Cara Hidup yang Luar Biasa

10 Desember 2020

Oleh Saudari Xun Qiu, Jepang

Saat kecil, aku diajari untuk tidak berterus terang kepada orang lain, dan jangan pernah "membuat masalah". Itulah pendekatanku dalam hidup. Jadi, aku selalu memakai filosofi iblis dalam hidup seperti "Lindungi pertemananmu dengan tak pernah menunjukkan kesalahan orang lain" dan "Jangan pernah mengucapkan hal yang terlalu pribadi" kepada orang-orang. Setiap kali melihat seseorang melakukan kesalahan, aku tak ingin membuat mereka malu atau membuka kesalahan mereka. Orang-orang memujiku karena bersikap pengertian dan memaklumi orang-orang, dan kupikir inilah cara hidup yang baik, bahwa itulah prinsip dasar dalam hubungan. Dengan mengalami penghakiman dan hajaran firman Tuhan, aku sadar itu bukanlah cara menjadi orang baik, justru bertindak berdasarkan filosofi Iblis. Itu tak menolong siapa pun dan bisa menyakiti orang-orang. Pandanganku terhadap semua hal berubah dan firman Tuhan memberiku pedoman perilaku.

Saat dipilih sebagai pemimpin gereja pada tahun 2019, aku sangat bersyukur atas kesempatan itu. Aku bertekad untuk mengambil tanggung jawab ini. Setelah beberapa waktu, aku melihat beberapa masalah dengan pekerjaan saudara-saudari. Beberapa dari mereka ceroboh dalam bertugas yang menyebabkan masalah yang jelas. Beberapa tak bisa bekerja sama dengan orang lain, membuat pekerjaan video mereka tidak sinkron dan tidak efisien. Saat melihat ini, aku berpikir, "Mereka menunjukkan kerusakan dalam tugas mereka. Pekerjaan rumah Tuhan akan terpengaruh jika itu tidak dikemukakan. Aku harus bersekutu dengan mereka agar mereka memahami ini dan berubah." Lalu, aku berpikir, "Jika aku menyingkap masalah mereka sejak awal, apa yang akan mereka pikirkan tentangku? Akankah mereka berkata aku bertindak keras karena aku baru, dan sulit untuk rukun denganku? Bukankah itu akan mengasingkan semua orang jika itu kesan yang mereka dapatkan? Lupakanlah. Aku takkan mengemukakannya. Aku harus membangun hubungan yang baik." Jadi, aku hanya menutupi semua persoalan dan masalah saudara-saudari ini. Aku takut merusak hubungan kami dengan mempermalukan mereka dan memojokkan orang-orang.

Suatu kali, seorang saudari memberitahuku, Saudara Wang keras kepala dalam tugasnya dan tidak mau menerima saran, memperlambat kemajuan. Aku bertanya kepada orang-orang untuk mencari pendapat lain, dan mereka semua berkata Saudara Wang congkak, suka memerintah, dan merendahkan. Kebanyakan orang yang bekerja dengannya merasa terkekang. Mendengar tanggapan ini, aku menyadari Saudara Wang punya masalah serius dan tidak menangani ini tidak akan membantu jalan masuk kehidupannya atau pekerjaan rumah Tuhan. Aku harus membantunya memahami keseriusan masalah ini. Namun, saat berbicara dengan Saudara Wang, aku hanya ingin mundur. Kupikir, "Semua masalah ini adalah bagian terburuk dari Saudara Wang. Jika aku menjelaskan setiap masalahnya, bukankah dia akan merasa diremehkan dan tidak memiliki sifat terpuji? Bukankah itu memalukan? Jika dia merasa aku mengincarnya secara pribadi, bukankah dia akan membenciku? Kami selalu bertemu, dalam pertemuan, saat melakukan tugas kami. Bagaimana kami bisa rukun jika keadaan menjadi canggung?" Lalu, aku teringat bagaimana dia selalu berkata dia memiliki watak congkak, jadi mengisyaratkan hal ini, tanpa menyentuh titik sensitif apa pun tidak akan terlalu memalukan baginya dan keadaannya takkan terlalu canggung di antara kami. Jadi, dalam persekutuan kami, aku dengan ringan menyebutkan dia congkak dan merendahkan. Dia mendengarkanku dan mengakui bahwa dia memang congkak dan merendahkan, serta dia sudah menyadarinya. Aku tahu dia tidak menyadari keseriusan masalah ini, tetapi aku tidak mengatakan apa-apa lagi. Karena dia belum benar-benar memahami dirinya, dia tetap keras kepala dalam tugasnya. Karena tak bisa bekerja dengan orang lain dan menyebabkan penundaan, dia dipindahkan. Dia mengambil tugas lain, tetapi terhalangi oleh wataknya yang rusak, dia tidak terlalu efektif. Suatu hari, penyelianya berkata kepadaku dengan marah, "Apakah kau mengetahui masalah Saudara Wang? Mengapa kau tidak bersekutu dengannya? Dia berdampak serius pada kemajuan pekerjaan kita." Rasanya seperti Tuhan menegurku melalui dia karena aku tidak menerapkan kebenaran. Aku merasa sangat bersalah. Seandainya aku mengemukakan masalahnya, dan dia merenungkannya, dia mungkin bisa melakukan tugasnya dengan baik. Namun, dia tidak benar-benar memahami naturnya, jadi dia bukan hanya gagal sebelumnya, tetapi tidak berubah setelahnya. Dia menghalangi pekerjaan. Bukankah aku merugikan pekerjaan rumah Tuhan? Kupikir aku memiliki kemanusiaan yang baik, tetapi kini aku sadar, aku hanya takut mempermalukan orang lain dan memberi mereka kesan yang buruk. Namun, itu tidak baik untuk jalan masuk kehidupan orang lain atau pekerjaan rumah Tuhan. Apakah itu kemanusiaan yang baik?

Aku lalu membaca firman Tuhan: "Harus ada standar untuk memiliki kemanusiaan yang baik. Ini bukan masalah mengambil jalan yang biasa-biasa saja, bukan masalah berpegang pada prinsip-prinsip, berusaha keras untuk tidak menyinggung siapa pun, menyanjung semua orang ke mana pun engkau pergi, menjadi licin dan licik dengan siapa pun yang kaujumpai, dan membuat semua orang merasa baik. Ini bukanlah standarnya. Jadi apa standarnya? Standarnya mencakup memperlakukan Tuhan, orang lain, dan kejadian-kejadian dengan hati yang benar, mampu mengambil tanggung jawab, dan melakukan semua ini dengan cara yang dapat dilihat dan dirasakan semua orang. Selain itu, Tuhan menyelidiki hati manusia dan mengenal mereka, masing-masing dan setiap dari mereka. Sebagian orang selalu membual bahwa mereka memiliki kemanusiaan yang baik, mengklaim tidak pernah melakukan apa pun yang buruk, tidak pernah mencuri milik orang lain, atau mengingini milik orang lain. Mereka bahkan sampai membiarkan orang lain mendapatkan keuntungan di atas kerugian mereka ketika ada perdebatan mengenai kepentingan tertentu, lebih suka menderita kerugian, dan mereka tidak pernah mengatakan apa pun yang buruk tentang siapa pun hanya agar semua orang berpikir mereka adalah orang yang baik. Namun, ketika melakukan tugas-tugas mereka di rumah Tuhan, mereka licik dan licin, selalu membuat rencana kotor bagi diri mereka sendiri. Mereka tidak pernah memikirkan kepentingan rumah Tuhan, mereka tidak pernah menganggap mendesak apa yang Tuhan anggap mendesak atau memikirkan apa yang Tuhan pikirkan, dan mereka tidak pernah bisa menyingkirkan kepentingan diri mereka sendiri untuk melakukan tugas mereka. Mereka tidak pernah meninggalkan kepentingan diri mereka sendiri. Bahkan ketika mereka melihat para pelaku kejahatan melakukan kejahatan, mereka tidak menyingkapkannya; mereka sama sekali tidak memiliki prinsip. Ini bukanlah contoh kemanusiaan yang baik" ("Serahkanlah Hatimu yang Sejati kepada Tuhan, maka Engkau Dapat Memperoleh Kebenaran" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan menunjukkan pedoman perilaku. Orang baik tidak mengambil jalan pertengahan atau bungkam tentang masalah orang lain. Mereka tidak mencari harmoni penuh atau coba mempertahankan hubungan yang sempurna dengan orang lain. Standar itu ada pada berprinsip dan memiliki rasa keadilan. Menegakkan prinsip tanpa rasa takut dan melindungi rumah Tuhan saat kepentingannya dirugikan. Dalam interaksiku dengan saudara-saudari, aku berfokus pada tidak mempermalukan atau menyinggung siapa pun, berpikir bahwa semua orang akan berpikir baik tentangku jika aku mempertahankan hubungan baik. Itu tidak sejalan dengan prinsip kebenaran. Aku melihat kerusakan pada diri orang lain dan gangguan mereka dalam pekerjaan rumah Tuhan. Namun, karena ingin melindungi citra baikku, aku tidak melindungi kepentingan gereja dan menutup mata. Aku mendiamkan masalah-masalah. Terutama dengan Saudara Wang, aku tahu masalah pada dirinya telah memengaruhi pekerjaan rumah Tuhan, tetapi aku takut dia mengira aku mengincarnya, bahwa dia tidak akan menerima perkataanku dan menggunakan itu untuk menyerangku. Saat bersekutu dengannya, aku menutupi banyak hal, mengecilkan masalah itu. Akibatnya, dia tidak menanggapi masalah dalam dirinya dengan serius. Di permukaan, aku mempertahankan citraku yang tidak berbahaya, tetapi nyatanya aku telah merugikan pekerjaan gereja dan jalan masuk kehidupan orang lain. Aku melihat diriku hanya ingin menyenangkan orang, seorang penipu sejati.

Aku membaca firman Tuhan dalam waktu teduhku: "Sebagian pemimpin gereja tidak menegur saudara atau saudari yang mereka lihat sedang melaksanakan tugas mereka dengan sembrono dan asal-asalan, walaupun seharusnya mereka menegurnya. Ketika mereka melihat sesuatu yang jelas-jelas merugikan kepentingan rumah Tuhan, mereka pura-pura tidak melihat dan tidak bertanya, dengan alasan agar tidak menyinggung orang lain sedikit pun. Tujuan dan sasaran mereka yang sesungguhnya bukanlah menunjukkan sikap tenggang rasa atas kelemahan orang lain—mereka tahu persis apa niat mereka: 'Jika aku menyembunyikan hal ini dan tidak membuat siapa pun tersinggung, mereka akan berpikir bahwa aku adalah seorang pemimpin yang baik. Mereka akan mempunyai suatu pendapat yang baik dan bagus tentang diriku. Mereka akan mendukung dan menyukaiku.' Seberapa pun besarnya kerugian yang diakibatkan terhadap kepentingan rumah Tuhan, dan seberapa pun besarnya umat pilihan Tuhan dihambat dalam jalan masuk kehidupan mereka, atau seberapa pun besarnya kehidupan bergereja mereka terganggu, orang-orang semacam itu gigih dalam falsafah iblis mereka untuk tidak membuat orang tersinggung. Tidak pernah ada keinginan untuk menegur diri sendiri di dalam hati mereka; paling-paling, sambil lalu, mereka hanya menyinggung sepintas tentang masalah tertentu, dan kemudian selesai. Mereka tidak mempersekutukan kebenaran, dan juga tidak menunjukkan esensi dari masalah-masalah orang lain, apalagi membedah keadaan orang-orang. Mereka tidak menuntun orang-orang untuk masuk ke dalam kenyataan kebenaran, dan mereka tidak pernah menyampaikan kehendak Tuhan, atau kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan orang, atau jenis-jenis watak rusak yang orang singkapkan. Mereka tidak menyelesaikan masalah-masalah nyata ini; sebaliknya, mereka selalu memanjakan kelemahan-kelemahan dan kenegatifan orang lain, dan bahkan kecerobohan dan ketidakpedulian mereka. Mereka terus-menerus membiarkan tindakan-tindakan dan perilaku-perilaku orang-orang ini berlanjut tanpa diberitahu seperti apa keadaan mereka sebenarnya, dan justru karena mereka melakukan hal demikian, kebanyakan orang mulai berpikir, 'Pemimpin kita itu seperti seorang ibu bagi kita. Mereka bahkan lebih pengertian terhadap kelemahan-kelemahan kita dibanding Tuhan. Tingkat pertumbuhan kita mungkin terlalu rendah untuk mencapai tuntutan Tuhan, tetapi cukup untuk memenuhi tuntutan pemimpin kita. Mereka adalah pemimpin yang baik bagi kita. Jika saatnya tiba ketika yang di Atas mengganti pemimpin kita, kita harus memperdengarkan suara kita, dan mengajukan berbagai pendapat dan keinginan kita. Kita harus berusaha untuk bernegosiasi dengan yang di Atas.' Jika orang-orang menyimpan pemikiran-pemikiran seperti itu—jika mereka memiliki hubungan yang semacam itu dengan pemimpin mereka, dan memiliki kesan seperti itu terhadap para pemimpin mereka, dan telah mengembangkan rasa ketergantungan, kekaguman, hormat, dan pemujaan terhadap pemimpin mereka di dalam hati mereka—lalu, bagaimana sebaiknya perasaan pemimpin itu? Jika, dalam hal ini, mereka merasa sedikit tertuduh, kegelisahan, dan merasa berutang kepada Tuhan, maka mereka tidak boleh terpaku pada status atau citra diri mereka di hati orang lain. Mereka harus bersaksi tentang Tuhan dan meninggikan Dia, sehingga Tuhan mendapat tempat di hati orang-orang, dan dengan demikian orang-orang memuja Tuhan sebagai Tuhan yang agung. Hanya dengan cara demikianlah hati mereka bisa benar-benar damai, dan orang yang melakukan hal demikian adalah orang yang mengejar kebenaran. Namun, jika ini bukan sasaran di balik tindakan-tindakan mereka, dan mereka malah menggunakan metode dan teknik ini untuk membujuk orang-orang untuk menyimpang dari jalan yang benar dan meninggalkan kebenaran, sampai memanjakan orang-orang yang melaksanakan tugas mereka dengan ceroboh, asal-asalan, dan tidak bertanggung-jawab, dengan tujuan untuk mendapatkan tempat tertentu di dalam hati orang-orang, dan memenangkan hati mereka, bukankah ini suatu usaha untuk merebut hati orang-orang? Dan bukankah ini adalah suatu hal yang jahat dan memuakkan? Itu menjijikkan!" ("Untuk Pemimpin dan Pekerja, Memilih Jalan adalah yang Paling Penting (1)" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Ini menyingkap esensi dan motif di balik tindakanku. Sejak menjadi pemimpin, aku selalu berhati-hati dengan orang-orang untuk mempertahankan hubungan baik. Aku tidak mengungkit masalah orang untuk melindungi martabat mereka. Aku tidak merasa terdesak melihat Saudara Wang mengganggu dan menghalangi pekerjaan gereja. Sebaliknya, aku menjaga ucapanku di dekat semua orang, ingin mempertahankan tempatku di antara mereka. Aku tampak lembut dan tidak berbahaya dari luar, tetapi itu topeng untuk saudara-saudariku. Aku menggunakan yang dilihat orang sebagai perilaku dan kata-kata yang manis untuk memenangkan hati orang agar mereka menyukai dan mengagumiku. Dengan begitu, aku akan memperkuat posisiku. Aku ingin memuluskan jalanku sendiri dan melakukan itu dengan mengorbankan kepentingan rumah Tuhan. Aku melawan prinsip kebenaran. Aku berada di jalan antikristus. Lalu, firman Tuhan datang kepadaku: "Engkau mungkin sangat ramah dan setia kepada keluarga, sahabat, isteri (atau suami), putra-putri, dan orang tuamu, dan tidak pernah memanfaatkan orang lain, tetapi jika engkau tidak mampu menjadi sesuai dengan Kristus, jika engkau tidak mampu berinteraksi secara harmonis dengan-Nya, maka sekalipun engkau menolong sesamamu dengan semua yang ada padamu atau merawat ayah, ibu, dan anggota keluargamu dengan cermat, Aku akan tetap menyebutmu jahat, dan terlebih lagi, menyebutmu penuh dengan tipu muslihat yang licik" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mereka yang Tidak Sesuai dengan Kristus Pasti Merupakan Lawan Tuhan"). Rumah Tuhan memberiku kesempatan memimpin dan membimbing orang lain untuk menerapkan kebenaran, melakukan tugas mereka, menjunjung tinggi pekerjaan Tuhan, bersekutu tentang kebenaran, dan menyelesaikan masalah orang lain agar mereka bisa memahami kerusakan mereka dan menjalankan tugas dengan prinsip. Itu adalah tugasku. Namun, aku tidak melakukannya seperti yang diminta Tuhan. Aku berfokus pada hubungan dan wibawaku dengan orang lain, yang merugikan pekerjaan rumah Tuhan dan menghalangi jalan masuk kehidupan orang lain. Aku bertindak di pihak Iblis. Aku persis seperti yang Tuhan ungkapkan dalam firman-Nya. Aku bukan hanya buruk, tetapi licik, egois, dan tercela. Jika tidak bertobat dan berubah, aku akan menjadi batu sandungan bagi jalan masuk kehidupan saudara-saudari. Aku akhirnya memahami aturan hidupku dalam interaksiku dengan orang lain. Aku melihat bahwa "Jangan pernah mengucapkan hal yang terlalu pribadi" dan "Lindungi pertemananmu dengan tak pernah menunjukkan kesalahan orang lain" bukanlah pedoman untuk berperilaku. Aku datang ke hadapan Tuhan dalam doa untuk bertobat dan memperbaiki pengejaranku yang salah.

Aku lalu membaca ini dalam firman Tuhan: "Jika engkau ingin memiliki hubungan yang normal dengan Tuhan, hatimu harus berpaling kepada Tuhan. Dengan ini sebagai dasar, engkau juga akan memiliki hubungan yang normal dengan orang lain. Jika engkau tidak memiliki hubungan yang normal dengan Tuhan, maka apa pun yang engkau lakukan untuk mempertahankan hubunganmu dengan orang lain, sekeras apa pun engkau bekerja, atau sebanyak apa pun energi yang engkau kerahkan, semua itu hanya berkaitan dengan falsafah hidup manusia. Engkau sedang mempertahankan posisimu di tengah khalayak melalui sudut pandang manusia dan falsafah manusia sehingga orang akan memujimu, tetapi engkau tidak sedang mengikuti firman Tuhan untuk membangun hubungan yang normal dengan orang lain. Jika engkau tidak berfokus pada hubunganmu dengan orang lain tetapi mempertahankan hubungan yang normal dengan Tuhan, jika engkau bersedia memberikan hatimu kepada Tuhan dan belajar menaati-Nya, maka secara alami hubunganmu dengan semua orang akan menjadi normal. Dengan demikian, hubungan ini tidak dibangun dalam daging, melainkan di atas dasar kasih Tuhan. Hampir tidak ada interaksi daging, tetapi di dalam roh ada persekutuan dan ada saling mengasihi, saling menghibur, dan saling membekali. Semua ini dilakukan di atas dasar hati yang memuaskan Tuhan. Hubungan ini tidak dipertahankan dengan mengandalkan falsafah hidup manusia, tetapi terbentuk secara alami melalui memikul beban bagi Tuhan. Hubungan ini tidak membutuhkan upaya manusia. Engkau hanya perlu melakukan penerapan sesuai dengan firman Tuhan prinsip-prinsip" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Sangatlah Penting untuk Membangun Hubungan yang Normal dengan Tuhan"). Firman Tuhan menunjukkan kepadaku hubungan yang baik tidak bisa menggunakan filosofi manusia. Hanya dengan memelihara roh orang lain sesuai dengan firman Tuhan yang menguntungkan semua orang. Saat melihat orang lain melakukan tugasnya dengan kerusakan, aku seharusnya tidak fokus pada citraku sendiri. Aku seharusnya menerapkan firman Tuhan untuk masalah itu guna membantu mereka memahami watak mereka dan bersekutu sehingga mereka bisa melaksanakan tugas dengan baik. Tuhan akan setuju. Saudara Wang sering kali bisa memahami dirinya dalam terang firman Tuhan, yang berarti dia ingin mengatasi masalahnya. Dia tidak memahami akar masalahnya dan tidak benar-benar membenci dirinya sendiri, jadi dia masih hidup dalam kerusakannya. Jika aku menggunakan firman Tuhan untuk menganalisis masalah itu sehingga dia bisa menemukan jalan penerapan, itu akan membantunya. Menyadari hal ini, aku ingin mengubah pengejaranku dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Setelah itu, aku meringkas masalah Saudara Wang dalam tugasnya dan menuliskan tiap masalahnya. Aku bersekutu dengannya, menganalisis akar masalahnya. Setelah itu, dia tidak membenci atau menghindariku seperti yang kuduga, justru menerima persekutuanku. Dia mengirimi aku pesan yang berkata, "Terima kasih telah mengemukakan hal ini, jika tidak, aku tidak akan melihat betapa serius masalah ini." Aku sangat tersentuh. Setelah memperbaiki motifku dan tidak berfokus pada citraku, serta menerapkan firman dan prinsip Tuhan, aku bisa menawarkan dukungan nyata kepada orang lain. Aku juga merasa damai.

Belakangan, aku melihat seorang saudari yang menunda-nunda tugasnya, yang menyebabkan banyak masalah. Dia melihat masalah ini, dan itu membuatnya negatif. Aku tahu masalah ini sebagian besar berasal dari sikapnya terhadap tugasnya, jadi aku ingin membicarakannya. Namun, aku berpikir, "Dia sudah merasa kecil hati. Jika aku membicarakan masalahnya, bukankah aku menaburkan garam ke lukanya? Jika dia menjadi lebih negatif, orang mungkin berkata aku kurang kemanusiaan, lalu mengucilkanku." Kupikir jika aku bisa menemukan cara untuk memperbaiki masalah dalam tugasnya, aku tidak perlu menyebutkan masalah pada dirinya. Lalu, aku sadar telah bertindak menurut filosofi iblis lagi, dan jika aku tak menunjukkan masalah pada dirinya, dia tidak akan melihat kerusakannya, dan itu tidak akan membantunya. Aku berdoa kepada Tuhan dan mencari prinsip kebenaran. Lalu, aku membaca firman Tuhan: "Tuhan tidak pernah bimbang atau ragu-ragu dalam tindakan-Nya; prinsip dan tujuan di balik tindakan-tindakan-Nya semuanya jelas dan transparan, murni, dan tidak bercela, sama sekali tidak ada tipu muslihat atau rencana jahat yang tercampur di dalamnya. Dengan kata lain, hakikat Tuhan tidak mengandung kegelapan atau kejahatan" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik II"). "Tuhan bukanlah pribadi yang mengambil jalan tengah; Dia tidak dicemari oleh gagasan manusia. Bagi Dia, satu adalah satu dan dua adalah dua; benar adalah benar dan salah adalah salah. Tidak ada kemenduaan" ("Hanya Benar-benar Taat yang Merupakan Kepercayaan yang Sesungguhnya" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Ini menunjukkan kepadaku bahwa Tuhan sangat berprinsip dalam firman dan perbuatan-Nya. Tuhan menyetujui saat orang-orang melakukan hal-hal positif, tetapi saat mereka melanggar kebenaran dan merugikan rumah Tuhan, Dia membenci itu. Tuhan bertindak dengan jelas, tak ada ambiguitas di sana. Ini membuatku berpikir tentang saat Tuhan Yesus disalibkan, Petrus berkata, "Biarlah hal itu jauh dari-Mu, Tuhan: jangan sampai hal ini terjadi pada diri-Mu" (Matius 16:22). Tuhan berfirman, "Enyahlah kau, Iblis" (Matius 16:23). Dengan mengatakan ini, Petrus menghalangi pekerjaan Tuhan, karena itulah Tuhan mengidentifikasi ini sebagai sifat Iblis. Tuhan Yesus tidak menahan diri karena takut menyakiti harga diri Petrus. Dia membuat ketetapan yang jelas berdasarkan tindakan Petrus agar Petrus bisa melihat sikap Tuhan itu jelas dan mengetahui natur tindakannya. Sikap Tuhan menunjukkan prisip penerapan kepadaku. Toleransi dan kesabaran bisa diterima untuk beberapa masalah, tetapi jika sesuatu memengaruhi atau menghalangi pekerjaan rumah Tuhan, itu membutuhkan persekutuan tentang kebenaran. Aku tak boleh menjadi orang yang menyenangkan semua orang. Aku tahu saudari itu merasa negatif, tetapi dengan motivasi yang tepat tanpa merendahkan atau memarahinya dengan keras, bersekutu tentang kebenaran untuk membantunya menganalisis masalah pada dirinya, dia bisa memahami kerusakannya. Kami bisa mencari jalan penerapan dan tugasku akan memenuhi kehendak Tuhan. Aku kemudian mencari dia untuk bersekutu tentang masalah pada dirinya dan mendiskusikan sudut pandangnya yang keliru. Aku juga menceritakan pengalamanku. Aku takut persekutuan seperti ini terlalu keras dan dia mungkin tak bisa menerimanya. Namun, saat aku selesai, dia tidak depresi atau membenciku seperti dugaanku, justru mengatakan dengan tulus bahwa dia tak memahami masalah pada dirinya sebelumnya dan bisa menerima dirinya ditangani. Sikapnya dalam tugasnya meningkat setelah itu dan dia mulai mencari prinsip kebenaran. Aku senang melihat ini. Menerapkan kebenaran dan melakukan tugasku menurut firman Tuhan terasa sangat menyenangkan.

Dalam interaksiku dengan orang lain, aku selalu takut mempermalukan orang dengan terlalu berterus terang, jadi hubunganku didasari filosofi iblis. Itu cara hidup yang melelahkan. Melalui semua pengalaman ini dan bimbingan Tuhan, aku belajar tentang seperti apa orang baik itu. Serta menjunjung tinggi prinsip dan menerapkan firman Tuhan itu penting saat berinteraksi dengan orang lain. Itulah prinsip perilaku yang baik. Syukur kepada Tuhan!

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait