Cara Mengejar Kebenaran (13)
Selama beberapa waktu ini, kita telah mempersekutukan topik tentang "melepaskan" dalam "Cara Mengejar Kebenaran". Sudahkah engkau semua memikirkan berbagai aspek yang ada kaitannya dengan topik ini? Mengenai hal-hal yang kita persekutukan yang perlu orang lepaskan, apakah mudah bagi orang untuk melepaskannya? Setelah mendengarkan persekutuan, apakah engkau semua merenungkannya dan merenungkan dirimu sendiri berdasarkan isi persekutuan tersebut? Apakah engkau membandingkan isi persekutuan ini dengan apa yang kauwujudkan dan perlihatkan dalam kehidupanmu sehari-hari? (Biasanya, aku merenungkannya. Ketika dalam persekutuan terakhir Tuhan menyampaikan tentang melepaskan pengaruh pembelajaran dan pembiasaan yang keluarga tanamkan dalam diri kita, aku sadar bahwa dalam hidupku, aku selalu mematuhi falsafah Iblis tentang cara berinteraksi dengan orang lain, seperti pepatah "Manusia membutuhkan harga dirinya seperti pohon membutuhkan kulitnya", yang keluargaku tanamkan dalam diriku. Setelah menerima gagasan ini, aku mementingkan martabat dan status dalam segala hal yang kulakukan, takut kehilangan muka, dan aku tidak mampu menjadi orang yang jujur.) Isi dari semua yang kita persekutukan ini adalah tentang melepaskan berbagai hal terutama yang berkaitan dengan pemikiran dan pandangan orang tentang berbagai hal. Dengan menyingkapkan pemikiran dan pandangan mereka yang keliru tentang hal-hal semacam itu, pembahasan ini memungkinkan orang untuk memahami dan memiliki pengetahuan yang jelas mengenai hal-hal keliru tersebut, dan kemudian mampu melepaskannya dengan cara yang positif dan tidak dibatasi olehnya. Hal yang terpenting adalah orang tidak diikat oleh pemikiran dan pandangan ini, tetapi mampu hidup dan bertahan hidup dengan menggunakan firman Tuhan dan kebenaran sebagai standar mereka dengan tepat. Jika orang ingin masuk ke dalam kenyataan berbagai kebenaran, mereka harus memiliki pengetahuan dan pengalaman dari segala sudut pandang. Terutama, mereka harus memiliki pemahaman yang jelas tentang gagasan dan pandangan yang pasif dan negatif tentang berbagai hal. Hanya jika mereka mampu mengetahui yang sebenarnya tentang hal-hal itu, barulah mereka akan mampu secara proaktif melepaskannya dan tidak lagi disesatkan dan diikat olehnya. Oleh karena itu, untuk dapat masuk ke dalam kenyataan berbagai kebenaran dan mencapai hasil dalam mengejar kebenaran, orang harus sering merenungkan diri mereka sendiri dan memikirkan tentang bagaimana mereka telah diikat dan dikendalikan oleh berbagai gagasan dan pandangan dalam kehidupan mereka sehari-hari, atau sering mencari tahu pemikiran dan pandangan apa yang mereka patuhi tentang berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari, dan mengenali apakah pemikiran dan pandangan ini benar dan sesuai dengan kebenaran atau tidak, apakah hal-hal itu positif dan berasal dari Tuhan, atau apakah hal-hal itu berasal dari niat manusia atau Iblis. Ini adalah pelajaran yang sangat penting, dan ini merupakan aspek kenyataan yang harus orang masuki setiap hari dalam kehidupan mereka sehari-hari. Artinya, dalam kehidupan sehari-hari, entah engkau menghadapi berbagai orang, peristiwa dan hal-hal atau tidak, engkau harus selalu memeriksa pemikiran dan pandangan apakah yang kaupatuhi, dan apakah pemikiran dan pandangan ini benar dan sesuai dengan kebenaran atau tidak—ini adalah pelajaran yang sangat penting. Dalam kehidupanmu sehari-hari, di luar waktu normal yang kauhabiskan untuk melaksanakan tugasmu, jalan masukmu dalam aspek ini harus mencakup 80 hingga 90 persen dari hidupmu. Hanya dengan cara ini, barulah ada harapan bagimu untuk mampu menyingkirkan segala macam pemikiran dan pandangan tentang hal-hal negatif, dan masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Dapat juga dikatakan bahwa engkau baru ada harapan hanya jika engkau memandang orang dan hal-hal, serta berperilaku dan bertindak sepenuhnya berdasarkan firman Tuhan, dengan menjadikan kebenaran sebagai standarmu; hanya dengan melakukan ini, barulah ada harapan bagimu untuk memperoleh keselamatan pada akhirnya. Jika dalam kehidupanmu sehari-hari, di luar waktu normal yang kauhabiskan untuk melaksanakan tugasmu, pikiranmu kosong selama 80 hingga 90 persen dari sisa waktumu, atau engkau hanya memikirkan dan merenungkan tentang kehidupan jasmaniah, status dan reputasimu, maka tidak akan mudah bagimu untuk masuk ke dalam kenyataan kebenaran, ataupun mencapai hasil dalam pengejaranmu akan kebenaran. Jika kedua hal ini tidak mudah kaucapai, kesempatanmu untuk memperoleh keselamatan akan sangat kecil. Oleh karena itu, tergantung pada apakah memperoleh keselamatan itu? Di satu sisi, itu tergantung pada bagaimana Tuhan bekerja, dan apakah Roh Kudus bekerja dalam dirimu atau tidak; di sisi lain, itu tergantung pada ketekunan subjektifmu, seberapa banyak engkau mau membayar harga, dan sebanyak apa tenaga dan waktu yang kaugunakan untuk mengejar kebenaran dan memperoleh keselamatan. Jika apa yang kaupikirkan dan lakukan di sebagian besar waktumu tidak ada kaitannya dengan mengejar kebenaran, maka apa yang kaulakukan itu tidak ada kaitannya dengan keselamatan—ini adalah fakta yang tidak dapat dihindari dan akibat yang tidak dapat dihindari. Jadi, apa yang harus kaulakukan ke depannya? Di satu sisi, engkau harus menyimak setiap topik yang sedang dipersekutukan dengan saksama, dan setelah itu, secara proaktif berusaha untuk merenungkan dan memahami topik tersebut, yang berarti, setelah kita menyelesaikan sebuah topik, engkau harus segera merenungkan dirimu sendiri sementara topik itu masih hangat di benakmu, agar engkau memperoleh pengetahuan yang benar dan akurat dan benar-benar mengalami pertobatan. Tujuan mampu memahami aspek kebenaran ini sesegera mungkin setelah kita selesai mempersekutukannya, atau setelah engkau akhirnya memahami bagian tertentu yang kita persekutukan, adalah untuk memungkinkanmu memiliki kesadaran paling mendasar dalam pemikiran dan pandanganmu sendiri sehingga kelak, jika engkau menghadapi hal-hal yang berkaitan dengan kehidupanmu sehari-hari, pengetahuan dan pemahamanmu akan prinsip-prinsip kebenaran yang sebelumnya akan menjadi gagasan dan pandangan mendasar yang akan membimbingmu ketika engkau mengalami hal-hal tersebut. Setidaknya, setelah engkau memperoleh kesadaran dan memiliki pengetahuan yang benar dan akurat, sikap dan pemahamanmu yang berkaitan dengan hal ini akan menjadi positif dan proaktif. Dengan kata lain, sebelum peristiwa ini terjadi, engkau telah "divaksinasi" dan memiliki tingkat "kekebalan" tertentu, sehingga ketika peristiwa itu benar-benar terjadi, kemungkinanmu untuk gagal serta kemungkinanmu untuk mengkhianati Tuhan akan berkurang, dan kemungkinanmu untuk masuk ke dalam kenyataan kebenaran akan sangat meningkat. Ini sama seperti ketika pandemi terjadi: jika engkau tidak divaksinasi, yang dapat kaulakukan hanyalah tetap berada di dalam rumah dan tidak keluar rumah, sehingga mengurangi risiko terinfeksi menjadi nol. Namun, jika engkau ingin keluar rumah dan bepergian, serta berhubungan dengan dunia luar, engkau harus divaksinasi. Apakah vaksin ini menghilangkan kemungkinan terinfeksi? Tidak, tetapi vaksin akan mengurangi kemungkinan terinfeksi. Dapat dikatakan bahwa engkau akan memiliki antibodi. Proses mengejar kebenaran dimulai dengan memahami berbagai kebenaran. Jika engkau memahami pernyataan dan prinsip yang tepat dan positif dari dalam berbagai kebenaran, dan sekaligus memiliki pemahaman tertentu tentang berbagai pemikiran dan pandangan yang buruk dan negatif yang disingkapkan oleh setiap kebenaran, maka setiap kali peristiwa serupa kembali terjadi, pilihanmu tidak akan lagi berdasarkan standar gagasan dan pendapat yang buruk dan negatif yang telah Iblis tanamkan dalam dirimu, dan engkau tidak akan lagi memiliki sikap yang berpaut pada gagasan dan pandangan semacam itu. Meskipun pada tahap ini engkau belum masuk ke dalam aspek kenyataan kebenaran ini dan pandanganmu mungkin netral, meskipun demikian, setelah menerima gagasan dan pandangan yang positif ini, engkau akan memiliki pemahaman tertentu tentang gagasan dan pandangan negatif, sehingga ketika kelak engkau menghadapi masalah serupa, setidaknya, engkau akan mampu membedakan antara gagasan dan pandangan yang positif dan negatif yang berkaitan dengan hal semacam ini, dan memiliki standar tertentu untuk menanganinya. Berdasarkan standar ini, orang yang mencintai kebenaran dan memiliki kemanusiaan akan lebih cenderung untuk menerapkan kebenaran dan memandang orang dan hal-hal, serta berperilaku dan bertindak berdasarkan standar kebenaran. Hingga taraf tertentu, ini akan sangat membantumu untuk masuk ke dalam kenyataan kebenaran dan untuk melakukan penerapan berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, tunduk kepada Tuhan sesuai dengan tuntutan-Nya, dan menerima orang, peristiwa, dan hal-hal yang Tuhan atur untukmu. Dari sudut pandang ini, dapatkah dikatakan bahwa makin banyak kebenaran yang orang pahami, makin besar pula kemungkinan mereka untuk masuk ke dalam kenyataan kebenaran, dan makin menyeluruh mereka memahami hal-hal negatif, makin besar pula kemungkinan mereka untuk memberontak terhadap hal-hal negatif ini? (Ya.) Oleh karena itu, entah engkau mau mengejar kebenaran atau tidak, entah engkau telah memutuskan untuk mengejar kebenaran atau tidak, entah engkau sedang menempuh jalan mengejar kebenaran atau tidak, dan seperti apa pun kualitasmu atau seperti apa pun caramu memahami kebenaran, singkatnya, jika orang ingin mengejar kebenaran, jika mereka ingin memahami standar kebenaran, dan menerapkan serta masuk ke dalam kebenaran, adalah perlu bagi mereka untuk mengenali dan memahami segala macam hal-hal yang negatif. Ini adalah prasyarat untuk mengejar kebenaran dan masuk ke dalam kenyataan kebenaran.
Ada orang-orang yang tidak memahami kebenaran, dan mengenai berbagai topik yang sedang kita persekutukan sekarang ini, mereka selalu merasa: "Aku belum pernah memikirkan topik-topik ini, dan aku juga belum pernah mengalaminya. Aku tidak melihat adanya kaitan antara apa yang Kaukatakan tentang topik-topik ini dengan berbagai masalah, watak rusak, dan perwujudan kerusakanku sendiri, jadi apa hubungan pembahasan-Mu tentang topik-topik ini dengan pengejaranku akan kebenaran? Sepertinya pembahasan-Mu sama sekali tidak ada hubungannya dengan masuknya aku ke dalam kenyataan kebenaran, bukan? Mengapa Engkau tidak membahas topik-topik yang mendalam dan luhur yang berkaitan dengan jalan masuk orang yang positif? Mengapa selalu menguraikan tentang hal-hal sepele dalam kehidupan sehari-hari yang negatif seperti ini?" Apakah pendapat ini benar atau salah? (Salah.) Setiap kali orang yang memiliki gagasan seperti ini mendengar tentang hal-hal sepele dalam kehidupan sehari-hari, terutama ketika beberapa contoh tentang hal-hal ini diberikan, mereka merasa jijik dan tidak mau mendengarkan. Mereka berpikir, "Isi pembahasan ini terlalu biasa dan dangkal, tidak ada yang hebat mengenai hal ini, terlalu sederhana. Begitu aku mendengarnya, aku langsung memahaminya. Semua itu terlalu mudah. Kebenaran seharusnya tidak seperti ini, kebenaran seharusnya lebih mendalam daripada ini, dan orang harus mendengarkannya beberapa kali sebelum mereka mampu memahaminya dan mengingat satu atau dua kalimatnya. Yang Kaubahas sekarang ini adalah hal-hal sepele dalam kehidupan sehari-hari, serta beberapa hal yang manusia normal wujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Bukankah ini benar-benar agak terlalu dangkal bagi kita?" Menurutmu, apakah orang-orang yang memiliki pandangan seperti ini benar dalam cara berpikir mereka? (Tidak, mereka salah.) Mengapa mereka salah? Apa yang salah dengan mereka? Yang terpenting dan terutama, apakah pemikiran dan pandangan manusia tidak ada kaitannya dengan kehidupan mereka sehari-hari? (Ada kaitannya.) Apakah berbagai perwujudan dan sikap mereka tidak ada kaitannya dengan kehidupan mereka sehari-hari? (Ada kaitannya.) Ya, semua ini ada kaitannya. Watak rusak, pemikiran dan pandangan manusia, gagasan dan niat mereka dalam berbagai hal, cara-cara khusus mereka dalam melakukan berbagai hal, serta pemikiran dan gagasan yang muncul dari pikiran mereka, semua itu tidak dapat dipisahkan dari berbagai hal yang mereka wujudkan dan perlihatkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, berbagai hal yang orang wujudkan dan perlihatkan dalam kehidupan mereka sehari-hari, serta pemikiran, pandangan, dan sikap mereka terhadap berbagai hal yang menimpa mereka, semuanya itu adalah hal yang lebih spesifik yang berkaitan dengan watak rusak manusia. Tujuan mengejar kebenaran adalah agar orang mengubah pemikiran dan pandangan mereka yang keliru dan, agar mereka membuang watak rusak mereka, menyingkirkan pemberontakan dan pengkhianatan mereka terhadap kebenaran dan Tuhan, dan esensi natur mereka yang melawan Tuhan dengan cara mengubah pemikiran dan pandangan mereka, dan mengubah sikap mereka terhadap segala macam orang, peristiwa, dan hal-hal. Jadi, jika engkau ingin mengejar kebenaran, bukankah mutlak perlu bagimu untuk menyingkirkan dan mengubah pemikiran dan pandanganmu yang keliru dalam kehidupan sehari-hari? Bukankah ini adalah hal yang terpenting? (Ya.) Oleh karena itu, terdengar sedangkal atau sebiasa apa pun hal-hal yang Kubahas, jangan memiliki sikap mental yang memberontak mengenainya. Hal-hal ini jelas bukan hal yang kurang penting. Hal-hal ini menguasai hati dan pikiranmu, serta mengendalikan pemikiran dan pandanganmu tentang setiap orang, peristiwa, dan hal yang kauhadapi. Jika engkau tidak mengubah atau membuang pemikiran dan pandangan yang keliru ini dalam kehidupan sehari-hari, maka pernyataanmu bahwa engkau menerima kebenaran dan memiliki kenyataan kebenaran hanya merupakan kata-kata kosong. Sama seperti jika engkau mengidap kanker—penyakit itu harus diobati secara proaktif. Di organ mana pun sel-sel kanker itu berada, entah di dalam darahmu, atau di kulitmu, atau entah sel-sel itu berada di permukaan atau tersembunyi di dalam tubuhmu, dapat dikatakan bahwa hal pertama yang harus ditangani adalah sel-sel kanker yang ada di dalam tubuhmu. Hanya setelah sel-sel kanker itu disingkirkan, barulah berbagai nutrisi yang kaukonsumsi dapat diserap dan bekerja di dalam tubuhmu. Dengan demikian, semua organ dalam tubuhmu akan dapat berfungsi dengan normal. Setelah penyakit itu disingkirkan, tubuhmu akan menjadi lebih sehat dan lebih normal. Dan orang seperti ini telah sepenuhnya sembuh dari penyakitnya. Pengejaran orang akan kebenaran adalah proses membuang watak yang rusak, dan juga merupakan proses masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Proses membuang watak yang rusak adalah proses orang berubah dan menyingkirkan pemikiran dan pandangan yang keliru dan negatif. Itu juga merupakan proses orang memperlengkapi diri mereka dengan berbagai gagasan dan pandangan yang benar dan positif. Apa yang dimaksud dengan gagasan dan pandangan yang positif? Itu adalah hal-hal yang berkaitan dengan kenyataan, prinsip, dan standar kebenaran. Agar dapat masuk ke dalam kenyataan kebenaran, orang harus menganalisis dan memahami berbagai gagasan dan pandangan mereka yang keliru tentang hidup, kelangsungan hidup, dan cara berinteraksi dengan orang lain satu per satu dengan mencari kebenaran, dan setelah itu meluruskannya dan menyingkirkannya satu per satu. Singkatnya, mengejar kebenaran adalah tentang membuat orang menyingkirkan semua pemikiran dan pandangan mereka yang keliru dan tidak benar, dan membuat orang memiliki pemikiran dan pandangan yang benar tentang segala macam hal, memiliki pemikiran, dan pandangan yang sesuai dengan prinsip kebenaran. Hanya dengan cara inilah, orang akan mampu mencapai tujuan, yaitu memandang orang dan hal-hal, serta berperilaku dan bertindak sepenuhnya berdasarkan firman Tuhan dan dengan kebenaran sebagai standar mereka. Ini adalah hasil akhir yang orang capai dengan mengejar kebenaran, dan ini juga merupakan kenyataan kebenaran yang pada akhirnya orang jalani setelah memperoleh keselamatan. Apakah engkau mengerti hal ini? (Ya.)
Pada pertemuan yang sebelumnya, kita mempersekutukan topik "melepaskan" mengenai keluarga. Hal apa yang sebelumnya kita persekutukan mengenai topik keluarga? (Kita bersekutu tentang ketidaknyamanan dan hambatan yang disebabkan oleh keluarga terhadap pengejaran kita akan kebenaran, serta tentang pengejaran, cita-cita, dan keinginan apa yang harus kita lepaskan yang berkaitan dengan masalah keluarga. Tuhan menyebutkan dua hal, yang pertama adalah melepaskan identitas yang kita warisi dari keluarga kita, dan yang kedua adalah melepaskan pengaruh pembelajaran dan pembiasaan yang keluarga tanamkan dalam diri kita.) Memang benar kedua hal itu. Yang pertama adalah melepaskan identitas yang kauwarisi dari keluargamu. Tahukah engkau prinsip kebenaran apa yang harus orang pahami dalam hal ini? Setelah mendengarkan persekutuan-Ku, jika Aku tidak memberi engkau semua rangkuman yang spesifik, apakah engkau semua tahu cara merangkumnya sendiri? Setelah Aku mempersekutukan hal-hal ini dan rincian spesifik mengenainya, apakah engkau semua merangkum prinsip-prinsip apa saja yang harus orang patuhi mengenai aspek kebenaran ini? Jika engkau tahu cara merangkumnya, engkau akan mampu menerapkannya; jika engkau tidak tahu cara merangkumnya, dan terpaku pada bagian-bagian tersebar di mana engkau dicerahkan, dan tidak tahu prinsip-prinsip kebenaran apa saja yang tercakup di dalamnya, engkau tidak akan mampu menerapkannya. Jika engkau tidak tahu cara menerapkannya, engkau tidak akan pernah masuk ke dalam aspek kenyataan kebenaran ini. Sekalipun engkau mengetahui apa masalahmu, engkau tetap tidak akan mampu mengaitkannya dengan firman-Ku, dan engkau tidak akan mampu menemukan prinsip-prinsip yang sesuai untuk kauterapkan. Tujuan utama bersekutu tentang melepaskan identitas yang kauwarisi dari keluargamu adalah agar engkau mampu memandang orang dan berbagai hal, serta berperilaku dan bertindak tanpa dipengaruhi oleh berbagai pengaruh yang berkaitan dengan identitas tersebut. Jika identitas yang kauwarisi dari keluargamu adalah identitas yang terhormat, engkau harus memperlakukan identitas ini dengan benar. Engkau tidak boleh merasa dirimu terhormat, atau merasa dirimu lebih berharga daripada orang lain, atau merasa identitasmu istimewa. Ketika berada di antara orang lain, engkau harus mampu berinteraksi dengan benar dengan mereka berdasarkan prinsip-prinsip yang Tuhan peringatkan kepada orang, dan memperlakukan semua orang dengan benar, alih-alih menggunakan latar belakang keluargamu yang terhormat itu sebagai modal untuk pamer dalam segala keadaan, dan membuat orang lain menganggapmu terhormat dalam segala keadaan. Misalkan engkau tidak mampu melepaskan identitas yang kauwarisi dari keluargamu, dan selalu menggunakan latar belakang keluargamu sebagai modal, dan berperilaku sebagai orang yang sangat sombong, keras kepala, dan suka berbicara muluk-muluk. Dan misalkan engkau selalu pamer dan menonjolkan dirimu di antara orang-orang, dan selalu menyombongkan latar belakang keluargamu serta identitas istimewa yang kauwarisi dari keluargamu. Dan selain itu, misalkan di lubuk hatimu, engkau juga sangat angkuh dan sombong, dan ketika berbicara dengan orang lain, engkau sangat mendominasi serta kasar, dan engkau sering menggunakan identitasmu sebagai modal untuk menegur dan menindas orang lain—dengan kata lain, orang-orang menganggapmu tidak memiliki nalar yang normal—dan engkau menganggap semua orang adalah orang biasa, dan terutama ketika engkau berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain, engkau tidak memikirkan orang-orang yang lebih sederhana atau lebih rendah daripadamu, dan ketika berbicara dengan mereka, engkau sangat agresif, sangat congkak, dan benar-benar menunjukkan taringmu. Dan misalkan engkau selalu ingin menegur orang lain, dan selalu memperlakukan orang lain seperti budak yang dapat kauperintah dan kaumarahi, dan selalu yakin bahwa identitasmu terhormat, dan engkau tidak mampu bergaul secara harmonis dengan orang lain, dan tidak mampu memperlakukan orang yang statusnya lebih rendah daripadamu dengan cara yang benar, maka semua yang kauperlihatkan ini adalah watak yang rusak, dan semua ini adalah hal-hal yang harus orang singkirkan. Watak rusak semacam itu muncul dan disebabkan karena orang memiliki latar belakang keluarga dan status sosial yang terhormat. Oleh karena itu, orang semacam ini harus merenungkan perkataan dan perbuatannya, serta merenungkan pemikiran dan pandangannya sendiri, terutama yang berkaitan dengan identitas keluarga. Dia harus melepaskan pemikiran dan pandangan semacam itu dan mengubah berbagai kemanusiaannya yang selama ini dia hidupi sebagai akibat dari status sosialnya yang istimewa. Dengan kata lain, orang semacam ini harus melepaskan identitas yang dia warisi dari keluarganya. Kebanyakan orang menganggap status sosial mereka sendiri rendah. Khususnya, tipe orang yang dipandang rendah, didiskriminasi, dan ditindas di tengah masyarakat sering merasa bahwa identitas mereka rendah, dan rasa malu yang disebabkan oleh lingkungan khusus keluarga membuat mereka merasa sangat sederhana. Perasaan ini sering membuat mereka merasa rendah diri dan tak mampu bergaul dengan orang lain secara harmonis dan setara. Tentu saja, orang-orang semacam ini juga mewujudkan diri mereka dengan berbagai cara. Ada orang-orang yang sangat menghormati mereka yang memiliki status dan identitas terhormat, menjilat, menyanjung mereka, berbicara manis kepada mereka, dan berusaha keras untuk menyenangkan hati mereka. Mereka selalu meniru orang-orang tersebut secara membabi buta, mereka tidak berprinsip atau tidak bermartabat, dan mereka bersedia menjadi pengikut orang-orang itu, diperintah dan dimanipulasi oleh mereka seperti budak. Prinsip orang-orang semacam itu dalam melakukan berbagai hal juga tidak sesuai dengan kebenaran, karena di pikiran mereka yang terdalam, mereka yakin bahwa identitas mereka itu rendah, dan mereka terlahir sebagai orang yang malang, dan mereka tidak layak berdiri setara dengan mereka yang kaya atau yang memiliki identitas sosial yang mulia, dan sebaliknya, mereka terlahir untuk diperlakukan bagai budak oleh orang-orang tersebut, dan mereka harus menuruti apa yang orang-orang itu suruh untuk mereka lakukan dan diperintah oleh mereka. Mereka tidak merasa diperbudak. Sebaliknya, mereka menganggap hal ini sebagai hal yang normal, dan sudah sepantasnya mereka lakukan. Sebenarnya gagasan dan pandangan macam apa ini? Bukankah pemikiran dan pandangan seperti ini semacam merendahkan diri sendiri? (Ya.) Ada juga tipe orang yang ketika melihat orang-orang kaya hidup dengan cara mereka yang sombong, keras kepala, kurang ajar, dan mendominasi, mereka malah merasa sangat iri dan ingin sekali menjadi orang-orang semacam itu, dan berharap jika ada kesempatan bagi mereka untuk membalikkan keadaan, mereka dapat hidup sama keras kepala dan sama sombongnya seperti orang-orang kaya ini. Mereka berpikir bahwa tidak ada salahnya bersikap keras kepala dan sombong; sebaliknya, mereka menganggapnya sebagai sifat yang menawan dan romantis. Pemikiran dan pandangan orang-orang semacam ini juga tidak benar dan harus dilepaskan. Apa pun identitas dan statusmu, semua itu telah ditentukan sejak semula oleh Tuhan. Seperti apa pun keluarga atau latar belakang keluarga yang telah Tuhan tentukan sejak semula untukmu, identitas yang kauwarisi dari keluargamu tidak memalukan juga tidak terhormat. Prinsip bagi caramu dalam memperlakukan identitasmu tidak boleh berdasarkan prinsip terhormat ataukah memalukan. Seperti apa pun keluarga tempatmu dilahirkan, seperti apa pun keluarga yang Dia izinkan untuk menjadi tempatmu berasal, engkau hanya memiliki satu identitas di hadapan Tuhan, dan identitasmu adalah identitas sebagai makhluk ciptaan. Di hadapan Tuhan, engkau adalah makhluk ciptaan, jadi di mata Tuhan, engkau setara dengan siapa pun di tengah masyarakat yang memiliki berbagai macam identitas dan status sosial. Engkau semua adalah salah seorang di antara manusia yang rusak, dan engkau semua adalah orang-orang yang ingin Tuhan selamatkan. Dan, tentu saja, di hadapan Tuhan, engkau semua memiliki kesempatan yang sama untuk melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan, dan engkau semua memiliki kesempatan yang sama untuk mengejar kebenaran dan memperoleh keselamatan. Pada taraf ini, berdasarkan identitas sebagai makhluk ciptaan yang Tuhan berikan kepadamu, engkau tidak boleh menganggap tinggi identitasmu sendiri, dan engkau juga tidak boleh memandang rendah identitasmu. Sebaliknya, engkau harus memperlakukan identitasmu yang berasal dari Tuhan—yaitu identitas sebagai makhluk ciptaan—dengan benar, dan mampu bergaul secara harmonis dengan siapa pun dengan menganggap mereka setara, dan dengan berdasarkan prinsip yang Tuhan ajarkan serta peringatkan kepada manusia. Apa pun status sosial atau identitas sosial orang lain, dan apa pun status sosial atau identitas sosialmu sendiri, siapa pun yang datang ke rumah Tuhan dan datang ke hadapan Tuhan, mereka hanya memiliki satu identitas, yaitu identitas sebagai makhluk ciptaan. Oleh karena itu, mereka yang memiliki status dan identitas sosial yang rendah tidak boleh merasa rendah diri. Entah engkau berbakat atau tidak, entah kualitasmu tinggi atau rendah, dan entah engkau memiliki kemampuan atau tidak, engkau harus melepaskan status sosialmu. Engkau juga harus melepaskan gagasan atau pandangan tentang memberi peringkat dan menilai atau menggolongkan orang sebagai orang yang terhormat atau sederhana berdasarkan latar belakang keluarga dan sejarah keluarga mereka. Engkau tidak boleh merasa rendah diri karena identitas dan status sosialmu rendah. Engkau harus bersukacita karena sekalipun latar belakang keluargamu tidak berkuasa dan spektakuler, dan status yang kauwarisi rendah, Tuhan tidak pernah meninggalkanmu. Tuhan mengangkat orang-orang sederhana dari tumpukan kotoran dan debu, dan memberi mereka identitas yang sama, yaitu identitas sebagai makhluk ciptaan, sama seperti identitas orang-orang lain. Di rumah Tuhan dan di hadapan Tuhan, identitas dan statusmu setara dengan identitas dan status semua orang lain yang telah dipilih oleh Tuhan. Setelah engkau menyadari hal ini, engkau harus melepaskan perasaan rendah dirimu dan tidak lagi berpaut padanya. Ketika menghadapi mereka yang memiliki status sosial yang terhormat dan luar biasa, atau mereka yang memiliki status sosial yang lebih tinggi daripadamu, engkau tidak perlu menundukkan kepalamu kepada mereka atau penuh senyum terhadap mereka, apalagi mengagumi mereka. Sebaliknya, engkau harus menganggap mereka setara, melihat langsung ke mata mereka, dan memperlakukan mereka dengan benar. Sekalipun mereka sering mendominasi atau dipenuhi dengan kesombongan, dan menganggap diri mereka memiliki status yang tinggi, engkau harus memperlakukan mereka dengan benar dan jangan mau dipaksa oleh mereka atau terintimidasi oleh kebesaran mereka dalam hal apa pun. Seperti apa pun perilaku mereka atau bagaimanapun cara mereka memperlakukanmu, engkau harus tahu bahwa di hadapan Tuhan, engkau dan mereka adalah sama, karena engkau semua adalah makhluk ciptaan, engkau semua adalah manusia yang Tuhan pilih untuk diselamatkan. Tidak ada yang istimewa dari mereka dibandingkan dengan dirimu. Di mata Tuhan, yang mereka sebut sebagai identitas dan status itu tidak ada, dan tidak diakui oleh-Nya. Oleh karena itu, tidak perlu bagimu untuk terkekang oleh masalah identitas yang kauwarisi dari keluargamu, juga tidak perlu bagimu untuk merasa rendah diri karenanya. Bahkan, lebih tidak perlu bagimu untuk melepaskan kesempatan apa pun untuk berinteraksi dengan orang lain dengan setara hanya karena status sosialmu yang rendah, atau melepaskan hak, tanggung jawab, dan kewajiban yang telah Tuhan anugerahkan kepadamu di rumah Tuhan dan di hadapan Tuhan. Dan tentu saja, engkau tentunya tidak boleh melepaskan hakmu untuk diselamatkan atau pengharapanmu untuk memperoleh keselamatan. Di rumah Tuhan dan di hadapan Tuhan, tidak ada perbedaan antara yang kaya dan yang miskin, tidak ada perbedaan antara status sosial yang tinggi dan yang rendah, dan tak seorang pun yang memiliki latar belakang keluarga yang istimewa berhak menerima perlakuan khusus atau hak istimewa. Di hadapan Tuhan, semua orang hanya memiliki satu identitas, yaitu identitas sebagai makhluk ciptaan. Selain itu, di hadapan Tuhan, esensi natur semua orang adalah sama. Hanya ada satu jenis manusia yang ingin Tuhan selamatkan, dan mereka adalah manusia yang rusak. Oleh karena itu, entah identitas atau status sosialmu mulia atau sederhana, engkau semua adalah manusia yang ingin Tuhan selamatkan.
Bayangkan seandainya ada orang yang berkata kepadamu, "Lihatlah keluargamu, mereka sangat miskin sampai-sampai kau bahkan tak punya pakaian yang layak; keluargamu sangat miskin sampai-sampai kau hanya lulusan sekolah dasar dan tidak pernah bersekolah di sekolah menengah atas; keluargamu sangat miskin sampai-sampai kau hanya bisa makan sup dan sayuran, bahkan tidak pernah mencoba makan cokelat, pizza, atau minuman ringan." Bagaimana engkau harus menangani situasi seperti ini? Akankah engkau merasa rendah diri atau putus asa? Akankah engkau mengeluh tentang Tuhan di dalam hatimu? Akankah engkau merasa terintimidasi oleh apa yang orang itu katakan? (Sekarang ini, tidak.) Sekarang ini, engkau tidak merasakannya, tetapi dahulu engkau merasakannya, bukan? Dahulu, setiap kali engkau melihat orang-orang yang keluarganya kaya, atau mereka yang sangat kaya dan terhormat, engkau berkata, "Ah! Mereka tinggal di vila dan memiliki mobil. Mereka pergi ke luar negeri berulang kali. Sedangkan aku, aku bahkan tidak pernah keluar dari desaku, dan belum pernah melihat kereta api sebelumnya. Mereka bepergian dengan kereta berkecepatan tinggi, bepergian dengan fasilitas kelas satu, naik kapal pesiar mewah, dan mengenakan busana bermerek buatan desainer dari Prancis dan perhiasan dari Italia. Mengapa aku belum pernah mendengar tentang hal-hal ini?" Setiap kali engkau berada di antara orang-orang semacam ini, engkau merasa lebih kecil daripada mereka. Engkau merasa cukup percaya diri ketika bersekutu tentang kebenaran dan tentang kepercayaan kepada Tuhan. Namun, ketika engkau berbicara kepada orang-orang itu tentang keluargamu atau kehidupan keluargamu, engkau ingin melarikan diri dan menghindar, engkau merasa tidak sebaik mereka, dan merasa lebih baik mati daripada hidup. Engkau berpikir, "Mengapa aku hidup dalam keluarga semacam ini? Aku belum pernah melihat apa pun di dunia ini. Orang lain menggunakan krim pelembab di tangan mereka, sedangkan aku masih menggunakan Vaseline di tanganku; orang lain bahkan tidak perlu mengoleskan krim apa pun di wajah mereka, melainkan langsung pergi ke salon kecantikan, sedangkan aku bahkan tidak tahu di mana terdapat salon kecantikan; orang lain mengendarai sedan, sedangkan bagiku, sedan terlalu bagus. Aku sudah beruntung jika bisa mengendarai sepeda, dan terkadang aku harus mengendarai gerobak yang ditarik lembu atau keledai." Jadi, setiap kali engkau berbicara dengan orang-orang seperti itu, engkau merasa tidak percaya diri dan malu untuk mengungkapkan identitasmu dan tidak berani menyebutkannya. Di dalam hatimu, engkau merasa agak kesal dan sedikit marah terhadap Tuhan, berpikir, "Mereka semua adalah makhluk ciptaan Tuhan sama sepertiku, lalu mengapa Tuhan mengizinkan mereka begitu menikmati hidup? Mengapa Dia menentukan mereka sejak semula untuk memiliki keluarga dan status sosial semacam itu? Mengapa keluargaku sangat miskin? Mengapa orang tuaku adalah masyarakat kelas bawah, tanpa memiliki kemampuan atau keterampilan? Memikirkannya saja membuatku marah. Setiap kali aku membicarakan hal ini, aku tidak ingin menyebutkan orang tuaku, mereka sangat tidak mampu dan tidak cakap! Tidak masalah jika aku tidak mengendarai sedan dan hidup di vila, aku sudah cukup puas jika dibawa bepergian ke kota untuk naik bus atau kereta berkecepatan tinggi, atau bermain di taman kota, tetapi mereka bahkan belum pernah membawaku ke sana, tidak sekalipun! Aku tidak punya pengalaman hidup sama sekali. Aku belum pernah makan makanan enak, atau mengendarai mobil bagus, dan tentang naik pesawat, aku hanya bisa memimpikannya." Memikirkan semua ini membuatmu merasa rendah diri, dan engkau sering merasa terkekang oleh hal ini, sehingga engkau sering kali bergaul dengan saudara-saudari yang identitas dan statusnya tidak terlalu berbeda dengan identitas dan statusmu sendiri, sembari berpikir: "Memang benar yang mereka katakan bahwa burung hanya berkumpul dengan yang sejenis dengannya. Lihatlah sekumpulan orang-orang itu, mereka semua adalah orang kaya, termasuk para pejabat senior pemerintahan, para jutawan, orang-orang yang memiliki orang tua super kaya, taipan bisnis, dan orang-orang yang pulang dari studi di luar negeri, atau lulusan luar negeri, serta para eksekutif perusahaan dan manajer hotel. Dibandingkan dengan mereka, kami ini hanyalah rakyat jelata. Kami semua hanyalah petani, peternak atau pengangguran. Keluarga kami hidup di daerah terpencil, kami hanya lulusan sekolah dasar, dan belum pernah melihat apa pun di dunia ini. Kami menggembalakan ternak, mendirikan kios di pinggir jalan, dan memperbaiki sepatu. Orang macam apa kami? Bukankah kami hanya segerombolan orang-orang rendahan? Lihatlah sekumpulan orang itu, mereka semuanya berkelas dan bergaya. Ketika memikirkan betapa kami ini hanyalah rakyat jelata, itu membuatku merasa kesal dan tidak berguna." Bahkan setelah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, engkau belum pernah melepaskan masalah ini, dan sering merasa sangat rendah diri dan sedih. Gagasan dan pandangan orang-orang ini terhadap berbagai hal jelas keliru, dan sangat memengaruhi ketepatan pandangan mereka mengenai orang dan hal-hal, serta cara mereka dalam berperilaku dan bertindak. Gagasan dan pandangan ini dipengaruhi oleh tren sosial dan norma sosial. Tentu saja, lebih tepatnya, semua ini adalah gagasan dan pandangan yang merupakan hasil dari pengaruh pembelajaran dan pembiasaan yang ditanamkan oleh manusia dan budaya tradisional yang jahat. Karena semua itu rusak dan merupakan tren yang jahat, engkau harus melepaskannya dan tidak terganggu atau terkekang oleh gagasan dan pandangan semacam itu. Ada orang-orang yang berkata: "Aku dilahirkan dalam keluarga semacam ini, dan kenyataan ini tidak dapat diubah. Gagasan dan pandangan semacam ini selalu membebani pikiranku, dan sulit untuk kulepaskan." Memang benar bahwa kenyataan itu sulit dilepaskan, tetapi jika engkau terus-menerus berpaut pada gagasan dan pandangan yang salah, engkau tidak akan pernah dapat melepaskannya. Jika engkau menerima gagasan dan pandangan yang benar, engkau akan melepaskan gagasan dan pandangan yang salah secara berangsur-angsur. Apa maksud perkataan-Ku ini? Maksud-Ku, tidak mungkin bagimu untuk melepaskan semuanya dalam sekali jalan, sehingga engkau mampu berinteraksi dengan orang kaya atau mereka yang memiliki status dan nilai diri yang tinggi secara setara dan normal. Tidak mungkin melakukannya seketika itu juga, tetapi setidaknya, engkau dapat terbebas dari masalah ini. Sekalipun engkau masih memiliki perasaan rendah diri, sekalipun engkau masih sedikit terganggu oleh masalah ini di lubuk hatimu, engkau telah memperoleh kebebasan darinya hingga taraf tertentu. Tentu saja, selama pengejaranmu yang selanjutnya akan kebenaran, engkau akan memperoleh lebih banyak kebebasan dan kelepasan secara berangsur-angsur. Ketika berbagai fakta ini tersingkap, engkau akan makin memahami dengan jelas esensi dari berbagai orang, peristiwa, serta hal-hal, dan pemahamanmu akan kebenaran akan menjadi makin mendalam. Setelah engkau memiliki wawasan yang lebih mendalam mengenai hal-hal semacam ini, pengalaman hidupmu dan pengetahuanmu tentang hal-hal semacam ini akan meningkat. Sikapmu terhadap kebenaran juga akan sekaligus menjadi makin proaktif dan positif, dan engkau akan makin tidak terkekang oleh hal-hal yang negatif. Dengan demikian, bukankah engkau telah berubah? Ketika kemudian engkau bertemu seseorang yang identitas dan statusnya berbeda jauh dari identitas dan statusmu, lalu engkau berbicara dan berinteraksi dengannya, setidaknya, engkau tidak akan merasa takut di dalam hatimu, juga tidak melarikan diri, namun engkau justru akan mampu memperlakukan orang itu dengan benar, dan engkau tidak akan lagi tunduk pada kekangannya, atau berpikir tentang betapa hebat dan terhormatnya orang itu. Setelah engkau memahami esensi rusak manusia, engkau akan mampu memperlakukan segala macam orang dengan tepat, serta bergaul, berinteraksi, dan berhubungan dengan segala macam orang berdasarkan prinsip, tanpa bersikap penuh hormat kepada mereka ataupun merendahkan mereka, dan tanpa mendiskriminasi mereka ataupun menganggap mereka terhormat. Dengan cara ini, akankah engkau secara berangsur-angsur memperoleh hasil dari pengejaranmu akan kebenaran? (Ya.) Memperoleh hasil ini akan membuatmu makin mencintai kebenaran, makin cenderung pada hal-hal positif, makin cenderung pada kebenaran, dan makin cenderung mengagumi Tuhan dan kebenaran, bukannya mengagumi siapa pun di tengah masyarakat atau di dunia ini karena identitas dan status mereka yang terhormat. Sasaran yang kaukagumi dan hormati, serta sasaran yang kauikuti dan kaupuja akan berbeda, dan akan berubah secara berangsur-angsur dari hal-hal negatif menjadi hal-hal yang positif, dan menjadi kebenaran atau—secara lebih tepatnya—beralih ke Tuhan, firman Tuhan, serta identitas dan status Tuhan. Dengan cara ini, engkau akan masuk secara berangsur-angsur ke dalam kenyataan kebenaran dalam hal ini. Dengan kata lain, engkau akan secara berangsur-angsur menyingkirkan watak rusakmu dan ikatan Iblis dalam hal ini, dan secara berangsur-angsur memperoleh keselamatan. Inilah yang tercakup dalam proses tersebut. Ini tidak sulit; jalannya terbentang di depanmu. Asalkan engkau mengejar kebenaran, engkau akan mampu masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Dan kenyataan apakah yang pada akhirnya akan kaumasuki? Seperti apa pun status yang kauwarisi dari keluargamu, engkau tidak akan lagi dikendalikan atau terganggu oleh apakah statusmu itu mulia atau rendah. Sebaliknya, engkau akan mampu melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan dengan baik, mampu memandang orang dan hal-hal, serta berperilaku dan bertindak sebagai makhluk ciptaan, mampu hidup di hadapan Tuhan sebagai makhluk ciptaan, dan hidup setiap hari berdasarkan identitasmu yang sekarang ini, berdasarkan identitasmu sebagai makhluk ciptaan. Inilah hasil yang harus kaukejar. Apakah ini hasil yang baik? (Ya.) Setelah orang masuk ke dalam aspek kenyataan ini, hati mereka akan bebas dan lepas. Setidaknya, engkau tidak akan lagi terganggu oleh masalah identitas yang kauwarisi dari keluargamu, dan engkau tidak akan peduli apakah statusmu tinggi atau rendah. Jika identitasmu terhormat dan ada orang-orang yang bersikap penuh hormat terhadapmu, engkau akan merasa jijik; jika identitasmu rendah dan ada orang-orang yang mendiskriminasi dirimu, engkau tidak akan merasa terkekang atau terganggu olehnya, engkau juga tidak akan merasa sedih atau negatif karenanya. Engkau tidak akan lagi merasa khawatir, sedih, atau rendah diri berdasarkan pernah atau tidak pernahnya engkau naik kereta berkecepatan tinggi, atau pernah atau tidak pernahnya engkau pergi ke salon kecantikan, bepergian ke luar negeri, makan makanan Barat, atau menikmati kenyamanan materi yang eksklusif seperti yang dinikmati orang-orang kaya. Engkau tidak akan lagi terkekang atau terganggu oleh hal-hal semacam ini, dan engkau akan mampu memperlakukan segala macam orang, hal-hal dan masalah dengan benar serta melaksanakan tugasmu dengan normal. Bukankah dengan demikian engkau akan merasa lepas dan bebas? (Ya.) Dengan cara ini, hatimu akan terbebaskan. Setelah engkau masuk ke dalam kenyataan dari aspek kebenaran ini, dan melepaskan dirimu dari ikatan Iblis, engkau akan sepenuhnya menjadi makhluk ciptaan yang hidup di hadapan Tuhan, dan makhluk ciptaan yang Tuhan inginkan. Sekarang ini, engkau seharusnya sudah mengerti dengan lebih jelas tentang jalan melepaskan identitas dan status yang kauwarisi dari keluarga.
Terakhir kali, kita juga membahas topik yang lain, yaitu melepaskan pengaruh pembelajaran dan pembiasaan yang keluargamu tanamkan dalam dirimu. Pengaruh pembelajaran dan pembiasaan yang keluarga tanamkan dalam diri seseorang dimulai tepat sejak dia masih kecil. Setelah orang beranjak dewasa, dia secara berangsur-angsur mulai menerapkan pemikiran dan pandangan yang telah tertanam pada dirinya ini dalam kehidupannya. Pada saat dia telah memperoleh sejumlah pengalaman hidup, dia dengan bebas menerapkan berbagai pemikiran dan pandangan ini yang telah keluarga mereka tanamkan dalam dirinya, dan berdasarkan hal inilah dia mengumpulkan berbagai prinsip, cara, dan kiat untuk menangani berbagai hal yang jauh lebih mutakhir, lebih spesifik, dan lebih bermanfaat bagi dirinya sendiri. Dapat dikatakan bahwa pengaruh pembelajaran dan pembiasaan yang keluarga tanamkan berfungsi sebagai landasan utama orang dalam melakukan transisi ke tengah masyarakat dan ke kelompok komunalnya, dan yang memampukan mereka untuk secara bebas menggunakan berbagai cara dan kiat dalam menangani segala sesuatunya ketika hidup di antara orang lain. Karena pengaruh pembelajaran dan pembiasaan yang keluarga tanamkan ini adalah landasan utama, semua itu tertanam dan berakar kuat di dalam hati setiap orang. Hal-hal ini memengaruhi orang dalam kehidupan mereka, dalam cara mereka berperilaku dan bertindak, dan juga memengaruhi cara pandang mereka mengenai kehidupan. Namun, karena pengaruh pembelajaran dan pembiasaan ini tidak positif, semua ini juga merupakan hal-hal yang harus orang lepaskan dalam proses mengejar kebenaran. Entah pemikiran dan pandangan yang ditanamkan dalam dirimu itu telah terbentuk di lubuk hatimu atau tidak, entah semua itu telah menempati posisi yang dominan di lubuk hatimu atau tidak—dan tentu saja, entah pemikiran dan pandangan semacam itu telah kauyakini sebagai hal yang benar atau telah kauterapkan selama engkau mempertahankan kelangsungan hidupmu atau tidak—pengaruh pembelajaran dan pembiasaan ini akan memengaruhi hidupmu hingga taraf yang berbeda, baik pada saat ini maupun di masa mendatang, memengaruhimu dalam memilih jalan hidupmu, serta memengaruhi sikap dan prinsip yang kaugunakan dalam menangani berbagai hal. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar keluarga membekali orang dengan kiat dan falsafah duniawi yang paling dasar, agar mereka mampu hidup dan bertahan hidup di tengah masyarakat. Sebagai contoh, terakhir kali kita bersekutu tentang hal-hal yang selalu dikatakan orang tua, seperti "Manusia membutuhkan harga dirinya seperti pohon membutuhkan kulitnya" dan "Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang", serta "Kau harus menanggung penderitaan yang sangat besar agar bisa unggul dari yang lain" dan "Burung yang menjulurkan lehernya adalah burung yang tertembak". Pepatah apa lagi? "Keharmonisan adalah harta karun; kesabaran adalah kecerdikan", dan "Orang yang banyak bicara, banyak melakukan kesalahan". Berbagai gagasan dan pandangan yang merupakan pembelajaran dan pembiasaan yang keluargamu tanamkan dalam dirimu ini, entah engkau secara eksplisit menerapkannya dalam hidupmu atau tidak, semua itu adalah landasan utamamu. Apa yang Kumaksud dengan "landasan utama"? Maksud-Ku, itu adalah sesuatu yang menginspirasi dirimu dan mendorongmu untuk menerima falsafah duniawi Iblis. Pepatah dari keluarga ini telah tertanam dalam dirimu sebagai cara yang paling mendasar untuk berinteraksi dengan orang lain dan sebagai cara yang paling mendasar untuk bertahan hidup, sehingga setelah terjun ke tengah masyarakat, engkau akan bekerja keras untuk mengejar ketenaran, keuntungan, dan status, engkau akan berupaya menyamarkan dan menutupi dirimu dengan lebih baik, melindungi dirimu sendiri dengan lebih baik, berusaha untuk menjadi terunggul di antara orang-orang, menjadi yang teratas, serta terus menjadi yang terunggul. Bagimu, pembelajaran dan pembiasaan yang keluargamu tanamkan ini merupakan aturan dan kiat untuk berinteraksi dengan orang lain yang mendorongmu untuk terjun ke tengah masyarakat dan menyesuaikan dirimu dengan tren-tren yang jahat.
Terakhir kali, kita mempersekutukan pengaruh pembelajaran dan pembiasaan yang keluarga tanamkan dalam diri manusia. Ada jauh lebih banyak pengaruh pembelajaran dan pembiasaan selain semua ini, jadi mari kita terus mempersekutukannya. Sebagai contoh, ada orang-orang tua yang memberi tahu anak-anak mereka, "Di antara tiga orang yang berjalan bersama, setidaknya ada seseorang yang dapat menjadi guruku". Siapa yang mengatakan pepatah ini? (Konfusius.) Pepatah ini memang dikatakan oleh Konfusius. Ada orang tua yang memberi tahu anak-anak mereka: "Kau harus mempelajari keahlian ke mana pun kau pergi. Setelah mempelajarinya, kau akan memiliki keahlian di bidang khusus, kau tidak perlu khawatir tidak memiliki pekerjaan, dan kau akan menjadi pihak berwenang yang paling dapat diandalkan di bidang tersebut dalam keadaan apa pun. Salah satu orang bijak kuno mengatakan hal ini dengan baik, 'Di antara tiga orang yang berjalan bersama, setidaknya ada seseorang yang dapat menjadi guruku'. Setiap kali kau berada di antara orang-orang, perhatikan siapa yang memiliki keahlian di bidang khusus. Pelajarilah keahlian itu secara diam-diam, dan jangan sampai orang itu mengetahuinya, lalu setelah engkau menguasainya, itu akan menjadi keahlianmu, dan engkau akan mampu menghasilkan uang untuk menghidupi dirimu sendiri, dan engkau tidak akan pernah kekurangan dalam hal kebutuhan dasar hidupmu." Apa tujuan orang tuamu menyuruhmu mempelajari keahlian saat engkau berada di antara orang lain? (Agar berhasil di dunia ini.) Tujuan mempelajari keahlian adalah untuk memperkuat dirimu sendiri, menjadi yang terunggul, belajar untuk secara diam-diam membangun keahlian dari orang lain, dan secara berangsur-angsur meningkatkan kelebihanmu sendiri. Jika engkau memiliki banyak kelebihan di antara orang-orang, engkau akan memiliki mata pencaharian dan juga ketenaran serta kekayaan. Dan setelah engkau memiliki ketenaran dan kekayaan, orang akan menghormatimu. Jika engkau tidak memiliki keahlian yang nyata, tak seorang pun akan menghormatimu, jadi engkau harus belajar untuk secara diam-diam membangun keahlian dari orang lain, mempelajari kelebihan serta keahlian orang lain, dan secara berangsur-angsur menjadi lebih kuat daripada mereka. Hanya dengan cara demikian, engkau akan dapat menjadi yang terunggul. Ada orang-orang tua yang memberi tahu anak-anak mereka, "Jika ingin terlihat bermartabat di depan orang lain, kau harus mau menderita di belakang mereka", dan tujuan mereka mengatakannya tetaplah agar anak-anak mereka memperoleh penghargaan dan penghormatan dari orang lain. Jika engkau rajin dan bekerja keras, serta menanggung banyak kesukaran untuk mempelajari keahlian saat orang lain tidak melihat, setelah engkau memperoleh keahlian tersebut, engkau akan mampu membuat semua orang terkesan dengan kecerdasanmu, dan setiap kali orang memandang rendah dirimu atau menindasmu, engkau dapat memamerkan bakatmu, dan tak seorang pun akan berani menindasmu lagi. Meskipun engkau mungkin terlihat biasa-biasa saja, tidak mencolok, dan tidak banyak bicara, engkau memiliki keahlian tertentu, dalam bentuk kemampuan teknis yang berada di luar jangkauan orang biasa, sehingga orang lain akan mengagumimu karenanya dan merasa lebih kecil di hadapanmu, serta menganggapmu sebagai orang yang mampu membantu mereka. Dengan cara ini, bukankah nilaimu di antara orang-orang akan meningkat? Dan ketika nilaimu telah meningkat, bukankah itu akan membuatmu terlihat bermartabat? Jika engkau ingin berusaha memperoleh status terhormat di antara orang lain, engkau harus menanggung kesukaran dan penderitaan saat mereka tidak melihatmu. Sebanyak apa pun kesukaran yang kautanggung, terima saja dan terus menanggungnya, dan semua penderitaanmu itu akan terbukti layak kautanggung saat orang melihat betapa cakapnya dirimu. Apa tujuan orang tuamu mengatakan pepatah ini, "Jika ingin terlihat bermartabat di depan orang lain, kau harus mau menderita di belakang mereka"? Tujuan mereka adalah agar engkau memperoleh status terhormat di antara orang lain dan memperoleh penghormatan mereka, alih-alih didiskriminasi atau ditindas, sehingga engkau bukan saja akan mampu menikmati hal-hal menyenangkan dalam hidup ini, tetapi engkau juga akan mendapatkan rasa hormat dan dukungan dari orang lain. Orang-orang yang memiliki status semacam ini di tengah masyarakat bukan saja tidak akan ditindas oleh orang lain, tetapi segala sesuatunya juga akan berjalan lancar bagi mereka ke mana pun mereka pergi. Setiap kali orang melihat kedatanganmu, mereka akan berkata, "Oh, kau datang. Tahukah kau betapa senangnya kami melihat kedatanganmu? Sungguh suatu kehormatan bisa bertemu denganmu! Apakah ada urusan tertentu yang harus kaulakukan di sini? Aku akan mengaturnya untukmu. Oh, kau datang untuk membeli tiket? Tak perlu antre, aku akan membelikanmu tiket untuk kursi terbaik. Bagaimanapun juga, kita ini teman!" Engkau pun menerima tawarannya dan berpikir, "Wow, label selebritas yang kumiliki ini benar-benar hebat. Memang benar apa yang orang-orang tua katakan, 'Jika ingin terlihat bermartabat di depan orang lain, kau harus mau menderita di belakang mereka'. Masyarakat memang seperti ini, benar-benar berpusat pada kenyataannya! Jika aku tidak memiliki reputasi seperti ini, siapa yang akan memberiku perhatian? Jika kita harus mengantre seperti yang orang normal lakukan, orang lain mungkin akan memandang rendah kita dan menyela antrean kita, bahkan mungkin tidak mau menjual tiket kepada kita sekalipun kita sudah sampai di antrean terdepan." Saat engkau sedang mengantre untuk bertemu dokter di rumah sakit, ada seseorang yang melihatmu dari seberang ruangan dan berkata, "Bukankah kau si Anu? Untuk apa kau mengantre? Aku akan langsung membawamu menemui dokter spesialis sehingga kau tidak perlu mengantre." Engkau menjawab: "Aku belum membayar." Dan orang itu berkata, "Tidak perlu, aku akan menanggung biayanya." Engkau merenungkan hal ini dan berpikir, "Betapa senangnya menjadi selebritas. Bagaimanapun juga, menanggung semua penderitaan saat tak seorang pun melihatku tidaklah sia-sia. Aku benar-benar dapat menikmati perlakuan istimewa di tengah masyarakat. Masyarakat ini sangat berpusat pada kenyataan. Orang hanya perlu menjadi selebritas untuk dapat diterima dengan baik. Ini luar biasa!" Sekali lagi, engkau merasa sangat senang karena penderitaanmu sama sekali tidak sia-sia, dan menganggap bahwa sangatlah layak bagimu untuk melewati semua kesukaran dan penderitaan saat orang lain tidak melihatmu! Engkau terus merasa kagum akan hal ini dan berpikir, "Aku tidak perlu mengantre untuk bertemu dokter di rumah sakit. Aku bisa mendapatkan kursi yang bagus setiap kali membeli tiket pesawat, dan menerima perlakuan khusus ke mana pun aku pergi. Pengaruhku bahkan memungkinkanku untuk masuk lewat jalan belakang. Luar biasa! Masyarakat memang seharusnya seperti ini, tidak perlu ada kesetaraan. Yang didapatkan orang harus sebanding dengan yang mereka lakukan. Jika kau tidak menderita ketika orang lain tidak melihat, dapatkah engkau terlihat bermartabat ketika mereka melihatmu? Contohnya aku, aku menderita ketika orang lain tidak melihatku, sehingga ketika mereka melihatku, aku bisa mendapatkan perlakuan khusus seperti ini, karena aku pantas mendapatkannya." Jika benar demikian, orang mengandalkan apa jika mereka ingin berinteraksi dengan orang lain dan menyelesaikan sesuatu di tengah masyarakat? Mereka mengandalkan bakat dan keahlian mereka untuk menunjang kemampuan mereka dalam melakukan sesuatu. Berhasil atau tidaknya orang dalam upayanya atau sebaik apa pun dia menyelesaikan sesuatu di tengah masyarakat, itu tidak berdasarkan pada bakat atau kemanusiaan orang tersebut, juga tidak didasarkan pada apakah dia memiliki kebenaran atau tidak. Tidak ada keadilan atau kesetaraan di tengah masyarakat. Dan asalkan engkau cukup rajin, mampu menanggung penderitaan ketika orang lain tidak melihat, dan cukup sewenang-wenang dan kejam, engkau akan mampu memperoleh status yang tinggi di antara orang lain. Sama seperti di masa lalu ketika orang-orang bersaing untuk menjadi master di dunia seni bela diri, mereka menanggung penderitaan yang luar biasa dan terus berlatih siang dan malam, hingga akhirnya mereka menguasai semua jurus di berbagai sekolah seni bela diri dan menciptakan jurus unik mereka sendiri, yang mereka latih hingga sempurna sampai mereka menjadi kebal. Dan apa yang terjadi pada akhirnya? Dalam turnamen seni bela diri, mereka mengalahkan para petarung dari semua sekolah besar dan memperoleh status master seni bela diri dunia. Agar terlihat bermartabat di depan orang lain, mereka siap menanggung penderitaan macam apa pun, dan bahkan mempraktikkan ilmu hitam secara diam-diam. Setelah berlatih selama delapan atau sepuluh tahun, mereka menjadi sangat ahli sehingga tak seorang pun di dunia seni bela diri mampu mengalahkan mereka di atas ring, atau membunuh mereka di luar ring, dan sekalipun mereka meminum racun, mereka mampu mengeluarkannya dari tubuh mereka. Dengan demikian, mereka mengukuhkan kedudukan mereka sebagai master di dunia seni bela diri, dan tak seorang pun mampu mengancam kedudukan tersebut. Inilah yang dimaksud dengan terlihat bermartabat di mata orang lain. Agar terlihat bermartabat di depan orang lain, orang-orang pada zaman dahulu mengikuti ujian penerimaan pejabat dan memenangkan penghargaan keilmuan. Sekarang ini, para mahasiswa mengikuti ujian masuk program pascasarjana, dan belajar untuk mendapatkan gelar Doktor. Mereka juga tekun dalam studi mereka sekalipun menghadapi kesukaran, dan bekerja sangat keras mempelajari pengetahuan yang tidak ada gunanya dari fajar hingga larut malam, tahun demi tahun. Terkadang, mereka begitu lelah sampai-sampai tidak ingin lagi belajar, dan ingin beristirahat, tetapi dimarahi oleh orang tua mereka yang berkata, "Kapan kau akan memperlihatkan bahwa kau menepati janjimu? Apakah kau masih ingin terlihat bermartabat di depan orang lain? Jika kau masih menginginkannya, bagaimana mungkin kau bisa mencapainya tanpa menderita saat mereka tidak melihat? Kau tidak akan mati hanya karena melewatkan istirahat singkat, bukan? Ayo lanjutkan belajarnya! Kerjakan pekerjaan rumahmu!" Mereka berkata, "Aku telah menyelesaikan pekerjaan rumahku dan mengulang pelajaran hari ini. Dapatkah kau biarkan aku bersantai sejenak?" Namun, orang tua mereka menjawab: "Sama sekali tidak boleh! Jika ingin terlihat bermartabat di depan orang lain, kau harus mau menderita di belakang mereka!" Mereka merenungkan perkataan ini dan berpikir, "Orang tuaku melakukan semua ini demi kebaikanku sendiri, jadi mengapa aku begitu keras kepala dan ingin sekali bersenang-senang? Aku harus melakukan apa yang mereka perintahkan. Dikatakan bahwa orang harus menanggung sendiri akibatnya jika mengabaikan nasihat orang tua, jadi aku harus mendengarkan orang tuaku. Mereka akan mendorongku seperti ini selama sisa hidup mereka. Jika aku tidak menghargai mereka, aku akan mengecewakan mereka. Selain itu, jalan hidupku masih panjang, jadi bukankah sedikit menderita sekarang ini akan bermanfaat untuk jangka panjang?" Dengan pemikiran ini, mereka pun mengerahkan seluruh tenaga mereka untuk belajar, mengulang pelajaran, dan mengerjakan pekerjaan rumah mereka. Mereka belajar hingga lewat tengah malam dan betapa pun lelahnya, mereka berhasil mengatasinya. Dalam perjalanan hidup mereka, manusia selalu diindoktrinasi oleh pengaruh pembelajaran dan pembiasaan dari keluarga dalam bentuk gagasan dan ungkapan seperti "Jika ingin terlihat bermartabat di depan orang lain, kau harus mau menderita di belakang mereka", yang terus mendorong dan memotivasi mereka. Demi masa depan dan prospek mereka, dan agar terlihat bermartabat di antara orang lain, mereka selalu mempelajari keahlian dan pengetahuan ketika orang-orang tidak melihat. Mereka mempersenjatai diri mereka dengan pengetahuan dan berbagai keahlian untuk membuat diri mereka menjadi lebih kuat. Mereka juga melihat perbuatan luar biasa dari berbagai tokoh kuno atau orang-orang sukses untuk meningkatkan dan membangkitkan semangat juang mereka. Mereka melakukan semua ini dengan tujuan agar di masa depan hidup mereka tidak miskin, tidak biasa-biasa saja, dan tidak rendahan, serta mengubah nasib mereka yang mengalami diskriminasi, sehingga mereka dapat menjadi orang yang unggul, menjadi anggota elit masyarakat, dan menjadi orang yang dihormati orang lain. Pengaruh pembelajaran dan pembiasaan dari keluarga ini terus terngiang di pikiran mereka, hingga lambat laun, ucapan dan pepatah ini menjadi gagasan dan pandangan yang tertanam kuat dalam diri mereka, menjadi cara mereka dalam berinteraksi dengan orang lain, dan juga menjadi pandangan mendasar mereka mengenai kelangsungan hidup dan tujuan yang mereka kejar.
Ada orang-orang tua yang memberi tahu anak-anak mereka, "Kau harus belajar berteman dengan orang lain. Seperti kata pepatah, 'Sama seperti pagar membutuhkan topangan tiga pasak, manusia yang cakap membutuhkan dukungan tiga orang lainnya'. Bahkan Qin Hui[a], politisi dari Dinasti Song yang banyak dicaci orang, memiliki tiga teman. Ke mana pun kau pergi, belajarlah untuk bergaul dengan orang lain dan pertahankan hubungan antarpribadi yang baik. Setidaknya, kau harus memiliki beberapa teman dekat. Begitu terjun ke tengah masyarakat, kau akan menghadapi segala macam kesulitan dalam hidupmu, dalam pekerjaanmu, dan saat kau menjalankan usahamu. Jika kau tidak punya teman dekat untuk membantumu, kau akan menghadapi segala macam kesulitan dan keadaan yang canggung seorang diri. Jika kau mengetahui beberapa kiat untuk mendapatkan teman dekat, ketika kau menghadapi keadaan yang canggung dan kesulitan seperti ini, teman-teman itu akan maju untuk mengeluarkanmu dari masalah dan membantumu agar berhasil dalam upayamu. Jika kau ingin mencapai hal-hal besar, kau tidak boleh bersikap sombong dan harus mencari teman. Kau harus mampu selalu mempertahankan hubungan baikmu dengan segala macam orang berkuasa untuk mendukung usahamu, kehidupan masa depanmu dan kelangsungan hidupmu. Kau harus mampu memanfaatkan berbagai macam orang untuk membantumu menyelesaikan berbagai hal dan melayanimu." Orang tua umumnya tidak akan menyampaikan gagasan atau pandangan semacam ini secara eksplisit, atau memberi tahu anak-anak mereka secara langsung bahwa mereka perlu belajar untuk berteman, memanfaatkan orang, dan mampu menemukan teman-teman yang akan membantu mereka meraih keberhasilan dalam upaya mereka. Namun, ada orang-orang tua yang memiliki status dan kedudukan di tengah masyarakat, atau yang sangat curang dan licik, dan yang memengaruhi anak-anak mereka baik melalui perkataan maupun perilaku mereka. Selain itu, setiap kali anak-anak mereka melihat dan mendengar gagasan, pandangan, dan cara-cara mereka dalam berinteraksi dengan orang lain melalui hal-hal yang mereka katakan dan lakukan dalam kehidupan mereka sehari-hari, semua ini menanamkan pengaruh pembelajaran dan pembiasaan dalam diri anak-anak itu. Ketika engkau berada dalam keadaan di mana engkau belum mampu menilai dan membedakan antara hal positif dan hal negatif dengan benar, engkau akan tanpa sengaja dipengaruhi oleh perkataan dan tindakan orang tuamu serta menerima gagasan dan pandangan mereka, atau gagasan dan pandangan ini tanpa sengaja tertanam di lubuk hatimu, dan menjadi landasan dan prinsip paling mendasar yang kaugunakan dalam melakukan berbagai hal. Orang tuamu mungkin tidak menyuruhmu secara langsung untuk "mendapatkan lebih banyak teman, belajar membuat orang melakukan berbagai hal untukmu, memanfaatkan kelebihan orang, dan belajar memanfaatkan orang-orang di sekitarmu." Namun demikian, mereka menjangkitimu dan menanamkan dalam dirimu pandangan dan gagasan yang mereka ajarkan itu melalui tindakan mereka. Dengan demikian, orang tuamu menjadi guru pertamamu dalam hal ini, mengajarkanmu cara menangani berbagai hal, cara bergaul dengan orang-orang, dan cara mendapatkan teman di tengah masyarakat ini, dan juga mengajarkanmu tujuan di balik mendapatkan teman, mengapa engkau harus mendapatkan teman, teman seperti apa yang harus kaudapatkan, cara memperoleh kedudukan di tengah masyarakat, dasar-dasar dan cara untuk memperoleh kedudukan, dan sebagainya. Jadi, orang tuamu menanamkan dalam dirimu cara untuk menerapkan apa yang mereka ajarkan. Tanpa kausadari, selama engkau tumbuh dari masa kanak-kanak hingga dewasa, gagasan dan pandangan ini lambat laun terbentuk, dari kesadaran sederhana menjadi pemikiran, pandangan dan tindakan nyata sehingga semua itu selangkah demi selangkah menjadi tertanam kuat di dalam hati dan jiwamu serta menjadi cara dan falsafah duniawi. Bagaimana menurutmu pepatah "Sama seperti pagar membutuhkan topangan tiga pasak, manusia yang cakap membutuhkan dukungan tiga orang lainnya" sebagai cara berinteraksi dengan orang lain? (Buruk.) Apakah ada yang namanya teman sejati di dunia ini? (Tidak ada.) Lalu, mengapa pagar membutuhkan tiga pasak untuk menopangnya? Apa gunanya memiliki tiga pasak? Hanya untuk membuat pagar itu lebih stabil. Pagar tidak akan stabil jika ditopang oleh dua pasak, dan satu pasak sama sekali tidak cukup untuk menopangnya. Jadi, apa prinsip berinteraksi dengan orang lain yang dimaksud oleh pepatah ini? Bahkan manusia yang cakap pun, secakap apa pun dirinya, tidak mungkin dapat melakukan apa pun sendiri dan tidak akan berhasil. Jika engkau ingin mencapai sesuatu, engkau membutuhkan orang lain untuk membantumu. Dan jika engkau ingin orang lain membantumu, engkau harus mempelajari cara berperilaku dan berinteraksi dengan orang lain, dan mendapatkan banyak teman, serta mengumpulkan kekuatan untuk menyelesaikan berbagai hal. Untuk mencapai sesuatu, baik besar atau kecil, baik itu dalam hal membangun kariermu atau memperoleh kedudukan di tengah masyarakat, atau mencapai sesuatu yang bahkan lebih besar, engkau harus memiliki orang-orang di sekitarmu yang dapat kaupercayai atau yang menghormatimu, dan yang dapat kaumanfaatkan untuk membantumu mencapai apa yang kauupayakan, karena jika tidak, itu akan seperti mencoba bertepuk tangan dengan menggunakan satu tangan. Tentu saja ada aturan untuk melakukan apa pun di dunia ini, karena tidak ada keadilan dalam masyarakat, hanya ada rencana jahat dan persaingan. Jika engkau menempuh jalan yang benar dan melakukan tindakan yang adil, tak seorang pun akan menyetujuinya. Hal seperti itu tidak berlaku di tengah masyarakat seperti ini. Apa pun upaya yang kaulakukan, harus ada beberapa orang yang membantumu, agar engkau dapat mengumpulkan kekuatan di tengah masyarakat. Ke mana pun engkau pergi, jika ada orang-orang yang mengalah dan takut kepadamu, itu berarti engkau memiliki kedudukan yang kokoh di tengah masyarakat, sehingga akan jauh lebih mudah bagimu untuk menjalankan upayamu, dan akan ada orang-orang yang mempermudah segala sesuatunya bagimu. Ini adalah sikap dan cara untuk berinteraksi dengan orang lain. Apa pun yang ingin kaulakukan, orang tuamu akan selalu berkata kepadamu, "Sama seperti pagar membutuhkan topangan tiga pasak, manusia yang cakap membutuhkan dukungan tiga orang lainnya". Jadi, apakah prinsip berinteraksi dengan orang lain ini benar atau salah? (Salah.) Mengapa salah? (Karena dapat atau tidaknya orang mencapai berbagai hal tidak tergantung pada kekuatan atau bakat mereka, melainkan tergantung pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan.) Di satu aspek, itu tergantung pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Selain itu, apa tujuan orang menginginkan orang lain untuk membantu mereka di tengah masyarakat? (Untuk memungkinkan mereka menjadi yang terunggul.) Benar. Tujuan di balik memiliki tiga pasak untuk menopangmu adalah untuk menciptakan tempat bagi dirimu sendiri dan membuatmu memperoleh kedudukan yang kokoh. Dengan demikian, tak seorang pun akan dapat menjatuhkanmu, dan sekalipun satu pasak patah, dua pasak lainnya akan ada di sana untuk menyokongmu. Orang yang memiliki kekuasaan hingga taraf tertentu mampu melakukan berbagai hal dengan mudah di tengah masyarakat ini, tanpa perlu mengkhawatirkan hukum, perasaan orang lain, ataupun opini publik. Bukankah ini adalah tujuan yang ingin orang capai? (Ya.) Dengan demikian, engkau dapat menjadi penentu keputusan dan memiliki suara di tengah masyarakat, dan baik hukum maupun opini publik tidak dapat menggoyahkan kedudukanmu atau meresahkan dirimu. Engkau akan menjadi penentu keputusan di tengah tren masyarakat ini dan di kelompok sosial mana pun. Engkau akan menjadi pihak berwenang yang paling dapat diandalkan. Dengan demikian, bukankah engkau dapat berbuat sekehendak hatimu? Engkau dapat melampaui hukum, melampaui perasaan orang lain, melampaui opini publik, melampaui moralitas, dan melampaui teguran hati nuranimu. Apakah ini tujuan yang ingin orang capai? (Ya.) Ini adalah tujuan yang ingin orang capai. Ini adalah landasan dasar bagi tindakan orang yang memampukan mereka untuk mencapai ambisi dan keinginan mereka. Oleh karena itu, ada orang-orang yang menjadi saudara angkat di tengah masyarakat. Di antara mereka, sang kakak adalah CEO suatu perusahaan, sang adik adalah presiden perusahaan tertentu, dan saudara lainnya adalah politisi atau para bos dunia bawah tanah. Ada orang-orang yang berteman dengan direktur rumah sakit atau kepala dari para ahli bedah atau kepala perawat, dan ada yang berteman baik dengan orang-orang di bidang pekerjaan mereka masing-masing. Apakah orang-orang berteman dengan orang-orang itu karena mereka memiliki pandangan dan minat yang sama? Atau karena mereka benar-benar ingin menegakkan keadilan bersama-sama? (Tidak.) Lalu, mengapa mereka berteman? Mereka berteman karena mereka ingin mengumpulkan semacam kekuatan, dan memperluas serta memperkokoh kekuatan ini, dan pada akhirnya mengandalkan kekuatan tersebut untuk memperoleh kedudukan dan bertahan hidup di tengah masyarakat, menjadi yang terunggul, dan menikmati kehidupan yang mewah dan memuaskan; tak seorang pun akan berani menindas mereka, dan sekalipun mereka melakukan kejahatan, hukum tidak akan berani menghukum mereka. Dan jika mereka melakukan kejahatan, teman-teman mereka akan maju untuk membantu mereka. Seorang teman akan berbicara atas nama mereka, teman lainnya akan menolong memuluskan berbagai hal di pengadilan dan melobi para politisi senior untuk mendapatkan grasi, sehingga mereka akan keluar dari kantor polisi dalam waktu kurang dari 24 jam. Seserius apa pun kejahatan yang mereka lakukan, itu tidak berakibat apa pun bagi mereka, dan mereka bahkan tak perlu membayar denda. Pada akhirnya, orang-orang biasa akan berkata: "Ya ampun, orang itu benar-benar hebat. Bagaimana dia bisa meloloskan diri dengan begitu cepatnya setelah melakukan kejahatan seserius itu? Jika kita yang melakukannya, habislah kita, bukan? Kita akan berakhir di penjara, bukan? Lihatlah teman-teman yang orang itu miliki. Mengapa kita tidak bisa mendapatkan teman-teman seperti itu? Mengapa orang-orang seperti itu berada di luar jangkauan kita?" Dan orang-orang akan merasa iri. Semua masalah ini disebabkan oleh ketidakadilan sosial dan munculnya tren-tren jahat secara terus-menerus di tengah masyarakat. Orang sama sekali tidak memiliki rasa aman di tengah masyarakat seperti ini. Mereka selalu ingin menjilat kekuatan tertentu dan saling membandingkan kekuatan. Khususnya bagi mereka yang hidup di lapisan bawah masyarakat, sekalipun mereka memiliki sarana tertentu untuk mencari nafkah, mereka tidak tahu kapan mereka akan menghadapi bahaya atau kesulitan, dan mereka paling takut menghadapi bencana yang tak terduga, atau menghadapi kecelakaan tertentu, terutama yang ada kaitannya dengan hukum, sehingga mereka menjalani hidup tanpa pernah ingin berurusan dengan kepolisian atau pengadilan. Karena orang tidak memiliki rasa aman di tengah masyarakat seperti ini, mereka harus selalu mencari teman dan mendapatkan sekutu yang kuat yang dapat mereka andalkan. Oleh karena itu, ketika anak-anak kecil bersekolah, mereka harus memiliki dua atau tiga orang teman bermain. Jika tidak, mereka pada akhirnya akan selalu ditindas ketika sedang sendirian. Dan mereka tidak berani memberi tahu guru bahwa mereka ditindas, karena setelah mereka melakukannya, mereka pasti akan dipukuli dalam perjalanan mereka pulang dari sekolah. Sekalipun para guru baik kepadamu dan prestasi akademismu cukup baik, jika engkau tidak tahu bagaimana cara mendapatkan teman atau berkelompok dengan para preman di sekitarmu, pada akhirnya engkau akan berada dalam masalah jika engkau bertentangan pendapat dengan mereka. Dan terkadang, sekalipun engkau tidak bertentangan pendapat dengan mereka, mereka akan berusaha menyesatkanmu ketika mereka melihatmu belajar dengan baik, dan jika engkau tidak menuruti perkataan mereka, engkau akan dihajar atau ditindas. Bahkan lingkungan sekolah pun membuat orang merasa tidak aman, jadi dunia ini sangat menakutkan, bukan? Oleh karena itu, pengaruh pembelajaran dan pembiasaan yang keluarga tanamkan dalam dirimu dalam hal ini, di satu sisi, berasal dari pengaruh orang tuamu yang memberimu teladan, dan di sisi lain, juga berasal dari rasa tidak aman yang orang rasakan di tengah masyarakat. Karena tidak ada keadilan di tengah masyarakat ini, dan tidak ada kekuatan atau keuntungan apa pun yang dapat melindungi hak asasi manusia dan kepentinganmu, orang sering kali dipenuhi dengan kengerian dan ketakutan akan masyarakat ini. Akibatnya, mereka tentu saja menerima pengaruh pembelajaran dan pembiasaan berupa gagasan bahwa "Sama seperti pagar membutuhkan topangan tiga pasak, manusia yang cakap membutuhkan dukungan tiga orang lainnya". Karena di lingkungan nyata tempat orang berada, gagasan dan pandangan seperti ini diperlukan untuk menyokong kelangsungan hidup mereka, memampukan mereka untuk beralih dari kehidupan seorang diri dan kesendirian menjadi kehidupan yang mengandalkan orang lain dan memiliki rasa aman. Oleh karena itu, orang menganggap bahwa mengandalkan kekuatan dan mengandalkan teman di dunia ini sangatlah penting.
Mengenai cara keluarga menanamkan pembelajaran dan pembiasaan dalam diri orang, selain dengan menggunakan pepatah yang baru saja kita sebutkan, yakni "Sama seperti pagar membutuhkan topangan tiga pasak, manusia yang cakap membutuhkan dukungan tiga orang lainnya", ada beberapa cara yang lebih spesifik yang keluarga gunakan dalam mendidik orang. Sebagai contoh, orang tua cenderung mendidik putri mereka dengan mengatakan hal-hal seperti: "'Wanita berhias untuk yang mengaguminya, pria berjuang untuk yang memahaminya'. Selain itu, 'Tidak ada wanita yang jelek di dunia ini, yang ada hanya wanita yang malas'. Wanita harus belajar untuk mencintai dirinya sendiri, berdandan, dan menjadikan dirinya terlihat cantik. Dengan demikian, ke mana pun kau pergi, orang-orang akan menyukaimu, dan akan ada lebih banyak orang yang akan melakukan berbagai hal bagimu serta memudahkan segala sesuatunya bagimu. Jika orang menyukaimu, mereka tentu saja tidak akan menyulitkanmu atau mempersulit segala sesuatunya bagimu." Ada orang-orang tua yang memberi tahu putri mereka: "Anak perempuan harus belajar berdandan, merias wajah, dan yang jauh lebih penting lagi, mereka harus belajar bersikap lembut." Maksud mereka sebenarnya adalah engkau harus belajar memamerkan dirimu. Mereka juga mengatakan hal-hal seperti: "Jangan menjadi wanita yang kuat. Apa gunanya menjadi wanita yang sangat kuat dan mandiri? Wanita-wanita semacam itu tidak pernah berdandan, melainkan hidup seperti laki-laki, sibuk dan terburu-buru sepanjang hari, dan mereka juga tidak bersikap lembut. Wanita dilahirkan untuk disayang pria. Mereka tidak perlu mandiri atau mempelajari keterampilan apa pun. Mereka hanya perlu belajar berdandan, belajar menyenangkan pria, dan melakukan apa yang seharusnya wanita lakukan dengan baik. Wanita yang disukai dan disayangi pria akan bahagia sepanjang hidupnya." Ada wanita-wanita yang orang tuanya menanamkan pembelajaran dan pembiasaan dalam hal ini. Di satu sisi, mereka melihat cara ibu mereka berperilaku sebagai wanita. Di sisi lain, setelah pembelajaran dan pembiasaan yang ditanamkan oleh orang tua mereka, mereka mengubah diri mereka menjadi wanita yang benar-benar enak dipandang, dengan selalu berdandan dan mempercantik diri. Adakah orang-orang yang seperti ini? (Ada.) Wanita-wanita yang tumbuh di lingkungan keluarga semacam ini sangat mementingkan penampilan mereka, pakaian mereka, dan identitas feminin mereka. Mereka tidak akan meninggalkan rumah tanpa merias wajah dan mengganti pakaian mereka terlebih dahulu. Ada wanita-wanita yang, sekalipun sangat sibuk dalam pekerjaan mereka, pasti harus mencuci rambut mereka, mandi, dan menyemprotkan parfum sebelum keluar rumah, jika tidak, mereka tidak mau keluar, dan ketika tidak ada pekerjaan, yang mereka lakukan hanyalah bercermin dan merapikan rambut mereka. Entah berapa kali wanita-wanita ini bercermin setiap harinya! Gagasan dan pandangan seperti "Wanita berhias untuk yang mengaguminya, pria berjuang untuk yang memahaminya" telah tertanam sangat kuat di dalam diri mereka, sehingga mereka sangat memperhatikan bentuk tubuh dan wajah mereka. Mereka tidak akan keluar rumah jika merasa bahwa ada yang kurang, bahkan sedikit saja, dengan wajah mereka, dan mereka tidak akan memperlihatkan wajah mereka di depan umum jika ada jerawat di wajah mereka. Jika suatu hari mereka sedang tidak ingin merias wajah, mereka tidak akan keluar rumah. Atau, jika setelah memotong rambut, penampilan mereka tampak kurang bagus dan kurang enak dipandang, mereka tidak akan pergi bekerja, karena takut orang akan memandang rendah mereka. Wanita-wanita semacam ini menghabiskan hidup mereka sepanjang hari demi hal-hal ini. Jika ada gigitan nyamuk di tangan mereka, mereka akan menyembunyikan tangan mereka agar orang tidak melihatnya, atau jika ada gigitan nyamuk di kaki mereka, mereka akan menutupi kaki mereka karena mereka terlihat tidak cantik ketika mengenakan rok, dan mereka juga tidak akan pergi keluar dan tidak dapat melaksanakan tugas mereka. Setiap hal kecil cenderung menghentikan mereka dan membuat langkah mereka terhenti, sehingga hidup menjadi sangat sulit dan melelahkan bagi mereka. Agar dapat mempertahankan martabat mereka sebagai wanita dan agar tidak menjadi wanita yang jelek, mereka bersusah payah dan berupaya untuk merawat wajah, menjaga bentuk tubuh, dan gaya rambut mereka, dan agar tidak menjadi wanita yang jelek, mereka membuang kebiasaan buruk dan kemalasan mereka yang sebelumnya. Sesibuk apa pun pekerjaan mereka, mereka harus berdandan dan mempercantik diri mereka dengan saksama dan seteliti mungkin. Jika polesan alis mereka kurang indah, mereka mengulanginya. Jika perona pipi mereka kurang rata, mereka mengulanginya. Kecuali mereka telah menghabiskan setidaknya satu atau dua jam untuk merias wajah, mereka tidak akan keluar rumah. Ada wanita-wanita, yang begitu bangun di pagi hari, mereka memulai seluruh rangkaian kegiatan dari mandi, berdandan, dan berganti pakaian. Mereka berpikir dan berpikir ulang, mencoba ini dan itu, sampai hari sudah siang dan mereka masih belum keluar rumah. Pasti sangat sulit bagi mereka, karena waktu dan tenaga mereka yang terbatas terkuras oleh hal-hal yang tidak masuk akal seperti ini. Mereka tidak melakukan sesuatu yang serius sama sekali, dan begitu mereka membuka mata, yang mereka pikirkan hanyalah berdandan dan membuat diri mereka terlihat cantik. Di antara orang-orang ini, ada beberapa yang dipengaruhi oleh gagasan dan pandangan ibu mereka, ada yang secara eksplisit diberi tahu oleh ibu mereka tentang apa yang harus mereka lakukan, dan ada yang belajar dari tindakan yang ibu mereka contohkan. Singkatnya, semua ini adalah cara keluarga dalam menanamkan pembelajaran dan pembiasaan dalam diri orang.
Ada keluarga yang berpaut pada pandangan bahwa "Anak perempuan harus dibesarkan seperti anak orang kaya, dan anak laki-laki seperti anak orang miskin". Pernahkah engkau mendengar pepatah ini? (Ya.) Apa maksud pepatah ini? Mereka semua anak-anak, lalu mengapa anak perempuan harus dibesarkan seperti anak orang kaya, dan anak laki-laki seperti anak orang miskin? Budaya tradisional pada umumnya lebih menghargai laki-laki dan kurang mementingkan wanita, jadi mengapa pepatah ini tampaknya lebih menghargai anak perempuan dibandingkan anak laki-laki? Jika anak perempuan dibesarkan seperti anak orang kaya, akan menjadi seperti apa anak tersebut? Akan menjadi orang seperti apa dia? (Orang yang agak manja, sombong, dan mendominasi.) Orang yang keras kepala, rapuh, tidak mampu menanggung kesukaran apa pun, tidak mampu peduli, tidak rasional, tidak masuk akal, dan tak mampu membedakan antara yang baik dan buruk—hanya dapat menjadi apakah orang semacam itu? Apakah ini cara yang benar untuk mendidik orang? (Tidak.) Membesarkan orang dengan cara seperti ini akan menghancurkan mereka. Jika engkau membesarkan putrimu seperti anak orang kaya, meskipun dia akan tumbuh di lingkungan keluarga yang memenuhi semua kebutuhan dasarnya, dan dia cukup berpengalaman dalam hal-hal duniawi, akankah dia memahami prinsip-prinsip cara berperilaku yang sebenarnya? Jika dia tidak memahaminya, berarti pengasuhan orang tuanya dengan cara seperti ini melukai dan merugikan dirinya, bukannya melindunginya. Apa motif orang tua membesarkan putri mereka berdasarkan prinsip ini? Anak perempuan yang dibesarkan dengan cara seperti ini akan berpengalaman dalam hal-hal duniawi dan tidak akan mudah jatuh cinta pada pria yang membelikannya pakaian bagus, memberinya sedikit uang belanja, atau terus memberinya hadiah dan bantuan kecil. Jadi, pria rata-rata tidak akan membuatnya tiba-tiba jatuh cinta sepenuhnya kepadanya. Pria itu harus sangat kaya dan sempurna, harus sangat berpengalaman dalam hal-hal duniawi, harus sangat licik dan penuh perhitungan, serta harus sangat cerdik untuk dapat memenangkan hatinya, dan membuat anak perempuan yang dibesarkan dengan cara seperti itu jatuh cinta sepenuhnya kepadanya, dan bersedia menerima pinangannya. Menurutmu, baik atau burukkah menikahkan putrimu dengan seseorang yang seperti itu? Tentu saja bukan hal yang baik, bukan? Selain itu, jika engkau membesarkan putrimu seperti anak orang kaya, selain tahu cara menikmati dirinya sendiri, berdandan, dan makan makanan enak, akan mampukah dia mengetahui diri orang lain yang sebenarnya? Akankah dia memiliki keterampilan untuk bertahan hidup? Akan mampukah dia hidup berdampingan dengan orang lain untuk waktu yang lama? Belum tentu. Mungkin saja dia akan kesulitan mengatur hidupnya sendiri, yang dalam hal ini, orang-orang semacam ini tidak berguna. Dia manja, angkuh, mendominasi, keras kepala, kurang ajar, suka memanjakan diri, sombong, tidak mampu berkompromi, bersikeras, dan hanya tahu makan, minum, dan bersenang-senang. Selain semua itu, dia bahkan tidak akan memiliki akal sehat dasar yang diperlukan untuk dapat bertahan hidup, dan hal ini tanpa disadarinya akan menyebabkan masalah bagi kelangsungan hidupnya dan bagi kehidupan keluarganya di masa depan. Bukanlah hal yang baik bagi orang tuanya untuk mendidik putri mereka dengan cara seperti ini. Mereka tidak mengajarinya prinsip tentang cara berperilaku, melainkan hanya mengajarinya cara menikmati hidup. Jadi, jika kelak dia tidak mampu menghasilkan cukup uang, bukankah dia akan menanggung kesukaran? Bukankah dia akan kesulitan untuk bertahan hidup? Akankah dia mampu menanggungnya? Bukankah dia kelak akan sangat rapuh setiap kali menghadapi kesulitan? Akankah dia memiliki ketabahan yang diperlukan untuk menghadapi semua kesukaran ini? Belum tentu. Mengenai orang-orang yang terlalu menikmati kehidupan materi, yang terlalu terbiasa menjalani kehidupan yang mudah dan mewah, dan yang tidak pernah menderita sama sekali, apa masalah terbesar dengan kemanusiaan mereka? Karena mereka rapuh dan tidak memiliki kemauan untuk menanggung kesukaran, orang-orang semacam ini akan mengalami kehancuran. Jadi, pendidikan yang anak-anak terima dari keluarga mereka, entah melalui orang tua mereka atau melalui tren-tren sosial, pada dasarnya berasal dari antara manusia. Entah pepatah yang beraneka ragam ini terbentuk menjadi gagasan atau sudut pandang tertentu, atau menjadi cara hidup atau cara bertahan hidup bagi orang-orang, semua ini membuat orang memandang masalah-masalah ini dari sudut pandang yang ekstrem, penuh prasangka, dan tidak masuk akal. Singkatnya, pepatah dari keluarga ini, hingga taraf tertentu, memengaruhi cara orang dalam memandang orang dan berbagai hal, serta memengaruhi cara mereka dalam berperilaku dan bertindak. Dan karena hal-hal ini memengaruhimu, hal-hal ini juga akan memengaruhi pengejaranmu akan kebenaran. Oleh karena itu, entah pepatah, gagasan dan pandangan dari orang tua ini terdengar luhur dan berjiwa besar, atau rendahan dan bodoh, semua orang harus memeriksa ulang, mengkaji ulang, dan belajar untuk mengetahui yang sebenarnya tentang hal-hal ini. Jika hal-hal ini pada akhirnya menimbulkan pengaruh tertentu dalam dirimu, atau menyebabkan gangguan dalam hidupmu dan dalam pengejaranmu akan kebenaran, atau membuat hidupmu benar-benar berantakan, atau menghalangimu sehingga engkau tidak mencari kebenaran dan menerima kebenaran setiap kali engkau menghadapi orang, peristiwa dan hal-hal, engkau harus benar-benar melepaskannya.
Ada juga klaim yang beredar di tengah masyarakat tentang konsep kecerdasan emosional, atau EQ, dan kecerdasan intelektual, atau IQ. Klaim ini menyatakan bahwa orang tidak perlu memiliki IQ yang tinggi, melainkan hanya perlu memiliki EQ yang tinggi. IQ lebih berkaitan dengan kualitas kemampuan seseorang, sedangkan EQ lebih berkaitan dengan kiat-kiat yang orang gunakan dalam berinteraksi dengan orang lain. Ini adalah pemahaman dasar-Ku tentang kedua istilah ini. Mungkin kecerdasan intelektualmu cukup tinggi, dan engkau sangat akademis, sangat berpengetahuan, dan merupakan komunikator yang hebat, dan kemampuanmu untuk bertahan hidup cukup kuat, tetapi kecerdasan emosionalmu tidak tinggi, dan engkau tidak memiliki kiat untuk berinteraksi dengan orang lain, atau sekalipun engkau adalah orang yang sedikit licik, sarana yang kaumiliki tidak terlalu canggih. Dalam kasus seperti ini, pengetahuan, keterampilan, dan kemahiranmu dalam bidang tertentu hanya memampukanmu untuk bertahan hidup di tengah masyarakat dan memenuhi penghidupan dasarmu. Orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi sangat pandai dalam berbuat curang. Mereka akan memanfaatkan berbagai kekuatan di tengah masyarakat, lingkungan geografis yang menguntungkan atau kesempatan yang menguntungkan, serta informasi yang menguntungkan untuk menciptakan sensasi dan memanipulasi segala sesuatu, membesar-besarkan sesuatu yang biasa-biasa saja menjadi sesuatu yang memiliki pengaruh tertentu di tengah masyarakat atau komunitas, sehingga mereka sendiri menjadi terkenal, dan pada akhirnya menjadi lebih menonjol daripada yang lainnya serta menjadi orang yang memiliki ketenaran dan status. Tipe orang seperti ini memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dan tipu muslihat. Orang-orang yang penuh tipu muslihat pada dasarnya adalah raja-raja setan yang licik. Masyarakat zaman sekarang menganjurkan kecerdasan emosional yang tinggi, dan ada keluarga yang mungkin sering menanamkan pembelajaran dan pembiasaan dalam diri anak-anak mereka dengan cara seperti ini, dengan berkata: "Bagus jika kau memiliki IQ yang tinggi, tetapi kau juga harus memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Kau membutuhkannya ketika berinteraksi dengan teman sekelas, rekan kerja, kerabat, dan teman-temanmu. Yang paling dianjurkan oleh masyarakat ini bukanlah kekuatanmu, melainkan sikap yang licik, tahu cara menutupi dirimu yang sebenarnya, tahu cara mempromosikan dirimu, dan tahu cara memanfaatkan berbagai kekuatan dan keadaan yang menguntungkan di tengah masyarakat, dan membuat hal-hal tersebut menguntungkanmu dan melayanimu, entah engkau melakukannya untuk meraih kesempatan agar menghasilkan banyak uang, atau menjadikan dirimu terkenal. Semua orang semacam ini adalah orang-orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi." Beberapa keluarga atau orang tua tertentu yang memiliki ketenaran dan gengsi di tengah masyarakat sering mendidik anak-anak mereka dengan cara seperti ini, dengan berkata: "Pria yang memiliki kecerdasan emosional disukai baik oleh pria maupun wanita, sedangkan pria yang tidak memiliki kecerdasan emosional tidak disukai oleh semua orang. Wanita yang memiliki kecerdasan emosional akan disukai oleh semua pria dan wanita, dan banyak pria akan mengejarnya. Sebaliknya, jika wanita tidak memiliki kecerdasan emosional, hanya sedikit yang akan mengejarnya, tak peduli secantik apa pun dirinya." Hidup di tengah masyarakat zaman sekarang, jika orang tidak memahami yang sebenarnya tentang klaim dari keluarga ini, mereka tanpa sadar akan terpengaruh oleh gagasan dan pandangan ini, dan akan sering mengukur IQ mereka sendiri, dan lebih khususnya, sering memeriksa diri mereka sendiri berdasarkan standar tertentu untuk menentukan apakah mereka memiliki kecerdasan emosional atau tidak, dan seberapa tinggi EQ mereka sebenarnya. Entah engkau memiliki kesadaran yang kuat dan jelas tentang hal-hal ini, dapat dikatakan bahwa pengaruh pembelajaran dan pembiasaan dari keluargamu dalam hal ini telah mulai memengaruhimu. Semua itu mungkin tidak terlihat, dan mungkin tidak menempati tempat yang dominan dalam pemikiranmu. Namun, saat engkau mendengar hal-hal ini dan tidak mengetahui yang sebenarnya tentang hal-hal ini, berarti hal-hal ini telah tertanam dalam dirimu hingga taraf tertentu.
Ada pengaruh pembelajaran dan pembiasaan lain yang berasal dari keluarga. Sebagai contoh, orang tua sering memberi tahu anak-anak mereka, "Setiap kali kau berada di antara orang lain, jangan sampai engkau tidak berpikir cepat dan selalu bodoh serta tidak mengerti. Seperti kata pepatah, 'Ketika orang menabuh gong, dengarkan bunyinya; ketika orang berbicara, dengarkan suaranya'. Jadi, setiap kali orang berbicara kepadamu, engkau harus belajar mendengarkan apa yang mereka katakan, jika tidak, engkau akan berakhir dikhianati dan engkau sendiri yang harus menanggung akibatnya!" Apakah para orang tua sering berkata seperti ini? Apa sebenarnya maksud perkataan mereka? Jangan menjadi orang yang jujur, jadilah orang yang lebih perhitungan. Artinya, selalu ketahuilah maksud tersirat dari perkataan yang orang lain ucapkan, selalu simak makna tersembunyi dalam perkataan mereka, sekalipun mereka tidak mengucapkannya, belajarlah menebak apa sebenarnya maksud perkataan mereka, lalu kemudian gunakan cara-cara atau tipu muslihat yang sesuai berdasarkan makna yang tidak terucap ini. Jangan bersikap pasif, karena jika engkau pasif, engkau akan berakhir dikhianati dan engkau sendiri yang harus menanggung akibatnya. Dari sudut pandang orang tuamu, semua perkataan ini bermaksud baik, dan dimaksudkan untuk melindungimu agar engkau tidak melakukan hal-hal bodoh, atau agar engkau tidak dikhianati atau dimanfaatkan oleh orang lain di tengah komunitas yang jahat ini, dan untuk melindungimu agar engkau tidak tertipu atau melakukan sesuatu yang bodoh. Namun, apakah pepatah ini sesuai dengan kebenaran? (Tidak.) Tidak. Terkadang, dengan cara menyimak, orang mampu mengetahui makna yang tersembunyi dalam perkataan orang lain. Sekalipun engkau tidak memperhatikan, dengan cara menyimak, engkau tetap dapat mengetahui makna yang tersembunyi. Lalu, apa yang harus kaulakukan? Berdasarkan pepatah yang orang tuamu katakan kepadamu ini—"Ketika orang menabuh gong, dengarkan bunyinya; ketika orang berbicara, dengarkan suaranya"—engkau harus bersikap waspada terhadap orang lain dan berjaga-jaga terhadap mereka sepanjang waktu, dan selain harus berwaspada terhadap mereka, engkau juga sekaligus harus mengambil tindakan perlindungan sebelum mereka menyakiti atau menipumu. Bahkan yang lebih penting lagi, engkau harus menyerang terlebih dahulu dan tidak menempatkan dirimu dalam keadaan yang pasif atau dilematis. Inikah tujuan utama yang ingin orang tuamu capai dengan memberitahumu pepatah ini? (Ya.) Itu berarti setiap kali engkau berinteraksi dengan orang lain, entah mereka menyakitimu atau tidak, engkau tidak boleh bersikap pasif. Engkau sendiri harus berinisiatif, dan mempersenjatai dirimu sendiri, sehingga setiap kali orang ingin menyakitimu, engkau bukan saja mampu melindungi dirimu sendiri, tetapi engkau juga akan mampu berinisiatif menyerang mereka dan menyakiti mereka, dan mampu menjadi lebih tangguh dan kejam dibandingkan mereka. Inilah sebenarnya tujuan dan makna terdalam dari perkataan orang tuamu. Jika dianalisis dengan cara seperti ini, jelaslah bahwa pepatah ini tidak sesuai dengan kebenaran, dan sama sekali tidak sesuai dengan apa yang Tuhan maksudkan ketika Dia berfirman kepada manusia, "Jadilah cerdik seperti ular, dan tulus seperti burung merpati". Prinsip dan cara bijaksana yang Tuhan sampaikan kepada manusia adalah untuk membantu mereka mengenali rencana licik orang lain, melindungi diri mereka sendiri agar tidak jatuh ke dalam pencobaan dan agar tidak bergaul dengan orang-orang jahat, serta agar tidak menggunakan cara-cara jahat untuk menghadapi kejahatan, melainkan menggunakan prinsip-prinsip kebenaran untuk menghadapi kejahatan dan orang jahat. Sementara itu, cara yang orang tua ajarkan kepada anak-anak mereka—"Ketika orang menabuh gong, dengarkan bunyinya; ketika orang berbicara, dengarkan suaranya"—adalah tentang membalas kejahatan dengan kejahatan. Jadi, jika orang lain itu jahat, engkau harus jauh lebih jahat daripadanya. Jika perkataannya mengandung makna tersembunyi, engkau harus lebih unggul daripadanya dan mampu mengetahui makna tersebut, dan pada saat yang sama, berdasarkan makna tersembunyi itu, engkau harus dapat menggunakan cara-cara dan tipu muslihat yang sesuai untuk menangani orang itu, melawannya, menaklukkannya, dan membuatnya takut kepadamu, tunduk kepadamu, dan membiarkannya tahu bahwa engkau bukanlah orang yang bisa ditindas atau diganggu. Inilah yang dimaksud dengan melawan kejahatan dengan kejahatan. Jelaslah bahwa jalan penerapan dan standar penerapan yang disampaikan kepadamu dan hasil yang dicapai melalui pepatah ini akan menuntunmu untuk melakukan kejahatan dan menyimpang dari jalan yang benar. Ketika orang tuamu menyuruhmu berperilaku seperti ini, mereka tidak menyuruhmu untuk menjadi orang yang memiliki kebenaran atau orang yang tunduk pada kebenaran, juga tidak menyuruhmu untuk menjadi makhluk ciptaan yang sejati. Mereka sedang menyuruhmu untuk melawan dan mengalahkan kejahatan dengan menggunakan cara-cara yang jauh lebih jahat daripada cara orang jahat itu dalam menghadapimu. Inilah maksud perkataan orang tuamu. Adakah orang tua yang mengatakan hal berikut? "Jika orang jahat menyerangmu, bersabarlah. Kau harus mengabaikannya dan mengenali diri orang itu yang sebenarnya. Pertama, kenali esensi dalam diri orang jahat tersebut, dan kenalilah dirinya yang sebenarnya. Kedua, ketahuilah perbuatan jahat dan watak rusak di dalam dirimu sendiri yang serupa atau sama dengan yang dimiliki orang itu, kemudian carilah kebenaran untuk membereskannya." Adakah orang tua yang menyuruh anak-anak mereka untuk melakukan hal ini? (Tidak.) Ketika orang tuamu berkata kepadamu, "Ketika orang menabuh gong, dengarkan bunyinya; ketika orang berbicara, dengarkan suaranya. Kau harus berhati-hati, karena jika tidak, kau akan berakhir dikhianati oleh orang lain dan kau sendiri yang harus menanggung akibatnya, dan kau harus belajar untuk menyerang terlebih dahulu," apa pun niat awal orang tuamu mengatakan pepatah ini, atau apa pun dampak utama yang tercapai pada akhirnya, pepatah ini membuatmu jauh lebih tangguh, lebih berkuasa, lebih angkuh, lebih mendominasi, dan lebih kejam, sehingga orang-orang jahat takut kepadamu, dan mereka bahkan menghindarimu saat bertemu denganmu, dan tidak berani macam-macam denganmu. Bukankah ini yang terjadi? (Ya.) Jadi, dapatkah dikatakan bahwa tujuan orang tuamu mengatakan pepatah ini bukanlah untuk mengubahmu menjadi orang yang memiliki rasa keadilan, atau orang yang memiliki kebenaran, dan bukan untuk membuatmu menjadi orang bijak yang "cerdik seperti ular, dan tulus seperti burung merpati"? Tujuan mereka adalah memberitahumu bahwa engkau harus menjadi orang yang berkuasa di tengah masyarakat, menjadi jauh lebih jahat daripada orang lain, dan menjadi orang yang menggunakan kejahatan untuk melindungi dirimu sendiri, bukan? (Ya.) Ketika orang tuamu berkata kepadamu, "Ketika orang menabuh gong, dengarkan bunyinya; ketika orang berbicara, dengarkan suaranya", apa pun niat awal mereka atau apa pun dampak yang tercapai pada akhirnya, dan entah orang tuamu memberitahumu prinsip dan cara untuk menerapkan hal-hal tersebut, atau justru menyampaikan pemikiran dan pandangan mereka tentang hal-hal tersebut kepadamu, jelaslah bahwa semua ini tidak sesuai dengan kebenaran dan bertentangan dengan firman Tuhan. Orang tuamu membuatmu menjadi orang jahat, bukan orang yang jujur, juga bukan orang bijak yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Jelaslah bahwa pengajaran, pembelajaran dan pembiasaan yang orang tuamu berikan kepadamu bukanlah hal yang positif, juga bukan jalan yang benar. Meskipun orang tuamu bermaksud melindungimu, dan memiliki niat terbaik dalam melakukan hal tersebut, dampak yang mereka capai sangatlah buruk. Mereka bukan saja gagal untuk melindungimu, tetapi mereka mengarahkanmu ke jalan yang salah, menyebabkanmu melakukan kejahatan dan menjadi orang yang jahat. Mereka bukan saja gagal melindungimu, tetapi mereka sebenarnya merugikanmu dengan menyebabkanmu jatuh ke dalam pencobaan dan ketidakbenaran, dan menjauhkanmu dari pemeliharaan dan perlindungan Tuhan. Dari sudut pandang ini, pengaruh pembelajaran dan pembiasaan yang keluargamu tanamkan dalam dirimu lebih cenderung membuatmu menjadi egois, munafik, dan tamak akan ketenaran, keuntungan dan status sosial, dan membuatmu makin melebur dengan tren-tren jahat, dan memberimu tipu muslihat yang lebih canggih dalam hal berinteraksi dengan orang lain, dan membuatmu menjadi licik, kejam, angkuh, dan mendominasi ketika berada di antara orang-orang, sehingga tak seorang pun berani macam-macam denganmu atau menyentuhmu. Dari sudut pandang orang tuamu, mereka telah menggunakan cara menanamkan pembelajaran dan pembiasaan ini pada dirimu agar engkau terlindungi di tengah masyarakat, atau hingga taraf tertentu, agar engkau menjadi orang yang bermartabat. Namun, dari sudut pandang kebenaran, mereka tidak membiarkanmu menjadi makhluk ciptaan yang sejati. Mereka membuatmu menyimpang dari ajaran Tuhan dan cara-cara yang Tuhan peringatkan kepadamu dalam hal berperilaku, dan juga membuatmu menyimpang makin jauh dari tujuan yang Tuhan perintahkan untuk kaukejar. Apa pun niat awal orang tuamu dalam menanamkan pembelajaran, pembiasaan, dan pendidikan dalam dirimu, pada akhirnya gagasan yang mereka tanamkan dalam dirimu ini hanya memberimu ketenaran, keuntungan dan kehampaan, serta semua perbuatan jahat yang selama ini kauhidupi dan kauperlihatkan, dan semua itu juga memberimu penegasan lebih lanjut akan nyatanya pengaruh pembelajaran dan pembiasaan ini di tengah masyarakat, dan tidak lebih dari itu.
Mengenai pepatah-pepatah yang berasal dari pembelajaran dan pembiasaan yang keluargamu tanamkan dalam dirimu ini—seperti "Ketika orang menabuh gong, dengarkan bunyinya; ketika orang berbicara, dengarkan suaranya"—jika dipertimbangkan sebagai pepatah saja, engkau tak akan menganggapnya sebagai masalah. Engkau akan merasa bahwa pepatah-pepatah ini adalah hal yang umum dan tersebar luas, dan tidak ada masalah besar dengan pepatah, gagasan dan pandangan semacam itu. Namun, jika engkau membandingkannya dengan kebenaran dan menggunakan kebenaran untuk menganalisisnya secara mendetail, akan menjadi jelas bahwa memang ada masalah besar dengan pepatah-pepatah ini. Sebagai contoh, jika orang tuamu selalu berkata kepadamu, "Ketika orang menabuh gong, dengarkan bunyinya; ketika orang berbicara, dengarkan suaranya", dan engkau menggunakan cara bertahan hidup ini dengan terampil, setiap kali engkau bertemu dengan orang-orang, engkau akan terus-menerus, tanpa sadar, dan tanpa menyadarinya berspekulasi tentang hal-hal seperti, "Apa maksudnya mengatakan hal ini? Mengapa dia mengatakannya?" Dan engkau tentu saja akan berspekulasi tentang pemikiran orang lain, selalu mendengarkan apa yang mereka katakan dan berinteraksi dengan mereka dengan cara berpikir yang sudah terbiasa kaulakukan ini, sehingga engkau tidak akan merenungkan kebenaran, atau bagaimana cara bergaul dengan orang lain, atau prinsip-prinsip apa yang seharusnya kaugunakan dalam berinteraksi dengan orang lain, atau prinsip-prinsip apa yang seharusnya kaugunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain, atau bagaimana cara menanggapi maksud sebenarnya yang kaukenali dari perkataan orang, atau cara apa yang Tuhan ajarkan, atau bagaimana cara mengenali tipe orang semacam ini, atau bagaimana memperlakukan mereka, dan prinsip-prinsip penerapan lain semacam itu yang tidak pernah orang tuamu sampaikan kepadamu. Yang orang tuamu perintahkan kepadamu adalah untuk belajar menebak pemikiran orang lain, dan engkau telah menerapkan cara ini dengan sangat baik; engkau telah mencapai titik di mana engkau telah menguasainya dan tidak lagi mampu menghentikan dirimu untuk tidak melakukannya. Oleh karena itu, masalah ini mengharuskan orang untuk selalu menenangkan diri, merenungkannya dengan saksama, dan mau berusaha untuk menyelesaikannya. Di satu sisi, engkau harus menganalisis dan mengenali masalah ini dengan jelas. Di sisi lain, setiap kali masalah ini muncul, engkau harus berusaha mengubah cara berpikirmu dan juga caramu dalam memandang orang serta berbagai hal. Artinya, engkau harus mengubah pemikiran dan pandanganmu dalam menangani masalah semacam ini. Kali berikutnya, saat engkau mendengarkan seseorang berbicara, dan engkau berusaha berspekulasi tentang apa sebenarnya maksud perkataannya, lepaskanlah cara berpikir ini dan cara memperlakukan orang yang seperti ini, dan pikirkanlah baik-baik: "Apa yang dia maksud dengan mengatakan hal ini? Dia tidak berbicara secara langsung dan selalu bertele-tele. Orang ini licik. Apa sebenarnya yang dia bicarakan? Apa esensi perkataannya? Dapatkah aku mengetahuinya dengan jelas? Jika aku dapat mengetahuinya dengan jelas, aku akan bersekutu dengannya dengan menggunakan argumen dan pandangan yang sesuai dengan kebenaran, menjelaskan masalah ini dengan jelas, dan membuatnya memahami kebenaran dalam aspek ini. Aku akan membantunya dan mengoreksi pemikiran dan pandangannya yang keliru. Selain itu, cara bicaranya licik. Aku tidak ingin tahu apa maksud perkataannya, atau mengapa dia berbicara dengan berbelit-belit seperti itu. Aku tidak ingin menghabiskan upaya dan tenaga untuk berusaha berspekulasi tentang apa sebenarnya yang dia maksudkan. Aku tidak ingin membayar harga tersebut, dan tidak ingin melakukan apa pun dalam hal ini. Aku hanya perlu menyadari bahwa dia adalah orang yang licik. Meskipun dia licik, aku tidak terlibat dalam kebohongannya. Betapa pun bertele-telenya dia dalam berbicara, aku akan berbicara dengan gamblang kepadanya, mengatakan apa pun yang harus kukatakan, dan mengatakan semuanya apa adanya. Sebagaimana yang Tuhan Yesus firmankan, 'Hendaknya perkataanmu demikian, Jika ya katakan ya, jika tidak katakan tidak' (Matius 5:37). Menghadapi kebohongan dengan kejujuran adalah standar tertinggi dalam menerapkan kebenaran." Jika engkau menerapkan dengan cara seperti ini, engkau akan melepaskan cara-cara yang orang tuamu tanamkan dan ajarkan kepadamu, dan prinsip penerapanmu juga akan berubah. Dengan demikian, engkau akan menjadi orang yang mengejar kebenaran. Apa pun aspek pembelajaran dan pembiasaan dari orang tuamu yang kaulepaskan, setiap kali hal-hal terkait kembali terjadi, engkau akan mengubah pemikiran dan pandanganmu yang keliru tentang hal-hal tersebut dengan menjadikan firman Tuhan sebagai landasanmu dan menggunakan kebenaran sebagai standarmu, serta mengubahnya menjadi pemikiran dan pandangan yang sepenuhnya benar dan positif. Artinya, jika engkau menilai, memandang, dan menangani masalah ini dengan menggunakan firman Tuhan dan kebenaran sebagai landasanmu dan sebagai standar bagi penerapanmu, itu berarti engkau sedang menerapkan kebenaran. Sebaliknya, jika engkau masih menggunakan cara-cara yang orang tuamu ajarkan kepadamu—atau gagasan dan pandangan yang mereka tanamkan dalam dirimu—sebagai standar, landasan, dan prinsip penerapanmu dalam menangani masalah ini, itu berarti cara menerapkan ini bukanlah menerapkan kebenaran, juga bukan mengejar kebenaran. Pada akhirnya, yang orang peroleh dari mengejar kebenaran adalah penghargaan dan pengalaman akan kebenaran. Jika engkau tidak mengejar kebenaran, engkau tidak akan memperoleh penghargaan atau pengalaman akan kebenaran. Yang akan kauperoleh hanyalah penghargaan dan pengalaman menerapkan pepatah sebagai pembelajaran dan pembiasaan yang orang tuamu tanamkan dalam dirimu ini. Oleh karena itu, saat orang lain membahas pengalaman dan penghargaan mereka akan firman Tuhan, engkau tidak dapat mengatakan apa pun, karena tidak ada yang dapat kaukatakan. Yang kaumiliki hanyalah penghargaan dan pengalaman yang nyata akan gagasan dan pandangan yang keluargamu tanamkan dalam dirimu. Engkau benar-benar tidak mampu mengatakan apa pun tentangnya, dan tak mungkin membagikan apa pun. Jadi, apa pun yang kauterapkan, itulah yang pada akhirnya akan kauhargai. Jika yang kauterapkan adalah kebenaran, yang akan kauperoleh adalah penghargaan dan pengalaman akan firman Tuhan dan kebenaran. Jika yang kauterapkan adalah didikan dan arahan yang orang tuamu berikan pada dirimu, yang akan kauhargai adalah pengalaman menerapkan pembelajaran dan pembiasaan dari keluargamu serta didikan tradisional, dan yang akan kauperoleh hanyalah gagasan yang Iblis tanamkan dalam dirimu, dan kerusakan yang Iblis lakukan terhadapmu. Makin mendalam engkau menghargai hal-hal ini, makin engkau akan merasa bahwa gagasan dan pandangan rusak Iblis ini berguna dan praktis, dan makin mendalam engkau akan dirusak oleh Iblis. Bagaimana jika engkau menerapkan kebenaran? Engkau akan memiliki makin banyak penghargaan dan pengalaman akan kebenaran, firman Tuhan, dan prinsip-prinsip yang Tuhan beritahukan kepadamu, dan engkau akan merasa bahwa kebenaran adalah hal yang paling berharga, bahwa Tuhan adalah sumber kehidupan manusia, dan bahwa firman Tuhan adalah hidup yang manusia miliki.
Selain membesarkanmu dan memberimu makanan, pakaian dan pendidikan, apa yang telah keluargamu berikan kepadamu? Yang keluargamu berikan hanyalah masalah, bukan? (Ya.) Jika engkau tidak dilahirkan dalam keluarga semacam itu, seluruh pengaruh pembelajaran dan pembiasaan yang keluargamu tanamkan dalam dirimu mungkin tidak ada. Pembelajaran dan pembiasaan dari keluargamu mungkin tidak ada, tetapi pengaruh pembelajaran dan pembiasaan dari masyarakat akan tetap ada. Engkau tidak dapat menghindarinya. Dari sudut pandang mana pun engkau melihatnya, entah pengaruh pembelajaran dan pembiasaan ini berasal keluarga ataupun dari masyarakat, gagasan dan pandangan ini pada dasarnya berasal dari Iblis. Hanya saja, setiap keluarga menerima berbagai pepatah dari masyarakat ini dengan tingkat keyakinan yang berbeda dan memberi penekanan pada poin yang berbeda. Mereka kemudian menggunakan cara yang sesuai untuk mendidik dan menanamkan pembelajaran dan pembiasaan pada generasi penerus keluarga mereka. Setiap orang menerima segala macam pembelajaran dan pembiasaan hingga taraf yang berbeda, tergantung keluarga tempat mereka berasal. Namun sebenarnya, pengaruh pembelajaran dan pembiasaan ini berasal dari masyarakat dan dari Iblis. Hanya saja pengaruh pembelajaran dan pembiasaan ini ditanamkan secara mendalam di benak orang melalui perantaraan perkataan dan tindakan orang tua yang lebih konkret, dengan menggunakan cara-cara yang lebih langsung yang membuat orang lebih mampu menerimanya, sehingga orang menerima pembelajaran dan pembiasaan ini dan semua itu menjadi prinsip serta cara mereka dalam berinteraksi dengan orang lain, dan itu juga menjadi landasan bagi mereka dalam memandang orang dan berbagai hal, dan dalam berperilaku serta bertindak. Sebagai contoh, gagasan dan pandangan yang baru saja kita bahas—"Ketika orang menabuh gong, dengarkan bunyinya; ketika orang berbicara, dengarkan suaranya"—juga merupakan pengaruh pembelajaran dan pembiasaan yang berasal dari keluargamu. Seperti apa pun pengaruh pembelajaran dan pembiasaan yang keluarga tanamkan dalam diri mereka, orang-orang memandangnya dari sudut pandang anggota keluarga dan karena itu, mereka menerimanya sebagai hal yang positif, dan sebagai jimat pribadi mereka, yang mereka gunakan untuk melindungi diri mereka sendiri. Hal ini karena orang menganggap bahwa segala sesuatu yang berasal dari orang tua mereka adalah hasil dari penerapan dan pengalaman orang tua mereka. Di antara semua orang di dunia ini, hanya orang tua mereka yang tidak akan pernah mencelakakan mereka, dan hanya orang tua mereka yang ingin mereka menjalani kehidupan yang lebih baik dan melindungi mereka. Oleh karena itu, orang-orang menerima berbagai gagasan dan pandangan dari orang tua mereka tanpa memahami yang sebenarnya tentang semua itu. Dengan demikian, mereka tentu saja menerima berbagai gagasan dan pandangan yang ditanamkan tersebut. Setelah berbagai gagasan dan pandangan ini tertanam dalam diri mereka, mereka tidak pernah meragukannya atau memahami yang sebenarnya tentang semua itu, karena mereka sering mendengar orang tua mereka mengatakan hal-hal seperti itu. Sebagai contoh, "Orang tua selalu benar." Lalu, apa maksud pepatah ini? Maksudnya, entah orang tuamu benar atau salah, pada dasarnya karena orang tuamu melahirkanmu dan membesarkanmu, engkau harus berpendapat bahwa semua yang orang tuamu lakukan adalah benar. Engkau tidak boleh menilai apakah semua itu benar atau salah, engkau juga tidak boleh menolaknya, apalagi menentangnya. Inilah yang disebut berbakti. Sekalipun orang tuamu melakukan kesalahan, dan sekalipun beberapa gagasan dan pandangan mereka sudah ketinggalan zaman atau keliru, atau cara mereka mendidikmu serta gagasan dan pandangan yang mereka gunakan dalam mendidikmu tidak benar ataupun positif, engkau tidak boleh meragukannya atau menolaknya karena ada pepatah tentang hal ini, yaitu "Orang tua selalu benar". Berkenaan dengan orang tua, engkau tidak boleh membedakan atau menilai apakah mereka benar atau salah, karena anak-anak harus berpendapat bahwa hidup mereka dan segala sesuatu yang mereka miliki berasal dari orang tua mereka. Tak seorang pun lebih tinggi daripada orang tuamu, jadi jika engkau berhati nurani, engkau tidak boleh mengkritik mereka. Betapa pun keliru, tidak benar, atau tidak sempurnanya orang tuamu, mereka tetaplah orang tuamu. Mereka adalah orang-orang yang paling dekat denganmu, yang membesarkanmu, orang-orang yang memperlakukanmu dengan paling baik, dan orang-orang yang memberimu kehidupan. Bukankah semua orang menerima pepatah ini? Dan justru karena memiliki mentalitas seperti ini, orang tuamu menganggap bahwa mereka dapat memperlakukanmu dengan tidak bermoral, dan menggunakan segala macam cara untuk mengarahkanmu melakukan segala macam hal, serta menanamkan berbagai gagasan dalam dirimu. Dari sudut pandang mereka, mereka berpikir, "Motifku benar, ini adalah untuk kebaikanmu sendiri. Semua yang kaumiliki diberikan kepadamu olehku. Kau dilahirkan dan dibesarkan olehku, jadi seperti apa pun caraku memperlakukanmu, aku tidak mungkin salah, karena semua yang kulakukan adalah untuk kebaikanmu sendiri dan aku tidak akan melukai atau mencelakakanmu." Dari sudut pandang anak, apakah benar bahwa sikap mereka terhadap orang tua mereka haruslah didasarkan pada pepatah "Orang tua selalu benar"? (Salah.) Tentu saja salah. Jadi, bagaimana caramu memahami yang sebenarnya mengenai pepatah ini? Dari berapa banyak aspek kita dapat menganalisis kekeliruan dari pepatah ini? Jika kita melihatnya dari sudut pandang anak, kehidupan dan tubuh mereka berasal dari orang tua mereka, yang juga telah berbaik hati membesarkan dan mendidik mereka, sehingga anak sudah seharusnya mematuhi setiap perkataan mereka, melaksanakan kewajiban mereka untuk berbakti, dan tidak mencari-cari kesalahan orang tua mereka. Makna tersembunyi dari perkataan ini adalah engkau tidak boleh mengetahui yang sebenarnya tentang orang tuamu. Jika kita menganalisisnya dari sudut pandang ini, apakah pandangan ini benar? (Tidak.) Bagaimana seharusnya kita memperlakukan hal ini berdasarkan kebenaran? Bagaimana cara yang benar untuk menjelaskan hal ini? Apakah tubuh dan kehidupan anak diberikan kepada mereka oleh orang tua mereka? (Tidak.) Tubuh jasmani seseorang dilahirkan dari orang tuanya, tetapi berasal dari manakah kemampuan orang tua untuk melahirkan anak? (Kemampuan itu diberikan oleh Tuhan dan berasal dari Tuhan.) Bagaimana dengan jiwa seseorang? Dari manakah jiwa berasal? Jiwa juga berasal dari Tuhan. Jadi pada dasarnya, manusia diciptakan oleh Tuhan, dan semua ini ditetapkan sejak semula oleh-Nya. Tuhanlah yang menetapkanmu sejak semula untuk dilahirkan di keluarga ini. Tuhan mengirimkan satu jiwa ke keluarga ini, dan kemudian dilahirkan di keluarga ini, dan engkau telah ditentukan sejak semula untuk memiliki hubungan ini dengan orang tuamu. Ini telah ditetapkan sejak semula oleh Tuhan. Karena kedaulatan dan penetapan Tuhan sejak semula, orang tuamu mampu melahirkanmu, dan engkau terlahir di keluarga ini. Ini adalah melihatnya dari sumbernya. Namun, bagaimana jika Tuhan tidak menetapkan hal-hal ini dengan cara seperti ini? Maka orang tuamu tidak akan pernah melahirkanmu, dan engkau tidak akan pernah memiliki hubungan orang tua-anak ini dengan mereka. Tidak akan ada hubungan darah, tidak ada kasih sayang keluarga, dan tidak ada hubungan sama sekali. Oleh karena itu, adalah keliru mengatakan bahwa kehidupan seseorang diberikan kepadanya oleh orang tuanya. Aspek lainnya adalah, jika melihatnya dari perspektif anak, orang tuanya adalah satu generasi lebih tua daripadanya. Namun, bagi semua manusia, orang tua adalah sama seperti semua orang lainnya, sejauh mereka semua adalah bagian dari umat manusia yang rusak, dan semuanya memiliki watak rusak Iblis dalam diri mereka. Mereka tidak ada bedanya dengan semua orang lainnya, dan tidak ada bedanya denganmu. Meskipun mereka secara jasmani melahirkanmu, dan dalam hal hubungan darah dan daging denganmu, mereka satu generasi lebih tua daripadamu, dalam hal esensi watak manusia, engkau semua sedang hidup di bawah kuasa Iblis, dan engkau semua telah dirusak oleh Iblis serta memiliki watak rusak Iblis dalam dirimu. Mengingat fakta bahwa semua orang memiliki watak rusak Iblis dalam diri mereka, esensi semua orang adalah sama. Sekalipun ada perbedaan dalam senioritas, atau usia, atau dalam hal apakah orang dilahirkan lebih awal atau lahir di kemudian hari di dunia ini, manusia pada dasarnya memiliki esensi watak rusak yang sama, mereka semua adalah manusia yang telah dirusak oleh Iblis, dan tidak ada bedanya dalam hal ini. Entah kemanusiaan mereka baik atau jahat, karena mereka memiliki watak yang rusak, mereka menggunakan perspektif dan sudut pandang yang sama dalam cara mereka memandang orang serta hal-hal, dan dalam cara mereka memperlakukan kebenaran. Dalam hal ini, tidak ada perbedaan di antara mereka. Selain itu, setiap orang yang hidup di tengah umat manusia yang jahat ini menerima berbagai gagasan dan pandangan yang berlimpah di dunia yang jahat ini, entah dalam bentuk perkataan ataupun pemikiran, atau dalam bentuk ideologi, dan menerima segala macam gagasan dari Iblis, baik melalui pendidikan negara ataupun dari pembelajaran dan pembiasaan dari norma-norma sosial. Hal-hal ini sama sekali tidak sesuai dengan kebenaran. Tidak ada kebenaran dalam hal-hal ini, dan orang tentunya tidak memahami apa yang dimaksud dengan kebenaran. Dari sudut pandang ini, orang tua dan anak-anak mereka adalah setara dan memiliki gagasan serta pandangan yang sama. Hanya saja, orang tuamu menerima gagasan dan pandangan ini 20 atau 30 tahun sebelumnya, sedangkan engkau menerimanya tidak lama kemudian. Artinya, karena latar belakang sosial yang sama, selama engkau adalah manusia yang normal, baik engkau maupun orang tuamu telah menerima kerusakan yang sama dari Iblis, pembelajaran dan pembiasaan dari norma sosial, serta gagasan dan pandangan yang sama yang berasal dari berbagai tren jahat di tengah masyarakat. Dari sudut pandang ini, anak-anak adalah tipe yang sama dengan orang tua mereka. Dari sudut pandang Tuhan, dengan mengesampingkan dasar pemikiran bahwa Dia telah menetapkan, menentukan, dan memilih dari semula, di mata Tuhan, baik orang tua maupun anak-anak mereka adalah sama, yaitu bahwa mereka adalah makhluk ciptaan, dan mengenai apakah mereka adalah makhluk ciptaan yang menyembah Tuhan atau tidak, mereka semua sama-sama dikenal sebagai makhluk ciptaan, dan semuanya menerima kedaulatan, pengaturan dan penataan Tuhan. Dari sudut pandang ini, orang tua dan anak-anak mereka sebenarnya memiliki status yang setara di mata Tuhan, dan mereka semua menerima kedaulatan dan pengaturan Tuhan secara sama dan setara. Ini adalah fakta objektif. Jika mereka semua dipilih oleh Tuhan, mereka semua memiliki kesempatan yang setara untuk mengejar kebenaran. Tentu saja, mereka juga memiliki kesempatan yang setara untuk menerima hajaran dan penghakiman Tuhan, dan kesempatan yang setara untuk diselamatkan. Selain kesamaan di atas, hanya ada satu perbedaan antara orang tua dan anak-anak mereka, yaitu bahwa kedudukan orang tua dalam apa yang disebut sebagai hierarki keluarga adalah lebih tinggi daripada kedudukan anak-anak mereka. Apa yang dimaksud dengan kedudukan mereka dalam hierarki keluarga? Maksudnya, mereka hanya satu generasi yang lebih tua 20 atau 30 tahun, tidak lebih dari perbedaan usia yang jauh. Dan karena status istimewa orang tua, anak harus berbakti dan memenuhi kewajibannya kepada orang tuanya. Ini adalah satu-satunya tanggung jawab yang orang miliki terhadap orang tuanya. Namun, karena anak-anak dan orang tua semuanya adalah bagian dari umat manusia yang sama-sama rusak, orang tua bukanlah teladan moral bagi anak-anak mereka, juga bukan tolok ukur dan contoh bagi anak-anak mereka dalam mengejar kebenaran, juga bukan teladan bagi anak mereka dalam hal menyembah dan tunduk kepada Tuhan. Tentu saja, orang tua bukanlah inkarnasi kebenaran. Orang tidak memiliki kewajiban atau tanggung jawab untuk menganggap orang tua mereka sebagai teladan moral atau sebagai orang-orang yang harus ditaati tanpa syarat. Anak tidak boleh takut untuk mengetahui yang sebenarnya tentang esensi dari perilaku, tindakan, dan watak orang tua mereka. Artinya, dalam hal memperlakukan orang tua, orang tidak boleh berpaut pada gagasan dan pandangan seperti "Orang tua selalu benar". Pandangan ini didasarkan pada fakta bahwa orang tua memiliki status istimewa, yaitu mereka melahirkan dirimu di bawah penetapan Tuhan sejak semula, dan mereka 20, 30, atau bahkan 40 atau 50 tahun lebih tua daripadamu. Hanya dari perspektif hubungan darah dan daging ini, dalam hal status dan kedudukan mereka dalam hierarki keluarga, mereka berbeda dengan anak-anak mereka. Namun, karena perbedaan ini, orang menganggap orang tua mereka tidak memiliki kesalahan sama sekali. Apakah benar demikian? Ini keliru, tidak masuk akal, dan tidak sesuai dengan kebenaran. Ada orang yang bertanya-tanya bagaimana orang seharusnya memperlakukan orang tuanya, mengingat bahwa orang tua dan anak memiliki hubungan darah dan daging seperti ini. Jika orang tua percaya kepada Tuhan, mereka harus diperlakukan sebagaimana mestinya sebagai orang percaya; jika mereka tidak percaya kepada Tuhan, mereka harus diperlakukan sebagaimana mestinya sebagai orang tidak percaya. Orang macam apa pun orang tua, mereka harus diperlakukan berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran yang sesuai. Jika mereka adalah para setan, engkau harus menganggap mereka setan. Jika mereka tidak memiliki kemanusiaan, engkau harus menganggap mereka tidak memiliki kemanusiaan. Jika gagasan dan pandangan yang mereka ajarkan kepadamu tidak sesuai dengan kebenaran, engkau tidak perlu mendengarkan hal-hal ini ataupun menerimanya, dan engkau bahkan boleh mengetahui yang sebenarnya tentang hal-hal ini dan menyingkapkannya. Jika orang tuamu berkata, "Aku melakukannya demi kebaikanmu sendiri," lalu mengamuk dan membuat keributan, akankah engkau peduli? (Tidak.) Jika orang tuamu tidak percaya, jangan pedulikan perkataan mereka, dan biarkan saja. Jika mereka membuat keributan besar, engkau akan melihat bahwa mereka adalah setan dan tidak kurang dari itu. Kebenaran tentang iman kepada Tuhan ini adalah gagasan dan pandangan yang paling perlu untuk orang terima. Karena mereka tidak mampu menerimanya atau tidak memahami dan menerimanya, orang macam apakah mereka? Mereka tidak memahami firman Tuhan, jadi mereka bukan manusia, bukan? Engkau harus berpikir seperti ini: "Walaupun kau adalah orang tuaku, kau tidak memiliki kemanusiaan. Aku merasa sangat malu terlahir sebagai anakmu! Kini, aku dapat mengetahui dirimu yang sebenarnya. Kau tidak memiliki roh manusia di dalam dirimu, kau tidak memahami kebenaran, kau bahkan tak mampu mendengarkan doktrin yang sedemikian jelas dan sederhana, tetapi kau masih melontarkan komentar yang tidak bijaksana dan mengatakan hal-hal yang memfitnah. Kini, aku memahaminya dan benar-benar memutus hubungan denganmu di dalam hatiku. Namun, di luarnya, aku tetap akan menyenangkanmu, dan aku tetap akan memenuhi beberapa tanggung jawab dan kewajibanku sebagai anakmu. Jika aku mampu melakukannya, aku akan membelikanmu beberapa produk kesehatan, tetapi jika aku tidak mampu melakukannya, aku akan pulang untuk mengunjungimu, dan itu saja. Aku tidak akan menyanggah pendapatmu, apa pun yang kaukatakan. Kau tidak masuk akal, dan aku akan membiarkanmu seperti itu saja. Apa yang bisa dikatakan kepada setan sepertimu, yang tidak bernalar? Mengingat fakta bahwa kau telah melahirkanku dan menghabiskan bertahun-tahun untuk membesarkanku, aku akan terus mengunjungimu dan merawatmu. Jika bukan karena fakta tersebut, aku tidak akan memperhatikanmu sama sekali, dan aku tidak ingin bertemu denganmu seumur hidupku." Mengapa engkau tidak ingin bertemu lagi dengan mereka atau berhubungan dengan mereka? Karena engkau memahami kebenaran, dan engkau telah mengetahui yang sebenarnya tentang esensi mereka, dan tentang semua gagasan serta pandangan mereka yang keliru, dan dari gagasan serta pandangan yang keliru ini, engkau melihat kebodohan, sikap keras kepala, serta kejahatan mereka, dan melihat dengan jelas bahwa mereka adalah setan, sehingga engkau merasa muak dan jijik terhadap mereka, dan tidak ingin bertemu mereka. Hanya karena sedikit hati nurani di dalam dirimu, engkau merasa terdorong untuk memenuhi beberapa tanggung jawab dan tugasmu untuk berbakti sebagai anak, jadi engkau mengunjungi mereka selama Tahun Baru dan selama hari raya, dan itu saja. Selama mereka tidak menghalangimu untuk percaya kepada Tuhan atau melaksanakan tugasmu, kunjungilah mereka ketika engkau punya waktu. Jika engkau benar-benar tidak ingin bertemu mereka, telepon saja mereka untuk menanyakan kabar mereka, sesekali kirimkan sedikit uang kepada mereka melalui pos, dan belikan mereka beberapa barang yang berguna. Baik itu merawat mereka, mengunjungi mereka, membelikan mereka pakaian, menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan mereka, atau merawat mereka ketika mereka sakit, semua ini orang lakukan hanya untuk memenuhi kewajibannya untuk berbakti dan memenuhi kebutuhannya sendiri dalam hal perasaan dan hati nuraninya. Itu saja, dan itu tidak diperhitungkan sebagai menerapkan kebenaran. Semuak apa pun engkau terhadap mereka, atau sebaik apa pun engkau mampu mengetahui esensi mereka yang sebenarnya, selama mereka masih hidup, engkau harus memenuhi kewajiban yang perlu kaulakukan sebagai anak dan memikul tanggung jawab yang perlu kaupenuhi. Orang tuamu merawatmu ketika engkau masih kecil, dan saat mereka sudah tua, engkau harus merawat mereka selama engkau mampu melakukannya. Biarkan mereka mengomelimu jika mereka ingin. Asalkan engkau tidak mendengarkan gagasan dan pandangan yang berusaha mereka tanamkan dalam dirimu, tidak menerima apa yang mereka katakan, dan tidak membiarkan mereka mengganggu atau mengekangmu, maka itu sama sekali tidak masalah, dan itu membuktikan bahwa engkau telah bertumbuh dalam tingkat pertumbuhanmu dan engkau tetap teguh dalam kesaksianmu di hadapan Tuhan. Dia tidak akan mengutukmu karena engkau merawat mereka, dan Dia tidak akan berkata, "Mengapa engkau begitu sentimental? Engkau telah menerima kebenaran dan sedang mengejarnya, jadi mengapa engkau tetap merawat mereka?" Ini adalah tanggung jawab dan kewajiban paling dasar yang harus kaulakukan, yaitu bahwa engkau harus memenuhi kewajibanmu selama keadaannya memungkinkan. Ini bukan berarti bahwa engkau sedang bersikap sentimental, dan Tuhan tidak akan mengutukmu karenanya. Tentu saja, di dunia ini, selain orang tuamu, yang kepadanya engkau harus memenuhi kewajiban dan tanggung jawabmu, engkau tidak memiliki tanggung jawab dan kewajiban kepada siapa pun—tidak kepada saudara kandungmu, teman-temanmu, atau kepada berbagai paman dan bibimu. Engkau tidak berkewajiban atau bertanggung jawab untuk melakukan apa pun untuk menyenangkan mereka, atau membantu mereka. Bukankah demikian? (Ya.)
Apakah penjelasan-Ku tentang pernyataan bahwa "Orang tua selalu benar" sudah jelas? (Ya.) Siapakah orang tua? (Manusia yang rusak.) Benar, orang tua adalah manusia yang rusak. Jika terkadang engkau merindukan orang tuamu dan berpikir, "Bagaimana kabar orang tuaku selama dua tahun terakhir ini? Apakah selama ini mereka merindukanku? Apakah mereka sudah pensiun? Apakah mereka menghadapi kesulitan dalam hidup ini? Adakah seseorang yang merawat mereka saat mereka sakit?" Misalkan engkau sedang memikirkan hal-hal ini dan engkau juga merenung, "Orang tua selalu benar. Dahulu, orang tuaku memukuli dan memarahiku karena mereka jengkel atas ketidakmampuanku memenuhi harapan mereka, dan karena mereka sangat menyayangiku. Orang tuaku lebih baik daripada siapa pun, mereka adalah orang-orang yang paling menyayangiku di dunia ini. Kini, saat memikirkan sifat-sifat buruk orang tuaku, aku tidak lagi menganggapnya sebagai sifat yang buruk, karena orang tua selalu benar." Dan makin engkau memikirkan hal ini, makin engkau ingin bertemu mereka. Apakah baik berpikir seperti ini? (Tidak.) Tidak baik. Bagaimana seharusnya engkau berpikir? Engkau harus merenungkannya seperti ini: "Ketika aku masih kecil, orang tuaku memukuliku, memarahiku, dan melukai harga diriku. Mereka tidak pernah mengucapkan perkataan yang baik ataupun mendorongku. Mereka memaksaku untuk belajar, dan juga memaksaku untuk belajar menari serta menyanyi, dan belajar untuk Olimpiade Matematika—semua hal yang tidak kusukai. Orang tuaku sangat menyebalkan. Kini, aku percaya kepada Tuhan dan aku telah dibebaskan. Aku meninggalkan rumah untuk melaksanakan tugasku bahkan sebelum aku menyelesaikan kuliahku. Tuhanlah yang baik. Aku tidak merindukan orang tuaku. Mereka menghalangiku agar aku tidak percaya kepada Tuhan. Orang tuaku adalah setan." Lalu, engkau kembali merenung, "Itu tidak benar. Orang tua selalu benar. Orang tuaku adalah orang yang paling dekat denganku, jadi wajar jika aku merindukan mereka." Benarkah berpikir seperti ini? (Tidak.) Lalu, bagaimana cara berpikir yang benar? (Dahulu, kami menganggap bahwa apa pun yang orang tua kami lakukan, mereka melakukannya dengan memikirkan kami, dan menganggap bahwa mereka baik kepada kami dalam semua hal yang mereka lakukan, dan mereka tidak akan pernah mencelakakan kami. Persekutuan yang baru saja Tuhan sampaikan menyadarkanku bahwa orang tuaku juga adalah manusia yang rusak, yang telah menerima berbagai gagasan dan pandangan dari Iblis. Tanpa kami sadari, orang tua kami telah menanamkan banyak pandangan Iblis ke dalam diri kami, menyebabkan kami menyimpang begitu jauh dari kebenaran dalam perilaku serta tindakan kami, dan menyebabkan kami hidup berdasarkan falsafah Iblis. Kini, setelah aku mengetahui yang sebenarnya tentang apa yang ada di dalam hati orang tuaku, aku tidak akan terlalu merindukan dan memikirkan mereka.) Dalam bersikap terhadap orang tuamu, engkau harus terlebih dahulu keluar dari hubungan darah ini secara rasional dan mengenali yang sebenarnya tentang orang tuamu dengan menggunakan kebenaran yang telah kauterima dan pahami. Ketahuilah yang sebenarnya tentang orang tuamu berdasarkan pemikiran, pandangan, dan motif mereka dalam berperilaku, dan berdasarkan prinsip serta cara mereka berperilaku, yang akan menegaskan bahwa mereka juga adalah orang-orang yang telah dirusak oleh Iblis. Pandanglah mereka dan kenalilah mereka dari sudut pandang kebenaran, bukan dari sudut pandang yang selalu menganggap orang tuamu luhur, tanpa pamrih, dan baik kepadamu, karena jika engkau memandang mereka dengan cara seperti itu, engkau tidak akan pernah menemukan masalah apa yang mereka miliki. Jangan pandang orang tuamu dari sudut pandang ikatan keluargamu, atau dari peranmu sebagai anak. Keluarlah dari lingkup ini dan lihatlah bagaimana cara mereka berinteraksi dengan orang lain, cara mereka memperlakukan kebenaran, orang, peristiwa, dan berbagai hal. Selain itu, yang lebih spesifik, lihatlah gagasan dan pandangan yang telah orang tuamu tanamkan dalam dirimu tentang bagaimana engkau harus memandang orang serta berbagai hal, dan bagaimana engkau harus berperilaku dan bertindak. Dengan cara inilah engkau harus mengenali dan mengetahui yang sebenarnya tentang mereka. Dengan cara ini, kualitas kemanusiaan mereka dan fakta bahwa mereka telah dirusak oleh Iblis akan menjadi jelas sedikit demi sedikit. Orang macam apa mereka? Jika mereka bukan orang percaya, bagaimana sikap mereka terhadap orang yang percaya kepada Tuhan? Jika mereka adalah orang percaya, bagaimana sikap mereka terhadap kebenaran? Apakah mereka orang-orang yang mengejar kebenaran? Apakah mereka mencintai kebenaran? Apakah mereka menyukai hal-hal positif? Apa pandangan mereka terhadap kehidupan dan dunia? Dan sebagainya. Jika engkau dapat mengenali orang tuamu berdasarkan hal-hal ini, engkau akan memiliki pemahaman yang jelas. Setelah hal-hal ini jelas, status orang tuamu yang luhur, mulia, dan tak tergoyahkan di benakmu akan berubah. Dan setelah itu berubah, kasih sayang keibuan dan kebapakan yang diperlihatkan oleh orang tuamu—beserta dengan perkataan dan tindakan spesifik mereka, dan citra luhur yang kaumiliki tentang mereka—tidak akan lagi terpatri sedemikian dalamnya di benakmu. Sikap tanpa pamrih dan kebesaran kasih orang tuamu kepadamu, serta pengabdian mereka dalam merawatmu, melindungimu, dan bahkan menyayangimu, tanpa kausadari tidak akan lagi menempati posisi yang penting di dalam benakmu. Orang sering berkata, "Orang tuaku sangat menyayangiku. Setiap kali aku berada jauh dari rumah, ibuku selalu bertanya, 'Kau sudah makan? Apakah kau makan dengan teratur?' Ayah selalu bertanya, 'Apa kau punya cukup uang? Kalau kau tak punya cukup uang, akan kukirimkan lagi sedikit uang untukmu.' Dan aku menjawab, 'Aku masih ada uang, tidak perlu mengirimiku lagi,' dan Ayah menjawab, 'Tidak apa-apa, meskipun kau berkata bahwa kau masih ada uang, aku akan tetap mengirimkannya kepadamu.'" Sebenarnya, orang tuamu hidup hemat dan enggan mengeluarkan uang untuk diri mereka sendiri. Mereka menggunakan uang mereka untuk mendukungmu, sehingga engkau memiliki lebih banyak uang yang dapat kaubelanjakan saat engkau berada jauh dari rumah. Ayah dan ibumu selalu berkata, "Berhematlah ketika di rumah, tetapi bawalah sedikit uang tambahan saat bepergian. Bawalah sedikit lebih banyak saat kau pergi keluar. Jika kau tidak punya cukup uang, beri tahu saja aku, dan akan kukirimkan uangnya padamu atau kutambahkan ke kartumu." Kekhawatiran, perhatian, kepedulian dan bahkan sikap yang menyayangi dan memanjakan yang tanpa pamrih dari orang tuamu itu akan selalu menjadi tanda akan pengabdian mereka yang tanpa pamrih dan tak terhapuskan di matamu. Pengabdian yang tanpa pamrih ini telah menjadi perasaan yang kuat dan hangat di dalam lubuk hatimu yang mengikat hubungan antara mereka dan dirimu. Perasaan itu membuatmu tak mampu melepaskan mereka, dan membuatmu mengkhawatirkan mereka, terus mencemaskan mereka, selalu merindukan mereka, dan bahkan membuatmu selalu rela terperangkap dalam perasaan ini dan diperas oleh kasih sayang mereka. Sebenarnya fenomena macam apa hal ini? Kasih orang tuamu memang tanpa pamrih. Betapa pun besarnya kepedulian orang tuamu terhadapmu, atau sekalipun mereka hidup dengan sangat hemat dan menabung hanya untuk dapat memberimu uang untuk kaubelanjakan, atau membelikanmu semua barang yang kaubutuhkan, itu mungkin merupakan berkat bagimu pada saat ini, tetapi tidak akan menjadi hal yang baik bagimu dalam jangka panjang. Makin tanpa pamrih mereka, makin baik mereka memperlakukanmu, dan makin mereka memedulikanmu, makin engkau tidak mampu melepaskan dirimu dari kasih sayang ini, melepaskannya atau melupakannya, dan makin engkau merindukan mereka. Ketika engkau tidak mampu melaksanakan tugasmu untuk berbakti kepada mereka atau memenuhi kewajibanmu kepada mereka, engkau akan merasa jauh lebih kasihan kepada mereka. Dalam keadaan seperti ini, engkau tak sampai hati untuk mengenali diri mereka yang sebenarnya, atau melupakan kasih dan pengabdian mereka serta segala sesuatu yang pernah mereka lakukan untukmu, atau menganggap semua itu sama sekali tidak penting. Ini adalah pengaruh dari hati nuranimu. Apakah hati nuranimu merepresentasikan kebenaran? (Tidak.) Mengapa orang tuamu bersikap seperti ini terhadapmu? Karena kasih sayang mereka terhadapmu. Lalu, dapatkah kasih sayang mereka kepadamu merepresentasikan esensi kemanusiaan mereka? Dapatkah itu merepresentasikan sikap mereka terhadap kebenaran? Tidak. Ini sama seperti para ibu yang selalu berkata, "Kau adalah darah dagingku sendiri, aku berkeringat dan bekerja keras untuk membesarkanmu. Bagaimana mungkin aku tidak tahu apa yang kaupikirkan di dalam hatimu?" Mereka baik kepadamu karena ikatan keluarga yang dekat ini dan karena hubungan darah dan daging ini, tetapi apakah mereka benar-benar baik kepadamu? Apakah ini benar-benar merupakan diri mereka yang sebenarnya? Apakah ini merupakan ungkapan sebenarnya dari esensi kemanusiaan mereka? Belum tentu. Karena engkau berhubungan darah dengan mereka, mereka berpikir bahwa mereka harus baik kepadamu karena merasa wajib melakukannya. Namun, sebagai anak mereka, engkau menganggap bahwa mereka baik kepadamu karena kebaikan hati mereka, dan engkau merasa tak pernah mampu membalasnya. Jika engkau tak mampu membalas kebaikan mereka sepenuhnya, atau bahkan sedikit saja dari kebaikan mereka, hati nuranimu akan menuduhmu. Apakah perasaan yang kaurasakan ketika hati nuranimu menuduhmu sesuai dengan kebenaran? Dengan kata lain, jika mereka bukan orang tuamu, melainkan hanya orang biasa yang berinteraksi denganmu secara normal dalam sebuah kelompok, akankah mereka memperlakukanmu dengan cara seperti ini? (Tidak.) Mereka pasti tidak akan melakukannya. Jika mereka bukan orang tuamu dan tidak memiliki hubungan darah denganmu, perilaku dan sikap mereka terhadapmu akan berbeda dalam berbagai hal. Mereka pasti tidak akan memedulikanmu, melindungimu, menyayangimu, menjagamu, atau mengabdikan apa pun untukmu tanpa pamrih. Lalu, bagaimana mereka akan memperlakukanmu? Mungkin mereka akan menindasmu karena engkau masih muda dan belum berpengalaman dalam bersosialisasi, atau mendiskriminasi dirimu karena kedudukan dan statusmu yang rendah, dan selalu berbicara kepadamu dengan nada birokratis dan berusaha mendidikmu; atau mungkin mereka akan menganggapmu berpenampilan biasa-biasa saja, dan jika engkau berbicara kepada mereka, mereka tidak akan memberimu perhatian, dan engkau merasa tak sepadan dengan mereka; atau mereka mungkin tidak akan menganggapmu berguna, dan mereka tidak akan bersosialisasi denganmu atau berhubungan denganmu; atau mungkin mereka akan menganggapmu polos, sehingga jika mereka ingin tahu tentang sesuatu, mereka akan selalu mulai dengan menanyakannya kepadamu dan mencoba mendapatkan jawabannya darimu; atau mereka mungkin ingin mengambil keuntungan secara tidak adil darimu bagaimanapun caranya, misalnya, setiap kali engkau membeli sesuatu dengan harga murah, mereka selalu ingin engkau membaginya dengan mereka, atau ingin mengambil sebagian darinya; atau mungkin ketika engkau terjatuh di jalan dan membutuhkan bantuan mereka agar kau bisa berdiri, mereka bahkan tidak mau melihatmu, dan malah menendangmu; atau mungkin ketika engkau berada dalam bus, jika engkau tidak memberikan tempat dudukmu kepada mereka, mereka akan berkata, "Aku sudah sangat tua, mengapa kau tidak memberikan tempat dudukmu untukku? Mengapa sebagai anak muda kau begitu bodoh? Apakah orang tuamu tidak mengajarimu sopan santun!" Dan mereka bahkan akan mengumpatmu. Jika mereka mungkin seperti ini, engkau perlu menyelidiki apakah kasih keibuan dan kasih kebapakan yang tersembunyi di dalam lubuk hatimu adalah ungkapan kemanusiaan mereka yang sebenarnya. Engkau sering merasa terharu karena pengabdian mereka yang tanpa pamrih kepadamu dan karena kasih keibuan serta kasih kebapakan mereka yang besar, dan engkau sangat terikat dengan mereka, merindukan mereka, dan selalu ingin membalas mereka dengan nyawamu sendiri. Apa penyebab hal ini? Jika penyebabnya hanyalah karena hati nuranimu, masalahnya tidak terlalu mendalam dan dapat diatasi. Namun, jika penyebabnya adalah karena kasih sayang terhadap mereka, ini akan sangat merepotkan. Engkau akan makin terjebak di dalamnya dan tidak akan mampu melepaskan dirimu. Engkau akan sering terjebak dalam kasih sayang ini dan merindukan orang tuamu, dan terkadang engkau bahkan akan mengkhianati Tuhan demi membalas kebaikan orang tuamu. Sebagai contoh, apa yang akan kaulakukan jika mendengar bahwa orang tuamu sakit parah di rumah sakit, atau sesuatu yang serius telah terjadi pada mereka dan mereka berada dalam kesulitan tertentu yang tak dapat mereka atasi dan mereka sangat sedih serta hancur hati, atau jika engkau mendengar kabar bahwa orang tuamu akan segera meninggal dunia? Pada saat itu, tidak mungkin diketahui apakah kasih sayangmu akan mendominasi hati nuranimu, atau apakah kebenaran dan firman Tuhan yang telah Dia ajarkan kepadamu akan mengarahkan hati nuranimu untuk mengambil keputusan tertentu. Hasil dari masalah seperti ini akan tergantung pada bagaimana kecenderunganmu dalam memandang hubungan antara orang tua dan anak, berapa banyak engkau telah masuk ke dalam kebenaran tentang cara memperlakukan orang tua, berapa banyak engkau mampu mengetahui diri mereka yang sebenarnya, berapa banyak pemahamanmu dalam hal esensi natur umat manusia, dan berapa banyak pemahamanmu mengenai karakter dan esensi kemanusiaan orang tuamu, serta watak rusak mereka. Yang terpenting, hasil dari masalah ini tergantung pada bagaimana engkau memperlakukan hubungan pada tingkat keluarga, dan pandangan yang benar yang harus kaupegang. Hal-hal ini adalah berbagai kebenaran yang dengannya engkau harus memperlengkapi dirimu sebelum masalah-masalah seperti ini menimpamu. Semua orang lainnya—kerabat dan teman, para bibi dan paman, kakek nenek, dan orang luar lainnya—dapat dilepaskan dengan mudah, karena mereka tidak menempati posisi yang penting dalam kasih sayang seseorang. Orang-orang ini dapat dilepaskan dengan mudah, tetapi orang tua adalah pengecualian. Hanya orang tualah yang dianggap sebagai kerabat terdekat seseorang di dunia ini. Mereka adalah orang-orang yang berperan penting dalam kehidupan seseorang dan memiliki pengaruh yang penting di sepanjang hidupnya, sehingga tidaklah mudah untuk melepaskan mereka. Jika hari ini engkau telah memperoleh pemahaman yang jelas tentang berbagai pemikiran yang muncul akibat pembelajaran dan pembiasaan dari keluarga, pemahaman ini akan membantumu melepaskan perasaan kasih sayangmu terhadap orang tua, karena pengaruh pembelajaran dan pembiasaan yang keluarga tanamkan dalam dirimu secara keseluruhannya hanya merupakan pernyataan yang tidak berwujud, sedangkan pembelajaran dan pembiasaan yang paling spesifik sebenarnya berasal dari orang tuamu. Satu kalimat dari orang tuamu, atau sikap mereka dalam melakukan sesuatu, atau cara dan sarana yang mereka gunakan dalam menangani sesuatu—hal-hal ini adalah cara yang paling akurat untuk menggambarkan bagaimana pembelajaran dan pembiasaan ditanamkan dalam dirimu. Setelah engkau mampu dengan berbagai cara memahami dan mengenali secara spesifik gagasan, tindakan dan pepatah yang telah orang tuamu tanamkan dalam dirimu, engkau akan memiliki penilaian dan pengetahuan yang akurat tentang esensi dari peran, karakter, pandangan hidup, dan cara-cara orang tuamu dalam bertindak. Setelah engkau memiliki penilaian dan pengetahuan yang akurat ini, tanpa kausadari, persepsimu tentang peran orang tuamu akan secara berangsur-angsur berubah di benakmu, dari positif menjadi negatif. Setelah engkau menyadari bahwa peran orang tuamu sepenuhnya negatif, engkau akan mampu secara berangsur-angsur melepaskan penopang sentimentalmu, keterikatan rohanimu, dan berbagai macam kasih sayang yang besar dari orang tuamu terhadapmu. Pada saat itu, engkau akan merasa bahwa selama ini citra orang tuamu di lubuk hatimu begitu luhur, bagaikan kisah dalam esai berjudul "Punggung Ayahku", yang kaupelajari dalam buku pelajaran sekolahmu, serta bagaikan lagu yang populer bertahun-tahun lalu, yang berjudul, "Ibu adalah yang Terbaik di Dunia Ini", yang menjadi lagu tema film Taiwan dan populer di seluruh kalangan masyarakat berbahasa Mandarin. Dengan cara-cara inilah masyarakat dan dunia mendidik umat manusia. Jika engkau tidak menyadari esensi atau fakta sebenarnya di balik hal-hal ini, engkau akan merasa bahwa metode pendidikan ini adalah positif. Berdasarkan kemanusiaanmu saat ini, hal-hal ini memberimu pengakuan dan keyakinan yang lebih besar akan kebesaran kasih sayang orang tuamu kepadamu, dan akibatnya, timbullah kesan yang mendalam di hatimu bahwa kasih sayang orang tuamu itu tanpa pamrih, luar biasa, dan suci. Oleh karena itu, seburuk apa pun orang tuamu, kasih sayang mereka tetaplah tanpa pamrih dan luar biasa. Bagimu, ini adalah fakta yang tidak terbantahkan yang tak dapat disangkal oleh siapa pun, dan tak seorang pun boleh mengatakan hal yang buruk tentang orang tuamu. Akibatnya, engkau tidak ingin mengetahui yang sebenarnya tentang mereka atau menyingkapkan mereka, dan engkau juga sekaligus ingin menyediakan tempat tertentu bagi mereka di lubuk hatimu, karena engkau yakin bahwa untuk selamanya kasih orang tua itu di atas segalanya, tak bercela, luar biasa, dan suci, dan tak seorang pun dapat menyangkal hal itu. Ini menjadi landasan bagi hati nuranimu dan bagi caramu dalam berperilaku. Jika ada orang yang mengatakan bahwa kasih orang tua itu tidak luar biasa atau penuh cela, engkau akan menyanggah perkataan itu mati-matian. Ini adalah sikap yang tidak rasional. Sebelum orang memahami kebenaran, pengaruh hati nurani mereka akan mendorong mereka untuk berpaut pada gagasan dan pandangan tradisional tertentu, atau juga memunculkan gagasan dan pandangan baru tertentu. Padahal, jika melihatnya dari perspektif kebenaran, gagasan dan pandangan ini sering kali tidak rasional. Setelah engkau memahami kebenaran, engkau akan mampu memperlakukan hal-hal ini dalam lingkup rasionalitas yang normal. Jadi, manusia memiliki hati nurani dan juga nalar. Jika hati nurani tidak mampu mencapai atau memenuhi hal-hal ini, atau hal-hal ini tidak dapat diatur atau positif di bawah pengaruh hati nurani, orang dapat menggunakan rasionalitas untuk mengatur dan mengoreksi hal-hal tersebut. Lalu, bagaimana cara agar orang memiliki rasionalitas? Orang harus memahami kebenaran. Setelah orang memahami kebenaran, mereka akan memperlakukan, memilih dan memahami segala sesuatu secara lebih tepat dan akurat. Dengan demikian, mereka akan memiliki rasionalitas yang benar, dan mencapai titik di mana nalar melampaui hati nurani. Ini adalah perwujudan dari apa yang terjadi setelah orang masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Sekarang ini, engkau semua mungkin tidak benar-benar memahami perkataan ini, tetapi engkau akan memahaminya setelah engkau memiliki pengalaman yang nyata dan memahami kebenaran. Apakah pepatah "Orang tua selalu benar" berasal dari rasionalitas atau dari hati nurani? Pepatah itu tidak rasional dan berasal dari kasih sayang orang di bawah pengaruh hati nuraninya. Jadi, apakah pepatah ini rasional? Tidak. Mengapa tidak rasional? Karena pepatah ini berasal dari kasih sayang orang dan tidak sesuai dengan kebenaran. Jadi, pada saat apakah engkau mampu memandang dan memperlakukan orang tua secara rasional? Pada saat engkau memahami kebenaran dan telah mengetahui yang sebenarnya tentang esensi dan sumber dari masalah ini. Setelah engkau memahaminya, engkau tidak akan lagi memperlakukan orang tuamu berdasarkan pengaruh hati nuranimu, kasih sayang tidak akan lagi memegang peranan, demikian pula hati nuranimu, dan engkau akan mampu memandang dan memperlakukan orang tuamu berdasarkan kebenaran. Seperti inilah sikap yang rasional itu.
Jelaskah persekutuan-Ku tentang masalah cara memperlakukan orang tua? (Jelas.) Ini adalah masalah penting. Karena semua anggota keluarga berpendapat, "Orang tua selalu benar", dan engkau tidak tahu apakah pepatah itu benar atau salah, engkau menerimanya begitu saja. Dengan demikian, setiap kali orang tuamu melakukan sesuatu yang tidak sesuai, engkau merenung dan berpikir, "Orang-orang berkata 'Orang tua selalu benar', jadi bagaimana mungkin aku berkata bahwa orang tuaku tidak benar? Aib keluarga tidak boleh disebarkan keluar, jangan beritahukan kepada orang lain, sembunyikan saja." Selain pengaruh pembelajaran dan pembiasaan dari pepatah—"Orang tua selalu benar"—yang keliru ini, ada pepatah lain: "Aib keluarga tidak boleh disebarkan keluar". Jadi, engkau berpikir, "Masa aku menyalahkan orang tuaku sendiri? Aku tidak boleh memberi tahu orang luar tentang hal yang memalukan ini. Aku harus merahasiakannya. Apa gunanya menganggap serius kesalahan orang tuaku?" Pengaruh pembelajaran dan pembiasaan dari keluarga ini selalu hadir dalam kehidupan orang sehari-hari, dalam jalan hidup mereka, dan selama proses kelangsungan hidup mereka. Sebelum orang memahami kebenaran dan memperoleh kebenaran, mereka memandang orang dan hal-hal, serta berperilaku dan bertindak berdasarkan berbagai gagasan dan pandangan yang ditanamkan dalam diri mereka ini oleh keluarga mereka. Mereka sering dipengaruhi, diganggu, dikekang dan diikat hingga tak berkutik oleh pemikiran ini. Mereka bahkan dituntun oleh pemikiran ini, sering salah menilai orang dan melakukan hal-hal yang salah, serta sering melanggar firman Tuhan dan kebenaran. Sekalipun orang telah mendengarkan banyak firman Tuhan, dan sekalipun mereka sering mendoa-bacakan firman Tuhan dan mempersekutukannya, karena pandangan yang telah keluarga tanamkan ini telah berakar kuat di pikiran dan hati mereka, mereka tak mampu mengetahui yang sebenarnya tentang pandangan ini, juga tidak memiliki kemampuan untuk menentangnya. Bahkan pada saat mereka sedang menerima pengajaran dan perbekalan firman Tuhan, mereka tetap dipengaruhi oleh pemikiran ini, yang juga menuntun perkataan, perbuatan dan cara hidup mereka. Oleh karena itu, di bawah tuntunan pemikiran yang keluarga tanamkan dalam diri mereka yang tidak mereka sadari ini, orang sering tak mampu menahan diri untuk tidak melanggar firman Tuhan dan prinsip-prinsip kebenaran. Namun, mereka masih mengira bahwa mereka sedang menerapkan dan mengejar kebenaran. Mereka tidak tahu bahwa berbagai pepatah yang keluarga tanamkan dalam diri mereka ini sama sekali tidak sesuai dengan kebenaran. Yang jauh lebih parah adalah bahwa pepatah yang keluarga tanamkan dalam diri orang ini menuntun orang berulang kali menuju jalan melanggar kebenaran, tetapi mereka bahkan tidak menyadarinya. Oleh karena itu, jika engkau ingin mengejar kebenaran dan masuk ke dalam kenyataan kebenaran, engkau harus terlebih dahulu memahami dan mengenali dengan jelas berbagai pengaruh pembelajaran dan pembiasaan yang berasal dari keluargamu, dan kemudian berusaha untuk melepaskan dirimu dari berbagai pemikiran yang keluargamu tanamkan dalam dirimu tersebut. Tentu saja, dapat dikatakan dengan pasti bahwa engkau harus memisahkan dirimu dari pembelajaran dan pembiasaan keluargamu. Jangan menganggap karena engkau berasal dari keluarga ini, maka engkau harus melakukan hal ini atau hidup dengan cara seperti itu. Engkau tidak memiliki tanggung jawab atau kewajiban untuk mewarisi tradisi keluargamu atau mewarisi berbagai cara dan sarana keluargamu dalam melakukan berbagai hal dan dalam bertindak. Hidupmu berasal dari Tuhan. Sekarang ini, engkau telah dipilih oleh Tuhan, dan tujuan yang ingin kaukejar adalah memperoleh keselamatan, jadi engkau tidak boleh menggunakan berbagai gagasan yang keluargamu tanamkan dalam dirimu sebagai landasan bagi caramu memandang orang serta berbagai hal dan bagi caramu berperilaku serta bertindak. Sebaliknya, engkau harus memandang orang dan berbagai hal, serta berperilaku dan bertindak berdasarkan firman Tuhan dan berbagai ajaran-Nya. Hanya dengan cara ini, engkau akan mampu memperoleh keselamatan pada akhirnya. Tentu saja, pengaruh pembelajaran dan pembiasaan yang keluargamu tanamkan tidak terbatas pada hal-hal yang tercantum di sini. Aku hanya menyebutkan beberapa di antaranya. Ada berbagai macam didikan keluarga yang berasal dari berbagai keluarga, berbagai suku, berbagai masyarakat, berbagai ras, berbagai agama, dan yang ditanamkan dalam pemikiran manusia dengan berbagai macam cara. Berasal dari ras atau budaya agama apa pun pemikiran yang ditanamkan ini, selama itu tidak sesuai dengan kebenaran, dan selama itu tidak berasal dari Tuhan melainkan dari manusia, pemikiran itu harus dilepaskan, dan merupakan sesuatu yang harus orang tinggalkan. Mereka tidak boleh mematuhinya, apalagi mewarisinya. Semua hal ini harus orang tinggalkan dan singkirkan. Hanya dengan cara inilah orang akan mampu benar-benar menempuh jalan mengejar kebenaran dan masuk ke dalam kenyataan kebenaran.
Pepatah-pepatah yang telah kita persekutukan yang berasal dari pembelajaran dan pembiasaan keluarga ini, di satu sisi, bersifat mewakili, dan di sisi lain, merupakan pepatah yang sering orang bicarakan. Sedangkan mengenai beberapa pepatah khusus yang tidak bersifat mewakili, kita tidak akan membahasnya sekarang. Bagaimana menurutmu persekutuan kita tentang topik keluarga ini? Apakah bermanfaat dalam hal tertentu? (Ya.) Perlukah mempersekutukan topik ini? (Ya.) Setiap orang memiliki keluarga dan ditanamkan pembelajaran dan pembiasaan oleh keluarga mereka. Hal-hal yang keluarga tanamkan ke dalam dirimu semuanya adalah racun dan candu rohani, dan membuatmu sangat menderita. Ketika orang tuamu menanamkan hal-hal ini dalam dirimu, engkau merasa sangat senang pada saat itu, seolah-olah engkau sedang mengonsumsi candu. Segenap perasaanmu terasa nyaman, seolah-olah engkau telah masuk ke dalam dunia yang penuh kebahagiaan. Namun, tak lama kemudian, efeknya menghilang secara berangsur-angsur, jadi engkau harus terus mencari rangsangan semacam ini. Candu rohani ini menimbulkan masalah dan gangguan yang tiada akhirnya bagimu. Hingga saat ini, hal itu sangat sulit untuk kauhilangkan, dan itu bukanlah sesuatu yang dapat kausingkirkan dalam waktu singkat. Jika orang ingin melepaskan gagasan dan pandangan yang ditanamkan ini, mereka harus menghabiskan waktu dan tenaga untuk mengidentifikasi hal-hal tersebut, mengupas lapisan-lapisannya agar dapat mengenalinya dengan jelas dan mengetahui yang sebenarnya tentangnya. Dengan demikian, setiap kali masalah yang sama muncul, mereka harus mampu melepaskan hal-hal ini, melawannya, dan tidak bertindak berdasarkan prinsip dari gagasan dan pandangan semacam itu, melainkan melakukan penerapan dan melakukan segala sesuatu berdasarkan cara yang Tuhan ajarkan kepada manusia. Beberapa perkataan ini terdengar sederhana, tetapi mungkin orang akan membutuhkan waktu 20 atau 30 tahun, atau bahkan seumur hidup agar mampu menerapkannya. Mungkin saja engkau akan menghabiskan seumur hidupmu berjuang melawan gagasan dan pandangan yang dihasilkan oleh pepatah-pepatah yang keluargamu tanamkan dalam dirimu, dan menjauhkan dirimu dari gagasan dan pandangan ini, serta melepaskan dirimu darinya. Untuk dapat melakukan ini, engkau harus melepaskan perasaanmu dan mengerahkan tenagamu, dan juga mengalami sedikit kesukaran jasmani. Engkau juga harus memiliki kerinduan yang besar akan Tuhan dan kehendak untuk haus akan kebenaran dan mengejar kebenaran. Hanya dengan memiliki hal-hal ini, barulah engkau dapat secara berangsur-angsur mencapai perubahan dan secara berangsur-angsur masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Sesulit inilah memperoleh kebenaran dan hidup itu. Setelah orang mendengarkan banyak khotbah, mereka memahami beberapa doktrin tentang iman kepada Tuhan, tetapi tidak mudah bagi mereka untuk benar-benar memperoleh pemahaman akan kebenaran dan mampu mengetahui yang sebenarnya tentang pengaruh pembelajaran dan pembiasaan dari keluarga mereka serta gagasan dan pandangan orang tidak percaya. Sekalipun engkau mampu memahami kebenaran setelah mendengarkan khotbah, masuk ke dalam kenyataan kebenaran bukanlah sesuatu yang terjadi dalam semalam, bukan? (Benar.) Baiklah, sampai di sini persekutuan kita hari ini. Sampai jumpa!
25 Februari 2023
Catatan kaki:
a. Naskah asli tidak mengandung frasa "politisi dari Dinasti Song yang banyak dicaci orang".