Siapa yang Menyebabkan Hancurnya Keluargaku?

24 Oktober 2024

Di masa-masa awal, karena aku bekerja sebagai pegawai negeri di pemerintahan, suamiku adalah seorang guru sekolah menengah atas, dan kami memiliki putri kecil yang lucu dan pintar dengan prestasi yang bagus, semua orang iri pada kami karena memiliki keluarga yang tampak sempurna dan harmonis. Kemudian, menjelang akhir tahun 2005, aku beruntung menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman dan mulai mengetahui bahwa Tuhan Yang Mahakuasa adalah Tuhan Yesus yang telah kembali, dan Dia mengungkapkan kebenaran untuk melakukan pekerjaan penghakiman untuk menyucikan, menyelamatkan, dan membawa manusia ke dalam kerajaan Tuhan. Aku membawa kabar baik ini kepada suamiku dan ibu mertuaku, dan ibu mertuaku pun segera menerima pekerjaan Tuhan di akhir zaman. Meskipun suamiku tidak mau menerima, dia tidak berkeberatan dengan iman kami. Selama waktu itu, aku membaca firman Tuhan setiap hari, bersekutu tentang kebenaran dengan saudara-saudari, dan melaksanakan tugasku—hari-hari itu terasa begitu bermakna, memuaskan, dan membahagiakan. Tak pernah kubayangkan bahwa hari-hari itu akan segera berakhir karena penganiayaan dari PKT.

Suatu sore di tahun 2006, sepulangnya aku dari sebuah pertemuan, suamiku dengan marah berkata kepadaku, "Dahulu, kupikir percaya kepada Tuhan adalah hal yang baik, tetapi baru saja aku lihat di internet bahwa pemerintah sedang menindak keras orang-orang percaya. Gereja Tuhan Yang Mahakuasa adalah target utama yang ditindak keras oleh pemerintah, dan jika tertangkap, kau akan dianggap sebagai pelanggar serius dan dijatuhi hukuman penjara. Setiap pegawai negeri yang memiliki anggota keluarga yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa akan dihukum berat, dipecat dari pekerjaannya, tunjangan sosial mereka akan dicabut, dan anak-anak mereka tidak akan bisa mendaftar ke universitas, bergabung dengan militer, atau mendaftar sebagai pegawai negeri. Mulai hari ini, kau tidak boleh lagi percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa!" Setelah mengakhiri omelannya, dia keluar dari rumah dengan marah. Aku sangat marah dan berpikir, "Dalam iman kami, yang kami lakukan hanyalah makan dan minum firman Tuhan, mengejar kebenaran, dan menempuh jalan yang benar, kami sama sekali tidak melakukan hal melanggar hukum. Namun, meskipun begitu, PKT tetap berusaha menangkap dan menindas kami; betapa jahatnya mereka! Tak peduli bagaimana mereka menganiayaku, aku akan terus mengikuti Tuhan Yang Mahakuasa!"

Keesokan harinya, setelah menyelesaikan tugasku dan pulang ke rumah, ibu mertuaku bertanya padaku dengan raut wajah serius, "Mengapa kau pulang begitu larut? Apakah kau benar-benar akan terus percaya meskipun sekarang sangat berbahaya untuk melakukannya? Hari ini aku membaca di internet bahwa kau bisa ditangkap karena percaya kepada Tuhan, dijatuhi hukuman penjara, anak-anakmu tidak akan bisa mendaftar ke perguruan tinggi dan baik kau maupun suamimu akan dipecat dari pekerjaan kalian sebagai pegawai negeri. Demi masa depan cucuku, aku telah memutuskan untuk berhenti percaya kepada Tuhan." Sambil tersenyum sinis, suamiku berkata, "Lihatlah, ibuku punya akal sehat! Begitu dia mendengar bahwa dia bisa ditangkap jika beriman kepada Tuhan, dia langsung berhenti; kau juga harus berhenti percaya! Jika kau ditangkap karena percaya, seluruh keluarga kita akan ikut terseret dalam kesulitan dan itu semua akan disebabkan olehmu. Sebaiknya kaupikirkan ini baik-baik!" Setelah mendengar ini, aku menjadi sedikit khawatir dan berpikir, "Jika aku terus beriman dan melaksanakan tugasku lalu tertangkap dan dipenjara, suamiku akan dipecat dari pekerjaannya dan putriku juga akan terkena dampak negatifnya. Jika itu terjadi, mereka berdua pasti akan membenciku karenanya. Mungkin sebaiknya aku tidak menghadiri pertemuan untuk sementara waktu agar keluargaku tidak terkena masalah." Namun ketika aku memikirkan ini, aku merasa sangat gelisah di dalam hati. Aku berpikir, "Jika aku tidak pergi ke pertemuan dan melaksanakan tugasku supaya tidak ditangkap oleh PKT, apakah aku akan tetap termasuk sebagai orang percaya? Apakah aku akan tetap bisa memperoleh kebenaran?" Aku segera berseru kepada Tuhan. Saat itu juga, aku teringat akan firman Tuhan yang berkata: "Dari segala sesuatu yang ada di alam semesta, tidak ada satu pun yang mengenainya Aku tidak mengambil keputusan yang terakhir. Apakah ada sesuatu, yang tidak berada di tangan-Ku? Apa pun yang Kufirmankan terjadi, dan siapakah di antara manusia yang dapat mengubah pikiran-Ku?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta, Bab 1"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku mendapatkan pemahaman yang lebih jelas. Takdir kita sebagai manusia sepenuhnya berada di tangan Tuhan. Tuhan sudah menentukan sejak semula apakah aku dan suamiku akan dipecat atau tidak dan seperti apa masa depan putriku. Hal-hal ini bukanlah sesuatu yang dapat diputuskan oleh manusia semata. Setelah menyadari hal ini, aku mengatakan kepada mereka, "Tuhan-lah yang memiliki keputusan akhir tentang apakah aku akan ditangkap dan apakah masa depan anak kita akan terpengaruh. Manusia adalah ciptaan Tuhan, dan sepenuhnya wajar dan dapat dibenarkan bagi kita untuk percaya dan menyembah Tuhan. Aku tahu bahwa inilah hal yang seharusnya kulakukan, jadi aku tidak akan mengikuti kalian dalam meninggalkan jalan yang benar." Suamiku menjadi sangat marah dan mulai merendahkanku serta melontarkan kata-kata yang tajam, "Sadarlah! Kita sudah bekerja dalam sistem PKT selama bertahun-tahun dan kau masih belum memahami kebijakan mereka? Tiongkok tidak mungkin bisa memiliki kebebasan beragama yang sejati. Di Tiongkok, kau hanya boleh menaruh kepercayaanmu kepada partai. Apa pun yang diputuskan oleh partai, itulah hukumnya dan kau tidak bisa menentangnya. Contohnya adalah insiden di Lapangan Tiananmen: para mahasiswa itu hanya berusaha memperjuangkan demokrasi dan kebebasan, tetapi mereka ditindas dengan brutal oleh PKT dan bahkan mendapat tuduhan palsu, yaitu memicu kerusuhan dan revolusi, yang menyebabkan banyak dari mereka ditangkap dan dipenjara. Bahkan ada beberapa mahasiswa yang dilindas oleh tank. Memikirkan ini saja sudah membuatku merinding. Pikirkanlah: jika mereka bisa bertindak begitu brutal terhadap para mahasiswa, apakah menurutmu mereka akan membiarkan orang-orang percaya lolos begitu saja? Kau harus bisa melihat kenyataan yang ada, kau adalah warga negara Tiongkok dan karena itu kau hanya boleh percaya kepada PKT dan sama sekali tidak boleh percaya kepada Tuhan." Setelah mendengar argumen suamiku, aku berpikir, "PKT memang benar-benar biadab, kejam, dan sangat jahat. Jika aku bersikeras untuk percaya kepada Tuhan dan tertangkap, mereka pasti akan memukuliku sampai mati." Aku pun menjadi sedikit takut Saat itu, aku teringat akan firman Tuhan Yesus yang berkata: "Dan jangan takut kepada mereka yang membunuh tubuh, tetapi tidak mampu membunuh jiwa: sebaliknya, takutlah kepada Dia yang mampu menghancurkan tubuh dan jiwa di neraka" (Matius 10:28). Firman Tuhan memenuhiku dengan iman; semua peristiwa dan segala sesuatu ada di tangan Tuhan dan tanpa seizin Tuhan, PKT tidak akan bisa menyentuhku sedikit pun. Bahkan jika pada akhirnya aku ditangkap dan dipukuli hingga mati atau cacat, itu semua seizin Tuhan. Jika aku bisa tetap teguh dalam kesaksianku dan mempermalukan Iblis, hidupku tidak akan sia-sia. Aku tidak boleh terkekang oleh apa yang baru saja dikatakan suamiku dan menjalani hidup yang tidak bermartabat di bawah kuasa Iblis seperti dirinya. Aku harus mengandalkan Tuhan agar bisa tetap teguh dalam kesaksianku.

Setelah suamiku melihat bahwa aku masih belum meninggalkan imanku, dia sering kali mencari-cari kesalahanku, merendahkan dan menegurku dan bahkan mengkritikku di depan putriku karena tidak melakukan pekerjaan yang seharusnya kulakukan. Ibu mertuaku juga mulai memberiku tatapan sinis dan memarahiku, mengatakan bahwa aku memiliki terlalu banyak waktu yang kusia-siakan untuk hal-hal tidak berguna, dan mengabaikan masa depan anak serta keluargaku demi imanku sendiri. Selain putriku, tidak ada seorang pun yang mau berbicara denganku; rasanya seperti tidak ada tempat lagi untukku di dalam keluarga ini. Seiring berjalannya waktu, aku mulai merasa sedikit lemah, jadi aku datang ke hadirat Tuhan dalam doa dan pencarian, lalu menemukan bagian dari firman Tuhan yang mengatakan: "Si naga merah yang sangat besar itu menganiaya Tuhan dan ia adalah musuh Tuhan, dan karenanya, di negeri ini, mereka yang percaya kepada Tuhan dipaksa menanggung penghinaan dan penindasan .... Teramat sulit bagi Tuhan untuk menjalankan pekerjaan-Nya di negeri si naga merah yang sangat besar—tetapi lewat kesulitan inilah Tuhan mengerjakan satu tahap pekerjaan-Nya, membuat hikmat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya yang menakjubkan menjadi nyata, dan menggunakan kesempatan ini untuk melengkapi kelompok orang ini" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Apakah Pekerjaan Tuhan Sesederhana yang Manusia Bayangkan?"). Melalui firman Tuhan aku belajar bahwa rezim PKT adalah rezim Iblis. PKT sangat membenci Tuhan serta kebenaran, dan karena itu, semua orang di Tiongkok yang percaya kepada Tuhan pasti akan mengalami penindasan oleh PKT. Namun, hikmat Tuhan bekerja berdasarkan rencana jahat Iblis dan Tuhan menggunakan situasi sulit yang diakibatkan oleh penangkapan dan penindasan PKT untuk menyempurnakan iman kita. Suamiku mengikuti PKT untuk menganiayaku, dan keluargaku menolakku; aku menderita dan merasa sedikit terhina, tetapi penderitaan ini datang karena aku mengejar kebenaran dan menempuh jalan yang benar, jadi semua ini sangat layak dijalani. Aku tidak boleh tenggelam dalam sikap negatif dan kelemahan, karena itu menyakiti Tuhan. Aku harus tetap teguh dalam kesaksianku bagi-Nya! Saat menyadari hal ini, aku tidak lagi merasa terlalu sedih dan aku mendapatkan kembali imanku.

Setelah itu, suamiku dan ibu mertuaku bergantian mengawasiku dan tidak mengizinkanku menghadiri pertemuan atau membaca firman Tuhan. Namun, aku tidak membiarkan mereka mengekangku, dan saat mereka tidak melihat, aku menyelinap pergi untuk menghadiri pertemuan dan membaca firman Tuhan di bawah selimut dengan senter pada malam hari. Namun kemudian, suatu hari ketika aku hendak pergi ke pertemuan, ibu mertuaku memergokiku dan, dengan berlinang air mata, dia berkata, "Anakku, kumohon, berhentilah percaya kepada Tuhan. Jika kau tertangkap, apa yang akan terjadi pada keluarga kita? Putraku sudah berkata jika kau terus seperti ini, dia akan menceraikanmu. Kau adalah menantu yang baik, aku tidak ingin kehilanganmu dan aku tidak sanggup melihat keluarga kita hancur." Sungguh sulit bagiku melihat ibu mertuaku seperti itu, dengan air mata membasahi pipinya. Di masa lalu, dia selalu memperlakukanku seperti putrinya sendiri dan aku tidak tega melihatnya menderita seperti itu, jadi aku memberi persekutuan kepadanya, "Ibu, kau sendiri sudah membaca firman Tuhan, jadi kau tahu bahwa Tuhan telah menciptakan manusia, langit, bumi, dan segala isinya. Hidup kita dan semua yang kita nikmati berasal dari-Nya, dan percaya kepada Tuhan serta menyembah-Nya adalah sesuatu yang sangat wajar dan dapat dibenarkan. Di akhir zaman, Tuhan Yang Mahakuasa telah mengungkapkan banyak kebenaran untuk menyelamatkan kita dari dosa. Jika kita melepaskan iman kita karena takut ditangkap, kita akan kehilangan kesempatan untuk diselamatkan. Selain itu, aku menempuh jalan hidup yang benar dalam imanku kepada Tuhan, jika keluarga kita hancur, bukankah penyebabnya adalah PKT? PKT adalah penjahat yang sebenarnya di sini. Kita harus tetap teguh dalam kesaksian kita selama masa sulit ini dan tidak boleh mengkhianati Tuhan." Ibu mertuaku menjawab dengan marah, "Aku tahu bahwa percaya kepada Tuhan itu baik, tetapi bagaimana mungkin aku berani untuk tetap percaya ketika sekarang PKT sedang melakukan penangkapan? Jika kau bersikeras untuk percaya kepada Tuhan, aku tidak punya pilihan selain berpihak pada putraku demi keluarga kita." Yang bisa kulakukan hanyalah berkata kepadanya, "Jika kau ingin melepaskan imanmu, itu pilihanmu, tetapi kumohon jangan ikut-ikut PKT untuk menghalangi dan menganiayaku karena percaya kepada Tuhan. Kau tahu bahwa aku percaya kepada Tuhan yang benar dan mengikuti jalan yang benar. Bahkan jika aku ditangkap dan dipenjara, aku akan tetap percaya kepada Tuhan sampai akhir." Begitu mendengar hal ini, dia meninggalkan ruangan dan kembali ke kamarnya dengan marah, membanting pintu saat pergi.

Ketika suamiku pulang dan mendengar bahwa aku telah menghadiri pertemuan, dengan marah dia menginterogasiku, "Apakah kau ingin mati? Apakah menurutmu apa yang mereka katakan di internet itu lelucon? Berita itu berasal dari situs Biro Keamanan Masyarakat Nasional. Tahukah kau bahwa sudah banyak orang yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa yang ditangkap, dan beberapa di antaranya telah dijatuhi hukuman penjara, dipukuli sampai mati atau menjadi cacat? Jangan sampai imanmu menyeret keluarga kita ke dalam masalah!" Dalam amarah yang meluap, dia menggeledah kamar kami untuk mencari buku-buku firman Tuhan milikku dan membanting senter yang kugunakan untuk membaca ke lantai sambil berteriak, "Jika kau tidak mau meninggalkan imanmu, dan bersikeras untuk terus percaya kepada Tuhan, kau tidak akan menjadi bagian dari keluarga ini lagi! Aku merasa ketakutan dan cemas setiap hari gara-gara kepercayaanmu kepada Tuhan. Tahukah kau bahwa kita berdua bisa kehilangan pekerjaan jika kau ditangkap? Didepanku, istri kolegaku selalu menyinggung bahwa kau adalah orang percaya sehingga situasi di tempat kerja menjadi sangat canggung bagiku. Kau telah membuatku benar-benar kehilangan muka! Aku butuh jawaban darimu hari ini: Apa kau memilih imanmu atau keluarga kita? Jika kau memilih keluarga kita, hiduplah dengan normal di rumah, kau tidak perlu melakukan apa pun, dan aku bahkan akan memberimu uang setiap bulan untuk bermain mahyong. Aku akan memberikan apa pun yang kaubutuhkan. Jika kau bersikeras untuk terus percaya kepada Tuhan, aku akan menceraikanmu, kau tidak akan mendapatkan bagian sama sekali dari harta kita dan tidak akan diperbolehkan untuk bertemu dengan putri kita." Aku sangat hancur melihat betapa tidak berperasaan dan kejamnya suamiku, air mataku menggenang, dan aku merasa sangat terluka. Aku telah bekerja begitu keras mencari nafkah untuk keluarga, kami baru saja merenovasi rumah, dan sekarang suamiku akan mengusirku begitu saja setelah lebih dari sepuluh tahun kami menjalani pernikahan yang bahagia hanya demi menyelamatkan muka dan prospek masa depannya. Saat itu, aku sadar bahwa pernikahan kami hanyalah sebatas nama. Aku menjawabnya, "Sekalipun aku kehilangan segalanya setelah kita bercerai, aku akan tetap memilih untuk mengikuti Tuhan." Dengan suara yang jahat dan penuh kebencian, dia menjawab, "Jika kau memilih untuk mengikuti Tuhan, aku tidak akan membiarkanmu begitu saja. Aku akan mengirimmu ke Biro Keamanan Masyarakat, mereka tahu cara menangani orang sepertimu!" Saat mengatakan itu, dia menunjukkan kepadaku sepucuk surat yang sudah dia cetak yang menyatakan, "Istriku percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa dan sekarang sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Aku telah mencoba segala cara, tetapi dia tidak mau mendengarkanku, jadi aku tidak punya pilihan selain meminta Biro Keamanan Masyarakat untuk membantuku menangani istriku. Jika dibutuhkan bantuan, aku akan bersedia membantu." Saat melihat surat itu, aku sangat marah, dan berpikir, "Suami macam apa dia? Dia tidak ada bedanya dengan setan! Dia tahu betul bagaimana brutalnya PKT memperlakukan orang-orang yang percaya kepada Tuhan, tetapi dia tetap ingin mengirimku ke Biro Keamanan Masyarakat. Bukankah itu sama saja dengan mengirimku ke kematian?" Aku sungguh risau melihat bahwa suamiku sendiri telah sepenuhnya kehilangan kemanusiaannya, dan sekarang mampu berbuat apa pun. "Jika dia benar-benar membawaku ke Biro Keamanan Masyarakat, apa yang akan kulakukan? Mereka ahli dalam menyiksa dan bahkan membunuh orang-orang percaya di sana." Makin aku memikirkannya, makin aku merasa ketakutan, jadi aku terus berdoa kepada Tuhan, memohon kepada-Nya untuk memberiku iman dan kekuatan. Setelah berdoa, aku teringat akan bagian dari firman Tuhan yang pernah kubaca saat waktu teduh: "Engkau tidak perlu takut akan ini dan itu; sebanyak apa pun kesulitan dan bahaya yang mungkin engkau hadapi, engkau mampu tetap tenang di hadapan-Ku; tidak terhalang oleh rintangan apa pun sehingga kehendak-Ku dapat terlaksana. Ini adalah tugasmu .... Janganlah takut; dengan dukungan-Ku, siapa yang mampu menghalangi jalan ini? Ingatlah ini! Jangan lupa!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 10"). Firman Tuhan memenuhiku dengan kekuatan dan iman; Tuhan adalah perisaiku, jadi tidak ada yang perlu kutakuti. Dengan keyakinan yang teguh, aku berkata kepada suamiku, "Sekalipun kau menyerahkanku ke Biro Keamanan Masyarakat, aku akan terus percaya kepada Tuhan. Kau harus tahu bahwa PKT hanya bisa menyiksa dan menganiaya tubuhku, tetapi mereka tidak akan pernah bisa menghancurkan kemauanku untuk mengikuti Tuhan. Tidak peduli bagaimana mereka menganiayaku, aku akan terus percaya kepada Tuhan sekalipun aku harus mati!" Melihat betapa teguhnya imanku, suamiku menggelengkan kepalanya dengan pasrah dan berkata, "Wah, wah, dia benar-benar sudah tidak bisa diselamatkan!" Melihat suamiku kehabisan akal, dari lubuk hatiku, aku bersyukur kepada Tuhan karena telah memberiku iman untuk tetap teguh.

Setelah makan malam, aku duduk di tempat tidur dan merenungkan semua yang terjadi hari itu dan menyadari bahwa aku tidak bisa terus tinggal di rumah ini. Ketika memikirkannya, aku mulai merasa sedikit sedih dan enggan untuk berpisah dan air mataku mengalir. Melihatku menangis, suamiku mencoba membujukku lagi, dengan berkata, "Jika kau berjanji untuk tidak percaya kepada Tuhan, aku tidak akan menceraikanmu dan aku tidak akan menyerahkanmu ke Biro Keamanan Masyarakat. Dengan demikian, keluarga kita bisa terus hidup harmonis seperti sediakala." Aku menjawab, "Tuhan Yang Mahakuasa telah mengungkapkan kebenaran untuk melakukan pekerjaan penghakiman dan menyucikan umat manusia. Kita semua harus menerima kebenaran dan datang ke hadapan Tuhan dalam pertobatan agar diselamatkan oleh-Nya. Inilah satu-satunya jalan keluar kita. Akhir-akhir ini, terjadi bencana dengan skala yang makin besar; jika kau terus mengikuti PKT untuk menghalangi dan menganiaya kepercayaanku kepada Tuhan, kau akan menjadi korban bencana ini dan dihukum!" Suamiku sama sekali tidak bisa menerima apa yang kukatakan dan membalas ucapanku dengan marah, "Jangan sebut-sebut imanmu di depanku. Bahkan jika Tuhan Yang Mahakuasa benar-benar Tuhan yang benar, aku tetap tidak akan percaya kepada-Nya. Jika kau masih bersikeras untuk percaya kepada Tuhan, aku akan membawamu ke Biro Keamanan Masyarakat besok pagi!" Melihat bahwa aku tidak mendengarkannya, dia menjadi sangat marah, menahanku di tempat tidur, menampar wajahku, dan mulai mencekikku sambil berkata, "Imanmu tidak hanya merugikan keluarga kita, tapi juga menyusahkanku. Kita lihat apakah kau tetap percaya kepada Tuhan setelah aku menghajarmu sampai mati!" Saat aku berjuang sekuat tenaga untuk membebaskan diri, ibu mertuaku mendengar keributan itu dan masuk ke kamar kami. Dia mencercaku, berkata, "Imanmu telah menghancurkan keluarga ini dan kini juga menyusahkan putraku." Ini membuatku sangat marah, dan aku berpikir, "Sebenarnya keluarga kita menjadi tidak harmonis karena kalian berdua memercayai kabar bohong dari PKT dan mulai menganiayaku karena percaya pada Tuhan. Ini benar-benar tidak masuk akal, bukannya membenci PKT, kalian malah mengatakan bahwa itu semua salahku. Aku tidak bisa terus hidup seperti ini." Aku sangat marah hingga aku berlari ke jendela dan bersiap untuk melompat keluar dan mengakhiri hidupku. Tepat saat aku hendak melompat, ibu mertuaku menunjuk ke arahku dan berkata, "Silakan lompat. Lompatlah dari jendela, tidak ada yang akan mengorbankan hidupnya untukmu!" Ketika dia mengatakan ini, aku tiba-tiba tersadar dan teringat firman Tuhan yang mengatakan, "Selama akhir zaman ini engkau semua harus menjadi saksi bagi Tuhan. Seberapa besarnya pun penderitaanmu, engkau harus menjalaninya sampai akhir, dan bahkan hingga akhir napasmu, engkau harus setia dan tunduk pada pengaturan Tuhan; hanya inilah yang disebut benar-benar mengasihi Tuhan, dan hanya inilah kesaksian yang kuat dan bergema" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Dengan Mengalami Ujian-Ujian yang Menyakitkan Engkau Semua Bisa Mengenal Keindahan Tuhan"). Saat aku merenungkan firman Tuhan, air mataku tak terbendung lagi. Meskipun keluargaku tidak memahamiku dan bahkan menganiayaku, Tuhan terus mencerahkan dan membimbingku, menunjukkan maksud-Nya. Dalam situasi seperti ini, aku tahu bahwa aku harus mengandalkan Tuhan, mempertahankan imanku kepada-Nya dan tetap teguh dalam kesaksianku untuk mempermalukan Iblis. Namun, aku tidak mencari maksud Tuhan, dan saat menghadapi penganiayaan, aku malah ingin kabur melalui kematian. Bukankah aku telah terjebak dalam tipu daya Iblis? Aku begitu bodoh dan telah gagal menjadi kesaksian. Aku tidak boleh terus membiarkan diriku tertipu oleh Iblis, aku harus terus hidup, percaya kepada Tuhan, dan melaksanakan tugasku tidak peduli bagaimana keluargaku menganiayaku.

Ketika suamiku menyadari bahwa dia tidak bisa menghentikanku, dia memanggil pamannya. Pamannya berkata kepadaku, "Kudengar kau bersikeras untuk tetap percaya kepada Tuhan. Kau tahu, jika kau tertangkap, seluruh keluargamu akan terkena dampaknya, dan keponakanku akan menceraikanmu. Jika malam ini kau menulis pernyataan bahwa kau tidak akan percaya kepada Tuhan lagi, keluarga ini bisa tetap utuh." Suamiku kemudian menyerahkan pena dan selembar kertas padaku lalu menyuruhku menulis pernyataan itu. Berbagai pemikiran berkecamuk di kepalaku, "Jika kami benar-benar bercerai, apa yang akan terjadi pada anak kami? Dia masih belia dan tanpa aku yang merawatnya, dia mungkin akan diganggu oleh orang lain. Jika suamiku menikah lagi, akankah dia disiksa ibu tirinya? Akankah dia tumbuh dengan sehat? Jika di luarnya aku setuju untuk menulis pernyataan itu dan diam-diam tetap beriman, keluarga ini akan tetap utuh dan aku bisa terus beriman. Bukankah aku bisa mendapatkan keduanya?" Namun, memikirkan hal itu membuatku gelisah, jadi aku berdoa kepada Tuhan, mencari cara bertindak agar selaras dengan maksud-Nya. Setelah berdoa, aku menyadari bahwa menulis pernyataan itu adalah pengkhianatan terhadap Tuhan. Aku sadar bahwa aku sekali lagi hampir jatuh ke dalam tipuan Iblis. Jika aku menulis pernyataan itu, berarti aku mengkhianati Tuhan dan akan gagal menjadi kesaksian, jadi aku benar-benar tidak boleh menulisnya. Karena aku tidak kunjung menulis pernyataan itu, paman suamiku menggertakkan giginya dan berkata, "Apakah kau akan mati jika berhenti percaya kepada Tuhan? Jika istriku bersikap sepertimu, aku akan mematahkan tangan dan kakinya. Akan kulihat apakah dia masih bisa beriman setelah itu!" Kata-katanya membuatku muak, dan aku bertanya-tanya bagaimana mungkin seorang manusia bisa mengucapkan kata-kata sekeji itu. Bukankah dia berbicara seperti setan? Dengan marah aku membalas, "AKU TIDAK AKAN menulis pernyataan ini!" Begitu aku mengatakan itu, suamiku dengan marah mengambil surat cerai yang telah dia tulis dan tanpa ragu menandatanganinya. Di surat itu, tertulis bahwa dia berhak atas rumah dan anak kami, sedangkan aku tidak akan memiliki harta sama sekali ataupun hak untuk mengunjungi putri kami. Meskipun sebelumnya aku sudah mempersiapkan diri secara mental untuk bercerai, ketika hal itu benar-benar nyata terjadi, aku tetap merasa sedikit lemah. Aku telah bekerja keras untuk membawa keluarga kami sampai di titik ini, dan sekarang aku akan kehilangan rumah dan tidak bisa menemui putri kami. Aku tidak sanggup meninggalkan keluarga ini, meninggalkan putriku, tetapi suamiku terus mendesakku dan aku tidak bisa mengambil keputusan. Saat itulah aku teringat satu bagian dari firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Engkau harus menderita kesukaran demi kebenaran, engkau harus mengabdikan diri kepada kebenaran, engkau harus menanggung penghinaan demi kebenaran, dan untuk memperoleh lebih banyak kebenaran, engkau harus mengalami penderitaan yang lebih besar. Inilah yang harus engkau lakukan. Janganlah membuang kebenaran demi kehidupan keluarga yang damai, dan janganlah kehilangan martabat dan integritas hidupmu demi kesenangan sesaat. Engkau harus mengejar segala yang indah dan baik, dan engkau harus mengejar jalan dalam hidup yang lebih bermakna. Jika engkau menjalani kehidupan yang vulgar dan tidak mengejar tujuan apa pun, bukankah engkau menyia-nyiakan hidupmu? Apa yang dapat engkau peroleh dari kehidupan semacam itu? Engkau harus meninggalkan seluruh kenikmatan daging demi satu kebenaran, dan jangan membuang seluruh kebenaran demi sedikit kenikmatan. Orang-orang seperti ini tidak memiliki integritas atau martabat; keberadaan mereka tidak ada artinya!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Setelah membaca firman Tuhan, aku menyadari bahwa menderita demi memperoleh kebenaran adalah hal yang berharga dan bermakna. Hidup hanya akan menjadi berarti jika dihabiskan untuk mengejar kebenaran dalam iman. Jika aku akhirnya menjalani gaya hidup yang mudah karena aku mengejar kehidupan keluarga yang harmonis dan kenyamanan daging, tetapi kehilangan kesempatan untuk diselamatkan oleh Tuhan, aku akan menyesal seumur hidupku. Mengenai masa depan putriku dan penderitaan apa yang harus dia tanggung, Tuhan sudah menetapkan semuanya sejak semula. Bahkan jika aku tetap berada di sisinya, aku tidak akan dapat memastikan bahwa dia akan hidup dengan sehat setiap hari, apalagi mengubah takdirnya. Aku harus menyerahkan takdirnya kepada Tuhan dan tunduk pada pengaturan serta penataan-Nya. Setelah aku memahami maksud Tuhan, aku merasa memiliki jalan ke depan dan tidak lagi merasa terlalu sedih. Aku kemudian teringat satu bagian lain dari firman Tuhan yang mengatakan: "Siapa pun yang tidak mengakui Tuhan adalah musuh; artinya, siapa pun yang tidak mengakui Tuhan yang berinkarnasi—apakah mereka berada di dalam atau di luar aliran ini atau tidak adalah antikristus! Siapakah Iblis, siapakah setan-setan, dan siapakah musuh Tuhan kalau bukan para penentang yang tidak percaya kepada Tuhan?" "Orang percaya dan orang tidak percaya sama sekali tidak sesuai; sebaliknya mereka saling bertentangan satu sama lain" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan dan Manusia akan Masuk ke Tempat Perhentian Bersama-sama"). Saat merenungkan firman Tuhan, aku teringat akan bagaimana ketika suamiku mendengar bahwa orang yang percaya kepada Tuhan akan ditangkap dan ditindas oleh PKT, dia mulai menganiayaku, tidak membiarkanku membaca firman Tuhan, melarangku bertemu dengan saudara-saudari, menggunakan segala macam cara untuk menghalangiku menerapkan imanku, bahkan sampai mengancam akan menyerahkanku ke Biro Keamanan Masyarakat di mana aku pasti akan menghadapi bahaya besar. Sekarang dia memaksaku untuk menulis pernyataan bahwa aku tidak akan menerapkan imanku, bersumpah akan menceraikan dan mengusirku, meninggalkanku tanpa apa pun jika aku tidak menulisnya. Aku melihat bahwa suamiku tidak lebih dari setan yang menentang Tuhan dan membenci kebenaran. Mengingat bahwa dia telah mengikuti PKT dalam menentang Tuhan, sementara aku berusaha mengikuti Tuhan dan menempuh jalan yang benar, jelas kami menempuh jalan yang berbeda dan hanya akan menderita jika tetap bersama. Setelah menyadari hal ini, aku mampu menghadapi situasi yang ada dengan tenang dan memutuskan untuk menandatangani surat cerai.

Melalui pengalaman cobaan berat yang kualami ini, aku makin menyadari betapa mengerikan dan menjijikkannya natur PKT yang menentang Tuhan. Seperti kata firman Tuhan: "Kebebasan beragama? Hak dan kepentingan yang sah bagi warga negara? Semua itu hanya tipu muslihat untuk menutupi dosa! ... Mengapa bersusah payah merintangi pekerjaan Tuhan? Mengapa menggunakan segala macam tipu muslihat untuk menipu umat Tuhan? Di manakah kebebasan sejati serta hak dan kepentingan yang sah? Di manakah keadilan? Di manakah penghiburan? Di manakah kehangatan? Mengapa menggunakan rencana licik untuk menipu umat Tuhan? Mengapa menggunakan kekerasan untuk menekan kedatangan Tuhan? Mengapa tidak membiarkan Tuhan melangkah bebas di bumi yang Dia ciptakan? Mengapa memburu Tuhan sampai Dia tidak punya tempat untuk meletakkan kepala-Nya?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (8)"). Pemerintahan PKT adalah pemerintahan Iblis itu sendiri. Untuk memperkuat stabilitas kekuasaan autokratik mereka, PKT secara membabi buta menentang Tuhan dan melakukan segala daya upaya untuk mengganggu serta menghancurkan pekerjaan Tuhan dalam menyelamatkan umat manusia. Mereka menggunakan media untuk memfitnah, mencemarkan nama baik, mengutuk, dan menghujat Tuhan, mereka juga menggunakan berbagai strategi untuk menangkap dan menindas orang-orang Kristen, serta menyesatkan dan menghasut keluarga orang-orang Kristen untuk menindas dan menyerang mereka, sehingga keluarga-keluarga mereka terpecah belah. Namun, mereka memutarbalikkan kebenaran dan mengeklaim bahwa orang-orang percaya meninggalkan keluarga mereka; betapa hina dan jahatnya mereka! Melalui penganiayaan yang telah kualami ini, aku memahami natur suamiku yang sebenarnya yang membenci kebenaran. Aku juga menyadari bahwa hanya Tuhan-lah yang benar-benar bisa kuandalkan. Ketika aku berada di kondisi terlemah dan sangat tertekan, firman Tuhan berulang kali mencerahkan dan membimbingku, memberiku iman dan kekuatan dan memampukanku mengerti tipu muslihat jahat Iblis sehingga aku dapat tetap berdiri teguh menghadapi penindasan. Mulai sekarang, aku akan terus mengejar kebenaran dan melaksanakan tugasku dengan baik untuk membalas kebaikan Tuhan.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait