Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (1)

Persekutuan hari ini membahas sebuah topik yang sudah tidak asing lagi bagi semua orang. Topik ini berkaitan erat dengan kepercayaan manusia kepada Tuhan dan pengejaran mereka, dan ini adalah topik yang orang jumpai dan dengar setiap hari. Jadi, apakah topik tersebut? Topiknya adalah apa yang dimaksud dengan mengejar kebenaran. Apa pendapatmu tentang topik ini? Apakah topik ini cukup baru bagimu? Apakah topik ini menarik? Topik ini bukan saja sangat menarik, tetapi Aku tahu bahwa topik ini relevan bagi engkau semua; topik ini relevan dengan keselamatan manusia, relevan dengan jalan masuk mereka ke dalam kenyataan firman Tuhan dan perubahan watak mereka, dan relevan dengan kesudahan dan tempat tujuan mereka kelak. Kebanyakan darimu kini mau mengejar kebenaran dan sudah mulai tersadar, tetapi engkau tidak begitu yakin tentang apa yang dimaksud dengan mengejar kebenaran atau bagaimana seharusnya engkau mengejar kebenaran. Itulah sebabnya penting bagi kita untuk mempersekutukan topik ini sekarang. Mengejar kebenaran adalah topik yang sering orang jumpai dalam kehidupan sehari-hari; ini adalah masalah nyata yang orang hadapi ketika sesuatu menimpa mereka dalam kehidupan sehari-hari, saat melaksanakan tugas, dan sebagainya. Ketika sesuatu menimpa kebanyakan orang, mereka hanya berupaya memotivasi diri untuk membaca firman Tuhan, dan mereka menjaga agar pikiran mereka tidak menjadi negatif, dan dengan demikian mereka berharap tidak jatuh ke dalam kenegatifan atau salah paham terhadap Tuhan, dan mereka dimampukan untuk tunduk pada pekerjaan-Nya. Orang yang lebih baik dalam kualitasnya mampu secara positif dan proaktif mencari semua aspek kebenaran di dalam firman Tuhan; mereka mencari prinsip, tuntutan Tuhan, dan jalan penerapan, atau mereka mampu memeriksa diri mereka sendiri, merenungkan, dan mendapatkan pengetahuan melalui hal-hal yang menimpa mereka, dan dengan cara demikian mereka akhirnya memahami prinsip-prinsip kebenaran dan masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Namun, ini tetap menjadi rintangan besar bagi kebanyakan orang, dan mereka juga belum tentu mampu mencapai hal-hal ini. Kebanyakan orang belum memasuki aspek kenyataan ini. Jadi, tidak akan mudah bagimu untuk mendapatkan pemahaman yang praktis, objektif, dan benar tentang topik yang biasa, lazim, dan spesifik ini, meskipun engkau semua diberikan waktu untuk merenungkannya. Jadi, kembali ke topik utama kita, marilah kita mempersekutukan apa yang dimaksud dengan mengejar kebenaran. Engkau semua tidak pandai dalam hal merenung, tetapi Kuharap engkau semua pandai dalam hal mendengarkan—bukan hanya mendengarkan dengan telingamu, tetapi juga dengan hatimu. Kuharap engkau akan berusaha dengan segenap hatimu untuk mengerti dan memahami topik ini, dan engkau akan selalu mengingatnya, sebagai sesuatu yang penting, segala sesuatu yang mampu kaupahami, dan segala sesuatu yang sesuai dengan keadaanmu, watakmu, dan setiap aspek dari situasimu. Setelah itu, Kuharap engkau akan membereskan watakmu yang rusak, dan berusaha mengingat semua prinsip penerapan ini, sehingga ketika masalah yang berkaitan muncul, engkau akan memiliki jalan untuk kauikuti, dan engkau akan mampu memperlakukan firman Tuhan sebagai jalan penerapan, dan melaksanakan serta menaatinya dengan sebagaimana mestinya. Itulah yang terbaik.

Apa yang dimaksud dengan mengejar kebenaran? Ini mungkin sebuah pertanyaan konseptual, tetapi ini juga pertanyaan paling nyata tentang kepercayaan kepada Tuhan. Apakah orang mampu mengejar kebenaran atau tidak, itu berkaitan langsung dengan preferensi, kualitas, dan pengejaran mereka. Mengejar kebenaran mencakup banyak unsur nyata. Kita harus mempersekutukannya satu per satu, sehingga engkau semua mampu memahami kebenaran sesegera mungkin, dan memahami dengan tepat apa yang dimaksud dengan mengejar kebenaran dan masalah-masalah apa yang berkaitan dengan pengejaran tersebut. Dengan demikian, pada akhirnya engkau akan mampu memahami apa yang dimaksud dengan mengejar kebenaran. Pertama, marilah kita membahas hal ini: apakah dengan mendengarkan khotbah di sini, berarti engkau sedang mengejar kebenaran? (Belum sepenuhnya.) Mendengarkan khotbah hanyalah prasyarat dan tindakan persiapan untuk mengejar kebenaran. Unsur apa sajakah yang berkaitan dengan mengejar kebenaran? Ada banyak topik yang berkaitan dengan mengejar kebenaran, dan tentu saja ada banyak juga masalah dalam diri manusia yang harus kita bahas di sini. Misalnya, ada orang-orang yang berkata, "Jika orang makan dan minum firman Tuhan dan mempersekutukan kebenaran setiap hari, mampu melaksanakan tugas mereka secara normal, melakukan apa pun yang diatur oleh gereja, dan tidak pernah menyebabkan gangguan atau kekacauan—dan meskipun mungkin ada kalanya mereka melanggar prinsip-prinsip kebenaran, mereka tidak melakukannya secara sadar atau sengaja—bukankah ini menunjukkan bahwa mereka sedang mengejar kebenaran?" Ini pertanyaan yang bagus. Banyak orang berpendapat seperti ini. Pertama-tama, engkau harus memahami apakah orang mampu mendapatkan pemahaman tentang kebenaran dan memperoleh kebenaran dengan menerapkan cara ini secara konsisten. Utarakan pemikiranmu. (Meskipun menerapkan dengan cara ini benar, tampaknya cara ini lebih merupakan ritual keagamaan—itu hanyalah mengikuti aturan. Ini tidak akan menyebabkan orang memahami kebenaran ataupun memperoleh kebenaran.) Jadi, sesungguhnya perilaku macam apakah ini? (Ini adalah perilaku yang terlihat baik di luarnya.) Aku suka jawaban ini. Semua itu hanyalah perilaku baik yang muncul setelah seseorang mulai percaya kepada Tuhan, dilakukan di atas dasar hati nurani dan nalar orang tersebut, setelah mereka dipengaruhi oleh berbagai pengajaran yang baik dan positif. Namun, semua ini tidak lebih dari perilaku yang baik, dan jauh dari mengejar kebenaran. Lalu, apa sumber perilaku baik ini? Apa yang memunculkannya? Perilaku baik ini muncul dari hati nurani dan nalar orang tersebut, dari moralitasnya, dari perasaan senangnya karena percaya kepada Tuhan, dan dari pengendalian dirinya. Karena merupakan perilaku yang baik, semua ini tidak ada hubungannya dengan kebenaran, dan keduanya tentu saja bukan hal yang sama. Memiliki perilaku yang baik tidak sama dengan menerapkan kebenaran, dan jika seseorang berperilaku baik belum tentu dia diperkenan oleh Tuhan. Perilaku yang baik dan menerapkan kebenaran adalah dua hal yang berbeda—keduanya tidak ada hubungannya satu sama lain. Menerapkan kebenaran adalah tuntutan Tuhan dan sepenuhnya sesuai dengan maksud-Nya; perilaku baik berasal dari kehendak manusia dan di dalamnya mengandung maksud dan motif manusia—ini adalah sesuatu yang dianggap baik oleh manusia. Meskipun perilaku baik bukanlah perbuatan jahat, itu bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran dan tidak ada kaitannya dengan kebenaran. Sebaik apa pun perilaku ini, atau sekalipun perilaku ini sangat sesuai dengan gagasan dan imajinasi manusia, semua itu tidak ada kaitannya dengan kebenaran. Jadi, perilaku baik sebanyak apa pun tidak akan cukup untuk memperoleh perkenanan Tuhan. Karena perilaku yang baik didefinisikan dengan cara seperti ini, jelaslah bahwa perilaku yang baik tidak ada kaitannya dengan menerapkan kebenaran. Jika orang digolongkan berdasarkan perilaku mereka, maka perilaku yang baik ini paling-paling hanya merupakan tindakan para pekerja yang setia dan tidak lebih dari itu. Semua itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan menerapkan kebenaran atau dengan ketundukan yang sejati kepada Tuhan. Semua itu hanyalah semacam perilaku, dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan perubahan watak, ketundukan dan penerimaan orang akan kebenaran, tidak ada kaitannya dengan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, ataupun dengan unsur-unsur nyata lainnya yang benar-benar berkaitan dengan kebenaran. Jadi, mengapa semua itu disebut perilaku yang baik? Inilah penjelasannya, dan tentu saja ini juga merupakan penjelasan dari inti pertanyaan ini. Ini karena perilaku-perilaku ini hanya berasal dari gagasan orang, preferensi mereka, kemauan mereka, dan upaya yang dimotivasi oleh diri mereka sendiri. Perilaku baik bukanlah perwujudan dari pertobatan yang muncul setelah orang benar-benar mengenal dirinya sendiri karena menerima kebenaran, penghakiman dan hajaran firman Tuhan, juga bukan merupakan perilaku atau tindakan menerapkan kebenaran yang muncul ketika orang berusaha tunduk kepada Tuhan. Apakah engkau mengerti? Ini artinya perilaku baik ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan perubahan dalam watak seseorang, atau merupakan hasil orang itu mengalami penghakiman dan hajaran firman Tuhan, atau merupakan pertobatan sejati yang muncul setelah orang mengenali watak rusak dirinya. Yang pasti, perilaku yang baik tidak ada hubungannya dengan ketundukan sejati manusia kepada Tuhan dan kebenaran; dan terlebih lagi, itu tidak ada hubungannya dengan memiliki hati takut akan Tuhan dan mengasihi-Nya. Perilaku yang baik sama sekali tidak ada hubungannya dengan hal-hal ini; semua itu hanyalah sesuatu yang berasal dari manusia, dan yang dipandang baik oleh manusia. Namun ada banyak orang yang memandang perilaku-perilaku baik ini sebagai tanda bahwa orang menerapkan kebenaran. Ini salah besar, suatu pandangan dan pemahaman yang tidak masuk akal. Perilaku yang baik hanyalah pertunjukan upacara keagamaan, hanya formalitas. Semua itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan menerapkan kebenaran. Tuhan tidak secara eksplisit mengutuk hal ini, tetapi Dia sama sekali tidak memperkenan hal ini; itu pasti. Engkau semua harus tahu bahwa tindakan lahiriah yang sesuai dengan gagasan manusia dan perilaku baik seperti ini bukanlah penerapan kebenaran, juga bukan perwujudan dari mengejar kebenaran. Setelah mendengar persekutuan ini, engkau semua hanya memiliki sedikit pengetahuan konseptual tentang apa yang dimaksud dengan mengejar kebenaran, suatu pemahaman awal dari konsep sederhana tentang mengejar kebenaran. Jika engkau ingin benar-benar memahami apa yang dimaksud dengan mengejar kebenaran, masih ada hal lain yang harus kita persekutukan.

Untuk mengejar kebenaran, orang harus memahami kebenaran; hanya dengan memahami kebenaran, barulah orang mampu menerapkan kebenaran. Apakah perilaku baik orang berkaitan dengan penerapan kebenaran? Apakah perilaku baik adalah hasil dari mengejar kebenaran? Perwujudan dan tindakan apa yang termasuk dalam penerapan kebenaran? Perwujudan apa yang dimiliki oleh orang-orang yang mengejar kebenaran? Engkau harus memahami semua pertanyaan ini. Untuk mempersekutukan tentang mengejar kebenaran, pertama-tama kita harus membahas tentang kesulitan dan pandangan keliru orang mengenai hal ini. Sangat penting untuk meluruskan hal-hal ini terlebih dahulu. Ada orang-orang yang memiliki pemahaman murni, yang memiliki sudut pandang yang relatif jelas tentang apa yang dimaksud dengan kebenaran. Mereka memiliki jalan yang berdasarkannya mereka mengejar kebenaran. Ada orang-orang yang tidak memahami apa yang dimaksud dengan kebenaran, dan meskipun mereka tertarik akan kebenaran, mereka tidak tahu bagaimana cara menerapkannya. Mereka mengira melakukan hal-hal baik dan berperilaku baik sama artinya dengan menerapkan kebenaran—bahwa menerapkan kebenaran berarti melakukan hal-hal yang baik. Setelah membaca banyak firman Tuhan, barulah mereka menyadari bahwa melakukan hal-hal baik dan berperilaku baik sama sekali berbeda dengan menerapkan kebenaran. Engkau dapat melihat betapa tidak masuk akalnya gagasan dan imajinasi manusia—orang yang tidak memahami kebenaran tidak dapat melihat apa pun dengan jelas! Banyak orang telah melaksanakan tugas mereka selama bertahun-tahun, mereka menyibukkan diri setiap hari, dan telah banyak mengalami kesukaran, sehingga mereka menganggap diri mereka orang yang menerapkan kebenaran, dan orang yang memiliki kenyataan kebenaran. Namun, mereka tidak mampu memberikan kesaksian pengalaman apa pun. Apa masalahnya di sini? Jika mereka memahami kebenaran, mengapa mereka tidak mampu berbicara tentang pengalaman nyata mereka? Bukankah ini sesuatu yang bertentangan? Ada orang yang berkata, "Dahulu saat aku melaksanakan tugasku, aku tidak mengejar kebenaran, dan tidak mendoa-bacakan firman Tuhan secara menyeluruh. Aku membuang banyak waktu. Aku begitu disibukkan dengan pekerjaanku, menganggap bahwa terus sibuk melaksanakan tugasku sama artinya dengan menerapkan kebenaran dan tunduk pada pekerjaan Tuhan—tetapi aku hanya menyia-nyiakan waktuku." Apa sebenarnya maksud perkataannya tersebut? Maksudnya adalah dia menunda mengejar kebenaran karena terlalu sibuk melaksanakan tugasnya. Benarkah demikian? Ada orang-orang tak masuk akal yang yakin bahwa asalkan mereka terus sibuk melaksanakan tugas mereka, tidak akan ada waktu bagi watak mereka yang rusak untuk muncul dengan sendirinya, bahwa mereka tidak akan lagi menyingkapkan watak yang rusak atau hidup dalam keadaan yang rusak, dan karenanya, mereka tidak perlu makan dan minum firman Tuhan untuk menyelesaikan masalah watak rusak mereka. Apakah pernyataan ini benar? Benarkah orang tidak akan menyingkapkan watak yang rusak ketika mereka sibuk dengan tugas mereka? Itu pernyataan yang tidak masuk akal—itu jelas-jelas adalah kebohongan. Mereka berkata mereka tidak ada waktu untuk mengejar kebenaran karena sibuk melaksanakan tugas mereka. Ini adalah kekeliruan belaka; mereka menggunakan kesibukan sebagai alasan. Kita telah berkali-kali mempersekutukan kebenaran tentang jalan masuk kehidupan dan melaksanakan tugas, yaitu bahwa hanya dengan mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah saat melaksanakan tugas, barulah orang dapat bertumbuh dalam hidupnya. Jadi, jika yang orang lakukan saat melaksanakan tugasnya hanyalah menyibukkan diri dengan tugasnya, jika dia tidak mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah dalam dirinya, dia tidak akan pernah memahami kebenaran. Orang-orang yang tidak mencintai kebenaran merasa puas hanya dengan bekerja, dan berharap menukarkan pelayanannya tersebut dengan berkat Kerajaan Surga. Mereka akhirnya memberikan alasan bahwa mereka begitu sibuk melaksanakan tugas mereka sehingga tak ada waktu untuk mengejar kebenaran; mereka bahkan berkata mereka begitu sibuk melaksanakan tugas mereka sehingga mereka tidak menyingkapkan watak yang rusak. Mereka bermaksud mengatakan bahwa karena mereka sibuk melaksanakan tugas, watak mereka yang rusak telah lenyap, tidak ada lagi. Ini kebohongan, bukan? Apakah pernyataan mereka sesuai dengan fakta? Sama sekali tidak—itu bisa disebut kebohongan terbesar dari semuanya. Bagaimana mungkin watak yang rusak tidak lagi muncul dengan sendirinya karena seseorang sibuk melaksanakan tugasnya? Apakah orang-orang semacam itu ada? Apakah kesaksian pengalaman semacam itu ada? Tentu saja tidak. Manusia telah dirusak sedemikian dalamnya oleh Iblis; mereka semua memiliki natur Iblis, dan mereka semua hidup berdasarkan watak Iblis. Adakah sesuatu yang positif dalam diri manusia, selain kerusakan? Adakah orang yang dilahirkan tanpa watak yang rusak? Adakah orang yang dilahirkan mampu melaksanakan tugas dengan setia? Adakah orang yang dilahirkan mampu tunduk kepada Tuhan dan mengasihi-Nya? Sama sekali tidak. Karena semua orang memiliki natur Iblis dan dipenuhi dengan watak rusak, jika mereka tidak mampu memahami dan menerapkan kebenaran, mereka hanya dapat hidup berdasarkan watak rusak mereka. Jadi, adalah suatu kemustahilan dan kekeliruan untuk mengatakan bahwa seseorang tidak akan menyingkapkan watak yang rusak jika dia tetap sibuk melaksanakan tugasnya. Itu jelas-jelas adalah kebohongan yang dimaksudkan untuk menyesatkan orang. Entah orang sibuk melaksanakan tugasnya atau tidak, entah dia ada waktu untuk membaca firman Tuhan atau tidak, orang yang tidak mencintai kebenaran akan mencari-cari alasan dan dalih untuk tidak mengejar kebenaran. Tidak diragukan lagi, orang-orang ini hanyalah pekerja. Jika seorang pekerja tidak makan dan minum dari firman Tuhan dan tidak menerima kebenaran, akankah dia mampu bekerja dengan baik? Tentu saja tidak. Semua orang yang tidak menerima kebenaran tidak berhati nurani dan tidak bernalar, mereka adalah orang-orang yang selalu hidup berdasarkan watak rusak mereka dan melakukan banyak kejahatan. Mereka sama sekali bukan pekerja yang setia, dan meskipun mereka bekerja, tidak ada hal yang baik dengan pekerjaan mereka. Tentang hal ini, engkau bisa yakin.

Ada orang-orang yang terlalu terikat dengan keluarga mereka dan sering berkubang dalam kecemasan. Ketika orang-orang ini melihat saudara-saudari yang lebih muda yang telah meninggalkan keluarga dan karier mereka untuk mengikuti Tuhan dan melaksanakan tugas mereka, orang-orang ini iri kepada mereka dan berkata, "Tuhan telah berbaik hati kepada orang-orang muda ini. Mereka mulai percaya kepada-Nya di usia muda, sebelum menikah dan memiliki anak; mereka tidak memiliki beban keluarga dan tidak perlu khawatir tentang bagaimana mereka akan bertahan hidup. Mereka tidak memiliki kekhawatiran yang menghalangi mereka untuk mengikuti Tuhan dan melaksanakan tugas mereka. Mereka datang tepat pada waktunya untuk pekerjaan Tuhan dan penyebarluasan Injil-Nya pada akhir zaman—Tuhan telah memberi mereka lingkungan yang baik. Mereka dapat mengabdikan diri mereka, tubuh dan jiwa mereka, untuk melaksanakan tugas. Mereka mampu mengejar kebenaran, tetapi aku tidak mengalami hal yang sama. Tuhan tidak mengatur lingkungan yang cocok untukku—aku punya terlalu banyak beban keluarga, dan aku harus mencari uang untuk menafkahi mereka. Di situlah letak masalahku yang sebenarnya. Itulah sebabnya aku tak ada waktu untuk mengejar kebenaran. Mengejar kebenaran adalah untuk orang-orang yang melaksanakan tugas mereka sepenuh waktu dan tidak memiliki beban apa pun. Aku dibebani dengan keterikatan keluarga, dan hatiku penuh dengan hal-hal sepele untuk bertahan hidup, jadi aku tak ada waktu atau tenaga yang tersisa untuk makan dan minum firman Tuhan atau melaksanakan tugasku. Kau bisa melihat bahwa setiap aspek keadaanku tidaklah memungkinkanku untuk mengejar kebenaran. Kau tidak bisa menyalahkanku karena hal itu. Bukanlah takdirku untuk mengejar kebenaran, dan keadaanku tidak memungkinkanku untuk melaksanakan tugas. Yang bisa kulakukan hanyalah menunggu sampai beban keluargaku berkurang, sampai anak-anakku menjadi mandiri, dan aku pensiun dan bebas dari kekhawatiran materi—barulah aku akan mengejar kebenaran." Orang-orang seperti ini mengalami kesukaran dalam kehidupan sehari-hari, dan terkadang mereka dapat merasakan watak rusak mereka tersingkap melalui hal-hal sepele dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mereka dapat mendeteksi hal-hal ini, tetapi karena mereka terjebak dalam jerat dunia sekuler, mereka yakin bahwa mereka baik-baik saja dengan hidup seperti ini, percaya kepada Tuhan, mendengarkan khotbah, dan hidup nyaman dengan cara seperti ini. Mereka menganggap mengejar kebenaran bisa ditunda, dan tidak akan terlambat untuk menyelesaikan watak rusak apa pun yang mereka miliki beberapa tahun ke depan. Seperti itulah cara mereka menunda hal mengejar kebenaran yang sangat penting ini, dan menundanya berkali-kali. Apa yang selalu mereka katakan? "Tidak ada kata terlambat untuk mengejar kebenaran. Aku akan menunggu beberapa tahun lagi. Selama pekerjaan Tuhan belum berakhir, aku masih ada waktu—aku masih punya kesempatan." Apa pendapatmu tentang pandangan ini? (Pandangan ini salah.) Sudahkah mereka terbeban untuk mengejar kebenaran? (Tidak.) Lalu, beban apakah yang mereka pikul? Bukankah mereka memikul beban untuk bertahan hidup, menafkahi keluarga mereka, dan membesarkan anak-anak mereka? Mereka mencurahkan seluruh tenaga mereka untuk anak-anak mereka, untuk keluarga mereka, untuk hari-hari dan hidup mereka sendiri, dan hanya setelah hal-hal ini dibereskan, barulah mereka akan membuat rencana untuk mulai mengejar kebenaran. Jadi, apakah alasan mereka ini benar? Bukankah semua itu adalah batu sandungan dalam pengejaran mereka akan kebenaran? (Ya.) Meskipun orang-orang ini percaya pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, mereka juga mengeluh tentang lingkungan yang telah Tuhan atur untuk mereka. Mereka mengabaikan tuntutan Tuhan dan mereka sama sekali tidak bekerja sama secara proaktif. Sebaliknya, mereka hanya peduli untuk memuaskan daging, keluarga, dan kerabat mereka. Alasan apa yang mereka berikan untuk tidak mengejar kebenaran? "Kami terlalu sibuk dan lelah hanya untuk bertahan hidup. Kami tak ada waktu untuk mengejar kebenaran; kami tidak memiliki lingkungan yang tepat untuk mengejar kebenaran." Pandangan apa yang mereka miliki? (Tidak ada kata terlambat untuk mengejar kebenaran.) "Tidak ada kata terlambat untuk mengejar kebenaran. Aku akan mengejar kebenaran beberapa tahun lagi." Bukankah ini bodoh? (Ya.) Itu bodoh—mereka mengelabui diri mereka sendiri dengan alasan mereka. Akankah pekerjaan Tuhan menunggumu? (Tidak.) "Aku akan mengejar kebenaran beberapa tahun lagi"—apa arti "beberapa tahun" itu? Itu berarti harapanmu untuk diselamatkan semakin kecil dan tahun-tahunmu untuk mengalami pekerjaan Tuhan semakin sedikit. Beberapa tahun akan berlalu seperti ini, kemudian beberapa tahun lagi, dan sebelum engkau menyadarinya, sepuluh tahun telah berlalu, dan engkau sama sekali belum memahami kebenaran ataupun masuk ke dalam kenyataan kebenaran, dan tak sedikit pun kerusakan watakmu telah diselesaikan. Bahkan berkata jujur satu kali pun sulit bagimu. Bukankah ini berbahaya? Bukankah ini disayangkan? (Ya.) Ketika orang memberi semua dalih dan alasan ini untuk membenarkan diri mereka tidak mengejar kebenaran, siapakah yang mereka rugikan pada akhirnya? (Diri mereka sendiri.) Benar—pada akhirnya, mereka sendirilah yang dirugikan. Dan menjelang kematian mereka, mereka akan membenci diri mereka sendiri karena tidak memperoleh kebenaran selama bertahun-tahun dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan, dan mereka akan menyesali seluruh hidup mereka!

Ada orang-orang yang agak berpendidikan, tetapi kualitas mereka buruk dan mereka tidak memiliki pemahaman rohani. Sebanyak apa pun khotbah yang mereka dengarkan, mereka tidak mampu memahami kebenaran. Mereka selalu memiliki ambisi dan keinginan mereka sendiri, dan mereka selalu berjuang mengejar status. Jika mereka tidak memiliki status, mereka tidak akan mengejar kebenaran. Mereka berkata, "Rumah Tuhan tidak pernah mengaturku untuk melaksanakan tugas yang mencerminkan nilaiku, seperti pekerjaan tulis-menulis, membuat video, menjadi pemimpin gereja, atau menjadi pengawas kelompok. Mereka sama sekali tidak memberiku pekerjaan penting untuk dikerjakan. Rumah Tuhan tidak mempromosikan atau membinaku, dan setiap kali gereja mengadakan pemilihan, tak seorang pun memilihku, dan tak seorang pun menyukaiku. Apakah aku benar-benar tidak memiliki kualitas yang diinginkan? Aku cerdas, aku berpendidikan tinggi, tetapi rumah Tuhan tidak pernah mempromosikan atau membinaku, jadi aku merasa tidak termotivasi untuk mengejar kebenaran. Semua saudara-saudari yang mulai percaya kepada Tuhan di sekitar waktu yang sama denganku melaksanakan tugas-tugas penting, dan melayani sebagai pemimpin dan pekerja—mengapa aku dibiarkan menganggur? Aku hanya mendapatkan peran pendukung dengan sesekali mengabarkan Injil, dan mereka juga tidak memperbolehkanku memberi kesaksian. Setiap kali rumah Tuhan mempromosikan orang untuk melaksanakan tugas-tugas penting, aku tidak dilibatkan; aku bahkan tidak diperbolehkan memimpin persekutuan, dan mereka tidak memberiku tanggung jawab apa pun. Aku merasa sangat diperlakukan tidak adil. Ini adalah lingkungan yang telah Tuhan atur untukku. Mengapa aku tidak dapat merasakan nilai dari keberadaanku? Mengapa Tuhan mengasihi orang lain tetapi tidak mengasihiku? Mengapa Dia membina orang lain tetapi tidak membinaku? Rumah Tuhan seharusnya memberiku lebih banyak beban, dan menjadikanku pengawas atau semacamnya. Dengan demikian, aku akan memiliki sedikit motivasi untuk mengejar kebenaran. Bagaimana aku bisa mengejar kebenaran tanpa motivasi? Orang selalu membutuhkan sedikit motivasi untuk mengejar kebenaran; kita harus mampu melihat bahwa mengejar kebenaran itu ada manfaatnya. Aku tahu bahwa manusia memiliki watak rusak yang harus diubah, dan aku tahu bahwa mengejar kebenaran adalah hal yang baik, bahwa itu memungkinkan kita untuk diselamatkan dan disempurnakan—tetapi aku tidak pernah dipakai untuk sesuatu yang penting, dan aku tidak merasa didorong untuk mengejar kebenaran! Aku akan mulai mengejar kebenaran jika saudara-saudari menganggap tinggi diriku dan mendukungku—saat itu belum terlambat bagiku untuk memulainya." Bukankah ada orang yang seperti ini? (Ya.) Apa masalahnya dengan mereka? Masalahnya adalah mereka menginginkan status dan kedudukan. Jelas, mereka bukan orang yang mencintai kebenaran, tetapi mereka ingin mendapatkan status dan kedudukan di rumah Tuhan. Bukankah ini tidak tahu malu? Menjadi pekerja sudah cukup baik bagimu; itu pun belum tentu engkau mampu menjadi pekerja yang setia. Mengapa hal ini tak mampu kaupahami? Apakah menurutmu jika engkau memiliki status dan kedudukan, engkau akan diselamatkan? Bahwa engkau akan menjadi orang yang mengejar kebenaran? Apakah pernyataanmu ini benar? (Tidak.) Orang-orang ini ingin menonjol, ingin diakui keberadaannya, dan ketika keinginan mereka tidak terpenuhi, mereka mengeluh bahwa Tuhan tidak adil, bahwa Dia memperlakukan orang dengan tidak adil, bahwa rumah-Nya tidak mempromosi mereka, bahwa saudara-saudari tidak memilih mereka—tentunya hal-hal ini bukanlah dasar yang dibutuhkan orang untuk mengejar kebenaran, bukan? Pernahkah dikatakan dalam firman Tuhan bahwa orang yang mengejar kebenaran harus didukung oleh semua orang dan dihormati oleh saudara-saudarinya? Atau bahwa mereka harus mampu melaksanakan tugas penting dan melakukan pekerjaan penting, serta memberikan kontribusi besar bagi rumah Tuhan? Apakah firman Tuhan mengatakan bahwa hanya orang seperti itulah yang mampu mengejar kebenaran, bahwa hanya mereka yang layak mengejar kebenaran? Apakah firman-Nya mengatakan bahwa hanya orang-orang itulah yang memenuhi kriteria untuk mengejar kebenaran, bahwa hanya merekalah yang boleh masuk ke dalam kenyataan kebenaran, atau bahwa pada akhirnya hanya merekalah yang dapat diselamatkan? Apakah hal ini ada tertulis dalam firman Tuhan? (Tidak.) Jelas bahwa pernyataan yang dibuat oleh orang semacam ini tidak benar. Jadi, mengapa mereka mengatakan hal-hal ini? Bukankah mereka sedang mencari-cari alasan untuk tidak mengejar kebenaran? (Ya.) Mereka mencintai status dan gengsi. Yang mereka pedulikan hanyalah mengejar reputasi dan keuntungan pribadi dan mengejar status dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan. Mereka merasa mengatakan hal ini dengan lantang akan sangat memalukan, jadi mereka melakukan banyak pembenaran diri, membela diri mereka sendiri karena tidak mengejar kebenaran dan menyalahkan gereja, saudara-saudari, dan Tuhan. Bukankah ini jahat? Bukankah mereka orang jahat yang menuding pihak yang tidak bersalah? (Ya.) Mereka sedang membuat masalah yang tidak masuk akal dan mengganggu orang lain dengan tuntutan yang tidak masuk akal; mereka sama sekali tidak berhati nurani atau tidak bernalar! Tidak mengejar kebenaran saja adalah masalah yang cukup serius, tetapi mereka juga berusaha berdebat dan mempersulit—itu benar-benar tidak masuk akal, bukan? Mengejar kebenaran bersifat sukarela. Jika engkau mencintai kebenaran, Roh Kudus akan bekerja di dalam dirimu. Jika engkau mencintai kebenaran, jika engkau berdoa dan bergantung pada Tuhan, merenungkan dirimu dan berusaha mengenal dirimu sendiri apa pun penganiayaan atau kesengsaraan yang menimpamu, dan jika engkau secara aktif mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah yang kautemui, dan mampu melaksanakan tugasmu dengan cara yang sesuai dengan standar, engkau akan mampu tetap teguh dalam kesaksianmu. Jika orang mencintai kebenaran, semua perwujudan ini akan muncul dengan sendirinya. Semua itu muncul secara sukarela, dengan senang hati, dan tanpa paksaan, tanpa persyaratan tambahan apa pun. Jika orang mampu mengikuti Tuhan dengan cara ini, pada akhirnya mereka akan memperoleh kebenaran dan hidup, mereka akan masuk ke dalam kenyataan kebenaran, dan mereka akan hidup dalam gambar manusia. Apakah engkau memerlukan persyaratan tambahan yang harus dipenuhi untuk mengejar kebenaran? Tidak. Kepercayaan kepada Tuhan bersifat sukarela, itu adalah sesuatu yang orang pilih sendiri, dan mengejar kebenaran adalah sepenuhnya wajar dan dapat dibenarkan; itu diperkenan oleh Tuhan. Mereka yang tidak mengejar kebenaran tidak mau meninggalkan kesenangan daging dan tetap ingin mendapatkan berkat Tuhan, tetapi ketika mereka menghadapi beberapa kesengsaraan dan penganiayaan, atau sedikit ejekan dan fitnah, mereka menjadi negatif dan lemah, dan tidak mau lagi percaya kepada Tuhan atau mengikuti Dia. Mereka bahkan mungkin menyalahkan dan menyangkal Dia. Bukankah ini tidak masuk akal? Mereka ingin diberkati, tetapi mereka tetap mengejar kesenangan daging, dan ketika menghadapi kesengsaraan atau penganiayaan apa pun, mereka menyalahkan Tuhan. Seperti itulah tidak masuk akalnya orang-orang yang tidak mencintai kebenaran ini. Akan sulit bagi mereka untuk mengikuti Tuhan sampai akhir; segera setelah mereka menghadapi beberapa kesengsaraan atau penganiayaan, mereka akan disingkapkan dan disingkirkan. Ada terlalu banyak orang seperti ini. Apa pun alasanmu percaya kepada Tuhan, Tuhan pada akhirnya akan menentukan kesudahanmu berdasarkan apakah engkau telah memperoleh kebenaran atau tidak. Jika engkau belum memperoleh kebenaran, tak ada satu pun pembenaran atau dalih yang kaulontarkan akan masuk akal. Cobalah bernalar sesukamu, timbulkan masalah pada dirimu sendiri sesukamu—akankah Tuhan menghiraukanmu? Akankah Tuhan berbicara denganmu? Akankah Dia berdebat dan berunding denganmu? Akankah Dia berkonsultasi denganmu? Apa jawabannya? Tidak. Dia sama sekali tidak akan melakukannya. Sekuat apa pun alasanmu, itu tidak ada gunanya. Engkau tidak boleh salah memahami maksud-maksud Tuhan, dan mengira jika engkau dapat memberikan segala macam alasan dan dalih maka engkau tidak perlu mengejar kebenaran. Tuhan ingin engkau mampu mencari kebenaran di semua lingkungan dan dalam semua masalah yang menimpamu, dan pada akhirnya engkau mendapatkan jalan masuk ke dalam kenyataan kebenaran dan memperoleh kebenaran. Keadaan apa pun yang telah Tuhan atur untukmu, orang-orang dan peristiwa apa pun yang kautemui, dan di lingkungan mana pun engkau berada, engkau harus berdoa kepada Tuhan dan mencari kebenaran untuk menghadapinya. Justru inilah pelajaran yang harus kaupetik dalam mengejar kebenaran. Jika engkau selalu mencari alasan, mengelak, menolak, atau menentang lingkungan ini, maka Tuhan akan menyerah terhadap dirimu. Tidak ada gunanya bagimu untuk beralasan atau bersikap keras kepala, atau berperilaku buruk—jika Tuhan tidak menghiraukanmu, engkau akan kehilangan kesempatan untuk diselamatkan. Bagi Tuhan, tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan; Dia telah membuat pengaturan untuk setiap orang, dan memiliki cara untuk menanganinya. Tuhan tidak akan mendiskusikan apakah alasan dan dalihmu dapat dibenarkan. Tuhan tidak akan mendengarkan apakah pembelaanmu masuk akal atau tidak. Dia hanya akan bertanya kepadamu, "Apakah bagimu firman Tuhan adalah kebenaran? Apakah engkau memiliki watak yang rusak? Haruskah engkau mengejar kebenaran?" Engkau hanya perlu jelas tentang satu fakta: Tuhan adalah kebenaran, engkau adalah manusia yang rusak, dan karena itu engkau seharusnya secara proaktif mencari kebenaran. Tidak ada masalah atau kesulitan, tidak ada alasan atau dalih yang dapat dibenarkan—jika engkau tidak menerima kebenaran, engkau akan binasa. Berapa pun harga yang seseorang bayar untuk mengejar kebenaran dan masuk ke dalam kenyataan kebenaran adalah berharga. Orang-orang harus melepaskan semua alasan mereka, pembenaran mereka, dan masalah mereka untuk menerima kebenaran dan memperoleh hidup, karena firman Tuhan dan kebenaran adalah kehidupan yang harus mereka peroleh, dan itu adalah kehidupan yang tidak dapat ditukar dengan apa pun. Jika engkau melewatkan kesempatan ini, engkau tidak hanya akan menyesalinya selama sisa hidupmu—ini bukan sekadar masalah penyesalan—engkau sudah benar-benar menghancurkan dirimu sendiri. Tidak akan ada lagi kesudahan atau tempat tujuan bagimu, dan engkau, sebagai makhluk ciptaan, sudah tamat riwayatnya. Engkau tidak akan pernah lagi punya kesempatan untuk diselamatkan. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Jangan mencari alasan atau berdalih untuk tidak mengejar kebenaran. Semua alasan itu tidak berguna; engkau hanya mengelabui dirimu sendiri.

Ada para pemimpin yang tak pernah bekerja sesuai prinsip, mereka bertindak sekehendak hatinya, bersikap sewenang-wenang dan gegabah. Saudara-saudari mungkin menunjukkan hal ini, dan berkata, "Kau jarang berkonsultasi dengan siapa pun sebelum mengambil tindakan. Kami tidak tahu apa penilaian dan keputusanmu sampai kau telah memutuskannya. Mengapa kau tidak berdiskusi dengan siapa pun? Mengapa kau tidak memberi tahu kami sebelum kau mengambil keputusan? Meskipun yang kaulakukan itu benar, dan kualitasmu lebih baik daripada kami, kau tetap harus memberi tahu kami tentang hal itu terlebih dahulu. Setidaknya, kami punya hak untuk tahu apa yang sedang terjadi. Dengan selalu bertindak sekehendak hatimu—berarti kau sedang menempuh jalan antikristus!" Dan apa yang akan kau dengar dari pemimpin seperti itu? "Di rumahku, akulah pemimpinnya. Semua masalah, baik besar atau kecil, diputuskan olehku. Aku sudah terbiasa seperti itu. Jika ada orang di keluarga besarku yang punya masalah, mereka menemuiku dan memintaku memutuskan apa yang harus mereka lakukan. Mereka tahu aku hebat dalam menyelesaikan masalah. Itulah sebabnya, akulah yang memimpin dalam urusan keluargaku. Ketika bergabung dengan gereja, kupikir aku tak perlu lagi memikirkan urusan apa pun, tetapi kemudian aku dipilih untuk menjadi pemimpin. Mau tak mau aku harus melakukan hal yang sama—ini sudah menjadi takdirku sejak lahir. Tuhan memberiku keterampilan ini. Aku dilahirkan untuk mengambil keputusan dan menjadi penentu keputusan bagi orang lain." Maksud mereka sebenarnya adalah bahwa mereka sudah ditakdirkan untuk menjadi pejabat, dan orang lain dilahirkan untuk menjadi bawahan dan budak. Mereka menganggap merekalah yang harus menjadi penentu keputusan dan orang lain harus menuruti perkataan mereka. Bahkan ketika saudara-saudari melihat masalah dalam diri pemimpin ini dan menunjukkan masalah itu kepadanya, mereka tidak akan menerimanya, mereka juga tidak akan menerima diri mereka dipangkas. Mereka akan membantah dan menentangnya sampai saudara-saudari menuntut mereka untuk diberhentikan. Pemimpin itu akan selalu berpikir, "Dengan kualitasku, aku ditakdirkan untuk menjadi pemimpin di mana pun aku berada. Dengan kualitas seperti kalian, kalian akan selalu menjadi budak dan pelayan. Sudah takdir kalian untuk diperintah orang lain." Watak seperti apa yang mereka ungkapkan dengan sering mengatakan hal-hal seperti itu? Jelas, itu adalah watak yang rusak, itu adalah kecongkakan, kesombongan, dan kecongkakan yang ekstrem, tetapi mereka tanpa tahu malu memamerkannya seolah-olah itu adalah kelebihan dan aset mereka. Ketika seseorang memperlihatkan watak yang rusak, dia seharusnya merenungkan dirinya sendiri, mengenal wataknya yang rusak, bertobat, dan memberontak terhadapnya, dan dia harus mengejar kebenaran sampai dia mampu bertindak berdasarkan prinsip. Namun, tindakan pemimpin ini bukan seperti itu. Sebaliknya, dia tetap tidak mau memperbaiki dirinya, berpaut pada pandangan dan metodenya sendiri. Dari perilaku ini, engkau dapat melihat bahwa dia sama sekali tidak menerima kebenaran dan sama sekali bukan orang yang mengejar kebenaran. Mereka tidak mendengarkan siapa pun yang menyingkapkan dan memangkas mereka, sebaliknya mereka tetap penuh dengan pembenaran diri: "Hmm—inilah aku! Ini disebut keterampilan dan bakat—apakah ada di antara kalian yang memilikinya? Aku ditakdirkan untuk menjadi pemimpin. Di mana pun aku berada, aku adalah pemimpinnya. Aku sudah terbiasa menjadi penentu keputusan dan mengambil keputusan tentang apa pun tanpa perlu berkonsultasi dengan orang lain. Seperti itulah diriku, itu adalah pesona pribadiku." Bukankah ini sikap tak tahu malu yang gegabah? Mereka tidak mengakui bahwa mereka memiliki watak yang rusak, dan mereka jelas tidak mengakui bahwa firman Tuhan-lah yang menghakimi dan menyingkapkan manusia. Sebaliknya, mereka menganggap kesesatan dan kekeliruan mereka sendiri sebagai kebenaran, dan berusaha menyuruh semua orang menerima dan mengagumi kesesatan dan kekeliruan tersebut. Di dalam hatinya, mereka yakin bahwa merekalah yang harus berkuasa di rumah Tuhan, bukan kebenaran, bahwa merekalah yang harus menjadi penentu keputusan. Apa yang mereka katakan harus berlaku. Bukankah ini sikap yang benar-benar tidak tahu malu? Mereka berkata bahwa mereka ingin mengejar kebenaran, tetapi perilaku mereka justru sebaliknya. Mereka berkata bahwa mereka tunduk kepada Tuhan dan kebenaran, tetapi selalu ingin memegang kekuasaan, menjadi penentu keputusan, dan ingin agar semua saudara-saudari tunduk dan mematuhi mereka. Mereka tidak akan mengizinkan orang lain untuk mengawasi atau menasihati mereka, tanpa peduli apakah yang mereka lakukan itu pantas atau sesuai dengan prinsip atau tidak. Sebaliknya, mereka menganggap orang lainlah yang harus memperhatikan dan mematuhi perkataan dan keputusan mereka. Mereka sama sekali tidak merenungkan tindakan mereka. Bagaimanapun saudara-saudari menasihati dan membantu mereka, dan bagaimanapun rumah Tuhan memangkas mereka, atau meskipun mereka diberhentikan beberapa kali, mereka tidak merenungkan masalah dalam diri mereka. Dalam peristiwa apa pun, mereka selalu berpaut pada prinsip mereka: "Di rumahku, akulah pemimpinnya. Aku membuat semua keputusan. Dalam segala hal, aku sendiri yang menjadi penentu keputusan. Aku sudah terbiasa seperti itu, dan tidak ada yang boleh menentangnya." Mereka benar-benar tidak masuk akal dan tak dapat diselamatkan! Mereka menyebarkan semua tindakan negatif ini seolah-olah semua itu adalah hal-hal positif, sembari menganggap diri mereka sendiri sangat tinggi. Mereka sangat tak tahu malu! Orang-orang ini sama sekali tidak menerima kebenaran dan mereka tidak dapat diperbaiki—jadi engkau bisa yakin bahwa mereka tidak mencintai ataupun mengejar kebenaran. Di dalam hatinya, mereka muak akan kebenaran dan memusuhinya. Harga yang mereka bayar dan kesukaran yang mereka alami untuk memuaskan keinginan mereka dan mendapatkan status semuanya sia-sia. Tuhan tidak memperkenan semua itu, Dia membencinya. Itu adalah perwujudan dari perlawanan mereka terhadap kebenaran dan penentangan terhadap Tuhan. Orang dapat sangat yakin akan hal ini, dan semua orang yang memahami kebenaran mampu mengenalinya.

Ada juga orang yang telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, tetapi sama sekali tidak memiliki kenyataan kebenaran; dia telah mendengarkan khotbah selama bertahun-tahun, tetapi tidak memahami kebenaran. Meskipun dia berkualitas buruk, dia memiliki "bakat" yang tak tertandingi: berbohong dan menutupi kebohongannya, mengelabui dan menipu orang lain dengan perkataan yang muluk-muluk. Jika dia mengucapkan sepuluh kalimat, akan ada sepuluh kepalsuan di dalamnya—setiap perkataan akan mengandung kepalsuan sampai pada taraf tertentu. Lebih tepatnya, tak sedikit pun yang dia katakan itu benar. Namun, karena dia memiliki kualitas yang buruk dan terlihat cukup baik dalam perilakunya, dia berpikir, "Pada dasarnya aku ini orang yang pemalu, apa adanya, dan kualitas kemampuanku rendah. Aku ditindas di mana pun aku berada, dan ketika orang-orang menindasku, aku hanya bisa bersabar dan menderita. Aku tak berani membalas atau melawan mereka—yang bisa kulakukan hanyalah bersembunyi, mengalah, dan menerimanya. Aku adalah 'orang jujur tetapi bodoh' yang firman Tuhan bicarakan, aku adalah salah seorang dari antara umat-Nya." Jika seseorang bertanya kepadanya, "Kalau begitu, mengapa kau berbohong?" Dia akan menjawab, "Kapan aku berbohong? Siapa yang telah kutipu? Aku tak pernah berbohong! Aku ini orang yang jujur, bagaimana mungkin aku berbohong? Pikiranku lambat bereaksi terhadap segala sesuatu, dan pendidikanku rendah—aku tak tahu cara berbohong! Para penipu di luar sana, merekalah yang dalam sekejap mata mampu memunculkan berbagai gagasan dan rencana jahat. Aku tidak licik seperti itu, dan aku selalu ditindas. Jadi, aku adalah orang jujur yang Tuhan bicarakan, dan kau tak punya dasar untuk menyebutku pembohong atau penipu. Sama sekali tak berdasar—kau hanya berusaha memfitnahku. Aku tahu kalian semua memandang rendah diriku: kalian menganggapku bodoh dan berkualitas buruk, jadi kalian semua ingin menindasku. Tuhanlah satu-satunya yang tidak menindasku, Dia memperlakukanku dengan kasih karunia." Orang semacam ini bahkan tidak akan mau mengakui bahwa dia telah berbohong, dan dia masih dengan tidak tahu malu berkata bahwa dia adalah orang jujur yang Tuhan bicarakan, dan dengan pernyataan itu, dia secara langsung sedang meninggikan dirinya. Dia yakin bahwa pada dasarnya dia adalah orang jujur tetapi bodoh, yang dikasihi oleh Tuhan. Dia merasa tidak perlu mengejar kebenaran atau merenungkan dirinya sendiri. Dia mengira sejak dia dilahirkan, tidak ada kebohongan yang dapat ditemukan dalam mulutnya. Dia tidak mengakui bahwa dia berbohong, apa pun yang orang katakan, dan malah menggunakan alasan usang yang sama untuk berdebat dan membela dirinya. Sudahkah dia merenungkan dirinya sendiri? Menurutnya, dia sudah merenungkan dirinya sendiri. Apa yang mereka pikirkan selama "perenungan diri" tersebut? "Aku adalah orang jujur tetapi bodoh yang Tuhan bicarakan. Aku mungkin sedikit bodoh, tetapi aku adalah orang yang jujur." Bukankah dia sedang membanggakan dirinya sendiri? Dia tidak tahu dengan jelas siapa sebenarnya dirinya, apakah orang bodoh ataukah orang jujur, tetapi dia menganggap dirinya orang yang jujur. Apakah dia mengenal dirinya sendiri? Jika seseorang adalah orang bodoh yang ditindas dan menjalani kehidupan yang pengecut, apakah itu berarti dia adalah orang yang baik? Dan jika seseorang dipandang sebagai orang yang baik oleh orang lain, apakah itu berarti dia tidak perlu mengejar kebenaran? Apakah orang-orang semacam itu bisa secara alami memiliki kebenaran? Ada orang yang berkata, "Aku adalah orang yang jujur, aku selalu berusaha mengatakan yang sebenarnya, aku hanya sedikit bodoh. Aku tak perlu mengejar kebenaran, aku sudah menjadi orang yang baik dan jujur." Dengan mengatakan ini, bukankah dia bermaksud mengatakan bahwa dia memiliki kebenaran dan tidak memiliki watak yang rusak? Semua manusia telah dirusak sedemikian dalamnya oleh Iblis. Semua orang memiliki watak rusak, dan ketika orang memiliki watak yang rusak, mereka mampu berbohong, berbuat curang, dan menipu kapan pun mereka mau. Mereka mungkin bahkan memamerkan prestasi atau kontribusi mereka yang kecil, menyingkapkan watak yang congkak. Sementara itu, mereka penuh dengan gagasan tentang Tuhan dan tuntutan yang berlebihan terhadap-Nya, dan berusaha bernalar dengan-Nya. Bukankah ini masalah? Bukankah ini watak yang rusak? Bukankah ini memerlukan pemeriksaan? Ya. Namun orang-orang ini telah menganggap diri mereka sendiri orang jujur yang tak pernah berbohong atau menipu orang lain; mereka berkata karena mereka tidak memiliki watak yang curang, maka mereka tak perlu mengejar kebenaran. Oleh karena itu, tak seorang pun yang berperilaku dengan cara seperti ini mengejar kebenaran, dan tak seorang pun dari mereka yang telah masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Ketika mereka berdoa kepada Tuhan, mereka sering kali menangis dengan getir tentang kebodohan mereka, tentang bagaimana mereka selalu ditindas, tentang kualitas mereka yang sangat buruk: "Tuhan, hanya Engkau yang mengasihiku; hanya Engkau yang mengasihaniku dan memperlakukanku dengan baik. Semua orang menindasku, dan berkata aku pembohong—tetapi aku bukan pembohong!" Kemudian, mereka menghapus air mata mereka dan berdiri, dan ketika mereka melihat orang lain, mereka berpikir, "Tak seorang pun dari kalian yang dikasihi oleh Tuhan. Hanya aku." Orang-orang ini menganggap tinggi diri mereka sendiri, dan tidak menerima bahwa mereka memperlihatkan salah satu dari berbagai perilaku dan penyingkapan watak rusak yang dibicarakan oleh Tuhan. Bahkan ketika masalah tertentu menimpa mereka dan memunculkan watak yang rusak atau menyingkapkan masalah dalam diri mereka, mereka hanya mengakuinya secara lisan setelah berpikir sejenak, dan kemudian mereka menganggap masalah itu sudah selesai. Mereka sama sekali tidak mencari kebenaran, dan mereka tidak menerima kenyataan bahwa mereka memiliki kerusakan dan merupakan manusia yang rusak. Terlebih lagi, tentu saja, mereka juga tidak mau mengakui bahwa mereka telah menyingkapkan watak yang rusak dalam hal tertentu. Sebanyak apa pun masalah yang mereka timbulkan, dan sebanyak apa pun watak rusak yang mereka singkapkan, mereka akhirnya selalu mengatakan hal yang sama: "Akulah orang jujur tetapi bodoh yang Tuhan bicarakan. Aku adalah objek belas kasihan-Nya, dan Dia akan memberkatiku dengan melimpah." Jadi, dengan perkataan ini, mereka merasa tidak perlu mengejar kebenaran; perkataan ini adalah alasan yang diberikan orang-orang semacam itu agar tidak mengejar kebenaran. Bukankah orang-orang seperti itu tak masuk akal? (Ya.) Mereka tak masuk akal dan bodoh. Seberapa tak masuk akalkah mereka? Sangat tak masuk akal sampai-sampai mereka mengambil satu frasa dari firman Tuhan yang bermanfaat bagi mereka dan menggunakannya sebagai alat untuk memaksa Tuhan dan membenarkan diri mereka sendiri karena tidak mengejar kebenaran, sementara memperlakukan firman Tuhan yang menyingkapkan dan menghakimi manusia sebagai sesuatu yang tak ada kaitannya dengan mereka. Mereka merasa tidak perlu mendengarkan firman Tuhan karena mereka sudah menjadi orang yang jujur. Tepatnya, orang-orang semacam itu adalah orang-orang malang yang menyedihkan. Mereka memiliki kualitas yang buruk, tak berakal sehat, dan tak tahu malu, tetapi mereka tetap ingin mendapatkan berkat. Dan meskipun mereka berkualitas buruk, tidak berakal sehat, dan tak tahu malu, mereka sangat bangga, dan mereka memandang rendah orang kebanyakan. Mereka tidak menghormati orang-orang berkualitas baik yang mampu mengejar kebenaran, dan yang mampu mempersekutukan kenyataan kebenaran. Mereka berpikir, "Lagipula, apa gunanya kelebihan kalian ini? Untuk apa kalian mengejar kebenaran dan mengenal diri kalian sendiri—aku tak perlu melakukan hal itu. Aku adalah orang yang jujur; aku mungkin sedikit bodoh, tetapi itu bukan masalah. Dan watak rusak yang kusingkapkan juga tidak perlu dikhawatirkan. Asalkan aku memperlengkapi diriku dengan beberapa perilaku yang baik, aku akan baik-baik saja." Apa yang mereka tuntut dari diri mereka sendiri? "Lagi pula, Tuhan mengetahui hatiku, dan imanku kepada-Nya tulus. Itu sudah cukup. Berbicara setiap hari tentang kesaksian pengalaman dan pengetahuan tentang firman Tuhan—apa gunanya semua pembicaraan ini? Kesimpulannya, percaya kepada Tuhan dengan tulus sudah cukup." Bukankah itu sangat bodoh? Pertama, orang-orang semacam itu sama sekali tidak tertarik pada kebenaran; kedua, dapat dikatakan bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk memahami kebenaran atau firman Tuhan. Namun, mereka tetap bersikap dan menganggap diri mereka begitu tinggi dan hebat. Mereka mencari pembenaran sebagai dalih untuk tidak mengejar kebenaran, atau mencari metode pengejaran atau sesuatu yang mereka anggap sebagai kelebihan, untuk menggantikan pengejaran akan kebenaran. Bukankah ini bodoh? (Ya.)

Ada orang-orang yang tidak mengejar kebenaran, yang tidak memiliki masalah besar dalam hal kemanusiaan mereka. Mereka berpaut pada aturan dan perilaku baik mereka. Jika mereka perempuan, mereka lembut dan saleh, bermartabat dan sopan, serta tidak menggoda laki-laki. Mereka adalah putri yang baik di depan orang tua mereka, mereka adalah istri dan ibu yang baik dalam kehidupan keluarga mereka, dan mereka dengan bertanggung jawab menggunakan hari-hari mereka untuk mengurus rumah tangga mereka. Jika mereka laki-laki, mereka jujur dan bertanggung jawab, dan mereka berperilaku baik; mereka adalah putra yang berbakti, mereka tidak mabuk-mabukan atau merokok, dan mereka tidak mencuri atau merampok, mereka tidak berjudi atau melacur—mereka adalah suami teladan, dan di luar rumah, mereka jarang bertengkar atau berselisih dengan orang lain tentang siapa yang benar atau siapa yang salah. Sebagian orang menganggap sudah cukup untuk mencapai hal-hal ini sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, dan bahwa mereka yang melakukannya adalah orang-orang baik yang memenuhi standar dan dapat diterima. Mereka yakin jika mereka murah hati dan suka menolong, rendah hati dan sabar, dan toleran setelah percaya kepada Tuhan, dan jika mereka melakukan pekerjaan apa pun yang diatur gereja untuk mereka dengan rajin dan baik, tanpa bersikap asal-asalan, artinya mereka telah memperoleh kenyataan kebenaran dan hampir memenuhi tuntutan Tuhan. Mereka mengira jika mereka bekerja keras dan berupaya lebih keras, jika mereka membaca lebih banyak firman Tuhan, jika mereka menghafal lebih banyak ayat-ayat firman, dan lebih sering mengkhotbahkannya kepada orang lain, itu artinya mereka sedang mengejar kebenaran. Namun, mereka tidak mengenali penyingkapan kerusakan mereka, mereka tidak tahu watak rusak apa yang mereka miliki, dan terlebih lagi, mereka tidak tahu bagaimana suatu watak yang rusak muncul, atau bagaimana kerusakan itu harus disadari dan dibereskan. Mereka tidak mengetahui hal-hal ini. Adakah orang yang seperti ini? (Ada.) Mereka menganggap "kebaikan" alami mereka sebagai standar yang harus dicapai oleh orang yang mengejar kebenaran. Jika seseorang menyebut mereka congkak, penipu, dan jahat, mereka tidak akan membantahnya secara terbuka, dan mereka akan memperlihatkan sikap yang rendah hati, sabar, dan mau menerima. Namun, di lubuk hati, alih-alih menganggapnya serius, mereka selalu menentangnya: "Aku congkak? Jika aku congkak, tak ada satu pun orang baik di bumi! Jika aku penipu, maka tak seorang pun di dunia ini yang jujur! Jika aku jahat, maka tak seorang pun di dunia ini yang baik! Apakah mudah menemukan seseorang sebaik diriku saat ini? Tidak—itu tidak mungkin!" Orang lain tidak boleh menyebut mereka penipu atau congkak, atau berkata bahwa mereka tidak mencintai kebenaran, dan tentu saja tidak boleh menyebut mereka pengikut yang bukan orang percaya. Mereka hanya akan memukul meja dan berdebat: "Jadi, menurutmu aku pengikut yang bukan orang percaya? Jika aku tidak dapat diselamatkan, tidak satu pun dari kalian dapat diselamatkan!" Seseorang mungkin menyingkapkan diri mereka dengan berkata, "Kau tidak menerima kebenaran. Ketika orang menunjukkan masalah dalam dirimu, kau tampak cukup rendah hati dan sabar, tetapi di lubuk hatimu, sebenarnya kau sangat menentang. Apa yang kaukhotbahkan saat mempersekutukan kebenaran memang benar, tetapi faktanya tetap bahwa kau tidak menerima satu pun firman Tuhan yang menyingkapkan dan menghakimi esensi watak rusak manusia. Kau menentang dan menolaknya. Kau memiliki watak yang kejam." Jika engkau menyebut mereka "kejam", mereka sama sekali tidak bisa menerimanya. "Aku kejam? Jika aku kejam, aku pasti telah menindas kalian sejak lama! Jika aku jahat, aku pasti telah menghancurkan kalian semua!" Mereka tidak mampu memahami dengan benar apa pun yang kausingkapkan tentang diri mereka atau apa pun yang kaupersekutukan kepada mereka. Apa artinya memahami sesuatu dengan benar? Itu artinya, terlepas dari masalah apa pun yang seseorang ungkapkan dalam dirimu, engkau membandingkannya dengan firman Tuhan untuk memeriksa apakah memang ada kesalahan dalam niat dan pemikiranmu, dan sejauh mana masalah tersebut benar-benar ada dalam dirimu, engkau memperlakukan semuanya dengan sikap menerima dan tunduk. Seperti itulah cara seseorang dapat benar-benar memperoleh pengetahuan tentang masalah dalam diri mereka. Orang tidak dapat memperoleh pengetahuan tentang wataknya yang rusak berdasarkan gagasan dan imajinasinya, ini harus dilakukan berdasarkan firman Tuhan. Jadi, apa prasyarat untuk mengenal diri sendiri? Engkau harus mengakui fakta bahwa Iblis telah menyesatkan dan merusak manusia, dan bahwa semua orang memiliki watak yang rusak. Hanya dengan menerima fakta ini, barulah engkau dapat merenungkan dirimu sendiri berdasarkan penyingkapan firman Tuhan, dan selama proses perenungan diri ini, engkau menemukan masalahmu. Tanpa kausadari, masalahmu akan muncul ke permukaan, sedikit demi sedikit, dan kemudian engkau akan memahami dengan jelas apa watakmu yang rusak itu. Dan di atas dasar ini, engkau dapat memperoleh pengetahuan tentang orang macam apakah dirimu dan apa esensimu. Dengan demikian, engkau akan mampu menerima semua yang Tuhan katakan dan apa yang Dia singkapkan, dan kemudian mencari dalam firman Tuhan jalan penerapan yang telah Dia berikan bagi manusia, dan menerapkan serta hidup berdasarkan firman-Nya. Itulah yang dimaksud dengan mengejar kebenaran. Namun, apakah orang semacam ini menerima firman Tuhan? Tidak—dia mungkin mengakui bahwa firman Tuhan adalah kebenaran dan bahwa firman-Nya yang menyingkapkan manusia yang rusak semuanya adalah fakta, tetapi jika engkau memintanya untuk mengetahui watak rusaknya sendiri, dia tidak akan menerima atau mengakuinya. Dia menganggap itu tidak ada kaitannya dengannya. Ini karena dia menganggap dirinya orang yang bermartabat dan baik—orang yang berintegritas, orang yang sangat bermoral dan berperilaku baik. Apakah menjadi orang yang berintegritas berarti dia memiliki kebenaran? Menjadi orang yang berintegritas hanyalah perwujudan positif dari kemanusiaan seseorang; itu tidak merepresentasikan kebenaran. Jadi, hanya karena engkau memiliki satu ciri kemanusiaan yang normal, bukan berarti engkau tidak perlu mengejar kebenaran, juga bukan berarti engkau telah memperoleh kebenaran—dan terlebih lagi, bukan berarti engkau adalah orang yang Tuhan kasihi. Bukankah demikian? (Ya.) Orang-orang yang disebut "orang yang sangat bermoral dan berperilaku baik" ini yakin bahwa mereka tidak memiliki watak yang congkak, licik, atau watak yang muak akan kebenaran, dan bahwa mereka pasti tidak memiliki watak yang jahat dan kejam. Mereka mengira tak satu pun dari watak rusak ini ada di dalam diri mereka, karena mereka adalah orang-orang yang sangat bermoral dan berperilaku baik, mereka pada dasarnya jujur dan baik, mereka selalu ditindas oleh orang lain, dan meskipun kualitas mereka buruk dan bodoh, mereka jujur. "Kejujuran" ini bukanlah kejujuran sejati, ini adalah kebodohan, ketakutan, dan ketidaktahuan. Bukankah orang-orang semacam itu adalah orang-orang yang sangat bodoh? Semua orang memandang mereka sebagai orang yang baik. Apakah pandangan ini benar? Apakah orang-orang yang dianggap baik itu memiliki watak yang rusak? Jawabannya adalah "ya"—ini pasti. Bukankah orang yang apa adanya pun berbohong? Bukankah mereka menipu orang lain atau menyamarkan diri mereka sendiri? Bukankah mereka egois? Bukankah mereka serakah? Bukankah mereka ingin menjadi pejabat? Apakah mereka bebas dari semua keinginan yang berlebihan? Tentu saja tidak. Satu-satunya alasan mereka belum melakukan kejahatan adalah karena mereka tidak memiliki kesempatan yang tepat. Dan mereka bangga akan hal ini—mereka menganggap diri mereka orang yang sangat bermoral dan berperilaku baik dan yakin bahwa mereka tidak memiliki watak yang rusak. Jadi, jika ada orang yang menunjukkan semacam watak rusak, penyingkapan watak yang rusak, atau masalah dalam diri mereka, mereka akan membantahnya dengan berkata, "Tidak! Itu bukan diriku, dan itu bukan caraku berperilaku, ataupun caraku berpikir. Kalian semua telah salah paham terhadapku. Kalian semua melihat bahwa aku jujur, bodoh, dan pemalu, jadi kalian menindasku." Apa yang akan dilakukan orang semacam itu, yang selalu menggigit balik dengan cara seperti ini? Jika ada yang berani membuat marah orang seperti itu, mereka akan diburu olehnya selamanya. Mereka tidak akan pernah dilepaskan olehnya; mereka tidak akan mampu menyingkirkan orang itu, meskipun sudah berusaha sekuat tenaga. Orang-orang yang tidak bernalar dan selalu menjengkelkan ini tetap mengira mereka adalah para pengejar kebenaran, bahwa mereka adalah orang yang apa adanya dan bodoh yang tidak memiliki watak yang rusak. Mereka bahkan sering berkata, "Aku mungkin bodoh, tetapi aku jujur—aku orang yang jujur, dan Tuhan mengasihiku!" Mereka menganggap hal ini sebagai modal. Bukankah ini benar-benar tak tahu malu? Engkau berkata bahwa Tuhan mengasihimu. Apakah itu akurat? Apakah engkau punya dasar untuk berkata demikian? Apakah engkau memiliki pekerjaan Roh Kudus? Sudahkah Tuhan berkata Dia akan menyempurnakanmu? Apakah Tuhan berencana memakaimu? Jika Tuhan belum mengatakan hal-hal ini kepadamu, engkau tidak dapat berkata Dia mengasihimu—engkau hanya dapat berkata Dia mengasihanimu, ini sudah cukup baik. Jika engkau berkata Tuhan mengasihimu, itu hanyalah pemahaman pribadimu; itu tidak membuktikan bahwa Tuhan benar-benar mengasihimu. Akankah Tuhan mengasihi orang yang tidak mengejar kebenaran? Akankah Tuhan mengasihi orang yang bodoh dan pemalu? Tuhan mengasihani orang yang bodoh dan pemalu—itu memang benar. Tuhan mengasihi mereka yang benar-benar jujur, yang mengejar kebenaran, yang mampu menerapkan kebenaran dan tunduk kepada-Nya, yang dapat meninggikan Dia dan bersaksi bagi-Nya, yang mampu memikirkan maksud-Nya dan mengasihi Dia dengan tulus. Hanya orang yang benar-benar mampu mengorbankan diri mereka untuk Tuhan dan dengan setia melaksanakan tugas merekalah yang memiliki kasih Tuhan; hanya orang yang mampu menerima kebenaran, serta menerima dirinya dipangkas yang memiliki kasih Tuhan. Orang yang tidak menerima kebenaran, yang tidak menerima diri mereka dipangkas adalah orang yang Tuhan benci dan tolak. Jika engkau muak akan kebenaran dan menentang semua firman yang Tuhan katakan, Tuhan akan muak terhadapmu dan membenci serta menolakmu. Jika engkau selalu menganggap dirimu orang yang baik, orang yang menyedihkan, sederhana, dan jujur, tetapi tidak mengejar kebenaran, akankah Tuhan mengasihimu? Itu tidak mungkin; tidak ada dasar untuk itu dalam firman-Nya. Tuhan tidak memandang apakah engkau apa adanya atau tidak, Dia juga tidak peduli dengan kemanusiaan atau kualitas seperti apa engkau dilahirkan—Dia memandang apakah, setelah mendengar firman-Nya, engkau menerima ataukah mengabaikan firman-Nya, apakah engkau tunduk ataukah menentang firman-Nya. Dia memandang apakah firman-Nya berdampak terhadapmu dan membuahkan hasil dalam dirimu, Dia memandang apakah engkau mampu memberikan kesaksian yang benar tentang banyak firman yang telah Dia ucapkan. Jika pada akhir pengalamanmu, engkau berkata, "Aku jujur, aku pemalu, aku ditindas oleh semua orang yang kujumpai. Semua orang memandang rendah diriku," maka Tuhan akan berkata bahwa ini bukanlah kesaksian. Jika engkau menambahkan, "Aku adalah orang jujur tetapi bodoh yang Tuhan bicarakan," Tuhan akan berkata engkau penuh dengan kebohongan dan tak ada satu pun kata yang benar yang dapat ditemukan dalam mulutmu. Jika, ketika Tuhan menuntutmu melakukan sesuatu, engkau bukan saja sama sekali tidak mau tunduk, tetapi juga berusaha bernalar dengan Tuhan dan membuat-buat alasan untuk dirimu sendiri, dengan berkata, "Aku telah menderita dan membayar harga, dan aku mengasihi Tuhan," itu tidak bisa diterima. Apakah engkau mengejar kebenaran? Di manakah kesaksian pengalamanmu yang sejati? Bagaimana engkau mewujudkan kasihmu kepada Tuhan? Tak seorang pun akan diyakinkan jika engkau tidak dapat memberikan bukti. Engkau berkata, "Aku orang yang sangat bermoral dan berperilaku baik dan aku bertindak sopan. Aku tidak melakukan percabulan, dan aku mengikuti semua aturan dalam tindakanku. Aku orang yang berperilaku baik. Aku tidak mabuk-mabukan, melacur, dan berjudi. Aku tidak menyebabkan gangguan atau kekacauan di rumah Tuhan atau menabur perselisihan, aku menanggung penderitaan dan bekerja keras. Bukankah ini adalah menandakan bahwa aku mengejar kebenaran? Aku sudah mengejar kebenaran." Dan Tuhan akan berkata: Sudahkah engkau mengubah watakmu yang rusak? Di manakah kesaksianmu tentang pengejaranmu akan kebenaran? Dapatkah engkau mendapatkan persetujuan dan kekaguman dari umat pilihan Tuhan? Jika engkau tidak mampu memberikan kesaksian pengalaman apa pun, tetapi engkau berkata engkau adalah orang jujur yang mengasihi Tuhan, artinya engkau adalah seseorang yang menyesatkan orang lain dengan kebohongan—engkau adalah setan dan Iblis yang tidak bernalar, dan engkau layak untuk dikutuk. Engkau hanya akan dihukum dan disingkirkan oleh Tuhan.

Ada orang yang dalam proses melaksanakan tugasnya, sering kali bertindak semaunya dan sembrono. Dia sangat seenaknya: ketika dia sedang merasa senang, dia melaksanakan sebagian kecil tugasnya, dan ketika dia sedang merasa sedih, dia merajuk dan berkata, "Suasana hatiku sedang buruk hari ini. Aku tidak mau makan apa pun dan tidak mau melaksanakan tugasku." Lalu orang lain harus bernegosiasi dengannya, dan berkata: "Tidak boleh begitu. Kau tidak boleh seenaknya." Setelah mendengar perkataan itu, apa yang akan dikatakan orang semacam itu? "Aku tahu tidak boleh begitu, tetapi aku dibesarkan dalam keluarga yang kaya dan berkecukupan. Kakek-nenek dan bibi-bibiku semuanya memanjakanku, dan orang tuaku bahkan lebih lagi. Aku adalah anak kesayangan mereka, biji mata mereka, dan mereka mengabulkan semua permintaanku dan memanjakanku. Didikan itu membuatku memiliki temperamen yang seenaknya, jadi ketika melaksanakan tugas di rumah Tuhan, aku tidak mau membahas segala sesuatunya dengan orang lain, atau mencari kebenaran, atau tunduk kepada Tuhan. Apakah aku harus disalahkan untuk itu?" Apakah pemahamannya ini benar? Apakah sikapnya adalah sikap yang mengejar kebenaran? (Tidak.) Setiap kali orang sedikit saja mengungkit kesalahannya, seperti bagaimana dia mengambil makanan yang terlezat saat makan, bagaimana dia hanya memikirkan dirinya sendiri, dan tidak memikirkan orang lain, dia akan berkata, "Sejak kecil aku sudah seperti ini. Aku sudah terbiasa seperti itu. Aku tak pernah memikirkan orang lain. Aku selalu menjalani kehidupan yang berkecukupan, dengan orang tua yang mencintaiku dan kakek-nenek yang menyayangiku. Aku adalah kesayangan seluruh keluargaku." Ini adalah sekumpulan omong kosong dan kekeliruan. Bukankah ini sangat tak tahu malu dan kurang ajar? Orang tuamu menyayangimu—apakah itu berarti semua orang juga harus menyayangimu? Keluargamu mencintai dan menyayangimu—apakah itu memberimu alasan untuk bertindak sembrono dan semaunya di rumah Tuhan? Apakah itu alasan yang benar? Apakah ini sikap yang benar terhadap watakmu yang rusak? Apakah itu adalah sikap yang mengejar kebenaran? (Tidak.) Ketika sesuatu menimpa orang-orang ini, ketika ada masalah yang berkaitan dengan hidup atau watak mereka yang rusak, mereka mencari pembenaran objektif untuk menjawab, menjelaskan, dan membenarkannya. Mereka tidak pernah mencari kebenaran atau berdoa kepada Tuhan, dan mereka tidak datang ke hadapan Tuhan untuk merenungkan diri mereka sendiri. Tanpa merenungkan dirinya, dapatkah orang mengetahui masalah dan kerusakan dalam dirinya? (Tidak.) Dan dapatkah dia bertobat tanpa mengetahui kerusakan dalam dirinya? (Tidak.) Jika seseorang tidak mampu bertobat, dalam keadaan seperti apakah orang itu akan selalu menjalani hidupnya? Bukankah dia akan selalu hidup dengan mengampuni dirinya sendiri? Bukankah dia akan selalu merasa bahwa meskipun dia telah menyingkapkan kerusakan, dia tidak melakukan kejahatan atau melanggar ketetapan administratif—dan merasa meskipun melakukan hal-hal itu tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran, ini bukanlah hal yang disengaja, dan menganggap dirinya dapat diampuni? (Ya.) Jadi, apakah keadaan seperti itu yang seharusnya dimiliki oleh orang yang mengejar kebenaran? (Tidak.) Jika seseorang tidak pernah sungguh-sungguh bertobat dan selalu hidup dalam keadaan seperti ini, akankah dia mampu membalikkan keadaan dirinya? Tidak, dia tidak akan pernah mampu. Dan jika seseorang tidak berbalik, dia tidak akan mampu untuk benar-benar melepaskan kejahatannya. Apa artinya orang tak mampu benar-benar melepaskan kejahatannya? Ini berarti orang itu tidak mampu benar-benar menerapkan kebenaran dan masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Hasilnya pasti akan seperti itu. Jika engkau tak mampu melepaskan kejahatanmu atau menerapkan kebenaran dan masuk ke dalam kenyataan, maka jika engkau ingin membuat Tuhan mengubah pikiran-Nya tentang dirimu, ingin memperoleh pekerjaan Roh Kudus, mendapatkan pencerahan dan penerangan Tuhan, dan ingin Tuhan mengampuni pelanggaranmu dan membereskan kerusakanmu, mungkinkah keinginanmu itu akan terkabul? (Tidak.) Jika itu tidak mungkin, dapatkah kepercayaanmu kepada Tuhan membuatmu diselamatkan? (Tidak.) Jika orang hidup dalam keadaan mengampuni dan memuja dirinya sendiri, itu berarti dia sama sekali tidak mengejar kebenaran. Hal-hal yang menyibukkan dirinya, yang dia lihat, dengar, dan lakukan mungkin ada sedikit kaitannya dengan kepercayaan kepada Tuhan, tetapi semua itu tidak ada kaitannya dengan mengejar dan menerapkan kebenaran. Hasilnya jelas. Dan karena semua itu tidak ada kaitannya dengan mengejar atau menerapkan kebenaran, orang itu tidak akan merenungkan dirinya sendiri, juga tidak akan mengenal dirinya sendiri. Dia tidak akan tahu sampai sejauh mana dirinya telah dirusak, dan dia tidak akan tahu bagaimana caranya bertobat, jadi kecil kemungkinannya dia akan mengalami pertobatan sejati atau membuat Tuhan mengubah pikiran-Nya tentang dirinya. Jika engkau hidup dalam keadaan seperti itu dan ingin agar Tuhan mengubah pikiran-Nya, mengampuni, atau memperkenan dirimu, itu akan sangat sulit. Apa arti "memperkenan" di sini? Itu artinya Tuhan mengakui apa yang kaulakukan, memperkenannya, dan mengingatnya. Jika engkau tidak mampu memperoleh satu pun dari hal-hal ini, itu membuktikan bahwa engkau tidak mengejar kebenaran dalam hal-hal yang kaulakukan, dalam dedikasimu, dalam apa yang kausingkapkan dan perilakumu. Apa pun yang kaupikirkan, meskipun engkau mampu melakukan beberapa perilaku yang baik, perilaku ini hanyalah merepresentasikan bahwa ada sedikit hati nurani dan nalar dalam kemanusiaanmu. Namun, perilaku baik ini bukanlah perwujudan dari mengejar kebenaran, karena titik awal, niat, dan motifmu bukanlah untuk mengejar kebenaran. Apa dasarnya mengatakan demikian? Dasarnya adalah karena semua pemikiran, tindakan, atau perbuatanmu bukanlah untuk mengejar kebenaran, dan semua itu tidak ada kaitannya dengan kebenaran. Jika segala sesuatu yang orang lakukan bukan untuk mendapatkan perkenanan dan pengakuan Tuhan, maka semua yang dia lakukan tidak akan dapat memperoleh perkenanan atau pengakuan Tuhan, dan jelas bahwa perilaku dan tindakan ini hanya dapat disebut perilaku baik manusia. Semua itu bukanlah tanda bahwa dia sedang menerapkan kebenaran, dan tentu saja bukan tanda bahwa dia sedang mengejar kebenaran. Orang yang sangat seenaknya dan sering berperilaku sembrono dan semaunya tidak menerima penghakiman dan hajaran firman Tuhan, mereka juga tidak menerima dirinya dipangkas. Mereka juga sering membuat alasan atas kegagalan mereka dalam mengejar kebenaran dan ketidakmampuan mereka untuk menerima pemangkasan. Watak apakah itu? Jelas, itu adalah watak yang muak akan kebenaran—watak Iblis. Manusia dikuasai oleh natur dan watak Iblis, jadi tak diragukan lagi, manusia berasal dari Iblis. Mereka adalah setan-setan, keturunan Iblis, dan keturunan si naga merah yang sangat besar. Ada orang-orang yang mampu mengakui bahwa mereka adalah setan, Iblis, dan keturunan si naga merah yang sangat besar, dan mereka berbicara dengan sangat indah tentang pengenalan diri mereka. Namun, ketika mereka memperlihatkan watak yang rusak dan seseorang menyingkapkan, dan memangkas mereka, mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk membenarkan diri mereka sendiri dan mereka sama sekali tidak mau menerima kebenaran. Apa masalahnya di sini? Dalam hal ini, orang-orang ini telah tersingkap sepenuhnya. Mereka berbicara dengan kata-kata yang sedap didengar saat berbicara tentang mengenal diri mereka sendiri, jadi mengapa ketika menghadapi diri mereka dipangkas, mereka tidak mampu menerima kebenaran? Ada masalah di sini. Bukankah hal semacam ini cukup lazim terjadi? Mudahkah mengenalinya? Sebenarnya, mudah mengenalinya. Ada cukup banyak orang yang mengakui bahwa mereka adalah setan dan Iblis ketika mereka berbicara tentang pengenalan diri mereka, tetapi tidak bertobat atau berubah sesudahnya. Jadi, pengenalan diri yang mereka bicarakan itu benar ataukah salah? Apakah mereka sungguh-sungguh mengenal diri mereka sendiri, ataukah itu hanyalah tipu muslihat yang dimaksudkan untuk mengelabui orang lain? Jawabannya sudah jelas. Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah seseorang itu benar-benar mengenal dirinya sendiri atau tidak, engkau tidak boleh hanya mendengarkan mereka membicarakannya—engkau harus melihat sikap mereka ketika dipangkas, dan apakah mereka mampu menerima kebenaran atau tidak. Itu adalah hal yang terpenting. Siapa pun yang tidak menerima diri mereka dipangkas memiliki esensi yang tidak menerima kebenaran, yang tidak mau menerima kebenaran, dan watak mereka muak akan kebenaran. Itu tidak diragukan lagi. Ada orang yang tidak mengizinkan orang lain memangkas dirinya, sebanyak apa pun kerusakan yang telah dia perlihatkan—tak seorang pun boleh memangkas dirinya. Dia mungkin berbicara tentang pengenalan dirinya sendiri, dengan cara apa pun yang dia suka, tetapi jika orang lain menyingkapkan, mengkritik, atau memangkas dirinya, sekalipun itu sangat objektif atau sesuai dengan faktanya, dia tidak akan menerimanya. Penyingkapan watak rusak apa pun yang disingkapkan orang lain di dalam dirinya, dia akan sangat menentang dan terus memberikan pembenaran diri yang terdengar bagus, bahkan tanpa sedikit pun ketundukan sejati. Jika orang semacam itu tidak mengejar kebenaran, akan ada masalah. Di gereja, dia tidak tersentuh dan tidak dapat dicela. Ketika orang mengatakan sesuatu yang baik tentang dirinya, itu akan membuatnya senang; ketika orang menunjukkan sesuatu yang buruk tentang dirinya, dia akan menjadi marah. Jika seseorang menyingkapkan dirinya dan berkata: "Kau orang yang baik, tetapi kau sangat seenaknya. Kau selalu bertindak semaumu dan sembrono. Kau harus menerima dirimu dipangkas. Bukankah lebih baik bagimu untuk menyingkirkan kekurangan dan watak rusakmu ini?" sebagai tanggapan, dia akan berkata, "Aku tidak melakukan kejahatan apa pun. Aku tidak pernah berbuat dosa. Mengapa kau memangkasku? Di rumah aku sejak kecil dimanja oleh kedua orang tua dan kakek-nenekku. Aku adalah anak kesayangan mereka, biji mata mereka. Sekarang, di rumah Tuhan, sama sekali tak ada yang menyayangiku—berada di sini tidak menyenangkan! Kalian semua selalu mencari-cari kesalahanku dan berusaha memangkasku. Bagaimana aku bisa hidup jika harus seperti ini?" Apa masalahnya di sini? Orang yang bijak dapat langsung mengetahui bahwa orang ini telah dimanjakan oleh orang tua dan keluarganya, dan bahkan sekarang, dia tidak tahu bagaimana cara berperilaku atau hidup mandiri. Keluargamu telah menyayangimu seperti berhala, dan engkau tidak tahu posisimu di alam semesta. Engkau telah mengembangkan kebiasaan burukmu untuk bersikap congkak, merasa diri benar, dan sangat seenaknya, yang tidak kausadari dan tidak kauketahui bagaimana cara merenungkannya. Engkau percaya kepada Tuhan tetapi tidak mendengarkan firman-Nya ataupun menerapkan kebenaran. Dapatkah engkau memperoleh kebenaran jika engkau percaya kepada Tuhan dengan cara seperti itu? Dapatkah engkau masuk ke dalam kenyataan kebenaran? Dapatkah engkau hidup dalam keserupaan dengan manusia yang sejati? Tentu saja tidak. Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, engkau setidaknya harus menerima kebenaran dan mengenal dirimu sendiri. Hanya dengan cara demikianlah engkau mampu berubah. Jika engkau selalu mengandalkan gagasan dan imajinasimu dalam imanmu, jika engkau hanya mencari kedamaian dan kebahagiaan dan bukannya mengejar kebenaran, jika engkau tidak mampu sungguh-sungguh bertobat, dan tidak mengalami perubahan dalam watak hidupmu, maka kepercayaanmu kepada Tuhan tidak ada artinya. Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, engkau harus memahami kebenaran. Engkau harus berupaya keras mengenal dirimu sendiri. Apa pun yang menimpamu, engkau harus mencari kebenaran dan engkau harus membereskan watak rusak apa pun yang tersingkap darimu dengan mempersekutukan kebenaran berdasarkan firman Tuhan. Jika seseorang menunjukkan watakmu yang rusak, atau engkau berinisiatif untuk memeriksanya sendiri, jika engkau mampu secara sadar membandingkannya dengan firman Tuhan, dan merenungkan, memeriksa, dan mengenal dirimu sendiri, lalu menyelesaikan masalah dalam dirimu dan bertobat, engkau akan mampu hidup sebagai manusia. Orang yang percaya kepada Tuhan harus menerima kebenaran. Jika engkau selalu menikmati perasaan disayangi oleh keluargamu, selalu senang menjadi biji mata mereka, kesayangan mereka, apa yang bisa kaudapatkan? Sedalam apa pun keluargamu menyayangimu dan menganggapmu biji mata mereka, jika engkau tidak memiliki kenyataan kebenaran, engkau adalah sampah. Percaya kepada Tuhan hanya bernilai jika engkau mengejar kebenaran. Jika engkau memahami kebenaran, engkau akan tahu bagaimana cara berperilaku, dan tahu bagaimana menjalani hidupmu agar dapat mengalami kebahagiaan sejati dan menjadi orang yang memperkenan Tuhan. Tidak ada lingkungan keluarga, dan tidak ada kelebihan, kebaikan, atau bakat pribadi, yang dapat menggantikan kenyataan kebenaran, dan hal semacam itu tidak boleh menjadi alasan bagimu untuk tidak mengejar kebenaran. Memperoleh kebenaran adalah satu-satunya hal yang dapat memberi orang kebahagiaan sejati, memungkinkan mereka untuk menjalani hidup yang bermakna, dan memberi mereka tempat tujuan yang indah. Inilah faktanya.

Ada orang-orang yang setelah menjadi pemimpin dan pekerja di gereja, menganggap diri mereka bagaikan emas dan mengira mereka akhirnya memiliki kesempatan untuk bersinar. Mereka merasa bangga akan diri mereka sendiri dan mulai menggunakan kelebihan mereka; mereka membebaskan ambisi mereka dan menunjukkan kemampuan penuh mereka. Orang-orang ini bermartabat dan berpendidikan, memiliki keterampilan berorganisasi, serta memiliki sikap dan gaya seorang pemimpin. Mereka adalah yang terbaik di kelas mereka dan menjadi ketua OSIS di sekolah, mereka adalah manajer atau direktur perusahaan di tempat mereka bekerja, dan ketika mereka mulai percaya kepada Tuhan dan datang ke rumah-Nya, mereka terpilih sebagai pemimpin, jadi mereka berpikir, "Surga tak pernah mengecewakanku. Akan sulit bagi seseorang yang cakap sepertiku untuk tidak menonjol. Segera setelah aku mengundurkan diri dari posisi direktur perusahaan, aku datang ke rumah Tuhan dan mengambil peran sebagai pemimpin. Aku tak bisa menjadi orang biasa meskipun aku berusaha. Ini adalah peninggian Tuhan terhadapku, inilah yang telah Dia atur untuk kulakukan, jadi aku akan tunduk pada pengaturan-Nya." Setelah menjadi pemimpin, dia memanfaatkan pengalaman, pengetahuan, keterampilan berorganisasi, dan gaya kepemimpinannya. Dia menganggap dirinya cakap dan berani, dan orang yang benar-benar mahir dan berbakat. Namun sayangnya, ada masalah di sini. Pemimpin yang mahir dan berbakat ini, yang dilahirkan dengan kemampuan untuk memimpin—apa kemampuan terbaiknya di gereja? Membangun kerajaannya sendiri, merebut semua kekuasaan untuk dirinya sendiri, dan mendominasi diskusi. Setelah menjadi pemimpin, dia tidak melakukan apa pun selain bekerja, sibuk mengerjakan banyak hal, mengalami kesukaran, dan membayar harga demi gengsi dan statusnya sendiri. Dia tidak peduli tentang hal lainnya. Dia yakin kesibukan dan pekerjaannya sesuai dengan maksud Tuhan, bahwa dia tidak memiliki watak yang rusak, bahwa gereja selalu membutuhkan dirinya, dan saudara-saudari juga membutuhkan dirinya. Dia yakin tidak ada pekerjaan yang dapat diselesaikan tanpa dirinya, bahwa dia dapat menguasai semuanya dan memonopoli kekuasaan. Dan dia memiliki cara tertentu untuk membangun kerajaannya sendiri. Dia mampu melakukan segala macam hal-hal baru yang inovatif, dia sangat terampil dalam bertindak seperti pejabat dan berlagak hebat, serta menceramahi orang lain dengan menempatkan dirinya sebagai atasan. Hanya ada satu hal penting yang tak mampu dia lakukan: setelah menjadi pemimpin, dia tidak lagi mampu berbicara kepada orang lain dengan tulus, mengenal dirinya sendiri, menyadari kerusakannya sendiri, atau mendengarkan saran dari saudara-saudari. Jika seseorang mengemukakan beberapa gagasan yang berbeda selama diskusi kerja, pemimpin ini bukan saja akan menolaknya—dia juga akan membuat alasan mengapa dia menolaknya dengan berkata, "Kalian semua belum memikirkan proposal itu dengan baik. Aku adalah pemimpin gereja—jika aku melakukan apa yang kalian katakan dan segalanya berjalan lancar, itu tidak apa-apa, tetapi jika sesuatu yang buruk terjadi, akulah yang harus bertanggung jawab. Jadi sering kali, kalian boleh mengemukakan pendapat kalian—kita boleh menjalankan formalitas itu—tetapi pada akhirnya, harus aku sendirilah yang memilih dan memutuskan bagaimana segala sesuatunya dilakukan." Seiring waktu, kebanyakan saudara-saudari tidak mau lagi mengambil bagian dalam diskusi atau menyampaikan persekutuan tentang pekerjaan, dan pemimpin ini tidak mau repot-repot bersekutu dengan mereka tentang setiap masalah apa pun dalam pekerjaan. Dia akan terus mengambil keputusan dan mengkritik tanpa berbicara sepatah kata pun kepada siapa pun, dan dia akan tetap penuh dengan pembenaran diri. Dia menganggap, "Gereja adalah milik pemimpin, pemimpinlah yang mengarahkannya. Pemimpinlah yang menjadi penentu keputusan mengenai arah dan jalan mana yang harus ditempuh oleh saudara-saudari." Tentu saja, pemimpin inilah yang kemudian mengendalikan jalan masuk kehidupan saudara-saudari, jalan yang mereka tempuh, dan arah pengejaran mereka. Begitu dia telah dijadikan "pemimpin", dia memonopoli kekuasaan dan membangun kerajaannya sendiri. Tidak ada transparansi dalam tindakannya, dan tanpa disadari, dia menindas beberapa orang dan mengucilkan beberapa saudara-saudari yang mengejar kebenaran dan yang memiliki kemampuan untuk memahami kebenaran. Sementara itu, dia tetap menganggap dengan melakukannya, dia sedang melindungi pekerjaan gereja dan kepentingan umat pilihan Tuhan. Dia melakukan segalanya dengan penalaran yang begitu tepat, dengan begitu banyak pembenaran dan dalih—dan apa yang terjadi pada akhirnya? Semua yang dia lakukan adalah untuk melindungi status dan monopoli kekuasaannya. Dia membawa prinsip, jalan, dan cara berperilaku dari kehidupan masyarakat sekuler ke dalam rumah Tuhan, dan mengira dengan melakukan itu, dia melindungi kepentingan rumah Tuhan. Namun, dia tidak pernah mengenal atau merenungkan dirinya sendiri. Meskipun seseorang menunjukkan bahwa dia sedang melanggar prinsip-prinsip kebenaran, meskipun dia mendapatkan pencerahan, pendisiplinan, dan hajaran Tuhan, dia tidak akan menyadarinya. Di manakah letak masalahnya? Sejak hari dia mendapatkan kedudukan sebagai pemimpin, dia memperlakukan tugasnya seperti karier, dan inilah yang akhirnya membawa dia menempuh jalan antikristus dan membuatnya tidak mampu mengejar kebenaran. Namun, dalam perjalanan "karier" ini, dia yakin semua yang dia lakukan adalah mengejar kebenaran. Bagaimana pandangannya tentang pengejaran kebenaran? Dia melindungi status dan otoritasnya sendiri dengan kedok melindungi kepentingan saudara-saudari dan rumah Tuhan, dan dia yakin ini adalah perwujudan dari pengejarannya akan kebenaran. Dia sama sekali tidak mengetahui tentang watak rusak yang terwujud dan tersingkap dari dirinya saat dia berada pada kedudukan ini. Meskipun terkadang dia memiliki perasaan samar bahwa itu adalah watak yang rusak, bahwa itu dibenci oleh Tuhan, bahwa itu adalah watak yang jahat dan keras kepala, dia dengan cepat berubah pikiran, dengan berpikir: "Jangan sampai orang mengetahuinya. Aku adalah pemimpin, dan aku harus memiliki harga diri sebagai pemimpin. Aku tak boleh membiarkan saudara-saudari melihatku memperlihatkan watak yang rusak." Jadi, meskipun dia sadar bahwa dirinya telah memperlihatkan banyak kerusakan, dan telah melakukan banyak hal yang bertentangan dengan prinsip untuk melindungi status dan otoritasnya, ketika seseorang menyingkapkan dirinya, dia menggunakan cara yang menyesatkan atau berusaha menutupinya, sehingga tidak ada orang lain yang mengetahuinya. Segera setelah dia mendapatkan otoritas dan status, dia menempatkan dirinya dalam kedudukan yang dianggapnya kudus dan tidak dapat diganggu gugat, menganggap dirinya hebat, benar, tidak tercela, dan tidak perlu dipertanyakan lagi. Dan setelah memiliki kedudukan seperti itu, dia selalu menentang dan menolak setiap pendapat yang berbeda dengannya, menolak saran atau nasihat apa pun yang dapat bermanfaat bagi jalan masuk kehidupan saudara-saudari dan bagi pekerjaan gereja. Alasan apa yang dia berikan untuk tidak mengejar kebenaran? Dia berkata, "Aku memiliki status, aku adalah orang yang terhormat—itu artinya aku memiliki martabat dan aku dihormati serta tidak dapat diganggu gugat." Mampukah dia mengejar kebenaran, dengan mengemukakan alasan dan dalih seperti itu? (Tidak.) Dia tidak mampu. Dia selalu berbicara dan bertindak dari kedudukannya yang tinggi sambil menikmati manfaat dari statusnya. Dengan melakukan ini, dia sedang menghancurkan dirinya sendiri, sehingga perlu bagi dirinya untuk disingkapkan. Bukankah orang semacam itu menyedihkan? Dia menyedihkan dan menjijikkan, dan juga memuakkan—dia sedang memberontak! Sebagai pemimpin, dia mendandani dirinya sendiri dengan citra orang kudus. Orang kudus, orang yang agung, mulia, dan benar—apakah sebenarnya gelar-gelar ini? Semua itu adalah belenggu, dan siapa pun yang mengenakannya tidak lagi mampu mengejar kebenaran. Jika seseorang mengenakan belenggu-belenggu ini, berarti dia tidak lagi memiliki kaitan apa pun dengan mengejar kebenaran. Apa alasan utama orang ini tidak mengejar kebenaran? Sebenarnya, alasannya adalah karena dia telah dikendalikan oleh status. Dia selalu berpikir: "Aku adalah pemimpinnya. Aku yang memimpin di sini. Aku adalah orang yang terhormat dan memiliki status. Aku orang yang bermartabat. Aku pasti tidak memiliki watak yang congkak atau jahat. Aku tak boleh membuka diri dan mempersekutukan watakku yang rusak—aku harus melindungi martabat dan gengsiku. Aku harus membuat orang-orang menghormati dan meninggikanku." Dia selalu dikendalikan oleh hal-hal ini, jadi dia tidak mampu membuka diri atau merenung dan mengenal dirinya sendiri. Dia dirusak oleh hal-hal ini. Apakah pandangan dan pola pikirnya sesuai dengan kebenaran? Sangat jelas bahwa pandangan dan pola pikirnya tidak sesuai dengan kebenaran. Apakah perilaku yang selalu dia perlihatkan dalam tugasnya—bersikap congkak, membenarkan diri sendiri, bertindak sekehendak hati, berpura-pura, melakukan tipu muslihat, dan sebagainya—apakah semua ini adalah tindakan yang mengejar kebenaran? (Tidak.) Sangat jelas, tak satu pun dari semua itu adalah tindakan yang mengejar kebenaran. Dan apa pembenaran diri atau alasan yang dia berikan untuk tidak mengejar kebenaran? (Dia yakin bahwa pemimpin adalah orang-orang yang memiliki status dan martabat, dan meskipun dia memiliki watak yang rusak, itu jangan sampai disingkapkan.) Bukankah ini adalah sudut pandang yang tidak masuk akal? Jika seseorang mengakui dirinya memiliki watak yang rusak tetapi tidak mengizinkan wataknya disingkapkan, apakah dia orang yang menerima kebenaran? Jika, sebagai pemimpin, engkau tidak mampu menerima kebenaran, bagaimana engkau akan mengalami pekerjaan Tuhan? Bagaimana kerusakanmu akan ditahirkan? Dan jika kerusakanmu tidak dapat ditahirkan dan engkau terus hidup berdasarkan watakmu yang rusak, artinya engkau adalah pemimpin yang tidak mampu melakukan pekerjaan nyata—engkau adalah pemimpin palsu. Sebagai pemimpin, engkau memang memiliki status, tetapi itu hanyalah masalah memiliki pekerjaan yang berbeda, tugas yang berbeda—itu bukan berarti engkau telah menjadi orang yang terhormat. Engkau tidak menjadi lebih bermartabat daripada orang lain ataupun orang yang memiliki kedudukan terhormat karena engkau telah mendapatkan status ini dan melaksanakan tugas yang berbeda. Jika benar-benar ada orang yang berpikir seperti ini, bukankah dia tak tahu malu? (Ya.) Apa istilah bahasa sehari-hari untuk menjelaskan hal ini? Dia sangat bermuka tebal, bukan? Ketika dia bukan pemimpin, dia memperlakukan orang dengan tulus; dia mampu membuka diri tentang penyingkapan kerusakan dalam dirinya dan menelaah wataknya yang rusak. Setelah dia memiliki kedudukan sebagai pemimpin, dia menjadi orang yang sama sekali berbeda. Mengapa Kukatakan dia menjadi orang yang sama sekali berbeda? Karena dia mengenakan topeng, dan orang yang sebenarnya tetap berada di balik topeng itu. Topeng itu sama sekali tidak memperlihatkan ekspresi, tidak ada tangisan, tidak ada tawa, tidak ada kesenangan ataupun kemarahan, tidak ada duka ataupun sukacita, tidak ada emosi dan keinginan—dan tentu saja tidak ada watak yang rusak. Ekspresi dan keadaan topeng itu selalu tetap sama, sedangkan semua keadaan, pemikiran dan gagasan pribadi yang sebenarnya dari pemimpin ini tetap tersembunyi di balik topeng itu, di mana tak seorang pun dapat melihatnya. Ada beberapa pemimpin dan pekerja yang selalu menganggap diri mereka memiliki kedudukan dan status. Mereka takut akan kehilangan martabat mereka jika seseorang memangkas mereka, jadi mereka tidak menerima kebenaran. Mereka menggunakan status dan otoritas mereka untuk mengucapkan perkataan palsu yang sedap didengar dan menutupi watak rusak mereka. Pada saat yang sama, mereka secara keliru meyakini bahwa mereka lebih terhormat dan lebih kudus daripada orang lain karena status mereka, dan oleh karena itu mereka tidak perlu mengejar kebenaran—bahwa mengejar kebenaran adalah untuk orang lain. Cara berpikir seperti ini salah, dan itu sangat tak tahu malu dan tak bernalar. Seperti itulah perilaku orang semacam ini. Dari esensi perilaku orang-orang semacam itu, terlihat jelas bahwa mereka tidak mengejar kebenaran. Sebaliknya, mereka mengejar status dan gengsi. Saat mereka bekerja, mereka melindungi status dan otoritas mereka, dan menipu diri mereka sendiri dengan menganggap mereka sedang mengejar kebenaran. Mereka sama seperti Paulus, sering membuat rangkuman tentang pekerjaan yang telah mereka lakukan dan tugas yang telah mereka laksanakan, tugas-tugas yang telah mereka tangani saat melaksanakan pekerjaan gereja, dan prestasi yang telah mereka capai selama melakukan pekerjaan rumah Tuhan. Mereka sering memperhitungkan hal-hal ini, seperti ketika Paulus berkata, "Aku sudah melakukan pertandingan yang baik. Aku sudah menyelesaikan perlombaanku, aku sudah menjaga imanku: Mulai dari sekarang sudah tersedia bagiku mahkota kebenaran" (2 Timotius 4:7-8). Paulus bermaksud mengatakan bahwa setelah dia menyelesaikan perlombaannya dan melakukan pertandingan yang baik, inilah waktunya untuk menghitung seberapa besar kesempatan yang dia miliki untuk diselamatkan, seberapa besar kontribusinya selama ini, seberapa besar upahnya, dan sudah tiba waktunya meminta Tuhan untuk memberi upah atas kontribusinya. Dia bermaksud mengatakan bahwa menurutnya Tuhan bukanlah Tuhan yang adil jika Dia tidak memberinya mahkota sebagai upah, bahwa dia akan menolak untuk tunduk dan bahkan mengeluh tentang ketidakadilan Tuhan. Apakah orang semacam ini, dengan pola pikir dan watak seperti ini, sedang mengejar kebenaran? Apakah dia adalah orang yang benar-benar tunduk kepada Tuhan? Dapatkah dia menempatkan dirinya di bawah pengaturan Tuhan? Bukankah ini sudah cukup jelas? Dia mengira dengan berada dalam perlombaan dan melakukan pertandingan yang baik, itu berarti dia sedang mengejar kebenaran, dia sama sekali tidak mencari kebenaran dan dia tidak memiliki perwujudan dari orang yang benar-benar mengejar kebenaran—jadi dia bukanlah orang yang mengejar kebenaran.

Masalah manusia yang manakah yang baru saja disingkapkan dalam persekutuan kita? Secara khusus, watak rusak manusia yang manakah yang terutama disingkapkan? Watak rusak manusia yang paling mendasar adalah muak akan kebenaran dan tidak mau menerimanya; ini adalah salah satu jenis perilaku yang sangat spesifik. Jenis perilaku utama lainnya adalah sesuatu yang ada dalam esensi watak setiap orang: keras kepala. Ini juga terwujud dengan sangat konkret dan jelas, bukan? (Ya.) Ini adalah dua cara utama di mana watak manusia yang rusak terwujud dan tersingkap. Perilaku khusus, pandangan khusus, sikap, dan sebagainya ini, dengan benar dan akurat menggambarkan bahwa ada unsur muak akan kebenaran di dalam watak manusia yang rusak. Tentu saja, yang lebih menonjol dalam watak manusia adalah perwujudan dari sikap keras kepala: apa pun yang Tuhan katakan, dan apa pun watak rusak manusia yang disingkapkan dalam proses pekerjaan Tuhan, orang dengan keras kepala tidak mau mengakuinya dan mereka menentangnya. Selain sikap menentang yang nyata atau penolakan yang menghina, tentu saja ada jenis perilaku lain, yaitu ketika orang tidak memikirkan pekerjaan Tuhan, seolah-olah pekerjaan Tuhan tidak ada kaitannya dengan mereka. Apa artinya tidak memikirkan Tuhan? Itu adalah saat seseorang berkata, "Apa pun yang Kaukatakan—itu tidak ada kaitannya denganku. Tak satu pun dari penilaian atau penyingkapan-Mu ada kaitannya denganku. Aku tidak menerimanya atau mengakuinya." Dapatkah kita menyebut sikap seperti itu "keras kepala"? (Ya.) Itu adalah perwujudan dari sikap keras kepala. Orang ini berkata, "Aku hidup sesuka hatiku, dengan cara apa pun yang membuatku nyaman, dan dengan cara apa pun yang membuatku bahagia. Perilaku yang Engkau bicarakan seperti kecongkakan, kecurangan, muak akan kebenaran, kejahatan, kekejaman, dan sebagainya—meskipun aku memilikinya, memangnya kenapa? Aku tidak mau memeriksanya, atau mengetahuinya, atau menerimanya. Seperti inilah caraku percaya kepada Tuhan, apa yang akan Engkau lakukan tentang hal itu?" Ini adalah sikap yang keras kepala. Ketika orang tidak merenungkan firman Tuhan atau mengindahkannya, yang berarti bahwa mereka sama sekali mengabaikan Tuhan, apa pun yang Dia katakan, entah Dia berbicara dalam bentuk pengingat atau peringatan atau nasihat—bagaimanapun cara-Nya berbicara, atau apa sumber dan tujuan perkataan-Nya—sikapnya adalah sikap yang keras kepala. Itu berarti bahwa dia tidak memikirkan maksud Tuhan yang mendesak, apalagi memikirkan keinginan-Nya yang tulus dan maksud baik-Nya untuk menyelamatkan manusia. Apa pun yang Tuhan lakukan, orang-orang tidak memiliki tekad untuk bekerja sama dan mereka tidak mau mengejar kebenaran. Meskipun mereka mengakui bahwa penghakiman dan penyingkapan Tuhan sepenuhnya nyata, tidak ada penyesalan di hati mereka, dan mereka tetap percaya dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Pada akhirnya, setelah mendengar banyak khotbah, mereka mengatakan hal yang sama: "Aku adalah orang percaya sejati, bagaimanapun juga, kemanusiaanku tidak buruk, aku tidak akan dengan sengaja melakukan kejahatan, aku mampu meninggalkan segala sesuatu, aku mampu menghadapi kesukaran, dan aku rela membayar harga untuk imanku. Tuhan tidak akan meninggalkanku." Bukankah ini sama seperti yang Paulus katakan: "Aku sudah melakukan pertandingan yang baik. Aku sudah menyelesaikan perlombaanku, aku sudah menjaga imanku: Mulai dari sekarang sudah tersedia bagiku mahkota kebenaran"? Itulah jenis sikap yang orang miliki. Apa watak di balik sikap seperti itu? Keras kepala. Apakah watak yang keras kepala sulit untuk diubah? Apakah ada jalan untuk mengubahnya? Metode yang paling sederhana dan paling langsung adalah mengubah sikapmu terhadap firman Tuhan dan terhadap Tuhan itu sendiri. Bagaimana engkau bisa mengubah hal-hal ini? Dengan menelaah dan mengetahui keadaan dan pola pikir yang muncul dari sikap keras kepalamu, dan dengan memeriksa untuk melihat yang mana dari tindakan dan perkataanmu, yang mana dari sudut pandang dan niat yang kaupegang, dan bahkan secara spesifik, yang mana dari pemikiran dan gagasan yang kauungkapkan, yang berada di bawah pengaruh watak keras kepalamu. Periksalah dan bereskan perilaku, penyingkapan, dan keadaan ini, satu per satu, dan kemudian, balikkanlah semua ini—segera setelah engkau memeriksa dan menemukan sesuatu, segeralah membalikkannya. Sebagai contoh, kita baru saja berbicara tentang bertindak berdasarkan kesukaan dan suasana hati seseorang, yaitu bersikap seenaknya. Watak yang seenaknya mengandung sifat yang muak akan kebenaran. Jika engkau sadar bahwa engkau adalah orang semacam itu, memiliki watak rusak semacam itu, dan engkau tidak merenungkan dirimu sendiri atau mencari kebenaran untuk membereskannya, dengan keras kepala menganggap dirimu baik-baik saja, itulah artinya keras kepala. Setelah khotbah ini, engkau mungkin tiba-tiba menyadari, "Aku telah mengatakan hal-hal seperti itu, dan aku memiliki pandangan seperti itu. Watakku ini adalah watak yang muak akan kebenaran. Karena watakku seperti itu, aku akan mulai membereskan watak itu." Lalu, bagaimana caramu membereskannya? Mulailah dengan melepaskan rasa superioritasmu, sikapmu yang seenaknya dan suka bertindak semaunya itu; entah engkau sedang berada dalam suasana hati yang baik atau buruk, cari tahulah apa tuntutan Tuhan. Jika engkau mampu memberontak terhadap daging dan melakukan penerapan sesuai dengan tuntutan Tuhan, bagaimana Dia akan memandangmu? Jika engkau bisa benar-benar mulai membereskan perilaku yang rusak ini, itu adalah tanda bahwa engkau sedang bekerja sama secara positif dan proaktif dengan pekerjaan Tuhan. Engkau akan secara sadar memberontak terhadap watakmu yang muak akan kebenaran dan membereskannya, dan pada saat yang sama, engkau akan membereskan watakmu yang keras kepala. Setelah engkau membereskan kedua watak rusak ini, engkau akan mampu tunduk kepada Tuhan dan memuaskan-Nya, dan ini akan menyenangkan Dia. Jika engkau semua telah memahami isi persekutuan ini dan berlatih memberontak terhadap daging dengan cara seperti ini, Aku akan sangat senang. Itu berarti perkataan-Ku ini tidak sia-sia.

Sikap keras kepala adalah masalah watak yang rusak; itu adalah sesuatu yang ada dalam natur seseorang, dan sesuatu yang tidak mudah untuk dibereskan. Ketika orang memiliki watak keras kepala, itu terwujud terutama dalam kecenderungannya mengucapkan pembenaran diri dan alasan-alasan yang terdengar muluk, berpaut pada gagasannya sendiri, dan tidak mudah menerima hal-hal baru. Terkadang orang tahu bahwa gagasannya itu salah, tetapi dia berpaut pada gagasan tersebut demi kesombongan dan harga dirinya, tetap keras kepala sampai akhir. Watak keras kepala seperti itu sulit untuk diubah, meskipun dia sadar akan wataknya tersebut. Untuk membereskan masalah sikap yang keras kepala, orang harus memahami watak manusia yang congkak, licik, kejam, muak akan kebenaran, dan watak-watak lain semacam itu. Ketika orang memahami kecongkakan, kelicikan, dan kekejamannya sendiri, bahwa mereka muak akan kebenaran, bahwa mereka tidak mau memberontak terhadap daging meskipun mereka ingin menerapkan kebenaran, bahwa mereka selalu membuat-buat alasan dan menjelaskan kesulitan mereka meskipun mereka ingin tunduk kepada Tuhan, akan mudah baginya untuk menyadari bahwa mereka memiliki masalah dengan sikap keras kepala. Untuk membereskan masalah ini, orang harus terlebih dahulu memiliki akal sehat manusia normal dan memulainya dengan belajar mendengarkan firman Tuhan. Jika engkau ingin menjadi domba Tuhan, engkau harus belajar mendengarkan firman-Nya. Dan bagaimana seharusnya engkau mendengarkan firman-Nya? Dengan mendengarkan masalah apa pun yang Tuhan singkapkan dalam firman-Nya yang relevan dengan masalahmu. Jika engkau menemukannya, engkau harus menerimanya; engkau tidak boleh menganggap masalah itu adalah masalah orang lain, bahwa masalah itu adalah masalah semua orang, atau masalah manusia, dan masalah itu tidak ada kaitannya dengan dirimu. Engkau salah jika memiliki keyakinan seperti itu. Engkau harus merenungkan, melalui penyingkapan firman Tuhan, apakah engkau memiliki keadaan yang rusak atau pandangan yang menyimpang sebagaimana yang Tuhan singkapkan. Sebagai contoh, saat engkau mendengar firman Tuhan yang menyingkapkan perwujudan dari watak congkak yang orang perlihatkan, engkau seharusnya berpikir: "Apakah aku memperlihatkan perwujudan dari kecongkakan? Aku adalah manusia yang rusak, jadi aku pasti memperlihatkan beberapa dari perwujudan itu; aku harus merenungkan di mana aku mewujudkan watak congkakku. Orang berkata aku congkak, bahwa aku selalu menganggap diriku tinggi dan hebat, bahwa aku mengekang orang ketika aku berbicara. Apakah itu benar-benar watakku?" Melalui perenungan, engkau akhirnya akan sadar bahwa penyingkapan firman Tuhan sepenuhnya akurat—bahwa engkau adalah orang yang congkak. Dan karena penyingkapan firman Tuhan sepenuhnya akurat, karena sangat sesuai dengan keadaanmu tanpa perbedaan sedikit pun, dan bahkan tampak lebih akurat setelah direnungkan lebih lanjut, engkau harus menerima penghakiman dan hajaran firman-Nya, serta mengenali dan mulai memahami esensi dari watak rusakmu berdasarkan penghakiman dan hajaran firman-Nya. Setelah itu, barulah engkau akan mampu merasa benar-benar menyesal. Dalam kepercayaan kepada Tuhan, hanya dengan makan dan minum firman-Nya dengan cara seperti ini, barulah engkau akan mampu mengenal dirimu sendiri. Untuk membereskan watak rusakmu, engkau harus menerima penghakiman dan penyingkapan firman Tuhan. Jika engkau tidak mampu melakukan hal itu, engkau tidak mungkin menyingkirkan watak rusakmu. Jika engkau adalah orang cerdas yang memahami bahwa penyingkapan firman Tuhan biasanya akurat, atau jika engkau mampu mengakui bahwa setengahnya itu benar, maka engkau harus segera menerimanya dan tunduk di hadapan Tuhan. Engkau juga harus berdoa kepada-Nya dan merenungkan dirimu sendiri. Baru setelah itulah engkau akan memahami bahwa semua penyingkapan firman Tuhan itu akurat, bahwa semuanya adalah fakta, dan tidak kurang dari itu. Hanya dengan tunduk di hadapan Tuhan dengan hati yang takut akan Tuhan, barulah orang mampu benar-benar merenungkan dirinya sendiri. Hanya dengan cara demikianlah dia akan mampu melihat berbagai watak rusak yang ada di dalam dirinya, dan bahwa dia memang congkak dan merasa dirinya benar, tanpa sedikit pun akal sehat. Jika seseorang adalah pencinta kebenaran, dia akan mampu bersujud di hadapan Tuhan, mengakui kepada-Nya bahwa dia telah dirusak sedemikian dalamnya, dan memiliki kemauan untuk menerima penghakiman dan hajaran-Nya. Dengan cara seperti ini, dia akan mampu memiliki hati yang penuh penyesalan, mulai menyangkal dan membenci dirinya sendiri, dan menyesal karena tidak mengejar kebenaran sebelumnya, berpikir, "Mengapa aku tidak mampu menerima penghakiman dan hajaran firman Tuhan ketika aku mulai membacanya? Sikapku terhadap firman-Nya adalah sikap yang congkak, bukan? Bagaimana aku bisa begitu congkak?" Setelah sering merenungkan dirinya dengan cara seperti ini selama beberapa waktu, dia akan sadar bahwa dia memang congkak, bahwa dia tidak sepenuhnya mampu mengakui bahwa firman Tuhan adalah kebenaran dan fakta, dan bahwa dia benar-benar tidak memiliki akal sehat. Namun, mengenal diri sendiri adalah hal yang sulit. Setiap kali seseorang merenungkan dirinya, dia hanya mampu mengenal dirinya sedikit lebih dalam. Memperoleh pemahaman yang jelas tentang watak yang rusak bukanlah sesuatu yang dapat dicapai dalam waktu singkat; orang harus lebih banyak membaca firman Tuhan, lebih banyak berdoa, dan lebih banyak merenungkan dirinya. Hanya dengan cara demikianlah dia akan secara berangsur mampu mengenal dirinya sendiri. Semua orang yang benar-benar mengenal dirinya sendiri pernah gagal dan tersandung beberapa kali di masa lalu, yang mana setelah itu, dia membaca firman Tuhan, berdoa kepada-Nya, dan merenungkan dirinya, dan dengan demikian mampu memahami yang sebenarnya tentang kerusakannya sendiri dengan jelas, dan merasa bahwa dia memang telah dirusak sedemikian dalamnya, dan sama sekali tidak memiliki kenyataan kebenaran. Jika engkau mengalami pekerjaan Tuhan seperti ini, dan engkau berdoa kepada-Nya serta mencari kebenaran ketika segala sesuatu menimpamu, lambat laun engkau akhirnya akan mengenal dirimu sendiri. Kemudian suatu hari, engkau akhirnya akan benar-benar mengerti di dalam hatimu: "Kualitasku mungkin sedikit lebih baik daripada orang lain, tetapi ini dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan. Aku selalu sombong, berusaha lebih menonjol daripada orang lain ketika berbicara, dan berusaha memaksakan kehendakku. Aku benar-benar tak berakal sehat—ini adalah kecongkakan dan sikap merasa diri benar! Melalui perenungan, aku telah memahami tentang watak congkakku. Ini adalah pencerahan dan kasih karunia Tuhan, dan aku bersyukur kepada-Nya untuk itu!" Apakah memahami watak rusakmu sendiri adalah hal yang baik atau hal yang buruk? (Hal yang baik.) Setelah memahami watak rusakmu, engkau harus berusaha berbicara dan bertindak dengan berakal sehat dan taat, berusaha berdiri setara dengan orang lain, berusaha memperlakukan orang lain dengan adil tanpa mengekang mereka, berusaha memperlakukan kualitas, bakat, kelebihanmu dengan benar, dan lain sebagainya. Dengan cara ini, seperti halnya gunung yang dipalu menjadi debu, satu demi satu pukulan, watakmu yang congkak akan dibereskan. Setelah itu, ketika engkau berinteraksi dengan orang lain atau bekerja bersama mereka untuk melaksanakan tugas, engkau akan mampu memperlakukan pandangan mereka dengan benar dan memperhatikan dengan saksama saat engkau mendengarkan mereka. Dan ketika engkau mendengar mereka mengemukakan pandangan yang benar, engkau akan mendapati, "Sepertinya kualitasku bukan yang terbaik. Sebenarnya setiap orang memiliki kelebihannya masing-masing; mereka sama sekali tidak kalah denganku. Sebelumnya, aku selalu mengira kualitasku lebih baik daripada orang lain. Aku begitu mengagumi diriku sendiri dan aku orang bodoh yang berpikiran sempit. Pandanganku sangat terbatas, seperti katak dalam tempurung. Cara berpikir seperti itu sangat tidak masuk akal—sangat tak tahu malu! Aku dibutakan dan ditulikan oleh watak congkakku. Perkataan orang lain tidak mampu kupahami, dan kupikir aku lebih baik daripada mereka, bahwa aku benar, padahal sebenarnya, aku tidak lebih baik daripada mereka!" Sejak saat itu, engkau akan memiliki wawasan yang benar dan pengetahuan tentang kekuranganmu dan tingkat pertumbuhanmu yang rendah. Dan setelah itu, ketika engkau menyampaikan persekutuanmu kepada orang lain, engkau akan mendengarkan pandangan mereka dengan saksama, dan engkau akan menyadari, "Ada begitu banyak orang yang lebih baik daripada diriku. Kualitasku dan kemampuan pemahamanku ternyata hanya rata-rata." Dengan kesadaran ini, bukankah engkau telah sedikit mengenal dirimu sendiri? Dengan mengalami hal ini, dan sering merenungkan dirimu sendiri berdasarkan firman Tuhan, engkau akan mampu benar-benar mengenal dirimu sendiri dan pengenalanmu itu akan menjadi makin mendalam. Engkau akan mampu mengetahui yang sebenarnya tentang kerusakanmu, kemiskinan dan kemalanganmu, keburukanmu yang menyedihkan, dan pada saat itu, engkau akan merasa muak akan dirimu sendiri dan membenci watakmu yang rusak. Lalu akan mudah bagimu untuk memberontak terhadap dirimu sendiri. Seperti itulah caramu mengalami pekerjaan Tuhan. Engkau harus merenungkan penyingkapan kerusakanmu berdasarkan firman Tuhan. Khususnya, setelah memperlihatkan watak rusak dalam keadaan apa pun, engkau harus sering merenungkan dan mengenal dirimu sendiri. Setelah itu, akan mudah bagimu untuk memahami esensi kerusakanmu dengan jelas, dan engkau akan mampu membenci kerusakanmu, dagingmu, dan Iblis dengan segenap hatimu. Dan engkau akan mampu mencintai dan mengejar kebenaran dengan segenap hatimu. Dengan demikian, watak congkakmu akan makin berkurang, dan lambat laun engkau akan menyingkirkannya. Engkau akan semakin berakal sehat, dan akan lebih mudah bagimu untuk tunduk kepada Tuhan. Di mata orang lain, engkau akan tampak lebih teguh dan lebih tenang, dan engkau akan tampak berbicara dengan lebih objektif. Engkau akan mampu mendengarkan orang lain, dan engkau akan memberi mereka waktu untuk berbicara. Ketika orang lain benar, akan mudah bagimu untuk menerima perkataan mereka, dan interaksimu dengan orang tidak akan terlalu melelahkan. Engkau akan mampu bekerja sama secara harmonis dengan siapa pun. Jika engkau melaksanakan tugasmu dengan cara seperti ini, bukankah engkau akan memiliki akal sehat dan kemanusiaan? Itulah cara untuk membereskan watak rusak semacam ini.

Sekarang, marilah kita bersekutu sedikit tentang cara membereskan watak yang rusak melalui masalah watak keras kepala yang baru saja Kubahas. Untuk membereskan watak yang rusak, orang harus terlebih dahulu mampu menerima kebenaran. Menerima kebenaran berarti menerima penghakiman dan hajaran Tuhan; itu artinya menerima firman-Nya yang menyingkapkan esensi kerusakan manusia. Jika engkau mulai memahami dan menelaah penyingkapan kerusakanmu, keadaanmu yang rusak, dan niat serta perilakumu yang rusak berdasarkan firman Tuhan, dan engkau mampu menyingkapkan esensi masalah dalam dirimu, artinya engkau telah memperoleh pemahaman tentang watak rusakmu, dan engkau telah memulai proses pemberesannya. Di sisi lain, jika engkau tidak berlatih dengan cara ini, engkau bukan saja tak akan mampu membereskan watakmu yang keras kepala, engkau juga tak akan mungkin menyingkirkan watak rusakmu. Semua orang memiliki banyak watak yang rusak. Mulai dari manakah orang harus membereskannya? Pertama, orang harus membereskan sikap keras kepala mereka, karena watak keras kepala menghalangi orang untuk mendekat kepada Tuhan, mencari kebenaran, dan tunduk kepada Tuhan. Sikap keras kepala adalah batu sandungan terbesar bagi doa dan persekutuan manusia dengan Tuhan; itulah yang paling mengganggu hubungan normal manusia dengan Tuhan. Setelah engkau membereskan watak keras kepalamu, yang lainnya akan mudah dibereskan. Membereskan watak yang rusak dimulai dengan merenungkan dan mengenal dirimu sendiri. Bereskanlah watak rusak mana pun yang kausadari—makin banyak yang kaupahami, makin banyak yang mampu kaubereskan; makin dalam pemahamanmu tentang watak rusakmu, makin menyeluruh engkau mampu membereskannya. Inilah proses membereskan watak yang rusak; proses ini orang lakukan dengan berdoa kepada Tuhan, dan dengan merenungkan dan mengenal dirinya sendiri serta menelaah esensi dari watak rusak dalam dirinya melalui firman Tuhan, sampai dia mampu memberontak terhadap daging dan menerapkan kebenaran. Memahami esensi dari watak rusakmu bukanlah hal yang mudah. Mengenal dirimu sendiri bukanlah berkata, secara umum, "Aku adalah orang yang rusak; aku adalah setan; aku adalah keturunan Iblis, keturunan si naga merah yang sangat besar; aku menentang dan memusuhi Tuhan; aku adalah musuh-Nya." Mengatakan hal-hal seperti itu bukan berarti engkau memiliki pemahaman yang benar tentang kerusakanmu sendiri. Engkau mungkin telah mendengar perkataan itu dari orang lain dan tidak begitu mengenal dirimu sendiri. Pengenalan diri yang sejati bukan didasarkan pada pengetahuan atau penilaian manusia, itu didasarkan pada firman Tuhan—mengenal dirimu berarti engkau memahami akibat dari watak rusakmu dan penderitaan yang telah kaualami sebagai akibatnya, merasakan bagaimana watak rusakmu tidak hanya merugikan dirimu sendiri, tetapi juga merugikan orang lain. Itu berarti mengetahui fakta sebenarnya bahwa watak yang rusak adalah berasal dari Iblis, bahwa semua itu adalah racun dan falsafah Iblis, dan semua itu sama sekali bertentangan dengan kebenaran dan Tuhan. Setelah engkau mengetahui yang sebenarnya mengenai masalah dalam dirimu ini, engkau akan mulai mengetahui watak rusakmu. Ada orang yang, setelah mengakui dirinya adalah setan dan Iblis, tetap tidak mau menerima dirinya dipangkas. Dia tidak mengakui bahwa dia telah melakukan kesalahan atau melanggar kebenaran. Ada masalah apa dengan dirinya? Dia masih belum mengenal dirinya sendiri. Ada orang yang berkata bahwa dirinya adalah setan dan Iblis, tetapi jika engkau bertanya kepadanya, "Mengapa kau berkata bahwa kau adalah setan dan Iblis?" dia tidak akan mampu menjawabnya. Ini memperlihatkan bahwa dia tidak memahami watak rusaknya, ataupun memahami esensi natur dirinya. Jika dia mampu memahami bahwa naturnya adalah natur Iblis, bahwa watak rusaknya adalah watak Iblis, dan mengakui bahwa oleh karena itu dia adalah setan dan Iblis, itu berarti dia sudah mulai memahami esensi naturnya sendiri. Pengenalan diri yang sejati diperoleh melalui penyingkapan dan penghakiman firman Tuhan, melalui menerapkan dan mengalami firman-Nya. Itu diperoleh melalui pemahaman akan kebenaran. Jika seseorang tidak memahami kebenaran, apa pun yang dia katakan tentang pengenalan dirinya, itu hampa dan tidak mungkin diterapkan, karena dia tidak mampu menemukan atau memahami hal-hal yang mendasar dan esensial. Untuk mengenal dirinya sendiri, orang harus mengakui watak rusak mana yang telah dirinya perlihatkan dalam kasus tertentu, apa niatnya, bagaimana dia berperilaku, dengan apa dia dicemari, dan mengapa dia tidak mampu menerima kebenaran. Dia harus mampu menerangkan hal-hal ini dengan jelas, baru setelah itulah dia mampu mengenal dirinya sendiri. Sebagian orang, ketika menghadapi dirinya dipangkas, mengakui bahwa dia muak akan kebenaran, bahwa dia memiliki kecurigaan dan kesalahpahaman tentang Tuhan, dan menutup dirinya terhadap Dia. Dia juga mengakui bahwa semua firman Tuhan yang menghakimi dan menyingkapkan manusia adalah fakta. Ini memperlihatkan bahwa dia telah sedikit mengenal dirinya sendiri. Namun, karena dia tidak memiliki pengenalan akan Tuhan ataupun pekerjaan-Nya, karena dia tidak memahami maksud-Nya, pengenalan dirinya sangat dangkal. Jika seseorang hanya mengakui kerusakannya sendiri tetapi belum menemukan sumber masalah dalam dirinya, dapatkah kecurigaan, kesalahpahaman, dan sikapnya yang menutup diri terhadap Tuhan dibereskan? Tidak, semua itu tidak dapat dibereskan. Itulah sebabnya mengenal diri sendiri lebih daripada sekadar pengakuan seseorang atas kerusakan dan masalah dalam dirinya—dia juga harus memahami kebenaran dan membereskan masalah watak rusak dalam dirinya sampai ke sumbernya. Itulah satu-satunya cara untuk mengetahui yang sebenarnya mengenai kerusakan dirinya dan untuk mampu sungguh-sungguh bertobat. Ketika orang yang mencintai kebenaran mengenal dirinya sendiri, dia juga akan mampu mencari dan memahami kebenaran untuk membereskan masalah dalam dirinya. Hanya pengenalan diri seperti inilah yang membuahkan hasil. Setiap kali orang yang mencintai kebenaran membaca sebuah ayat firman Tuhan yang menyingkapkan dan menghakimi manusia, dia harus terlebih dahulu percaya bahwa firman Tuhan yang menyingkapkan manusia itu nyata dan faktual, dan bahwa firman Tuhan yang menghakimi manusia adalah kebenaran, dan bahwa firman Tuhan merepresentasikan keadilan Tuhan. Pencinta kebenaran setidaknya harus mampu mengenali hal ini. Jika seseorang bahkan tidak memercayai firman Tuhan, dan tidak percaya bahwa firman Tuhan yang menyingkapkan dan menghakimi manusia adalah fakta dan kebenaran, mampukah dia mengenal dirinya sendiri melalui firman-Nya? Tentu saja tidak—meskipun dia mau, dia tidak mampu. Jika engkau mampu tetap teguh dalam keyakinanmu bahwa semua firman Tuhan adalah kebenaran, dan memercayai semuanya, apa pun yang Tuhan katakan atau bagaimanapun cara-Nya berbicara, jika engkau mampu memercayai dan menerima firman Tuhan sekalipun engkau tidak memahaminya, akan mudah bagimu untuk merenungkan dan mengenal dirimu sendiri melalui firman Tuhan. Perenungan diri harus didasarkan pada kebenaran. Itu pasti. Firman Tuhan adalah satu-satunya kebenaran—tidak ada kebenaran dalam perkataan manusia dan perkataan Iblis. Iblis telah merusak manusia dengan segala macam pengetahuan, ajaran, dan teori selama ribuan tahun, dan manusia telah menjadi begitu mati rasa dan bodoh sehingga mereka bukan saja sama sekali tidak mengenal diri mereka sendiri, tetapi mereka bahkan menjunjung tinggi kebohongan dan kekeliruan serta tidak mau menerima kebenaran. Manusia-manusia seperti ini tidak dapat ditebus. Orang yang memiliki iman sejati kepada Tuhan percaya bahwa firman-Nya adalah satu-satunya kebenaran, dia mampu mengenal dirinya sendiri berdasarkan firman Tuhan dan kebenaran, dan dengan demikian mampu sungguh-sungguh bertobat. Ada orang yang tidak mengejar kebenaran; dia mendasarkan perenungan dirinya hanya pada pengetahuan manusia, dan hanya mengakui perilakunya yang berdosa, dan sementara itu, dia tidak mampu mengetahui yang sebenarnya mengenai esensi kerusakannya sendiri. Pengenalan diri seperti itu adalah usaha yang sia-sia dan tidak membuahkan hasil. Orang harus mendasarkan perenungan dirinya pada firman Tuhan, dan setelah merenungkannya, secara berangsur akan memahami watak rusak yang dirinya perlihatkan. Orang harus mampu menilai dan mengetahui kekurangan dirinya, esensi kemanusiaannya, pandangannya tentang segala sesuatu, pandangan hidup dan nilai-nilai dirinya, berdasarkan kebenaran, dan kemudian sampai pada penilaian dan kesimpulan yang akurat tentang semua hal ini. Dengan cara seperti ini, dia akan secara berangsur mampu mengenal dirinya sendiri. Namun, pengenalan diri bertumbuh semakin dalam pada saat orang mengalami lebih banyak hal dalam hidupnya, dan jika orang belum memperoleh kebenaran, tidak mungkin baginya untuk sepenuhnya mengetahui yang sebenarnya mengenai esensi natur dirinya. Jika orang benar-benar mengenal dirinya sendiri, dia akan mampu memahami bahwa manusia yang rusak memang adalah keturunan dan perwujudan Iblis. Dia akan merasa bahwa dia tidak layak hidup di hadapan Tuhan, bahwa dia tidak layak menerima kasih dan keselamatan-Nya, dan dia akan mampu sepenuhnya bersujud di hadapan-Nya. Hanya orang yang mampu memiliki tingkat pengenalan seperti itulah yang benar-benar mengenal dirinya sendiri. Mengenal diri sendiri adalah prasyarat untuk masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Jika orang ingin menerapkan kebenaran dan masuk ke dalam kenyataan kebenaran, dia harus mengenal dirinya sendiri. Semua orang memiliki watak yang rusak dan, meskipun mereka tidak menginginkannya, mereka selalu terbelenggu dan dikendalikan oleh watak-watak rusak ini. Mereka tidak mampu menerapkan kebenaran atau tunduk kepada Tuhan. Jadi, jika mereka ingin melakukan hal-hal ini, mereka harus terlebih dahulu mengenal diri mereka sendiri dan membereskan watak rusak mereka. Hanya melalui proses pemberesan watak yang rusak, barulah orang dapat memahami kebenaran dan mendapatkan pengenalan akan Tuhan; baru setelah itulah orang dapat tunduk kepada Tuhan dan bersaksi bagi-Nya. Seperti itulah cara orang memperoleh kebenaran. Proses masuk ke dalam kenyataan kebenaran adalah proses membereskan watak yang rusak. Jadi, apa yang harus orang lakukan untuk membereskan wataknya yang rusak? Pertama, orang harus memahami esensi kerusakannya. Secara khusus, ini berarti dia harus mengetahui bagaimana watak rusaknya muncul, dan mengetahui perkataan setan dan kekeliruan Iblis mana yang telah dia terima yang memunculkan watak rusak tersebut. Setelah dia sepenuhnya memahami sumber penyebab ini berdasarkan firman Tuhan dan memiliki pemahaman tentangnya, dia tidak akan mau lagi hidup berdasarkan wataknya yang rusak, dia hanya ingin tunduk kepada Tuhan dan hidup berdasarkan firman-Nya. Setiap kali dia menyingkapkan watak yang rusak, dia akan mampu mengenalinya, menolaknya, dan memberontak terhadap dagingnya. Dengan melakukan penerapan dan mengalami dengan cara seperti ini, dia akan secara berangsur menyingkirkan semua wataknya yang rusak.

Ada orang yang berkata, "Ketika aku membaca firman Tuhan tentang penyingkapan dan penghakiman, aku merenungkan diriku sendiri dan sadar bahwa aku congkak, licik, egois, jahat, keras kepala, dan tidak memiliki kemanusiaan." Ada orang yang bahkan berkata dia sangat congkak, bahwa dia adalah binatang buas, bahwa dia adalah setan dan Iblis. Apakah orang ini benar-benar mengenal dirinya sendiri? Jika dia berbicara dari hati, dan tidak hanya meniru orang lain, maka itu memperlihatkan bahwa dia setidaknya mengenal dirinya sendiri, satu-satunya pertanyaan adalah apakah pengenalannya itu dangkal ataukah dalam. Jika dia hanya meniru orang lain, mengulangi perkataan orang lain, maka dia tidak benar-benar mengenal dirinya sendiri. Pemahaman orang tentang watak rusak dalam dirinya harus konkret, sampai ke setiap masalah dan keadaan—ini berarti detail seperti keadaan, penyingkapan, perilaku, pikiran, dan gagasan yang berkaitan dengan watak yang rusak. Hanya dengan cara demikianlah orang dapat benar-benar mengenal dirinya sendiri. Dan ketika orang benar-benar mengenal dirinya sendiri, hatinya akan dipenuhi dengan penyesalan, dan dia akan mampu sungguh-sungguh bertobat. Apa hal pertama yang harus orang lakukan untuk bertobat? (Dia harus mengakui kesalahannya.) "Mengakui kesalahannya" bukanlah cara yang tepat untuk mengekspresikan hal ini; melainkan, ini adalah masalah mengakui dan memahami bahwa dia memiliki watak rusak tertentu. Jika dia berkata bahwa watak rusaknya adalah semacam kesalahan, dia salah. Watak yang rusak adalah sesuatu yang termasuk natur orang tersebut, sesuatu yang mengendalikan seseorang. Itu tidak sama dengan kesalahan sesekali. Ada orang yang setelah memperlihatkan kerusakan, berdoa kepada Tuhan: "Ya Tuhan, aku melakukan kesalahan. Maafkan aku." Ini tidak akurat. "Mengakui dosa" akan lebih tepat. Cara spesifik untuk orang bertobat adalah dengan mengenal dirinya sendiri dan membereskan masalah dalam dirinya. Ketika seseorang memperlihatkan watak yang rusak atau melakukan pelanggaran, dan sadar bahwa dia sedang menentang Tuhan dan membangkitkan kebencian-Nya, dia harus merenungkan dan mengenal dirinya sendiri berdasarkan firman Tuhan yang relevan. Hasilnya, dia akan mendapatkan pemahaman tentang wataknya yang rusak dan mengakui bahwa itu berasal dari racun dan perusakan Iblis. Kemudian, setelah dia menemukan prinsip untuk menerapkan kebenaran dan mampu menerapkan kebenaran tersebut, itulah pertobatan sejati. Kerusakan apa pun yang orang perlihatkan, jika dia mampu terlebih dahulu memahami watak rusaknya, mencari kebenaran untuk membereskannya, dan mulai menerapkan kebenaran, itulah pertobatan sejati. Ada orang yang sedikit mengenal dirinya sendiri, tetapi tidak ada tanda-tanda pertobatan di dalam dirinya, juga tidak ada bukti apa pun bahwa dia benar-benar telah menerapkan kebenaran. Jika dia tetap tidak berubah setelah mengenal dirinya sendiri, itu sama sekali bukan pertobatan sejati. Untuk mampu sungguh-sungguh bertobat, orang harus membereskan watak rusaknya. Jadi, secara spesifik, bagaimana seharusnya orang melakukan penerapan dan mulai membereskan watak rusaknya? Inilah contohnya. Orang memiliki watak yang suka menipu, dia selalu berbohong dan berbuat curang. Jika engkau menyadari hal itu, maka prinsip penerapan yang paling sederhana dan paling langsung untuk membereskan masalahmu yang suka menipu adalah dengan menjadi orang yang jujur, mengatakan yang sebenarnya dan melakukan hal-hal yang jujur. Tuhan Yesus berfirman: "Hendaknya perkataanmu demikian, Jika ya katakan ya, jika tidak katakan tidak." Untuk menjadi orang yang jujur, orang harus mengikuti prinsip firman Tuhan. Penerapan sederhana ini adalah yang paling efektif, mudah dipahami dan diterapkan. Namun, karena manusia telah dirusak sedemikian dalamnya, karena mereka semua memiliki natur Iblis dan hidup berdasarkan watak Iblis, cukup sulit bagi mereka untuk menerapkan kebenaran. Mereka ingin bersikap jujur, tetapi mereka tidak mampu. Mereka tak berdaya selain berbohong dan melakukan tipu muslihat, dan meskipun mereka mungkin merasa menyesal setelah menyadari hal ini, mereka tetap tidak mampu menyingkirkan kendali dari watak rusak mereka, dan mereka akan terus berbohong dan berbuat curang dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Bagaimana seharusnya masalah ini dibereskan? Di satu sisi, mereka harus memahami bahwa esensi dari watak rusak mereka itu buruk dan hina, dan mampu membencinya dengan segenap hati; di sisi lain, mereka harus melatih diri untuk melakukan penerapan berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, "Hendaknya perkataanmu demikian, Jika ya katakan ya, jika tidak katakan tidak." Saat engkau sedang menerapkan prinsip ini, engkau sedang dalam proses membereskan watakmu yang suka menipu. Tentu saja, jika engkau mampu melakukan penerapan berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran sembari membereskan watakmu yang suka menipu, itu adalah perwujudan dirimu yang sedang mengubah diri dan awal dari pertobatan sejatimu, dan Tuhan memperkenan hal ini. Ini berarti ketika engkau membalikkan dirimu, Tuhan akan mengubah pikiran-Nya tentang dirimu. Sebenarnya, yang Tuhan lakukan ini adalah semacam pengampunan atas watak rusak dan pemberontakan manusia. Dia mengampuni manusia dan tidak mengingat dosa atau pelanggaran mereka. Apakah itu cukup spesifik? Sudahkah engkau semua memahami hal ini? Contoh lainnya. Katakanlah engkau memiliki watak yang congkak, dan apa pun yang terjadi padamu, engkau sangat keras kepala—engkau selalu ingin menjadi penentu keputusan, memaksa orang lain untuk mematuhimu, dan melakukan apa yang kauinginkan. Harinya akan tiba ketika engkau menyadari bahwa hal ini disebabkan oleh watak yang congkak. Pengakuanmu bahwa itu adalah watak yang congkak adalah langkah pertama menuju pengenalan diri sendiri. Dari sana, engkau harus mencari beberapa bagian firman Tuhan yang menyingkapkan watak yang congkak untuk membandingkan dirimu, dan untuk kaurenungkan dan untuk mengenal dirimu sendiri. Jika engkau mendapati bahwa perbandingannya benar-benar tepat, dan engkau mengakui bahwa watak congkak yang Tuhan singkapkan ada dalam dirimu, dan kemudian engkau mengenali dan menyingkapkan dari mana asal watak congkakmu, dan mengapa watak itu muncul, dan racun Iblis, kebohongan, serta kekeliruan apa yang menguasainya, maka, setelah mengetahui esensi dari semua pertanyaan ini, engkau sudah menggali sampai ke sumber kecongkakanmu. Inilah arti sungguh-sungguh mengenal diri sendiri. Ketika engkau memiliki definisi yang lebih akurat tentang bagaimana engkau memperlihatkan watak rusak ini, itu akan memudahkanmu untuk mengenal dirimu secara lebih mendalam dan nyata. Apa yang harus kaulakukan selanjutnya? Engkau harus mencari prinsip-prinsip kebenaran dalam firman Tuhan, dan memahami perilaku dan perkataan manusia seperti apakah yang merupakan perwujudan dari kemanusiaan yang normal. Setelah engkau menemukan jalan penerapan, engkau harus melakukan penerapan berdasarkan firman Tuhan, dan setelah hatimu berbalik, engkau akan sungguh-sungguh bertobat. Dalam perkataan dan tindakanmu tidak hanya ada prinsip, tetapi engkau juga akan hidup dalam keserupaan dengan manusia dan secara berangsur menyingkirkan watak rusakmu. Orang lain akan melihatmu sebagai manusia baru: engkau tidak lagi menjadi manusia lama yang rusak seperti dahulu, tetapi menjadi manusia yang terlahir kembali dalam firman Tuhan. Orang seperti itu adalah orang yang watak hidupnya telah diubah.

Mengenal diri sendiri bukanlah hal yang mudah. Itu dicapai dengan menerima kebenaran, serta menerapkan dan mengalami firman Tuhan, dan pengenalan diri yang sejati hanya dapat dicapai dengan menerima penghakiman dan hajaran Tuhan. Orang yang belum mengalami penghakiman dan hajaran, paling-paling hanya mampu mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya dan hal-hal salah yang telah dia lakukan. Akan sangat sulit baginya untuk memahami esensi natur dirinya dengan jelas. Mengapa orang-orang percaya pada Zaman Kasih Karunia, meskipun tidak lagi melakukan dosa-dosa tertentu dan telah mengubah perilaku mereka menjadi lebih baik, mereka tidak pernah mengalami perubahan dalam watak hidup mereka? Mengapa, meskipun percaya kepada Tuhan, mereka menentang Dia, dan bahkan mengkhianati Dia? Sulit bagi manusia yang rusak untuk mengenali sumber masalah ini. Mengapa semua orang memiliki watak Iblis? Itu karena Iblis telah merusak manusia, dan manusia telah menerima perkataan setan dan falsafah Iblis. Itulah yang menyebabkan mereka memiliki watak yang rusak, dan dengan cara demikianlah watak Iblis menjadi sumber penyebab penentangan manusia terhadap Tuhan. Ini adalah hal yang paling sulit untuk orang sadari. Tuhan sedang melakukan pekerjaan penghakiman-Nya pada akhir zaman untuk menyelamatkan manusia dari pengaruh Iblis, dan untuk membereskan sumber dosa dan penentangan manusia terhadap Tuhan. Iblis telah merusak manusia selama ribuan tahun, dan natur Iblis telah mengakar di hati manusia. Oleh karena itu, tidak ada jenis watak rusak apa pun yang dapat dibereskan dan disingkirkan hanya dengan satu atau dua upaya merenungkan dan mengenal diri sendiri. Orang memperlihatkan wataknya yang rusak secara terus-menerus dan berulang kali, jadi dia harus menerima kebenaran dan terus melawan watak Iblis dalam dirinya sampai dia mengalahkan Iblis. Baru setelah itulah dia akan mampu sepenuhnya menyingkirkan wataknya yang rusak. Jadi, manusia harus selalu berdoa kepada Tuhan, mencari kebenaran, merenungkan dan mengenal dirinya sendiri, serta menerapkan kebenaran, sampai dia tidak lagi memunculkan watak rusaknya, sampai watak hidupnya berubah, dan dia mencapai ketundukan kepada Tuhan. Hanya dengan cara demikianlah dia akan mendapatkan perkenanan Tuhan. Hasil dari setiap perjuangan mungkin tidak langsung terlihat, dan setelah itu pun, engkau mungkin masih memperlihatkan watak-watak rusakmu. Engkau mungkin merasa sedikit negatif dan putus asa, tetapi tidak mau menyerah, dan engkau tetap mampu terus berusaha keras, mencari Tuhan dan mengandalkan Dia. Jika engkau bertekun dengan cara seperti itu selama dua atau tiga tahun, engkau akan benar-benar mampu menerapkan kebenaran, dan akan ada kedamaian dan sukacita di dalam hatimu. Lalu engkau akan memahami dengan jelas bahwa setiap kegagalan, setiap upaya, dan setiap pencapaian yang kauperoleh adalah pertanda baik bahwa engkau sedang bergerak menuju perubahan watakmu dan membuat Tuhan mengubah pikiran-Nya tentangmu. Meskipun setiap perubahan tidak terlihat oleh kesadaran manusia, perubahan watak yang dihasilkan dari setiap perubahan tidak dapat dicapai oleh tindakan atau hal lain apa pun. Inilah satu-satunya jalan yang harus orang tempuh untuk mengubah watak mereka dan memiliki jalan masuk kehidupan. Hanya dengan cara inilah, orang harus berusaha mengubah wataknya. Tentu saja, orang harus memiliki pemahaman yang akurat tentang bagaimana perubahan watak terjadi: ini bukanlah perubahan mendadak yang mengejutkan dan menyenangkan, seperti yang orang bayangkan. Perubahan yang terjadi tidak akan seperti itu. Perubahan terjadi secara tidak disadari, perlahan, sedikit demi sedikit. Ketika orang mampu menerapkan kebenaran, mereka akan mendapatkan sesuatu. Ketika engkau mengingat kembali setelah menempuh jalan ini selama tiga, lima, sepuluh tahun, engkau akan terkejut karena mendapati watakmu telah sangat berubah dalam sepuluh tahun itu, bahwa engkau sama sekali berbeda. Mungkin kepribadian dan sifatmu belum berubah, atau gaya hidupmu dan hal-hal lainnya belum berubah, tetapi watak, keadaan, dan perilaku yang kauperlihatkan akan sangat berbeda, seolah-olah engkau telah menjadi orang yang sama sekali berbeda. Mengapa perubahan seperti itu bisa terjadi? Karena dalam sepuluh tahun itu, engkau telah dihakimi, dihajar, dipangkas, diuji dan dimurnikan oleh firman Tuhan berkali-kali, dan engkau telah memahami banyak kebenaran. Itu akan dimulai dengan perubahan dalam pandanganmu tentang segala sesuatu, perubahan dalam pandanganmu tentang kehidupan dan nilai-nilaimu, yang akan diikuti oleh perubahan dalam watak hidupmu, perubahan dalam landasan yang kauandalkan untuk bertahan hidup—dan ketika perubahan ini terjadi, lambat laun engkau akan berubah menjadi orang lain, manusia baru. Meskipun kepribadian, sifat, gaya hidup, dan bahkan ucapan dan tingkah lakumu mungkin tidak berubah, engkau telah mengubah watak hidupmu, dan itu saja sudah merupakan perubahan yang mendasar dan esensial. Apakah tanda-tanda terjadinya perubahan watak? Bagaimana itu terwujud secara spesifik? Itu dimulai dengan perubahan pandangan seseorang tentang segala sesuatu—itu terjadi ketika banyak pandangannya tentang hal-hal yang berkaitan dengan orang tidak percaya berubah saat dia memperoleh pemahaman tentang kebenaran, dan pandangan itu menjadi makin selaras dengan kebenaran firman Tuhan. Inilah tahap pertama dari perubahan watak. Selain itu, dengan merenungkan dan mengenal dirinya sendiri, dia mampu berfokus untuk menerapkan kebenaran. Dengan merenungkan berbagai niat, motif, pemikiran dan ide, gagasan, sudut pandang, dan sikap yang muncul di dalam dirinya, dia mampu menemukan masalah dalam dirinya, dan mulai merasa menyesal karenanya. Kemudian, dia mampu memberontak terhadap daging dan menerapkan kebenaran. Dan ketika dia melakukannya, akhirnya dia akan makin menghargai firman Tuhan dan kebenaran, dan mengakui bahwa Kristus adalah jalan, kebenaran, dan hidup. Dia akan makin rela mengikuti Kristus dan tunduk kepada-Nya, dan dia akan merasa bahwa Tuhan mengungkapkan kebenaran untuk menyingkapkan, menghakimi, dan menghajar manusia, dan untuk mengubah watak rusak manusia, dan bahwa dengan melakukannya, Tuhan menyelamatkan dan menyempurnakan manusia dengan cara yang benar-benar nyata. Dia akan merasa bahwa tanpa penghakiman dan hajaran Tuhan atau pembekalan dan bimbingan firman-Nya, manusia tidak mungkin dapat diselamatkan, dan mereka juga tak mungkin mampu menuai hasil-hasil yang seperti itu. Dia akan mulai mencintai firman Tuhan, dan akan merasa bahwa dia bergantung pada firman Tuhan dalam kehidupan nyatanya, bahwa dia membutuhkan firman-Nya untuk membekali, membimbing, dan membuka jalan baginya. Hatinya akan dipenuhi dengan kedamaian, dan ketika sesuatu menimpa dirinya, dia secara tidak sadar akan mencari firman Tuhan untuk dijadikan pedoman, dan mencari prinsip serta jalan penerapan di dalam firman-Nya. Inilah salah satu hasil yang dicapai melalui mengenal diri sendiri. Di sisi lain: orang tidak akan lagi memperlakukan penyingkapan watak rusaknya seperti dahulu, yaitu dengan sikap keras kepala. Melainkan, dia akan mampu menenangkan hatinya dan mendengarkan firman Tuhan dengan sikap yang jujur, dan dia akan mampu menerima kebenaran dan hal-hal yang positif. Ini berarti, ketika dia memperlihatkan wataknya yang rusak, dia tidak akan lagi seperti sebelumnya—keras kepala, sulit diatur, sangat agresif, congkak, kurang ajar, dan jahat—melainkan, dia akan secara proaktif merenungkan dirinya sendiri dan mendapatkan pemahaman tentang masalah dalam dirinya yang sebenarnya. Dia mungkin tidak tahu apa esensi dari watak rusaknya, tetapi dia akan mampu menenangkan dirinya sendiri, berdoa kepada Tuhan, dan mencari kebenaran, yang mana setelah itu, dia akan mengakui masalah dalam dirinya dan wataknya yang rusak, dan bertobat kepada Tuhan, serta bertekad untuk kelak berperilaku secara berbeda. Itu sepenuhnya merupakan sikap yang tunduk. Dengan cara seperti ini, dia akan mendapatkan hati yang tunduk kepada Tuhan. Apa pun yang Tuhan katakan, apa pun yang Dia tuntut darinya, pekerjaan apa pun yang Dia lakukan atau lingkungan apa pun yang Dia atur untuknya, akan mudah baginya untuk tunduk menerima semua itu. Watak rusaknya tidak akan menghadirkan rintangan yang begitu besar baginya, watak rusaknya akan mudah dibereskan dan diatasi. Pada saat itu, menerapkan kebenaran akan menjadi sangat mudah baginya, dan dia akan mampu mencapai ketundukan kepada Tuhan. Inilah tanda-tanda terjadinya perubahan watak. Ketika seseorang mampu menerapkan kebenaran dan benar-benar tunduk kepada Tuhan, dapat dikatakan bahwa watak hidupnya telah mengalami perubahan—perubahan yang sejati, perubahan yang sepenuhnya dicapai melalui pengejaran akan kebenaran. Dan semua perilaku yang muncul dalam diri manusia selama proses ini, entah itu perilaku positif atau kenegatifan dan kelemahan yang normal, adalah hal yang tidak dapat dihindari dan pasti terjadi. Karena ada banyak perilaku positif, pasti juga ada banyak perilaku negatif dan kelemahan—tetapi kenegatifan dan kelemahan itu bersifat sementara. Begitu seseorang memiliki tingkat pertumbuhan tertentu, kenegatifan dan kelemahannya akan makin berkurang, dan perilaku positif dan jalan masuknya akan makin bertambah, dan tindakan-tindakannya akan makin berprinsip. Orang semacam itu adalah orang yang tunduk kepada Tuhan, dan orang yang watak hidupnya berubah setelah watak rusaknya ditahirkan. Dapat dikatakan, inilah hasil yang diperoleh para pengejar kebenaran setelah mengalami penghakiman dan hajaran firman Tuhan, dan setelah berulang kali dipangkas, diuji, dan dimurnikan.

Karena sekarang semua orang telah mendengar dan memahami proses spesifik dan normal dalam mengejar kebenaran, mereka seharusnya tidak lagi membuat berbagai pembenaran diri atau alasan mengapa mereka muak akan kebenaran, atau menentangnya, atau tidak mengejarnya. Setelah memahami kebenaran ini dan mengerti masalah ini dengan jelas, mampukah engkau sekarang mengenali pembenaran diri dan alasan yang orang kemukakan untuk tidak mengejar kebenaran? Jika seseorang berusia lanjut berkata, "Aku sudah tua. Aku tidak agresif atau antusias seperti anak muda. Seiring bertambahnya usia, aku kehilangan agresivitas dan ambisi masa muda, dan aku tidak lagi congkak. Jadi, ucapanmu yang menyatakan aku congkak adalah omong kosong—aku tidak congkak!" Apakah dia benar? (Tidak.) Tentu saja tidak. Sekarang engkau semua memiliki kemampuan mengenali perkataan seperti itu. Engkau akan mampu menyingkapkan orang itu dan berkata, "Meskipun sudah tua, kau masih memiliki watak yang congkak. Kau telah bersikap congkak sepanjang hidupmu tanpa pernah membereskannya. Apakah kau ingin terus bersikap congkak?" Jika seseorang yang lebih muda berkata, "Aku masih sangat muda, aku belum pernah mengalami hal-hal kacau di masyarakat atau bergumul dan ikut dipengaruhi di dalam berbagai kelompok. Aku tidak memiliki pengalaman seperti orang-orang yang pernah mengalami banyak hal di dunia—dan tentu saja, yang terpenting adalah, aku tidak licin atau licik seperti orang-orang lanjut usia itu. Sebagai anak muda, adalah wajar bagiku memiliki watak yang sedikit congkak; setidaknya aku tidak penuh perhitungan, licik, dan jahat seperti orang yang sudah lanjut usia." Apakah pantas mengatakan hal seperti ini? (Tidak.) Semua orang memiliki watak yang rusak. Itu tidak ada kaitannya dengan usia atau jenis kelamin. Engkau memiliki apa yang orang lain miliki, dan mereka memiliki apa yang kaumiliki. Tidak perlu menuduh siapa pun. Tentu saja, tidaklah cukup hanya mengakui bahwa semua orang memiliki watak rusak. Karena engkau telah mengakui bahwa engkau memiliki watak rusak, engkau harus mencari kebenaran untuk membereskannya—engkau tidak akan mencapai tujuanmu sampai engkau memperoleh kebenaran dan watakmu telah berubah. Membereskan watak rusak pada akhirnya bergantung pada dirimu yang harus menerima kebenaran, melepaskan pembenaran diri dan alasan-alasanmu, dan mampu menghadapi watak rusakmu dengan benar. Engkau tidak boleh mengelak atau menghindarinya dengan memberi alasan, dan engkau tentu saja tidak boleh menolaknya. Semua ini adalah hal-hal yang mudah untuk dicapai. Hal apa yang paling sulit untuk dilakukan? Aku dapat memberikan contoh. Ada orang yang berkata, "Entah kalian menganggapku mengejar kebenaran atau tidak, entah kalian menganggapku tidak mencintai kebenaran atau aku muak akan kebenaran, menunjukkan bahwa aku memiliki watak yang rusak—aku hanya akan mengabaikan kalian. Aku melakukan apa pun yang rumah Tuhan minta dariku atau pekerjaan apa pun yang harus dilaksanakan. Aku mendengarkan selama khotbah dan pertemuan, aku membaca bersama saat semua orang makan dan minum firman Tuhan, aku duduk dan menonton video kesaksian pengalaman bersama kalian, dan aku makan saat kalian makan. Aku mengimbangi laju langkah kalian. Siapakah di antaramu yang dapat berkata bahwa aku tidak mengejar kebenaran? Seperti inilah caraku percaya, jadi kalian dapat melakukan atau mengatakan apa pun yang kalian suka, aku tidak peduli!" Orang semacam ini berpura-pura tidak membuat alasan atau membenarkan diri, tetapi juga tidak berniat mengejar kebenaran. Seolah-olah pekerjaan penyelamatan Tuhan tidak ada kaitannya dengan dia, seolah-olah dia tidak membutuhkannya. Orang semacam ini tidak secara gamblang berkata, "Kemanusiaanku baik, aku sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan, aku rela meninggalkan segala sesuatu, aku mampu menderita dan membayar harga. Apakah aku juga perlu menerima penghakiman dan hajaran Tuhan?" Dia tidak secara gamblang mengatakan hal ini, dia tidak memiliki sikap yang jelas terhadap kebenaran, dan di luarnya dia tidak mengutuk pekerjaan Tuhan. Namun, bagaimana Tuhan memperlakukan orang semacam itu? Jika dia tidak mengejar kebenaran, jika dia sangat acuh tak acuh terhadap firman Tuhan dan mengabaikannya, maka sikap Tuhan terhadap dia sangat jelas. Sikap-Nya sama seperti ayat dalam Alkitab, yang berbunyi, "Jadi karena engkau suam-suam kuku dan tidak panas atau dingin, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku" (Wahyu 3:16). Tuhan tidak menginginkan dia, dan itu berarti masalah. Apakah ada orang-orang semacam itu di gereja? (Ada.) Jadi, bagaimana cara mengenali mereka? Digolongkan sebagai apakah orang-orang semacam ini? Tidak perlu menggolongkan mereka. Singkatnya, orang-orang semacam itu tidak mengejar kebenaran. Mereka tidak menerima kebenaran atau merenungkan dan mengenal diri mereka sendiri, dan mereka tidak memiliki hati yang bertobat—sebaliknya, kepercayaan mereka kepada Tuhan kacau dan bingung. Mereka melakukan apa pun yang rumah Tuhan minta, tanpa menyebabkan gangguan atau kekacauan apa pun. Jika kau bertanya kepada mereka, "Apakah kau memiliki gagasan?" "Tidak." "Apakah kau memiliki watak rusak?" "Tidak." "Apakah kau ingin memperoleh keselamatan?" "Aku tidak tahu." "Apakah kau mengakui bahwa firman Tuhan adalah kebenaran?" "Aku tidak tahu." Apa pun pertanyaannya, mereka akan menjawab tidak tahu. Apakah ada masalah dengan orang-orang semacam itu? (Ya.) Ada, tetapi mereka merasa itu bukan masalah, dan mereka menganggap itu tidak perlu dibereskan. Alkitab berkata: "Jadi karena engkau suam-suam kuku dan tidak panas atau dingin, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." Frasa—"Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku"—adalah prinsip untuk menangani orang-orang semacam itu; ini adalah akibat yang akan mereka terima. Tidak panas atau dingin artinya orang-orang ini sama sekali tidak memiliki sudut pandang; itu artinya bagaimanapun engkau menyampaikan persekutuan kepada mereka tentang masalah perubahan watak atau keselamatan, mereka tetap acuh tak acuh. Apa yang dimaksud dengan "acuh tak acuh" di sini? Itu artinya mereka tidak tertarik pada hal-hal semacam itu dan tidak mau mendengar tentang semua itu. Ada orang yang mungkin berkata, "Apa salahnya tidak memiliki sudut pandang ataupun penyingkapan kerusakan?" Benar-benar omong kosong! Orang-orang seperti ini adalah orang mati yang tidak memiliki jiwa, tidak panas ataupun dingin, dan Tuhan tidak mungkin bekerja dalam diri mereka. Mengenai orang-orang yang tidak dapat diselamatkan, Tuhan hanya akan memuntahkan dan tidak lagi memedulikan mereka. Dia tidak bekerja dalam diri mereka, dan kita tidak akan membuat penilaian terhadap orang-orang semacam itu, kita hanya akan mengabaikan mereka. Jika ada orang-orang semacam itu di dalam gereja, mereka boleh tinggal asalkan tidak menyebabkan gangguan apa pun—jika mereka menyebabkan gangguan, mereka harus dikeluarkan. Ini adalah hal yang mudah untuk diselesaikan. Firman-Ku ditujukan kepada orang-orang yang mampu menerima kebenaran, yang ingin mengejar kebenaran dan memiliki sikap yang jelas terhadap kebenaran, yang mengakui bahwa mereka memiliki watak rusak dan dapat diselamatkan; firman-Ku ditujukan kepada orang-orang yang mampu memahami firman Tuhan dan mendengar suara-Nya, ditujukan kepada domba-domba Tuhan—mereka adalah orang-orang yang menjadi sasaran firman Tuhan. Firman Tuhan tidak ditujukan kepada orang yang tidak panas ataupun dingin terhadap-Nya. Orang-orang semacam itu tidak tertarik pada kebenaran, dan tidak panas ataupun dingin terhadap firman dan pekerjaan Tuhan. Cara menangani orang-orang seperti itu adalah dengan berkata, "Enyahlah. Bagaimana keadaanmu, itu tidak ada kaitannya dengan-Ku"—mengabaikan mereka dan jangan membuang-buang upaya apa pun untuk mereka.

Kita baru saja mempersekutukan beberapa contoh negatif yang berkaitan dengan topik mengejar kebenaran. Orang sering kali tanpa sadar mencari berbagai pembenaran diri, alasan-alasan, dan dalih yang digunakan untuk menyangkal bahwa dirinya memperlihatkan watak yang rusak—tentu saja, dia juga sering kali menyembunyikan keberadaan watak rusaknya, menipu dirinya sendiri dan orang lain. Inilah cara-cara yang dilakukan manusia yang bodoh dan tak berakal sehat. Di satu sisi, dia mengakui bahwa semua firman Tuhan yang menghakimi manusia adalah kebenaran; di sisi lain, dia menyangkal keberadaan watak rusaknya sendiri, serta perilaku salahnya yang melanggar kebenaran. Ini adalah tanda yang jelas bahwa dia tidak menerima kebenaran. Entah engkau menyangkal atau mengakui bahwa engkau memiliki watak rusak, atau entah engkau memberikan alasan, pembenaran diri, atau argumen yang munafik atas perilaku rusak yang kauperlihatkan—singkatnya, jika engkau tidak menerima kebenaran, engkau tidak dapat diselamatkan. Ini tak terbantahkan. Siapa pun yang sama sekali tidak mengejar kebenaran pada akhirnya akan disingkapkan dan disingkirkan, seberapa pun lamanya dia telah menjadi orang percaya. Akibat ini sangat menakutkan. Tidak akan dibutuhkan waktu lama sampai bencana menimpa dan dirimu tersingkap, dan ketika bencana datang, engkau akan merasa takut. Engkau mungkin memiliki banyak pembenaran diri dan alasan, atau mungkin engkau menyamarkannya dengan baik dan menyimpannya rapat-rapat, tetapi ada satu fakta yang tidak dapat kausangkal: watak rusakmu masih ada, itu sama sekali belum berubah. Engkau tidak mampu benar-benar mengenal dirimu sendiri, tidak mampu sungguh-sungguh bertobat, dan pada akhirnya, engkau tidak akan mampu benar-benar membalikkan dirimu atau tunduk kepada Tuhan, dan Tuhan tidak akan mengubah pikiran-Nya tentangmu. Bukankah engkau akan berada dalam masalah besar? Engkau terancam akan disingkirkan. Itulah sebabnya orang yang bijak akan menyingkirkan alasan yang tidak bijaksana dan pembenaran diri yang bodoh ini dan menyingkirkan penyamaran dan semua yang menutupi dirinya. Dia akan menghadapi watak rusak yang diperlihatkannya dengan cara yang benar dan menggunakan metode yang benar untuk menangani dan membereskannya, berjuang untuk membuat segala sesuatu yang dia lakukan adalah perbuatan baik, sehingga Tuhan akan mengubah pikiran-Nya tentang dia. Jika Tuhan mengubah pikiran-Nya tentangmu, itu membuktikan bahwa Dia benar-benar telah membebaskanmu dari pemberontakan dan penentanganmu di masa lalu. Engkau akan merasakan kedamaian dan sukacita, dan engkau tidak akan lagi merasa tertekan, seolah sebuah beban telah terangkat. Perasaan ini adalah konfirmasi di dalam rohmu; kini engkau memiliki harapan untuk diselamatkan. Harapan ini kauperoleh dari harga yang kaubayar dalam mengejar kebenaran dan dari perbuatan baikmu. Itu adalah hasil yang kauperoleh dari mengejar kebenaran dan mempersiapkan perbuatan baik. Sebaliknya, engkau mungkin menganggap dirimu sudah cukup pintar, dan engkau mungkin mampu menemukan banyak pembenaran diri untuk membela dan membebaskan dirimu sendiri setiap kali engkau memperlihatkan kerusakan. Engkau mungkin menyamarkan dan menutupi watak rusakmu, dan dengan demikian menghindari keharusan untuk merenungkan dan memahaminya, seolah-olah engkau tidak memperlihatkan kerusakan apa pun. Engkau mungkin menganggap dirimu cukup pintar, berkali-kali menghindari dirimu disingkapkan oleh berbagai lingkungan yang telah Tuhan atur. Engkau tidak merenungkan atau mengenal dirimu sendiri, engkau tidak memperoleh kebenaran, dan engkau telah kehilangan banyak kesempatan untuk disempurnakan oleh Tuhan. Apa akibatnya? Sekarang ini, mari kita kesampingkan apakah engkau mampu bertobat, dan apakah engkau dapat diselamatkan atau tidak, dan katakanlah jika Tuhan berulang kali memberimu kesempatan untuk bertobat, dan tak satu pun dari kesempatan itu yang pernah mendorongmu untuk mengubah pikiranmu, maka engkau akan berada dalam masalah besar. Sebaik apa pun engkau membela diri, sebaik apa pun engkau menampilkan dirimu, sebaik apa pun engkau menyamarkan dirimu, sebaik apa pun engkau membuat alasan dan membenarkan dirimu sendiri, apa gunanya semua itu? Jika Tuhan telah memberimu kesempatan berkali-kali, dan ini bahkan tidak pernah memaksamu untuk mengubah pikiranmu, maka engkau sedang berada dalam bahaya. Tahukah engkau bahaya apa itu? Engkau terus dengan keras kepala membuat alasan untuk watak rusakmu, memberikan alasan dan pembenaran diri untuk tidak mengejar kebenaran, serta menentang dan menolak penghakiman Tuhan dan pekerjaan-Nya, tetapi engkau menganggap dirimu baik-baik saja dan yakin bahwa hati nuranimu bersih. Engkau tidak mau menerima dirimu diawasi dan dipangkas oleh rumah Tuhan, berulang kali menghindari penghakiman, hajaran, dan penyelamatan Tuhan, dengan hati yang penuh pemberontakan terhadap-Nya—Tuhan sudah membencimu dan Dia telah meninggalkanmu, tetapi, engkau mengira bahwa engkau masih dapat diselamatkan. Tahukah engkau bahwa engkau telah berjalan makin jauh di jalan yang salah dan bahwa engkau sudah tidak dapat ditebus? Tuhanlah yang berkuasa di rumah Tuhan. Apakah engkau mengira engkau berada di luar jangkauan kuasa atau otoritas Tuhan saat engkau menentang-Nya dan melakukan bermacam-macam kejahatanmu? Engkau tidak menerima penghakiman dan hajaran Tuhan, engkau belum memperoleh kebenaran dan hidup, dan engkau sama sekali tidak memiliki kesaksian pengalaman. Karena hal ini, Tuhan menghukummu. Engkau mendatangkan malapetaka kepada dirimu sendiri. Ini sama sekali tidak bijaksana—ini adalah kebodohan, kebodohan yang luar biasa! Ini adalah bencana! Kita telah memaparkannya di sini—jika engkau tidak memercayainya, lihat saja nanti. Jangan sampai engkau mengira jika engkau memiliki banyak pembenaran diri untuk tidak mengejar kebenaran, dan engkau fasih bicara dan memiliki rencanamu sendiri, jika tak seorang pun dapat membantahmu dan saudara-saudari tak mampu menyingkapkanmu, dan jika gereja tidak memiliki alasan untuk mengeluarkanmu, maka rumah Tuhan tidak dapat berbuat apa-apa terhadapmu. Engkau salah tentang hal itu. Engkau terus bersaing dengan Tuhan; akan Kulihat berapa lama engkau mampu bersaing dengan-Nya! Sanggupkah engkau bersaing dengan-Nya sampai hari Tuhan memberi upah kepada orang yang baik dan menghukum orang yang jahat setelah pekerjaan-Nya selesai? Dapatkah engkau memastikan bahwa engkau tidak akan mati dalam bencana—bahwa engkau akan selamat darinya? Apakah engkau benar-benar memiliki kedaulatan atas nasibmu sendiri? Pembenaran diri dan alasan-alasanmu mungkin membuatmu lolos dari penyelidikan rumah Tuhan untuk beberapa waktu; semua itu mungkin membuatmu menjalani kehidupan yang hina dan tanpa tujuan selama beberapa waktu. Engkau mungkin mampu membutakan orang selama beberapa waktu, dan terus menyamar dan menipu orang lain di gereja dan terus hadir di gereja—tetapi engkau tidak dapat lolos dari pengawasan atau pemeriksaan Tuhan. Tuhan menentukan kesudahan seseorang berdasarkan apakah dia memiliki kebenaran atau tidak; Dia melakukan pekerjaan dan penyaringan-Nya sendiri. Orang seperti apa pun dirimu atau setan macam apa pun dirimu, engkau tidak dapat melarikan diri dari penghakiman dan penghukuman Tuhan. Segera setelah umat pilihan Tuhan memahami kebenaran dan memiliki kemampuan mengenalimu, tak seorang pun akan mampu melarikan diri, saat itulah engkau akan dikeluarkan dari gereja. Ada orang yang mungkin tidak diyakinkan dan menggerutu, "Aku selama ini sibuk mengerjakan banyak hal untuk Tuhan, melakukan begitu banyak pekerjaan untuk-Nya, dan membayar harga yang begitu mahal. Aku telah meninggalkan keluarga dan pernikahanku; aku telah memberikan masa mudaku untuk Tuhan dan pekerjaan-Nya. Aku meninggalkan karierku dan menghabiskan separuh tenagaku, mengira aku pasti mendapatkan berkat yang Dia anugerahkan. Aku tak pernah membayangkan bahwa aku akan disingkirkan karena tidak mengejar kebenaran dan tidak pernah menerapkannya!" Tidakkah engkau tahu bahwa kebenaranlah yang berkuasa di rumah Tuhan? Tidakkah jelas bagimu siapa yang Tuhan beri upah dan siapa yang Dia berkati? Jika tindakanmu yang telah meninggalkan segalanya dan pengorbananmu telah menghasilkan kesaksian pengalaman yang nyata, dan juga memberi kesaksian tentang pekerjaan Tuhan, maka Tuhan akan memberimu upah dan memberkatimu. Jika tindakanmu yang telah meninggalkan segalanya dan pengorbananmu bukanlah kesaksian pengalaman yang sejati, dan terlebih lagi, tidak memberi kesaksian tentang pekerjaan Tuhan, jika itu adalah kesaksian tentang dirimu sendiri, sebagai suatu permintaan kepada Tuhan untuk mengakui pencapaianmu, itu artinya engkau sedang menempuh jalan yang sama seperti Paulus. Yang sedang kaulakukan adalah kejahatan dan itu artinya menentang Tuhan, dan Tuhan akan berkata kepadamu, "Enyahlah daripada-Ku, kau pelaku kejahatan!" Dan apa artinya ini? Itu akan menjadi bukti bahwa engkau telah dirusak, ditakdirkan untuk jatuh ke dalam bencana dan dihukum. Engkau akan jatuh ke dalam bencana. Paulus lebih unggul daripada rata-rata orang sezamannya dalam hal status, pekerjaan yang dia laksanakan, kecakapannya, dan bakatnya—tetapi apa hasilnya? Dari awal hingga akhir dalam kepercayaannya kepada Tuhan, Paulus berusaha bertransaksi dengan Tuhan, menetapkan persyaratan; dia mencari upah dan mahkota dari Tuhan. Pada akhirnya, dia tidak sungguh-sungguh bertobat atau mempersiapkan banyak perbuatan baik—dan tentu saja, dia tidak memiliki banyak kesaksian pengalaman yang nyata. Mungkinkah dia mendapatkan pengampunan Tuhan bahkan tanpa sungguh-sungguh bertobat? Dapatkah dia membuat Tuhan mengubah pikiran-Nya tentang dia? Itu tidak mungkin. Paulus menghabiskan seluruh hidupnya bagi Tuhan, tetapi karena dia menempuh jalan antikristus dan sama sekali tidak mau bertobat, dia bukan saja tidak mendapat upah—tetapi juga dihukum oleh Tuhan. Jelas bahwa konsekuensi yang dideritanya adalah tragis. Jadi, sekarang Kuberitahukan kepadamu dengan jelas bahwa jika engkau bukan orang yang mengejar kebenaran, engkau setidaknya harus memiliki sedikit akal sehat dan tidak berdebat dengan Tuhan atau mempertaruhkan kesudahan dan tempat tujuanmu sebagai taruhan, seolah-olah engkau sedang berjudi. Itu artinya berusaha bertransaksi dengan Tuhan, yang merupakan cara untuk menentang Dia. Dapatkah orang yang percaya kepada Tuhan tetapi menentang Dia memperoleh kesudahan yang baik? Orang menjadi berperilaku baik saat berada di ambang kematian; orang yang tidak berakal sehat tidak akan menyerahkan dirinya sampai dia berada di ambang kematian. Agar dapat diselamatkan, cara terbaik, paling sederhana, dan paling bijaksana adalah dengan membuang semua alasan, pembenaran diri, dan persyaratanmu, lalu menerima dan mengejar kebenaran dengan teguh, dengan demikian membuat Tuhan mengubah pikiran-Nya tentangmu. Ketika Tuhan mengubah pikiran-Nya tentangmu, engkau memiliki harapan untuk diselamatkan. Harapan manusia untuk diselamatkan dianugerahkan oleh Tuhan, dan prasyarat agar Tuhan memberimu harapan ini adalah dengan engkau melepaskan semua yang kauhargai dan meninggalkan segalanya untuk mengikuti Dia dan mengejar kebenaran, tanpa berusaha bertransaksi dengan Dia. Tidak masalah apakah engkau sudah tua atau masih muda, laki-laki atau perempuan, berpendidikan atau tidak, juga tidak masalah di mana engkau dilahirkan. Tuhan tidak memandang satu pun dari hal-hal ini. Engkau mungkin berkata, "Aku punya sifat yang baik. Aku sabar, toleran, dan penuh kasih. Jika aku terus bersabar sampai akhir, itu akan membuat Tuhan mengubah pikiran-Nya tentangku." Hal-hal itu tidak berguna. Tuhan tidak memandang sifat, kepribadian, pendidikan, atau usiamu, juga tidak memandang seberapa banyak engkau telah menderita atau seberapa banyak pekerjaan yang telah kaulaksanakan. Tuhan akan bertanya kepadamu, "Selama bertahun-tahun engkau percaya, apakah watakmu telah berubah? Berdasarkan apakah engkau hidup? Sudahkah engkau mengejar kebenaran? Sudahkah engkau menerima firman Tuhan?" Engkau mungkin berkata, "Aku telah mendengarkan firman Tuhan dan menerimanya." Tuhan kemudian akan bertanya kepadamu, "Karena engkau telah mendengarkan firman Tuhan, dan engkau telah menerimanya, apakah watak rusakmu telah dibereskan? Sudahkah engkau sungguh-sungguh bertobat? Sudahkah engkau benar-benar tunduk pada firman Tuhan dan menerimanya?" Engkau menjawab, "Aku telah menderita dan membayar harga; aku telah mengorbankan diriku dan meninggalkan segala sesuatu, dan aku telah mempersembahkan diriku—aku juga telah mempersembahkan anak-anakku kepada Tuhan." Semua persembahanmu tidak ada gunanya. Hal-hal semacam itu tidak dapat ditukar dengan berkat Kerajaan Surga atau digunakan untuk membuat Tuhan mengubah pikiran-Nya tentangmu. Satu-satunya cara untuk Tuhan mengubah pikiran-Nya tentangmu adalah dengan mulai menempuh jalan mengejar kebenaran. Tidak ada pilihan lain. Manusia tidak boleh bersikap oportunistik atau licik dalam hal keselamatan, dan tidak ada pintu belakang untuk melarikan diri. Apakah engkau mengerti? Engkau harus jelas tentang hal ini. Jangan menjadi bingung tentang hal ini—meskipun engkau bingung, Tuhan tidak akan bingung. Jadi, apa yang harus kaulakukan mulai sekarang? Ubahlah sikapmu dan ubahlah sudut pandangmu, dan biarkan firman Tuhan menjadi landasanmu, apa pun yang kaulakukan. Tidak ada "kebaikan" buatan manusia, tidak ada dalih manusia, tidak ada falsafah manusia, pengetahuan, moral, etika, atau bahkan hati nurani, ataupun apa yang disebut integritas dan martabat manusia, yang dapat menggantikan kebenaran. Kesampingkan hal-hal ini, tenangkan hatimu, dan carilah landasan untuk semua perilaku dan tindakanmu di dalam firman Tuhan. Dan sementara engkau melakukannya, carilah penyingkapan Tuhan tentang berbagai aspek watak rusak manusia di dalam firman-Nya. Bandingkanlah dirimu dengan firman Tuhan, dan bereskanlah watak rusakmu. Berusahalah untuk mengenal dirimu sendiri sesegera mungkin, singkirkanlah kerusakanmu, dan segeralah bertobat dan berbalik. Lepaskan kejahatanmu dan carilah prinsip-prinsip kebenaran dalam perilaku dan tindakanmu, dengan mendasarkan semuanya pada firman Tuhan—engkau sama sekali tidak boleh mendasarkan hal-hal ini pada gagasan dan imajinasi manusia. Engkau sama sekali tidak boleh berusaha bertransaksi dengan Tuhan; engkau tidak boleh berusaha menukar penderitaan dan pengorbananmu yang tak berarti dengan upah dan berkat Tuhan. Berhentilah melakukan hal-hal bodoh seperti itu, karena kalau tidak, Tuhan akan semakin marah terhadapmu, dan mengutukmu, lalu memusnahkanmu. Apakah itu jelas? Sudahkah engkau semua memahami hal ini? (Ya.) Jika demikian, renungkanlah dengan saksama setelah ini.

Segala sesuatu yang baru saja kita persekutukan berkaitan dengan mengejar kebenaran, dan meskipun kita tidak memberikan jawaban khusus atas pertanyaan konseptual tentang apa yang dimaksud dengan mengejar kebenaran, kita telah mempersekutukan berbagai hal tentang kesalahpahaman dan pemahaman manusia yang menyimpang tentang mengejar kebenaran, dan tentang berbagai kesulitan dan masalah yang ada saat orang mengejar kebenaran. Sebagai penutup, Aku ingin merangkum apa yang dimaksud dengan mengejar kebenaran, apa sajakah perwujudan dari mengejar kebenaran, dan apa sebenarnya yang dimaksud dengan jalan penerapan untuk mengejar kebenaran. Jadi, apa yang dimaksud dengan mengejar kebenaran? Mengejar kebenaran artinya mulai menerapkan dan mengalami firman Tuhan, dan kemudian mendapatkan pemahaman akan kebenaran dan masuk ke dalam kenyataan kebenaran melalui proses mengalami firman Tuhan, dan menjadi orang yang benar-benar mengenal dan tunduk kepada Tuhan. Itulah hasil akhir yang dicapai dalam mengejar kebenaran. Tentu saja, mengejar kebenaran adalah sebuah proses yang terdiri dari beberapa langkah, dan itu terbagi menjadi beberapa tahap. Setelah engkau membaca firman Tuhan dan mendapati bahwa firman Tuhan adalah kebenaran dan kenyataan, engkau akan mulai merenungkan dirimu sendiri di dalam firman Tuhan dan mengenal dirimu sendiri. Engkau akan menyadari bahwa engkau sangat memberontak dan memperlihatkan begitu banyak kerusakan. Engkau akan rindu untuk mampu menerapkan kebenaran dan mencapai ketundukan kepada Tuhan, dan engkau akan mulai berjuang mengejar kebenaran. Itulah tepatnya hasil yang akan kauperoleh karena merenungkan dan mengenal dirimu sendiri. Sejak saat itu, pengalaman hidupmu dimulai. Saat engkau mulai menyelidiki dan memeriksa keadaan dan masalah yang muncul akibat watak rusakmu, ini membuktikan bahwa engkau telah mulai mengejar kebenaran. Engkau akan mampu secara proaktif merenungkan dan memeriksa masalah apa pun yang terjadi atau kerusakan apa pun yang kauperlihatkan. Dan ketika engkau menyadari bahwa itu memang penyingkapan kerusakanmu dan watak rusakmu, engkau akan secara alami mencari kebenaran dan mulai membereskan masalah-masalah dalam dirimu itu. Jalan masuk kehidupan dimulai dengan merenungkan diri sendiri; itu adalah langkah pertama dalam mengejar kebenaran. Setelah itu, dengan merenungkan dan mengenal dirimu sendiri, engkau akan memahami bahwa semua penyingkapan firman Tuhan sesuai dengan fakta. Kemudian, barulah engkau akan mampu tunduk pada firman Tuhan dengan segenap hatimu, dan menerima penghakiman dan hajaran firman Tuhan. Itu adalah langkah kedua dalam mengejar kebenaran. Sebagian besar orang mampu menerima firman Tuhan yang menyingkapkan perilaku rusak manusia, tetapi mereka tak mampu dengan mudah menerima firman Tuhan yang menyingkapkan esensi rusak manusia. Setelah membaca firman Tuhan, mereka tidak mengakui betapa dalamnya kerusakan mereka sendiri; mereka hanya mengakui firman Tuhan yang menyingkapkan perilaku rusak manusia. Karena hal ini, mereka tak mampu menerima penghakiman dan hajaran Tuhan dengan segenap hati. Sebaliknya, mereka mengabaikannya. Ada orang yang berkata, "Aku hanya memiliki beberapa perilaku rusak, tetapi aku mampu melakukan beberapa hal baik. Aku orang yang baik, aku bukan milik Iblis. Aku percaya kepada Tuhan, jadi aku pasti milik Tuhan." Bukankah ini omong kosong? Engkau dilahirkan di dunia manusia, engkau telah hidup di bawah kuasa Iblis, dan engkau telah menerima didikan dalam budaya tradisional. Warisan bawaanmu dan pengetahuan yang telah kaupelajari berasal dari Iblis. Semua tokoh besar dan ternama yang kauhormati adalah milik Iblis. Apakah dengan berkata engkau bukan milik Iblis akan membuatmu lolos dari perusakan yang dilakukannya? Ini sama seperti anak kecil yang mampu berbohong dan mengumpat orang lain sejak dia mulai bisa bicara. Siapa yang mengajarinya melakukan hal itu? Tak seorang pun. Bukankah itu adalah akibat dari perusakan Iblis? Ini adalah fakta. Orang tidak dapat melihat Iblis dan roh-roh jahat dari alam roh, tetapi setan-setan hidup dan raja-raja setan ada di mana-mana di dunia manusia. Mereka semua adalah inkarnasi Iblis. Ini adalah fakta yang harus diakui oleh semua orang. Orang yang memahami kebenaran mampu mengetahui yang sebenarnya mengenai hal-hal ini, dan mereka dapat mengakui bahwa semua penyingkapan firman Tuhan adalah fakta. Sebagian orang mungkin berkata bahwa mereka mengenal diri mereka sendiri, tetapi mereka tidak pernah mengakui bahwa kerusakan yang disingkapkan oleh firman Tuhan adalah sesuai kenyataan, atau bahwa firman-Nya adalah kebenaran. Ini sama dengan ketidakmampuan orang untuk menerima kebenaran. Jika orang tidak mengakui fakta bahwa dirinya memiliki watak yang rusak, dia tidak akan mampu sungguh-sungguh bertobat. Tentu saja, orang harus mengalami pekerjaan Tuhan selama beberapa waktu untuk mengakui dan menerima fakta bahwa semua orang memiliki watak yang rusak. Setelah dirinya memperlihatkan banyak watak yang rusak, barulah dia akan secara alami mengakui fakta tersebut. Dia tak punya pilihan selain mengakui bahwa semua firman Tuhan yang menyingkapkan, menghakimi, dan menghukum manusia adalah fakta dan kebenaran, dan menerima semua itu sepenuhnya. Itulah yang dimaksud dengan ditaklukkan oleh firman Tuhan. Ketika orang mampu memahami watak rusaknya dan esensi rusak dirinya berdasarkan firman Tuhan, dan mengakui bahwa dia memiliki watak Iblis dan bahwa kerusakannya sangat dalam, barulah dia mampu sepenuhnya menerima dan tunduk pada penghakiman dan hajaran Tuhan. Dia akan bersedia tunduk pada firman Tuhan yang menyingkapkan dan menghakimi manusia, sekalipun firman itu sangat keras dan menghunjam hatinya. Setelah engkau mengerti dan memahami sedikit tentang bagaimana firman Tuhan mendefinisikan, menggolongkan, dan menghukum manusia yang rusak, serta bagaimana firman menghakimi dan menyingkapkan manusia yang rusak, setelah engkau benar-benar menerima penghakiman dan hajaran firman Tuhan dan mulai memahami watak rusak dan esensi rusakmu, setelah engkau mulai membenci watak rusakmu, Iblis, dan dagingmu sendiri—dan ketika engkau rindu untuk memperoleh kebenaran, untuk hidup sebagai manusia sebagaimana yang seharusnya, dan menjadi orang yang benar-benar tunduk kepada Tuhan—baru pada saat itulah engkau akan mulai berfokus untuk mengejar perubahan dalam watakmu. Inilah langkah ketiga dalam mengejar kebenaran.

Untuk benar-benar mengenal dirinya sendiri, orang harus merenungkan dan memahami watak rusak dirinya berdasarkan firman Tuhan, sehingga dengan demikian dia memperoleh pemahaman tentang esensi rusak dirinya dan fakta tentang kerusakannya. Saat orang melakukan hal ini, dia akan memahami dengan sangat jelas betapa dalamnya kerusakan manusia—dia akan memahami bahwa manusia tidak hidup sebagaimana yang seharusnya, bahwa manusia hanya hidup dalam watak rusak, dan bahwa manusia sama sekali tidak memiliki hati nurani atau nalar. Dia akan memahami bahwa pandangan manusia tentang segala sesuatu semuanya berasal dari Iblis, dan tak satu pun darinya yang benar atau sesuai dengan kebenaran, dan bahwa pilihan, pengejaran, dan jalan yang orang pilih semuanya dicemari dengan racun Iblis, dan bahwa semua ini mengandung keinginan dan niat manusia yang berlebihan untuk mendapatkan berkat. Dia akan memahami bahwa watak yang manusia perlihatkan justru adalah watak dan esensi natur Iblis. Mengenal diri sendiri hingga mencapai taraf ini bukanlah hal yang mudah; ini hanya dapat dicapai dengan mendasarkannya pada firman Tuhan. Jika itu dilakukan berdasarkan teori moral, pernyataan, dan pemikiran budaya tradisional, akankah orang mampu benar-benar mengenal dirinya sendiri? Sama sekali tidak. Watak rusakmu berasal dari dalam falsafah dan teori Iblis ini. Bukankah tidak masuk akal jika engkau mendasarkan pengenalan dirimu pada hal-hal milik Iblis ini? Bukankah itu sama sekali omong kosong? Karena itu, mengenal diri sendiri harus dilakukan berdasarkan firman Tuhan. Hanya firman Tuhan-lah satu-satunya kebenaran, dan hanya firman Tuhan-lah yang dapat dijadikan standar untuk menilai semua orang, perkara, dan hal-hal. Jika engkau benar-benar memahami bahwa firman Tuhan adalah kebenaran, dan firman Tuhan adalah satu-satunya dasar yang benar yang berdasarkannya engkau menilai semua orang, perkara, dan hal-hal, maka engkau memiliki jalan ke depan. Setelah itu, barulah engkau akan mampu hidup dalam terang, yaitu hidup di hadapan Tuhan. Jika orang mendapatkan pemahaman yang benar tentang esensi rusaknya sendiri di dalam firman Tuhan, bagaimana selanjutnya dia akan berperilaku dan bertindak? (Dia akan bertobat.) Benar. Setelah orang mendapatkan pemahaman tentang esensi natur dirinya, penyesalan pun akan muncul secara alami di dalam hatinya, dan dia akan mulai bertobat. Ini artinya dia akan berusaha melepaskan dirinya dari watak rusaknya, dan tidak lagi hidup berdasarkan watak Iblis. Sebaliknya, dia akan hidup dan berperilaku berdasarkan firman Tuhan, dan mampu tunduk pada pengaturan dan penataan Tuhan. Inilah yang dimaksud dengan pertobatan sejati. Ini adalah langkah keempat dalam mengejar kebenaran. Sekarang engkau semua sudah jelas tentang apa yang dimaksud dengan pertobatan sejati, jadi bagaimana engkau harus menerapkan hal ini? Berlatihlah untuk berbalik. Ini artinya melepaskan hal-hal yang kaupegang teguh dan yang kauanggap benar, tidak hidup berdasarkan watak Iblis, dan bersedia untuk menerapkan kebenaran berdasarkan firman Tuhan. Itulah yang dimaksud dengan berbalik. Khususnya, engkau harus terlebih dahulu menyangkal dirimu sendiri dan menggolongkan, berdasarkan firman Tuhan, apakah pemikiran, gagasan, tindakan, dan perbuatanmu selaras dengan kebenaran, dan bagaimana semua itu muncul. Jika engkau yakin bahwa hal-hal ini adalah watak rusak dan dilahirkan dari falsafah Iblis, engkau harus mengambil sikap mengecam dan mengutuknya. Melakukan hal itu akan sangat membantumu untuk memberontak terhadap daging dan Iblis. Tindakan macam apakah ini? Bukankah ini adalah tindakan menyangkal, melepaskan, membuang, dan memberontak terhadap watak rusakmu? Menyangkali hal-hal yang kauanggap benar, melepaskan kepentinganmu, memberontak terhadap niatmu yang salah, dan kemudian berbalik tidaklah sesederhana itu, dan ada banyak detail spesifik di dalamnya. Jika engkau mau bertobat, tetapi engkau hanya mengatakannya, dan tidak menyangkal, melepaskan, membuang, dan memberontak terhadap watak rusakmu, ini bukanlah perwujudan dari pertobatan, dan engkau sebenarnya belum masuk ke dalam pertobatan. Bagaimana pertobatan sejati diwujudkan? Pertama, engkau menyangkali hal-hal yang kauanggap benar, misalnya: gagasan dan tuntutanmu terhadap Tuhan, serta hal-hal seperti pandanganmu tentang berbagai hal, metode dan caramu menangani masalah, pengalaman manusiamu, dan sebagainya. Menyangkali semua hal ini adalah tindakan nyata ketika engkau bertobat dengan segenap hatimu dan berbalik kepada Tuhan. Engkau hanya mampu melepaskan hal-hal yang salah setelah engkau mengetahui yang sebenarnya mengenai hal-hal tersebut dan menyangkalinya. Jika engkau tidak menyangkali hal-hal ini, dan tetap menganggap semua itu baik dan benar, engkau tidak akan mampu melepaskannya, meskipun orang lain menyuruhmu melakukannya. Engkau akan berkata, "Aku sangat terpelajar, dan aku punya banyak pengalaman. Aku yakin hal-hal ini benar, mengapa aku harus melepaskannya?" Jika engkau berpaut pada jalan-jalanmu sendiri dan bersikeras melakukannya, akankah engkau mampu menerima kebenaran? Itu pasti sama sekali tidak mudah. Jika engkau ingin memperoleh kebenaran, pertama-tama engkau harus menyangkali hal-hal kauanggap benar dan positif, kemudian pahamilah dengan jelas bahwa semua itu pada dasarnya negatif, bahwa semua itu berasal dari Iblis, bahwa semua itu adalah kekeliruan yang munafik—dan bahwa berpaut pada hal-hal milik Iblis hanya akan menyebabkanmu melakukan kejahatan, menentang Tuhan, dan pada akhirnya, engkau akan dihukum dan dimusnahkan. Jika engkau mampu memahami dengan jelas bahwa pemikiran dan racun yang Iblis gunakan untuk merusak manusia dapat menyebabkan kehancuran manusia, engkau akan sepenuhnya mampu meninggalkan semua itu. Tentu saja, menyangkal, melepaskan, membuang, memberontak, dan sebagainya, semua itu adalah sikap dan cara yang orang gunakan untuk melawan kekuatan dan natur Iblis, serta melawan falsafah, cara berpikir, pemikiran, dan pandangan yang Iblis gunakan untuk menyesatkan manusia. Misalnya, melepaskan kepentingan daging; meninggalkan pilihan dan pengejaran daging; membuang falsafah, pemikiran, kebohongan, dan kekeliruan Iblis; memberontak terhadap pengaruh Iblis dan kekuatan jahatnya. Seluruh rangkaian tindakan ini adalah semua cara dan jalan yang dapat orang lakukan untuk bertobat. Untuk sungguh-sungguh bertobat, orang harus memahami banyak kebenaran, baru setelah itulah dia akan mampu sepenuhnya menyangkal diri dan memberontak terhadap dagingnya. Sebagai contoh, katakanlah engkau menganggap dirimu berpengetahuan luas dan kaya dalam pengalaman, dan bahwa engkau seharusnya menjadi aset bagi rumah Tuhan dan sangat berguna. Namun, setelah mendengar khotbah tentang kebenaran selama beberapa tahun dan memahami beberapa kebenaran, engkau merasa bahwa pemahaman dan pengetahuanmu tidak berharga dan tidak berguna sedikit pun bagi rumah Tuhan. Engkau sadar bahwa kebenaran dan firman Tuhanlah yang mampu menyelamatkan manusia, dan bahwa kebenaranlah yang dapat menjadi kehidupan seseorang. Engkau mulai merasa bahwa sebanyak apa pun pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki seseorang, ini bukan berarti dia memiliki kebenaran, dan sebanyak apa pun hal-hal tentang manusia yang sesuai dengan gagasan manusia, semua itu bukanlah kebenaran. Engkau sadar semua itu berasal dari Iblis, dan semua itu adalah hal-hal negatif yang tidak ada kaitannya dengan kebenaran. Betapapun terpelajar, berpengetahuan, atau berpengalamannya dirimu, tidak ada gunanya jika engkau tidak memiliki pemahaman rohani dan tidak mampu memahami kebenaran. Jika engkau melayani sebagai seorang pemimpin, engkau pasti tidak memiliki kenyataan kebenaran, dan engkau pasti tidak mampu menyelesaikan masalah. Jika engkau mau menulis sebuah esai kesaksian pengalaman, engkau pasti tidak mampu menuliskan kata-katanya. Jika engkau mau bersaksi tentang Tuhan, engkau pasti tidak akan memiliki pengetahuan tentang Dia. Jika engkau mau mengabarkan Injil, engkau pasti tidak akan mampu mempersekutukan kebenaran untuk meluruskan gagasan orang. Jika engkau mau menyirami para petobat baru, engkau pasti tidak akan jelas mengenai kebenaran tentang visi, dan engkau hanya akan mampu mengkhotbahkan kata-kata dan doktrin. Jika engkau tidak mampu meluruskan gagasanmu sendiri, bagaimana mungkin engkau mampu meluruskan gagasan para petobat baru? Engkau tidak mampu melakukan pekerjaan ini—jadi, apa yang mampu kaulakukan? Jika engkau diminta untuk bekerja keras, engkau akan menganggap itu menyia-nyiakan bakatmu. Engkau menganggap dirimu berbakat, tetapi engkau tidak mampu menangani tugas apa pun atau melaksanakan tugas apa pun dengan baik—jadi, apa sebenarnya yang mampu kaulakukan? Bukannya rumah Tuhan tidak ingin memakaimu, melainkan karena engkau belum memenuhi tugas yang seharusnya kaulakukan. Engkau tidak boleh menyalahkan gereja karena hal itu. Namun tetap saja, engkau mungkin berpikir, "Bukankah Tuhan berharap terlalu banyak dari manusia? Tuntutan ini berada di luar kemampuanku. Mengapa begitu banyak tuntutan terhadapku?" Jika seseorang menyimpan kesalahpahaman yang begitu besar tentang Tuhan, itu membuktikan bahwa dia tidak mengenal Tuhan dan tidak memahami kebenaran sedikit pun. Jika engkau merasa bahwa pandanganmu benar dan engkau tidak perlu berbalik, dan jika engkau mengakui bahwa firman Tuhan adalah kebenaran secara teori, tetapi engkau tidak mampu melepaskan sampah yang kaupegang teguh, ini menunjukkan bahwa engkau belum memahami kebenaran. Engkau harus datang ke hadapan Tuhan dan mencari lebih banyak kebenaran, dan engkau harus membaca lebih banyak firman-Nya dan mendengarkan lebih banyak khotbah dan persekutuan, setelah itu barulah engkau akan secara berangsur mulai memahami bahwa firman Tuhan adalah kebenaran. Sebagai manusia, cara pertama engkau harus memperlakukan kebenaran dan Tuhan adalah dengan sikap yang tunduk. Ini adalah tugas yang wajib manusia lakukan. Jika engkau mampu memahami hal-hal ini, itu artinya engkau sedang berbalik. Berbalik adalah jalan penerapan untuk orang bertobat; itu artinya meninggalkan sepenuhnya hal-hal yang pernah kauanggap benar, yang berasal dari Iblis, dan memilih kembali jalan yang akan kautempuh. Itu artinya menerapkan firman Tuhan berdasarkan tuntutan-Nya dan prinsip-prinsip kebenaran, dan menempuh jalan mengejar kebenaran. Inilah yang dimaksud dengan berbalik. Itu artinya benar-benar datang ke hadapan Tuhan, dan telah masuk ke dalam kenyataan pertobatan. Ketika orang mampu menerapkan kebenaran, jelas bahwa dia telah mulai masuk ke dalam kenyataan kebenaran dan sungguh-sungguh bertobat. Hanya setelah manusia sungguh-sungguh bertobat, barulah dia dapat dikatakan telah memulai jalan menuju keselamatan. Melakukan hal ini adalah langkah keempat dalam mengejar kebenaran.

Ketika seseorang telah sungguh-sungguh bertobat, dia telah memulai jalan mengejar kebenaran, dia pada dasarnya tidak akan memiliki gagasan atau kesalahpahaman tentang pekerjaan Tuhan, dia akan bersedia tunduk pada penghakiman dan hajaran Tuhan, dan dia akan secara resmi mulai mengalami pekerjaan Tuhan. Orang akan mengalami masa peralihan yang panjang antara pertama kalinya dia percaya kepada Tuhan hingga saat dirinya secara resmi mengalami penghakiman dan hajaran Tuhan. Masa peralihan ini adalah fase yang berlangsung dari saat seseorang mulai percaya kepada Tuhan hingga saat dia sungguh-sungguh bertobat. Jika seseorang tidak mencintai kebenaran, dia tidak akan menerima penghakiman dan hajaran Tuhan sedikit pun, ataupun menerima kebenaran sedikit pun, dan dia tidak akan pernah mampu mengenal dirinya sendiri. Orang-orang semacam itu akan disingkirkan. Jika orang benar-benar mencintai kebenaran, maka, dengan membaca firman Tuhan dan mendengarkan khotbah, dia akan mampu untuk benar-benar mendapatkan sesuatu, dan mengetahui bahwa pekerjaan Tuhan adalah menyelamatkan manusia, dan dia akan merenungkan dan mengenal dirinya sendiri dalam kebenaran yang dia pahami; dia akan makin membenci watak rusaknya sendiri dan menjadi makin tertarik pada kebenaran, tanpa sadar dia akan benar-benar mengenal dirinya sendiri, dan dia akan benar-benar menyesal dan bertobat. Ketika orang yang mencintai kebenaran membaca firman Tuhan atau mendengarkan khotbah, dia akan secara alami memperoleh hasil yang seperti itu. Dia akan secara berangsur mengenal dirinya sendiri dan mencapai pertobatan sejati. Begitu seseorang sungguh-sungguh bertobat, apa yang seharusnya dia lakukan? Dia harus mencari kebenaran dalam segala hal; apa pun yang menimpanya, dia harus mampu menemukan prinsip dan jalan penerapan berdasarkan firman Tuhan, dan kemudian mulai menerapkan kebenaran. Ini adalah langkah kelima dalam mengejar kebenaran. Apa tujuan mencari kebenaran? Tujuannya adalah untuk menerapkan kebenaran dan mencapai ketundukan kepada Tuhan. Namun, agar dapat menerapkan kebenaran, orang harus melakukannya berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran. Hanya itulah penerapan kebenaran yang akurat; hanya itulah yang memungkinkan orang untuk mendapatkan perkenanan Tuhan. Jadi, mampu bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran adalah hasil yang ingin dicapai dalam mengejar kebenaran. Mencapai langkah ini berarti orang telah masuk ke dalam kenyataan dari penerapan kebenaran. Mencari kebenaran dilakukan untuk membereskan watak rusak manusia. Ketika orang mampu menerapkan kebenaran, watak rusaknya secara alami akan disingkirkan, dan penerapan kebenaran yang dilakukannya mencapai hasil yang Tuhan tuntut. Seperti itulah proses yang terjadi dari saat orang sungguh-sungguh bertobat hingga saat dirinya menerapkan kebenaran. Dari yang tadinya hidup dalam watak rusaknya yang berarti hidup di bawah kekuasaan Iblis, dari yang tadinya semua tindakan dan perilakunya dikutuk dan dibenci oleh Tuhan; kini, dia mampu menerima kebenaran, sungguh-sungguh bertobat, mampu menerapkan kebenaran dan tunduk kepada Tuhan, serta hidup berdasarkan firman-Nya—dan ini, tentu saja, mendapatkan perkenanan Tuhan. Orang yang mengejar kebenaran harus sering merenungkan dirinya sendiri. Dia harus mengakui watak rusaknya dan menerima penghakiman dan hajaran Tuhan, dia harus mendapatkan pemahaman yang benar tentang esensi rusak dirinya dan mengembangkan hati yang penuh penyesalan; setelah bertobat, dia harus mulai mencari kebenaran dalam segala sesuatu, menerapkan prinsip-prinsip kebenaran, dan mencapai ketundukan kepada Tuhan. Inilah yang dapat orang capai ketika dirinya mengejar kebenaran dan secara berangsur memperdalam jalan masuk kehidupannya. Jika orang tidak benar-benar mengenal dirinya sendiri, mustahil baginya untuk tunduk pada penghakiman dan hajaran Tuhan atau untuk sungguh-sungguh bertobat. Dan jika orang tidak sungguh-sungguh bertobat, orang itu akan terus hidup berdasarkan watak Iblis. Perubahan sejati tidak akan terjadi dalam dirinya, seberapa pun lamanya dia percaya kepada Tuhan. Perilakunya akan sedikit berubah; itu saja. Orang yang tidak mengejar kebenaran tidak mungkin menerima kebenaran sebagai hidupnya, jadi bisa dipastikan bahwa tindakan dan perilakunya akan tetap merupakan penyingkapan dari watak rusaknya, bahwa tindakan dan perilakunya tersebut tidak sesuai dengan kebenaran, dan menentang Tuhan. Orang yang mengejar kebenaran mampu menerima kebenaran sebagai hidupnya, dia mampu menyingkirkan watak rusaknya, menerapkan kebenaran, dan mencapai ketundukan sejati kepada Tuhan. Orang yang mengejar kebenaran akan mencari kebenaran begitu terjadi hal-hal yang tidak dia pahami. Dia tidak akan lagi membuat rencana demi kepentingannya sendiri dan dia akan menjauhi semua kejahatan, dengan hati yang selaras dengan Tuhan. Orang yang mengejar kebenaran makin tunduk kepada Tuhan, dan dia mampu takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dia akan semakin hidup sebagai manusia sebagaimana yang seharusnya. Perubahan semacam itu mustahil bagi orang yang tidak mengejar kebenaran. Apa yang dikejar oleh orang yang tidak mengejar kebenaran? Dia mengejar gengsi, keuntungan, dan status; dia mengejar berkat dan upah. Ambisi dan keinginannya bertumbuh makin besar, dan dia tidak memiliki tujuan hidup yang benar. Apa pun yang ingin dia kejar, dia tidak akan menyerah jika dia tidak mampu mencapai tujuannya, terlebih lagi, dia tidak akan mengubah pikirannya. Segera setelah lingkungannya memungkinkan dan keadaannya mendukung, dia akan mampu melakukan kejahatan dan menentang Tuhan, dan dia mungkin berusaha membangun kerajaannya sendiri. Ini karena dia tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan atau tunduk kepada-Nya, dan pada akhirnya, dia hanya dapat dimusnahkan oleh Tuhan karena melakukan berbagai kejahatan dan mengkhianati-Nya. Semua orang yang tidak mengejar kebenaran adalah orang yang muak akan kebenaran, dan semua orang yang muak akan kebenaran adalah pencinta kejahatan. Dalam jiwa, darah, dan tulangnya, yang dia hormati hanyalah gengsi, keuntungan, status, dan pengaruh; dia senang hidup berdasarkan watak Iblis, dan berjuang melawan Surga, bumi, dan manusia untuk mencapai tujuannya. Dia menganggap kehidupan seperti itu menyenangkan; dia ingin hidup sebagai orang yang terkenal dan mati sebagai pahlawan. Jelas, dia sedang menempuh jalan Iblis yang menuju pada kehancuran. Semakin orang yang mengejar kebenaran memahami kebenaran, dia akan semakin mengasihi Tuhan dan merasa betapa berharganya kebenaran itu. Dia akan bersedia menerima penghakiman dan hajaran Tuhan, dan sebanyak apa pun kesukaran yang ditanggungnya, dia bertekad untuk mengejar kebenaran dan memperolehnya. Ini berarti dia telah mulai menempuh jalan keselamatan dan kesempurnaan, dan ini berarti dia mampu mencapai kesesuaian dengan Tuhan. Yang terpenting, dia mampu tunduk kepada Tuhan, dia telah kembali pada kedudukannya yang semula sebagai makhluk ciptaan, dan dia memiliki hati yang takut akan Tuhan. Dia secara sah mampu sepenuhnya mendapatkan pimpinan, bimbingan, dan berkat Tuhan, dan Tuhan tidak lagi membenci atau menolak dirinya. Sungguh hal yang luar biasa! Orang yang tidak mengejar kebenaran tidak mampu menyingkirkan watak rusaknya, sehingga hatinya menjadi makin jauh dari Tuhan, dan dia muak akan kebenaran dan menolaknya. Akibatnya, dia makin menentang Tuhan dan menempuh jalan yang bertentangan dengan-Nya. Dia sama seperti Paulus, terang-terangan meminta upah kepada Tuhan. Jika dia tidak menerimanya, dia akan berusaha berdebat dengan Tuhan dan menentang-Nya, dan pada akhirnya, dia akan menjadi antikristus, yang sepenuhnya menyingkapkan wajah Iblis yang mengerikan, yang mana setelah itu, Tuhan akan mengutuk dan memusnahkan dirinya. Sebaliknya, orang yang menempuh jalan mengejar kebenaran akan mampu menerima kebenaran dan tunduk pada kebenaran. Dia mampu menyingkirkan watak rusak Iblis, dia rela meninggalkan segalanya untuk melaksanakan tugasnya dengan baik dan membalas kasih Tuhan, dan dia mampu menjadi orang yang tunduk dan menyembah Tuhan. Orang yang bersedia tunduk kepada Tuhan, dan yang melakukannya secara mutlak, telah sepenuhnya kembali kepada keadaan semula sebagai makhluk ciptaan, dan dia mampu tunduk pada pengaturan dan penataan Tuhan dalam segala sesuatu. Ini berarti dia memiliki keserupaan dengan manusia sejati. Apa yang dimaksud dengan keserupaan dengan manusia sejati? Itu adalah ketika seseorang yang tunduk dan takut akan Sang Pencipta, seperti yang dilakukan Ayub dan Petrus. Merekalah yang benar-benar Tuhan berkati.

Langkah-langkah utama dalam mengejar kebenaran yang telah kita persekutukan hari ini adalah sesederhana itu. Coba ulangi langkah-langkah itu untuk-Ku. (Pertama, merenungkan dirimu sendiri berdasarkan firman Tuhan; kedua, mengakui dan menerima fakta-fakta yang firman Tuhan singkapkan; ketiga, mengenali watak dan esensi rusakmu sendiri, dan mulai membenci watak rusakmu dan Iblis; keempat, bertobat, dan menyingkirkan semua perbuatan jahatmu; kelima, mencari prinsip-prinsip kebenaran, dan menerapkan kebenaran.) Itulah kelima langkahnya. Menerapkan setiap langkah itu sangat sulit bagi orang yang hidup dalam watak rusaknya, akan ada banyak hambatan dan kesulitan dalam setiap langkahnya, dan semuanya membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh untuk berlatih dan mencapainya, dan tentu saja, orang tidak mampu menghindari dirinya mengalami beberapa kegagalan dan kemunduran selama proses menjalaninya—tetapi yang ingin Kukatakan kepadamu adalah ini: jangan berkecil hati. Meskipun orang lain mungkin mengutukmu, dengan berkata, "Sudah tamat riwayatmu", "Kau tidak berguna", "Memang beginilah dirimu—kau tidak mampu mengubahnya"—betapapun tidak menyenangkannya perkataan mereka, engkau harus jelas dalam pemahamanmu. Jangan berkecil hati dan jangan menyerah, karena hanya jalan mengejar kebenaran seperti inilah, hanya masuk dan menerapkan langkah-langkah inilah yang akan benar-benar memungkinkanmu terhindar dari bencana. Orang cerdas akan memilih untuk mengesampingkan semua kesulitannya; dia tidak akan menghindari kegagalan dan kemunduran, dan dia akan terus maju, betapapun sulitnya itu. Meskipun engkau tetap berada pada langkah memeriksa dan mengenal dirimu sendiri selama tiga atau lima tahun, atau jika setelah delapan atau sepuluh tahun engkau hanya mengetahui watak rusak mana yang kaumiliki, tetapi tetap tidak mampu memahami kebenaran atau membuang watak rusakmu, Aku akan tetap mengatakan hal yang sama kepadamu: jangan berkecil hati. Meskipun engkau belum mampu sungguh-sungguh berbalik, engkau telah masuk ke dalam tiga langkah pertama, jadi mengapa khawatir tidak mampu masuk ke dalam dua langkah sisanya? Jangan khawatir; bekerjalah lebih keras, berjuanglah lebih keras, dan engkau akan sampai di sana. Mungkin juga ada orang yang sampai pada langkah keempat—pertobatan, tetapi dia tidak mencari prinsip-prinsip kebenaran dan tidak mampu masuk ke dalam langkah kelima. Lalu apa yang harus dilakukan? Engkau juga tidak boleh berkecil hati. Asalkan engkau memiliki keinginan untuk mencari prinsip kebenaran, engkau harus gigih dalam pengejaranmu untuk mencari kebenaran dalam segala sesuatu, dan lebih banyak berdoa kepada Tuhan—melakukan hal itu sering kali membuahkan hasil. Berusahalah sebaik mungkin untuk mengejar kebenaran berdasarkan kualitas dan keadaanmu, dan berusahalah sebaik mungkin untuk mencapai apa yang mampu kaucapai. Asalkan engkau berupaya sebaik mungkin dan hati nuranimu bersih, maka engkau pasti akan mampu memperoleh hasil yang lebih besar. Bahkan hanya memahami satu lagi kebenaran adalah hal yang baik—hidupmu akan menjadi sedikit lebih bahagia dan sedikit lebih menyenangkan karenanya. Kesimpulannya, mengejar kebenaran bukanlah hal yang hampa; ada jalan penerapan khusus untuk setiap langkahnya, dan itu menuntut orang untuk mengalami sedikit penderitaan dan membayar harga tertentu. Kebenaran bukanlah sebuah bidang studi akademis, teori, slogan, atau argumen; kebenaran bukan hal yang hampa. Setiap kebenaran menuntut orang untuk mengalami dan menerapkannya selama beberapa tahun sebelum dia mampu mengerti dan memahaminya. Namun, berapa pun harga yang kaubayar atau upaya apa pun yang kaulakukan, asalkan pendekatan, cara, jalan, dan arahmu benar, maka cepat atau lambat, akan tiba waktunya engkau akan menuai hasil yang besar, memperoleh kebenaran, dan mampu mengenal Tuhan dan tunduk kepada-Nya—dan dengan mendapatkan semua itu, engkau akan sangat dipuaskan.

8 Januari 2022

Selanjutnya: Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (2)

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini