Firman Tuhan Harian: Mengenal Tuhan | Kutipan 55

19 November 2022

Ayub Memuji Nama Tuhan dan Tidak Memikirkan Berkat atau Bencana

Ada sebuah fakta yang tidak pernah disinggung dalam kisah Ayub dalam Alkitab, dan fakta ini akan menjadi fokus perhatian kita sekarang. Meskipun Ayub tidak pernah melihat Tuhan atau mendengar firman Tuhan dengan telinganya sendiri, Tuhan memiliki tempat di hati Ayub. Bagaimana sikap Ayub terhadap Tuhan? Sikap Ayub, seperti yang disebutkan sebelumnya, adalah, "terpujilah nama Yahweh". Pujiannya bagi nama Tuhan tanpa syarat, tidak memedulikan keadaan, dan tanpa alasan. Kita melihat bahwa Ayub telah memberikan hatinya kepada Tuhan, yang memungkinkannya untuk dikendalikan oleh Tuhan; semua yang dia pikirkan, semua yang dia putuskan, dan semua yang dia rencanakan dalam hatinya dibukakan kepada Tuhan dan tidak ditutup-tutupi dari Tuhan. Hatinya tidak berseberangan dengan Tuhan, dan dia tidak pernah meminta Tuhan untuk melakukan apa pun untuknya atau memberi apa pun kepadanya, dan dia tidak memendam hasrat berlebihan bahwa dia akan mendapatkan apa pun dari penyembahannya kepada Tuhan. Ayub tidak bernegosiasi dengan Tuhan, dan tidak mengajukan permintaan atau tuntutan kepada Tuhan. Dia memuji nama Tuhan karena kuasa dan otoritas Tuhan yang luar biasa dalam mengatur segala sesuatu, dan itu tidak bergantung pada apakah dia mendapatkan berkat atau ditimpa oleh bencana. Dia percaya bahwa terlepas dari apakah Tuhan memberkati orang atau mendatangkan bencana atas mereka, kuasa dan otoritas Tuhan tidak akan berubah, sehingga, bagaimana pun keadaan seseorang, nama Tuhan harus dipuji. Orang tersebut diberkati oleh Tuhan karena kedaulatan Tuhan, dan saat kemalangan menimpa manusia, itu juga terjadi karena kedaulatan Tuhan. Kuasa dan otoritas Tuhan berkuasa dan mengatur segala sesuatu tentang manusia; perubahan yang tak terduga pada kekayaan manusia adalah perwujudan dari kuasa dan otoritas Tuhan, dan apa pun sudut pandang seseorang, nama Tuhan harus dipuji. Inilah yang dialami oleh Ayub dan yang semakin diketahuinya selama tahun-tahun hidupnya. Seluruh pikiran dan tindakan Ayub sampai ke telinga Tuhan dan sampai di hadapan Tuhan, dan dipandang penting oleh Tuhan. Tuhan menghargai pengetahuan Ayub ini, dan menghargai Ayub karena memiliki hati seperti itu. Hati seperti ini senantiasa menantikan perintah Tuhan, dan di segala tempat, serta kapan dan di mana pun, hati seperti ini menyambut apa pun yang terjadi pada dirinya. Ayub tidak mengajukan tuntutan apa pun kepada Tuhan. Yang dia tuntut dari dirinya sendiri adalah menunggu, menerima, menghadapi, dan menaati seluruh pengaturan yang berasal dari Tuhan; Ayub percaya ini adalah tugasnya, dan itulah yang justru diinginkan oleh Tuhan. Ayub belum pernah melihat Tuhan, atau mendengar-Nya mengucapkan firman, mengeluarkan perintah, memberi ajaran, atau menginstruksikan apa pun kepadanya. Dalam bahasa zaman sekarang, bagi Ayub untuk dapat memiliki pengetahuan dan sikap seperti itu terhadap Tuhan saat Tuhan tidak memberinya pencerahan, bimbingan, ataupun pembekalan berkenaan dengan kebenaran—ini adalah hal yang sangat berharga, dan bagi Ayub untuk menunjukkan hal-hal seperti itu sudah cukup bagi Tuhan, dan kesaksiannya dipuji dan dihargai oleh Tuhan. Ayub tidak pernah melihat Tuhan atau mendengar Tuhan secara langsung mengucapkan ajaran apa pun kepadanya, tetapi bagi Tuhan, hati Ayub dan diri Ayub sendiri jauh lebih berharga dari orang-orang yang, di hadapan Tuhan, hanya dapat berbicara dalam kerangka teori secara mendalam, yang hanya dapat membual, dan berbicara tentang mempersembahkan korban bakaran, tetapi sama sekali tidak memiliki pengetahuan yang sejati akan Tuhan, dan tidak pernah sungguh-sungguh takut akan Tuhan. Karena hati Ayub murni, dan tidak tersembunyi dari Tuhan, dan kemanusiaannya jujur serta baik hati, dan dia mencintai keadilan dan hal-hal yang positif. Hanya manusia semacam inilah yang memiliki hati dan kemanusiaan yang dapat mengikuti jalan Tuhan, dan mampu untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Manusia semacam itu bisa melihat kedaulatan Tuhan, bisa melihat otoritas dan kuasa-Nya, juga dapat mencapai ketaatan terhadap kedaulatan dan pengaturan-Nya. Hanya seorang manusia seperti ini yang benar-benar bisa memuji nama Tuhan. Ini karena dia tidak melihat apakah Tuhan akan memberkatinya atau mendatangkan bencana atasnya, karena dia tahu bahwa segala sesuatu dikendalikan oleh tangan Tuhan, dan bahwa kekhawatiran manusia merupakan tanda kebodohan, ketidaktahuan, dan sikap irasional, tanda keraguan terhadap fakta kedaulatan Tuhan atas segala sesuatu, dan tanda tidak takut akan Tuhan. Pengetahuan Ayub justru adalah apa yang Tuhan inginkan. Jadi apakah Ayub memiliki pengetahuan teoritis tentang Tuhan yang lebih besar daripada engkau semua? Karena pekerjaan dan perkataan Tuhan kala itu sedikit, bukanlah hal yang mudah untuk memperoleh pengetahuan tentang Tuhan. Pencapaian demikian oleh Ayub merupakan prestasi yang luar biasa. Dia tidak pernah mengalami pekerjaan Tuhan, mendengar Tuhan berfirman, atau melihat wajah Tuhan. Bahwa Ayub dapat memiliki sikap seperti itu terhadap Tuhan, itu sepenuhnya merupakan hasil dari kemanusiaan dan pengejaran pribadinya, kemanusiaan dan pengejaran yang tidak dimiliki oleh orang-orang zaman sekarang. Jadi, pada zaman itu, Tuhan berkata: "Tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur." Pada zaman itu, Tuhan sudah membuat penilaian seperti itu mengenai diri Ayub, dan telah sampai pada kesimpulan seperti itu. Betapa jauh lebih benarnya hal itu pada zaman sekarang.

—Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II"

Lihat lebih banyak

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Bagikan

Batalkan