63. Terbebas dari Beban untuk Membalas Kebaikan

Oleh Saudari Zheng Li, Tiongkok

Ayahku meninggal saat usiaku sembilan tahun, dan ibuku harus membesarkanku serta empat saudara dan saudariku dalam keadaan yang sulit. Bibiku merasa kasihan dan sering membawakan kami makanan serta kebutuhan pokok lainnya. Setiap kali dia datang membawakan sesuatu, ibuku selalu memastikan agar kami mengucapkan terima kasih kepadanya, dan kami diajar agar jangan pernah melupakan kebaikan orang lain, selalu membalas kebaikan yang kami terima dan menjadi orang yang tahu berterima kasih, agar tak ada yang bisa mencela kami dan mengatai kami tak tahu berterima kasih di belakang kami. Meski dibesarkan dalam situasi sulit, ibuku selalu berbagi kepunyaan kami yang tak seberapa kepada bibiku untuk membalas kebaikannya. Saat sudah lebih dewasa, aku sering mendengar orang berkata: "Apa kau lihat si A yang menerima pertolongan saat sedang membutuhkannya dan membalas kebaikan itu beberapa tahun kemudian? Apa kau lihat si B yang menerima pertolongan, tapi tak punya hati nurani dan sama sekali tak berterima kasih? Dasar tak tahu terima kasih." Lambat laun, aku pun mulai hidup dengan cara pandang ini, berpikir bahwa aku harus selalu membalas kebaikan yang kuterima, jika tidak, aku akan dianggap tak tahu berterima kasih dan akan dihina dan diremehkan oleh orang lain. Setelah menjadi orang percaya, meski tahu bahwa aku harus memperlakukan orang dan segala hal berdasarkan firman Tuhan, gagasan tradisional yang diwariskan turun-temurun telah berakar begitu dalam di hatiku, hingga aku pun menjalani hidup dengan cara pandang tersebut dan melanggar prinsip dalam tugasku, yang akhirnya mengganggu pekerjaan gereja dan membuatku dianggap melakukan pelanggaran.

Pada Agustus 2021, setelah pengaturan kerja untuk pekerjaan pembersihan gereja diumumkan, gereja mulai mempersekutukan kebenaran tentang mengenali orang dan kakak iparku, Fang Ling, dikenali sebagai orang tidak percaya. Aku sama sekali tak terkejut. Meski telah menjadi orang percaya selama bertahun-tahun, dia tak mengejar kebenaran dan sering mengganggu kehidupan bergereja. Selama pertemuan, dia selalu bergosip, lalu tertidur begitu kami mulai membaca firman Tuhan. Setelah membaca firman Tuhan, dia selalu tak punya bahan untuk dipersekutukan. Saat dia menghadapi masalah yang tak sejalan dengan gagasannya, dia tak pernah mencari kebenaran dan tidak pernah menerima bahwa masalah itu adalah dari Tuhan. Dia selalu menganalisis orang dan segala sesuatu serta membela dirinya sendiri. Saat dia menjadi tuan rumah pertemuan, dan mendengar pemimpin bersekutu tentang perilaku orang tertentu yang mengganggu, dia selalu mengadukan ucapan pemimpin itu kepada orang-orang yang dibicarakan, yang membuat mereka berprasangka terhadap pemimpin tersebut dan menganggapnya mempersulit hidup mereka. Pemimpin tersebut menganalisis perilakunya yang menabur perselisihan dan kekacauan dan mengganggu kehidupan bergereja, tapi dia sama sekali tak merasa bersalah dan bahkan membuat berbagai macam dalih demi membela dirinya. Dia mengaku hanya mengatakan yang sebenarnya dan merasa tindakannya tak mengganggu kehidupan bergereja. Pada suatu pertemuan, kami bersekutu tentang mengenali istri kakakku, Liu Hui, istrinya disingkapkan sebagai orang tidak percaya yang memiliki kemanusiaan yang jahat, dan harus segera dikeluarkan dari gereja. Setelah pertemuan itu, Fang Ling pergi dan memberi tahu seorang saudari bahwa kami akan mengeluarkan Liu Hui dari gereja, dan menambahkan beberapa komentar negatif yang mengganggu saudari tersebut. Aku segera mencari Fang Ling untuk bersekutu dengannya, dan memberitahunya hal ini: Gereja mengusir dan mengeluarkan orang berdasarkan perilaku mereka secara menyeluruh, kebenaran berkuasa di rumah Tuhan dan tak seorang pun dapat menjadi penentu keputusan. Liu Hui akan dikeluarkan karena dia memiliki kemanusiaan yang jahat, sering mengganggu kehidupan bergereja, dan tidak mau bertobat bahkan setelah berkali-kali menerima persekutuan dari saudara-saudari. Aku juga menyingkapkan bahwa perilaku Fang Ling menyebarkan kenegatifan dan kematian dan menolak fakta bahwa kebenaran dan keadilan berkuasa di gereja. Di luar dugaanku, dia menjawab sambil menangis: "Aku tahu kau adalah penentu keputusan di gereja dan yang memutuskan siapa yang akan dikeluarkan." Aku merasa sedikit tak berdaya mendengar responsnya yang tak masuk akal, dan hatiku pun yakin bahwa Fang Ling tidak menerima kebenaran dan adalah orang tidak percaya. Namun, saat sedang menyiapkan bahan untuk pengusirannya, aku ragu-ragu. Kami berdua menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman bersama-sama, dan kami telah berkumpul dan mengabarkan Injil bersama-sama selama bertahun-tahun. Fang Ling adalah orang yang baik dan penuh kasih dan selalu bersedia menolongku semampunya saat aku membutuhkannya. Khususnya pada tahun 2013, saat suamiku jatuh sakit, dia mau merawat suamiku agar aku bisa melanjutkan tugasku. Dia juga membantuku di rumah dan di ladang. Setelah suamiku meninggal, aku harus menghadapi segala macam kesukaran, dan aku tenggelam dalam keadaan yang negatif. Saat itu, Fang Ling-lah yang datang menemaniku setiap malam, membaca firman Tuhan bersamaku, dan menyampaikan persekutuan tentang pengalaman Ayub. Dengan dukungan dan kehadirannya, keadaanku perlahan membaik. Dalam masa-masa tersulit itu, dia bukan saja membantuku dalam kegiatan sehari-hari, tapi juga membacakan firman Tuhan untuk menyemangatiku. Aku selalu ingat betapa baiknya perlakuan Fang Ling kepadaku. Jika aku tak membalas kebaikannya dan bahkan menyiapkan bahan untuk pengusirannya, apa pendapatnya tentangku jika dia sampai tahu? Akankah dia mengataiku tak tahu berterima kasih dan tak punya hati nurani? Saudara laki-lakiku, istrinya, dan saudara-saudara perempuanku menyaksikan semua pertolongannya kepadakubeberapa tahun belakangan ini. Bahkan tetanggaku berkata Fang Ling lebih dekat denganku daripada saudaraku sendiri. Seperti kata pepatah, "Gagak membalas budi kepada induknya dengan memberi mereka makan, dan domba berlutut untuk menerima susu dari induknya", bahkan binatang pun tahu cara membalas kebaikan, sedangkan aku bahkan tak mampu memberi kelonggaran kepada orang yang pernah menolongku. Akankah mereka menganggapku tak tahu berterima kasih dan meninggalkan serta mengucilkanku? Akankah aku dijauhi oleh keluargaku sendiri? Saat menyadari semua ini, aku merasa sangat cemas dan ragu. Antara pekerjaan pembersihan gereja dan Fang Ling, yang kepadanya aku berutang budi, aku tak mampu memilih, dan hidup dalam siksaan dan penderitaan. Di tengah keraguanku, aku mendengar sebuah khotbah dari pemimpinku: "Orang macam apa yang mampu bertahan untuk melakukan pelayanan di gereja? Asalkan mereka bukan orang jahat, cakap dalam menginjil dan bersedia melakukannya, mereka harus diizinkan untuk tetap berada di gereja." Aku langsung tersadar: "Benar! Fang Ling tidak mengejar kebenaran ataupun mencintai kebenaran, tapi dia suka menginjil dan dapat membuahkan hasil. Sekarang adalah momen penting untuk menyebarluaskan Injil, jika aku menjadikan kemampuan Fang Ling dalam menginjil sebagai alasan agar dia tak dikeluarkan dari gereja, bukankah dia tidak akan dikeluarkan? Jadi, aku tidak akan menyinggung Fang Ling, dan keluargaku tidak akan menganggapku tak tahu berterima kasih, dan aku tidak akan dianggap sebagai orang yang tak tahu berterima kasih." Menyadari hal ini, aku menunda pekerjaan mempersiapkan bahan pengusirannya.

Namun, tak lama kemudian, beberapa saudari memberitahuku bahwa ada dua calon penerima Injil yang memiliki kualitas dan pemahaman yang baik akan firman Tuhan, tapi karena kemanusiaan Fang Ling yang sangat buruk, kedua calon penerima Injil itu kehilangan minat dan tidak mau mendengarkan khotbah. Saudari lain memberitahuku bahwa Fang Ling mengganggu kehidupan bergereja dan ada orang-orang yang tak mau menginjil bersamanya .... Aku terkejut saat mendengar semua ini. Gangguan Fang Ling terhadap pekerjaan penginjilan berhubungan langsung dengan keputusan yang harus kubuat! Aku segera berdoa kepada Tuhan, bertobat, dan mengakui dosa-dosaku. Setelah itu, aku menemukan bagian firman Tuhan ini: "Ada orang-orang yang sangat lancang dalam sikap mereka terhadap pengaturan kerja Yang di Atas. Mereka yakin, 'Yang di Atas membuat pengaturan kerja, dan kitalah yang melakukan pekerjaan di gereja. Ada beberapa perkataan dan urusan yang dapat kita terapkan secara fleksibel. Terserah kita bagaimana cara kita mengerjakannya. Yang di Atas hanya berbicara dan membuat pengaturan kerja; kitalah yang benar-benar mengerjakannya. Jadi, setelah Yang di Atas menyerahkan pekerjaan kepada kita, kita dapat melaksanakannya sesuai dengan keinginan kita. Tidak masalah, bagaimana cara kita melaksanakannya. Tak seorang pun berhak ikut campur.' Prinsip yang mendasari tindakan mereka adalah: mereka mendengarkan apa yang mereka yakini benar dan mengabaikan apa yang mereka yakini salah, mereka menganggap keyakinan mereka sebagai kebenaran dan prinsip, mereka menentang apa pun yang tidak sesuai dengan keinginan mereka, dan mereka sangat bertentangan denganmu mengenai hal-hal tersebut. Jika perkataan Yang di Atas tidak sesuai dengan keinginan mereka, mereka akan mengubahnya, dan hanya meneruskannya setelah perkataan itu memperoleh persetujuan mereka. Tanpa persetujuan mereka, mereka tidak akan mengizinkannya diteruskan. Jika di wilayah lain, pengaturan kerja Yang di Atas diteruskan sebagaimana adanya, orang-orang ini mendistribusikan versi pengaturan kerja yang telah mereka ubah ke gereja-gereja yang berada di bawah tanggung jawab mereka. Orang-orang semacam ini selalu ingin mengesampingkan Tuhan, mereka sangat ingin membuat semua orang percaya kepada mereka, mengikuti mereka, dan tunduk kepada mereka. Di benak mereka, ada beberapa bidang yang di dalamnya Tuhan tidak sebaik mereka—mereka sendirilah yang seharusnya menjadi Tuhan, dan orang lain seharusnya percaya kepada mereka. Itulah naturnya. ... Mereka sepenuhnya adalah antek-antek Iblis, dan saat mereka bekerja, setanlah yang berkuasa. Mereka menghancurkan rencana pengelolaan Tuhan dan menganggu pekerjaan Tuhan. Mereka adalah antikristus tulen!" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Firman Tuhan dengan tepat menyingkapkan bagaimana aku tidak melaksanakan pengaturan kerja dan bertindak semauku. Pengaturan kerja dengan jelas menyebutkan bahwa para pemimpin dan pekerja harus dengan segera mengeluarkan siapa pun yang sudah terbukti sebagai pelaku kejahatan, orang tidak percaya, atau antikristus. Sebagai seorang pemimpin, aku harus tunduk dan patuh tanpa syarat, dan dengan cepat serta tegas mengeluarkan semua antikristus, pelaku kejahatan, dan orang tidak percaya dari gereja untuk memastikan saudara-saudariku tidak ditipu atau diganggu dan mereka bisa makan dan minum firman Tuhan, mengejar kebenaran, serta melaksanakan tugas mereka dalam lingkungan yang tenang. Namun, meskipun aku tahu betul bahwa Fang Ling adalah orang tidak percaya, aku takut akan menyinggungnya karena menyiapkan bahan untuk pengusirannya dan akan dianggap tak tahu berterima kasih karena dahulu dia pernah membantuku, jadi aku tidak melaksanakan pengaturan kerja dan dengan angkuh membela serta melindungi dia, dengan dasar bahwa dia mampu mengabarkan Injil. Aku tidak bekerja berdasarkan pengaturan kerja. Aku merenungkan diriku sendiri: "Aku tahu betul bahwa Fang Ling sudah terbukti sebagai orang tidak percaya, jadi mengapa aku masih membelanya karena aku mengasihinya, dan berusaha membebaskan dia dari semua kesalahannya?" Aku sadar, itu karena aku telah dikendalikan dan dibelenggu oleh gagasan tradisional tentang membalas kebaikan. Demi mempertahankan citraku, dan agar tidak terlihat seperti orang kurang ajar yang tak tahu berterima kasih, aku sama sekali mengabaikan kepentingan gereja, dan bahkan tidak memikirkan akibat dari membiarkan Fang Ling tetap berada di gereja, serta secara terang-terangan melanggar pengaturan kerja. Aku bukan saja tidak menyiapkan bahan untuk pengusiran Fang Ling, aku bahkan menugaskan dia untuk mengabarkan Injil. Kemanusiaan yang dia perlihatkan sangat buruk, hingga dua calon penerima Injil berhenti menyelidiki Injil. Semua ini akibat aku melindunginya. Aku melanggar pengaturan kerja, bertindak semauku, dan menghambat pekerjaan pembersihan gereja. Aku menggunakan wewenangku untuk membela dan melindungi orang tidak percaya yang melakukan kejahatan di gereja, memberi kesempatan bagi pelaku kejahatan untuk berbuat jahat dan bertindak sebagai antek Iblis. Aku adalah pemimpin palsu. Ketika menyadari kejahatan yang kulakukan, aku merasa takut, dan sangat menyesal. Aku segera meminta orang-orang untuk membantuku menilai Fang Ling. Saat membaca penilaian mereka, aku sadar bahwa dia bukan saja memberi pengaruh negatif pada pekerjaan penginjilan, tapi dia juga telah menabur perselisihan dan membuat keonaran di gereja, menyebarkan hal negatif dan suka memanfaatkan orang, dan berusaha mengambil milik orang lain, meskipun dia sendiri berkecukupan. Setelah membaca semua penilaian itu, aku merasa amat bersalah dan sadar bahwa aku telah melakukan kejahatan dengan melindungi Fang Ling. Aku tahu aku harus berhenti bertindak karena rasa kasihan dan mulai menyiapkan bahan-bahan pengusiran Fang Ling. Belakangan, saat akan meminta tanda tangan dari saudara-saudari, aku mulai khawatir lagi: Aku harus mendapatkan tanda tangan para kerabatku, dan mengingat kami baru saja mengeluarkan Liu Hui, lalu sekarang akan langsung mengeluarkan Fang Ling, akankah mereka menganggapku tak tahu berterima kasih dan mengabaikanku?

Aku berdoa kepada Tuhan, memohon bantuan-Nya untuk situasi ini, lalu aku menemukan bagian Firman Tuhan ini: "Dalam segala hal yang engkau lakukan, engkau harus memeriksa apakah niatmu sudah benar. Jika engkau mampu bertindak sesuai dengan tuntutan Tuhan, hubunganmu dengan Tuhan sudah normal. Inilah standar yang paling minim. Selidikilah niatmu, dan jika engkau menemukan timbulnya niat yang tidak benar, mampu memberontak terhadapnya, dan bertindak sesuai dengan firman Tuhan, maka engkau akan menjadi orang yang benar di hadapan Tuhan, yang pada gilirannya menunjukkan bahwa hubunganmu dengan Tuhan normal, dan bahwa semua yang engkau lakukan adalah demi Tuhan, dan bukan demi dirimu sendiri. Dalam segala hal yang engkau lakukan dan katakan, engkau harus mampu menetapkan hati yang lurus dan bertindak benar, dan tidak dituntun oleh perasaanmu, maupun bertindak sesuai dengan kehendakmu sendiri. Inilah prinsip yang harus dimiliki orang-orang yang percaya kepada Tuhan dalam menjaga perilakunya. ... Dengan kata lain, jika manusia dapat memiliki Tuhan dalam hati mereka dan tidak mencari keuntungan pribadi atau memikirkan masa depan mereka sendiri (secara kedagingan), melainkan terbeban untuk memiliki jalan masuk kehidupan, melakukan yang terbaik untuk mengejar kebenaran, dan tunduk pada pekerjaan Tuhan—apabila engkau dapat melakukan ini, maka sasaran yang engkau kejar akan benar, dan hubunganmu dengan Tuhan akan menjadi normal. Dapat dikatakan, memperbaiki hubungan dengan Tuhan adalah langkah pertama dalam memasuki perjalanan rohani. Meski takdir manusia ada di tangan Tuhan, telah ditetapkan oleh Tuhan sejak semula dan tidak dapat diubah oleh mereka sendiri, soal apakah engkau dapat atau tidak dapat disempurnakan atau didapatkan oleh Tuhan akan bergantung pada apakah hubunganmu dengan Tuhan normal. Mungkin ada bagian-bagian dari dirimu yang lemah atau memberontak—tetapi selama pandangan dan niatmu sudah tepat, dan selama hubunganmu dengan Tuhan benar dan normal, maka engkau memenuhi syarat untuk disempurnakan oleh Tuhan. Apabila engkau tidak memiliki hubungan yang benar dengan Tuhan, dan bertindak demi daging atau demi keluargamu, maka seberapa pun kerasnya engkau bekerja, itu semua akan sia-sia. Apabila hubunganmu dengan Tuhan normal, segala sesuatu akan berjalan dengan lancar. Tuhan tidak melihat hal lain selain apakah pandanganmu dalam kepercayaan kepada Tuhan sudah benar: siapa yang engkau percayai, demi siapa engkau percaya, dan mengapa engkau percaya. Apabila engkau dapat melihat semua ini dengan jernih, dan melakukan penerapan dengan pandangan yang positif, maka hidupmu akan mengalami kemajuan, dan engkau pasti dapat memasuki jalur yang benar. Apabila hubunganmu dengan Tuhan tidak normal, dan pandanganmu tentang kepercayaan kepada Tuhan menyimpang, semua hal yang lain pun sia-sia, dan sebesar apa pun engkau beriman, engkau tidak akan meraih apa pun" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Bagaimana Hubunganmu dengan Tuhan?"). Setelah membaca Firman Tuhan, aku sadar bahwa untuk memiliki hubungan yang normal dengan orang lain, aku harus terlebih dahulu memiliki hubungan yang normal dengan Tuhan. Aku harus selalu bertindak berdasarkan firman Tuhan dan dan membawa tindakanku ke hadapan-Nya. Jika orang bertindak berdasarkan watak rusak mereka, menjaga hubungan mereka dengan orang lain demi reputasi, status, dan kepentingan daging mereka, Tuhan tidak memperkenannya, dan bagaimanapun mereka berusaha menjaga hubungan itu, semuanya akan sia-sia. Sejak saat Fang Ling disingkapkan sebagai orang tidak percaya, aku telah dikekang oleh watak rusakku, takut jika dia dikeluarkan, dia akan menganggapku tak tahu berterima kasih, dan keluargaku akan menganggapku sebagai orang yang tak tahu berterima kasih, lalu mereka akan mengucilkan dan meninggalkanku. Jadi, untuk menjaga citraku di mata mereka, aku tidak menangani masalah ini berdasarkan prinsip. Aku sadar bahwa sebaik apa pun diriku dalam pandangan orang, dan sebanyak apa pun pujian mereka untukku, itu tidak ada gunanya, karena Tuhan tidak memperkenannya. Aku mengorbankan kepentingan gereja demi menjaga hubungan, dan ini menyinggung watak Tuhan. Aku adalah orang percaya, jadi aku seharusnya bertindak berdasarkan firman Tuhan dan menerima pemeriksaan-Nya dalam segala hal. Aku harus berhenti melanggar pengaturan kerja demi menjaga hubungan, berhenti menentang Tuhan, dan seperti apa pun sikap mereka terhadapku, sekalipun mereka meninggalkan dan mengabaikanku, aku harus menerapkan kebenaran dan menyingkapkan Fang Ling. Fang Ling adalah orang tidak percaya, dan sering mengganggu kehidupan bergereja. Tidak ada orang yang bisa disalahkan karena dia dikeluarkan, itu kesalahannya sendiri. Saudara laki-lakiku, istrinya, dan saudara perempuanku adalah orang percaya, aku hanya perlu berfokus mempersekutukan kebenaran kepada mereka dan menangani masalah berdasarkan prinsip. Belakangan, saat kubacakan kepada mereka tentang perilaku Fang Ling, mereka tidak menyalahkanku, bahkan mereka berkata dia memang seharusnya dikeluarkan, bahwa membiarkan dia tetap di gereja adalah penghinaan bagi nama Tuhan. Saudara laki-lakiku dan istrinya menceritakan beberapa tindakan Fang Ling yang menunjukkan ketidakpercayaannya. Aku bersyukur kepada Tuhan karena semuanya berakhir seperti ini, aku pun merasakan betapa menyenangkan dan damainya menerapkan kebenaran.

Tak lama kemudian, aku menerima pemberitahuan untuk pengusiran Fang Ling. Namun, saat memikirkan bahwa aku harus membacakan pemberitahuan itu kepadanya, aku kembali merasa ragu. Aku sendiri yang telah menyiapkan bahan-bahannya; tentu saja Fang Ling akan membenciku! Akan seperti apa hubungan kami setelah ini? Dia sudah cukup kesal karena dia dikeluarkan; bukankah membacakan pemberitahuan ini kepadanya akan menambah luka hatinya? Kurasa, mungkin aku tidak perlu membacakan pemberitahuan itu kepadanya, aku hanya perlu memberi tahu dia beberapa perbuatannya yang tidak terlalu jahat, lalu mengatakan bahwa dia sudah dikeluarkan. Dengan begitu kami tidak akan terlalu canggung jika bertemu lagi nantinya. Ketika bertemu dengan Fang Ling, aku melihat badannya sudah makin kurus karena gangguan emosi yang dia alami akibat pengusirannya. Dia terlihat sangat tidak bersemangat. Aku merasa tidak enak dan hampir tak sanggup melanjutkan ini, tapi aku memaksakan diri untuk membacakan pemberitahuan itu. Aku bahkan khawatir, apakah dia mau menerima jika aku membacakan semuanya. Jadi, aku melewatkan beberapa bagian yang menyingkapkan serta menyalahkan dia. Setelah itu, setiap kali aku bertemu dengannya, aku selalu merasa sedikit canggung, seolah aku telah berbuat salah kepadanya. Aku tidak tahu apa yang salah dengan diriku. Aku tahu betul bahwa Fang Ling tidak mengejar kebenaran dan menyebabkan banyak masalah, dan dia dikeluarkan akibat kesalahannya sendiri, jadi mengapa aku merasa seperti ini? Kemudian, aku menemukan dua bagian Firman Tuhan ini: "Gagasan bahwa kebaikan yang diterima harus dibalas dengan rasa syukur adalah salah satu standar klasik dalam budaya tradisional Tiongkok untuk menilai apakah perilaku seseorang bermoral atau tidak bermoral. Ketika menilai apakah kemanusiaan seseorang itu baik atau buruk dan seberapa bermoralnya perilaku mereka, salah satu tolok ukurnya adalah apakah dia membalas kebaikan atau bantuan yang diterimanya—apakah dia adalah orang yang membalas kebaikan yang diterimanya dengan rasa syukur atau tidak. Dalam budaya tradisional Tiongkok, dan dalam budaya tradisional manusia, orang memperlakukan ini sebagai ukuran perilaku moral yang penting. Jika orang tidak mengerti bahwa kebaikan yang diterima harus dibalas dengan rasa syukur, dan mereka tidak tahu berterima kasih, mereka akan dianggap tidak memiliki hati nurani dan tidak layak diajak bergaul dan harus dibenci, dipandang rendah atau ditolak oleh semua orang. Di sisi lain, jika orang mengerti bahwa kebaikan yang diterima harus dibalas dengan rasa syukur—jika mereka berterima kasih dan membalas kebaikan dan bantuan yang mereka terima dengan segala cara yang bisa mereka lakukan, mereka dianggap orang yang berhati nurani dan memiliki kemanusiaan. Jika seseorang menerima manfaat atau bantuan dari orang lain, tetapi tidak membalasnya, atau hanya menyatakan sedikit rasa terima kasih kepada orang tersebut dengan hanya mengucapkan 'terima kasih' dan tak lebih dari itu, apa yang akan orang lain itu pikirkan? Mungkinkah dia akan merasa kesal karenanya? Mungkinkah dia berpikir, 'Orang itu tidak pantas ditolong, dia bukan orang yang baik. Jika hanya seperti itulah caranya berterima kasih padahal aku telah banyak membantunya, artinya dia tidak memiliki hati nurani atau kemanusiaan, dan tidak layak untuk diajak bergaul'? Jika dia bertemu lagi dengan orang semacam ini, apakah dia akan tetap membantunya? Setidaknya, dia tidak ingin membantu lagi" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (7)"). "Dari zaman kuno hingga zaman sekarang, banyak sekali orang yang telah dipengaruhi oleh gagasan, pandangan, dan standar perilaku moral tentang membalas kebaikan ini. Sekalipun orang yang melakukan kebaikan kepada mereka adalah orang jahat dan orang yang memaksa mereka untuk melakukan perbuatan jahat dan perbuatan buruk, mereka tetap saja melawan hati nurani dan nalar mereka sendiri, mematuhi mereka secara membabi buta untuk membalas kebaikan mereka, sehingga menimbulkan banyak bencana. Dapat dikatakan bahwa karena telah dipengaruhi, dibelenggu, dikekang, dan diikat oleh standar perilaku moral ini, banyak orang dengan membabi buta dan secara keliru mematuhi pandangan tentang membalas kebaikan ini, dan bahkan cenderung membantu dan bersekongkol dengan orang jahat. Sekarang setelah engkau semua mendengar persekutuan-Ku, engkau memiliki gambaran yang jelas tentang situasi ini dan mengetahui dengan pasti bahwa ini adalah kesetiaan yang bodoh, dan bahwa orang yang berperilaku seperti ini berarti sedang berperilaku tanpa membuat batasan apa pun, dan dengan ceroboh membalas kebaikan tanpa kearifan sedikit pun, dan bahwa berperilaku seperti ini tidak bermakna dan tidak berharga. Karena orang-orang takut dikecam oleh opini publik atau dikutuk oleh orang lain, mereka dengan enggan mengabdikan hidup mereka untuk membalas kebaikan orang lain, bahkan dengan mengorbankan nyawa mereka selama prosesnya, dan ini merupakan cara bertindak yang sangat keliru dan bodoh. Pepatah budaya tradisional ini bukan saja membelenggu cara berpikir orang, tetapi juga memberikan beban dan ketidaknyamanan yang tidak perlu pada kehidupan mereka dan membebani keluarga mereka dengan penderitaan dan beban tambahan. Banyak orang telah membayar harga yang mahal agar dapat membalas kebaikan yang mereka terima—mereka memandang membalas kebaikan sebagai tanggung jawab sosial atau tugas mereka sendiri dan mereka bahkan bisa saja menghabiskan seluruh hidup mereka untuk membalas kebaikan orang lain. Mereka yakin bahwa membalas kebaikan adalah hal yang sepenuhnya wajar dan dapat dibenarkan, sebuah tugas yang wajib dilakukan. Bukankah sudut pandang dan cara bertindak ini bodoh dan tidak masuk akal? Ini sepenuhnya memperlihatkan betapa bodoh dan butanya orang-orang. Bagaimanapun juga, pepatah tentang perilaku moral—kebaikan yang diterima harus dibalas dengan rasa syukur—ini mungkin sesuai dengan gagasan orang, tetapi pepatah ini tidak sesuai dengan prinsip kebenaran. Pepatah ini tidak sesuai dengan firman Tuhan dan merupakan pandangan dan cara bertindak yang salah" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (7)"). Firman Tuhan menyingkapkan segalanya dengan tepat. Sejak zaman dahulu, cara klasik untuk menilai kemanusiaan orang adalah dari apakah mereka membalas kebaikan yang diterima atau tidak. Jika ada orang yang menolong atau bersikap baik kepada kita, kita harus membalas kebaikan mereka. Jika kita melakukannya, kita adalah orang baik; jika tidak, kita akan ditinggalkan dan orang akan mencela kita sebagai orang yang tak tahu berterima kasih. Akibat diindoktrinasi dan dipengaruhi oleh gagasan tentang membalas kebaikan, tanpa sadar hidup orang terbelenggu dan terikat. Jika ada orang yang pernah membantu kita di masa lalu, kita harus membalas mereka, dan kita tidak perlu mengetahui yang sebenarnya mengenai orang macam apa mereka atau jalan apa yang mereka tempuh, dan apakah membalas kebaikan mereka sejalan dengan kebenaran atau tidak. Karena harus membalas kebaikan, ada orang-orang yang sepanjang hidupnya dikekang oleh orang lain, dan bahkan ada orang-orang yang melakukan hal-hal buruk untuk orang lain dan dimanfaatkan oleh mereka untuk membalas kebaikan, hidup sengsara dan menderita. Sedari kecil, ibuku mengajarkanku untuk membalas kebaikan yang diterima, dan kita tidak pernah boleh melupakan kebaikan yang orang lain berikan kepada kita, yang mungkin akan membuat orang menjelek-jelekkan kita di belakang kita. Kebanyakan orang yang kukenal juga menilai perilaku orang lain berdasarkan standar perilaku ini. Aku juga hidup berdasarkan gagasan ini turun-temurun, "Kebaikan yang diterima harus dibalas dengan rasa syukur", "Apa yang sudah kauterima, kembalikan sepuluh kali lipat", dan "Sedikit kebaikan harus dibalas dengan banyak kebaikan". Jika ada orang yang menolongku, aku akan selalu mengingatnya dan mencari kesempatan untuk membalas mereka. Jika aku tidak bisa membalas kebaikan orang kepadaku, aku akan merasa bersalah, tidak tenang, dan malu menemui mereka. Aku khawatir orang akan berkata bahwa aku adalah orang yang tak tahu berterima kasih. Karena dahulu Fang Ling pernah menolongku, meskipun aku sudah tahu bahwa dia adalah orang tidak percaya, aku khawatir akan dicela karena mengeluarkan dia dari gereja berdasarkan prinsip, jadi aku berusaha melindungi dan membela dia, demi membalas kebaikannya. Ketika aku harus membacakan rincian perbuatan jahat Fang Ling terhadap saudara-saudariku, aku khawatir mereka akan berkata aku tak tahu berterima kasih, jadi aku takut bertemu dengan mereka. Saat aku harus membacakan pemberitahuan pengusiran Fang Ling, dan melihat betapa pucat dan kurusnya dia, aku merasa bersalah, dan memutuskan untuk hanya membacakan rincian tentang perbuatan jahatnya. Setelah Fang Ling dikeluarkan, aku tidak berani berpapasan langsung dengannya. Aku tahu betul bahwa dia tidak mengejar kebenaran, tidak menempuh jalan yang benar, dan telah disingkirkan, tetapi aku selalu merasa telah berbuat salah terhadapnya. Bantuan yang dahulu dia berikan kepadaku terasa seperti sesuatu yang mengikat tubuhku, membebaniku hingga membuatku merasa sesak. Aku menyadari, karena dibelenggu oleh gagasan tradisional ini, aku bahkan tak mampu membedakan yang benar dan yang salah, apalagi menerapkan kebenaran. Agar dapat mempertahankan reputasiku, dan agar tidak dituduh tak tahu berterima kasih oleh orang lain, aku membalas kebaikan dengan sembarangan tanpa membedakan yang baik dan yang jahat. Sedikit pun aku tidak bertindak sesuai dengan prinsip atau aturan, dan aku memberontak serta menentang Tuhan. Aku sadar bahwa bagaimanapun orang mungkin membela, memuji, atau mengacungkan jempol pada perilakuku, aku sedang mengorbankan kepentingan gereja, meninggalkan noda yang membekas pada posisiku sebagai orang percaya. Akibatnya sangat serius! Dari pengalaman ini aku mulai memahami bahwa budaya tradisional adalah alat yang dipakai Iblis untuk menipu dan merusak orang. Karena diikat oleh gagasan keliru ini, aku tidak mampu menerapkan kebenaran meskipun aku sangat memahaminya, aku memberontak dan menentang Tuhan. Aku tak mau lagi hidup berdasarkan falsafah iblis.

Kemudian, aku menemukan dua bagian lain firman Tuhan: "Konsep budaya tradisional bahwa 'Kebaikan yang diterima harus dibalas dengan rasa syukur' perlu dicermati. Bagian terpenting adalah kata 'kebaikan'—bagaimana seharusnya engkau memandang kebaikan? Aspek dan natur kebaikan apa yang dimaksud? Apa makna penting 'Kebaikan yang diterima harus dibalas dengan rasa syukur'? Orang harus menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini dan dalam keadaan apa pun orang tidak boleh dibatasi oleh gagasan tentang membalas kebaikan ini—bagi siapa pun yang mengejar kebenaran, hal ini sangat penting. Apa arti 'kebaikan' menurut pemahaman manusia? Pada tingkat yang lebih kecil, kebaikan adalah seseorang membantumu saat engkau berada dalam masalah. Sebagai contoh, seseorang memberimu semangkuk nasi saat engkau sedang lapar, atau sebotol air saat engkau hampir mati kehausan, atau membantumu berdiri saat engkau jatuh dan tidak bisa berdiri. Semua ini adalah tindakan kebaikan. Perbuatan baik yang besar adalah ketika seseorang menyelamatkanmu saat engkau sedang berada dalam kesusahan besar—itu adalah kebaikan yang menyelamatkan nyawamu. Ketika engkau berada dalam bahaya yang mengancam nyawa dan seseorang membantumu terhindar dari kematian, orang itu pada dasarnya menyelamatkan nyawamu. Ini adalah beberapa hal yang orang anggap sebagai 'kebaikan'. Kebaikan semacam ini jauh melampaui kebaikan materi apa pun—ini adalah kebaikan besar yang tidak dapat diukur dengan uang atau hal-hal materi. Mereka yang menerimanya merasakan semacam rasa terima kasih yang tak mungkin dapat diungkapkan hanya dengan ucapan terima kasih. Namun, tepatkah bagi orang untuk mengukur kebaikan dengan cara seperti ini? (Tidak.) Mengapa menurutmu itu tidak tepat? (Karena pengukuran ini didasarkan pada standar budaya tradisional.) Ini adalah jawaban yang didasarkan pada teori dan doktrin, dan meskipun tampaknya benar, jawaban ini tidak sampai ke inti permasalahannya" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (7)"). "Sekarang, mari kita alihkan perhatian kita pada apa yang manusia sebut sebagai kebaikan. Sebagai contoh, katakanlah ada orang baik yang menyelamatkan seorang pengemis yang tak sadarkan diri karena kelaparan di tengah cuaca bersalju. Dia membawa pengemis itu ke rumahnya, memberinya makanan dan pakaian, dan mengizinkannya tinggal bersama keluarganya dan bekerja untuknya. Entah pengemis itu mau bekerja di sana atas keinginannya sendiri, entah dia mau bekerja di sana untuk membalas kebaikan orang itu atau bukan, apakah tindakan penyelamatan terhadapnya adalah tindakan kebaikan? (Bukan.) Bahkan binatang kecil pun mampu untuk saling membantu dan menyelamatkan. Bagi manusia, hanya dibutuhkan sedikit upaya untuk melakukan perbuatan baik semacam itu, dan siapa pun yang memiliki kemanusiaan akan mampu melakukan hal semacam itu dan mencapainya. Dapat dikatakan bahwa perbuatan semacam itu merupakan tanggung jawab dan kewajiban sosial yang sudah seharusnya dipenuhi oleh siapa pun yang memiliki kemanusiaan. Bukankah apa yang dianggap manusia sebagai ciri kebaikan agak berlebihan? Apakah ini ciri yang tepat? Sebagai contoh, selama masa kelaparan, saat banyak orang tidak memiliki makanan, jika ada orang kaya yang membagikan beras kepada keluarga-keluarga miskin untuk membantu mereka melewati masa sulit ini, bukankah ini hanyalah contoh jenis bantuan dan dukungan moral mendasar yang sudah seharusnya dilakukan di antara manusia? Dia hanya memberi mereka sedikit beras dan bukan memberikan semua persediaan makanannya kepada orang lain hingga dia sendiri kelaparan. Apakah ini dapat dianggap sebagai kebaikan? (Tidak.) Tanggung jawab dan kewajiban sosial yang mampu manusia penuhi, perbuatan-perbuatan yang secara naluri mampu dan sudah sepatutnya manusia lakukan, serta tindakan kebaikan sederhana yang membantu dan bermanfaat bagi orang lain—hal-hal ini sama sekali tidak dapat dianggap sebagai kebaikan, karena semua itu adalah peristiwa di mana manusia hanya memberi bantuan. Memberi bantuan kepada seseorang yang kebetulan membutuhkannya, pada waktu dan tempat yang tepat, adalah peristiwa yang sangat wajar. Ini juga merupakan tanggung jawab setiap orang di antara umat manusia. Ini hanyalah semacam tanggung jawab dan kewajiban. Tuhan memberikan naluri ini kepada manusia ketika Dia menciptakan mereka. Apa yang Kumaksud dengan naluri di sini? Yang Kumaksud dengan naluri adalah hati nurani dan nalar manusia" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (7)"). Setelah membaca firman Tuhan ini, aku memperoleh pemahaman baru tentang "kebaikan" dalam "membalas kebaikan yang diterima" yang selalu membelengguku. Saat seseorang mengalami masa-masa sulit, memberi bantuan untuk membantu mereka melewatinya dan menyokong mereka dengan segenap kemampuan kita adalah tanggung jawab sosial yang seharusnya diemban semua orang, dan itu sebenarnya bukanlah kebaikan. Contohnya, saat Fang Ling membantu mengurus suamiku yang lumpuh dan mengurus tanaman di ladangku di masa-masa tersulitku, itu hanyalah hubungan manusia yang normal dan dukungan timbal balik antara manusia. Lagipula dia adalah kakak iparku; jadi tentu saja dia akan membantu semampunya saat adik lelakinya mengalami masa sulit. Ini tidak bisa disebut sebagai kebaikan. Ketika suamiku meninggal dan aku tenggelam dalam keadaan negatif, Fang Ling bersekutu denganku dan membantuku, tapi itu hanyalah perbuatan yang dilakukan sesama saudari kepada satu sama lain, itu tidak bisa dianggap sebagai kebaikan. Jika keluarga Fang Ling sedang mengalami masa sulit, aku pun akan membantu mereka. Jika dia merasa negatif dan lemah, aku akan membacakan firman Tuhan untuknya dan menyokongnya. Inilah yang seharusnya dilakukan orang yang memiliki kemanusiaan yang normal. Namun, aku memandang semua yang dilakukan Fang Ling sebagai kebaikan, dan selalu memikirkan cara untuk membalas kebaikannya, seolah-olah tanpa bantuannya, aku tak bisa bertahan hidup Padahal sebenarnya, bimbingan dan bantuan firman Tuhanlah yang membuatku menjadi seperti sekarang. Setelah suamiku meninggal, karena aku tidak memahami kebenaran, aku tidak tahu harus bagaimana setelah itu, dan pada saat aku merasa paling negatif dan lemah, Tuhanlah yang mengatur semua hal, orang, dan tempat untuk menolongku. Firman Tuhanlah yang memberiku pencerahan dan menuntunku keluar dari kesukaranku, dan membawaku ke keadaanku yang sekarang. Kini aku tidak kekurangan apa pun dan hidup normal seperti orang lain, makan dan minum firman Tuhan, melaksanakan tugasku; semua ini berkat kasih Tuhan. Jika aku benar-benar mempunyai hati nurani, aku seharusnya membalas kebaikan Tuhan. Sebaliknya, aku hidup berdasarkan gagasan keliru tentang membalas kebaikan ini, selalu menghargai hubunganku dan bersikap penuh kasih kepada orang lain, serta tidak pernah melupakan bantuan dari orang untukku sekecil apa pun, sembari menentang dan memberontak terhadap Tuhan yang telah memberiku segalanya, juga tidak ragu untuk melanggar prinsip dan merugikan kepentingan gereja demi membalas kebaikan. Ini adalah sikap tak tahu berterima kasih yang sebenarnya dan tidak berperikemanusiaan. Saat menyadari hal ini, aku merasa lebih lega, aku berpikir tentang betapa malangnya aku karena tidak memahami kebenaran.

Kemudian, aku membaca bagian firman Tuhan ini: "Ada seseorang yang pernah membantumu di masa lalu, bersikap baik kepadamu dengan cara tertentu, dan berdampak pada kehidupanmu atau peristiwa besar tertentu, tetapi kemanusiaan orang itu dan jalan yang ditempuhnya tidak sejalan dengan jalan yang kautempuh dan apa yang kaukejar. Pembicaraanmu dengannya tidak sejalan, engkau tidak menyukai orang ini dan mungkin, hingga taraf tertentu dapat dikatakan bahwa minatmu dan apa yang kaukejar sama sekali berbeda dengannya. Jalan hidupmu, pandanganmu, dan sudut pandangmu tentang hidup ini semuanya berbeda darinya—engkau dan dia adalah dua jenis orang yang sama sekali berbeda. Jadi, bagaimana sebaiknya engkau menyikapi dan menanggapi bantuan yang dia berikan kepadamu sebelumnya? Apakah ini keadaan nyata yang mungkin terjadi? (Ya.) Jadi, apa yang harus kaulakukan? Ini juga merupakan situasi yang mudah untuk ditangani. Mengingat bahwa engkau dan orang itu menempuh jalan yang berbeda, setelah membalas kebaikannya dengan apa pun yang mampu kauberikan sesuai kemampuanmu, engkau mendapati bahwa keyakinanmu dan keyakinannya sama sekali berbeda, engkau dan dia tidak bisa menempuh jalan yang sama, bahkan tidak bisa berteman dan tidak bisa lagi berinteraksi. Apa yang harus kaulakukan selanjutnya, mengingat bahwa engkau dan dia tidak dapat lagi saling berinteraksi? Jauhi orang itu. Dia mungkin pernah bersikap baik kepadamu di masa lalu, tetapi dia orang yang suka menipu dan berbuat curang di tengah masyarakat, melakukan segala macam perbuatan jahat dan engkau tidak menyukai orang ini, jadi sangatlah masuk akal untuk menjauhkan dirimu darinya. Ada orang-orang yang mungkin berkata, 'Bukankah bertindak seperti itu artinya tidak berhati nurani?' Menjauh darinya bukan berarti engkau tidak berhati nurani—jika dia benar-benar menghadapi kesulitan dalam hidupnya, engkau tetap boleh membantunya, tetapi engkau tidak boleh dikekang olehnya atau ikut-ikutan melakukan kejahatan dan perbuatan yang tidak berhati nurani. Engkau juga tidak perlu bekerja sekuat tenaga untuknya hanya karena dia pernah membantumu atau melakukan kebaikan besar untukmu di masa lalu—itu bukan kewajibanmu dan dia tidak layak menerima perlakuan seperti itu. Engkau berhak memilih dengan siapa engkau mau berinteraksi dan meluangkan waktu, dan engkau berhak berteman dengan orang yang kausukai dan akrab, orang yang tepat. Engkau boleh memenuhi tanggung jawab dan kewajibanmu terhadap orang ini, ini adalah hakmu. Tentu saja, engkau juga boleh menolak untuk berteman dengannya dan menolak untuk berurusan dengan orang yang tidak kausukai, dan engkau tidak perlu memenuhi kewajiban atau tanggung jawab apa pun terhadapnya—ini pun adalah hakmu. Sekalipun engkau memutuskan untuk meninggalkan orang ini dan tidak mau berinteraksi dengannya atau memenuhi tanggung jawab atau kewajiban apa pun terhadapnya, ini tidak salah. Engkau harus menetapkan batasan tertentu dalam caramu berperilaku, dan memperlakukan berbagai orang dengan cara yang berbeda. Engkau tidak boleh bergaul dengan orang jahat atau mengikuti teladan buruk mereka, ini adalah pilihan yang bijaksana. Jangan terpengaruh oleh berbagai faktor seperti rasa syukur, perasaan, dan opini masyarakat—ini artinya engkau mengambil sikap dan berprinsip, dan itulah yang seharusnya kaulakukan" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (7)"). Firman Tuhan dengan jelas menyebutkan prinsip-prinsip untuk memperlakukan orang. Jika ada orang yang pernah banyak membantu kita di masa lalu, kita harus memperlakukan mereka berdasarkan kualitas kemanusiaan mereka dan jalan yang mereka tempuh. Jika mereka orang yang baik dan menempuh jalan yang benar, kita bisa berinteraksi dengan mereka secara normal, dan membantu mereka semampu kita sewaktu mereka membutuhkan bantuan. Jika orang yang membantu kita tidak menempuh jalan yang benar dan bertindak semaunya, kita harus berhati-hati saat berinteraksi dengan mereka dan memahami sifat dari perkataan dan tindakan mereka. Jika perlu, kita mungkin harus menjaga jarak atau menjauhi mereka, dan hanya memberi mereka bantuan materi semampu kita. Jika mereka percaya kepada Tuhan tapi tidak mengejar kebenaran, hanya bersikap asal-asalan dalam tugas mereka, menimbulkan masalah, dan mengganggu pekerjaan rumah Tuhan, kita harus memangkas mereka berdasarkan prinsip kebenaran. Jika mereka tetap tidak bertobat, maka kita harus berpegang teguh pada prinsip, mengingatkan mereka yang membutuhkan peringatan dan mengeluarkan mereka yang harus dikeluarkan berdasarkan prinsip. Kita tidak boleh bertindak berdasarkan hukum Iblis, berhubungan dengan kejahatan dan melanggar prinsip. Aku teringat bagaimana aku belum memperlakukan orang berdasarkan prinsip, berulang kali dan dengan bodohnya dibelenggu oleh gagasan tradisional, dan tanpa sadar telah menjadi antek Iblis, menyebabkan gangguan pada kehidupan bergereja. Jika kita tidak hidup berdasarkan kebenaran dalam iman kita, kita bisa menentang Tuhan dan menyinggung watak-Nya setiap saat! Dari waktu ke waktu, Fang Ling masih membantuku secara materi, tetapi melalui fiman Tuhan, aku telah belajar cara menilai bantuan ini. Aku tidak memandang bantuan ini sebagai caranya memperlakukanku dengan baik atau melakukan kebaikan kepadaku, tapi sebagai bukti kasih Tuhan. Tuhan menggerakkannya untuk membantuku, jadi aku seharusnya bersyukur kepada Tuhan dan melaksanakan tugasku untuk membalas-Nya.

Dahulu, aku selalu menganggap bahwa aku harus membalas kebaikan dan berterima kasih, kuanggap itulah yang dilakukan orang baik. Namun melalui pengalamanku, aku memahami bahwa Iblis memakai gagasan tradisional tentang membalas kebaikan ini untuk membelenggu orang, membatasi pemikiran mereka, dan membuat mereka tak mampu membedakan yang benar dan yang salah, bertindak tanpa prinsip, serta tanpa sadar menjadi alat Iblis. Aku juga memahami bahwa betapapun baiknya pandangan orang tentang hal-hal yang berasal dari Iblis, itu bukanlah kebenaran. Fiman Tuhanlah satu-satunya kebenaran. Firman Tuhan memampukan kita membedakan yang benar dan yang salah dan hidup dalam kemanusiaan yang normal. Hanya jika kita hidup berdasarkan kebenaran dan memperlakukan orang dan hal-hal berdasarkan prinsip firman Tuhan, barulah kita bisa bertindak sesuai kehendak Tuhan dan hidup dengan bermoral dan bermartabat. Syukur kepada Tuhan atas keselamatan-Nya!

Sebelumnya: 62. Disadarkan dari Kecongkakanku

Selanjutnya: 64. Apa yang Kuperoleh dengan Menjadi Orang yang Jujur

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

84. Iman yang Tak Terhancurkan

Oleh Saudara Meng Yong, TiongkokPada Desember 2012, beberapa saudara-saudari dan aku naik mobil menuju suatu tempat untuk mengabarkan...

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini