16. Aku Tak Lagi Meringkuk dalam Ketakutan

Oleh Saudari Mu Yu, Tiongkok

Aku mendengar ada penangkapan seorang saudari pada 2 September. Hari itu, aku sedang menuju ke rumah pemimpin, tapi tak ada seorang pun di sana. Saudari Xiao Hong, yang tinggal di seberangnya, kebetulan melihatku. Dia memanggilku ke rumahnya dan bilang dengan gugup, "Telah terjadi sesuatu. Zhou Ling ditangkap polisi. Itu dua hari yang lalu dan belum ada kabar apa pun. Pemimpin pergi memberi tahu semua orang—dia akan segera kembali." Saat mendengar kabar itu, aku merasa gugup dan takut. Sebelumnya, Zhou Ling adalah pemimpin, aku tak tahu siksaan apa yang akan digunakan polisi kepadanya. Apakah dia akan takluk disiksa dan menjadi Yudas? Aku baru saja dari rumahnya. Jika polisi mengintai, mereka mungkin melihatku. Aku pindah ke sini karena melarikan diri. Selama ini, naga merah yang sangat besar telah mengincarku tanpa henti. Jika aku ditangkap, mereka akan lebih kejam menyiksaku. Mereka mungkin memukuliku hingga tewas. Aku sangat takut dan ingin segera keluar dari daerah itu, tapi ada beberapa hal yang sangat perlu kudiskusikan dengan pemimpin. Jika aku pergi, itu akan tertunda. Aku berharap pemimpin akan segera kembali. Tak lama kemudian, pemimpin tiba di rumah Xiao Hong, lalu pulang ke rumah setelah kami selesai berdiskusi. Selang dua atau tiga menit, Xiao Hong bergegas kembali dengan panik dan bilang, "Setelah pemimpin pulang, tujuh atau delapan polisi menangkapnya, lalu pergi. Zhou Ling juga ada di mobil mereka. Dia pasti memberi tahu tempat tinggal pemimpin. Apa pun yang kau lakukan, jangan keluar." Aku terkejut setengah mati. Xiao Hong dan pemimpin tinggal berseberangan. Polisi mungkin berada tak jauh dari rumah mereka. Jika aku ditangkap, mereka pasti akan memukuliku tanpa ampun. Aku bahkan tak berani melihat ke luar jendela, dan tanpa henti berseru kepada Tuhan, berharap polisi akan segera pergi. Mobil polisi pergi setelah sekitar satu jam dan hatiku akhirnya tenang. Tapi Zhou Ling ada di rumahku beberapa hari lalu—bagaimana jika dia juga mengkhianatiku? Rumahku sudah tak aman. Ke mana aku harus pergi? Aku punya buku catatan dengan nomor telepon saudara-saudari tertulis di dalamnya yang harus kuhapus sesegera mungkin. Ada tiga rumah singgah lain di dekat dengan rumahku. Jika tak segera diberi tahu, mereka akan ditangkap dan lebih banyak saudara-saudari yang terkena imbasnya. Tapi jika langsung pergi, aku akan jatuh ke dalam permainan mereka. Aku berada di luar kota bertugas selama bertahun-tahun, dan menjadi sasaran utama penangkapan polisi. Aku akan menderita siksaan yang lebih buruk jika ditangkap. Tidak, aku harus melarikan diri dan mencari tempat aman. Pikiran ini membuatku resah, aku berseru kepada Tuhan tanpa henti. Lalu aku teringat kutipan firman Tuhan. "Engkau tidak perlu takut akan ini dan itu; sebanyak apa pun kesulitan dan bahaya yang mungkin engkau hadapi, engkau mampu tetap tenang di hadapan-Ku; tidak terhalang oleh rintangan apa pun sehingga kehendak-Ku dapat terlaksana. Ini adalah tugasmu; kalau tidak, Aku akan mendatangkan murka-Ku ke atasmu dan dengan tangan-Ku Aku akan melakukannya .... Lalu engkau akan menanggung penderitaan mental tanpa akhir. Engkau harus menanggung semuanya; engkau harus siap untuk melepaskan segala yang engkau miliki untuk-Ku dan melakukan segala yang kaubisa untuk mengikuti-Ku, dan siap sedia untuk mengorbankan segalanya. Inilah saatnya Aku akan mengujimu: akankah engkau memberikan kesetiaanmu kepada-Ku? Dapatkah engkau mengikuti-Ku sampai akhir dengan setia? Janganlah takut; dengan dukungan-Ku, siapa yang mampu menghalangi jalan ini? Ingatlah ini! Jangan lupa! Semua yang terjadi adalah oleh maksud baik-Ku dan semuanya berada dalam pengamatan-Ku. Dapatkah engkau mengikuti firman-Ku dalam segala yang kaukatakan dan lakukan? Ketika ujian api menimpamu, akankah engkau berlutut dan berseru? Ataukah engkau akan gemetar ketakutan, tidak mampu bergerak maju?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 10"). Aku sadar tingkat pertumbuhanku kecil dan tak punya iman sejati. Melihat orang-orang di sekitarku ditangkap satu per satu, aku takut dan ingin mencari tempat aman untuk bersembunyi. Aku mengabaikan kepentingan gereja demi melindungi keselamatanku—sungguh egois! Dengan ditangkapnya pemimpin, anggota lain harus diberi tahu, dan banyak salinan firman Tuhan harus dipindahkan. Jika tak segera dilakukan, banyak anggota gereja lain yang akan ditangkap. Sebagai diaken gereja, melindungi saudara-saudari dan buku firman Tuhan adalah tugas dan tanggung jawabku. Jika aku takut dan gentar, menjalani kehidupan yang sia-sia, itu sangat tak bertanggung jawab. Tuhan memperhatikanku di saat kritis ini untuk melihat apakah aku memikirkan kehendak-Nya dan melindungi pekerjaan gereja. Aku harus bersandar kepada Tuhan dan segera mengurus pekerjaan lanjutan. Apakah aku akan ditangkap atau tidak, itu keputusan Tuhan. Aku siap menyerahkan keselamatanku di tangan Tuhan. Setelah menyadarinya, aku tak lagi gugup dan takut. Sesampainya di dekat rumahku, aku melihat ada mobil polisi berhenti di pintu masuk. Jantungku mulai berdebar. Rupanya si Yudas mengkhianatiku. Aku tak tahu apakah tiga rumah singgah lain juga telah digeledah. Aku harus segera melaporkan situasi ini kepada pimpinan tinggi, sehingga bisa cepat dilakukan pencegahan dan disusun rencana agar tak terjadi kerugian yang lebih besar pada pekerjaan gereja.

Aku tahu Saudari Su Hua punya info kontak pimpinan tinggi, jadi aku pergi mencarinya. Setelah aku tiba, suaminya, orang yang tidak percaya, bilang dengan gugup, "Beberapa polisi baru saja datang. Su Hua tak di rumah, itu alasan mereka tak menangkapnya. Mereka pergi ke rumahmu untuk melakukan penangkapan." Aku bergegas pergi, tak berani berlama-lama. Dalam perjalanan pulang, aku berpikir betapa jahatnya naga merah yang sangat besar. Rela bersusah payah hanya untuk menangkap orang yang percaya kepada Tuhan. Saudara-saudari ditangkap satu per satu, dan aku terancam ditangkap kapan saja. Jika aku tak bisa menerima siksaan dan menjadi Yudas, bukankah jalan imanku akan berakhir? Makin memikirkannya, makin aku merasa lemah dan takut. Menjadi orang percaya di Tiongkok terlalu sulit dan berbahaya. Aku berulang kali berseru kepada Tuhan dalam hati, "Tuhan! Apa yang harus kulakukan?" Lalu aku teringat kutipan firman Tuhan ini: "Iman itu seperti jembatan dari satu gelondong kayu: mereka yang dengan tercela mempertahankan hidup akan mengalami kesulitan menyeberanginya, tetapi mereka yang siap untuk mengorbankan diri dapat menyeberanginya dengan pasti, tanpa rasa khawatir. Jika manusia memiliki pikiran yang kerdil dan penakut, itu karena mereka telah dibodohi oleh Iblis, yang takut bahwa kita akan menyeberangi jembatan iman untuk masuk ke dalam Tuhan. Iblis menempuh segala cara yang memungkinkan untuk mengirimkan pikiran-pikirannya kepada kita. Kita harus berdoa setiap saat agar Tuhan menerangi kita dengan cahaya-Nya, setiap saat bergantung kepada Tuhan untuk menyucikan kita dari racun Iblis, setiap saat berlatih dalam roh kita untuk mendekat kepada Tuhan, dan mengizinkan Tuhan berkuasa atas seluruh keberadaan kita" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 6"). Firman Tuhan memberiku keyakinan dan kekuatan. Aku sadar aku hidup dalam ketakutan, takut ditangkap dan dipukuli hingga tewas. Aku jatuh ke dalam siasat Iblis. Iblis menggunakan kelemahanku untuk menahanku, membuatku kehilangan keyakinan akan Tuhan sehingga tak berani bertugas. Lalu perlahan menjauhi dan mengkhianati Tuhan. Aku harus memahami siasat Iblis. Makin aku menghadapi situasi seperti ini, makin aku harus mendekati dan mengandalkan Tuhan, hidup dengan firman-Nya. Sekalipun ditangkap, aku akan tunduk, tidak mengeluh, berdiri teguh dalam kesaksianku dan memuaskan Tuhan.

Aku teringat buku catatan dengan nomor telepon saudara-saudari yang masih ada di rumahku. Aku harus kembali; jika polisi menemukannya, mereka semua akan ditangkap. Tapi polisi bisa saja mengintai rumahku—aku bisa jatuh ke dalam permainan mereka. Saat hatiku bimbang, aku teringat firman Tuhan. "Setiap orang di antaramu yakin bahwa engkau semua sangat sesuai dengan-Ku, tetapi jika memang demikian adanya, lalu kepada siapakah bukti yang tak terbantahkan itu ditujukan? Engkau semua yakin dirimu memiliki ketulusan dan kesetiaan paling besar kepada-Ku. Engkau semua menganggap dirimu begitu baik hati, penuh belas kasihan, dan telah sangat berbakti kepada-Ku. Engkau semua berpikir bahwa engkau telah berbuat cukup banyak untuk-Ku. Namun pernahkah engkau semua membandingkan keyakinan ini dengan perilakumu sendiri? ... Engkau mengesampingkan-Ku demi kepentingan anak-anakmu, atau suamimu, atau demi kepentinganmu sendiri. Bukannya memedulikan Aku, engkau malah mengurusi keluargamu, anak-anakmu, statusmu, masa depanmu, dan kepuasanmu sendiri. Kapan engkau pernah memikirkan-Ku ketika engkau berbicara atau bertindak? Pada hari-hari yang dingin, pikiran engkau semua tertuju kepada anak-anak, suami, istri, atau orang tuamu. Pada hari-hari yang panas, Aku juga tidak mendapat tempat dalam pikiranmu. Saat melakukan tugasmu, engkau memikirkan kepentinganmu sendiri, keselamatanmu sendiri, anggota keluargamu. Apa yang pernah kaulakukan yang adalah untuk-Ku? Kapan engkau pernah memikirkan-Ku? Kapan engkau pernah mengabdikan dirimu, berapa pun harganya, untuk-Ku dan pekerjaan-Ku? Mana bukti kesesuaianmu dengan-Ku? Mana kenyataan kesetiaanmu kepada-Ku? Mana kenyataan ketaatanmu kepada-Ku? Kapan niatmu pernah bukan demi mendapatkan berkat-Ku? Engkau semua membodohi dan menipu-Ku, engkau semua bermain-main dengan kebenaran, engkau menutupi keberadaan kebenaran, dan mengkhianati hakikat kebenaran. Apa yang menantikanmu di masa depan dengan menentang-Ku seperti ini?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Engkau Harus Mencari Cara agar Sesuai dengan Kristus"). Setiap pertanyaan terasa seperti tuduhan dari Tuhan dalam hatiku. Saat semuanya damai, aku bisa meninggalkan rumah dan pekerjaan demi tugasku. Aku merasa berbakti kepada Tuhan. Tapi saat menghadapi penangkapan naga merah yang sangat besar, aku sadar betapa kecilnya tingkat pertumbuhanku. Dulu, aku hanya meneriakkan slogan dan doktrin kosong. Krisis nyata mengungkap tingkat pertumbuhanku yang sebenarnya. Aku hanya memikirkan cara melindungi kepentinganku sendiri. Aku sama sekali tak melindungi pekerjaan gereja. Aku bukan orang yang memedulikan kehendak Tuhan. Apabila aku peduli, saat ada sesuatu yang terkait kepentingan gereja, aku rela menyerahkan segalanya demi Tuhan, bahkan hidupku. Aku memikirkan semua buku firman Tuhan. Saudara-saudari mempertaruhkan nyawa mereka untuk membawanya, dan banyak yang ditangkap naga merah yang sangat besar dalam proses pemindahannya. Sebagian bahkan dipukuli hingga tewas. Mereka mengesampingkan nyawanya agar saudara-saudari bisa membaca firman Tuhan; mereka menjalankan tugasnya dan memuaskan Tuhan. Tapi aku? Aku tidak memikirkan kepentingan gereja, hanya keselamatanku sendiri saat terjadi sesuatu. Aku takut ditangkap dan disiksa hingga tewas. Biasanya, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk sesuatu yang menguntungkanku, tapi kini aku tak bisa berkorban sedikit pun demi gereja. Dibandingkan dengan saudara-saudari lain, aku sangat egois. Aku tidak memikirkan kehendak Tuhan. Kini, seorang pemimpin gereja telah ditangkap. Sebagai diaken gereja, meski bersembunyi lebih aman daripada melindungi pekerjaan gereja, aku kehilangan kesempatan bertugas dan bersaksi. Lalu apa arti hidupku? Bukankah aku hanya seperti mayat hidup? Memikirkan hal ini, aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, apakah hari ini aku ditangkap atau tidak, itu ada di tangan-Mu. Tolong beri aku keyakinan dan kebijaksanaan agar bisa bersandar kepada-Mu dan bertugas."

Sekitar jam 2 pagi, aku tiba di rumah saudari yang tinggal tak jauh. Ternyata polisi telah mengunjungi beberapa rumah lain yang dekat dengan rumahku. Sebagian saudara-saudari melarikan diri dan lolos dari penangkapan. Mereka memberi tahu bahwa polisi pasti akan kembali, dan menyuruhku segera pergi. Aku tak berani berlama-lama. Aku melihat tak ada orang yang menunggu di pintu masuk rumah, aku pun bergegas pulang dan mengambil buku catatan dengan nomor telepon. Aku menarik napas lega.

Lalu aku pergi ke tempat Saudara Yang Guang. Begitu dia melihatku, dia bilang dengan ketakutan, "Kemarin aku dan istri ditangkap. Mereka melepas kami tadi malam. Beberapa saudara-saudari lain juga telah ditangkap." Aku bergegas pergi dari sana. Aku berpikir dalam perjalanan pulang bahwa situasi telah memburuk, dan terjadi penangkapan di mana-mana. Jika aku telah dikhianati Yudas, polisi pasti mengetahui ciri-ciriku, dan dengan begitu banyak pengawasan, aku bisa ditangkap kapan saja. Bagaimana jika aku tak bisa tahan siksaan mereka? Pikiran ini membuatku takut. Aku akan sedikit lebih aman jika bersembunyi, tapi pekerjaan lanjutan masih belum selesai. Jika bersembunyi sekarang, bukankah aku akan jadi pembelot? Aku telah jadi orang percaya selama ini dan menikmati begitu banyak penyiraman dari firman Tuhan. Jika melarikan diri di saat kritis, bahkan tidak memenuhi tugas atau tanggung jawabku, aku benar-benar tak akan punya hati nurani atau kemanusiaan. Akankah aku dianggap orang percaya? Aku sama saja seperti Yudas yang mengkhianati Tuhan. Memikirkan hal ini, aku diam-diam memutuskan lebih baik aku ditangkap dan mati di tangan polisi daripada melarikan diri dan menjalani kehidupan yang sia-sia. Aku harus berdiri teguh dalam kesaksianku, memuaskan Tuhan, dan bertugas sebaik mungkin. Aku pun langsung pulang ke rumah singgahku.

Aku membaca firman Tuhan ini malam itu: "Dalam rencana-Ku, Iblis, selama ini, telah menguntit setiap langkah dan, sebagai kontras dari hikmat-Ku, telah selalu berusaha mencari cara dan sarana untuk mengganggu rencana-Ku yang semula. Namun, mungkinkah Aku menyerah pada rencananya yang curang? Segala sesuatu yang di surga dan yang di bumi melayani-Ku; mungkinkah rencana curang Iblis akan berbeda dari sebelumnya? Inilah justru titik temu hikmat-Ku; inilah justru yang menakjubkan tentang perbuatan-Ku, dan inilah prinsip kerja seluruh rencana pengelolaan-Ku. Selama era pembangunan kerajaan, Aku tetap tidak menghindari rencana curang Iblis, tetapi terus melakukan pekerjaan yang harus Kulakukan. Di antara alam semesta dan segala sesuatu, Aku telah memilih perbuatan Iblis sebagai kontras-Ku. Bukankah ini adalah perwujudan dari hikmat-Ku? Bukankah justru ini yang menakjubkannya tentang pekerjaan-Ku?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta, Bab 8"). Aku bisa melihat kemahakuasaan dan hikmat Tuhan dalam firman-Nya. Naga merah yang sangat besar adalah musuh Tuhan, yang gila-gilaan menangkap dan menganiaya orang Kristen dan mengganggu pekerjaan Tuhan, sia-sia berharap menghancurkan pekerjaan Tuhan menyelamatkan umat manusia. Tapi penangkapan dan penganiayaan naga merah yang sangat besar memungkinkan kami mengembangkan kearifan atas esensi jahat yang merugikan manusia dan menentang Tuhan, lalu membencinya dari hati dan memutuskan hubungan dengannya. Penangkapan dan penganiayaannya juga mengungkap orang percaya sejati dari yang palsu, dan membedakan domba dari kambing, dan gandum dari lalang. Di saat krisis, ada sebagian yang tidak melakukan tugasnya karena takut, atau meninggalkan iman, dan sebagian mengkhianati Tuhan dan menjadi Yudas saat mereka ditangkap dan disiksa. Mereka adalah orang yang tersingkap sebagai lalang, yang tertiup angin. Bukankah itu menunjukkan hikmat dan kebenaran Tuhan? Itu mengingatkanku pada ucapan Tuhan Yesus, "Karena barangsiapa ingin menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangannya, namun barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan mendapatkannya" (Matius 16:25). Aku teringat orang-orang kudus dari segala zaman yang menjadi martir karena menyebarkan Injil Tuhan. Sebagian disalib terbalik; sebagian ditarik dan dipotong-potong. Meskipun meninggal, kematian mereka bermakna. Tapi mereka yang mengkhianati Tuhan dan menjadi Yudas dari luar tampak masih hidup, tapi hati mereka dalam penderitaan. Mereka seperti mayat hidup, dalam kesengsaraan yang luar biasa. Setelah meninggal, jiwa mereka akan masuk neraka dan dihukum. Itu sesuatu yang tak sepenuhnya kupahami. Sebaliknya, aku ingin melalaikan tugas dan bersembunyi. Jika aku merusak pekerjaan gereja karena melalaikan tugas, itu akan jadi pelanggaran—noda abadi. Jika aku bisa mengorbankan hidup demi pengabdian pada tugas, sekalipun ditangkap dan dipukuli hingga tewas, aku akan bersaksi bagi Tuhan dan mempermalukan Iblis. Kematianku akan bernilai dan bermakna. Lalu, aku membaca firman Tuhan lagi. "'Sekuat' apa pun Iblis, seberani dan seambisius apa pun dirinya, sehebat apa pun kemampuannya untuk menimbulkan kerusakan, seluas apa pun teknik yang digunakannya untuk merusak dan memikat manusia, selihai apa pun trik dan rencana jahat yang digunakannya untuk mengintimidasi manusia, sehebat apa pun kemampuannya mengubah bentuk keberadaan dirinya, ia tidak pernah mampu menciptakan satu makhluk hidup pun, tidak pernah mampu menetapkan hukum atau aturan untuk keberadaan segala sesuatu, dan tidak pernah mampu mengatur dan mengendalikan objek apa pun, baik yang hidup atau mati. Di alam semesta dan cakrawala, tidak ada orang atau objek apa pun yang lahir dari dirinya, atau ada karena dirinya; tidak ada orang atau objek apa pun yang diatur olehnya, atau dikendalikan olehnya. Sebaliknya, ia bukan saja harus hidup di bawah kekuasaan Tuhan, tetapi, lebih dari itu, ia harus menaati semua perintah dan titah Tuhan. Tanpa izin Tuhan, sulit bagi Iblis untuk menyentuh bahkan setetes air pun atau butiran pasir di atas tanah; tanpa izin Tuhan, Iblis bahkan tidak bebas untuk memindahkan semut di atas tanah, apalagi umat manusia, yang diciptakan oleh Tuhan. Di mata Tuhan, Iblis lebih rendah daripada bunga bakung di gunung, daripada burung-burung yang terbang di udara, daripada ikan di laut, dan daripada belatung di tanah. Perannya antara lain adalah melayani segala sesuatu, dan bekerja untuk umat manusia, serta melayani pekerjaan Tuhan dan rencana pengelolaan-Nya. Selicik apa pun naturnya, dan sejahat apa pun hakikat dirinya, satu-satunya yang dapat ia lakukan hanyalah dengan patuh menaati fungsinya, yaitu: melayani Tuhan, dan menyediakan sebuah kontras bagi Tuhan. Seperti itulah esensi dan posisi Iblis. Hakikat dirinya tidak ada hubungannya dengan hidup, tidak ada hubungannya dengan kuasa, tidak ada hubungannya dengan otoritas; ia hanyalah mainan di tangan Tuhan, hanya mesin yang melayani Tuhan!" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik I"). Aku bisa melihat kuasa dan otoritas Tuhan melalui firman-Nya. Segalanya benar-benar ada di tangan Tuhan, baik hidup maupun mati, Iblis melayani pekerjaan Tuhan—berfungsi sebagai kontras. PKT punya beragam siasat dan memanfaatkan kekuatan berbagai orang dan sumber daya, tapi tanpa izin Tuhan, kita tak akan tersentuh olehnya. Seperti dalam pengalaman Ayub, Iblis menyerang dan menyakitinya, memaksanya menyangkal dan menolak Tuhan. Tuhan membiarkan Iblis memperlakukan Ayub dengan buruk, tapi tak sampai membahayakan nyawanya, dan Iblis tidak berani melawan perintah Tuhan. Sama seperti diriku dalam pekerjaan lanjutan, aku bisa keluar dari setiap situasi berbahaya tanpa cedera. Itu sepenuhnya kepedulian dan perlindungan Tuhan. Semua pengalaman ini telah menunjukkan kepadaku otoritas dan kedaulatan Tuhan. Aku tak akan ditangkap naga merah yang sangat besar jika Tuhan tak mengizinkannya. Jika Dia membiarkanku ditangkap, aku tak akan bisa menghindarinya. Memahami ini memberiku keyakinan. Aku merasa siap menyerahkan hidupku di tangan Tuhan dan tunduk pada pengaturan-Nya.

Lalu, ternyata polisi belum memeriksa rumah tempat para pemimpin tinggi mengadakan pertemuan. Dengan pertemuan yang segera diadakan, aku khawatir mereka menunggu waktu menangkap lebih banyak pemimpin. Jika mereka tak diberi tahu, para pemimpin bisa ditangkap dan lebih banyak orang akan terkena imbasnya. Kami dengan cepat membahas beberapa ide, dan setelah menimbang-nimbang, akhirnya kami menyampaikan situasi gereja kepada para pemimpin tinggi. Para pemimpin meminta kami bersembunyi terlebih dulu demi keselamatan kami. Beberapa hari kemudian, datang surat dari para pemimpin, terkait penangkapan yang dilakukan naga merah yang sangat besar di wilayah kami, dua rumah yang digunakan untuk menjaga buku telah digerebek. Hanya tersisa satu rumah, dan semuanya harus segera dipindahkan. Karena semua orang yang mengetahui penjaga buku-buku itu telah ditangkap kecuali aku, dan aku cukup mengenal daerah dan anggota gereja, mereka ingin aku membantu memindahkan buku-buku itu. Aku tahu betul dalam keadaan itu, aku pilihan terbaik untuk melakukannya, dan itu tanggung jawab yang tak bisa kuabaikan. Tapi kini situasinya begitu tegang dan naga merah yang sangat besar masih mengejar orang. Jika aku pergi di saat seperti ini, bukankah akan membahayakan diriku sendiri? Aku merasa agak takut. Tapi aku berpikir bahwa situasi ini ada di tangan Tuhan, dan jika Tuhan tak mengizinkannya, naga merah yang sangat besar tak bisa berbuat apa-apa kepadaku. Jadi kuputuskan untuk membantu. Aku berdoa, "Ya Tuhan! Tugas ini telah datang kepadaku, dan aku siap memenuhi tanggung jawabku. Apa pun yang terjadi selanjutnya, aku bersedia tunduk pada rencana-Mu. Sekalipun ditangkap dan disiksa, aku tak akan pernah lagi menjadi pembelot. Aku akan mengabdi kepada-Mu, dan berdiri teguh dalam kesaksianku untuk mempermalukan Iblis!"

Jadi, aku bertanya-tanya, dan menemukan rumah yang menyimpan buku-buku itu. Saudara di sana bilang tujuh atau delapan petugas telah datang ke rumahnya dan melakukan penangkapan. Tanpa banyak kata, mereka menahan istrinya dan memberi denda 2.000 yuan, tapi mereka tak menemukan buku-buku yang disimpan—jadi harus segera dipindahkan. Kami bergegas memasukkan buku-buku itu ke dalam mobil. Sepanjang perjalanan, tak sekalipun aku berani meninggalkan Tuhan dalam hatiku. Akhirnya kami berhasil membawa buku-buku itu ke tempat aman. Aku berulang kali bersyukur kepada Tuhan.

Memikirkan kembali seluruh pengalaman ini, aku bisa melihat hikmat dan kemahakuasaan Tuhan, serta betapa dangkalnya imanku. Tanpa penangkapan naga merah yang sangat besar, aku tak akan melihat tingkat pertumbuhanku dengan jelas, tak akan melihat keegoisan dan ketakutanku akan kematian, dan tak akan memahami aturan tertinggi Tuhan. Aku juga bisa merasakan kehadiran Tuhan di sisi kita, dan selama kita bersandar kepada-Nya, Dia akan hadir dan membukakan jalan bagi kita. Pemahaman ini tak akan kudapatkan di lingkungan yang damai.

Sebelumnya: 15. Kasih Harus Berprinsip

Selanjutnya: 20. Aku Telah Mendengar Suara Tuhan

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

26. Cara Memandang Tugasmu

Oleh Saudara Zhong Cheng, TiongkokTuhan Yang Mahakuasa berkata: "Hal paling mendasar yang dituntut dari manusia dalam kepercayaan mereka...

31. Tetap Melakukan Tugasku

Oleh Saudari Yang Mu, KoreaDahulu aku merasa sangat iri ketika melihat saudara-saudari tampil, bernyanyi dan menari memuji Tuhan. Aku...

57. Melaporkan atau Tidak

Oleh Saudari Yang Yi, TiongkokTuhan Yang Mahakuasa berkata: "Demi nasibmu, engkau semua harus mencari perkenanan Tuhan. Dengan kata lain,...

44. Aku Telah Pulang

Oleh Saudara Chu Keen Pong, MalaysiaAku telah percaya kepada Tuhan selama lebih dari sepuluh tahun dan melayani di gereja selama dua tahun,...

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini