Bagaimana Aku Mengubah Diriku Yang Sombong

02 September 2020

Oleh Saudari Jing Wei, Amerika

Tuhan Yang Mahakuasa berkata: "Setiap langkah dari pekerjaan Tuhan—entah itu firman yang keras, atau penghakiman, atau hajaran—menjadikan manusia sempurna, dan sangat tepat. Tidak pernah di sepanjang sejarah Tuhan melakukan pekerjaan seperti ini; sekarang, Dia bekerja di dalam engkau semua sehingga engkau semua menghargai hikmat-Nya. Walaupun engkau telah menderita kesengsaraan di dalam dirimu, hatimu merasa teguh, dan merasakan damai sejahtera; bisa menikmati tahap pekerjaan Tuhan ini adalah berkat bagi dirimu. Terlepas dari apa yang engkau mampu peroleh di masa depan, semua yang engkau lihat dari pekerjaan Tuhan dalam engkau semua sekarang ini adalah kasih. Jika manusia tidak mengalami penghakiman dan pemurnian Tuhan, tindakan-tindakan dan semangatnya akan tetap berada di level permukaan belaka, dan wataknya tidak akan berubah. Apakah ini termasuk sudah didapatkan oleh Tuhan? Sekarang ini, walaupun masih banyak hal dalam diri manusia yang congkak dan sombong, watak manusia jauh lebih stabil ketimbang sebelumnya. Penanganan Tuhan atas dirimu dikerjakan untuk menyelamatkanmu, dan walaupun engkau mungkin merasa sakit pada waktu itu, harinya akan tiba ketika terjadi perubahan dalam watakmu. Pada saat itu, engkau akan melihat kembali ke belakang dan melihat betapa bijaksananya pekerjaan Tuhan, dan pada saat itu engkau akan mampu benar-benar memahami kehendak Tuhan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Dengan Mengalami Ujian-Ujian yang Menyakitkan Engkau Semua Bisa Mengenal Keindahan Tuhan"). Dulu aku berpikir hanya antusiasme dan kemauan untuk menerima konsekuensi dalam tugas, bisa meraih persetujuan Tuhan. Aku tidak fokus menerima penghakiman dan hajaran Firman Tuhan atau mengejar perubahan watak. Aku hanya melakukan tugasku secara arogan dan diktator. Aku mengekang dan menyakiti saudara-saudari dan merusak pekerjaan gereja. Akhirnya aku melihat tanpa penghakiman dan hajaran Tuhan, watak rusakku tak bisa ditahirkan dan diubah dan aku tidak bisa melakukan tugas untuk menyenangkan Tuhan. Aku sungguh merasakan penghakiman dan hajaran Tuhan adalah keselamatan bagi kita.

Tahun 2016 aku diberi tugas sebagai desainer set. Aku senang sekali, berpikir, "Aku mempelajari desain interior dan punya pengalaman lebih dari 4 tahun di bidang itu. Aku bisa memanfaatkan keterampilan profesionalku untuk melakukannya dan menyenangkan Tuhan." Lalu aku pelajari banyak keterampilan bersama saudara-saudari dan kami bersekutu dalam hal prinsip. Setelah beberapa waktu, aku mulai melihat hasil dalam tugasku. Ketika aku dengar seseorang bilang, "Kerja kalian bagus dalam set ini. Sangat realistis," meski aku jawab bahwa itu bimbingan dari Tuhan, yang sebenarnya kupikirkan adalah, "Tentu saja, kau tidak tahu siapa yang mendesainnya? Aku seorang profesional!" Aku mulai berjalan dengan congkak dan bicara lebih keras. Ketika melihat kesalahan dalam tugas orang lain, aku memandang rendah mereka. Aku berhenti mendiskusikan pengaturan set dengan mereka. Aku berpikir karena aku belajar desain, maka hal itu tidak perlu, hanya buang-buang waktu karena mereka juga akan gunakan ideku. Aku mereka-reka sendiri lalu mendiskusikannya dengan sutradara.

Setelah dipromosikan menjadi ketua tim, aku semakin meremehkan saudara-saudari. Pernah suatu kali kami mengatur untuk adegan restoran, Saudara Zhang dari tim itu bilang, "Pintu depannya kurang tinggi, jadi tidak terlihat bagus." Aku tidak menerimanya. Aku berpikir, "Aku telah mendesain banyak set untuk restoran. Kau pikir aku tidak tahu berapa tinggi pintu itu seharusnya? Kau belum membuat banyak set, belajar desain atau punya banyak pengalaman, tapi kau ingin mengajari ikan berenang." Aku langsung menepis sarannya dan minta semua orang agar itu tetap seperti yang aku inginkan. Ketika kamerawan melihatnya, dia bilang pintunya terlalu pendek dan menghalangi kamera. Dia tidak bisa merekamnya seperti itu. Mau tidak mau kami harus membuat pintu baru. Kemudian, kami harus membuat lemari, jadi aku minta Saudara Chen membuatnya mengikuti gambar yang aku buat. Dia bilang, "Bagian tengahnya terlalu lebar. Tidak terlihat bagus. Bagaimana kalau dibuat sedikit lebih sempit?" Aku berpikir, "Aku sudah mencari semua materinya secara online dan ini proporsi yang tepat. Lakukan yang aku katakan dan kau tidak akan salah." Dengan bersikeras aku bilang, "Apa maksudmu? Buat saja seperti yang aku gambar!" Akhirnya, semua orang bilang bagian tengahnya terlalu lebar dan tidak terlihat bagus. Saudara Chen harus menghabiskan lebih banyak waktu untuk memodifikasinya dan itu menghambat syuting. Aku tetap tidak merenungkan diri atau coba mengenal diri sendiri, tapi justru tidak memikirkan itu. "Siapa yang tidak pernah berbuat kesalahan? Hanya sedikit waktu dan bahan untuk memperbaikinya bukanlah masalah besar."

Setelah suatu pertemuan, Saudara Zhang memberiku umpan balik: "Aku perhatikan belakangan ini kau sangat keras kepala ketika bekerja dengan yang lain. Kau tidak mendengarkan saran dari kami, dan kau tepis beberapa yang sebenarnya sangat layak. Bicaramu merendahkan dan menindas, selalu memaksa kami melakukan semuanya dengan caramu. Ini semua merupakan ekspresi watak arogan." Aku menerima ini secara lisan tapi kupikir, "Aku memang arogan, tapi itu bukan masalah besar." Beberapa hari kemudian, Saudara Liu juga menanganiku karena bersikap arogan, katanya aku tidak mau mendengarkan dan menindas orang lain. Aku langsung menentangnya bahkan sebelum dia selesai bicara. "Tidak ada dari kalian yang sepadan denganku. Beraninya kalian menanganiku?" Semakin kupikirkan, semakin aku tidak bisa terima. Aku bahkan membuat-buat alasan dalam doaku kepada Tuhan. Semakin aku melakukan itu, rohku semakin gelap dan tertekan. Aku jadi tidak teratur dalam membuat desain set, tapi aku masih tidak merenungkan diri. Suatu hari kakiku terantuk rangka kursi logam membuat luka yang sangat panjang. Aku mendapat tujuh jahitan di rumah sakit. Aku tahu ini bukan kecelakaan, melainkan ada kehendak Tuhan di baliknya. Akhirnya aku menenangkan hati dan benar-benar merenung. Setiap kali saudara-saudari punya saran atau petunjuk yang membantu aku merasa tidak yakin dan menolaknya. Aku sama sekali tidak menerima atau pun tunduk. Aku benar-benar kaku. Aku berdoa kepada Tuhan, meminta Dia membimbingku dan mengenal watakku yang rusak.

Aku membaca Firman Tuhan ini dalam kebaktian pagi: "Jika engkau menganggap orang lain lebih rendah daripadamu, engkau merasa benar sendiri, egois, dan tidak berguna bagi siapa pun" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 22"). "Jangan mengira bahwa engkau adalah orang yang berbakat alami, yang hanya sedikit lebih rendah dari surga tetapi jauh lebih tinggi dari bumi. Engkau tidak lebih pintar dari siapa pun juga—bahkan bisa dikatakan sungguh menggemaskan seberapa jauh lebih konyolnya dirimu daripada siapa pun di bumi yang memiliki akal, karena engkau memandang dirimu sendiri terlalu tinggi, dan tidak pernah memiliki perasaan rendah diri; seolah-olah engkau mengetahui tindakan-Ku hingga ke rincian yang terkecil. Kenyataannya, engkau adalah seseorang yang pada dasarnya tidak berakal, karena engkau sama sekali tidak tahu apa yang ingin Kulakukan, dan terlebih lagi engkau tidak menyadari apa yang sedang Kulakukan sekarang. Karena itu, Aku katakan bahwa engkau bahkan tidak sebanding dengan petani tua yang berjerih-payah mengerjakan ladangnya, seorang petani yang tidak memiliki persepsi sedikit pun tentang kehidupan manusia tetapi bergantung pada berkat dari surga ketika ia mengolah ladang. Engkau sama sekali tidak memikirkan tentang hidupmu, engkau tidak mengetahui apa pun tentang kemasyhuran, dan terlebih lagi engkau tidak memiliki pengetahuan apa pun tentang dirimu sendiri. Engkau terlalu 'meninggikan diri'!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mereka yang Tidak Belajar dan Tetap Tidak Mengetahui Apa pun: Bukankah Mereka itu Binatang Buas?"). Aku merasa hancur setelah membaca ini. Aku merasa seperti diungkap dengan setiap kata-katanya. Sejak aku menjadi seorang desainer set, aku berpikir diriku adalah bakat yang sangat dibutuhkan karena aku tahu dan punya pengalaman di industri ini. Aku bersikap sombong kepada saudara-saudari, berpikir aku seorang profesional sehingga tidak ada yang sepadan denganku. Aku selalu mengambil keputusan akhir dan tidak mau mendiskusikan pekerjaan dengan yang lain. Aku merasa itu hanya buang waktu karena mereka tidak punya pengetahuan tentang desain. Ketika dengan enggan aku mendiskusikan sesuatu, aku merasa sudah lebih tahu sehingga bisa melihat segala sesuatu dengan lebih komprehensif. Aku tidak pernah memeriksa apa pun yang mereka sarankan, melainkan menolaknya begitu saja. Aku bahkan tidak punya rasa hormat pada orang lain. Ketika saudara-saudari bilang aku arogan dan menganjurkanku merenungkan diri, aku juga tidak bisa menerimanya, melainkan tetap menolak. Aku melihat diriku hanya mengungkapkan kesombongan. Hidup dengan watak arogan, aku hanya memandang rendah orang lain dan menindas serta menyakiti saudara-saudari. Aku arogan dan otoriter dalam pekerjaanku, memaksa orang lain untuk mendengarkanku, berulang kali menyebabkan mereka mengulang dan mengganggu pekerjaan gereja. Aku benar-benar jahat! Menyadari ini semua, aku merasa sedikit takut. Aku berdoa dan bertobat kepada Tuhan. Aku tidak ingin melakukan sesuatu karena kesombongan lagi.

Dalam tugasku setelah itu, secara sadar aku mengesampingkan diri dan lebih mendengarkan saran orang lain untuk menebus kekuranganku. Terkadang aku menggambar sebuah desain lalu saudara-saudari memberikan banyak saran yang berbeda dengan ideku. Aku hampir menghentikan mereka, tapi kemudian aku sadar telah kembali bersikap arogan. Dalam hati aku berdoa kepada Tuhan, meminta Dia membimbingku untuk meninggalkan diriku dan tidak lagi hidup dalam watak rusakku. Aku ingin ikuti saran siapa pun yang paling bermanfaat bagi pekerjaan rumah Tuhan. Begitu aku mulai menerima ide orang lain, aku melihat properti kami bekerja dengan lebih baik, mereka lebih fungsional, praktis dan bisa dibuat dengan cepat. Aku merasakan manisnya menerapkan Firman Tuhan. Tentu saja. Tapi aku tidak benar-benar mengerti natur aroganku dan aku kurang sadar diri. Beberapa bulan kemudian aku melihat set kami diterima dengan baik oleh semua orang dan aku berhasil dalam tugasku. Tanpa sadar, watak aroganku muncul kembali.

Pernah, ketika kami menyusun set rumah orang kaya, aku berpikir, "Orang seperti itu pasti punya barang-barang kelas atas untuk mencerminkan status mereka." Aku minta saudara-saudari mengatur set sesuai yang aku inginkan. Saudari Zhang menunjukkan bahwa itu terlalu modern dan tidak sesuai dengan generasi peran utamanya. Aku tidak terlalu senang mendengar itu. Aku berpikir, "Kau tahu apa? Ini yang disebut dengan fleksibel. Kita harus mendesainnya berdasarkan status tanpa membatasi pada satu masa tertentu. Yang aku tahu, kau tidak tahu gaya seperti apa yang harus dimiliki rumah seperti ini. Idemu sangat kuno." Yang aku katakan padanya adalah, "Aku sudah tahu periode masanya. Percayalah kepadaku." Tak lama kemudian Saudara Chen juga bilang jendelanya terlalu modern. Aku kesal sekali, bertanya-tanya kenapa mereka begitu terbelakang dan tidak fleksibel. Aku menahan amarah dan memaksakan perspektifku. Saudara Chen tidak berkata apa-apa lagi. Ketika set selesai terpasang, aku terkejut ketika sutradara bilang bahwa desain kami tidak realistis, terlalu mencolok dan tidak cocok dengan usia tokoh utamanya. Kami harus membangun ulang. Tapi aku masih belum bisa menerimanya. Aku merasa mereka hanya tidak bisa menghargainya. Tapi karena semua orang bilang itu tidak sesuai, dengan enggan aku setuju membangun ulang set-nya.

Suatu waktu, kami butuh kompor kang gaya 80-an untuk sebuah set. Aku berpikir kami butuh banyak dana untuk itu, tapi Saudara Zhang bilang kita bisa menghemat banyak uang jika dia membuatnya sendiri dan dia sudah memikirkan rencana detailnya. Tapi aku justru meremehkan ide itu. Kita bisa membuatnya sendiri dengan murah, tapi tidak akan sama kuatnya. Bukankah itu hanya membuang-buang tenaga? Aku juga bilang pada sutradara bahwa ide Saudara Zhang tidak akan berhasil. Sutradara bilang anggaranku terlalu besar, jadi dia singkirkan adegan menggunakan kang. Kemudian Saudara Zhang memberikan saran lain lalu aku marahi dia, menganggap dia tidak mengerti dan keras kepala. Saudari lain melihat bahwa dia dikekang olehku dan aku bersikap arogan. Aku tidak menerima itu. Bahkan saat mendiskusikan pengaturan set dengan sutradara, aku tetap arogan dan keras hati. Hasilnya, terkadang set yang terbangun bukanlah yang dibutuhkan dan bahkan harus dibangun ulang. Ini menghambat proses syuting.

Tidak lama kemudian aku dibebas-tug askan. Pemimpin bilang, "Saudara-saudari bilang bahwa kau bersikap arogan, kau melakukan dengan caramu sendiri. Kau merendahkan orang lain. Kau bersikap seolah kau bosnya dan mereka bawahanmu. Semua merasa tertindas olehmu." Aku terpana ketika mendengar ini. Tidak pernah terbayangkan bahwa aku begitu arogan dan tidak masuk akal bagi orang lain. Aku sangat marah hingga tidak mendengar perkataan selanjutnya dari pemimpin. Aku merasa sengsara selama beberapa hari. Aku tidak bisa makan atau pun tidur nyenyak. Sebaris Firman Tuhan terlintas pada saat perenunganku: "Setiap orang di antaramu harus memeriksa kembali bagaimanakah engkau telah percaya kepada Tuhan sepanjang hidupmu" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Mengenal Tuhan adalah Jalan Menuju Takut akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan"). Aku merenungkan ini dan berpikir, "Sudah lima tahun aku percaya kepada Tuhan, tapi aku tidak pernah merenungkan diri atau mengenal diri sendiri. Tanpa sadar aku telah mengungkap begitu banyak kesombongan. Aku harus sungguh merenungkan diri." Aku ucapkan doa ini kepada Tuhan: "Ya Tuhan, tolong bimbing dan beri penerangan kepadaku agar aku bisa mengetahui watak rusakku, dan bisa membenci serta meninggalkan diriku. Aku ingin bertobat." Suatu hari aku ke lokasi syuting untuk sebuah tugas di mana aku melihat kang gaya 80-an yang dibuat sesuai saran Saudara Zhang. Biayanya kurang dari separuh anggaran awalku. Saudara Zhang dan lainnya juga telah membuat banyak properti dari karton. Hasilnya bagus, menghemat waktu dan energi serta bahannya lebih sedikit. Aku merasa malu melihat ini semua. Aku melihat betapa arogan diriku dan betapa serius aku menunda pekerjaan pembuatan film kami. Aku mulai bertanya pada diri sendiri, "Kenapa aku sangat arogan, selalu membuat orang lain mendengarkanku? Apa akar sebenarnya dari ini?"

Dalam kebaktianku keesokan paginya, aku membaca Firman Tuhan ini: "Jika engkau benar-benar memiliki kebenaran di dalam dirimu, jalan yang engkau tempuh akan secara alami menjadi jalan yang benar. Tanpa kebenaran, akan mudah bagimu untuk melakukan kejahatan, dan engkau akan melakukannya meskipun engkau sendiri tidak mau. Misalnya, jika kecongkakan dan kesombongan ada dalam dirimu, engkau akan merasa mustahil untuk berhenti menentang Tuhan; engkau akan merasa terdorong untuk menentang Dia. Engkau tidak akan melakukannya dengan sengaja; engkau akan melakukannya di bawah dominasi naturmu yang congkak dan sombong. Kecongkakan dan kesombonganmu akan membuatmu memandang rendah Tuhan dan menganggap-Nya tak berarti; itu akan mengakibatkanmu untuk meninggikan diri sendiri, membuatmu selalu menonjolkan diri, dan pada akhirnya duduk di tempat Tuhan dan memberi kesaksian bagi dirimu sendiri. Pada akhirnya engkau akan mengubah ide, pemikiran, dan gagasanmu sendiri menjadi kebenaran yang harus disembah. Lihatlah betapa banyak kejahatan yang dilakukan manusia di bawah dominasi natur mereka yang congkak dan sombong!" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Mengejar Kebenaran Orang Dapat Mencapai Perubahan dalam Wataknya"). Aku merasa buruk sekali ketika membaca ini. Aku sudah tahu soal watak aroganku tapi tidak tahu apa-apa tentang konsekuensi dari kesombongan. Akhirnya aku melihat dari apa yang diungkapkan Firman Tuhan dan dengan merenungkan kata-kata dan perbuatanku yang mendorongku berlaku jahat dan melawan Tuhan. Natur arogan mendorongku untuk terlalu memikirkan diri sendiri, sehingga aku tak memikirkan orang lain karena aku punya sedikit keterampilan. Kupikir pendapatku akan segala hal selalu benar dan tak ada yang setara denganku, bahwa mereka harus melakukan yang kukatakan. Jika aku bilang "kiri", tak ada yang boleh ke kanan dan tak ada yang boleh menyarankan sebaliknya. Aku marahi semua orang yang tak mau mendengarkanku, aku keras kepala dan diktator. Aku mengendalikan dan mengambil jalan antikristus. Firman Tuhan ini, "Kecongkakan dan kesombonganmu akan membuatmu memandang rendah Tuhan dan menganggap-Nya tak berarti," membuatku berpikir tentang betapa aku pamer dalam tugasku. Aku tidak pernah mencari kehendak Tuhan atau prinsip kebenaran. Ketika orang lain punya saran aku tidak pernah mempertimbangkan apakah itu berasal dari Tuhan, apakah itu bimbingan Tuhan. Jika bukan ideku maka aku tidak akan mau mendengarkannya, bahwa aku tidak punya rasa hormat kepada Tuhan. Aku begitu arogan hingga menghina orang lain dan tak punya tempat untuk Tuhan dalam hatiku. Seharusnya aku tunduk kepada kebenaran dan pekerjaan Roh Kudus. Apa pun saran saudara-saudari, entah itu sesuai dengan ideku atau tidak, mungkin saja berasal dari Roh Kudus. Seharusnya aku menerima dan memeriksanya dengan hati yang tunduk kepada Tuhan. Jika sesuai kebenaran dan bermanfaat bagi pekerjaan rumah Tuhan, aku harus melaksanakannya. Jika aku menolak sesuatu yang berasal dari pencerahan dan bimbingan Roh Kudus, itu berarti menghalangi pekerjaan Roh Kudus dan melawan Tuhan. Itu berarti menyinggung watak Tuhan. Aku melakukan tugasku karena kesombongan dan aku otoriter, menindas saudara-saudari dan menyingkirkan ide-ide yang bagus. Ini mengganggu pekerjaan gereja. Watak benar Tuhan untukku adalah menyingkirkanku. Memikirkan semua kejahatan yang telah kulakukan kepada saudara-saudari dan kerugian yang aku sebabkan kepada pekerjaan gereja, aku merasa sangat menyesal dan juga bersalah. Aku benar-benar membenci kerusakanku. Di saat yang sama, aku merasa sangat bersyukur kepada Tuhan, karena jika aku tidak dihakimi dan dihajar dengan keras karena kesombongan dan keras kepalaku aku tidak akan mengenal diriku sendiri. Aku akan tetap melawan Tuhan.

Kemudian aku membaca bagian lain dari Firman Tuhan: "Sebagian besar waktu, pemikiran, tindakan, dan mentalitas orang-orang yang bertalenta dan berbakat bertentangan dengan kebenaran, tetapi mereka sendiri tidak menyadari akan hal ini. Mereka masih berpikir, 'Lihat betapa pandainya diriku; aku telah membuat pilihan yang sedemikian cerdasnya! Keputusan yang sedemikian bijaksananya! Tak seorang pun dari antaramu mampu menandingi diriku.' Mereka selamanya hidup dalam keadaan narsis dan terlalu tinggi menghargai dirinya. Sulit bagi mereka untuk menenangkan hati dan merenungkan apa yang Tuhan minta dari mereka, apa arti kebenaran, dan apa arti prinsip-prinsip kebenaran. Sulit bagi mereka untuk masuk ke dalam kebenaran dan firman Tuhan, dan sulit bagi mereka untuk menemukan atau memahami prinsip-prinsip tentang melakukan kebenaran, dan untuk masuk ke dalam realitas kebenaran" ("Selama Ini Apa yang Sebenarnya Manusia Andalkan untuk Hidup" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan menunjukkan kepadaku jika bergantung pada bakat dan kekuatan, kita akan semakin arogan dan puas diri dan menganggap semua itu adalah kebenaran tanpa mencari prinsip dari kebenaran. Kupikir aku sudah punya keterampilan, sehingga mereka tidak bisa medesain set dan properti tanpaku, tapi kenyataannya, sebagian dari mereka melakukan tugasnya dengan sangat baik tanpa pengalaman profesional, bahkan membuat properti yang jauh lebih baik dariku. Kupikir aku berwawasan luas, terampil dan punya ide-ide bagus, tapi aku justru mengacaukan semuanya. Sesuatu yang aku buat tidak berguna dan sering kali harus dibuat ulang, membuang-buang waktu, tenaga dan uang. Aku melihat dengan bergantung pada bakat dan kekuatanku tanpa mencari prinsip kebenaran, aku jadi tidak mendapat pekerjaan Roh Kudus, sehingga tidak bisa menjalankan tugas dengan baik. Jika hati seseorang ada di tempat yang benar, Tuhan akan mencerahkan dan membimbing mereka. Tuhan melimpahkan kebijaksanaan yang tidak bisa dibayangkan oleh manusia. Aku sadar bahwa semua bakat dan keterampilan yang aku banggakan tidaklah berharga. Mencoba memanfaatkan mereka sungguh sangat arogan dan tidak masuk akal. Memikirkan itu, aku merasa sangat malu. Kemudian aku berdoa kepada Tuhan "Aku tidak ingin hidup dengan watak aroganku lagi. Aku ingin mengejar dan menerapkan kebenaran, serta melakukan tugasku dengan baik."

Kemudian aku ditugaskan menyirami para orang percaya baru dan tetap rendah hati ketika bekerja dengan orang lain. Ketika sesuatu terjadi, secara sadar aku mencari kehendak Tuhan dan lebih mendengarkan saran orang lain. Suatu hari seorang saudara dari tim berkata kepadaku, "Caramu menyirami dan mendukung saudara-saudari sedikit kaku. Tidak cukup efektif. Akan lebih baik jika bisa fokus menyirami kelemahan pribadi seseorang." Tapi aku tidak terlalu yakin. Aku merasa telah membawa semua pengalamanku, jadi bagaimana mungkin aku melakukan kesalahan? Aku baru akan menepisnya ketika aku sadar kesombonganku telah muncul kembali. Aku berdoa kepada Tuhan, lalu terlintas bagian Firman-Nya ini: "Ketika orang lain menyuarakan pendapat yang berbeda—penerapan apa yang dapat engkau lakukan untuk membuatmu tidak keras kepala? Pertama-tama engkau harus memiliki sikap rendah hati, mengesampingkan apa yang engkau yakini benar, dan membiarkan semua orang mengikuti persekutuan. Meskipun engkau percaya jalanmu itu benar, engkau tidak boleh tetap bersikeras mempertahankannya. Itu, pertama-tama, adalah semacam peningkatan; hal itu menunjukkan sikap yang mencari kebenaran, menyangkal diri sendiri, dan memenuhi kehendak Tuhan. Sekali engkau memiliki sikap ini, pada saat yang sama engkau tidak mengikuti pendapatmu sendiri, engkau berdoa. Karena engkau tidak bisa membedakan antara benar dan salah, engkau mengizinkan Tuhan untuk menyingkapkan dan memberitahukan kepadamu apa yang terbaik, hal apa yang paling sesuai untuk kaulakukan. Sementara semua orang bergabung dalam persekutuan, Roh Kudus memberi kepadamu semua pencerahan-Nya" (persekutuan Tuhan). Di masa lalu aku telah sangat arogan dan keras kepala, menindas orang lain dan mengganggu pekerjaan rumah Tuhan. Aku tahu tidak bisa terus menindas orang lain, melawan Tuhan, tapi harus mendengarkan saran orang lain. Aku harus menerima dan tunduk, kemudian mencari kehendak Tuhan. Itulah satu-satunya cara menerima bimbingan Tuhan. Jadi, dengan sabar aku dengarkan saudara ini dan menyadari memang ada ruang untuk perbaikan di dalam metodeku. Pendekatan yang dia sarankan lebih fleksibel dan mudah dilakukan. Aku melakukan itu dan menemukan bahwa itu benar-benar efektif. Setelah itu, ketika saudara-saudari memberi petunjuk, aku tidak menolak lagi, melainkan menerima dan memeriksanya, lalu mendiskusikannya dengan yang lain untuk menemukan jalan penerapan yang lebih baik. Semua bilang mereka mendapatkan banyak hal dari penyiraman seperti itu. Aku merasakan kedamaian sesungguhnya. Aku tahu ini adalah bimbingan Tuhan, dan hanya bisa mengucapkan terima kasih dan pujian kepada-Nya. Aku juga merasakan berkat Tuhan yang datang dari menerapkan prinsip kebenaran dan bukan melakukan tugas secara arogan.

Selanjutnya: Perubahan Seorang Aktor

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait

Emosi Menutupi Hatiku

Pada Mei 2017, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Ketika suamiku melihat aku sembuh dari penyakit dan menikmati...