Transformasi setelah Mengalami Penanganan

09 Februari 2023

Oleh Saudara Yong Zhi, Korea

Bulan Maret yang lalu, aku menjadi penanggung jawab untuk pekerjaan video gereja. Banyak prinsip yang belum kupahami saat itu, karena itu adalah tugas baru bagiku, jadi aku selalu merasa cemas, takut akan melewatkan satu langkah penting dalam sebuah proyek yang dapat memperlambat proses pengerjaan. Aku selalu berdoa dan bergantung pada Tuhan selama bertugas, dan setiap kali menghadapi masalah dalam pekerjaan, aku akan langsung membahas dan menyelesaikannya bersama saudara-saudari. Setelah cukup lama bekerja keras, kami makin produktif dan mampu menghasilkan beragam video. Saudara-saudari menyampaikan bahwa kualitas dan efisiensi produksi video kami meningkat. Aku sangat senang mendengarnya, Meski baru menjalani tugas tersebut, kami memperoleh hasil yang baik, jadi aku beranggapan bahwa selama kinerja kami terjaga, semua akan baik-baik saja. Namun, sikapku saat menghadapi tugas perlahan berubah. Aku tak lagi memiliki dorongan untuk bertindak seperti sebelumnya, dan tanpa disadari, aku hidup dalam keadaan berpuas diri. Setelah beberapa saat, rekanku menyadari bahwa ritme produksi kami melambat dan kreativitas video kami menurun, jadi, dia mengajakku membahas solusi untuk semua masalah tersebut. Aku menganggap reaksinya berlebihan dan menolak ajakannya, karena aku sama sekali tak khawatir. Aku tetap berpuas diri dan melakukan pekerjaanku setengah hati.

Beberapa hari kemudian, saat pemimpin memeriksa pekerjaan kami, dia menyadari bahwa kualitas dan efisiensi produksi video kami menurun, jadi, dia bersekutu dengan kami. Dia bertanya, "Apa kalian memedulikan produktivitas kalian? Di mana pengabdian kalian? Kalian takut kelelahan bekerja. Kenapa kalian tak berusaha sedikit lebih keras? Kalian enggan bertindak, lamban, dan tak disiplin. Apa kalian mempertimbangkan kehendak Tuhan? Melaksanakan tugas dengan cara seperti ini sama seperti melakukan pelayanan dan jika kau tak mengabdi sewaktu melakukan pelayanan, kau bisa diusir." Aku terkejut karena kritiknya dan merasa diperlakukan tak adil. Memang benar bahwa video kami tak seefektif biasanya, tapi masih ada beberapa aspek yang lebih baik dari sebelumnya. Bagaimana bisa dia bilang kami tak mengabdi? Bahwa itu sekadar pelayanan? Kami bukan sengaja memperlambat atau bermalas-malasan. Di saat bersamaan, aku sadar bahwa pemangkasan ini dilakukan atas izin Tuhan, jadi, aku harus mendekatinya dengan hati yang taat dan mencari, meski aku tak menyadari masalahku. Aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, hari ini aku dikritik oleh pemimpin, tapi aku masih tak tahu salahku. Tolong bombing aku untuk merenung dan mengenali diri sendiri agar aku mengetahui kehendak-Mu dan belajar sesuatu dari hal ini." Setelah berdoa, aku sadar bahwa meski aku memberikan alasan paling objektif sekali pun, tak bisa dipungkiri bahwa produksi video kami melambat dan kurang kreatif. Pemimpin tak mengkritik perilaku kami, dia membahas keadaan kami yang tak benar dan sikap kami terhadap tugas, jadi, aku harus memahami keadaanku.

Setelah itu, aku membaca firman Tuhan. "Orang yang benar-benar percaya kepada Tuhan melaksanakan tugas mereka dengan rela, tanpa memperhitungkan untung dan ruginya. Entah engkau orang yang mengejar kebenaran atau tidak, engkau harus selalu mengandalkan hati nurani dan nalarmu dan benar-benar bekerja keras ketika melaksanakan tugasmu. Apa arti benar-benar bekerja keras? Artinya, jika engkau hanya puas dengan mengerahkan sedikit upaya dan mengalami sedikit penderitaan daging, tetapi engkau sama sekali tidak memperlakukan tugasmu dengan serius atau mencari prinsip kebenaran, maka ini tak lebih dari bersikap sembrono dan asal-asalan—ini artinya tidak benar-benar mengerahkan upaya. Kunci untuk mengerahkan upaya adalah mengerahkan segenap hatimu, memiliki takut akan Tuhan di dalam hatimu, memperhatikan kehendak Tuhan, merasa takut tidak menaati Tuhan dan takut menyakiti Tuhan, dan rela mengalami penderitaan apa pun demi melaksanakan tugasmu dengan baik dan memuaskan Tuhan: jika engkau memiliki hati yang mengasihi Tuhan seperti ini, engkau akan mampu melaksanakan tugasmu dengan baik. Jika tidak ada rasa takut akan Tuhan di dalam hatimu, engkau tidak akan terbeban ketika melaksanakan tugasmu, tidak akan tertarik pada tugas, dan pasti akan bersikap sembrono dan asal-asalan, serta bekerja seadanya tanpa menghasilkan efek nyata apa pun—yang berarti engkau tidak sedang melaksanakan tugasmu. Jika engkau benar-benar merasa terbeban, dan merasa bahwa melaksanakan tugasmu adalah tanggung jawab pribadimu, dan jika tidak melakukannya, engkau tidak layak untuk hidup dan engkau adalah binatang buas, bahwa hanya jika engkau melaksanakan tugasmu dengan benar, barulah engkau layak disebut sebagai manusia, dan mampu menghadapi hati nuranimu sendiri—jika engkau merasa terbeban ketika engkau melaksanakan tugasmu—itu berarti engkau akan mampu melaksanakan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh, dan akan mampu mencari kebenaran dan melakukan segala sesuatu sesuai prinsip, dan karena itu, engkau akan mampu melaksanakan tugasmu dengan benar dan memuaskan Tuhan. Jika engkau layak menerima misi yang telah Tuhan berikan kepadamu, dan semua yang telah Tuhan korbankan untukmu serta harapan-Nya terhadapmu, maka inilah yang berarti benar-benar bekerja keras. Apakah sekarang engkau mengerti? Jika engkau hanya asal-asalan dalam melaksanakan tugasmu dan tidak berusaha untuk memperoleh hasil, engkau adalah orang munafik, serigala berbulu domba. Engkau dapat menipu orang, tetapi engkau tak bisa mengelabui Tuhan. Jika tidak ada harga yang nyata dan tidak ada kesetiaan ketika engkau melaksanakan tugasmu, maka itu tidak sesuai standar yang diharapkan. Jika engkau tidak benar-benar mengabdikan diri pada imanmu kepada Tuhan dan pelaksanaan tugasmu; jika engkau selalu asal-asalan dan acuh tak acuh dalam tindakanmu, seperti orang tidak percaya yang bekerja untuk bos mereka; jika engkau hanya sedikit berupaya, tidak menggunakan pikiranmu, sekadar mengatasi masalah yang ada tanpa perencanaan apa pun, tidak melaporkan persoalan ketika engkau melihatnya, melihat masalah tanpa berusaha mengatasinya, dan tanpa pandang bulu mengabaikan segala sesuatu yang tidak memberi keuntungan bagi dirimu sendiri—bukankah ini berarti masalah? Bagaimana orang seperti ini bisa menjadi anggota rumah Tuhan? Orang-orang seperti itu adalah orang-orang tidak percaya; mereka bukan anggota rumah Tuhan. Tak seorang pun dari mereka diakui oleh Tuhan. Mengenai apakah engkau bersikap jujur dan apakah engkau telah mengabdikan diri saat melaksanakan tugasmu, Tuhan mencatat, dan engkau juga tahu betul akan hal ini. Jadi, pernahkah engkau benar-benar mengabdikan dirimu untuk melaksanakan tugasmu? Pernahkah engkau menganggapnya serius? Sudahkah engkau memperlakukannya sebagai tanggung jawabmu, kewajibanmu? Sudahkah engkau menganggapnya sebagai milikmu sendiri? Engkau harus merenungkan dan memahami hal-hal ini dengan benar, sehingga akan memudahkanmu untuk mengatasi masalah yang ada dalam pelaksanaan tugasmu, dan akan bermanfaat bagi jalan masukmu ke dalam kehidupan. Jika engkau selalu tidak bertanggung jawab saat melaksanakan tugasmu, dan tidak melaporkan masalah kepada para pemimpin dan pekerja ketika engkau menemukannya, juga tidak mencari kebenaran untuk menyelesaikannya sendiri, selalu berpikir 'makin sedikit masalah makin baik,' selalu hidup berdasarkan falsafah duniawi, selalu ceroboh dan asal-asalan ketika melaksanakan tugasmu, tidak pernah memiliki pengabdian apa pun, dan tidak menerima kebenaran sama sekali ketika dipangkas dan ditangani—jika engkau melaksanakan tugasmu dengan cara ini, engkau berada dalam bahaya; engkau adalah salah seorang pelaku pelayanan. Pelaku pelayanan bukanlah anggota rumah Tuhan, melainkan karyawan, pekerja upahan. Ketika pekerjaan berakhir, mereka akan disingkirkan, dan tentu saja akan jatuh ke dalam malapetaka. ... Sebenarnya, di dalam hati-Nya, Tuhan ingin memperlakukanmu sebagai anggota keluarga-Nya, tetapi engkau semua tidak menerima kebenaran, dan selalu ceroboh, asal-asalan, dan tidak bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasmu. Engkau semua tidak bertobat, bagaimanapun kebenaran dipersekutukan kepadamu. Engkau sendirilah yang telah menempatkan dirimu di luar rumah Tuhan. Tuhan ingin menyelamatkanmu dan mengubahmu menjadi anggota keluarga-Nya, tetapi engkau tidak menerimanya. Karena itu, engkau semua berada di luar rumah-Nya; engkau adalah orang tidak percaya. Setiap orang yang tidak menerima kebenaran sedikit pun, hanya dapat diperlakukan sebagai orang tidak percaya. Engkau sendirilah yang telah menetapkan kesudahan dan posisimu sendiri. Engkau telah menetapkannya di luar rumah Tuhan. Siapa yang harus disalahkan untuk itu selain dirimu?" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Untuk Melaksanakan Tugas dengan Baik, Orang Setidaknya Harus Memiliki Hati Nurani dan Nalar"). Aku merasa malu setelah membaca firman Tuhan. Tuhan berkata bahwa merasa puas setelah mengalami sedikit tantangan fisik tak bisa dianggap sebagai pengabdian dalam bertugas. Kuncinya adalah memiliki beban yang tulus dan rasa tanggung jawab terhadap tugas, menganggap semua tugas sebagai bagian dari tanggung jawab kita, mengerahkan segalanya agar hasil tugas kami baik. Seseorang dengan beban yang alami tak perlu dorongan dari orang lain, karena mereka punya dorongan internal. Setelah menyelesaikan kegiatan rutin, mereka mencari sesuatu yang janggal, dan solusi untuk mengatasinya. Itulah cara mempertimbangkan kehendak Tuhan dan memantaskan diri untuk menjadi bagian rumah Tuhan. Namun, para pelaku pelayanan tak melaksanakan tugasnya sepenuh hati. Mereka puas dengan usaha eksternal, tak terbeban di hati. Mereka tak pernah merenung untuk memperbaiki kinerja mereka dan tak memiliki kekhawatiran atau dorongan untuk bertindak saat terjadi masalah di pekerjaan. Mereka mengaku sedang melaksanakan tugas, tapi mereka sama sekali tak memikirkan kehendak Tuhan. Mereka seperti orang tak percaya yang diberi tugas, mereka mengorbankan tenaga untuk gaji. Sebenarnya mereka bukan melaksanakan tugas, tapi mereka melakukan pelayanan. Ini tak akan mendapat persetujuan dari Tuhan. Saat mengingat perilaku dan sikapku terhadap tugas, aku sadar bahwa aku seperti pelaku pelayanan. Sejak produksi video kami membaik, aku terjebak di keadaan yang berpuas diri. Aku beranggapan jika kami sibuk, jadi, selama kami bekerja seperti biasa dan tak membuat kesalahan fatal, maka hal tersebut dapat dianggap pelaksanaan tugas yang baik. Jadi, saat mendapati bahwa video kami tak terlalu kreatif dan menggunakan format yang berulang, aku sama sekali tak khawatir. Aku terlihat menghabiskan waktu untuk melaksanakan tugas, tapi sebenarnya hatiku sama sekali tak terbebani. Karena kinerja kami sedikit lebih efisien dibanding sebelumnya, aku menganggapnya sebagai kemajuan dan kesuksesan dalam tugas. Aku mulai merasa puas dengan diriku dan terjebak dalam rutinitas menjemukan. Aku tak pernah terpikir bahwa kinerja dan hasil karya kami dapat meningkat walau hanya sedikit, dan aku tak terpikir untuk meningkatkan kemajuan dan efisiensi kami. Selain itu, aku tak memeriksa apakah aku mengikuti prinsip saat melaksanakan tugas, atau apakah aku lalai dan melakukan kesalahan. Sebenarnya, melaksanakan tugas dengan cara itu, sama seperti melakukan pelayanan. Dalam firman Tuhan disampaikan bahwa saat orang tak sepenuh hati menjalankan tugas, maka usaha mereka tak maksimal dan mereka mencurangi Tuhan. Saat mengingat semua perilakuku, aku sadar bahwa selama ini aku mencurangi Tuhan, dan jiwa kemanusiaanku kurang. Setelah menjalani penanganan, aku baru sadar bahwa bertindak ceroboh dan tak bertanggung jawab dalam tugas, serta bersikap seperti pelaku pelayanan, tapi tetap mengharapkan persetujuan Tuhan benar-benar tak masuk akal! Menjalankan tugasku dengan cara itu bukan hanya menghambat pekerjaan gereja, tapi juga membuatku tak bisa maju. Jika hal itu berlangsung terlalu lama, aku pasti akan diusir. Memikirkannya membuatku sangat tertekan, jadi, aku berdoa kepada Tuhan, siap untuk bertobat, siap mengubah pola pikirku yang salah dan melakukan pekerjaanku dengan baik. Saat merenung, aku mengetahui alasan lain dari kegagalan ini. Aku terlalu berkeras. Saat bertugas, alih-alih mencari prinsip yang benar, aku justru dikendalikan oleh keinginanku. Aku membaca ini di dalam firman Tuhan: "Sebuah tugas bukanlah urusan pribadimu sendiri; engkau tidak sedang menguntungkan dirimu sendiri, engkau bukan sedang menjalankan pekerjaanmu sendiri, ini bukanlah usaha pribadimu sendiri. Di rumah Tuhan, apa pun yang engkau lakukan, engkau tidak sedang mengerjakan usahamu sendiri; itu adalah pekerjaan rumah Tuhan, itu adalah pekerjaan Tuhan. Engkau harus selalu mengingat pengetahuan dan kesadaran ini dan berkata, 'Ini bukan urusanku sendiri; aku sedang melakukan tugasku dan memenuhi tanggung jawabku. Aku sedang melakukan pekerjaan gereja. Ini adalah tugas yang Tuhan percayakan kepadaku dan aku melakukannya untuk Dia. Ini adalah tugasku, bukan urusan pribadiku sendiri.' Inilah hal pertama yang harus orang pahami. Jika engkau memperlakukan tugas sebagai urusan pribadimu sendiri, dan tidak mencari prinsip-prinsip kebenaran ketika engkau bertindak, serta melaksanakannya sesuai dengan motif, pandangan, dan agenda rahasiamu sendiri, maka kemungkinan besar engkau akan melakukan kesalahan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Apa Arti Pelaksanaan Tugas yang Memadai?"). Aku melihat dalam firman Tuhan bahwa melaksanakan tugas bukanlah urusan pribadi, tapi itu adalah amanat dari Tuhan. Tugas harus dilaksanakan sesuai dengan ketetapan Tuhan dan prinsip kebenaran. Dengan demikian, tugas dapat sejalan dengan kehendak Tuhan. Jika kau memperlakukan tugasmu selayaknya urusan pribadi dan bertindak sesuka hati tanpa mencari kehendak Tuhan atau prinsip kebenaran, maka itu tak bisa dianggap sebagai pelaksanaan tugas. Sekeras apa pun kau bekerja, seberat apa pun kau menderita dan berkorban, Tuhan tak akan menyetujuinya. Aku sadar bahwa begitulah caraku melaksanakan tugas. Aku tampak sangat sibuk, tapi aku selalu menyelesaikan tugas sesuka hati, sesuai kesukaan pribadiku. Aku tak sungguh-sungguh mengikuti prinsip. Rumah Tuhan telah berulang kali memberi tahu kami bahwa dalam produksi video, kami harus mengutamakan efisiensi sambil tetap meningkatkan kualitas. Awalnya, aku setuju, tapi saat masalah yang sebenarnya muncul, aku mengabaikan prinsip tersebut dan bertindak sesuka hati. Saat saudariku mengatakan bahwa produksi kami melambat dan kami menggunakan format berulang yang membosankan, aku sedikit memikirkannya. Bahkan saat menjalani penanganan, aku masih berpikir bahwa aku tak bersalah; aku diperlakukan tak adil. Aku sangat mati rasa dan kaku, serta tak mengenali diriku sendiri. Aku puas hanya dengan mengetahui ketetapan di rumah Tuhan secara teori, tapi saat waktu penerapan tiba, aku menentang prinsip tersebut dan bertindak sesuka hati, yang akhirnya menghambat pekerjaan video. Saat itulah aku sadar bahwa aku memiliki masalah serius. Kritik pemimpin yang ditujukan kepadaku murni bertujuan untuk mendukung pekerjaan gereja dan memedulikan kehendak Tuhan. Aku pantas menerima kritik tersebut. Karena aku menggampangkan tugas, bertindak sesuka hati, dan melanggar prinsip. Pemimpin melakukan hal itu agar aku dapat menyadari kesalahanku dan memastikan pelaksanaan tugasku yang berikutnya sejalan dengan prinsip. Setelah menyadari hal itu, aku paham bahwa menjalani penanganan adalah bentuk kasih dan perlindungan Tuhan.

Setelah itu, aku menemukan jalan penerapan dalam firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Sekarang ini, ada orang-orang yang telah mulai bertekun dalam melaksanakan tugas mereka, mulai memikirkan bagaimana melaksanakan tugas mereka sebagai makhluk ciptaan dengan baik agar dapat memuaskan hati Tuhan. Mereka tidak bersikap negatif dan malas, mereka tidak dengan pasif menunggu Yang di Atas mengeluarkan perintah, tetapi melakukan inisiatif tertentu. Dinilai dari pelaksanaan tugasmu, engkau semua sedikit lebih efektif daripada sebelumnya, dan meskipun masih di bawah standar, telah ada sedikit pertumbuhan—ini bagus. Namun, engkau tidak boleh puas dengan keadaan status quo, engkau harus terus mencari, terus bertumbuh—hanya dengan cara demikianlah engkau akan melaksanakan tugasmu dengan lebih baik, dan mencapai standar yang dapat diterima. Namun, ketika beberapa orang melaksanakan tugasnya, mereka tidak pernah berupaya keras dan mengerahkan segenap upaya mereka, mereka hanya memberikan 50-60% upaya mereka, dan hanya puas sampai apa yang mereka lakukan selesai. Mereka tak pernah mampu mempertahankan keadaan normal: ketika tak seorang pun mengawasi mereka atau memberikan dukungan, mereka mengendur dan kehilangan semangat; ketika ada seseorang yang mempersekutukan kebenaran, mereka menjadi bersemangat, tetapi jika kebenaran tidak dipersekutukan kepada mereka selama beberapa waktu, mereka menjadi acuh tak acuh. Apa masalahnya jika mereka selalu berubah seperti ini? Seperti inilah sikap orang-orang ketika mereka belum memperoleh kebenaran, mereka semua hidup berdasarkan semangat—sebuah semangat yang sangat sulit dipertahankan: harus ada seseorang yang berkhotbah dan menyampaikan persekutuan kepada mereka setiap hari; begitu tak seorang pun menyirami dan membekali mereka, dan tak seorang pun menyokong mereka, hati mereka kembali menjadi dingin, mereka kembali mengendur. Dan ketika hati mereka mengendur, mereka menjadi kurang efektif dalam tugas mereka; jika mereka bekerja lebih keras, keefektifan mereka meningkat, kinerja tugas mereka menjadi semakin produktif, dan mereka mendapatkan lebih banyak. ... Sebenarnya, yang Tuhan tuntut dari manusia semuanya dapat dicapai oleh manusia; asalkan engkau semua mengizinkan hati nuranimu memainkan perannya, dan engkau mampu mengikuti hati nuranimu dalam melaksanakan tugasmu, maka akan mudah untuk menerima kebenaran—dan jika engkau mampu menerima kebenaran, engkau mampu melaksanakan tugasmu dengan memadai. Engkau semua harus berpikir seperti ini: 'Selama bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, selama bertahun-tahun makan dan minum firman Tuhan, aku telah memperoleh banyak sekali, dan Tuhan telah menganugerahkan kasih karunia dan berkat yang besar kepadaku. Aku hidup dalam tangan Tuhan, aku hidup di bawah kuasa Tuhan, di bawah kekuasaan-Nya, dan Dia telah memberiku napas ini, jadi aku harus melibatkan pikiranku, dan berusaha untuk melaksanakan tugasku dengan segenap kekuatanku—inilah kuncinya.' Orang harus memiliki tekad; hanya mereka yang memiliki tekad yang benar-benar mampu mengejar kebenaran, dan hanya setelah mereka memahami kebenaran, barulah mereka mampu melaksanakan tugas mereka dengan benar, dan memuaskan Tuhan, serta mempermalukan Iblis. Jika engkau memiliki ketulusan seperti ini, dan tidak membuat rencana untuk kepentinganmu sendiri, tetapi hanya ingin memperoleh kebenaran dan melaksanakan tugasmu dengan benar, maka pelaksanaan tugasmu akan menjadi normal, dan keadaanmu akan tetap konsisten selama pelaksanaan tugasmu itu; keadaan apa pun yang kauhadapi, engkau akan mampu bertekun dalam melaksanakan tugasmu. Siapa pun atau apa pun yang mungkin datang untuk menyesatkan atau mengganggumu, entah suasana hatimu baik atau buruk, engkau akan tetap mampu melaksanakan tugasmu secara normal. Dengan demikian, Tuhan tidak lagi mengkhawatirkanmu, dan Roh Kudus akan dapat mencerahkanmu untuk memahami prinsip kebenaran, dan membimbingmu untuk masuk ke dalam kenyataan kebenaran, dan sebagai hasilnya, pelaksanaan tugasmu pasti akan memenuhi standar. Asalkan engkau dengan tulus mengorbankan dirimu untuk Tuhan, melaksanakan tugasmu dengan kerendahhatian, dan tidak bertindak dengan cara yang licin atau melakukan tipu muslihat, engkau akan memenuhi syarat bagi Tuhan. Tuhan mengamati pikiran, pemikiran, dan motif orang. Jika hatimu merindukan kebenaran dan engkau mampu mencari kebenaran, Tuhan akan mencerahkan dan menerangimu. Dalam hal apa pun, Tuhan akan mencerahkanmu selama engkau mencari kebenaran. Dia akan membuat hatimu terbuka terhadap terang dan memberimu jalan penerapan, dan pelaksanaan tugasmu akan membuahkan hasil. Pencerahan Tuhan adalah kasih karunia dan berkat-Nya" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Dalam Kepercayaan kepada Tuhan, yang Terpenting adalah Menerapkan dan Mengalami Firman-Nya"). Aku belajar melalui firman Tuhan bahwa, setidaknya, saat bertugas orang harus bergantung pada hati nurani, dan saat menghadapi masalah, mereka harus proaktif mencari kehendak Tuhan dan prinsip, serta menggunakan segalanya untuk mengikuti ketetapan firman Tuhan demi mendapatkan bimbingan Tuhan dan hasil yang baik dalam tugas mereka. Berkesempatan untuk mengawasi pekerjaan video adalah kasih karunia Tuhan. Seharusnya aku berusaha maksimal saat bertugas dan terus membuat kemajuan dan menciptakan hasil. Seharusnya aku tak bermalas-malasan dalam bekerja, serta tak boleh ceroboh. Setelah menyadarinya, aku menghadap Tuhan dan berdoa, "Tuhan, aku sadar bahwa saat bertugas, aku cenderung mengikuti rangkaian rutinitas dan tak mengusahakan kemajuan. Tolong bimbing aku agar saat menghadapi kesulitan apa pun, aku bisa tetap berusaha melaksanakan tugasku dengan baik. Jika aku menghambat kemajuan pekerjaan lagi, tolong displinkan aku." Setelah itu, saudara-saudari serta aku membahas wujud kelambanan dan kinerja buruk kami saat bertugas, dan memikirkan rencana untuk masing-masing video. Kami juga berusaha memikirkan ide yang matang untuk produksi. Berkat kerja sama semua pihak, kesuksesan produksi video kami lebih menonjol dibandingkan sebelumnya, dan kami menerapkan beragam gaya. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan atas hasil tersebut. Selain bahagia, aku juga merasa bersalah dan tercela akibat sikapku terhadap tugas di masa lalu. Saat itulah aku baru sadar betapa fatalnya kecerobohanku di tugas sebelumnya. Aku tak merasa tergesa-gesa, enggan bertindak, dan hanya berusaha melewati hari, tapi aku yakin bahwa diriku sudah mengabdi. Saat itu aku sama sekali tak mengenali diriku. Andai waktu itu aku tak menjalani penanganan dan terus melaksanakan tugas dengan sikap santai dan berpuas diri, entah seberapa lama pekerjaan kami akan tertunda. Dari hatiku yang terdalam, aku merasa kritik pemimpin disampaikan tepat waktu. Aku membaca ini di firman Tuhan saat pertemuan baru-baru ini: "Sikap Nuh terhadap perintah Sang Pencipta adalah sikap yang taat. Dia tidak bersikap masa bodoh, dan tidak ada sikap yang menentang di dalam hatinya, ataupun sikap yang acuh tak acuh. Sebaliknya, dia dengan tekun berusaha memahami kehendak Sang Pencipta saat dia mencatat setiap detailnya. Ketika dia memahami kehendak Tuhan yang mendesak, dia memutuskan untuk mempercepat langkahnya untuk menyelesaikan apa yang telah Tuhan percayakan kepadanya secepat mungkin. Apa arti 'secepat mungkin' ini? Itu berarti menyelesaikan pekerjaan yang sebelumnya akan memakan waktu satu bulan dalam waktu sesingkat mungkin, menyelesaikannya mungkin tiga atau lima hari sebelum yang dijadwalkan, sama sekali tidak berlambat-lambat, atau tanpa sedikit pun penundaan, melainkan sebisa mungkin mempercepat penyelesaiannya. Tentu saja, sementara melakukan setiap pekerjaan, dia akan berusaha sekuat tenaga untuk meminimalkan kerugian dan kesalahan, dan tidak melakukan pekerjaan apa pun yang harus diulang; dia juga pasti menyelesaikan setiap tugas dan prosedur sesuai jadwal dan melakukannya dengan baik, menjamin kualitasnya. Inilah perwujudan yang benar saat orang tidak berlambat-lambat. Jadi, apa dasar pemikiran yang membuatnya mampu tidak berlambat-lambat? (Dia telah mendengar perintah Tuhan.) Ya, itulah dasar pemikiran dan konteks yang membuatnya mampu tidak berlambat-lambat. Jadi, mengapa Nuh mampu tidak berlambat-lambat? Ada orang-orang yang mengatakan Nuh memiliki ketaatan sejati. Jadi, apa yang dia miliki yang memampukan dia untuk mencapai ketaatan sejati seperti itu? (Dia memperhatikan kehendak Tuhan.) Benar! Inilah yang dimaksud dengan memiliki hati! Orang yang memiliki hati mampu memperhatikan kehendak Tuhan; mereka yang tidak memiliki hati bagaikan cangkang kosong, orang bodoh, mereka tidak peduli untuk memperhatikan kehendak Tuhan: 'Aku tidak peduli betapa mendesaknya hal ini bagi Tuhan, aku akan melakukan apa yang kuinginkan—setidaknya, aku tidak sedang menganggur atau bermalas-malasan.' Sikap seperti ini, kenegatifan seperti ini, sikap yang sama sekali tidak proaktif ini—bukanlah sikap orang yang memperhatikan kehendak Tuhan, juga bukan sikap yang memahami bagaimana memperhatikan kehendak Tuhan. Jika orang memiliki sikap seperti ini, apakah mereka memiliki iman yang sejati? Tentu saja tidak. Nuh memperhatikan kehendak Tuhan, dia memiliki iman yang sejati, dan dengan demikian dia mampu menyelesaikan amanat Tuhan. Jadi, tidak cukup hanya menerima amanat Tuhan dan bersedia melakukan beberapa upaya. Engkau juga harus memperhatikan kehendak Tuhan, mengerahkan segenap kemampuanmu, dan setia—dan ini mengharuskan orang untuk memiliki hati nurani dan akal; itulah yang seharusnya manusia miliki, dan yang ditemukan dalam diri Nuh" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Lampiran Tiga: (Bagian Dua)). Aku juga tersentuh saat membaca kutipan firman Tuhan tersebut. Nuh mendengarkan Tuhan, memahami kehendak-Nya, dan tak mengabaikan amanat-Nya. Aku mengetahui bahwa Nuh ingin memedulikan kehendak Tuhan, dan saat Tuhan memerintahkannya untuk membuat bahtera, Nuh merasakan urgensi dari kehendak Tuhan, dan melaksanakan perintah yang dianggap paling mendesak oleh Tuhan. Di setiap tugas, Nuh mengerahkan seluruh tenaganya untuk menghindari keterlambatan, melakukan segala hal untuk terus maju. Dalam setiap tindakannya, dia berusaha sebaik mungkin mengurangi masalah dan kerugian. Sikap Nuh terhadap tugasnya menunjukkan pertimbangan yang tulus terhadap kehendak Tuhan. Pengalaman Nuh sangat memotivasi diriku. Berkat pengalaman Nuh, aku memahami kehendak Tuhan dan menemukan jalan penerapan. Aku harus seperti Nuh dan mempertimbangkan beban Tuhan, membuat daftar lengkap pekerjaanku, menyusunnya dengan baik, dan berusaha semampuku untuk menyelesaikan setiap tugas dengan baik. Saat menghadapi kesulitan dalam pekerjaan, aku yakin dapat melewatinya dan tak akan terjebak, serta percaya bahwa bersama Tuhan, tak ada yang mustahil. Jadi, aku berdoa dan meminta bantuan kepada Tuhan, meminta-Nya memberikanku tambahan beban, dan membimbingku untuk melaksanakan tugas dengan baik. Setelah itu, kami sering merangkum pekerjaan, memperbaiki kesalahan atau kelalaian, serta bekerja sama dalam tugas kami. Setelah itu, efisiensi kami sedikit meningkat.

Kami pernah mengerjakan proyek yang benar-benar tak familier bagi kami, dan itu harus diselesaikan dalam jangka waktu yang sangat singkat. Aku merasa sangat gugup. Aku tak yakin kami bisa melakukannya kali ini. Aku tak bicara apa-apa, tapi di dalam hati, aku merasa gelisah. Aku sadar bahwa aku baru saja mengutamakan kepentingan dagingku lagi, jadi, aku memanjatkan sebuah doa: "Tuhan, dahulu kerjaku sangat ceroboh. Aku tak mengabdi kepada tugasku dan menunda kemajuan pekerjaan kami. Karena kini pekerjaan kami membutuhkan pengorbanan dan harga yang harus dibayar, aku tak boleh mengutamakan kenyamanan pribadiku lagi. Tolong berikan aku keteguhan hati untuk menderita dan menyelesaikan pekerjaan ini dengan baik." Aku merasa sedikit lebih tenang setelah berdoa. Aku siap mengubah sikapku dan melaksanakan tugasku dengan baik. Setelah itu, aku mempelajari keterampilan penting dalam produksi video bersama anggota lain, kami membahas proyek, dan kami menjaga agar jadwal produksi kami berjalan tepat waktu. Pada akhirnya, kami berhasil menyelesaikan videonya. Jika mengingat kembali semua pengalaman tersebut, ternyata aku tak berusaha maksimal saat bertugas dan bersikap licin. Aku sedikit menderita saat melaksanakan tugasku waktu itu, tapi aku merasa damai, dan itu perasaan yang luar biasa. Pada pertemuan akhir bulan, semua orang bersekutu tentang pengalaman terbaru dan keuntungan mereka. Semua benar-benar merasa bahwa tanpa penanganan dan penyingkapan firman Tuhan, kami tak akan menyadari kesalahan dan kerusakan kami, dan kami tak akan mengalami kemajuan meski telah bekerja sangat lama. Itu sangat menguntungkan kami, untuk tugas dan juga jalan masuk ke dalam kehidupan kami.

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait