Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III

Beberapa persekutuan kita yang lalu telah memberikan dampak yang hebat pada diri setiap orang di antaramu. Dan sekarang ini, orang pada akhirnya dapat benar-benar merasakan keberadaan Tuhan yang nyata dan bahwa Tuhan itu sebenarnya sangat dekat dengan manusia. Meskipun orang telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, mereka belum pernah benar-benar memahami pikiran dan gagasan-Nya seperti mereka memahaminya sekarang, juga belum pernah benar-benar mengalami perbuatan-Nya yang nyata seperti mereka mengalaminya sekarang. Baik dalam hal pengetahuan maupun tindakan nyata, kebanyakan orang telah belajar hal yang baru dan mencapai pengertian yang lebih tinggi, dan mereka telah menyadari kesalahan dari pengejaran mereka sendiri di masa lalu, menyadari kedangkalan pengalaman mereka dan bahwa ada terlalu banyak dari pengalaman mereka yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, dan menyadari bahwa kekurangan terbesar manusia adalah pengetahuan tentang watak Tuhan. Pengetahuan ini di pihak manusia hanyalah sejenis pengetahuan berdasarkan persepsi; untuk mencapai tingkat pengetahuan rasional dibutuhkan pendalaman bertahap dan penguatan melalui pengalaman mereka. Sebelum manusia benar-benar memahami Tuhan, secara subjektif dapat dikatakan bahwa mereka memang percaya akan keberadaan Tuhan dalam hati mereka, tetapi mereka tidak memiliki pemahaman nyata tentang pertanyaan-pertanyaan spesifik, seperti Tuhan macam apakah Dia itu sebenarnya, apa kehendak-Nya, dan seperti apa watak-Nya, dan bagaimana sikap-Nya yang sebenarnya terhadap umat manusia. Hal ini sangat melemahkan iman orang-orang kepada Tuhan, membuat iman mereka tidak pernah dapat mencapai kemurnian atau kesempurnaan. Bahkan sekalipun engkau berhadapan muka dengan firman Tuhan, atau merasa bahwa engkau telah berjumpa dengan Tuhan lewat pengalamanmu, tetap saja tidak dapat dikatakan bahwa engkau sepenuhnya memahami Dia. Karena engkau tidak mengetahui pikiran Tuhan, atau apa yang Dia kasihi dan apa yang Dia benci, apa yang membuat-Nya marah dan apa yang membuat-Nya bersukacita, engkau, karenanya, tidak memiliki pemahaman yang benar akan Dia. Imanmu dibangun di atas fondasi kesamaran dan imajinasi, berdasarkan pada hasrat pribadimu yang subjektif. Hal yang demikian masih jauh dari kepercayaan yang autentik dan engkau masih jauh dari menjadi seorang pengikut yang sejati. Penjelasan mengenai contoh-contoh dari kisah Alkitab berikut ini telah memungkinkan manusia untuk mengenal hati Tuhan, apa yang Dia pikirkan di setiap langkah pekerjaan-Nya dan mengapa Dia melakukan pekerjaan ini, apa kehendak-Nya yang semula dan apa rencana-Nya ketika Dia melakukannya, bagaimana Dia melaksanakan gagasan-Nya, dan bagaimana Dia mempersiapkan dan mengembangkan rencana-Nya. Melalui kisah-kisah ini, kita bisa mendapatkan pemahaman yang spesifik mengenai setiap maksud Tuhan yang spesifik dan setiap pemikiran nyata selama enam ribu tahun pekerjaan pengelolaan-Nya, dan bagaimana sikap-Nya terhadap manusia pada waktu dan era yang berbeda. Jika orang dapat memahami apa yang Tuhan pikirkan, bagaimana sikap-Nya, dan seperti apa watak-Nya yang Dia ungkapkan saat menghadapi setiap situasi, ini dapat membantu setiap orang untuk lebih dalam lagi menyadari akan keberadaan Tuhan yang sebenarnya, dan lebih dalam lagi merasakan kenyataan serta autentisitas diri-Nya. Tujuan-Ku mengatakan kisah-kisah ini bukanlah supaya orang dapat memahami sejarah Alkitabiah, juga bukan demi membantu mereka menjadi akrab dengan ayat-ayat dalam Alkitab atau tokoh-tokoh di dalamnya, dan terutama bukan untuk membantu orang memahami latar belakang dari apa yang Tuhan lakukan selama Zaman Hukum Taurat. Sebaliknya, tujuan-Ku adalah membantu orang memahami kehendak Tuhan, watak-Nya, dan setiap bagian kecil dari diri-Nya, dan agar mereka mendapatkan pemahaman dan pengenalan akan Tuhan yang lebih autentik dan akurat. Dengan cara ini, hati orang, sedikit demi sedikit, bisa terbuka kepada Tuhan, menjadi dekat dengan Tuhan, dan mereka bisa lebih baik dalam memahami Dia, watak-Nya, esensi-Nya, dan menjadi lebih baik dalam mengenal Tuhan yang benar itu sendiri.

Pengetahuan tentang watak Tuhan serta apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya dapat memberi dampak positif pada manusia. Pengetahuan ini dapat membantu mereka memiliki keyakinan yang lebih kuat kepada Tuhan, dan membantu mereka mencapai ketaatan dan rasa takut yang sejati terhadap-Nya. Setelah itu, mereka tidak akan lagi mengikuti atau menyembah-Nya tanpa pemahaman sedikit pun. Tuhan tidak menginginkan orang bodoh atau mereka yang hanya ikut-ikutan, tetapi menginginkan sekelompok orang yang di dalam hatinya memiliki pemahaman dan pengetahuan yang jelas akan watak Tuhan dan dapat bertindak sebagai saksi Tuhan, orang-orang yang tidak akan pernah meninggalkan Tuhan, oleh karena keindahan-Nya, oleh karena apa yang dimiliki-Nya dan siapa diri-Nya, dan oleh karena watak-Nya yang benar. Sebagai pengikut Tuhan, jika di dalam hatimu masih ada ketidakjelasan, atau ambiguitas atau kebingungan mengenai keberadaan Tuhan yang sebenarnya, watak-Nya, apa yang dimiliki-Nya dan siapa Dia, dan apa rencana-Nya untuk menyelamatkan umat manusia, maka imanmu itu tidak akan mendapatkan pujian dari Tuhan. Tuhan tidak menginginkan tipe orang seperti ini untuk mengikuti-Nya, dan Dia tidak menyukai tipe orang seperti ini datang ke hadapan-Nya. Karena orang semacam ini tidak memahami Tuhan, mereka tidak mampu memberikan hati mereka kepada Tuhan—hati mereka tertutup bagi-Nya, sehingga iman mereka kepada Tuhan dipenuhi ketidakmurnian. Tindakan mereka mengikuti Tuhan hanya bisa dikatakan buta. Orang hanya bisa memperoleh kepercayaan sejati dan menjadi pengikut sejati apabila mereka memiliki pemahaman dan pengetahuan yang benar akan Tuhan, yang menciptakan dalam diri mereka ketaatan sejati dan takut akan Tuhan. Hanya dengan demikianlah mereka dapat memberikan hati mereka kepada Tuhan dan membuka hati mereka bagi-Nya. Inilah yang Tuhan inginkan, karena semua yang mereka lakukan dan pikirkan dapat bertahan menghadapi ujian dari Tuhan, dan dapat menjadi kesaksian bagi Tuhan. Segala sesuatu yang Kusampaikan kepada engkau semua tentang watak Tuhan, atau apa yang dimiliki-Nya dan siapa diri-Nya, atau kehendak dan pemikiran-Nya dalam semua tindakan yang Dia lakukan, dan dari perspektif mana pun, dari sudut pandang mana pun Aku membicarakan tentang hal ini, semuanya adalah demi menolongmu menjadi lebih yakin akan keberadaan Tuhan yang nyata, membuatmu lebih sungguh-sungguh memahami dan menghargai kasih-Nya terhadap umat manusia, dan membuatmu semakin sungguh-sungguh memahami dan menghargai kepedulian Tuhan terhadap manusia, serta keinginan-Nya yang tulus untuk mengelola dan menyelamatkan umat manusia.

Tinjauan tentang Pemikiran, Gagasan, dan Perbuatan Tuhan Sejak Penciptaan Bumi

Hari ini kita akan pertama-tama merangkum pemikiran, gagasan, dan setiap gerakan Tuhan sejak Dia menciptakan umat manusia. Kita akan memperhatikan pekerjaan apa yang telah dilakukan-Nya, mulai dari penciptaan dunia sampai dimulainya secara resmi Zaman Kasih Karunia. Setelah itu, kita bisa mengetahui mana sajakah dari pemikiran dan gagasan Tuhan yang tidak diketahui oleh manusia, dan dari situ kita dapat mengerti dengan jelas urutan rencana pengelolaan Tuhan, dan memahami secara menyeluruh konteks di mana Tuhan menciptakan pekerjaan pengelolaan-Nya, berikut sumber serta proses perkembangannya, dan juga dapat memahami secara menyeluruh hasil-hasil seperti apa yang Dia inginkan dari pekerjaan pengelolaan-Nya—yaitu, inti dan tujuan dari pekerjaan pengelolaan-Nya. Untuk memahami hal-hal tersebut kita perlu kembali ke suatu waktu yang hening dan tenang ketika belum ada manusia ...

Tuhan itu Sendiri Menciptakan Manusia Pertama

Ketika Tuhan bangun dari peristirahatan-Nya, pikiran pertama dalam benak-Nya adalah ini: menciptakan seorang yang hidup, seorang manusia yang nyata dan hidup—seseorang yang akan hidup bersama-Nya dan menjadi pendamping-Nya terus-menerus; orang ini dapat mendengarkan Dia, dan Tuhan dapat mencurahkan isi hati-Nya serta berbicara kepadanya. Lalu, untuk pertama kalinya, Tuhan meraup segenggam tanah dan menggunakannya untuk menciptakan manusia hidup pertama yang sesuai dengan gambaran yang Dia bayangkan dalam pikiran-Nya, dan kemudian Dia memberi nama kepada makhluk hidup ini—Adam. Begitu Tuhan memiliki seseorang yang hidup dan bernapas ini, bagaimanakah perasaan-Nya? Untuk pertama kalinya, Dia merasakan sukacita memiliki seseorang yang dikasihi, seorang pendamping. Dia juga merasakan untuk pertama kalinya tanggung jawab sebagai seorang ayah serta kekhawatiran yang menyertai tanggung jawab tersebut. Orang yang hidup dan bernapas ini membuat Tuhan merasakan kebahagiaan dan sukacita; Dia merasa terhibur untuk pertama kalinya. Inilah hal pertama yang Tuhan lakukan yang tidak dikerjakan oleh pikiran atau bahkan oleh firman-Nya, melainkan dikerjakan oleh tangan-Nya sendiri. Ketika makhluk semacam ini—seseorang yang hidup dan bernapas—berdiri di hadapan Tuhan, terbuat dari daging dan darah, memiliki tubuh dan bentuk, dan dapat bercakap-cakap dengan Tuhan, Dia merasakan semacam sukacita yang belum pernah Dia rasakan sebelumnya. Tuhan benar-benar merasakan tanggung jawab-Nya, dan makhluk hidup ini tidak hanya menarik hati-Nya, tetapi setiap langkah kecilnya juga menyentuh dan menghangatkan hati-Nya. Ketika makhluk hidup ini berdiri di hadapan Tuhan, inilah pertama kalinya Dia berpikir untuk mendapatkan lebih banyak orang-orang seperti ini. Inilah rangkaian peristiwa yang dimulai dari pemikiran pertama yang Tuhan pikirkan. Bagi Tuhan, semua peristiwa ini terjadi untuk pertama kalinya, tapi dalam peristiwa-peristiwa pertama ini, apa pun yang Dia rasakan pada saat itu—sukacita, tanggung jawab, kepedulian—tidak ada seorang pun yang kepadanya Dia dapat membagikan perasaan-perasaan ini. Dimulai dari saat itulah, Tuhan benar-benar merasakan kesepian dan kesedihan yang belum pernah Dia rasakan sebelumnya. Dia merasa bahwa manusia tidak dapat menerima ataupun memahami kasih dan kepedulian-Nya, ataupun maksud-maksud-Nya bagi manusia, sehingga Dia tetap merasakan kesedihan dan kepedihan di dalam hati-Nya. Walaupun Dia telah melakukan hal-hal ini bagi manusia, manusia tidak menyadarinya dan tidak memahaminya. Selain kebahagiaan, sukacita, dan penghiburan yang ditimbulkan manusia pada diri-Nya, segera untuk pertama kalinya Dia pun merasakan kesedihan dan kesepian. Inilah pikiran dan perasaan Tuhan pada waktu itu. Sementara Tuhan sedang melakukan semua hal ini, di dalam hati-Nya Dia mengalami, dari sukacita menjadi kesedihan dan dari kesedihan menjadi kepedihan, dan perasaan-perasaan ini bercampur dengan kecemasan. Satu-satunya yang ingin dilakukan-Nya adalah bergegas membuat orang ini, manusia ini, tahu apa isi hati-Nya dan mengerti apa maksud-Nya dengan lebih cepat. Kemudian, mereka dapat menjadi pengikut-Nya dan sepikiran dengan-Nya dan menjadi sesuai dengan kehendak-Nya. Mereka tidak akan lagi hanya mendengarkan Tuhan berbicara dan tetap tak mampu berkata-kata; mereka tidak akan lagi tak tahu cara bergabung dengan Tuhan dalam pekerjaan-Nya; dan yang terutama, mereka tak akan lagi menjadi orang yang acuh tak acuh dengan tuntutan Tuhan. Hal-hal pertama yang Tuhan lakukan ini sangatlah berarti dan sangat bernilai bagi rencana pengelolaan-Nya, dan juga bagi umat manusia pada zaman sekarang.

Setelah menciptakan segala sesuatu dan umat manusia, Tuhan tidak beristirahat. Dia gelisah dan ingin segera melaksanakan pengelolaan-Nya, dan mendapatkan orang-orang yang sangat Dia kasihi di antara umat manusia.

Tuhan Melakukan Serangkaian Pekerjaan yang Belum Pernah Ada Sebelumnya Selama Zaman Hukum Taurat

Selanjutnya, tak lama setelah Tuhan menciptakan manusia, kita melihat dari Alkitab bahwa ada air bah yang membanjiri seluruh dunia. Nuh disebutkan dalam catatan mengenai air bah ini, dan dapat dikatakan bahwa Nuh adalah orang pertama yang menerima panggilan Tuhan untuk bekerja dengan-Nya menyelesaikan sebuah tugas dari Tuhan. Tentu saja, ini juga merupakan pertama kalinya Tuhan memanggil seseorang di bumi untuk melakukan sesuatu sesuai dengan perintah-Nya. Setelah Nuh selesai membangun bahtera, Tuhan membanjiri bumi untuk pertama kalinya. Ketika Tuhan menghancurkan bumi dengan air bah, inilah pertama kalinya semenjak menciptakan manusia Dia dipenuhi rasa muak terhadap mereka; inilah yang memaksa Tuhan mengambil keputusan menyakitkan untuk menghancurkan ras manusia dengan air bah. Setelah air bah menghancurkan bumi, Tuhan membuat perjanjian pertama-Nya dengan manusia, sebuah perjanjian yang menunjukkan bahwa Dia tidak akan pernah lagi menghancurkan dunia dengan air bah. Tanda dari perjanjian ini adalah pelangi. Inilah perjanjian pertama Tuhan dengan manusia, jadi pelangi merupakan tanda pertama dari perjanjian yang diberikan oleh Tuhan; pelangi adalah benda fisik nyata yang ada. Keberadaan pelangi inilah yang sering membuat Tuhan merasakan kesedihan karena kehilangan umat manusia sebelumnya, sekaligus menjadi pengingat terus-menerus bagi-Nya akan apa yang terjadi pada diri mereka .... Tuhan tidak akan memperlambat langkah-Nya—Dia gelisah dan ingin segera mengambil langkah selanjutnya dalam pengelolaan-Nya. Selanjutnya, Tuhan memilih Abraham sebagai pilihan utama-Nya untuk pekerjaan-Nya di seluruh Israel. Ini juga adalah pertama kalinya Tuhan memilih kandidat semacam itu. Tuhan memutuskan untuk mulai melakukan pekerjaan-Nya menyelamatkan umat manusia melalui orang ini, dan melanjutkan pekerjaan-Nya di antara keturunan orang ini. Kita dapat melihat di dalam Alkitab bahwa inilah yang Tuhan lakukan dengan Abraham. Tuhan kemudian menjadikan Israel tanah pilihan yang pertama, dan memulai pekerjaan-Nya pada Zaman Hukum Taurat melalui umat pilihan-Nya, orang-orang Israel. Sekali lagi untuk pertama kalinya, Tuhan memberikan kepada bangsa Israel aturan-aturan dan hukum-hukum yang tegas yang harus dipatuhi umat manusia, dan Dia menjelaskan aturan-aturan tersebut dengan terperinci. Inilah pertama kalinya Tuhan membekali manusia dengan aturan-aturan standar yang sedemikian spesifiknya tentang bagaimana mereka harus mempersembahkan korban, bagaimana mereka harus hidup, apa yang patut dan tidak patut mereka lakukan, perayaan dan hari-hari besar apa yang harus mereka peringati, dan prinsip-prinsip apa yang harus mereka ikuti dalam segala sesuatu yang mereka lakukan. Inilah pertama kalinya Tuhan memberikan kepada umat manusia peraturan dan prinsip-prinsip yang sedemikian standar dan terperincinya tentang bagaimana cara menjalani hidup mereka.

Setiap kali Aku berkata "pertama kalinya," ini mengacu pada tipe pekerjaan yang belum pernah Tuhan lakukan sebelumnya. Ini mengacu pada pekerjaan yang tidak pernah ada sebelumnya, dan meskipun Tuhan telah menciptakan umat manusia dan segala jenis makhluk ciptaan dan makhluk hidup, ini adalah tipe pekerjaan yang belum pernah Dia lakukan sebelumnya. Semua pekerjaan ini melibatkan pengelolaan Tuhan terhadap umat manusia; semuanya berkaitan dengan manusia serta penyelamatan dan pengelolaan-Nya atas mereka. Setelah Abraham, Tuhan sekali lagi melakukan sesuatu yang pertama kalinya—Dia memilih Ayub untuk menjadi seseorang yang hidup di bawah hukum Taurat dan yang mampu bertahan dari cobaan Iblis sementara terus takut akan Tuhan, menjauhi kejahatan dan menjadi kesaksian bagi Tuhan. Ini juga pertama kalinya Tuhan mengizinkan Iblis untuk mencobai seseorang, dan pertama kalinya Dia bertaruh dengan Iblis. Pada akhirnya, untuk pertama kalinya, Dia mendapatkan seseorang yang mampu bersaksi bagi-Nya dan menjadi kesaksian bagi-Nya selagi menghadapi Iblis, dan seseorang yang dapat sepenuhnya mempermalukan Iblis. Sejak Tuhan menciptakan umat manusia, inilah orang pertama yang Dia dapatkan yang mampu menjadi kesaksian bagi-Nya. Begitu Dia telah mendapatkan orang ini, Tuhan bahkan semakin tidak sabar untuk melanjutkan pengelolaan-Nya dan melaksanakan tahap selanjutnya dalam pekerjaan-Nya, mempersiapkan lokasi dan orang-orang yang akan dipilih-Nya untuk langkah berikut dalam pekerjaan-Nya.

Setelah mempersekutukan tentang semua ini, apakah engkau semua memiliki pemahaman yang benar akan kehendak Tuhan? Tuhan menganggap pengelolaan-Nya atas umat manusia, penyelamatan-Nya atas umat manusia, sebagai hal yang lebih penting dari segalanya. Dia melakukan hal-hal ini tidak hanya dengan pikiran-Nya, tidak hanya dengan firman-Nya, dan tentu saja tidak dengan sikap yang asal-asalan—Dia melakukan semua ini dengan perencanaan, dengan tujuan, dengan standar, dan dengan kehendak-Nya. Jelaslah bahwa pekerjaan untuk menyelamatkan umat manusia ini memiliki makna yang sangat penting baik bagi Tuhan maupun manusia. Sesulit apa pun pekerjaan itu, sebesar apa pun rintangannya, selemah apa pun manusia, atau sedalam apa pun pemberontakan manusia, tidak satu pun dari semua ini yang sulit bagi Tuhan. Tuhan menyibukkan diri-Nya, melakukan upaya-Nya yang sungguh-sungguh dan mengelola pekerjaan yang Dia sendiri ingin melakukannya. Dia juga mengatur segala sesuatu, dan menjalankan kedaulatan-Nya atas semua manusia yang di dalam dirinya Dia akan bekerja dan atas semua pekerjaan yang ingin Dia selesaikan—tidak ada satu pun dari hal-hal ini pernah dikerjakan sebelumnya. Ini adalah pertama kalinya Tuhan menggunakan metode-metode ini dan membayar harga yang sebesar ini untuk proyek besar pengelolaan dan penyelamatan umat manusia. Sementara Tuhan melakukan pekerjaan ini, sedikit demi sedikit, tanpa menyembunyikan apa pun, Dia mengungkapkan dan menyatakan kepada manusia upaya-Nya yang sungguh-sungguh, apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, hikmat dan kemahakuasaan-Nya, dan setiap aspek dari watak-Nya. Dia menyatakan dan mengungkapkan hal-hal ini seperti yang belum pernah Dia lakukan sebelumnya. Dengan demikian, di seluruh alam semesta, selain orang-orang yang hendak Tuhan kelola dan selamatkan, tidak pernah ada lagi ciptaan lain yang demikian dekatnya dengan Tuhan, yang memiliki hubungan sedemikian intim dengan-Nya. Di dalam hati-Nya, umat manusia yang ingin Dia kelola dan selamatkan adalah yang paling penting; Dia memandang mereka berharga di atas segalanya. Meskipun Dia telah membayar harga yang sangat mahal demi mereka, dan meskipun Dia terus-menerus disakiti dan tidak ditaati oleh mereka, Dia tidak pernah meninggalkan mereka dan terus melakukan pekerjaan-Nya tanpa mengenal lelah, tanpa keluhan ataupun penyesalan. Ini karena Dia tahu bahwa cepat atau lambat, manusia akan terbangun oleh panggilan-Nya dan tergerak oleh firman-Nya, menyadari bahwa Dia adalah Tuhan atas ciptaan, dan kembali ke sisi-Nya ...

Setelah mendengarkan semua hal ini sekarang, engkau semua mungkin merasa bahwa segala sesuatu yang Tuhan lakukan sangat normal. Nampaknya manusia telah senantiasa merasakan sebagian dari maksud Tuhan bagi mereka dari firman-Nya dan dari pekerjaan-Nya, tetapi selalu saja ada jarak tertentu di antara perasaan atau pengetahuan mereka dengan apa yang sedang Tuhan pikirkan. Itulah sebabnya, Kurasa perlu untuk menyampaikan kepada semua orang tentang mengapa Tuhan menciptakan manusia, dan latar belakang di balik keinginan-Nya untuk mendapatkan semua orang yang Dia harapkan. Sangatlah penting untuk membagikan tentang hal ini kepada semua orang, sehingga semua orang jelas dan memahaminya di dalam hati mereka. Karena setiap pemikiran dan gagasan Tuhan, setiap fase dan setiap periode pekerjaan-Nya saling terhubung, dan terkait erat dengan seluruh pekerjaan pengelolaan-Nya, maka ketika engkau memahami pemikiran, gagasan, dan kehendak-Nya dalam setiap langkah pekerjaan-Nya, itu sama artinya dengan memahami bagaimana pekerjaan rencana pengelolaan-Nya terlaksana. Di atas fondasi inilah pemahamanmu akan Tuhan diperdalam. Meskipun semua yang Tuhan lakukan ketika Dia mula-mula menciptakan dunia, yang Kusebutkan sebelumnya, untuk saat ini tampaknya hanyalah sekadar "informasi," yang tidak relevan dengan pengejaran akan kebenaran, selama perjalanan pengalamanmu, akan datang hari ketika engkau tidak lagi mengganggap hal ini sesuatu yang sesederhana beberapa keping informasi, ataupun menganggapnya hanya semacam misteri. Seiring perjalanan hidupmu, begitu Tuhan telah memiliki tempat di dalam hatimu, atau begitu engkau memahami kehendak-Nya secara lebih menyeluruh dan lebih mendalam, engkau akan benar-benar memahami betapa penting dan perlunya hal-hal yang Aku bicarakan pada hari ini. Sampai sejauh mana pun engkau semua menerima hal ini sekarang, tetaplah perlu bagimu untuk memahami dan mengetahui hal-hal ini. Ketika Tuhan melakukan sesuatu, ketika Dia melaksanakan pekerjaan-Nya, entah melakukannya dengan gagasan-Nya atau dengan tangan-Nya sendiri, entah untuk pertama kalinya Dia melakukan itu atau untuk terakhir kalinya, pada akhirnya, Tuhan memiliki rencana, dan tujuan-Nya serta pemikiran-Nya ada dalam segala sesuatu yang Dia lakukan. Tujuan dan pemikiran ini merepresentasikan watak Tuhan, dan mengungkapkan apa yang dimiliki-Nya dan siapa diri-Nya. Kedua hal ini—watak Tuhan serta apa yang dimiliki-Nya dan siapa diri-Nya—harus dipahami oleh setiap orang. Setelah seseorang memahami watak-Nya dan apa yang dimiliki-Nya dan siapa diri-Nya, mereka secara bertahap dapat memahami mengapa Tuhan melakukan apa yang Dia lakukan dan mengapa Dia mengatakan apa yang Dia katakan. Dari situ, mereka kemudian dapat memiliki iman yang lebih kuat untuk mengikuti Tuhan, untuk mengejar kebenaran, dan untuk mengejar perubahan watak. Dengan kata lain, pemahaman manusia akan Tuhan dan iman mereka kepada Tuhan adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan.

Jika pengetahuan yang orang peroleh dan pahami adalah tentang watak Tuhan, serta apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, maka apa yang mereka peroleh itu adalah hidup yang berasal dari Tuhan. Begitu hidup ini telah tertanam dalam dirimu, rasa takutmu akan Tuhan akan menjadi semakin besar. Inilah perolehan yang terjadi dengan sangat alami. Jika engkau tidak ingin memahami atau mengetahui tentang watak Tuhan atau esensi-Nya, jika engkau bahkan tidak mau merenungkan atau memfokuskan dirimu pada hal-hal ini, Aku bisa katakan kepadamu dengan pasti bahwa cara pengejaranmu dalam imanmu kepada Tuhan saat ini tidak akan pernah memungkinkanmu untuk memenuhi kehendak-Nya ataupun membuatmu mendapatkan pujian dari-Nya. Lebih dari itu, engkau tidak akan pernah bisa benar-benar memperoleh keselamatan—ini adalah konsekuensi yang utama. Jika orang tidak memahami Tuhan dan tidak mengenal watak-Nya, hati mereka tidak pernah bisa benar-benar terbuka kepada-Nya. Setelah mereka memahami Tuhan, mereka akan mulai menghargai dan mengecap apa yang ada di dalam hati-Nya dengan minat dan iman. Ketika engkau menghargai dan mengecap apa yang ada di dalam hati Tuhan, hatimu akan secara bertahap, sedikit demi sedikit, terbuka bagi-Nya. Ketika hatimu terbuka bagi-Nya, engkau akan merasakan betapa memalukan dan hinanya caramu berurusan dengan Tuhan, tuntutanmu kepada Tuhan, dan hasratmu yang berlebihan. Ketika hatimu sungguh-sungguh terbuka bagi Tuhan, engkau akan melihat bahwa hati-Nya adalah dunia tanpa batas, dan engkau akan memasuki alam yang tidak pernah engkau alami sebelumnya. Di alam ini tidak ada kecurangan, tidak ada penipuan, tidak ada kegelapan, dan tidak ada kejahatan. Yang ada hanyalah ketulusan dan kesetiaan; hanyalah terang dan kejujuran; hanyalah kebenaran dan kebaikan. Alam ini dipenuhi cinta dan kepedulian, dipenuhi belas kasihan dan toleransi, dan melaluinya engkau merasakan kebahagiaan dan sukacita hidup. Hal-hal inilah yang akan Tuhan ungkapkan kepadamu saat engkau membuka hatimu kepada-Nya. Dunia tanpa batas ini dipenuhi hikmat dan kemahakuasaan Tuhan; juga dipenuhi kasih-Nya dan otoritas-Nya. Di sini engkau dapat melihat setiap aspek dari apa Tuhan miliki dan siapa diri-Nya, apa yang membuat-Nya bersukacita, mengapa Dia khawatir dan mengapa Dia menjadi sedih, mengapa Dia menjadi marah .... Inilah yang dapat dilihat oleh setiap orang yang membuka hati mereka dan mempersilakan Tuhan untuk masuk. Tuhan hanya dapat masuk ke dalam hatimu jika engkau membukakan hatimu bagi-Nya. Engkau hanya dapat melihat apa yang Tuhan miliki dan siapa diri-Nya, dan engkau hanya dapat melihat maksud-maksud-Nya bagimu, jika Dia telah masuk ke dalam hatimu. Pada saat itu, engkau akan mendapati bahwa segala sesuatu mengenai Tuhan begitu berharga, bahwa apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya sangatlah pantas untuk dihargai. Dibandingkan dengan hal itu, orang-orang di sekelilingmu, benda-benda dan peristiwa dalam hidupmu, dan bahkan orang-orang terkasihmu, pasanganmu, dan hal-hal yang engkau kasihi, tidaklah layak bahkan hanya untuk disebutkan. Semua itu begitu kecil, begitu rendah; engkau akan merasa bahwa tidak ada lagi benda materiel yang akan mampu membuatmu tertarik, atau tidak ada benda materiel yang akan dapat membujukmu lagi untuk membayar harga apa pun demi mendapatkannya. Dalam kerendahhatian Tuhan, engkau akan melihat kebesaran-Nya dan keagungan-Nya. Terlebih dari itu, dalam beberapa perbuatan Tuhan yang sebelumnya engkau pandang kecil, engkau akan melihat hikmat-Nya yang tak terhingga dan toleransi-Nya, dan engkau akan melihat kesabaran-Nya, ketabahan-Nya, dan pemahaman-Nya akan dirimu. Ini akan menimbulkan kekaguman dalam dirimu terhadap-Nya. Pada hari itu, engkau akan merasa bahwa umat manusia sedang hidup dalam dunia yang begitu kotor, bahwa orang-orang di sampingmu dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupmu, dan bahkan mereka yang engkau kasihi, kasih mereka kepadamu, bahkan apa yang mereka sebut perlindungan dan kepedulian mereka terhadapmu, semuanya itu tidak pantas bahkan hanya untuk disebut-sebut—hanya Tuhanlah kekasihmu, dan hanya Tuhanlah yang paling berharga bagimu. Ketika hari itu tiba, Aku percaya akan ada beberapa orang yang berkata: kasih Tuhan sungguh luar biasa, dan esensi-Nya begitu kudus—di dalam Tuhan tidak ada tipu muslihat, tidak ada kejahatan, tidak ada iri hati, dan tidak ada perselisihan, melainkan hanya ada kebenaran dan autentisitas, dan segala sesuatu yang Tuhan miliki dan siapa diri-Nya haruslah didambakan oleh manusia. Manusia harus memperjuangkan dan mencita-citakan hal itu. Atas dasar apakah kemampuan manusia untuk mencapai hal itu dibangun? Itu dibangun di atas dasar pemahaman mereka akan watak Tuhan, dan pemahaman mereka akan esensi Tuhan. Jadi, memahami watak Tuhan dan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, adalah pelajaran seumur hidup bagi setiap orang; ini adalah tujuan seumur hidup yang harus dikejar oleh setiap orang yang berusaha untuk mengubah watak mereka, dan berusaha mengenal Tuhan.

Pertama kalinya Tuhan Menjadi Manusia untuk Melakukan Pekerjaan-Nya

Kita baru saja membahas tentang semua pekerjaan yang Tuhan lakukan, serangkaian pekerjaan yang belum pernah ada sebelumnya yang Dia lakukan. Masing-masing dari hal-hal ini relevan dengan rencana pengelolaan Tuhan dan kehendak Tuhan. Semua itu juga relevan dengan watak Tuhan itu sendiri dan esensi-Nya. Jika kita ingin memahami lebih lagi tentang apa yang Tuhan miliki dan siapa diri-Nya, kita tidak boleh berhenti pada Perjanjian Lama atau pada Zaman Hukum Taurat—kita perlu terus maju, mengikuti langkah-langkah yang Tuhan ambil dalam pekerjaan-Nya. Jadi, ketika Tuhan mengakhiri Zaman Hukum Taurat dan memulai Zaman Kasih Karunia, biarlah jejak langkah kita sendiri mengikuti di belakangnya, menuju ke Zaman Kasih Karunia—sebuah zaman yang penuh dengan kasih karunia dan penebusan. Pada zaman ini, Tuhan sekali lagi melakukan sesuatu yang sangat penting yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Pekerjaan pada zaman yang baru ini baik bagi Tuhan maupun bagi manusia merupakan titik permulaan—sebuah titik permulaan yang terdiri dari pekerjaan baru yang Tuhan lakukan yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Pekerjaan baru ini adalah hal yang belum pernah terjadi sebelumnya, sesuatu yang melampaui kekuatan imajinasi manusia dan segala makhluk. Ini adalah sesuatu yang pada saat ini telah diketahui dengan baik oleh semua orang—untuk pertama kalinya Tuhan menjadi manusia, dan untuk pertama kalinya Dia memulai pekerjaan baru dalam wujud manusia, dengan identitas seorang manusia. Pekerjaan baru ini menandakan bahwa Tuhan telah menyelesaikan pekerjaan-Nya pada Zaman Hukum Taurat, bahwa Dia tidak lagi melakukan atau mengatakan apa pun di bawah hukum Taurat. Dia juga tidak mengatakan atau melakukan apa pun dalam bentuk hukum Taurat, atau sesuai prinsip, atau aturan hukum Taurat. Artinya, semua pekerjaan-Nya yang berdasarkan hukum Taurat telah berhenti selama-lamanya dan tidak akan berlanjut, karena Tuhan ingin memulai pekerjaan yang baru dan melakukan hal-hal baru. Rencana-Nya sekali lagi memiliki titik permulaan yang baru, dan dengan demikian, Tuhan telah memimpin umat manusia ke zaman selanjutnya.

Apakah ini merupakan kabar sukacita ataukah kabar buruk bagi manusia, itu bergantung pada esensi setiap orang. Dapat dikatakan bahwa bagi beberapa orang, ini bukanlah merupakan kabar sukacita, melainkan kabar buruk, karena ketika Tuhan memulai pekerjaan baru-Nya, orang-orang yang hanya mengikuti hukum Taurat dan peraturan, yang hanya mengikuti doktrin tetapi tidak takut akan Tuhan, cenderung akan menggunakan pekerjaan Tuhan yang lama untuk mengecam pekerjaan-Nya yang baru. Bagi orang-orang tersebut, ini merupakan kabar buruk. Tetapi bagi setiap orang yang bersih dan terbuka, yang tulus kepada Tuhan dan mau menerima penebusan-Nya, inkarnasi pertama Tuhan adalah kabar penuh sukacita. Karena, sejak manusia pertama kali ada, ini adalah pertama kalinya Tuhan menampakkan diri dan hidup di tengah umat manusia dalam wujud yang bukan Roh; kali ini, Dia dilahirkan sebagai manusia dan hidup di antara orang-orang sebagai Anak Manusia, dan bekerja di tengah mereka. Yang "pertama kalinya" ini meruntuhkan gagasan manusia; ini melampaui semua imajinasi mereka. Selain itu, semua pengikut Tuhan mendapatkan manfaat yang nyata. Tuhan tidak hanya mengakhiri zaman yang lama, tetapi Dia juga mengakhiri metode kerja dan gaya kerja-Nya yang lama. Dia tidak lagi meminta utusan-Nya untuk menyampaikan kehendak-Nya, Dia tidak lagi bersembunyi di balik awan, dan Dia tidak lagi menampakkan diri atau berbicara kepada manusia dengan memerintah lewat guntur. Tidak seperti apa pun sebelumnya, melalui cara yang tak terbayangkan oleh manusia dan yang sulit dipahami dan diterima oleh mereka—dengan menjadi daging—Dia menjadi Anak Manusia untuk memulai pekerjaan pada zaman itu. Tindakan Tuhan ini benar-benar tak disangka-sangka oleh umat manusia; ini membuat mereka merasa malu, karena Tuhan telah sekali lagi memulai pekerjaan baru yang belum pernah Dia lakukan sebelumnya. Hari ini, kita akan melihat pekerjaan baru apa yang Tuhan laksanakan di zaman yang baru, dan kita akan mempertimbangkan apa yang bisa kita pelajari dari pekerjaan baru ini dalam hal watak Tuhan, apa yang dimiliki-Nya dan siapa diri-Nya.

Berikut ini adalah firman yang dicatat dalam Alkitab Perjanjian Baru.

1. Yesus Memetik Bulir Gandum untuk Dimakan pada Hari Sabat

Matius 12:1 Pada saat itu Yesus berjalan melewati ladang gandum pada hari Sabat. Karena murid-murid-Nya lapar, mereka pun mulai memetik bulir-bulir gandum dan memakannya.

2. Anak Manusia adalah Tuhan atas Hari Sabat

Matius 12:6-8 Tetapi Aku berkata kepadamu, bahwa di tempat ini ada yang lebih besar daripada Bait Suci. Tetapi jika engkau mengerti apa artinya ini, Aku menghendaki belas kasihan dan bukan korban persembahan, tentu engkau tidak akan menghukum orang yang tidak bersalah. Karena Anak Manusia adalah Tuhan bahkan atas hari Sabat.

Pertama-tama, mari kita perhatikan ayat ini: "Pada saat itu Yesus berjalan melewati ladang gandum pada hari Sabat. Karena murid-murid-Nya lapar, mereka pun mulai memetik bulir-bulir gandum dan memakannya."

Mengapa Aku memilih perikop ini? Apa hubungannya dengan watak Tuhan? Dalam teks ini, hal pertama kita ketahui adalah bahwa saat itu adalah hari Sabat, tetapi Tuhan Yesus pergi dan memimpin murid-muridnya melewati ladang gandum. Yang bahkan lebih "memberontak" adalah bahwa mereka bahkan "mulai memetik bulir-bulir gandum dan memakannya." Pada Zaman Hukum Taurat, hukum Taurat dari Tuhan Yahweh menetapkan bahwa orang-orang tidak boleh begitu saja pergi ke luar dan ambil bagian dalam kegiatan pada hari Sabat—ada banyak hal yang tidak boleh dilakukan pada hari Sabat. Tindakan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus ini membingungkan bagi orang-orang yang telah lama hidup di bawah hukum Taurat, dan ini bahkan menimbulkan kecaman. Mengenai kebingungan mereka dan bagaimana mereka membicarakan tentang apa yang Yesus lakukan, kita akan mengesampingkannya untuk saat ini dan terlebih dahulu membahas tentang mengapa Tuhan Yesus memilih melakukan ini pada hari Sabat, bukannya memilih hari-hari lain, dan apa yang sebenarnya ingin Dia sampaikan kepada orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat melalui tindakan tersebut. Inilah hubungan antara ayat ini dan watak Tuhan yang ingin Kubicarakan.

Ketika Tuhan Yesus datang, Dia menggunakan tindakan nyata-Nya untuk memberi tahu orang-orang bahwa Tuhan telah meninggalkan Zaman Hukum Taurat dan telah memulai pekerjaan baru, dan bahwa pekerjaan baru ini tidak mengharuskan dipatuhinya hari Sabat. Keluarnya Tuhan dari batasan hari Sabat hanyalah sebuah pendahuluan dari pekerjaan baru-Nya; pekerjaan yang nyata dan dahsyat masih akan datang. Ketika Tuhan Yesus memulai pekerjaan-Nya, Dia telah meninggalkan "belenggu" Zaman Hukum Taurat, dan telah mendobrak peraturan dan prinsip-prinsip pada zaman tersebut. Di dalam diri-Nya, tidak terdapat apa pun yang berkaitan dengan hukum Taurat; Dia telah membuang itu sepenuhnya dan tidak lagi mematuhinya, dan Dia tidak lagi mengharuskan umat manusia untuk mematuhinya. Jadi di sini engkau melihat bahwa Tuhan Yesus pergi melewati ladang gandum pada hari Sabat, dan bahwa Tuhan tidak beristirahat; Dia berada di luar untuk bekerja, dan tidak beristirahat. Tindakan-Nya ini mendobrak gagasan orang dan menyampaikan kepada mereka bahwa Dia tidak lagi hidup di bawah hukum Taurat, dan bahwa Dia telah meninggalkan batasan hari Sabat dan menampakkan diri di hadapan umat manusia dan berada di tengah-tengah mereka dalam wujud yang baru, dengan cara kerja yang baru. Tindakan-Nya ini menyampaikan kepada orang-orang bahwa Dia telah membawa beserta-Nya pekerjaan baru, pekerjaan yang dimulai dengan keluar dari bawah hukum Taurat dan meninggalkan hari Sabat. Ketika Tuhan melaksanakan pekerjaan baru-Nya, Dia tidak lagi berpegang teguh pada masa lampau, dan Dia tidak lagi peduli dengan peraturan Zaman Hukum Taurat. Dia juga tidak terpengaruh oleh pekerjaan-Nya pada zaman sebelumnya, tetapi sebaliknya bekerja pada hari Sabat sama seperti yang dilakukan-Nya pada hari lainnya, dan ketika murid-murid-Nya lapar pada hari Sabat, mereka dapat memetik bulir-bulir gandum untuk dimakan. Semua ini sangat normal di mata Tuhan. Bagi Tuhan, diperbolehkan memiliki permulaan baru bagi banyak dari pekerjaan baru yang ingin dilakukan-Nya dan firman baru yang ingin diucapkan-Nya. Ketika Dia memulai sesuatu yang baru, Dia tidak lagi membahas pekerjaan-Nya yang sebelumnya, juga tidak terus melakukannya. Oleh karena Tuhan memiliki prinsip-Nya sendiri dalam pekerjaan-Nya, ketika Dia ingin memulai pekerjaan yang baru, itu adalah ketika Dia ingin membawa umat manusia ke tahap yang baru dari pekerjaan-Nya, dan ketika pekerjaan-Nya telah memasuki fase yang lebih tinggi. Apabila orang-orang terus bertindak sesuai perkataan atau peraturan yang lama atau terus berpegang teguh pada hal-hal tersebut, Dia tidak akan mengingat atau menyetujuinya. Ini karena Dia telah membawa pekerjaan baru, dan telah memasuki fase yang baru dari pekerjaan-Nya. Ketika Dia memulai pekerjaan baru, Dia menampakkan diri kepada umat manusia dalam wujud yang benar-benar baru, dari sudut yang benar-benar baru, dan dalam cara yang benar-benar baru sehingga orang dapat melihat berbagai aspek dari watak-Nya dan melihat apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya. Ini adalah salah satu tujuan-Nya dalam pekerjaan baru-Nya. Tuhan tidak berpegang teguh pada hal-hal lama atau menempuh jalan yang sudah pernah ditapaki; ketika Dia bekerja dan berfirman, Dia tidak bersikap penuh larangan seperti yang orang bayangkan. Di dalam Tuhan, semuanya bebas dan merdeka, dan tidak ada larangan, tidak ada kekangan—yang Dia bawa kepada umat manusia adalah kebebasan dan kemerdekaan. Dia adalah Tuhan yang hidup, Tuhan yang sungguh-sungguh dan benar-benar ada. Dia bukan boneka atau patung tanah liat, dan Dia sama sekali berbeda dari berhala yang orang-orang dirikan dan sembah. Dia hidup dan penuh gairah, dan apa yang firman-Nya dan pekerjaan-Nya bawa kepada umat manusia seluruhnya adalah hidup dan terang, seluruhnya adalah kebebasan dan kemerdekaan, karena Dia memiliki jalan, kebenaran, dan hidup—Dia tidak dibatasi oleh apa pun dalam semua pekerjaan-Nya. Apa pun yang orang katakan dan bagaimanapun mereka memandang atau menilai pekerjaan baru-Nya, Dia akan terus melakukan pekerjaan-Nya itu tanpa keraguan. Dia tidak akan khawatir tentang gagasan siapa pun, ataupun tuduhan yang terarah pada pekerjaan dan firman-Nya, atau bahkan penolakan dan penentangan mereka yang kuat terhadap pekerjaan baru-Nya. Tak seorang pun di antara semua ciptaan boleh menggunakan nalar manusia, atau imajinasi, pengetahuan, ataupun moralitas manusia untuk mengukur atau mendefinisikan apa yang Tuhan lakukan, atau mendiskreditkan, mengganggu atau menyabotase pekerjaan-Nya. Tidak ada larangan dalam pekerjaan-Nya dan apa yang Dia lakukan; pekerjaan-Nya tidak akan dibatasi oleh manusia, peristiwa, atau hal apa pun, juga tidak akan dikacaukan oleh kekuatan musuh mana pun. Dalam hal pekerjaan baru-Nya, Dia adalah Raja yang selamanya menang, dan segala kekuatan musuh dan segala kesesatan dan kekeliruan umat manusia diinjak-Nya di bawah tumpuan kaki-Nya. Tahap baru mana pun dari pekerjaan yang sedang Dia lakukan, pekerjaan-Nya itu pasti akan dikembangkan dan diperluas di tengah umat manusia, dan pasti akan dikerjakan tanpa halangan di seluruh alam semesta sampai pekerjaan besar-Nya itu telah diselesaikan. Inilah kemahakuasaan dan hikmat Tuhan, otoritas dan kuasa-Nya. Dengan demikian, Tuhan Yesus dapat secara terbuka pergi dan bekerja pada hari Sabat karena di dalam hati-Nya tidak ada peraturan, dan tidak ada pengetahuan atau doktrin yang berasal dari manusia. Yang Dia miliki adalah pekerjaan baru Tuhan dan jalan Tuhan. Pekerjaan-Nya adalah jalan untuk membebaskan umat manusia, untuk melepaskan manusia, memungkinkan mereka untuk berada di dalam terang dan untuk hidup. Sementara itu, mereka yang menyembah berhala atau ilah-ilah palsu hidup setiap harinya diikat oleh Iblis, dikekang oleh berbagai jenis peraturan dan tabu—hari ini satu hal dilarang, esok hari hal lain yang dilarang—tidak ada kebebasan dalam hidup mereka. Mereka layaknya tahanan yang terbelenggu, menjalani hidup tanpa sukacita sama sekali. Merepresentasikan apakah "larangan" itu? Larangan merepresentasikan ketidakleluasaan, keterikatan, dan kejahatan. Begitu orang menyembah berhala, mereka sedang menyembah ilah palsu, menyembah roh jahat. Larangan muncul bersamaan dengan dilakukannya aktivitas semacam. Engkau tidak boleh makan ini atau itu, hari ini engkau tidak boleh pergi, besok engkau tidak boleh masak, lusa engkau tidak boleh pindah ke rumah baru, hari-hari tertentu harus dipilih untuk pernikahan dan pemakaman dan bahkan untuk melahirkan anak. Disebut apakah ini? Ini disebut larangan; inilah perbudakan umat manusia, dan inilah belenggu Iblis dan roh jahat yang mengendalikan manusia dan mengekang hati dan tubuh mereka. Apakah bersama Tuhan ada larangan seperti ini? Ketika membahas tentang kekudusan Tuhan, engkau harus terlebih dahulu memikirkan ini: bersama Tuhan tidak ada larangan. Tuhan memiliki prinsip dalam firman dan pekerjaan-Nya, tetapi tidak ada larangan, karena Tuhan itu sendiri adalah jalan, kebenaran, dan hidup.

Sekarang mari kita perhatikan perikop berikut dari Alkitab: "Tetapi Aku berkata kepadamu, bahwa di tempat ini ada yang lebih besar daripada Bait Suci. Tetapi jika engkau mengerti apa artinya ini, Aku menghendaki belas kasihan dan bukan korban persembahan, tentu engkau tidak akan menghukum orang yang tidak bersalah. Karena Anak Manusia adalah Tuhan bahkan atas hari Sabat" (Matius 12:6-8). Apakah arti kata "Bait Suci" di sini? Sederhananya, "Bait Suci" merujuk pada sebuah bangunan yang tinggi dan megah, dan pada Zaman Hukum Taurat, Bait Suci merupakan tempat para imam menyembah Tuhan. Ketika Tuhan Yesus berkata "di tempat ini ada yang lebih besar daripada Bait Suci," siapakah yang Dia maksud dengan "ada yang lebih besar"? Jelas bahwa yang dimaksud adalah Tuhan Yesus dalam daging, karena hanya Dia yang lebih besar daripada Bait Suci. Apa yang firman itu sampaikan kepada orang-orang? Firman Tuhan mengatakan agar orang keluar dari Bait Suci—Tuhan telah meninggalkan Bait Suci dan tidak lagi bekerja di dalamnya, jadi orang harus mencari jejak langkah Tuhan di luar Bait Suci dan mengikuti langkah-langkah Tuhan dalam pekerjaan baru-Nya. Ketika Tuhan Yesus mengucapkan ini, ada dasar pemikiran di balik perkataan-Nya, yakni bahwa di bawah hukum Taurat, orang-orang telah memandang Bait Suci sebagai sesuatu yang lebih besar daripada Tuhan itu sendiri. Artinya, orang lebih menyembah Bait Suci ketimbang menyembah Tuhan, sehingga Tuhan Yesus memperingatkan mereka untuk tidak menyembah berhala, melainkan menyembah Tuhan karena Dialah yang tertinggi. Karena itu, Dia berkata: "Aku menghendaki belas kasihan dan bukan korban persembahan." Jelas bahwa di mata Tuhan Yesus, kebanyakan orang yang hidup di bawah hukum Taurat tidak lagi menyembah Tuhan Yahweh, melainkan hanya melakukan rutinitas mempersembahkan korban, dan Tuhan Yesus menganggap bahwa hal ini sama saja dengan penyembahan berhala. Para penyembah berhala ini memandang Bait Suci sebagai sesuatu yang lebih besar, lebih tinggi daripada Tuhan. Di dalam hati mereka hanya ada Bait Suci, bukan Tuhan, dan jika mereka kehilangan Bait Suci, berarti mereka kehilangan tempat kediaman. Tanpa Bait Suci tidak ada lagi tempat bagi mereka untuk beribadah dan mereka tidak dapat melakukan persembahan korban. Yang mereka sebut "tempat kediaman" adalah tempat mereka menggunakan kepura-puraan yang penuh kepalsuan untuk menyembah Tuhan Yahweh agar dapat tetap tinggal di Bait Suci dan melakukan urusan mereka sendiri. Yang mereka sebut "mempersembakan korban" hanyalah melakukan urusan pribadi mereka sendiri yang memalukan di balik kedok melakukan pelayanan mereka di Bait Suci. Inilah alasan mengapa orang-orang pada zaman itu memandang Bait Suci sebagai sesuatu yang lebih besar daripada Tuhan. Tuhan Yesus mengucapkan perkataan ini sebagai peringatan bagi orang-orang, karena mereka menggunakan Bait Suci sebagai topeng, dan persembahan korban sebagai kedok untuk mencurangi orang dan mencurangi Tuhan, Apabila engkau menerapkan firman ini pada masa sekarang, firman ini masih sama sahnya dan sama relevannya. Walaupun orang-orang pada zaman sekarang telah mengalami pekerjaan Tuhan yang berbeda dari yang dialami orang-orang pada Zaman Hukum Taurat, natur dan esensi mereka sama. Dalam konteks pekerjaan pada zaman sekarang, orang masih akan melakukan hal-hal yang sama jenisnya dengan yang direpresentasikan oleh perkataan, "Bait Suci lebih besar daripada Tuhan." Sebagai contoh, orang memandang pelaksanaan tugas mereka sebagai mata pencaharian; mereka memandang tindakan bersaksi bagi Tuhan dan bertarung melawan si naga merah yang sangat besar sebagai gerakan politik demi membela hak asasi manusia, demi demokrasi dan kebebasan; mereka mengubah tugas mereka menggunakan keterampilan mereka menjadi karier, tetapi memperlakukan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan tidak lebih dari sekadar doktrin keagamaan untuk ditaati; dan lain sebagainya. Bukankah perilaku ini pada dasarnya sama dengan menganggap "Bait Suci lebih besar daripada Tuhan?" Perbedaannya hanyalah bahwa dua ribu tahun lalu, orang melakukan urusan pribadi mereka di dalam bangunan fisik Bait Suci, sedangkan pada zaman sekarang, orang sibuk melakukan urusan pribadi mereka dalam Bait Suci yang tak kasatmata. Orang-orang yang mencintai aturan, memandang aturan sebagai hal yang lebih besar daripada Tuhan, orang-orang yang mencintai status, memandang status sebagai hal yang lebih besar daripada Tuhan, mereka yang mencintai karier, memandang karier sebagai hal yang lebih besar daripada Tuhan, dan lain sebagainya—semua pengungkapan mereka membuat-Ku mengatakan: "Melalui perkataan, orang-orang memuji Tuhan sebagai yang terbesar, tetapi di mata mereka, segala sesuatu lebih besar daripada Tuhan." Ini karena begitu orang menemukan peluang dalam perjalanan mengikuti Tuhan untuk memamerkan bakat mereka sendiri, atau untuk mengerjakan urusan atau karier mereka sendiri, mereka pun menjauhkan diri dari Tuhan dan menerjunkan diri dalam karier yang mereka cintai. Sedangkan untuk hal yang telah dipercayakan Tuhan kepada mereka, dan kehendak-Nya, hal-hal tersebut telah lama mereka tanggalkan. Apa perbedaan antara keadaan orang-orang ini dengan mereka yang melakukan urusan mereka sendiri di Bait Suci dua ribu tahun yang lalu?

Selanjutnya, mari kita perhatikan kalimat terakhir dari perikop ini: "Karena Anak Manusia adalah Tuhan bahkan atas hari Sabat." Apakah ada sisi praktis dari kalimat ini? Dapatkah engkau semua melihat sisi praktisnya? Setiap hal yang Tuhan katakan berasal dari hati-Nya, jadi mengapa Dia mengatakan ini? Bagaimana engkau semua memahaminya? Engkau semua mungkin mengerti arti dari kalimat ini sekarang, tetapi pada waktu itu, ketika perkataan ini diucapkan, tidak banyak orang mengerti apa artinya karena umat manusia baru saja keluar dari Zaman Hukum Taurat. Bagi mereka, meninggalkan hari Sabat adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan, apalagi memahami apa arti Sabat yang sebenarnya.

Kalimat "Anak Manusia adalah Tuhan bahkan atas hari Sabat" menyampaikan kepada orang-orang bahwa segala sesuatu tentang Tuhan tidak bersifat materi, dan meskipun Tuhan dapat menyediakan semua kebutuhan materielmu, setelah semua kebutuhan materielmu terpenuhi, dapatkah kepuasan dari hal-hal ini menggantikan pengejaranmu akan kebenaran? Sudah jelas tidak mungkin! Watak Tuhan, apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, yang sudah kita persekutukan, semuanya adalah kebenaran. Nilainya tidak bisa diukur dengan menggunakan objek materiel apa pun, seberharga apa pun objek materiel tersebut, dan nilainya juga tidak bisa ditakar dengan nilai uang, karena kebenaran bukanlah objek materiel, dan kebenaran membekali kebutuhan hati setiap orang. Bagi setiap orang, nilai kebenaran yang tak kasatmata ini seharusnya lebih besar dari nilai benda materiel apa pun, bukankah demikian? Pernyataan ini adalah sesuatu yang perlu engkau semua renungkan baik-baik. Poin penting dari apa yang telah Kukatakan adalah bahwa apa yang Tuhan miliki dan siapa diri-Nya, dan segala sesuatu tentang Tuhan adalah hal terpenting bagi setiap orang dan tidak bisa digantikan oleh objek materiel apa pun. Aku akan memberimu sebuah contoh: ketika engkau lapar, engkau membutuhkan makanan. Makanan ini bisa secara relatif baik atau secara relatif kurang memuaskan, tetapi asalkan engkau merasa kenyang, perasaan tidak enak karena lapar tidak akan terasa lagi—perasaan itu akan lenyap. Engkau bisa duduk dengan perasaan damai, dan tubuhmu akan terasa tenang. Rasa lapar manusia bisa dipuaskan oleh makanan, tetapi ketika engkau mengikuti Tuhan dan merasa bahwa engkau tidak memiliki pemahaman akan Dia, bagaimanakah engkau mengisi kekosongan di dalam hatimu? Bisakah itu dipuaskan oleh makanan? Atau ketika engkau mengikuti Tuhan dan tidak memahami kehendak-Nya, apakah yang bisa engkau gunakan untuk memuaskan kelaparan di hatimu? Dalam proses engkau mengalami keselamatan melalui Tuhan, sementara mengejar perubahan dalam watakmu, jika engkau tidak memahami kehendak-Nya atau tidak mengetahui apa arti kebenaran, jika engkau tidak memahami watak Tuhan, bukankah engkau akan merasa tidak tenang? Tidakkah engkau akan merasakan kelaparan dan kehausan yang amat sangat di dalam hatimu? Tidakkah perasaan-perasaan ini akan menghalangi perasaan tenang di dalam hatimu? Jadi bagaimanakah engkau dapat memuaskan kelaparan di hatimu—adakah cara untuk menyelesaikan masalah ini? Sebagian orang pergi berbelanja, sebagian lagi mencari teman untuk mencurahkan isi hati, beberapa orang menikmati tidur yang panjang, ada juga yang membaca lebih banyak firman Tuhan, atau bekerja lebih keras dan mengerahkan upaya lebih besar untuk melaksanakan tugas mereka. Dapatkah hal-hal tersebut menyelesaikan kesulitanmu yang sebenarnya? Engkau semua sepenuhnya memahami tindakan-tindakan semacam ini. Ketika engkau merasa tidak berdaya, ketika engkau merasakan hasrat yang kuat untuk mendapatkan pencerahan dari Tuhan yang memampukanmu untuk mengenal kenyataan kebenaran dan kehendak-Nya, apakah yang paling engkau butuhkan? Yang engkau butuhkan bukan makanan lengkap, dan bukan beberapa perkataan yang ramah, apalagi penghiburan dan kepuasan daging—yang engkau butuhkan adalah agar Tuhan secara langsung dan jelas memberitahukan kepadamu apa yang harus engkau lakukan dan bagaimana engkau harus melakukannya, memberitahukan kepadamu dengan jelas apa arti kebenaran. Setelah engkau memahami ini, sekalipun engkau hanya memperoleh sedikit pemahaman, tidakkah engkau akan merasa hatimu lebih dipuaskan dibandingkan jika engkau makan santapan yang lezat? Ketika hatimu dipuaskan, bukankah hatimu dan keseluruhan dirimu mendapatkan ketenangan yang sesungguhnya? Melalui analogi dan analisis ini, apakah engkau semua sekarang paham mengapa Aku ingin membagikan kepadamu kalimat ini, "Anak Manusia adalah Tuhan bahkan atas hari Sabat"? Arti kalimat itu adalah bahwa apa yang berasal dari Tuhan, apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, dan segala sesuatu tentang Dia, adalah lebih besar dibandingkan apa pun, termasuk hal atau orang yang sebelumnya kau anggap sebagai yang paling kau hargai. Dengan kata lain, jika orang tidak memiliki firman dari mulut Tuhan atau mereka tidak memahami kehendak-Nya, mereka tidak akan dapat memperoleh ketenangan. Dalam pengalamanmu di masa depan, engkau semua akan mengerti mengapa Aku menginginkanmu pada saat ini untuk memahami perikop ini—ini sangat penting. Segala sesuatu yang Tuhan lakukan adalah kebenaran dan hidup. Kebenaran adalah sesuatu yang tidak boleh tidak ada dalam hidup mereka, dan sesuatu yang tanpanya mereka tidak pernah bisa berbuat apa-apa; juga dapat kau katakan bahwa kebenaran adalah hal yang terbesar. Meskipun engkau tidak bisa melihatnya atau menyentuhnya, nilainya tidak bisa engkau abaikan; kebenaran adalah satu-satunya hal yang dapat membawa ketenangan dalam hatimu.

Apakah pemahamanmu akan kebenaran diintegrasikan dengan keadaanmu sendiri? Dalam kehidupan nyata, engkau pertama-tama harus memikirkan kebenaran mana yang berkaitan dengan orang, peristiwa, dan hal-hal yang telah engkau temui; di antara kebenaran-kebenaran inilah engkau dapat menemukan kehendak Tuhan dan menghubungkan apa yang telah engkau temui dengan kehendak-Nya. Jika engkau tidak tahu aspek-aspek kebenaran mana yang berkaitan dengan hal-hal yang telah engkau temui, tetapi malah langsung mencari kehendak Tuhan, ini adalah pendekatan buta yang tidak akan mencapai hasil. Apabila engkau ingin mencari kebenaran dan memahami kehendak Tuhan, pertama-tama engkau perlu melihat hal-hal macam apa yang telah terjadi pada dirimu, aspek-aspek kebenaran mana yang berkaitan dengan kejadian tersebut, dan carilah kebenaran dalam firman Tuhan yang berhubungan dengan apa yang telah kaualami. Kemudian carilah jalan penerapan yang tepat bagimu di dalam kebenaran tersebut; dengan cara ini engkau dapat memperoleh pengertian tidak langsung akan kehendak Tuhan. Mencari dan melakukan kebenaran bukan berarti menerapkan sebuah doktrin secara mekanis ataupun mengikuti sebuah rumusan. Kebenaran bukanlah hal yang bersifat terumuskan, juga bukan sebuah hukum. Kebenaran tidak mati—kebenaran adalah hidup itu sendiri, sesuatu yang hidup, dan merupakan aturan yang harus diikuti oleh makhluk ciptaan dan aturan yang harus dimiliki seorang manusia dalam hidupnya. Ini adalah sesuatu yang harus engkau pahami sebaik mungkin melalui pengalaman. Berada pada tahap mana pun dirimu dalam pengalamanmu, engkau tidak bisa dipisahkan dari firman Tuhan atau kebenaran, dan apa yang engkau pahami mengenai watak Tuhan, mengenai apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, semuanya itu diungkapkan di dalam firman Tuhan; semua itu berkaitan erat dengan kebenaran. Watak Tuhan, apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, itu sendiri, adalah kebenaran; kebenaran merupakan perwujudan yang autentik dari watak Tuhan dan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya. Ini menjadikan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya konkret, dan ini menjadi pernyataan yang jelas tentang apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya; ini memberitahukan kepadamu secara langsung tentang apa yang Tuhan sukai, apa yang tidak Dia sukai, apa yang Dia ingin untuk engkau lakukan dan apa yang tidak Dia izinkan untuk engkau lakukan, orang-orang seperti apa yang Dia benci dan orang-orang seperti apa yang Dia kasihi. Di balik kebenaran yang Tuhan ungkapkan orang dapat melihat kesenangan-Nya, kemarahan-Nya, kesedihan-Nya, dan kebahagiaan-Nya, juga esensi-Nya—ini adalah pengungkapan dari watak-Nya. Selain mengetahui apa yang Tuhan miliki dan siapa diri-Nya, dan memahami watak-Nya dari firman-Nya, yang paling penting adalah perlunya mencapai pemahaman ini melalui pengalaman nyata. Jika orang menjauhkan diri mereka dari kehidupan nyata supaya mengenal Tuhan, mereka tidak akan bisa mencapai hal itu. Bahkan kalaupun ada orang-orang yang dapat memperoleh sebagian pemahaman dari firman Tuhan, pemahaman ini hanya terbatas pada teori dan kata-kata, dan akan muncul perbedaan dengan seperti apakah Tuhan itu sendiri yang sebenarnya.

Apa yang sedang kami sampaikan sekarang semuanya berada dalam cakupan kisah-kisah yang tercatat dalam Alkitab. Melalui kisah-kisah ini, dan dengan menganalisis hal-hal yang terjadi, orang dapat memahami watak-Nya dan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya yang telah Dia ungkapkan, memungkinkan mereka untuk mengenal setiap aspek dari Tuhan dengan lebih luas, lebih mendalam, lebih lengkap, dan lebih menyeluruh. Jadi, apakah cara satu-satunya untuk mengenal setiap aspek Tuhan adalah melalui kisah-kisah ini? Tidak, ini bukan satu-satunya cara! Karena apa yang Tuhan firmankan dan pekerjaan yang Tuhan lakukan pada Zaman Kerajaan dapat membantu orang mengenal watak-Nya dengan lebih baik dan mengetahui tentang watak-Nya itu secara lebih menyeluruh. Akan tetapi, menurut-Ku akan sedikit lebih mudah untuk mengenal watak Tuhan dan memahami apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya melalui contoh-contoh atau kisah-kisah yang tercatat dalam Alkitab yang sudah dikenal orang. Apabila Aku mengambil firman penghakiman dan hajaran dan kebenaran yang Tuhan ungkapkan pada zaman sekarang, kata demi kata, untuk memampukanmu mengenal Dia dengan cara ini, engkau akan merasa bahwa itu terlalu membosankan dan terlalu menjemukan, dan sebagian orang bahkan akan merasa bahwa firman Tuhan nampak terlalu terumuskan. Namun jika Aku mengambil kisah-kisah Alkitab ini sebagai contoh agar orang lebih mudah mengenal watak Tuhan, mereka tidak akan menganggapnya membosankan. Dapat dikatakan bahwa sepanjang menjelaskan contoh-contoh ini, rincian mengenai apa yang ada di hati Tuhan pada saat itu—suasana hati dan perasaan-Nya, atau pemikiran dan gagasan-Nya—semuanya itu telah disampaikan kepada manusia dalam bahasa manusia, dan tujuan dari semua ini adalah agar mereka menghargai, merasakan bahwa apa yang Tuhan miliki dan siapa diri-Nya bukanlah sebuah rumusan. Itu bukan sebuah legenda, atau sesuatu yang tidak dapat dilihat dan disentuh orang. Itu adalah sesuatu yang benar-benar ada, yang bisa orang rasakan dan hargai. Inilah tujuan utamanya. Engkau bisa mengatakan bahwa orang-orang yang hidup pada zaman ini sangat diberkati. Mereka dapat belajar dari kisah-kisah Alkitab untuk memperoleh pengertian yang lebih luas tentang pekerjaan Tuhan sebelumnya; mereka dapat melihat watak-Nya melalui pekerjaan yang telah Dia lakukan; mereka dapat memahami kehendak Tuhan bagi umat manusia melalui watak-watak yang telah Dia ungkapkan ini, dan memahami perwujudan nyata kekudusan-Nya dan kepedulian-Nya terhadap manusia, sehingga dengan cara ini mereka dapat mencapai pengenalan akan watak Tuhan yang lebih mendetail dan lebih mendalam. Aku yakin bahwa engkau semua dapat merasakan hal ini sekarang!

Dalam lingkup pekerjaan yang Tuhan Yesus selesaikan pada Zaman Kasih Karunia, engkau dapat melihat aspek lain dari apa Tuhan miliki dan siapa diri-Nya. Aspek ini diungkapkan melalui daging-Nya, dan orang mampu melihat dan menghargai hal itu karena kemanusiaan-Nya. Dalam diri Anak Manusia, orang melihat bagaimana Tuhan dalam daging hidup dalam kemanusiaan-Nya, dan mereka melihat keilahian Tuhan diungkapkan melalui daging. Dua jenis pengungkapan ini memungkinkan orang untuk melihat Tuhan yang sangat nyata, dan memungkinkan orang untuk membentuk sebuah konsep berbeda mengenai Tuhan. Namun, selama jangka waktu antara penciptaan dunia dan akhir Zaman Hukum Taurat, yaitu, sebelum Zaman Kasih Karunia, satu-satunya aspek Tuhan yang terlihat, terdengar, dan dialami oleh orang-orang hanyalah keilahian Tuhan, hal-hal yang diperbuat dan difirmankan Tuhan dalam alam tak berwujud, dan hal-hal yang Dia nyatakan dari pribadi-Nya yang nyata yang tak dapat dilihat ataupun disentuh. Seringkali, hal-hal ini membuat orang merasa bahwa Tuhan begitu menjulang tinggi dalam kebesaran-Nya sehingga mereka tidak bisa mendekat kepada-Nya. Kesan yang biasanya diberikan Tuhan kepada manusia adalah bahwa Dia bisa berada di dalam atau di luar kemampuan mereka untuk memahami diri-Nya, dan orang-orang bahkan merasa bahwa setiap pemikiran dan gagasan-Nya begitu misterius dan sulit dipahami sehingga tidak mungkin untuk menjangkaunya, apalagi untuk memahami dan menghargai hal-hal tersebut. Bagi manusia, segala sesuatu tentang Tuhan sangatlah jauh, sedemikian jauhnya hingga orang tidak dapat melihatnya, tidak dapat menyentuhnya. Tuhan tampak tinggi di langit, dan sepertinya tidak ada sama sekali. Jadi bagi manusia, memahami hati dan pikiran Tuhan atau apa pun pemikiran-Nya adalah hal yang tak dapat dicapai, dan bahkan di luar jangkauan mereka. Walaupun Tuhan melakukan beberapa pekerjaan konkret pada Zaman Hukum Taurat, dan Dia juga mengeluarkan beberapa firman yang spesifik serta mengungkapkan beberapa watak yang spesifik demi memungkinkan orang untuk bisa menghargai dan memahami beberapa pengetahuan nyata tentang diri-Nya, namun pada akhirnya, pengungkapan tentang apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya berasal dari alam tak berwujud, dan apa yang orang pahami, apa yang mereka ketahui masihlah tentang aspek ilahi dari apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya. Umat manusia tidak mampu mendapatkan konsep konkret dari pengungkapan tentang apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, dan kesan mereka akan Tuhan masih terpaku dalam lingkup "sesosok tubuh rohani yang sukar untuk didekati, yang bisa di dalam juga bisa di luar kemampuan mereka untuk memahaminya." Karena Tuhan tidak menggunakan objek spesifik atau wujud dari alam materiel untuk menampakkan diri di hadapan orang-orang, mereka tetap tidak mampu mendefinisikan diri-Nya dengan menggunakan bahasa manusia. Dalam hati dan pikirannya, orang selalu ingin menggunakan bahasa mereka sendiri untuk menetapkan suatu standar bagi Tuhan, untuk membuat-Nya kasatmata dan memanusiakan diri-Nya, seperti misalnya setinggi apa Dia, sebesar apa Dia, seperti apa rupa-Nya, apa yang secara khusus Dia sukai dan bagaimana sebenarnya kepribadian-Nya. Sebenarnya, di dalam hati-Nya, Tuhan tahu bahwa orang-orang berpikir seperti ini. Dia mengetahui dengan jelas apa yang orang perlukan, dan tentu saja Dia juga tahu apa yang mesti Dia lakukan, maka Dia melakukan pekerjaan-Nya dengan cara yang berbeda pada Zaman Kasih Karunia. Cara baru ini adalah ilahi sekaligus manusiawi. Selama jangka waktu Tuhan Yesus bekerja, orang dapat melihat bahwa Tuhan memiliki berbagai ungkapan manusia. Sebagai contoh, Dia dapat menari, Dia dapat menghadiri acara pernikahan, Dia dapat bercakap dengan orang-orang, berbicara kepada mereka, dan membahas berbagai hal bersama mereka. Selain itu, Tuhan Yesus juga menyelesaikan banyak pekerjaan yang merepresentasikan keilahian-Nya, dan tentu saja, semua pekerjaan ini adalah pengungkapan dan penyingkapan watak Tuhan. Selama waktu ini, ketika keilahian Tuhan diwujudkan dalam daging biasa yang dapat orang-orang lihat dan sentuh, mereka tidak lagi merasa bahwa Dia kadang di dalam, dan kadang di luar kemampuan mereka untuk memahami diri-Nya atau bahwa mereka tidak bisa mendekat kepada-Nya. Sebaliknya, mereka bisa berusaha untuk memahami kehendak Tuhan atau memahami keilahian-Nya melalui setiap gerakan, melalui firman, dan melalui pekerjaan Anak Manusia. Anak Manusia yang berinkarnasi mengungkapkan keilahian Tuhan melalui kemanusiaan-Nya dan menyatakan kehendak Tuhan kepada umat manusia. Dan melalui diri-Nya mengungkapkan kehendak dan watak Tuhan, Dia juga menyatakan kepada manusia sosok Tuhan yang tidak bisa dilihat atau disentuh yang berdiam di alam rohani. Apa yang manusia lihat adalah Tuhan itu sendiri dalam bentuk yang kasatmata, memiliki darah dan daging. Jadi, Anak Manusia yang berinkarnasi membuat hal-hal seperti identitas Tuhan itu sendiri, status, wujud, dan watak Tuhan, apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya menjadi konkret dan memiliki rupa manusia. Meskipun penampakan luar Anak Manusia memiliki batasan berkenaan dengan gambar diri Tuhan, esensi-Nya dan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya sepenuhnya mampu merepresentasikan identitas dan status Tuhan itu sendiri—hanya ada beberapa perbedaan dalam bentuk pengungkapannya. Kita tidak dapat menyangkal bahwa Anak Manusia merepresentasikan identitas dan status Tuhan itu sendiri, baik dalam bentuk kemanusiaan-Nya maupun dalam keilahian-Nya. Namun, selama waktu ini, Tuhan bekerja melalui daging, berbicara dari sudut pandang daging, dan berdiri di hadapan umat manusia dengan identitas dan status Anak Manusia, dan ini memberikan kesempatan bagi orang-orang untuk menemui dan mengalami firman dan pekerjaan Tuhan yang nyata di antara manusia. Ini juga memungkinkan orang untuk mendapatkan wawasan tentang keilahian dan kebesaran-Nya di tengah kerendahhatian, sekaligus mendapatkan pemahaman dan definisi pendahuluan tentang autentisitas dan kenyataan diri Tuhan. Meskipun pekerjaan yang diselesaikan Tuhan Yesus, cara Dia bekerja, dan sudut pandang di mana Dia berbicara berbeda dari pribadi nyata Tuhan dalam alam rohani, segala sesuatu tentang Dia benar-benar merepresentasikan Tuhan itu sendiri, yang sebelumnya belum pernah dilihat manusia—hal ini tidak dapat dibantah! Dengan kata lain, dalam bentuk apa pun Tuhan menampakkan diri, dari sudut pandang mana pun Dia berfirman, atau dalam rupa apa pun Dia menghadapi manusia, Tuhan tidak merepresentasikan siapa pun selain diri-Nya sendiri. Dia tidak dapat merepresentasikan manusia mana pun—Dia tidak mungkin merepresentasikan manusia rusak mana pun. Tuhan adalah Tuhan itu sendiri, dan hal ini tidak dapat dibantah.

Selanjutnya, kita akan melihat sebuah perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus pada Zaman Kasih Karunia.

3. Perumpaan tentang Domba yang Hilang

Matius 18:12-14 Bagaimana menurutmu? Jika seseorang memiliki seratus ekor domba dan salah satunya hilang, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan dan pergi ke gunung, lalu mencari satu ekor yang tersesat itu? Dan jika ia sudah berhasil menemukannya, Aku berkata kepadamu, ia akan lebih bersukacita karena domba itu daripada sembilan puluh sembilan yang tidak sesat. Bukankah demikian juga dengan Bapamu yang di surga yang tidak menghendaki satu pun dari anak kecil ini binasa.

Perikop ini adalah sebuah perumpamaan—perasaan seperti apa yang ditimbulkan perumpamaan ini dalam diri orang? Cara pengungkapan—dengan perumpamaan—yang digunakan di sini merupakan kiasan dalam bahasa manusia, dan dengan demikian pengungkapan ini berada dalam lingkup pengetahuan manusia. Jika Tuhan mengatakan hal serupa pada Zaman Hukum Taurat, orang akan merasa bahwa perkataan seperti ini tidak benar-benar konsisten dengan siapa Tuhan itu, tetapi ketika Anak Manusia menyampaikan perkataan ini pada Zaman Kasih Karunia, itu terasa menghibur, hangat, dan akrab bagi orang-orang. Saat Tuhan menjadi daging, saat Dia menampakkan diri dalam rupa manusia, Dia menggunakan perumpamaan yang sangat sesuai yang berasal dari kemanusiaan-Nya sendiri, untuk mengungkapkan suara hati-Nya. Suara ini merepresentasikan suara Tuhan sendiri dan pekerjaan yang ingin Dia lakukan pada zaman itu. Suara ini juga merepresentasikan sikap Tuhan terhadap orang-orang pada Zaman Kasih Karunia. Melihatnya dari sudut pandang sikap Tuhan terhadap orang-orang, Dia mengandaikan setiap orang sebagai seekor domba. Jika seekor domba tersesat, Dia akan melakukan apa pun untuk menemukan domba tersebut. Ini merepresentasikan prinsip pekerjaan Tuhan di tengah umat manusia pada waktu itu, pada saat Dia berada dalam daging. Tuhan menggunakan perumpamaan ini untuk menggambarkan tekad dan sikap-Nya dalam pekerjaan itu. Inilah manfaat Tuhan menjadi daging: Dia dapat memanfaatkan pengetahuan manusia dan menggunakan bahasa manusia untuk berbicara kepada orang-orang, dan mengungkapkan kehendak-Nya. Dia menjelaskan atau "menerjemahkan" bagi manusia bahasa ilahi-Nya yang dalam dan sukar orang pahami ke dalam bahasa manusia, melalui cara manusia. Ini membantu orang untuk memahami kehendak-Nya dan mengetahui apa yang ingin Dia lakukan. Dia juga bisa bercakap-cakap dengan orang-orang dari sudut pandang manusia, dengan menggunakan bahasa manusia, dan berkomunikasi dengan manusia dengan cara yang mereka pahami. Dia bahkan dapat berbicara dan bekerja dengan menggunakan bahasa dan pengetahuan manusia sehingga orang dapat merasakan kebaikan dan kedekatan Tuhan, sehingga mereka dapat memahami isi hati-Nya. Apa yang engkau semua lihat dalam hal ini? Adakah larangan dalam perkataan dan tindakan Tuhan? Dari sudut pandang manusia, tidak mungkin Tuhan bisa menggunakan pengetahuan, bahasa, ataupun cara bicara manusia untuk membicarakan apa yang ingin Tuhan itu sendiri sampaikan, pekerjaan yang ingin Dia lakukan, atau mengungkapkan kehendak-Nya sendiri. Namun, ini adalah pemikiran yang keliru. Tuhan menggunakan perumpamaan semacam ini agar orang bisa merasakan kenyataan dan ketulusan Tuhan, dan melihat bagaimana sikap-Nya terhadap orang-orang pada masa itu. Perumpamaan ini menyadarkan dari mimpi orang-orang yang telah lama hidup di bawah hukum Taurat untuk waktu yang panjang, dan juga mengilhami generasi demi generasi manusia yang hidup di Zaman Kasih Karunia. Dengan membaca perikop perumpamaan ini, orang-orang mengetahui ketulusan Tuhan dalam menyelamatkan manusia dan memahami bobot manusia dan pentingnya manusia dalam hati Tuhan.

Mari kita melihat kalimat terakhir dari perikop ini: "Bukankah demikian juga dengan Bapamu yang di surga yang tidak menghendaki satu pun dari anak kecil ini binasa." Apakah ini perkataan Tuhan Yesus sendiri, ataukah ini perkataan Bapa yang di surga? Selintas, terdengar seperti Tuhan Yesus sendiri yang sedang berbicara, tetapi kehendak-Nya merepresentasikan kehendak Tuhan itu sendiri, karena itu Dia berkata: "Bukankah demikian juga dengan Bapamu yang di surga yang tidak menghendaki satu pun dari anak kecil ini binasa." Orang-orang pada masa itu hanya mengakui Bapa yang di surga sebagai Tuhan, dan yakin bahwa orang ini, yang mereka lihat di depan mata mereka, hanyalah utusan yang dikirim oleh-Nya, dan tidak mungkin merepresentasikan Bapa yang di surga. Itulah sebabnya Tuhan Yesus harus menambahkan kalimat ini di bagian akhir perumpamaan ini, sehingga orang bisa benar-benar merasakan kehendak Tuhan bagi manusia dan merasakan autentisitas dan keakuratan dari hal-hal yang Dia katakan. Meskipun kalimat ini adalah hal yang sederhana untuk dikatakan, penyampaiannya begitu sarat akan kepedulian dan mengungkapkan kerendahhatian serta ketersembunyian Tuhan Yesus. Tidak peduli apakah Tuhan menjadi daging atau apakah Dia bekerja dalam alam roh, Dia-lah yang paling mengenal hati manusia, dan yang paling mengerti apa yang orang butuhkan, mengetahui apa yang orang khawatirkan, dan apa yang membingungkan mereka, dan itulah sebabnya Dia menambahkan satu kalimat tersebut. Kalimat ini menyoroti sebuah masalah yang tersembunyi dalam diri umat manusia: manusia bersikap skeptis mendengar apa yang Anak Manusia katakan, dengan kata lain, ketika Tuhan Yesus berbicara Dia harus menambahkan: "Bukankah demikian juga dengan Bapamu yang di surga yang tidak menghendaki satu pun dari anak kecil ini binasa," dan hanya dengan cara demikianlah perkataan-Nya dapat membuahkan hasil, membuat orang-orang percaya akan keakuratannya dan yakin bahwa perkataan-Nya itu dapat dipercaya. Ini menunjukkan bahwa ketika Tuhan menjadi Anak Manusia biasa, Tuhan dan manusia memiliki hubungan yang sangat canggung, dan bahwa situasi yang dihadapi Anak Manusia sangatlah memalukan. Ini juga menunjukkan betapa tidak berartinya status Tuhan Yesus di antara umat manusia pada waktu itu. Ketika mengatakan ini, Dia sebenarnya sedang menyampaikan kepada orang-orang: Tenang saja—perkataan ini tidak merepresentasikan apa yang ada di dalam hati-Ku sendiri, teapi merupakan kehendak Tuhan yang ada di dalam hatimu. Bagi umat manusia, bukankah ini suatu hal yang ironis? Meskipun Tuhan yang bekerja dalam daging memiliki banyak keuntungan yang tidak Dia miliki dalam pribadi-Nya, Dia mesti tahan menanggung keraguan dan penolakan mereka, serta ketidakpekaan dan kebodohan mereka. Dapat dikatakan bahwa proses pekerjaan Anak Manusia merupakan proses mengalami penolakan manusia, sekaligus mengalami perlawanan mereka terhadap-Nya. Lebih dari itu, ini merupakan proses bekerja untuk terus-menerus memenangkan kepercayaan umat manusia dan menaklukkan manusia melalui apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, melalui esensi-Nya sendiri. Tidak begitu tepat untuk melihatnya sebagai peperangan Tuhan yang berinkarnasi melawan Iblis; lebih tepatnya, Tuhan menjadi manusia biasa dan memulai sebuah pergumulan bersama mereka yang mengikuti-Nya, dan dalam pergumulan ini Anak Manusia menyelesaikan pekerjaan-Nya dengan kerendahhatian-Nya, dengan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, dengan kasih dan hikmat-Nya. Dia memperoleh orang-orang yang Dia inginkan, memenangkan identitas dan status yang pantas Dia dapatkan, dan kembali ke "takhta"-Nya.

Berikutnya, mari kita melihat dua perikop berikut dari Kitab Suci.

4. Memaafkan Tujuh Puluh Kali Tujuh Kali

Matius 18:21-22 Lalu datanglah Petrus kepada-Nya dan berkata: "Tuhan, berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia bersalah kepadaku dan aku mengampuninya? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, tapi tujuh puluh kali tujuh kali."

5. Kasih Tuhan

Matius 22:37-39 Yesus berkata kepadanya: "Engkau harus mengasihi Tuhan dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu dan segenap pikiranmu. Inilah perintah pertama dan yang terutama. Dan perintah yang kedua, yang sama dengan itu, engkau harus mengasihi sesamamu manusia seperti diri sendiri."

Dari kedua perikop tersebut, yang satu berbicara tentang pengampunan dan yang lainnya berbicara tentang kasih. Kedua topik ini benar-benar menyoroti pekerjaan yang ingin Tuhan Yesus lakukan pada Zaman Kasih Karunia.

Ketika Tuhan menjadi daging, Dia membawa serta bersama-Nya satu tahap dari pekerjaan-Nya, yakni tugas kerja yang spesifik dan watak khusus yang ingin Dia ungkapkan pada zaman itu. Selama periode itu, segala sesuatu yang Anak Manusia lakukan adalah seputar pekerjaan yang ingin Tuhan lakukan pada zaman itu. Dia tidak melakukan yang lebih atau kurang dari itu. Setiap hal yang Dia katakan dan setiap jenis pekerjaan yang Dia lakukan semuanya berkaitan dengan zaman itu. Tidak peduli apakah Dia mengungkapkannya dengan cara manusia lewat bahasa manusia atau lewat bahasa ilahi, dan tidak peduli dengan cara apa pun atau dari sudut pandang mana pun Dia melakukannya, tujuan-Nya adalah untuk menolong manusia memahami apa yang ingin Dia lakukan, apa kehendak-Nya, dan apa yang dituntut-Nya dari manusia. Dia mungkin menggunakan berbagai cara dan sudut pandang berbeda untuk membantu orang memahami dan mengetahui kehendak-Nya, dan memahami pekerjaan-Nya menyelamatkan manusia. Jadi, pada Zaman Kasih Karunia kita melihat Tuhan Yesus hampir selalu menggunakan bahasa manusia untuk mengungkapkan apa yang ingin Dia sampaikan kepada umat manusia. Bahkan lebih dari itu, kita melihat Dia dari sudut pandang seorang pemandu biasa yang berbicara kepada orang-orang, membekali kebutuhan mereka, membantu mereka sesuai dengan permintaan mereka. Cara bekerja seperti ini tidak pernah terlihat sebelumnya pada Zaman Hukum Taurat yang mendahului Zaman Kasih Karunia. Dia menjadi lebih dekat dan lebih berbelas kasih terhadap umat manusia, juga lebih mampu mencapai hasil-hasil yang nyata baik dalam bentuk maupun caranya. Kiasan tentang mengampuni orang tujuh puluh kali tujuh kali benar-benar memperjelas poin ini. Tujuan yang dicapai oleh angka dalam kiasan ini adalah untuk memungkinkan orang memahami maksud Tuhan Yesus pada saat Dia mengatakan ini. Maksud Tuhan adalah bahwa orang seharusnya mengampuni sesamanya—tidak hanya sekali dua kali, bahkan tidak hanya tujuh kali, melainkan tujuh puluh kali tujuh kali. Gagasan macam yang terkandung dalam "tujuh puluh kali tujuh" ini? Ini bertujuan untuk membuat orang menjadikan pengampunan sebagai tanggung jawab mereka sendiri, sesuatu yang harus mereka pelajari, dan sebuah "cara" yang harus mereka patuhi. Meskipun hanya sebuah kiasan, ini berfungsi menyoroti sebuah poin yang sangat penting. Kiasan ini membantu orang untuk secara mendalam menghargai apa yang Dia maksudkan dan menemukan cara-cara penerapan dan prinsip serta standar penerapan yang tepat. Kiasan ini membantu orang untuk memahami dengan jelas dan memberi kepada mereka konsep yang tepat—yaitu bahwa mereka harus belajar tentang pengampunan dan mengampuni orang lain berapa kali pun itu tanpa syarat apa pun, melainkan dengan sikap penuh toleransi dan pengertian terhadap sesama. Ketika Tuhan Yesus mengatakan ini, apakah yang ada di dalam hati-Nya? Apakah Dia benar-benar memikirkan tentang angka "tujuh puluh kali tujuh?" Tidak. Apakah ada batasan berapa kali bagi Tuhan untuk mengampuni manusia? Ada banyak orang yang sangat tertarik dengan angka "berapa kali" yang disebutkan di sini, yang sangat ingin memahami asal muasal dan arti dari angka ini. Mereka ingin memahami mengapa angka ini keluar dari mulut Tuhan Yesus; mereka percaya bahwa ada implikasi yang lebih dalam di balik angka tersebut. Namun sebenarnya, ini hanyalah sebuah kiasan yang Tuhan gunakan. Implikasi atau maksud apa pun haruslah dipikirkan dengan mempertimbangkan tuntutan Tuhan Yesus terhadap manusia. Ketika Tuhan belum menjadi daging, manusia tidak banyak memahami apa yang Dia katakan karena firman-Nya datang dari keilahian sepenuhnya. Sudut pandang dan konteks dari perkataan-Nya tidak terlihat mata dan tidak mampu dicapai oleh umat manusia; firman-Nya diungkapkan dari alam roh yang tidak dapat dilihat manusia. Bagi manusia yang hidup dalam daging, mereka tidak bisa melewati alam roh. Akan tetapi setelah Tuhan menjadi daging, Dia berbicara kepada umat manusia dari sudut pandang kemanusiaan, dan Dia keluar dan melampaui lingkup alam roh. Dia dapat mengungkapkan watak ilahi, kehendak, dan sikap-Nya, melalui hal-hal yang dapat manusia bayangkan, hal-hal yang mereka lihat serta jumpai dalam kehidupan mereka, dan menggunakan cara-cara yang dapat diterima manusia, lewat bahasa yang dapat mereka mengerti, dan dengan pengetahuan yang dapat mereka pahami, demi memungkinkan manusia untuk memahami dan mengenal Tuhan, untuk memahami maksud-Nya dan standar yang dituntut-Nya dari mereka dalam lingkup kapasitas mereka, dan sesuai dengan batas kemampuan mereka. Inilah metode dan prinsip pekerjaan Tuhan dalam kemanusiaan. Meskipun cara Tuhan dan prinsip pekerjaan-Nya dalam daging sebagian besar dapat tercapai dengan atau melalui kemanusiaan, cara dan prinsip tersebut benar-benar mencapai hasil yang tidak dapat dicapai jika bekerja secara langsung dalam keilahian. Pekerjaan Tuhan dalam kemanusiaan lebih konkret, autentik, dan terarah, metode ini jauh lebih fleksibel, dan dalam bentuk yang melampaui pekerjaan yang dilakukan selama Zaman Hukum Taurat.

Selanjutnya, mari kita membahas tentang mengasihi Tuhan dan mengasihi sesamamu layaknya mengasihi dirimu sendiri. Apakah ini adalah sesuatu yang diungkapkan secara langsung dalam keilahian? Tentu saja tidak! Ini adalah semua hal yang disampaikan oleh Anak Manusia dalam kemanusiaan; hanya manusia yang akan mengatakan hal seperti, "Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri," dan "Sayangilah sesamamu seperti menyayangi nyawamu sendiri." Hanya manusia yang akan berbicara dengan cara seperti ini. Tuhan tidak pernah berbicara dengan cara seperti ini. Paling tidak, Tuhan tidak memiliki bahasa sejenis ini dalam keilahian-Nya karena Dia tidak membutuhkan prinsip semacam ini, yakni "Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri," untuk mengatur kasih-Nya kepada umat manusia, karena kasih Tuhan kepada umat manusia merupakan ungkapan alami dari apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya. Kapankah engkau semua pernah mendengar Tuhan mengatakan sesuatu seperti: "Aku mengasihi manusia layaknya Aku mengasihi diri-Ku sendiri"? Engkau tidak pernah mendengarnya, karena kasih berada dalam esensi Tuhan, dalam apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya. Kasih Tuhan kepada umat manusia, dan sikap-Nya serta cara Dia memperlakukan manusia, semua itu merupakan ungkapan dan pernyataan alami dari watak-Nya. Dia tidak perlu secara sengaja melakukan hal ini dengan menggunakan cara tertentu, atau secara sengaja mengikuti metode atau kode moral tertentu untuk bisa mengasihi sesama-Nya seperti diri-Nya sendiri—Dia sudah memiliki esensi semacam ini. Apa yang engkau lihat dalam hal ini? Ketika Tuhan bekerja dalam kemanusiaan, banyak dari metode, perkataan, dan kebenaran-Nya diungkapkan dalam cara manusia. Namun pada saat yang sama, watak Tuhan, apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, serta kehendak-Nya diungkapkan agar orang bisa mengetahui dan memahaminya. Apa yang mereka ketahui dan pahami memang merupakan esensi-Nya, serta apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, yang merepresentasikan identitas dan status yang melekat pada Tuhan itu sendiri. Dengan kata lain, Anak Manusia dalam daging mengungkapkan watak dan esensi yang melekat pada diri Tuhan itu sendiri dengan cara yang sebaik dan seakurat mungkin. Kemanusiaan dari Anak Manusia bukan saja tidak menjadi penghalang atau rintangan bagi komunikasi dan interaksi manusia dengan Tuhan yang di surga, tetapi sebenarnya merupakan satu-satunya saluran dan jembatan bagi umat manusia untuk terhubung dengan Tuhan atas segala ciptaan. Sekarang, pada titik ini, tidakkah engkau semua merasakan bahwa ada banyak kesamaan antara natur dan metode pekerjaan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus pada Zaman Kasih Karunia dengan tahap pekerjaan-Nya yang sekarang? Tahap pekerjaan yang sekarang juga menggunakan banyak bahasa manusia untuk mengungkapkan watak Tuhan, dan menggunakan banyak bahasa dan metode dari kehidupan sehari-hari manusia, juga pengetahuan manusia untuk mengungkapkan kehendak Tuhan itu sendiri. Begitu Tuhan menjadi daging, entah Dia berbicara dari sudut pandang manusia ataupun dari sudut pandang ilahi, banyak dari bahasa dan cara pengungkapan-Nya dilakukan melalui media bahasa dan cara-cara manusia. Artinya, ketika Tuhan menjadi daging, ini merupakan kesempatan terbaik bagimu untuk menyaksikan kemahakuasaan Tuhan dan hikmat-Nya, dan mengenal setiap aspek nyata dari Tuhan. Ketika Tuhan menjadi daging, dalam pertumbuhan-Nya menjadi dewasa, Dia menjadi paham, Dia belajar, dan memahami beberapa pengetahuan, akal sehat, bahasa, serta metode pengungkapan manusia dalam kemanusiaan-Nya. Tuhan yang berinkarnasi memiliki hal-hal yang berasal dari manusia yang telah diciptakan-Nya. Hal-hal ini menjadi alat bagi Tuhan dalam daging untuk mengungkapkan watak dan keilahian-Nya, serta memungkinkan-Nya menjadikan pekerjaan-Nya itu lebih bisa diterapkan, lebih autentik, dan lebih akurat ketika Dia bekerja di tengah umat manusia, dari sudut pandang manusia dan dengan menggunakan bahasa manusia. Ini menjadikan pekerjaan-Nya lebih mudah diakses dan lebih mudah dipahami oleh orang-orang, dan dengan demikian mencapai hasil yang Tuhan inginkan. Bukankah lebih praktis bagi Tuhan untuk bekerja dalam daging seperti ini? Bukankah inilah hikmat Tuhan? Pada saat Tuhan menjadi daging, pada saat daging Tuhan mampu memikul pekerjaan yang ingin Dia laksanakan, itulah saat ketika Dia secara nyata mengungkapkan watak-Nya dan pekerjaan-Nya, itu juga saat ketika Dia dapat secara resmi memulai pelayanan-Nya sebagai Anak Manusia. Ini berarti tidak ada lagi "kesenjangan generasi" antara Tuhan dan manusia, ini berarti Tuhan akan segera menghentikan pekerjaan-Nya menyampaikan sesuatu melalui para utusan, dan ini berarti Tuhan itu sendiri dapat secara pribadi mengungkapkan seluruh firman dan pekerjaan dalam daging sesuai yang Dia inginkan. Ini juga berarti orang-orang yang Tuhan selamatkan berada lebih dekat dengan-Nya, yang berarti pekerjaan pengelolaan-Nya telah memasuki wilayah baru, dan seluruh umat manusia akan segera diperhadapkan pada era yang baru.

Setiap orang yang telah membaca Alkitab tahu bahwa banyak peristiwa terjadi pada saat Tuhan Yesus dilahirkan. Yang paling luar biasa di antara peristiwa tersebut adalah ketika Dia diburu oleh rajanya para setan, sebuah peristiwa yang teramat mencekam hingga semua anak berusia dua tahun ke bawah di wilayah tersebut dibantai. Jelaslah bahwa Tuhan menanggung risiko besar dengan menjadi daging di antara manusia; harga mahal yang Dia bayarkan demi menyelesaikan pengelolaan-Nya menyelamatkan manusia juga jelas terlihat. Harapan besar yang Tuhan miliki bagi pekerjaan-Nya dalam daging di antara umat manusia juga jelas terlihat. Ketika daging Tuhan mampu melaksanakan pekerjaan di tengah umat manusia, bagaimanakah perasaan-Nya? Manusia seharusnya mampu sedikit memahami tentang hal ini, bukan? Setidaknya, Tuhan merasa bahagia karena Dia dapat mulai melaksanakan pekerjaan baru-Nya di antara manusia. Ketika Tuhan Yesus dibaptis dan secara resmi memulai pekerjaan-Nya untuk melaksanakan pelayanan-Nya, hati Tuhan meluap dengan sukacita karena setelah bertahun-tahun penantian dan persiapan, Dia akhirnya dapat mengenakan daging manusia normal dan memulai pekerjaan baru-Nya dalam wujud seorang manusia yang memiliki darah dan daging, yang dapat dilihat dan disentuh manusia. Dia akhirnya dapat berbicara berhadapan muka dan dari hati ke hati dengan manusia melalui identitas seorang manusia. Tuhan akhirnya bisa bertatap muka dengan manusia lewat cara-cara manusia dan bahasa manusia; Dia bisa membekali umat manusia, mencerahkan mereka, dan menolong mereka dengan menggunakan bahasa manusia; Dia bisa bersantap di meja yang sama dan tinggal dalam ruang yang sama dengan mereka. Dia juga bisa melihat manusia, melihat berbagai hal, dan melihat segalanya dengan cara yang sama dengan cara manusia melihatnya dan bahkan lewat mata mereka sendiri. Bagi Tuhan, ini sudah merupakan kemenangan pertama-Nya dalam pekerjaan-Nya dalam daging. Dapat dikatakan juga bahwa ini merupakan pencapaian dari sebuah pekerjaan besar—ini tentunya merupakan hal yang paling membahagiakan Tuhan. Mulai dari saat itulah, Tuhan merasakan, untuk pertama kalinya, semacam penghiburan dalam pekerjaan-Nya di antara manusia. Semua peristiwa yang terjadi tersebut begitu nyata dan alamiah, dan penghiburan yang Tuhan rasakan begitu nyata. Bagi umat manusia, setiap kali tahapan baru dari pekerjaan Tuhan tercapai, dan setiap kali Tuhan merasa puas, itu adalah saat manusia dapat menjadi semakin dekat dengan Tuhan dan dengan keselamatan. Bagi Tuhan, ini juga merupakan peluncuran pekerjaan baru-Nya, langkah maju dalam rencana pengelolaan-Nya, dan lebih dari itu, inilah saat ketika maksud-maksud-Nya mendekati pencapaian sempurna. Bagi umat manusia, datangnya kesempatan seperti ini merupakan sebuah keberuntungan, dan sangat baik; karena bagi semua orang yang menantikan keselamatan dari Tuhan, ini adalah kabar yang teramat penting dan penuh dengan sukacita. Saat Tuhan melaksanakan tahap yang baru dari pekerjaan-Nya, pada saat itulah Dia mengadakan permulaan yang baru, dan saat pekerjaan baru dan permulaan baru ini diluncurkan dan diperkenalkan di tengah manusia, pada saat itulah hasil dari tahap pekerjaan tersebut telah ditentukan, dan telah tercapai dan Tuhan telah melihat dampak akhir dan hasil dari pekerjaan tersebut. Ini juga merupakan saat dampak-dampak tersebut membuat Tuhan merasa puas, dan tentu saja, itu adalah saat hati-Nya merasa bahagia. Tuhan merasa terhibur karena, di mata-Nya, Dia telah melihat dan menentukan orang-orang yang Dia cari, dan Dia telah memperoleh sekelompok orang ini, sekelompok orang yang mampu membuat pekerjaan-Nya berhasil dan memberi-Nya kepuasan, Dengan demikian, Dia bisa menyingkirkan kekhawatiran-Nya, dan merasa bahagia. Dengan kata lain, ketika daging Tuhan bisa memulai pekerjaan baru di tengah manusia, dan Dia mulai melakukan pekerjaan yang harus Dia lakukan tanpa halangan, dan ketika Dia merasa bahwa semuanya telah tercapai, maka bagi-Nya, Dia telah melihat akhirnya. Oleh karena inilah Dia merasa puas, dan hati-Nya bahagia. Bagaimanakah kebahagiaan Tuhan diungkapkan? Dapatkah engkau semua membayangkan apa jawabannya? Mungkinkah Tuhan menangis? Bisakah Tuhan menangis? Bisakah Tuhan bertepuk tangan? Bisakah Tuhan menari? Bisakah Tuhan menyanyi? Jika bisa, apa yang akan Dia nyanyikan? Tentu saja Tuhan bisa menyanyikan lagu yang indah dan menyentuh, lagu yang bisa mengungkapkan sukacita dan kebahagiaan dalam hati-Nya. Dia dapat menyanyikannya bagi manusia, bagi diri-Nya sendiri, dan bagi segala sesuatu. Kebahagiaan Tuhan dapat diungkapkan dengan cara apa pun—semuanya ini normal karena Tuhan memiliki perasaan sukacita dan kesedihan, dan berbagai perasaan-Nya itu dapat diungkapkan dalam berbagai cara. Ini adalah hak-Nya, dan tidak ada yang lebih normal dan tepat daripada hal ini. Orang tidak seharusnya berpikiran lain tentang hal ini. Engkau semua tidak seharusnya berusaha mengenakan "mantra pengikat"[a] pada diri Tuhan, memberitahukan kepada-Nya bahwa Dia tidak patut melakukan ini atau itu, bahwa Dia tidak patut berlaku seperti ini atau seperti itu, dan dengan cara demikian membatasi kebahagiaan-Nya atau perasaan apa pun yang Dia rasakan. Dalam hati manusia, Tuhan tidak dapat merasa bahagia, tidak dapat meneteskan air mata, tidak dapat menangis—Dia tidak dapat mengungkapkan emosi apa pun. Melalui apa yang telah kami sampaikan selama dua persekutuan ini, Aku yakin bahwa engkau semua tidak akan lagi memandang Tuhan dengan cara seperti ini, melainkan akan membiarkan Tuhan memiliki kebebasan dan kelepasan. Ini hal yang sangat baik. Di masa mendatang, jika engkau semua sungguh-sungguh mampu merasakan kesedihan Tuhan ketika engkau mendengar tentang diri-Nya yang merasa sedih, dan jika engkau semua sungguh-sungguh merasakan kebahagiaan-Nya ketika engkau mendengar tentang diri-Nya yang merasa bahagia, setidaknya, engkau akan mampu secara jelas mengetahui dan memahami apa yang membuat Tuhan bahagia dan apa yang membuat-Nya sedih. Ketika engkau mampu merasa sedih karena Tuhan sedih, dan merasa bahagia karena Tuhan bahagia, Dia telah sepenuhnya mendapatkan hatimu dan tidak akan ada lagi penghalang antara dirimu dan diri-Nya. Engkau tidak akan lagi berusaha untuk membatasi Tuhan dengan menggunakan imajinasi, gagasan, dan pengetahuan manusia. Pada saat itulah, Tuhan akan menjadi hidup dan jelas di dalam hatimu. Dia akan menjadi Tuhan dalam hidupmu dan Tuhan atas segalanya yang berkenaan denganmu. Apakah engkau memiliki harapan semacam ini? Apakah engkau yakin bahwa engkau akan bisa mencapai hal ini?

Selanjutnya mari kita membaca ayat-ayat berikut dari Alkitab:

6. Khotbah di Bukit

Ucapan Bahagia (Matius 5:3-12)

Garam dan Terang (Matius 5:13-16)

Hukum Taurat (Matius 5:17-20)

Kemarahan (Matius 5:21-26)

Perzinaan (Matius 5:27-30)

Perceraian (Matius 5:31-32)

Sumpah (Matius 5:33-37)

Mata ganti Mata (5:38-42)

Kasihilah Musuhmu (Matius 5:43-48)

Perintah tentang Memberi (Matius 6:1-4)

Doa (Matius 6:5-8)

7. Perumpamaan Tuhan Yesus

Perumpamaan Tentang Penabur (Matius 13:1-9)

Perumpamaan Tentang Lalang (Matius 13:24-30)

Perumpamaan Tentang Biji Sesawi (Matius 13:31-32)

Perumpamaan Tentang Ragi (Matius 13:33)

Perumpamaan Tentang Lalang Dijelaskan (Matius 13:36-43)

Perumpamaan Tentang Harta Karun (Matius 13:44)

Perumpamaan Tentang Mutiara (Matius 13:45-46)

Perumpamaan Tentang Jaring (Matius 13:47-50)

8. Perintah-perintah

Matius 22:37-39 Yesus berkata kepadanya: "Engkau harus mengasihi Tuhan dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu dan segenap pikiranmu. Inilah perintah pertama dan yang terutama. Dan perintah yang kedua, yang sama dengan itu, engkau harus mengasihi sesamamu manusia seperti diri sendiri."

Pertama-tama, mari kita melihat masing-masing dari beragam bagian "Khotbah di Bukit." Menyentuh hal apa sajakah semua bagian berbeda ini? Dapat dikatakan dengan pasti bahwa isi dari beragam bagian ini lebih mengangkat, lebih konkret, lebih dekat dengan kehidupan manusia dibandingkan peraturan-peraturan pada Zaman Hukum Taurat. Atau dalam istilah modernnya, hal-hal ini lebih relevan dengan kehidupan nyata manusia.

Mari kita membaca tentang konten spesifik berikut ini: Bagaimana seharusnya engkau memahami ucapan bahagia? Apa yang harus engkau ketahui tentang hukum Taurat? Bagaimana seharusnya kemarahan didefinisikan? Bagaimana seharusnya menangani para pelaku perzinaan? Apa yang perlu dibicarakan tentang perceraian dan peraturan seperti apa yang mengatur tentang perceraian? Siapa yang boleh bercerai dan siapa yang tidak boleh bercerai? Bagaimana mengenai sumpah, mata ganti mata, kasihilah musuhmu, dan bersikap murah hati? Dan lain sebagainya. Semua hal ini berkaitan dengan setiap aspek penerapan dalam kepercayaan manusia kepada Tuhan dan dalam mereka mengikuti Tuhan. Sebagian penerapan ini masih berlaku hingga saat ini, tetapi semua itu lebih dangkal daripada apa yang sekarang dituntut dari manusia—semua itu merupakan kebenaran yang cukup dasar yang orang jumpai dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan. Dari sejak waktu Tuhan Yesus mulai bekerja, Dia telah mulai melakukan pekerjaan yang berkenaan dengan watak hidup umat manusia, tetapi aspek-aspek pekerjaan-Nya ini didasarkan pada landasan hukum Taurat. Apakah peraturan dan cara berbicara mengenai topik ini ada hubungannya dengan kebenaran? Tentu saja ada! Semua peraturan dan prinsip sebelumnya, serta khotbah-khotbah di Zaman Kasih Karunia ini ada hubungannya dengan watak Tuhan, dan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, dan tentu saja ada hubungannya dengan kebenaran. Apa pun yang Tuhan ungkapkan, dan apa pun bentuk pengungkapan atau bahasa apa pun yang Dia gunakan, hal-hal yang Dia ungkapkan, semuanya memiliki dasar, asal muasal, dan titik awal dalam prinsip-prinsip watak-Nya, dan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya. Ini sepenuhnya benar. Jadi meskipun di masa sekarang hal-hal yang Dia katakan ini nampak sedikit dangkal, engkau tidak dapat mengatakan bahwa hal-hal ini bukanlah kebenaran, karena hal-hal tersebut tidak tergantikan bagi orang-orang di Zaman Kasih Karunia jika mereka ingin memuaskan kehendak Tuhan dan mencapai perubahan dalam watak hidup mereka. Bisakah engkau mengatakan bahwa salah satu bagian dari khotbah tersebut tidak sesuai dengan kebenaran? Tidak bisa! Masing-masing bagiannya adalah kebenaran karena semuanya merupakan tuntutan Tuhan terhadap umat manusia; semuanya adalah prinsip-prinsip dan ruang lingkup yang diberikan Tuhan, yang menunjukkan bagaimana seharusnya orang berperilaku, dan semua itu merepresentasikan watak Tuhan. Akan tetapi, berdasarkan tingkat pertumbuhan hidup mereka pada waktu itu, semua ini adalah satu-satunya hal yang mampu mereka terima dan pahami. Karena dosa manusia belum terselesaikan, hanya perkataan-perkataan inilah yang Tuhan Yesus ucapkan, dan Dia hanya dapat menggunakan ajaran-ajaran sederhana yang terkandung dalam lingkup semacam ini untuk menyampaikan kepada orang-orang pada waktu itu bagaimana seharusnya mereka bertindak, apa yang harus mereka lakukan, dalam prinsip serta lingkup seperti apa mereka mesti bertindak, dan bagaimana mereka seharusnya percaya kepada Tuhan dan memenuhi tuntutan-Nya. Semuanya ini ditentukan berdasarkan tingkat pertumbuhan manusia pada waktu itu. Tidaklah mudah bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat untuk menerima ajaran-ajaran ini, jadi apa yang Tuhan Yesus ajarkan harus tetap berada dalam lingkup ini.

Selanjutnya, mari kita melihat beragam konten dalam "Perumpamaan Tuhan Yesus".

Yang pertama adalah perumpamaan tentang penabur. Ini adalah perumpamaan yang sangat menarik; menabur benih adalah peristiwa umum dalam kehidupan manusia. Yang kedua adalah perumpamaan tentang lalang. Siapa pun yang pernah bercocok tanam, dan tentunya semua orang dewasa, akan tahu apakah "lalang" itu. Yang ketiga adalah perumpamaan tentang biji sesawi. Engkau semua tahu apa itu biji sesawi, bukan? Jika engkau tidak mengetahuinya, engkau bisa membacanya di dalam Alkitab. Yang keempat adalah perumpamaan tentang ragi. Kebanyakan orang tahu bahwa ragi digunakan untuk fermentasi, dan bahwa ragi adalah sesuatu yang orang gunakan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Perumpamaan selanjutnya, termasuk yang keenam, perumpamaan tentang harta terpendam; yang ketujuh, perumpamaan tentang mutiara; lalu yang kedelapan, perumpamaan tentang jaring, semuanya diambil dan bersumber dari kehidupan nyata manusia. Gambaran seperti apa yang dilukiskan perumpamaan-perumpamaan ini? Ini adalah gambaran tentang Tuhan yang menjadi manusia normal dan hidup berdampingan dengan manusia, menggunakan bahasa kehidupan, bahasa manusia, untuk berkomunikasi dengan manusia dan membekali mereka dengan apa yang mereka butuhkan. Ketika Tuhan menjadi daging dan hidup di antara manusia untuk waktu yang lama, setelah Dia mengalami dan menyaksikan berbagai macam gaya hidup orang, pengalaman-pengalaman ini menjadi bahan pengajaran-Nya yang melaluinya Dia mengubah bahasa ilahi-Nya ke dalam bahasa manusia. Tentu saja, hal-hal yang Dia lihat dan dengar dalam kehidupan ini juga memperkaya pengalaman manusiawi Sang Anak Manusia. Ketika Dia ingin membuat orang memahami beberapa kebenaran, membuat mereka memahami sebagian dari kehendak Tuhan, Dia dapat menggunakan perumpamaan yang mirip dengan perumpamaan di atas untuk menyampaikan kehendak Tuhan dan tuntutan-Nya terhadap manusia. Perumpamaan ini semuanya berkaitan dengan kehidupan manusia; tidak ada satu pun yang tidak bersentuhan dengan kehidupan manusia. Ketika Tuhan Yesus hidup bersama manusia, Dia melihat petani bekerja di ladang mereka, dan Dia mengetahui apa itu lalang dan apa itu ragi; Dia mengerti bahwa manusia mencintai harta, jadi Dia menggunakan kiasan tentang harta dan mutiara. Dalam kehidupan, Dia sering melihat nelayan melemparkan jaring mereka ke laut; Tuhan Yesus melihat ini dan aktivitas lainnya yang berhubungan dengan kehidupan manusia, dan Dia juga mengalami jenis kehidupan semacam itu. Sama seperti manusia normal lainnya, Dia mengalami rutinitas manusia sehari-hari dan makan tiga kali sehari seperti mereka. Dia secara pribadi mengalami kehidupan seorang manusia kebanyakan, dan mengamati kehidupan orang lain. Ketika Dia mengamati dan secara pribadi mengalami semua ini, yang Dia pikirkan bukanlah tentang bagaimana memiliki kehidupan yang baik atau bagaimana Dia dapat hidup dengan lebih bebas, dengan lebih nyaman. Sebaliknya, dari pengalaman-Nya mengalami kehidupan manusia yang autentik, Tuhan Yesus menyaksikan kesukaran dalam hidup manusia. Dia menyaksikan kesusahan, kemalangan, dan kesedihan manusia yang hidup di bawah wilayah kekuasaan Iblis dan menjalani kehidupan dosa di bawah perusakan Iblis. Sementara Dia mengalami kehidupan manusia secara pribadi, Dia juga mengalami betapa tidak berdayanya manusia yang hidup di tengah kerusakan, dan Dia mengalami dan menyaksikan kondisi menyedihkan manusia-manusia yang hidup dalam dosa, yang kehilangan semua arah di tengah siksaan yang mereka alami oleh karena Iblis dan kejahatan. Ketika Tuhan Yesus melihat hal-hal ini, apakah Dia melihatnya dengan menggunakan keilahian-Nya ataukah kemanusiaan-Nya? Kemanusiaan-Nya itu benar-benar ada dan benar-benar hidup; Dia bisa mengalami dan melihat semuanya ini. Namun tentu saja, Dia juga melihat hal-hal ini dalam esensi diri-Nya, yaitu keilahian-Nya. Artinya, Kristus itu sendiri, Tuhan Yesus, dalam rupa manusia, menyaksikan ini, dan segala sesuatu yang Dia lihat membuat-Nya merasakan betapa pentingnya dan betapa perlunya pekerjaan yang telah Dia pikul selama waktu ini saat diri-Nya hidup dalam daging. Meskipun Dia sendiri tahu bahwa tanggung jawab yang perlu dipikul-Nya dalam daging sangatlah berat, dan Dia tahu betapa kejamnya rasa sakit yang harus Dia hadapi, saat Dia melihat bahwa umat manusia tidak berdaya dalam dosa, ketika Dia menyaksikan malangnya hidup mereka dan lemahnya mereka bergumul di bawah hukum Taurat, Dia semakin merasakan kesedihan, dan menjadi semakin gelisah untuk segera menyelamatkan umat manusia dari dosa. Tak peduli kesulitan seperti apa yang akan dihadapi-Nya atau rasa sakit seperti apa yang harus diderita-Nya, Dia menjadi semakin bertekad untuk menebus umat manusia, yang hidup dalam dosa. Selama proses ini, bisa engkau katakan bahwa Tuhan Yesus mulai memahami lebih jelas pekerjaan yang perlu Dia lakukan dan apa yang telah dipercayakan kepada-Nya. Dia juga menjadi semakin ingin untuk segera menyelesaikan pekerjaan yang harus Dia laksanakan—untuk menanggung dosa seluruh umat manusia, menebus umat manusia sehingga mereka tidak lagi hidup dalam dosa, dan pada saat yang sama, Tuhan akan dapat mengampuni dosa manusia oleh karena korban penghapus dosa, yang memungkinkan diri-Nya untuk melanjutkan pekerjaan-Nya menyelamatkan umat manusia. Dapat dikatakan bahwa dalam hati Tuhan Yesus, Dia rela mempersembahkan diri-Nya demi umat manusia, rela mengorbankan diri-Nya. Dia juga rela menjadi korban penghapus dosa, untuk dipakukan pada kayu salib, dan memang Dia sangat ingin untuk menyelesaikan pekerjaan ini. Ketika Dia menyaksikan betapa menyedihkannya hidup manusia, Dia semakin ingin untuk memenuhi misi-Nya secepat mungkin, tanpa tertunda semenit atau sedetik pun. Merasakan keterdesakan seperti itu, Dia tidak lagi memikirkan betapa luar biasanya rasa sakit yang akan ditanggung-Nya, Dia juga tidak lagi memikirkan seberapa dalam penghinaan yang harus diderita-Nya. Dia hanya memiliki satu keyakinan dalam hati-Nya: selama Dia mempersembahkan diri-Nya, selama Dia disalibkan sebagai korban penghapus dosa, kehendak Tuhan akan terlaksana dan Tuhan akan bisa memulai pekerjaan-Nya yang baru. Kehidupan manusia dan keadaan keberadaan dosa dalam diri mereka, akan sepenuhnya berubah. Keyakinan-Nya dan apa yang bertekad Dia lakukan, semuanya berhubungan dengan menyelamatkan manusia, dan Dia hanya memiliki satu tujuan, yaitu untuk melakukan kehendak Tuhan, sehingga Tuhan dapat dengan berhasil memulai tahap selanjutnya dari pekerjaan-Nya. Inilah yang ada dalam pikiran Tuhan Yesus pada saat itu.

Dengan hidup dalam daging, Tuhan yang berinkarnasi memiliki kemanusiaan yang normal; Dia memiliki emosi dan kerasionalan manusia normal. Dia tahu apa itu kebahagiaan, apa itu rasa sakit, dan ketika Dia melihat manusia menjalani kehidupan seperti ini, Dia merasakan secara mendalam bahwa hanya memberi mereka pengajaran, membekali mereka atau mengajarkan mereka sesuatu, tidak akan cukup untuk menuntun mereka keluar dari dosa. Dia juga merasa bahwa sekadar menyuruh mereka mematuhi perintah, tidak akan menebus mereka dari dosa—hanya jika Dia memikul dosa manusia dan menjadi serupa dengan daging yang berdosa, barulah Dia bisa menukarkannya dengan kebebasan manusia, menukarkannya dengan pengampunan Tuhan bagi umat manusia. Jadi setelah Tuhan Yesus mengalami dan menyaksikan kehidupan manusia dalam dosa, keinginan yang sangat kuat terwujud dalam hati-Nya—yakni memampukan manusia untuk membebaskan diri mereka dari kehidupan yang penuh pergumulan dalam dosa. Keinginan ini membuat-Nya semakin merasa bahwa Dia harus disalibkan dan memikul dosa manusia sesegera mungkin, secepat mungkin. Inilah pemikiran Tuhan Yesus pada waktu itu, setelah Dia hidup bersama manusia serta melihat, mendengar, dan merasakan kepedihan dari hidup mereka dalam dosa. Bahwa Tuhan yang berinkarnasi bisa memiliki kehendak seperti ini bagi manusia, bahwa Dia bisa mengungkapkan watak seperti ini—apakah ini sesuatu yang bisa dimiliki orang kebanyakan? Hal seperti apa yang akan dilihat orang kebanyakan jika hidup dalam lingkungan seperti ini? Apa yang akan mereka pikirkan? Jika orang kebanyakan dihadapkan pada semua ini, akankah mereka melihat masalah dari sudut pandang yang lebih tinggi? Tentu saja tidak! Walaupun penampilan lahiriah Tuhan yang berinkarnasi benar-benar serupa dengan manusia, dan walaupun Dia belajar pengetahuan manusia dan berbicara bahasa manusia, dan terkadang Dia bahkan mengungkapkan gagasan-Nya melalui metode dan cara bicara manusia, tetapi cara Dia memandang manusia, dan memandang esensi segala sesuatu sama sekali berbeda dengan cara manusia yang rusak memandang manusia dan esensi segala sesuatu. Sudut pandang dan ketinggian tempat-Nya berdiri adalah sesuatu yang tak tergapai bagi seseorang yang rusak. Ini karena Tuhan adalah kebenaran, karena daging yang Dia kenakan juga memiliki esensi Tuhan, dan pemikiran-Nya serta apa yang diungkapkan oleh kemanusiaan-Nya adalah juga kebenaran. Bagi manusia yang rusak, apa yang Dia ungkapkan dalam daging adalah perbekalan kebenaran dan hidup. Perbekalan ini bukan hanya untuk satu orang, melainkan untuk semua manusia. Di dalam hati manusia yang rusak, hanya terdapat beberapa orang saja yang berkaitan dengan dirinya. Mereka hanya memedulikan dan mengkhawatirkan segelintir orang ini saja. Ketika bencana datang, pertama-tama mereka memikirkan anak, pasangan, atau orang tua mereka sendiri. Paling banter, seseorang yang lebih berbelas kasihan mungkin akan sedikit memikirkan beberapa kerabat atau teman baik, tetapi apakah pemikiran seseorang yang bahkan berbelas kasihan seperti itu pun akan melebihi dari itu? Tidak, tidak akan pernah! Itu karena bagaimanapun juga, manusia adalah manusia, dan mereka hanya dapat melihat segala sesuatu dari sudut pandang dan ketinggian seorang manusia. Akan tetapi, Tuhan yang berinkarnasi sama sekali berbeda dari manusia yang rusak. Sebiasa apa pun, senormal apa pun, dan sehina apa pun daging dari Tuhan yang berinkarnasi, atau bahkan serendah apa pun orang memandang-Nya, pemikiran dan sikap-Nya terhadap umat manusia adalah sesuatu yang tidak bisa dimiliki seorang manusia pun, sesuatu yang tidak mungkin ditiru seorang manusia pun. Dia akan selalu mengamati manusia dari sudut pandang keilahian, dari ketinggian kedudukan-Nya sebagai Sang Pencipta. Dia akan selalu memandang manusia melalui esensi dan pola pikir Tuhan. Dia sama sekali tidak bisa memandang umat manusia dari ketinggian yang hina seorang manusia kebanyakan, dan dari sudut pandang seorang yang rusak. Ketika orang memandang manusia, mereka memandangnya dengan menggunakan penglihatan manusia, dan mereka menggunakan hal-hal seperti pengetahuan, peraturan dan teori manusia sebagai tolak ukur. Ini berada dalam lingkup hal-hal yang bisa dilihat manusia dengan mata mereka dan lingkup yang bisa dicapai oleh manusia yang rusak. Ketika Tuhan memandang manusia, Dia memandangnya dengan menggunakan penglihatan ilahi, dan Dia menggunakan esensi-Nya dan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya sebagai tolak ukur. Lingkup ini meliputi hal-hal yang tidak bisa dilihat manusia, dan di sinilah terletak perbedaan sepenuhnya antara Tuhan yang berinkarnasi dan manusia yang rusak. Perbedaan ini ditentukan oleh esensi yang berbeda antara manusia dan Tuhan—perbedaan esensi inilah yang menentukan identitas dan kedudukan mereka, sekaligus juga sudut pandang dan ketinggian tempat mereka memandang berbagai hal. Apakah engkau semua melihat pernyataan dan pengungkapan Tuhan itu sendiri dalam diri Tuhan Yesus? Engkau bisa mengatakan bahwa apa yang Tuhan Yesus lakukan dan katakan berkaitan dengan pelayanan-Nya dan pekerjaan pengelolaan Tuhan sendiri, bahwa semua itu merupakan pernyataan dan pengungkapan esensi Tuhan. Meskipun Dia memang memiliki perwujudan manusia, esensi ilahi-Nya dan pengungkapan keilahian-Nya tidak dapat dibantah. Apakah perwujudan manusia ini benar-benar merupakan perwujudan kemanusiaan? Perwujudan manusia diri-Nya, secara esensi, sama sekali berbeda dari perwujudan manusia dari orang-orang yang rusak. Tuhan Yesus adalah Tuhan yang berinkarnasi. Seandainya Dia benar-benar hanyalah salah satu dari orang biasa yang rusak, mungkinkah Dia memandang kehidupan manusia dalam dosa dari sudut pandang ilahi? Sama sekali tidak mungkin! Inilah perbedaan antara Anak Manusia dan orang-orang biasa. Orang-orang yang rusak semuanya hidup dalam dosa, dan ketika orang melihat dosa, mereka tidak memiliki perasaan khusus tentang hal itu; mereka semuanya sama, layaknya seekor babi yang hidup dalam lumpur dan sama sekali tidak merasakan ketidaknyamanan, ataupun merasa kotor—sebaliknya, ia makan dengan lahap, dan tidur dengan nyenyak. Jika seseorang membersihkan kandang babi tersebut, babi itu tidak akan merasa tenang, dan tidak mau tetap bersih. Dalam waktu singkat, ia akan kembali berguling-guling di lumpur, benar-benar merasa nyaman, karena ia adalah makhluk yang kotor. Manusia memandang babi sebagai makhluk yang kotor, dan jika engkau membersihkan lingkungan hidupnya, babi tersebut tidak merasa lebih baik—inilah sebabnya tidak seorang pun memelihara babi dalam rumah mereka. Cara manusia memandang babi akan selalu berbeda dengan cara babi memandang diri mereka sendiri, karena manusia dan babi tidaklah sama. Dan karena Anak Manusia yang berinkarnasi tidaklah sama dengan manusia yang rusak, hanya Tuhan yang berinkarnasi yang dapat memandang dari sudut pandang ilahi, dan berdiri dari ketinggian Tuhan untuk memandang umat manusia dan memandang segala sesuatu.

Penderitaan seperti apakah yang Tuhan alami ketika Dia menjadi daging dan hidup di antara manusia? Penderitaan apakah ini? Adakah orang yang benar-benar memahaminya? Sebagian orang mengatakan bahwa Tuhan sangat menderita, dan meskipun Dia adalah Tuhan itu sendiri, manusia tidak memahami esensi-Nya, melainkan cenderung untuk selalu memperlakukan-Nya layaknya seorang manusia, menyebabkan diri-Nya merasa sangat sedih dan merasa diperlakukan tidak adil—mereka mengatakan bahwa, karena alasan inilah, penderitaan Tuhan sungguh dahsyat. Yang lain mengatakan bahwa Tuhan tidak bersalah dan tanpa dosa, tetapi Dia menderita layaknya manusia, bahwa Dia menderita penganiayaan, fitnah, dan penghinaan bersama umat manusia; mereka mengatakan Dia juga menanggung kesalahpahaman dan ketidaktaatan para pengikut-Nya—dengan demikian, mereka mengatakan bahwa penderitaan Tuhan sungguh tak dapat diukur. Nampaknya engkau semua tidak sungguh-sungguh memahami Tuhan. Sesungguhnya, penderitaan yang engkau semua katakan ini tidak terhitung sebagai penderitaan yang sebenarnya bagi Tuhan, karena ada penderitaan yang lebih dahsyat daripada penderitaan ini. Lalu, apakah penderitaan yang sebenarnya bagi Tuhan itu sendiri? Apakah penderitaan sebenarnya bagi daging inkarnasi Tuhan? Bagi Tuhan, tidak terhitung sebagai penderitaan ketika umat manusia tidak memahami-Nya, dan ketika mereka memiliki kesalahpahaman tentang Tuhan dan tidak memandang-Nya sebagai Tuhan. Akan tetapi, orang sering kali merasa bahwa Tuhan pastilah menderita ketidakadilan yang besar, karena semasa Tuhan berada dalam daging Dia tidak dapat memperlihatkan pribadi-Nya kepada manusia dan membuat mereka melihat kebesaran-Nya, dan karena Tuhan dengan rendah hati bersembunyi dalam daging yang tidak berarti, dan bahwa ini pastilah sangat menyiksa bagi-Nya. Orang memikirkan dengan serius apa yang mampu mereka pahami dan apa yang bisa mereka lihat tentang penderitaan Tuhan, lalu mengungkapkan segala bentuk simpati terhadap Tuhan dan bahkan sering kali menawarkan sedikit pujian karena penderitaan-Nya. Pada kenyataannya, terdapat perbedaan; ada jurang pemisah antara apa yang orang pahami mengenai penderitaan Tuhan dan apa yang benar-benar Dia rasakan. Aku akan memberitahukan kepadamu kebenarannya—bagi Tuhan, baik bagi Roh Tuhan maupun daging inkarnasi Tuhan, penderitaan yang digambarkan di atas bukanlah penderitaan yang sebenarnya. Lalu apakah sebenarnya yang Tuhan derita? Mari kita membahas tentang penderitaan Tuhan hanya dari sudut pandang Tuhan yang berinkarnasi.

Ketika Tuhan menjadi daging, menjadi seorang manusia normal pada umumnya, hidup di tengah umat manusia, berdampingan dengan orang-orang, tidak dapatkah Dia melihat dan merasakan cara-cara, hukum, dan falsafah hidup manusia? Bagaimanakah perasaan-Nya tentang cara-cara dan hukum kehidupan tersebut? Apakah Dia merasakan kebencian dalam hati-Nya? Mengapa Dia merasa benci? Apa sajakah cara-cara dan peraturan hidup manusia? Prinsip apa sajakah yang menjadi akarnya? Apa yang mendasarinya? Cara-cara, hukum, dan hal-hal manusia lainnya yang berkaitan dengan cara hidup mereka—semuanya ini diciptakan berdasarkan logika, pengetahuan, dan falsafah Iblis. Manusia yang hidup di bawah jenis hukum seperti ini tidak memiliki kemanusiaan, tidak memiliki kebenaran—mereka semua menentang kebenaran, dan memusuhi Tuhan. Jika kita memperhatikan esensi Tuhan, kita melihat bahwa esensi-Nya sama sekali berlawanan dengan logika, pengetahuan, dan falsafah Iblis. Esensi-Nya penuh dengan keadilan, kebenaran, kekudusan, dan realitas lainnya dari segala hal yang positif. Tuhan yang memiliki esensi seperti ini dan hidup di tengah umat manusia yang seperti itu, apa yang Dia rasakan? Apa yang Dia rasakan di dalam hati-Nya? Bukankah hati-Nya penuh dengan rasa sakit? Hati-Nya merasakan kesakitan, suatu kesakitan yang tidak dapat dimengerti atau dialami oleh seorang manusia pun. Ini karena segala sesuatu yang Dia hadapi, temui, dengar, lihat, dan alami adalah seluruh kerusakan dan kejahatan manusia, serta pemberontakan dan penentangan mereka terhadap kebenaran. Semua yang berasal dari manusia adalah sumber penderitaan-Nya. Dengan kata lain, karena esensi-Nya tidak sama dengan manusia yang rusak, kerusakan manusia menjadi sumber penderitaan-Nya yang terbesar. Ketika Tuhan menjadi daging, apakah Dia dapat menemukan seseorang yang memiliki bahasa yang sama dengan-Nya? Orang semacam itu tidak dapat ditemukan di antara manusia. Tidak ada yang didapati-Nya mampu berkomunikasi dengan Tuhan atau mampu bercakap dengan Tuhan—perasaan seperti apakah menurutmu yang Tuhan rasakan mengenai ini? Hal-hal yang orang bicarakan, cintai, kejar dan dambakan semuanya berkaitan dengan dosa, dan kecenderungan yang jahat. Ketika Tuhan menghadapi semua ini, bukankah rasanya seperti sebilah pisau menghunjam hati-Nya? Diperhadapkan pada semua ini, bisakah Dia merasakan sukacita di dalam hati-Nya? Bisakah Dia menemukan penghiburan? Mereka yang hidup bersama-Nya adalah manusia-manusia yang penuh dengan pemberontakan dan kejahatan—bagaimana mungkin hati-Nya tidak menderita? Seberapa hebatkah penderitaan ini, sesungguhnya dan siapakah yang peduli akan ini? Siapakah yang menghiraukannya? Dan siapa yang mampu menghargainya? Manusia sama sekali tidak mampu memahami hati Tuhan. Penderitaan-Nya adalah sesuatu yang manusia secara khusus tidak mampu menghargainya, dan sikap dingin serta mati rasanya manusia memperparah penderitaan Tuhan.

Ada sebagian orang yang sering merasa bersimpati terhadap kesusahan Kristus karena ada ayat di Alkitab yang berbunyi: "Serigala punya lubang, dan burung di udara punya sarang; tetapi Anak Manusia tidak punya tempat untuk meletakkan kepala-Nya." Ketika orang mendengar ayat ini, mereka memikirkannya dengan serius dan yakin bahwa inilah penderitaan terbesar yang ditanggung oleh Tuhan, dan penderitaan terbesar yang ditanggung oleh Kristus. Sekarang, melihatnya dari sudut pandang fakta, apakah benar demikian? Tidak; Tuhan tidak menganggap kesukaran ini sebagai penderitaan. Dia tidak pernah menangisi ketidakadilan karena kesukaran daging yang dialami-Nya, dan Dia tidak pernah membuat manusia membalas jasa atau menghadiahi-Nya apa pun. Namun, ketika Dia menyaksikan segala sesuatu yang berkaitan dengan umat manusia dan kehidupan manusia yang rusak serta kejahatan manusia yang rusak, ketika Dia menyaksikan betapa umat manusia berada dalam genggaman tangan Iblis dan dipenjara oleh Iblis dan tidak bisa melepaskan dirinya, ketika menyaksikan bahwa manusia yang hidup dalam dosa tidak mengetahui apa itu kebenaran, Dia tidak dapat menoleransi semua dosa ini. Kebencian-Nya terhadap manusia semakin bertambah hari demi hari, tetapi Dia mesti menanggung semua ini. Inilah penderitaan yang besar bagi Tuhan. Tuhan tidak dapat sepenuhnya mengungkapkan bahkan suara dari hati-Nya atau perasaan-Nya di antara pengikut-Nya, dan tidak seorang pun di antara pengikut-Nya yang dapat benar-benar memahami penderitaan-Nya. Bahkan tidak ada yang mencoba untuk mengerti atau menghibur hati-Nya, yang menanggung penderitaan ini hari demi hari, tahun demi tahun, dan berulang-ulang kali. Apa yang engkau semua lihat dari semuanya ini? Tuhan tidak meminta apa pun dari manusia sebagai balasan atas apa yang telah Dia berikan, tetapi oleh karena esensi Tuhan, Dia sama sekali tidak dapat menoleransi kejahatan, kerusakan, dan dosa manusia, dan Dia sebaliknya merasakan muak dan kebencian yang amat sangat, yang membuat hati Tuhan dan daging-Nya menanggung penderitaan tanpa akhir. Sudahkah engkau semua melihat hal ini? Kemungkinan besar, tidak seorang pun di antaramu yang mampu melihat ini, karena tidak ada seorang pun di antaramu yang bisa benar-benar memahami Tuhan. Seiring berjalannya waktu, engkau seharusnya mengalaminya sendiri.

Selanjutnya, mari kita melihat perikop-perikop berikut dalam Kitab Suci.

9. Yesus Melakukan Mukjizat-Mukjizat

a. Yesus Memberi Makan Lima Ribu Orang

Yohanes 6:8-13 Salah satu dari murid-murid-Nya, Andreas, saudara Simon Petrus, berkata kepada-Nya: "Ada seorang anak kecil di sini, yang punya lima roti gandum dan dua ekor ikan kecil: tetapi apakah artinya itu dibanding dengan orang banyak ini?" Maka Yesus berkata: "Suruhlah mereka duduk." Di sana ada banyak rumput hijau. Maka mereka duduk, jumlahnya sekitar lima ribu laki-laki. Lalu Yesus mengambil roti itu; dan setelah mengucap syukur, Dia menyerahkannya kepada murid-murid-Nya dan murid-murid itu membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk, dan begitu juga yang dilakukan-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki. Ketika mereka sudah kenyang, Dia berkata kepada murid-murid-Nya: "Kumpulkanlah potongan-potongan sisanya, agar jangan sampai ada yang terbuang." Karena itu mereka mengumpulkan semuanya dan memenuhi dua belas keranjang dengan sisa potongan dari lima roti gandum, yang tersisa setelah mereka makan.

b. Kebangkitan Lazarus Memuliakan Tuhan

Yohanes 11:43-44 Dan ketika Dia sudah berkata demikian, Dia berseru dengan suara keras: "Lazarus, keluarlah!" Maka orang yang sudah mati itu datang keluar, tangan dan kakinya masih terikat dengan kain kafan dan wajahnya tertutup dengan kain. Yesus berkata kepada mereka: "Lepaskan dia dan biarkan dia pergi."

Di antara mukjizat-mukjizat yang dilakukan oleh Tuhan Yesus, kami telah memilih hanya dua ini karena keduanya berguna untuk menunjukkan apa yang hendak Aku bahas di sini. Kedua mukjizat ini sangatlah menakjubkan, dan keduanya sangat merepresentasikan mukjizat-mukjizat yang Tuhan Yesus lakukan selama Zaman Kasih Karunia.

Pertama-tama, mari kita melihat perikop pertama: Yesus Memberi Makan Lima Ribu Orang.

Apa gagasan di balik "lima roti dan dua ikan"? Biasanya cukup untuk memberi makan berapa orangkah lima roti dan dua ikan itu? Jika engkau mendasarkan pengukuranmu pada nafsu makan kebanyakan orang, ini hanya akan cukup untuk dua orang. Inilah gagasan paling mendasar di balik "lima roti dan dua ikan." Namun, dalam perikop ini, ada berapa banyak orang yang diberi makan dengan lima roti dan dua ikan? Berikut ini adalah apa yang tercatat dalam Kitab Suci: "Di sana ada banyak rumput hijau. Maka mereka duduk, jumlahnya sekitar lima ribu laki-laki." Dibandingkan dengan lima roti dan dua ikan, apakah lima ribu jumlah yang besar? Menunjukkan apakah jumlah sebesar ini? Dari sudut pandang manusia, membagi lima roti dan dua ikan untuk lima ribu orang adalah hal yang mustahil, karena perbedaan antara jumlah orang dan makanan terlalu jauh. Bahkan kalaupun setiap orang hanya diberi satu gigitan kecil, tetap tidak akan cukup untuk lima ribu orang. Tetapi di sini, Tuhan Yesus melakukan suatu mukjizat—Dia bukan saja memastikan bahwa lima ribu orang itu bisa makan dengan kenyang, bahkan masih ada makanan yang tersisa. Tertulis dalam Kitab Suci: "Ketika mereka sudah kenyang, Dia berkata kepada murid-murid-Nya: 'Kumpulkanlah potongan-potongan sisanya, agar jangan sampai ada yang terbuang.' Karena itu mereka mengumpulkan semuanya dan memenuhi dua belas keranjang dengan sisa potongan dari lima roti gandum, yang tersisa setelah mereka makan." Mukjizat ini memampukan orang-orang untuk melihat identitas dan status Tuhan Yesus, dan melihat bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan—dan dengan demikian, mereka melihat kebenaran mengenai kemahakuasaan Tuhan. Lima roti dan dua ikan cukup untuk memberi makan lima ribu orang, tetapi bagaimana seandainya tidak ada makanan apa pun, masih bisakah Tuhan memberi makan lima ribu orang ini? Tentu saja Dia bisa! Ini adalah mukjizat, sehingga tak terhindarkan orang-orang merasa ini tidak dapat dipahami dan merasa bahwa ini sangatlah luar biasa dan misterius, tetapi bagi Tuhan, melakukan hal semacam ini adalah perkara kecil. Karena ini adalah hal yang biasa bagi Tuhan, mengapakah ini harus dikhususkan dalam penafsirannya? Karena di balik mukjizat ini terdapat kehendak Tuhan Yesus, yang tidak pernah ditemukan oleh umat manusia sebelumnya.

Pertama-tama, mari kita mencoba memahami orang-orang seperti apakah kelima ribu orang tersebut. Apakah mereka pengikut Tuhan Yesus? Dari Kitab Suci, kita tahu bahwa mereka bukanlah pengikut-Nya. Apakah mereka tahu siapa Tuhan Yesus? Tentu saja tidak! Setidaknya, mereka tidak tahu bahwa orang yang berdiri di hadapan mereka adalah Kristus, atau mungkin sebagian dari mereka hanya mengenal siapa nama-Nya, dan mengetahui atau pernah mendengar sesuatu tentang hal-hal yang telah Dia lakukan. Keingintahuan mereka tentang Tuhan Yesus hanya muncul setelah mereka mendengar kisah-kisah tentang Dia, tetapi engkau tentunya tidak dapat mengatakan bahwa mereka mengikuti Dia, apalagi memahami-Nya. Ketika Tuhan Yesus melihat kelima ribu orang ini, mereka sedang lapar dan hanya bisa memikirkan tentang bagaimana agar bisa makan sampai kenyang, jadi dalam konteks inilah Tuhan Yesus memuaskan keinginan mereka. Ketika Dia memuaskan keinginan mereka, apakah yang ada di dalam hati-Nya? Bagaimanakah sikap-Nya terhadap orang-orang ini yang hanya ingin makan sampai kenyang? Pada saat ini, pikiran Tuhan Yesus dan sikap-Nya berkaitan dengan watak dan esensi Tuhan. Menghadapi lima ribu orang ini, yang perutnya kosong, yang hanya ingin makan sampai kenyang, menghadapi orang-orang yang penuh rasa ingin tahu dan harapan akan Dia, Tuhan Yesus hanya memikirkan bagaimana memanfaatkan mukjizat ini untuk mengaruniakan kasih karunia kepada mereka. Namun, Dia tidak berharap banyak bahwa mereka akan menjadi pengikut-Nya, karena Dia tahu bahwa mereka hanya ingin turut dalam kesenangan dan makan sampai kenyang, sehingga Dia melakukan yang terbaik dengan apa yang Dia miliki di sana, dan menggunakan lima roti dan dua ikan untuk memberi makan lima ribu orang. Dia membuka mata orang-orang ini yang senang menyaksikan hal-hal menarik, yang ingin menyaksikan mukjizat, dan mereka melihat dengan mata kepala mereka sendiri hal-hal yang bisa dilakukan oleh Tuhan yang berinkarnasi. Meskipun Tuhan Yesus menggunakan sesuatu yang kasatmata untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka, Dia sudah tahu dalam hati-Nya bahwa lima ribu orang ini hanya ingin makan kenyang, sehingga Dia tidak berkhotbah kepada mereka atau mengatakan apa pun—Dia hanya membiarkan mereka menyaksikan mukjizat ini saat itu terjadi. Dia sama sekali tidak bisa memperlakukan orang-orang ini dengan cara yang sama seperti Dia memperlakukan murid-murid-Nya yang sungguh-sungguh mengikuti-Nya, tetapi di dalam hati Tuhan, semua makhluk ciptaan berada di bawah kekuasaan-Nya, dan Dia akan membiarkan semua makhluk ciptaan yang ada di hadapan-Nya untuk menikmati kasih karunia Tuhan jika memang perlu. Meskipun orang-orang ini tidak mengenal siapa Dia dan tidak memahami-Nya atau memiliki kesan tertentu akan Dia, atau berterima kasih kepada-Nya bahkan setelah mereka makan roti dan ikan tersebut, ini bukanlah sesuatu yang Tuhan permasalahkan—Dia memberi kepada orang-orang ini kesempatan yang luar biasa untuk menikmati kasih karunia Tuhan. Beberapa orang mengatakan bahwa Tuhan berprinsip dalam apa yang Dia lakukan, bahwa Dia tidak menjaga atau melindungi orang-orang tidak percaya, dan bahwa Dia secara khusus tidak membiarkan mereka menikmati kasih karunia-Nya. Apakah benar demikian? Di mata Tuhan, selama mereka adalah makhluk hidup yang diciptakan sendiri oleh-Nya, Dia akan mengelola dan memelihara mereka, dan dengan berbagai cara, Dia akan memperlakukan mereka, merancang bagi mereka, dan mengatur mereka. Inilah pikiran dan sikap Tuhan terhadap segala hal.

Meskipun lima ribu orang yang makan roti dan ikan tidak berencana mengikuti Tuhan Yesus, Dia tidak mengajukan tuntutan kepada mereka; setelah mereka makan sampai kenyang, tahukah engkau semua apa yang Tuhan Yesus lakukan? Apakah Dia mengkhotbahkan sesuatu kepada mereka? Ke manakah Dia pergi setelah melakukan ini? Kitab Suci tidak mencatat bahwa Tuhan Yesus mengatakan apa pun kepada mereka, Dia hanya diam-diam pergi setelah melakukan mukjizat-Nya. Jadi apakah Dia mengajukan tuntutan kepada orang-orang ini? Apakah ada kebencian? Tidak, tidak ada satu pun dari hal-hal ini. Dia hanya tidak ingin lagi memikirkan orang-orang ini yang tidak dapat mengikuti Dia, dan pada saat itu hati-Nya sakit. Karena Dia telah menyaksikan kebejatan umat manusia dan Dia telah merasakan penolakan manusia terhadap-Nya, pada saat Dia melihat orang-orang ini dan berada bersama mereka, kebodohan dan kebebalan manusia membuat-Nya merasa sangat sedih dan hati-Nya sakit, dan satu-satunya yang Dia ingin lakukan adalah pergi meninggalkan orang-orang ini secepat mungkin. Tuhan tidak ingin mengajukan tuntutan apa pun terhadap mereka di dalam hati-Nya, Dia tidak ingin memikirkan mereka, dan bahkan lebih dari itu, Dia tidak ingin membuang tenaga-Nya untuk mereka. Dia tahu bahwa mereka tidak bisa mengikuti-Nya, tetapi sekalipun demikian, sikap-Nya terhadap mereka tetap sangat jelas. Dia hanya ingin memperlakukan mereka dengan baik, mengaruniakan kepada mereka kasih karunia, dan memang seperti inilah sikap Tuhan terhadap setiap makhluk ciptaan di bawah kekuasaan-Nya—memperlakukan setiap makhluk ciptaan dengan baik, menyediakan kebutuhan mereka dan memelihara mereka. Karena alasan inilah yakni bahwa Tuhan Yesus adalah Tuhan yang berinkarnasi, maka Dia secara sangat wajar mengungkapkan esensi Tuhan itu sendiri dan memperlakukan orang-orang ini dengan baik. Dia memperlakukan mereka dengan hati penuh belas kasihan dan toleransi, dan dengan hati yang seperti itulah Dia menunjukkan kebaikan kepada mereka. Tidak peduli bagaimana orang-orang ini memandang Tuhan Yesus, dan tidak peduli bagaimana hasil akhirnya, Dia memperlakukan setiap makhluk ciptaan berdasarkan posisi-Nya sebagai Tuhan atas segala ciptaan. Semua yang Dia ungkapkan, tanpa terkecuali, adalah watak Tuhan, apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya. Tuhan Yesus dengan diam-diam melakukan hal ini, dan kemudian dengan diam-diam juga Dia pergi—aspek watak Tuhan yang manakah ini? Dapatkah engkau mengatakan bahwa ini adalah kasih setia Tuhan? Dapatkah engkau mengatakan ini sebagai sikap Tuhan yang tidak mementingkan diri sendiri? Apakah ini adalah sesuatu yang mampu dilakukan oleh orang biasa? Tentu tidak! Secara esensi, siapakah lima ribu orang ini yang diberi makan oleh Tuhan Yesus dengan lima roti dan dua ikan? Dapatkah engkau mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang berkesesuaian dengan-Nya? Dapatkah engkau semua mengatakan bahwa mereka semua memusuhi Tuhan? Dapat dikatakan dengan pasti bahwa mereka sama sekali tidak berkesesuaian dengan Tuhan, dan esensi mereka benar-benar memusuhi Tuhan. Namun demikian, bagaimanakah Tuhan memperlakukan mereka? Dia menggunakan sebuah metode untuk menjinakkan permusuhan manusia terhadap Tuhan—metode ini disebut "kebaikan." Artinya, meskipun Tuhan Yesus memandang mereka sebagai orang-orang berdosa, di mata Tuhan mereka bagaimanapun juga adalah ciptaan-Nya, sehingga Dia tetap memperlakukan orang-orang berdosa ini dengan baik. Inilah toleransi Tuhan, dan toleransi ini ditentukan oleh identitas dan esensi Tuhan sendiri. Jadi, ini adalah sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh manusia yang diciptakan oleh Tuhan—hanya Tuhan sendiri yang dapat melakukannya.

Jika engkau mampu dengan sungguh-sungguh menghargai pikiran dan sikap Tuhan terhadap umat manusia, jika engkau dapat dengan sungguh-sungguh memahami perasaan dan kepedulian Tuhan terhadap setiap makhluk ciptaan, maka engkau akan mampu memahami kesetiaan dan kasih yang dicurahkan kepada masing-masing orang yang diciptakan oleh Sang Pencipta. Ketika ini terjadi, engkau akan menggunakan dua kata untuk menggambarkan kasih Tuhan. Apa sajakah kedua kata itu? Ada yang bilang "tanpa pamrih," ada lagi yang bilang "filantropis." Dari kedua kata ini, "filantropis" adalah kata yang paling tidak cocok untuk menggambarkan kasih Tuhan. Ini adalah kata yang digunakan orang untuk menggambarkan seseorang yang murah hati atau berpikiran luas. Aku membenci kata ini, karena kata ini mengacu pada pemberian sumbangan secara acak, tanpa pandang bulu, tanpa mempertimbangkan prinsip. Ini adalah kecenderungan yang terlalu sentimental, yang pada umumnya dilakukan oleh orang-orang yang bodoh dan bingung. Ketika kata ini digunakan untuk menggambarkan kasih Tuhan, sudah pasti ada konotasi menghujat di dalamnya. Aku memiliki dua kata yang lebih sesuai untuk menggambarkan kasih Tuhan. Apakah kedua kata tersebut? Kata pertama adalah "besar." Bukankah kata ini sangat menggugah? Kata kedua adalah "luas." Terdapat makna yang nyata di balik kedua kata yang Kugunakan untuk menggambarkan kasih Tuhan ini. Secara harfiah, "besar" menggambarkan volume atau kapasitas suatu hal, tetapi sebesar apa pun hal tersebut, itu adalah sesuatu yang bisa disentuh dan dilihat orang. Ini karena hal tersebut benar-benar ada, bukan sebuah objek yang abstrak, melainkan sesuatu yang dapat memberikan kepada manusia gagasan dengan cara yang relatif akurat dan nyata. Entah engkau melihatnya dari perspektif dua atau tiga dimensi, engkau tidak perlu membayangkan keberadaannya, karena itu adalah sesuatu yang sungguh-sungguh ada dengan cara yang nyata. Meskipun menggunakan kata "besar" untuk menggambarkan kasih Tuhan terasa seperti sebuah upaya untuk mengukur kasih-Nya, tetapi itu juga memberikan perasaan bahwa kasih-Nya itu tidaklah dapat diukur. Aku mengatakan bahwa kasih Tuhan dapat diukur, karena kasih-Nya itu tidak kosong dan kasih-Nya bukanlah sesuatu yang bersifat legenda. Sebaliknya, kasih-Nya adalah sesuatu yang dirasakan oleh segala sesuatu yang berada di bawah kekuasaan Tuhan, sesuatu yang dinikmati oleh semua makhluk ciptaan dalam tingkatan berbeda dan dari sudut pandang berbeda. Meskipun orang tidak dapat melihat atau menyentuhnya, kasih ini membawa pemeliharaan dan hidup bagi segala sesuatu pada saat kasih itu dinyatakan, sedikit demi sedikit dalam hidup mereka, dan mereka menghargainya dan memberi kesaksian tentang kasih Tuhan yang mereka nikmati itu di setiap saat yang berlalu. Aku mengatakan bahwa kasih Tuhan tak bisa diukur karena misteri bagaimana Tuhan membekali dan memelihara segala sesuatu adalah hal yang sulit orang pahami, begitu juga dengan pemikiran Tuhan untuk segala hal, terlebih untuk umat manusia. Dengan kata lain, tidak seorang pun tahu darah dan air mata yang telah ditumpahkan Sang Pencipta bagi umat manusia. Tidak seorang pun bisa memahaminya, tidak ada yang bisa memahami kedalaman atau bobot kasih yang Sang Pencipta miliki bagi umat manusia yang Dia ciptakan dengan tangan-Nya sendiri. Menggambarkan kasih Tuhan dengan kata besar bertujuan membantu orang untuk menghargai dan memahami luasnya kasih Tuhan dan kebenaran akan keberadaan kasih tersebut. Juga bertujuan agar orang dapat lebih dalam memahami arti sesungguhnya dari kata "Pencipta," dan agar orang dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam akan arti sebutan "ciptaan." Apakah yang biasanya digambarkan dengan kata "luas"? Biasanya kata itu digunakan untuk menggambarkan samudra atau semesta, sebagai contoh: "alam semesta yang luas," atau "samudra luas." Luas dan kedalaman yang tenang dari alam semesta melampaui pemahaman manusia; merupakan sesuatu yang menarik imajinasi manusia, sesuatu yang membuat mereka merasakan kekaguman luar biasa. Misteri dan kedalamannya terlihat namun tak terjangkau. Ketika engkau memikirkan samudra, engkau memikirkan betapa luasnya samudra—terlihat seakan tanpa batas, dan engkau dapat merasakan kemisteriusan dan kapasitasnya yang besar untuk mencakup berbagai hal. Inilah sebabnya Aku menggunakan kata "luas" untuk menggambarkan kasih Tuhan, demi membantu manusia merasakan betapa berharga kasih-Nya, merasakan kedalaman dan keindahan kasih-Nya, dan merasakan bahwa kekuatan kasih Tuhan itu tak terbatas dan teramat luas jangkauannya. Aku menggunakan kata ini demi membantu manusia merasakan kekudusan kasih-Nya, dan martabat serta tak terbantahkannya diri Tuhan yang terungkap lewat kasih-Nya. Sekarang apakah menurutmu "luas" adalah kata yang tepat untuk menggambarkan kasih Tuhan? Dapatkah kasih Tuhan diukur dengan menggunakan kedua kata ini yakni "besar" dan "luas"? Tentu saja! Dalam bahasa manusia, hanya dua kata ini yang agak tepat, dan relatif dekat untuk menggambarkan kasih Tuhan. Tidakkah engkau semua berpikir demikian? Jika Aku memintamu menggambarkan kasih Tuhan, akankah engkau semua menggunakan dua kata ini? Kemungkinan besar engkau semua tidak akan menggunakannya, karena pemahaman dan penghargaanmu akan kasih Tuhan masih terbatas pada lingkup perspektif dua dimensi, dan belum naik mencapai ketinggian ruang tiga dimensi. Jadi jika Aku memintamu menggambarkan kasih Tuhan, engkau semua akan merasa kekurangan kata-kata; atau bahkan engkau mungkin merasa tidak mampu berkata-kata. Dua kata yang telah Aku bahas hari ini mungkin sulit untuk engkau semua pahami, atau mungkin engkau semua sama sekali tidak setuju. Ini hanya menunjukkan bahwa penghargaan dan pemahamanmu akan kasih Tuhan masih dangkal dan terbatas dalam ruang lingkup yang sempit. Aku telah mengatakan sebelumnya bahwa Tuhan tidak mementingkan diri sendiri; engkau semua ingat kata "tanpa pamrih." Dapatkah dikatakan bahwa kasih Tuhan hanya dapat digambarkan sebagai tanpa pamrih? Bukankah ini lingkup yang terlalu sempit? Engkau harus lebih banyak merenungkan hal ini agar mendapatkan sesuatu dari hal ini.

Pembahasan di atas adalah apa yang kita lihat mengenai watak Tuhan dan esensi-Nya dari mukjizat yang pertama. Meskipun ini adalah kisah yang telah orang baca selama ribuan tahun, kisah ini menyajikan alur sederhana, dan memungkinkan orang untuk melihat fenomena yang sederhana, namun di dalam alur yang sederhana ini kita dapat melihat sesuatu yang lebih berharga, yakni watak Tuhan dan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya. Hal-hal yang Dia miliki dan siapa diri-Nya ini merepresentasikan Tuhan itu sendiri, dan merupakan ungkapan pikiran Tuhan sendiri. Ketika Tuhan mengungkapkan pikiran-Nya, itu merupakan ungkapan suara hati-Nya. Dia berharap akan ada orang yang mampu memahami diri-Nya, mengenal-Nya, dan memahami kehendak-Nya, dan yang dapat mendengar suara hati-Nya dan mampu bekerja sama secara aktif untuk memuaskan kehendak-Nya. Hal-hal yang Tuhan Yesus lakukan ini merupakan ungkapan hati Tuhan yang tanpa bersuara.

Selanjutnya, mari kita melihat perikop berikut: Kebangkitan Lazarus Memuliakan Tuhan.

Kesan apa yang engkau semua dapatkan setelah membaca perikop ini? Makna penting dari mukjizat yang Tuhan Yesus lakukan ini lebih besar dari yang sebelumnya, karena tidak ada mukjizat yang lebih menakjubkan daripada membangkitkan orang yang sudah mati dari kubur. Pada masa itu, sangatlah penting untuk Tuhan Yesus melakukan sesuatu yang seperti ini. Karena Tuhan telah menjadi daging, orang hanya dapat melihat penampilan fisik-Nya, sisi diri-Nya yang nyata, dan aspek diri-Nya yang kurang berarti. Bahkan sekalipun beberapa orang melihat dan memahami sesuatu dari karakter-Nya atau sejumlah kemampuan khusus yang nampaknya Dia miliki, tidak seorang pun tahu dari mana Tuhan Yesus datang, siapa Dia sebenarnya dalam esensi diri-Nya, dan hal-hal lain yang benar-benar mampu Dia lakukan. Semuanya ini tidak diketahui oleh umat manusia. Begitu banyak orang ingin menemukan bukti untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang Tuhan Yesus, dan mengetahui yang sebenarnya. Dapatkah Tuhan melakukan sesuatu untuk membuktikan identitas-Nya sendiri? Bagi Tuhan, ini adalah hal yang mudah—ini adalah perkara sepele. Dia dapat melakukan sesuatu di mana saja, kapan saja untuk membuktikan identitas dan esensi diri-Nya, tetapi Tuhan punya cara-Nya sendiri untuk melakukan sesuatu—dengan perencanaan, dan dalam langkah demi langkah. Dia tidak melakukan sesuatu secara sembarangan, melainkan mencari waktu yang tepat, dan peluang yang tepat untuk melakukan sesuatu yang melaluinya Dia memungkinkan manusia untuk melihatnya, sesuatu yang benar-benar penuh makna. Dengan cara ini, Dia membuktikan otoritas dan identitas-Nya. Jadi, dapatkah kebangkitan Lazarus membuktikan identitas Tuhan Yesus? Mari kita melihat perikop dari Kitab Suci berikut: "Dan ketika Dia sudah berkata demikian, Dia berseru dengan suara keras: 'Lazarus, keluarlah!' Maka orang yang sudah mati itu datang ke luar ...." Ketika Tuhan Yesus melakukan ini, Dia hanya mengatakan satu hal: "Lazarus, keluarlah!" Lazarus lalu keluar dari kuburnya—ini terlaksana hanya karena beberapa patah kata yang diucapkan oleh Tuhan. Selama masa itu, Tuhan Yesus tidak mendirikan sebuah mezbah, dan Dia tidak melakukan tindakan lain apa pun. Dia hanya mengucapkan satu hal ini. Apakah ini seharusnya disebut mukjizat atau perintah? Atau apakah ini semacam sihir? Dari luar, nampaknya ini dapat dikatakan sebuah mukjizat, dan apabila engkau semua melihatnya dari sudut pandang modern, tentu saja engkau semua tetap dapat menyebutnya sebuah mukjizat. Namun tentu saja ini tidak dapat dianggap sebagai mantra untuk memanggil arwah seseorang kembali dari kematian, dan tentu saja ini bukan sihir, atau hal lain semacam itu. Adalah benar jika dikatakan bahwa mukjizat ini adalah peragaan yang paling normal, paling kecil dari otoritas Sang Pencipta. Ini adalah otoritas dan kuasa Tuhan. Tuhan memiliki otoritas untuk membuat seseorang mati, untuk membuat jiwa meninggalkan tubuhnya dan kembali ke alam maut, atau ke mana pun jiwa tersebut harus pergi. Waktu kematian orang, dan tempat yang akan mereka tuju setelah kematian—hal-hal ini ditentukan oleh Tuhan. Dia dapat mengambil keputusan-keputusan ini kapan pun dan di mana pun, tanpa dibatasi oleh manusia, peristiwa, benda, ruang, atau geografi. Jika Dia ingin melakukannya, Dia dapat melakukannya, karena segala sesuatu dan semua makhluk hidup berada di bawah kekuasaan-Nya, dan segala sesuatu lahir, hidup, dan binasa oleh firman-Nya dan otoritas-Nya. Dia dapat membangkitkan orang mati, dan ini juga adalah sesuatu yang dapat Dia lakukan kapan pun, di mana pun. Ini adalah otoritas yang dimiliki hanya oleh Sang Pencipta.

Ketika Tuhan Yesus melakukan hal-hal seperti membangkitkan Lazarus dari kematian, tujuan-Nya adalah memberikan bukti untuk disaksikan oleh manusia dan Iblis, dan membiarkan baik manusia maupun Iblis mengetahui bahwa segala sesuatu tentang manusia, hidup dan mati manusia, semuanya itu ditentukan oleh Tuhan, dan bahwa meskipun Dia telah menjadi daging, Dia tetap memegang kendali atas dunia jasmani yang dapat dilihat juga atas dunia rohani yang tak dapat dilihat manusia. Ini adalah agar manusia dan Iblis tahu bahwa segala sesuatu tentang manusia tidak berada di bawah kendali Iblis. Ini adalah pengungkapan dan peragaan otoritas Tuhan, dan ini juga cara Tuhan mengirimkan pesan kepada segala sesuatu bahwa hidup dan mati manusia berada di tangan Tuhan. Kebangkitan Lazarus oleh Tuhan Yesus adalah salah satu cara Sang Pencipta mengajar dan memberi instruksi kepada umat manusia. Ini adalah tindakan konkret di mana Dia menggunakan kuasa dan otoritas-Nya untuk memberi instruksi kepada umat manusia, dan membekali manusia. Ini adalah cara, tanpa menggunakan kata-kata, bagi Sang Pencipta untuk memungkinkan manusia memahami kebenaran bahwa Dialah yang memegang kendali atas segala sesuatu. Ini adalah cara bagi-Nya untuk memberi tahu umat manusia melalui tindakan nyata bahwa tidak ada keselamatan selain melalui Dia. Cara tak bersuara yang Dia gunakan untuk memberi instruksi kepada manusia ini bersifat kekal, tak terhapuskan, dan membuat hati manusia sangat terkejut dan mengalami pencerahan yang tak akan pernah sirna. Kebangkitan Lazarus memuliakan Tuhan—ini berdampak sangat dalam di dalam diri setiap pengikut Tuhan. Dalam diri setiap orang yang benar-benar memahami peristiwa ini, terpatri kuat pemahaman dan visi, bahwa hanya Tuhan yang mampu mengendalikan hidup dan mati manusia. Meskipun Tuhan memiliki otoritas semacam ini, dan meskipun Dia mengirimkan pesan tentang kedaulatan-Nya atas hidup dan mati manusia melalui kebangkitan Lazarus, ini bukanlah pekerjaan utama diri-Nya. Tuhan tidak pernah melakukan sesuatu tanpa makna. Setiap hal yang Dia kerjakan bernilai besar dan merupakan permata yang tak terhingga harganya di dalam gudang harta. Dia tentu saja tidak akan menjadikan "perbuatan membangkitkan seseorang keluar dari kuburnya" sebagai hal atau tujuan satu-satunya atau yang utama dalam pekerjaan-Nya. Tuhan tidak melakukan sesuatu tanpa makna. Satu saja peristiwa kebangkitan Lazarus sudah cukup untuk menunjukkan otoritas Tuhan dan membuktikan identitas Tuhan Yesus. Inilah sebabnya Tuhan Yesus tidak mengulangi mukjizat sejenis ini. Tuhan melakukan berbagai hal berdasarkan prinsip-Nya sendiri. Dalam bahasa manusia, dapat dikatakan bahwa Tuhan menyibukkan pikiran-Nya hanya untuk perkara-perkara yang serius. Artinya, ketika Tuhan melakukan sesuatu, Dia tidak melenceng dari tujuan pekerjaan-Nya. Dia tahu pekerjaan seperti apa yang ingin Dia lakukan pada tahap ini, apa yang ingin Dia capai, dan Dia akan bekerja dengan ketat sesuai dengan rencana-Nya. Seandainya seseorang yang rusak memiliki kemampuan seperti ini, ia hanya akan memikirkan cara untuk mengungkapkan kemampuan ini agar orang lain tahu seberapa hebatnya dirinya, agar mereka tunduk kepadanya, sehingga ia dapat mengendalikan mereka dan melahap mereka. Inilah kejahatan yang berasal dari Iblis—inilah yang disebut kerusakan. Tuhan tidak memiliki watak seperti itu, dan Dia tidak memiliki esensi seperti itu. Tujuan-Nya dalam melakukan sesuatu bukanlah untuk memamerkan diri-Nya, melainkan untuk membekali umat manusia dengan lebih banyak pewahyuan dan tuntunan, dan inilah sebabnya orang melihat sedikit sekali contoh dalam Alkitab mengenai peristiwa semacam ini. Ini bukan berarti bahwa kuasa Tuhan Yesus terbatas, atau bahwa Dia tidak mampu melakukan hal-hal semacam itu. Tuhan hanya sekadar tidak ingin melakukannya, karena dibangkitkannya Lazarus oleh Tuhan Yesus memiliki makna penting yang nyata dan juga karena pekerjaan utama Tuhan dalam menjadi daging bukanlah untuk melakukan mukjizat, bukan untuk membangkitkan orang mati, melainkan untuk melakukan pekerjaan penebusan umat manusia. Jadi, sebagian besar pekerjaan yang diselesaikan Tuhan Yesus adalah mengajari orang-orang, membekali mereka, dan menolong mereka, dan peristiwa seperti membangkitkan Lazarus hanyalah sebagian kecil saja dari pelayanan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Terlebih dari itu, engkau dapat mengatakan bahwa "pamer" bukanlah bagian dari esensi Tuhan, jadi Tuhan Yesus tidak secara sengaja menunjukkan pembatasan diri dengan tidak melakukan lebih banyak mukjizat, juga bukan karena keterbatasan lingkungan, dan tentunya juga bukan karena kurangnya kuasa.

Ketika Tuhan Yesus membangkitkan Lazarus dari kematian, Dia menggunakan satu kalimat: "Lazarus, keluarlah!" Dia tidak mengatakan apa pun lagi selain ini. Jadi, menunjukkan apakah kata-kata ini? Kata-kata ini menunjukkan bahwa Tuhan mampu melakukan apa saja hanya dengan berfirman, termasuk membangkitkan orang mati. Ketika Tuhan menciptakan segala sesuatu, ketika Dia menciptakan dunia, Dia melakukannya dengan firman—dengan mengucapkan perintah, perkataan yang berotoritas, dan demikianlah, segala sesuatu pun tercipta. Beberapa patah kata yang diucapkan oleh Tuhan Yesus ini adalah sama seperti firman yang diucapkan Tuhan ketika Dia menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatunya; dengan demikian, perkataan tersebut juga dipenuhi otoritas Tuhan dan kuasa Sang Pencipta. Segala sesuatu terbentuk dan berdiri teguh oleh karena firman yang keluar dari mulut Tuhan, dan dengan cara yang sama, Lazarus pun berjalan keluar dari kuburnya oleh karena firman yang keluar dari mulut Tuhan Yesus. Inilah otoritas Tuhan, yang ditunjukkan dan diwujudkan dalam daging inkarnasi-Nya. Otoritas dan kemampuan semacam ini adalah milik Sang Pencipta, dan milik Anak Manusia yang di dalam diri-Nya Sang Pencipta diwujudkan. Inilah pemahaman yang diajarkan kepada umat manusia oleh Tuhan melalui dibangkitkannya Lazarus dari kematian. Sekarang, kita akan menyelesaikan pembahasan kita mengenai topik ini. Selanjutnya, mari kita membaca dari Kitab Suci.

10. Penghakiman Orang Farisi terhadap Yesus

Markus 3:21-22 Ketika teman-temannya mendengar hal itu, mereka keluar untuk mendapatkan-Nya: karena kata mereka, Dia sudah tidak waras. Dan ahli-ahli Taurat yang datang dari Yerusalem berkata: "Dia kerasukan Beelzebul, dan dengan kekuatan pangeran Iblis Dia mengusir Iblis."

11. Teguran Yesus terhadap Orang Farisi

Matius 12:31-32 Aku berkata kepadamu, Semua jenis dan dosa hujat kepada manusia akan diampuni: tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni. Dan barangsiapa yang berkata-kata melawan Anak Manusia, ia akan diampuni: tetapi jika ia berkata-kata melawan Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, tidak di dunia ini, ataupun di dunia yang akan datang.

Matius 23:13-15 Tetapi celakalah engkau, ahli-ahli Taurat dan orang-orang farisi, orang munafik, karena engkau menutup Kerajaan Surga terhadap manusia: padahal engkau sendiri tidak pernah pergi ke sana, namun engkau menghalangi orang-orang yang berusaha masuk ke sana. Celakalah engkau, ahli-ahli Taurat dan orang-orang farisi, orang munafik, karena engkau mengganyang rumah janda-janda, namun engkau berpura-pura menaikkan doa yang panjang: karena itulah engkau akan menerima hukuman yang lebih berat. Celakalah engkau, ahli-ahli Taurat dan orang-orang farisi, orang munafik! Karena engkau melintasi lautan dan daratan untuk menjadikan satu orang bertobat menjadi pengikutmu, tetapi begitu ia bertobat, engkau menjadikannya anak neraka yang dua kali lebih jahat daripada dirimu sendiri.

Isi kedua perikop di atas berbeda. Mari kita melihat perikop yang pertama terlebih dahulu: Penghakiman Orang Farisi terhadap Yesus.

Dalam Alkitab, penilaian orang-orang Farisi mengenai Yesus itu sendiri dan hal-hal yang Dia lakukan adalah: "... kata mereka, Dia sudah tidak waras. ... Dia kerasukan Beelzebul, dan dengan kekuatan pangeran Iblis Dia mengusir Iblis" (Markus 3:21-22). Penghakiman yang dilakukan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi terhadap Tuhan Yesus bukan sekadar mereka meniru perkataan orang lain, juga bukan dugaan tak berdasar—melainkan kesimpulan yang mereka ambil mengenai Tuhan Yesus berdasarkan apa yang mereka lihat dan dengar tentang tindakan-Nya. Meskipun kesimpulan mereka seakan-akan dibuat atas nama keadilan dan nampak seolah-olah punya alasan yang kuat, kecongkakan mereka dalam menghakimi Tuhan Yesus sulit disembunyikan bahkan oleh mereka. Gejolak dahsyat kebencian mereka terhadap Tuhan Yesus menyingkapkan ambisi gila mereka sendiri dan wajah jahat Iblis dalam diri mereka, juga natur jahat mereka, yang dengannya mereka menentang Tuhan. Hal-hal yang mereka katakan dalam penghakiman mereka terhadap Tuhan Yesus didorong oleh kecemburuan, ambisi liar mereka, dan natur buruk dan jahat dari permusuhan mereka terhadap Tuhan dan kebenaran. Mereka tidak menyelidiki sumber dari tindakan Tuhan Yesus, mereka juga tidak menyelidiki esensi dari apa yang Dia katakan atau lakukan. Sebaliknya, dengan membabi buta, dengan niat menghasut yang gila-gilaan, dengan niat jahat yang disengaja, mereka menyerang dan mendiskreditkan apa yang telah Dia lakukan. Mereka bertindak sedemikian jauh sampai-sampai dengan sengaja mendiskreditkan Roh-Nya, yakni Roh Kudus, yang adalah Roh Tuhan. Inilah yang mereka maksud ketika mengatakan "Dia sudah tidak waras," "Beelzebul" dan "pangeran Iblis." Dengan kata lain, mereka mengatakan bahwa Roh Tuhan adalah Beelzebul dan pangeran para Iblis. Mereka menggolongkan pekerjaan yang dilakukan oleh inkarnasi Roh Tuhan yang mengenakan daging, sebagai kegilaan. Mereka tidak hanya menghujat Roh Tuhan dengan menuduh-Nya sebagai Beelzebul dan pangeran Iblis, tetapi mereka juga mengutuk pekerjaan Tuhan dan mengutuk serta menghujat Tuhan Yesus Kristus. Esensi dari penentangan dan penghujatan mereka terhadap Tuhan sepenuhnya sama dengan esensi penentangan dan penghujatan Iblis dan setan-setan terhadap Tuhan. Mereka tidak hanya merepresentasikan manusia-manusia yang rusak, tetapi terlebih dari itu, mereka adalah perwujudan Iblis. Mereka adalah saluran bagi Iblis di tengah umat manusia, dan mereka adalah kaki tangan dan antek Iblis. Esensi penghujatan dan fitnahan mereka terhadap Tuhan Yesus Kristus adalah pergulatan mereka melawan Tuhan demi status, penentangan mereka terhadap Tuhan, pengujian mereka yang tanpa henti terhadap Tuhan. Esensi penentangan mereka terhadap Tuhan, dan sikap bermusuhan mereka terhadap-Nya, juga perkataan dan pemikiran mereka, semua itu secara langsung menghujat dan membangkitkan amarah Roh Tuhan. Karena itulah, Tuhan menetapkan hukuman yang pantas atas apa yang mereka katakan dan lakukan, dan Tuhan menetapkan perbuatan mereka sebagai dosa penghujatan terhadap Roh Kudus. Dosa ini tidak dapat diampuni baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang, seperti yang tercatat dalam perikop berikut: "Hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni" dan "jika ia berkata-kata melawan Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, tidak di dunia ini, ataupun di dunia yang akan datang." Hari ini, mari kita membahas arti sesungguhnya dari firman Tuhan ini: "ia tidak akan diampuni, tidak di dunia ini, ataupun di dunia yang akan datang." Artinya, mari kita pahami dengan jelas bagaimana Tuhan menggenapi firman "ia tidak akan diampuni, tidak di dunia ini, ataupun di dunia yang akan datang."

Semua yang telah kita bahas berhubungan dengan watak Tuhan, dan sikap-Nya terhadap manusia, peristiwa, dan berbagai hal. Tentu saja, kedua perikop di atas pun tidak terkecuali. Apakah engkau semua memperhatikan sesuatu di dalam kedua perikop Kitab Suci ini? Sebagian orang mengatakan bahwa mereka melihat kemarahan Tuhan di dalamnya. Ada yang mengatakan mereka melihat sisi dari watak Tuhan yang tidak menoleransi pelanggaran manusia, dan bahwa apabila orang melakukan sesuatu yang menghujat Tuhan, mereka tidak akan menerima pengampunan-Nya. Terlepas dari fakta bahwa orang melihat dan menyadari kemarahan Tuhan dan sikap-Nya yang tidak menoleransi pelanggaran manusia di dalam kedua perikop ini, mereka tetap tidak benar-benar memahami sikap-Nya tersebut. Tersirat di dalam kedua perikop ini petunjuk tersembunyi tentang sikap Tuhan yang sesungguhnya dan pendekatan-Nya terhadap mereka yang menghujat dan membuat-Nya marah. Sikap dan pendekatan-Nya menunjukkan makna sebenarnya dari perikop berikut: "jika ia berkata-kata melawan Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, tidak di dunia ini, ataupun di dunia yang akan datang." Ketika orang-orang menghujat Tuhan dan ketika mereka membuat-Nya marah, Dia mengeluarkan putusan, dan putusan ini adalah kesudahan yang ditetapkan oleh-Nya. Dijelaskan seperti ini di dalam Alkitab: "Aku berkata kepadamu, Semua jenis dan dosa hujat kepada manusia akan diampuni: tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni" (Matius 12:31), dan "Tetapi celakalah engkau, ahli-ahli Taurat dan orang-orang farisi, orang munafik!" (Matius 23:13). Akan tetapi, apakah tercatat dalam Alkitab seperti apa kesudahan yang akan menimpa ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, juga orang-orang yang mengatakan bahwa Tuhan Yesus sudah gila setelah Dia mengatakan hal-hal ini? Apakah tercatat dalam Alkitab bahwa mereka akan mengalami hukuman tertentu? Tidak—sudah pasti tidak ada tercatat. Mengatakan "tidak" di sini bukan berarti tidak ada catatan seperti itu, tetapi sebenarnya adalah karena tidak ada kesudahan yang dapat dilihat oleh mata manusia. Mengatakan "tidak tercatat" memperjelas suatu hal, yaitu sikap dan prinsip Tuhan dalam menangani hal-hal tertentu. Tuhan tidak menutup mata atau telinga terhadap orang-orang yang menghujat atau menentang diri-Nya, atau bahkan mereka yang memfitnah Dia—terhadap orang-orang yang secara sengaja menyerang, memfitnah, dan mengutuk-Nya—tetapi sebaliknya Dia memiliki sikap yang jelas terhadap mereka. Dia membenci orang-orang ini, dan Dia mengutuk mereka di dalam hati-Nya. Dia bahkan secara terbuka menyatakan kesudahan yang akan menimpa mereka, supaya orang-orang tahu bahwa Dia memiliki sikap yang jelas terhadap orang-orang yang menghujat-Nya, dan supaya mereka tahu bagaimana Dia akan menentukan kesudahan mereka. Namun, setelah Tuhan mengatakan hal-hal ini, orang-orang hampir tidak bisa melihat kebenaran tentang bagaimana Tuhan akan menangani orang-orang tersebut, dan mereka tidak dapat memahami prinsip di balik kesudahan dan putusan yang Tuhan tetapkan bagi mereka. Dengan kata lain, manusia tidak dapat melihat pendekatan dan metode khusus yang Tuhan gunakan untuk menangani mereka. Ini berkaitan dengan prinsip Tuhan dalam melakukan sesuatu. Tuhan menggunakan kemunculan berbagai fakta untuk menangani perilaku jahat sebagian orang. Dengan kata lain, Dia tidak mengumumkan dosa mereka dan tidak menetapkan kesudahan mereka, tetapi Dia secara langsung menggunakan kemunculan fakta-fakta untuk memberikan kepada mereka hukuman dan balasan mereka yang setimpal. Ketika fakta-fakta ini terjadi, daging orang-orang itulah yang menderita hukuman, yang berarti bahwa hukuman adalah sesuatu yang dapat dilihat dengan mata manusia. Ketika menangani perilaku jahat beberapa orang, Tuhan hanya mengutuk mereka dengan perkataan dan kemarahan-Nya pun ditimpakan kepada mereka, tetapi hukuman yang mereka terima mungkin sesuatu yang tidak dapat dilihat manusia. Namun demikian, kesudahan semacam ini mungkin jauh lebih berat dibanding kesudahan yang masih dapat dilihat orang, seperti dihukum atau dibunuh. Ini karena dalam keadaan di mana Tuhan telah menetapkan untuk tidak menyelamatkan jenis orang semacam ini, untuk tidak lagi menunjukkan belas kasihan dan toleransi terhadap mereka, untuk tidak lagi memberikan peluang bagi mereka, maka sikap-Nya terhadap mereka adalah mengesampingkan mereka. Apa arti "mengesampingkan"? Arti dasar istilah ini adalah tidak menghiraukan, mengabaikan dan tidak lagi memperhatikannya. Namun di sini, ketika Tuhan mengesampingkan seseorang, ada dua penjelasan berbeda tentang artinya: penjelasan pertama adalah Dia telah menyerahkan hidup orang itu, dan segala sesuatu yang berkenaan dengan orang itu kepada Iblis untuk ditangani, dan Tuhan tidak akan lagi bertanggung jawab dan tidak akan lagi mengelola orang tersebut. Entah orang itu menjadi gila atau bodoh, entah dia hidup atau mati, atau entah dia masuk ke neraka sebagai hukuman, semua itu tidak akan lagi menjadi urusan Tuhan. Ini akan berarti bahwa makhluk semacam itu tidak ada lagi hubungannya dengan Sang Pencipta. Penjelasan kedua adalah bahwa Tuhan telah menentukan bahwa Dia sendiri ingin melakukan sesuatu terhadap orang ini, dengan tangan-Nya sendiri. Mungkin Dia akan memakai jasa orang semacam ini, atau mungkin saja Dia akan menggunakan orang ini sebagai sebuah kontras. Mungkin Dia akan memiliki cara yang khusus untuk menangani orang semacam ini, cara khusus untuk memperlakukan dirinya, sama seperti dengan Paulus, misalnya. Inilah prinsip dan sikap dalam hati Tuhan, yang dengannya Dia telah menetapkan untuk menangani orang semacam ini. Jadi, jika orang menentang Tuhan, memfitnah dan menghujat-Nya, jika mereka mencela watak-Nya, atau jika mereka menekan Tuhan hingga melewati batas kesabaran-Nya, maka akibatnya tidak terbayangkan. Akibat paling berat adalah Tuhan menyerahkan hidup mereka dan segala sesuatu yang berkenaan dengan mereka kepada Iblis sepenuhnya. Mereka tidak akan diampuni untuk selama-lamanya. Ini berarti orang ini telah menjadi makanan di mulut Iblis, mainan di tangannya, dan sejak saat itu Tuhan tidak lagi punya urusan apa-apa dengan mereka. Dapatkah engkau semua membayangkan kesengsaraan seperti apa ketika Iblis mencobai Ayub? Bahkan dengan syarat bahwa Iblis tidak diizinkan membahayakan hidup Ayub, Ayub masih sangat menderita. Dan bukankah akan jauh lebih sulit membayangkan siksaan Iblis terhadap seseorang yang telah sepenuhnya diserahkan kepada Iblis, yang sepenuhnya berada dalam cengkeraman Iblis, yang telah sepenuhnya kehilangan kepedulian dan belas kasihan Tuhan, yang tidak lagi berada di bawah kekuasaan Sang Pencipta, yang telah diambil haknya untuk menyembah Tuhan, dan diambil haknya sebagai makhluk ciptaan di bawah kekuasaan Tuhan, yang hubungannya dengan Tuhan atas segala ciptaan telah sepenuhnya terputus? Penganiayaan Iblis terhadap Ayub adalah sesuatu yang bisa dilihat dengan mata manusia, tetapi apabila Tuhan menyerahkan hidup seseorang kepada Iblis, konsekuensinya melampaui apa yang bisa dibayangkan manusia. Misalnya, beberapa orang akan dilahirkan kembali sebagai seekor sapi, atau seekor keledai, beberapa orang mungkin dikendalikan dan dirasuki roh-roh cemar dan jahat, dan lain sebagainya. Seperti inilah kesudahan beberapa orang yang diserahkan kepada Iblis oleh Tuhan. Dari luar, sepertinya orang-orang yang menghina, memfitnah, mengutuk, dan menghujat Tuhan Yesus ini tidak menderita akibat apa-apa. Namun sebenarnya, Tuhan memiliki pendekatan-Nya sendiri dalam menangani segala sesuatu. Dia mungkin tidak menggunakan bahasa yang jelas untuk memberitahukan kepada orang-orang kesudahan dari cara-Nya menangani setiap jenis orang. Terkadang Dia tidak berbicara secara langsung, melainkan bertindak secara langsung. Bahwa Dia tidak membicarakan tentang hal itu, bukan berarti tidak ada kesudahannya—sebenarnya, dalam kasus seperti ini adalah mungkin bahwa kesudahan ini akan jauh lebih berat. Dari luar, tampaknya seakan-akan kepada sebagian orang Tuhan tidak membicarakan secara eksplisit mengenai sikap-Nya, tetapi sebenarnya itu karena Tuhan belum ingin memikirkan mereka untuk waktu yang lama. Dia tidak ingin melihat mereka lagi. Karena apa yang telah mereka lakukan dan perilaku mereka, karena natur dan esensi mereka, Tuhan hanya ingin mereka menghilang dari pandangan-Nya, ingin menyerahkan mereka secara langsung kepada Iblis, memberikan roh, jiwa, dan tubuh mereka kepada Iblis, dan membiarkan Iblis melakukan apa pun yang dia inginkan dengan mereka. Jelaslah, sampai sejauh mana Tuhan membenci mereka, sampai sejauh mana Dia jijik akan mereka. Jika seseorang membuat Tuhan marah sampai pada titik di mana Dia bahkan tidak ingin melihat mereka lagi dan siap untuk sepenuhnya menyerah atas diri mereka, sampai pada titik di mana Tuhan sendiri tidak lagi ingin berurusan dengan mereka—jika telah sampai pada titik, di mana Dia menyerahkan mereka kepada Iblis untuk dia berbuat sesukanya, membiarkan Iblis mengendalikan, menelan, dan memperlakukan mereka dengan cara apa pun yang dia inginkan—maka orang ini sudah sepenuhnya habis. Hak mereka sebagai manusia telah selamanya dibatalkan, dan hak mereka sebagai ciptaan Tuhan telah berakhir. Bukankah ini hukuman yang paling berat?

Semua yang di atas ini adalah penjelasan lengkap dari firman: "ia tidak akan diampuni, tidak di dunia ini, ataupun di dunia yang akan datang," dan ini juga merupakan pembahasan sederhana mengenai perikop-perikop dari Kitab Suci ini. Aku yakin sekarang engkau semua sudah memiliki pemahaman tentang hal ini!

Sekarang mari kita membaca perikop-perikop dari Kitab Suci berikut.

12. Perkataan Yesus kepada Murid-murid-Nya Setelah Kebangkitan-Nya

Yohanes 20:26-29 Kemudian setelah delapan hari, murid-murid Yesus berkumpul kembali di dalam rumah itu dan Tomas bersama dengan mereka: lalu datanglah Yesus kepada mereka, sementara semua pintu terkunci dan Dia berdiri di tengah-tengah mereka lalu berkata: "Damai sejahtera bagi engkau sekalian!" Lalu Dia berkata kepada Tomas: "Ulurkan jarimu dan lihatlah tangan-Ku, dan ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke lambung-Ku: dan jangan engkau tidak percaya lagi, tetapi percayalah." Lalu Tomas menjawab dan berkata kepada-Nya: "Ya, Tuhanku." Yesus berkata kepadanya: "Tomas, karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya: diberkatilah mereka yang tidak melihat, namun percaya."

Yohanes 21:16-17 Yesus berkata kepadanya lagi untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Petrus menjawab: "Ya, Tuhan, Engkau tahu aku mengasihi-Mu." Yesus berkata kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Yesus berkata kepadanya lagi untuk tiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka Petrus bersedih hati karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala hal; engkau tahu bahwa aku mengasihi-Mu." Yesus berkata kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."

Perikop-perikop ini menceritakan hal-hal tertentu yang Tuhan Yesus lakukan dan katakan kepada murid-murid-Nya setelah kebangkitan-Nya. Pertama-tama, mari kita perhatikan apakah ada perbedaan antara Tuhan Yesus sebelum dan sesudah kebangkitan. Apakah Dia masih Tuhan Yesus yang sama dengan Tuhan Yesus dari hari-hari sebelumnya? Kitab suci memuat kalimat berikut yang menggambarkan Tuhan Yesus setelah kebangkitan: "Lalu datanglah Yesus kepada mereka, sementara semua pintu terkunci dan Dia berdiri di tengah-tengah mereka lalu berkata: 'Damai sejahtera bagi engkau sekalian.'" Sangatlah jelas bahwa Tuhan Yesus pada saat itu tidak lagi mendiami tubuh berdaging, melainkan bahwa Dia sekarang berada dalam tubuh spiritual. Ini karena Dia telah melampaui batasan daging; sekalipun pintu tertutup, Dia masih bisa hadir di tengah orang-orang dan memungkinkan mereka untuk melihat diri-Nya. Inilah perbedaan terbesar antara Tuhan Yesus setelah kebangkitan dengan Tuhan Yesus yang hidup di dalam daging sebelum kebangkitan. Meskipun tidak ada perbedaan antara penampilan tubuh spiritual pada saat itu dengan penampilan Tuhan Yesus sebelumnya, Tuhan Yesus pada waktu itu telah menjadi sosok Yesus yang terasa asing bagi orang-orang, karena Dia telah menjadi tubuh spiritual setelah bangkit dari kematian, dan dibandingkan dengan tubuh daging-Nya sebelumnya, tubuh spiritual ini lebih mengherankan dan membingungkan bagi orang-orang. Ini juga menciptakan jarak yang lebih besar antara Tuhan Yesus dan orang-orang, dan orang merasakan di dalam hati mereka bahwa Tuhan Yesus pada waktu itu telah menjadi lebih misterius. Pemahaman dan perasaan orang-orang ini serta-merta membuat mereka kembali ke zaman kepercayaan orang kepada sosok Tuhan yang tidak bisa dilihat atau disentuh. Jadi, hal pertama yang dilakukan oleh Tuhan Yesus setelah kebangkitan-Nya adalah mengizinkan setiap orang untuk melihat-Nya, menegaskan bahwa Dia ada, dan menegaskan fakta tentang kebangkitan-Nya. Selain itu, tindakan ini memulihkan hubungan-Nya dengan orang-orang kembali seperti ketika Dia bekerja dalam daging, ketika Dia adalah Kristus yang dapat mereka lihat dan sentuh. Salah satu hasil dari tindakan ini adalah orang-orang tidak lagi ragu sedikit pun bahwa Tuhan Yesus telah bangkit dari kematian setelah disalibkan, dan mereka juga tidak memiliki keraguan terhadap pekerjaan Tuhan Yesus untuk menebus umat manusia. Dan hasil lainnya adalah fakta bahwa melalui penampakan Tuhan Yesus kepada orang-orang setelah kebangkitan-Nya dan dengan membiarkan orang melihat dan menyentuh-Nya, Dia dengan tegas mengokohkan umat manusia pada Zaman Kasih Karunia, memastikan bahwa, sejak saat itu dan seterusnya, manusia tidak akan kembali ke zaman sebelumnya, yaitu Zaman Hukum Taurat, atas dasar dugaan mereka bahwa Tuhan Yesus telah "menghilang" atau bahwa Dia telah "pergi tanpa sepatah kata pun." Dengan demikian, Dia memastikan bahwa mereka harus terus bergerak maju, mengikuti pengajaran Tuhan Yesus dan pekerjaan yang telah Dia lakukan. Dengan demikian, fase baru dalam pekerjaan di Zaman Kasih Karunia secara resmi dibuka, dan sejak saat itu, orang-orang yang telah hidup di bawah hukum Taurat secara resmi keluar dari hukum Taurat dan masuk ke dalam era yang baru, permulaan yang baru. Inilah berbagai segi makna penampakan Tuhan Yesus di hadapan umat manusia setelah kebangkitan.

Karena Tuhan Yesus sekarang mendiami tubuh spiritual, bagaimanakah orang-orang bisa menyentuh-Nya dan melihat-Nya? Pertanyaan ini menyentuh makna penting penampakan Tuhan Yesus bagi umat manusia. Apakah engkau semua memperhatikan sesuatu dalam perikop-perikop Kitab Suci yang baru saja kita baca? Secara umum, tubuh spiritual tidak dapat dilihat atau disentuh, dan setelah kebangkitan, pekerjaan yang Tuhan Yesus lakukan telah selesai. Jadi secara teori, Dia sama sekali tidak perlu untuk kembali ke tengah orang-orang dalam wujud semula-Nya untuk menemui mereka, tetapi kemunculan tubuh spiritual Tuhan Yesus di hadapan orang-orang seperti Tomas membuat makna penting penampakan-Nya menjadi lebih konkret, sehingga menembus lebih dalam ke dalam hati orang-orang. Ketika Dia menghampiri Tomas, Dia membiarkan Tomas yang ragu-ragu menyentuh tangan-Nya, dan berkata kepadanya: "Ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke lambung-Ku: dan jangan engkau tidak percaya lagi, tetapi percayalah." Perkataan dan tindakan ini bukanlah hal-hal yang ingin Tuhan Yesus katakan dan lakukan setelah Dia bangkit; sesungguhnya ini adalah hal yang ingin dikatakan dan dilakukan-Nya sebelum Dia disalibkan, karena keraguan Tomas bukan hal yang baru muncul pada saat itu, melainkan sudah ada dalam dirinya di sepanjang waktu dia mengikuti Tuhan Yesus. Jelas di sini bahwa, sebelum Dia disalibkan, Tuhan Yesus telah memiliki pemahaman mengenai orang-orang seperti Tomas. Jadi apa yang dapat kita lihat dari hal ini? Dia tetaplah Tuhan Yesus yang sama setelah kebangkitan-Nya. Esensi-Nya tidak berubah. Namun, di sinilah Tuhan Yesus yang telah bangkit dari kematian dan kembali dari dunia roh ke dalam rupa-Nya yang semula, dengan watak-Nya yang semula, dan dengan pemahaman-Nya akan umat manusia dari sejak Dia masih berada dalam daging, sehingga Dia mencari Tomas terlebih dahulu dan membiarkan Tomas menyentuh lambung-Nya, tidak hanya membiarkan Tomas melihat tubuh roh-Nya setelah kebangkitan, tetapi juga membiarkannya menyentuh dan merasakan keberadaan tubuh roh-Nya, dan sepenuhnya melepaskan keraguannya. Sebelum Tuhan Yesus disalibkan, Tomas selalu meragukan bahwa Dia adalah Kristus, dan dia tidak mampu untuk percaya. Imannya kepada Tuhan dibangun hanya di atas dasar apa yang bisa dilihatnya dengan matanya sendiri, apa yang bisa disentuhnya dengan tangannya sendiri. Tuhan Yesus sangat memahami iman manusia sejenis ini. Mereka hanya percaya kepada Tuhan yang di surga, dan tidak percaya sama sekali kepada Dia yang diutus oleh Tuhan, atau Kristus di dalam daging, dan mereka juga tidak mau menerima-Nya. Demi membuat Tomas mengakui dan percaya akan keberadaan Tuhan Yesus dan bahwa Dia benar-benar adalah Tuhan yang berinkarnasi, Tuhan membiarkan Tomas mengulurkan tangannya dan menyentuh lambung-Nya. Apakah ada perbedaan mengenai keraguan Tomas sebelum dan sesudah kebangkitan Tuhan Yesus? Tomas selalu merasa ragu, dan selain dari tubuh roh Tuhan Yesus yang secara pribadi menampakkan diri di hadapannya dan membiarkannya menyentuh bekas paku pada tubuh-Nya, tidak mungkin seorang pun mampu menghapuskan keraguannya, dan membuatnya melepaskan keraguan tersebut. Jadi, dari sejak Tuhan Yesus membiarkan Tomas menyentuh lambung-Nya dan membuatnya benar-benar merasakan adanya bekas paku, keraguan Tomas pun hilang, dan dia sungguh-sungguh menyadari bahwa Tuhan Yesus telah bangkit dan dia mengakui dan percaya bahwa Tuhan Yesus adalah Kristus yang sejati, dan Tuhan yang berinkarnasi. Meskipun pada saat ini Tomas tidak lagi ragu, dia telah kehilangan kesempatan untuk bertemu dengan Kristus untuk selamanya. Dia telah selamanya kehilangan kesempatan untuk bersama dengan-Nya, untuk mengikuti-Nya, untuk mengenal-Nya. Dia telah selamanya kehilangan kesempatan untuk disempurnakan oleh Kristus. Penampakan diri Tuhan Yesus dan firman-Nya memberikan sebuah kesimpulan, dan sebuah putusan atas iman orang-orang yang dipenuhi keraguan. Dia menggunakan firman dan tindakan-Nya yang nyata untuk memberi tahu mereka yang ragu-ragu, memberi tahu mereka yang hanya percaya kepada Tuhan yang di surga tetapi tidak percaya kepada Kristus bahwa: Tuhan tidak memuji kepercayaan mereka, Dia juga tidak memuji cara mereka mengikuti-Nya sembari meragukan Dia. Hari ketika mereka sepenuhnya percaya kepada Tuhan dan Kristus hanya dapat merupakan hari ketika Tuhan menyelesaikan pekerjaan-Nya yang besar. Tentu saja, hari itu juga merupakan hari ketika putusan hukuman diberikan oleh karena keraguan mereka. Sikap mereka terhadap Kristus menentukan nasib mereka, dan keraguan mereka yang keras menandakan bahwa iman mereka tidak membuahkan hasil, kekerasan hati mereka berarti bahwa pengharapan mereka sia-sia. Karena kepercayaan mereka kepada Tuhan yang di surga dibangun berdasarkan ilusi, dan keraguan mereka terhadap Kristus sebenarnya adalah sikap mereka yang sebenarnya terhadap Tuhan, meskipun mereka menyentuh bekas paku pada tubuh Kristus, iman mereka tetap tidak berguna dan kesudahan mereka dapat diumpamakan seperti memukul angin—semuanya sia-sia. Apa yang Tuhan Yesus katakan kepada Tomas juga sangat jelas merupakan cara-Nya memberitahukan kepada setiap orang bahwa: Tuhan Yesus yang bangkit adalah Tuhan Yesus yang telah menghabiskan tiga puluh tiga setengah tahun bekerja di antara umat manusia. Meskipun Dia telah disalibkan dan mengalami lembah kematian, dan meskipun Dia telah mengalami kebangkitan, setiap aspek diri-Nya tidak mengalami perubahan apa pun. Meskipun Dia sekarang memiliki bekas paku pada tubuh-Nya, dan meskipun Dia telah dibangkitkan dan berjalan keluar dari kubur, watak-Nya, dan pemahaman-Nya akan manusia, serta maksud-maksud-Nya terhadap umat manusia tidak berubah sedikit pun. Dia juga memberitahukan kepada manusia bahwa Dia telah turun dari salib, menang atas dosa, mengatasi kesukaran, dan menang atas maut. Bekas paku hanyalah bukti kemenangan-Nya atas Iblis, bukti bahwa Dia telah berhasil menjadi korban penghapus dosa untuk menebus seluruh umat manusia. Dia sedang memberitahukan kepada manusia bahwa Dia telah memikul dosa manusia dan bahwa Dia telah menyelesaikan pekerjaan penebusan-Nya. Pada saat Dia kembali untuk menemui murid-murid-Nya, Dia mengatakan pesan ini kepada mereka melalui penampakan-Nya: "Aku tetap hidup, Aku tetap ada; pada hari ini Aku benar-benar sedang berdiri di depanmu supaya engkau semua dapat melihat dan menyentuh-Ku. Aku akan selalu menyertaimu." Tuhan Yesus juga ingin menggunakan kasus Tomas sebagai peringatan bagi orang-orang di masa depan, yaitu bahwa: meskipun engkau tidak dapat melihat atau menyentuh Tuhan Yesus dalam imanmu kepada-Nya, engkau diberkati oleh karena imanmu yang sejati, dan engkau dapat melihat Tuhan Yesus karena imanmu yang sejati, dan orang semacam ini diberkati.

Perkataan yang tercatat dalam Alkitab yang Tuhan Yesus ucapkan ketika Dia menampakkan diri kepada Tomas, sangatlah membantu bagi semua orang pada Zaman Kasih Karunia. Penampakan-Nya kepada Tomas dan perkataan-yang Dia ucapkan kepadanya telah memberikan dampak mendalam bagi para generasi penerus; semua itu memiliki makna yang kekal. Tomas merepresentasikan jenis orang yang percaya kepada Tuhan namun meragukan Tuhan. Mereka memiliki natur curiga, hati mereka jahat, berbahaya, dan tidak percaya akan hal-hal yang dapat diselesaikan oleh Tuhan. Mereka tidak percaya pada kemahakuasaan dan kedaulatan-Nya, dan tidak percaya kepada Tuhan yang berinkarnasi. Akan tetapi, kebangkitan Tuhan Yesus menjadi tamparan di wajah mereka, dan juga memberikan kepada mereka peluang untuk menyadari dan mengenali keraguan mereka sendiri, dan mengakui kejahatan mereka sendiri, sehingga dengan demikian mereka pun sungguh-sungguh percaya akan keberadaan dan kebangkitan Tuhan Yesus. Yang terjadi dengan Tomas merupakan peringatan dan pengingat bagi generasi di masa depan sehingga lebih banyak orang dapat mengingatkan diri mereka untuk tidak ragu-ragu seperti Tomas, dan bahwa jika mereka memenuhi diri mereka sendiri dengan keraguan, mereka akan jatuh ke dalam kegelapan. Jika engkau mengikuti Tuhan, tetapi seperti halnya Tomas, engkau selalu ingin menyentuh lambung Tuhan dan merasakan bekas paku-Nya untuk meyakinkan, memastikan, berspekulasi tentang apakah Tuhan itu ada atau tidak, maka Tuhan akan meninggalkanmu. Jadi, Tuhan Yesus menuntut orang untuk tidak seperti Tomas, yang hanya percaya pada apa yang bisa dilihat dengan mata mereka sendiri, melainkan menjadi orang yang tulus, jujur, dan tidak menyimpan keraguan terhadap Tuhan, tetapi hanya percaya kepada-Nya dan mengikuti Dia. Orang yang seperti ini diberkati. Ini adalah tuntutan yang sangat kecil yang Tuhan Yesus ajukan kepada manusia, dan ini adalah sebuah peringatan bagi para pengikut-Nya.

Pembahasan di atas adalah sikap Tuhan Yesus terhadap mereka yang penuh keraguan. Jadi apa yang Tuhan Yesus katakan dan lakukan terhadap mereka yang mampu dengan jujur percaya dan mengikuti Dia? Inilah yang akan kita perhatikan selanjutnya, melalui dialog antara Tuhan Yesus dan Petrus.

Dalam percakapan ini, Tuhan Yesus berulang kali menanyakan satu hal kepada Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Ini adalah standar lebih tinggi yang dituntut Tuhan Yesus dari orang-orang seperti Petrus setelah kebangkitan-Nya, dari mereka yang sungguh-sungguh percaya kepada Kristus dan berusaha untuk mengasihi Tuhan. Pertanyaan ini adalah semacam investigasi, dan interogasi, tetapi lebih dari itu, merupakan sebuah tuntutan dan harapan terhadap orang-orang seperti Petrus. Tuhan Yesus menggunakan cara bertanya seperti ini agar orang-orang bisa merenungkan diri mereka dan melihat ke dalam diri mereka sendiri dan menanyakan: apakah yang Tuhan Yesus tuntut dari manusia? Apakah aku mengasihi Tuhan? Apakah aku orang yang mengasihi Tuhan? Bagaimanakah seharusnya aku mengasihi Tuhan? Meskipun Tuhan Yesus hanya menanyakan pertanyaan ini kepada Petrus, sebenarnya di dalam hati-Nya, dengan menanyakan pertanyaan ini kepada Petrus, Dia ingin menggunakan kesempatan ini untuk menanyakan pertanyaan yang sama jenisnya kepada lebih banyak orang yang ingin mengasihi Tuhan. Hanya saja Petrus diberkati karena bertindak sebagai perwakilan orang-orang sejenis ini, untuk menerima pertanyaan dari mulut Tuhan Yesus sendiri.

Dibandingkan dengan perkataan berikut, yang Tuhan Yesus katakan kepada Tomas setelah kebangkitan-Nya, yakni "Ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke lambung-Ku: dan jangan engkau tidak percaya lagi, tetapi percayalah," pertanyaan yang tiga kali ditanyakan kepada Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" memungkinkan orang untuk semakin merasakan ketegasan sikap Tuhan Yesus, dan keterdesakan yang Dia rasakan selama menanyakan pertanyaan tersebut. Adapun kepada Tomas yang ragu-ragu dengan naturnya yang penuh tipu daya, Tuhan Yesus membiarkan Tomas mengulurkan tangannya dan menyentuh bekas paku di tubuh-Nya, yang membuatnya percaya bahwa Tuhan Yesus adalah Anak Manusia yang bangkit, dan yang membuatnya mengakui identitas Tuhan Yesus sebagai Kristus. Dan meskipun Tuhan Yesus tidak secara keras menegur Tomas, dan tidak secara lisan menyatakan dengan jelas penghakiman yang akan menimpanya, Dia, meskipun demikian, menggunakan tindakan nyata untuk membuat Tomas tahu bahwa Dia memahami dirinya, sembari juga menunjukkan sikap dan ketetapan-Nya mengenai jenis orang seperti itu. Tuntutan dan harapan Tuhan Yesus terhadap orang semacam itu tidak dapat dilihat dari apa yang Dia katakan, karena orang-orang seperti Tomas sama sekali tidak memiliki iman yang sejati. Tuntutan Tuhan Yesus terhadap mereka hanya sampai sejauh ini, tetapi sikap yang Dia ungkapkan terhadap orang-orang seperti Petrus sepenuhnya berbeda. Dia tidak meminta Petrus untuk mengulurkan tangannya dan menyentuh bekas paku-Nya, Dia juga tidak mengatakan kepada Petrus: "Jangan engkau tidak percaya lagi, tetapi percayalah." Sebaliknya, Dia berkali-kali menanyakan pertanyaan yang sama kepada Petrus. Pertanyaan yang menyebabkan orang berpikir dan penuh makna, pertanyaan yang mau tak mau menyebabkan setiap pengikut Kristus merasakan penyesalan, dan rasa takut, tetapi juga merasakan suasana hati Tuhan Yesus yang cemas dan sedih. Dan ketika mereka berada dalam penderitaan dan kepedihan yang hebat, mereka lebih mampu untuk memahami perhatian Tuhan Yesus Kristus dan kepedulian-Nya; mereka menyadari ajaran-Nya yang bersungguh-sungguh dan tuntutan-Nya yang tegas terhadap orang-orang yang murni dan jujur. Pertanyaan Tuhan Yesus memungkinkan orang merasakan bahwa pengharapan Tuhan akan orang-orang yang diungkapkan lewat kalimat sederhana ini bukan hanya agar mereka percaya atau mengikuti Dia, melainkan agar mereka memiliki kasih, agar engkau mengasihi Tuhanmu. Kasih semacam ini bersifat peduli dan taat. Kasih ini adalah soal manusia yang hidup demi Tuhan, mati demi Tuhan, mendedikasikan segalanya bagi Tuhan, dan mengorbankan serta memberikan segalanya bagi Tuhan. Kasih semacam ini juga memberi kepada Tuhan penghiburan, memungkinkan diri-Nya untuk menikmati kesaksian, dan merasakan ketenangan. Inilah balas budi manusia kepada Tuhan, inilah tanggung jawab, kewajiban dan tugas manusia, dan inilah jalan yang harus manusia ikuti di sepanjang hidup mereka. Ketiga pertanyaan ini merupakan tuntutan dan dorongan yang Tuhan Yesus berikan kepada Petrus dan semua orang yang hendak disempurnakan. Tiga pertanyaan inilah yang memimpin dan mendorong Petrus untuk menempuh jalan hidupnya hingga akhir, dan pertanyaan perpisahan Tuhan Yesus inilah yang menuntun Petrus untuk mulai menapaki jalan dirinya disempurnakan, yang menuntunnya, oleh karena kasihnya kepada Tuhan, untuk memedulikan hati Tuhan, untuk menaati Tuhan, untuk mempersembahkan penghiburan bagi Tuhan, dan memberikan seluruh hidupnya dan seluruh dirinya karena kasih ini.

Selama Zaman Kasih Karunia, pekerjaan Tuhan diperuntukkan terutama bagi dua tipe manusia. Yang pertama adalah tipe orang yang percaya dan mengikuti-Nya, yang mampu menaati perintah-Nya dan memikul salib, dan yang mampu mematuhi jalan Zaman Kasih Karunia. Tipe orang seperti ini akan memperoleh berkat Tuhan dan menikmati kasih karunia Tuhan. Tipe orang kedua adalah yang sama seperti Petrus, seseorang yang dapat disempurnakan. Jadi, setelah Tuhan Yesus bangkit, Dia pertama-tama melakukan dua hal yang paling berarti ini. Yang pertama dilakukan untuk Tomas, yang kedua untuk Petrus. Apakah yang direpresentasikan oleh kedua hal ini? Apakah kedua hal ini merepresentasikan maksud Tuhan yang sebenarnya untuk menyelamatkan umat manusia? Apakah kedua hal ini merepresentasikan ketulusan Tuhan terhadap umat manusia? Pekerjaan yang Dia lakukan dengan Tomas bertujuan memberi peringatan kepada manusia untuk tidak meragukan, melainkan untuk percaya. Pekerjaan yang Dia lakukan dengan Petrus bertujuan menguatkan iman orang-orang seperti Petrus, dan menjelaskan tuntutan-Nya terhadap tipe orang seperti ini, untuk menunjukkan tujuan apa yang harus mereka kejar.

Setelah Tuhan Yesus bangkit, Dia menampakkan diri kepada orang-orang yang Dia anggap perlu, berbicara kepada mereka, dan mengajukan tuntutan kepada mereka, menyampaikan maksud, dan harapan-Nya terhadap manusia. Dengan kata lain, sebagai Tuhan yang berinkarnasi, perhatian-Nya bagi manusia dan tuntutan-Nya terhadap mereka tidak pernah berubah; semua ini tetap sama baik ketika Dia dalam daging maupun ketika Dia dalam tubuh spiritual-Nya setelah disalibkan dan bangkit. Dia memedulikan murid-murid-Nya ini sebelum Dia disalibkan, dan di dalam hati-Nya, Dia mengerti dengan jelas tentang keadaan masing-masing orang dan Dia memahami kekurangan masing-masing orang, dan tentu saja pemahaman-Nya akan setiap orang ini tetaplah sama setelah Dia mati, bangkit, dan menjadi tubuh spiritual sebagaimana ketika Dia masih berada di dalam daging. Dia tahu bahwa orang-orang belum sepenuhnya yakin akan identitas-Nya sebagai Kristus, tetapi selama waktu diri-Nya di dalam daging, Dia tidak memberi tuntutan yang keras terhadap orang-orang. Namun, setelah dibangkitkan, Dia menampakkan diri di hadapan mereka, dan Dia membuat mereka sepenuhnya yakin bahwa Tuhan Yesus telah datang dari Tuhan, bahwa Dia adalah Tuhan yang berinkarnasi, dan Dia menggunakan fakta penampakan-Nya dan kebangkitan-Nya sebagai visi dan motivasi terbesar bagi umat manusia untuk dikejar seumur hidup mereka. Kebangkitan-Nya dari kematian tidak hanya menguatkan semua orang yang mengikuti-Nya, tetapi juga sepenuhnya mengimplementasikan pekerjaan-Nya pada Zaman Kasih Karunia di antara umat manusia, dan dengan demikian Injil keselamatan Tuhan Yesus pada Zaman Kasih Karunia secara bertahap menyebar ke seluruh penjuru umat manusia. Akankah engkau mengatakan bahwa penampakan Tuhan Yesus setelah kebangkitan-Nya memiliki makna yang penting? Seandainya engkau adalah Tomas atau Petrus pada waktu itu, dan engkau mendapati satu hal ini dalam hidupmu yang sedemikian berharga, bagaimanakah hal itu akan berdampak dalam dirimu? Akankah engkau melihatnya sebagai visi terbaik dan terbesar dalam hidup imanmu kepada Tuhan? Akankah engkau melihat ini sebagai kekuatan yang mendorongmu pada saat engkau mengikuti Tuhan, untuk berusaha keras memuaskan-Nya, dan berusaha semakin mengasihi Tuhan seumur hidupmu? Akankah engkau seumur hidup mengerahkan upaya untuk menyebarkan visi terbesar ini? Akankah engkau menerima pengabaran keselamatan dari Tuhan Yesus ini sebagai sebuah amanat yang engkau terima dari Tuhan? Meskipun engkau semua belum mengalami ini, kedua contoh Tomas dan Petrus ini sudah cukup bagi manusia modern untuk memperoleh pemahaman yang jelas mengenai Tuhan dan kehendak-Nya. Dapat dikatakan bahwa setelah Tuhan menjadi daging, setelah Dia secara pribadi mengalami kehidupan manusia di tengah umat manusia, dan setelah Dia menyaksikan kebejatan umat manusia dan situasi dalam hidup manusia pada waktu itu, Tuhan di dalam daging semakin merasakan ketidakberdayaan, kesedihan, dan kemalangan umat manusia. Tuhan lebih berempati melihat keadaan umat manusia oleh karena kemanusiaan-Nya yang Dia miliki ketika hidup dalam daging, oleh karena insting daging-Nya. Ini membuat-Nya memiliki kepedulian yang lebih besar terhadap para pengikut-Nya. Ini mungkin merupakan hal-hal yang tidak bisa engkau semua pahami, tetapi Aku dapat menggambarkan kekhawatiran dan kepedulian yang dirasakan Tuhan dalam daging bagi masing-masing pengikut-Nya dengan menggunakan hanya empat kata: "kepedulian yang sangat kuat." Meskipun istilah ini berasal dari bahasa manusia, dan meskipun sangat manusiawi, istilah ini benar-benar mengungkapkan dan menggambarkan perasaan Tuhan bagi para pengikut-Nya. Adapun mengenai kepedulian Tuhan yang sangat kuat terhadap umat manusia, di sepanjang pengalamanmu, engkau semua akan secara bertahap merasakan ini dan mengalaminya sendiri. Namun, ini hanya dapat tercapai dengan secara bertahap memahami watak Tuhan atas dasar engkau mengejar perubahan dalam watakmu sendiri. Ketika Tuhan Yesus menampakkan diri, ini menyebabkan kepedulian-Nya yang sangat kuat terhadap para pengikut-Nya terwujud dalam kemanusiaan dan diserahkan ke tubuh spiritual-Nya, atau bisa engkau katakan, ke keilahian-Nya. Penampakan-Nya memungkinkan orang untuk sekali lagi mengalami dan merasakan kepedulian dan pemeliharaan Tuhan, sembari membuktikan dengan sangat jelas bahwa Tuhan adalah Pribadi yang memulai zaman, yang mengembangkan zaman, dan yang juga mengakhiri zaman. Melalui penampakan-Nya, Dia menguatkan iman semua orang, dan membuktikan kepada dunia sebuah fakta bahwa Dia adalah Tuhan itu sendiri. Ini memberikan penegasan yang kekal bagi para pengikut-Nya, dan melalui penampakan-Nya Dia juga meluncurkan sebuah fase dari pekerjaan-Nya di zaman yang baru.

13. Yesus Makan Roti dan Menjelaskan Kitab Suci setelah Kebangkitan-Nya

Lukas 24:30-32 Dan terjadilah demikian, saat Dia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, memberkatinya, lalu memecah-mecahkannya, dan membagikannya kepada mereka. Seketika itu juga mata mereka terbuka, dan mereka mengenal Dia; namun Dia menghilang dari pandangan mereka. Dan mereka berkata-kata seorang kepada yang lain, "Bukankah hati kita terbakar, ketika Dia berbicara dengan kita di jalan, dan ketika Dia menerangkan Kitab Suci kepada kita?"

14. Murid-murid Memberikan kepada Yesus Ikan Panggang untuk Dimakan

Lukas 24:36-43 Dan saat mereka bercakap-cakap, Yesus berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata kepada mereka: "Damai sejahtera bagi engkau sekalian!" Tetapi mereka terkejut dan takut, dan mengira bahwa mereka melihat hantu. Maka Dia berkata kepada mereka: "Kenapa kalian takut? Dan kenapa ada kebimbangan di hati kalian? Lihatlah tangan dan kaki-Ku, inilah Aku: rabalah Aku, dan lihatlah, karena hantu tidak memiliki daging dan tulang, sebagaimana yang engkau lihat pada-Ku." Sambil berkata demikian, Dia menunjukkan tangan dan kaki-Nya kepada mereka. Dan karena mereka tidak percaya juga ataupun bergirang, tetapi masih heran, Dia berkata kepada mereka: "Apakah ada daging di sini?" Dan mereka memberi-Nya ikan panggang, dan madu. Dan Dia mengambilnya dan makan di depan mereka.

Selanjutnya, kita akan memperhatikan perikop dari Kitab Suci di atas. Perikop yang pertama menceritakan tentang Tuhan Yesus yang makan roti dan menjelaskan isi Kitab Suci setelah kebangkitan-Nya, dan perikop kedua menceritakan tentang Tuhan Yesus yang makan ikan panggang. Bagaimanakah kedua perikop ini membantumu mengenal watak Tuhan? Dapatkah engkau semua membayangkan gambaran seperti apa yang engkau dapatkan dari deskripsi tentang Tuhan Yesus yang makan roti dan kemudian makan ikan panggang ini? Dapatkah engkau bayangkan, jika Tuhan Yesus berdiri di depanmu dan makan roti, bagaimanakah perasaanmu? Atau jika Dia makan bersamamu di meja yang sama, makan ikan dan roti bersama orang-orang, perasaan seperti apakah yang akan engkau rasakan pada saat itu? Jika engkau merasa sangat dekat dengan Tuhan, merasa bahwa Dia sangat akrab denganmu, maka perasaan ini benar. Inilah justru hasil yang ingin Tuhan Yesus dapatkan dengan makan roti dan ikan di depan orang banyak yang berkumpul setelah kebangkitan-Nya. Jika Tuhan Yesus hanya berbicara kepada orang-orang setelah kebangkitan-Nya, jika mereka tidak dapat merasakan daging dan tulang-Nya, tetapi merasakan bahwa Dia adalah Roh yang tak tergapai, bagaimanakah perasaan mereka? Bukankah mereka akan merasa kecewa? Ketika orang-orang kecewa, bukankah mereka akan merasa ditinggalkan? Tidakkah mereka akan merasa ada jarak di antara mereka dengan Tuhan Yesus Kristus? Dampak negatif seperti apa yang akan diciptakan oleh jarak ini terhadap hubungan orang-orang dengan Tuhan? Orang tentunya akan merasa takut, sampai-sampai mereka tidak berani mendekati-Nya, dan dengan demikian, mereka akan bersikap mengambil jarak karena perasaan segan terhadap-Nya. Sejak saat itu, mereka akan memutuskan hubungan dekat mereka dengan Tuhan Yesus Kristus dan kembali ke hubungan antara umat manusia dan Tuhan yang berada nun jauh di surga, layaknya hubungan pada zaman sebelum Zaman Kasih Karunia. Tubuh spiritual yang tak dapat orang sentuh atau rasakan akan mengakibatkan hilangnya kedekatan mereka dengan Tuhan, dan ini juga akan menyebabkan hubungan yang dekat tersebut, yang dibangun selama Tuhan Yesus berada di dalam daging, yang tanpa jarak antara Dia dengan manusia, tidak lagi ada. Satu-satunya yang digerakkan oleh tubuh spiritual dalam diri manusia adalah perasaan takut, pengelakan, dan tatapan bisu. Mereka tidak akan berani mendekat ataupun bercakap dengan-Nya, apalagi mengikuti, memercayai, atau menghormati-Nya. Tuhan tidak ingin melihat perasaan manusia yang semacam ini terhadap-Nya. Dia tidak ingin melihat orang-orang menghindari-Nya atau menjauhkan diri mereka dari-Nya; Dia hanya ingin orang-orang memahami-Nya, datang mendekat kepada-Nya, dan menjadi keluarga-Nya. Jika keluargamu sendiri, anak-anakmu melihatmu tetapi tidak mengenalimu, dan tidak berani datang mendekat kepadamu malahan selalu menghindar darimu, jika engkau tidak dapat memperoleh pengertian mereka atas segala sesuatu yang telah engkau perbuat bagi mereka, bagaimanakah perasaanmu? Tidakkah itu akan menyakitkan? Tidakkah engkau akan sakit hati? Inilah persisnya yang Tuhan rasakan ketika orang-orang menghindari-Nya. Jadi, setelah kebangkitan-Nya, Tuhan Yesus tetap muncul di hadapan orang-orang dalam wujud darah dan daging, dan tetap makan dan minum bersama mereka. Tuhan memandang manusia sebagai keluarga, dan Dia juga ingin manusia memandang-Nya sebagai Pribadi yang paling mereka sayangi; hanya dengan cara inilah Tuhan bisa benar-benar mendapatkan manusia, dan hanya dengan cara inilah, manusia bisa benar-benar mengasihi dan menyembah Tuhan. Sekarang dapatkah engkau semua memahami maksud-Ku dalam menjelaskan kedua perikop Kitab Suci ini, yaitu ketika Tuhan Yesus makan roti dan menerangkan Kitab Suci setelah kebangkitan-Nya, dan ketika para murid memberi-Nya ikan panggang untuk dimakan?

Dapat dikatakan bahwa serangkaian hal yang Tuhan Yesus katakan dan lakukan setelah kebangkitan-Nya dipenuhi dengan pemikiran-Nya yang sungguh-sungguh. Hal-hal ini penuh dengan kebaikan dan kasih sayang Tuhan terhadap umat manusia, dan juga penuh dengan penghargaan dan kepedulian-Nya yang cermat atas hubungan akrab yang telah Dia bangun dengan umat manusia semasa Dia berada dalam daging. Lebih dari itu, hal-hal tersebut penuh dengan kenangan dan kerinduan yang Dia rasakan akan kehidupan-Nya ketika makan dan tinggal bersama para pengikut-Nya selama Dia berada dalam daging. Jadi, Tuhan tidak ingin orang merasakan ada jarak antara Tuhan dan manusia, dan Dia juga tidak ingin manusia menjauhkan diri mereka dari Tuhan. Bahkan lebih dari itu, Dia tidak ingin manusia merasa bahwa Tuhan Yesus setelah kebagkitan-Nya bukan lagi Tuhan yang pernah sangat akrab dengan orang-orang, bahwa Dia tidak lagi beserta dengan umat manusia karena Dia telah kembali ke dunia roh, kembali menjadi Bapa yang tidak pernah bisa dilihat atau digapai manusia. Dia tidak ingin orang-orang merasa bahwa perbedaan dalam status telah muncul antara Dia dan umat manusia. Ketika Tuhan melihat orang-orang yang ingin mengikuti-Nya tetapi yang menjaga jarak karena segan terhadap-Nya, hati-Nya merasa sakit karena ini artinya hati mereka berada sangat jauh dari Dia dan akan sangat sulit bagi-Nya untuk mendapatkan hati mereka. Jadi, seandainya Dia menampakkan diri di hadapan orang-orang dalam tubuh spiritual yang tidak dapat mereka lihat atau sentuh, ini sekali lagi akan menciptakan jarak antara manusia dengan Tuhan, dan ini akan membuat manusia keliru menganggap bahwa Kristus setelah kebangkitan-Nya telah menjadi begitu mulia, menjadi berbeda dari manusia, dan menjadi pribadi yang tidak lagi bisa berbagi meja dan bersantap dengan manusia karena manusia berdosa, najis, dan tidak akan pernah bisa mendekat kepada Tuhan. Demi menghapuskan kesalahpahaman manusia ini, Tuhan Yesus melakukan sejumlah hal yang biasanya Dia lakukan saat berada dalam daging, seperti yang dicatat dalam Alkitab: "Ia mengambil roti, memberkatinya, lalu memecah-mecahkannya, dan membagikannya kepada mereka." Dia juga menjelaskan kitab suci kepada mereka, sebagaimana yang biasa Dia lakukan sebelumnya. Semua hal yang Tuhan Yesus lakukan ini membuat setiap orang yang melihat-Nya merasa bahwa Tuhan tidak berubah, bahwa Dia masih tetap Tuhan Yesus yang sama. Meskipun Dia telah disalibkan dan telah mengalami kematian, Dia telah bangkit, dan tidak meninggalkan umat manusia. Dia telah kembali berada di antara manusia, dan segala hal tentang diri-Nya tidak berubah. Anak Manusia yang berdiri di depan orang-orang masih tetap Tuhan Yesus yang sama. Sikap dan cara-Nya berbicara dengan orang-orang terasa begitu akrab. Dia masih begitu penuh kasih setia, kasih karunia, dan toleransi—Dia masih tetap Tuhan Yesus yang sama, yang mengasihi sesama seperti Dia mengasihi diri-Nya sendiri, yang mampu mengampuni manusia tujuh puluh kali tujuh kali. Seperti yang selalu Dia lakukan sebelumnya, Dia makan dengan orang-orang, membahas Kitab Suci dengan mereka, dan yang lebih penting, sama seperti sebelumnya, Dia terbuat dari darah dan daging dan dapat disentuh dan dilihat. Anak Manusia seperti diri-Nya tersebut, memampukan orang untuk merasakan keakraban, merasakan ketenangan, merasakan kesukaan karena mendapatkan kembali sesuatu yang telah hilang. Dengan sangat mudah, mereka dengan berani dan percaya diri mulai mengandalkan dan mengagumi Anak Manusia yang mampu mengampuni manusia dari dosa-dosa mereka. Mereka juga mulai berdoa dalam nama Tuhan Yesus tanpa keraguan, berdoa untuk mendapatkan kasih karunia-Nya, berkat-Nya, dan mendapatkan damai dan sukacita dari-Nya, memperoleh pemeliharaan dan perlindungan dari-Nya, dan mereka mulai menyembuhkan orang sakit dan mengusir roh jahat dalam nama Tuhan Yesus.

Selama masa Tuhan Yesus bekerja dalam daging, sebagian besar pengikut-Nya tidak bisa sepenuhnya memastikan identitas-Nya dan hal-hal yang Dia katakan. Ketika saat penyaliban-Nya semakin mendekat, sikap para pengikut-Nya adalah sikap yang memperhatikan. Kemudian, dari sejak Dia disalibkan sampai saat Dia dimasukkan ke dalam kubur, sikap orang-orang terhadap-Nya adalah kekecewaan. Selama waktu ini, hati orang-orang mulai berubah dari meragukan hal-hal yang Tuhan Yesus katakan selama waktu diri-Nya berada dalam daging menjadi menyangkal semua itu sama sekali. Kemudian, ketika Dia berjalan keluar dari kubur, dan menampakkan diri kepada orang-orang orang satu per satu, kebanyakan dari mereka yang melihat-Nya dengan mata kepala mereka sendiri atau mendengar berita tentang kebangkitan-Nya secara bertahap mengubah sikapnya dari sikap yang menyangkal menjadi sikap yang menyangsikan. Hanya setelah Tuhan Yesus membiarkan Tomas meletakkan tangannya di lambung-Nya, dan setelah Dia memecah-mecahkan roti dan memakannya di depan orang banyak setelah kebangkitan-Nya, dan setelah Dia makan ikan panggang di depan mereka, baru pada saat itulah mereka benar-benar menerima kenyataan bahwa Tuhan Yesus adalah Kristus dalam daging. Engkau dapat mengatakan bahwa seolah-olah tubuh spiritual yang memiliki darah dan daging yang berdiri di depan orang-orang itu, sedang membangunkan setiap orang dari mimpi: Anak Manusia yang berdiri di depan mereka adalah Dia yang telah ada sejak permulaan zaman. Dia memiliki wujud, serta daging dan tulang, dan Dia telah hidup dan makan bersama umat manusia untuk waktu yang panjang .... Pada saat ini, orang-orang merasa bahwa keberadaan-Nya begitu nyata, begitu luar biasa. Pada saat yang sama, mereka juga begitu bersukacita dan bahagia, dan dipenuhi dengan emosi. Penampakan kembali diri-Nya memungkinkan orang untuk benar-benar melihat kerendahhatian-Nya, merasakan kedekatan dan kasih sayang-Nya kepada umat manusia, dan merasakan betapa dalam Dia memikirkan tentang mereka. Pertemuan kembali yang singkat ini membuat orang-orang yang melihat Tuhan Yesus merasa seakan waktu yang panjang telah berlalu. Hati mereka yang tersesat, bingung, takut, gelisah, mendamba, dan mati rasa akhirnya menemukan penghiburan. Mereka tidak lagi merasa ragu-ragu atau kecewa, karena mereka merasa bahwa kini ada harapan dan sesuatu yang bisa mereka andalkan. Sang Anak Manusia yang berdiri di depan mereka akan mendukung mereka untuk selamanya; Dia akan menjadi menara yang kuat bagi mereka, tempat perlindungan mereka untuk selama-lamanya.

Meskipun Tuhan Yesus telah bangkit, hati-Nya dan pekerjaan-Nya tidak meninggalkan umat manusia. Dengan menampakkan diri kepada orang-orang, Dia memberi tahu mereka bahwa berada dalam bentuk apa pun diri-Nya, Dia akan menemani manusia, berjalan bersama mereka, dan menyertai mereka kapan pun dan di mana pun. Dia mengatakan kepada mereka bahwa kapan pun dan di mana pun, Dia akan membekali dan menggembalakan mereka, membiarkan mereka melihat dan menyentuh-Nya, dan memastikan bahwa mereka tidak akan pernah lagi merasa tak berdaya. Tuhan Yesus juga ingin orang-orang tahu bahwa mereka tidak hidup di dunia ini sendirian. Umat manusia memiliki pemeliharaan Tuhan; Tuhan menyertai mereka. Mereka selalu dapat bersandar kepada Tuhan, dan Dia adalah keluarga bagi setiap pengikut-Nya. Dengan Tuhan sebagai sandaran, umat manusia tidak akan lagi kesepian atau tidak berdaya, dan mereka yang menerima-Nya sebagai korban penghapus dosa, mereka tidak akan lagi dibelenggu dalam dosa. Di mata manusia, bagian-bagian dari pekerjaan Tuhan Yesus yang dilakukan-Nya setelah kebangkitan-Nya adalah hal-hal yang sangat kecil, tetapi di mata-Ku, setiap hal kecil yang Dia lakukan sangatlah berarti, sangat berharga, sangat penting dan sangat sarat dengan makna.

Meskipun masa selama Tuhan Yesus bekerja dalam daging dipenuhi kesukaran dan penderitaan, Dia dengan sepenuhnya dan dengan sempurna menyelesaikan pekerjaan-Nya di dalam daging pada waktu itu untuk menebus umat manusia melalui penampakan diri-Nya dalam tubuh spiritual berupa darah dan daging. Dia memulai pelayanan-Nya dengan menjadi daging, dan Dia menyelesaikan pelayanan-Nya dengan menampakkan diri kepada manusia dalam wujud daging-Nya. Dia mengumumkan Zaman Kasih Karunia, memulai zaman yang baru melalui identitas-Nya sebagai Kristus. Melalui identitas-Nya sebagai Kristus, Dia melakukan pekerjaan di Zaman Kasih Karunia dan Dia menguatkan serta memimpin semua pengikut-Nya di Zaman Kasih Karunia. Mengenai pekerjaan Tuhan, dapat dikatakan bahwa Dia benar-benar menyelesaikan apa yang Dia mulai. Terdapat langkah-langkah dan sebuah rencana, dan pekerjaan itu dipenuhi dengan hikmat-Nya, kemahakuasaan-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib, dan dipenuhi dengan kasih dan belas kasihan-Nya. Tentu saja, benang utama yang merajut seluruh pekerjaan Tuhan adalah kepedulian-Nya terhadap umat manusia; pekerjaan-Nya diresapi oleh perasaan peduli-Nya yang tidak pernah bisa Dia kesampingkan. Di dalam ayat-ayat Alkitab ini, dalam setiap hal yang Tuhan Yesus lakukan setelah kebangkitan-Nya, harapan dan kepedulian Tuhan yang tidak pernah berubah bagi umat manusia diungkapkan, demikian juga pemeliharaan dan kepeduliaan-Nya yang cermat terhadap manusia. Tidak satu pun dari semua ini yang pernah berubah, sampai saat ini—dapatkah engkau semua melihatnya? Ketika engkau semua melihat hal ini, tidakkah hatimu tanpa kausadari semakin mendekat kepada Tuhan? Seandainya engkau semua hidup pada zaman itu dan Tuhan Yesus menampakkan diri kepadamu setelah kebangkitan-Nya, dalam wujud nyata yang dapat engkau semua lihat, dan seandainya Dia duduk di depanmu, makan roti dan ikan dan menjelaskan Kitab Suci kepadamu, berbincang denganmu, bagaimanakah perasaanmu? Akankah engkau merasa bahagia? Atau akankah engkau merasa bersalah? Kesalahpahaman dan penghindaran mereka sebelumnya terhadap Tuhan, pertentangan mereka dengan-Nya dan keraguan terhadap-Nya—tidakkah semuanya itu akan menghilang? Tidakkah hubungan antara Tuhan dan manusia akan menjadi normal dan pantas?

Dengan menafsirkan pasal-pasal terbatas dari Alkitab ini, apakah engkau semua menemukan cela dalam watak Tuhan? Apakah engkau semua menemukan kepalsuan dalam kasih Tuhan? Apakah engkau semua melihat muslihat atau kejahatan dalam kemahakuasaan dan hikmat Tuhan? Tentu saja tidak! Sekarang dapatkah engkau semua mengatakan dengan pasti bahwa Tuhan itu kudus? Dapatkah engkau semua mengatakan dengan pasti bahwa emosi Tuhan seluruhnya merupakan pengungkapan dari esensi dan watak-Nya? Kuharap setelah engkau semua membaca firman ini, pemahaman yang engkau dapatkan darinya akan membantumu dan memberi kepadamu manfaat dalam pengejaranmu akan perubahan watak dan rasa takut akan Tuhan, dan firman ini akan berbuah dalam dirimu, buah yang terus bertumbuh hari demi hari, sehingga dalam proses pengejaran ini, engkau akan semakin dekat dengan Tuhan, semakin dekat dengan standar yang Tuhan inginkan. Engkau semua tidak akan lagi bosan dengan pengejaranmu akan kebenaran dan tidak akan lagi merasa bahwa pengejaran akan kebenaran dan perubahan watak adalah hal yang merepotkan atau hal yang berlebihan. Sebaliknya, karena didorong oleh pengungkapan watak Tuhan yang sejati dan esensi kudus Tuhan, engkau akan merindukan terang, merindukan keadilan, bercita-cita untuk mengejar kebenaran, berusaha untuk memuaskan kehendak Tuhan, dan engkau akan menjadi seseorang yang didapatkan oleh Tuhan, menjadi manusia yang sesungguhnya.

Hari ini kita telah membahas tentang hal-hal tertentu yang Tuhan lakukan pada Zaman Kasih Karunia ketika Dia berinkarnasi untuk pertama kalinya. Dari hal-hal ini, kita telah melihat watak yang Dia nyatakan dan ungkapkan dalam daging, juga setiap aspek dari apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya. Semua aspek dari apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya ini sepertinya sangat dimanusiakan, tetapi kenyataannya adalah bahwa esensi dari semua yang Dia ungkapkan dan nyatakan tidaklah dapat dipisahkan dari watak-Nya sendiri. Setiap cara dan setiap aspek dari Tuhan yang berinkarnasi yang mengungkapkan watak-Nya dalam kemanusiaan terkait erat dengan esensi-Nya sendiri. Jadi, sangatlah penting bahwa Tuhan datang kepada manusia dengan menggunakan cara inkarnasi. Yang juga penting adalah pekerjaan yang Dia lakukan dalam daging, tetapi yang bahkan lebih penting lagi bagi setiap orang yang hidup dalam daging, bagi setiap orang yang hidup dalam kerusakan, adalah watak yang Dia nyatakan dan kehendak yang Dia ungkapkan. Apakah ini adalah sesuatu yang dapat engkau semua pahami? Setelah memahami watak Tuhan dan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, sudahkah engkau semua mengambil kesimpulan tentang bagaimana engkau semua seharusnya memperlakukan Tuhan? Akhirnya, sebagai jawaban atas pertanyaan ini, Aku ingin memberimu tiga butir nasihat: Yang pertama, jangan menguji Tuhan. Sebanyak apa pun pemahamanmu tentang Tuhan, sebanyak apa pun engkau mengetahui tentang watak-Nya, engkau sama sekali tidak boleh menguji Dia. Yang kedua, jangan melawan Tuhan demi status. Status seperti apa pun yang Tuhan berikan kepadamu atau pekerjaan apa pun yang Dia percayakan kepadamu, tugas apa pun yang Dia munculkan untuk engkau laksanakan, dan sebanyak apa pun engkau telah mengorbankan dirimu dan berkorban bagi Tuhan, engkau sama sekali tidak boleh melawan Tuhan demi status. Yang ketiga, jangan melawan Tuhan. Tidak peduli apakah engkau mengerti atau apakah engkau mampu tunduk pada apa yang Tuhan lakukan dengan dirimu, apa yang Dia aturkan bagimu, dan hal-hal yang Dia bawa kepadamu, engkau sama sekali tidak boleh melawan Tuhan. Jika engkau mampu melaksanakan ketiga butir nasihat ini, engkau akan cukup aman, dan engkau tidak akan cenderung membuat Tuhan marah. Di sinilah kita akan mengakhiri persekutuan kita hari ini!

23 November 2013

Catatan kaki:

a. "Mantra pengikat" adalah mantra yang digunakan biksu Tang Sanzang dalam novel Perjalanan ke Barat. Dia menggunakan mantra ini untuk mengendalikan Sun Wukong dengan mengetatkan ikat kepala logam yang melingkari kepala si raja monyet, menyebabkannya mengalami sakit kepala yang luar biasa, sehingga dia bisa dikendalikan. Ini menjadi kiasan untuk menjelaskan tentang sesuatu yang membelenggu seseorang.

Sebelumnya: Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II

Selanjutnya: Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik I

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini