Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II

Selama pertemuan kita yang terakhir, kita bersekutu tentang sebuah topik yang sangat penting. Ingatkah engkau semua topik apakah itu? Aku akan mengulanginya. Topik persekutuan terakhir kita adalah: Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri. Apakah ini topik yang penting bagi engkau semua? Bagian mana yang paling penting bagimu? Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, atau Tuhan itu Sendiri? Manakah yang paling menarik bagimu? Bagian manakah yang paling ingin engkau semua dengarkan? Aku tahu sulit bagi engkau semua untuk menjawab pertanyaan itu, karena watak Tuhan dapat dilihat dalam setiap aspek pekerjaan-Nya, dan watak-Nya selalu diungkapkan dalam pekerjaan-Nya dan di semua tempat, dan, yang sebenarnya merepresentasikan Tuhan itu sendiri; dalam keseluruhan rencana pengelolaan Tuhan, pekerjaan Tuhan, watak Tuhan, dan Tuhan itu sendiri semuanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Isi persekutuan terakhir kita tentang pekerjaan Tuhan terdiri dari kisah-kisah dari Alkitab tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dahulu kala. Semuanya adalah kisah tentang manusia dan Tuhan, dan tentang hal-hal yang terjadi pada manusia, sementara juga melibatkan partisipasi Tuhan dan pengungkapan diri-Nya, jadi kisah-kisah ini mengandung nilai dan makna penting untuk mengenal Tuhan. Segera setelah menciptakan umat manusia, Tuhan mulai menjalin hubungan dengan manusia dan berbicara kepada manusia, dan watak-Nya mulai diungkapkan kepada manusia. Dengan kata lain, dari saat Tuhan pertama kali menjalin hubungan dengan umat manusia, tanpa terhentikan, Dia mulai memberitahukan hakikat-Nya, apa yang dimiliki-Nya, dan siapa Dia secara terbuka kepada manusia. Terlepas dari apakah orang-orang pada zaman dahulu atau orang-orang pada zaman sekarang mampu melihat atau memahaminya, Tuhan berbicara kepada manusia dan bekerja di antara manusia, menyingkapkan watak-Nya dan mengungkapkan hakikat-Nya—ini adalah fakta, dan tidak terbantahkan oleh siapa pun. Ini juga berarti bahwa watak Tuhan, hakikat Tuhan, apa yang dimiliki-Nya dan siapa Dia terus-menerus dinyatakan dan diungkapkan tatkala Dia bekerja dan menjalin hubungan dengan manusia. Dia tidak pernah menutupi atau menyembunyikan apa pun dari manusia, melainkan menyatakannya secara terbuka dan melepaskan watak-Nya sendiri tanpa merahasiakan apa pun. Dengan demikian, Tuhan berharap manusia dapat mengenal-Nya serta memahami watak dan hakikat-Nya. Dia tidak ingin manusia menganggap watak dan hakikat-Nya sebagai misteri abadi, dan Dia juga tidak ingin umat manusia menganggap Tuhan sebagai sebuah teka-teki yang tidak pernah dapat dipecahkan. Setelah umat manusia mengenal Tuhan, barulah mereka dapat mengetahui jalan ke depan dan menerima bimbingan Tuhan, dan hanya umat manusia semacam inilah yang dapat benar-benar hidup di bawah kekuasaan Tuhan, hidup di dalam terang, di tengah berkat Tuhan.

Firman dan watak yang dinyatakan dan diungkapkan Tuhan merepresentasikan maksud dan juga hakikat-Nya. Ketika Tuhan menjalin hubungan dengan manusia, apa pun yang Dia katakan atau lakukan, atau watak mana pun yang Dia ungkapkan, dan apa pun yang manusia lihat dari hakikat-Nya, apa yang dimiliki-Nya dan siapa Dia, semuanya itu merepresentasikan maksud Tuhan bagi manusia. Sebanyak apa pun manusia mampu menyadari, mengerti atau memahaminya, semua itu merepresentasikan maksud Tuhan—maksud Tuhan bagi manusia. Ini tidak diragukan lagi! Maksud Tuhan bagi umat manusia adalah bagaimana Dia menuntut mereka menjadi apa, apa yang Dia tuntut untuk mereka lakukan, bagaimana Dia menuntut mereka menjalani hidup, dan bagaimana Dia menuntut mereka agar mampu memenuhi maksud Tuhan. Apakah hal-hal ini tidak dapat dipisahkan dari hakikat Tuhan? Dengan kata lain, Tuhan menyatakan watak-Nya, semua yang dimiliki-Nya dan siapa Dia serta pada saat yang sama Dia membuat tuntutan terhadap manusia. Tidak ada kepalsuan, tidak ada kepura-puraan, tidak ada yang disembunyikan, dan tidak ada yang ditambah-tambahkan. Namun mengapa manusia tidak mampu mengetahui, dan mengapa dia tidak pernah mampu memahami watak Tuhan dengan jelas? Mengapa manusia tidak pernah menyadari maksud Tuhan? Apa yang diungkapkan dan dinyatakan oleh Tuhan adalah apa yang Tuhan itu sendiri miliki dan siapa Dia; itu adalah setiap bagian dan sisi dari watak-Nya yang sebenarnya—jadi mengapa manusia tidak dapat melihatnya? Mengapa manusia tidak mampu memiliki pengetahuan yang menyeluruh? Ada alasan penting untuk hal ini. Jadi, apakah alasannya? Sejak saat penciptaan, manusia tidak pernah menganggap Tuhan sebagai Tuhan. Pada masa-masa paling awal, apa pun yang Tuhan lakukan yang berkaitan dengan manusia—manusia yang baru saja diciptakan—manusia memperlakukan Tuhan tidak lebih dari seorang pendamping, sebagai seseorang untuk diandalkan, dan manusia tidak memiliki pengetahuan atau pemahaman tentang Tuhan. Dengan kata lain, manusia tidak mengetahui bahwa apa yang dinyatakan oleh Pribadi ini—Pribadi yang dia andalkan dan anggap sebagai pendamping ini—adalah hakikat Tuhan, dan manusia juga tidak mengetahui bahwa Pribadi ini adalah Pribadi yang mengatur segala sesuatu. Secara sederhana, manusia pada masa itu sama sekali tidak mengenali Tuhan. Mereka tidak tahu bahwa langit dan bumi dan segala sesuatu telah dijadikan oleh-Nya, dan mereka tidak tahu dari mana Dia berasal dan terlebih lagi, tidak tahu siapa diri-Nya. Tentu saja, pada saat itu Tuhan tidak menuntut manusia untuk mengenal atau memahami diri-Nya, atau untuk mengerti semua yang Dia lakukan, atau mengetahui tentang maksud-Nya, karena ini merupakan masa-masa paling awal setelah penciptaan manusia. Ketika Tuhan memulai persiapan untuk pekerjaan pada zaman Hukum Taurat, Tuhan melakukan beberapa hal kepada manusia dan juga mulai mengajukan beberapa tuntutan terhadap manusia, memberitahu manusia bagaimana memberikan persembahan dan menyembah Tuhan. Baru setelah itulah manusia mendapatkan beberapa gagasan sederhana tentang Tuhan, dan baru pada saat itulah dia mengetahui perbedaan antara manusia dan Tuhan, dan bahwa Tuhan adalah Pribadi yang menciptakan umat manusia. Ketika manusia tahu bahwa Tuhan adalah Tuhan dan manusia adalah manusia, terbentanglah jarak tertentu antara dirinya dan Tuhan, tetapi Tuhan tetap tidak meminta manusia untuk memiliki pengetahuan yang luas atau pemahaman yang mendalam tentang diri-Nya. Jadi, Tuhan memberi kepada manusia tuntutan yang berbeda berdasarkan pada tahap dan keadaan pekerjaan-Nya. Apakah yang engkau semua lihat dalam hal ini? Aspek apakah dari watak Tuhan yang engkau semua pahami? Apakah Tuhan itu nyata? Apakah tuntutan Tuhan terhadap manusia sesuai? Selama masa-masa paling awal setelah Tuhan menciptakan manusia, ketika Tuhan belum melakukan pekerjaan penaklukan dan penyempurnaan atas manusia, dan belum menyampaikan terlalu banyak firman kepadanya, Dia hanya menuntut sedikit dari manusia. Apa pun yang manusia lakukan dan bagaimana dia berperilaku—bahkan jika dia melakukan beberapa hal yang menyinggung Tuhan—Tuhan mengampuni dan mengabaikan semuanya. Ini karena Tuhan tahu apa yang telah Dia berikan kepada manusia dan apa yang ada dalam diri manusia, dan dengan demikian Dia pun tahu standar tuntutan apa yang harus Dia buat bagi manusia. Meskipun standar tuntutan-Nya pada saat itu sangat rendah, ini bukan berarti bahwa watak-Nya tidak agung, atau bahwa hikmat dan kemahakuasaan-Nya hanyalah kata-kata kosong. Bagi manusia, hanya ada satu cara untuk mengetahui watak Tuhan dan Tuhan itu sendiri; dengan mengikuti langkah-langkah pekerjaan pengelolaan Tuhan dan penyelamatan manusia, dan menerima firman yang Tuhan sampaikan kepada umat manusia. Begitu manusia mengetahui apa yang Tuhan miliki dan siapa Dia, serta mengetahui watak Tuhan, akankah dia tetap meminta kepada Tuhan untuk menunjukkan pribadi-Nya yang nyata kepada dia? Tidak, manusia tidak akan meminta, dan bahkan tidak berani memintanya, karena setelah memahami watak Tuhan, apa yang dimiliki-Nya dan siapa Dia, manusia akan melihat Tuhan yang benar itu sendiri, dan pribadi-Nya yang nyata. Ini adalah hasil yang tidak terelakkan.

Karena pekerjaan dan rencana Tuhan berkembang maju tanpa henti, dan setelah Tuhan membuat perjanjian pelangi dengan manusia sebagai tanda bahwa Dia tidak akan pernah lagi memusnahkan dunia menggunakan air bah, Tuhan memiliki keinginan yang semakin kuat untuk mendapatkan mereka yang bisa sepikiran dengan-Nya. Karena itu, Dia juga memiliki harapan yang jauh lebih mendesak untuk mendapatkan mereka yang mampu mengikuti kehendak-Nya di bumi, dan terlebih lagi, untuk mendapatkan sekelompok orang yang mampu membebaskan diri dari kekuatan kegelapan dan yang tidak terikat oleh Iblis, sekelompok orang yang akan mampu memberi kesaksian tentang Dia di bumi. Mendapatkan sekelompok orang seperti itu adalah harapan Tuhan sejak lama, itulah yang telah Dia nanti-nantikan dari sejak saat penciptaan. Jadi, terlepas dari Tuhan menggunakan air bah untuk memusnahkan dunia, atau terlepas dari perjanjian-Nya dengan manusia, maksud, kerangka berpikir, rencana dan harapan Tuhan semuanya tetap sama. Apa yang ingin dilakukan-Nya, hal yang dirindukan-Nya jauh sebelum waktu penciptaan, adalah mendapatkan mereka yang ingin Dia dapatkan di antara umat manusia—mendapatkan sekelompok orang yang mampu memahami dan mengetahui watak-Nya serta mengerti maksud-Nya, sekelompok orang yang akan bisa menyembah-Nya. Kelompok orang semacam inilah yang benar-benar akan mampu memberi kesaksian tentang Dia, dan dapat dikatakan bahwa mereka akan menjadi orang-orang kepercayaan-Nya.

Sekarang ini, mari kita terus menelusuri jejak langkah Tuhan dan mengikuti langkah-langkah pekerjaan-Nya, sehingga kita dapat mengungkap pemikiran dan gagasan Tuhan, serta berbagai rincian yang berhubungan dengan Tuhan, yang semuanya telah "tertutup rapat" untuk waktu yang sangat lama. Melalui hal-hal ini, kita akan mulai mengetahui watak Tuhan, memahami hakikat Tuhan, dan kita akan membiarkan Tuhan masuk ke dalam hati kita, dan setiap orang dari antara kita perlahan-lahan akan semakin mendekat kepada Tuhan, mengurangi jarak antara kita dengan Tuhan.

Sebagian dari apa yang kita bahas sebelumnya berkaitan dengan mengapa Tuhan membuat perjanjian dengan manusia. Kali ini, kita akan bersekutu tentang ayat-ayat dari Alkitab di bawah ini. Mari kita mulai dengan membaca dari Alkitab.

A. Abraham

1. Tuhan Berjanji Memberikan Seorang Anak Laki-laki kepada Abraham

Kejadian 17:15-17 Lalu Tuhan berfirman kepada Abraham: "Mengenai Sarai, istrimu, engkau tidak akan menyebutnya lagi Sarai, tetapi namanya akan menjadi Sara. Dan Aku akan memberkatinya dan memberimu anak lelaki darinya: ya, Aku akan memberkatinya sehingga dia akan menjadi ibu dari bangsa-bangsa; raja-raja dari segala bangsa akan lahir darinya." Lalu Abraham menunduk dan tertawa dan berkata dalam hatinya: "Mungkinkah seorang anak lelaki dilahirkan dari seorang yang sudah berumur 100 tahun? Dan mungkinkah Sara yang berumur 90 tahun melahirkan seorang anak?"

Kejadian 17:21-22 "Tetapi perjanjian-Ku akan Kutetapkan dengan Ishak, yang akan dilahirkan Sara bagimu, di saat seperti ini juga di tahun yang akan datang." Lalu Dia selesai berfirman kepada Abraham dan Dia naik meninggalkan Abraham.

Tak seorang pun Dapat Menghalangi Pekerjaan yang telah Tuhan Tetapkan untuk Dilakukan-Nya

Jadi, engkau semua pernah mendengar kisah tentang Abraham, bukan? Dia dipilih oleh Tuhan setelah air bah memusnahkan dunia, namanya adalah Abraham, dan ketika dia berumur seratus tahun dan istrinya, Sarai, berumur sembilan puluh tahun, janji Tuhan datang kepadanya. Janji apa yang Tuhan buat kepadanya? Tuhan menjanjikan hal yang disebutkan dalam Alkitab: "Dan Aku akan memberkatinya dan memberimu anak lelaki darinya." Apakah latar belakang janji Tuhan untuk memberinya seorang anak laki-laki? Alkitab memberikan catatan berikut ini: "Lalu Abraham menunduk dan tertawa dan berkata dalam hatinya: 'Mungkinkah seorang anak lelaki dilahirkan dari seorang yang sudah berumur 100 tahun? Dan mungkinkah Sara yang berumur 90 tahun melahirkan seorang anak?'" Dengan kata lain, pasangan berusia lanjut ini terlalu tua untuk melahirkan anak. Lalu, apa yang Abraham lakukan setelah Tuhan berjanji kepadanya? Dia menunduk dan tertawa, dan berkata dalam hatinya, "Mungkinkah seorang anak lelaki dilahirkan dari seorang yang sudah berumur 100 tahun?" Abraham yakin bahwa hal itu tidak mungkin—yang berarti dia percaya bahwa janji Tuhan kepadanya tidak lebih dari sebuah lelucon. Dari sudut pandang manusia, ini adalah sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh manusia, dan juga tidak dapat dicapai oleh Tuhan dan merupakan sebuah kemustahilan bagi Tuhan. Mungkin, bagi Abraham, hal ini menggelikan: "Tuhan menciptakan manusia, tetapi entah bagaimana Dia tampaknya tidak menyadari bahwa orang yang sangat tua tidak mampu melahirkan anak; Tuhan mengira Dia dapat memampukanku untuk melahirkan anak, Dia mengatakan bahwa Dia akan memberiku seorang anak laki-laki—tentu saja itu tidak mungkin!" Jadi, Abraham tersungkur dengan mukanya sampai ke tanah dan tertawa, dan berkata dalam hatinya: "Tidak mungkin—Tuhan bercanda denganku, ini tidak mungkin benar!" Dia tidak menganggap serius firman Tuhan. Jadi, di mata Tuhan, orang macam apakah Abraham itu? (Orang benar.) Di mana dikatakan bahwa dia adalah orang benar? Engkau semua berpikir bahwa semua orang yang Tuhan panggil adalah orang benar dan sempurna, bahwa mereka semua adalah orang yang berjalan bersama Tuhan. Engkau semua terpaut pada doktrin! Engkau semua harus memahami dengan jelas bahwa ketika Tuhan mendefinisikan seseorang, Dia tidak melakukannya dengan semena-mena. Di sini, Tuhan tidak mengatakan bahwa Abraham adalah orang benar. Di dalam hati-Nya, Tuhan memiliki standar untuk mengukur setiap orang. Meskipun Tuhan tidak mengatakan orang macam apakah Abraham itu, berdasarkan perilakunya, iman seperti apa yang Abraham miliki kepada Tuhan? Apakah ini sedikit abstrak? Atau, apakah dia seseorang yang memiliki iman yang besar? Tidak! Tawa dan pikirannya menunjukkan siapa dirinya, jadi, keyakinanmu bahwa Abraham adalah orang benar hanyalah isapan jempol dari imajinasimu, itu adalah penerapan doktrin yang membabi buta, dan itu adalah sebuah penilaian yang tidak bertanggung jawab. Apakah Tuhan melihat tawa dan air muka Abraham? Apakah Dia mengetahuinya? Tuhan tahu. Namun, akankah Tuhan mengubah apa yang telah diputuskan untuk dilakukan-Nya? Tidak! Ketika Tuhan merencanakan dan memutuskan bahwa Dia akan memilih orang ini, perkara ini sudah selesai. Baik pikiran maupun perilaku manusia tidak akan sedikit pun memengaruhi atau mengganggu Tuhan; Tuhan tidak akan secara semena-mena mengubah rencana-Nya, juga tidak akan secara mendadak mengubah atau mengacaukan rencana-Nya oleh karena perilaku manusia, bahkan perilaku yang mungkin bodoh. Kemudian, apa yang tertulis dalam Kejadian 17:21-22? "'Tetapi perjanjian-Ku akan Kutetapkan dengan Ishak, yang akan dilahirkan Sara bagimu, di saat seperti ini juga di tahun yang akan datang.' Lalu Dia selesai berfirman kepada Abraham dan Dia naik meninggalkan Abraham." Tuhan tidak memberi sedikit pun perhatian pada apa yang Abraham pikirkan atau katakan. Apakah alasan Dia tidak mengindahkannya? Alasannya karena pada waktu itu, Tuhan tidak menuntut manusia harus memiliki iman yang besar, atau mampu memiliki pengetahuan yang besar akan Tuhan, atau terlebih lagi, mampu memahami apa yang Tuhan lakukan dan katakan. Dengan demikian, Dia tidak meminta manusia untuk sepenuhnya memahami apa yang Dia tetapkan untuk dilakukan, atau orang-orang yang Dia putuskan untuk dipilih-Nya, atau prinsip-prinsip dari tindakan-Nya, karena tingkat pertumbuhan manusia sangat tidak memadai. Pada waktu itu, Tuhan menganggap apa pun yang Abraham lakukan dan bagaimana pun perilakunya sebagai sesuatu yang normal. Dia tidak menyalahkan atau menegur, tetapi hanya berkata: "Sara akan melahirkan Ishak bagimu, di saat yang ditetapkan ini di tahun yang akan datang." Bagi Tuhan, setelah Dia menyampaikan perkataan ini, masalah ini menjadi nyata selangkah demi selangkah; di mata Tuhan, apa yang harus dicapai oleh rencana-Nya telah dicapai. Setelah menyelesaikan pengaturan untuk hal ini, Tuhan pun pergi. Apa yang manusia lakukan atau pikirkan, apa yang manusia pahami, rencana-rencana manusia—tak satu pun dari semua ini ada kaitannya dengan Tuhan. Segala sesuatunya berjalan menurut rencana Tuhan, sesuai dengan waktu dan tahap yang ditetapkan oleh Tuhan. Seperti inilah prinsip pekerjaan Tuhan. Tuhan tidak mencampuri apa pun yang manusia pikirkan atau ketahui, tetapi Dia juga tidak melupakan rencana-Nya atau meninggalkan pekerjaan-Nya hanya karena manusia tidak percaya atau tidak memahaminya. Dengan demikian, fakta yang terlaksana adalah sesuai dengan rencana dan pemikiran Tuhan. Inilah tepatnya yang kita lihat dalam Akitab: Tuhan menyebabkan Ishak dilahirkan pada waktu yang telah Dia tetapkan. Apakah fakta tersebut membuktikan bahwa perilaku dan tindakan manusia menghalangi pekerjaan Tuhan? Semua itu tidak menghalangi pekerjaan Tuhan! Apakah iman manusia yang kecil kepada Tuhan, serta gagasan dan imajinasinya tentang Tuhan memengaruhi pekerjaan Tuhan? Tidak! Sama sekali tidak! Rencana pengelolaan Tuhan tidak dipengaruhi oleh manusia, perkara, atau lingkungan apa pun. Semua yang Dia tetapkan untuk dilakukan akan diselesaikan dan terlaksana pada waktunya dan sesuai dengan rencana-Nya, dan pekerjaan-Nya tidak dapat diganggu oleh siapa pun. Tuhan mengabaikan aspek-aspek tertentu dari kebodohan dan ketidaktahuan manusia, dan bahkan mengabaikan aspek-aspek tertentu dari penentangan dan gagasan manusia terhadap-Nya, dan Dia melakukan pekerjaan yang harus Dia lakukan tanpa memedulikan apa pun. Inilah watak Tuhan dan inilah cerminan kemahakuasaan-Nya.

2. Abraham Mempersembahkan Ishak

Kejadian 22:2-3 Dan Dia berfirman: "Ambillah anak lelakimu, anak lelakimu satu-satunya, Ishak, yang engkau kasihi, bawalah dia ke tanah Moria, dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran, di salah satu gunung yang akan Kutunjukkan kepadamu." Maka Abraham bangun pagi-pagi benar dan memasang pelana keledainya lalu membawa dua orang bujang bersamanya dan Ishak anaknya; dia juga membelah kayu untuk korban bakaran itu lalu berangkatlah dia dan pergi ke tempat yang diperintahkan Tuhan kepadanya.

Kejadian 22:9-10 Tibalah mereka ke tempat yang Tuhan tunjukkan kepadanya, lalu Abraham mendirikan mezbah di sana, menyusun kayu dan mengikat Ishak, anaknya dan membaringkannya di mezbah itu, di atas kayu. Lalu Abraham mengulurkan tangannya dan mengambil pisau untuk menyembelih anak lelakinya.

Pekerjaan Pengelolaan Tuhan dan Penyelamatan Umat Manusia Dimulai dengan Pengorbanan Ishak oleh Abraham

Setelah memberikan seorang anak laki-laki kepada Abraham, firman yang Tuhan telah sampaikan kepada Abraham pun digenapi. Ini bukan berarti bahwa rencana Tuhan berakhir di sini; sebaliknya, rencana agung Tuhan bagi pengelolaan dan penyelamatan umat manusia baru saja dimulai, dan berkat-Nya berupa seorang anak laki-laki bagi Abraham hanyalah pendahuluan dari rencana pengelolaan-Nya secara keseluruhan. Pada saat itu, siapa yang tahu bahwa peperangan Tuhan dengan Iblis telah dimulai secara diam-diam ketika Abraham mempersembahkan Ishak?

Tuhan Tidak Peduli Jikalau Manusia itu Bodoh—Dia Hanya Meminta agar Manusia itu Benar

Selanjutnya, mari kita lihat apa yang Tuhan lakukan kepada Abraham. Dalam Kejadian 22:2, Tuhan memberikan perintah berikut ini kepada Abraham: "Ambillah anak lelakimu, anak lelakimu satu-satunya, Ishak, yang engkau kasihi, bawalah dia ke tanah Moria, dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran, di salah satu gunung yang akan Kutunjukkan kepadamu." Maksud Tuhan jelas: Dia menyuruh Abraham untuk mempersembahkan anak laki-laki satu-satunya, Ishak, yang dia kasihi, sebagai korban bakaran. Memandang hal ini pada zaman sekarang, apakah perintah Tuhan masih bertentangan dengan gagasan manusia? Ya! Semua yang dilakukan Tuhan pada waktu itu sangat bertentangan dengan gagasan manusia; itu tidak dapat dipahami manusia. Dalam gagasan mereka, manusia memercayai hal-hal berikut ini: ketika seseorang tidak percaya, dan menganggapnya mustahil, Tuhan memberikan kepadanya seorang anak laki-laki, dan setelah dia memperoleh anak laki-laki, Tuhan memintanya untuk mengorbankan anaknya. Bukankah ini sama sekali tidak masuk akal! Apa yang sebenarnya ingin dilakukan Tuhan? Apa maksud Tuhan yang sebenarnya? Dia memberikan seorang anak kepada Abraham tanpa syarat, tetapi Dia juga meminta Abraham untuk memberikan korban persembahan tanpa syarat. Apakah ini berlebihan? Dari sudut pandang pihak ketiga, ini tidak hanya berlebihan, tetapi ini juga merupakan kasus "mencari gara-gara." Namun Abraham sendiri tidak merasa bahwa Tuhan meminta terlalu banyak. Meskipun dia memiliki sedikit pendapatnya sendiri tentang hal itu dan meskipun dia sedikit curiga akan Tuhan, dia tetap siap untuk memberikan persembahan itu. Pada titik ini, apa yang kaulihat yang membuktikan bahwa Abraham bersedia mempersembahkan anaknya? Apa yang dikatakan dalam kalimat-kalimat ini? Teks aslinya memberikan catatan sebagai berikut: "Maka Abraham bangun pagi-pagi benar dan memasang pelana keledainya lalu membawa dua orang bujang bersamanya dan Ishak anaknya; dia juga membelah kayu untuk korban bakaran itu lalu berangkatlah dia dan pergi ke tempat yang diperintahkan Tuhan kepadanya" (Kejadian 22:3). "Tibalah mereka ke tempat yang Tuhan tunjukkan kepadanya, lalu Abraham mendirikan mezbah di sana, menyusun kayu dan mengikat Ishak, anaknya dan membaringkannya di mezbah itu, di atas kayu. Lalu Abraham mengulurkan tangannya dan mengambil pisau untuk menyembelih anak lelakinya" (Kejadian 22:9-10). Ketika Abraham mengulurkan tangannya dan mengambil pisau untuk menyembelih anak laki-lakinya, apakah tindakannya itu dilihat oleh Tuhan? Ya. Keseluruhan proses—dari awal, saat Tuhan meminta agar Abraham mempersembahkan Ishak, hingga saat Abraham benar-benar mengangkat pisaunya untuk menyembelih anak laki-lakinya—menunjukkan kepada Tuhan hati Abraham, dan terlepas dari kebodohan, ketidaktahuan, dan kesalahpahaman Abraham sebelumnya akan Tuhan, pada waktu itu, hati Abraham untuk Tuhan adalah benar dan jujur, dan dia benar-benar akan mengembalikan Ishak, anak laki-laki yang diberikan kepadanya oleh Tuhan, kepada Tuhan. Di dalam dirinya, Tuhan melihat ketundukan, ketundukan yang sangat Dia inginkan.

Bagi manusia, Tuhan melakukan banyak hal yang tidak dapat dipahami dan bahkan tidak masuk akal. Ketika Tuhan ingin mengatur seseorang, pengaturan ini sering bertentangan dengan gagasan manusia dan sukar dipahami olehnya, tetapi justru pertentangan dan kesulitan untuk dipahami inilah yang merupakan ujian dan tes Tuhan bagi manusia. Sementara itu, Abraham mampu menunjukkan ketundukan kepada Tuhan, yang merupakan keadaan paling mendasar agar dirinya mampu memuaskan tuntutan Tuhan. Baru pada saat itulah, ketika Abraham mampu tunduk terhadap tuntutan Tuhan, ketika dia mempersembahkan Ishak, Tuhan sungguh-sungguh merasakan kepastian serta perkenanan-Nya terhadap umat manusia—terhadap Abraham, yang telah Dia pilih. Baru pada saat itulah Tuhan yakin bahwa orang yang telah dipilih-Nya ini adalah seorang pemimpin yang sangat diperlukan yang dapat melaksanakan janji dan rencana pengelolaan-Nya selanjutnya. Meskipun hanya sebuah ujian dan tes, Tuhan merasa dipuaskan, Dia merasakan kasih manusia kepada-Nya, dan Dia merasa dihiburkan oleh manusia seperti yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Pada saat Abraham mengangkat pisaunya untuk menyembelih Ishak, apakah Tuhan menghentikannya? Tuhan tidak membiarkan Abraham mengorbankan Ishak, karena Tuhan sama sekali tidak berniat mengambil hidup Ishak. Jadi, Tuhan menghentikan Abraham tepat pada waktunya. Bagi Tuhan, ketaatan Abraham telah lulus ujian, apa yang dilakukannya sudah cukup, dan Tuhan sudah melihat hasil dari apa yang ingin Dia lakukan. Apakah hasil ini memuaskan bagi Tuhan? Dapat dikatakan bahwa hasil ini memuaskan bagi Tuhan, bahwa itulah yang Tuhan inginkan, dan yang Tuhan rindukan. Apakah ini benar? Meskipun, dalam konteks yang berbeda, Tuhan menggunakan cara-cara yang berbeda untuk menguji setiap orang, dalam diri Abraham Tuhan melihat apa yang Dia inginkan, Dia melihat bahwa hati Abraham benar, dan bahwa ketaatannya tanpa syarat. Justru "tanpa syarat" inilah yang Tuhan inginkan. Orang sering berkata, "Aku sudah mempersembahkan ini, aku sudah meninggalkan itu—mengapa Tuhan masih belum puas denganku? Mengapa Dia terus membuatku menghadapi ujian? Mengapa Dia terus mengujiku?" Ini menunjukkan satu fakta: Tuhan belum melihat hatimu, dan belum mendapatkan hatimu. Dengan kata lain, Dia belum melihat ketulusan hati seperti ketika Abraham mampu mengangkat pisaunya untuk menyembelih anaknya dengan tangannya sendiri dan mempersembahkannya kepada Tuhan. Dia belum melihat ketaatanmu yang tanpa syarat, dan belum merasa dihiburkan olehmu. Maka adalah wajar jika Tuhan terus mengujimu. Bukankah ini benar? Sejauh menyangkut topik ini, kita akan menyudahinya di sini. Selanjutnya, kita akan membaca "Janji Tuhan kepada Abraham".

3. Janji Tuhan kepada Abraham

Kejadian 22:16-18 Demi diri-Ku sendiri Aku bersumpah, demikianlah firman Yahweh: "karena engkau telah melakukan hal ini dan tidak menahan anakmu, anakmu satu-satunya, maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu bertambah banyak seperti bintang di langit dan pasir di tepi laut; dan keturunanmu akan menguasai pintu gerbang musuhnya. Maka oleh keturunanmu semua bangsa di bumi akan diberkati, karena engkau sudah menaati suara-Ku."

Ini adalah kisah lengkap tentang berkat Tuhan kepada Abraham. Meskipun singkat, isinya sangat kaya: tercakup di dalamnya alasan dan latar belakang berkat Tuhan yang diberikan kepada Abraham, dan apa yang Dia berikan kepada Abraham. Isinya pun dipenuhi dengan sukacita dan kegembiraan saat Tuhan mengucapkan firman ini, juga kerinduan-Nya yang mendesak untuk mendapatkan mereka yang mampu mendengarkan firman-Nya. Di dalamnya, kita melihat penghargaan dan kelembutan Tuhan terhadap mereka yang menaati firman-Nya dan tunduk terhadap perintah-Nya. Jadi, kita juga melihat harga yang Dia bayar demi mendapatkan manusia serta perhatian dan pikiran yang Dia curahkan untuk mendapatkan mereka. Selain itu, ayat yang berisi kata-kata ini "Demi diri-Ku sendiri Aku bersumpah", menunjukkan kepada kita perasaan yang kuat akan kepahitan dan kepedihan yang ditanggung oleh Tuhan dan hanya Tuhan, di balik layar pekerjaan rencana pengelolaan-Nya ini. Ini adalah ayat yang menggugah pikiran dan mengandung makna penting yang istimewa bagi orang-orang yang datang setelahnya, dan memiliki dampak yang luas atas mereka.

Manusia Mendapatkan Berkat Tuhan Karena Ketulusan dan Ketundukannya

Apakah berkat yang Tuhan berikan kepada Abraham, yang kita baca di sini, besar? Seberapa besarkah berkat tersebut? Ada satu kalimat kunci di sini: "Maka oleh keturunanmu semua bangsa di bumi akan diberkati". Kalimat ini menunjukkan bahwa Abraham menerima berkat yang tidak diberikan kepada siapa pun yang datang sebelum atau sesudah dirinya. Ketika Abraham, seperti yang Tuhan minta, mengembalikan anak laki-laki satu-satunya—anak laki-laki satu-satunya yang dia kasihi—kepada Tuhan (di sini kita tidak dapat menggunakan kata "mempersembahkan"; kita harus mengatakan bahwa dia mengembalikan anaknya kepada Tuhan), Tuhan bukan hanya tidak membiarkan Abraham mempersembahkan Ishak, tetapi Tuhan juga memberkatinya. Dengan janji apa Dia memberkati Abraham? Dia memberkatinya dengan janji untuk melipatgandakan keturunannya. Dan seberapa banyakkah mereka akan berlipatganda? Alkitab memberikan catatan berikut ini: "seperti bintang di langit dan pasir di tepi laut; dan keturunanmu akan menguasai pintu gerbang musuhnya. Maka oleh keturunanmu semua bangsa di bumi akan diberkati". Apa konteks ketika Tuhan mengucapkan firman ini? Dengan kata lain, bagaimana Abraham menerima berkat Tuhan? Dia menerimanya sebagaimana dikatakan dalam Alkitab: "karena engkau sudah menaati suara-Ku". Yaitu, karena Abraham telah mengikuti perintah Tuhan, karena dia telah melakukan segala sesuatu yang Tuhan katakan, minta, dan perintahkan tanpa keluhan sedikit pun, sehingga Tuhan memberikan janji seperti itu kepadanya. Ada satu kalimat penting dalam janji ini yang menyentuh pikiran Tuhan pada saat itu. Sudahkah engkau semua melihatnya? Engkau semua mungkin tidak terlalu memperhatikan perkataan Tuhan bahwa "Demi diri-Ku sendiri Aku bersumpah". Yang dimaksud perkataan ini adalah bahwa ketika Tuhan menyampaikan firman ini, Dia bersumpah demi diri-Nya sendiri. Demi apakah orang bersumpah ketika mereka mengucapkan sebuah sumpah? Mereka bersumpah demi Surga, dengan kata lain, mereka bersumpah kepada Tuhan dan demi Tuhan. Orang mungkin tidak memiliki banyak pemahaman tentang fenomena yang dengannya Tuhan bersumpah demi diri-Nya sendiri, tetapi engkau semua akan dapat memahaminya setelah Aku memberikan penjelasan yang benar kepadamu. Diperhadapkan dengan seorang manusia yang hanya dapat mendengarkan firman-Nya tetapi tidak dapat memahami hati-Nya membuat Tuhan sekali lagi merasa kesepian dan bingung. Dalam keputusasaan—dan dapat dikatakan, secara tidak sadar—Tuhan melakukan sesuatu yang sangat alami: Tuhan meletakkan tangan-Nya di hati-Nya dan berkata kepada diri-Nya sendiri tatkala menganugerahkan janji ini kepada Abraham, dan dari janji ini, manusia mendengar Tuhan berkata "Demi diri-Ku sendiri Aku bersumpah". Melalui tindakan Tuhan, engkau mungkin berpikir tentang dirimu sendiri. Ketika engkau meletakkan tangan di hatimu dan berkata kepada dirimu sendiri, apakah saat itu engkau memiliki gagasan yang jelas tentang apa yang sedang kaukatakan? Apakah sikapmu tulus? Apakah engkau berbicara dengan terus terang, dengan segenap hatimu? Dengan demikian, kita melihat di sini bahwa ketika Tuhan berbicara kepada Abraham, Dia bersungguh-sungguh dan tulus. Pada saat yang sama ketika Dia berbicara dan memberkati Abraham, Tuhan juga berbicara kepada diri-Nya sendiri. Dia berkata kepada diri-Nya: Aku akan memberkati Abraham, dan membuat keturunannya menjadi sebanyak bintang di langit, dan pasir di tepi laut, karena dia menaati firman-Ku dan dia adalah orang yang Kupilih. Saat Tuhan berkata: "Demi diri-Ku sendiri Aku bersumpah", Tuhan memutuskan bahwa melalui Abraham Dia akan menghasilkan orang-orang Israel pilihan, dan setelahnya Dia akan memimpin orang-orang ini maju dengan cepat bersama dengan pekerjaan-Nya. Artinya, Tuhan akan membuat keturunan Abraham menanggung pekerjaan pengelolaan Tuhan, dan pekerjaan Tuhan serta apa yang Tuhan ungkapkan akan dimulai dengan Abraham dan berlanjut dalam diri keturunan Abraham, dan dengan demikian mewujudkan keinginan Tuhan untuk menyelamatkan manusia. Menurut engkau semua, bukankah ini adalah sebuah berkat? Bagi manusia, tidak ada berkat yang lebih besar dari ini; dapat dikatakan bahwa ini adalah berkat yang paling besar. Berkat yang Abraham dapatkan bukanlah pelipatgandaan jumlah keturunannya, melainkan pencapaian Tuhan atas pengelolaan, amanat dan pekerjaan-Nya dalam diri keturunan Abraham. Ini berarti berkat yang diperoleh Abraham tidak sementara, melainkan terus berlanjut seiring berkembangnya rencana pengelolaan Tuhan. Ketika Tuhan berbicara, ketika Tuhan bersumpah demi diri-Nya sendiri, Dia telah membuat sebuah ketetapan. Apakah proses ketetapan ini benar? Apakah itu nyata? Tuhan berketetapan bahwa sejak saat itu dan seterusnya, upaya-Nya, harga yang Dia bayar, apa yang dimiliki-Nya dan siapa Dia, seluruh diri-Nya dan bahkan hidup-Nya akan diberikan kepada Abraham dan keturunan Abraham. Tuhan juga berketetapan bahwa dimulai dari sekelompok orang ini, Dia akan mewujudkan perbuatan-Nya, dan memungkinkan manusia untuk melihat hikmat, otoritas dan kuasa-Nya.

Mendapatkan Mereka yang Mengenal Tuhan dan Mampu Bersaksi tentang Dia adalah maksud Tuhan yang Tidak Pernah Berubah

Pada saat yang sama ketika Dia berbicara kepada diri-Nya sendiri, Tuhan juga berbicara kepada Abraham, tetapi selain mendengar berkat yang Tuhan berikan kepadanya, apakah Abraham dapat memahami maksud Tuhan yang sebenarnya dalam semua firman-Nya pada saat itu? Tidak! Jadi, pada saat itu, ketika Tuhan bersumpah demi diri-Nya sendiri, hati-Nya tetap merasa kesepian dan sedih. Tetap tak seorang pun yang dapat mengerti atau memahami apa yang Dia maksudkan dan rencanakan. Pada saat itu, tak seorang pun—termasuk Abraham—yang dapat berbicara kepada-Nya dari hati ke hati, apalagi bekerja sama dengan-Nya dalam melakukan pekerjaan yang harus Dia lakukan. Di permukaan, Tuhan telah mendapatkan Abraham, seseorang yang dapat menaati firman-Nya. Namun kenyataannya, pengetahuan orang ini akan Tuhan hampir tidak ada. Meskipun Tuhan telah memberkati Abraham, hati Tuhan tetap tidak puas. Apa maksudnya Tuhan tidak puas? Itu berarti pengelolaan-Nya baru saja dimulai; itu berarti orang-orang yang ingin Dia dapatkan, orang-orang yang rindu Dia lihat, orang-orang yang Dia kasihi, masih jauh dari-Nya; Dia perlu waktu; Dia perlu menunggu; Dia perlu bersabar. Karena pada saat itu, selain Tuhan sendiri, tak seorang pun yang tahu apa yang Dia butuhkan, atau apa yang ingin Dia dapatkan, atau apa yang Dia rindukan. Jadi, pada saat yang sama Dia merasa sangat gembira, Tuhan pun merasa hati-Nya sangat berat. Namun Dia tidak menghentikan langkah-Nya, dan Dia terus merencanakan langkah selanjutnya dari apa yang harus Dia lakukan.

Apakah yang engkau semua lihat di dalam janji Tuhan kepada Abraham? Tuhan menganugerahkan berkat yang sangat besar kepada Abraham hanya karena dia menaati firman-Nya. Meskipun, di permukaan, ini tampaknya biasa dan hal yang wajar, di dalamnya kita melihat hati Tuhan: Tuhan terutama menghargai ketundukan manusia kepada-Nya, dan menghargai pemahaman manusia akan Dia serta ketulusan manusia terhadap-Nya. Seberapa dalamkah Tuhan menghargai ketulusan ini? Engkau semua mungkin tidak memahami seberapa dalam Dia menghargainya, dan mungkin tak seorang pun yang menyadarinya. Tuhan memberi seorang anak laki-laki kepada Abraham, dan setelah anak itu telah dewasa, Tuhan meminta Abraham untuk mempersembahkan anaknya kepada Tuhan. Abraham mengikuti perintah Tuhan dengan akurat, dia menaati firman Tuhan, dan ketulusannya itu menggerakkan hati Tuhan dan dihargai oleh Tuhan. Seberapa dalamkah Tuhan menghargainya? Dan mengapa Dia menghargainya? Pada saat tak seorang pun memahami firman Tuhan atau mengerti isi hati-Nya, Abraham melakukan sesuatu yang mengguncangkan langit dan membuat bumi bergetar, dan itu membuat Tuhan merasakan kepuasan yang belum pernah dirasakan sebelumnya, dan itu membuat Tuhan bersukacita karena mendapatkan seseorang yang mampu menaati firman-Nya. Kepuasan dan sukacita ini datang dari makhluk yang diciptakan oleh tangan Tuhan sendiri. Itu merupakan "pengorbanan" pertama yang manusia persembahkan kepada Tuhan dan itu adalah hal yang paling Tuhan hargai, sejak manusia diciptakan. Tuhan mengalami masa sulit menantikan pengorbanan ini, dan Dia memperlakukannya sebagai hadiah terpenting pertama dari manusia, yang Dia ciptakan. Ini menunjukkan kepada Tuhan buah pertama dari upaya-Nya dan harga yang telah Dia bayar, dan itu memungkinkan-Nya untuk melihat pengharapan pada umat manusia. Setelahnya, Tuhan memiliki kerinduan yang bahkan lebih besar untuk memiliki sekelompok orang seperti itu yang akan menemani-Nya, memperlakukan-Nya dengan ketulusan, dan memedulikan-Nya dengan ketulusan. Tuhan bahkan berharap Abraham akan hidup terus, karena Dia ingin memiliki hati seperti hati Abraham yang menemani-Nya dan menyertai-Nya saat Dia melanjutkan pengelolaan-Nya. Apa pun yang Tuhan inginkan, itu hanyalah sebuah keinginan, hanyalah sebuah gagasan—karena Abraham hanyalah seorang manusia yang mampu menaati-Nya, dan tidak memiliki sedikit pun pemahaman atau pengetahuan akan Tuhan. Abraham adalah seseorang yang sangat jauh dari standar tuntutan Tuhan bagi manusia, yakni: mengenal Tuhan, mampu bersaksi tentang Tuhan, dan sepikiran dengan Tuhan. Jadi, Abraham tidak dapat berjalan bersama Tuhan. Melalui dipersembahkannya Ishak oleh Abraham, Tuhan melihat ketulusan dan ketaatan Abraham, serta melihat bahwa dia telah bertahan dalam ujian yang diberikan Tuhan kepadanya. Meskipun Tuhan menerima ketulusan dan ketaatan Abraham, dia masih tidak layak untuk menjadi orang kepercayaan Tuhan, menjadi orang yang mengenal dan memahami Tuhan, dan orang yang memiliki pengetahuan tentang watak Tuhan; Dia masih jauh dari menjadi orang yang sepikiran dengan Tuhan dan yang melakukan kehendak-Nya. Jadi, di dalam hati-Nya, Tuhan tetap merasa kesepian dan gelisah. Semakin kesepian dan gelisah hati Tuhan, semakin perlu Dia untuk sesegera mungkin melanjutkan pengelolaan-Nya, dan dapat memilih serta mendapatkan sekelompok orang untuk menyelesaikan rencana pengelolaan-Nya dan memenuhi kehendak-Nya secepat mungkin. Inilah maksud Tuhan yang besar dan maksud ini tetap tidak berubah dari sejak awal sampai sekarang. Dari sejak Dia menciptakan manusia pada mulanya, Tuhan mendambakan sekelompok pemenang, sekelompok orang yang mampu mengerti, mengenal dan memahami watak-Nya, serta yang mampu berjalan bersama Dia. Maksud Tuhan ini tidak pernah berubah. Berapa lama pun Dia masih harus menunggu, sesulit apa pun mungkin jalan di depan, dan sejauh apa pun tujuan yang mungkin Dia rindukan, Tuhan tidak pernah mengubah atau menyerah dalam pengharapan-Nya terhadap manusia. Sekarang setelah Aku mengatakan ini, apakah engkau semua memahami sesuatu tentang maksud Tuhan? Mungkin apa yang telah kaupahami belum terlalu mendalam—tetapi pemahaman itu akan datang secara berangsur-angsur!

Selama periode yang sama ketika Abraham hidup, Tuhan juga memusnahkan sebuah kota. Kota ini bernama Sodom. Tidak diragukan lagi, banyak orang sudah tidak asing lagi dengan kisah Sodom, tetapi tak seorang pun yang mengetahui pikiran Tuhan yang melatarbelakangi pemusnahan kota tersebut oleh-Nya.

Jadi sekarang, melalui percakapan Tuhan dengan Abraham di bawah ini, kita akan mengetahui pikiran-Nya pada waktu itu, juga mengetahui watak-Nya. Selanjutnya, mari kita membaca ayat-ayat Alkitab berikut ini.

B. Tuhan Harus Memusnahkan Sodom

Kejadian 18:26 Lalu Yahweh berfirman: "Jika Aku mendapati lima puluh orang benar di dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka."

Kejadian 18:29 Lalu Abraham berkata kepada-Nya lagi: "Misalkan ada empat puluh orang benar didapati di sana." Dia berfirman: "Aku tidak akan melakukannya."

Kejadian 18:30 Dan dia berkata kepada-Nya: "Misalkan ada tiga puluh orang benar ditemukan di sana." Dia berfirman: "Aku tidak akan berbuat demikian."

Kejadian 18:31 Katanya, "Misalkan ada dua puluh orang benar didapati di sana." Dia berfirman: "Aku tidak akan menghancurkannya."

Kejadian 18:32 Dan dia berkata: "Misalkan ada sepuluh orang benar didapati di sana." Dia berfirman: "Aku tidak akan menghancurkannya."

Ini adalah beberapa kutipan yang telah Kupilih dari Alkitab. Kutipan ini bukan versi asli yang lengkap. Jika engkau semua ingin melihat versi lengkapnya, engkau semua dapat melihatnya sendiri di Alkitab; untuk menghemat waktu, Aku telah menghilangkan sebagian dari isi aslinya. Di sini Aku hanya memilih beberapa ayat dan kalimat yang penting, mengabaikan beberapa kalimat yang tidak ada hubungannya dengan topik persekutuan kita sekarang. Dalam semua ayat dan isi yang kita persekutukan, fokus kita akan melewatkan rincian kisah dan perilaku manusia dalam kisah-kisah tersebut; sebagai gantinya, kita hanya akan membicarakan tentang pemikiran dan gagasan Tuhan pada saat itu. Dalam pemikiran dan gagasan Tuhan, kita akan melihat watak Tuhan, dan dari segala sesuatu yang Tuhan lakukan, kita akan melihat Tuhan yang benar itu sendiri—di sini, kita akan mencapai tujuan kita.

Tuhan Hanya Memedulikan Mereka yang Mampu Menaati Firman-Nya dan Mengikuti Perintah-Nya

Ayat-ayat di atas mengandung beberapa kata kunci: jumlah. Pertama, Yahweh berkata jika Dia mendapati lima puluh orang benar di dalam kota, Dia akan mengampuni seluruh tempat itu, yang artinya, Dia tidak akan memusnahkan kota tersebut. Jadi, sebenarnya, apakah ada lima puluh orang benar di kota Sodom? Tidak ada. Segera setelah itu, apa yang Abraham katakan kepada Tuhan? Dia berkata, misalkan ada empat puluh didapati di sana? Dan Tuhan berkata, Aku tidak akan melakukannya. Selanjutnya, Abraham berkata, misalkan ada tiga puluh didapati di sana? Dan Tuhan berkata, Aku tidak akan melakukannya. Misalkan ada dua puluh? Aku tidak akan melakukannya. Sepuluh? Aku tidak akan melakukannya. Sebenarnya, adakah sepuluh orang benar di kota itu? Tidak ada sepuluh—tetapi hanya ada satu. Dan siapakah satu orang ini? Dia adalah Lot. Pada waktu itu, hanya ada satu orang benar di Sodom, tetapi apakah Tuhan bersikap sangat ketat atau menuntut dalam hal jumlah ini? Tidak! Jadi, ketika manusia terus bertanya, "Bagaimana kalau empat puluh?" "Bagaimana kalau tiga puluh?" hingga dia sampai pada "Bagaimana kalau sepuluh?" Tuhan berkata: "Bahkan jika hanya ada sepuluh, Aku tidak akan memusnahkan kota itu; Aku akan mengampuninya, dan mengampuni orang-orang lain selain yang sepuluh ini." Jika hanya ada sepuluh, itu akan sangat menyedihkan, tetapi ternyata, pada kenyataannya, bahkan jumlah itu tidak ada di kota Sodom. Jadi, jelas bahwa bahwa di mata Tuhan, dosa dan kejahatan orang-orang kota itu sudah sedemikian rupa sehingga Tuhan tidak punya pilihan selain memusnahkan mereka. Apakah maksud Tuhan ketika Dia mengatakan bahwa Dia tidak akan memusnahkan kota itu jika ada lima puluh orang benar? Jumlah ini tidak penting bagi Tuhan. Yang penting adalah apakah di kota tersebut terdapat orang benar yang Dia inginkan atau tidak. Apabila hanya ada satu orang benar di kota itu, Tuhan tidak akan membiarkan mereka celaka oleh karena pemusnahan-Nya atas kota tersebut. Ini berarti bahwa, terlepas dari apakah Tuhan akan memusnahkan kota itu atau tidak, dan berapa pun jumlah orang benar yang ada di dalamnya, bagi Tuhan, kota yang penuh dosa ini terkutuk dan memuakkan, harus dimusnahkan dan harus lenyap dari mata Tuhan, sementara orang benar harus terluput. Tanpa memandang zaman, tanpa memandang tahap perkembangan umat manusia, sikap Tuhan tidak berubah: Dia membenci kejahatan, dan peduli terhadap orang-orang yang benar di mata-Nya. Sikap Tuhan yang jelas ini juga merupakan penyingkapan sejati dari hakikat Tuhan. Karena hanya ada satu orang benar di dalam kota itu, Tuhan tidak ragu lagi. Hasil akhirnya adalah Sodom mau tidak mau harus dimusnahkan. Apa yang engkau semua lihat di sini? Pada zaman itu, Tuhan tidak akan memusnahkan sebuah kota jika terdapat lima puluh orang benar di dalamnya, atau jika terdapat sepuluh orang benar, yang berarti Tuhan memutuskan untuk mengampuni dan bersikap toleran terhadap umat manusia, atau akan melakukan pekerjaan pembimbingan, karena beberapa orang yang mampu takut akan Dia dan menyembah-Nya. Tuhan sangat menghargai perbuatan benar manusia, Dia sangat menghargai orang-orang yang mampu menyembah-Nya dan Dia sangat menghargai orang-orang yang mampu melakukan perbuatan baik di hadapan-Nya.

Dari masa-masa paling awal sampai sekarang, pernahkah engkau semua membaca di dalam Alkitab tentang Tuhan menyampaikan kebenaran, atau berbicara tentang jalan Tuhan kepada siapa pun? Tidak, tidak pernah. Firman Tuhan kepada manusia yang kita baca hanya memberitahukan kepada manusia apa yang harus dilakukan. Sebagian orang pergi dan melakukannya, sebagian lagi tidak; sebagian orang percaya, dan sebagian tidak. Hanya itu saja. Jadi, orang benar pada zaman itu—mereka yang benar di mata Tuhan—hanyalah mereka yang dapat mendengar firman Tuhan dan mengikuti perintah Tuhan. Mereka adalah para hamba yang melaksanakan firman Tuhan di antara manusia. Dapatkah orang-orang semacam itu disebut orang-orang yang mengenal Tuhan? Dapatkah mereka disebut orang-orang yang disempurnakan Tuhan? Tidak. Jadi, terlepas dari jumlah mereka, di mata Tuhan, apakah orang-orang benar ini layak disebut orang-orang kepercayaan Tuhan? Dapatkah mereka disebut saksi-saksi Tuhan? Tentu saja tidak! Mereka tentu saja tidak layak disebut sebagai orang-orang kepercayaan dan saksi Tuhan. Jadi, bagaimana Tuhan menyebut orang-orang semacam ini? Dalam Alkitab Perjanjian Lama, ada banyak contoh Tuhan menyebut mereka "hamba-Ku". Dengan kata lain, pada saat itu, di mata Tuhan, orang-orang benar ini adalah hamba-hamba Tuhan, mereka adalah orang-orang yang melayani-Nya di bumi. Dan bagaimana pendapat Tuhan tentang sebutan ini? Mengapa Dia menyebut mereka demikian? Apakah Tuhan memiliki standar dalam hati-Nya untuk sebutan yang digunakan-Nya untuk memanggil manusia? Tentu saja. Tuhan memiliki standar, terlepas dari apakah Dia menyebut mereka orang benar, tak bercela, jujur, atau hamba. Ketika Dia menyebut seseorang hamba-Nya, Dia sangat yakin bahwa orang ini mampu menerima para utusan-Nya, mampu mengikuti perintah-Nya, dan mampu melaksanakan apa yang diperintahkan oleh para utusan. Apa sajakah yang dilaksanakan orang ini? Mereka melaksanakan apa yang Tuhan perintahkan untuk dilakukan dan dilaksanakan di bumi. Pada waktu itu, dapatkah hal yang Tuhan minta manusia lakukan dan laksanakan di bumi disebut sebagai jalan Tuhan? Tidak. Karena pada waktu itu, Tuhan hanya meminta manusia untuk melakukan beberapa hal sederhana; Dia mengucapkan beberapa perintah sederhana, menyuruh manusia untuk melakukan ini atau itu, dan tidak lebih dari itu. Tuhan bekerja sesuai dengan rencana-Nya. Karena, pada waktu itu, banyak kondisi yang masih belum ada, waktunya belum matang, dan sulit bagi umat manusia untuk menanggung jalan Tuhan, dengan demikian, jalan Tuhan belum mulai dinyatakan dari hati Tuhan. Tuhan melihat orang-orang benar yang Dia bicarakan, yang kita lihat di sini—entah tiga puluh atau dua puluh—sebagai hamba-hamba-Nya. Ketika para utusan Tuhan mendatangi hamba-hamba ini, mereka akan dapat menerima dan mengikuti perintah mereka, dan bertindak sesuai dengan perkataan mereka. Inilah tepatnya yang harus dilakukan dan dicapai oleh mereka yang dahulu merupakan hamba di mata Tuhan. Tuhan itu bijaksana dalam penyebutan-Nya untuk manusia. Dia menyebut mereka hamba-Nya bukan karena mereka seperti engkau semua sekarang—karena mereka telah mendengar banyak khotbah, mengetahui apa yang akan Tuhan lakukan, mengerti banyak maksud Tuhan dan memahami rencana pengelolaan-Nya—tetapi karena kemanusiaan mereka jujur dan mereka mampu mematuhi firman Tuhan; ketika Tuhan memberi perintah, mereka mampu mengesampingkan apa yang sedang mereka lakukan dan melaksanakan apa yang Tuhan perintahkan. Jadi, bagi Tuhan, makna lain dari sebutan hamba adalah bahwa mereka bekerja sama dengan pekerjaan-Nya di bumi, dan meskipun mereka bukan para utusan Tuhan, mereka adalah para pelaku dan pelaksana firman Tuhan di bumi. Jadi, jelas bahwa bahwa para hamba atau orang-orang benar ini sangat penting di hati Tuhan. Pekerjaan yang Tuhan akan mulai di bumi tidak dapat terlaksana tanpa adanya orang-orang yang bekerja sama dengan-Nya, dan peran yang dijalankan para hamba Tuhan ini tidak dapat digantikan oleh para utusan Tuhan. Setiap tugas yang Tuhan perintahkan kepada hamba-hamba ini sangat penting bagi-Nya, dan karenanya Dia tidak dapat kehilangan mereka. Tanpa kerja sama para hamba ini dengan Tuhan, pekerjaan-Nya di antara umat manusia akan terhenti. Sebagai akibatnya, rencana pengelolaan Tuhan dan harapan Tuhan akan menjadi sia-sia.

Tuhan Berlimpah dengan Belas Kasihan terhadap Mereka yang Dia Pedulikan, dan Sangat Murka terhadap Mereka yang Dia Benci dan Tolak

Dalam catatan Alkitab, apakah terdapat sepuluh orang hamba Tuhan di Sodom? Tidak! Apakah kota itu layak diampuni oleh Tuhan? Hanya satu orang di kota—Lot—yang menerima utusan Tuhan. Artinya hanya ada satu orang hamba Tuhan di kota itu, dan dengan demikian, Tuhan tidak punya pilihan selain menyelamatkan Lot dan memusnahkan kota Sodom. Dialog antara Abraham dan Tuhan yang dikutip di atas mungkin tampak sederhana, tetapi dialog itu menggambarkan sesuatu yang sangat mendalam, yaitu: ada prinsip di balik tindakan-tindakan Tuhan, dan sebelum mengambil keputusan Dia akan menghabiskan waktu yang lama untuk mengamati dan mempertimbangkan; Dia pasti tidak akan mengambil keputusan atau menarik kesimpulan apa pun sebelum saat yang tepat tiba. Dialog antara Abraham dan Tuhan menunjukkan kepada kita bahwa keputusan Tuhan untuk memusnahkan Sodom sama sekali tidak salah, karena Tuhan sudah tahu bahwa di kota tersebut tidak terdapat empat puluh orang benar, juga tidak terdapat tiga puluh orang benar, atau dua puluh. Bahkan sepuluh pun tidak ada. Satu-satunya orang benar di kota itu adalah Lot. Semua yang terjadi di Sodom dan bagaimana keadaannya diamati oleh Tuhan, dan diketahui oleh Tuhan sejelas punggung tangan-Nya sendiri. Jadi, keputusan-Nya tidak mungkin salah. Sebaliknya, dibandingkan dengan kemahakuasaan Tuhan, manusia sangat mati rasa, sangat bodoh dan bebal, sangat picik. Inilah yang kita lihat dalam dialog antara Abraham dan Tuhan. Tuhan telah menyatakan watak-Nya dari sejak semula hingga sekarang. Demikian pula di sini, ada watak Tuhan yang seharusnya bisa kita lihat. Jumlah-jumlah tersebut adalah hal yang sederhana—semua itu tidak menunjukkan apa pun—tetapi ada pengungkapan watak Tuhan yang sangat penting di sini. Tuhan tidak akan memusnahkan kota itu karena lima puluh orang benar. Apakah ini karena belas kasihan Tuhan? Apakah ini karena kasih dan toleransi-Nya? Pernahkah engkau semua melihat sisi dari watak Tuhan ini? Bahkan seandainya hanya ada sepuluh orang benar, Tuhan tidak akan memusnahkan kota itu oleh karena kesepuluh orang benar ini. Bukankah ini adalah toleransi dan kasih Tuhan? Karena belas kasihan, toleransi dan kepedulian Tuhan terhadap orang-orang benar itu, Dia tidak akan memusnahkan kota itu. Inilah toleransi Tuhan. Dan pada akhirnya, hasil apa yang kita lihat? Ketika Abraham berkata: "Misalkan ada sepuluh orang benar didapati di sana." Tuhan berkata: "Aku tidak akan memusnahkannya." Setelah itu, Abraham tidak berkata apa-apa lagi—karena di dalam kota Sodom tidak terdapat sepuluh orang benar yang dia sebutkan, dan tidak ada lagi yang perlu dikatakannya, dan pada saat itulah dia memahami kenapa Tuhan berketetapan untuk memusnahkan Sodom. Dalam hal ini, watak Tuhan apa yang kaulihat? Ketetapan macam apakah yang Tuhan buat? Tuhan berketetapan bahwa, jika di kota ini tidak terdapat sepuluh orang benar, Dia tidak akan mengizinkan keberadaannya, dan mau tidak mau harus memusnahkannya. Bukankah inilah murka Tuhan? Apakah murka ini merepresentasikan watak Tuhan? Apakah watak ini merupakan penyingkapan hakikat kekudusan Tuhan? Apakah ini merupakan penyingkapan hakikat kebenaran Tuhan, yang tidak boleh disinggung manusia? Setelah memastikan bahwa tidak ada sepuluh orang benar di Sodom, Tuhan pun berkeyakinan untuk memusnahkan kota itu, dan menghukum berat orang-orang di dalam kota tersebut, karena mereka menentang Tuhan, dan karena mereka begitu kotor dan rusak.

Mengapa kita menganalisis ayat-ayat ini dengan cara seperti ini? Itu karena beberapa kalimat sederhana ini mengungkapkan secara penuh watak Tuhan yaitu belas kasihan yang berkelimpahan serta murka yang mendalam. Pada saat yang sama ketika Dia menghargai orang benar, berbelas kasihan, menoleransi, dan memedulikan mereka, di dalam hati Tuhan terdapat kebencian yang dalam terhadap semua orang di Sodom yang telah rusak. Bukankah ini belas kasihan yang berkelimpahan dan murka yang mendalam? Dengan cara apa Tuhan memusnahkan kota itu? Dengan api. Mengapa Dia memusnahkannya dengan menggunakan api? Ketika engkau melihat sesuatu sedang terbakar oleh api, atau ketika engkau akan membakar sesuatu, apa yang kaurasakan terhadapnya? Mengapa engkau ingin membakarnya? Apakah engkau merasa bahwa engkau tidak membutuhkannya lagi, bahwa engkau tidak ingin melihatnya lagi? Apakah engkau ingin membuangnya? Tuhan menggunakan api yang berarti pengabaian dan kebencian, dan bahwa Dia tidak ingin lagi melihat Sodom. Ini adalah emosi yang membuat Tuhan membumihanguskan Sodom dengan api. Penggunaan api menggambarkan betapa marahnya Tuhan. Belas kasihan dan toleransi Tuhan memang ada, tetapi kekudusan dan keadilan Tuhan ketika Dia melepaskan murka-Nya juga memperlihatkan kepada manusia sisi dari Tuhan yang tidak menoleransi pelanggaran. Ketika manusia sepenuhnya mampu menaati perintah Tuhan dan bertindak sesuai dengan tuntutan Tuhan, Tuhan pun berlimpah dalam belas kasihan-Nya terhadap manusia; ketika manusia telah dipenuhi kerusakan, kebencian dan permusuhan terhadap-Nya, Tuhan sangat marah. Sampai sejauh manakah kemarahan-Nya yang sedemikian mendalam itu? Murka-Nya akan terus berlanjut sampai Tuhan tidak lagi melihat penentangan dan perbuatan jahat manusia, sampai semua itu tidak lagi ada di depan mata-Nya. Baru setelah itulah kemarahan Tuhan akan lenyap. Dengan kata lain, siapa pun orangnya, jika hatinya telah menjauh dari Tuhan dan berpaling dari Tuhan, tidak pernah kembali lagi, maka, terlepas dari bagaimana, semua penampilan luar, atau dalam hal keinginan subjektifnya, dia ingin menyembah, mengikuti, dan tunduk kepada Tuhan dalam tubuh atau pemikirannya, begitu hatinya berpaling dari Tuhan, murka Tuhan pun akan dilepaskan tanpa henti. Ini akan menjadi sedemikian rupa sehingga ketika Tuhan melepaskan amarah-Nya secara mendalam, setelah memberi begitu banyak kesempatan kepada manusia, begitu kemarahan itu dilepaskan, tidak mungkin bisa ditarik kembali, dan Dia tidak akan pernah lagi berbelas kasihan dan bersikap toleran terhadap umat manusia semacam itu. Inilah satu sisi dari watak Tuhan yang tidak menoleransi pelanggaran. Di sini, tampaknya normal bagi manusia bahwa Tuhan akan memusnahkan sebuah kota, karena di mata Tuhan, kota yang penuh dosa tidak bisa tetap ada dan terus ada, dan masuk akal bahwa kota itu harus dimusnahkan oleh Tuhan. Namun, di dalam apa yang terjadi sebelum dan sesudah pemusnahan Sodom oleh-Nya, kita melihat keseluruhan watak Tuhan. Dia toleran dan penuh belas kasihan terhadap hal-hal yang baik, indah dan bagus; terhadap hal-hal yang buruk, berdosa dan jahat, Dia sangat murka, sedemikian murkanya sampai Dia tidak berhenti dalam kemurkaan-Nya. Inilah dua aspek utama dan yang paling menonjol dari watak Tuhan, dan terlebih dari itu, keduanya telah diungkapkan oleh Tuhan dari awal hingga akhir yaitu: belas kasihan yang berkelimpahan dan murka yang mendalam. Kebanyakan dari antaramu pernah mengalami sesuatu dari belas kasihan Tuhan, tetapi sangat sedikit di antaramu yang telah menghargai murka Tuhan. Belas kasihan dan kasih setia Tuhan dapat terlihat dalam diri setiap orang; artinya Tuhan telah melimpah dalam belas kasihan-Nya terhadap setiap orang. Namun sangat jarang—atau, bisa dikatakan, tidak pernah—Tuhan marah secara mendalam terhadap siapa pun atau bagian mana pun dari orang-orang di antaramu. Tenang saja! Cepat atau lambat, murka Tuhan akan terlihat dan dialami oleh setiap orang, tetapi sekarang belum waktunya. Mengapa belum waktunya? Itu karena ketika Tuhan terus-menerus marah kepada seseorang, yaitu, ketika Dia melepaskan murka-Nya yang mendalam atas mereka, ini berarti Dia telah sejak lama membenci dan menolak orang ini, bahwa Dia membenci keberadaan mereka, dan tidak tahan dengan keberadaan mereka; begitu kemarahan-Nya dilepaskan atas mereka, mereka akan lenyap. Sekarang ini, pekerjaan Tuhan belum mencapai titik itu. Tak seorang pun di antaramu akan dapat menanggungnya begitu Tuhan menjadi sangat marah. Jadi, jelas bahwa pada saat ini Tuhan hanya berlimpah dalam belas kasihan-Nya terhadap engkau semua, dan engkau semua belum melihat kemarahan-Nya yang mendalam. Apabila ada orang-orang yang tetap tidak yakin, engkau semua dapat meminta agar murka Tuhan datang atasmu, sehingga engkau semua dapat mengalami apakah kemarahan Tuhan dan watak-Nya yang tidak menoleransi pelanggaran manusia itu benar-benar ada atau tidak. Apakah engkau semua berani?

Manusia Akhir Zaman Hanya Melihat Murka Tuhan di dalam Firman-Nya, dan Tidak Benar-Benar Mengalami Murka Tuhan

Apakah kedua sisi watak Tuhan yang terlihat dalam ayat-ayat Alkitab ini layak untuk dipersekutukan? Setelah mendengarkan kisah ini, apakah engkau semua memiliki pemahaman yang diperbarui tentang Tuhan? Pemahaman macam apakah yang kaumiliki? Dapat dikatakan bahwa dari masa penciptaan sampai sekarang, tidak ada kelompok yang telah menikmati kasih karunia atau belas kasihan dan kasih setia Tuhan sebanyak kelompok yang terakhir ini. Meskipun, pada tahap terakhir, Tuhan telah melakukan pekerjaan penghakiman dan hajaran, dan telah melakukan pekerjaan-Nya dengan kemegahan dan murka, kebanyakan Tuhan hanya menggunakan firman untuk menyelesaikan pekerjaan-Nya; Dia menggunakan firman untuk mengajar dan menyirami, untuk membekali dan memberi makan. Sementara itu, murka Tuhan tetap tersembunyi, dan selain dari mengalami watak murka Tuhan dalam firman-Nya, sangat sedikit orang yang telah mengalami kemarahan-Nya secara langsung. Dengan kata lain, selama pekerjaan penghakiman dan hajaran Tuhan, meskipun murka yang diungkapkan dalam firman Tuhan memungkinkan orang untuk mengalami kemegahan dan ketidaktoleransian-Nya terhadap pelanggaran, murka ini tidak melampaui firman-Nya. Dengan kata lain, Tuhan menggunakan firman untuk menegur, mengungkapkan, menghakimi, menghajar dan bahkan menghukum manusia—tetapi Tuhan belum marah secara mendalam terhadap manusia, dan bahkan hampir belum pernah melepaskan murka-Nya kepada manusia kecuali dengan firman-Nya. Jadi, belas kasihan dan kasih setia Tuhan yang dialami manusia pada zaman ini adalah penyingkapan watak Tuhan yang sejati, sementara murka Tuhan yang dialami manusia hanyalah dampak dari nada dan nuansa perkataan-Nya. Banyak orang secara keliru menganggap dampak ini sebagai pengalaman dan pengetahuan yang sejati tentang murka Tuhan. Akibatnya, kebanyakan orang yakin bahwa mereka telah melihat belas kasihan dan kasih setia Tuhan di dalam firman-Nya, bahwa mereka juga telah melihat ketidaktoleransian Tuhan terhadap pelanggaran manusia, dan kebanyakan dari mereka bahkan mulai menghargai belas kasihan dan toleransi Tuhan terhadap manusia. Namun, betapapun buruk perilaku manusia, atau betapapun rusak wataknya, Tuhan selalu menahan diri. Dalam menahan diri, tujuan-Nya adalah menunggu agar firman yang telah diucapkan-Nya, upaya yang telah dilakukan-Nya, dan harga yang telah dibayarkan-Nya mencapai dampak dalam diri orang-orang yang ingin Dia dapatkan. Menunggu hasil semacam ini membutuhkan waktu, dan membutuhkan pengadaan lingkungan yang berbeda bagi manusia, sama seperti orang tidak dapat langsung menjadi dewasa begitu mereka dilahirkan; dibutuhkan delapan belas atau sembilan belas tahun, dan sebagian orang bahkan membutuhkan dua puluh atau tiga puluh tahun sebelum mereka bertumbuh menjadi orang dewasa. Tuhan menunggu selesainya proses ini, Dia menunggu datangnya saat seperti itu, dan Dia menunggu kedatangan hasil ini. Di sepanjang waktu Dia menunggu, Tuhan berlimpah dalam belas kasihan-Nya. Namun, selama periode pekerjaan Tuhan, sejumlah sangat kecil orang telah dibunuh, dan sebagian orang dihukum karena penentangan mereka yang sangat berat terhadap Tuhan. Contoh-contoh semacam itu adalah bukti yang jauh lebih besar lagi tentang watak Tuhan yang tidak menoleransi pelanggaran manusia, dan sepenuhnya menegaskan keberadaan yang nyata dari toleransi dan kesabaran Tuhan terhadap umat pilihan. Tentu saja, dalam contoh-contoh yang khas ini, penyingkapan sebagian dari watak Tuhan dalam diri orang-orang ini tidak memengaruhi keseluruhan rencana pengelolaan Tuhan. Bahkan, di tahap terakhir pekerjaan Tuhan ini, Tuhan telah menahan diri-Nya selama masa Dia menunggu, dan Dia telah menukar kesabaran-Nya dan hidup-Nya demi keselamatan mereka yang mengikut Dia. Apakah engkau semua memahami hal ini? Tuhan tidak mengacaukan rencana-Nya tanpa alasan. Dia bisa melepaskan murka-Nya, dan Dia juga bisa berbelas kasihan; inilah penyingkapan dua bagian utama dari watak Tuhan. Bukankah ini sangat jelas? Dengan kata lain, ketika menyangkut Tuhan, benar atau salah, adil atau tidak adil, positif atau negatif—semua ini dengan jelas diperlihatkan kepada manusia. Apa yang akan Dia lakukan, apa yang Dia suka, apa yang Dia benci—semua ini dapat secara langsung tecermin dalam watak-Nya. Hal-hal seperti itu juga dapat terlihat sangat terang dan jelas di dalam pekerjaan Tuhan, dan semua itu tidak samar-samar ataupun umum; sebaliknya, semua itu memungkinkan semua orang untuk melihat watak Tuhan, apa yang dimiliki-Nya dan siapa Dia dengan cara yang sangat konkret, benar dan nyata. Inilah Tuhan yang benar itu sendiri.

Watak Tuhan Tidak Pernah Tersembunyi dari Manusia—Hati Manusia Telah Menyimpang dari Tuhan

Jika Aku tidak bersekutu tentang hal-hal ini, tak seorang pun di antaramu akan dapat melihat watak Tuhan yang sebenarnya dalam kisah-kisah Alkitab. Ini adalah fakta. Itu karena, meskipun kisah-kisah Alkitab ini mencatat beberapa hal yang Tuhan lakukan, Tuhan hanya mengucapkan sedikit firman, dan tidak secara langsung memperkenalkan watak-Nya atau secara terbuka menyatakan maksud-Nya kepada manusia. Generasi-generasi selanjutnya telah menganggap catatan-catatan ini tidak lebih daripada kisah-kisah, sehingga bagi manusia Tuhan tampaknya menyembunyikan diri-Nya dari manusia, tetapi bukan pribadi Tuhan yang tersembunyi dari manusia, melainkan watak dan maksud-Nya. Setelah persekutuan-Ku sekarang, apakah engkau semua tetap merasa bahwa Tuhan sepenuhnya tersembunyi dari manusia? Apakah engkau semua tetap percaya bahwa watak Tuhan tersembunyi dari manusia?

Sejak waktu penciptaan, watak Tuhan telah sejalan dengan pekerjaan-Nya. Watak Tuhan tidak pernah tersembunyi dari manusia, melainkan sepenuhnya dibukakan dan dibuat menjadi jelas bagi manusia. Namun, dengan berlalunya waktu, hati manusia telah menjadi semakin jauh dari Tuhan, dan ketika kerusakan manusia telah menjadi semakin dalam, manusia dan Tuhan telah menjadi semakin jauh terpisah. Perlahan tapi pasti, manusia telah menghilang dari mata Tuhan. Manusia menjadi tidak mampu "melihat" Tuhan, yang telah meninggalkannya tanpa "kabar berita" tentang Tuhan; dengan demikian, manusia tidak tahu apakah Tuhan itu ada atau tidak, bahkan sampai sama sekali menyangkal keberadaan Tuhan. Akibatnya, ketidaktahuan manusia akan watak Tuhan, dan akan apa yang dimiliki-Nya dan siapa Dia, bukanlah karena Tuhan tersembunyi dari manusia, melainkan karena hati manusia telah berpaling dari Tuhan. Meskipun manusia percaya kepada Tuhan, di hati manusia tidak ada Tuhan, dan dia tidak tahu bagaimana mengasihi Tuhan, dia juga tidak ingin mengasihi Tuhan, karena hatinya tidak pernah mendekat kepada Tuhan dan dia selalu menghindari Tuhan. Sebagai akibatnya, hati manusia jauh dari Tuhan. Jadi, di manakah hatinya berada? Sebenarnya, hati manusia tidak pergi ke mana-mana: alih-alih memberikan hatinya kepada Tuhan atau mengungkapkan hatinya kepada Tuhan untuk dilihat-Nya, dia menyimpannya bagi dirinya sendiri. Ini terlepas dari fakta bahwa sebagian orang sering berdoa kepada Tuhan dan berkata: "Oh Tuhan, lihatlah hatiku—Engkau tahu semua yang kupikirkan," dan sebagian orang bahkan bersumpah untuk membiarkan Tuhan melihat diri mereka, agar mereka boleh dihukum jika melanggar sumpah mereka. Meskipun manusia mengizinkan Tuhan melihat ke lubuk hatinya, bukan berarti manusia mampu tunduk terhadap pengaturan dan rencana Tuhan, juga bukan berarti dia telah menyerahkan nasib, prospek hidup, dan segalanya di bawah kendali Tuhan. Jadi, terlepas dari sumpahmu kepada Tuhan atau apa yang kaunyatakan kepada-Nya, di mata Tuhan, hatimu masih tertutup bagi-Nya, karena engkau hanya mengizinkan Tuhan untuk melihat hatimu tetapi tidak mengizinkan Dia mengendalikannya. Dengan kata lain, engkau sama sekali belum memberikan hatimu kepada Tuhan, dan hanya mengucapkan kata-kata indah untuk didengar Tuhan, sementara itu, engkau menyembunyikan berbagai niatmu yang curang dari Tuhan, bersama dengan tipu daya, rencana kotor, dan rencanamu, serta engkau menggenggam erat prospek dan nasibmu di tanganmu, sangat takut semua itu diambil oleh Tuhan. Dengan demikian, Tuhan tidak pernah melihat ketulusan hati manusia terhadap-Nya. Meskipun Tuhan memang mengamati kedalaman hati manusia, dan dapat melihat apa yang sedang manusia pikirkan dan apa yang ingin Dia lakukan di hatinya, dan dapat melihat hal-hal apa yang tersimpan di dalam hatinya, hati manusia bukanlah milik Tuhan, dan manusia belum menyerahkan hatinya pada kendali Tuhan. Dengan kata lain, Tuhan punya hak untuk mengamati tetapi tidak punya hak untuk mengendalikan. Dalam kesadaran subjektifnya, manusia tidak ingin atau berniat menyerahkan dirinya pada pengaturan Tuhan. Manusia tidak hanya telah menutup dirinya sendiri dari Tuhan, tetapi ada orang-orang yang bahkan memikirkan cara untuk membungkus rapat hati mereka, menggunakan kata-kata pujian dan sanjungan untuk menciptakan kesan palsu dan mendapatkan kepercayaan dari Tuhan, dan menyembunyikan wajah asli mereka dari pandangan Tuhan. Tujuan mereka untuk tidak membiarkan Tuhan melihat adalah untuk tidak mengizinkan Tuhan mengetahui seperti apa diri mereka yang sebenarnya. Mereka tidak ingin memberikan hati mereka kepada Tuhan, tetapi menyimpannya untuk diri mereka sendiri. Maksud tersirat dari hal ini adalah bahwa apa yang manusia lakukan dan inginkan semuanya direncanakan, diperhitungkan, dan diputuskan oleh manusia itu sendiri; dia tidak membutuhkan partisipasi atau campur tangan Tuhan, apalagi rancangan dan pengaturan Tuhan. Jadi, baik dalam hal perintah Tuhan, amanat-Nya, maupun tuntutan yang Tuhan buat atas manusia, keputusan manusia didasarkan pada niat dan kepentingannya sendiri, pada kondisi dan keadaannya sendiri pada saat itu. Manusia selalu menggunakan pengetahuan dan wawasan yang terasa akrab dengannya, serta kecerdasannya sendiri untuk menilai dan memilih jalan yang harus ditempuhnya, dan tidak membiarkan adanya campur tangan dan kendali Tuhan. Inilah hati manusia yang Tuhan lihat.

Dari awal sampai sekarang, hanya manusia yang mampu untuk bercakap-cakap dengan Tuhan. Artinya, di antara semua makhluk hidup dan makhluk ciptaan Tuhan, tak satu pun kecuali manusia yang mampu bercakap-cakap dengan Tuhan. Manusia memiliki telinga yang memampukannya untuk mendengar dan mata yang memampukannya untuk melihat; dia punya bahasa, ide sendiri, dan kehendak bebas. Dia memiliki semua yang dibutuhkan untuk mendengar Tuhan berbicara, dan memahami maksud Tuhan, serta menerima amanat Tuhan, dan karena itu, Tuhan pun menyampaikan semua keinginan-Nya kepada manusia, ingin menjadikan manusia rekan yang sepikiran dengan-Nya dan yang dapat berjalan bersama dengan-Nya. Sejak Dia mulai mengelola, Tuhan telah menunggu manusia untuk memberikan hatinya kepada-Nya, untuk mengizinkan Tuhan menyucikan dan memperlengkapinya, membuatnya memuaskan Tuhan dan dikasihi oleh Tuhan, untuk membuatnya takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Tuhan selalu menantikan dan menunggu hasil ini. Apakah ada orang-orang semacam ini di antara catatan-catatan Alkitab? Artinya, adakah orang di dalam Alkitab yang mampu memberikan hati mereka kepada Tuhan? Apakah ada orang yang bisa dijadikan teladan sebelum zaman ini? Sekarang, mari kita lanjutkan dengan membaca kisah-kisah Alkitab dan melihat apakah yang dilakukan oleh tokoh ini—Ayub—ada hubungannya dengan topik "memberikan hatimu kepada Tuhan" yang sedang kita bahas sekarang. Mari kita melihat apakah Ayub memuaskan hati Tuhan dan dikasihi oleh Tuhan atau tidak.

Apa kesanmu tentang Ayub? Mengutip dari naskah asli Alkitab, sebagian orang mengatakan bahwa Ayub adalah orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. "Takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan": seperti itulah penilaian Tuhan tentang Ayub. Jika engkau menggunakan kata-katamu sendiri, bagaimana engkau menjabarkan tentang Ayub? Sebagian orang mengatakan bahwa Ayub adalah orang yang baik dan masuk akal; sebagian orang mengatakan bahwa dia memiliki iman yang sejati kepada Tuhan; sebagian orang mengatakan bahwa Ayub adalah orang benar dan manusiawi. Engkau semua telah melihat iman Ayub, yang berarti, di dalam hatimu, engkau melihat betapa pentingnya iman Ayub dan iri terhadap iman Ayub. Maka, sekarang, mari kita melihat apa yang dimiliki Ayub yang membuat Tuhan senang akan dia. Selanjutnya, mari kita membaca ayat-ayat di bawah ini.

C. Ayub

1. Penilaian Ayub oleh Tuhan dan di dalam Alkitab

Ayub 1:1 Ada seorang laki-laki di tanah Us, yang bernama Ayub; dan dia adalah orang yang tak bercela dan jujur, dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Ayub 1:5 Demikianlah, setelah hari-hari pesta berakhir, Ayub memanggil mereka dan menguduskan mereka; dia bangun pagi-pagi benar dan mempersembahkan korban bakaran sesuai dengan jumlah anak-anaknya: karena Ayub berkata: "Mungkin saja anak-anak lelakiku sudah berbuat dosa dan mengutuki Tuhan dalam hati mereka." Demikianlah yang senantiasa dilakukan Ayub.

Ayub 1:8 Lalu Yahweh berkata kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan?"

Apa gagasan utama yang engkau semua lihat dalam ayat-ayat ini? Ketiga ayat singkat dari Alkitab ini berkaitan dengan Ayub. Meski singkat, ayat-ayat ini dengan jelas menyatakan orang seperti apa Ayub itu. Melalui uraian tentang perilaku sehari-hari Ayub dan perilakunya, ayat-ayat ini memberitahukan kepada semua orang bahwa penilaian Tuhan tentang Ayub bukannya tanpa alasan, sebaliknya sangat beralasan. Ayat-ayat ini memberitahukan kepada kita bahwa, apakah itu penilaian manusia terhadap Ayub (Ayub 1:1), atau penilaian Tuhan terhadapnya (Ayub 1:8), keduanya adalah hasil dari perbuatan Ayub di hadapan Tuhan dan manusia (Ayub 1:5).

Pertama, mari kita membaca ayat yang pertama: "Ada seorang laki-laki di tanah Us, yang bernama Ayub; dan dia adalah orang yang tak bercela dan jujur, dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan." Ini adalah penilaian pertama tentang Ayub dalam Alkitab, dan kalimat ini adalah penilaian sang penulis tentang Ayub. Tentu saja, itu juga mewakili penilaian manusia tentang Ayub, yaitu, "dia adalah orang yang tak bercela dan jujur, dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan". Selanjutnya, mari kita membaca penilaian Tuhan tentang Ayub: "Tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan." Dari kedua penilaian, yang satu berasal dari manusia, dan yang lain berasal dari Tuhan; keduanya merupakan dua penilaian dengan isi yang sama. Jadi, dapat dilihat bahwa tabiat dan perilaku Ayub diketahui oleh manusia, dan juga dipuji oleh Tuhan. Dengan kata lain, perilaku Ayub di hadapan manusia dan perilakunya di hadapan Tuhan adalah sama; dia selalu membuka perilaku dan motivasinya di hadapan Tuhan, sehingga semua itu dapat diamati oleh Tuhan, dan dia adalah orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Jadi, di mata Tuhan, dari antara orang-orang di bumi, hanya Ayublah yang tak bercela dan jujur, orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Perwujudan Spesifik dari Sikap Ayub yang Takut akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan dalam Kehidupannya Sehari-hari

Selanjutnya, mari kita melihat perwujudan spesifik dari sikap Ayub yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Selain ayat yang mendahului dan mengikutinya, mari kita juga membaca Ayub 1:5, yang merupakan salah satu perwujudan spesifik dari sikap Ayub yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Ini berkaitan dengan bagaimana dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan dalam kehidupannya sehari-hari; yang paling menonjol, dia tidak hanya melakukan apa yang seharusnya dia lakukan karena rasa takutnya sendiri akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, tetapi dia juga secara teratur mempersembahkan korban bakaran di hadapan Tuhan mewakili anak laki-lakinya. Dia takut kalau-kalau mereka telah sering "berbuat dosa dan mengutuki Tuhan dalam hati mereka" saat berpesta. Bagaimanakah rasa takut ini terwujud dalam diri Ayub? Teks aslinya memberikan catatan berikut ini: "Demikianlah, setelah hari-hari pesta berakhir, Ayub memanggil mereka dan menguduskan mereka; dia bangun pagi-pagi benar dan mempersembahkan korban bakaran sesuai dengan jumlah anak-anaknya." Perilaku Ayub menunjukkan kepada kita bahwa, daripada diwujudkan dalam perilaku lahiriahnya, sikapnya yang takut akan Tuhan itu berasal dari dalam hatinya, dan sikapnya yang takut akan Tuhan itu dapat ditemukan dalam setiap aspek kehidupannya sehari-hari di setiap saat, karena dia sendiri tidak hanya menjauhi kejahatan, tetapi dia juga sering mempersembahkan korban bakaran mewakili anak laki-lakinya. Dengan kata lain, Ayub tidak hanya sangat takut berbuat dosa terhadap Tuhan dan meninggalkan Tuhan di dalam hatinya sendiri, tetapi juga khawatir bahwa anak laki-lakinya mungkin berbuat dosa terhadap Tuhan dan meninggalkan Dia di dalam hati mereka. Dari sini dapat dilihat bahwa kebenaran rasa takut Ayub terhadap Tuhan teruji, dan tidak dapat diragukan oleh siapa pun. Apakah dia melakukannya sesekali atau sering kali? Kalimat terakhir dari teks ini "Demikianlah yang senantiasa dilakukan Ayub". Makna dari kata-kata ini adalah bahwa Ayub tidak pergi dan menengok anak-anaknya sesekali, atau ketika hal itu menyenangkannya, dia juga tidak mengaku kepada Tuhan melalui doa. Sebaliknya, dia secara teratur memanggil dan menguduskan anak laki-lakinya, dan mempersembahkan korban bakaran bagi mereka. Kata "senantiasa" di sini bukan berarti dia melakukannya selama satu atau dua hari, atau untuk sesaat. Dikatakan bahwa perwujudan sikap Ayub yang takut akan Tuhan tidak bersifat sementara, dan tidak berhenti pada pengetahuan atau kata-kata yang diucapkan; sebaliknya, jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan itu menuntun hatinya, mengatur perilakunya, dan ada di dalam hatinya, sumber keberadaannya. Bahwa dia melakukannya senantiasa menunjukkan bahwa, di dalam hatinya, dia sering takut bahwa dirinya sendiri akan berbuat dosa terhadap Tuhan dan juga takut bahwa putra dan putrinya akan berbuat dosa terhadap Tuhan. Itu menunjukkan betapa beratnya jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan yang ada di dalam hatinya. Dia melakukannya senantiasa karena, di dalam hatinya, dia takut dan khawatir—khawatir bahwa dia telah melakukan kejahatan dan berbuat dosa terhadap Tuhan, dan bahwa dia telah menyimpang dari jalan Tuhan sehingga tidak dapat memuaskan Tuhan. Pada saat yang sama, dia juga mengkhawatirkan putra dan putrinya, takut bahwa mereka telah menyinggung Tuhan. Demikianlah perilaku normal Ayub dalam kehidupannya sehari-hari. Justru perilaku normal inilah yang membuktikan bahwa sikap Ayub yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan bukanlah kata-kata kosong, bahwa Ayub benar-benar menghidupi kenyataan seperti itu. "Demikianlah yang senantiasa dilakukan Ayub": kata-kata ini memberitahukan kepada kita tentang perbuatan sehari-hari Ayub di hadapan Tuhan. Ketika dia melakukan hal tersebut senantiasa, apakah perilaku dan hatinya sampai di hadapan Tuhan? Dengan kata lain, apakah Tuhan sering merasa senang akan isi hati Ayub dan perilakunya? Lalu, dalam keadaan apa, dan dalam konteks apa Ayub melakukan hal itu senantiasa? Sebagian orang berkata: "Karena Tuhan sering menampakkan diri kepada Ayub, maka dia berbuat demikian." Ada yang berkata: "Dia melakukannya senantiasa karena dia memiliki keinginan untuk menjauhi kejahatan." Dan ada yang berkata: "Mungkin dia berpikir bahwa kekayaannya tidak diperoleh dengan mudah, dan dia tahu bahwa kekayaannya telah dianugerahkan kepadanya oleh Tuhan, sehingga dia sangat takut kehilangan hartanya sebagai akibat berbuat dosa melawan atau menyinggung Tuhan." Apakah salah satu dari klaim ini benar? Jelas tidak. Karena, di mata Tuhan, apa yang paling Tuhan terima dan hargai tentang Ayub bukan hanya karena dia senantiasa melakukannya; lebih daripada itu, itu adalah perilakunya di hadapan Tuhan, manusia, dan Iblis ketika dia diserahkan kepada Iblis dan dicobai. Bagian-bagian di bawah ini memberikan bukti yang paling meyakinkan, bukti yang menunjukkan kepada kita betapa benarnya penilaian Tuhan tentang Ayub. Selanjutnya, mari kita baca ayat-ayat Alkitab berikut ini.

2. Iblis Mencobai Ayub untuk Pertama Kalinya (Ternaknya Dicuri dan Bencana Menimpa Anak-Anaknya)

a. Firman yang Diucapkan Tuhan

Ayub 1:8 Lalu Yahweh berkata kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan?"

Ayub 1:12 Dan Yahweh berkata kepada Iblis: "Lihat, segala yang dipunyainya ada di tanganmu, hanya jangan ulurkan tanganmu terhadap dia." Lalu Iblis pergi dari hadapan Yahweh.

b. Jawaban Iblis

Ayub 1:9-11 Lalu Iblis menjawab Yahweh, dan berkata: "Apakah Ayub takut kepada Tuhan begitu saja tanpa mendapat apa pun? Bukankah Engkau memagari dia dan rumahnya, dan semua yang dimilikinya? Engkau memberkati segala pekerjaan tangannya, dan semua miliknya bertambah banyak di negeri itu. Tetapi coba Engkau ulurkan tangan-Mu dan sentuhlah segala yang dimilikinya, dia pasti akan mengutuki Engkau di hadapan-Mu."

Tuhan Mengizinkan Iblis untuk Mencobai Ayub sehingga Iman Ayub Akan Disempurnakan

Ayub 1:8 adalah catatan pertama yang kita lihat dalam Alkitab tentang percakapan antara Tuhan Yahweh dan Iblis. Jadi, apa yang Tuhan katakan? Teks aslinya memberikan catatan berikut ini: "Lalu Yahweh berkata kepada Iblis: 'Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan?'" Ini adalah penilaian Tuhan tentang Ayub di hadapan Iblis; Tuhan berkata bahwa Ayub adalah seorang yang tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Sebelum percakapan antara Tuhan dan Iblis ini, Tuhan telah memutuskan bahwa Dia akan memakai Iblis untuk mencobai Ayub—bahwa Dia akan menyerahkan Ayub kepada Iblis. Di satu sisi, ini akan membuktikan bahwa pengamatan dan penilaian Tuhan atas Ayub akurat dan tanpa kesalahan, dan akan menyebabkan Iblis dipermalukan melalui kesaksian Ayub; di sisi lain, hal itu akan menyempurnakan iman Ayub kepada Tuhan dan rasa takutnya akan Tuhan. Jadi, ketika Iblis datang ke hadapan Tuhan, Tuhan tidak menggunakan bahasa yang tidak jelas. Dia berkata langsung ke pokok masalah dan bertanya kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan?" Dalam pertanyaan Tuhan, terdapat makna berikut: Tuhan tahu bahwa Iblis telah menjelajahi semua tempat, dan sering memata-matai Ayub, yang adalah hamba Tuhan. Iblis sudah sering mencobai dan menyerang Ayub, berusaha menemukan cara untuk mendatangkan kehancuran atas Ayub untuk membuktikan bahwa iman-Nya kepada Tuhan dan sikap takutnya akan Tuhan tidak dapat teguh bertahan. Iblis juga dengan cepat mencari peluang untuk menghancurkan Ayub, agar Ayub meninggalkan Tuhan sehingga dia dapat merampasnya dari tangan Tuhan. Namun Tuhan melihat ke dalam hati Ayub dan melihat bahwa dia tak bercela dan jujur, dan bahwa dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Tuhan menggunakan sebuah pertanyaan untuk mengatakan kepada Iblis bahwa Ayub adalah seorang yang tak bercela dan jujur yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, bahwa Ayub tidak akan pernah meninggalkan Tuhan dan mengikuti Iblis. Setelah mendengar penilaian Tuhan tentang Ayub, di dalam diri Iblis muncul kemarahan akibat penghinaan, dan Iblis menjadi semakin marah dan semakin tidak sabar untuk merebut Ayub karena Iblis tidak pernah percaya bahwa seseorang bisa menjadi tak bercela dan jujur, atau bahwa mereka bisa takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Pada saat yang sama, Iblis juga membenci kesempurnaan dan kejujuran di dalam diri manusia, dan membenci orang-orang yang dapat takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Jadi tertulis dalam Ayub 1:9-11 bahwa "Lalu Iblis menjawab Yahweh, dan berkata: 'Apakah Ayub takut kepada Tuhan begitu saja tanpa mendapat apa pun? Bukankah Engkau memagari dia dan rumahnya, dan semua yang dimilikinya? Engkau memberkati segala pekerjaan tangannya, dan semua miliknya bertambah banyak di negeri itu. Tetapi coba Engkau ulurkan tangan-Mu dan sentuhlah segala yang dimilikinya, dia pasti akan mengutuki Engkau di hadapan-Mu.'" Tuhan sangat mengenal natur jahat si Iblis, dan tahu benar bahwa Iblis telah lama berencana untuk menghancurkan Ayub, dan karena itu dalam hal ini Tuhan berharap, dengan mengatakan kepada Iblis sekali lagi bahwa Ayub tak bercela dan jujur dan bahwa dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, untuk membuat Iblis terpancing, untuk membuat Iblis mengungkapkan wajah aslinya dan menyerang serta mencobai Ayub. Dengan kata lain, Tuhan dengan sengaja menekankan bahwa Ayub itu tak bercela dan jujur, dan bahwa dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan dengan cara ini Dia membuat Iblis menyerang Ayub karena kebencian dan kemarahan Iblis terhadap Ayub yang merupakan orang yang tak bercela dan jujur, seorang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Sebagai hasilnya, Tuhan akan mempermalukan Iblis melalui kenyataan bahwa Ayub adalah manusia yang tak bercela dan jujur, seorang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan Iblis akhirnya akan sepenuhnya dipermalukan dan dikalahkan. Setelah itu, Iblis tidak lagi akan meragukan atau membuat tuduhan tentang hidupnya yang tak bercela, jujur, takut akan Tuhan, atau menjauhi kejahatan. Dengan cara ini, ujian dari Tuhan dan pencobaan Iblis hampir tidak dapat dihindari. Satu-satunya yang mampu bertahan dari ujian dari Tuhan dan pencobaan Iblis adalah Ayub. Setelah percakapan ini, Iblis diberi izin untuk mencobai Ayub. Maka dimulailah babak pertama serangan Iblis. Sasaran dari serangan ini adalah harta benda Ayub, karena Iblis telah membuat tuduhan berikut ini terhadap Ayub: "Apakah Ayub takut kepada Tuhan begitu saja tanpa mendapat apa pun? ... Engkau memberkati segala pekerjaan tangannya, dan semua miliknya bertambah banyak di negeri itu." Akibatnya, Tuhan mengizinkan Iblis untuk mengambil semua yang dimiliki Ayub—Inilah tujuan utama mengapa Tuhan berbicara dengan Iblis. Namun, Tuhan mengajukan satu permintaan kepada Iblis: "Lihat, segala yang dipunyainya ada di tanganmu, hanya jangan ulurkan tanganmu terhadap dia" (Ayub 1:12). Inilah syarat yang Tuhan tetapkan setelah Dia mengizinkan Iblis untuk mencobai Ayub dan menyerahkan Ayub kepada Iblis, dan inilah batas yang Dia tetapkan untuk Iblis: Dia memerintahkan kepada Iblis agar tidak mencelakakan Ayub. Karena Tuhan mengetahui bahwa Ayub tak bercela dan jujur, dan karena Dia memiliki keyakinan bahwa kesempurnaan dan kejujuran Ayub di hadapan-Nya tidak diragukan lagi, dan dapat bertahan dalam ujian, jadi Tuhan mengizinkan Iblis untuk mencobai Ayub, tetapi menetapkan pembatasan kepada Iblis: Iblis diizinkan untuk mengambil semua harta benda milik Ayub, tetapi dia tidak dapat menyentuh Ayub. Apa artinya ini? Ini berarti Tuhan tidak menyerahkan Ayub sepenuhnya kepada Iblis pada saat itu. Iblis dapat mencobai Ayub dengan cara apa pun yang diinginkannya, tetapi dia tidak dapat menyakiti Ayub itu sendiri—bahkan tak sehelai pun rambut di kepalanya—karena segala sesuatu pada diri manusia dikendalikan oleh Tuhan, dan karena apakah manusia hidup atau mati ditentukan oleh Tuhan. Iblis tidak memiliki izin ini. Setelah Tuhan mengucapkan perkataan ini kepada Iblis, Iblis tidak sabar lagi untuk memulai pencobaannya. Iblis menggunakan segala cara untuk mencobai Ayub, dan tak lama kemudian Ayub kehilangan sekawanan besar kambing domba dan lembu sapi dan semua harta benda yang diberikan kepadanya oleh Tuhan .... Dengan demikian, ujian dari Tuhan datang kepadanya.

Meskipun Alkitab memberi tahu kita tentang asal-usul pencobaan Ayub, apakah Ayub sendiri, yang mengalami semua pencobaan ini, menyadari apa yang sedang terjadi? Ayub hanyalah manusia fana; tentu saja dia sama sekali tidak tahu tentang kisah yang terjadi di sekelilingnya. Walaupun demikian, rasa takutnya akan Tuhan, dan hidupnya yang tak bercela serta kejujurannya, membuatnya sadar bahwa ujian dari Tuhan telah datang atas dirinya. Dia tidak tahu apa yang telah terjadi di dunia roh, atau apa maksud Tuhan di balik ujian-ujian ini. Namun, dia tahu bahwa apa pun yang terjadi pada dirinya, dia harus memegang teguh hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya, dan harus berada di jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Sikap dan reaksi Ayub terhadap semua hal ini jelas dilihat oleh Tuhan. Apa yang dilihat Tuhan? Dia melihat hati Ayub yang takut akan Tuhan, karena sejak awal sampai ketika Ayub diuji, hati Ayub tetap terbuka kepada Tuhan. Hatinya diletakkan di hadapan Tuhan, dan Ayub tidak meninggalkan hidupnya yang tak bercela atau kejujurannya, dan dia juga tidak membuang atau menyimpang dari jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan—dan tidak ada yang lebih memuaskan bagi Tuhan selain ini. Selanjutnya, kita akan melihat pencobaan apa yang dialami oleh Ayub, dan bagaimana dia menangani ujian-ujian ini. Mari kita membaca dari Alkitab.

c. Reaksi Ayub

Ayub 1:20-21 Lalu Ayub bangun, mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian tersungkur dan menyembah, katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari rahim ibuku, dengan telanjang aku juga akan kembali ke situ: Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh."

Inisiatif Ayub untuk Mengembalikan Semua yang Dia Miliki Berasal dari Rasa Takutnya akan Tuhan

Setelah Tuhan berkata kepada Iblis: "Lihat, segala yang dipunyainya ada di tanganmu, hanya jangan ulurkan tanganmu terhadap dia", Iblis pergi. Segera setelah itu, Ayub mengalami serangan yang tiba-tiba dan dahsyat: pertama, lembu sapi dan keledainya dijarah dan sebagian hamba-hambanya dibunuh; selanjutnya; kambing domba dan sebagian hamba-hambanya yang lain tewas terbakar; setelah itu, unta-untanya diambil dan lebih banyak lagi hamba-hambanya dibunuh; akhirnya, nyawa putra dan putrinya diambil. Rangkaian serangan ini adalah siksaan yang diderita Ayub selama pencobaan pertama. Sebagaimana diperintahkan Tuhan, selama semua serangan ini, Iblis hanya menyasar harta benda Ayub dan anak-anaknya, dan tidak mencelakai Ayub itu sendiri. Walaupun demikian, Ayub langsung berubah dari orang kaya yang memiliki kekayaan besar menjadi orang yang tidak punya apa-apa. Tak seorang pun yang mampu menahan pukulan mengejutkan yang mencengangkan ini ataupun bereaksi dengan benar dalam menghadapinya, tetapi Ayub menunjukkan sisi luar biasanya. Alkitab memberikan catatan sebagai berikut: "Lalu Ayub bangun, mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian tersungkur dan menyembah." Inilah reaksi pertama Ayub setelah mendengar bahwa dia telah kehilangan anak-anaknya dan semua harta bendanya. Terutama sekali, dia tidak tampak terkejut, atau panik, apalagi menyatakan kemarahan atau kebencian. Jadi, jelas bahwa di dalam hatinya dia telah menyadari bahwa semua bencana ini bukanlah suatu kebetulan, atau dilakukan oleh tangan manusia, apalagi menganggap bahwa bencana ini adalah akibat datangnya pembalasan atau hukuman. Sebaliknya, ujian dari Yahweh telah datang atas dirinya; Yahwehlah yang ingin mengambil harta benda dan anak-anaknya. Ayub sangat tenang dan berakal sehat pada saat itu. Kemanusiaannya yang tak bercela dan jujur membuat dia dapat secara rasional dan alami membuat penilaian dan keputusan yang tepat tentang bencana yang menimpa dirinya, dan karena itu, dia berperilaku dengan ketenangan yang luar biasa: "Lalu Ayub bangun, mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian tersungkur dan menyembah." "Mengoyak jubahnya" berarti bahwa dia tidak berpakaian, dan tidak punya apa-apa; "mencukur kepalanya" berarti dia telah kembali ke hadapan Tuhan sebagai bayi yang baru lahir; "tersungkur dan menyembah" berarti dia telah datang ke dunia dengan telanjang, dan sekarang tetap tanpa apa pun, dia dikembalikan kepada Tuhan seperti bayi yang baru lahir. Sikap Ayub terhadap semua yang menimpa dirinya tidak dapat dicapai oleh makhluk ciptaan Tuhan mana pun. Imannya kepada Yahweh melampaui lingkup kepercayaan; Ini adalah sikap takut akan Tuhan, dan ketundukan-Nya kepada Tuhan; dia tidak hanya mampu bersyukur kepada Tuhan karena memberi kepadanya, tetapi juga karena mengambil darinya. Terlebih dari itu, dia mampu mengambil inisiatif untuk mengembalikan semua miliknya kepada Tuhan, termasuk hidupnya.

Sikap takut akan Tuhan dan ketundukan Ayub kepada Tuhan adalah contoh bagi umat manusia, dan hidupnya yang tak bercela serta kejujurannya adalah puncak kemanusiaan yang harus dimiliki oleh manusia. Meskipun dia tidak melihat Tuhan, dia menyadari bahwa Tuhan benar-benar ada, dan karena kesadaran inilah dia takut akan Tuhan, dan karena takutnya akan Tuhan, dia mampu untuk menaati Tuhan. Dia memberi kepada Tuhan kebebasan untuk mengambil apa pun yang dimiliki-Nya, tetapi dia tidak mengeluh, dan bersujud di hadapan Tuhan serta mengatakan kepada-Nya, pada saat itu juga, bahwa sekalipun Tuhan mengambil nyawanya, Ayub akan dengan senang hati mengizinkan Dia melakukannya, tanpa keluhan. Seluruh perilakunya adalah karena kemanusiaannya tak bercela dan jujur. Dengan kata lain, sebagai hasil dari kemurnian, kejujuran, dan kebaikannya, Ayub tidak tergoyahkan dalam kesadaran dan pengalamannya akan keberadaan Tuhan. Di atas dasar inilah dia menuntut dirinya sendiri dan menetapkan standar bagi pemikiran, tabiat, perilaku, dan prinsip tindakannya di hadapan Tuhan sesuai dengan tuntunan Tuhan atas dirinya dan perbuatan Tuhan yang telah dilihatnya di tengah segala sesuatu. Seiring waktu, pengalamannya membuat dia memiliki sikap takut akan Tuhan yang nyata dan sejati serta membuatnya menjauhi kejahatan. Inilah sumber kesalehan yang dipegang teguh oleh Ayub. Ayub memiliki kemanusiaan yang jujur, polos, dan baik, dan dia benar-benar memiliki pengalaman takut akan Tuhan, menaati Tuhan, dan menjauhi kejahatan, serta pengetahuan bahwa "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil". Hanya karena semua hal inilah dia mampu berdiri teguh dalam kesaksiannya di tengah serangan Iblis yang ganas, dan hanya karena semua inilah dia mampu untuk tidak mengecewakan Tuhan dan memberikan jawaban yang memuaskan kepada Tuhan ketika ujian dari Tuhan menimpanya. Walaupun perilaku Ayub selama pencobaan pertama sangat lugas, generasi berikutnya belum tentu mampu mencapai kelugasan seperti ini bahkan setelah upaya seumur hidup, dan mereka juga belum tentu akan memiliki perilaku seperti Ayub sebagaimana diuraikan di atas. Pada zaman sekarang, diperhadapkan dengan perilaku Ayub yang lugas, dan membandingkannya dengan teriakan dan tekad "ketaatan dan kesetiaan mutlak sampai mati" yang ditunjukkan kepada Tuhan oleh mereka yang mengaku percaya kepada Tuhan dan mengikut Tuhan, apakah engkau semua merasa sangat malu ataukah tidak?

Ketika engkau membaca di Alkitab semua yang diderita oleh Ayub dan keluarganya, apa reaksimu? Apakah engkau menjadi bingung? Apakah engkau tercengang? Dapatkah ujian yang menimpa Ayub digambarkan sebagai sesuatu yang "mengerikan"? Dengan kata lain, sudah cukup mengerikan membaca ujian yang dialami Ayub sebagaimana diuraikan dalam Alkitab, apalagi seandainya hal itu terjadi dalam kehidupan nyata. Jadi, jelas bahwa apa yang menimpa Ayub bukanlah "kegiatan latihan", tetapi "peperangan" nyata yang menampilkan "senjata" dan "peluru" yang sebenarnya. Namun, oleh tangan siapakah dia mengalami ujian ini? Tentu saja, ujian tersebut adalah pekerjaan Iblis, dan Iblis melakukan hal-hal ini dengan tangannya sendiri. Meskipun demikian, hal-hal ini diizinkan oleh Tuhan. Apakah Tuhan memberi tahu Iblis bagaimana cara mencobai Ayub? Tuhan tidak memberitahukannya. Tuhan hanya memberikan satu syarat yang harus dipatuhi Iblis, dan kemudian pencobaan menimpa Ayub. Ketika pencobaan itu menimpa Ayub, itu memberi manusia perasaan tentang kejahatan dan keburukan Iblis, kedengkian dan kebenciannya terhadap manusia, dan permusuhannya terhadap Tuhan. Dalam hal ini, kita melihat bahwa betapa kejamnya pencobaan ini tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Dapat dikatakan bahwa natur jahat Iblis yang suka mengganggu manusia, dan wajahnya yang buruk, sepenuhnya terungkap pada saat ini. Iblis memanfaatkan kesempatan ini, kesempatan yang diberikan atas izin Tuhan, untuk membuat Ayub mengalami penyiksaan yang ganas dan kejam, yang cara dan tingkat kekejamannya tidak dapat dibayangkan dan sama sekali tidak tertahankan oleh manusia zaman sekarang. Daripada mengatakan bahwa Ayub dicobai Iblis, dan bahwa dia berdiri teguh dalam kesaksiannya selama pencobaan ini, lebih baik mengatakan bahwa dalam ujian yang ditetapkan baginya oleh Tuhan, Ayub memulai peperangan melawan Iblis untuk melindungi hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya, dan mempertahankan jalannya yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Dalam peperangan ini, Ayub kehilangan sekawanan besar kambing domba, dia kehilangan semua harta bendanya, dan dia kehilangan putra-putrinya. Namun, dia tidak meninggalkan hidupnya yang tak bercela, kejujuran, atau rasa takutnya akan Tuhan. Dengan kata lain, dalam peperangan melawan Iblis ini, Ayub lebih suka kehilangan harta benda dan anak-anaknya daripada kehilangan hidupnya yang tak bercela, kejujuran, dan rasa takutnya akan Tuhan. Dia lebih suka berpegang teguh pada prinsip mengenai apa arti menjadi manusia. Alkitab memberikan catatan singkat mengenai seluruh proses bagaimana Ayub kehilangan harta bendanya, dan juga mencatat perilaku dan sikap Ayub. Catatan pendek dan singkat ini memberi kesan bahwa Ayub tidak begitu kalut dalam menghadapi pencobaan ini, tetapi jika apa yang sebenarnya terjadi harus diulang kembali—dengan mempertimbangkan juga natur jahat si Iblis—maka segala sesuatunya tidak akan sesederhana atau semudah seperti yang diuraikan dalam kalimat-kalimat ini. Kenyataannya jauh lebih kejam. Seperti itulah tingkat kehancuran dan kebencian dengan mana Iblis memperlakukan umat manusia dan semua orang yang diperkenan oleh Tuhan. Jika Tuhan tidak meminta agar Iblis tidak mencelakai Ayub, Iblis pasti akan membunuhnya tanpa rasa bersalah. Iblis tidak ingin siapa pun menyembah Tuhan, dan dia juga tidak menginginkan orang-orang yang benar di mata Tuhan dan mereka yang tak bercela dan jujur dapat terus takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Karena orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan berarti mereka menjauhi dan meberontak melawan Iblis, dan karena itu Iblis memanfaatkan izin dari Tuhan untuk melampiaskan semua kemarahan dan kebenciannya terhadap Ayub tanpa belas kasihan. Jadi, jelas betapa hebatnya siksaan yang diderita Ayub, dari pikiran hingga tubuhnya, dari luar hingga ke dalam. Pada zaman sekarang, kita tidak melihat bagaimana peristiwa itu terjadi pada waktu itu, dan dari catatan Alkitab, hanya dapat diperoleh gambaran sekilas perasaan Ayub ketika dia mengalami siksaan pada waktu itu.

Kesalehan Ayub yang Tak Tergoyahkan Mempermalukan Iblis dan Menyebabkan Iblis Lari dalam Kepanikan

Jadi, apa yang Tuhan lakukan ketika Ayub mengalami siksaan ini? Tuhan mengamati, dan menyaksikan, dan menunggu hasilnya. Ketika Tuhan mengamati dan menyaksikan, bagaimana perasaan-Nya? Tentu saja, Dia merasa sangat sedih. Namun, mungkinkah Tuhan menyesali izin yang diberikan-Nya kepada Iblis untuk mencobai Ayub hanya karena kesedihan yang Dia rasakan? Jawabannya adalah Tidak. Dia tidak mungkin merasakan penyesalan seperti itu. Karena Dia sangat yakin bahwa Ayub tak bercela dan jujur, bahwa dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Tuhan telah memberi Iblis kesempatan untuk membuktikan kebenaran Ayub di hadapan Tuhan dan mengungkapkan kejahatan dan kekejiannya sendiri. Selain itu, ini adalah kesempatan bagi Ayub untuk membuktikan kebenarannya dan sikapnya yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan di hadapan manusia di dunia, Iblis, dan bahkan semua orang yang mengikut Tuhan. Apakah hasil akhirnya membuktikan bahwa penilaian Tuhan akan Ayub benar dan tanpa kesalahan? Apakah Ayub benar-benar mengalahkan Iblis? Di sini kita membaca kata-kata klasik yang diucapkan oleh Ayub, perkataan yang merupakan bukti bahwa dia telah mengalahkan Iblis. Dia berkata: "Dengan telanjang aku keluar dari rahim ibuku, dengan telanjang aku juga akan kembali ke situ." Inilah sikap ketundukan Ayub kepada Tuhan. Selanjutnya, dia berkata: "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh." Perkataan yang diucapkan oleh Ayub ini membuktikan bahwa Tuhan memeriksa kedalaman hati manusia, bahwa Dia mampu melihat ke dalam pikiran manusia, dan kata-kata ini membuktikan bahwa perkenanan-Nya atas Ayub adalah tanpa kesalahan, bahwa orang yang diperkenan Tuhan ini adalah orang yang benar. "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh". Perkataan ini adalah kesaksian Ayub bagi Tuhan. Perkataan biasa inilah yang menakutkan Iblis, yang mempermalukannya dan menyebabkannya melarikan diri dalam kepanikan, dan selain itu, yang membelenggu Iblis dan membuatnya tidak berdaya. Demikian pula, perkataan ini membuat Iblis merasakan keajaiban dan kekuatan dari perbuatan Tuhan Yahweh, dan membuatnya merasakan kharisma luar biasa dari orang yang hatinya diatur oleh jalan Tuhan. Selain itu, perkataan ini menunjukkan kepada Iblis daya hidup yang kuat yang ditunjukkan oleh seorang manusia kecil dalam mematuhi jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Dengan demikian, Iblis dikalahkan dalam peperangan yang pertama. Meskipun telah "belajar dari hal ini", Iblis tidak berniat melepaskan Ayub, juga tidak ada perubahan sedikit pun dalam natur jahatnya. Iblis berusaha untuk terus menyerang Ayub, dan karena itu dia datang ke hadapan Tuhan sekali lagi ...

Selanjutnya, mari kita membaca dari Alkitab tentang Ayub yang mengalami pencobaan kedua.

3. Iblis Sekali Lagi Mencobai Ayub (Bisul yang Busuk Bermunculan di Sekujur Tubuh Ayub)

a. Firman yang Diucapkan Tuhan

Ayub 2:3 Lalu Yahweh berkata kepada Iblis, "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan? Dia tetap memegang teguh kesalehannya, sekalipun engkau telah membujuk Aku untuk melawannya, menghancurkannya tanpa alasan."

Ayub 2:6 Maka Yahweh berfirman kepada Iblis: "Lihat dia ada dalam tanganmu; tetapi sayangkan nyawanya."

b. Perkataan yang Diucapkan oleh Iblis

Ayub 2:4-5 Dan Iblis menjawab Yahweh, dan berkata: "Kulit ganti kulit! Ya, semua yang dimiliki manusia akan diberikannya ganti nyawanya. Tetapi ulurkan tangan-Mu dan sentuhlah tulang dan dagingnya, maka dia pasti akan mengutuki Engkau di hadapan-Mu."

c. Bagaimana Ayub Menangani Ujian

Ayub 2:9-10 Lalu kata istrinya kepadanya: "Apakah engkau masih mempertahankan kesalehanmu? Kutukilah Tuhan dan matilah!" Tetapi dia menjawab istrinya: "Engkau berbicara seperti perempuan bodoh. Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" Dalam semua ini Ayub tidak berdosa dengan bibirnya.

Ayub 3:3-4 Kiranya hari kelahiranku lenyap, dan malam yang mengatakan, Ada anak lelaki sedang dikandung. Biarlah hari itu menjadi kegelapan; Janganlah kiranya Tuhan yang di atas mengindahkannya, dan janganlah terang menyinarinya.

Cinta Ayub akan Jalan Tuhan Melampaui Segalanya

Alkitab mencatat perkataan yang diucapkan antara Tuhan dan Iblis sebagai berikut: "Lalu Yahweh berkata kepada Iblis, Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan? Dia tetap memegang teguh kesalehannya, sekalipun engkau telah membujuk Aku untuk melawannya, menghancurkannya tanpa alasan" (Ayub 2:3). Dalam percakapan ini, Tuhan mengulangi pertanyaan yang sama kepada Iblis. Ini adalah pertanyaan yang menunjukkan kepada kita penilaian tegas Tuhan Yahweh mengenai apa yang ditunjukkan dan dihidupi oleh Ayub selama ujian pertama, dan penilaian yang tidak berbeda dengan penilaian Tuhan tentang Ayub sebelum dia mengalami pencobaan Iblis. Dengan kata lain, sebelum pencobaan itu menimpanya, di mata Tuhan, Ayub tak bercela, dan dengan demikian Tuhan melindungi dia dan keluarganya, dan memberkatinya; dia layak diberkati di mata Tuhan. Setelah pencobaan, Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya karena dia telah kehilangan harta benda dan anak-anaknya, tetapi terus memuji nama Yahweh. Perilaku nyata yang ditunjukkannya membuat Tuhan memujinya, dan karena itu, Tuhan memberinya nilai sempurna. Karena di mata Ayub, keturunannya atau kekayaannya tidak cukup untuk membuatnya meninggalkan Tuhan. Dengan kata lain, tempat Tuhan di dalam hatinya tidak dapat digantikan oleh anak-anaknya atau harta benda apa pun. Selama pencobaan pertama Ayub, dia menunjukkan kepada Tuhan bahwa kasihnya kepada Tuhan dan cintanya pada jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan melampaui segalanya. Ujian ini semata-mata memberi Ayub pengalaman menerima upah dari Tuhan Yahweh serta harta benda dan anak-anaknya diambil oleh-Nya.

Bagi Ayub, ini adalah pengalaman sejati yang mencuci bersih jiwanya, ini adalah baptisan kehidupan yang memenuhi keberadaannya, dan selain itu, ini adalah pesta mewah yang menguji ketundukannya dan rasa takutnya akan Tuhan. Pencobaan ini mengubah kedudukan Ayub dari orang kaya menjadi orang yang tidak punya apa-apa, dan ini juga membuat Ayub mengalami penyiksaan Iblis terhadap umat manusia. Kemelaratannya tidak menyebabkan dia membenci Iblis; sebaliknya, dalam tindakan keji Iblis dia melihat keburukan dan kehinaan Iblis, serta permusuhan dan pengkhianatan Iblis terhadap Tuhan, dan ini semakin mendorongnya untuk selamanya berpegang teguh pada jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Dia bersumpah bahwa dia tidak akan pernah meninggalkan Tuhan dan berpaling dari jalan Tuhan oleh karena faktor lahiriah seperti harta benda, anak-anak atau kerabat, dan dia juga tidak akan pernah menjadi budak Iblis, budak harta, atau budak siapa pun; selain Tuhan Yahweh, tidak ada yang bisa menjadi Tuannya atau Tuhannya. Begitulah harapan Ayub. Di sisi lain, Ayub juga memperoleh sesuatu dari pencobaan ini: dia memperoleh kekayaan besar di tengah ujian yang diberikan Tuhan kepadanya.

Selama hidup Ayub di sepanjang beberapa puluh tahun sebelumnya, dia telah melihat perbuatan Yahweh dan memperoleh berkat Tuhan Yahweh untuk dirinya. Semua itu adalah berkat yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman dan berutang, karena dia percaya bahwa dia belum melakukan apa pun untuk Tuhan, tetapi telah diwariskan dengan berkat yang begitu besar dan menikmati begitu banyak kasih karunia. Karena alasan ini, dia sering berdoa di dalam hatinya, berharap bahwa dia akan mampu membalas kebaikan Tuhan, berharap bahwa dia akan mendapat kesempatan untuk memberi kesaksian tentang perbuatan dan kebesaran Tuhan, dan berharap bahwa Tuhan akan menguji ketundukannya, dan selain itu, berharap imannya dapat dimurnikan, sampai ketundukan dan imannya memperoleh perkenanan Tuhan. Kemudian, ketika ujian menimpa Ayub, dia percaya bahwa Tuhan telah mendengar doanya. Ayub menghargai kesempatan ini lebih dari apa pun, dan dengan demikian dia tidak berani menyepelekannya, karena keinginannya yang terbesar seumur hidup dapat terwujud. Datangnya kesempatan ini berarti bahwa ketaatan dan takutnya akan Tuhan dapat diuji, dan dapat disucikan. Selain itu, itu berarti bahwa Ayub mendapat kesempatan untuk memperoleh perkenanan Tuhan, sehingga membuatnya semakin dekat dengan Tuhan. Selama ujian, iman dan pengejaran seperti ini memungkinkan Ayub untuk menjadi lebih tidak bercela, dan mendapatkan pemahaman yang lebih besar tentang maksud Tuhan. Ayub juga menjadi lebih bersyukur atas berkat dan kasih karunia Tuhan, di dalam hatinya dia memberikan pujian yang lebih besar atas perbuatan Tuhan, dan dia semakin takut dan hormat kepada Tuhan, dan lebih rindu akan keindahan, kebesaran, dan kekudusan Tuhan. Pada saat ini, meskipun di mata Tuhan Ayub tetap merupakan orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, sehubungan dengan pengalamannya, iman dan pengetahuan Ayub telah maju dengan pesat: imannya telah meningkat, ketaatannya semakin mantap, dan rasa takutnya akan Tuhan menjadi semakin mendalam. Meskipun ujian ini mengubah roh dan kehidupan Ayub, perubahan semacam ini tidak memuaskan Ayub, dan perubahan ini juga tidak memperlambat kemajuannya. Pada saat yang sama ketika menghitung apa yang telah dia peroleh dari ujian ini, dan mempertimbangkan kekurangannya sendiri, dia diam-diam berdoa, menunggu ujian berikut untuk dialaminya, karena dia sangat ingin iman, ketaatan, dan rasa takutnya akan Tuhan menjadi semakin meningkat selama ujian dari Tuhan selanjutnya.

Tuhan mengamati pikiran terdalam manusia serta semua yang manusia katakan dan lakukan. Pikiran Ayub sampai ke telinga Tuhan Yahweh, dan Tuhan mendengar doa-doanya, dan dengan demikian ujian dari Tuhan berikutnya untuk Ayub tiba seperti yang diharapkan.

Di Tengah Penderitaan yang Ekstrem, Ayub Benar-benar Menyadari Kepedulian Tuhan bagi Umat Manusia

Setelah beberapa pertanyaan Tuhan Yahweh kepada Iblis, Iblis diam-diam merasa senang. Ini karena Iblis tahu bahwa dia akan diizinkan sekali lagi untuk menyerang orang yang tak bercela di mata Tuhan—bagi Iblis, ini merupakan kesempatan yang langka. Iblis ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk sepenuhnya merusak keyakinan Ayub, untuk membuatnya kehilangan imannya kepada Tuhan dan dengan demikian tidak lagi takut akan Tuhan atau memuji nama Yahweh. Ini akan memberi Iblis sebuah kesempatan: apa pun tempat atau waktunya, Iblis akan dapat menjadikan Ayub sebagai mainan yang berada di bawah kendalinya. Iblis menyembunyikan niat jahatnya tanpa jejak, tetapi dia tidak dapat mengendalikan natur jahatnya. Fakta ini diisyaratkan dalam jawabannya terhadap perkataan Tuhan Yahweh, sebagaimana dicatat dalam Alkitab: "Dan Iblis menjawab Yahweh, dan berkata: 'Kulit ganti kulit! Ya, semua yang dimiliki manusia akan diberikannya ganti nyawanya. Tetapi ulurkan tangan-Mu dan sentuhlah tulang dan dagingnya, maka dia pasti akan mengutuki Engkau di hadapan-Mu'" (Ayub 2:4-5). Tidak mungkin untuk tidak memperoleh pengetahuan yang sesungguhnya dan perasaan jahat Iblis dari percakapan antara Tuhan dan Iblis ini. Setelah mendengar pernyataan Iblis yang keliru ini, semua orang yang mencintai kebenaran dan membenci kejahatan pasti akan semakin membenci kehinaan dan sikap tak tahu malu Iblis, akan merasa jijik dan muak dengan pernyataan Iblis yang keliru, dan pada saat yang sama, berharap bisa menaikkan doa yang khusyuk dan harapan tulus untuk Ayub, berdoa agar orang yang jujur ini dapat mencapai kesempurnaan, berharap bahwa orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan ini akan selamanya mengalahkan pencobaan Iblis, dan hidup dalam terang, di tengah bimbingan dan berkat Tuhan; demikian pula, orang-orang semacam itu akan berharap agar perbuatan baik Ayub selamanya dapat memacu dan mendorong semua orang yang mengejar jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Meskipun niat jahat Iblis dapat dilihat dalam pernyataan ini, Tuhan dengan senang hati menyetujui "permintaan" Iblis—tetapi Dia juga mengajukan satu syarat: "Dia ada dalam tanganmu; tetapi sayangkan nyawanya" (Ayub 2:6). Karena, kali ini, Iblis meminta untuk mengulurkan tangannya untuk menyakiti daging dan tulang Ayub, Tuhan berkata: "tetapi sayangkan nyawanya." Makna dari perkataan ini adalah bahwa Dia memberikan daging Ayub kepada Iblis, tetapi hidup Ayub adalah milik Tuhan. Iblis tidak dapat mengambil hidup Ayub, tetapi selain dari syarat ini, Iblis dapat menggunakan cara atau metode apa pun untuk menyerang Ayub.

Setelah mendapat izin Tuhan, Iblis bergegas mendatangi Ayub dan mengulurkan tangannya untuk menyakiti kulit Ayub, yang menyebabkan munculnya bisul yang busuk di sekujur tubuhnya, dan Ayub merasakan sakit di kulitnya. Ayub memuji keajaiban dan kekudusan Tuhan Yahweh, yang membuat kelancangan Iblis semakin menjadi-jadi. Karena Iblis telah merasakan sukacita menyakiti manusia, dia mengulurkan tangannya dan membabat tubuh Ayub, yang menyebabkan barah-barahnya yang busuk bernanah. Ayub segera merasakan sakit dan siksaan yang tiada tara di tubuhnya, dan dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menggaruk dirinya sendiri dari kepala sampai kaki dengan kedua tangannya, seolah-olah ini akan mengurangi penderitaan yang ditimpakan kepada rohnya oleh rasa sakit pada tubuhnya. Dia menyadari bahwa Tuhan berada di sisinya mengawasinya, dan dia mencoba yang terbaik untuk menguatkan dirinya sendiri. Dia sekali lagi berlutut ke tanah, dan berkata: "Engkau melihat lubuk hati manusia, Engkau memperhatikan kesengsaraannya; mengapa Engkau mengkhawatirkan kelemahannya? Terpujilah nama Tuhan Yahweh." Iblis melihat penderitaan Ayub yang tak tertahankan, tetapi Iblis tidak melihat Ayub meninggalkan nama Tuhan Yahweh. Karena itu, Iblis dengan tergesa-gesa mengulurkan tangannya untuk menyakiti tulang-tulang Ayub, nekat untuk mencabik-cabik seluruh tubuhnya. Dalam sekejap, Ayub merasakan siksaan yang belum pernah dialami sebelumnya; dagingnya seolah-olah dirobek hingga terlepas dari tulangnya, dan seolah-olah tulangnya dihancurkan sepotong demi sepotong. Siksaan yang sangat menyakitkan ini membuatnya berpikir lebih baik dia mati saja .... Kemampuannya menahan rasa sakit itu telah mencapai batasnya .... Dia ingin menjerit, dia ingin merenggut kulit di tubuhnya dalam upaya untuk mengurangi rasa sakitnya—tetapi dia menahan jeritannya, dan tidak merenggut kulit di tubuhnya, karena dia tidak ingin membiarkan Iblis melihat kelemahannya. Jadi Ayub berlutut sekali lagi, tetapi kali ini dia tidak merasakan kehadiran Tuhan Yahweh. Dia tahu bahwa Tuhan Yahweh sering berada di hadapannya, dan di belakangnya, dan di kedua sisinya. Namun, selama penderitaannya, Tuhan tidak pernah sekali pun melihat; Dia menutupi wajah-Nya dan bersembunyi, karena tujuan-Nya menciptakan manusia bukan untuk mendatangkan penderitaan atas manusia. Pada saat ini, Ayub menangis dan melakukan yang terbaik untuk menanggung penderitaan fisik ini, tetapi dia tidak bisa lagi menahan diri dari bersyukur kepada Tuhan: "Manusia jatuh pada pukulan pertama, dia lemah dan tidak berdaya, dia muda dan bodoh—mengapa Engkau ingin begitu peduli dan lembut terhadapnya? Engkau memukulku, tetapi pukulan itu menyakitkan hati-Mu. Manusia seperti apa yang layak memperoleh perhatian dan kepedulian-Mu?" Doa Ayub sampai ke telinga Tuhan, dan Tuhan diam, hanya menyaksikan tanpa bersuara .... Setelah mencoba segala cara tanpa hasil, Iblis diam-diam pergi, tetapi ini tidak mengakhiri ujian dari Tuhan bagi Ayub. Karena kuasa Tuhan yang telah dinyatakan pada Ayub belum dipublikasikan, kisah Ayub tidak berakhir dengan mundurnya Iblis. Saat tokoh-tokoh lainnya masuk, adegan yang lebih menakjubkan akan segera terjadi.

Wujud Lain dari Sikap Ayub yang Takut akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan adalah dengan Dia Meninggikan Nama Tuhan dalam Segala Hal

Ayub telah mengalami amukan Iblis, tetapi dia tetap tidak meninggalkan nama Tuhan Yahweh. Istrinya adalah yang pertama muncul, dan memainkan peran Iblis dalam wujud yang dapat dilihat mata manusia, menyerang Ayub. Teks aslinya menguraikannya sebagai berikut: "Lalu kata istrinya kepadanya: 'Apakah engkau masih mempertahankan kesalehanmu? Kutuklah Tuhan dan matilah!'" (Ayub 2:9). Ini adalah perkataan yang diucapkan Iblis yang menyamar sebagai manusia. Perkataan itu adalah serangan, dan tuduhan, serta godaan, pencobaan, dan fitnah. Setelah gagal menyerang tubuh Ayub, Iblis kemudian langsung menyerang kesalehan Ayub, ingin menggunakan ini untuk membuat Ayub melepaskan kesalehannya, meninggalkan Tuhan, dan tidak lagi melanjutkan hidup. Demikian pula, Iblis ingin menggunakan perkataan semacam itu untuk memikat Ayub: jika Ayub melupakan nama Yahweh, dia tidak perlu menanggung siksaan seperti itu; dia dapat membebaskan dirinya dari siksaan fisiknya. Diperhadapkan dengan saran istrinya, Ayub menegurnya dengan mengatakan: "Engkau berbicara seperti perempuan bodoh. Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" (Ayub 2:10). Ayub sudah lama mengetahui perkataan ini, tetapi pada saat ini benarnya pengetahuan Ayub mengenai perkataan ini terbukti.

Ketika istrinya menyarankan kepadanya untuk mengutuk Tuhan dan mati, maksudnya adalah: "Tuhanmu memperlakukanmu seperti itu, jadi mengapa tidak mengutuk-Nya? Apa gunanya engkau tetap hidup? Tuhanmu sangat tidak adil kepadamu, tetapi engkau tetap berkata 'terpujilah nama Yahweh.' Bagaimana Dia bisa mendatangkan bencana atasmu padahal engkau memuji nama-Nya? Segera tinggalkan nama Tuhan, dan jangan ikuti Dia lagi. Kemudian, masalahmu akan berakhir." Pada saat ini, ada kesaksian yang dihasilkan yang Tuhan ingin lihat dalam diri Ayub. Tidak ada orang biasa yang dapat memberikan kesaksian seperti ini, dan kita juga tidak pernah membaca kesaksian seperti ini di kisah mana pun dalam Alkitab—tetapi Tuhan telah melihatnya jauh sebelum Ayub mengucapkan perkataan ini. Tuhan hanya ingin memanfaatkan kesempatan ini agar Ayub dapat membuktikan kepada semua orang bahwa Tuhan benar. Diperhadapkan dengan saran istrinya, Ayub bukan hanya tidak melepaskan kesalehannya atau meninggalkan Tuhan, tetapi dia juga berkata kepada istrinya: "Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" Apakah perkataan ini sangat berbobot? Di sini, hanya ada satu fakta yang mampu membuktikan bobot perkataan ini. Bobot dari perkataan ini adalah bahwa perkataan ini diperkenan oleh Tuhan di dalam hati-Nya, perkataan ini diinginkan oleh Tuhan, perkataan inilah yang ingin didengar Tuhan, dan perkataan inilah hasil yang ingin dilihat Tuhan; perkataan ini juga merupakan inti dari kesaksian Ayub. Dalam hal ini, hidup Ayub yang tidak bercela, kejujuran, sikapnya yang takut akan Tuhan, dan menjauhi kejahatan terbukti. Keberhargaan Ayub terletak pada bagaimana, ketika dia dicobai, dan bahkan ketika sekujur tubuhnya dipenuhi dengan bisul yang busuk, ketika dia menanggung siksaan paling berat, dan ketika istri dan kerabatnya menasihatinya, dia tetap mengucapkan perkataan seperti itu. Dengan kata lain, di dalam hatinya dia percaya bahwa apa pun pencobaan atau bagaimanapun pedihnya kesengsaraan atau siksaan, bahkan seandainya kematian akan menimpanya, dia tidak akan meninggalkan Tuhan atau menolak jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Jadi, jelas bahwa Tuhan mendapat tempat yang paling penting di dalam hatinya, dan bahwa hanya ada Tuhan di dalam hatinya. Karena inilah kita membaca semua uraian tentang dia di Alkitab sebagai berikut: "Dalam semua ini Ayub tidak berdosa dengan bibirnya." Dia bukan hanya tidak berbuat dosa dengan bibirnya, tetapi di dalam hatinya dia juga tidak mengeluh tentang Tuhan. Dia tidak mengucapkan perkataan menyakitkan tentang Tuhan, dan dia juga tidak berdosa terhadap Tuhan. Mulutnya tidak hanya memuji nama Tuhan, tetapi di dalam hatinya dia juga memuji nama Tuhan; mulut dan hatinya selaras. Inilah Ayub sejati yang dilihat oleh Tuhan, dan inilah alasan mengapa Tuhan menghargai Ayub.

Banyak Kesalahpahaman Manusia Tentang Ayub

Penderitaan yang dialami Ayub bukanlah pekerjaan para utusan yang diutus oleh Tuhan, juga bukan disebabkan oleh tangan Tuhan sendiri. Sebaliknya, hal itu secara pribadi disebabkan oleh Iblis, musuh Tuhan. Akibatnya, tingkat penderitaan yang dialami oleh Ayub sangat mendalam. Namun, pada saat ini Ayub dengan sepenuhnya menunjukkan pengetahuannya sehari-hari tentang Tuhan di dalam hatinya, prinsip tindakannya sehari-hari, dan sikapnya terhadap Tuhan—dan inilah faktanya. Jika Ayub tidak dicobai, jika Tuhan tidak mendatangkan ujian kepada Ayub, maka ketika Ayub berkata, "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh," engkau akan mengatakan bahwa Ayub adalah seorang munafik. Tuhan telah memberinya begitu banyak harta, jadi, tentu saja dia memuji nama Yahweh. Jika, sebelum mengalami ujian, Ayub berkata: "Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" engkau akan mengatakan bahwa Ayub membual, dan bahwa dia tidak akan meninggalkan nama Tuhan karena dia sering diberkati oleh tangan Tuhan. Engkau akan berkata bahwa jika Tuhan mendatangkan malapetaka atasnya, dia pasti akan meninggalkan nama Tuhan. Namun ketika Ayub mendapati dirinya dalam keadaan yang tak seorang pun mau mengalaminya atau melihatnya, keadaan yang tidak diinginkan seorang pun untuk menimpa mereka, yang mereka takut akan menimpa mereka, keadaan yang Tuhan pun tidak tahan menyaksikannya, Ayub masih dapat berpegang teguh pada kesalehannya: "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh", dan "Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" Diperhadapkan dengan perilaku Ayub pada saat ini, mereka yang suka mengucapkan perkataan yang terdengar tinggi, dan yang suka membicarakan kata-kata dan doktrin, semuanya tidak mampu berkata-kata. Mereka yang memuji nama Tuhan hanya dalam ucapan, tetapi tidak pernah menerima ujian dari Tuhan, dihukum oleh kesalehan yang dipegang teguh oleh Ayub dan mereka yang tidak pernah percaya bahwa manusia mampu memegang teguh jalan Tuhan dihakimi oleh kesaksian Ayub. Diperhadapkan dengan perilaku Ayub selama ujian ini dan perkataan yang dia ucapkan, sebagian orang akan merasa bingung, sebagian akan merasa iri, sebagian akan merasa ragu, dan sebagian bahkan akan tampak tidak tertarik, menolak kesaksian Ayub karena mereka tidak hanya melihat siksaan yang menimpa Ayub selama ujian, dan membaca perkataan yang diucapkan oleh Ayub, tetapi juga melihat "kelemahan" manusia yang diperlihatkan oleh Ayub ketika ujian menimpanya. "Kelemahan" ini mereka yakini sebagai cela yang dianggap ada dalam hidup Ayub yang tak bercela, noda dalam diri seorang manusia yang di mata Tuhan tak bercela. Dengan kata lain ada keyakinan bahwa mereka yang tak bercela adalah manusia tanpa cacat, tanpa noda atau kekotoran, bahwa mereka tidak memiliki kelemahan, tidak mengenal penderitaan, bahwa mereka tidak pernah merasa tidak bahagia atau sedih, dan tanpa kebencian atau perilaku lahiriah yang ekstrem sedikit pun; sebagai akibatnya, sebagian besar orang tidak percaya bahwa Ayub benar-benar tak bercela. Orang tidak menyetujui sebagian besar perilakunya selama ujiannya. Misalnya, ketika Ayub kehilangan harta bendanya dan anak-anaknya, dia tidak menangis seperti yang dibayangkan orang. "Ketidakpedulian"-nya membuat orang berpikir dia tidak punya perasaan karena dia tidak mengeluarkan air mata atau memiliki kasih sayang terhadap keluarganya. Ini adalah kesan buruk pertama yang orang lain miliki akan Ayub. Mereka mendapati perilakunya setelah itu bahkan lebih membingungkan: "mengoyak jubahnya" ditafsirkan orang sebagai sikapnya yang tidak menghormati Tuhan, dan "mencukur kepalanya" secara keliru diyakini sebagai penghujatan dan penentangan Ayub terhadap Tuhan. Selain dari perkataan Ayub bahwa "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh", orang tidak melihat satu pun kebenaran pada diri Ayub yang dipuji oleh Tuhan, dan dengan demikian penilaian tentang Ayub yang dibuat oleh sebagian besar dari mereka tidak lebih daripada ketidaktahuan, kesalahpahaman, keraguan, kecaman, dan persetujuan dalam teori saja. Tak seorang pun dari mereka yang benar-benar mampu memahami dan menghargai perkataan Tuhan Yahweh bahwa Ayub adalah seorang yang tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Berdasarkan kesan mereka tentang Ayub di atas, orang memiliki keraguan lebih lanjut mengenai kebenaran Ayub, karena tindakannya dan perilakunya yang dicatat dalam Alkitab tidak terlalu mengharukan seperti yang dibayangkan orang. Dia bukan hanya tidak menunjukkan prestasi besar apa pun, tetapi dia juga mengambil sepotong beling untuk menggaruk-garuk tubuhnya sendiri sambil duduk di tengah abu. Tindakan ini juga mengherankan orang dan menyebabkan mereka ragu—dan bahkan menyangkal—kebenaran Ayub, karena sementara menggaruk-garuk tubuhnya sendiri Ayub tidak berdoa atau berjanji kepada Tuhan; atau, selain itu, dia tidak terlihat menangis karena kesakitan. Pada saat ini, orang hanya melihat kelemahan Ayub dan tidak ada yang lain, dan dengan demikian bahkan ketika mereka mendengar Ayub berkata "Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" mereka sama sekali tidak tergerak, atau bahkan ragu-ragu, dan tetap tidak dapat melihat kebenaran Ayub dari perkataannya. Kesan dasar yang ditunjukkan Ayub kepada orang selama siksaan dalam ujiannya adalah bahwa dia tidak rendah hati, juga tidak congkak. Orang tidak melihat kisah di balik perilakunya yang terjadi di lubuk hatinya, dan mereka juga tidak melihat rasa takut akan Tuhan di dalam hatinya atau ketaatan-Nya pada prinsip jalan menjauhi kejahatan. Kesabarannya membuat orang mengira bahwa hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya hanyalah kata-kata kosong, bahwa sikap takutnya akan Tuhan hanyalah desas-desus; sementara itu, "kelemahan" yang dia ungkapkan secara lahiriah menimbulkan kesan yang mendalam pada mereka, yang memberi mereka "sudut pandang baru", dan bahkan "pemahaman baru" terhadap orang yang Tuhan definisikan sebagai seorang yang tak bercela dan jujur. "Sudut pandang baru" dan "pemahaman baru" seperti ini terbukti ketika Ayub membuka mulutnya dan mengutuk hari kelahirannya.

Meskipun tingkat siksaan yang dideritanya tidak terbayangkan dan tidak dapat dipahami oleh siapa pun, Ayub tidak mengucapkan perkataan yang membangkang, tetapi hanya mengurangi rasa sakit di tubuhnya dengan caranya sendiri. Sebagaimana dicatat dalam Alkitab, dia berkata: "Kiranya hari kelahiranku lenyap, dan malam yang mengatakan, Ada anak lelaki sedang dikandung" (Ayub 3:3). Mungkin, tak seorang pun pernah menganggap perkataan ini penting, dan mungkin ada orang-orang yang telah memperhatikan perkataan tersebut. Menurut pandangan engkau semua, apakah perkataan itu berarti bahwa Ayub menentang Tuhan? Apakah perkataan itu merupakan keluhan kepada Tuhan? Aku tahu bahwa banyak dari antaramu memiliki pemahaman tertentu tentang perkataan yang diucapkan Ayub ini dan percaya bahwa jika Ayub tak bercela dan jujur, dia seharusnya tidak menunjukkan kelemahan atau kesedihan apa pun, dan seharusnya malah menghadapi serangan dari Iblis secara positif, dan bahkan tersenyum dalam menghadapi pencobaan Iblis. Dia seharusnya tidak bereaksi sedikit pun terhadap siksaan yang ditimpakan pada tubuhnya oleh Iblis, dan dia juga seharusnya tidak memperlihatkan emosi apa pun di dalam hatinya. Dia bahkan seharusnya meminta agar Tuhan membuat ujian ini jauh lebih berat lagi. Inilah yang seharusnya ditunjukkan dan dimiliki oleh orang yang teguh dan yang benar-benar takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Di tengah siksaan yang ekstrem ini, Ayub hanya mengutuk hari kelahirannya. Dia tidak mengeluh tentang Tuhan, apalagi berniat menentang Tuhan. Ini jauh lebih mudah dikatakan daripada dilakukan, karena sejak zaman dahulu hingga sekarang, tak seorang pun pernah mengalami pencobaan seperti itu atau mengalami apa yang menimpa Ayub. Jadi, mengapa tak seorang pun pernah mengalami jenis pencobaan yang sama seperti Ayub? Itu karena, dari sudut pandang Tuhan, tak seorang pun yang mampu memikul tanggung jawab atau amanat semacam itu, tak seorang pun yang mampu melakukan seperti yang Ayub lakukan, bahkan, selain mengutuki hari kelahiran mereka, tak seorang pun yang mampu tetap tidak meninggalkan nama Tuhan dan terus memuji nama Tuhan Yahweh seperti yang Ayub lakukan ketika siksaan seperti itu menimpa dirinya. Adakah yang dapat melakukan ini? Ketika kita mengatakan hal ini tentang Ayub, apakah kita sedang memuji perilakunya? Ayub adalah orang benar dan mampu menjadi kesaksian bagi Tuhan, dan mampu membuat Iblis melarikan diri dengan malu dan kecewa, sehingga Iblis tidak pernah datang lagi ke hadapan Tuhan untuk menuduhnya—jadi apa salahnya memuji Ayub? Mungkinkah engkau semua memiliki standar yang lebih tinggi daripada Tuhan? Mungkinkah engkau semua akan bertindak lebih baik daripada Ayub ketika ujian menimpamu? Ayub dipuji Tuhan—keberatan apa yang dapat engkau semua miliki terhadap pujian Tuhan?

Ayub Mengutuk Hari Kelahirannya karena Dia Tidak Ingin Tuhan Merasa Sedih karena Dirinya

Aku sering mengatakan bahwa Tuhan melihat lubuk hati manusia, sedangkan manusia melihat aspek lahiriah orang lain. Karena Tuhan melihat lubuk hati manusia, Dia memahami hakikat mereka, sedangkan manusia mendefinisikan hakikat orang lain berdasarkan aspek lahiriahnya. Ketika Ayub membuka mulutnya dan mengutuk hari kelahirannya, tindakan ini mengejutkan semua tokoh rohani, termasuk ketiga teman Ayub. Manusia berasal dari Tuhan dan harus bersyukur atas jiwa dan raganya, serta hari kelahirannya, yang dianugerahkan kepadanya oleh Tuhan, dan dia tidak boleh mengutuknya. Ini adalah sesuatu yang dapat dimengerti dan dipahami oleh orang biasa. Bagi siapa pun yang mengikut Tuhan, pemahaman ini sakral dan harus dihormati, dan itu adalah kebenaran yang tidak pernah bisa berubah. Sebaliknya, Ayub melanggar aturan itu: dia mengutuk hari kelahirannya. Ini adalah tindakan yang oleh orang biasa dianggap sebagai memasuki wilayah terlarang. Ayub bukan hanya tidak berhak mendapatkan pemahaman dan simpati orang lain, dia juga tidak berhak mendapatkan pengampunan Tuhan. Pada saat yang sama, bahkan lebih banyak orang menjadi ragu terhadap kebenaran Ayub karena tampaknya perkenanan Tuhan terhadapnya membuat Ayub berpuas diri; membuatnya begitu berani dan ceroboh sehingga dia tak hanya tidak bersyukur kepada Tuhan karena memberkatinya dan menjaganya selama hidupnya, tetapi dia juga mengutuk hari kelahirannya sampai kebinasaan. Apa namanya ini kalau bukan penentangan terhadap Tuhan? Kedangkalan pemahaman seperti ini memberi bukti kepada manusia untuk mengutuk tindakan Ayub ini, tetapi siapa yang dapat mengetahui apa yang sebenarnya dipikirkan Ayub pada waktu itu? Siapa yang dapat mengetahui alasan mengapa Ayub bertindak seperti itu? Hanya Tuhan dan Ayub sendiri yang tahu hal yang sebenarnya dan apa alasannya.

Ketika Iblis mengulurkan tangannya untuk menyakiti tulang-tulang Ayub, Ayub jatuh ke dalam cengkeramannya, tanpa sarana untuk melarikan diri atau kekuatan untuk melawan. Tubuh dan jiwanya menderita rasa sakit yang luar biasa, dan rasa sakit ini membuatnya sangat sadar akan ketidakberartian, kerapuhan, dan ketidakberdayaan manusia yang hidup di dalam tubuh. Pada saat yang sama, dia juga memperoleh penghargaan dan pemahaman yang mendalam tentang mengapa Tuhan ingin menjaga dan memelihara umat manusia. Dalam cengkeraman Iblis, Ayub menyadari bahwa manusia, yang terdiri dari darah dan daging, sebenarnya sangat tidak berdaya dan lemah. Ketika dia berlutut dan berdoa kepada Tuhan, Ayub merasa seolah-olah Tuhan sedang menutupi wajah-Nya dan bersembunyi, karena Tuhan telah sepenuhnya menyerahkan dia ke dalam tangan Iblis. Pada saat yang sama, Tuhan juga menangis untuknya, dan selain itu, berduka baginya; Tuhan merasa sedih karena rasa sakit yang Ayub alami, dan merasa terluka karena luka yang Ayub alami .... Ayub merasakan kepedihan Tuhan dan juga merasakan betapa tak tertahankannya hal itu bagi Tuhan .... Ayub tidak mau lagi menimbulkan kesedihan bagi Tuhan, dan dia juga tidak ingin Tuhan menangis untuknya, apalagi melihat Tuhan sedih karena dirinya. Pada saat ini, Ayub hanya ingin melepaskan diri dari tubuhnya, agar tidak lagi menanggung rasa sakit yang ditimbulkan oleh tubuh ini, karena hal ini akan membuat Tuhan tidak lagi merasa tersiksa karena rasa sakit yang dialaminya—tetapi dia tidak bisa, dan dia harus menanggung tidak hanya rasa sakit pada tubuhnya, tetapi juga rasa tersiksa karena tidak ingin membuat Tuhan gelisah. Kedua rasa sakit ini—yang satu berasal dari tubuh, dan yang lain berasal dari roh—menimbulkan rasa sakit yang menyayat hati dan memilukan dalam diri Ayub, dan membuatnya merasakan bagaimana keterbatasan manusia yang terbuat dari darah dan daging dapat membuat orang merasa frustrasi dan tidak berdaya. Dalam keadaan seperti ini, kerinduannya kepada Tuhan semakin kuat, dan kebenciannya terhadap Iblis semakin kuat. Pada saat ini, Ayub lebih suka tidak pernah dilahirkan ke dunia manusia, lebih suka bahwa dia tidak ada, daripada melihat Tuhan menangis atau merasa sakit karena dia. Dia mulai sangat membenci tubuhnya, merasa muak akan dirinya sendiri, akan hari kelahirannya, dan bahkan akan semua hal yang berhubungan dengan dirinya. Dia tidak mau lagi ada penyebutan hari kelahirannya atau apa pun yang berkaitan dengannya, dan karena itu dia membuka mulutnya dan mengutuk hari kelahirannya: "Kiranya hari kelahiranku lenyap, dan malam yang mengatakan, Ada anak lelaki sedang dikandung. Biarlah hari itu menjadi kegelapan; Janganlah kiranya Tuhan yang di atas mengindahkannya, dan janganlah terang menyinarinya" (Ayub 3:3-4). Perkataan Ayub ini menunjukkan kebenciannya terhadap dirinya sendiri, "Kiranya hari kelahiranku lenyap, dan malam yang mengatakan, Ada anak lelaki sedang dikandung," serta rasa bersalah yang dia rasakan terhadap dirinya sendiri dan rasa berutangnya karena telah menyebabkan kepedihan kepada Tuhan, "Biarlah hari itu menjadi kegelapan; Janganlah kiranya Tuhan yang di atas mengindahkannya, dan janganlah terang menyinarinya." Kedua ayat ini adalah ungkapan terakhir tentang bagaimana perasaan Ayub saat itu, dan sepenuhnya menunjukkan hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya kepada semua orang. Pada saat yang sama, sebagaimana yang diinginkan Ayub, iman dan ketundukannya kepada Tuhan, serta sikapnya yang takut akan Tuhan, benar-benar meningkat. Tentu saja, peningkatan seperti inilah yang justru merupakan hasil yang Tuhan harapkan.

Ayub Mengalahkan Iblis dan Menjadi Manusia Sejati di Mata Tuhan

Ketika Ayub pertama kali menjalani ujiannya, semua harta bendanya dan semua anaknya diambil, tetapi dia tidak jatuh atau mengatakan apa pun yang merupakan dosa terhadap Tuhan dari ujian tersebut. Dia telah mengalahkan pencobaan Iblis, dan dia telah mengalahkan harta bendanya, keturunannya, dan ujian kehilangan semua harta duniawinya, yang berarti dia mampu tunduk kepada Tuhan saat Dia mengambil segala sesuatu darinya dan dia mampu memberikan pujian dan ucapan syukur kepada Tuhan karena apa yang Tuhan lakukan. Begitulah perilaku Ayub selama pencobaan pertama dari Iblis, dan itu juga merupakan kesaksian Ayub selama ujian pertama Tuhan. Dalam ujian kedua, Iblis mengulurkan tangannya untuk menyakiti Ayub, dan walaupun Ayub mengalami penderitaan yang lebih berat daripada yang pernah dirasakannya sebelumnya, tetapi kesaksiannya itu cukup untuk membuat orang-orang merasa sangat takjub. Dia menggunakan ketabahan, keyakinan, dan ketundukannya kepada Tuhan, serta rasa takutnya akan Tuhan, untuk sekali lagi mengalahkan Iblis, dan perilakunya serta kesaksiannya sekali lagi diperkenan dan disukai oleh Tuhan. Selama pencobaan ini, Ayub menggunakan perilakunya yang sebenarnya untuk menyatakan kepada Iblis bahwa rasa sakit pada tubuhnya tidak dapat mengubah iman dan ketundukannya kepada Tuhan atau merampas pengabdiannya kepada Tuhan dan hatinya yang takut akan Tuhan; dia tidak akan meninggalkan Tuhan atau menyerahkan hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya sendiri karena dia menghadapi kematian. Tekad Ayub membuat Iblis menjadi takut, imannya membuat Iblis gentar dan gemetar, intensitas yang dengannya dia berperang melawan Iblis selama peperangan antara hidup dan mati mereka, melahirkan kebencian dan kemarahan yang mendalam kepada Iblis; hidupnya yang tak bercela dan kejujuran Ayub membuat Iblis tidak mampu berbuat apa pun lagi kepadanya, sehingga Iblis menghentikan serangannya terhadap dia dan menghentikan tuduhannya terhadap Ayub yang didakwakannya di hadapan Tuhan Yahweh. Ini berarti bahwa Ayub telah mengalahkan dunia. Dia telah mengalahkan tubuhnya. Dia telah mengalahkan Iblis, dan dia telah mengalahkan kematian; dia benar-benar dan sepenuhnya merupakan manusia kepunyaan Tuhan. Selama kedua ujian ini, Ayub tetap teguh dalam kesaksiannya, dan benar-benar menghidupi hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya, dan memperluas ruang lingkup prinsip hidupnya yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Setelah mengalami kedua ujian ini, lahirlah dalam diri Ayub pengalaman yang lebih kaya, dan pengalaman ini membuatnya lebih dewasa dan berpengalaman, membuatnya lebih kuat, dan memiliki keyakinan yang lebih besar, dan membuatnya lebih yakin akan kebenaran dan pentingnya kesalehan yang dia pegang teguh. Ujian Tuhan Yahweh terhadap Ayub memberinya pemahaman dan rasa kepedulian yang mendalam tentang perhatian Tuhan kepada manusia, dan membuatnya dapat merasakan betapa berharganya kasih Tuhan, yang darinya perhatian dan kasih kepada Tuhan ditambahkan ke dalam sikapnya yang takut akan Tuhan. Ujian dari Tuhan Yahweh bukan saja tidak menjauhkan Ayub dari-Nya, tetapi juga membuat hatinya semakin dekat kepada Tuhan. Ketika rasa sakit jasmani yang dialami oleh Ayub mencapai puncaknya, perhatian yang dia rasakan dari Tuhan Yahweh membuatnya tidak punya pilihan selain mengutuk hari kelahirannya. Perilaku seperti ini tidak direncanakan sejak lama, tetapi merupakan ungkapan alami dari perhatian dan kasih kepada Tuhan dari dalam hatinya, itu adalah ungkapan alami yang berasal dari perhatian dan kasihnya kepada Tuhan. Dengan kata lain, karena dia membenci dirinya sendiri dan dia tidak mau, dan tidak tahan membiarkan Tuhan tersiksa, maka perhatian dan kasihnya mencapai titik tanpa pamrih. Pada saat ini, Ayub meningkatkan pemujaan dan kerinduannya yang telah lama ada kepada Tuhan dan pengabdiannya kepada Tuhan sampai ke tingkat perhatian dan kasih. Pada saat yang sama, dia juga meningkatkan iman dan ketaatannya kepada Tuhan dan sikapnya yang takut akan Tuhan sampai ke tingkat perhatian dan kasih. Dia tidak membiarkan dirinya melakukan apa pun yang akan melukai hati Tuhan, dia tidak membiarkan dirinya melakukan tindakan yang akan menyakiti Tuhan, dan tidak membiarkan dirinya menimbulkan kedukaan, kesedihan, atau bahkan ketidakbahagiaan kepada Tuhan karena alasannya sendiri. Di mata Tuhan, meskipun Ayub masih Ayub yang sama seperti dahulu, iman, ketaatan, dan sikap Ayub yang takut akan Tuhan membuat Tuhan sangat puas dan gembira. Pada saat ini, Ayub telah mencapai kesempurnaan yang Tuhan harapkan untuk dia capai; dia telah menjadi orang yang benar-benar layak disebut "tak bercela dan jujur" di mata Tuhan. Perbuatannya yang benar membuatnya dapat mengalahkan Iblis dan tetap teguh dalam kesaksiannya kepada Tuhan. Demikian juga, perbuatannya yang benar menjadikannya tak bercela, dan membuat nilai kehidupannya meningkat dan melampaui lebih dari sebelumnya, dan semua itu juga menjadikannya orang pertama yang tidak lagi diserang dan dicobai oleh Iblis. Karena Ayub adalah orang benar, dia dituduh dan dicobai Iblis; karena Ayub adalah orang benar, dia diserahkan kepada Iblis; dan karena Ayub adalah orang benar, dia mengatasi dan mengalahkan Iblis, dan tetap teguh dalam kesaksiannya. Mulai saat itu, Ayub menjadi orang pertama yang tidak akan pernah lagi diserahkan kepada Iblis, dia benar-benar datang ke hadapan takhta Tuhan dan hidup dalam terang, di bawah berkat Tuhan tanpa diintai atau ingin dijatuhkan oleh Iblis .... Dia telah menjadi manusia sejati di mata Tuhan; dia telah dibebaskan ...

Tentang Ayub

Setelah mengetahui bagaimana Ayub menjalani ujian, sebagian besar dari antaramu mungkin ingin mengetahui lebih terperinci tentang Ayub itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan rahasia bagaimana dia mendapatkan pujian Tuhan. Jadi sekarang, mari kita membahas tentang Ayub!

Dalam Kehidupan Sehari-hari Ayub, Kita Melihat Hidupnya yang Tak Bercela, Kejujuran, Sikap Takut akan Tuhan, dan Menjauhi Kejahatan

Jika kita akan membahas tentang Ayub, kita harus mulai dengan penilaian tentang dia yang diucapkan dari mulut Tuhan sendiri: "Tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan."

Pertama, mari kita belajar tentang hidup Ayub yang tak bercela dan kejujurannya.

Apa pemahaman engkau semua, mengenai kata "tak bercela" dan "jujur"? Apakah engkau percaya bahwa Ayub itu tanpa cela, bahwa dia terhormat? Tentu saja, ini merupakan penafsiran dan pemahaman harfiah dari kata "tak bercela" dan "jujur". Namun konteks kehidupan nyata merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan untuk memperoleh pemahaman yang benar tentang Ayub—perkataan, buku-buku, dan teori saja tidak akan memberikan jawaban apa pun. Kita akan memulai dengan melihat kehidupan keluarga Ayub, seperti apa perilaku normalnya selama hidupnya. Ini akan memberitahukan kepada kita tentang prinsip dan tujuan hidupnya, serta tentang kepribadian dan pengejarannya. Sekarang, mari kita membaca kalimat terakhir dalam Ayub 1:3: "Orang ini adalah yang terkaya di antara semua orang di Timur". Yang dimaksud dengan kalimat ini adalah bahwa status dan kedudukan Ayub sangat tinggi, dan meskipun kita tidak diberi tahu apakah alasan dia adalah yang terbesar di antara semua orang di Timur adalah karena kekayaannya yang melimpah, atau karena dia tak bercela dan jujur serta takut akan Tuhan sementara menjauhi kejahatan, secara keseluruhan, kita tahu bahwa status dan kedudukan Ayub sangat dihargai. Sebagaimana dicatat dalam Alkitab, kesan pertama orang tentang Ayub adalah bahwa Ayub tak bercela, bahwa dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan bahwa dia memiliki kekayaan melimpah dan status yang terhormat. Bagi orang biasa yang tinggal di lingkungan seperti itu dan dalam keadaan seperti itu, makanan Ayub, taraf hidupnya, dan berbagai aspek kehidupan pribadinya akan menjadi fokus perhatian kebanyakan orang; jadi, kita harus melanjutkan membaca Alkitab: "Anak-anak lelakinya pergi dan berpesta di rumah mereka, setiap hari bergiliran; dan mengundang ketiga saudari mereka untuk makan dan minum bersama-sama dengan mereka. Demikianlah, setelah hari-hari pesta berakhir, Ayub memanggil mereka dan menguduskan mereka; dia bangun pagi-pagi benar dan mempersembahkan korban bakaran sesuai dengan jumlah anak-anaknya: karena Ayub berkata: 'Mungkin saja anak-anak lelakiku sudah berbuat dosa dan mengutuki Tuhan dalam hati mereka.' Demikianlah yang senantiasa dilakukan Ayub" (Ayub 1:4-5). Ayat-ayat ini memberitahukan kepada kita dua hal: Yang pertama adalah putra dan putri Ayub biasa berpesta, dengan banyak makan dan minum; yang kedua adalah bahwa Ayub kerap kali mempersembahkan korban bakaran karena dia sering mengkhawatirkan putra dan putrinya, takut mereka berbuat dosa, bahwa di dalam hati mereka, mereka telah meninggalkan Tuhan. Di sini dijelaskan kehidupan dari dua jenis orang yang berbeda. Yang pertama, putra dan putri Ayub, sering berpesta karena kekayaan mereka, hidup mewah, makan dan minum sepuas hati mereka, dan menikmati taraf hidup yang tinggi karena kekayaan materi. Menjalani kehidupan seperti itu, tidak dapat dipungkiri bahwa mereka akan sering berdosa dan menyinggung Tuhan—tetapi mereka tidak menguduskan diri mereka sendiri atau mempersembahkan korban bakaran. Jadi, jelas bahwa Tuhan tidak memiliki tempat di hati mereka, bahwa mereka tidak memikirkan kasih karunia Tuhan, ataupun takut menyinggung Tuhan, apalagi takut meninggalkan Tuhan di dalam hati mereka. Tentu saja, fokus perhatian kita bukan pada anak-anak Ayub, tetapi pada apa yang Ayub lakukan ketika diperhadapkan dengan hal-hal seperti itu; ini adalah masalah lainnya yang dijelaskan pada ayat itu, dan yang melibatkan kehidupan sehari-hari Ayub serta esensi kemanusiaannya. Di mana Alkitab menjelaskan pesta putra dan putri Ayub, tidak disebutkan tentang Ayub; hanya dikatakan bahwa putra dan putrinya sering makan dan minum bersama. Dengan kata lain, Ayub tidak mengadakan pesta, dan dia juga tidak bergabung dengan putra dan putrinya dalam makan secara berlebihan. Meskipun kaya dan memiliki banyak harta benda dan pembantu, kehidupan Ayub bukanlah kehidupan yang mewah. Kekayaannya tidak membuatnya memanjakan diri dalam lingkungan kehidupannya yang lebih baik, atau memanjakan diri dalam kenikmatan daging, atau lupa mempersembahkan korban bakaran, apalagi menyebabkan dia secara berangsur-angsur meninggalkan Tuhan di dalam hatinya. Maka, jelaslah bahwa Ayub disiplin dalam gaya hidupnya, tidak serakah atau mengejar kesenangan sebagai hasil dari berkat Tuhan kepadanya, dan dia juga tidak terpaku pada taraf hidup. Sebaliknya, dia rendah hati dan sederhana, dia juga tidak suka pamer, dan dia waspada serta berhati-hati di hadapan Tuhan. Dia sering memikirkan kasih karunia dan berkat Tuhan, dan terus-menerus memiliki hati yang takut akan Tuhan. Dalam kehidupannya sehari-hari, Ayub sering bangun pagi-pagi untuk mempersembahkan korban bakaran bagi putra-putrinya. Dengan kata lain, Ayub sendiri tidak hanya takut akan Tuhan, tetapi dia juga berharap anak-anaknya juga takut akan Tuhan dan tidak berbuat dosa terhadap Tuhan. Kekayaan materi Ayub tidak memiliki tempat di dalam hatinya, dan hal itu juga tidak menggantikan kedudukan yang ditempati oleh Tuhan; apakah demi dirinya sendiri atau anak-anaknya, tindakan sehari-hari Ayub semuanya berkaitan dengan sikapnya yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Sikap takutnya akan Tuhan Yahweh tidak berhenti di perkataannya, tetapi merupakan sesuatu yang dia terapkan dan tercermin dalam setiap bagian kehidupannya sehari-hari. Perilaku nyata Ayub ini menunjukkan kepada kita bahwa dia jujur, dan memiliki hakikat yang mencintai keadilan dan hal-hal yang positif. Bahwa Ayub sering memanggil dan menguduskan putra-putrinya berarti dia tidak mendukung atau menyetujui perilaku anak-anaknya; sebaliknya, di dalam hatinya dia merasa muak akan perilaku mereka dan mengutuk mereka. Dia menyimpulkan bahwa perilaku putra-putrinya itu tidak menyenangkan Tuhan Yahweh, dan karena itu dia sering memanggil mereka untuk menghadap Tuhan Yahweh dan mengakui dosa mereka. Tindakan Ayub menunjukkan kepada kita sisi lain dari kemanusiaannya, di mana dia tidak pernah berjalan bersama orang yang sering berbuat dosa dan menyinggung Tuhan, melainkan menjauhi dan menghindari mereka. Meskipun orang-orang ini adalah putra dan putrinya, dia tidak meninggalkan prinsip perilakunya sendiri karena mereka adalah keluarganya sendiri, dan dia juga tidak membiarkan dosa-dosa mereka karena perasaannya sendiri. Sebaliknya, dia mendesak mereka untuk mengakui dan memperoleh pengampunan Tuhan Yahweh, dan dia memperingatkan mereka agar tidak meninggalkan Tuhan demi kesenangan mereka sendiri yang tamak. Prinsip bagaimana Ayub memperlakukan orang lain tidak dapat dipisahkan dari prinsip sikapnya yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Dia mencintai apa yang diterima oleh Tuhan, dan membenci apa yang ditolak Tuhan; dan dia mencintai mereka yang takut akan Tuhan di dalam hati mereka dan membenci mereka yang melakukan kejahatan atau berbuat dosa terhadap Tuhan. Cinta dan kebencian seperti ini ditunjukkan dalam kehidupannya sehari-hari, dan merupakan kejujuran Ayub yang dilihat oleh mata Tuhan. Tentu saja, ini juga merupakan ungkapan dan cara hidup kemanusiaan sejati Ayub dalam hubungannya dengan orang lain dalam kehidupannya sehari-hari yang harus kita pelajari.

Perwujudan Kemanusiaan Ayub selama Mengalami Ujian dari Tuhan (Memahami Hidupnya yang Tak Bercela, Kejujurannya, Sikapnya yang Takut akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan Selama Mengalami Ujian dari Tuhan)

Apa yang telah kita bahas di atas adalah berbagai aspek kemanusiaan Ayub yang ditunjukkan dalam kehidupannya sehari-hari sebelum pencobaan yang dialaminya. Tidak diragukan lagi, berbagai perwujudan ini memberikan pengenalan awal dan pemahaman tentang kejujuran, tentang sikap Ayub yang takut akan Tuhan, dan menjauhi kejahatan, dan secara alami memberikan penegasan awal. Alasan mengapa Aku mengatakan "awal" adalah karena kebanyakan orang masih tidak memiliki pemahaman yang benar tentang kepribadian Ayub dan sejauh mana dia mengejar jalan ketundukan dan takut akan Tuhan. Dengan kata lain, pemahaman kebanyakan orang tentang Ayub tidak lebih dalam dari kesan yang cukup baik tentang dia yang diuraikan oleh dua ayat dalam Alkitab yang memuat perkataannya: "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh" dan "Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" Jadi, ada keharusan besar bagi kita untuk memahami bagaimana Ayub menghidupi kemanusiaannya ketika dia menerima ujian dari Tuhan; dengan demikian, kemanusiaan sejati Ayub akan diperlihatkan kepada semua orang secara keseluruhan.

Ketika Ayub mendengar bahwa harta benda miliknya telah dicuri, bahwa putra dan putrinya telah kehilangan nyawa mereka, dan bahwa para hambanya telah terbunuh, dia bereaksi sebagai berikut: "Lalu Ayub bangun, mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian tersungkur dan menyembah" (Ayub 1:20). Kalimat ini memberitahukan kepada kita satu fakta: setelah mendengar berita ini, Ayub tidak panik, dia tidak menangis, atau menyalahkan para hamba yang telah menyampaikan berita itu kepadanya, apalagi memeriksa tempat kejadian perkara untuk menyelidiki dan memastikan rinciannya serta mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia tidak menunjukkan rasa sakit atau penyesalan karena kehilangan harta benda miliknya, juga tidak menangis karena kehilangan anak-anaknya dan orang-orang yang dicintainya. Sebaliknya, dia mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, lalu tersungkur dan menyembah. Tindakan Ayub tidak sama dengan tindakan manusia biasa. Tindakannya membingungkan banyak orang, dan membuat mereka menegur Ayub di dalam hati mereka karena "sikap dinginnya". Saat kehilangan harta benda mereka secara mendadak, orang normal akan tampak sedih atau putus asa—atau, dalam kasus sebagian orang, mereka bahkan mungkin mengalami depresi berat. Itu karena, di dalam hati mereka, harta benda manusia melambangkan usaha seumur hidup—Itulah yang diandalkan bagi kelangsungan hidup mereka, harapanlah yang membuat mereka tetap hidup; hilangnya harta benda mereka berarti usaha mereka sia-sia, bahwa mereka tanpa harapan, dan bahkan mereka tidak punya masa depan. Inilah sikap orang biasa terhadap harta benda mereka dan hubungan mereka yang erat dengan semua itu, dan ini juga menunjukkan pentingnya harta benda di mata manusia. Karena itu, sebagian besar orang merasa bingung dengan sikap Ayub yang acuh tak acuh terhadap kehilangan harta bendanya. Sekarang, kita akan menghilangkan kebingungan yang dirasakan semua orang ini dengan menjelaskan apa yang sedang terjadi di dalam hati Ayub.

Akal sehat menyatakan bahwa, karena telah diberi harta yang melimpah oleh Tuhan, Ayub seharusnya merasa malu di hadapan Tuhan karena kehilangan harta ini, karena dia tidak menjaga atau merawatnya; karena dia tidak memelihara harta yang diberikan Tuhan kepadanya. Jadi, ketika dia mendengar bahwa harta bendanya telah dicuri, reaksi pertamanya seharusnya pergi ke tempat kejadian perkara dan mencatat semua yang telah telah hilang, dan kemudian mengaku dosa kepada Tuhan sehingga dia dapat sekali lagi menerima berkat Tuhan. Namun, Ayub tidak melakukan ini, dan dia tentu punya alasannya sendiri untuk tidak melakukannya. Dalam hatinya, Ayub sangat percaya bahwa semua yang dia miliki telah dianugerahkan kepadanya oleh Tuhan, dan bukan berasal dari hasil kerja kerasnya sendiri. Dengan demikian, dia tidak melihat semua berkat ini sebagai sesuatu yang harus dimanfaatkan, melainkan melabuhkan prinsip-prinsip kelangsungan hidupnya untuk berpegang dengan segenap kekuatannya pada jalan yang seharusnya dipertahankan. Dia menghargai berkat Tuhan dan mengucap syukur atas berkat itu, tetapi dia tidak terpikat oleh berkat, dan dia juga tidak mencari berkat yang lebih banyak lagi. Seperti itulah sikapnya terhadap harta benda. Dia tidak melakukan apa pun demi mendapatkan berkat, dan dia juga tidak khawatir atau dirugikan karena kurangnya atau hilangnya berkat Tuhan; dia tidak menjadi liar, bahagia berlebihan karena berkat Tuhan, dan dia juga tidak mengabaikan jalan Tuhan atau melupakan kasih karunia Tuhan oleh karena berkat yang sering dia nikmati. Sikap Ayub terhadap harta bendanya mengungkapkan kepada orang-orang kemanusiaannya yang sejati: Pertama, Ayub bukanlah manusia yang tamak dan dia tidak banyak menuntut dalam kehidupan materielnya. Kedua, Ayub tidak pernah khawatir atau takut bahwa Tuhan akan mengambil semua yang dia miliki, yang merupakan sikap tunduknya kepada Tuhan di dalam hatinya; artinya, dia tidak memiliki tuntutan ataupun keluhan tentang kapan atau apakah Tuhan akan mengambil darinya atau tidak, dan tidak menanyakan alasannya, tetapi hanya berusaha untuk menaati pengaturan Tuhan. Ketiga, dia tidak pernah menganggap hartanya berasal dari usahanya sendiri, tetapi semuanya dianugerahkan kepadanya oleh Tuhan. Inilah iman Ayub kepada Tuhan, dan merupakan tanda keyakinannya. Apakah kemanusiaan Ayub dan pengejarannya sehari-hari yang sebenarnya sudah jelas dalam ringkasan tiga poin tentang dirinya ini? Kemanusiaan dan pengejaran Ayub merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perilakunya yang tenang ketika diperhadapkan dengan kehilangan harta bendanya. Justru karena pengejaran sehari-harinya, Ayub memiliki tingkat pertumbuhan dan keyakinan untuk berkata: "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh", selama ujian dari Tuhan. Perkataan ini tidak diperoleh dalam semalam, dan perkataan ini juga tidak baru saja muncul di pikiran Ayub. Perkataan ini adalah apa yang telah dilihat dan diperolehnya selama bertahun-tahun menjalani hidup. Dibandingkan dengan semua orang yang hanya mencari berkat Tuhan dan yang takut bahwa Tuhan akan mengambil dari mereka, dan yang membenci serta mengeluhkan tentang hal itu, bukankah ketaatan Ayub ini sangat nyata? Dibandingkan dengan semua orang yang percaya bahwa Tuhan itu ada, tetapi yang tidak pernah percaya bahwa Tuhan mengatur segala sesuatu, bukankah Ayub memiliki ketulusan dan kejujuran yang luar biasa?

Rasionalitas Ayub

Pengalaman nyata Ayub dan kemanusiaannya yang jujur dan tulus memungkinkan dia membuat penilaian dan pilihan yang paling rasional ketika dia kehilangan harta benda dan anak-anaknya. Pilihan rasional seperti ini tidak dapat dipisahkan dari pengejarannya sehari-hari dan perbuatan Tuhan yang telah dia ketahui selama kehidupannya sehari-hari. Kejujuran Ayub membuatnya mampu untuk percaya bahwa tangan Yahweh berkuasa atas segalanya; keyakinannya membuatnya dapat mengetahui fakta kedaulatan Tuhan Yahweh atas segala sesuatu; pengetahuannya membuatnya mau dan mampu untuk tunduk kepada kedaulatan dan pengaturan Tuhan Yahweh; ketundukan Ayub memampukannya menjadi semakin setia dalam takutnya akan Tuhan Yahweh; sikap takutnya membuatnya semakin nyata dalam menjauhi kejahatan, akhirnya, Ayub menjadi tak bercela karena dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan; dan hidupnya yang tak bercela membuatnya bijaksana dan memberinya rasionalitas tertinggi.

Bagaimana seharusnya kita memahami kata "rasional" ini? Penafsiran harfiahnya adalah bahwa dalam pemikirannya, seseorang itu masuk akal, logis, dan berakal sehat, memiliki perkataan, tindakan, dan penilaian yang sehat, serta memiliki standar moral yang kuat dan teratur. Namun, rasionalitas Ayub tidak semudah itu untuk dijelaskan. Ketika dikatakan di sini bahwa Ayub memiliki rasionalitas tertinggi, ini dikatakan dalam hubungan dengan kemanusiaannya dan perilakunya di hadapan Tuhan. Karena Ayub jujur, dia mampu memercayai dan tunduk terhadap kedaulatan Tuhan, yang memberinya pengetahuan yang tidak dapat diperoleh orang lain, dan pengetahuan ini membuatnya mampu secara lebih akurat membedakan, menilai, dan mendefinisikan apa yang menimpa dirinya, yang memungkinkan dia untuk lebih akurat dan cermat memutuskan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dipegang teguh. Dengan kata lain, perkataan, perilaku, prinsip-prinsip di balik tindakannya, dan pedoman yang dengannya dia bertindak, teratur, jelas, dan spesifik, serta tidak sembarangan, impulsif, ataupun emosional. Dia tahu bagaimana memperlakukan apa pun yang menimpa dirinya, dia tahu bagaimana menyeimbangkan dan menangani hubungan antara peristiwa-peristiwa rumit, dia tahu bagaimana berpegang teguh pada jalan yang harus dipegang teguh, dan selain itu, dia tahu bagaimana memperlakukan pemberian dan pengambilan oleh Tuhan Yahweh. Inilah rasionalitas Ayub. Justru karena Ayub diperlengkapi dengan rasionalitas seperti itulah dia berkata: "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh", ketika dia kehilangan harta benda dan putra-putrinya.

Ketika Ayub diperhadapkan dengan rasa sakit yang luar biasa pada tubuhnya, dan dengan protes dari para kerabat dan sahabatnya, dan ketika diperhadapkan dengan kematian, perilaku Ayub yang sebenarnya kembali menunjukkan wajah aslinya kepada semua orang.

Watak Ayub Sesungguhnya: Benar, Murni, dan Tanpa Kepalsuan

Mari kita membaca Ayub 2:7-8: "Lalu Iblis pergi dari hadapan Yahweh dan menimpakan Ayub dengan bisul yang busuk dari telapak kaki sampai ubun-ubun kepalanya. Lalu Ayub mengambil sepotong beling untuk menggaruk-garuk dirinya; dan duduk di tengah-tengah abu." Ini adalah penjelasan tentang perilaku Ayub ketika bisul yang busuk muncul di sekujur tubuhnya. Pada saat ini, Ayub duduk di tengah-tengah abu saat dia menahan rasa sakit. Tak seorang pun merawatnya, dan tak seorang pun membantunya mengurangi rasa sakit di tubuhnya; sebaliknya, dia menggunakan sepotong beling untuk menggaruk-garuk permukaan bisulnya yang busuk. Sepintas, ini hanyalah sebuah tahap dalam siksaan Ayub, dan tidak ada hubungannya dengan kemanusiaan Ayub dan sikapnya yang takut akan Tuhan, karena Ayub tidak mengucapkan sepatah kata pun untuk mengungkapkan suasana hati dan pandangannya pada saat ini. Namun, tindakan Ayub dan perilakunya masih merupakan ungkapan sejati dari kemanusiaannya. Dalam catatan di pasal sebelumnya, kita membaca bahwa Ayub adalah orang terkaya di antara semua orang di Timur. Sementara itu, ayat dari pasal kedua menunjukkan kepada kita bahwa orang terkaya di Timur ini betul-betul memungut sepotong beling untuk menggaruk-garuk tubuhnya sambil duduk di tengah abu. Bukankah terdapat perbedaan yang jelas antara kedua uraian ini? Ini adalah perbedaan yang menunjukkan kepada kita jati diri Ayub yang sesungguhnya: meskipun status dan kedudukannya yang bergengsi, dia tidak pernah mencintai atau memperhatikan hal-hal ini; dia tidak peduli bagaimana orang lain memandang kedudukannya, dan dia juga tidak peduli apakah tindakan atau perilakunya akan menimbulkan dampak negatif pada kedudukannya; dia tidak memanjakan dirinya dengan manfaat dari status, dan dia juga tidak menikmati kemuliaan yang menyertai status dan kedudukannya. Dia hanya peduli tentang nilai dirinya dan makna penting kehidupannya di mata Tuhan Yahweh. Jati diri Ayub yang sesungguhnya adalah hakikatnya sendiri: dia tidak mencintai ketenaran dan kekayaan, dan tidak hidup demi ketenaran dan kekayaan; dia benar dan murni, serta tanpa kepalsuan.

Pemisahan Cinta dan Kebencian Ayub

Sisi lain dari kemanusiaan Ayub ditunjukkan dalam percakapan antara dia dan istrinya: "Lalu kata istrinya kepadanya: 'Apakah engkau masih mempertahankan kesalehanmu? Kutuklah Tuhan dan matilah!' Tetapi dia menjawab istrinya: 'Engkau berbicara seperti perempuan bodoh. Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?'" (Ayub 2:9-10). Melihat siksaan yang dideritanya, istri Ayub mencoba memberi saran kepada Ayub untuk membantunya melepaskan diri dari kesengsaraannya, tetapi "niat baik"-nya tidak mendapatkan persetujuan Ayub; sebaliknya, itu membangkitkan amarahnya, karena istrinya mengingkari iman dan ketundukan Ayub kepada Tuhan Yahweh, dan juga menyangkal keberadaan Tuhan Yahweh. Hal ini tidak dapat ditoleransi oleh Ayub karena dia tidak pernah membiarkan dirinya sendiri melakukan apa pun yang menentang atau menyakiti Tuhan, apalagi orang lain. Bagaimana dia bisa tetap tidak peduli ketika dia melihat orang lain mengucapkan perkataan yang menghujat dan menghina Tuhan? Karena itu, dia menyebut istrinya "wanita bodoh". Sikap Ayub terhadap istrinya adalah kemarahan dan kebencian, serta teguran dan celaan. Ini adalah ungkapan alami kemanusiaan Ayub—membedakan antara cinta dan benci—dan merupakan representasi sejati dari kemanusiaannya yang jujur. Ayub memiliki rasa keadilan—yang membuatnya membenci angin dan gelombang kejahatan, dan membenci, mengutuk, serta menolak pembangkangan yang tidak masuk akal, perdebatan konyol, dan pernyataan yang menggelikan, dan membuat dia berpegang teguh pada prinsip dan pendiriannya sendiri yang benar ketika dia ditolak oleh orang banyak dan ditinggalkan oleh orang-orang yang dekat dengannya.

Kebaikan Hati dan Ketulusan Ayub

Karena, dari perilaku Ayub, kita dapat melihat ungkapan berbagai aspek kemanusiaannya, kemanusiaan Ayub macam apa yang kita lihat ketika dia membuka mulutnya untuk mengutuk hari kelahirannya? Inilah topik yang akan kita bahas di bawah ini.

Di atas, Aku telah membahas tentang asal mula kutukan Ayub mengenai hari kelahirannya. Apa yang dapat engkau semua pahami tentang hal ini? Jika Ayub keras hati dan tanpa kasih, jika dia dingin dan tanpa emosi, dan kehilangan kemanusiaannya, mungkinkah dia telah menunjukkan perhatian kepada maksud Tuhan? Mungkinkah dia membenci hari kelahirannya sendiri karena dia memedulikan hati Tuhan? Dengan kata lain, jika Ayub keras hati dan kehilangan kemanusiaannya, mungkinkah dia merasa sedih karena kepedihan Tuhan? Mungkinkah dia mengutuk hari kelahirannya karena Tuhan telah dirugikan karena dirinya? Jawabannya sama sekali tidak! Karena dia baik hati, Ayub memedulikan hati Tuhan; karena dia memedulikan hati Tuhan, Ayub merasakan kepedihan Tuhan; karena dia baik hati, dia menderita siksaan yang lebih besar sebagai akibat dari merasakan kepedihan Tuhan; karena dia merasakan kepedihan Tuhan, dia mulai membenci hari kelahirannya, dan dengan demikian mengutuk hari kelahirannya. Bagi orang luar, seluruh perilaku Ayub selama ujiannya patut dicontoh. Hanya kutukannya mengenai hari kelahirannya yang menimbulkan tanda tanya mengenai hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya, atau memberikan penilaian yang berbeda terhadapnya. Sebenarnya, ini adalah ungkapan paling sejati dari esensi kemanusiaan Ayub. Esensi kemanusiaannya tidak disembunyikan atau ditutupi atau diperbaiki oleh orang lain. Ketika dia mengutuk hari kelahirannya, dia menunjukkan kebaikan hati dan ketulusan yang tertanam jauh di lubuk hatinya; dia seperti mata air yang airnya sangat jernih dan bening sehingga memperlihatkan dasarnya.

Setelah mengetahui semua ini tentang Ayub, kebanyakan orang pasti akan membuat penilaian yang cukup akurat dan objektif tentang esensi kemanusiaan Ayub. Mereka seharusnya juga memiliki pemahaman yang mendalam, praktis, dan lebih maju serta penghargaan terhadap hidupnya yang tak bercela dan kejujuran Ayub seperti yang dibicarakan oleh Tuhan. Semoga, pemahaman dan penghargaan ini akan membantu orang-orang memulai jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Hubungan antara Penyerahan Ayub oleh Tuhan kepada Iblis dan Tujuan Pekerjaan Tuhan

Meskipun kebanyakan orang sekarang mengakui bahwa Ayub itu tak bercela dan jujur, dan bahwa dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, pengakuan ini tidak memberi mereka pemahaman yang lebih menyeluruh tentang maksud Tuhan. Pada saat yang sama ketika mereka iri pada kemanusiaan dan pengejaran Ayub, mereka mengajukan pertanyaan berikut ini tentang Tuhan: Ayub begitu tak bercela dan jujur, orang sangat mengaguminya, jadi mengapa Tuhan menyerahkannya kepada Iblis dan membuatnya mengalami begitu banyak siksaan? Pertanyaan semacam itu pasti ada di hati banyak orang—atau lebih tepatnya, keraguan ini menjadi pertanyaan dalam hati banyak orang. Karena telah membingungkan banyak orang, kita harus membahas pertanyaan ini dan menjelaskannya dengan benar.

Segala sesuatu yang Tuhan lakukan itu perlu dan memiliki makna penting yang luar biasa karena semua yang Dia lakukan dalam diri manusia berkaitan dengan pengelolaan-Nya dan penyelamatan umat manusia. Tentu saja, pekerjaan yang Tuhan lakukan dalam diri Ayub juga demikian, meskipun Ayub tak bercela dan jujur di mata Tuhan. Dengan kata lain, apa pun yang Tuhan lakukan atau cara Dia melakukannya, berapa pun harga yang harus dibayar, apa pun sasaran-Nya, tujuan dari tindakan-Nya tidak berubah. Tujuan-Nya adalah untuk memasukkan firman Tuhan, serta tuntutan dan maksud Tuhan bagi manusia ke dalam diri manusia; dengan kata lain, tujuannya adalah untuk memasukkan semua yang Tuhan anggap positif ke dalam diri manusia sesuai dengan langkah-langkah-Nya, memampukan manusia untuk memahami hati Tuhan dan memahami esensi Tuhan, serta memungkinkan manusia untuk tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, dan dengan demikian memungkinkan manusia untuk mencapai takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan—semua ini merupakan salah satu aspek dari tujuan Tuhan dalam semua yang Dia lakukan. Aspek lainnya adalah bahwa, karena Iblis adalah kontras dan objek pelayanan dalam pekerjaan Tuhan, manusia sering diserahkan kepada Iblis; ini adalah sarana yang Tuhan gunakan untuk memungkinkan manusia melihat kejahatan, keburukan, dan kekejian Iblis dalam pencobaan dan serangan Iblis, sehingga menyebabkan manusia membenci Iblis dan mampu mengetahui dan mengenali apa yang negatif. Proses ini membuat mereka untuk secara berangsur-angsur membebaskan diri mereka sendiri dari kendali Iblis dan dari tuduhan, gangguan, dan serangan Iblis—sampai, karena firman Tuhan, pengenalan mereka akan Tuhan, ketundukan mereka kepada Tuhan, iman mereka kepada Tuhan, dan rasa takut mereka akan Tuhan, mereka menang atas serangan dan tuduhan Iblis; baru setelah itulah mereka akan benar-benar dibebaskan dari kuasa Iblis. Pembebasan manusia berarti bahwa Iblis telah dikalahkan, itu berarti bahwa mereka tidak lagi menjadi santapan di mulut Iblis—alih-alih menelan mereka, Iblis telah melepaskan mereka. Ini karena orang-orang semacam ini jujur, karena mereka memiliki iman, ketundukan, dan takut akan Tuhan, dan karena mereka sepenuhnya memutuskan hubungan dengan Iblis. Mereka mempermalukan Iblis, mereka membuat Iblis menjadi takut, dan mereka sepenuhnya mengalahkan Iblis. Keyakinan mereka dalam mengikut Tuhan, dan ketundukan serta sikap mereka yang takut akan Tuhan mengalahkan Iblis, dan membuat Iblis melepaskan mereka sepenuhnya. Hanya orang-orang semacam inilah yang sudah benar-benar didapatkan oleh Tuhan, dan inilah yang merupakan tujuan akhir Tuhan dalam menyelamatkan manusia. Jika mereka ingin diselamatkan, dan ingin sepenuhnya didapatkan oleh Tuhan, maka semua orang yang mengikut Tuhan harus menghadapi pencobaan dan serangan besar maupun kecil dari Iblis. Mereka yang keluar dari pencobaan dan serangan ini dan mampu mengalahkan Iblis sepenuhnya adalah mereka yang telah diselamatkan oleh Tuhan. Dengan kata lain, mereka yang telah diselamatkan oleh Tuhan adalah mereka yang telah mengalami ujian Tuhan, dan yang telah dicobai dan diserang oleh Iblis berulang kali. Mereka yang telah diselamatkan oleh Tuhan memahami maksud dan tuntutan Tuhan, dan mampu tunduk terhadap kedaulatan dan pengaturan Tuhan, dan mereka tidak meninggalkan jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan di tengah pencobaan Iblis. Mereka yang diselamatkan oleh Tuhan memiliki kejujuran, mereka baik hati, mereka bisa membedakan antara kasih dan kebencian, mereka memiliki rasa keadilan dan bersikap rasional, dan mereka mampu memedulikan Tuhan serta menghargai semua yang berasal dari Tuhan. Orang-orang semacam itu tidak diikat, diintai, dituduh, ataupun disiksa oleh Iblis; mereka sepenuhnya bebas, mereka telah dibebaskan dan dilepaskan sepenuhnya. Ayub adalah orang dengan kebebasan seperti itu, dan inilah sesungguhnya makna penting mengapa Tuhan menyerahkan dia kepada Iblis.

Ayub disiksa oleh Iblis, tetapi dia juga memperoleh kelepasan dan pembebasan abadi, dan dia memperoleh hak untuk tidak pernah lagi menerima perusakan, penyiksaan, dan tuduhan Iblis, sebaliknya dia hidup dalam terang wajah Tuhan dengan bebas dan tanpa beban, dan hidup di tengah berkat Tuhan yang diberikan kepadanya. Tak seorang pun bisa mengambil, memusnahkan, atau merampas hak ini. Itu diberikan kepada Ayub sebagai upah atas iman, tekad, dan ketundukan serta takut akan Tuhan; Ayub membayar harga hidupnya untuk mendapatkan sukacita dan kebahagiaan di bumi dan mendapatkan kelayakan dan hak, yang sepenuhnya wajar dan dapat dibenarkan, untuk menyembah Sang Pencipta tanpa gangguan sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang sejati di bumi. Itu juga merupakan hasil terbaik dari pencobaan yang diderita oleh Ayub.

Ketika orang belum diselamatkan, hidup mereka sering diganggu, dan bahkan dikendalikan, oleh Iblis. Dengan kata lain, orang yang belum diselamatkan adalah tawanan Iblis, mereka tidak memiliki kebebasan, mereka belum dilepaskan oleh Iblis, mereka tidak layak atau berhak untuk menyembah Tuhan, dan mereka dikejar dengan gigih dan diserang secara kejam oleh Iblis. Orang-orang semacam itu tidak memiliki kebahagiaan untuk ditunjukkan, mereka tidak memiliki hak keberadaan yang normal untuk ditunjukkan, dan bahkan mereka tidak memiliki martabat untuk ditunjukkan. Hanya jika engkau berjuang dan berperang melawan Iblis, menggunakan imanmu kepada Tuhan serta ketundukanmu, dan rasa takutmu akan Tuhan sebagai senjata yang digunakan dalam pertarungan hidup dan mati melawan Iblis, sehingga engkau akan mengalahkan Iblis sepenuhnya dan membuatnya lari terbirit-birit dan menjadi ketakutan kapan pun dia melihatmu, sehingga dia menghentikan serangan dan tuduhannya terhadapmu—baru setelah itulah engkau akan diselamatkan dan menjadi bebas. Jika engkau bertekad untuk benar-benar putus dengan Iblis, tetapi tidak diperlengkapi dengan senjata yang akan membantumu mengalahkan Iblis, maka engkau akan tetap berada dalam bahaya. Seiring berjalannya waktu, ketika engkau begitu tersiksa oleh Iblis sehingga engkau tidak memiliki kekuatan lagi dalam dirimu, juga engkau tetap tidak mampu menjadi kesaksian, masih belum sepenuhnya membebaskan dirimu dari tuduhan dan serangan Iblis terhadapmu, maka engkau memiliki harapan yang sedikit untuk memperoleh penyelamatan. Pada akhirnya, saat akhir pekerjaan Tuhan dikumandangkan, engkau akan tetap berada dalam cengkeraman Iblis, tidak mampu membebaskan dirimu, dan dengan demikian engkau tidak akan pernah memiliki kesempatan atau harapan. Maka, implikasinya adalah orang tersebut akan sepenuhnya berada dalam penawanan Iblis.

Menerima Ujian dari Tuhan, Mengalahkan Pencobaan Iblis, dan Membiarkan Tuhan Mendapatkan Dirimu Sepenuhnya

Selama pekerjaan pembekalan dan sokongan Tuhan bagi manusia, Dia memberitahukan seluruh maksud dan tuntutan-Nya kepada manusia, dan memperlihatkan perbuatan, watak-Nya, serta apa yang dimiliki-Nya dan siapa Dia kepada manusia. Tujuannya adalah memperlengkapi manusia dengan tingkat pertumbuhan, dan untuk memungkinkan manusia memperoleh berbagai kebenaran dari Tuhan tatkala mengikut-Nya—kebenaran yang merupakan senjata yang diberikan kepada manusia oleh Tuhan untuk memerangi Iblis. Dengan diperlengkapi, manusia harus menghadapi ujian dari Tuhan. Tuhan memiliki banyak sarana dan jalan untuk menguji manusia, tetapi tiap-tiap sarana dan jalan itu memerlukan "kerja sama" musuh Tuhan: Iblis. Dengan kata lain, setelah memberikan kepada manusia senjata yang dapat digunakan untuk berperang melawan Iblis, Tuhan menyerahkan manusia kepada Iblis dan membiarkan Iblis "menguji" tingkat pertumbuhan manusia. Jika manusia bisa melepaskan diri dari formasi perang Iblis, jika manusia bisa meloloskan diri dari pengepungan Iblis dan tetap hidup, maka manusia akan lulus ujian. Namun, jika manusia gagal untuk meninggalkan formasi perang Iblis, dan menyerah kepada Iblis, maka dia tidak akan lulus ujian. Aspek apa pun dari manusia yang diperiksa oleh Tuhan, kriteria untuk pemeriksaan-Nya adalah apakah manusia berdiri teguh atau tidak dalam kesaksiannya saat diserang oleh Iblis, dan apakah dia telah meninggalkan Tuhan atau tidak serta pasrah dan menyerah kepada Iblis ketika dijerat Iblis. Dapat dikatakan bahwa apakah manusia bisa diselamatkan atau tidak tergantung pada apakah dia mampu mengalahkan dan menundukkan Iblis, dan apakah dia bisa memperoleh kebebasan atau tidak, itu bergantung pada apakah dia mampu mengangkat sendiri senjata yang diberikan kepadanya oleh Tuhan untuk mengalahkan perbudakan Iblis, membuat Iblis menyerah total dan tidak menganggunya lagi. Jika Iblis menyerah total dan melepaskan seseorang, ini berarti bahwa Iblis tidak akan pernah lagi mencoba untuk merampas orang ini dari Tuhan, tidak akan pernah lagi menuduh dan mengganggu orang ini, tidak akan pernah lagi dengan sembrono menyiksa atau menyerang mereka; hanya orang seperti inilah yang telah benar-benar didapatkan oleh Tuhan. Ini adalah seluruh proses yang digunakan oleh Tuhan untuk mendapatkan manusia.

Peringatan dan Pencerahan yang Diberikan kepada Generasi Berikutnya oleh Kesaksian Ayub

Pada waktu yang bersamaan saat memahami proses yang digunakan Tuhan untuk sepenuhnya mendapatkan seseorang, orang-orang juga akan memahami tujuan serta makna penting penyerahan Ayub oleh Tuhan kepada Iblis. Orang tidak lagi terganggu oleh kesengsaraan Ayub, dan memiliki penghargaan yang baru terhadap makna pentingnya. Mereka tidak lagi khawatir tentang apakah mereka sendiri akan mengalami pencobaan yang sama seperti Ayub, dan tidak lagi menentang atau menolak datangnya ujian dari Tuhan. Iman serta ketundukan Ayub, dan kesaksiannya dalam mengalahkan Iblis telah menjadi sumber pertolongan dan dorongan yang sangat besar bagi orang-orang. Dalam diri Ayub, mereka melihat harapan bagi keselamatan mereka sendiri, dan memahami bahwa melalui iman, dan ketundukan serta sikap takut akan Tuhan, sangatlah mungkin untuk mengalahkan Iblis, dan menang atas Iblis. Mereka memahami bahwa asalkan mereka tunduk terhadap kedaulatan dan pengaturan Tuhan, dan asalkan mereka memiliki tekad dan iman untuk tidak meninggalkan Tuhan setelah kehilangan segalanya, maka mereka bisa mempermalukan dan mengalahkan Iblis, dan mereka memahami bahwa mereka hanya perlu memiliki tekad dan kegigihan untuk berdiri teguh dalam kesaksian mereka—bahkan jika itu berarti kehilangan nyawa mereka—agar Iblis takut dan mundur dengan segera. Kesaksian Ayub merupakan sebuah peringatan bagi generasi berikutnya, dan peringatan ini memberitahukan kepada mereka bahwa jika mereka tidak mengalahkan Iblis, mereka tidak akan mampu membebaskan diri mereka dari tuduhan dan gangguan Iblis, juga mereka tidak akan pernah mampu untuk lolos dari siksaan dan serangan Iblis. Kesaksian Ayub telah mencerahkan generasi berikutnya. Pencerahan ini mengajar orang bahwa hanya jika mereka tak bercela dan jujur barulah mereka akan mampu untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan; ini mengajar mereka bahwa hanya jika mereka takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan barulah mereka bisa menjadi kesaksian yang kuat dan berkumandang bagi Tuhan; hanya jika mereka menjadi kesaksian yang kuat dan berkumandang bagi Tuhan barulah mereka tidak akan pernah bisa dikendalikan oleh Iblis dan hidup di bawah bimbingan dan perlindungan Tuhan—baru pada saat itulah mereka telah benar-benar diselamatkan. Kepribadian Ayub dan pengejaran hidupnya patut ditiru oleh setiap orang yang mengejar keselamatan. Yang Ayub hidupi sepanjang hidupnya dan perilakunya selama ujiannya merupakan harta karun yang berharga bagi semua orang yang mengejar jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Kesaksian Ayub Memberikan Penghiburan bagi Tuhan

Jika Aku mengatakan kepada engkau semua sekarang bahwa Ayub adalah seorang pria yang menyenangkan, engkau semua mungkin tidak mampu menghargai makna dalam perkataan ini dan mungkin tidak mampu memahami luapan emosi di balik mengapa Aku telah membahas semua ini; tetapi tunggulah hingga hari ketika engkau semua telah mengalami ujian yang sama atau mirip dengan ujian yang dihadapi Ayub, ketika engkau semua telah melewati kemalangan, saat engkau semua telah mengalami ujian yang diatur secara pribadi untukmu oleh Tuhan, saat engkau memberikan segalanya, dan menanggung penghinaan dan kesulitan, agar dapat menang atas Iblis dan menjadi kesaksian bagi Tuhan di tengah pencobaan—saat itulah engkau akan dapat menghargai makna dari perkataan yang Kuucapkan ini. Pada waktu itu, engkau akan merasa bahwa kualitasmu berada jauh di bawah Ayub, dan engkau akan merasa betapa menyenangkan Ayub itu, dan bahwa dia layak ditiru. Bila saatnya tiba, engkau akan menyadari betapa pentingnya kata-kata klasik yang diucapkan oleh Ayub bagi orang yang rusak dan hidup pada zaman ini, dan engkau akan menyadari betapa sulitnya bagi orang-orang pada zaman sekarang untuk mencapai apa yang dicapai oleh Ayub. Saat engkau merasa betapa sulitnya hal itu, engkau akan menghargai betapa cemas dan khawatirnya hati Tuhan, engkau akan menghargai betapa tingginya harga yang dibayar oleh Tuhan untuk mendapatkan orang-orang semacam itu, dan betapa berharganya apa yang dilakukan dan dikorbankan Tuhan bagi umat manusia. Sekarang setelah engkau semua mendengar firman ini, apakah engkau semua memiliki pemahaman yang akurat dan penilaian yang benar tentang Ayub? Menurut pandanganmu, apakah Ayub benar-benar adalah manusia yang tak bercela dan jujur yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan? Aku yakin bahwa kebanyakan orang pasti akan menjawab Ya. Karena kenyataan dari apa yang dilakukan dan diungkapkan oleh Ayub tidak terbantahkan oleh manusia mana pun atau Iblis. Semua itu adalah bukti paling kuat dari kemenangan Ayub atas Iblis. Bukti ini dihasilkan dalam diri Ayub, dan merupakan kesaksian pertama yang diterima oleh Tuhan. Karena itu, ketika Ayub menang dalam pencobaan Iblis dan menjadi kesaksian bagi Tuhan, Tuhan melihat harapan dalam diri Ayub, dan hati-Nya dihiburkan oleh Ayub. Sejak masa penciptaan hingga zaman Ayub, ini adalah pertama kalinya Tuhan benar-benar mengalami arti penghiburan, dan apa artinya dihibur oleh manusia. Itu adalah kesaksian sejati yang pertama kalinya Dia lihat dan dapatkan, yang diberikan untuk-Nya.

Aku yakin bahwa, setelah mendengarkan kesaksian Ayub dan penjelasan berbagai aspek dari Ayub, kebanyakan orang akan memiliki rencana untuk jalan di depan mereka. Jadi, Aku juga yakin bahwa kebanyakan orang yang dipenuhi dengan kecemasan dan ketakutan secara perlahan akan mulai tenang dalam raga dan pikiran, dan akan mulai merasakan kelegaan, sedikit demi sedikit ...

Ayat-ayat di bawah juga merupakan catatan tentang Ayub. Mari kita lanjutkan membaca.

4. Ayub Mendengar tentang Tuhan Hanya dari Kata Orang Saja

Ayub 9:11 Lihat, Dia melewati aku, namun aku tidak melihat-Nya: Dia juga berlalu di dekatku, tetapi aku tidak mengetahuinya.

Ayub 23:8-9 Lihatlah, aku maju, tetapi Dia tidak ada di sana; dan mundur, tetapi aku tidak bisa melihat Dia: kucari Dia di sebelah utara, tempat Dia melakukan pekerjaan-Nya, tetapi aku tidak bisa melihat-Nya: Dia menyembunyikan diri di sebelah selatan, sehingga aku tidak bisa melihat Dia.

Ayub 42:2-6 Aku tahu bahwa Engkau dapat melakukan segala sesuatu dan tidak ada pikiran yang tersembunyi dari-Mu. Siapakah dia yang bisa menyembunyikan nasihat tanpa pengetahuan? Karena itu aku mengakui bahwa aku tidak mengerti apa pun, hal-hal ini terlalu ajaib bagiku, dan aku tidak memahaminya. Dengarlah, Aku minta kepadamu, dan Aku akan berbicara: Aku akan menanyai engkau dan engkau akan menjawab Aku. Aku sudah mendengar tentang Engkau hanya dari kata orang saja: tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Karena itu aku membenci diriku sendiri dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.

Meskipun Tuhan Tidak Memperlihatkan Diri-Nya kepada Ayub, Ayub Percaya pada Kedaulatan Tuhan

Apa yang merupakan pokok pikiran dari ayat-ayat ini? Apakah ada di antaramu yang menyadari bahwa ada sebuah fakta di sini? Pertama, bagaimana Ayub mengetahui bahwa Tuhan itu ada? Lalu, bagaimana dia tahu bahwa langit dan bumi dan segala sesuatu diatur oleh Tuhan? Ada sebuah ayat yang menjawab dua pertanyaan ini: "Aku sudah mendengar tentang Engkau hanya dari kata orang saja: tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Karena itu aku membenci diriku sendiri dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu." Dari perkataan ini, kita mengetahui bahwa, alih-alih telah melihat Tuhan dengan matanya sendiri, Ayub telah mengenal Tuhan dari legenda. Dalam semua keadaan inilah dia mulai menempuh jalan mengikut Tuhan, di mana setelah itu dia mengakui keberadaan Tuhan dalam hidupnya, dan di antara segala sesuatu. Ada sebuah fakta yang tidak terbantahkan di sini—apakah fakta itu? Meskipun mampu mengikuti jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, Ayub tidak pernah melihat Tuhan. Dalam hal ini, bukankah Ayub itu sama seperti orang-orang zaman sekarang? Ayub tidak pernah melihat Tuhan, implikasinya adalah meski dia telah mendengar tentang Tuhan, dia tidak mengetahui di mana Tuhan berada, atau seperti apa Tuhan itu, atau apa yang Tuhan sedang lakukan. Semua ini merupakan faktor-faktor subjektif; secara objektif, meski Ayub mengikuti Tuhan, Tuhan tidak pernah menampakkan diri kepadanya atau berbicara kepadanya. Bukankah ini fakta? Meskipun Tuhan tidak berbicara kepada Ayub atau memberinya perintah apa pun, Ayub telah melihat keberadaan Tuhan dan memandang kedaulatan-Nya di antara segala sesuatu, dan dalam legenda yang melaluinya Ayub mendengar tentang Tuhan hanya dari kata orang saja, yang mana setelah mendengar hal itu, dia kemudian memulai hidup yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Seperti itulah asal mula dan proses Ayub mengikuti Tuhan. Namun, bagaimana pun Ayub takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, bagaimana pun dia memegang teguh kesalehannya, Tuhan tidak pernah sekalipun menampakkan diri kepadanya. Mari kita membaca ayat ini. Dia berkata: "Lihat, Dia melewati aku, namun aku tidak melihat-Nya: Dia juga berlalu di dekatku, tetapi aku tidak mengetahuinya" (Ayub 9:11). Maksud dari perkataan ini adalah bahwa Ayub mungkin merasakan Tuhan di sekelilingnya atau mungkin tidak—tetapi dia tidak pernah bisa melihat Tuhan. Ada kalanya ketika dia membayangkan Tuhan lewat di depannya, atau bertindak, atau membimbing manusia, tetapi dia tidak pernah tahu. Tuhan menjumpai manusia saat dia tidak menduganya; manusia tidak mengetahui kapan Tuhan datang menjumpainya, atau di mana Dia datang menjumpainya, karena manusia tidak bisa melihat Tuhan, sehingga bagi manusia, Tuhan tersembunyi darinya.

Iman Ayub kepada Tuhan Tidak Tergoyahkan oleh Fakta bahwa Tuhan Tersembunyi darinya

Dalam ayat Alkitab berikut ini, Ayub kemudian berkata: "Lihatlah, aku maju, tetapi Dia tidak ada di sana; dan mundur, tetapi aku tidak bisa melihat Dia: kucari Dia di sebelah utara, tempat Dia melakukan pekerjaan-Nya, tetapi aku tidak bisa melihat-Nya: Dia menyembunyikan diri di sebelah selatan, sehingga aku tidak bisa melihat Dia" (Ayub 23:8-9). Dalam catatan ini, kita mengetahui bahwa dalam pengalaman Ayub, Tuhan tersembunyi darinya selama ini; Tuhan tidak secara terbuka menampakkan diri di hadapannya, dan Dia juga tidak secara terbuka berbicara kepadanya, tetapi di dalam hatinya, Ayub yakin akan keberadaan Tuhan. Dia selalu percaya bahwa Tuhan mungkin sedang berjalan di hadapannya, atau bertindak di sisinya, dan meskipun dia tidak dapat melihat Tuhan, Dia berada di sampingnya mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan dirinya. Ayub belum pernah melihat Tuhan, tetapi dia mampu untuk tetap setia pada imannya, sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh orang lain. Mengapa orang lain tidak bisa melakukan itu? Itu karena Tuhan tidak berbicara kepada Ayub atau menampakkan diri kepadanya, dan jika dia tidak sungguh-sungguh percaya, dia mungkin tidak terus melanjutkan, dan dia juga mungkin tidak tetap teguh di jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Bukankah ini benar? Bagaimana perasaanmu ketika engkau membaca Ayub mengucapkan perkataan ini? Apakah engkau merasa bahwa hidupnya yang tak bercela serta kejujuran, dan kebenaran Ayub di hadapan Tuhan, adalah benar, dan bukan pernyataan Tuhan tentang Ayub yang dilebih-lebihkan? Meskipun Tuhan memperlakukan Ayub sama seperti orang lain dan tidak menampakkan diri di hadapannya atau berbicara kepadanya, Ayub tetap memegang teguh kesalehannya, dia tetap percaya akan kedaulatan Tuhan, dan terlebih lagi, dia sering mempersembahkan korban bakaran dan berdoa di hadapan Tuhan sebagai hasil dari sikapnya yang takut menyinggung Tuhan. Dalam kemampuan Ayub untuk takut akan Tuhan tanpa melihat Tuhan, kita melihat seberapa besar dia mencintai hal-hal yang positif, dan seberapa teguh dan nyata imannya. Dia tidak menyangkal keberadaan Tuhan karena Tuhan tersembunyi darinya, dan dia juga tidak kehilangan imannya dan meninggalkan Tuhan karena dia belum pernah melihat-Nya. Sebaliknya, di tengah-tengah pekerjaan Tuhan yang tersembunyi dalam mengatur segala sesuatu, dia menyadari keberadaan Tuhan, dan merasakan kedaulatan dan kuasa Tuhan. Dia tidak berhenti bersikap jujur karena Tuhan tersembunyi, dan dia juga tidak meninggalkan jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan karena Tuhan tidak pernah menampakkan diri di hadapannya. Ayub tidak pernah meminta agar Tuhan secara terbuka menampakkan diri di hadapannya untuk membuktikan keberadaan-Nya, karena dia telah melihat kedaulatan Tuhan di antara segala sesuatu, dan dia percaya bahwa dia telah mendapatkan berkat dan kasih karunia yang tidak didapatkan orang lain. Meskipun Tuhan tetap tersembunyi darinya, iman Ayub kepada Tuhan tidak pernah tergoyahkan. Karena itu, dia menuai apa yang tidak dimiliki oleh siapa pun: perkenanan Tuhan dan berkat Tuhan.

Ayub Memuji Nama Tuhan dan Tidak Memikirkan Berkat atau Bencana

Ada sebuah fakta yang tidak pernah disinggung dalam kisah Ayub dalam Alkitab, dan fakta ini akan menjadi fokus perhatian kita sekarang. Meskipun Ayub tidak pernah melihat Tuhan atau mendengar firman Tuhan dengan telinganya sendiri, Tuhan memiliki tempat di hati Ayub. Bagaimana sikap Ayub terhadap Tuhan? Sikap Ayub, seperti yang disebutkan sebelumnya, adalah, "terpujilah nama Yahweh". Pujiannya bagi nama Tuhan tanpa syarat, tidak memedulikan keadaan, dan tanpa alasan. Kita melihat bahwa Ayub telah memberikan hatinya kepada Tuhan, yang memungkinkannya untuk dikendalikan oleh Tuhan; semua yang dia pikirkan, semua yang dia putuskan, dan semua yang dia rencanakan dalam hatinya dibukakan kepada Tuhan dan tidak ditutup-tutupi dari Tuhan. Hatinya tidak berseberangan dengan Tuhan, dan dia tidak pernah meminta Tuhan untuk melakukan apa pun untuknya atau memberi apa pun kepadanya, dan dia tidak memendam hasrat berlebihan bahwa dia akan mendapatkan apa pun dari penyembahannya kepada Tuhan. Ayub tidak bernegosiasi dengan Tuhan, dan tidak mengajukan permintaan atau tuntutan kepada Tuhan. Dia memuji nama Tuhan karena kuasa dan otoritas Tuhan yang luar biasa dalam mengatur segala sesuatu, dan itu tidak bergantung pada apakah dia mendapatkan berkat atau ditimpa oleh bencana. Dia percaya bahwa terlepas dari apakah Tuhan memberkati orang atau mendatangkan bencana atas mereka, kuasa dan otoritas Tuhan tidak akan berubah, sehingga, bagaimana pun keadaan seseorang, nama Tuhan harus dipuji. Orang tersebut diberkati oleh Tuhan karena kedaulatan Tuhan, dan saat kemalangan menimpa manusia, itu juga terjadi karena kedaulatan Tuhan. Kuasa dan otoritas Tuhan berkuasa dan mengatur segala sesuatu tentang manusia; perubahan yang tak terduga pada kekayaan manusia adalah perwujudan dari kuasa dan otoritas Tuhan, dan apa pun sudut pandang seseorang, nama Tuhan harus dipuji. Inilah yang dialami oleh Ayub dan yang semakin diketahuinya selama tahun-tahun hidupnya. Seluruh pikiran dan tindakan Ayub sampai ke telinga Tuhan dan sampai di hadapan Tuhan, dan dipandang penting oleh Tuhan. Tuhan menghargai pengetahuan Ayub ini, dan menghargai Ayub karena memiliki hati seperti itu. Hati seperti ini senantiasa menantikan perintah Tuhan, dan di segala tempat, serta kapan dan di mana pun, hati seperti ini menyambut apa pun yang terjadi pada dirinya. Ayub tidak mengajukan tuntutan apa pun kepada Tuhan. Yang dia tuntut dari dirinya sendiri adalah menunggu, menerima, menghadapi, dan tunduk terhadap seluruh pengaturan yang berasal dari Tuhan; Ayub percaya ini adalah tugasnya, dan itulah yang justru diinginkan oleh Tuhan. Ayub belum pernah melihat Tuhan, atau mendengar-Nya mengucapkan firman, mengeluarkan perintah, memberi ajaran, atau menginstruksikan apa pun kepadanya. Dalam bahasa zaman sekarang, bagi Ayub untuk dapat memiliki pengetahuan dan sikap seperti itu terhadap Tuhan saat Tuhan tidak memberinya pencerahan, bimbingan, ataupun pembekalan berkenaan dengan kebenaran—ini adalah hal yang sangat berharga, dan bagi Ayub untuk menunjukkan hal-hal seperti itu sudah cukup bagi Tuhan, dan kesaksiannya dipuji dan dihargai oleh Tuhan. Ayub tidak pernah melihat Tuhan atau mendengar Tuhan secara langsung mengucapkan ajaran apa pun kepadanya, tetapi bagi Tuhan, hati Ayub dan diri Ayub sendiri jauh lebih berharga dari orang-orang yang, di hadapan Tuhan, hanya dapat berbicara dalam kerangka teori secara mendalam, yang hanya dapat membual, dan berbicara tentang mempersembahkan korban bakaran, tetapi sama sekali tidak memiliki pengetahuan yang sejati akan Tuhan, dan tidak pernah sungguh-sungguh takut akan Tuhan. Karena hati Ayub murni, dan tidak tersembunyi dari Tuhan, dan kemanusiaannya jujur serta baik hati, dan dia mencintai keadilan dan hal-hal yang positif. Hanya manusia semacam inilah yang memiliki hati dan kemanusiaan yang dapat mengikuti jalan Tuhan, dan mampu untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Manusia semacam itu bisa melihat kedaulatan Tuhan, bisa melihat otoritas dan kuasa-Nya, juga dapat mencapai ketaatan terhadap kedaulatan dan pengaturan-Nya. Hanya seorang manusia seperti ini yang benar-benar bisa memuji nama Tuhan. Ini karena dia tidak melihat apakah Tuhan akan memberkatinya atau mendatangkan bencana atasnya, karena dia tahu bahwa segala sesuatu dikendalikan oleh tangan Tuhan, dan bahwa kekhawatiran manusia merupakan tanda kebodohan, ketidaktahuan, dan tidak memiliki nalar, serta tanda keraguan akan fakta berdaulatnya Tuhan atas segala sesuatu, dan tanda tidak takut akan Tuhan. Pengetahuan Ayub justru adalah apa yang Tuhan inginkan. Jadi apakah Ayub memiliki pengetahuan teoritis tentang Tuhan yang lebih besar daripada engkau semua? Karena pekerjaan dan perkataan Tuhan kala itu sedikit, bukanlah hal yang mudah untuk memperoleh pengetahuan tentang Tuhan. Pencapaian demikian oleh Ayub merupakan prestasi yang luar biasa. Dia tidak pernah mengalami pekerjaan Tuhan, mendengar Tuhan berfirman, atau melihat wajah Tuhan. Bahwa Ayub dapat memiliki sikap seperti itu terhadap Tuhan, itu sepenuhnya merupakan hasil dari kemanusiaan dan pengejaran pribadinya, kemanusiaan dan pengejaran yang tidak dimiliki oleh orang-orang zaman sekarang. Jadi, pada zaman itu, Tuhan berkata: "Tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur." Pada zaman itu, Tuhan sudah membuat penilaian seperti itu mengenai diri Ayub, dan telah sampai pada kesimpulan seperti itu. Betapa jauh lebih benarnya hal itu pada zaman sekarang.

Meskipun Tuhan Tersembunyi dari Manusia, Perbuatan-Nya di Tengah Segala Sesuatu Cukup bagi Manusia untuk Mengenal-Nya

Ayub belum pernah melihat wajah Tuhan, atau mendengar firman yang diucapkan oleh Tuhan, apalagi secara langsung mengalami pekerjaan Tuhan, tetapi sikapnya yang takut akan Tuhan dan kesaksiannya selama ujiannya disaksikan oleh semua orang, dan dicintai, disukai, dan dipuji oleh Tuhan, dan orang-orang iri, dan mengaguminya, dan bahkan lebih dari itu, menaikkan pujian mereka. Tidak ada hal yang hebat atau luar biasa tentang kehidupannya: sama seperti orang biasa, Ayub menjalani kehidupan yang biasa-biasa saja, berangkat kerja saat fajar dan kembali ke rumah untuk beristirahat saat senja. Perbedaannya adalah bahwa selama beberapa dekade hidupnya yang biasa-biasa saja, dia mendapatkan wawasan mengenai jalan Tuhan, dan menyadari serta memahami kuasa dan kedaulatan Tuhan yang besar, seperti yang belum pernah dimiliki oleh siapa pun. Dia tidak lebih cerdas daripada orang biasa lainnya, hidupnya tidak terlalu ulet, dan dia juga tidak memiliki keterampilan khusus yang tak terlihat. Namun, apa yang dia miliki adalah kepribadian yang tulus, baik hati, dan jujur, kepribadian yang menyukai keadilan, kebenaran, dan hal-hal positif—tak satu pun dari hal-hal ini dimiliki oleh kebanyakan orang biasa. Dia tahu membedakan antara kasih dan kebencian, memiliki rasa keadilan, pantang menyerah dan gigih, serta memberi perhatian yang cermat dalam pemikirannya. Dengan demikian, selama waktunya yang biasa-biasa saja di bumi dia melihat semua hal luar biasa yang telah dilakukan Tuhan, dan dia melihat kebesaran, kekudusan, dan keadilan Tuhan, dia melihat perhatian, kemurahan, dan perlindungan Tuhan bagi manusia, dan dia melihat kehormatan dan otoritas Tuhan yang Maha Tinggi. Alasan pertama mengapa Ayub dapat memperoleh hal-hal yang melampaui orang normal adalah karena dia memiliki hati yang murni, dan hatinya adalah milik Tuhan, dan dipimpin oleh Sang Pencipta. Alasan kedua adalah pengejarannya: pengejaran Ayub adalah untuk menjadi sempurna dan tak bercela, dan menjadi orang yang menuruti kehendak Surga, yang dikasihi oleh Tuhan, dan yang menjauhi kejahatan. Ayub memiliki dan mengejar hal-hal ini walaupun dia tidak dapat melihat Tuhan atau mendengar firman Tuhan; meskipun dia belum pernah melihat Tuhan, dia mulai mengetahui cara Tuhan mengatur segala sesuatu, dan dia memahami hikmat yang dengannya Tuhan melakukan semua itu. Meskipun dia belum pernah mendengar firman yang diucapkan oleh Tuhan, Ayub tahu bahwa perbuatan memberi upah kepada manusia dan mengambil dari manusia semuanya berasal dari Tuhan. Meskipun tahun-tahun hidupnya tidak berbeda dengan kehidupan orang biasa, dia tidak membiarkan hidupnya yang biasa-biasa itu memengaruhi pengetahuannya akan kedaulatan Tuhan atas segala sesuatu, atau memengaruhi cara dia mengikuti jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Di matanya, hukum segala sesuatu penuh dengan perbuatan Tuhan, dan kedaulatan Tuhan dapat dilihat di bagian mana pun dalam kehidupan seseorang. Dia belum pernah melihat Tuhan, tetapi dia bisa menyadari bahwa perbuatan Tuhan ada di mana-mana, dan selama waktunya yang biasa-biasa saja di bumi, di setiap sudut hidupnya dia bisa melihat dan menyadari perbuatan Tuhan yang luar biasa dan menakjubkan, dan dia bisa melihat pengaturan Tuhan yang menakjubkan. Ketersembunyian dan keheningan Tuhan tidak menghalangi kesadaran Ayub tentang perbuatan-perbuatan Tuhan, juga tidak memengaruhi pengetahuannya akan kedaulatan Tuhan atas segala sesuatu. Selama kehidupannya sehari-hari, hidupnya adalah perwujudan kedaulatan dan pengaturan Tuhan, yang tersembunyi di antara segala sesuatu. Dalam kehidupannya sehari-hari, dia juga mendengar dan memahami suara hati Tuhan dan firman Tuhan, yang hening di antara segala sesuatu tetapi mengungkapkan suara hati-Nya dan firman-Nya dengan mengatur hukum segala sesuatu. Jadi, jelas bahwa jika orang memiliki kemanusiaan dan pengejaran yang sama seperti Ayub, mereka akan dapat memperoleh kesadaran dan pengetahuan yang sama seperti Ayub, dan dapat memperoleh pemahaman dan pengetahuan yang sama akan kedaulatan Tuhan atas segala sesuatu seperti Ayub. Tuhan tidak menampakkan diri kepada Ayub atau berbicara kepadanya, tetapi Ayub bisa menjadi orang yang tak bercela dan jujur, serta takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Dengan kata lain, tanpa Tuhan menampakkan diri atau berbicara kepada manusia, perbuatan Tuhan di antara segala sesuatu dan kedaulatan-Nya atas segala sesuatu sudah cukup bagi manusia untuk menyadari akan keberadaan, kuasa, dan otoritas Tuhan, dan kuasa serta otoritas Tuhan cukup untuk membuat manusia mengikuti jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Karena manusia biasa seperti Ayub mampu mencapai sikap yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, maka setiap orang biasa yang mengikuti Tuhan juga seharusnya mampu. Meskipun perkataan ini mungkin terdengar seperti kesimpulan yang logis, ini tidak bertentangan dengan hukum segala sesuatu. Namun fakta-faktanya belum sesuai dengan harapan: takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, tampaknya, merupakan hak Ayub dan hanya Ayub saja. Ketika menyebut "takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan", orang berpikir bahwa ini seharusnya hanya dilakukan oleh Ayub, seolah-olah jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan telah diberi label dengan nama Ayub dan tidak ada hubungannya dengan orang lain. Alasan untuk ini jelas: karena hanya Ayublah yang memiliki kepribadian yang tulus, baik hati, dan jujur, dan yang mencintai keadilan dan kebenaran serta hal-hal yang positif, sehingga hanya Ayub yang bisa mengikuti jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Engkau harus memahami implikasinya di sini—karena tak seorang pun memiliki kemanusiaan yang tulus, baik hati, dan jujur, dan yang mencintai keadilan dan kebenaran serta hal yang positif, tak seorang pun bisa takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan karena itu manusia tidak pernah bisa mendapatkan sukacita Tuhan atau berdiri teguh di tengah ujian. Ini juga berarti bahwa, kecuali Ayub, semua orang masih terikat dan dijerat oleh Iblis; mereka semua dituduh, diserang, dan disiksa olehnya. Mereka adalah orang-orang yang Iblis coba telan, dan mereka semua tidak memiliki kebebasan, para tahanan yang telah ditawan oleh Iblis.

Jika Hati Manusia dalam permusuhan dengan Tuhan, Bagaimana Manusia Bisa Takut akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan?

Karena orang zaman sekarang tidak memiliki kemanusiaan yang sama seperti Ayub, apa esensi natur mereka, dan sikap mereka terhadap Tuhan? Apakah mereka takut akan Tuhan? Apakah mereka menjauhi kejahatan? Mereka yang tidak takut akan Tuhan atau menjauhi kejahatan hanya bisa disimpulkan dengan dua kata: "musuh Tuhan". Engkau semua sering mengatakan dua kata ini, tetapi engkau semua sama sekali tidak mengetahui makna yang sebenarnya. Frasa "musuh Tuhan" memiliki substansi: frasa tersebut tidak mengatakan bahwa Tuhan memandang manusia sebagai musuh, tetapi manusia memandang Tuhan sebagai musuh. Pertama, ketika orang mulai percaya kepada Tuhan, siapa di antara mereka yang tidak memiliki tujuan, motivasi, dan ambisi mereka sendiri? Meskipun satu bagian dari mereka percaya akan keberadaan Tuhan, dan telah melihat keberadaan Tuhan, kepercayaan mereka kepada Tuhan masih mengandung motivasi tersebut, dan tujuan utama mereka percaya kepada Tuhan adalah untuk menerima berkat-Nya dan hal-hal yang mereka inginkan. Dalam pengalaman hidup manusia, mereka sering berpikir dalam hati mereka: "Aku telah menyerahkan keluarga dan karierku untuk Tuhan, lalu, apa yang telah Dia berikan kepadaku? Aku harus menghitungnya, dan memastikan—sudahkah aku menerima berkat baru-baru ini? Aku telah memberikan banyak hal selama waktu ini, aku telah berlari dan berlari, dan telah banyak menderita—apakah Tuhan memberiku janji-janji sebagai imbalannya? Apakah Dia mengingat perbuatan baikku? Akan seperti apakah akhir hidupku? Bisakah aku menerima berkat-berkat Tuhan? ..." Setiap orang selalu membuat perhitungan semacam itu dalam hati mereka, dan mereka mengajukan tuntutan kepada Tuhan yang mengandung motivasi, ambisi, dan mentalitas bertransaksi mereka. Dengan kata lain, dalam hatinya, manusia terus-menerus menguji Tuhan, selalu menyusun rencana tentang Tuhan, dan selalu memperdebatkan kasus untuk akhir pribadinya sendiri dengan Tuhan, dan mencoba untuk mengeluarkan pernyataan dari Tuhan, melihat apakah Tuhan dapat memberikan kepadanya apa yang dia inginkan atau tidak. Pada saat yang sama ketika mengejar Tuhan, manusia tidak memperlakukan Tuhan sebagai Tuhan. Manusia telah selalu berusaha membuat kesepakatan dengan Tuhan, mengajukan tuntutan kepada-Nya tanpa henti, dan bahkan menekan-Nya di setiap langkah, berusaha meminta lebih banyak setelah diberi sedikit, seperti kata pepatah: diberi hati minta jantung. Pada saat bersamaan saat mencoba bertransaksi dengan Tuhan, manusia juga berdebat dengan-Nya, dan bahkan ada orang-orang yang, ketika ujian menimpa mereka atau mereka mendapati diri mereka berada dalam situasi tertentu, sering kali menjadi lemah, negatif serta kendur dalam pekerjaan mereka, dan penuh keluhan akan Tuhan. Dari waktu saat manusia pertama kali mulai percaya kepada Tuhan, dia telah menganggap Tuhan berlimpah ruah, sama seperti pisau Swiss Army, dan dia menganggap dirinya sendiri sebagai kreditur terbesar Tuhan, seolah-olah berusaha mendapatkan berkat dan janji dari Tuhan adalah hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya, sementara tanggung jawab Tuhan adalah melindungi dan memelihara manusia, serta membekalinya. Seperti inilah pemahaman dasar tentang "percaya kepada Tuhan" dari semua orang yang percaya kepada Tuhan, dan seperti inilah pemahaman terdalam mereka tentang konsep kepercayaan kepada Tuhan. Dari esensi natur manusia hingga pengejaran subjektifnya, tidak ada satu pun yang berhubungan dengan sikap takut akan Tuhan. Tujuan manusia percaya kepada Tuhan tidak mungkin ada kaitannya dengan penyembahan kepada Tuhan. Dengan kata lain, manusia tidak pernah mempertimbangkan atau memahami bahwa kepercayaan kepada Tuhan membutuhkan takut akan Tuhan dan menyembah Tuhan. Dalam kondisi seperti itu, hakikat manusia mudah terlihat. Apakah hakikat ini? Hati manusia itu jahat, menyimpan pengkhianatan dan kecurangan, tidak mencintai keadilan dan kebenaran, dan hal yang positif, dan hati manusia hina dan serakah. Hati manusia benar-benar tertutup bagi Tuhan; manusia sama sekali tidak memberikan hatinya kepada Tuhan. Tuhan tidak pernah melihat hati manusia yang sejati, dan Dia juga tidak pernah disembah oleh manusia. Seberapa pun besarnya harga yang Tuhan bayar, atau seberapa pun banyaknya pekerjaan yang Dia lakukan, atau seberapa pun banyaknya Dia membekali manusia, manusia tetap buta dan sama sekali tidak peduli terhadap semua itu. Manusia tidak pernah memberikan hatinya kepada Tuhan, dia hanya ingin memikirkan hatinya sendiri, membuat keputusannya sendiri—intinya adalah manusia tidak mau mengikuti jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, ataupun taat pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, dan dia juga tidak mau menyembah Tuhan sebagai Tuhan. Seperti itulah keadaan manusia saat ini. Sekarang mari kita kembali memperhatikan tentang Ayub. Pertama-tama, apakah dia membuat kesepakatan dengan Tuhan? Apakah dia memiliki motif tersembunyi dalam memegang teguh jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan? Pada waktu itu, pernahkah Tuhan berbicara kepada siapa pun tentang akhir hidup yang akan datang? Pada saat itu, Tuhan tidak pernah berjanji kepada siapa pun tentang akhir hidup, dan dengan latar belakang seperti inilah Ayub dapat untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Apakah orang-orang pada zaman sekarang dapat dibandingkan dengan Ayub? Ada terlalu banyak perbedaan; mereka tidak sebanding dengan Ayub. Meskipun Ayub tidak memiliki banyak pengetahuan akan Tuhan, dia telah memberikan hatinya kepada Tuhan dan hatinya adalah milik Tuhan. Ayub tidak pernah membuat kesepakatan dengan Tuhan, dan tidak memiliki keinginan atau tuntutan yang berlebihan terhadap Tuhan; sebaliknya, dia percaya bahwa "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil". Inilah yang dilihat dan diperolehnya dari berpegang teguh pada jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan selama bertahun-tahun kehidupan. Demikian pula, dia juga mendapatkan hasil yang diwakili dengan kata-kata: "Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" Kedua kalimat ini adalah apa yang telah dia lihat dan ketahui sebagai hasil dari sikap ketaatannya kepada Tuhan selama pengalaman hidupnya, dan semua itu juga merupakan senjata terkuatnya yang dengan menggunakannya dia menang selama pencobaan Iblis, dan semua itu adalah dasar dari keteguhannya dalam menjadi kesaksian bagi Tuhan. Sampai pada titik ini, apakah engkau semua membayangkan Ayub sebagai orang yang menyenangkan? Apakah engkau semua berharap menjadi orang seperti itu? Apakah engkau semua takut jika harus mengalami pencobaan Iblis? Apakah engkau semua bertekad untuk berdoa kepada Tuhan agar engkau semua menerima ujian yang sama seperti Ayub? Tanpa ragu, kebanyakan orang tidak akan berani berdoa untuk hal-hal semacam itu. Jadi, jelaslah bahwa iman engkau semua sangat kecil; dibandingkan dengan Ayub, imanmu tidak layak disebutkan. Engkau semua adalah musuh Tuhan, engkau tidak takut akan Tuhan, engkau tidak mampu berdiri teguh dalam kesaksianmu bagi Tuhan, dan engkau tidak mampu menang atas serangan, tuduhan, dan pencobaan Iblis. Apa yang membuat engkau semua layak untuk menerima janji Tuhan? Setelah mendengar kisah Ayub dan memahami maksud Tuhan dalam menyelamatkan manusia dan makna penyelamatan manusia, apakah engkau semua sekarang memiliki iman untuk menerima ujian yang sama seperti Ayub? Bukankah seharusnya engkau memiliki sedikit tekad untuk membuat dirimu mengikuti jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan?

Tidak Memiliki Kekhawatiran tentang Ujian dari Tuhan

Setelah menerima kesaksian dari Ayub sesudah akhir ujiannya, Tuhan memutuskan bahwa Dia akan mendapatkan sekelompok—atau lebih dari satu kelompok—orang-orang yang seperti Ayub, tetapi Dia memutuskan untuk tidak pernah lagi mengizinkan Iblis untuk menyerang atau menyiksa orang lain dengan menggunakan sarana yang digunakan olehnya untuk mencobai, menyerang, dan menyiksa Ayub, dengan bertaruh dengan Tuhan; Tuhan tidak mengizinkan Iblis untuk kembali melakukan hal-hal seperti itu kepada manusia, yang lemah, bodoh, dan tidak tahu apa-apa—sudah cukup bahwa Iblis telah mencobai Ayub! Tidak mengizinkan Iblis untuk menyiksa manusia sesuai keinginannya adalah belas kasihan Tuhan. Bagi Tuhan, sudah cukup bahwa Ayub telah mengalami pencobaan dan penyiksaan Iblis. Tuhan tidak mengizinkan Iblis untuk kembali melakukan hal-hal seperti itu, karena kehidupan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan orang-orang yang mengikut Tuhan diperintah dan diatur oleh Tuhan, dan Iblis tidak berhak memanipulasi umat pilihan Tuhan sesuka hatinya—engkau semua harus jelas tentang hal ini! Tuhan peduli akan kelemahan manusia, dan memahami kebodohan dan ketidaktahuannya. Meskipun, agar manusia dapat sepenuhnya diselamatkan, Tuhan harus menyerahkannya kepada Iblis, Tuhan tidak mau melihat manusia pernah dipermainkan dan disiksa oleh Iblis, dan Dia tidak ingin melihat manusia selalu menderita. Manusia diciptakan oleh Tuhan, dan bahwa Tuhan memerintah dan mengatur segala sesuatu yang berkaitan tentang manusia adalah hal yang sepenuhnya wajar dan dapat dibenarkan; ini adalah tanggung jawab Tuhan, dan ini adalah otoritas yang dengannya Tuhan mengatur segala sesuatu! Tuhan tidak mengizinkan Iblis menyiksa dan menganiaya manusia sesuka hati, Dia tidak mengizinkan Iblis menggunakan berbagai cara untuk menyesatkan manusia, dan, bahkan, Dia tidak mengizinkan Iblis untuk turut campur dalam kedaulatan Tuhan atas manusia, juga tidak mengizinkan Iblis untuk menginjak-injak dan merusak hukum-hukum yang digunakan oleh Tuhan untuk mengatur segala sesuatu, apalagi merusak pekerjaan Tuhan yang hebat dalam mengelola dan menyelamatkan umat manusia! Mereka yang ingin Tuhan selamatkan, dan mereka yang mampu menjadi kesaksian bagi Tuhan, adalah inti dan perwujudan pekerjaan rencana pengelolaan enam ribu tahun Tuhan, serta harga upaya-Nya dalam pekerjaan-Nya selama enam ribu tahun. Bagaimana mungkin Tuhan dengan begitu saja menyerahkan orang-orang ini kepada Iblis?

Orang sering khawatir dan takut menghadapi ujian dari Tuhan, tetapi mereka senantiasa hidup dalam jerat Iblis, dan hidup dalam wilayah berbahaya tempat mereka diserang dan disiksa oleh Iblis—tetapi mereka tidak mengenal rasa takut, dan tidak terganggu. Apa yang sedang terjadi? Keyakinan manusia kepada Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang dapat dilihatnya. Dia sama sekali tidak menghargai kasih dan kepedulian Tuhan bagi manusia, atau kelembutan dan perhatian-Nya terhadap manusia. Namun untuk sedikit gentar dan takut akan ujian, penghakiman dan hajaran, serta kemegahan dan murka Tuhan, manusia tidak memiliki pemahaman sedikit pun tentang maksud Tuhan yang begitu cermat. Berbicara tentang ujian, manusia merasa seolah-olah Tuhan memiliki motif tersembunyi, dan sebagian orang bahkan percaya bahwa Tuhan menyimpan rancangan jahat, tidak menyadari apa yang sebenarnya akan Tuhan lakukan untuk mereka; dengan demikian, pada saat yang sama ketika menyerukan ketundukan pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, mereka melakukan semua yang mereka bisa untuk menentang dan melawan kedaulatan Tuhan atas manusia dan pengaturan bagi manusia, karena mereka percaya bahwa jika mereka tidak berhati-hati, mereka akan disesatkan oleh Tuhan, bahwa jika mereka tidak memegang erat nasib mereka sendiri, maka semua yang mereka miliki dapat diambil oleh Tuhan, dan hidup mereka bahkan bisa berada dalam bahaya. Manusia berada di kubu Iblis, tetapi dia tidak pernah khawatir disiksa oleh Iblis, dan dia disiksa oleh Iblis tetapi tidak pernah takut ditawan oleh Iblis. Manusia terus mengatakan bahwa dia menerima penyelamatan Tuhan, tetapi tidak pernah memercayai Tuhan atau percaya bahwa Tuhan akan benar-benar menyelamatkan manusia dari cengkeraman Iblis. Jika, seperti Ayub, manusia dapat tunduk pada pengaturan dan rencana Tuhan, dan dapat menyerahkan seluruh keberadaannya ke tangan Tuhan, maka bukankah kesudahan manusia pun akan sama dengan akhir hidup Ayub—menerima berkat Tuhan? Jika manusia dapat menerima dan tunduk pada kedaulatan Tuhan, apakah ada kerugiannya? Jadi, Aku menganjurkan agar engkau semua berhati-hati dalam tindakanmu, dan waspada terhadap apa pun yang akan menghampirimu. Jangan terburu-buru atau impulsif, dan jangan memperlakukan Tuhan, serta orang, perkara, dan objek yang telah Dia aturkan untukmu dengan bergantung pada daging atau sifat alamimu, atau menurut imajinasi dan gagasanmu; engkau harus waspada dalam tindakanmu, dan harus berdoa serta lebih banyak mencari agar tidak memicu murka Tuhan. Ingatlah ini!

Berikutnya, kita akan melihat bagaimana Ayub setelah ujiannya.

5. Ayub Setelah Ujiannya

Ayub 42:7-9 Dan kemudian, setelah Yahweh mengucapkan firman itu kepada Ayub, Yahweh berkata kepada Elifas orang Teman: "Murka-Ku menyala-nyala terhadap engkau dan kedua temanmu: karena engkau tidak mengatakan yang benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub. Karena itu sekarang kalian ambillah tujuh ekor lembu jantan dan tujuh domba jantan dan pergilah kepada hamba-Ku Ayub, lalu persembahkanlah korban bakaran bagi dirimu; dan hamba-Ku Ayub akan mendoakan engkau sekalian: karena Aku akan menerima permintaannya: supaya Aku tidak berurusan dengan engkau karena kebodohanmu, sebab engkau tidak mengatakan yang benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub." Lalu Elifas, orang Teman, dan Bildad orang Suah dan Zofar, orang Naama pergi dan melakukan seperti yang diperintahkan Yahweh kepada mereka: Yahweh juga menerima permintaan Ayub.

Ayub 42:10 Maka Yahweh memulihkan keadaan Ayub, ketika dia mendoakan teman-temannya: dan Yahweh juga memberikan kepada Ayub dua kali lipat lebih banyak daripada segala yang dimilikinya sebelumnya.

Ayub 42:12 Maka Yahweh memberkati Ayub dalam kehidupan berikutnya lebih daripada sebelumnya; dia memiliki 14.000 domba, dan 6.000 unta, dan 1.000 lembu, dan 1.000 keledai betina.

Ayub 42:17 Maka Ayub pun meninggal, sesudah tua dan lanjut umurnya.

Mereka yang Takut akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan Dipandang Berharga oleh Tuhan, sedangkan Mereka yang Bodoh Dipandang Rendah oleh Tuhan

Dalam Ayub 42:7-9, Tuhan berkata bahwa Ayub adalah hamba-Nya. Penggunaan istilah "hamba" oleh Tuhan untuk merujuk kepada Ayub menunjukkan pentingnya Ayub dalam hati-Nya; meskipun Tuhan tidak menyebut Ayub dengan panggilan yang lebih terhormat, sebutan ini tidak berpengaruh pada pentingnya Ayub dalam hati Tuhan. "Hamba" di sini adalah nama panggilan Tuhan untuk Ayub. Penyebutan "hamba-Ku Ayub" yang berkali-kali oleh Tuhan menunjukkan betapa Dia berkenan dengan Ayub. Meskipun Tuhan tidak berbicara tentang makna di balik kata "hamba", definisi Tuhan tentang kata "hamba" dapat dilihat dari firman-Nya dalam ayat Alkitab ini. Tuhan pertama-tama berfirman kepada Elifas orang Teman: "Murka-Ku menyala-nyala terhadap engkau dan kedua temanmu: karena engkau tidak mengatakan yang benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub." Firman ini adalah pertama kalinya Tuhan secara terbuka memberitahukan kepada orang-orang bahwa Dia menerima semua yang dikatakan dan dilakukan oleh Ayub setelah ujian yang Tuhan berikan kepadanya, dan pertama kalinya Dia secara terbuka meneguhkan keakuratan dan kebenaran dari semua yang telah Ayub lakukan dan katakan. Tuhan marah kepada Elifas dan yang lainnya karena perkataan mereka yang keliru dan tidak masuk akal, karena, seperti halnya Ayub, mereka tidak dapat melihat penampakan Tuhan atau mendengar firman yang Dia ucapkan dalam hidup mereka, tetapi Ayub memiliki pengetahuan begitu akurat tentang Tuhan, sedangkan mereka hanya bisa menebak secara membabi buta tentang Tuhan, bertentangan dengan maksud Tuhan dalam semua yang mereka lakukan dan membuat Ia merasa muak terhadap mereka. Akibatnya, Tuhan menerima semua yang dilakukan dan dikatakan oleh Ayub, dan di saat yang sama Dia menjadi murka terhadap yang lainnya, karena di dalam diri mereka, Dia bukan hanya tidak dapat melihat kenyataan takut akan Tuhan sedikit pun, tetapi juga tidak mendengar apa pun tentang rasa takut akan Tuhan dalam ucapan mereka. Karena itu selanjutnya Tuhan memerintahkan mereka untuk melakukan hal berikut ini: "Karena itu sekarang kalian ambillah tujuh ekor lembu jantan dan tujuh domba jantan dan pergilah kepada hamba-Ku Ayub, lalu persembahkanlah korban bakaran bagi dirimu; dan hamba-Ku Ayub akan mendoakan engkau sekalian: karena Aku akan menerima permintaannya: supaya Aku tidak berurusan dengan engkau karena kebodohanmu." Dalam ayat ini Tuhan menyuruh Elifas dan yang lainnya untuk melakukan sesuatu yang akan menebus dosa mereka, karena kebodohan mereka adalah dosa terhadap Tuhan Yahweh, dan karena itu mereka harus mempersembahkan korban bakaran untuk memperbaiki kesalahan mereka. Korban bakaran sering dipersembahkan kepada Tuhan, tetapi hal yang tidak biasa tentang korban bakaran ini adalah bahwa mereka dipersembahkan kepada Ayub. Ayub diterima oleh Tuhan karena dia menjadi kesaksian bagi Tuhan selama ujiannya. Sementara itu, teman-teman Ayub ini tersingkap selama masa ujian Ayub; karena kebodohan mereka, mereka dikutuk oleh Tuhan, dan mereka memicu murka Tuhan, dan harus dihukum oleh Tuhan—dihukum dengan mempersembahkan korban bakaran di hadapan Ayub—di mana setelah itu Ayub berdoa bagi mereka untuk menghilangkan hukuman dan murka Tuhan terhadap mereka. Maksud Tuhan adalah mempermalukan mereka, karena mereka bukanlah orang-orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan mereka telah mengutuk kesalehan Ayub. Di satu sisi, Tuhan mengatakan kepada mereka bahwa Dia tidak menerima tindakan mereka, tetapi sangat menerima dan menyukai Ayub; di sisi lain, Tuhan mengatakan kepada mereka bahwa diterima oleh Tuhan mengangkat manusia di hadapan Tuhan, bahwa manusia dibenci Tuhan karena kebodohannya, dan menyinggung Tuhan karena hal itu, dan rendah serta hina di mata Tuhan. Ini adalah definisi yang diberikan oleh Tuhan tentang dua jenis manusia, ini adalah sikap Tuhan terhadap dua jenis orang ini, dan semua itu adalah ungkapan Tuhan melalui kata-kata tentang nilai dan kedudukan kedua jenis orang ini. Meskipun Tuhan menyebut Ayub sebagai hamba-Nya, di mata Tuhan, hamba ini dikasihi, dan dianugerahkan otoritas untuk berdoa bagi orang lain dan mengampuni kesalahan mereka. Hamba ini dapat berbicara langsung kepada Tuhan dan datang langsung ke hadapan Tuhan, dan statusnya lebih tinggi dan lebih terhormat daripada orang lain. Inilah arti sebenarnya dari kata "hamba" yang diucapkan oleh Tuhan. Ayub diberikan kehormatan istimewa ini karena rasa takutnya akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan alasan mengapa orang lain tidak disebut hamba oleh Tuhan adalah karena mereka tidak takut akan Tuhan dan tidak menjauhi kejahatan. Kedua sikap Tuhan yang sangat berbeda ini adalah sikap-Nya terhadap dua jenis manusia: mereka yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan diterima oleh Tuhan dan dipandang berharga di mata-Nya, sedangkan mereka yang bodoh, tidak takut akan Tuhan dan tidak mampu menjauhi kejahatan, serta tidak dapat menerima kebaikan Tuhan; mereka sering dibenci dan dikutuk oleh Tuhan, dan rendah di mata Tuhan.

Tuhan Menganugerahkan Otoritas atas Ayub

Ayub berdoa untuk teman-temannya, dan setelah itu, karena doa Ayub, Tuhan tidak menangani mereka sesuai dengan kebodohan mereka—Dia tidak menghukum mereka atau membalas perbuatan mereka. Mengapa demikian? Itu karena doa-doa yang dinaikkan kepada mereka oleh hamba Tuhan, Ayub, telah sampai ke telinga-Nya; Tuhan mengampuni mereka karena Dia menerima doa-doa Ayub. Jadi, apa yang kita lihat di sini? Ketika Tuhan memberkati seseorang, Dia memberi kepada mereka banyak upah, dan bukan hanya upah materi: Tuhan juga memberi mereka otoritas, dan hak untuk berdoa bagi orang lain, dan Tuhan melupakan, serta mengabaikan pelanggaran orang-orang tersebut, karena Dia mendengar doa-doa ini. Inilah otoritas yang Tuhan berikan kepada Ayub. Melalui doa-doa Ayub untuk menghentikan hukuman bagi mereka, Tuhan Yahweh mempermalukan orang-orang bodoh itu—yang tentu saja merupakan hukuman khusus-Nya bagi Elifas dan yang lainnya.

Ayub Sekali Lagi Diberkati oleh Tuhan, dan Tidak Pernah Lagi Dituduh oleh Iblis

Di antara perkataan-perkataan Tuhan Yahweh terdapat firman yang mengatakan "engkau tidak mengatakan yang benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub". Apakah yang dikatakan Ayub? Itu adalah hal yang telah kita bahas sebelumnya, serta beberapa halaman firman dalam kitab Ayub yang mencatat ucapan Ayub. Dalam semua halaman firman ini, Ayub tidak pernah sekali pun memiliki keluhan atau keraguan akan Tuhan. Dia hanya menunggu hasilnya. Penantian inilah yang merupakan sikap tunduknya, di mana sebagai hasil ketaatannya, dan sebagai hasil dari perkataan yang dia ucapkan kepada Tuhan, Ayub diterima oleh Tuhan. Ketika dia mengalami ujian dan menderita kesukaran, Tuhan berada di sisinya, dan meskipun kesukarannya tidak berkurang dengan kehadiran Tuhan, Tuhan melihat apa yang ingin Dia lihat, dan mendengar apa yang ingin Dia dengar. Setiap tindakan dan perkataan Ayub sampai ke mata dan telinga Tuhan; Tuhan mendengar, dan Dia melihat—ini adalah fakta. Pengetahuan Ayub akan Tuhan, dan pemikirannya tentang Tuhan dalam hatinya pada waktu itu, selama masa itu, sebenarnya tidak sespesifik pengetahuan dan pemikiran orang-orang zaman sekarang, tetapi dalam konteks pada waktu itu, Tuhan tetap mengakui semua yang dia katakan, karena perilaku dan pemikiran dalam hatinya, serta apa yang telah dia ungkapkan dan singkapkan, cukup memenuhi tuntutan-Nya. Selama masa ketika Ayub mengalami ujian, apa yang dia pikirkan dalam hatinya dan yang bertekad untuk dilakukannya, menunjukkan kepada Tuhan suatu hasil, sesuatu yang memuaskan bagi Tuhan, dan setelah ini Tuhan menghentikan ujian terhadap Ayub, Ayub keluar dari kesusahannya, dan ujiannya lenyap dan tidak pernah lagi menimpa dirinya. Karena Ayub telah mengalami ujian, dan telah berdiri teguh selama ujian-ujian ini, dan menang sepenuhnya atas Iblis, Tuhan memberinya berkat yang berhak diterimanya. Sebagaimana dicatat dalam Ayub 42:10, 12, Ayub diberkati sekali lagi, dan diberkati dengan lebih banyak daripada berkatnya yang pertama. Pada saat ini Iblis telah mengundurkan diri, dan tidak lagi mengatakan atau melakukan apa pun, dan sejak saat itu Ayub tidak lagi diganggu atau diserang oleh Iblis, dan Iblis tidak lagi membuat tuduhan terhadap berkat Tuhan untuk Ayub.

Ayub Menghabiskan Paruh Akhir Hidupnya di Tengah Berkat Tuhan

Meskipun berkat-Nya pada waktu itu hanya terbatas pada domba, sapi, unta, harta benda, dan sebagainya, berkat-berkat yang ingin Tuhan berikan kepada Ayub dalam hati-Nya jauh lebih dari ini. Apakah ada catatan pada waktu itu janji-janji kekal seperti apa yang ingin Tuhan berikan kepada Ayub? Dalam berkat-Nya untuk Ayub, Tuhan tidak menyebutkan atau menyinggung tentang akhir hidupnya, dan terlepas dari kepentingan atau posisi apa yang Ayub miliki dalam hati Tuhan, secara umum, berkat Tuhan sangat terukur. Tuhan tidak mengumumkan akhir hidup Ayub. Apakah artinya ini? Pada saat itu, ketika rencana Tuhan belum mencapai titik ketika akhir hidup manusia dikumandangkan, rencana itu belum memasuki tahap akhir dari pekerjaan-Nya, Tuhan tidak menyebutkan akhir, hanya mengaruniakan berkat materi kepada manusia. Ini berarti bahwa paruh akhir hidup Ayub dijalani di tengah berkat Tuhan, yang membuatnya berbeda dengan orang lain—tetapi seperti mereka, dia bertambah tua, dan seperti orang normal lainnya, tibalah saatnya ketika dia mengucapkan selamat tinggal kepada dunia. Dengan demikian dicatat bahwa "Maka Ayub pun meninggal, sesudah tua dan lanjut umurnya" (Ayub 42:17). Apa yang dimaksud dengan "meninggal dan lanjut umurnya" di sini? Pada zaman sebelum Tuhan mengumandangkan akhir hidup manusia, Tuhan menetapkan harapan hidup untuk Ayub, dan ketika usia itu telah tercapai, Dia mengizinkan Ayub untuk meninggalkan dunia ini secara alami. Dari berkat kedua Ayub sampai kematiannya, Tuhan tidak menambahkan kesulitan lagi. Bagi Tuhan, kematian Ayub adalah wajar, dan juga perlu terjadi; itu adalah sesuatu yang sangat normal, dan bukan penghakiman atau kutukan. Ketika dia masih hidup, Ayub menyembah dan takut akan Tuhan; sehubungan dengan seperti apa akhir yang dia miliki setelah kematiannya, Tuhan sama sekali tidak berfirman, atau membuat komentar tentang hal itu. Tuhan itu memiliki rasa kesopanan yang tinggi dalam apa yang Dia katakan dan lakukan, dan isi serta prinsip dari firman dan tindakan-Nya sesuai dengan tahap pekerjaan-Nya dan masa ketika Dia bekerja. Akhir seperti apa yang dimiliki oleh seseorang seperti Ayub dalam hati Tuhan? Apakah Tuhan sudah membuat keputusan dalam hati-Nya? Tentu saja Dia sudah memutuskan! Hanya saja ini tidak diketahui oleh manusia; Tuhan tidak ingin memberi tahu manusia, juga tidak bermaksud untuk memberi tahu manusia. Dengan demikian, secara lahiriah, Ayub meninggal dalam usia lanjut, dan seperti itulah kehidupan Ayub.

Harga yang Dibayar oleh Ayub selama Masa Hidupnya

Apakah Ayub menjalani kehidupan yang bernilai? Di manakah nilainya? Mengapa dikatakan dia menjalani kehidupan yang bernilai? Bagi manusia, apakah nilai dirinya? Dari sudut pandang manusia, Ayub merepresentasikan umat manusia yang ingin Tuhan selamatkan, dalam menjadi kesaksian yang berkumandang bagi Tuhan di hadapan Iblis dan orang-orang di dunia. Ayub memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi oleh makhluk ciptaan Tuhan, dan menjadikan dirinya teladan dan bertindak sebagai model, bagi semua orang yang ingin Tuhan selamatkan, memungkinkan orang untuk melihat bahwa sangatlah mungkin untuk menang atas Iblis dengan mengandalkan Tuhan. Apa nilai Ayub bagi Tuhan? Bagi Tuhan, nilai kehidupan Ayub terletak pada kemampuannya untuk takut akan Tuhan, menyembah Tuhan, bersaksi tentang perbuatan Tuhan, dan memuji perbuatan Tuhan, memberi penghiburan kepada Tuhan dan sesuatu untuk dinikmati; bagi Tuhan, nilai kehidupan Ayub juga adalah dalam hal bagaimana, sebelum kematiannya, Ayub mengalami ujian dan menang atas Iblis, dan menjadi kesaksian yang berkumandang bagi Tuhan di hadapan Iblis dan orang-orang di dunia sehingga Tuhan memperoleh kemuliaan di antara umat manusia, menghibur hati-Nya, dan memungkinkan hati-Nya yang berhasrat untuk menyaksikan hasilnya dan melihat harapan. Kesaksiannya itu menjadi teladan tentang adanya kemampuan untuk berdiri teguh dalam kesaksian orang bagi Tuhan, dan kemampuan mempermalukan Iblis atas nama Tuhan, di dalam pekerjaan Tuhan mengelola umat manusia. Bukankah ini nilai kehidupan Ayub? Ayub membawa penghiburan bagi hati Tuhan, dia memberi Tuhan pendahuluan akan kenikmatan memperoleh kemuliaan, dan memberikan awal yang indah bagi rencana pengelolaan Tuhan. Sejak saat itu dan seterusnya, nama Ayub menjadi simbol tentang Tuhan memperoleh kemuliaan, dan tanda kemenangan umat manusia atas Iblis. Apa yang dihidupi Ayub selama masa hidupnya, serta kemenangannya yang luar biasa atas Iblis akan selamanya dihargai oleh Tuhan, dan hidupnya yang tak bercela, kejujuran, dan sikapnya yang takut akan Tuhan akan dihormati dan ditiru oleh generasi yang akan datang. Dia akan selamanya dihargai oleh Tuhan seperti mutiara yang sempurna dan berkilau, dan demikian pula dia layak dihargai oleh manusia!

Selanjutnya, mari kita melihat pekerjaan Tuhan selama Zaman Hukum Taurat.

D. Peraturan Zaman Hukum Taurat

Sepuluh Perintah

Prinsip-prinsip untuk Membangun Mezbah

Peraturan Tentang Perlakuan terhadap Hamba

Peraturan Tentang Pencurian dan Ganti Rugi

Memelihara Tahun Sabat dan Tiga Hari Raya

Peraturan Tentang Hari Sabat

Peraturan tentang Korban-korban

Korban bakaran

Korban sajian

Korban keselamatan

Korban penghapus dosa

Korban penebus salah

Peraturan tentang Korban oleh Para Imam (Harun dan Anak-anaknya Diperintahkan untuk Taat)

Korban Bakaran oleh Imam

Korban Sajian oleh Imam

Korban Penghapus Dosa oleh Imam

Korban Penebus salah oleh Imam

Korban Keselamatan oleh Imam

Peraturan tentang Memakan Korban Bakaran oleh Imam

Binatang yang Tidak Haram dan yang Haram (Binatang yang Boleh Dimakan dan Tidak Boleh Dimakan)

Peraturan tentang Penyucian Perempuan Selepas Persalinan

Standar tentang Pemeriksaan Orang yang Sakit Kusta

Peraturan tentang Mereka yang Telah Tahir dari Kusta

Peraturan tentang Menahirkan Rumah yang Terjangkit

Peraturan tentang Mereka yang Menderita Lelehan Abnormal

Hari Penebusan yang Harus Dirayakan Setahun Sekali

Aturan tentang Menyembelih Kambing Domba dan Ternak

Larangan Mengikuti Praktik-Praktik Menjijikkan Bangsa-Bangsa Lain (Tidak Melakukan Inses, dan Sebagainya)

Peraturan yang Harus Diikuti Manusia ("Hendaklah engkau kudus: karena Aku Yahweh Tuhanmu kudus" (Imamat 19:2))

Eksekusi Orang-Orang yang Mengorbankan Anak-Anak Mereka kepada Molokh

Peraturan tentang Menghukum Kejahatan Perzinaan

Aturan yang Harus Dipatuhi Para Imam (Aturan untuk Perilaku Sehari-hari Mereka, Aturan untuk Pemakaian Benda-Benda Kudus, Aturan untuk Mempersembahkan Korban Persembahan, dan sebagainya)

Hari Raya yang Harus Diperingati (Hari Sabat, Paskah, Pentakosta, Hari Penebusan, dan sebagainya)

Peraturan Lainnya (Menyalakan Pelita, Tahun Yobel, Penebusan Tanah, Bernazar, Persembahan Persepuluhan, dan sebagainya)

Peraturan Zaman Hukum Taurat adalah Bukti Nyata Arahan Tuhan bagi Seluruh Umat Manusia

Jadi, engkau semua telah membaca peraturan dan prinsip Zaman Hukum Taurat, bukan? Apakah peraturan-peraturan tersebut mencakup ruang lingkup yang luas? Pertama, peraturan tersebut mencakup Sepuluh Perintah, dan kemudian peraturan tentang cara untuk membangun mezbah, dan sebagainya. Ini diikuti oleh peraturan untuk memelihara hari Sabat dan memperingati tiga hari raya, dan kemudian peraturan tentang korban. Apakah engkau semua melihat ada berapa banyak jenis korban? Ada korban bakaran, korban sajian, korban keselamatan, korban penghapus dosa, dan sebagainya. Semua itu diikuti dengan peraturan tentang korban para imam, termasuk korban bakaran dan korban sajian oleh para imam, dan jenis korban-korban lainnya. Peraturan kedelapan adalah tentang memakan korban oleh para imam. Dan kemudian ada peraturan tentang apa yang harus diperingati sepanjang hidup manusia. Ada ketetapan untuk banyak aspek dalam hidup manusia, seperti peraturan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dimakan oleh mereka, tentang penyucian perempuan setelah persalinan, dan tentang mereka yang telah tahir dari penyakit kusta. Dalam peraturan-peraturan ini, Tuhan sampai berbicara tentang penyakit, dan bahkan ada aturan tentang penyembelihan kambing domba dan ternak, dan sebagainya. Kambing domba dan ternak diciptakan oleh Tuhan, dan engkau harus menyembelihnya seperti yang Tuhan perintahkan kepadamu; tidak boleh ada keraguan dan alasan untuk firman Tuhan; tidak diragukan lagi adalah benar untuk bertindak sesuai dengan apa yang ditetapkan Tuhan, dan itu pasti bermanfaat bagi manusia! Ada juga hari-hari raya dan aturan untuk diperingati, seperti hari Sabat, Paskah, dan masih banyak lagi—Tuhan berbicara tentang semua ini. Mari kita melihat yang terakhir: peraturan lainnya—menyalakan pelita, Tahun Yobel, penebusan tanah, bernazar, persembahan persepuluhan, dan sebagainya. Apakah semua ini mencakup ruang lingkup yang luas? Hal pertama yang harus dibahas adalah masalah korban persembahan manusia, kemudian ada peraturan tentang pencurian dan ganti rugi, dan memelihara hari Sabat ...; setiap rincian kehidupan dilibatkan. Dengan kata lain, ketika Tuhan memulai secara resmi pekerjaan dalam rencana pengelolaan-Nya, Dia menetapkan banyak peraturan yang harus diikuti oleh manusia. Semua peraturan ini dibuat demi memungkinkan manusia menjalani kehidupan normal manusia di bumi, kehidupan normal manusia yang tidak dapat dipisahkan dari Tuhan dan bimbingan-Nya. Tuhan pertama-tama memberitahukan kepada manusia cara untuk membangun mezbah, cara mengatur mezbah. Setelah itu, Dia memberitahukan kepada manusia cara mempersembahkan korban, dan menetapkan bagaimana manusia harus hidup—apa yang harus dia perhatikan dalam hidup, apa yang harus dia patuhi, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan olehnya. Apa yang ditetapkan oleh Tuhan bagi manusia mencakup semuanya, dan dengan ketetapan, peraturan, dan prinsip ini, Dia menetapkan standar perilaku manusia, membimbing hidup mereka, menuntun mereka untuk melakukan hukum-hukum Tuhan, membimbing mereka untuk datang ke hadapan mezbah Tuhan, menuntun mereka untuk memiliki kehidupan di tengah segala sesuatu yang Tuhan buat untuk manusia yang mengandung ketertiban, keteraturan, dan kesederhanaan. Tuhan pertama-tama menggunakan peraturan dan prinsip yang sederhana ini untuk menetapkan batasan bagi manusia, sehingga di bumi manusia akan memiliki kehidupan penyembahan kepada Tuhan yang normal, memiliki kehidupan normal sebagai manusia; seperti itulah isi spesifik dari awal rencana pengelolaan enam ribu tahun-Nya. Peraturan dan aturan itu mencakup konten yang sangat luas, semua itu merupakan hal-hal spesifik dari bimbingan Tuhan bagi umat manusia selama Zaman Hukum Taurat, semua itu harus diterima dan dipatuhi oleh orang-orang yang hidup sebelum Zaman Hukum Taurat, semua itu adalah catatan pekerjaan yang dilakukan oleh Tuhan selama Zaman Hukum Taurat, dan bukti nyata kepemimpinan serta bimbingan Tuhan bagi seluruh umat manusia.

Umat Manusia Selamanya Tidak Terpisahkan dari Ajaran dan Pembekalan Tuhan

Dalam peraturan-peraturan ini kita melihat bahwa sikap Tuhan terhadap pekerjaan-Nya, terhadap pengelolaan-Nya, dan terhadap umat manusia adalah serius, berhati-hati, teliti, dan bertanggung jawab. Dia melakukan pekerjaan yang harus Dia lakukan di antara umat manusia sesuai dengan langkah-Nya, tanpa penyimpangan sedikit pun, mengucapkan firman yang harus Dia ucapkan kepada umat manusia tanpa sedikit pun kekeliruan atau kelalaian, memungkinkan manusia untuk melihat bahwa dia tidak dapat dipisahkan dari kepemimpinan Tuhan, dan menunjukkan kepadanya betapa pentingnya semua yang Tuhan lakukan dan firmankan kepada umat manusia. Terlepas dari seperti apakah manusia pada zaman selanjutnya, pada awal mulanya—selama Zaman Hukum Taurat—Tuhan melakukan hal-hal sederhana ini. Bagi Tuhan, konsep manusia tentang Tuhan, dunia, dan umat manusia pada zaman itu adalah abstrak dan kabur, dan meskipun mereka memiliki beberapa gagasan dan niat yang disadari, semuanya itu tidak jelas dan tidak benar, dan dengan demikian umat manusia tidak dapat dipisahkan dari ajaran dan pembekalan Tuhan untuk mereka. Manusia yang paling awal tidak tahu apa-apa, jadi Tuhan harus mulai mengajar manusia dari prinsip-prinsip yang paling dangkal dan dasar untuk bertahan hidup dan aturan yang diperlukan untuk hidup, menanamkan hal-hal ini dalam hati manusia sedikit demi sedikit. Melalui aturan-aturan ini, yang berupa firman, dan melalui peraturan-peraturan ini, Dia memberikan kepada manusia pemahaman bertahap tentang diri-Nya, penghargaan serta pemahaman bertahap tentang hubungan antara diri-Nya dan manusia. Setelah mencapai dampak ini, barulah Tuhan kemudian dapat, sedikit demi sedikit, melakukan pekerjaan yang akan Dia lakukan di kemudian hari. Dengan demikian, peraturan dan pekerjaan yang dilakukan oleh Tuhan selama Zaman Hukum Taurat merupakan landasan bagi pekerjaan-Nya menyelamatkan umat manusia, dan merupakan tahap pertama pekerjaan dalam rencana pengelolaan Tuhan. Meskipun, sebelum pekerjaan Zaman Hukum Taurat, Tuhan telah berbicara kepada Adam, Hawa, dan keturunan mereka, perintah dan ajaran itu tidak begitu sistematis atau spesifik seperti yang dikeluarkan satu per satu kepada manusia, dan semua itu tidak dituliskan, juga tidak menjadi peraturan. Itu karena, pada waktu itu, rencana Tuhan belum sampai sejauh itu; hanya ketika Tuhan telah memimpin manusia ke langkah ini, barulah Dia dapat mulai berbicara tentang peraturan-peraturan Zaman Hukum Taurat ini, dan mulai membuat manusia melaksanakannya. Itu adalah proses yang perlu, dan hasilnya tidak bisa dihindari. Ketetapan dan peraturan sederhana ini menunjukkan kepada manusia langkah-langkah pekerjaan pengelolaan Tuhan dan hikmat Tuhan yang dinyatakan dalam rencana pengelolaan-Nya. Tuhan tahu apa isi dan sarana yang digunakan untuk memulai, sarana apa yang digunakan untuk melanjutkan, dan sarana apa yang digunakan untuk mengakhiri agar Dia bisa mendapatkan sekelompok orang yang menjadi kesaksian bagi-Nya, dan bahwa Dia bisa mendapatkan sekelompok orang yang sepemikiran dengan diri-Nya. Dia tahu apa yang ada di dalam hati manusia, dan tahu apa yang kurang dalam diri manusia. Dia tahu apa yang harus Dia sediakan, dan bagaimana Dia seharusnya memimpin manusia, dan demikian pula Dia tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh manusia. Manusia itu seperti boneka: meskipun dia tidak memiliki pemahaman akan maksud Tuhan, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain dipimpin oleh pekerjaan pengelolaan Tuhan, langkah demi langkah, hingga saat ini. Tidak ada kekaburan dalam hati Tuhan tentang apa yang harus dilakukan oleh-Nya; dalam hati-Nya ada rencana yang sangat jelas dan terang, dan Dia melakukan pekerjaan yang Dia sendiri ingin lakukan menurut langkah-Nya dan rencana-Nya, berkembang dari yang dangkal hingga yang mendalam. Meskipun Dia tidak menunjukkan pekerjaan yang akan Dia lakukan di kemudian hari, pekerjaan-Nya yang selanjutnya masih terus dilaksanakan dan berkembang tepat sekali sesuai dengan rencana-Nya, yang merupakan perwujudan dari apa yang dimiliki Tuhan dan siapa Dia, dan yang juga merupakan otoritas Tuhan. Terlepas dari tahap mana dari rencana pengelolaan-Nya yang sedang Dia kerjakan, watak-Nya dan hakikat-Nya merepresentasikan diri-Nya sendiri. Ini sungguh benar. Tanpa memandang zaman, atau tahap pekerjaan, ada hal-hal yang tidak akan pernah berubah: orang macam apa yang Tuhan kasihi, orang macam apa yang Dia benci, watak-Nya dan semua yang dimiliki-Nya dan siapa Dia. Meskipun peraturan dan prinsip yang Tuhan tetapkan selama pekerjaan Zaman Hukum Taurat ini tampak sangat sederhana dan dangkal bagi orang-orang zaman sekarang, dan meskipun semua itu mudah dipahami dan dicapai, di dalamnya tetap terdapat hikmat Tuhan, dan tetap terdapat watak Tuhan dan apa yang dimiliki-Nya dan siapa Dia. Karena dalam peraturan yang tampak sederhana ini tanggung jawab dan kepedulian Tuhan kepada umat manusia dinyatakan, serta hakikat pikiran-Nya yang sempurna, sehingga memungkinkan manusia untuk benar-benar menyadari fakta bahwa Tuhan mengatur segala sesuatu dan segala sesuatu dikendalikan oleh tangan-Nya. Seberapa pun banyaknya pengetahuan yang dikuasai oleh umat manusia, atau seberapa pun banyaknya teori atau misteri yang dipahami olehnya, bagi Tuhan tak ada satu pun dari hal-hal ini yang mampu menggantikan pembekalan-Nya dan kepemimpinan-Nya bagi umat manusia; umat manusia akan selamanya tidak dapat dipisahkan dari bimbingan Tuhan dan pekerjaan pribadi Tuhan. Seperti itulah hubungan yang tidak terpisahkan antara manusia dan Tuhan. Terlepas dari apakah Tuhan memberimu perintah, atau peraturan, atau memberikan kebenaran bagimu untuk memahami maksud-Nya, apa pun yang Dia lakukan, tujuan Tuhan adalah untuk membimbing manusia menuju hari esok yang indah. Firman yang diucapkan oleh Tuhan dan pekerjaan yang dilakukan oleh-Nya, keduanya adalah penyingkapan salah satu aspek hakikat-Nya, dan merupakan penyingkapan salah satu aspek dari watak-Nya dan hikmat-Nya; semua itu merupakan langkah yang harus ada dalam rencana pengelolaan-Nya. Ini tidak boleh diabaikan! Maksud Tuhan ada dalam apa pun yang Dia lakukan; Tuhan tidak takut pada pernyataan yang salah tempat, dan Dia juga tidak takut pada gagasan atau pemikiran manusia tentang diri-Nya. Dia hanya melakukan pekerjaan-Nya dan melanjutkan pengelolaan-Nya, sesuai dengan rencana pengelolaan-Nya, tidak dibatasi oleh orang, perkara, atau benda apa pun.

Baiklah. Sekian untuk hari ini. Sampai jumpa lagi!

9 November 2013

Sebelumnya: Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I

Selanjutnya: Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini