Firman Tuhan Harian: Mengenal Tuhan | Kutipan 28

Tuhan Menggunakan Pelangi Sebagai Lambang Perjanjian-Nya dengan Manusia

Kejadian 9:11-13 Aku akan menetapkan perjanjian-Ku dengan engkau, tidak akan ada makhluk hidup yang dimusnahkan karena air bah lagi; dan tidak akan ada air bah lagi yang akan menghancurkan bumi. Dan Tuhan berfirman: "Inilah tanda perjanjian yang Kutetapkan antara Aku dan engkau dan setiap makhluk hidup yang ada bersama-sama denganmu, turun-temurun: Aku akan menaruh busur-Ku di awan, dan itu akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi."

Selanjutnya, mari kita melihat bagian dari kitab suci tentang bagaimana Tuhan menggunakan pelangi sebagai lambang perjanjian-Nya dengan manusia.

Kebanyakan orang tahu apa pelangi itu dan telah mendengar beberapa kisah yang berkaitan dengan pelangi. Adapun kisah tentang pelangi di dalam Alkitab, sebagian orang memercayainya dan sebagian orang menganggapnya legenda, sementara yang lain tidak memercayainya sama sekali. Apa pun itu, segala peristiwa yang terjadi dalam kaitannya dengan pelangi adalah pekerjaan Tuhan dan terjadi selama proses pengelolaan manusia oleh Tuhan. Peristiwa-peristiwa ini telah dicatat dengan tepat di dalam Alkitab. Catatan-catatan ini tidak memberitahukan kepada kita bagaimana suasana hati Tuhan pada saat itu atau maksud Tuhan di balik kata-kata yang Tuhan ucapkan. Selain itu, tidak ada seorang pun yang dapat menghargai apa yang Tuhan rasakan ketika Ia mengucapkannya. Namun, keadaan pikiran Tuhan tentang semua peristiwa ini terungkap di antara baris-baris dalam teks tersebut. Seolah-olah pikiran-Nya pada saat itu tampak sangat jelas lewat setiap kata dan frasa firman Tuhan.

Pikiran Tuhan adalah apa yang harus diperhatikan oleh manusia, dan apa yang paling harus diusahakan untuk diketahui oleh mereka. Ini karena pikiran Tuhan terkait erat dengan pemahaman manusia akan Tuhan, dan pemahaman manusia akan Tuhan adalah penghubung yang harus ada untuk jalan masuk manusia ke dalam kehidupan. Jadi, apa yang dipikirkan Tuhan pada saat peristiwa-peristiwa ini terjadi?

Pada mulanya, Tuhan menciptakan umat manusia yang di mata-Nya sangat baik dan dekat dengan-Nya, tetapi mereka dihancurkan oleh air bah setelah memberontak terhadap-Nya. Apakah hati Tuhan sakit karena umat manusia langsung lenyap begitu saja? Tentu saja sakit! Jadi, apa ungkapan-Nya akan rasa sakit ini? Bagaimana hal ini dicatat dalam Alkitab? Hal ini dicatat dalam Alkitab sebagai berikut: "Aku akan menetapkan perjanjian-Ku dengan engkau, tidak akan ada makhluk hidup yang dimusnahkan karena air bah lagi; dan tidak akan ada air bah lagi yang akan menghancurkan bumi." Kalimat sederhana ini menyingkapkan pikiran Tuhan. Penghancuran dunia ini sangat menyakitkan hati-Nya. Dalam kata-kata manusia, Ia sangat sedih. Kita bisa membayangkan: bagaimana rupa bumi yang tadinya penuh daya hidup setelah dihancurkan oleh air bah? Bagaimana rupa bumi yang tadinya penuh manusia pada saat itu? Tidak ada tempat tinggal manusia, tidak ada makhluk hidup, air di mana-mana, dan kerusakan parah di permukaan air. Apakah pemandangan seperti itu merupakan maksud Tuhan yang semula ketika Ia menciptakan dunia? Tentu saja tidak! Maksud Tuhan yang semula adalah untuk menyaksikan daya hidup di seluruh negeri, untuk menyaksikan manusia yang diciptakan-Nya menyembah Dia, bukan hanya agar Nuh menjadi satu-satunya manusia yang menyembah-Nya atau satu-satunya manusia yang bisa menjawab panggilan-Nya untuk menyelesaikan apa yang Ia percayakan kepadanya. Ketika umat manusia lenyap, Tuhan tidak melihat apa yang semula Ia inginkan, tetapi justru kebalikannya. Bagaimana mungkin hati-Nya tidak sakit? Jadi, ketika Ia menyingkapkan watak-Nya dan mengungkapkan emosi-Nya, Tuhan mengambil sebuah keputusan. Keputusan apa yang Ia ambil? Membuat busur di awan (yaitu pelangi yang kita lihat) sebagai perjanjian dengan manusia, sebuah janji bahwa Tuhan tidak akan lagi menghancurkan umat manusia dengan air bah. Pada saat yang sama, pelangi juga memberitahukan kepada manusia bahwa Tuhan pernah menghancurkan dunia dengan air bah, agar umat manusia akan selamanya ingat mengapa Tuhan melakukan hal semacam itu.

Apakah penghancuran dunia pada waktu itu adalah sesuatu yang Tuhan inginkan? Itu sama sekali bukan yang Tuhan inginkan. Kita mungkin bisa membayangkan sebagian kecil dari pemandangan bumi yang menyedihkan setelah penghancuran dunia, tetapi bayangan kita tidak bisa mendekati pemandangan yang tampak pada waktu itu di mata Tuhan. Kita bisa mengatakan bahwa, baik orang-orang zaman sekarang maupun zaman dahulu, tidak seorang pun mampu membayangkan atau menghargai apa yang Tuhan rasakan ketika Ia melihat pemandangan itu, rupa dunia setelah penghancurannya oleh air bah. Tuhan terpaksa melakukan ini karena ketidaktaatan manusia, tetapi rasa sakit yang dirasakan hati Tuhan akibat kehancuran dunia oleh air bah ini adalah sebuah kenyataan yang tidak dapat dipahami atau dihargai oleh siapa pun. Itulah sebabnya Tuhan membuat perjanjian dengan umat manusia, yang melaluinya, Ia bertujuan untuk memberitahukan kepada manusia untuk mengingat bahwa Tuhan pernah melakukan sesuatu seperti ini, dan bersumpah kepada mereka bahwa Tuhan tidak akan pernah menghancurkan dunia dengan cara seperti itu lagi. Dalam perjanjian ini, kita melihat hati Tuhan—kita melihat bahwa hati Tuhan sakit ketika Ia menghancurkan umat manusia ini. Dalam bahasa manusia, ketika Tuhan menghancurkan umat manusia dan menyaksikan umat manusia lenyap, hati-Nya meratap dan berdarah. Bukankah ini cara terbaik untuk menggambarkannya? Kata-kata ini digunakan oleh manusia untuk melukiskan emosi manusia, tetapi karena bahasa manusia terlalu kurang, menggunakan kata-kata tersebut untuk menggambarkan perasaan dan emosi Tuhan tidaklah terlalu buruk bagi-Ku, dan juga tidak terlalu berlebihan. Setidaknya, itu memberimu pemahaman yang sangat jelas dan sangat tepat tentang bagaimana suasana hati Tuhan pada waktu itu. Apa yang akan engkau pikirkan sekarang ketika engkau semua melihat pelangi lagi? Setidaknya, engkau akan mengingat betapa Tuhan pernah begitu berduka karena menghancurkan dunia dengan air bah. Engkau akan ingat bahwa meskipun Tuhan membenci dunia ini dan memandang hina umat manusia ini, ketika Ia menghancurkan umat manusia yang Ia ciptakan dengan tangan-Nya sendiri, hati-Nya sangat terluka, bergumul untuk melepaskan, merasa enggan, dan merasa begitu berat untuk menanggungnya. Satu-satunya penghiburan bagi-Nya adalah keluarga Nuh yang terdiri dari delapan orang. Kerja sama Nuh-lah yang membuat upaya-Nya yang sungguh-sungguh dalam menciptakan segala sesuatu tidak sia-sia. Pada saat Tuhan menderita, inilah satu-satunya hal yang dapat mengobati penderitaan-Nya. Sejak saat itu, Tuhan menempatkan semua pengharapan-Nya akan umat manusia pada keluarga Nuh, berharap mereka dapat hidup di bawah berkat-Nya dan bukan kutuk-Nya, berharap mereka tidak akan pernah lagi melihat Tuhan menghancurkan dunia dengan air bah, dan juga berharap mereka tidak akan dihancurkan.

Bagian watak Tuhan mana yang harus kita pelajari dari sini? Tuhan memandang hina manusia karena manusia memusuhi-Nya, tetapi di dalam hati-Nya, kepedulian, perhatian dan belas kasih-Nya bagi umat manusia tetap tidak berubah. Bahkan ketika Ia menghancurkan umat manusia, hati-Nya tetap tidak berubah. Ketika umat manusia penuh dengan kerusakan dan ketidaktaatan terhadap Tuhan hingga tingkat yang sangat parah, Tuhan harus menghancurkan umat manusia ini, oleh karena watak dan esensi-Nya, dan sesuai dengan prinsip-prinsip-Nya. Namun, karena esensi Tuhan, Ia tetap mengasihani umat manusia, dan bahkan mau menggunakan berbagai cara untuk menebus umat manusia sehingga mereka bisa terus hidup. Sebaliknya, manusia melawan Tuhan, terus tidak menaati Tuhan, dan menolak untuk menerima keselamatan dari Tuhan; artinya, menolak untuk menerima niat baik-Nya. Tidak peduli bagaimana Tuhan memanggil mereka, mengingatkan mereka, memenuhi kebutuhan mereka, menolong mereka, atau menoleransi mereka, manusia tidak memahami atau menghargainya, mereka juga tidak memperhatikannya. Dalam kepedihan hati-Nya, Tuhan tetap tidak lupa memberikan toleransi-Nya yang maksimal kepada manusia, menunggu manusia untuk berbalik. Setelah Ia mencapai batas-Nya, Ia melakukan apa yang harus dilakukan-Nya tanpa ragu-ragu. Dengan kata lain, ada jangka waktu dan proses tertentu dari saat Tuhan berencana menghancurkan umat manusia sampai dimulainya pekerjaan-Nya untuk menghancurkan umat manusia. Proses ini ada dengan tujuan untuk memungkinkan manusia untuk berbalik, dan ini merupakan kesempatan terakhir yang Tuhan berikan kepada manusia. Jadi, apa yang Tuhan lakukan selama jangka waktu ini sebelum menghancurkan umat manusia? Tuhan melakukan banyak sekali pekerjaan mengingatkan dan menasihati. Betapa pun sakitnya dan berdukanya hati Tuhan, Ia terus memberikan pemeliharaan, perhatian, dan belas kasih-Nya yang melimpah kepada umat manusia. Apa yang kita lihat dari semua ini? Tidak diragukan lagi, kita melihat bahwa kasih Tuhan bagi umat manusia itu nyata dan bukan sekadar ucapan di bibir. Kasih Tuhan itu aktual, nyata, dan bisa dirasakan, tidak palsu, murni, tidak curang atau memegahkan diri. Tuhan tidak pernah menggunakan tipuan atau menciptakan gambaran yang palsu untuk membuat orang melihat bahwa Ia layak dikasihi. Ia tidak pernah menggunakan kesaksian palsu agar orang melihat keindahan-Nya, atau memamerkan keindahan dan kekudusan-Nya. Bukankah aspek-aspek dari watak Tuhan ini layak mendapatkan kasih manusia? Bukankah semua itu layak mendapatkan penyembahan manusia? Bukankah semua itu layak dihargai? Pada titik ini, Aku ingin bertanya kepada engkau semua: setelah mendengar perkataan-perkataan ini, apakah menurutmu kebesaran Tuhan hanya kata-kata kosong di atas selembar kertas? Apakah keindahan Tuhan hanya kata-kata yang kosong? Tidak! Tentu saja tidak! Supremasi, kebesaran, kekudusan, toleransi, kasih Tuhan, dan lain sebagainya—setiap detail dari masing-masing aspek watak dan esensi Tuhan diungkapkan secara nyata setiap kali Ia melakukan pekerjaan-Nya, diwujudkan dalam kehendak-Nya bagi manusia, dan juga digenapi serta tecermin pada diri setiap orang. Terlepas dari apakah engkau pernah merasakannya sebelumnya, Tuhan memelihara setiap orang dengan segala cara yang memungkinkan, menggunakan hati-Nya yang tulus, hikmat-Nya, dan berbagai metode untuk menghangatkan hati setiap orang dan membangunkan roh setiap orang. Ini fakta yang tidak terbantahkan.

—Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I"

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait