang untuk melepaskan pemikiran dan sudut pandang tersebut. Mereka harus memeriksa ulang atau menganalisis berbagai masalah yang berkaitan dengan pemikiran dan sudut pandang ini, mencari jalan penerapan dan prinsip kebenaran yang tepat di dalam firman Tuhan, serta masuk ke dalam kenyataan kebenaran dengan syarat mereka harus melepaskan pemikiran yang ditanamkan tersebut, sehingga dengan demikian, akan ada harapan bagi mereka untuk diselamatkan. Melalui sesi persekutuan tentang pemikiran dan sudut pandang serta berbagai pepatah khusus yang keluarga tanamkan dalam dirimu ini, Aku bertanya-tanya sampai sejauh mana engkau semua mampu mengenali berbagai pemikiran dan sudut pandang yang ada di lubuk hatimu. Singkatnya, apa pun yang terjadi, sesi persekutuan ini haruslah berfungsi sebagai peringatan, memberi orang pemahaman yang segar tentang konsep keluarga, serta pemahaman dan pengertian yang baru tentang pembelajaran dan pembiasaan yang ditanamkan oleh kerabat keluarga, pemikiran keluarga, dan budaya keluarga, memberi mereka cara baru untuk menanganinya serta memampukan mereka untuk menggunakan sudut pandang dan pendirian yang benar dalam cara mereka memperlakukan keluarga mereka. Singkatnya, seperti apa pun caramu memperlakukan keluargamu, mengenai pemikiran dan sudut pandang keliru tentang cara memandang orang dan berbagai hal, serta cara berperilaku dan bertindak yang orang tuamu tanamkan dalam dirimu, engkau harus mengenali masing-masing dari pemikiran itu, kemudian melepaskan pemikiran itu satu demi satu, agar engkau mampu menerima pemahaman yang murni akan sudut pandang dan cara-cara yang Tuhan ajarkan kepada manusia, serta menerima berbagai sudut pandang dan cara-cara benar yang Tuhan berikan kepada manusia mengenai cara memandang orang dan berbagai hal, serta cara berperilaku dan bertindak. Inilah yang harus dilakukan oleh orang yang sungguh-sungguh mengejar kebenaran.
Salah satu pemikiran dan sudut pandang penting yang keluarga tanamkan dalam diri orang-orang adalah bahwa mereka harus bersikap garang dan menggunakan berbagai cara untuk melindungi diri mereka sendiri. Mengingat bahwa orang melindungi kepentingan, daging dan keselamatan pribadi mereka setelah memperoleh metode dan cara berinteraksi dengan orang lain dari berbagai pemikiran serta sudut pandang yang ditanamkan ini, apa tujuan utama di balik keluarga menanamkan pemikiran ini? Tujuannya adalah untuk melindungi orang dari penindasan. Jadi, mari kita membahas esensi dari penindasan. Apakah ditindas adalah hal yang baik? Dapatkah penindasan dihindari? Adakah orang yang tidak pernah ditindas? Apa yang dimaksud dengan penindasan? Selain berharap anak-anak mereka mampu berpadu dan membangun diri mereka di tengah masyarakat secara normal, orang tua juga selalu takut anak-anak mereka akan ditindas. Oleh karena itu, orang tuamu sering mengajarimu kiat dan cara tertentu untuk kaugunakan dalam berinteraksi dengan orang lain, agar engkau menggunakannya untuk melindungi dirimu sendiri dan menghindarkan dirimu agar tidak ditindas. Karena orang tuamu tidak dapat menemanimu atau melindungimu sepanjang waktu, ketika engkau harus mulai mandiri dan terjun ke tengah masyarakat, mereka mempersenjataimu dengan pemikiran dan sudut pandang tertentu untuk memastikan agar dirimu tidak mengalami penindasan. Apakah pemikiran dan sudut pandang ini benar? Apakah engkau semua takut ditindas? Apakah engkau semua berpaut pada pemikiran dan sudut pandang: "Ketika aku mulai terjun ke tengah masyarakat dan kelompok sosial, dan khususnya ketika aku berinteraksi dengan orang tidak percaya, aku takut akan ditindas. Inilah yang paling kukhawatirkan. Jika aku bertemu seseorang yang kira-kira setara denganku, aku masih mampu membela diriku sendiri. Namun, jika aku bertemu seseorang yang lebih garang daripadaku, aku tidak akan berani melawan. Aku hanya akan menerima penindasan apa pun yang dia perbuat terhadapku. Aku tidak dapat berbuat apa-apa mengenai hal itu. Dia memiliki para pendukung dan ada orang-orang di balik layar, dan aku terpaksa harus menanggungnya." Seperti inikah pemikiran dan sudut pandang umum kebanyakan orang? (Dahulu, aku memiliki sudut pandang semacam itu. Setelah percaya kepada Tuhan, aku mulai bergaul secara harmonis dengan saudara-saudariku. Ketika berinteraksi dengan orang-orang tidak percaya, sekalipun dihadapkan dengan penindasan dan penganiayaan, aku tahu bahwa ini diizinkan oleh Tuhan, dan ada pelajaran yang perlu kupetik. Jadi, aku tidak terlalu takut, dan aku justru belajar mengandalkan Tuhan ketika mengalaminya.) Orang seperti apa yang penuh ketakutan? (Mereka yang kurang beriman kepada Tuhan.) Selain orang-orang ini, yang penuh ketakutan antara lain adalah mereka yang sifatnya penakut, yang tertutup dan memiliki harga diri yang rendah, yang lemah dan berhati lembut, yang kurang menarik secara fisik atau yang bertubuh lebih kecil, yang latar belakang keluarganya miskin—terutama mereka yang latar belakang keluarganya pernah mendapat ejekan dan mengalami diskriminasi—yang menyandang status sosial yang rendah, tidak memiliki keterampilan ataupun keahlian, bekerja sebagai buruh kasar, dan mereka yang bertubuh cacat. Semua orang ini lebih rentan mengalami penindasan dan mereka takut mengalaminya. Apakah penindasan merupakan masalah yang umum di tengah masyarakat? (Ya.) Di mana terdapat manusia, hal-hal ini akan terjadi di sana. Mengapa penindasan terjadi? (Karena, setelah manusia dirusak oleh Iblis, mereka menjadi sangat jahat, mereka ingin menindas orang lain tetapi mereka sendiri tidak ingin ditindas. Dengan demikian, penindasan pun terjadi di mana-mana.) Ini adalah salah satu aspeknya. Ada orang-orang yang tidak ingin ditindas oleh orang lain, sehingga mereka mengambil inisiatif, menindas dan mengintimidasi orang lain terlebih dahulu agar tak seorang pun berani menindas mereka. Sebenarnya, di lubuk hatinya, mereka tidak ingin berperilaku seperti ini; ini juga melelahkan bagi mereka. Ketika engkau memukul orang lain, bukankah engkau sendiri juga merasa lelah? Ada pepatah, "Membunuh seribu musuh, tetapi kehilangan delapan ratus kawananmu sendiri." Sebagai contoh landak, setelah mengeluarkan duri-durinya, bukankah sistem sarafnya kelelahan luar biasa? Landak melukai orang dengan menusukkan durinya, dan dia juga merasa kelelahan. Jadi, mengapa landak melakukannya jika hal itu sedemikian melelahkan baginya? Karena landak ingin mempertahankan dirinya. Dia harus berupaya melindungi dirinya sendiri. Karena dunia yang jahat ini tidak memiliki prinsip yang positif dan tepat untuk memperlakukan berbagai macam orang, dan orang digolongkan berdasarkan falsafah Iblis tentang cara berinteraksi dengan orang lain serta berdasarkan hierarki sosial, maka perbedaan dan hierarki pun muncul di antara orang-orang berdasarkan prinsip dan standar pembagian yang tidak setara ini. Ketika ini terjadi, orang-orang menjadi tak mampu berinteraksi dengan adil dan harmonis. Mereka bersaing untuk berada di eselon atas, menjadi yang terbaik di antara yang terbaik. Mereka yang berada di puncak mampu berkuasa atas orang lain, dan menindas serta mengendalikan orang lain sekehendak hati. Karena masyarakat ini tidak adil, prinsip tentang cara memperlakukan orang pun menjadi tidak adil. Dengan demikian, interaksi di antara orang-orang tentu tidak akan harmonis, dan prinsip, metode, serta cara-cara yang orang gunakan dalam berinteraksi satu sama lain menjadi tidak adil. Ketidakadilan ini secara khusus mengajarkan kepada orang-orang untuk membandingkan kekuasaan, latar belakang keluarga, keterampilan, kemampuan, penampilan fisik, tinggi badan, serta taktik, rencana, dan strategi. Dari manakah hal-hal ini berasal? Hal-hal ini bukan berasal dari kebenaran atau dari Tuhan, melainkan dari Iblis. Hal-hal dari Iblis ini menjadi tertanam dalam diri orang, dan mereka hidup berdasarkannya, jadi bagaimana menurutmu orang-orang akan berinteraksi satu sama lain? Akankah mereka memperlakukan semua orang dengan adil? (Tidak.) Sama sekali tidak. Dapatkah prinsip pemilihan di rumah Tuhan yang paling sederhana berfungsi di dunia jahat yang dikuasai oleh Iblis? (Tidak.) Mengapa pada dasarnya prinsip ini tidak akan berfungsi? Karena dunia yang jahat ini bukan dikuasai oleh kebenaran, melainkan dikuasai oleh tren-tren jahat, serta berbagai pemikiran Iblis dan falsafahnya. Jadi, manusia hanya dapat saling menindas dan mengendalikan. Inilah satu-satunya kemungkinan yang terjadi di antara manusia. Penindasan tidak mungkin dihindari. Ini adalah hal yang sangat normal. Karena dunia bukan berada di bawah kendali kebenaran, di dunia yang jahat ini, ketika orang saling berinteraksi, jika engkau bukan orang yang menindas, berarti engkau adalah orang yang ditindas. Peranmu hanya dapat terdiri dari dua hal ini. Sebenarnya, setiap orang menindas orang lain dan ditindas oleh orang lain. Ini karena selalu ada orang yang di atas dan di bawah dirimu. Engkau menindas orang lain karena statusmu lebih tinggi daripada mereka, tetapi pada saat yang sama, sementara engkau menindas mereka, ada orang-orang yang status dan kedudukannya jauh lebih tinggi daripadamu, dan mereka akan menindasmu, dan engkau harus menanggung penindasan mereka. Segolongan orang menindas golongan lainnya: seperti inilah hubungan di antara manusia, yaitu mereka menindas dan ditindas. Inilah satu-satunya hubungan yang ada. Tidak ada kasih sayang keluarga yang murni, tidak ada kasih, toleransi, kesabaran, dan tidak ada kemungkinan untuk memperlakukan setiap orang dengan adil dan setara berdasarkan prinsip. Karena dunia ini bukan dikendalikan oleh kebenaran, melainkan oleh Iblis, hubungan yang terbentuk di antara manusia hanya dapat berupa hubungan antara yang menindas dan ditindas, memanfaatkan dan dimanfaatkan. Ini tidak terhindarkan, dan tak ada seorang pun yang dapat menghindarinya. Katakanlah engkau adalah seorang kepala di dunia kriminal, dan memiliki banyak antek serta kaki tangan, yang semuanya kautindas dan kaukendalikan. Namun, bahkan kepala di dunia kriminal pun punya atasan, dan juga ada pemerintah. Sekalipun dikatakan bahwa para pejabat dan para bandit adalah satu keluarga, terkadang pemerintah secara sengaja mencari masalah, berusaha mendapatkan pengaruh, dan tidak akan membiarkanmu lolos begitu saja. Engkau diharuskan untuk membayar sejumlah uang ke kantor polisi dan menyuap mereka. Jadi, sekalipun kepala di dunia kriminal tampak hebat, ketika mereka berada di kantor polisi, mereka tetap harus membungkuk-bungkuk. Mereka tidak berani bersikap congkak. Seperti kata pepatah, "Selalu ada yang lebih jahat dan lebih berkuasa," dan "Selalu ada yang lebih hebat di luar sana." Ini berarti bahwa setiap orang menindas orang lain dan ditindas, dan seperti inilah esensi dan fenomena penindasan itu.
Mengenai masalah penindasan, karena ini adalah sesuatu yang tak seorang pun dapat menghindarinya, bagaimana orang harus menanganinya? Di gereja, sekalipun engkau mungkin tidak takut ditindas, apakah hal seperti ini terjadi? Mungkinkah penindasan terjadi? Ketika engkau berinteraksi dengan orang tidak percaya, engkau mungkin ditindas oleh mereka. Lalu, apakah penindasan tidak akan terjadi di dalam gereja? (Itu terjadi.) Penindasan dapat terjadi pada taraf yang berbeda-beda, karena semua orang dirusak oleh Iblis. Sebelum orang memperoleh keselamatan, mereka sering memperlihatkan kerusakan, dan salah satu aspek kerusakan yang mereka perlihatkan adalah dengan memperlakukan orang lain sekehendak hati mereka, tidak memperlakukan mereka dengan adil. Ketika terjadi perlakuan tidak adil terhadap orang lain, tindakan menindas dan ditindas pun terjadi. Jadi, hal-hal ini kadang kala terjadi, dan orang tidak dapat melepaskan diri ataupun menghindarinya. Bagaimanakah prinsip yang benar untuk menangani dan mengatasi masalah ini? (Dengan berdasarkan firman Tuhan, dengan berdasarkan prinsip.) Secara teori, begitulah caranya. Bagaimana cara yang spesifik untuk menerapkannya? Bagaimana pemahamanmu mengenai masalah orang menindas dan ditindas? Sebagai contoh, seandainya engkau akan menulis surat untuk melaporkan masalah tentang seorang pemimpin palsu, dan pemimpin palsu itu ingin menindasmu dengan berkata, "Jika kau macam-macam, jika kau terus melaporkan masalahku kepada para atasan, mengadukanku, atau menulis sesuatu yang negatif dalam penilaianmu tentangku, aku akan membunuhmu! Aku punya kuasa untuk mengeluarkanmu. Masa kau tidak takut?" Bagaimana engkau akan menangani situasi seperti ini? Orang itu sedang mengancammu; lebih tepatnya, orang itu sedang menindas dirimu. Dia memiliki kuasa, sedangkan engkau adalah orang percaya biasa, jadi dia secara sewenang-wenang menyiksamu tanpa prinsip atau dasar apa pun. Dia memperlakukanmu seperti cara Iblis memperlakukan manusia. Bukankah dia jelas-jelas sedang menindasmu? Bukankah dia sedang berusaha menyiksamu? (Ya.) Lalu, bagaimana engkau akan menangani masalah ini? Apakah engkau akan berkompromi ataukah berpegang pada prinsip? (Berpegang pada prinsip.) Secara teori, orang harus berpegang pada prinsip dan tidak takut kepada pemimpin palsu ini. Atas dasar apa orang tidak perlu takut? Mengapa engkau tidak perlu takut kepadanya? Jika dia benar-benar mengeluarkanmu, akankah engkau takut? Karena dia benar-benar mampu mengeluarkanmu, engkau mungkin tidak berani berpegang pada prinsip, dan engkau mungkin merasa takut. Apa sebenarnya masalahmu? Mengapa engkau merasa takut? (Karena aku tidak percaya bahwa di rumah Tuhan, kebenaranlah yang berkuasa.) Itu adalah salah satu aspeknya. Engkau perlu memiliki keyakinan ini dan berkata, "Kau adalah orang jahat. Jangan mengira bahwa karena sekarang ini kau adalah pemimpin, kau memiliki kuasa untuk mengeluarkanku. Mengeluarkanku adalah tindakan yang keliru. Masalah ini akan terungkap cepat atau lambat. Rumah Tuhan bukan berada di bawah otoritasmu sendiri. Jika kau mengeluarkanku hari ini, pada akhirnya kau akan dihukum. Jika kau tidak percaya, tunggu dan lihat saja nanti. Rumah Tuhan dikuasai oleh kebenaran, oleh Tuhan. Manusia mungkin tidak dapat menghukummu, tetapi Tuhan mampu menyingkapkanmu dan mengusirmu. Ketika perbuatan jahatmu terungkap, pada saat itulah engkau akan menghadapi hukumanmu." Apakah engkau memiliki keyakinan ini? (Ya.) Benarkah? Lalu, mengapa engkau tidak mampu berkata seperti ini? Sepertinya engkau merasa berada dalam bahaya jika mengalami situasi seperti ini; engkau tidak punya keberanian dan tidak benar-benar memiliki keyakinan. Jika engkau menghadapi masalah seperti ini, jika engkau bertemu dengan orang jahat dan antikristus yang sejahat ini, yang cara-caranya dalam menyiksa orang sebanding dengan cara yang digunakan oleh si naga merah yang sangat besar, apa yang akan kaulakukan? Engkau akan mulai menangis, berkata, "Oh, tingkat pertumbuhanku begitu rendah, aku begitu penakut, aku selalu takut akan masalah, aku bahkan takut jika kepalaku terkena sehelai daun yang gugur. Aku benar-benar berharap tidak perlu menghadapi orang-orang seperti itu. Apa yang akan kulakukan jika dia menindasku?" Apakah orang itu sedang menindasmu? Bukan dia yang sedang menindasmu, Iblislah yang sedang menyiksamu. Jika melihatnya dari sudut pandang manusia, engkau akan berkata, "Orang ini tangguh, memiliki status dan menindas orang-orang lugu yang tidak memiliki status." Inikah yang sedang terjadi? Dari sudut pandang kebenaran, bukan penindasan yang sedang terjadi, melainkan Iblis sedang membuat manusia menderita, menyiksa, menipu, merusak, dan menginjak-injak mereka. Bagaimana seharusnya engkau menghadapi dan menangani tindakan-tindakan Iblis tersebut? Perlukah engkau takut? (Aku tidak perlu takut; aku harus melaporkan dan menyingkapkan orang itu.) Di dalam hatimu, engkau tidak perlu takut kepadanya. Jika melaporkan masalah orang itu dan melawannya tidaklah tepat pada saat itu, engkau harus menahan diri untuk sementara waktu dan mencari waktu yang tepat untuk melaporkannya nanti. Jika di antara saudara-saudari terdapat orang-orang sepertimu yang mampu mengenali orang itu, engkau semua harus bersatu untuk melaporkan dan menyingkapkan perbuatan jahatnya. Jika tak seorang pun mampu mengenalinya, dan ketika engkau mengambil langkah untuk melaporkannya, semua orang menolakmu, bersabarlah untuk sementara waktu. Ketika para pemimpin tingkat atas mengunjungi gerejamu untuk memeriksa dan menindaklanjuti pekerjaan, carilah waktu yang tepat untuk melaporkan orang yang bermasalah itu kepada para pemimpin, beritahukan perbuatan jahat orang itu dengan jelas dan secara mendetail, serta biarkan para pemimpin mengeluarkan orang itu. Bijaksanakah cara ini? (Ya.) Di satu sisi, engkau harus memiliki keyakinan dan tidak takut kepada orang jahat, antikristus, atau Iblis. Di sisi lain, engkau tidak boleh menganggap tindakannya terhadapmu sebagai tindakan manusia yang sedang menindas manusia lainnya; engkau harus melihat bahwa esensi dari hal ini adalah Iblis sedang menipu, menyiksa, dan menginjak-injak manusia. Kemudian, tergantung pada keadaannya, engkau harus dengan berhikmat menghadapi penyiksaan orang itu, mencari waktu yang tepat untuk menyingkapkan dan melaporkannya, serta melindungi kepentingan rumah Tuhan dan pekerjaan gereja. Inilah kesaksian yang di dalamnya engkau harus tetap teguh dan inilah tugas serta kewajiban yang harus kaulaksanakan sebagai manusia. Sekalipun dia menindasmu atau memperlakukanmu secara tidak adil, jangan menganggapnya sebagai penindasan. Ini bukanlah dia sedang menindasmu; ini adalah Iblis yang sedang menipu, menginjak-injak, dan menyiksa manusia. Apakah menurutmu si naga merah yang sangat besar sedang menindasmu ketika dia menganiaya orang yang percaya kepada Tuhan? (Tidak.) Dia tidak sedang menindasmu. Mengapa dia menganiaya dirimu? (Karena esensi Iblis adalah menentang Tuhan.) Esensi Iblis adalah menentang Tuhan. Iblis menganggap Tuhan sebagai musuh dan menganggap semua pekerjaan Tuhan sebagai paku di matanya dan duri di dagingnya. Iblis juga menganggap orang-orang yang dipilih Tuhan sebagai musuh. Jika engkau mengikuti Tuhan, Iblis akan membencimu, sebagaimana dikatakan dalam Alkitab: "Jika dunia membenci engkau, ketahuilah bahwa ia sudah membenci Aku lebih dahulu sebelum ia membenci engkau" (Yohanes 15:18). Si naga merah yang sangat besar membenci manusia, membenci Tuhan, menganggap Tuhan sebagai musuh, dan terlebih lagi, menganggap mereka yang mengikuti Tuhan, khususnya mereka yang menerapkan kebenaran, sebagai musuh. Karena itulah mereka ingin menganiaya dirimu, membunuhmu, menghalangimu agar engkau tidak mengikuti Tuhan, membuatmu menyembah dan mengikuti mereka, dan membuatmu mengutuk Tuhan. Jika engkau berkata, "Aku tidak akan mengutuk Dia," mereka akan mengancammu, "Jika kau tidak mengutuk Tuhan, kau akan mati!" Mereka akan berusaha memaksamu untuk berkata, "Partai Komunis itu bagus," dan jika engkau menjawab, "Aku tidak akan mengatakan hal itu," mereka akan berkata, "Jika kau tidak mengatakannya, aku akan menyulitkanmu, aku akan memperlakukanmu dan membalasmu dengan siksaan yang kejam!" Apakah mereka sedang menindasmu? Bukan, itu adalah Iblis yang sedang menganiaya manusia. Mengertikah engkau? (Aku mengerti.) Engkau harus memiliki pemahaman yang benar ketika menghadapi masalah penindasan. Di tengah masyarakat dan di antara kelompok sosial, jika engkau melihat hal ini dari sudut pandang manusia, setiap orang memegang peranan, baik sebagai yang menindas maupun sebagai yang ditindas. Namun, jika engkau melihatnya dari sudut pandang kebenaran, engkau tidak boleh melihatnya dengan cara seperti ini. Esensi perilaku siapa pun yang ingin menindas dan mengendalikanmu jangan dianggap sebagai penindasan, tetapi anggaplah itu sebagai tindakan Iblis yang sedang menipu, menganiaya, memanipulasi, menginjak-injak, dan merusak. Secara spesifik, itu berarti bahwa mereka tidak memperlakukanmu berdasarkan cara-cara yang masuk akal dan manusiawi, mereka tidak sedang memperlakukanmu dengan adil, tetapi mereka sedang menggunakan sudut pandang dan pendirian Iblis, serta menggunakan pemikiran Iblis sebagai panduan dalam cara mereka memperlakukanmu, berbicara kepadamu, dan berinteraksi denganmu. Sebagai contoh, misalkan engkau dan seseorang yang jahat menginap di kamar yang sama. Engkau tiba terlebih dahulu, jadi engkau memilih ranjang yang cocok terlebih dahulu, dan engkau memilih ranjang yang bawah. Begitu orang itu tiba dan melihatnya, dia berkata, "Mengapa kau seenaknya saja memilih ranjang yang bawah? Aku bahkan belum memilih, memangnya ini giliranmu untuk memilih? Kau berani tidur di ranjang yang bawah jika aku tidak mengizinkannya? Berani sekali kau! Kau bahkan tidak mendiskusikannya denganku, dan langsung memilih ranjang yang bawah. Cepat pindah ke ranjang yang atas!" Engkau menjawab, "Mengapa bukan kau saja yang tidur di ranjang yang atas? Kau tiba sesudah aku; menurut antrean, kau seharusnya tidur di ranjang yang atas." Dia berkata: "Antrean? Aku tidak pernah mengikuti antrean apa pun! Aku tidak mengantre di mana pun; aku bahkan tidak perlu mengantre untuk bertemu presiden! Apa kau tidak tahu siapa aku? Berani sekali kau berbicara kepadaku tentang mengantre! Kau mau mati, ya? Naik ke ranjang atas!" Jadi, engkau pun terpaksa menurut dan pindah ke ranjang atas. Apakah ini penindasan terhadapmu? Dari sudut pandang manusia, ini terlihat sebagai penindasan. Dia menganggapmu sebagai orang lugu, orang yang dapat dimanipulasi. Dia terlebih dahulu unjuk kekuatan yang mengintimidasi dirimu dan memberimu pelajaran agar engkau tahu siapa dirinya. Seperti inilah jika memandangnya dari sudut pandang manusia atau dari sudut pandang daging atau perasaan manusia. Namun, jika engkau memandangnya dari sudut pandang kebenaran, dapatkah engkau melihatnya dengan cara yang sama? Engkau memilih ranjang yang bawah terlebih dahulu, semuanya sesuai dengan urutan kedatanganmu, tetapi dia bersikeras bahwa engkau harus pindah, memaksamu pindah ke ranjang yang atas. Bukankah ini tidak masuk akal? Bukankah dia sedang menyiksamu? Bukankah dia tidak memperlakukanmu sebagai manusia? Bukankah dia tidak bersikap hormat terhadapmu? Bukankah dia sedang bertindak seolah-olah dia adalah bos, dan memperlakukanmu seperti pelayan atau budak? Seperti apakah cara berpikirnya? Setiap orang yang tidak setangguh dirinya adalah pelayannya, seseorang yang dapat dia perintah, seseorang yang dapat dia siksa. Dari sudut pandang kebenaran, ini tidak dapat disebut sebagai penindasan; ini adalah tentang menyiksa manusia. Siapakah yang mampu menyiksa manusia? Orang jahat, setan, preman, pengacau, bajingan, orang-orang yang tidak masuk akal, tidak memiliki kemanusiaan dan tidak menghormati siapa pun. Mereka tidak mengikuti aturan di mana pun mereka berada. Mereka bertindak seolah-olah mereka adalah bosnya, seolah-olah apa pun yang baik, menguntungkan, atau bermanfaat, adalah milik mereka sendiri. Orang lain tidak boleh turut menikmati hal-hal tersebut atau bahkan berpikir untuk mengambilnya. Bukankah orang ini adalah bajingan? (Ya.) Inilah yang dilakukan oleh para bajingan dan setan. Mereka menyiksamu seperti ini, jadi bukankah engkau akan merasa takut? Engkau akan berpikir, "Ya ampun, ternyata ada orang yang setangguh ini. Dia bahkan menganggapku berbuat salah jika aku tidur di ranjang bawah. Apa yang sedang terjadi?" Engkau akan merasa takut, dan sejak saat itu, ketika berbicara dengannya, engkau harus memilih kata-katamu. Engkau harus merenungkannya, berpikir, "Aku tidak boleh membuatnya kesal, dan aku tidak boleh memancing kemarahannya. Jika aku memancing kemarahannya, dia akan menyulitkanku." Jika engkau memiliki pola pikir seperti ini, berarti dia telah mencapai tujuannya. Apa tujuannya? Dia ingin menakutimu, membuatmu takut kepadanya, menciptakan perbedaan hierarki antara dia dengan dirimu, di mana dia adalah bosnya, dan engkau adalah pelayannya, dan ke mana pun engkau pergi, engkau harus menuruti perkataannya serta mengalah kepadanya. Bukankah ini adalah prinsip Iblis dalam caranya melakukan segala sesuatu? Dia harus menjadi bosmu, dan engkau harus menjadi pelayannya. Engkau harus didisiplinkan secara sewenang-wenang, diperintah dan dipermainkan olehnya; engkau harus mengalah kepadanya dalam segala hal. Engkau tidak boleh berdiri sejajar dengannya; jika engkau ingin sejajar dengannya, satu-satunya keadaan di mana engkau dapat sejajar dengannya adalah setelah dia mati. Engkau hanya pantas sejajar dengan orang mati. Katakan kepada-Ku, sampai sejauh mana engkau telah ditindas olehnya? Di lubuk hatimu, apakah perbuatannya yang jahat dan sikapnya yang mendominasi itu telah membuatmu takut? (Ya.) Engkau telah menerima fakta ini, engkau telah berkompromi, jadi dapatkah dikatakan bahwa sebagai akibatnya, engkau telah dirusak olehnya? Dia telah mencengkeram erat dirimu; ketika dia melakukan hal-hal jahat dan melanggar prinsip, engkau tidak akan berani angkat bicara karena waktu itu dia memindahkanmu dari ranjang bawah ke ranjang atas dengan satu tendangan. Engkau tidak akan berani memancing kemarahannya lagi; ketika bertemu dengannya, engkau akan menghindar, dan mendengar namanya saja sudah membuatmu berkeringat dingin. Bukankah ini berarti engkau takut kepadanya? Engkau tidak berani memperlakukannya dengan adil berdasarkan prinsip; dia telah mencengkeram erat dirimu. Apa artinya dia mencengkeram erat dirimu? Itu berarti dia telah memilikimu dan mengendalikanmu. Bukankah ini yang terjadi? (Ya.) Lalu, bagaimana seharusnya engkau menangani situasi ini agar tidak dikendalikan olehnya? Engkau harus menganggap masalah orang jahat yang menindas orang lain sebagai fenomena Iblis yang merusak dan menganiaya manusia. Setelah engkau memahami esensi yang sebenarnya dari hal ini, bagaimana engkau harus memperlakukan orang itu? Di lubuk hatimu, engkau harus membenci dan menolak orang jahat ini, bukan takut kepadanya. Engkau harus berpikir, "Oh, kau ingin aku tidur di ranjang atas? Baiklah, aku akan tidur di ranjang atas. Namun, hari ini, aku telah melihat satu lagi tindakan orang jahat, aku telah mengenali esensi satu lagi orang jahat, dan mulai sekarang aku akan mampu mengenali satu lagi jenis perilaku yang orang jahat lakukan dalam kehidupannya sehari-hari dan di belakang orang lain. Mulai hari ini, aku akan mengamati dengan saksama apa yang dia katakan dan lakukan, dan apakah dia sedang melakukan penipuan atau tidak. Jika rumah Tuhan menggunakan dia, aku akan melihat apakah dia bertindak berdasarkan prinsip, apakah dia melindungi kepentingan rumah Tuhan, apakah dia menghamburkan uang persembahan, dan apakah dia tetap saja menyiksa orang lain." Di lubuk hatimu, engkau harus berdoa: "Tuhan, mohon singkapkanlah orang jahat ini, mampukan aku untuk mengenali perbuatan jahatnya dan esensi dirinya. Bantulah aku untuk mengumpulkan bukti atas perbuatan jahatnya, dan berilah aku keberanian, mampukan aku untuk tidak takut kepada orang jahat, berilah aku keyakinan serta kekuatan untuk melawannya." Meskipun engkau tetap sekamar dengannya, dan dari luar tidak terlihat adanya perubahan, di lubuk hatimu, engkau tidak akan takut kepadanya karena semua yang dia lakukan kepadamu bukanlah penindasan, melainkan perwujudan dan penyingkapan natur Iblis dalam dirinya. Jika engkau memandangnya seperti ini, akankah engkau tetap merasa takut kepadanya? Atas setiap perbuatan jahat yang dia perlihatkan, dan setiap perkataan tak masuk akal yang dia katakan, engkau akan mengutuknya di dalam hatimu, dengan berkata, "Kau adalah setan, kau adalah Iblis, kau melakukan kejahatan serta menentang Tuhan, dan cepat atau lambat, kau akan dikutuk. Tuhan tidak akan membiarkanmu lolos; pada akhirnya engkau akan tersingkap!" Dengan cara inilah engkau harus memperlakukan orang jahat. Engkau harus memiliki keyakinan serta kekuatan untuk melawannya, dan engkau harus berdoa kepada Tuhan, sehingga hatimu akan memiliki kekuatan, dan engkau tidak akan takut kepadanya. Bagaimana menurutmu cara ini? Bukankah taktik ini efektif? (Ya, ini efektif.) Ketika engkau mengenali orang itu dengan cara seperti ini dari sudut pandang kebenaran, bukankah ini lebih nyata daripada apa yang orang tua ajarkan kepadamu, yaitu "Orang tidak boleh berniat mencelakakan orang lain, tetapi harus selalu bersikap waspada terhadap orang lain sebab mereka mungkin saja akan mencelakakan dirimu"? Apa gunanya bersikap waspada? Engkau tidak dapat bersikap waspada terhadap perbuatan Iblis yang menganiaya dan merusakmu. Perusakan dan penganiayaan Iblis terhadapmu tidak dapat kaucegah. Hal itu terjadi di mana-mana. Perusakan Iblis terhadap manusia bukan hanya di luarnya, bukan hanya secara lahiriah; Iblis juga merusak pemikiranmu. Dapatkah engkau bersikap waspada terhadap perusakan ini? Hal terpenting adalah engkau harus memperlengkapi dirimu dengan kebenaran dan mengandalkan Tuhan. Engkau bukan saja harus mengenali tindakan orang jahat, tetapi juga esensi orang jahat, dan engkau sekaligus harus memahami yang sebenarnya tentang pemikiran serta sudut pandang yang diungkapkan orang jahat. Kemudian, perlengkapi dirimu dengan kebenaran, gunakan firman Tuhan dan kebenaran untuk menyingkapkan dan menelaah hal-hal itu, sehingga saudara-saudarimu juga akan mampu memperoleh pemahaman. Kemudian, semua orang dapat bangkit untuk menolaknya bersama-sama. Betapa indahnya hal itu, bukan? Jika engkau selalu bertahan, selalu berwaspada, selalu menolak atau menghindar, itu adalah sikap yang pengecut, itu bukanlah perwujudan dari seorang pemenang.
Setelah mempersekutukan semua ini, apakah kini engkau semua memiliki pandangan baru tentang masalah orang yang ditindas? Apakah penindasan itu benar? (Tidak.) Pada dasarnya, apa yang dimaksud dengan penindasan? (Penindasan adalah penyiksaan yang orang jahat lakukan terhadap orang-orang lainnya.) Pada dasarnya, penindasan adalah penyiksaan dan penipuan yang orang jahat dan Iblis lakukan terhadap orang lain. Lalu pada dasarnya, apa yang dimaksud dengan tertindas? (Tertindas berarti lemah, tidak menerapkan kebenaran, tidak berani bangkit dan melawan.) Benar, takut kepada orang jahat, takut pada kekuatan jahat, tidak memiliki keyakinan untuk melawan Iblis, tidak memiliki keyakinan untuk mengenal, memahami, dan mengetahui wajah buruk Iblis yang sebenarnya, dan tidak memiliki keyakinan untuk melawan Iblis yang menginjak-injak dan menganiaya dirimu. Bukankah seperti itulah tertindas itu pada dasarnya? (Ya.) Mereka yang tidak memiliki keyakinan selalu memiliki ganjalan dalam hati mereka; mereka selalu takut, berpikir, "Aku tidak mau ditindas oleh orang lain. Aku tidak menindas orang lain, dan aku tidak mau ditindas oleh orang lain, sebagaimana perkataan ibuku, 'Orang tidak boleh berniat mencelakakan orang lain, tetapi harus selalu bersikap waspada terhadap orang lain sebab mereka mungkin saja akan mencelakakan dirimu.'" Mereka berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, kumohon jangan biarkan aku bertemu dengan orang-orang jahat; aku ini penakut, aku adalah orang yang selalu lugu dan apa adanya. Aku percaya kepada-Mu dan mengikuti-Mu; Engkau harus melindungiku!" Ini adalah sikap yang tidak berdaya. Engkau telah mendengar begitu banyak kebenaran, dan telah memahami begitu banyak kebenaran. Engkau tidak takut kepada para setan dan Iblis, jadi apakah engkau takut kepada orang jahat? Apakah engkau semua takut kepada si naga merah yang sangat besar? (Jika tertangkap, aku akan takut, tetapi aku dapat berdoa kepada Tuhan dan mengandalkan Dia.) Artinya, engkau belum merasa takut akan kejahatan mereka. Ini juga merupakan perwujudan yang hanya muncul jika orang memiliki landasan keyakinan tertentu. Ada orang-orang yang berkata, "Engkau berkata bahwa aku takut kepada si naga merah yang sangat besar. Jika aku takut kepada mereka, bagaimana mungkin aku sampai sejauh ini? Bukankah inilah kenyataannya? Namun, jika aku diminta untuk mengatakan bahwa aku tidak takut kepada si naga merah yang sangat besar, aku masih merasa agak takut untuk melakukannya. Bagaimana jika mereka mendengar perkataanku?" Masih ada sedikit ketakutan di sana. Orang-orang seperti ini masih agak takut untuk terang-terangan berkata bahwa si naga merah yang sangat besar itu jahat dan kejam; mereka tidak memiliki keyakinan itu, dan tingkat pertumbuhan mereka masih terlalu rendah. Aku tidak memintamu untuk melawan si naga merah yang sangat besar secara terbuka atau memancing kemarahan mereka. Namun, di lubuk hatimu, setidaknya, engkau harus tahu bahwa si naga merah yang sangat besar, si setan ini, memperlakukan manusia dengan cara menganiaya, merusak, menipu, menginjak-injak, dan kemudian menelan mereka. Ini bukanlah penindasan; ini bukanlah seolah-olah mereka menindas dan menyiksa orang-orang percaya karena mereka lugu, mengikuti aturan, dan menaati hukum. Itu omong kosong, itu adalah pernyataan yang menunjukkan tidak adanya pemahaman rohani. Si naga merah yang sangat besar sedang menganiaya dirimu. Bagaimana cara mereka menganiayamu? Mereka mengancam, mengintimidasi, menganiaya, dan menyiksamu. Apa tujuan mereka menganiaya dirimu? Agar engkau melepaskan imanmu, agar engkau menyangkal Tuhan, meninggalkan Tuhan, lalu berkompromi dengan mereka, dan pada akhirnya, agar engkau menyembah serta mengikuti mereka, tunduk kepada mereka, menerima berbagai pemikiran mereka, dan bersujud menyembah mereka. Mereka senang melakukan hal ini; inilah tujuan mereka menganiaya dirimu. Karena mereka melihat bahwa engkau mengikuti Tuhan dan bukan mereka, mereka menjadi iri dan tidak akan melepaskanmu. Tentu saja, jika engkau tidak mengikuti Tuhan, akankah mereka melepaskanmu? (Tidak, karena mereka juga menganiaya orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan.) Benar, dalam bahasa sehari-hari, mereka memang seperti itu; lebih tepatnya, ini sudah menjadi esensi natur mereka. Bahkan orang-orang yang mengikuti mereka, yang menyanyikan pujian bagi mereka, orang-orang itu juga tetap dianiaya, ditipu, dan diinjak-injak oleh mereka, dan setelah memanfaatkan orang-orang itu, mereka membuang, bahkan membunuh beberapa dari orang-orang itu untuk menutup mulut mereka, dan pada akhirnya menelan orang-orang itu sepenuhnya. Bagaimanapun juga, semuanya tidak berakhir baik bagi orang-orang itu. Apa pun yang terjadi, orang harus mengetahui dengan jelas bahwa tujuan utama keluarga menanamkan dan mengindoktrinasikan berbagai pemikiran dan sudut pandang dalam diri orang bukanlah benar-benar untuk melindungi mereka atau menuntun mereka menuju jalan yang benar. Sebaliknya, tujuan mereka adalah untuk menjauhkan orang dari Tuhan, agar mereka hidup berdasarkan falsafah Iblis, dan agar mereka secara berulang-ulang dan terus-menerus menerima diri mereka diinjak-injak oleh berbagai pemikiran serta pembelajaran dan pembiasaan berbagai tren jahat yang berasal dari masyarakat dan Iblis. Apa pun niat dan tujuan awal keluarga melakukan hal ini, pada akhirnya, semua ini tidak dapat menuntun orang menuju jalan yang benar ataupun menuntun mereka masuk ke dalam kenyataan kebenaran dan untuk mereka pada akhirnya memperoleh keselamatan. Oleh karena itu, berbagai pemikiran dan sudut pandang yang berasal dari keluarga adalah sesuatu yang harus orang lepaskan, sesuatu yang harus mereka lepaskan selama proses dan selama perjalanan mereka mengejar kebenaran. Baiklah, sampai di sinilah persekutuan kita hari ini. Sampai jumpa!
4 Maret 2023
Catatan kaki:
a. Han Xin adalah seorang jenderal terkenal dari dinasti Han, yang pernah dipaksa untuk merangkak di antara kedua kaki seorang tukang daging yang mengejeknya karena kepengecutannya sebelum dia kemudian menjadi terkenal.