Cara Mengejar Kebenaran (17)
Dalam persekutuan kita sebelumnya, kita bersekutu tentang melepaskan beban yang berasal dari keluarga. Ini menyentuh topik tentang melepaskan pengharapan orang tua. Pengharapan ini menimbulkan semacam tekanan tak kasatmata dalam diri setiap orang, bukan? (Ya.) Pengharapan ini adalah salah satu beban yang berasal dari keluarga. Melepaskan pengharapan orang tuamu berarti melepaskan tekanan dan beban yang orang tuamu tempatkan dalam hidupmu, kelangsungan hidupmu, dan jalan yang kautempuh. Artinya, ketika pengharapan orang tuamu memengaruhi jalan yang kaupilih dalam hidupmu, pelaksanaan tugasmu, perjalananmu dalam menempuh jalan yang benar, serta kebebasan, hak, dan nalurimu, ketika itulah pengharapan mereka telah membentuk semacam tekanan dan beban di dalam dirimu. Beban ini adalah hal-hal yang harus orang lepaskan selama perjalanan hidup, kelangsungan hidup, dan kepercayaan mereka kepada Tuhan. Bukankah inilah pembahasan yang telah kita persekutukan sebelumnya? (Ya.) Tentu saja, pengharapan orang tua terhadap anak memengaruhi banyak hal, misalnya, studi, pekerjaan, pernikahan, keluarga, dan bahkan karier, prospek, masa depan, dan sebagainya dari anak tersebut. Dari sudut pandang orang tua, setiap pengharapan mereka terhadap anak mereka adalah logis, wajar, dan masuk akal. Tidak ada satu orang tua pun yang tidak memiliki pengharapan terhadap anak mereka. Mereka mungkin memiliki pengharapan yang lebih banyak atau lebih sedikit, mereka mungkin memiliki pengharapan yang lebih besar atau lebih kecil, atau mereka mungkin memiliki beberapa pengharapan berbeda terhadap anak mereka selama waktu-waktu tertentu. Mereka berharap anak mereka akan mendapat nilai yang baik, segala sesuatunya akan berjalan dengan lancar dalam pekerjaannya, bahwa dia akan memperoleh penghasilan yang besar, dan segala sesuatunya akan berjalan dengan lancar dan bahagia baginya dalam hal pernikahan. Orang tua bahkan memiliki pengharapan yang berbeda dalam hal keluarga, karier, prospek dan sebagainya yang akan anak mereka miliki. Dari sudut pandang orang tua, pengharapan ini semuanya sangat wajar, tetapi dari sudut pandang anak mereka, berbagai pengharapan ini sangat mengganggu mereka dalam mengambil keputusan yang benar, dan bahkan mengganggu kebebasan mereka, serta hak atau kepentingan yang mereka miliki sebagai manusia normal. Harapan ini juga sekaligus menghalangi mereka untuk menggunakan kualitas kemampuan mereka dengan cara yang normal. Singkatnya, dari sudut pandang mana pun kita memandang hal ini, baik dari sudut pandang orang tua, maupun dari sudut pandang anak, jika pengharapan orang tua melampaui lingkup yang mampu ditanggung oleh orang yang memiliki kemanusiaan yang normal, jika pengharapan itu melampaui lingkup yang mampu dicapai oleh naluri orang dengan kemanusiaan yang normal, atau jika itu melampaui hak asasi manusia yang seharusnya dimiliki oleh orang dengan kemanusiaan yang normal, atau melampaui tugas dan kewajiban yang Tuhan berikan kepada manusia, dan sebagainya, maka pengharapan-pengharapan ini tidak benar dan tidak masuk akal. Tentu saja, dapat juga dikatakan bahwa orang tua tidak seharusnya memiliki pengharapan ini, dan pengharapan-pengharapan ini seharusnya tidak ada. Berdasarkan hal ini, anak sudah seharusnya melepaskan pengharapan orang tua tersebut. Artinya, jika orang tua menggunakan sudut pandang atau memanfaatkan kedudukan mereka sebagai orang tua, mereka akan merasa berhak untuk mengharapkan anak mereka melakukan ini atau itu, untuk anak mereka mengambil jalan tertentu, dan memilih jenis kehidupan tertentu, lingkungan pembelajaran, atau pekerjaan, pernikahan, keluarga, dan sebagainya. Padahal, sebagai manusia normal, orang tua tidak seharusnya menggunakan sudut pandang atau kedudukan mereka sebagai orang tua, mereka tidak boleh menggunakan identitas mereka sebagai orang tua untuk menuntut anak mereka melakukan sesuatu di luar lingkup kewajiban mereka dalam berbakti atau di luar jangkauan kemampuan manusia. Mereka bahkan tidak boleh ikut campur dalam berbagai pilihan yang diambil oleh anak mereka, dan mereka tidak boleh memaksakan pengharapan mereka, kesukaan mereka, kekurangan dan ketidakpuasan mereka, atau kepentingan mereka terhadap anak mereka. Ini adalah hal-hal yang tidak boleh orang tua lakukan. Jika orang tua memiliki pengharapan yang tidak seharusnya, anak mereka harus memperlakukan pengharapan tersebut dengan benar. Yang terlebih penting adalah, anak mereka harus mampu mengetahui yang sebenarnya mengenai natur dari pengharapan tersebut. Jika engkau dapat mengetahui dengan jelas bahwa pengharapan orang tuamu tersebut sedang membuatmu kehilangan hak asasimu, dan bahwa pengharapan-pengharapan ini menjadi semacam penghalang atau gangguan bagimu ketika engkau harus memilih hal-hal positif dan jalan yang benar, maka engkau harus melepaskan pengharapan ini, dan mengabaikannya. Engkau harus melakukan hal ini karena ini adalah hakmu, ini adalah hak yang telah Tuhan berikan kepada setiap manusia yang diciptakan, dan orang tuamu tidak boleh menganggap diri mereka berhak ikut campur dalam jalan hidupmu dan dalam hak asasimu, hanya karena mereka melahirkanmu dan karena mereka adalah orang tuamu. Oleh karena itu, setiap makhluk hidup berhak untuk mengatakan "tidak" pada setiap pengharapan orang tua yang tidak masuk akal, tidak tepat, atau bahkan tidak pantas. Engkau tentu saja boleh menolak untuk memenuhi pengharapan orang tuamu tersebut. Menolak untuk menerima atau memenuhi pengharapan orang tuamu adalah cara untuk berlatih melepaskan pengharapan mereka yang tidak benar tersebut.
Dalam hal melepaskan pengharapan orang tua, kebenaran apa yang harus orang pahami? Artinya, tahukah engkau kebenaran apa yang mendasarimu untuk melepaskan pengharapan orang tuamu, atau prinsip-prinsip kebenaran apa yang harus kautaati? Jika engkau menganggap orang tuamu sebagai orang-orang terdekatmu di dunia ini, menganggap mereka atasanmu dan pemimpinmu, orang-orang yang melahirkan dan merawatmu, yang memberimu makanan, pakaian, rumah, dan transportasi, yang membesarkanmu, dan menganggap mereka penyokongmu, akan mudahkah bagimu untuk melepaskan pengharapan mereka? (Tidak.) Jika engkau beranggapan seperti ini, kemungkinan besar engkau akan memperlakukan pengharapan orang tuamu dari sudut pandang daging, dan akan sulit bagimu untuk melepaskan pengharapan mereka yang tidak pantas dan tidak masuk akal tersebut. Engkau akan diikat dan ditekan oleh pengharapan mereka. Sekalipun di dalam hatimu, engkau merasa tidak puas dan tidak rela, engkau tidak akan memiliki kekuatan untuk melepaskan dirimu dari pengharapan ini, dan engkau tidak punya pilihan selain terpaksa menerimanya begitu saja. Mengapa engkau akan menerima pengharapan tersebut begitu saja? Karena jika engkau melepaskan pengharapan orang tuamu, dan mengabaikan atau menolak pengharapan mereka, engkau akan merasa dirimu bukan anak yang berbakti, tidak tahu berterima kasih, merasa telah mengecewakan orang tuamu, dan merasa bahwa engkau bukan orang yang baik. Jika engkau memandang pengharapan orang tua dari sudut pandang daging, engkau akan melakukan apa pun yang bisa kaulakukan untuk menggunakan hati nuranimu untuk membalas kebaikan orang tuamu, memastikan penderitaan yang orang tuamu tanggung demi dirimu tidak berlalu dengan sia-sia, dan engkau juga akan berkeinginan untuk mewujudkan pengharapan mereka. Engkau akan berusaha keras melakukan apa pun yang mereka minta agar tidak mengecewakan mereka, melakukan hal yang mereka anggap benar, dan engkau akan mengambil keputusan untuk merawat mereka ketika mereka sudah tua, memastikan tahun-tahun terakhir mereka bahagia, dan engkau bahkan akan berpikir sedikit lebih jauh, yaitu engkau harus menangani pemakaman mereka, memuaskan mereka sekaligus memenuhi keinginanmu sendiri untuk menjadi anak yang berbakti. Sementara hidup di dunia ini, manusia dipengaruhi oleh berbagai macam opini publik dan iklim sosial, serta berbagai pemikiran dan pandangan yang populer di tengah masyarakat. Jika orang tidak memahami kebenaran, mereka hanya dapat memandang hal-hal ini dari sudut pandang perasaan daging, dan mereka sekaligus hanya dapat menangani hal-hal ini dari sudut pandang tersebut. Selama periode ini, engkau akan berpikir bahwa orang tuamu telah melakukan banyak hal yang tidak seharusnya dilakukan oleh orang tua, bahkan hingga mencapai taraf engkau merasa benci dan muak di lubuk hatimu terhadap beberapa tindakan dan perilaku orang tuamu, serta terhadap kemanusiaan, karakter, metode dan cara mereka dalam melakukan segala sesuatu, tetapi engkau akan tetap ingin menjadi anak yang berbakti untuk menghormati dan memuaskan mereka, dan engkau tidak akan berani mengabaikan mereka dalam keadaan apa pun. Di satu sisi, engkau akan melakukan hal ini untuk menghindarkan dirimu dibenci dan ditolak oleh masyarakat, dan di sisi lain, engkau akan melakukan hal ini untuk memenuhi kebutuhan hati nuranimu. Semua pandangan ini ditanamkan dalam dirimu oleh manusia dan masyarakat, sehingga akan sangat sulit bagimu untuk menangani pengharapan orang tuamu dan hubunganmu dengan mereka dengan cara yang rasional. Engkau akan dipaksa untuk memperlakukan mereka sebagai anak yang berbakti, untuk tidak memprotes tindakan orang tuamu; engkau tidak akan punya pilihan lain, engkau hanya dapat melakukan hal ini, sehingga dengan demikian, akan jauh lebih sulit bagimu untuk melepaskan pengharapan orang tuamu. Jika engkau benar-benar melepaskannya di dalam hatimu, engkau masih harus menanggung beban atau tekanan lain, yaitu kecaman dari masyarakat, keluarga besarmu, dan keluarga dekatmu. Engkau bahkan harus menanggung kecaman, tuduhan, kutukan, dan cemoohan yang berasal dari lubuk hatimu, yang mengatakan bahwa engkau anak yang tidak berguna, anak yang tidak berbakti, tidak tahu berterima kasih, atau bahkan hal-hal seperti, "Kau anak yang tidak peduli dan tidak tahu berterima kasih, kau tidak patuh, ibumu tidak membesarkanmu dengan benar" yang dikatakan oleh orang-orang dalam masyarakat sekuler. Dengan kata lain, segala macam hal yang tidak menyenangkan. Jika engkau tidak memahami kebenaran, engkau akan terjerumus ke dalam keadaan sulit semacam ini. Artinya, ketika engkau melepaskan pengharapan orang tuamu di lubuk hatimu dengan cara yang rasional, atau ketika engkau dengan enggan melepaskannya, beban atau tekanan lain akan muncul di lubuk hatimu; tekanan ini berasal dari masyarakat dan dari pengaruh hati nuranimu. Jadi, bagaimana engkau dapat melepaskan pengharapan orang tuamu? Ada cara untuk menyelesaikan masalah ini. Caranya tidak sulit. Orang harus berusaha untuk mengejar kebenaran, dan datang ke hadapan Tuhan untuk mencari dan memahami kebenaran, sehingga masalahnya akan dapat diselesaikan. Jadi, aspek kebenaran apa sajakah yang perlu kaupahami agar engkau tidak takut terbebani oleh kecaman opini publik, atau kecaman hati nuranimu di lubuk hatimu, atau tuduhan dan caci maki orang tuamu ketika engkau melepaskan pengharapan orang tuamu? (Bahwa kami hanyalah makhluk ciptaan di hadapan Tuhan. Di dunia ini, kami tidak boleh sekadar memenuhi tanggung jawab kami terhadap orang tua, yang terlebih penting adalah, kami harus melaksanakan tugas kami dengan baik dan memenuhi kewajiban kami. Jika kami mampu memahami yang sebenarnya mengenai hal ini, mungkin kami tidak akan terlalu terpengaruh oleh orang tua kami atau oleh kecaman opini publik ketika kelak kami melepaskan pengharapan orang tua kami.) Siapa lagi yang ingin menyampaikan pendapatnya tentang hal ini? (Terakhir kali, Tuhan mempersekutukan bagaimana, ketika kami meninggalkan rumah untuk melaksanakan tugas kami, di satu sisi, hal itu disebabkan oleh keadaan objektif—kami harus meninggalkan orang tua kami untuk melaksanakan tugas kami, sehingga kami tidak dapat merawat mereka—bukan berarti kami memilih untuk meninggalkan mereka karena menghindari tanggung jawab kami. Di sisi lain, kami meninggalkan rumah karena Tuhan telah memanggil kami untuk melaksanakan tugas kami, sehingga kami tidak dapat mendampingi orang tua kami, tetapi kami tetap mengkhawatirkan mereka. Ini berbeda dengan tidak ingin memenuhi kewajiban kami kepada mereka dan tidak berbakti.) Kedua alasan ini adalah kebenaran dan fakta yang harus orang pahami. Jika orang memahami hal ini, ketika mereka melepaskan pengharapan orang tua, mereka akan merasa sedikit lebih tenang dan lebih damai di lubuk hati mereka, tetapi dapatkah ini menyelesaikan masalah ini dari sumbernya? Jika bukan karena pengaruh keadaan eksternal yang lebih besar, apakah nasibmu ada kaitannya dengan nasib orang tuamu? Jika engkau tidak percaya kepada Tuhan, dan engkau bekerja dan melewati hari-harimu secara normal, apakah engkau pasti akan dapat mendampingi orang tuamu? Apakah engkau pasti akan dapat menjadi anak yang berbakti? Apakah engkau pasti akan dapat tinggal di sisi mereka dan membalas kebaikan mereka? (Belum tentu.) Adakah orang yang bertindak hanya untuk membalas kebaikan orang tua mereka sepanjang hidup mereka? (Tidak ada.) Tidak ada orang yang seperti itu. Oleh karena itu, engkau harus mengetahui dan memahami esensi dari hal ini dari sudut pandang berbeda. Ini adalah kebenaran yang lebih mendalam yang harus kaupahami dalam hal ini. Ini juga adalah fakta, dan terlebih dari itu, ini adalah esensi dari hal-hal ini. Kebenaran apa yang harus kaupahami dalam melepaskan pengharapan orang tuamu? Di satu sisi, engkau harus memahami bahwa orang tuamu bukanlah krediturmu; di sisi lain, engkau harus memahami bahwa orang tuamu bukanlah penguasa atas hidupmu atau nasibmu. Bukankah ini adalah kebenaran? (Ya.) Jika engkau memahami kedua kebenaran ini, bukankah akan lebih mudah bagimu untuk melepaskan pengharapan orang tuamu? (Ya.)
Pertama, kita akan membahas aspek kebenaran ini: "Orang tuamu bukanlah krediturmu". Orang tuamu bukanlah krediturmu, apa yang dimaksud dengan hal ini? Bukankah yang dimaksud adalah kebaikan yang orang tuamu tunjukkan dengan membesarkanmu? (Ya.) Orang tuamu menunjukkan kebaikannya kepadamu dengan membesarkanmu, sehingga sangat sulit bagimu untuk melepaskan hubunganmu dengan mereka. Engkau mengira engkau harus membayar kebaikan mereka, karena jika tidak, engkau akan menjadi anak yang tidak berbakti; engkau yakin bahwa engkau harus berbakti kepada mereka, bahwa engkau harus menuruti setiap perkataan mereka, bahwa engkau harus memenuhi setiap keinginan dan tuntutan mereka, dan selain itu, engkau tidak boleh mengecewakan mereka. Engkau yakin bahwa melakukan hal-hal ini berarti engkau sedang membalas kebaikan mereka. Tentu saja, ada orang-orang yang memiliki pekerjaan bagus dengan gaji yang bagus, dan mereka memberikan kepada orang tua mereka kesenangan materiel dan kehidupan materiel yang berlimpah, memungkinkan orang tua menikmati keberhasilan mereka, dan memungkinkan mereka untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Sebagai contoh, engkau membelikan orang tuamu rumah dan mobil, engkau mengajak mereka ke restoran mewah untuk menyantap segala macam makanan lezat, dan engkau mengajak mereka mengunjungi tempat wisata dan memesankan hotel mewah untuk mereka dan membiarkan mereka menikmati hal-hal ini. Engkau melakukan semua ini untuk membalas kebaikan orang tuamu, membuat orang tuamu merasa bahwa mereka mendapatkan sesuatu sebagai imbalan karena telah membesarkan dan menyayangimu, dan bahwa engkau tidak mengecewakan mereka. Di satu sisi, engkau melakukan hal ini agar orang tuamu melihatnya, di sisi lain, engkau melakukannya agar orang-orang di sekitarmu melihatnya, agar masyarakat melihatnya, dan engkau sekaligus sedang berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan hati nuranimu. Bagaimanapun engkau melihatnya, apa pun yang berusaha kaupenuhi, bagaimanapun juga, semua tindakan ini dilakukan, sebagian besar, untuk membalas kebaikan orang tuamu, dan esensi dari tindakan ini adalah membalas kebaikan yang orang tuamu tunjukkan dengan membesarkanmu. Jadi, mengapa engkau memiliki gagasan bahwa engkau harus membalas kebaikan orang tuamu? Itu karena engkau yakin bahwa orang tuamu telah melahirkanmu, dan tidaklah mudah bagi mereka untuk membesarkanmu; dengan cara inilah orang tuamu tanpa disadari telah menjadi krediturmu. Engkau menganggap dirimu berutang kepada orang tuamu, dan engkau harus membayarnya kepada orang tuamu. Engkau yakin bahwa hanya dengan membalas mereka, barulah engkau akan memiliki kemanusiaan dan menjadi anak yang benar-benar berbakti, dan bahwa membalas mereka adalah standar moral yang harus manusia miliki. Jadi, gagasan, pandangan dan tindakan ini pada dasarnya muncul karena engkau yakin bahwa engkau berutang kepada orang tuamu, dan bahwa engkau harus membalas mereka; sebagian besar karena orang tuamu adalah krediturmu, yang berarti engkau yakin bahwa engkau berutang kepada mereka atas kebaikan yang telah mereka tunjukkan kepadamu. Kini setelah engkau memiliki kemampuan untuk membayar dan membalas mereka, engkau melakukannya sesuai dengan kemampuanmu, engkau menggunakan uang dan kasih sayang untuk membalas mereka. Lalu, apakah melakukannya memperlihatkan bahwa engkau benar-benar memiliki kemanusiaan? Apakah ini adalah prinsip penerapan yang benar? (Tidak.) Mengapa Kukatakan bahwa orang tuamu bukanlah krediturmu? Karena "Orang tuamu bukanlah krediturmu" adalah kebenaran, jika engkau menganggap orang tuamu adalah penyokongmu dan krediturmu, dan jika segala sesuatu yang kaulakukan adalah untuk membalas kebaikan mereka, apakah gagasan dan pandangan ini benar? (Tidak.) Bukankah jawaban "tidak" ini kauucapkan dengan enggan? Manakah dari pernyataan berikut yang adalah kebenaran: "Orang tuamu bukanlah krediturmu" atau "Orang tuamu adalah penyokongmu, dan engkau harus membalas mereka"? ("Orang tuamu bukanlah krediturmu" adalah kebenaran.) Karena "Orang tuamu bukanlah krediturmu" adalah kebenaran, lalu apakah pernyataan "Orang tuamu adalah penyokongmu, dan engkau harus membalas mereka" adalah kebenaran? (Bukan.) Apakah pernyataan ini bertentangan dengan pernyataan: "Orang tuamu bukanlah krediturmu"? (Ya.) Tidaklah penting yang mana dari pernyataan ini yang membuat hati nuranimu merasa tertuduh. Apa hal yang penting? Hal yang penting adalah manakah dari pernyataan ini yang merupakan kebenaran. Engkau harus menerima pernyataan yang merupakan kebenaran, sekalipun pernyataan itu membuat hati nuranimu tidak nyaman dan tertuduh, karena itu adalah kebenaran. Meskipun pernyataan "Orang tuamu adalah penyokongmu, dan engkau harus membalas mereka" sesuai dengan standar moral kemanusiaan manusia, dan sesuai dengan kesadaran hati nurani manusia, itu bukanlah kebenaran. Meskipun pernyataan ini membuat hati nuranimu merasa puas dan nyaman, engkau harus melepaskannya. Ini adalah sikap yang harus kaumiliki dalam hal menerima kebenaran. Jadi, di antara "Orang tuamu bukanlah krediturmu" dan "Orang tuamu adalah penyokongmu, dan engkau harus membalas mereka", pernyataan manakah yang terdengar lebih nyaman, lebih sesuai dengan kemanusiaan dan perasaan hati nuranimu, dan lebih sesuai dengan standar moral kemanusiaan? (Pernyataan kedua.) Mengapa pernyataan kedua? Karena pernyataan itu memenuhi dan memuaskan kebutuhan emosional manusia. Namun, pernyataan ini bukanlah kebenaran, dan pernyataan ini dibenci oleh Tuhan. Lalu, apakah pernyataan "Orang tuamu bukanlah krediturmu" membuat orang merasa tidak nyaman? (Ya.) Apa yang orang rasakan setelah mendengar pernyataan ini? (Pernyataan ini terasa sedikit tidak berhati nurani.) Mereka merasa pernyataan ini sedikit tidak mengandung perasaan manusia, bukan? (Ya.) Ada orang-orang yang berkata, "Jika orang tidak memiliki perasaan manusia, apakah mereka masih manusia?" Jika orang tidak memiliki perasaan manusia, apakah mereka manusia? Pernyataan "Orang tuamu bukanlah krediturmu" terdengar seperti tidak mengandung perasaan manusia, tetapi ini adalah kenyataannya. Jika engkau memperlakukan hubunganmu dengan orang tuamu dengan cara yang rasional, engkau akan mendapati bahwa pernyataan "Orang tuamu bukanlah krediturmu" telah dengan jelas menerangkan hubungan yang setiap orang miliki dengan orang tua mereka dari sumbernya, serta menjelaskan tentang esensi dan sumber dari hubungan antarpribadi. Sekalipun pernyataan ini membuat hati nuranimu tidak nyaman, dan tidak memenuhi kebutuhan emosionalmu, pernyataan ini tetaplah fakta, dan tetaplah kebenaran. Kebenaran ini dapat memungkinkanmu untuk memperlakukan kebaikan yang orang tua tunjukkan kepadamu dalam membesarkanmu dengan cara yang rasional, dan dengan cara yang benar. Kebenaran ini juga dapat memungkinkanmu untuk memperlakukan setiap pengharapan orang tuamu dengan cara yang rasional dan benar. Tentu saja, kebenaran ini bahkan lebih mampu untuk memungkinkanmu memperlakukan hubunganmu dengan orang tuamu dengan cara yang rasional dan benar. Jika engkau dapat memperlakukan hubunganmu dengan orang tuamu dengan cara seperti itu, engkau akan mampu menangani hubungan itu dengan cara yang rasional. Ada orang-orang yang berkata: "Kebenaran-kebenaran ini diuraikan dengan sangat jelas, dan terdengar sangat mendorong, tetapi mengapa ketika orang mendengarnya, mereka merasa sedikit mustahil untuk mencapainya? Terutama 'Orang tuamu bukanlah krediturmu', mengapa setelah mendengar kebenaran ini orang merasa bahwa hubungan mereka dengan orang tua mereka menjadi makin jauh dan renggang? Mengapa mereka merasa tidak ada kasih sayang di antara mereka dengan orang tua mereka?" Apakah kebenaran dengan sengaja berusaha menjauhkan orang satu sama lain? Apakah kebenaran dengan sengaja berusaha memutuskan hubungan antara orang-orang dengan orang tua mereka? (Tidak.) Jadi, hasil apakah yang dapat dicapai dengan memahami kebenaran ini? (Memahami kebenaran ini dapat memungkinkan kami untuk memahami yang sebenarnya tentang hubungan kami dengan orang tua kami. Kebenaran ini memberi tahu kami natur yang sebenarnya dari masalah ini.) Benar, kebenaran ini memungkinkanmu untuk mengetahui natur sebenarnya dari masalah ini, agar engkau dapat memperlakukan dan menangani hal-hal ini secara rasional, dan tidak hidup berdasarkan kasih sayangmu atau hubungan fisik antarpribadimu, bukan?
Mari kita membahas bagaimana seharusnya orang menafsirkan "Orang tuamu bukanlah krediturmu". Orang tuamu bukanlah krediturmu, bukankah ini adalah fakta? (Ya.) Karena ini adalah fakta, adalah hal yang tepat bagi kita untuk menjelaskan hal-hal yang terkandung dalam pernyataan ini. Mari kita melihat hal tentang orang tuamu melahirkan dirimu. Siapa yang memilih mereka untuk melahirkanmu: engkaukah atau orang tuamu? Siapa yang memilih siapa? Jika engkau melihatnya dari sudut pandang Tuhan, jawabannya: bukan keduanya. Bukan engkau, juga bukan orang tuamu yang memilih mereka untuk melahirkanmu. Jika melihatnya dari sumbernya, hal ini telah ditetapkan oleh Tuhan. Kita akan mengesampingkan topik ini untuk saat ini, karena mudah bagi orang untuk memahaminya. Dari sudut pandangmu, engkau secara pasif dilahirkan oleh orang tuamu, tanpa punya pilihan apa pun dalam hal ini. Dari sudut pandang orang tuamu, mereka melahirkanmu atas kemauan mereka sendiri, bukan? Dengan kata lain, dengan mengesampingkan penetapan Tuhan, dalam hal melahirkan dirimu, orang tuamulah yang berkuasa dalam hal ini. Mereka memilih untuk melahirkanmu, dan merekalah yang menjadi penentu keputusan. Engkau tidak memilih mereka untuk melahirkanmu, engkau secara pasif dilahirkan dari mereka, dan engkau tidak punya pilihan dalam hal ini. Jadi, karena orang tuamu yang berkuasa dalam hal ini, dan mereka memilih untuk melahirkanmu, mereka memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk membesarkanmu, merawatmu hingga menjadi dewasa, membekalimu dengan pendidikan, dengan makanan, pakaian, dan uang. Ini adalah tanggung jawab dan kewajiban mereka, dan ini adalah hal yang sudah seharusnya mereka lakukan. Sedangkan engkau, engkau selalu pasif selama periode mereka membesarkanmu, engkau tidak berhak untuk memilih, engkau harus dibesarkan oleh mereka. Karena engkau masih kecil, engkau tidak punya kemampuan untuk membesarkan dirimu sendiri, engkau tidak punya pilihan selain secara pasif dibesarkan oleh orang tuamu. Engkau dibesarkan dengan cara yang dipilih oleh orang tuamu, jika mereka memberimu makanan dan minuman yang enak, maka makanan dan minuman enaklah yang kaumakan. Jika orang tuamu memberimu lingkungan hidup di mana engkau harus bertahan hidup dengan hanya memiliki sekam dan tanaman liar, maka engkau harus bertahan hidup dengan hanya memiliki sekam dan tanaman liar. Bagaimanapun juga, ketika engkau dibesarkan, engkau pasif, dan orang tuamu sedang memenuhi tanggung jawab mereka. Sama halnya ketika orang tuamu menanam bunga. Karena mereka ingin merawat bunga tersebut, mereka harus memupuknya, menyiraminya, dan memastikannya mendapatkan sinar matahari. Jadi, mengenai manusia, entah orang tuamu membesarkanmu dengan cermat, atau merawatmu dengan baik atau tidak, bagaimanapun juga, mereka hanya memenuhi tanggung jawab dan kewajiban mereka. Apa pun alasan mereka membesarkanmu, itu adalah tanggung jawab mereka—karena mereka telah melahirkanmu, mereka harus bertanggung jawab atas dirimu. Berdasarkan hal ini, dapatkah semua yang orang tuamu lakukan bagimu dianggap sebagai kebaikan? Tidak bisa, bukan? (Ya.) Bahwa orang tuamu memenuhi tanggung jawab mereka terhadapmu, itu tidak dianggap sebagai kebaikan, jadi jika mereka memenuhi tanggung jawab mereka terhadap bunga atau tanaman, menyirami dan memupuknya, apakah itu dianggap sebagai kebaikan? (Tidak.) Ini, terlebih lagi, tidak dapat dianggap sebagai kebaikan. Bunga dan tanaman tumbuh lebih subur di luar ruangan. Jika tumbuhan ditanam di tanah, mendapatkan angin, sinar matahari, dan air hujan, tumbuhan itu akan tumbuh subur. Tumbuhan yang ditanam di pot dalam ruangan tidak akan tumbuh sesubur di luar ruangan, tetapi di mana pun tumbuhan itu berada, tumbuhan itu hidup, bukan? Di mana pun tumbuhan berada, itu sudah ditetapkan oleh Tuhan. Engkau adalah makhluk hidup, dan Tuhan bertanggung jawab atas setiap kehidupan, memungkinkannya untuk bertahan hidup, dan mengikuti hukum yang harus dipatuhi oleh semua makhluk hidup. Namun, sebagai seorang manusia, engkau hidup di lingkungan tempat orang tuamu membesarkanmu, jadi engkau harus bertumbuh dan berada di lingkungan tersebut. Dalam skala besar, engkau hidup di lingkungan itu karena penetapan Tuhan; dalam skala kecil, engkau hidup di lingkungan itu karena orang tuamu membesarkanmu, bukan? Bagaimanapun juga, dengan membesarkanmu, orang tuamu sedang memenuhi suatu tanggung jawab dan kewajiban. Membesarkanmu menjadi orang dewasa adalah kewajiban dan tanggung jawab mereka, dan ini tidak dapat disebut kebaikan. Jika ini tidak dapat disebut kebaikan, bukankah ini adalah sesuatu yang sudah seharusnya kaunikmati? (Ya.) Ini adalah semacam hak yang sudah seharusnya kaunikmati. Engkau sudah seharusnya dibesarkan oleh orang tuamu, karena sebelum engkau mencapai usia dewasa, peranmu adalah sebagai seorang anak yang sedang dibesarkan. Jadi, orang tuamu hanyalah memenuhi semacam tanggung jawab terhadapmu, dan engkau hanya menerimanya, tetapi tentu saja engkau bukan sedang menerima kasih sayang atau kebaikan dari mereka. Bagi makhluk ciptaan apa pun, melahirkan dan mengasuh anak-anak mereka, bereproduksi, dan membesarkan generasi selanjutnya adalah semacam tanggung jawab. Sebagai contoh, burung, sapi, domba, dan bahkan harimau, harus mengasuh keturunan mereka setelah mereka bereproduksi. Tidak ada makhluk hidup yang tidak membesarkan keturunan mereka. Mungkin saja ada beberapa pengecualian, tetapi jumlahnya tidak banyak. Hal tersebut adalah fenomena alam dalam kelangsungan hidup makhluk ciptaan, hal tersebut adalah naluri makhluk hidup, dan tidak dapat dikaitkan dengan kebaikan. Mereka hanyalah mematuhi aturan yang ditetapkan Sang Pencipta bagi binatang dan manusia. Oleh karena itu, orang tuamu membesarkanmu bukanlah bentuk dari kebaikan. Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan bahwa orang tuamu bukanlah krediturmu. Mereka sedang memenuhi tanggung jawab mereka terhadapmu. Sebanyak apa pun upaya dan uang yang mereka habiskan untukmu, mereka tidak boleh memintamu untuk membalas jasa mereka, karena ini adalah tanggung jawab mereka sebagai orang tua. Karena ini merupakan tanggung jawab dan kewajiban, hal ini sudah seharusnya cuma-cuma, dan mereka tidak boleh meminta imbalan. Dengan membesarkanmu, orang tuamu hanya memenuhi tanggung jawab dan kewajiban mereka, dan sudah seharusnya tidak dibayar, dan ini tidak boleh menjadi semacam transaksi. Jadi, engkau tidak perlu memperlakukan orang tuamu atau memperlakukan hubunganmu dengan mereka berdasarkan gagasan membalas jasa mereka. Jika engkau memperlakukan orang tuamu, membayar mereka, dan memperlakukan hubunganmu dengan mereka berdasarkan gagasan tersebut, ini tidak manusiawi. Sekaligus, kemungkinan besar engkau juga akan menjadi terkekang dan terikat oleh perasaan dagingmu, dan akan sulit bagimu untuk keluar dari keterikatan ini, bahkan sampai-sampai engkau mungkin akan tersesat. Orang tuamu bukanlah krediturmu, jadi engkau tidak berkewajiban untuk mewujudkan semua harapan mereka. Engkau tidak perlu memikul beban untuk memenuhi harapannya. Artinya, mereka boleh saja memiliki harapan sendiri. Engkau memiliki pilihanmu sendiri, memiliki jalan hidup dan takdir yang telah Tuhan tetapkan untukmu yang tidak ada kaitannya dengan orang tuamu. Jadi, ketika salah satu dari orang tuamu berkata: "Engkau anak yang tidak berbakti, sudah bertahun-tahun tidak pulang untuk menengokku, dan sudah berhari-hari engkau tidak meneleponku. Aku sakit dan tidak ada yang merawatku. Aku benar-benar telah membesarkanmu dengan sia-sia. Engkau memang anak yang tidak peduli dan tidak tahu berterima kasih!" jika engkau tidak memahami kebenaran bahwa "Orang tuamu bukanlah krediturmu", mendengar perkataan ini akan menyakitkan bagimu bagaikan pisau menghunjam jantung, dan hati nuranimu akan dibebani rasa bersalah. Setiap kata dengan sendirinya akan tertanam di hatimu dan membuatmu merasa malu menghadapi orang tuamu, merasa berutang kepada orang tuamu, dan dipenuhi perasaan bersalah terhadap mereka. Ketika orang tuamu mengatakan bahwa engkau anak yang tidak peduli dan tidak tahu berterima kasih, engkau akan benar-benar merasa: "Mereka memang benar. Mereka membesarkanku hingga usia ini, dan mereka belum dapat menikmati keberhasilanku. Sekarang mereka sakit dan menginginkanku berada di sisi tempat tidur mereka, melayani dan menemaninya. Mereka membutuhkanku untuk membalas kebaikan mereka, dan aku tidak ada di sana. Memang benar, aku ini anak yang tidak peduli!" Engkau akan menggolongkan dirimu sendiri sebagai orang yang tidak peduli. Apakah itu masuk akal? Apakah engkau orang yang tidak peduli? Jika engkau selama ini tidak meninggalkan rumahmu untuk melaksanakan tugas di tempat lain, dan engkau berada di sisi orang tuamu, dapatkah engkau menghindarkan mereka dari sakit? (Tidak.) Dapatkah engkau mengatur hidup dan matinya orang tuamu? Dapatkah engkau mengatur kaya atau miskinnya orang tuamu? (Tidak.) Apa pun penyakit yang orang tuamu derita, itu bukanlah karena mereka terlalu lelah dalam membesarkanmu, atau karena mereka merindukanmu; mereka tentunya tidak akan terjangkit salah satu penyakit yang parah, serius, dan berpotensi mematikan karena dirimu. Itu adalah nasib mereka dan tidak ada kaitannya dengan dirimu. Betapa pun berbaktinya dirimu, yang terbaik yang dapat kaulakukan adalah sedikit mengurangi penderitaan dan beban daging mereka, sedangkan mengenai kapan mereka sakit, penyakit apa yang akan mereka derita, kapan mereka meninggal, dan di mana mereka meninggal—apakah semua hal ini ada kaitannya dengan dirimu? Tidak. Jika engkau berbakti, jika engkau bukan orang yang tidak peduli, dan engkau menghabiskan sepanjang hari dengan mereka, mengawasi mereka, apakah mereka tidak akan sakit? Apakah mereka tidak akan mati? Jika mereka harus sakit, bukankah mereka pasti akan sakit? Jika mereka harus mati, bukankah mereka pasti akan mati? Bukankah benar demikian? Jika sebelumnya orang tuamu mengatakan bahwa engkau anak yang tidak peduli, bahwa engkau tidak punya hati nurani, dan bahwa engkau anak yang tidak tahu berterima kasih, apakah engkau merasa kesal? (Ya.) Bagaimana sekarang? (Aku tidak merasa kesal sekarang.) Jadi, bagaimana masalah ini diselesaikan? (Karena Tuhan mempersekutukan bahwa apakah orang tua kami sakit atau tidak dan apakah mereka hidup atau mati, itu tidak ada kaitannya dengan kami, semua itu telah ditentukan oleh Tuhan. Jika kami berada di sisi mereka, kami tidak dapat berbuat apa-apa, jadi jika mereka berkata bahwa kami adalah anak yang tidak peduli, itu tidak ada kaitannya dengan kami.) Sekalipun orang tuamu menyebutmu anak yang tidak peduli, setidaknya engkau sedang melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan di hadapan Sang Pencipta. Asalkan engkau bukanlah orang yang tidak peduli di mata Tuhan, itu sudah cukup. Tidak penting apa yang manusia katakan. Apa yang orang tuamu katakan mengenai dirimu belum tentu benar dan apa yang mereka katakan tidak ada gunanya. Engkau harus menjadikan firman Tuhan sebagai landasanmu. Jika Tuhan menganggapmu makhluk ciptaan yang memadai, tidaklah penting jika manusia menyebutmu orang yang tidak peduli, perkataan itu tidak akan berdampak apa pun. Hanya saja, orang akan terdampak oleh kata-kata hinaan seperti itu karena pengaruh hati nurani mereka, atau ketika mereka tidak memahami kebenaran dan tingkat pertumbuhan mereka kecil, serta suasana hati mereka akan menjadi sedikit buruk dan merasa sedikit tertekan, tetapi ketika mereka kembali ke hadapan Tuhan, semua ini akan dapat dibereskan, dan tidak akan lagi menimbulkan masalah bagi mereka. Bukankah masalah membalas kebaikan orang tua telah teratasi? Apakah engkau sudah mengerti tentang hal ini? (Ya.) Fakta apa yang harus orang pahami di sini? Membesarkanmu adalah tanggung jawab orang tuamu. Mereka memilih untuk melahirkanmu, jadi mereka memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk membesarkanmu. Dengan membesarkanmu hingga menjadi dewasa, mereka sedang memenuhi tanggung jawab dan kewajiban mereka. Engkau tidak berutang apa pun kepada mereka, jadi engkau tidak perlu membalas mereka. Engkau tidak perlu membalas mereka. Ini jelas memperlihatkan bahwa orang tuamu bukanlah krediturmu, dan engkau tidak perlu melakukan apa pun untuk mereka sebagai imbalan atas kebaikan mereka. Jika keadaanmu memungkinkan, engkau dapat memenuhi sedikit tanggung jawabmu terhadap mereka, maka lakukanlah itu. Jika lingkunganmu dan keadaan objektifmu tidak memungkinkanmu untuk memenuhi tanggung jawabmu terhadap mereka, maka engkau tidak perlu terlalu memikirkannya, dan engkau tidak perlu menganggap dirimu berutang kepada mereka, karena orang tuamu bukanlah krediturmu. Sekalipun engkau dapat menunjukkan baktimu kepada orang tuamu atau memenuhi tanggung jawabmu kepada mereka, engkau hanya dapat melakukannya dengan mengambil sudut pandang seorang anak dan memenuhi sedikit tanggung jawabmu kepada orang yang pernah melahirkan dan membesarkanmu. Namun, tentu saja engkau tidak dapat melakukan hal ini dari sudut pandang membalas mereka, atau dari sudut pandang karena "Orang tuamu adalah penyokongmu, dan engkau harus membalas mereka, maka engkau harus membalas kebaikan mereka".
Ada pepatah di dunia orang tidak percaya yang berbunyi: "Gagak membalas budi kepada induknya dengan memberi mereka makan, dan domba berlutut untuk menerima susu dari induknya". Ada juga pepatah yang ini: "Orang yang tidak berbakti lebih rendah daripada binatang buas". Betapa terdengar muluk-muluknya semua pepatah ini! Sebenarnya, fenomena yang disebutkan dalam pepatah pertama, bahwa gagak membalas budi kepada induknya dengan memberi mereka makan, dan domba berlutut untuk menerima susu dari induknya, memang benar-benar ada, ini adalah fakta. Namun, hal tersebut hanyalah fenomena di dunia binatang, semacam aturan yang telah Tuhan tetapkan bagi berbagai makhluk hidup yang dipatuhi oleh segala jenis makhluk hidup, termasuk manusia. Fakta bahwa semua jenis makhluk hidup mematuhi aturan ini makin menunjukkan bahwa semua makhluk hidup diciptakan oleh Tuhan. Tidak ada makhluk hidup yang dapat melanggar aturan ini, dan tidak ada makhluk hidup yang mampu melampauinya. Bahkan karnivor yang relatif ganas seperti singa dan harimau pun mengasuh keturunan mereka dan tidak menggigit mereka sebelum mereka menjadi dewasa. Ini adalah naluri binatang. Apa pun spesies mereka, baik mereka ganas maupun jinak dan lembut, semua binatang memiliki naluri ini. Segala jenis makhluk, termasuk manusia, hanya dapat terus berkembang biak dan bertahan hidup dengan mematuhi naluri dan aturan ini. Jika mereka tidak mematuhi aturan ini, atau tidak memiliki aturan dan naluri ini, tidak mungkin mereka dapat berkembang biak dan bertahan hidup. Rantai biologis tidak akan ada, dan dunia ini pun tidak akan ada. Bukankah benar demikian? (Benar.) Gagak membalas budi kepada induknya dengan memberi mereka makan, dan domba berlutut untuk menerima susu dari induknya memperlihatkan dengan tepat bahwa dunia binatang mematuhi aturan semacam ini. Semua jenis makhluk hidup memiliki naluri ini. Begitu keturunan dilahirkan, mereka dirawat dan diasuh oleh induk betina atau binatang jantan dari spesies tersebut sampai mereka menjadi dewasa. Semua jenis makhluk hidup mampu memenuhi tanggung jawab dan kewajiban mereka kepada keturunan mereka, dengan sungguh-sungguh dan patuh membesarkan generasi berikutnya. Inilah yang terlebih lagi harus manusia lakukan. Manusia sendiri menyebut dirinya binatang yang lebih tinggi. Jika mereka tidak mampu mematuhi aturan ini, dan tidak memiliki naluri ini, berarti manusia lebih rendah daripada binatang, bukan? Oleh karena itu, sebanyak apa pun orang tuamu mengasuhmu saat mereka membesarkanmu, dan sebanyak apa pun mereka memenuhi tanggung jawab mereka kepadamu, mereka hanya melakukan apa yang sudah seharusnya mereka lakukan dalam lingkup kemampuan manusia ciptaan—ini adalah naluri mereka. Lihat saja burung, selama lebih dari sebulan sebelum musim kawin, mereka terus-menerus mencari tempat yang aman untuk membuat sarang. Burung jantan dan betina pergi secara bergiliran, membawa berbagai macam tanaman, bulu, dan ranting untuk mulai membangun sarang mereka di pepohonan yang relatif rimbun. Sarang kecil yang dibangun oleh berbagai jenis burung semuanya sangat kokoh dan rumit. Demi keturunan mereka, burung mengerahkan segenap upaya ini untuk membuat sarang dan membangun tempat perlindungan. Setelah mereka membangun sarang dan tiba waktunya untuk mengerami telur, selalu ada seekor burung di setiap sarang; burung jantan dan betina bekerja bergiliran selama 24 jam sehari, dan mereka sangat penuh perhatian. Ketika salah seekor dari mereka kembali, yang lainnya segera terbang meninggalkan sarang. Tak lama kemudian, beberapa telur menetas dan anak-anak burung mengeluarkan kepala mereka dari cangkang, dan engkau dapat mendengar mereka mulai berkicau di sarang mereka. Burung dewasa terbang kian ke mari, sesaat kembali untuk memberi makan anak-anak burung dengan cacing, tak lama kemudian kembali lagi untuk memberi mereka makanan lain, memperlihatkan perhatian yang luar biasa. Beberapa bulan kemudian, beberapa anak burung telah sedikit bertumbuh, dan mampu berdiri di tepi sarang dan mengepakkan sayap mereka; induk mereka terbang kian ke mari, bergiliran memberi makan dan menjaga anak-anak mereka. Pada suatu tahun, Aku melihat seekor gagak di langit, mencengkeram seekor anak burung di paruhnya. Anak burung itu memekik penuh ketakutan, kurang lebih seperti berteriak minta tolong. Gagak itu di depan, terbang dengan anak burung di paruhnya, dan ada sepasang burung dewasa mengejar gagak tersebut. Kedua burung juga memekik penuh ketakutan, dan pada akhirnya gagak itu terbang menjauh. Bagaimanapun juga, anak burung itu mungkin akan tetap mati, entah induknya mampu mengejar gagak itu atau tidak. Kedua burung dewasa itu terbang mengejar gagak sambil menjerit dan memekik sedemikian rupa sampai-sampai manusia di darat bisa mendengarnya—menurutmu seberapa menyedihkannya pekikan mereka? Sebenarnya, mereka tentunya tidak hanya memiliki satu anak burung. Mereka pasti memiliki tiga atau empat anak burung di sarang mereka, tetapi ketika satu ekor dibawa pergi, mereka mengejarnya, berteriak dan memekik. Seperti itulah dunia binatang dan dunia biologi. Makhluk hidup mampu mengasuh keturunan mereka tanpa kenal lelah. Burung-burung terbang kembali dan membangun sarang baru setiap tahunnya, mereka melakukan hal yang sama setiap tahun; mereka mengerami telur, memberi mereka makan, dan mengajari mereka cara terbang. Saat anak burung berlatih terbang, mereka tidak terbang terlalu tinggi, dan terkadang mereka jatuh ke tanah. Kami bahkan pernah menyelamatkan mereka beberapa kali, dan bergegas mengembalikan mereka ke sarang. Induk mereka mengajari mereka setiap hari, dan suatu hari, semua anak burung itu akan meninggalkan sarang mereka dan terbang, meninggalkan sarang yang sekarang menjadi kosong. Tahun berikutnya, sepasang burung yang baru akan datang untuk membangun sarang, mengerami telur mereka, dan membesarkan anak-anak mereka. Semua jenis makhluk hidup dan binatang memiliki naluri dan aturan ini, dan mereka mematuhinya dengan sangat baik, melaksanakannya dengan sempurna. Ini adalah sesuatu yang tidak dapat dihancurkan oleh siapa pun. Ada juga beberapa binatang khusus, seperti harimau dan singa. Ketika binatang-binatang ini sudah dewasa, mereka meninggalkan orang tua mereka, dan beberapa binatang jantan bahkan menjadi saingan, menggigit, bersaing, dan bertarung jika perlu. Ini adalah hal yang normal, ini adalah aturan. Mereka tidak terlalu pengasih, dan mereka tidak hidup dengan perasaan mereka seperti manusia, yang berkata: "Aku harus membalas kebaikan orang tuaku, aku harus membalas jasa mereka—aku harus menaati orang tuaku. Jika aku tidak berbakti kepada mereka, orang lain akan mengutukku, mencaci maki dan mengkritikku di belakangku. Aku tidak tahan menghadapinya!" Hal-hal seperti ini tidak dikatakan di dunia binatang. Mengapa orang mengatakan hal-hal seperti ini? Karena di tengah masyarakat dan di dalam kelompok masyarakat, ada berbagai gagasan dan pendapat yang keliru. Setelah orang dipengaruhi, dirusak, dan dibusukkan dengan hal seperti ini, muncullah berbagai cara dalam menafsirkan dan menangani hubungan orang tua dan anak dalam diri mereka. Pada akhirnya, mereka memperlakukan orang tua mereka sebagai kreditur yang tidak akan pernah mampu mereka bayar seumur hidup. Bahkan ada orang-orang yang merasa bersalah seumur hidup setelah orang tua mereka meninggal, dan menganggap dirinya tidak layak menerima kebaikan orang tua karena satu hal yang mereka lakukan yang membuat orang tua tidak bahagia, atau yang tidak sesuai dengan keinginan orang tua mereka. Katakan kepada-Ku, bukankah ini berlebihan? Manusia hidup di tengah perasaan mereka sehingga mereka hanya dapat dikendalikan dan diganggu oleh berbagai gagasan yang berasal dari perasaan tersebut. Manusia hidup di lingkungan yang diwarnai dengan ideologi yang rusak sehingga mereka dikendalikan dan diganggu oleh berbagai gagasan yang keliru yang membuat hidup mereka menjadi melelahkan dan tidak sesederhana kehidupan makhluk ciptaan lainnya. Sekarang ini, Tuhan sedang bekerja dan Dia sedang mengungkapkan kebenaran yang memberi tahu manusia natur sebenarnya dari semua fakta ini dan memampukan mereka untuk memahami kebenaran. Begitu engkau akhirnya memahami kebenaran, maka gagasan dan pandangan yang keliru ini tidak akan lagi membebanimu, dan tidak akan lagi berfungsi sebagai panduan dalam menangani hubungan dengan orang tuamu. Pada titik ini, hidupmu akan menjadi lebih tenang. Menjalani kehidupan yang tenang bukan berarti engkau tidak akan tahu apa tanggung jawab dan kewajibanmu. Engkau akan tetap mengetahuinya. Itu tergantung pada sudut pandang dan metode apa yang akan kaupilih dalam memperlakukan tanggung jawab dan kewajibanmu. Salah satunya adalah menggunakan jalur perasaan dan menangani hal ini berdasarkan cara-cara emosional, gagasan, dan pandangan yang Iblis ajarkan kepada manusia. Cara lainnya adalah menanganinya berdasarkan firman yang telah Tuhan ajarkan kepada manusia. Jika orang menangani masalah ini berdasarkan gagasan dan pandangan Iblis yang keliru, mereka hanya akan hidup dalam keterikatan dengan perasaan dan tidak akan pernah mampu membedakan yang benar dan yang salah. Dalam keadaan seperti ini, mereka tidak punya pilihan selain hidup dalam jeratan, selalu terperangkap oleh hal-hal seperti, "Kau benar, aku salah. Kau memberiku lebih banyak; aku memberimu lebih sedikit. Kau tidak tahu berterima kasih. Kau sudah keterlaluan." Akibatnya, tidak akan pernah tiba waktunya mereka mampu berbicara dengan jelas. Namun, setelah orang memahami kebenaran dan melepaskan diri dari gagasan dan pandangan mereka yang keliru, serta dari jerat perasaan, semua ini menjadi mudah bagi mereka. Jika engkau menaati prinsip kebenaran, gagasan, atau pandangan yang benar dan yang berasal dari Tuhan, hidupmu akan menjadi sangat tenang. Baik opini publik, kesadaran hati nurani maupun beban perasaanmu tidak akan lagi menghalangi caramu menangani hubungan dengan orang tuamu; sebaliknya, hal ini akan memampukanmu untuk menghadapi hubungan ini dengan cara yang benar dan rasional. Jika engkau bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran yang telah Tuhan berikan kepada manusia, sekalipun ada yang mengkritik di belakangmu, engkau akan tetap merasa damai dan tenang di lubuk hatimu dan tidak akan memengaruhimu. Setidaknya, engkau tidak akan lagi mencaci maki dirimu sendiri karena menjadi orang yang tidak peduli dan tak tahu berterima kasih atau merasakan tuduhan hati nurani di lubuk hatimu. Ini karena engkau tahu bahwa semua tindakanmu dilakukan berdasarkan cara-cara yang telah Tuhan ajarkan. Engkau sedang mendengarkan dan tunduk pada firman Tuhan dan mengikuti jalan-Nya. Mendengarkan firman Tuhan dan mengikuti jalan-Nya adalah perasaan hati nurani yang harus dimiliki manusia. Engkau akan menjadi manusia sejati jika mampu melakukan semua ini. Apabila engkau belum mampu melakukannya, berarti engkau adalah orang yang tidak peduli dan tak tahu berterima kasih. Bukankah benar demikian? (Ya.) Apakah engkau memahami hal ini dengan jelas sekarang? Di satu sisi, engkau harus memahami hal ini dengan jelas; di sisi lain, engkau harus mampu memahami yang sebenarnya tentang hal ini dan menerapkan kebenaran. Agar dapat memahami hal ini dengan jelas, orang harus mengalami sesuatu selama jangka waktu tertentu. Jika orang ingin memahami fakta dan esensi ini dengan jelas dan mencapai titik di mana mereka mampu menangani berbagai hal berdasarkan prinsip, ini tidak dapat dicapai dalam waktu singkat, karena orang harus terlebih dahulu menyingkirkan pengaruh dari segala macam gagasan dan pandangan yang jahat dan keliru. Selain itu, di sisi lain yang lebih penting adalah mereka harus mampu mengatasi rintangan dan pengaruh dari hati nurani dan perasaan mereka sendiri; mereka terutama harus mengatasi rintangan dari perasaan mereka sendiri. Jika engkau mengakui secara teori bahwa firman Tuhan adalah kebenaran dan bahwa firman Tuhan memang benar, dan engkau mengetahui, secara teori, bahwa gagasan dan pandangan keliru yang Iblis tanamkan dalam diri manusia adalah salah, tetapi engkau benar-benar tidak mampu untuk mengatasi rintangan dari perasaanmu, dan engkau selalu merasa kasihan kepada orang tuamu, menganggap mereka telah memperlihatkan terlalu banyak kebaikan kepadamu, bahwa mereka telah mengorbankan diri dan berbuat serta menderita terlalu banyak bagimu, bahwa bayang-bayang dari semua yang telah orang tuamu lakukan, semua yang telah mereka katakan, dan bahkan semua harga yang telah mereka bayarkan bagimu masih terpatri dengan jelas di benakmu. Masing-masing dari rintangan ini akan menjadi momen yang sangat penting bagimu, dan tidak akan mudah bagimu untuk melupakannya. Sebenarnya, rintangan terberat yang harus kauatasi adalah dirimu sendiri. Jika engkau mampu mengatasi rintangan demi rintangan, engkau akan mampu sepenuhnya melepaskan perasaan yang kaurasakan terhadap orang tuamu di lubuk hatimu. Aku mempersekutukan hal ini bukan untuk membuatmu mengkhianati orang tuamu, dan Aku tentu saja mempersekutukannya bukan untuk membuatmu menciptakan batasan antara dirimu dan orang tuamu. Kita tidak sedang memulai suatu gerakan, tidak perlu membuat batasan apa pun. Aku mempersekutukan hal ini hanya untuk memberimu pemahaman yang benar mengenai hal-hal ini, dan membantumu untuk menerima gagasan dan pandangan yang benar. Selain itu, Aku mempersekutukan hal ini agar ketika hal-hal ini menimpamu, engkau tidak akan terganggu olehnya, atau agar tangan dan kakimu tidak diikat olehnya, dan yang lebih penting, ketika engkau mengalami hal-hal ini, semua itu tidak akan memengaruhi pelaksanaan tugasmu sebagai makhluk ciptaan. Dengan cara ini, persekutuan-Ku akan mencapai tujuannya. Tentu saja, mungkinkah manusia, yang hidup dalam daging, mencapai titik di mana mereka tidak memikirkan hal-hal ini di benak mereka, dan di mana tidak ada lagi keterikatan emosional di antara mereka dan orang tua mereka? Itu tidak mungkin. Di dunia ini, selain orang tua, orang juga memiliki anak. Ini adalah dua hubungan daging yang terdekat di antara manusia. Tidaklah mungkin untuk sepenuhnya memutuskan ikatan di antara orang tua dan anak. Aku tidak sedang berusaha menyuruhmu memberikan pernyataan resmi bahwa engkau akan memutuskan ikatan dengan orang tuamu, dan bahwa engkau tidak akan pernah lagi berhubungan dengan mereka. Aku sedang berusaha membantumu untuk menangani hubunganmu dengan mereka dengan cara yang benar. Hal-hal ini sulit, bukan? Ketika pemahamanmu akan kebenaran menjadi makin mendalam, dan seiring bertambahnya usiamu, kesulitan dalam hal-hal ini akan secara bertahap berkurang dan melemah. Ketika orang masih berusia 20-an, mereka merasakan tingkat keterikatan yang berbeda terhadap orang tua dibandingkan ketika mereka berusia 30 atau 40 tahun. Keterikatan ini menjadi jauh lebih berkurang setelah mereka berusia 50 tahun, dan tidak ada yang perlu dibicarakan mengenai keterikatan ketika orang mencapai usia 60 atau 70 tahun. Pada saat itu, keterikatan tersebut telah menjadi jauh lebih ringan. Hal ini berubah seiring bertambahnya usia.
Kebenaran bahwa "Orang tuamu bukanlah krediturmu" adalah prinsip penerapan yang benar yang harus orang pahami dalam hal cara mereka memperlakukan orang tua mereka. Apa prinsip penerapan lainnya? (Orang tuamu bukanlah penguasa atas hidupmu atau nasibmu.) Bukankah "Orang tuamu bukanlah penguasa atas hidupmu atau nasibmu" lebih mudah untuk dipahami dan dilepaskan dibandingkan dengan "Orang tuamu bukanlah krediturmu"? Dari luar, tampaknya orang tuamulah yang melahirkan kehidupan jasmanimu, dan orang tuamulah yang memberimu nyawa. Namun, dari sudut pandang Tuhan, dan dari esensi hal ini, kehidupan jasmanimu tidak diberikan kepadamu oleh orang tuamu, karena manusia tidak dapat menciptakan nyawa. Sederhananya, tak seorang pun mampu menciptakan napas manusia. Alasan mengapa daging setiap manusia dapat menjadi manusia adalah karena mereka memiliki napas tersebut. Nyawa manusia terletak pada napasnya, dan napas menandakan bahwa orang itu hidup. Manusia memiliki napas dan nyawa ini, dan sumber serta asal mula hal-hal ini bukanlah orang tua mereka. Hanya saja, cara manusia dihasilkan adalah dengan orang tua yang melahirkan mereka—pada dasarnya, Tuhan-lah yang mengaruniakan hal-hal ini kepada manusia. Oleh karena itu, orang tuamu bukanlah penguasa atas hidupmu, penguasa atas hidupmu adalah Tuhan. Tuhan menciptakan umat manusia, Dia menciptakan nyawa umat manusia, dan Dia memberikan napas kehidupan kepada umat manusia, yang merupakan asal mula nyawa manusia. Oleh karena itu, bukankah kalimat "Orang tuamu bukanlah penguasa atas hidupmu" mudah dipahami? Napasmu diberikan kepadamu bukan oleh orang tuamu, terlebih lagi kelangsungan hidupmu, itu bukan diberikan oleh orang tuamu. Tuhan memelihara dan mengendalikan setiap hari dalam hidupmu. Orang tuamu tidak dapat memutuskan bagaimana kehidupanmu setiap harinya, apakah setiap harinya bahagia dan berjalan lancar, siapa yang kautemui setiap harinya, atau di lingkungan apa engkau hidup setiap harinya. Hanya saja Tuhan menjagamu melalui orang tuamu—orang tuamu hanyalah orang-orang yang Tuhan utus untuk menjagamu. Ketika engkau dilahirkan, bukan orang tua yang memberimu nyawamu, jadi apakah nyawa yang diberikan orang tuamu yang memungkinkanmu hidup sampai sekarang? Tetap saja bukan. Asal mula nyawamu tetaplah dari Tuhan, bukan orang tuamu. Sebagai contoh, orang tuamu melahirkanmu, tetapi ketika engkau berusia satu atau lima tahun, Tuhan memutuskan untuk mengambil nyawamu. Dapatkah orang tuamu melakukan sesuatu tentang hal itu? Apa yang akan orang tuamu lakukan? Bagaimana mereka akan menyelamatkan nyawamu? Mereka akan membawamu ke rumah sakit dan memercayakanmu kepada para dokter, yang akan berusaha mengobati penyakitmu dan menyelamatkan nyawamu. Ini adalah tanggung jawab orang tuamu. Namun, jika Tuhan berkata bahwa nyawa ini dan orang ini tidak boleh terus hidup, dan bahwa engkau harus bereinkarnasi di keluarga yang lain, maka orang tuamu tidak memiliki kuasa atau sarana untuk menyelamatkan nyawamu. Mereka hanya dapat menyaksikan nyawa kecilmu meninggalkan dunia ini. Ketika nyawa pergi, mereka tidak berdaya. Yang dapat mereka lakukan hanyalah memenuhi tanggung jawab mereka sebagai orang tua, dan memercayakanmu kepada para dokter, yang akan berusaha mengobati penyakitmu dan menyelamatkan nyawamu, tetapi bukan orang tuamu yang memutuskan apakah hidupmu akan terus berlanjut atau tidak. Jika Tuhan berkata hidupmu akan berlanjut, maka hidupmu akan berlanjut. Jika Tuhan berkata hidupmu tidak akan berlanjut, engkau akan kehilangan nyawamu. Adakah sesuatu yang dapat orang tuamu lakukan mengenai hal itu? Mereka hanya bisa pasrah akan nasibmu. Sederhananya, mereka hanyalah makhluk ciptaan biasa. Hanya saja, dari sudut pandangmu, mereka memiliki identitas istimewa, mereka melahirkanmu dan membesarkanmu, mereka adalah tuanmu, dan orang tuamu. Namun, dari sudut pandang Tuhan, mereka hanyalah manusia biasa, mereka hanyalah salah satu dari antara manusia yang rusak, dan tidak ada yang istimewa mengenai mereka. Mereka bahkan bukan penguasa atas hidup mereka sendiri, jadi bagaimana mungkin mereka dapat menjadi penguasa atas hidupmu? Meskipun mereka melahirkanmu, mereka tidak tahu dari mana hidupmu berasal, dan mereka tidak dapat memutuskan kapan, pada jam berapa, dan di tempat mana hidupmu akan tiba, atau akan seperti apa kehidupanmu kelak. Mereka tidak tahu apa pun mengenai hal-hal ini. Bagi mereka, mereka hanya menunggu dengan pasif, menunggu kedaulatan Tuhan dan pengaturan-Nya. Entah mereka merasa bahagia mengenainya atau tidak, entah mereka memercayainya atau tidak, bagaimanapun juga, semua ini diatur dan berada dalam tangan Tuhan. Orang tuamu bukanlah penguasa atas hidupmu, bukankah hal ini mudah untuk dipahami? (Ya.) Orang tuamu melahirkan dagingmu, tetapi mereka tidak melahirkan nyawa dari dagingmu. Ini adalah kenyataannya. Bahkan, dapatkah orang tuamu mengendalikan hal-hal seperti seberapa tinggi engkau akan bertumbuh, akan seperti apa bentuk tubuhmu, apa warna atau seberapa lebat rambutmu, apa hobimu, dan sebagainya? (Tidak.) Orang tuamu tidak dapat menentukan apakah kulitmu akan bagus atau buruk, atau akan seperti apa fitur wajahmu. Ada orang tua yang bertubuh gemuk, dan mereka melahirkan anak-anak yang kurus dan pendek, dengan hidung pesek dan mata sipit. Ketika orang-orang melihat mereka, mereka berpikir: "Anak-anak ini mirip siapa ya? Mereka sama sekali tidak mirip dengan orang tua mereka." Orang tua bahkan tidak dapat menentukan akan terlihat seperti siapa anak-anak mereka, bukan? Ada orang tua yang memiliki tubuh yang sangat kekar, dan mereka melahirkan anak-anak yang sangat kurus dan lemah; ada orang tua yang memiliki tubuh yang sangat kurus dan lemah, dan mereka melahirkan anak-anak yang sangat kekar yang tubuhnya sekuat lembu. Ada orang tua yang penakut seperti tikus kecil, dan mereka melahirkan anak-anak yang sangat pemberani. Ada orang tua yang sangat teliti dan penuh kehati-hatian, dan mereka melahirkan anak-anak yang sangat ambisius, dan pada akhirnya, ada di antara mereka yang menjadi kaisar, ada yang menjadi presiden, dan ada yang menjadi kepala dari sekelompok penjahat dan bajingan. Ada orang tua yang berprofesi sebagai petani, tetapi anak-anak yang mereka lahirkan menjadi pejabat tinggi. Ada orang tua yang sangat licik, tetapi mereka melahirkan anak-anak yang berperilaku baik dan jujur. Ada orang tua yang bukan orang percaya, atau mereka bahkan mungkin menyembah berhala dan setan, dan mereka melahirkan anak-anak yang mau percaya kepada Tuhan, yang tidak dapat terus hidup tanpa iman mereka kepada Tuhan. Ada orang tua yang memberi tahu anak mereka, "Aku akan menyekolahkanmu di universitas," dan anak mereka berkata, "Tidak, aku adalah makhluk ciptaan, aku harus melaksanakan tugasku!" Orang tuanya kemudian berkata: "Kau masih muda, kau tidak perlu melaksanakan tugas. Kami melaksanakan sedikit tugas karena kami sudah tua, dan kami tidak memiliki prospek apa pun; kami akan mendapatkan sedikit berkat bagi keluarga kita di masa depan, jadi kau tidak perlu melakukannya. Kau harus belajar dengan giat, dan setelah kau lulus dari universitas, kau harus berjuang dan menjadi pejabat tinggi, sehingga aku bisa turut menikmati kemakmuranmu." Anak-anak mereka menjawab: "Tidak, aku adalah makhluk ciptaan, melaksanakan tugasku adalah hal yang terpenting." Tentu saja ada orang tua yang percaya kepada Tuhan dan meninggalkan keluarga mereka serta melepaskan karier mereka, tetapi anak-anak mereka tidak pernah mau percaya kepada Tuhan. Anak mereka adalah orang tidak percaya, dan seperti apa pun engkau memandang anak ini dan orang tua mereka, mereka tidak menyerupai sebuah keluarga. Meskipun secara penampilan mereka menyerupai keluarga, mereka memiliki kemiripan dalam hal kebiasaan hidup, dan bahkan dalam beberapa aspek dari karakter mereka, dalam hobi, minat, pengejaran, dan jalan yang mereka tempuh, mereka sama sekali berbeda. Mereka benar-benar dua jenis orang berbeda yang menempuh dua jalan yang berbeda. Jadi, ada perbedaan dalam kehidupan manusia, dan perbedaan ini tidak ditentukan oleh orang tua. Orang tua tidak bisa memutuskan kehidupan seperti apa yang akan dijalani oleh anak-anak mereka, atau di lingkungan seperti apa anak-anak mereka dilahirkan. Orang tuamu bukanlah penguasa atas hidupmu, juga bukan penguasa atas nasibmu. Nyawa tidak diberikan kepada manusia oleh orang tua mereka. Apakah nasib manusia adalah hal yang lebih besar ataukah hal yang lebih kecil dibandingkan nyawa mereka? Bagi manusia, kedua hal ini adalah hal yang besar. Mengapa demikian? Karena hal-hal ini bukanlah hal-hal yang mampu dipahami, diatasi, atau dikendalikan oleh manusia dengan menggunakan naluri, kemampuan, atau kualitas mereka. Nasib dan jalan hidup manusia ditentukan dan diatur oleh Tuhan. Tidak ada manusia yang dapat menentukan pilihan mengenai kedua hal ini. Bukan engkau, juga bukan orang tuamu yang memilih di keluarga mana engkau akan dilahirkan, atau orang tua mana yang akan kaumiliki dalam hidup ini. Orang tuamu juga pasif ketika melahirkanmu. Jadi, orang tuamu tidak dapat menentukan akan seperti apa jalan nasibmu kelak, mereka tidak dapat menentukan apakah engkau akan menjadi orang yang sangat kaya dan berkelimpahan dalam hidupmu, ataukah menjadi orang yang miskin dan hina, atau hanya orang biasa; mereka tidak dapat menentukan ke mana engkau akan pergi dalam hidup ini, tempat apa yang akan kautinggali, atau akan seperti apa pernikahanmu kelak, akan seperti apa anak-anakmu, atau lingkungan materiel seperti apa yang akan kauhidupi, dan sebagainya. Ada orang yang keluarganya makmur, memiliki sandang, pangan, dan uang yang lebih banyak daripada yang dapat mereka habiskan sebelum mereka melahirkan seorang anak, tetapi setelah anak itu dewasa, dia menghambur-hamburkan kekayaan orang tuanya, dan sebanyak apa pun uang yang orang tuanya hasilkan, mereka tak mampu membiayai semua uang yang telah dihamburkan oleh anak mereka yang boros tersebut. Ada juga orang-orang yang miskin, tetapi beberapa tahun setelah melahirkan seorang anak, bisnis keluarga mereka mulai berkembang pesat, kehidupan mereka mulai meningkat, segala sesuatunya berjalan makin lancar, dan lingkungan mereka pun menjadi makin baik. Engkau dapat melihat bahwa semua ini adalah hal-hal yang tidak disangka akan terjadi oleh para orang tua ini, bukan? Para orang tua tidak dapat menentukan nasib anak-anak mereka, dan tentu saja, mereka juga tidak ada kaitannya dengan nasib anak-anak mereka. Jalan seperti apa yang kautempuh, ke mana engkau akan pergi, siapa saja yang akan kaujumpai dalam hidup ini, berapa banyak bencana yang akan kauhadapi, berapa banyak hal besar dan seberapa banyak kekayaan yang akan kauperoleh—semua ini tidak ada kaitannya dengan orang tuamu atau dengan pengharapan mereka. Semua orang tua berharap anak-anak mereka akan berhasil di dunia ini, tetapi apakah harapan ini akan selalu menjadi kenyataan? Belum tentu. Ada anak-anak yang berhasil di dunia ini, sesuai dengan harapan orang tuanya, dan dia menjadi pejabat tinggi, menjadi kaya, dan hidup sejahtera, tetapi beberapa tahun kemudian orang tuanya jatuh sakit lalu meninggal tanpa sempat sedikit pun menikmati kekayaan ini, atau tanpa sempat menikmati kemakmuran anaknya. Apakah nasib manusia ada hubungannya dengan orang tua mereka? Tidak. Bukan berarti engkau mampu mencapai apa pun yang orang tuamu harapkan. Nasib orang tidak ada kaitannya dengan orang tua mereka, dan orang tua tidak dapat menentukan nasib mereka. Sekalipun orang tuamu melahirkan dirimu, dan sekalipun mereka melakukan banyak hal untuk meletakkan fondasi bagi prospekmu, cita-citamu, dan nasibmu di masa depan, mereka tidak bisa menentukan akan seperti apa nasibmu atau jalan hidup masa depanmu. Hal-hal ini tidak ada kaitannya dengan mereka. Jadi, orang tuamu bukanlah penguasa atas nasibmu, dan mereka tidak dapat mengubah apa pun mengenai dirimu. Jika engkau ditakdirkan untuk menjadi kaya, maka betapa pun miskin atau tak mampunya orang tuamu, engkau akan memperoleh kekayaan yang sudah seharusnya kaudapatkan. Jika engkau ditakdirkan untuk menjadi orang miskin, orang biasa, atau orang kelas bawah, maka betapa pun mampunya orang tuamu, mereka tidak akan bisa membantumu. Jika engkau dipilih Tuhan, dan engkau adalah salah seorang dari antara umat pilihan Tuhan, yang berarti, jika engkau telah ditentukan sejak semula oleh Tuhan, maka betapa pun berkuasa atau mampunya orang tuamu, mereka tidak akan mampu menghalangi kepercayaanmu kepada Tuhan, sekalipun mereka ingin melakukannya. Karena engkau telah ditentukan sejak semula untuk menjadi anggota keluarga Tuhan dan salah seorang dari antara umat pilihan Tuhan, engkau tidak dapat melepaskan dirimu dari hal ini. Nasib orang hanya berkaitan dengan kedaulatan Tuhan dan penentuan Tuhan; nasib orang tidak ada kaitannya dengan keinginan dan pengharapan orang tua mereka. Tentu saja, nasib orang tidak ada kaitannya dengan minat, hobi, karakter, cita-cita, kualitas, atau kemampuan orang tersebut. Jadi, berdasarkan kebenaran bahwa "Orang tuamu bukanlah penguasa atas hidupmu atau nasibmu", bagaimana seharusnya engkau memperlakukan pengharapan orang tuamu? Haruskah engkau sepenuhnya menerimanya, mengabaikannya, atau memperlakukannya secara rasional? Dalam hal masalah hidupmu atau nasibmu, orang tuamu hanyalah manusia biasa, mereka boleh saja mengharapkan apa pun yang mereka inginkan, dan mereka boleh saja mengatakan apa pun yang ingin mereka katakan. Biarlah mereka mengatakan apa yang ingin mereka katakan, engkau hanya perlu melakukan apa yang harus kaulakukan. Engkau tidak perlu berdebat dengan mereka, karena apa pun yang benar-benar akan terjadi, itulah yang pasti akan terjadi. Ini tidak terjadi karena perdebatan, dan ini tidak berubah berdasarkan kehendak manusia. Engkau tidak dapat menentukan nasibmu sendiri, apalagi orang tuamu! Bukankah benar demikian? (Ya.) Sekalipun orang tuamu adalah orang yang lebih tua daripadamu, tetap saja mereka tidak ada kaitannya atau tidak ada hubungannya dengan nasibmu. Orang tuamu tidak seharusnya berusaha menentukan nasibmu hanya karena mereka jauh lebih tua daripadamu, dan karena mereka satu generasi lebih tua daripadamu. Ini tidak rasional dan ini menjijikkan. Oleh karena itu, setiap kali orang tuamu mengungkapkan keinginan mereka tentang jalan yang kautempuh dalam hidupmu, atau pengharapan mereka terhadapmu, engkau harus memperlakukannya dengan tenang dan rasional, karena mereka bukanlah penguasa atas nasibmu. Katakan kepada mereka: "Nasibku berada di tangan Tuhan, tidak ada manusia yang dapat mengubahnya." Tak seorang pun mampu mengubah nasibnya sendiri ataupun nasib orang lain, dan orang tuamu pun tidak memenuhi syarat untuk mengubah nasibmu. Leluhurmu tidak memenuhi syarat untuk mengubah nasibmu, apalagi orang tuamu. Siapa satu-satunya yang memenuhi syarat? (Hanya Tuhan.) Hanya Tuhan yang memenuhi syarat untuk mengendalikan nasib manusia.
Ada orang-orang yang secara teori mengakui bahwa: "Orang tuaku tidak dapat mencampuri nasibku. Meskipun mereka melahirkanku, nyawaku tidak diberikan kepadaku oleh orang tuaku, melainkan oleh Tuhan. Segala sesuatu yang kumiliki diberikan kepadaku oleh Tuhan. Hanya saja, Tuhan membesarkanku hingga dewasa melalui mereka, dan memungkinkanku untuk hidup sampai sekarang. Sebenarnya, Tuhanlah yang membesarkanku." Mereka mengucapkan perkataan ini dengan cukup baik dan cukup jelas, tetapi dalam keadaan tertentu, orang tidak dapat mengatasi perasaan sayang mereka, atau mengakui pernyataan bahwa: "Orang tuamu bukanlah penguasa atas hidupmu atau nasibmu". Dalam keadaan khusus tertentu, orang akan dikuasai oleh perasaan mereka dan terjerumus ke dalam pencobaan tertentu, atau menjadi lemah. Ada seseorang yang percaya kepada Tuhan, mengalami penganiayaan serta hukuman dari pemerintah dan dunia keagamaan, dan telah ditangkap dan dipenjarakan, tetapi dia bertekad untuk tidak akan pernah menjadi Yudas, tidak akan pernah mengkhianati saudara-saudarinya, ataupun memberikan informasi apa pun mengenai gereja, apa pun penganiayaan yang dideritanya, dia lebih suka mati daripada menjadi Yudas. Akibatnya, dia disiksa dan dianiaya sampai-sampai tidak lagi menyerupai manusia, kelopak matanya sangat bengkak hingga menutupi matanya, membuatnya tak mampu melihat dengan jelas, telinganya menjadi tuli, giginya rontok, sudut bibirnya sobek dan berdarah, kakinya tidak dapat berfungsi dengan baik, seluruh tubuhnya bengkak dan dipenuhi memar. Namun, seperti apa pun dia disiksa, dia sama sekali tidak berkhianat. Dia bertekad untuk tidak menjadi Yudas, untuk tetap teguh dalam kesaksiannya bagi Tuhan. Sampai saat itu, dia tampaknya sangat kuat, dan memiliki kesaksian, bukan? Dia menjalani penyiksaan dan intimidasi tanpa berubah menjadi Yudas, dan dia disiksa seperti ini selama beberapa hari dan malam. Ketika setan melihat orang seperti ini, dia berpikir: "Orang ini benar-benar tangguh, dia telah diracuni sedemikian dalamnya. Dia benar-benar orang yang sangat saleh. Dia masih begitu muda, dan dia telah disiksa sampai keadaannya menjadi seperti ini tanpa sedikit pun memberi informasi. Apa yang harus kulakukan terhadap orang ini? Kelihatannya orang ini adalah tokoh penting, dia pasti tahu banyak tentang gereja. Jika aku bisa mengorek beberapa informasi dari mulutnya, kami akan bisa menangkap banyak orang, dan menghasilkan banyak uang!" Lalu setan itu mulai memikirkan hal ini: "Bagaimana aku bisa membuatnya buka mulut, dan membuatnya memberitahuku rahasia dan informasi tentang beberapa orang? Semua orang kuat memiliki kelemahannya masing-masing, sama seperti orang yang berlatih kungfu. Semahir apa pun orang dalam kungfu, pada akhirnya mereka tetap memiliki kelemahan utama. Setiap orang memiliki kelemahan, jadi mari kita secara khusus menyerang kelemahannya. Apa kelemahan orang ini? Kudengar dia adalah anak tunggal, dan orang tuanya sangat memanjakannya sejak dia masih kecil. Kudengar mereka merawatnya dengan sangat baik dan sangat menyayanginya, dan dia sangat berbakti kepada orang tuanya. Jika kujemput orang tuanya, dan meminta mereka untuk membujuknya, mungkin perkataan mereka akan ada gunanya." Kemudian setan itu menjemput orang tuanya. Tebak apa yang terjadi begitu dia melihat orang tuanya? Sebelum melihat orang tuanya, dia berpikir: "Ya Tuhan, aku bertekad untuk tetap teguh dalam kesaksianku. Aku pasti tidak akan menjadi Yudas!" Namun, begitu melihat orang tuanya, hatinya hampir hancur. Hal pertama yang dia rasakan adalah, "Aku telah mengecewakan orang tuaku, pasti sangat menyakitkan bagi mereka melihatku seperti ini," dan dia kemudian menangis. Dia masih bersikeras dalam hatinya: "Aku tidak akan menjadi Yudas, aku harus tetap teguh dalam kesaksianku bagi Tuhan. Aku tidak menempuh jalan yang salah, aku sedang menempuh jalan yang benar dalam hidup ini. Aku harus mempermalukan Iblis dan menjadi kesaksian bagi Tuhan!" Di dalam hatinya dia teguh, dan menegaskan tekad ini berulang kali, tetapi secara emosional dia sudah tidak tahan lagi, dan dalam sekejap hatinya hampir hancur. Bagaimana menurutmu perasaan orang tuanya saat mereka menyaksikan anak mereka disiksa sampai keadaannya menjadi seperti ini? Aku tidak akan membahas perasaan ayahnya, tetapi hati ibunya pasti hancur. Ketika dia melihat anaknya telah disiksa sampai-sampai tidak lagi menyerupai manusia, dia merasa sangat sedih, tidak nyaman, dan menderita, serta gemetar saat berjalan menghampiri anaknya. Bagaimana reaksimu pada saat seperti itu? Engkau tidak akan berani melihat, bukan? Jadi, engkau belum mengatakan apa pun, orang tuamu belum mengatakan apa pun, tetapi hatimu telah hancur, engkau tak mampu mengatasi perasaanmu. Engkau akan berpikir: "Orang tuaku sudah tua, tubuh mereka tidak terlalu sehat, dan mereka berdua saling bergantung untuk bertahan hidup. Mereka telah melahirkan anak sepertiku, dan sampai saat ini aku belum memenuhi pengharapan mereka, dan aku telah menimbulkan begitu banyak masalah bagi mereka sekarang, aku telah sangat mempermalukan mereka, dan mereka bahkan harus datang dan menemuiku dalam keadaan menderita seperti ini." Tanpa sadar, di lubuk hatimu, engkau merasa bahwa engkau bukan anak yang berbakti, bahwa engkau telah menyakiti dan mengecewakan orang tuamu, serta telah membuat mereka khawatir dan mengecewakan mereka. Baik engkau maupun kedua orang tuamu pasti merasa sangat menderita, karena alasan yang berbeda. Orang tuamu menderita karena merasa kasihan kepadamu, dan tidak tega melihatmu menderita seperti itu. Engkau menderita karena engkau melihat betapa sedih dan menderitanya orang tuamu, dan engkau tidak tega melihat mereka merasa sedih dan mengkhawatirkanmu. Bukankah kedua penderitaan ini diakibatkan oleh perasaan? Sampai saat ini, semua ini masih dapat dianggap normal, dan belum akan memengaruhi tekadmu untuk tetap teguh dalam kesaksianmu. Misalkan orang tuamu kemudian berkata: "Kau sangat sehat dan kuat sebelumnya, dan sekarang kau telah dipukuli sampai keadaanmu menjadi seperti ini. Sejak kau masih kecil, kami memperlakukanmu bagaikan biji mata kami. Kami tidak pernah memukulmu. Mengapa kau membiarkan hal ini terjadi padamu? Kami tidak pernah ingin memukulmu; kami selalu menyayangi dan mencintaimu. 'Kami membuaimu seolah dengan mulut kami karena takut kau akan meleleh, kami memegangmu di telapak tangan kami karena takut kau akan patah'. Kami sangat menyayangimu, tetapi itu tidak cukup. Tidak apa-apa jika kau tidak menjaga kami, tetapi sekarang kau malah tidak mau memberi informasi apa pun, kau begitu menderita, dan tidak menyerah meskipun telah disiksa hingga keadaanmu seperti ini karena kau percaya kepada Tuhan dan ingin menjadi kesaksian bagi-Nya. Mengapa kau begitu keras kepala seperti ini? Mengapa kau bersikeras untuk terus percaya kepada Tuhan? 'Tubuhmu diberikan kepadamu oleh orang tuamu'. Mengapa kau tega kepada kami dengan membiarkan hal ini terjadi padamu? Jika sesuatu benar-benar terjadi padamu, bagaimana kami berdua bisa terus hidup? Kami tidak mengharapkanmu untuk menjaga kami ketika kami sudah tua atau mengatur pemakaman kami, kami hanya ingin kau baik-baik saja. Kau adalah segalanya bagi kami, jika kau tidak baik-baik saja, jika kau mati, bagaimana kami dapat terus menjalani sisa hidup kami? Siapa lagi yang kami miliki, selain kau? Harapan apa lagi yang bisa kami miliki?" Setiap kata yang ibumu ucapkan akan memukulmu di tempat yang paling menyakitkan, yang memenuhi kebutuhan emosionalmu sekaligus menstimulasi perasaan dan hati nuranimu. Sebelum orang tuamu mengucapkan perkataan ini, engkau masih berpegang erat pada tekad dan pendirian di lubuk hatimu, tetapi setelah mereka mengucapkan kata-kata teguran ini, bukankah garis pertahanan di lubuk hatimu akan runtuh? "'Tubuhmu diberikan kepadamu oleh orang tuamu'. Kau mengundurkan diri dari pekerjaan yang baik, kau mengabaikan prospekmu yang cerah, dan melepaskan kehidupanmu yang baik. Kau bersikeras untuk percaya kepada Tuhan, dan membiarkan dirimu sendiri menjadi hancur seperti ini. Mengapa kau tega membiarkan kami melihatmu diperlakukan seperti ini?" Mampukah orang menahan tangisnya setelah mendengar perkataan seperti ini? Mungkinkah orang tidak merasa bersalah setelah mendengar perkataan seperti ini? Dapatkah orang tidak merasa bahwa dia telah mengecewakan orang tuanya? Dapatkah orang merasakan bahwa Iblislah yang sedang mencobai dirinya? Dapatkah orang dipengaruhi oleh hal ini hanya secara emosional, dan mampu menangani hal ini secara rasional? Dapatkah orang tetap berpegang pada keyakinannya bahwa, "Orang tuamu bukanlah penguasa atas hidupmu atau nasibmu, dan mereka bukanlah krediturmu" setelah mendengar perkataan seperti ini? Dapatkah orang, sekalipun merasa lemah secara emosional, tetap tidak melepaskan tugas dan kewajibannya, serta tetap teguh dalam kesaksian yang sudah seharusnya dia miliki sebagai makhluk ciptaan? Manakah dari hal-hal ini yang dapat engkau semua lakukan? Jika dalam hal perasaanmu, engkau hanya merasa sedikit sedih, bahkan hanya sedikit menangis, dan merasa kasihan kepada orang tuamu, tetapi engkau tetap beriman pada firman Tuhan, dan tetap teguh dalam kesaksianmu, serta tetap melaksanakan tugas yang sudah seharusnya kaulaksanakan, tanpa kehilangan kesaksian, tanggung jawab, dan tugas yang makhluk ciptaan miliki di hadapan Tuhan Sang Pencipta, maka engkau akan tetap teguh. Namun, jika saat kaulihat ibumu menegurmu sambil menangis, engkau terjerumus ke dalam perasaanmu, menganggap dirimu anak yang tidak berbakti, menganggap bahwa engkau telah mengambil pilihan yang salah, merasa menyesal dan tidak mau melanjutkan, ingin meninggalkan kesaksian yang sudah seharusnya makhluk ciptaan miliki, serta melepaskan tugas, tanggung jawab, dan kewajiban yang sudah seharusnya makhluk ciptaan laksanakan, dan kembali ke sisi orang tuamu, membalas kebaikan mereka dan tidak lagi membuat mereka menderita atau mengkhawatirkanmu, maka engkau tidak akan memiliki kesaksian, dan engkau tidak layak mengikuti Tuhan. Apa yang Tuhan katakan kepada mereka yang mengikuti Dia? (Bukankah Dia berkata: "Jika ada orang datang kepada-Ku dan tidak membenci ayahnya, dan ibunya, dan istrinya, anak-anaknya, dan saudara-saudaranya laki-laki dan perempuan, dan bahkan nyawanya sendiri, ia tidak bisa menjadi murid-Ku" (Lukas 14:26)? Kalimat ini tertera dalam Alkitab.) Jika kasihmu kepada orang tuamu melebihi kasihmu kepada Tuhan, engkau tidak layak mengikuti Tuhan, dan engkau bukanlah salah seorang pengikut-Nya. Jika engkau bukan salah seorang pengikut-Nya, dapat dikatakan bahwa engkau bukanlah seorang pemenang, dan Tuhan tidak menginginkan dirimu. Melalui ujian ini, engkau telah tersingkap, engkau belum mampu tetap teguh dalam kesaksianmu. Engkau tidak menyerah ketika Iblis menyiksamu, tetapi beberapa kalimat teguran dari orang tuamu sudah cukup untuk membuatmu menyerah. Engkau tidak berdaya dan engkau telah mengkhianati Tuhan. Engkau tidak layak mengikuti Tuhan dan engkau bukanlah pengikut-Nya. Orang tua sering berkata: "Aku tidak akan meminta apa pun darimu, aku tidak akan memintamu untuk menjadi sangat kaya, aku hanya berharap kau akan sehat dan aman dalam hidup ini. Melihatmu bahagia saja sudah cukup." Jadi, ketika engkau disiksa, engkau akan merasa engkau telah mengecewakan orang tuamu: "Orang tuaku tidak meminta banyak dariku, tetapi aku tetap mengecewakan mereka." Benarkah pemikiran seperti ini? Apakah engkau mengecewakan mereka? (Tidak.) Apakah Iblis menganiayamu adalah kesalahanmu? Apakah engkau dipukuli, disiksa dengan kejam, dan dianiaya secara kejam adalah kesalahanmu? (Tidak.) Iblislah yang menganiaya dirimu, bukan engkau yang menghancurkan dirimu sendiri. Engkau sedang menempuh jalan yang benar, dan engkau sedang menjadi manusia sejati. Pilihanmu dan semua tindakanmu adalah kesaksianmu bagi Tuhan, dan engkau sedang melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan. Ini adalah pilihan yang sudah seharusnya diambil oleh semua makhluk ciptaan, dan jalan yang sudah seharusnya ditempuh oleh semua makhluk ciptaan. Ini adalah jalan yang benar; ini bukanlah menghancurkan diri sendiri. Meskipun dagingmu telah disiksa, dan mengalami perlakuan yang kejam dan tidak manusiawi, semua ini adalah hal yang diizinkan untuk terjadi. Engkau tidak sedang menempuh jalan yang salah, engkau tidak sedang menghancurkan dirimu sendiri. Dagingmu menderita, disiksa sampai-sampai engkau tidak lagi menyerupai manusia, bukanlah berarti engkau sedang mengecewakan orang tuamu. Engkau tidak perlu memberi penjelasan kepada mereka. Ini adalah pilihamu. Engkau sedang menempuh jalan yang benar dalam hidup ini, mereka hanya tidak memahaminya, itu saja. Mereka hanya sedang berdiri dari sudut pandang orang tua, yang selalu ingin melindungimu demi perasaan mereka, tidak ingin engkau mengalami penderitaan jasmaniah. Apa yang bisa didapatkan oleh keinginan mereka untuk melindungimu? Dapatkah mereka menjadi kesaksian mewakili dirimu? Dapatkah mereka melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan mewakili dirimu? Dapatkah mereka mengikuti jalan Tuhan mewakili dirimu? (Tidak.) Engkau mengambil pilihan yang benar, dan engkau harus berpegang teguh pada pilihanmu. Engkau tidak boleh bingung atau disesatkan oleh perkataan orang tuamu. Engkau tidak sedang menghancurkan dirimu; engkau sedang menempuh jalan yang benar. Dalam keteguhanmu dan dalam semua tindakanmu tersebut engkau sedang menaati kebenaran, tunduk pada pengaturan dan penataan Tuhan, dan menjadi kesaksian bagi Tuhan di hadapan Iblis, memuliakan nama Tuhan. Engkau hanya mengalami penderitaan berupa penganiayaan yang kejam terhadap dagingmu, itu saja. Ini adalah penderitaan yang seharusnya manusia alami; ini adalah hal yang seharusnya manusia persembahkan kepada Tuhan Sang Pencipta, dan ini adalah harga yang seharusnya mereka bayarkan. Nyawamu bukan berasal dari orang tuamu, dan orang tuamu tidak berhak untuk menentukan jalan apa yang kautempuh. Mereka tidak berhak menentukan bagaimana engkau akan memperlakukan tubuhmu sendiri, atau harga sebanyak apa yang kaubayarkan agar tetap teguh dalam kesaksianmu. Mereka hanya tidak ingin engkau mengalami penderitaan jasmaniah karena kebutuhan perasaan daging mereka, dan karena fakta bahwa mereka sedang berdiri dari sudut pandang perasaan daging, itu saja. Namun, sebagai makhluk ciptaan, penderitaan sebanyak apa pun yang harus ditanggung dagingmu, itu adalah sesuatu yang sudah seharusnya kautanggung. Manusia harus banyak membayar harga agar dapat memperoleh keselamatan dan melaksanakan tugas mereka sebagai makhluk ciptaan dengan baik. Ini adalah kewajiban dan tanggung jawab manusia, dan ini adalah apa yang seharusnya dipersembahkan oleh makhluk ciptaan kepada Tuhan Sang Pencipta. Karena nyawa manusia berasal dari Tuhan, dan tubuh mereka juga berasal dari Tuhan, ini adalah penderitaan yang sudah seharusnya manusia alami. Oleh karena itu, dalam hal penderitaan yang harus manusia alami, penderitaan jasmaniah seperti apa pun yang dialami tubuhmu, engkau tidak perlu menjelaskan apa pun kepada orang tuamu. Lalu, bagaimana tentang perkataan orang tuamu bahwa, "Tubuhmu diberikan kepadamu oleh orang tuamu"? Meskipun orang dilahirkan dan dibesarkan oleh orang tua, bukan berarti bahwa semua yang dimilikinya diberikan kepada mereka oleh orang tua mereka. Bukan berarti bahwa orang harus tunduk pada paksaan dan kekangan orang tua mereka dalam hal jalan yang mereka tempuh dan harga yang mereka bayar. Bukan berarti orang harus mendapatkan izin dari orang tua untuk menempuh jalan mengejar kebenaran, atau untuk melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan di hadapan Tuhan Sang Pencipta. Oleh karena itu, engkau tidak perlu memberi penjelasan kepada orang tuamu. Pribadi yang kepadanya engkau harus memberi penjelasan adalah Tuhan. Entah engkau menderita atau tidak, engkau harus menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan. Selain itu, jika engkau menempuh jalan yang benar, Tuhan akan menerima dan mengingat semua harga yang telah kaubayarkan. Karena Tuhan akan mengingat dan mengakuinya, harga itu layak untuk kaubayarkan. Dagingmu mungkin akan mengalami penderitaan jasmaniah, tetapi harga ini pada akhirnya akan memungkinkanmu untuk mampu tetap teguh dalam kesaksianmu, mendapatkan perkenanan Tuhan dan memperoleh keselamatan, dan Tuhan akan mengingatnya. Tidak ada hal lain yang dapat ditukarkan dengan hal itu. Yang disebut pengharapan orang tua, atau kata-kata kritikan yang mereka ucapkan kepadamu, semua itu tidak penting dan tidak layak disebutkan jika dibandingkan dengan tugas yang sudah seharusnya kaulaksanakan, dan kesaksian yang sudah seharusnya kaumiliki di hadapan Tuhan, karena penderitaan yang kautanggung itu sangatlah berharga dan sangat berarti! Dari sudut pandang makhluk ciptaan, ini adalah hal yang paling bermakna dan berarti dalam hidup ini. Oleh karena itu, orang tidak boleh menjadi lemah dan tertekan, atau terjerumus ke dalam pencobaan karena perkataan orang tua mereka, dan mereka tentunya tidak boleh merasa menyesal, bersalah, atau merasa telah mengecewakan orang tua mereka karena perkataan mereka. Orang seharusnya merasa terhormat atas penderitaan yang telah mereka alami, dan berkata: "Tuhan telah memilihku, dan memungkinkan dagingku untuk membayar harga seperti ini, dan dianiaya dengan kejam oleh Iblis, sehingga aku dapat berkesempatan untuk menjadi kesaksian bagi-Nya." Merupakan kehormatan bagimu telah dipilih Tuhan dari antara banyak umat pilihan-Nya. Engkau tidak seharusnya merasa sedih mengenai hal ini. Jika engkau tetap teguh dalam kesaksianmu, dan mempermalukan Iblis, maka ini adalah kehormatan terbesar dalam hidup ini bagi makhluk ciptaan. Penyakit apa pun atau akibat apa pun yang akan tubuhmu derita setelah penganiayaan yang kejam tersebut, atau sekalipun keluarga dan orang tuamu sangat sedih melihatmu seperti itu, engkau tidak boleh merasa malu atau sedih, atau merasa bahwa engkau telah mengecewakan orang tuamu karenanya, karena semua yang telah kaulakukan adalah membayar harga bagi hal yang diizinkan untuk terjadi, dan ini adalah perbuatan yang baik. Tak seorang pun memenuhi syarat untuk mengkritik perbuatan baikmu, tak seorang pun memenuhi syarat atau berhak untuk melontarkan komentar yang mengkritik dan tidak bertanggung jawab tentang kepercayaanmu kepada Tuhan, tentang mengikut Tuhan, dan melaksanakan tugasmu. Hanya Tuhan Sang Pencipta yang memenuhi syarat untuk menilai perilakumu, harga yang telah kaubayarkan, dan pilihan yang telah kauambil. Tak seorang pun memenuhi syarat untuk menilaimu. Tak seorang pun, termasuk orang tuamu, yang memenuhi syarat untuk mengkritikmu. Jika mereka adalah orang-orang terdekatmu, mereka seharusnya mengerti, memberi semangat, dan menghiburmu. Mereka seharusnya mendukungmu untuk bertahan, agar engkau tetap teguh dalam kesaksianmu, dan agar engkau menahan dirimu untuk tidak menuruti atau menyerah kepada Iblis. Mereka seharusnya merasa bangga dan bahagia karenamu. Karena engkau telah mampu bertahan sampai sekarang dan tidak menyerah kepada Iblis sehingga engkau mampu tetap teguh dalam kesaksianmu, mereka seharusnya memberimu semangat. Mereka seharusnya tidak menghalangimu, dan mereka tentunya tidak boleh menegurmu. Jika engkau melakukan sesuatu yang salah, mereka berhak untuk mengkritikmu. Jika engkau menempuh jalan yang salah, mempermalukan Tuhan, melanggar hal-hal positif dan kebenaran, mereka tentunya berhak untuk mengkritikmu. Namun, karena semua tindakanmu positif, dan Tuhan menerima serta mengingatnya, jika mereka mengkritikmu, itu disebabkan karena mereka tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Merekalah yang salah. Mereka kesal karena engkau percaya kepada Tuhan, menempuh jalan yang benar, dan menjadi orang yang baik. Mengapa, ketika Iblis menganiaya dirimu, mereka bukannya mengkritik Iblis, tetapi malah mengkritikmu? Mereka mengkritikmu karena perasaan mereka sendiri. Kesalahan apa yang telah kaulakukan? Bukankah engkau hanya menahan dirimu agar tidak menjadi Yudas? Engkau tidak menjadi Yudas, engkau tidak mau bekerja sama atau berkompromi dengan Iblis, dan engkau menderita siksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi ini agar engkau tetap teguh dalam kesaksianmu. Apakah salah melakukan hal itu? Engkau tidak melakukan kesalahan apa pun. Dari sudut pandang Tuhan, Dia bersuka karenamu, Dia merasa bangga akan dirimu. Namun, orang tuamu merasa malu karenamu, dan mengkritik perbuatan baikmu. Bukankah ini berarti tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah? Apakah itu berarti mereka orang tua yang baik? Mengapa mereka tidak mengkritik Iblis, dan orang-orang jahat serta setan yang menganiaya dirimu? Engkau bukan saja tidak menerima penghiburan, dorongan semangat, ataupun dukungan dari orang tuamu, sebaliknya, engkau dikritik dan dimarahi oleh mereka, sementara apa pun kejahatan yang Iblis lakukan, mereka tidak mencela atau mengutuknya. Mereka tidak berani mengucapkan satu kata makian pun untuk mencelanya. Mereka tidak berkata: "Mengapa kalian menyiksa orang baik sampai keadaannya menjadi seperti ini? Satu-satunya yang dia lakukan adalah percaya kepada Tuhan dan menempuh jalan yang benar, bukan? Dia tidak pernah mencuri apa pun atau merampok siapa pun, dia tidak pernah melanggar hukum, lalu mengapa kalian menyiksanya seperti ini? Kalian seharusnya mendukung orang baik seperti dirinya. Jika semua orang di tengah masyarakat percaya kepada Tuhan dan menempuh jalan yang benar, masyarakat ini tidak akan membutuhkan hukum, dan tidak akan terjadi kejahatan apa pun." Mengapa orang tuamu tidak mengkritik mereka seperti ini? Mengapa mereka tidak berani mengkritik para Iblis dan setan yang menganiaya dirimu? Mereka menegurmu karena menempuh jalan yang benar, tetapi ketika orang jahat melakukan kejahatan, mereka secara diam-diam menyetujuinya. Bagaimana menurutmu orang tua yang seperti ini? Haruskah engkau merasa kasihan kepada mereka? Haruskah engkau menunjukkan baktimu kepada mereka? Haruskah engkau mengasihi mereka di dalam hatimu? Apakah mereka layak menerima baktimu? (Tidak.) Mereka tidak layak. Mereka tidak dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang jahat. Mereka adalah sepasang orang bingung. Selain perasaan, mereka tidak memahami apa pun. Mereka tidak memahami apa arti keadilan, atau apa arti menempuh jalan yang benar, mereka tidak tahu apa yang dimaksud dengan hal negatif, atau apa yang dimaksud dengan kekuatan jahat, mereka hanya tahu bagaimana menjaga perasaan dan daging mereka. Selain tingkat hubungan daging yang paling dangkal ini, hati mereka hanya berisi gagasan bahwa: "Asalkan anak-anakku selamat dan baik-baik saja, aku akan sangat bahagia dan bersyukur." Hanya itu. Mengenai jalan yang benar dalam hidup ini, mengenai hal yang diizinkan terjadi, atau hal yang paling berharga dan bermakna yang dapat seseorang lakukan dalam hidup ini, mereka tidak memahami semua hal ini. Mereka tidak memahami hal-hal ini, dan mereka memarahimu karena menempuh jalan yang benar. Mereka benar-benar sangat bingung. Bagaimana menurutmu orang tua seperti ini? Bukankah mereka adalah sepasang setan tua? Engkau harus merenungkan dalam hatimu: "Kedua setan tua ini—sampai sekarang aku telah mengalami begitu banyak pemukulan, dan begitu banyak penyiksaan, selama beberapa hari ini aku telah berdoa kepada Tuhan siang dan malam, dan Dia selalu menjaga dan melindungiku, itulah sebabnya aku mampu bertahan sampai sekarang. Aku tetap teguh dalam kesaksianku dengan susah payah, dan dengan beberapa perkataan saja, kalian telah sepenuhnya menyalahkanku. Apakah salah bagiku untuk menempuh jalan yang benar? Apakah salah bagiku untuk melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan? Tentunya aku tidak salah dengan tidak menjadi Yudas, bukan? Dasar kedua setan tua ini! 'Tubuhmu diberikan kepadamu oleh orang tuamu'—segala sesuatu yang kumiliki jelas berasal dari Tuhan, apakah kalian yang memberikannya kepadaku? Hanya saja Tuhan telah menetapkanmu untuk melahirkanku dan membesarkanku, mengasuhku dengan tanganmu. Kalian merasa sedih karena aku, merasa menderita dan kesal hanya untuk memuaskan kebutuhan emosionalmu. Kalian takut jika aku mati, tidak akan ada seorang pun yang akan merawat kalian ketika sudah tua atau mengatur pemakaman kalian. Kalian takut orang akan menertawakan, dan menganggapku telah mempermalukan kalian." Seandainya engkau dipenjarakan karena telah melakukan kejahatan, karena engkau telah mencuri sesuatu, atau engkau merampok, menipu, atau mencurangi seseorang, mereka mungkin akan berjuang untukmu dengan berkata: "Anakku ini anak yang baik, dia belum pernah melakukan hal buruk apa pun. Dia tidak memiliki sifat buruk, dia orang yang baik dan baik hati. Hanya saja tren jahat dunia ini telah berpengaruh negatif terhadapnya. Kuharap pemerintah akan bersikap lunak terhadapnya." Mereka akan berjuang untukmu, tetapi karena engkau sedang menempuh jalan percaya kepada Tuhan, karena engkau sedang menempuh jalan yang benar, mereka memandang rendah dirimu di lubuk hati mereka. Dalam hal apa mereka memandang rendah dirimu? "Lihat keadaanmu telah menjadi seperti ini. Mengapa kau tega membiarkan kami melihatmu dalam keadaan seperti ini?" Engkau harus merenungkan dalam hatimu: "Apa maksud mereka berkata 'Lihat keadaanmu telah menjadi seperti ini'? Aku hanya menempuh jalan yang benar dalam hidup ini—inilah yang disebut menjadi manusia sejati! Ini disebut memiliki perbuatan baik dan kesaksian; ini adalah kekuatan. Hanya orang seperti ini yang benar-benar memiliki hati nurani dan nalar, dan bukan pengecut, bukan orang tidak berguna, atau Yudas. Sebenarnya berada dalam keadaan apakah aku sekarang? Ini adalah keserupaan dengan manusia sejati! Kalian bukan saja tidak merasa bahagia karena aku, kalian malah menegurku. Orang tua macam apa kalian? Kalian tidak layak menjadi orang tuaku, kalian seharusnya dikutuk!" Jika engkau berpikir seperti ini, akankah engkau tetap menangis ketika mendengar orang tuamu berkata: "Tubuhmu diberikan kepadamu oleh orang tuamu, mengapa kaubiarkan dirimu dihancurkan seperti ini"? (Tidak.) Apa yang akan kaupikirkan setelah mendengar perkataan tersebut? "Benar-benar omong kosong. Mereka benar-benar sepasang orang tua yang bodoh! 'Tubuhmu diberikan kepadamu oleh orang tuamu'—kalian bahkan tidak tahu siapa yang memberikan tubuh kalian kepada kalian, dan kalian menggunakan perkataan ini untuk menegurku, kalian benar-benar bingung! Sudah jelas setan dan Iblislah yang sedang menganiayaku. Mengapa kalian tidak bisa membedakan yang benar dan yang salah, dan malah mengkritikku? Apakah aku melanggar hukum? Apakah aku mencuri sesuatu atau merampok seseorang, apakah aku menipu atau mencurangi seseorang? Hukum apa yang telah kulanggar? Aku tidak melanggar hukum apa pun, aku telah dianiaya hingga keadaanku seperti ini oleh Iblis karena aku menempuh jalan yang benar. Sampai sekarang aku tidak memberi mereka informasi apa pun, aku selama ini tidak menjadi Yudas. Siapa lagi yang memiliki kekuatan seperti ini? Kalian bukan saja tidak memuji atau memberiku semangat, kalian malah menegurku. Kalian adalah setan!" Jika engkau berpikir seperti ini, engkau tidak akan menangis atau menjadi lemah, bukan? Orang tuamu tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah, mereka tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah karena mereka tidak percaya kepada Tuhan, dan mereka tidak memahami kebenaran. Engkau memahami kebenaran, jadi engkau tidak boleh terpengaruh oleh perkataan dan kekeliruan Iblis yang mereka katakan. Sebaliknya, engkau harus terus berpaut pada kebenaran. Dengan cara seperti ini, engkau akan mampu benar-benar teguh dalam kesaksianmu. Bukankah benar demikian? (Ya.)
Katakan kepada-Ku, apakah mudah untuk orang tetap teguh dalam kesaksiannya? Pertama, engkau harus melepaskan diri dari perasaanmu. Kedua, engkau harus memahami kebenaran. Hanya setelah itu, barulah engkau tidak akan mengalami kelemahan, mampu tetap teguh dalam kesaksianmu, dan diakui serta diterima oleh Tuhan dalam mengalami keadaan khusus semacam ini; hanya setelah itu, barulah Tuhan akan mengakui bahwa engkau adalah pemenang dan pengikut-Nya. Setelah engkau menang, setelah engkau tidak mengecewakan Tuhan, alih-alih tidak mengecewakan orang tuamu, engkau akan mampu melepaskan semua pengharapan orang tuamu terhadapmu, bukan? Pengharapan orang tuamu tidak penting, itu tidak ada artinya; hal yang terpenting adalah memenuhi pengharapan Tuhan, dan tetap teguh dalam kesaksianmu bagi Tuhan, dan itulah sikap serta pengejaran yang harus makhluk ciptaan miliki. Bukankah benar demikian? (Ya.) Ketika engkau merasa lemah, ketika engkau tidak tahu apa yang harus kaulakukan, terutama ketika engkau dikepung dan dianiaya oleh Iblis selagi menempuh jalan yang benar, atau ketika engkau dibenci dan ditolak, dicemooh, dan ditinggalkan oleh orang-orang dari dunia sekuler, orang-orang di sekitarmu—kerabat, teman, dan kenalanmu—akan menganggapmu telah melakukan sesuatu yang memalukan, dan tak seorang pun akan memahami, memberi semangat, mendukung, atau menghiburmu. Terlebih lagi, tak seorang pun akan membantumu, memberitahumu apa yang harus kaulakukan, atau menunjukkan kepadamu jalan penerapan. Ini termasuk orang tuamu. Karena engkau tidak berada di sisi mereka, tidak berbakti kepada mereka, atau karena engkau tidak dapat membantu mereka untuk menjalani kehidupan yang baik atau membalas kebaikan mereka karena engkau percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugasmu, mereka tidak akan memahamimu. Sudut pandang mereka akan sama dengan sudut pandang orang di dunia sekuler. Mereka akan menganggapmu telah mempermalukan mereka, menganggap mereka belum memperoleh apa pun sebagai balasan karena telah membesarkanmu, mereka belum menerima manfaat apa pun darimu, engkau belum memenuhi pengharapan mereka, engkau telah mengecewakan mereka, dan engkau adalah anak yang tidak peduli dan tidak tahu berterima kasih. Orang tuamu tidak akan memahami dirimu, dan mereka tidak akan dapat memberimu bimbingan yang positif, apalagi kerabat dan teman-temanmu. Selagi engkau menempuh jalan yang benar, hanya Tuhan yang tanpa lelah memberimu semangat, menolong, menghibur dan membekalimu. Ketika engkau disiksa dan dianiaya di dalam penjara, hanya firman Tuhan dan iman yang Dia karuniakan kepadamu yang akan menopangmu melewati setiap detik, menit dan hari. Dengan demikian, saat engkau mengalami pemukulan yang kejam, engkau akan mampu untuk selalu ingin tetap teguh dalam kesaksianmu bagi Tuhan, tetap menahan dirimu agar tidak menjadi Yudas, dan selalu ingin memuliakan nama Tuhan dan mempermalukan Iblis, karena firman Tuhan dan iman yang telah Tuhan karuniakan kepadamu. Engkau akan mampu melakukan hal-hal ini, di satu sisi, karena tekadmu, dan di sisi lain, sisi yang lebih penting, adalah karena bimbingan, pemeliharaan, dan pimpinan Tuhan. Sedangkan orang tuamu, ketika engkau paling membutuhkan penghiburan dan pertolongan, mereka tetap hanya memikirkan diri mereka sendiri, menganggapmu anak yang tidak peduli dan tidak tahu berterima kasih, menganggap mereka tidak pernah bisa mengandalkanmu dalam hidup ini, dan mereka telah membesarkanmu dengan sia-sia. Mereka tetap tidak lupa bahwa mereka telah membesarkanmu, bahwa mereka ingin mengandalkanmu untuk membantu mereka menjalani kehidupan yang baik, untuk membawa kemuliaan bagi leluhurmu, dan memungkinkan mereka untuk mengangkat kepala mereka tinggi-tinggi dan merasa bangga akan dirimu di depan kerabat dan teman-teman mereka. Orang tua yang tidak percaya kepada Tuhan tidak pernah merasa terhormat dan beruntung karena kepercayaanmu. Sebaliknya, mereka sering menegurmu karena tidak bisa meluangkan waktu untuk mengunjungi atau merawat mereka karena engkau percaya kepada Tuhan dan sibuk melaksanakan tugasmu. Mereka bukan saja menegurmu, mereka juga sering memarahimu, menyebutmu anak yang tidak peduli dan tidak tahu berterima kasih. Bukankah akan terasa berat bagimu untuk menempuh jalan yang benar sembari menyandang sebutan yang buruk ini? Bukankah engkau merasa diperlakukan tidak adil? Bukankah yang kaubutuhkan adalah dukungan, dorongan semangat, dan pengertian orang tuamu saat engkau mengalami hal-hal ini? Bukankah engkau sering merasa mengecewakan orang tuamu? Akibatnya, ada orang-orang yang bahkan memiliki pemikiran yang bodoh: "Dalam kehidupan ini, aku tidak ditakdirkan untuk berbakti kepada orang tuaku atau tinggal bersama mereka. Kalau begitu, aku akan berbakti kepada mereka di kehidupanku selanjutnya!" Bukankah ini adalah pemikiran yang bodoh? (Ya.) Engkau tidak boleh memiliki pemikiran seperti ini; engkau harus meluruskan pemikiran ini dari sumbernya. Engkau menempuh jalan yang benar, engkau telah memilih untuk melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan dan datang ke hadapan Tuhan Sang Pencipta untuk menerima keselamatan dari Tuhan. Itulah satu-satunya jalan yang benar di dunia ini. Engkau telah mengambil pilihan yang tepat. Sekalipun orang-orang yang tidak percaya, termasuk orang tuamu, tidak memahami dirimu atau merasa dikecewakan olehmu, ini tidak boleh memengaruhi pilihanmu untuk menempuh jalan percaya kepada Tuhan atau tekadmu untuk melaksanakan tugasmu, ini juga tidak boleh memengaruhi imanmu kepada Tuhan. Engkau harus bertahan, karena engkau sedang menempuh jalan yang benar. Terlebih dari itu, engkau harus melepaskan pengharapan orang tuamu. Pengharapan orang tua tidak boleh menjadi beban bagimu saat engkau menempuh jalan yang benar. Engkau sedang menempuh jalan yang benar, engkau telah mengambil pilihan yang tepat dalam hidup ini; jika orang tuamu tidak mendukungmu, jika mereka selalu memarahimu karena menganggapmu anak yang tidak peduli dan tidak tahu berterima kasih, maka engkau terlebih lagi harus mengetahui diri mereka yang sebenarnya, dan melepaskan mereka secara emosional, serta tidak dikekang oleh mereka. Jika mereka tidak mendukung, memberi semangat, atau menghiburmu, engkau akan baik-baik saja. Engkau tidak akan diuntungkan atau dirugikan, baik engkau mendapatkan hal-hal ini dari mereka ataupun tidak. Hal yang terpenting adalah pengharapan Tuhan terhadapmu. Tuhan sedang mendorongmu, membekalimu, dan membimbingmu. Engkau tidak sendirian. Tanpa pengharapan orang tuamu, engkau tetap dapat melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan, dan berdasarkan hal ini, engkau akan tetap merupakan orang yang baik. Melepaskan pengharapan orang tuamu bukan berarti engkau tidak lagi memiliki etika atau moral, dan tentu saja bukan berarti engkau telah mengabaikan kemanusiaan, atau moralitas dan keadilanmu. Alasan engkau tidak memenuhi pengharapan orang tuamu adalah karena engkau memilih hal-hal yang positif, dan engkau memilih untuk melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan. Tidak ada yang salah dengan melakukan hal ini, ini adalah jalan yang paling benar. Engkau harus bertahan dan tetap teguh dalam kepercayaanmu. Mungkin saja engkau tidak akan mendapatkan dukungan dari orang tuamu, apalagi restu mereka, karena engkau percaya kepada Tuhan dan sedang melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan, tetapi ini tidak masalah. Ini tidak penting, engkau tidak kehilangan apa pun. Hal yang terpenting adalah saat engkau memilih untuk menempuh jalan percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan, Tuhan mulai memiliki pengharapan dan harapan yang besar terhadapmu. Sementara hidup di dunia ini, jika orang hidup terlepas dari teman dan kerabat, mereka tetap dapat hidup dengan baik. Tentu saja, mereka juga dapat hidup dengan normal setelah terlepas dari orang tua mereka. Hanya jika mereka terlepas dari bimbingan dan berkat Tuhan, barulah mereka akan terjerumus ke dalam kegelapan. Dibandingkan dengan pengharapan Tuhan terhadap manusia dan bimbingan-Nya, pengharapan orang tua benar-benar tidak penting dan tidak ada artinya. Menjadi orang seperti apa pun orang tuamu mengharapkanmu, atau kehidupan seperti apa pun yang orang tua harapkan untuk kaujalani secara emosional, semua itu tidak menuntunmu ke jalan yang benar, atau ke jalan keselamatan. Oleh karena itu, engkau harus membalikkan sudut pandangmu, dan melepaskan pengharapan orang tuamu dari lubuk hatimu, dan secara emosional. Engkau tidak boleh terus memikul beban semacam ini, atau sama sekali tidak boleh merasa bersalah terhadap orang tuamu karena engkau telah memilih untuk melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan. Engkau tidak melakukan apa pun yang mengecewakan siapa pun. Engkau memilih untuk mengikuti Tuhan dan menerima keselamatan-Nya. Ini bukan berarti engkau mengecewakan orang tuamu, sebaliknya, orang tuamu seharusnya merasa bangga dan terhormat karena engkau telah memilih untuk melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan, dan menerima keselamatan dari Sang Pencipta. Jika mereka tidak dapat merasa seperti ini, mereka bukan orang yang baik. Mereka tidak layak untuk kauhormati, mereka bahkan lebih tidak layak untuk menerima baktimu, dan tentu saja mereka lebih tidak layak untuk kaupedulikan. Bukankah benar demikian? (Ya.)
Di dunia ini, orang seperti apa yang paling layak untuk dihormati? Bukankah mereka yang menempuh jalan yang benar? Apa yang dimaksud dengan "jalan yang benar" di sini? Bukankah itu berarti mengejar kebenaran dan menerima keselamatan dari Tuhan? Bukankah orang-orang yang menempuh jalan yang benar adalah mereka yang mengikuti dan tunduk kepada Tuhan? (Ya.) Jika engkau adalah orang seperti ini, atau engkau berusaha keras untuk menjadi orang seperti ini, dan orang tuamu tidak memahamimu, bahkan selalu mengutukmu. Jika, saat engkau merasa lemah, depresi, dan tidak tahu harus berbuat apa, mereka bukan saja tidak mendukung, menghibur, atau memberimu semangat, mereka malah sering kali menuntutmu untuk pulang agar engkau berbakti kepada mereka, menghasilkan banyak uang dan merawat mereka, tidak mengecewakan mereka, memungkinkan mereka untuk turut menikmati keberhasilanmu, dan menjalani kehidupan yang baik bersamamu. Bukankah orang tua seperti ini seharusnya kauabaikan? (Ya.) Apakah orang tua seperti ini layak kauhormati? Apakah mereka layak menerima baktimu? Apakah mereka layak menerima pemenuhan tanggung jawabmu terhadap mereka? (Tidak.) Mengapa tidak? Karena mereka muak akan hal-hal positif, bukankah ini kenyataannya? (Ya.) Karena mereka membenci Tuhan, bukankah ini kenyataannya? (Ya.) Karena mereka memandang rendah dirimu yang menempuh jalan yang benar, bukankah ini kenyataannya? (Ya.) Mereka memandang rendah orang yang melakukan hal yang benar; mereka mencemooh dan memandang rendah dirimu karena engkau mengikuti Tuhan dan melaksanakan tugasmu. Orang tua macam apa mereka? Bukankah mereka orang tua yang hina dan keji? Bukankah mereka orang tua yang egois? Bukankah mereka orang tua yang jahat? (Ya.) Engkau telah dimasukkan dalam daftar orang yang dicari dan diburu oleh si naga merah yang sangat besar karena kepercayaanmu kepada Tuhan, engkau telah melarikan diri, tidak bisa pulang ke rumah, dan bahkan ada orang-orang yang harus pergi ke luar negeri. Semua kerabat, kawan, dan teman sekelasmu menganggapmu telah menjadi buronan, dan karena kabar bohong dan gosip eksternal ini, orang tuamu menganggapmu telah membuat mereka menderita secara tidak adil, dan mempermalukan mereka. Mereka bukan saja tidak memahami, mendukung, atau berempati terhadapmu, mereka bukan saja tidak mencela orang-orang yang menyebarkan kabar bohong tersebut, dan mencela mereka yang memandang rendah dan mendiskriminasi dirimu, orang tuamu juga membencimu, mengatakan hal yang sama tentang dirimu seperti yang dikatakan orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan, dan mereka yang berkuasa tersebut. Bagaimana menurutmu orang tua yang seperti ini? Apakah mereka orang yang baik? (Tidak.) Lalu, apakah engkau semua akan tetap merasa berutang kepada mereka? (Tidak.) Jika engkau sesekali menelepon keluargamu, mereka akan menganggapnya seperti menerima telepon dari buronan. Mereka akan merasa engkau sangat memalukan, dan menganggapmu bahkan tidak berani pulang, bagaikan tikus yang diburu. Mereka akan merasa betapa memalukannya memilikimu sebagai anak. Apakah orang tua seperti ini layak dihormati? (Tidak.) Mereka tidak layak dihormati. Jadi, apa natur dari pengharapan mereka terhadapmu? Apakah layak bagimu untuk terus memikirkan pengharapan tersebut? (Tidak.) Apa tujuan utama pengharapan mereka terhadapmu? Apakah mereka benar-benar ingin agar engkau menempuh jalan yang benar dan pada akhirnya memperoleh keselamatan? Mereka berharap engkau akan mengikuti tren masyarakat dan menonjol di dunia, membawa kehormatan bagi mereka, memungkinkan mereka untuk menghadapi dunia dengan bermartabat, serta menjadi kebanggaan dan sukacita mereka. Apa lagi? Mereka ingin turut menikmati keberhasilanmu, makan dan minum enak, mengenakan barang bermerek dan bergelimang emas dan perak. Mereka ingin naik kapal pesiar dan bepergian ke setiap negara di dunia. Jika engkau menonjol di dunia, memiliki ketenaran dan uang di dunia ini, serta memungkinkan mereka untuk turut menikmati keberhasilanmu, mereka akan menyebut namamu di mana pun mereka berada, dengan berkata: "Putraku adalah si ini, putriku adalah si itu." Apakah mereka menyebut namamu saat ini? (Tidak.) Engkau sedang menempuh jalan yang benar, tetapi mereka tidak menyebut namamu. Mereka menganggapmu tidak punya uang dan melarat, hal yang memalukan, dan menyebutmu sama saja dengan mempermalukan diri mereka sendiri, sehingga mereka tidak menyebut namamu. Oleh karena itu, apa tujuan dari pengharapan orang tuamu? Tujuannya agar mereka dapat turut menikmati keberhasilanmu, tujuannya bukanlah semata-mata untuk kebaikanmu sendiri. Mereka hanya akan bahagia jika mereka dapat turut menikmati keberhasilanmu. Karena engkau telah kembali ke hadapan Sang Pencipta, serta menerima Tuhan, keselamatan-Nya, dan firman-Nya, karena engkau melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan dan mulai menempuh jalan yang benar dalam hidup ini, mereka tidak memperoleh keuntungan atau manfaat darimu, dan merasa rugi telah membesarkanmu. Seolah-olah mereka sedang berbisnis, dan merugi dalam bisnis tersebut. Akibatnya, mereka dipenuhi penyesalan. Ada orang tua yang sering berkata: "Membesarkanmu lebih buruk daripada memelihara anjing. Ketika orang memelihara anjing, anjing itu sangat ramah dan tahu mengibaskan ekornya saat melihat tuannya. Apa yang bisa kami harapkan dengan membesarkanmu? Kau menghabiskan sepanjang hari untuk percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugasmu, kau tidak berbisnis, kau tidak bekerja, kau bahkan tidak menginginkan penghidupan yang mapan, dan pada akhirnya semua tetangga kita mulai menertawakan kita. Apa yang bisa kudapatkan darimu? Aku belum memperoleh satu hal baik pun darimu, sama sekali belum menikmati keberhasilan apa pun." Seandainya engkau mengikuti tren jahat dunia sekuler, dan berusaha untuk berhasil di sana, orang tuamu mungkin akan mendukungmu, memberimu semangat, dan menghiburmu jika engkau menderita, jatuh sakit, atau merasa sedih. Namun, mereka tidak merasa senang atau bahagia akan fakta bahwa engkau percaya kepada Tuhan dan berkesempatan untuk diselamatkan. Sebaliknya, mereka membenci dan mengutukmu. Berdasarkan esensi mereka, orang tua ini adalah musuhmu dan musuh bebuyutanmu, mereka bukan jenis orang yang sama denganmu, dan mereka tidak menempuh jalan yang sama denganmu. Meskipun di luarnya, engkau dan orang tuamu terlihat seperti keluarga, berdasarkan esensi, pengejaran, preferensi, jalan yang ditempuh, dan berbagai sikapmu dan sikap orang tuamu dalam memperlakukan hal-hal positif, Tuhan, dan kebenaran, mereka bukan jenis orang yang sama dengan dirimu. Oleh karena itu, sebanyak apa pun engkau berkata, "Ada harapan bagiku untuk diselamatkan, aku telah mulai menempuh jalan yang benar dalam hidup ini," mereka tidak akan tergerak, dan mereka tidak akan merasa bahagia untukmu, atau bersukacita karenamu. Sebaliknya, mereka akan merasa malu. Secara emosional, orang tua ini adalah keluargamu, tetapi berdasarkan esensi naturmu dan orang tuamu, mereka bukanlah keluargamu, melainkan musuhmu. Coba pikirkan, jika anak-anak membawa pulang hadiah dan uang, dan memungkinkan orang tua mereka untuk makan dan tinggal di tempat yang indah, orang tua mereka akan sangat senang, begitu senangnya sampai mereka tidak tahu harus berkata apa. Di dalam hatinya, mereka akan terus berkata, "Putraku sangat hebat, atau putriku sangat hebat. Tidak sia-sia aku membesarkan dan menyayangi mereka. Mereka bijaksana, mereka tahu bagaimana berbakti kepada kami, dan kami memiliki tempat di hati mereka. Mereka adalah anak-anak yang baik." Seandainya engkau pulang tanpa membawa apa pun, tanpa membeli apa pun, karena engkau percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugasmu. Misalkan engkau mempersekutukan kebenaran kepada orang tuamu, membahas tentang firman Tuhan, dan mengatakan bahwa engkau telah mulai menempuh jalan mengejar kebenaran, orang tuamu akan langsung berpikir: "Apa yang kaubicarakan ini? Aku tidak memahamimu. Aku telah membesarkanmu selama bertahun-tahun, dan kau sama sekali belum memenuhi pengharapanku. Kau akhirnya pulang mengunjungi kami, kau setidaknya bisa membelikan kami sepasang kaus kaki atau sedikit buah-buahan. Kau tidak membawa apa pun, hanya pulang dengan tangan kosong." Orang tuamu tidak akan berkata: "Mendengarmu mengatakan hal-hal ini, aku bisa melihat bahwa kau telah banyak berubah. Sebelumnya, kau masih muda dan congkak, tetapi sekarang kau benar-benar telah berubah. Aku bisa melihat bahwa semua hal yang kaukatakan ini adalah hal yang baik. Kau telah mengalami kemajuan. Prospekmu menjanjikan dan ada harapan bagimu. Kau mampu menempuh jalan yang benar, mengikuti Tuhan dan memperoleh keselamatan. Kau adalah anak yang baik. Kau telah menderita di luar sana, aku harus membuatkanmu sesuatu yang lezat untuk kaumakan. Kami memelihara beberapa ekor ayam dan biasanya kami tidak ingin memotongnya, kami hanya menunggu untuk memakan telur-telurnya. Namun sekarang kau sudah pulang, aku akan memotong seekor ayam dan memasak sup ayam untukmu. Kau benar telah memilih jalan ini, kau akan dapat memperoleh keselamatan. Aku sangat bahagia untukmu! Aku sangat merindukanmu selama beberapa tahun terakhir ini. Meskipun kita tidak saling menghubungi, sekarang kau sudah pulang untuk mengunjungiku, dan aku merasa tenang. Kau sudah besar. Kau sudah lebih dewasa dan bijaksana dibandingkan sebelumnya. Hal yang kaukatakan dan lakukan semuanya adalah hal yang baik." Dengan melihat anak mereka menempuh jalan yang benar, dan memiliki pemikiran dan pandangan yang benar, orang tua juga dapat memperoleh manfaat dan memperluas pengetahuan mereka. Karena anak mereka mampu melaksanakan tugas dan mengejar kebenaran, para orang tua ini seharusnya mendukung mereka. Jika di masa depan, anak mereka memperoleh keselamatan dan masuk ke dalam Kerajaan, dan tidak lagi dirugikan oleh watak rusak Iblis dalam diri mereka, itu tentunya adalah hal yang luar biasa. Meskipun para orang tua ini sudah tua, lambat dalam memahami kebenaran, dan tidak terlalu memahami hal-hal ini, mereka merasa: "Anakku mampu menempuh jalan yang benar, itu luar biasa. Dia adalah anak yang baik. Jabatan di pemerintahan setinggi apa pun dan kekayaan sebanyak apa pun tidaklah sebaik atau seberharga hal ini!" Katakan kepada-Ku, apakah orang tua seperti ini orang tua yang baik? (Ya.) Apakah mereka layak dihormati? (Ya.) Mereka layak untuk kauhormati. Lalu, bagaimana caramu menunjukkan rasa hormatmu kepada mereka? Engkau harus mendoakan mereka di dalam hatimu. Jika mereka percaya kepada Tuhan, engkau harus memohon agar Tuhan membimbing dan memelihara mereka, sehingga mereka mampu tetap teguh dalam kesaksian mereka selama ujian dan pencobaan. Jika mereka tidak percaya kepada Tuhan, engkau tetap harus menghormati keputusan mereka, dan berharap agar kehidupan mereka akan stabil, agar mereka tidak akan melakukan hal yang buruk, dan agar mereka akan makin sedikit berbuat jahat, sehingga hukuman mereka setidaknya akan berkurang setelah kematian mereka; selain itu, engkau harus berusaha semaksimal mungkin untuk mempersekutukan beberapa hal, pemikiran, dan pandangan yang positif kepada mereka. Inilah yang disebut menghormati, dan ini juga dapat disebut sebagai cara berbakti terbaik dan cara terbaik memenuhi tanggung jawabmu. Dapatkah engkau mencapai hal ini? (Ya.) Secara rohani dan psikologis, berilah mereka dorongan semangat dan dukungan. Secara jasmani, sementara engkau menemani mereka di rumah, berusahalah semaksimal mungkin untuk membantu mereka menyelesaikan beberapa pekerjaan, dan sampaikan persekutuanmu tentang beberapa hal yang kaupahami dan yang mampu orang tuamu pahami. Bantulah mereka untuk tenang, tidak terlalu melelahkan diri mereka sendiri, tidak terlalu meributkan masalah keuangan dan segala macam urusan lainnya, dan membiarkan segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya. Inilah yang disebut menghormati. Perlakukan orang tuamu sebagai orang yang baik dan sopan, penuhi sedikit tanggung jawabmu, tunjukkan sedikit baktimu kepada mereka, dan lakukan beberapa kewajibanmu kepada mereka. Inilah yang disebut menghormati. Hanya orang tua yang memahami dan mendukung kepercayaanmu kepada Tuhan seperti inilah yang layak dihormati. Selain mereka, tidak ada orang tua yang layak dihormati. Selain menyuruhmu untuk menghasilkan uang, mereka juga ingin engkau menonjol di dunia ini, menjadi terkenal, serta melakukan ini dan itu. Orang tua seperti ini tidak melakukan tugas mereka yang seharusnya, dan mereka tidak layak dihormati.
Sekarang engkau semua mengerti tentang melepaskan pengharapan orang tua, dan engkau telah mampu melepaskan pengharapan orang tuamu. Hal lain apa yang tidak mampu kaulepaskan? Dalam hal kehidupan orang tuamu atau dalam hal orang tuamu sendiri, hal apa yang paling kaupedulikan? Dengan kata lain, hal apa yang terberat bagimu untuk kautinggalkan atau lepaskan secara emosional? "Orang tuamu bukanlah krediturmu; orang tuamu bukanlah penguasa atas hidupmu atau nasibmu". Bukankah pada dasarnya kita telah selesai mempersekutukan topik ini? Apakah engkau memahaminya? (Ya.) Orang tuamu bukanlah krediturmu—artinya, engkau tidak boleh selalu merenungkan bagaimana engkau harus membalas budi kepada mereka hanya karena mereka telah menghabiskan waktu begitu lama untuk membesarkanmu. Jika engkau tidak mampu membalas budi kepada mereka, jika engkau tidak memiliki kesempatan atau keadaan yang tepat untuk membalas budi, engkau akan selalu merasa sedih dan bersalah, sampai-sampai engkau bahkan akan merasa sedih setiap kali melihat seseorang sedang bersama orang tuanya, merawat, atau melakukan beberapa hal saat berbakti kepada orang tuanya. Tuhan menetapkan orang tuamu untuk membesarkanmu, memungkinkanmu untuk bertumbuh menjadi dewasa, bukan agar engkau menghabiskan hidupmu untuk membalas mereka. Engkau memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang harus kaupenuhi dalam hidup ini, jalan yang harus kautempuh, dan engkau memiliki kehidupanmu sendiri. Dalam hidup ini, engkau tidak perlu mengerahkan segenap tenagamu untuk membalas kebaikan orang tuamu. Ini hanyalah sesuatu yang menemanimu dalam hidupmu dan berada di jalan hidupmu. Dalam hal kemanusiaan dan hubungan emosional, ini adalah sesuatu yang tak dapat kauhindari. Namun, mengenai hubungan seperti apa yang ditakdirkan ada di antaramu dan orang tuamu, apakah engkau akan dapat hidup bersama mereka seumur hidupmu, atau apakah engkau akan hidup terpisah dari mereka, dan tidak ditakdirkan untuk tetap berhubungan dengan mereka, ini tergantung pada pengaturan dan penataan Tuhan. Jika Tuhan telah mengatur dan menata bahwa engkau akan tinggal di tempat yang berbeda dengan orang tuamu selama kehidupan ini, bahwa engkau akan tinggal sangat jauh dari mereka, dan tidak dapat sering hidup bersama, maka bagimu, memenuhi tanggung jawabmu kepada mereka hanya merupakan semacam cita-cita. Jika Tuhan telah mengatur agar engkau tinggal sangat dekat dengan orang tuamu dalam kehidupan ini, dan engkau dapat berada di sisi mereka, maka memenuhi sedikit tanggung jawabmu kepada orang tuamu, dan sedikit berbakti kepada mereka adalah hal yang harus kaulakukan dalam hidup ini. Tidak ada yang perlu dikritik mengenai hal ini. Namun, jika engkau dan orang tuamu tinggal di tempat yang berbeda, dan tidak ada kesempatan bagimu atau keadaanmu tidak memungkinkan untuk berbakti kepada mereka, engkau tidak perlu menganggapnya sebagai hal yang memalukan. Engkau tidak perlu merasa malu untuk menghadapi orang tuamu karena engkau tidak dapat berbakti kepada mereka, itu hanyalah karena keadaanmu tidak memungkinkanmu untuk melakukannya. Sebagai anak, engkau harus mengerti bahwa orang tuamu bukanlah krediturmu. Ada banyak hal yang harus kaulakukan dalam hidup ini. Semuanya adalah hal-hal yang harus dilakukan oleh makhluk ciptaan yang telah dipercayakan kepadamu oleh Tuhan Sang Pencipta dan tidak ada kaitannya dengan membalas kebaikan orang tuamu. Menunjukkan bakti kepada orang tuamu, membalas budi dan kebaikan mereka. Semua ini tidak ada kaitannya dengan misi hidupmu. Dapat juga dikatakan bahwa tidaklah wajib bagimu untuk menunjukkan baktimu kepada orang tuamu, membalas budi, atau memenuhi tanggung jawabmu kepada mereka. Sederhananya, engkau dapat melakukannya dan memenuhi sedikit tanggung jawabmu jika keadaanmu memungkinkan; apabila tidak memungkinkan, engkau tidak perlu memaksakan diri untuk melakukannya. Ketika engkau tidak mampu memenuhi tanggung jawab berbakti kepada orang tuamu, itu bukan sesuatu yang mengerikan, ini hanya akan sedikit bertentangan dengan hati nuranimu, moralitas manusia, dan gagasan manusia. Namun setidaknya, hal ini tidak bertentangan dengan kebenaran, dan Tuhan tidak akan menghukummu karenanya. Setelah engkau memahami kebenaran, hati nuranimu tidak akan menuduhmu dalam hal ini. Bukankah sekarang hatimu merasa tenang setelah engkau memahami aspek kebenaran ini? (Ya.) Ada orang-orang yang berkata: "Meskipun Tuhan tidak menghukumku, hati nuraniku tetap tak mampu mengatasi perasaanku dan aku merasa tidak tenang." Jika ini yang kau alami, berarti tingkat pertumbuhanmu terlalu rendah, dan engkau belum memahami atau mengetahui yang sebenarnya mengenai esensi masalah ini. Engkau tidak memahami takdir manusia, engkau tidak memahami kedaulatan Tuhan, dan engkau tidak bersedia menerima kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Engkau selalu memiliki kehendak manusia dan perasaanmu sendiri. Inilah yang mendorong dan mendominasi dirimu dan telah menjadi hidupmu. Jika engkau memilih kehendak manusia dan perasaanmu, berarti engkau belum memilih kebenaran, dan engkau tidak sedang menerapkan atau tunduk pada kebenaran. Jika engkau memilih kehendak manusia dan perasaanmu, berarti engkau sedang mengkhianati kebenaran. Keadaan dan lingkunganmu jelas tidak mengizinkanmu untuk menunjukkan baktimu kepada orang tua, tetapi engkau selalu berpikir: "Aku berutang budi kepada orang tuaku. Aku belum menunjukkan baktiku. Mereka sudah bertahun-tahun tidak bertemu denganku. Sia-sia mereka membesarkanku." Di lubuk hatimu, engkau tidak pernah mampu melepaskan hal ini, yang membuktikan bahwa engkau tidak menerima kebenaran. Secara doktrin, engkau mengakui bahwa firman Tuhan itu benar, tetapi tidak menerimanya sebagai kebenaran, atau menganggapnya prinsip bagi tindakanmu. Jadi, setidaknya, ketika menyangkut caramu memperlakukan orang tuamu, engkau bukanlah orang yang mengejar kebenaran. Sebab, dalam hal ini, engkau tidak bertindak berdasarkan kebenaran, engkau tidak menerapkan firman Tuhan. Sebaliknya, engkau hanya memuaskan kebutuhan emosionalmu dan hati nuranimu, ingin menunjukkan baktimu kepada orang tua dan membalas kebaikan mereka. Meskipun Tuhan tidak menghukummu karena mengambil pilihan ini, dan itu adalah pilihanmu, pada akhirnya orang yang akan dirugikan, khususnya dalam hal hidup, adalah dirimu. Engkau selalu diikat oleh masalah ini, selalu merasa terlalu malu untuk menghadapi orang tuamu, merasa bahwa engkau belum membalas kebaikan mereka. Suatu hari, jika Tuhan menganggap bahwa keinginanmu untuk membalas kebaikan orang tuamu terlalu besar, Dia akan langsung mengatur lingkungan tertentu untukmu, dan engkau kemudian bisa langsung pulang. Bukankah engkau menganggap orang tuamu lebih tinggi daripada segalanya, lebih tinggi daripada kebenaran? Agar dapat berbakti kepada mereka dan memenuhi kebutuhan hati nurani dan perasaanmu, engkau lebih memilih untuk tidak lagi memiliki Tuhan, meninggalkan kebenaran, dan melepaskan kesempatanmu untuk memperoleh keselamatan. Silakan saja melakukannya, itu adalah pilihanmu. Tuhan tidak akan mengutukmu karenanya. Tuhan akan mengatur lingkungan tertentu untukmu, Dia akan mencoretmu dari daftar-Nya, dan Dia akan menganggapmu sudah tidak ada harapan. Jika engkau memilih untuk pulang agar dapat berbakti kepada orang tuamu, dan tidak melaksanakan tugasmu, berarti engkau sedang melarikan diri dan menjauh dari tugas yang telah Tuhan percayakan kepadamu, engkau sedang meninggalkan amanat dan pengharapan Tuhan terhadapmu, engkau sedang melepaskan tugas yang Tuhan berikan kepadamu, dan melepaskan kesempatanmu untuk melaksanakan tugas. Jika engkau pulang untuk berkumpul kembali dengan orang tuamu, untuk memuaskan kebutuhan hati nuranimu, dan memenuhi pengharapan orang tuamu, silakan saja, engkau bisa memilih untuk pulang. Jika engkau benar-benar tidak mampu melepaskan orang tuamu, engkau dapat berinisiatif untuk menyampaikan maksudmu dan berkata: "Aku sangat merindukan orang tuaku. Hati nuraniku merasa tertuduh setiap hari, aku tak mampu memuaskan perasaanku, dan hatiku sakit. Aku merindukan orang tuaku, dan selalu memikirkan mereka. Jika aku tidak pulang untuk berbakti kepada orang tuaku dalam kehidupan ini, aku khawatir tidak akan ada lagi kesempatan untuk berbakti, aku khawatir akan menyesalinya." Jadi silakan saja engkau pulang. Jika orang tuamu adalah Surga dan Bumi bagimu, jika mereka lebih besar bagimu daripada nyawamu sendiri, jika mereka adalah segalanya bagimu, maka engkau dapat memilih untuk tidak melepaskan mereka. Tak seorang pun akan memaksamu. Silakan saja memilih untuk pulang dan berbakti serta menemani mereka, memungkinkan mereka untuk menjalani kehidupan yang baik, dan membalas kebaikan mereka. Namun, engkau perlu memikirkannya matang-matang. Jika engkau mengambil pilihan ini pada hari ini, dan pada akhirnya engkau kehilangan kesempatanmu untuk memperoleh keselamatan, maka hanya engkau sendirilah yang harus menanggung akibatnya. Tak seorang pun dapat menanggung akibat ini bagimu, engkau harus menanggungnya sendiri. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Jika engkau lebih memilih untuk melepaskan kesempatanmu untuk melaksanakan tugas dan memperoleh keselamatan, hanya agar orang tuamu dapat menjadi krediturmu, dan agar engkau dapat membayar utangmu kepada mereka, ini adalah pilihanmu. Tak seorang pun memaksamu. Misalkan seseorang di gereja mengajukan permohonan dengan berkata: "Terlalu berat bagiku tinggal jauh dari rumah. Aku sangat merindukan orang tuaku. Aku tidak sanggup melepaskan mereka di dalam hatiku. Aku sering memimpikan mereka. Di pikiran dan hatiku, satu-satunya yang dapat kupikirkan adalah bayangan mereka, dan aku makin merasa bersalah atas semua yang telah mereka lakukan untukku. Kini setelah mereka makin menua, aku makin merasakan betapa sulitnya bagi orang tuaku untuk membesarkan anak, dan aku merasa harus membalas budi, memberi mereka sedikit kebahagiaan dan menghibur mereka dengan kehadiranku selama sisa hidup mereka. Aku lebih memilih melepaskan kesempatanku untuk diselamatkan agar aku bisa pulang untuk berbakti kepada mereka." Dalam hal ini, dia dapat mengajukan permohonan, dengan berkata: "Aku ingin melapor! Aku ingin pulang untuk berbakti kepada orang tuaku, aku tidak ingin melaksanakan tugasku." Gereja kemudian harus menyetujuinya, dan tak seorang pun perlu membujuknya atau bersekutu dengannya. Berkata-kata lebih banyak kepadanya adalah hal yang bodoh. Jika orang tidak mengerti apa pun, engkau dapat berbicara lebih banyak kepada orang itu, dan mempersekutukan kebenaran sampai hal itu jelas baginya. Jika engkau belum mempersekutukannya dengan jelas, dan akibatnya dia mengambil pilihan yang salah, engkau bertanggung jawab atas hal ini. Namun, jika dia telah memahami semuanya dalam hal doktrin, maka tak seorang pun perlu membujuknya. Itu seperti seseorang yang berkata: "Aku sudah mengerti semuanya, kau tidak perlu memberitahuku apa pun." Dia memang sudah mengerti, jadi engkau tidak perlu membuang-buang waktumu untuknya, tidak perlu repot-repot membujuknya. Engkau harus mengizinkan orang seperti ini untuk segera pulang. Pertama, jangan menghentikannya; kedua, dukung dia; ketiga, beri dia penghiburan dan dorongan semangat, dengan berkata: "Pulanglah dan berbaktilah dengan baik kepada orang tuamu. Jangan membuat mereka marah atau kesal. Jika kau ingin berbakti kepada mereka dan membalas budi, kau harus menjadi anak yang berbakti. Namun, jangan dipenuhi penyesalan jika kau tidak dapat memperoleh keselamatan pada akhirnya. Semoga perjalananmu menyenangkan, kuharap semuanya berjalan dengan baik!" Oke? (Ya.) Jika ada orang yang ingin pulang untuk berbakti kepada orang tua, silakan saja, mereka tidak perlu memendam keinginan tersebut. Melaksanakan tugas bersifat sukarela, dan tak seorang pun akan memaksamu untuk melakukannya. Engkau tidak akan dihukum karena tidak melaksanakan tugas. Jika engkau melaksanakan tugas, apakah itu berarti engkau pasti akan memperoleh keselamatan? Belum tentu. Yang menjadi pertanyaan hanyalah bagaimana sikapmu terhadap pelaksanaan tugasmu. Lalu, apakah engkau akan dibinasakan jika engkau tidak melaksanakan tugas? Tak seorang pun berkata seperti itu. Bagaimanapun juga, harapanmu untuk memperoleh keselamatan mungkin akan hilang. Ada orang-orang yang berkata: "Apakah berbakti kepada orang tua adalah hal yang baik atau buruk?" Aku tidak tahu. Jika engkau ingin berbakti kepada orang tuamu, silakan saja melakukannya. Kami tidak akan menilai hal ini, melakukannya tidak ada artinya. Ini adalah masalah kemanusiaan dan perasaan. Ini adalah soal tentang memilih cara untuk kelangsungan hidupmu. Ini tidak ada kaitannya dengan kebenaran. Siapa pun yang ingin pulang dan berbakti kepada orang tuanya, dapat memilih untuk melakukannya dengan bebas. Rumah Tuhan tidak akan memaksanya untuk tetap tinggal, dan rumah Tuhan tidak akan ikut campur. Para pemimpin gereja dan orang-orang di sekitarnya tidak perlu menghentikannya jika dia ingin pulang. Mereka tidak perlu membujuk orang seperti ini, ataupun mempersekutukan kebenaran kepadanya. Jika engkau ingin pulang, silakan saja. Semua orang akan mengucapkan selamat jalan, makan pangsit bersamamu, dan mengharapkan perjalananmu aman.
Pengharapan terbesar orang tua terhadap anak-anak mereka, di satu sisi, berharap agar anak-anak mereka menjalani kehidupan yang baik, dan di sisi lain, berharap agar anak-anak mereka akan berada di sisi mereka dan menjaga mereka ketika mereka sudah tua. Sebagai contoh, jika orang tua jatuh sakit atau menghadapi beberapa kesulitan dalam hidup mereka, mereka berharap anak-anak mereka akan mampu membantu untuk menghilangkan kekhawatiran dan kesulitan mereka, serta turut menanggung beban tersebut. Mereka berharap anak-anak mereka akan berada di sisi mereka ketika mereka meninggalkan dunia ini, sehingga mereka dapat bertemu kembali dengan anak-anak mereka untuk terakhir kalinya. Biasanya, inilah dua pengharapan terbesar orang tua terhadap anak-anak mereka, dan sangat sulit untuk melepaskan pengharapan tersebut. Jika orang tua seseorang jatuh sakit atau menghadapi kesulitan, dan orang itu tidak mendengar kabar mengenai hal ini, mungkin saja hal ini akan teratasi tanpa campur tangannya. Namun, jika dia mengetahui hal ini, biasanya dia akan merasa sangat sulit untuk mengatasinya, terutama jika penyakit orang tuanya menjadi serius dan sangat parah. Pada masa-masa seperti itu, lebih sulit lagi bagi orang itu untuk melepaskan. Jika, di lubuk hatimu, engkau merasa orang tuamu masih berada dalam keadaan fisik, kehidupan, atau pekerjaan yang sama seperti 10 atau 20 tahun yang lalu, merasa bahwa mereka mampu merawat diri mereka sendiri, dan hidup seperti biasa, merasa bahwa mereka masih sehat, muda dan kuat, dan jika kesanmu tentang mereka adalah bahwa mereka tidak membutuhkanmu, engkau tidak akan terlalu mengkhawatirkan mereka di lubuk hatimu. Sebaliknya, jika engkau mengetahui bahwa orang tuamu telah memasuki usia lanjut, bahwa tubuh mereka telah menjadi lemah, dan bahwa mereka membutuhkan orang untuk merawat dan mendampingi mereka, jika engkau berada di tempat lain, engkau mungkin akan merasa sedih, dan terpengaruh oleh hal ini. Bahkan ada orang-orang yang meninggalkan tugas mereka dan ingin pulang untuk mengunjungi orang tua mereka. Ada orang yang karena keadaan emosinya bahkan mengambil pilihan yang tidak masuk akal, dengan berkata: "Jika aku bisa, akan kuberikan 10 tahun hidupku untuk orang tuaku." Ada juga orang yang berniat membelikan berbagai hal untuk orang tua mereka. Mereka membelikan segala macam produk kesehatan dan suplemen nutrisi untuk orang tua mereka, dan ketika mereka tahu orang tua mereka sedang sakit parah, mereka mau tak mau menjadi terperangkap dalam perasaan mereka, ingin secepatnya berada di sisi orang tua mereka. Ada orang yang berkata, "Aku bahkan rela menggantikan orang tuaku menderita penyakit ini," dengan tidak memikirkan tugas apa yang seharusnya dia laksanakan, dan mengabaikan amanat Tuhan. Oleh karena itu, dalam keadaan seperti ini, orang kemungkinan besar akan menjadi lemah dan terjerumus ke dalam pencobaan. Akankah engkau semua menangis jika mendengar kabar bahwa orang tuamu sedang sakit parah? Khususnya, ada orang yang menerima surat dari rumah yang mengatakan bahwa dokter telah memberi mereka pemberitahuan terakhirnya. Apa arti "pemberitahuan terakhir"? Ungkapan ini mudah ditafsirkan. Itu berarti orang tua orang itu akan meninggal dalam beberapa hari ini. Pada saat seperti itu, engkau akan berpikir: "Orang tuaku baru berusia 50-an. Ini tidak seharusnya terjadi. Penyakit apa yang dideritanya?" Dan ketika jawabannya adalah "kanker", engkau akan langsung berpikir: "Bagaimana orang tuaku bisa terkena kanker? Aku sudah pergi selama bertahun-tahun, orang tuaku selama ini merindukanku, dan kehidupan mereka sangat sulit, itukah sebabnya orang tuaku terkena penyakit ini?" Engkau kemudian akan langsung menyalahkan dirimu sendiri: "Kehidupan orang tuaku sangat sulit, dan aku selama ini tidak membantu mereka dengan turut memikul beban mereka. Mereka selama ini merindukan dan mengkhawatirkanku, dan aku tidak berada di sisi mereka. Aku telah mengecewakan mereka, dan aku telah membuat mereka menderita karena merindukanku sepanjang waktu. Orang tuaku telah menghabiskan begitu banyak waktu untuk membesarkanku, dan apa gunanya? Yang kulakukan hanyalah membuat mereka menderita!" Makin engkau memikirkannya, makin engkau yakin bahwa engkau telah mengecewakan mereka, dan bahwa engkau berutang kepada mereka. Kemudian engkau akan berpikir: "Tidak, itu tidak benar. Aku percaya kepada Tuhan, melaksanakan tugasku sebagai makhluk ciptaan, dan melaksanakan amanat Tuhan. Aku tidak mengecewakan siapa pun." Namun, engkau lalu berpikir: "Orang tuaku sudah sangat tua, dan tidak ada anak yang berada di sisi mereka untuk merawat mereka. Lalu, apa gunanya mereka membesarkanku?" Engkau akan berpikir bolak-balik seperti ini, tak mampu mengatasinya seperti apa pun caramu memikirkannya. Engkau bukan saja akan menangis, engkau juga akan sangat terjerumus ke dalam keterikatan perasaanmu terhadap orang tuamu. Apakah mudah melepaskannya dalam keadaan seperti ini? Engkau akan berkata: "Orang tuaku melahirkanku dan membesarkanku. Mereka tidak mengharapkanku untuk menjadi sangat kaya, dan mereka tidak pernah meminta sesuatu yang berlebihan dariku. Mereka hanya berharap aku akan berada di sisi mereka ketika mereka sakit dan membutuhkanku, mendampingi mereka dan mengurangi penderitaan mereka. Aku bahkan belum melakukan hal itu!" Engkau akan menangis sejak hari engkau mendengar kabar bahwa orang tuamu sedang sakit parah hingga hari kematian mereka. Akankah engkau semua merasa sedih jika mengalami keadaan seperti ini? Akankah engkau menangis? Akankah engkau meneteskan air mata? (Ya.) Pada saat seperti itu, akankah tekad dan aspirasimu goyah? Akankah engkau bertindak gegabah dan sembrono agar segera dapat berada di sisi orang tuamu? Akankah di lubuk hatimu engkau menganggap dirimu anak yang tidak peduli dan tidak tahu berterima kasih, serta merasa orang tuamu telah sia-sia membesarkanmu? Akankah engkau selalu merasa malu untuk menghadapi orang tuamu? Akankah engkau selalu mengingat kebaikan yang orang tuamu tunjukkan dengan membesarkanmu, dan betapa baiknya mereka terhadapmu? (Ya.) Akankah engkau melepaskan tugasmu? Akankah engkau berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan berita terkini tentang orang tuamu dari teman, atau dari saudara-saudari? Semua orang akan memiliki pewujudan seperti ini, bukan? Lalu, apakah masalah ini mudah untuk diatasi? Bagaimana seharusnya engkau memahami masalah seperti ini? Bagaimana seharusnya engkau memandang masalah penyakit atau kemalangan besar yang menimpa orang tuamu? Jika engkau mampu memahami yang sebenarnya tentang hal ini, engkau akan mampu melepaskannya. Jika engkau tidak mampu memahami yang sebenarnya, engkau tidak akan mampu melepaskannya. Engkau selalu menganggap semua yang orang tuamu alami dan hadapi ada kaitannya dengan dirimu, dan engkau seharusnya turut memikul beban tersebut; engkau selalu menyalahkan dirimu sendiri, selalu menganggap hal-hal ini ada hubungannya denganmu, selalu ingin terlibat. Apakah pemikiranmu ini benar? (Tidak.) Mengapa? Bagaimana seharusnya engkau memandang hal-hal ini? Perwujudan seperti apa yang normal? Perwujudan seperti apa yang tidak normal, tidak rasional, dan tidak sesuai dengan kebenaran? Kita akan membahas perwujudan yang normal terlebih dahulu. Semua orang dilahirkan oleh orang tua mereka; mereka berasal dari daging dan memiliki perasaan. Perasaan adalah bagian dari kemanusiaan, dan tak seorang pun dapat menghindarinya. Setiap orang punya perasaan, bahkan binatang kecil pun punya perasaan, apalagi manusia. Namun, ada orang yang perasaannya sedikit lebih kuat dan ada orang yang perasaannya sedikit lebih lemah. Namun seperti apa pun keadaannya, semua manusia memilikinya. Entah itu berasal dari perasaan, kemanusiaan, atau rasionalitas mereka, semua orang akan merasa sedih begitu mendengar orang tua mereka jatuh sakit, mengalami kemalangan besar, atau mengalami penderitaan. Setiap orang pasti akan merasa sedih. Sangatlah normal untuk merasa sedih, ini adalah naluri manusia, ini adalah sesuatu yang orang miliki dalam kemanusiaan dan perasaan mereka. Sangatlah normal untuk hal ini terwujud dalam diri manusia. Ketika orang tua mereka sakit parah atau mengalami kemalangan besar, sangatlah normal jika orang merasa sedih, menangis, merasa tertekan, memikirkan cara untuk menyelesaikan masalahnya, dan berbagi beban dengan orang tua mereka. Bagi orang-orang tertentu, hal ini bahkan akan memengaruhi tubuh mereka. Mereka tidak akan bisa makan, mereka akan merasa dada mereka sesak, dan mereka akan merasa sedih sepanjang hari. Semua ini adalah perwujudan emosi dan semua ini sangat normal. Orang seharusnya tidak mengkritikmu karena perwujudan yang normal ini; engkau tidak boleh berusaha menghindari perwujudan ini, dan engkau tentunya tidak boleh menerima jika orang lain mengkritikmu karena perwujudan ini. Jika engkau mengalami perwujudan ini, itu membuktikan bahwa perasaanmu terhadap orang tuamu nyata, dan engkau adalah orang yang memiliki kesadaran hati nurani, dan merupakan manusia biasa yang normal. Tak seorang pun boleh mengkritikmu karena memperlihatkan emosi seperti ini, atau karena memiliki kebutuhan emosional seperti ini. Semua perwujudan ini berada dalam lingkup rasionalitas dan hati nurani. Lalu, perwujudan seperti apa yang tidak normal? Perwujudan yang tidak normal adalah perwujudan yang di luar rasionalitas. Orang memperlihatkan perwujudan ini ketika mereka menjadi impulsif begitu hal-hal ini menimpa mereka, dan ingin langsung meninggalkan semuanya untuk kembali ke sisi orang tua mereka, yang dengan terburu-buru menyalahkan diri mereka sendiri, dan melepaskan cita-cita, aspirasi, dan tekad yang pernah mereka miliki, dan bahkan sumpah yang mereka ikrarkan di hadapan Tuhan. Perwujudan ini tidak normal, dan di luar rasionalitas, perwujudan ini sangat impulsif! Ketika orang memilih suatu jalan, orang tidak dapat memilih jalan yang benar dan tepat ketika berada dalam keadaan yang terburu nafsu. Pilihanmu untuk menempuh jalan melaksanakan tugas dan pilihanmu untuk melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan, ini bukan hal yang sederhana, dan ini adalah sesuatu yang tidak dapat digantikan oleh apa pun. Hal ini tentu saja bukan pilihan yang bisa diambil dengan sikap yang terburu nafsu. Terlebih lagi, ini adalah jalan yang benar. Engkau tidak boleh mengubah keputusanmu untuk menempuh jalan yang benar dalam hidup ini karena lingkungan, orang, peristiwa, dan hal-hal di sekitarmu. Inilah rasionalitas yang seharusnya kaumiliki. Baik itu orang tuamu maupun perubahan besar apa pun, hal itu tidak boleh memengaruhi hal yang terpenting, yaitu pelaksanaan tugasmu sebagai makhluk ciptaan. Itu adalah salah satu aspek dari hal ini. Aspek lainnya adalah, mengenai bagaimana orang tuamu terkena penyakit ini, kapan mereka mulai menderita penyakit ini, dan konsekuensi yang diakibatkan oleh penyakit itu, apakah hal-hal ini dapat ditentukan olehmu? Engkau mungkin berkata: "Mungkin ini terjadi karena aku bukanlah anak yang berbakti. Jika aku menghabiskan beberapa tahun ini untuk mencari uang dan bekerja dengan rajin, dan aku berkecukupan secara finansial, mereka dapat mengobati penyakit ini lebih awal, dan penyakitnya tidak akan menjadi separah ini. Ini karena aku bukan anak yang berbakti." Apakah pemikiran ini benar? (Tidak.) Seandainya orang punya uang, apakah itu berarti mereka pasti akan mampu membeli kesehatan yang baik dan terhindar dari jatuh sakit? (Tidak.) Apakah orang kaya di dunia ini tidak pernah sakit? Dari sejak orang merasa dirinya sakit, sampai dia jatuh sakit, dan akhirnya meninggal, semua itu telah ditentukan dari semula oleh Tuhan. Bagaimana mungkin manusia menentukan hal ini? Bagaimana mungkin ada atau tidak adanya uang menentukan hal ini? Bagaimana mungkin lingkungan orang menentukan hal ini? Semua ini ditentukan oleh kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Oleh karena itu, engkau tidak perlu secara berlebihan menganalisis atau menyelidiki masalah sakit parahnya orang tuamu atau masalah mereka mengalami kemalangan besar, dan engkau tentunya tidak perlu mengerahkan tenagamu untuk hal ini. Melakukannya tidak akan ada gunanya. Manusia dilahirkan, menua, jatuh sakit, meninggal dan mengalami berbagai masalah besar dan kecil dalam kehidupan ini adalah peristiwa yang sangat normal. Jika engkau adalah orang dewasa, engkau harus memiliki cara berpikir yang dewasa, dan engkau harus memperlakukan masalah ini dengan tenang dan tepat: "Orang tuaku sakit. Ada orang-orang yang mengatakan bahwa itu karena mereka sangat merindukanku, mungkinkah karena itu? Mereka pasti merindukanku. Bagaimana mungkin orang tidak merindukan anaknya sendiri? Aku juga merindukan mereka, lalu mengapa aku tidak sakit?" Apakah orang jatuh sakit karena merindukan anaknya? Tentu saja bukan karena itu. Lalu, bagaimana jika orang tuamu menghadapi masalah penting seperti ini? Bisa dikatakan bahwa Tuhan telah mengatur masalah semacam ini dalam hidup mereka. Semuanya sudah diatur oleh tangan Tuhan. Engkau tidak boleh berfokus pada alasan dan penyebab objektifnya, orang tuamu memang seharusnya menghadapinya di usianya yang sekarang, mereka memang seharusnya terkena penyakit ini. Mungkinkah mereka dapat menghindarinya jika engkau berada di sana? Jika Tuhan tidak mengatur mereka untuk sakit sebagai bagian dari nasib, tidak akan terjadi apa pun pada diri mereka, sekalipun engkau tidak berada bersama mereka. Jika mereka telah ditentukan untuk menghadapi kemalangan besar semacam ini dalam hidup mereka, akan berpengaruhkah keberadaanmu bersamanya? Mereka tetap tidak akan mampu menghindarinya, bukan? (Ya.) Pikirkan tentang orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan, bukankah keluarga mereka selalu berkumpul bersama, tahun demi tahun? Ketika orang tua mengalami kemalangan besar, semua anggota keluarga dan kerabat berkumpul, bukan? Ketika orang tua jatuh sakit, atau penyakitnya semakin parah, apakah karena anak-anaknya meninggalkan mereka? Bukan itu penyebabnya, melainkan karena hal ini memang sudah ditakdirkan untuk terjadi. Hanya saja, sebagai anak, karena engkau memiliki ikatan darah dengan orang tuamu, engkau akan merasa sedih ketika mendengar mereka sakit, sementara orang lain tidak akan merasakan apa pun. Itu sangat normal. Namun, orang tuamu mengalami kemalangan besar semacam ini bukan berarti engkau perlu menganalisis dan menyelidiki, atau merenungkan cara untuk menghilangkan atau mengatasinya. Orang tuamu adalah orang dewasa; mereka sudah terbiasa menghadapi hal semacam ini di tengah masyarakat. Jika Tuhan mengatur lingkungan tertentu untuk menyingkirkan masalah ini dari mereka, cepat atau lambat, masalah tersebut akan hilang sepenuhnya. Apabila masalah ini menjadi rintangan bagi hidupnya, dan mereka harus mengalaminya, terserah Tuhan berapa lama mereka harus mengalaminya. Ini adalah sesuatu yang harus dialami dan mereka tidak dapat menghindarinya. Jika engkau ingin dengan usahamu sendiri menyelesaikannya, menganalisis dan menyelidiki sumber masalah, sebab dan akibatnya, pemikiranmu itu bodoh. Itu tidak ada gunanya dan berlebihan. Engkau tidak boleh bertindak dengan cara seperti ini, menganalisis, menyelidiki, menghubungi teman-temanmu untuk meminta bantuan, menghubungi rumah sakit untuk orang tuamu, menghubungi dokter-dokter terbaik, mengatur ranjang rumah sakit terbaik untuk mereka, engkau tidak perlu memutar otak untuk melakukan semua itu. Jika engkau benar-benar memiliki tenaga yang berlebihan, engkau harus melaksanakan tugas yang seharusnya kaulakukan sekarang ini dengan baik. Orang tuamu memiliki nasib mereka masing-masing. Tak seorang pun mampu menolak pada usia berapa mereka harus mati. Orang tuamu bukanlah penguasa atas nasibmu, demikian pula, engkau bukan penguasa atas nasib orang tuamu. Jika sesuatu ditakdirkan untuk terjadi pada mereka, apa yang dapat kaulakukan? Akan berpengaruhkah jika engkau cemas atau berusaha mencari solusinya? Itu tidak akan berpengaruh; semuanya tergantung pada maksud Tuhan. Jika Tuhan ingin mengambil nyawa mereka, dan memungkinkanmu untuk melaksanakan tugasmu tanpa terganggu, bisakah engkau turut campur dalam hal ini? Dapatkah engkau merundingkan syarat dengan Tuhan? Apa yang harus kaulakukan pada saat ini? Memutar otakmu untuk mencari solusinya, menyelidiki, menganalisis, menyalahkan dirimu sendiri, dan merasa malu menghadapi orang tuamu. Apakah pemikiran dan tindakan seperti ini yang seharusnya orang lakukan? Semua ini adalah perwujudan tidak tunduknya orang kepada Tuhan dan kebenaran; mereka tidak rasional, tidak bijak, dan memberontak terhadap Tuhan. Orang tidak boleh memiliki perwujudan seperti ini. Apakah engkau mengerti? (Ya.)
Ada orang-orang yang berkata: "Aku tahu bahwa aku tidak seharusnya menganalisis atau menyelidiki tentang sakitnya orang tuaku atau kemalangan besar yang mereka alami, dan bahwa melakukannya tidak ada gunanya, dan aku seharusnya memperlakukan masalah ini berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, tetapi aku tidak dapat menahan diri untuk tidak menganalisis dan menyelidikinya." Jadi, mari kita selesaikan masalah menahan diri ini, sehingga engkau tidak perlu lagi menahan diri. Bagaimana caranya agar engkau dapat menahan diri? Dalam kehidupan ini, orang-orang yang tubuhnya sehat mulai mengalami gejala usia tua setelah mereka mencapai usia 50 atau 60 tahun. Otot dan tulang mereka memburuk, mereka tidak lagi bertenaga, tidak bisa tidur nyenyak atau makan banyak, dan tidak punya cukup tenaga untuk bekerja, membaca, atau melakukan jenis pekerjaan tertentu. Berbagai penyakit mulai bermunculan dalam tubuh mereka, seperti tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, penyakit kardiovaskular, penyakit serebrovaskular, dan sebagainya. Bagi mereka yang tubuhnya sedikit lebih sehat, meskipun mereka mengalami gejala usia tua, mereka mampu melakukan apa pun yang perlu mereka lakukan, dan gejala-gejala ini tidak memengaruhi mereka untuk hidup dan bekerja seperti biasanya. Ini sangat bagus. Sedangkan mereka yang tubuhnya kurang sehat, gejala-gejala ini benar-benar memengaruhi mereka untuk hidup dan bekerja seperti biasanya, dan terkadang mereka harus ke rumah sakit untuk memeriksakan diri ke dokter. Ada dari antara mereka yang sakit pilek atau pusing; ada yang terkena radang usus atau diare, dan perlu beristirahat di tempat tidur selama dua hari setiap kali mereka mengalami serangan diare. Ada orang-orang yang menderita darah tinggi, dan merasa sangat pusing sampai tidak mampu berjalan, mengendarai mobil, atau pergi jauh dari rumah mereka. Ada juga yang menderita inkontinensia urine, yang membuat mereka tidak nyaman untuk pergi keluar, sehingga mereka jarang keluar dan bepergian dengan kerabat dan teman-teman mereka. Ada juga yang selalu mengalami reaksi alergi saat makan. Ada orang-orang yang tidak bisa tidur nyenyak, dan tidak dapat tidur di tempat bising; begitu mereka pindah ke tempat lain, makin sulit bagi mereka untuk bisa tidur. Semua hal ini sangat memengaruhi kehidupan dan pekerjaan orang-orang ini. Bahkan ada orang yang tidak dapat bekerja lebih dari tiga atau empat jam berturut-turut. Dan bahkan ada kasus yang jauh lebih parah, di mana orang menderita penyakit mematikan pada usia 50 atau 60 tahun, misalnya menderita kanker, kencing manis, penyakit jantung rematik, demensia, atau penyakit Parkinson, dan sebagainya. Entah penyakit ini disebabkan oleh makanan yang mereka konsumsi, atau oleh lingkungan, udara, atau air yang tercemar, hukum bagi tubuh manusia adalah, setelah wanita mencapai usia 45 tahun dan setelah pria mencapai usia 50 tahun, kondisi tubuh mereka akan makin merosot. Setiap hari, mereka berkata bagian tubuh tertentu terasa tidak nyaman dan bagian itu terasa sakit, mereka pergi ke dokter untuk memeriksakannya, dan itu adalah kanker stadium akhir. Pada akhirnya, dokter berkata: "Pulanglah, ini tidak dapat diobati." Semua orang akan mengalami penyakit tubuh ini. Hari ini mereka, besok engkau semua dan kami. Berdasarkan usia dan urutan kehidupan, semua manusia akan dilahirkan, menua, jatuh sakit, dan meninggal—dari berusia muda mereka memasuki usia lanjut, dari usia lanjut mereka jatuh sakit, dan dari sakit mereka meninggal—inilah hukumnya. Hanya saja, ketika engkau mendengar kabar bahwa orang tuamu telah jatuh sakit, karena mereka adalah orang terdekatmu, yang paling kaukhawatirkan, dan yang telah membesarkanmu, engkau tidak mampu mengatasi rintangan dari perasaanmu tersebut, dan engkau akan berpikir: "Aku tidak merasakan apa pun ketika orang tua dari orang lain meninggal, tetapi orang tuaku tidak boleh sakit, karena itu akan membuatku sedih. Aku tidak dapat menanggungnya, hatiku terasa sakit, aku tidak mampu mengatasi perasaanku!" Hanya karena mereka adalah orang tuamu, engkau berpikir mereka tidak boleh menua, sakit, dan mereka tentunya tidak boleh meninggal. Bukankah itu tidak masuk akal? Ini tidak masuk akal, dan ini bukanlah kebenaran. Mengertikah engkau? (Ya.) Setiap orang akan menghadapi orang tua mereka menua, jatuh sakit, dan dalam kasus-kasus serius, bahkan ada orang tua yang menjadi lumpuh di tempat tidur, dan ada yang tubuhnya berada dalam kondisi vegetatif. Ada orang tua yang menderita tekanan darah tinggi, lumpuh di sebagian tubuhnya, strok, atau mereka bahkan menderita penyakit parah dan meninggal. Setiap orang akan secara pribadi menyaksikan, melihat, atau mendengar tentang proses orang tua mereka menua, jatuh sakit, dan kemudian meninggal. Hanya saja, ada orang-orang yang mendengar kabar ini lebih awal, saat orang tua mereka berusia 50-an; ada yang mendengar kabar ini saat orang tua mereka berusia 60-an; dan ada yang mendengarnya saat orang tua mereka berusia 80, 90, atau 100 tahun. Namun, kapan pun engkau mendengar kabar ini, sebagai anak laki-laki atau perempuan, suatu hari, cepat atau lambat, engkau akan menerima kenyataan ini. Jika engkau adalah orang dewasa, engkau harus memiliki cara berpikir yang dewasa, dan sikap yang benar terhadap hal manusia dilahirkan, menua, sakit, dan meninggal, dan tidak boleh bersikap impulsif; engkau tidak seharusnya tak mampu menanggungnya ketika mendengar kabar orang tuamu sakit, atau ketika mereka telah menerima pemberitahuan dari rumah sakit bahwa mereka berada dalam keadaan kritis. Dilahirkan, menua, sakit, dan meninggal adalah hal-hal yang harus diterima oleh setiap orang, atas dasar apa engkau tidak mampu menanggungnya? Ini adalah hukum yang telah Tuhan tetapkan bagi kelahiran dan kematian manusia, mengapa engkau ingin melanggarnya? Mengapa engkau tidak menerimanya? Apa niatmu? Engkau tidak ingin membiarkan orang tuamu meninggal, engkau tidak ingin mereka hidup berdasarkan hukum dilahirkan, menua, sakit, dan meninggal yang telah Tuhan tetapkan, engkau ingin menghalangi mereka agar mereka tidak sakit dan meninggal. Ini berarti engkau menganggap mereka sebagai apa? Bukankah itu berarti menganggap mereka manusia plastik? Lalu, apakah mereka masih manusia? Oleh karena itu, engkau harus menerima kenyataan ini. Sebelum engkau mendengar kabar bahwa orang tuamu telah menua, bahwa mereka telah jatuh sakit, dan meninggal, engkau harus mempersiapkan dirimu untuk hal ini di dalam hatimu. Suatu hari, cepat atau lambat, setiap orang akan menua, mereka akan melemah, dan mereka akan mati. Karena orang tuamu adalah manusia normal, mengapa mereka tidak boleh mengalami rintangan ini? Mereka harus mengalami rintangan ini, dan engkau harus memperlakukan hal ini dengan benar. Apakah masalah ini sudah terselesaikan? Dapatkah engkau memperlakukan hal-hal seperti ini secara rasional sekarang? (Ya.) Jadi, ketika orang tuamu sakit parah atau mengalami kemalangan yang besar di kemudian hari, bagaimana engkau akan memperlakukan hal ini? Engkau juga salah jika mengabaikannya, dan orang akan berkata: "Apakah kau ini kodok atau ular? Bagaimana kau bisa begitu tak punya perasaan?" Engkau adalah manusia normal, jadi engkau harus bereaksi. Engkau harus merenungkan: "Orang tuaku menjalani kehidupan yang sulit, dan telah menderita penyakit ini pada usia muda. Mereka belum menikmati berkat apa pun, dan mereka belum tekun dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan. Seperti itulah kehidupan mereka selama ini. Mereka belum memahami apa pun, mereka belum menempuh jalan yang benar ataupun mengejar kebenaran. Mereka sekadar melewati hari-hari mereka. Tidak ada bedanya antara mereka dengan binatang. Tidak ada bedanya antara mereka dengan sapi tua atau kuda tua. Kini karena mereka sudah sakit parah, mereka hanya perlu mengurus diri mereka sendiri, tetapi kuharap Tuhan dapat mengurangi penderitaan mereka." Berdoalah bagi mereka di dalam hatimu, dan itu sudah cukup. Apa yang dapat seorang manusia lakukan? Jika engkau tidak berada bersama orang tuamu, engkau tidak dapat melakukan apa pun; sekalipun engkau berada di sisi mereka, apa yang dapat kaulakukan? Berapa banyak orang yang secara pribadi telah menyaksikan orang tua mereka beranjak dari usia muda ke usia lanjut, dari usia lanjut lalu menderita berbagai penyakit, dari menderita berbagai penyakit kemudian mengalami pengobatan yang gagal, hingga mereka kemudian dinyatakan meninggal, dan dimasukkan ke kamar mayat? Ada sangat banyak orang. Semua anak-anak ini tinggal bersama orang tua mereka, tetapi apa yang dapat mereka lakukan? Mereka tidak dapat melakukan apa pun; mereka hanya bisa melihat. Tidak menyaksikan proses ini sekarang akan sedikit mengurangi kesusahanmu; lebih baik tidak menyaksikannya, karena menyaksikannya terjadi bukanlah hal yang baik untukmu. Bukankah benar demikian? (Ya.) Mengenai masalah ini, di satu sisi, engkau harus memahami fakta bahwa manusia lahir, menua, jatuh sakit, dan meninggal adalah hukum yang ditetapkan oleh Tuhan; di sisi lain, engkau harus memahami tanggung jawab yang seharusnya manusia penuhi dan nasib mereka dengan jelas, tidak boleh bersikap tidak rasional, dan tidak boleh melakukan hal-hal yang impulsif atau bodoh. Mengapa engkau tidak boleh melakukan hal-hal yang impulsif dan bodoh? Karena sekalipun engkau melakukannya, itu tidak akan ada gunanya, sebaliknya itu akan memperlihatkan kebodohanmu. Yang lebih parah lagi, saat engkau melakukan hal-hal bodoh, engkau sedang memberontak terhadap Tuhan, dan Tuhan tidak menyukainya, Dia membencinya. Engkau sudah mengerti dan memahami semua kebenaran dalam hal doktrin ini, tetapi engkau tetap berpaut pada jalanmu sendiri, dengan keras kepala dan sengaja melakukan beberapa hal, sehingga Tuhan tidak menyukaimu, Dia membencimu. Apa yang dibenci-Nya mengenai dirimu? Dia membenci kebodohanmu yang keras kepala dan pemberontakanmu. Engkau menganggap dirimu memiliki perasaan manusia, tetapi Tuhan menganggapmu keras kepala dan bodoh. Engkau keras kepala, bodoh, dungu, dan berkepala batu, dan engkau tidak menerima kebenaran ataupun tunduk pada pengaturan dan penataan Tuhan. Tuhan telah memberitahumu dengan jelas mengenai esensi, sumber, dan prinsip penerapan spesifik yang terkandung dalam hal ini, tetapi engkau tetap ingin menggunakan perasaanmu untuk menangani semua hal ini, sehingga Tuhan tidak menyukaimu. Pada akhirnya, jika Tuhan tidak mengangkat penyakit orang tuamu, mereka akan sakit parah dan meninggal, jika memang itu yang harus terjadi pada mereka. Tak seorang pun dapat mengubah kenyataan ini. Jika engkau ingin mengubahnya, ini hanya membuktikan bahwa engkau ingin menggunakan tanganmu dan cara-caramu sendiri untuk mengubah kedaulatan Tuhan. Ini adalah pemberontakan yang terbesar, dan engkau sedang menentang Tuhan. Jika engkau tidak ingin menentang Tuhan, ketika engkau mendengar hal-hal ini terjadi pada orang tuamu, engkau harus tenang, dan mencari tempat di mana engkau bisa sendirian untuk menangis, berpikir, dan berdoa, atau mengungkapkan perasaan rindumu kepada saudara-saudari di sekitarmu. Hanya itu yang perlu kaulakukan. Engkau tidak boleh berpikir untuk mengubah sesuatu, dan engkau tentunya tidak boleh melakukan hal-hal bodoh. Jangan berdoa kepada Tuhan, memohon agar Dia mengangkat penyakit orang tuamu, dan memungkinkan mereka untuk hidup beberapa tahun lagi, atau mengambil dua tahun dari hidupmu sendiri dan memberikannya kepada mereka, hanya karena engkau percaya kepada Tuhan, atau atas dasar engkau telah meninggalkan keluargamu dan melepaskan kariermu untuk melaksanakan tugasmu selama bertahun-tahun. Jangan melakukan hal-hal semacam ini. Tuhan tidak akan mendengarkan doa semacam ini, dan Dia membenci pemikiran dan doa semacam ini. Jangan membuat Tuhan kesal atau marah. Tuhan paling muak kepada manusia yang ingin memanipulasi nasib seseorang, ingin mengubah fakta bahwa Tuhanlah yang berdaulat atas nasib manusia, atau mengubah fakta yang sudah sejak lama ditetapkan oleh Tuhan atau mengubah lintasan nasib manusia. Tuhan paling membenci hal ini.
Aku sudah selesai bersekutu tentang sikap, pemikiran, dan pemahaman yang harus orang miliki mengenai masalah jatuh sakitnya orang tua mereka. Demikian pula, mengenai meninggalnya orang tua mereka, orang juga harus memiliki sikap yang benar dan rasional. Ada seseorang yang sudah bertahun-tahun hidup terpisah dari orang tuanya, dia tidak berada di sisi orang tuanya atau tinggal bersama mereka, dan saat mendengar bahwa orang tuanya tiba-tiba meninggal, itu menjadi pukulan yang besar baginya, dan semua itu terasa sangat mendadak. Karena orang ini sudah bertahun-tahun tidak tinggal bersama orang tuanya atau tidak tinggal bersama mereka, dia selalu memiliki semacam pemahaman keliru dalam pemikiran dan gagasannya. Pemahaman keliru seperti apa? Ketika engkau meninggalkan orang tuamu, mereka masih hidup dan sehat. Setelah hidup jauh dari mereka selama bertahun-tahun, di pikiranmu, orang tuamu tetap berusia sama, dan tetap berada dalam keadaan fisik dan kehidupan yang sama seperti yang kauingat. Ini membuat segalanya menjadi kacau. Engkau lalu yakin bahwa orang tuamu tidak akan pernah menua dan mereka akan hidup untuk merayakan ulang tahun mereka hingga berulang kali. Artinya, begitu wajah mereka terpatri di hatimu, begitu kehidupan mereka, perkataan mereka, dan tingkah laku mereka meninggalkan kesan dan jejak tertentu di benakmu dan dalam ingatanmu, engkau mengira orang tuamu akan selamanya seperti itu, bahwa mereka tidak akan berubah, tidak akan menua, dan tentunya tidak akan meninggal. Apa yang dimaksud "tidak akan meninggal" di sini? Di satu sisi, itu berarti tubuh fisik mereka tidak akan lenyap. Di sisi lain, itu berarti wajah mereka, perasaan mereka terhadapmu, dan sebagainya, tidak akan lenyap. Ini adalah pemahaman yang keliru, dan ini akan menyebabkanmu mendapat banyak masalah. Oleh karena itu, berapa pun usia orang tuamu, apakah mereka akan mati karena usia lanjut, atau karena suatu penyakit, atau karena kejadian tertentu, itu akan menjadi pukulan bagimu, dan itu akan terasa sangat mendadak bagimu. Karena, di benakmu, orang tuamu masih hidup dan sehat, dan mereka kemudian tiba-tiba meninggal, engkau akan berpikir: "Bagaimana mungkin mereka meninggal? Bagaimana mungkin manusia yang hidup bisa begitu saja menjadi debu? Di hatiku, aku selalu merasa orang tuaku masih hidup, ibuku masih memasak di dapur, selalu sangat sibuk, dan ayahku sedang bekerja di luar setiap hari, hanya pulang pada malam hari." Pemandangan dari kehidupan mereka tersebut telah meninggalkan kesan tertentu di benakmu. Dengan demikian, karena perasaanmu, kesadaranmu menyimpan sesuatu yang tidak semestinya, yaitu keyakinan di hatimu bahwa orang tuamu akan hidup untuk selamanya. Dengan demikian, engkau yakin bahwa mereka tidak seharusnya meninggal, dan dalam keadaan apa pun meninggalnya orang tuamu, engkau merasa hal itu adalah pukulan besar bagimu, dan engkau tidak akan mampu menerimanya. Akan butuh waktu bagimu untuk menerima kenyataan ini, bukan? Sakitnya orang tuamu sudah sangat mengejutkan bagimu, apalagi meninggalnya orang tuamu, itu akan jauh lebih mengejutkan bagimu. Jadi, sebelum ini terjadi, bagaimana seharusnya engkau mengatasi pukulan tak terduga yang akan disebabkannya terhadapmu, agar itu tidak akan berdampak bagimu, mengganggumu, atau memengaruhi pelaksanaan tugasmu atau jalan yang kautempuh? Pertama-tama, mari kita melihat apa sebenarnya arti kematian, dan apa sebenarnya arti meninggal. Bukankah itu berarti seseorang yang meninggalkan dunia ini? (Ya.) Itu berarti nyawa yang seseorang miliki, yang hadir dalam bentuk fisik, diambil dari dunia lahiriah yang dapat dilihat manusia, lalu menghilang. Orang itu kemudian terus hidup di dunia lain, dalam wujud lain. Meninggalnya orang tuamu berarti hubungan yang kaumiliki dengan mereka di dunia ini telah lenyap, hilang, dan berakhir. Mereka sedang hidup di dunia lain, dalam wujud lain. Mengenai bagaimana kehidupan mereka akan berlanjut di dunia lain, apakah mereka akan kembali ke dunia ini, bertemu kembali denganmu, atau memiliki semacam hubungan daging atau keterikatan emosional denganmu, ini telah ditetapkan oleh Tuhan, dan hal ini tidak ada kaitannya denganmu. Singkatnya, meninggalnya mereka berarti bahwa misi mereka di dunia ini telah berakhir, dan kehidupan mereka di dunia ini telah berhenti. Misi mereka dalam kehidupan dan di dunia ini telah berakhir, jadi hubunganmu dengan mereka juga telah berakhir. Mengenai apakah mereka akan bereinkarnasi di masa mendatang, atau apakah mereka akan mengalami hukuman dan pembatasan apa pun, atau penanganan serta pengaturan apa pun di dunia lain, apakah ini ada kaitannya denganmu? Dapatkah engkau menentukan hal ini? Itu tidak ada kaitannya denganmu, engkau tidak dapat menentukan hal ini, dan engkau tidak akan dapat memperoleh kabar mengenai hal ini. Hubunganmu dengan mereka dalam kehidupan ini berakhir pada waktu itu. Artinya, nasib yang mengikatmu dan orang tuamu saat hidup bersama selama 10, 20, 30 atau 40 tahun berakhir pada saat itu. Setelah itu, mereka adalah mereka, engkau adalah engkau, dan sama sekali tidak ada hubungan di antaramu. Sekalipun engkau semua percaya kepada Tuhan, mereka telah melaksanakan tugas mereka sendiri, dan engkau melaksanakan tugasmu; karena mereka tidak lagi tinggal di lingkungan yang sama denganmu, tidak ada lagi hubungan di antaramu. Mereka hanya telah menyelesaikan misi yang Tuhan percayakan kepada mereka. Jadi, mengenai tanggung jawab yang mereka penuhi terhadapmu, semua itu berakhir pada hari engkau mulai hidup mandiri dari mereka. Engkau tidak lagi ada kaitannya dengan orang tuamu. Jika mereka meninggal hari ini, engkau hanya akan merindukan sesuatu secara emosional, dan berkuranglah dua orang terkasih yang akan kaurindukan. Engkau tidak akan pernah lagi bertemu dengan mereka, dan engkau tidak akan pernah lagi mendengar kabar tentang mereka. Apa yang akan terjadi pada mereka setelah itu dan bagaimana masa depan mereka, itu tidak ada kaitannya denganmu, tidak akan ada ikatan darah di antaramu, engkau bahkan tidak akan lagi memiliki keberadaan yang sama. Seperti itulah kenyataannya. Meninggalnya orang tuamu hanya akan menjadi kabar terakhir yang kaudengar tentang mereka di dunia ini, dan rintangan terakhir yang kaulihat atau kaudengar dalam hal pengalaman mereka dilahirkan, menua, jatuh sakit, dan meninggal dalam hidup mereka, hanya itu saja. Kematian mereka tidak akan mengambil apa pun darimu atau memberimu apa pun, mereka hanya akan meninggal, perjalanan mereka sebagai manusia telah berakhir. Jadi, dalam hal meninggalnya mereka, entah mereka meninggal karena kecelakaan, kematian biasa, kematian karena penyakit, dan sebagainya, apa pun yang terjadi, jika bukan karena kedaulatan dan pengaturan Tuhan, tak ada seorang pun atau kekuatan apa pun yang dapat merenggut nyawa mereka. Kematian mereka hanya berarti akhir dari kehidupan jasmani mereka. Jika engkau merindukan dan mendambakan mereka, atau merasa malu akan dirimu sendiri karena perasaanmu, engkau tidak seharusnya merasakan hal-hal ini, dan engkau tidak perlu merasa begitu. Mereka telah pergi dari dunia ini, jadi merindukan mereka tidak ada gunanya, bukan? Jika kaupikir, "Apakah selama bertahun-tahun itu orang tuaku merindukanku? Seberapa banyak mereka telah menderita karena aku tidak berada di sisi mereka untuk berbakti kepada mereka selama bertahun-tahun? Selama bertahun-tahun ini, aku selalu berharap dapat menghabiskan beberapa hari bersama mereka, aku tidak pernah menyangka mereka akan meninggal secepat ini. Aku merasa sedih dan bersalah." Engkau tidak perlu berpikir seperti ini, kematian mereka tidak ada kaitannya denganmu. Mengapa itu tidak ada kaitannya denganmu? Karena, sekalipun engkau menunjukkan baktimu kepada mereka atau menemani mereka, ini bukanlah kewajiban atau tugas yang Tuhan berikan kepadamu. Tuhan telah menetapkan seberapa banyak keberuntungan dan seberapa banyak penderitaan yang akan orang tuamu dapatkan darimu. Ini sama sekali tidak ada kaitannya denganmu. Mereka tidak akan hidup lebih lama karena engkau tinggal bersama mereka, dan mereka tidak akan hidup lebih singkat karena engkau jauh dari mereka dan tidak bisa sering bersama mereka. Tuhan telah sejak lama menentukan berapa lama mereka akan hidup, dan itu tidak ada kaitannya denganmu. Oleh karena itu, jika engkau mendengar kabar bahwa orang tuamu telah meninggal selama masa hidupmu, engkau tidak perlu merasa bersalah. Engkau harus menyikapi hal ini dengan cara yang benar dan menerimanya. Jika engkau telah banyak menangis ketika mereka sakit parah, engkau seharusnya merasa bahagia dan bebas setelah mereka meninggal; setelah engkau mengucapkan selamat tinggal kepada mereka, tidak perlu menangis. Engkau telah memenuhi tanggung jawabmu sebagai anak mereka, engkau telah berdoa untuk mereka, merasa sedih karena mereka, dan sangat banyak menangis bagi mereka, dan tentu saja, engkau telah memikirkan banyak solusi yang memungkinkan untuk mengobati penyakit mereka, dan engkau telah berusaha semaksimal mungkin untuk mengurangi penderitaan mereka. Engkau telah melakukan semua yang dapat kaulakukan sebagai anak mereka. Ketika mereka meninggal, engkau hanya dapat berkata: "Ayah dan ibu telah menjalani kehidupan yang sangat sulit. Sebagai anakmu, kuharap ayah dan ibu bisa beristirahat dengan tenang. Jika ayah dan ibu telah melakukan banyak hal yang menyinggung Tuhan dalam kehidupan ini, ayah dan ibu akan menerima hukuman di dunia selanjutnya. Jika setelah menerima hukuman, Tuhan memberimu kesempatan untuk bereinkarnasi lagi sebagai manusia di dunia ini, kuharap ayah dan ibu akan berusaha berperilaku sebaik mungkin, serta menempuh jalan yang benar. Jangan lagi melakukan hal-hal yang menyinggung Tuhan, dan berusahalah untuk tidak menerima hukuman di kehidupan selanjutnya." Hanya itu saja. Bukankah ini perkataan yang bagus? Hanya ini yang dapat kaulakukan; entah bagi orang tuamu atau bagi orang terkasih lainnya, hanya ini yang dapat kaulakukan. Tentu saja, ketika orang tuamu pada akhirnya meninggal, jika engkau tidak bisa berada di sisi mereka, atau memberi mereka penghiburan terakhir, tidak perlu bagimu untuk merasa sedih. Ini karena setiap orang sebenarnya akan meninggalkan dunia ini seorang diri. Sekalipun anak mereka ada bersama mereka, ketika utusan datang untuk mengambil nyawa mereka, hanya mereka yang akan dapat melihatnya. Saat mereka meninggal, tak seorang pun akan mendampingi mereka, anak-anak mereka tidak dapat mendampingi mereka, dan pasangan mereka pun tidak. Saat orang meninggalkan dunia ini, mereka selalu seorang diri. Pada saat terakhir, setiap orang harus menghadapi situasi ini, proses ini, dan lingkungan ini. Jadi, seandainya engkau berada di sisi mereka, dan mereka melihat tepat ke arahmu, itu tidak akan ada gunanya. Saat mereka harus meninggal, jika mereka ingin memanggil namamu, mereka tidak akan mampu melakukannya, dan engkau tidak akan dapat mendengarnya; jika mereka ingin meraih dan memegangmu, mereka tidak akan punya kekuatan, dan engkau tidak akan dapat merasakannya. Mereka akan seorang diri. Ini karena setiap orang memasuki dunia ini seorang diri, dan pada akhirnya mereka juga harus meninggalkannya seorang diri. Ini telah ditetapkan oleh Tuhan. Keberadaan hal-hal semacam ini memungkinkan manusia untuk memahami dengan jauh lebih jelas bahwa kehidupan dan nasib mereka, bahwa kelahiran mereka, menua, sakit, dan meninggalnya mereka, semua itu berada di tangan Tuhan, dan kehidupan manusia itu mandiri. Sekalipun semua orang memiliki orang tua, saudara kandung, dan orang-orang terkasih, tetapi dari sudut pandang Tuhan, dan dari sudut pandang kehidupan, kehidupan setiap orang itu sendiri-sendiri, kehidupan itu tidak dikelompokkan, dan kehidupan itu tidak memiliki pasangan. Dari sudut pandang manusia yang diciptakan, setiap kehidupan adalah mandiri, tetapi dari sudut pandang Tuhan, setiap kehidupan yang Dia ciptakan tidak ada yang sendirian, karena Tuhan menyertai masing-masing dari mereka dan menarik mereka untuk maju. Hanya saja, ketika engkau berada di dunia ini, engkau dilahirkan oleh orang tuamu, dan engkau menganggap orang tuamu adalah orang-orang terdekatmu, tetapi sebenarnya, saat orang tuamu meninggalkan dunia ini, engkau akan sadar bahwa mereka bukanlah orang-orang terdekatmu. Ketika kehidupan mereka berakhir, engkau akan tetap hidup, berakhirnya kehidupan mereka tidak akan mengakhiri kehidupanmu, dan tentu saja tidak akan memengaruhi kehidupanmu. Engkau telah terpisah dari mereka selama bertahun-tahun, dan engkau akan tetap menjalani kehidupan yang baik. Mengapa? Karena Tuhan sedang mengawasi dan menuntunmu: engkau sedang hidup di bawah kedaulatan-Nya. Saat orang tuamu meninggalkan dunia ini, ini akan makin menyadarkanmu bahwa tanpa orang tuamu mendampingimu, merawatmu, menjagamu, atau membesarkanmu, selama bertahun-tahun ini engkau telah beranjak dari masa pertumbuhan ke masa dewasa, ke usia paruh baya, ke usia lanjut, dan di bawah bimbingan Tuhan, engkau telah memahami lebih banyak hal dalam hidupmu, dan arah serta jalanmu ke depan telah menjadi makin jelas. Oleh karena itu, orang mampu meninggalkan orang tua mereka. Keberadaan orang tua mereka hanya diperlukan selama masa kanak-kanak mereka, tetapi setelah mereka dewasa, keberadaan orang tua hanyalah formalitas. Orang tua mereka hanya menjadi topangan dan dukungan emosional, dan mereka tidak diperlukan. Tentu saja, saat orang tuamu meninggalkan dunia ini, hal-hal ini akan terasa makin jelas bagimu, dan engkau akan jauh lebih merasakan bahwa kehidupan manusia berasal dari Tuhan, dan bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa mengandalkan Tuhan, tanpa Tuhan menjadi penopang mental dan rohani mereka, dan tanpa Tuhan menjadi pemelihara hidup mereka. Ketika orang tuamu meninggalkanmu, engkau hanya akan merindukan mereka secara emosional, tetapi engkau juga sekaligus akan merasa dibebaskan secara emosional atau dalam hal-hal lainnya. Mengapa engkau akan merasa dibebaskan? Ketika orang tuamu masih hidup, mereka menjadi kekhawatiran sekaligus beban bagimu. Mereka adalah orang-orang yang kepadanya engkau dapat bersikap keras kepala, dan mereka membuatmu merasa seakan-akan engkau tidak dapat terbebas dari perasaanmu. Saat orang tuamu meninggal, semua ini akan teratasi. Orang-orang yang kaurasa paling dekat denganmu telah tiada, dan engkau tidak perlu lagi mengkhawatirkan mereka, ataupun merindukan mereka. Ketika engkau terbebas dari hubungan ketergantungan yang kaumiliki dengan orang tuamu, ketika mereka meninggalkan dunia ini, ketika engkau sepenuhnya merasakan di lubuk hatimu bahwa orang tuamu telah tiada, dan engkau merasa telah melampaui ikatan darah di antaramu dan orang tuamu, engkau akan benar-benar menjadi dewasa dan mandiri. Coba pikirkan: berapa pun usia orang, ketika orang tua mereka masih hidup, setiap kali menghadapi masalah, mereka akan berpikir: "Aku akan bertanya kepada ibuku, aku akan bertanya kepada ayahku." Selalu ada penopang emosional bagi mereka. Ketika orang memiliki penopang emosional, mereka merasa keberadaan mereka di dunia ini berlimpah dengan kehangatan dan kebahagiaan. Ketika engkau tidak lagi memiliki perasaan bahagia dan kehangatan tersebut, jika engkau tidak merasa bahwa engkau sendirian, atau bahwa engkau telah kehilangan kebahagiaan dan kehangatan, itu berarti engkau telah menjadi dewasa, dan engkau benar-benar telah mandiri dalam hal pemikiran dan perasaanmu. Sebagian besar di antaramu mungkin belum mengalami hal-hal ini. Jika engkau telah mengalaminya, engkau akan mengerti. Coba pikirkan: berapa pun usia seseorang, entah mereka berusia 40, 50, atau 60 tahun, ketika orang tua mereka meninggal, mereka segera menjadi jauh lebih dewasa. Mereka seolah-olah beranjak dari seorang anak yang naif menjadi orang dewasa yang bijaksana dalam sekejap. Dalam semalam, mereka memahami berbagai hal dan menjadi mandiri. Oleh karena itu, bagi setiap orang, meninggalnya orang tua mereka adalah rintangan yang besar. Jika engkau mampu menangani dan memperlakukan hubunganmu dengan orang tuamu dengan benar, dan engkau sekaligus mampu memperlakukan, menangani, dan melepaskan berbagai pengharapan orang tua terhadapmu, atau tanggung jawab yang harus kaulaksanakan terhadap orang tuamu secara emosional dan secara etika, itu berarti engkau benar-benar telah menjadi dewasa, dan setidaknya, engkau telah menjadi dewasa di hadapan Tuhan. Menjadi dewasa seperti ini tidaklah mudah, engkau harus mengalami penderitaan dalam hal perasaan dagingmu, terutama, engkau harus mengalami kehancuran dan siksaan emosional, serta penderitaan karena segala sesuatunya tidak berjalan dengan baik, tidak berjalan sesuai harapanmu, atau mengalami kemalangan, dan sebagainya. Setelah engkau mengalami semua penderitaan ini, engkau akan memperoleh sedikit lebih banyak wawasan mengenai hal-hal ini. Jika engkau mengaitkan hal ini dengan kebenaran yang telah kita persekutukan tentang hal ini, engkau akan memperoleh sedikit lebih banyak wawasan mengenai kehidupan dan nasib manusia, yang telah ditetapkan oleh Tuhan, serta tentang perasaan kasih sayang yang ada di antara manusia, dengan cara yang sangat menyeluruh. Setelah engkau memiliki wawasan mengenai hal-hal ini, akan menjadi mudah bagimu untuk melepaskannya. Setelah engkau mampu melepaskan hal-hal ini dan menanganinya dengan benar, engkau akan mampu memperlakukannya dengan benar. Engkau tidak akan memperlakukannya berdasarkan doktrin manusia atau berdasarkan standar hati nurani manusia; engkau akan memperlakukannya berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran. Apa artinya berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran? Itu berarti engkau mampu tunduk kepada Tuhan. Jika engkau mampu tunduk kepada Tuhan dan pada pengaturan-Nya, ini adalah tanda yang baik dan pertanda yang baik. Menandakan apakah hal ini? Ini menandakan ada harapan bagimu untuk diselamatkan. Jadi, mengenai masalah pengharapan orang tuamu, entah kini engkau masih muda, berusia setengah baya, berusia lebih tua, atau sudah berusia lanjut, dan entah engkau belum mengalami hal ini, sedang mengalami hal ini sekarang, atau sudah mengalaminya, yang harus kaulakukan bukanlah sekadar melepaskan perasaanmu, atau memutuskan ikatan dengan orang tuamu, atau melepaskan dirimu dari mereka, melainkan engkau juga harus berusaha mengejar kebenaran, dan berusaha untuk memahami aspek-aspek kebenaran ini. Inilah hal yang terpenting. Setelah engkau memahami hubungan yang berbeda dan rumit ini, engkau akan dapat dibebaskan darinya, dan engkau tidak akan lagi dikekang oleh hal ini. Setelah engkau tidak lagi dikekang oleh hal ini, akan jauh lebih mudah bagimu untuk tunduk pada pengaturan Tuhan, dan engkau akan menghadapi lebih sedikit rintangan dan lebih sedikit hambatan dalam melakukannya. Dengan demikian, akan lebih sedikit kemungkinanmu untuk memberontak terhadap Tuhan, bukan?
Apakah kini engkau mampu memahami dan menyelesaikan semua masalah besar yang ada kaitannya dengan orang tua? Jika ada waktu luang, renungkanlah kebenaran. Jika kelak, atau dalam hal-hal yang kaualami sekarang, engkau mampu mengaitkan hal-hal ini dengan kebenaran, dan mengatasi masalah ini berdasarkan kebenaran, maka masalah dan kesulitan yang kauhadapi akan jauh lebih sedikit, dan engkau akan menjalani kehidupan yang jauh lebih tenang dan menyenangkan. Jika engkau tidak memperlakukan hal-hal ini berdasarkan kebenaran, engkau akan menemui banyak masalah dan kehidupanmu akan sangat menyakitkan. Inilah akibatnya. Hari ini, Aku akan menyelesaikan persekutuan mengenai topik tentang pengharapan orang tua di sini. Sampai jumpa!
29 April 2023