Hanya dengan Menyelesaikan Gagasannya Orang Dapat Memasuki Jalur yang Benar dalam Kepercayaan kepada Tuhan (2)
Mengenai masalah gagasan, sebelumnya kita bersekutu tentang tiga hal: yang pertama adalah gagasan tentang kepercayaan kepada Tuhan, yang kedua adalah gagasan tentang inkarnasi, dan yang ketiga adalah gagasan tentang pekerjaan Tuhan. Kita telah selesai membahas dua hal pertama, juga membahas beberapa informasi konseptual yang cukup mendasar sehubungan dengan hal yang ketiga. Mengenai gagasan yang berkaitan dengan hal yang ketiga ini, atau informasi yang berkaitan dengan gagasan ini, sudahkah engkau semua merenungkan dengan saksama informasi lain apa yang berkaitan dengan gagasan ini dan berkaitan dengan kebenaran ini? Tidak ada kebenaran yang sesederhana makna harfiahnya; semuanya memiliki makna nyata yang terkandung di dalamnya, dan semuanya berkaitan dengan jalan masuk kehidupan orang, serta berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan sehari-hari dan kepercayaan mereka kepada Tuhan. Jadi, sudahkah engkau semua memahami informasi apa pun yang berkaitan dengan aspek kebenaran ini dari kehidupan sehari-harimu? Ketika engkau mendengarkan persekutuan tentang aspek kebenaran ini, engkau semua hanya mampu memahami sebagian darinya secara harfiah, dan engkau memiliki sedikit pemahaman untuk membedakan gagasan yang jelas. Setelah itu, melalui perenungan lebih lanjut, doa dan pencarian, serta persekutuan dengan saudara-saudarimu berdasarkan pengalamanmu, engkau seharusnya mampu memperoleh pemahaman yang lebih mendalam dan lebih nyata. Melihat ketiga kebenaran ini secara harfiah, manakah yang paling berkaitan dengan watak rusak manusia, pemahaman mereka akan watak Tuhan, dan jalan masuk mereka yang nyata? Kebenaran manakah yang paling mendalam? (Kebenaran yang ketiga.) Kebenaran yang ketiga sedikit lebih mendalam. Kebenaran yang pertama adalah gagasan tentang kepercayaan kepada Tuhan, dan gagasan-gagasan ini relatif kentara dan dangkal. Kebenaran yang kedua adalah gagasan tentang inkarnasi, yang berkaitan dengan sejumlah informasi yang dapat dilihat dan dipahami orang, dan yang dengannya mereka dapat berinteraksi serta renungkan dalam kehidupan. Kebenaran yang ketiga adalah gagasan tentang pekerjaan Tuhan yang berkaitan dengan watak rusak manusia. Kebenaran yang terakhir ini agak lebih mendalam. Jadi, apa sebenarnya yang dimaksud dengan gagasan tentang pekerjaan Tuhan? Gagasan apa yang orang-orang miliki tentang pekerjaan Tuhan? Bagaimana mereka harus memahami dan menangani gagasan-gagasan ini, dan bagaimana mereka harus meluruskannya? Inilah isi persekutuan hari ini.
Ketika gagasan manusia tentang pekerjaan Tuhan meningkat dari penalaran dan penilaian mereka terhadap Tuhan menjadi tuntutan terhadap Tuhan, memiliki keinginan yang berlebihan terhadap Tuhan, bertentangan dengan-Nya, dan membuat suatu penilaian atau menghakimi pekerjaan-Nya, maka gagasan-gagasan ini bukan lagi sekadar sebuah sudut pandang atau keyakinan, tetapi juga berkaitan dengan watak rusak orang. Setelah gagasan-gagasan tersebut mulai berkaitan dengan watak yang rusak, hal ini sudah cukup untuk membuat orang-orang menentang Tuhan, menghakimi-Nya, dan bahkan mengkhianati-Nya. Oleh karena itu, jika gagasan manusia tentang Tuhan hanya sekadar khayalan dan spekulasi, itu bukan masalah besar. Sedangkan, jika gagasan-gagasan tersebut meningkat menjadi sebuah sudut pandang dan sikap terhadap pekerjaan Tuhan, berubah menjadi tuntutan yang tidak masuk akal terhadap Tuhan, atau penghakiman dan kutukan terhadap Tuhan, atau menjadi dipenuhi dengan ambisi, hasrat, atau niat, gagasan-gagasan ini bukan lagi gagasan biasa. Mengapa Kukatakan itu bukan lagi gagasan biasa? Karena gagasan dan pemikiran ini berkaitan dengan jalan masuk kehidupanmu, dan dengan pemahamanmu tentang pekerjaan Tuhan, dan berkaitan dengan apakah engkau dapat menerima dan tunduk pada kedaulatan Tuhan atau tidak, dan apakah engkau dapat mengenali-Nya sebagai Yang Berdaulat atasmu dan sebagai Sang Pencipta, serta semua ini berkaitan langsung dengan sudut pandang dan sikapmu terhadap Tuhan. Berdasarkan hal ini, apakah memiliki gagasan-gagasan seperti ini adalah masalah yang serius bagi orang? (Ya.) Agar dapat menelaah gagasan ini, jika kita melakukannya dari sudut pandang teoretis, gagasan tersebut mungkin terdengar agak abstrak, atau sangat berbeda dari kehidupan sehari-harimu. Jadi, mari kita membahas lebih lanjut tentang berbagai macam situasi kehidupan manusia, yang dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari atau di antara manusia, atau tentang takdir mereka, atau tentang berbagai pandangan dan sikap mereka terhadap kehidupan dan terhadap kedaulatan serta pengaturan Tuhan, untuk menelaah gagasan orang dan memungkinkan mereka untuk melihat bagaimana Tuhan mengendalikan dan mengatur umat manusia, dan seperti apa keadaan pekerjaan Tuhan yang sebenarnya. Ini adalah topik yang tidak mudah untuk dipersekutukan. Jika persekutuannya terlalu teoretis, orang akan merasa bahwa itu kosong, sedangkan jika terlalu mementingkan hal-hal sepele atau terlalu dekat dengan kehidupan nyata orang, mereka akan menganggapnya sangat dangkal, dan akan timbul masalah-masalah seperti ini. Meskipun demikian, mari kita tetap mempersekutukannya dengan cara yang cukup sederhana dan mudah dipahami, yaitu tetap dengan cara bercerita. Melalui alur kisah dan tokoh-tokoh dari kisah tersebut, falsafah kehidupan yang tercermin dalam kisah itu sendiri, dan fenomena yang orang lihat, mereka akan mampu memahami beberapa dari cara dan metode yang Tuhan gunakan dalam melakukan pekerjaan-Nya, serta memahami pandangan-pandangan keliru yang orang miliki dalam kehidupan nyata sehubungan dengan pekerjaan Tuhan, kedaulatan dan pengaturan-Nya akan segala sesuatu, atau beberapa hal keliru yang dipegang teguh orang-orang. Agak lebih mudah bagi orang untuk memahaminya jika itu dipersekutukan dengan cara seperti ini.
Jadi beginilah kisahnya. Alkisah, ada seorang gadis kecil yang dilahirkan dalam keluarga yang sederhana. Sejak masih kecil, dia memiliki sebuah keinginan: dia tidak meminta untuk menjadi kaya atau hidup berkecukupan, yang dia inginkan hanyalah seseorang yang bisa dia andalkan. Apakah keinginan ini terlalu berlebihan? Apakah permintaannya terlalu banyak? (Tidak.) Namun sayangnya, ayahnya meninggal sebelum dia menjadi dewasa, jadi akibatnya tidak ada siapa pun yang bisa dia andalkan dalam hidupnya. Dia telah kehilangan orang utama yang bisa dia andalkan dalam hidupnya, satu-satunya orang yang dia pikir dengan benaknya yang masih belia sebagai orang yang bisa dia andalkan. Bukankah pikirannya yang masih belia menderita karena kesedihan yang sangat mendalam? Terjadinya hal seperti ini pasti telah mengakibatkan kesedihan yang sangat mendalam baginya. Apakah ada trauma di hatinya? Pasti ada trauma. Bagaimana trauma seperti itu bisa muncul? Trauma seperti itu bisa muncul karena, dalam pikirannya yang masih muda, dia belum siap dan belum bisa berkata, "Aku mampu hidup mandiri, aku mampu menafkahi diriku sendiri, aku tidak perlu lagi mengandalkan orang tuaku." Dia, sebagaimana orang-orang katakan, belum mampu "mengepakkan sayapnya". Dalam pemikiran naifnya, dia belum sempat memikirkan apa yang harus dia lakukan terhadap masa depannya atau bagaimana dia bisa bertahan hidup tanpa orang tuanya. Dalam situasi inilah, sebelum dia menjadi sadar akan hal-hal seperti itu, ayahnya meninggal dunia, yang berarti bahwa sarana penopang kehidupannya telah lenyap, dan bahwa keadaan akan menjadi lebih sulit daripada sebelumnya. Engkau bisa membayangkan seperti apa hari-harinya setelah itu. Dia menjalani kehidupan yang sulit bersama ibu dan adik laki-lakinya, nyaris tak mampu memenuhi kebutuhan hidup. Namun, sesedih apa pun dia, kehidupan tetap harus terus berlanjut, jadi dia terus berjalan meskipun ada hambatan, mendampingi ibu dan adik laki-lakinya. Beberapa tahun kemudian, dia telah beranjak dewasa, dan mampu secara mandiri menghasilkan sejumlah uang untuk memenuhi biaya hidup ibu dan adik laki-lakinya. Namun, hidupnya tetap tidak berkecukupan. Selama ini, keinginannya yang terdalam belum berubah. Dia membutuhkan seseorang untuk diandalkan, tetapi orang seperti apa? Siapa sebenarnya orang yang ingin dia andalkan? Jelaskan kepada-Ku. Apa arti paling sederhana dari "seseorang untuk diandalkan"? Artinya adalah seseorang yang bisa memberinya sarana untuk hidup, serta makanan dan pakaian, tanpa dia perlu bersusah payah mencari nafkah sendiri, atau mengalami penderitaan apa pun. Seseorang yang setidaknya bisa dia andalkan setiap kali ada masalah, seseorang yang menyokongnya, sebagaimana orang-orang katakan—orang seperti itulah yang ingin dia andalkan. Sekalipun orang tersebut tidak bisa membantu atau menyokongnya hidupnya secara finansial, setidaknya, setiap kali ada masalah atau setiap kali dia merasa sedih, dia memiliki orang yang bisa diandalkan, seseorang yang bisa membantunya melewati masa-masa sulit dan keluar dari badai. Inilah yang dia inginkan. Apakah ini permintaan yang terlalu berlebihan? Apakah keinginan ini tidak realistis? Permintaannya tidak berlebihan, dan itu bukanlah keinginan yang tidak realistis. Bukankah banyak orang juga menginginkan hal yang sesederhana ini? Sangat sedikit orang yang mampu berkata bahwa mereka dilahirkan tanpa mengandalkan siapa pun kecuali diri mereka sendiri. Sebagian besar orang yang hidup di dunia ini dan dalam komunitas berharap memiliki teman, atau seseorang yang bisa mereka andalkan, gadis ini pun tidak terkecuali.
Dalam sekejap mata, gadis ini telah mencapai usia pernikahan, dan dia masih menyimpan keinginan untuk menemukan seseorang yang dapat dia andalkan. Orang itu tidak harus orang yang sangat kaya, atau membuatnya hidup mewah, dan dia tidak harus seorang yang pandai berbicara. Orang itu hanya harus selalu ada untuk menyokongnya kapan pun dia berada dalam masalah, atau dilanda kesulitan atau terserang penyakit, sekalipun hanya untuk memberinya kata-kata yang menghibur dan tidak lebih. Apakah ini keinginan yang bisa dengan mudah menjadi kenyataan? Ini tidak pasti. Tak seorang pun tahu apakah keinginan manusia adalah apa yang Tuhan rencanakan untuk diberikan kepada mereka atau untuk dicapai dalam diri mereka, atau apakah pada akhirnya, keinginan mereka telah ditentukan sejak semula dalam takdir mereka. Oleh karena itu, tak ada seorang pun yang tahu apakah keinginan gadis ini bisa menjadi kenyataan atau tidak, dan dia sendiri pun tidak tahu. Namun, dia tetap berteguh pada keinginannya seraya saat dia terus melanjutkan kehidupannya. Pada saat ini, dia merasa sangat khawatir dan gelisah, tetapi bagaimanapun juga, hari itu telah tiba. Dia tidak tahu apakah orang yang berencana dinikahinya benar-benar adalah seseorang yang bisa dia andalkan selama sisa hidupnya, tetapi dia tetap sungguh-sungguh berharap dalam hatinya: "Orang ini haruslah seseorang yang dapat kuandalkan. Dua puluh tahun terakhir dalam hidupku sudah cukup sulit. Jika aku menikahi seseorang yang tidak bisa kuandalkan, sisa hidupku akan menjadi jauh lebih sulit. Siapa lagi yang bisa kuandalkan?" Dia merasa sedih, tetapi tidak ada yang bisa dia lakukan, jadi dia terus berharap. Agar dapat bertahan hidup, ketika orang tidak tahu mengapa mereka ada dalam kehidupan ini dan tidak tahu bagaimana mereka harus menjalani hidup, mereka terus menjalani hidup dengan hati-hati, dengan keinginan dan harapan yang tidak pasti ini. Ketika momen ini tiba, dia tidak tahu seperti apa masa depannya kelak. Masa depannya tidak diketahui. Dia terus bergerak maju. Namun, banyak fakta yang sering kali bertentangan dengan keinginan orang. Untuk saat ini, kita tidak akan mengomentari mengapa Tuhan mengatur takdir manusia dengan cara seperti ini. Apakah itu memang pengaturan Tuhan yang disengaja, ataukah itu karena kerusakan dan kebodohan manusia yang menyebabkan keinginan dan tuntutan manusia justru bertolak belakang dengan takdir yang telah Tuhan atur bagi manusia, sehingga keinginan manusia sering kali tidak dapat menjadi kenyataan, dan segala sesuatu sering kali tidak sesuai dengan yang mereka harapkan, kita tidak akan membahas semua ini sekarang. Pertama-tama, mari kita lanjutkan kisahnya.
Setelah gadis itu menikah, dia memasuki tahap kehidupan selanjutnya, sambil berpegang teguh pada keinginannya. Apa yang menantinya pada tahap kehidupan ini? Dia tidak tahu, tetapi dia tidak dapat menghindarinya hanya karena dia takut akan hal yang tidak diketahui. Dia harus memberanikan dirinya sendiri dan terus maju, dan dia tetap harus menjalani hari demi hari. Di titik balik besar dalam hidupnya ini, takdir yang telah Tuhan atur baginya akhirnya tiba—dan itu bertolak belakang dengan apa yang selama ini dia dambakan. Kehidupan rumah tangga sederhana yang selama ini dia dambakan, dengan tempat tidur sederhana, meja tulis kecil, kamar bersih yang sederhana, suami dan anak-anak—kehidupan sederhana yang diinginkannya ini tidak akan pernah menjadi kenyataan. Setelah dia menikah, suaminya menghabiskan sepanjang tahun jauh dari rumah karena harus bekerja, sehingga mereka harus hidup terpisah. Dengan kehidupan seperti itu, masa depan seperti apa yang ada bagi seorang wanita? Kehidupan yang ditindas dan didiskriminasi. Menghadapi lingkungan hidup seperti itu merupakan pukulan lain bagi kehidupan dan takdirnya. Ini adalah sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya, dan juga sesuatu yang tidak ingin dia lihat atau hadapi. Namun kini, kenyataannya sama sekali tidak sesuai dengan keinginan dan imajinasinya. Hal yang tidak ingin dia lihat atau alami justru terjadi padanya. Suaminya pergi jauh untuk bekerja sepanjang tahun. Dia harus hidup mandiri, baik dalam kehidupan maupun secara finansial. Dia harus keluar bekerja mencari uang untuk membayar tagihannya sendiri. Dia tidak memiliki siapa pun untuk membantunya dalam hidupnya, dan harus mengandalkan dirinya sendiri dalam segala hal. Dalam lingkungan hidup seperti itu, apakah wanita ini akhirnya bersama dengan seseorang yang bisa dia andalkan, atau tidak sama sekali? (Tidak sama sekali.) Apakah keinginannya terpenuhi atau pupus setelah dia menikah? (Pupus.) Jelas, pada tahap penting kedua dalam hidupnya, sekali lagi harapannya telah pupus, dan dia tidak memiliki siapa pun yang bisa dia andalkan. Orang yang dia anggap bisa dia andalkan dalam kehidupan ternyata tidak berada di sisinya, dan sama sekali tidak bisa dia andalkan. Orang yang dia anggap sebagai pilar kekuatannya, batu karangnya, dan seseorang yang bisa dia andalkan sama sekali tidak bisa dia andalkan. Dia harus melakukan semuanya sendirian, dan menangani serta menghadapi semuanya seorang diri. Selama masa-masa tersulitnya, dia hanya bisa bersembunyi di tempat tidur dan menangis di balik selimut, tanpa punya seseorang yang dapat diajak untuk berbagi masalahnya. Demi menjaga reputasi, daya saing, dan harga dirinya, dia sering menunjukkan penampilan luar yang terlihat tangguh, dan tampil sebagai wanita yang kuat, tetapi di lubuk hatinya, dia sebenarnya sangat rapuh. Dia membutuhkan dukungan, dan mendambakan seseorang yang bisa dia andalkan, tetapi keinginan ini belum menjadi kenyataan.
Beberapa tahun kemudian, dia hidup berpindah-pindah bersama beberapa anaknya yang masih kecil, menyewa rumah dan menjalani kehidupan tanpa tempat tinggal yang tetap. Dengan demikian, seiring berjalannya waktu, salah satu kebutuhan hidupnya yang paling mendasar perlahan-lahan terkikis sedikit demi sedikit. Yang dia inginkan hanyalah memiliki sebuah ruangan kecil dengan sebuah tempat tidur, sebuah meja tulis kecil, dan sebuah kompor untuk memasak, serta agar keluarganya dapat makan bersama di meja makan, memelihara beberapa ekor ayam, dan menjalani hidup yang sederhana. Dia tidak berharap menjadi kaya atau berkecukupan. Asalkan hidup ini sederhana, tenang, dan seluruh keluarga berkumpul bersama, itu sudah cukup. Namun, yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah bertahan hidup dengan anak-anaknya yang harus dinafkahinya. Bukan saja tidak punya siapa pun untuk dia andalkan, tetapi yang lebih buruk lagi, dia harus menjadi orang yang diandalkan oleh anak-anaknya sendiri. Dia juga menganggap bahwa, karena hidup di dunia yang fana ini sangat menyakitkan, dia mungkin dapat menemukan cara untuk mengobati rasa sakit ini, seperti dengan menjadi seorang biksuni Buddha, atau mencari tempat untuk mengembangkan kebajikan spiritualnya, jauh dari kehidupan bermasyarakat manusia dan jauh dari penderitaan ini, tanpa mengandalkan siapa pun, dan tanpa siapa pun yang mengandalkannya, karena hidup seperti ini sangat melelahkan dan menyakitkan. Namun, apa satu hal yang menguatkan dirinya dan membuatnya terus bertahan? (Anak-anaknya.) Benar. Jika dia tidak memiliki anak, mungkin hari-hari yang dia jalani setiap hari akan lebih menyakitkan, tetapi setelah dia memiliki anak, dia memikul tanggung jawab dan menjadi orang yang mereka andalkan. Ketika anak-anaknya memanggilnya "Ibu", dia merasa bahwa beban di pundaknya terlalu berat, bahwa dia tidak boleh melepaskan tanggung jawabnya begitu saja, dan dia tidak bisa mengandalkan orang lain, tetapi dia bisa menjadi orang yang diandalkan orang lain. Dia menganggap ini juga bisa dianggap sebagai sumber kebahagiaan dalam hidup, sikap terhadap hidup, dan motivasi untuk hidup. Dengan cara seperti ini, dia bertahan sekitar sepuluh tahun lagi demi anak-anaknya. Apakah hari-harinya terasa panjang? (Ya.) Mengapa hari-harinya terasa panjang? (Karena dia menjalani kehidupan yang sulit, jadi hari-harinya terasa panjang.) Engkau tahu dari pengalaman, perkataan itu terdengar seperti perkataan seseorang yang pernah mengalaminya. Hari-hari itu berat dan menyiksa, sehingga terasa sangat panjang. Semua yang dia alami seperti siksaan di lubuk hatinya, jadi dia harus hidup menghitung hari, dan kehidupan seperti ini tidak mudah untuk dijalani. Bahkan setelah anak-anaknya beranjak dewasa, keinginannya tetap tidak berubah. Dia tetap memiliki keinginan ini di lubuk hatinya: "Anak-anak sudah makin dewasa dan tidak lagi sulit untuk mengurus mereka. Jika suamiku bisa bersama kami dan keluarga ini bisa bersatu kembali, kehidupan kami akan menjadi jauh lebih baik." Imajinasinya yang indah kembali muncul dan, sebagaimana orang tidak percaya katakan, hal itu mengembalikan angin harapan ke layar perahunya. Setiap kali dia tidak bisa tidur di malam hari, dia akan memikirkan hal-hal seperti: "Sekarang anak-anak beranjak dewasa, jika mereka bisa masuk perguruan tinggi, dan pada akhirnya mendapatkan pekerjaan yang bagus dan menghasilkan uang, hidup akan lebih mudah, dan makanan, pakaian, serta rumah akan lebih baik daripada sekarang. Dan jika suamiku kembali, hidup akan menjadi jauh lebih baik, dan aku akan memiliki seseorang yang bisa kuandalkan! Kedua orang yang kuandalkan sebelumnya telah mengecewakanku, tetapi sekarang aku memiliki lebih banyak orang untuk kuandalkan. Surga telah memperlakukanku dengan cukup baik! Sepertinya hari-hari yang lebih baik akan segera tiba." Dia yakin bahwa hari-hari yang lebih baik akan segera tiba. Apakah ini hal yang baik atau buruk? Tak ada seorang pun yang tahu. Tak ada seorang pun yang tahu apa takdir seseorang dalam kehidupan, atau apa yang akan terjadi kelak. Semua orang maju dengan susah payah menjalani kehidupan seperti ini, berpaut pada keinginan indah mereka.
Sepuluh tahun berlalu, suaminya dipindahkan ke pekerjaan lain, dan keluarganya akhirnya bersatu kembali, dan itu merupakan hal yang baik. Jadi pada akhirnya, dapatkah suaminya menjadi orang yang bisa dia andalkan? Dapatkah suaminya menanggung sebagian penderitaan dalam hidupnya? Mereka tidak pernah hidup bersama, ataupun berinteraksi secara mendalam, jadi dia sama sekali tidak mengenal suaminya dengan baik. Di hari-hari selanjutnya, dia dan suaminya mulai belajar hidup bersama dan makin memahami satu sama lain. Keinginannya tetap tidak berubah. Dia berharap bahwa laki-laki ini bisa menjadi orang yang bisa dia andalkan, orang yang menghiburnya dan meringankan penderitaannya, apa pun yang terjadi. Namun, segalanya masih belum berjalan sesuai keinginannya. Suami yang belum pernah berinteraksi secara mendalam dengannya ini, laki-laki yang sama sekali tidak dia pahami ini, tidak bisa menjadi orang yang dia andalkan. Alasannya adalah kemampuan bertahan hidup, sifat-sifat kemanusiaan, pandangan hidup, nilai-nilai, dan sikap kedua orang tersebut terhadap anak-anak, keluarga, dan kerabat mereka sama sekali berbeda. Pasangan ini selalu bertengkar, dan selalu cekcok satu sama lain karena hal-hal sepele. Wanita ini berharap di lubuk hatinya bahwa dia dapat terus bertahan sehingga suaminya dapat memahami kebaikannya, kesabarannya, dan kesukarannya, dan setelah itu suaminya akan tersentuh secara emosional dan terhubung kembali dengannya, tetapi tetap saja keinginannya tidak menjadi kenyataan. Bagi dia, di lubuk hatinya, apakah suaminya adalah seseorang yang bisa dia andalkan? Dapatkah suaminya menjadi seseorang yang bisa dia andalkan? (Tidak.) Setiap kali dia menghadapi kesulitan, suaminya tidak hanya gagal untuk menghiburnya dan meringankan penderitaannya, tetapi justru menambah penderitaannya, membuatnya merasa makin kecewa dan tidak berdaya. Pada saat ini, apa perasaan dan pemahamannya yang terdalam tentang kehidupan? Itu adalah kekecewaan dan penderitaan, yang membuatnya bertanya, "Apakah tuhan itu benar-benar ada? Mengapa hidupku begitu sulit? Yang kuinginkan hanyalah seseorang yang bisa kuandalkan, apakah permintaan itu terlalu berlebihan? Aku hanya punya satu keinginan kecil ini. Mengapa hal itu masih belum menjadi kenyataan selama bertahun-tahun aku hidup? Tuntutanku tidak berlebihan dan aku tidak punya ambisi. Aku hanya ingin seseorang yang bisa kuandalkan setiap kali ada masalah, hanya itu. Mengapa keinginan sekecil itu tidak dapat dipenuhi?" Situasi ini berlangsung selama beberapa tahun. Jelas, kehidupan keluarga ini tidak begitu harmonis; sering terjadi pertengkaran. Anak-anak merasa sedih dan tidak bahagia, begitu pula orang tua mereka. Tidak ada kedamaian atau sukacita dalam keluarga, dan setiap orang hanya merasakan ketakutan, kegentaran, dan kengerian, serta rasa sakit dan rasa gelisah di lubuk hati mereka.
Beberapa tahun kemudian, keadaan akhirnya berubah dan dia mendengar Injil Tuhan Yesus. Dia merasa bahwa keinginannya akhirnya menjadi kenyataan. "Aku tidak perlu mengandalkan ayahku, suamiku, atau siapa pun di sekitarku," pikirnya. "Selama aku mengandalkan Tuhan Yesus, aku dapat merasa tenang, dan memiliki seseorang yang benar-benar bisa kuandalkan, serta menemukan kedamaian dan kebahagiaan sejati, dan kemudian kehidupan akan menjadi lebih mudah." Setelah menerima Injil Tuhan Yesus, wanita ini menjadi jauh lebih bahagia, dan tentu saja hidupnya menjadi jauh lebih tenang. Meskipun sikap suaminya terhadap dirinya tidak berubah, dan suaminya masih tetap kasar seperti sebelumnya, mengabaikannya dan tidak menunjukkan perhatian, kepedulian, atau bahkan kesabaran, rasa terima kasih atau toleransi, karena dia telah memperoleh keselamatan Tuhan Yesus dalam hatinya, sikapnya terhadap semua ini berubah. Dia tidak lagi berdebat atau mencoba berargumen dengan suaminya, karena dia telah mulai memahami bahwa tidak ada gunanya berdebat tentang semua hal ini. Setiap kali keadaan menjadi kacau, dia berdoa kepada Tuhan Yesus dan hatinya menjadi lebih terbuka. Dengan demikian, kehidupan keluarganya tampak menjadi relatif tenang. Namun, masa-masa indah itu tidak berlangsung lama, dan hidupnya kembali berubah. Setelah dia mulai percaya kepada Tuhan Yesus, dia memberitakan Injil dengan semangat, menjalani kehidupan bergereja, dan menyokong saudara-saudarinya. Namun, suaminya tidak menyetujuinya. Suaminya mulai menganiayanya dan sering mencercanya dengan mengatakan hal-hal seperti: "Apakah kau masih ingin tinggal bersamaku? Jika kau benar-benar tidak ingin tinggal bersamaku, kita berpisah saja!" Dia tidak punya pilihan selain berdoa kepada Tuhan dan bertahan. Meskipun hari-hari seperti ini sulit dan menyakitkan, trauma di dalam hatinya jauh lebih sedikit daripada sebelumnya, dan dia juga dapat memperoleh penghiburan dari doa. Setiap kali dia merasa tertekan, dia selalu berdoa kepada Tuhan. Jadi, hatinya memiliki seseorang yang bisa dia andalkan dan mendapatkan kepuasan sementara, dan dia merasa bahwa hidupnya jauh lebih baik.
Lambat laun, anak-anaknya bertumbuh dewasa. Karena anak-anak itu telah tinggal bersamanya sejak kecil dan kasih sayang mereka terhadapnya main kuat, wanita ini merasa, "Sekarang anak-anakku sudah bertumbuh dewasa, aku tidak perlu lagi mengandalkan suamiku, aku bisa mengandalkan anak-anakku." Dari luar, sepertinya dia telah mulai mengandalkan Tuhan Yesus dan menyerahkan hatinya, keluarganya, dan bahkan masa depan serta prospeknya ke dalam tangan-Nya. Namun sebenarnya, di lubuk hatinya, dia masih berpaut pada keinginannya terhadap orang-orang yang dapat dia jumpai dan yang memiliki hubungan dengannya, serta berharap agar keinginan tersebut suatu hari akan menjadi kenyataan. Orang tidak dapat melihat di mana Tuhan Yesus berada, jadi mereka berkata bahwa Tuhan Yesus berada di sisi mereka dan di dalam hati mereka, tetapi dia menganggap bahwa Tuhan tidak dapat disentuh atau dilihat, sehingga hal ini membuatnya merasa tidak tenang. Dia menganggap bahwa hanya mengandalkan Tuhan Yesus saja sudah cukup untuk membantunya melewati peristiwa-peristiwa penting dan masalah-masalah besar, tetapi dalam kehidupan nyata, dia masih harus mengandalkan anak-anaknya. Selama ini, keinginannya tidak berubah, dan dia tidak melepaskannya. Sekarang dia percaya kepada Tuhan Yesus, tetapi mengapa keinginannya ini tetap tidak berubah? Ada beberapa alasannya. Salah satunya adalah dia tidak memahami kebenaran dan tidak mengetahui atau kurang memahami tentang kedaulatan dan pengaturan Tuhan; inilah alasan objektifnya. Alasan subjektifnya adalah dia adalah seorang pengecut. Meskipun dia percaya kepada Tuhan, setelah mengalami begitu banyak penderitaan, dia tetap tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang makna penting dari percaya kepada Tuhan, atau tentang takdir manusia, pengaturan Tuhan, dan cara Sang Pencipta bekerja. Hal-hal manakah yang menunjukkan bahwa dia tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang hal-hal ini? Pertama-tama, dia selalu menaruh kebahagiaan dan dambaannya yang mendalam akan kehidupan yang lebih baik pada orang lain, berharap keinginannya dapat terwujud karena bantuan atau uluran tangan orang lain. Apakah ini suatu pandangan yang keliru tentang kehidupan dan takdir? (Ya.) Pandangan ini keliru. Sebagai orang tua, salahkah jika engkau menaruh harapan pada anak-anakmu dengan berharap bahwa mereka akan berbakti dan mampu menafkahimu ketika mereka sudah dewasa? Itu tidak salah, dan itu bukanlah permintaan yang terlalu banyak. Jadi, apa masalahnya di sini? Dia selalu ingin mengandalkan anak-anaknya, dan menjalani kehidupan yang bahagia dengan mengandalkan anak-anaknya, dan menghabiskan sisa hidupnya bergantung pada anak-anaknya, serta menikmati ini dan itu dengan mengandalkan anak-anaknya. Apa pandangan yang keliru dari tindakannya ini? Mengapa dia memiliki gagasan seperti ini? Apa yang menjadi sumber pandangan yang dipegangnya? Orang selalu berharap secara berlebihan untuk memiliki gaya hidup dan standar hidup tertentu. Dengan kata lain, bahkan sebelum manusia mengetahui bagaimana Tuhan telah menentukan hidup mereka atau apa takdir mereka dari sejak semula, mereka sudah merencanakan harus seperti apa standar hidup mereka, yaitu mereka harus bahagia, damai, penuh sukacita, kaya, berkecukupan, serta memiliki orang-orang yang bisa membantu dan diandalkan. Manusia telah merencanakan jalan hidup mereka sendiri, tujuan hidup mereka, tempat tujuan akhir hidup mereka, dan segala hal lainnya. Apakah kepercayaan kepada Tuhan ada dalam semua ini? (Tidak.) Tidak ada. Wanita ini selalu memiliki sebuah pandangan tentang kehidupan: jika aku mengandalkan si anu, hidupku akan menjadi lebih tenang, lebih bahagia, dan lebih makmur; jika aku mengandalkan si anu, hidupku akan menjadi lebih mapan, lebih aman, dan lebih menyenangkan. Apakah pandangan ini benar atau keliru? (Keliru.) Setelah bertahun-tahun, dia akhirnya telah mencapai tahap percaya kepada Tuhan Yesus, tetapi dia tetap tidak memahami dengan jelas tentang apa arti kehidupan manusia. Dia tetap memiliki niat dan rencananya sendiri, dan memperhitungkan jalan masa depannya serta merencanakan kehidupan masa depannya. Jika dilihat sekarang, apakah sikap terhadap kehidupan dan perencanaan semacam ini benar atau salah? (Salah.) Mengapa? (Karena dia sedang mengejar cita-cita dan keinginannya sendiri, bukan mengejar apa yang Tuhan tuntut dari manusia.) Yang sedang dia kejar tidak ada hubungannya dengan takdir Tuhan. Bahkan sebelum dia mengetahui apa yang akan Tuhan lakukan, dia terlebih dahulu bertekad untuk mencari seseorang yang bisa dia andalkan. Dia selalu mengandalkan orang ini di tahap ini dan orang itu di tahap selanjutnya. Dengan demikian, dia kehilangan ketergantungannya pada Tuhan dan hanya mengandalkan manusia, bukan mengandalkan Tuhan. Mengingat bahwa dia selalu memiliki keinginan dan rencana ini, apakah dia memiliki Tuhan di dalam hatinya? (Tidak.) Jadi, apa penyebab penderitaan yang timbul dari semua pergumulannya? (Itu disebabkan oleh keinginannya.) Itu benar sekali. Jadi, bagaimana keinginannya muncul? (Keinginannya muncul karena tidak memercayai kedaulatan Tuhan atau pengaturan dan penataan-Nya.) Benar. Dia tidak memahami bagaimana munculnya takdir manusia, dia juga tidak memahami cara kerja kedaulatan Tuhan. Inilah sumber masalahnya.
Mari kita lanjutkan kisahnya. Ketika anak-anak wanita ini beranjak dewasa, ada yang mendapatkan pekerjaan dan ada yang hidup mapan lalu menikah, dan tentu saja mereka harus meninggalkan orang tua mereka dan menjalani hidup secara mandiri, serta tidak bisa sering berkumpul dengan orang tua mereka. Jadi, apa masalah selanjutnya yang wanita ini hadapi? Keinginannya untuk mengandalkan anak-anaknya sepertinya sedang berada di ambang kehancuran lagi. Itu adalah tragedi menyakitkan lainnya, pukulan lain dalam pengalaman hidupnya. Karena berbagai alasan, anak-anaknya tidak bisa tinggal di sisinya dan mendampinginya, atau sering mengunjunginya dan merawatnya. Oleh karena itu, harapannya agar anak-anaknya dapat berada di sisinya untuk berbakti dan merawatnya, serta keinginannya untuk mengandalkan anak-anaknya agar dia dapat hidup lebih mudah, serta menjalani kehidupan yang lebih nyaman dan lebih bahagia, semua harapan ini makin menjauh darinya. Jadi, kekhawatiran dan kerinduannya terhadap anak-anaknya menjadi makin memuncak. Bukankah ini jenis penderitaan yang berbeda? Seiring dia bertambah tua dan tahun-tahun hidupnya membebani dirinya sedikit demi sedikit, penderitaannya menjadi makin dalam, begitu pula kerinduannya akan anak-anaknya. Bertahun-tahun telah berlalu, dan meskipun orang-orang yang wanita ini andalkan pada setiap tahap kehidupannya berbeda-beda, mereka semua meninggalkannya pada waktu yang telah ditentukan, benar-benar menghancurkan keinginan atau khayalannya, dan membuat lubuk hatinya merasa sangat tersiksa dan sedih. Apa dampak hal ini terhadapnya? Apakah itu menyebabkan dia merenung tentang kehidupan? Atau merenung tentang bagaimana Sang Pencipta mengatur nasib manusia? Jika orang mempertimbangkan pemikiran normal manusia, setelah mendengarkan beberapa khotbah dan memahami beberapa kebenaran, mereka seharusnya memahami beberapa hal tentang Sang Pencipta, tentang kehidupan, dan tentang takdir manusia. Namun, karena berbagai alasan, dan karena ada masalah pada sang tokoh utama itu sendiri dari kisah ini, hingga saat ini dia tetap tidak mampu memahami dan tidak mengetahui tentang apa yang telah dia alami dan hadapi pada setiap tahap kehidupannya, atau apa masalah dalam dirinya, dan di lubuk hatinya dia masih mendambakan seseorang yang bisa dia andalkan. Jadi, siapa sebenarnya yang harus dia andalkan? Benar bahwa Tuhanlah yang menjadi andalan manusia, tetapi Tuhan bukan hanya untuk diandalkan oleh manusia, Dia bukan hanya untuk itu. Yang lebih penting adalah manusia mengetahui bagaimana menjalin hubungan dengan Sang Pencipta, bagaimana mengenal Tuhan dan tunduk kepada-Nya—ini bukan sekadar hubungan mengandalkan dan diandalkan.
Setelah wanita ini kehilangan ketergantungannya pada anak-anaknya dan pada saat dia mencapai usia lanjut, dia mengalihkan harapannya kepada suaminya, yang menjadi andalan terakhirnya. Dia harus bergantung pada suaminya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, dan untuk terus bertahan hidup. Dia harus mencari cara agar suaminya bisa hidup beberapa tahun lagi agar dia bisa mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri. Itulah orang yang dia andalkan. Setelah hidup selama ini, rambut wanita tua itu dipenuhi dengan uban, wajahnya keriput, dan hampir semua giginya telah tanggal. Meskipun penampilannya telah berubah, hal yang tetap sama adalah bahwa di setiap tahap kehidupannya, dia telah menemui jalan buntu, dan meskipun telah menemui jalan buntu berkali-kali, dia memiliki keinginan yang sama, yaitu memiliki seseorang yang dapat dia andalkan. Hal lainnya yang tidak berubah adalah khayalannya tentang janji Tuhan kepada manusia, serta beberapa khayalan tentang dirinya sendiri, umat manusia, serta nasib dan prospeknya. Meskipun di lubuk hatinya, khayalan ini menjadi makin tidak jelas dan jauh, mungkin dia masih menyimpan secercah harapan di lubuk hatinya: "Jika, di sisa hidupku, aku bisa hidup bahagia dengan seseorang yang bisa kuandalkan, atau aku dapat melihat hari ketika pekerjaan Tuhan berakhir dan Dia dimuliakan, maka hidup ini tidak akan sia-sia." Itulah kehidupan wanita ini. Dan itulah akhir kisah ini. Apa kira-kira judul yang tepat untuk kisah ini? ("Siapakah yang Kuandalkan?") Judul yang cukup bagus dan menggugah pikiran.
Kembali ke topik persekutuan kita, apa hubungannya kisah ini dengan gagasan manusia tentang pekerjaan Tuhan? Bagian mana yang berkaitan dengan gagasan manusia tentang pekerjaan Tuhan? Gagasan apa yang berhubungan dengannya? Silakan bagikan pendapatmu. (Manusia merasa bahwa Tuhan harus menyelesaikan segala sesuatu berdasarkan pengharapan dan rencana mereka. Seperti inilah gagasan yang manusia miliki.) Dalam gagasan manusia, mereka menganggap bahwa, selama keinginan mereka baik, positif serta proaktif, Sang Pencipta harus mengabulkannya, dan bahwa mereka tidak boleh dicabut dari haknya untuk berjuang menuju kehidupan yang indah. Ini adalah gagasan. Apakah pemenuhan Sang Pencipta sesuai dengan keinginan manusia, dengan harapannya, dengan imajinasinya? (Tidak.) Jadi, bagaimana Sang Pencipta bertindak? Siapa pun dirimu, dan entah apa pun yang telah kaurencanakan, betapa pun sempurna dan terhormatnya imajinasimu, atau sejauh apa pun semua itu sesuai dengan kenyataan hidupmu, Tuhan tidak sedikit pun melihat hal-hal ini, dan Dia juga tidak memperhatikannya; sebaliknya, segala sesuatu diselesaikan, diatur, dan ditata menurut metode dan hukum yang ditetapkan Tuhan. Inilah watak benar Tuhan. Beberapa orang berpikir, "Setelah banyaknya kesulitan yang kualami dalam hidupku, bukankah aku berhak mendapatkan kehidupan yang baik? Ketika aku datang ke hadapan Sang Pencipta, bukankah aku akan memenuhi syarat untuk meminta dan berkeinginan menuju kehidupan yang indah dan tempat tujuan yang indah?" Bukankah ini gagasan manusia? Apakah arti gagasan dan cara berpikir yang dihasilkan manusia semacam itu bagi Tuhan? Semua itu adalah tuntutan yang tidak masuk akal. Bagaimana tuntutan yang tidak masuk akal itu bisa muncul? (Manusia tidak mengenal otoritas Tuhan.) Ini adalah alasan yang objektif. Apa alasan subjektifnya? Alasan subjektifnya adalah bahwa mereka memiliki watak yang memberontak, dan bahwa mereka tidak mau mencari kebenaran, ataupun tunduk pada kedaulatan atau pengaturan Sang Pencipta. Apakah kehidupan yang diatur oleh Sang Pencipta untuk kebanyakan orang adalah kehidupan yang sulit, atau apakah itu adalah kehidupan yang bahagia dan tanpa beban? (Kehidupan yang sulit.) Kebanyakan orang menjalani kehidupan yang sulit, dengan terlalu banyak kesukaran dan terlalu banyak penderitaan. Apa tujuan Sang Pencipta dalam mengatur kesulitan bagi orang-orang pada sepanjang hidupnya? Apa makna penting dari hal ini? Di satu sisi, pengaturan semacam itu dimaksudkan untuk memungkinkan orang mengalami dan mengenal kedaulatan, pengaturan, dan otoritas Tuhan; di sisi lain, tujuan utama-Nya adalah untuk membiarkan orang mengalami apa sebenarnya arti kehidupan, dan dengan demikian menyadari bahwa nasib manusia dikendalikan di dalam tangan Tuhan, dan tidak diputuskan oleh siapa pun ataupun berubah bersama dengan perubahan dalam kehendak subjektif manusia. Apa pun yang Sang Pencipta lakukan dan apa pun jenis kehidupan atau nasib yang telah Dia atur bagi manusia, Dia membuat mereka merenungkan tentang kehidupan dan tentang apa nasib manusia sebenarnya, dan, saat mereka merenungkan semua hal ini, Dia membuat mereka datang ke hadapan Tuhan. Ketika Tuhan mengungkapkan kebenaran dan memberi tahu orang-orang tentang semua hal ini, Dia membuat orang datang ke hadapan-Nya, menerima apa yang Tuhan katakan, mengalami apa yang Tuhan katakan, memahami apa sebenarnya hubungan antara semua yang Tuhan katakan dan semua hal yang dialami manusia dalam kehidupan nyata mereka. Dia memungkinkan manusia untuk memverifikasi kepraktisan, keakuratan, dan kesahihan kebenaran ini, di mana setelah itu mereka memperoleh kebenaran ini dan mengakui bahwa kehidupan manusia ada dalam kendali Sang Pencipta, dan bahwa takdir manusia dikuasai dan diatur oleh Tuhan. Begitu orang memahami semua ini, mereka tidak lagi akan memiliki sedikit pun rencana yang tidak praktis untuk hidupnya, dan mereka tidak akan berencana untuk melawan keinginan Sang Pencipta atau apa yang telah Dia tetapkan dan atur; sebaliknya, mereka akan memiliki penilaian dan pengertian yang makin akurat, atau pemahaman dan rencana, tentang bagaimana hidup mereka seharusnya dijalani dan jalan yang harus mereka tempuh. Inilah maksud dan makna penting dari banyaknya kesukaran yang diatur Sang Pencipta dalam kehidupan manusia.
Kembali ke kisah ini, setelah sang tokoh utama mengalami banyak kesukaran, apa pemahamannya tentang alasan kesukaran dan penderitaan yang selama ini dialaminya dalam hidup ini, dan mengapa Sang Pencipta mengatur dan menata segala sesuatunya seperti ini? Dapatkah engkau memahaminya dari kisah ini? Apakah dia memperoleh pemahaman akan hal-hal ini? (Tidak.) Mengapa dia tidak memperolehnya? (Karena di setiap tahap kehidupannya, dan di setiap titik balik dalam hidupnya, ketika keinginannya hancur berulang kali, dia tidak merenungkan atau menarik kesimpulan mengenai alasan impian seumur hidupnya tidak akan pernah menjadi kenyataan. Seandainya dia telah merenung dan mencari kebenaran, dia pasti sudah berubah. Namun, dia tidak memahami kedaulatan Sang Pencipta, dan hanya mampu bertahan dengan teguh pada impiannya dan berharap bahwa suatu hari nasibnya akan tiba-tiba berubah, yang mana ini tidak mungkin. Dalam prosesnya, dia terus-menerus menentang dan bergumul, jadi dia sangat menderita.) Itulah yang terjadi. Karena dia memilih jalan yang salah, tetapi dia tidak menyadarinya. Dia menganggapnya sebagai jalan yang benar, sebagai pengejaran dan keinginan yang dapat dibenarkan, dan kemudian bekerja keras, berjuang, dan bergumul ke arah itu. Dia tidak pernah ragu apakah keinginannya itu realistis atau tidak, dan dia juga tidak pernah ragu apakah keinginannya itu benar atau tidak. Sebaliknya, dia dengan keras kepala mengejar ke arah ini, tidak pernah berubah atau berbalik. Jika demikian, apa tujuan Tuhan memberinya begitu banyak kesukaran dalam hidup? Tuhan melakukan semua ini bukanlah kebetulan. Dalam kehidupan setiap orang, Tuhan mengatur beberapa pengalaman yang tidak biasa dan beberapa pengalaman yang menyakitkan bagi mereka. Sebenarnya, Sang Pencipta menggunakan metode ini dan fakta-fakta ini untuk memberitahumu agar tidak terus seperti ini, dan bahwa jalan ini tidak membawamu ke mana pun, dan ini bukanlah jalan yang harus kautempuh. Apa yang kaulihat dalam hal ini, secara tidak kasat mata? Tuhanlah yang memilih jalan bagi manusia, dan ini juga merupakan cara Tuhan berbicara kepada manusia, dan cara-Nya menyelamatkan manusia, serta membuat manusia keluar dari gagasan mereka yang keliru dan cara mereka yang keras kepala. Ini juga adalah cara Tuhan memberitahumu bahwa jalan yang kaupilih adalah rawa, lubang api, jalan tanpa jalur pulang, dan engkau tidak boleh menempuhnya. Jika engkau terus berjalan ke arah ini, engkau akan terus menderita. Ini bukanlah jalan hidup yang benar, ini bukanlah jalan yang harus kautempuh, dan ini bukanlah jalan yang telah Tuhan tentukan sejak semula untukmu. Jika engkau adalah orang yang cerdas, setelah mengalami kesukaran, engkau akan merenung: "Mengapa aku mengalami kesukaran seperti itu? Mengapa aku menemui jalan buntu? Apakah jalan ini tidak sesuai untukku? Jadi, jalan mana yang harus kutempuh dan arah hidup apa yang harus kuambil?" Saat engkau sedang merenung, Tuhan akan memberimu inspirasi dan bimbingan, atau menunjukkan arah yang benar di mana engkau harus mengambil langkahmu selanjutnya. Tuhan terus-menerus membimbingmu, sehingga engkau dapat makin secara nyata dan akurat memahami jalan ke depan yang telah Dia rencanakan untukmu dalam kehidupan nyata. Apakah sang tokoh utama dalam kisah yang baru saja Kuceritakan melakukannya? (Tidak, dia tidak pernah merenung.) Watak macam apa yang dia miliki? (Keras kepala.) Keras kepala—ini sangat menyusahkan. Dari sejak dia masih kecil hingga dia menjadi wanita tua yang beruban, keinginannya untuk memiliki seseorang yang dapat dia andalkan tidak pernah berubah. Entah sebelumnya dia telah mendengar Injil Tuhan dan memperoleh wawasan tentang bagaimana Sang Pencipta menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu, atau ketika Injil Tuhan datang kepadanya dan Tuhan memberitahunya kebenarann tentang semua ini, sejak awal hingga akhir, keinginannya tidak pernah berubah. Ini adalah aspek yang paling disesalkan. Manusia memiliki pemikiran dan gagasan. Apa tujuan Tuhan menciptakan semua ini untuk manusia? Tujuannya agar manusia melihat dan memahami orang-orang, peristiwa, hal-hal, dan lingkungan yang Tuhan atur bagi mereka. Sebagai manusia normal yang bernalar dan berhati nurani, setiap manusia yang diciptakan akan memahami hasrat Sang Pencipta hingga taraf kedalaman yang berbeda-beda ketika mereka mengalami dan menghargai semua hal yang telah Tuhan atur dengan hati mereka. Ini adalah salah satu cara kerja Tuhan yang sangat realistis dan nyata. Namun, karena manusia terlalu congkak dan keras kepala, serta tidak mudah menerima kebenaran, sulit bagi mereka untuk memahami maksud Sang Pencipta. Bagaimana sikap keras kepala orang terlihat? Apa pun yang Tuhan katakan atau lakukan, manusia tetap berpaut pada kepentingan mereka sendiri. Mentalitas mereka adalah: "Aku ingin merencanakan hidupku. Aku punya pemikiran, aku punya otak, aku terpelajar, dan aku dapat mengendalikan hidupku. Aku dapat melihat sumber dari segala sesuatu dalam hidupku, dan aku dapat sepenuhnya mengatur semuanya, jadi aku dapat merencanakan kebahagiaanku sendiri, masa depanku sendiri, dan prospekku sendiri." Ketika mereka menemui jalan buntu, mereka berkata, "Kali ini aku gagal, aku akan mencoba lagi lain kali." Mereka meyakini bahwa seperti inilah seharusnya manusia hidup, dan jika seseorang tidak memiliki semangat bersaing, dia akan hidup dengan sangat tidak berguna dan lemah dalam hidupnya. Apa sumber dari kegigihan mereka? Apa alasan mereka gigih? Itu karena mereka meyakini bahwa mereka harus menjadi orang yang kuat dan bukan orang yang lemah, dan bahwa mereka tidak boleh dikalahkan oleh kehidupan, apalagi dipandang rendah oleh orang lain, dan bahwa orang harus mandiri dan kompetitif, memiliki tekad, dan dijunjung tinggi oleh orang lain. Watak-watak ini, gagasan-gagasan ini, dan pemikiran-pemikiran ini mendominasi perilaku mereka, sehingga setiap kali mereka menghadapi kesulitan, kesukaran, atau penderitaan yang Tuhan atur bagi mereka, mereka memilih jalan yang sama seperti sebelumnya, yaitu bertahan dengan pemikiran mereka sendiri, tidak berbalik, dan sepenuhnya bertahan sampai akhir dengan apa pun yang mereka anggap baik, benar, dan bermanfaat bagi diri mereka sendiri, serta menjadi orang yang kompetitif. Justru watak keras kepala inilah yang membuat banyaknya penilaian mereka menjadi bodoh dan tidak realistis, serta menimbulkan banyak pemahaman dan pengalaman yang tidak realistis.
Aku baru saja membahas satu aspek watak manusia—sifat keras kepala. Karena sifat keras kepala manusia, ketika mereka menghadapi kesulitan dan keadaan yang menyakitkan yang diatur oleh Sang Pencipta, sikap mereka bukan tunduk, melainkan berpegang teguh pada apa pun yang bermanfaat bagi mereka dan tidak meninggalkannya. Bagaimana Tuhan menangani perilaku seperti itu? Pekerjaan Tuhan tidak bergantung pada kehendak manusia, jadi bagaimana Tuhan menangani tindakan manusia seperti ini? Tuhan pasti tidak akan berkata, "Engkau gagal kali ini, jadi tamatlah riwayatmu. Orang sepertimu tidak baik dan aku tidak menginginkanmu lagi." Tuhan belum menyerah terhadap manusia. Dia terus menggunakan cara yang sama, mengatur berbagai lingkungan dan berbagai macam orang, peristiwa, dan hal-hal, sehingga orang dapat mengalami penderitaan yang sama dan menghadapi kesulitan yang sama. Apa tujuannya? (Tujuannya untuk membuat orang menjadi sadar.) Hal ini membuat orang merenung, menjadi sadar, dan meninggalkan pandangan mereka yang keras kepala. Berkali-kali, Tuhan menggunakan metode unik-Nya sendiri untuk berkomunikasi dengan manusia dengan cara seperti ini, dan untuk berinteraksi dengan manusia dengan cara seperti ini. Pada akhirnya, hasil apa yang ingin Tuhan capai melalui cara kerja ini? Tuhan membimbing manusia dengan membuat mereka melewati berbagai kesulitan, penderitaan, dan bahkan penyakit serta kemalangan keluarga di sepanjang hidup mereka. Tujuan membuat orang mengalami penderitaan ini adalah untuk membuat mereka terus-menerus merenung dan memahami di dalam jiwa mereka, dan untuk memeriksa lubuk hati mereka: "Apakah ini pengaturan Tuhan? Bagaimana aku harus menempuh jalan masa depanku? Haruskah aku mengubah arah? Haruskah aku mencari jalan kebenaran? Haruskah aku mengubah cara hidupku?" Tuhan membuat manusia mengalami segala macam penderitaan, kesengsaraan, kemalangan, dan kesulitan, sehingga setelah itu mereka menerima kepastian di lubuk hati mereka bahwa ada Penguasa yang mengendalikan takdir manusia, dan bahwa manusia tidak boleh degil, congkak, atau keras kepala, tetapi harus belajar tunduk—tunduk pada lingkungan, tunduk pada takdir, dan tunduk pada segala sesuatu yang terjadi di sekeliling mereka. Sebelum engkau mendengar firman Tuhan yang jelas, Tuhan menggunakan cara-cara dan fakta-fakta ini untuk membuatmu mengalami segala macam lingkungan, orang, peristiwa, dan hal-hal, serta membuatmu terus-menerus meyakini di lubuk hatimu bahwa takdir orang-orang telah diatur oleh Tuhan, bahwa tak seorang pun berdaulat atas takdirnya, dan manusia tidak berdaulat atas takdirnya sendiri. Engkau terus-menerus memiliki pemahaman atau suara seperti ini di lubuk hatimu, dan engkau terus-menerus meyakini bahwa segala sesuatu yang kaualami tidak disebabkan oleh siapa pun, juga tidak terjadi secara kebetulan, juga bukan disebabkan oleh alasan objektif atau keadaan, melainkan Tuhanlah yang memegang kedaulatan atas segala sesuatu secara tidak kasat mata. Bukan suatu kebetulan jika seseorang bertemu dengan orang lain dan sesuatu terjadi, atau mereka menemukan lingkungan yang mengubah hidup mereka. Bukan suatu kebetulan jika seseorang terserang penyakit dan setelah itu memperoleh berkat yang besar. Ini adalah Tuhan yang memberi tahu setiap orang dengan cara yang unik ini: Tuhan berdaulat atas takdir manusia, Tuhan mengawasi dan membimbing manusia setiap hari, serta memimpin semua orang setiap hari dan di sepanjang hidup mereka. Selain memberi tahu orang bahwa Dia berdaulat atas nasib manusia, atas segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan manusia, atas tempat tujuan manusia, dan atas segala sesuatu yang berkaitan dengan manusia, apa lagi yang ingin Tuhan capai? Yaitu untuk membuat sejumlah gagasan, imajinasi, dan tuntutan tidak realistis yang manusia miliki terhadap Tuhan Sang Pencipta perlahan-lahan memudar, lenyap, dan dibuang, serta agar manusia secara berangsur mencapai titik di mana mereka dapat dengan jelas mengenali dan memahami cara-cara Sang Pencipta membimbing manusia dan cara-cara Sang Pencipta mengatur nasib seluruh kehidupan manusia. Berdasarkan hal-hal ini, manusia kemudian dapat melihat bahwa Tuhan memiliki sebuah watak dan bahwa Tuhan itu hidup dan nyata. Dia bukanlah patung tanah liat, juga bukan robot, dan Dia juga bukan makhluk tak bernyawa yang dibayangkan orang, tetapi sebaliknya, Dia memiliki kehidupan dan watak. Di satu sisi, hal ini membuat manusia memahami cara Sang Pencipta bekerja dan membuat manusia melepaskan segala macam gagasan, imajinasi, serta penalaran dan logika kosong yang tidak sesuai dengan kenyataan. Singkatnya, hal ini membuat manusia melepaskan semua gagasan dan imajinasi kosong tentang pekerjaan Tuhan. Dalam arti lain, setelah mereka melepaskan gagasan dan imajinasi ini, manusia mampu menerima dan tunduk pada pekerjaan Tuhan dan kedaulatan-Nya. Di satu sisi, ini adalah hasil yang kecil, tetapi di sisi lain, ada hasil yang belum pernah engkau semua lihat, dan ini adalah hasil yang terbesar dan paling mendalam. Apa sajakah hasil ini? Bahwa Tuhan menggunakan cara-cara ini untuk memberi tahu manusia bahwa segala sesuatu yang Dia lakukan dan selesaikan dalam diri manusia, Dia melakukannya dalam diri manusia dalam keadaan yang sangat realistis dan nyata. Setelah manusia memahami hal ini, mereka akan membuang beberapa hal yang kosong dan bersifat ilusi, serta benar-benar taat dan tunduk pada pengaturan Sang Pencipta, dan kemudian benar-benar menghadapi segala sesuatu yang diatur oleh Sang Pencipta dalam kehidupan nyata, alih-alih menggunakan teori-teori kosong, konsep-konsep agama, atau pengetahuan teologis untuk membayangkan Sang Pencipta, atau menangani beberapa hal dalam hidup. Inilah hasil yang Tuhan ingin lihat dan yang ingin Dia capai dalam diri manusia. Oleh karena itu, pada tahap pertama, sebelum engkau mendengar suara Sang Pencipta dan memahami firman yang jelas dari Sang Pencipta tentang berbagai kebenaran, cara Tuhan bekerja dalam diri manusia adalah dengan mengatur berbagai lingkungan untuk kaualami dan hadapi. Ketika engkau mendapatkan kepastian tertentu, dan ketika engkau memiliki perasaan tertentu mengenai hal-hal ini di lubuk hatimu, dan digerakkan olehnya serta memahaminya, Tuhan akan memberitahumu dengan firman yang jelas tentang apa arti kehidupan, tentang siapa Tuhan itu, bagaimana manusia muncul, dan jalan seperti apa yang harus orang tempuh. Dengan demikian, berdasarkan keyakinan bahwa manusia berasal dari Tuhan dan diciptakan oleh Tuhan, serta keyakinan bahwa ada Penguasa di antara langit dan bumi dan segala sesuatu, manusia kemudian menempuh jalan kepercayaan kepada Tuhan, dan kemudian akhirnya menerima penghakiman dan hajaran Tuhan, serta menerima penyelamatan dan penyempurnaan Tuhan—keefektifannya jauh lebih baik. Sekarang, siapakah orang-orang yang menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman? Setidaknya, mereka mengakui bahwa Tuhan itu ada dan meyakini bahwa seluruh alam semesta tunduk pada kedaulatan Tuhan. Mereka juga percaya pada takdir dan bahwa kehidupan manusia telah ditentukan dari sejak semula oleh Tuhan, dan selain itu, mereka percaya akan adanya alam roh, adanya Surga dan Neraka, serta mereka yakin bahwa nasib manusia telah ditentukan dari sejak semula. Dari antara orang-orang ini, Tuhan telah memilih umat pilihan-Nya, yang mencintai kebenaran dan yang mampu menerima kebenaran. Mereka mampu memahami suara Tuhan dan menerima pekerjaan Tuhan. Inilah satu cara dan satu prinsip yang Tuhan gunakan untuk bekerja.
Kita baru saja membahas tentang cara Tuhan bekerja dalam diri manusia, dan tentang cara Tuhan bekerja. Kita hanya membahas hal-hal ini, tanpa mengatakan apa pun tentang gagasan manusia atau apa tuntutan manusia ajukan terhadap Tuhan. Sekarang, mari kita mempersekutukan masalah-masalah yang berkaitan dengan hal ini. Karena kita telah menyebutkan dalam persekutuan ini bahwa manusia memiliki gagasan dan pemahaman yang kosong dan samar tentang pekerjaan Tuhan, mari kita cari beberapa contoh untuk membuktikan hal ini, dan membahas sedikit tentang contoh yang positif dan negatif. Berdasarkan hal ini, bukankah manusia akan mampu memahami khayalan mana yang cukup kosong dan samar, dan mana yang merupakan gagasan tentang pekerjaan Tuhan? Dimulai dengan kisah yang Kuceritakan kepadamu sebelumnya, sang tokoh utama kisah tersebut mengalami beberapa pengalaman yang menyakitkan dalam kehidupan. Setelah setiap pengalaman yang menyakitkan, Tuhan terus menggunakan metode-Nya sendiri untuk menata dan mengatur nasibnya serta membimbingnya di jalan yang akan datang. Meskipun dia tidak mengerti, tidak mengetahui, dan tidak merenung, Tuhan tetap melakukannya, sama seperti yang selalu Dia lakukan. Pada tahap ini, apakah terlihat bahwa dia memikirkan cara kerja Sang Pencipta ini? Dapatkah pemikiran-pemikiran tersebut dikatakan sebagai semacam gagasan? Apa sebenarnya pemikiran dan gagasan semacam ini? Pertama-tama, sang tokoh utama itu sendiri memiliki satu keinginan. Dia tidak berharap untuk menjadi kaya atau berkecukupan dalam hidup, dia hanya menginginkan seseorang yang bisa dia andalkan. Melalui penelaahan dan analisis, kita dapat memahami bahwa keinginan tersebut salah. Di satu sisi, hal ini bertentangan dengan takdir yang Tuhan atur dan tata bagi manusia, dan di sisi lain, hal ini juga tidak realitis. Jadi, apakah Tuhan sudah memberikan definisi atau pernyataan mengenai keinginannya tersebut? Berdasarkan imajinasi manusia, akan sangat mudah bagi Tuhan untuk membuat seseorang memahami sedikit doktrin, bukan? Jika Dia ingin membuat mereka mengerti, bukankah mereka akan mengerti? Wanita ini memiliki keinginan untuk memiliki seseorang yang dapat dia andalkan—Tuhan dapat membuatnya tidak memiliki keinginan tersebut, atau membuatnya mengubah keinginan tersebut—apakah Tuhan melakukan hal itu? (Tidak.) Tidak, Tuhan tidak melakukannya. Apakah keinginannya adalah semacam gagasan? Apakah itu supernatural? Apakah itu kosong? Adalah wajar jika pemikiran seperti itu muncul dalam diri manusia. Mengapa Kukatakan itu wajar? Tuhan menciptakan manusia dengan kehendak bebas. Manusia memiliki otak, pemikiran, dan gagasan. Setelah dirusak oleh Iblis, manusia menjadi tenggelam dalam suara dan pandangan dunia ini, dan, setelah dididik oleh orang tua mereka, dibiasakan oleh keluarga mereka, dan dididik oleh masyarakat, banyak hal timbul dalam pemikiran manusia—hal-hal yang lahir dari hati manusia, yang semuanya muncul secara alami. Bagaimana hal-hal yang muncul secara alami di dalam diri manusia ini terbentuk? Pertama, orang harus memiliki kemampuan untuk mempertimbangkan masalah—inilah dasar yang harus dimiliki orang untuk dapat memunculkan hal-hal ini. Kemudian, melalui pembelajaran dan pembiasaan lingkungan—seperti dididik oleh keluarga dan masyarakat—serta didorong oleh watak dan ambisi serta keinginan rusaknya sendiri, pemikiran manusia ini secara berangsur-angsur terbentuk. Ketika menyangkut pemikiran dan gagasan yang terbentuk seperti itu, entah itu sesuai dengan kenyataan ataukah kosong, atau seperti apa pun itu, kita tidak akan menghakimi mereka sekarang. Sebaliknya, kita hanya akan membahas tentang bagaimana Tuhan menangani pemikiran semacam ini. Apakah Tuhan mengutuknya? Tuhan tidak mengutuknya. Jadi, bagaimana Dia menyikapinya? Dia tidak menyingkirkan pemikiran seperti itu dari manusia. Manusia menyimpan gagasan dan imajinasi, mereka berpikir bahwa dengan sentuhan lembut tangan Tuhan yang besar dan tak terlihat, pemikiran mereka akan berubah. Bukankah gagasan ini samar, supernatural, dan kosong? (Ya.) Inilah gagasan yang dimiliki manusia tentang bagaimana Tuhan bekerja. Di lubuk hati mereka, manusia sering kali memiliki khayalan tentang pekerjaan Tuhan dan metode pekerjaan-Nya, meskipun mereka tidak menyuarakannya. Manusia membayangkan Sang Pencipta datang dengan lembut di samping manusia dan, dengan lambaian tangan-Nya yang besar dan embusan napas-Nya, atau dengan sejumlah pemikiran, hal-hal negatif di dalam diri manusia akan lenyap dalam sekejap, sama seperti angin kencang yang meniup awan, tanpa suara dan tanpa jejak. Bagaimana Tuhan memperlakukan gagasan-gagasan manusia ini, hal-hal yang dimunculkan oleh pikiran manusia ini? Tuhan tidak menyelesaikannya dengan cara supernatural dan kosong, tetapi dengan mengatur lingkungan manusia. Lingkungan macam apa yang Dia atur? Ini bukanlah hal yang kosong—Tuhan tidak melakukan apa pun yang supernatural dan yang melanggar semua hukum. Sebaliknya, Dia mengatur lingkungan yang memaksa orang untuk memahami masalah dan merenung tanpa henti, di mana setelah itu Tuhan memakai berbagai macam orang, peristiwa, dan segala sesuatu untuk menerangi atau menuntun orang itu, di mana orang tersebut sampai pada suatu pemahaman. Tuhan tidak mengubah takdir mereka; Dia hanya menambahkan beberapa peristiwa pada perjalanan takdir mereka, dengan demikian memungkinkan mereka untuk memahami hal-hal ini. Semua gagasan manusia bersifat supernatural, kosong, samar, tidak realistis—terpisah dari kenyataan. Katakan saja, misalnya, seseorang sedang lapar dan ingin makan. Ada orang yang akan berkata, "Tuhan itu Mahakuasa, yang harus Dia lakukan hanyalah mengembuskan napasnya kepadaku dan aku akan kenyang. Perlukah aku memasak? Pasti hebat jika Tuhan dapat membuat mukjizat kecil agar aku tidak perlu merasa lapar." Bukankah ini tidak realistis? (Ya.) Jika engkau mengatakan kepada Tuhan bahwa engkau lapar, apa yang akan Tuhan katakan? Tuhan akan menyuruhmu untuk mencari makanan dan memasaknya. Jika engkau berkata engkau tidak punya makanan dan tidak bisa memasak, apa yang akan Tuhan lakukan? Dia akan menyuruhmu untuk belajar memasak. Inilah sisi praktis dari pekerjaan Tuhan. Ketika engkau semua menghadapi sesuatu yang tidak jelas bagimu dan engkau tidak lagi mendoakan hal-hal kosong atau mengandalkan Tuhan secara samar dengan percaya diri atau membuat harapanmu di atas gagasan dan imajinasi yang kaumiliki mengenai Tuhan, engkau akan tahu apa yang harus kaulakukan—engkau akan mengetahui tugas, tanggung jawab, dan kewajibanmu.
Aku baru saja membahas satu aspek, yaitu ketika manusia tidak memahami lingkungan yang Tuhan persiapkan, apa yang Tuhan lakukan? Tuhan terus mempersiapkan lingkungan. Dia melakukannya agar manusia terus memahami kedaulatan Sang Pencipta, dan memahami apa takdir mereka melalui pengalaman hidup, agar manusia tahu di lubuk hati mereka bahwa keinginan mereka berbeda dengan takdir mereka dan berbeda dengan pengaturan Sang Pencipta. Dia melakukannya agar manusia kemudian akan belajar untuk secara berangsur-angsur melepaskan keinginan mereka sendiri dan tunduk pada segala sesuatu yang diatur oleh Sang Pencipta. Hal ini cukup mudah untuk dipahami. Aspek lainnya adalah ketika firman Tuhan yang jelas disampaikan kepada manusia, mereka membentuk lebih banyak gagasan dan imajinasi. Gagasan apakah itu? "Firman Tuhan adalah roti hidup dan kebenaran. Firman Tuhan adalah Tuhan itu sendiri. Saat aku mendengar firman Tuhan, betapapun bodohnya aku, aku langsung menjadi cerdas. Asalkan aku membaca lebih banyak firman Tuhan, kualitasku akan membaik dan keterampilanku akan meningkat." Apa pemikiran yang dimiliki orang-orang ini? Itu adalah gagasan mereka. Jadi, apakah ini cara Tuhan bekerja? (Bukan.) Karena ini adalah gagasan manusia, itu pasti tidak sejalan dengan pekerjaan Tuhan dan bertentangan dengan pekerjaan Tuhan. Ada sebuah fakta di sini. Tuhan berbicara kepada manusia dengan berhadapan muka dan memberi tahu mereka apa yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan, jalan apa yang harus mereka tempuh, bagaimana mereka harus tunduk kepada Tuhan, dan prinsip-prinsip yang harus mereka terapkan dalam berbagai aspek pekerjaan. Tuhan dengan jelas memberitahukan semua hal ini kepada manusia, tetapi manusia sering kali masih menunggu dan berharap bahwa Tuhan akan memberitahukan kepada mereka apa sebenarnya maksud-Nya melalui cara lain selain melalui firman-Nya, berharap dapat memperoleh hasil yang tak terbayangkan sebelumnya dan berharap melihat mukjizat. Bukankah ini gagasan manusia? (Ya.) Sebenarnya, apa yang Tuhan lakukan? (Tuhan mempersiapkan lingkungan yang nyata agar manusia dapat merasakan dan mengalami firman Tuhan.) Apa yang Tuhan lakukan jika manusia masih belum memahami maksud-Nya setelah Dia mengatur lingkungan nyata tersebut untuk mereka? (Dia mencerahkan dan membimbing manusia.) Apa yang harus kaulakukan jika Dia tidak mencerahkan dan membimbingmu? (Melakukan penerapan berdasarkan firman Tuhan dan melakukan apa yang Tuhan firmankan.) Benar. Sejak Tuhan memulai pekerjaan-Nya hingga sekarang ini, berapa banyak firman yang telah Tuhan sampaikan kepada manusia dengan berhadapan muka? Ada begitu banyak firman sehingga sekalipun engkau menghabiskan beberapa tahun membacanya, engkau tetap tidak akan bisa selesai membacanya. Namun, berapa banyak firman yang orang peroleh? Jika seseorang memperoleh terlalu sedikit firman, itu membuktikan apa? Itu membuktikan bahwa orang tersebut kurang berupaya memperhatikan firman Tuhan dan tidak mendengarkannya. Ada orang-orang yang berkata, "Aku mendengarkan"—tetapi apakah engkau menerima firman Tuhan? Apakah engkau memahaminya? Apakah engkau memperhatikannya? Engkau tidak memperhatikannya, jadi firman Tuhan telah berlalu begitu saja. Oleh karena itu, ketika Tuhan menggunakan bahasa yang jelas untuk memberi tahu manusia cara bertindak, caranya hidup, cara untuk tunduk kepada-Nya, dan cara untuk mengalami setiap peristiwa, jika manusia masih belum memahaminya, Tuhan tidak melakukan apa pun selain menyiapkan lingkungan bagi mereka, memberikan pencerahan khusus kepada manusia, atau membuat manusia mengalami beberapa pengalaman khusus. Itulah akhir dari apa yang Tuhan dapat, harus, dan ingin lakukan. Ada orang-orang yang bertanya, "Bukankah Tuhan ingin semua orang diselamatkan dan tidak ingin ada seorang pun yang binasa? Jika Tuhan menggunakan metode seperti itu untuk bertindak, berapa banyak orang yang akan dapat diselamatkan?" Sebagai jawabannya, Tuhan akan bertanya, "Berapa banyak orang yang mendengarkan firman-Ku dan mengikuti jalan-Ku?" Jumlahnya sama banyaknya—inilah pandangan Tuhan dan metode pekerjaan-Nya. Tuhan tidak melakukan apa-apa lagi. Apa gagasan manusia mengenai hal ini? "Tuhan mengasihani umat manusia ini, Dia peduli terhadap umat manusia ini, jadi Dia harus memikul tanggung jawab sampai akhir. Jika manusia mengikuti Dia sampai akhir, manusia pasti akan diselamatkan." Apakah gagasan ini benar atau salah? Apakah itu sesuai dengan maksud Tuhan? Pada Zaman Kasih Karunia, wajar jika manusia memiliki gagasan seperti ini karena mereka tidak mengenal Tuhan. Pada akhir zaman, Tuhan telah memberi tahu manusia semua kebenaran ini, dan Tuhan juga telah menjelaskan kepada mereka prinsip-prinsip pekerjaan-Nya dalam menyelamatkan manusia, jadi sangat tidak masuk akal jika manusia masih memiliki gagasan seperti ini di dalam hati mereka. Tuhan telah memberitahukan kepadamu semua kebenaran ini, jadi jika, pada akhirnya, engkau tetap berkata bahwa engkau tidak memahami maksud Tuhan dan tidak tahu bagaimana melakukan penerapan, dan engkau masih mengucapkan kata-kata yang memberontak dan berbahaya seperti itu, dapatkah orang semacam itu diselamatkan oleh Tuhan? Ada orang-orang yang selalu berpikir, "Tuhan melakukan pekerjaan yang begitu besar, Dia seharusnya mendapatkan lebih dari separuh penduduk dunia, dan menggunakan sejumlah besar orang, kekuatan yang besar, dan sejumlah besar tokoh-tokoh penting untuk memberikan kesaksian tentang kemuliaan Tuhan! Betapa indahnya hal itu!" Ini adalah gagasan manusia. Di dalam Alkitab, dalam Perjanjian Lama dan Baru, berapa total orang yang diselamatkan dan disempurnakan? Siapa yang mampu takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan pada akhirnya? (Ayub dan Petrus.) Hanya mereka berdua. Sebagaimana Tuhan memandangnya, takut akan Dia dan menjauhi kejahatan, sebenarnya, berarti memenuhi standar pengenalan akan Dia, pengenalan akan Sang Pencipta. Orang-orang seperti Abraham dan Nuh adalah orang benar di mata Tuhan, tetapi mereka masih setingkat di bawah Ayub dan Petrus. Tentu saja, Tuhan tidak melakukan pekerjaan yang sedemikian banyak pada waktu itu. Dia tidak membekali manusia seperti yang Dia lakukan sekarang, Dia juga tidak mengucapkan begitu banyak firman yang jelas, Dia juga tidak melakukan pekerjaan penyelamatan dalam skala besar. Dia mungkin tidak mendapatkan banyak orang, tetapi ini masih bagian dari takdir-Nya. Aspek apa dari watak Sang Pencipta yang dapat dilihat dalam hal ini? Tuhan berharap mendapatkan banyak orang, tetapi jika pada kenyataannya banyak orang tidak bisa didapatkan—jika umat manusia ini tidak bisa didapatkan oleh Tuhan saat Dia melakukan pekerjaan penyelamatan-Nya—Tuhan lebih suka meninggalkan mereka dan membuang mereka. Inilah suara hati dan pandangan Sang Pencipta. Berkenaan dengan hal ini, apa tuntutan atau gagasan yang dimiliki manusia terhadap Tuhan? "Karena Engkau ingin menyelamatkanku, Engkau harus bertanggung jawab sampai akhir, dan Engkau menjanjikanku berkat, jadi Engkau harus memberikannya kepadaku dan membiarkanku mendapatkannya." Dalam diri manusia, ada banyak "keharusan"—banyak tuntutan—dan ini adalah salah satu gagasan manusia. Yang lain berkata, "Tuhan melakukan pekerjaan yang sedemikian besar—rencana pengelolaan enam ribu tahun—jika pada akhirnya Dia hanya mendapatkan dua orang, akan sangat disayangkan. Bukankah itu berarti tindakan-Nya sia-sia?" Manusia berpikir seharusnya tidak demikian, tetapi Tuhan bahkan senang mendapatkan dua orang. Tujuan Tuhan yang sebenarnya bukan hanya untuk mendapatkan kedua orang itu, tetapi untuk mendapatkan lebih dari itu, jika manusia tidak sadar dan memahaminya, dan mereka semua salah paham dan menentang Tuhan, serta tak punya harapan dan tak berarti, Tuhan lebih memilih tidak mendapatkan mereka. Itulah watak-Nya. Beberapa orang berkata, "Itu tidak akan berhasil. Bukankah Iblis nanti akan tertawa?" Iblis mungkin tertawa, tetapi bukankah dia tetap adalah musuh yang ditaklukkan Tuhan? Tuhan tetap mendapatkan umat manusia—beberapa di antara mereka yang dapat memberontak terhadap Iblis dan tidak dikendalikan olehnya. Tuhan telah mendapatkan makhluk ciptaan sejati. Apakah mereka yang belum didapatkan Tuhan lalu ditawan oleh Iblis? Engkau semua belum disempurnakan—apakah engkau semua akan mengikut Iblis? (Tidak.) Beberapa orang berkata, "Sekalipun Tuhan tidak menginginkanku, aku tetap tidak akan mengikut Iblis. Bahkan jika dia menawariku berkat, aku tidak akan mengambilnya." Tidak ada satu pun orang yang telah didapatkan Tuhan yang mengikuti Iblis—bukankah dengan demikian Tuhan mendapatkan kemuliaan? Orang-orang memiliki gagasan tentang jumlah orang yang Tuhan dapatkan atau skala yang Dia gunakan untuk mendapatkan mereka; mereka percaya bahwa Tuhan seharusnya tidak hanya mendapatkan sedikit orang tersebut. Manusia dapat memunculkan gagasan seperti itu karena, di satu sisi, manusia tidak dapat menyelami pikiran Tuhan, dan tidak dapat memahami orang seperti apa yang ingin Dia dapatkan—selalu ada jarak antara manusia dan Tuhan; di sisi lain, memiliki gagasan seperti itu adalah cara bagi manusia untuk menghibur dirinya sendiri dan membebaskan dirinya sejauh menyangkut nasib dan masa depannya sendiri. Manusia percaya, "Tuhan telah mendapatkan sangat sedikit orang—betapa mulianya bagi Dia jika mendapatkan kita semua! Jika Tuhan tidak membuang seorang pun, tetapi menaklukkan semua orang, dan semua orang disempurnakan pada akhirnya, dan pembicaraan tentang Tuhan memilih dan menyelamatkan umat manusia tidak sia-sia, demikian pula pekerjaan pengelolaan-Nya, bukankah Iblis akan semakin dipermalukan? Bukankah Tuhan akan mendapatkan kemuliaan yang lebih besar?" Manusia dapat mengatakan ini sebagian karena dia tidak mengenal Sang Pencipta dan sebagian lagi karena dia memiliki motif egoisnya sendiri: dia khawatir tentang masa depannya, jadi dia mengaitkannya dengan kemuliaan Sang Pencipta, dan dengan demikian hatinya merasa tenang, berpikir bahwa ini adalah cara yang sempurna untuk mendapatkan kedua-duanya. Selain itu, dia juga merasa bahwa "Tuhan mendapatkan manusia dan mempermalukan Iblis adalah bukti kuat kekalahan Iblis. Itu seperti membunuh tiga ekor burung dengan sebuah batu!" Orang-orang sangat pandai mencari cara untuk menguntungkan diri mereka sendiri. Gagasan ini cukup cerdas bukan? Orang memiliki motif yang egois, dan bukankah ada suatu pemberontakan dalam motif-motif ini? Bukankah ada tuntutan yang dibuat kepada Tuhan? Di dalamnya ada penentangan yang tak terucap terhadap Tuhan yang mengatakan, "Engkau telah memilih kami, memimpin kami, bekerja keras untuk kami, menganugerahkan hidup-Mu dan seluruh keberadaan-Mu kepada kami, menganugerahkan firman dan kebenaran-Mu atas kami, dan meminta kami mengikuti-Mu selama ini. Betapa ruginya jika Engkau tidak bisa mendapatkan kami pada akhirnya." Alasan seperti itu adalah upaya untuk memeras Tuhan, mewajibkan-Nya untuk mendapatkan mereka. Dikatakan bahwa jika Tuhan tidak mendapatkan mereka, mereka tidak akan rugi, dan bahwa Tuhanlah yang akan mengalami kerugian—apakah pernyataan ini benar? Dalam hal ini, ada tuntutan manusia, serta ada imajinasi dan gagasannya: Tuhan melakukan pekerjaan yang sedemikian besar, jadi Dia harus mendapatkan banyak manusia. Dari mana asal "keharusan" ini? Itu berasal dari gagasan dan imajinasi manusia, tuntutannya yang tidak masuk akal, dan kesombongannya, bersama dengan campuran dari wataknya yang keras pendirian dan kejam.
Gagasan manusia seperti itu harus dipersekutukan dari sudut pandang lain. Ada orang-orang yang berpikir, "Karena Sang Pencipta tidak peduli berapa banyak orang yang Dia dapatkan, dan menganggap bahwa Dia hanya akan mendapatkan sebanyak orang yang mungkin Dia dapatkan, karena inilah sikap Sang Pencipta, bagaimana kami harus bekerja sama dengan-Nya? Apakah boleh jika kami hanya percaya sambil lalu dan tidak menganggapnya terlalu serius? Bagaimanapun juga, Tuhan pun tidak menganggapnya serius, jadi kami tidak perlu terlalu serius dalam memenuhi tuntutan Tuhan, kami pun tidak perlu menganggapnya sebagai pekerjaan utama kami, atau sebagai pengejaran seumur hidup kami. Sekarang setelah kami mengetahui pemikiran Tuhan, bukankah kami harus mengubah cara hidup kami?" Apakah pandangan ini benar atau salah? (Salah.) Karena sikap Tuhan telah disampaikan dengan jelas kepada manusia, dan mereka memahaminya, mereka seharusnya melepaskan gagasan mereka. Setelah melepaskan gagasan-gagasan mereka, apa yang harus orang lakukan, bagaimana mereka harus memilih, serta bagaimana mereka harus memahami dan menangani hal ini agar mereka memiliki pandangan dan sikap yang paling harus mereka anut? Pertama-tama, dalam kaitannya dengan pandangan mereka, orang harus berusaha merenungkannya. Setelah orang percaya kepada Tuhan, mereka memiliki imajinasi yang samar tentang rasa hormat dan penghargaan kepada-Nya. Mereka beranggapan bahwa "Tuhan itu mahakuasa, dan karena Dia telah memilih sekelompok orang dari antara manusia yang rusak ini, Dia pasti akan mampu menyempurnakan mereka. Oleh karena itu, kami pasti akan diberkati, dan itu adalah suatu kepastian." Bukankah di balik "kepastian" seperti itu ada mentalitas mencoba keberuntungan? Ingin memperoleh berkat dan perkenan Tuhan tanpa mengejar kebenaran atau menjalani penghakiman dan hajaran Tuhan adalah sikap yang paling tidak boleh dimiliki oleh manusia. Jangan memiliki mentalitas mencari keberuntunganmu—keberuntungan adalah musuh besar. Pola pikir macam apakah mencoba keberuntungan itu? Manakah dari keadaan, pemikiran, ide, sikap, gagasan, dan pandanganmu yang memiliki mentalitas mencoba keberuntungan di baliknya? Dapatkah engkau mendeteksi hal ini? Jika engkau mendeteksi hal ini dan melihat adanya pola pikir mencoba keberuntungan untuk memperoleh berkat, bagaimana engkau harus mulai mengubahnya? Bagaimana engkau harus mengatasinya? Ini adalah masalah-masalah nyata. Engkau harus mengetahui yang sebenarnya mengenai mentalitas mencoba keberuntunganmu. Engkau harus mengatasinya. Jika engkau tidak mengatasinya, itu akan sangatlah mungkin membuatmu tersandung dan engkau akan menderita. Jadi, hal-hal apa sajakah yang termasuk dalam mentalitas mencoba keberuntungan? Ada orang-orang yang berpikir, "Aku percaya kepada Tuhan dan bahkan telah meninggalkan keluargaku dan berhenti dari pekerjaanku. Apa pun yang terjadi, sekalipun aku belum memberikan pelayanan yang patut dipuji, aku telah bekerja keras, dan sekalipun aku belum bekerja keras, aku telah membuat diriku lelah, jadi asalkan aku mengikuti Tuhan sampai akhir, aku dapat menjadi salah seorang dari para pemenang, salah seorang yang diselamatkan, salah seorang yang diberkati, salah seorang umat Kerajaan Tuhan." Inilah mentalitas mencoba keberuntungan. Bukankah semua orang memiliki mentalitas seperti ini? Setidaknya, sebagian besar dari mereka yang meninggalkan segalanya untuk mengikuti Tuhan dan melaksanakan tugas mereka sepenuh waktu memiliki mentalitas seperti ini. Bukankah mentalitas orang mencoba keberuntungan adalah semacam gagasan? (Ya.) Mengapa Kukatakan itu adalah semacam gagasan? Karena, ketika engkau tidak memahami atau mengerti kehendak dan sikap yang dimiliki oleh Sang Pencipta terhadap hal ini, engkau hanya secara subjektif memikirkan pemikiran yang baik dan secara subjektif mengejarnya, dan itulah caramu melakukannya. Itu adalah semacam gagasan. Bagi Sang Pencipta, bukankah gagasan seperti itu adalah semacam pemerasan? Bukankah hal itu adalah tuntutan yang tidak masuk akal? Itu seperti berkata, "Karena aku telah mengikut Engkau, dan karena aku telah meninggalkan segala sesuatu dan datang ke rumah Tuhan untuk melaksanakan tugasku sepenuh waktu, aku harus dianggap sebagai seseorang yang sudah tunduk pada pengaturan Sang Pencipta, bukan? Jadi, dapatkah saat ini aku mendapatkan masa depan yang menjanjikan? Masa depanku tidak mungkin suram—itu seharusnya terlihat jelas." Ini adalah pola pikir orang yang mencoba keberuntungannya. Bagaimana pola pikir semacam itu diatasi? Orang harus mengetahui watak Tuhan. Sekarang setelah aku bersekutu seperti ini, pada dasarnya setiap orang seharusnya mengerti hal ini: "Jadi itulah yang Tuhan pikirkan. Itulah pandangan Tuhan dan sikap-Nya. Jadi, apa yang harus kami lakukan?" Orang harus menyingkirkan mentalitas yang mencoba keberuntungan mereka. Untuk menyingkirkan mentalitas ini, apakah cukup dengan berkata, "Aku telah menyingkirkannya dan tidak akan memiliki pemikiran semacam itu lagi. Aku akan memperlakukan tugasku dengan serius, bertanggung jawab, dan bekerja lebih keras?" Tidak sesederhana itu—ketika orang mengembangkan mentalitas yang mencoba keberuntungan mereka, dari dalam diri mereka muncul beberapa pemikiran dan penerapan, dan lebih daripada itu, beberapa watak akan terungkap. Hal-hal ini harus dapat diatasi dengan mencari kebenaran. Ada orang-orang yang berkata, "Jika aku telah memahami maksud dan sikap Tuhan, bukankah aku telah membuang mentalitas mencoba keberuntunganku?" Ucapan macam apa itu? Ucapan yang tidak mengandung pemahaman rohani; itu omong kosong. Jadi, bagaimana masalah ini diatasi? Engkau harus merenungkan, "Apa yang harus kulakukan jika Tuhan mengambil segalanya dariku? Apakah semua yang kubaktikan kepada Tuhan dan kukorbankan bagi Dia kuberikan dengan sukarela, atau apakah semua itu adalah upaya untuk melakukan pertukaran dengan-Nya? Jika aku bemaksud untuk melakukan pertukaran dengan-Nya, itu tidak baik. Aku harus berdoa kepada Tuhan dan mencari kebenaran untuk mengatasinya." Lagipula, seraya engkau menerapkan dan melaksanakan tugasmu, engkau harus memahami prinsip kebenaran mana yang tidak kaupahami, apa yang kaulakukan yang bertentangan dengan tuntutan Tuhan dan maksud-Nya, jalan seperti apa yang salah dan merupakan jalan bencana, dan jalan macam apa yang berkenan bagi Tuhan. Hal-hal lain apa yang melibatkan pola pikir mencoba keberuntungan? Ada orang yang, setelah mengalami sakit yang parah, diselamatkan oleh Tuhan dan menjadi sembuh. Mereka berpikir, "Engkau semua percaya kepada Tuhan untuk mengejar berkat. Aku berbeda. Kasih Tuhan yang besarlah yang membawaku ke sini; Dia memberikan kepadaku keadaan dan pengalaman istimewa yang menuntunku untuk percaya kepada-Nya, jadi Dia mengasihiku lebih daripada Dia mengasihi engkau semua, Dia memperlakukanku dengan kasih karunia khusus, dan, pada akhirnya, aku akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk bertahan hidup dibandingkan engkau." Mereka berpikir mereka memiliki hubungan yang luar biasa dan istimewa dengan Tuhan—bahwa hubungan mereka dengan-Nya berbeda dengan hubungan orang kebanyakan. Karena pengalaman istimewa mereka, mereka merasa diri mereka luar biasa dan istimewa, dan oleh sebab itu mereka memiliki semacam kepastian bahwa mereka akan berhasil. Mereka mendefinisikan diri mereka pastilah berbeda dari orang lain, dan mereka yakin akan kemampuan mereka untuk bertahan hidup—ini juga, adalah mentalitas orang yang mencoba keberuntungannya. Ada orang-orang lain yang telah mengambil beberapa pekerjaan penting dan statusnya tinggi. Mereka menderita sedikit lebih lama dibandingkan orang lain, dipangkas sedikit lebih lama dibandingkan orang lain, membuat diri mereka sedikit lebih sibuk dibandingkan orang lain, dan berbicara sedikit lebih banyak daripada orang lain. Mereka berpikir, "Aku telah ditempatkan pada suatu posisi penting oleh Tuhan dan oleh rumah-Nya dan aku disenangi oleh saudara-saudariku. Ini merupakan suatu kehormatan. Bukankah ini berarti aku akan lebih diberkati daripada orang lain?" Ini juga, adalah mentalitas orang yang mencoba keberuntungannya, dan ini adalah sejenis gagasan.
Aku baru saja membahas tentang beberapa perwujudan nyata dan keadaan mengenai mencoba keberuntungan. Keadaan, perwujudan, atau hal-hal apa lagi yang sering muncul dan biasanya ada di benak orang yang termasuk dalam upaya mencari keberuntungan? Selain mereka yang memiliki pengalaman khusus, status yang tinggi, dan yang telah meninggalkan segalanya untuk mengorbankan diri mereka bagi Tuhan sepenuh waktu, ada juga mereka yang memenuhi syarat, melaksanakan beberapa tugas khusus, dan memiliki beberapa bakat khusus—semua orang ini memiliki pola pikir mencoba keberuntungan. Apa yang dimaksud dengan "memenuhi syarat"? Misalnya, ada orang-orang yang memberitakan Injil beranggapan bahwa jika mereka memenangkan lebih dari 10 orang, mereka telah menghasilkan 10 buah dan memiliki peluang 10 persen untuk diberkati, dan jika mereka menghasilkan 50 buah, mereka akan memiliki peluang 50 persen, dan jika mereka menghasilkan 100 buah, itu artinya mereka memiliki peluang 100 persen. Ini adalah semacam gagasan, semacam barter, dan di atas segalanya, ini adalah mencoba keberuntungan. Jika mereka dapat mengukur pekerjaan Tuhan sambil berpaut pada gagasan-gagasan ini dan mentalitas mencoba keberuntungan, inikah yang dimaksud dengan percaya kepada Tuhan? Jalan apa yang sedang mereka tempuh? Bukankah ada yang salah dengan pengejaran mereka? Mengapa hal-hal ini muncul dalam diri mereka? Mengapa mereka berpaut padanya dan tidak mau melepaskannya? Ada orang-orang yang berkata bahwa itu karena mereka tidak mengenal Tuhan. Apakah ini benar? Ini adalah omong kosong. Jadi, apa sebenarnya alasannya? Orang-orang yang selalu berpegang teguh pandangan dan sikap seperti itu, dan yang memiliki gagasan-gagasan ini dan berpaut pada hal itu dengan sangat keras kepala, apakah mereka sedang berupaya lebih keras untuk memahami firman Tuhan? (Tidak.) Mereka selalu memiliki sikap asal-asalan terhadap firman Tuhan, yaitu sikap dan pandangan seseorang yang melihat melalui kabut. Mereka menganggap bahwa dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan, mereka hanya perlu mengetahui seberapa banyak penderitaan mereka demi Tuhan dan berapa banyak harga yang telah mereka bayar, berapa banyak upah yang telah mereka peroleh, bakat khusus apa yang mereka miliki, seberapa terampilnya mereka, seberapa tingginya status mereka, "saat-saat kebersamaan dalam kesukaran" seperti apa yang mereka alami dengan Tuhan, pengalaman istimewa apa yang mereka alami, dan hal istimewa apa yang telah Tuhan berikan kepada mereka, atau kasih karunia dan berkat apa yang Dia berikan kepada mereka yang berbeda dari apa yang telah diberikan kepada orang lain—mereka menganggap ini sudah cukup. Tidak soal betapa eratnya mereka berpaut pada pandangan-pandangan ini, mereka tidak pernah merenungkan apakah pandangan-pandangan mereka itu benar atau tidak, atau firman Tuhan yang mana dan prinsip-prinsip pekerjaan-Nya yang manakah yang bertentangan dengan pandangan-pandangan ini, atau apakah pandangan-pandangan ini telah dibenarkan oleh Tuhan atau tidak, atau apakah Tuhan bekerja dengan cara ini, atau menyelesaikan segala sesuatu dengan cara ini atau tidak. Mereka tidak pernah peduli dengan masalah ini. Hingga saat ini, mereka hanya merenung, memikirkan, dan bermimpi dalam benak mereka sendiri. Jadi, telah menjadi apakah kebenaran bagi mereka? Kebenaran telah menjadi hiasan. Meskipun orang-orang ini percaya kepada Tuhan, kepercayaan mereka tidak ada hubungannya dengan Tuhan atau kebenaran. Jadi, kepercayaan mereka berhubungan dengan apa? Kepercayaan mereka hanya berhubungan dengan gagasan, imajinasi, dan keinginan mereka sendiri, serta berhubungan dengan berkat dan tempat tujuan mereka di masa depan. Mereka belum berupaya untuk mengejar kebenaran, sehingga akhirnya mereka mendapatkan hasil seperti ini.
Melalui persekutuan hari ini, setelah engkau memperoleh pemahaman tentang cara kerja Tuhan atau pandangan dan sikap Tuhan, dapatkah hal ini berpengaruh dan mencapai hasil tertentu dalam pengejaranmu untuk mengenal Tuhan, dalam pengejaranmu akan kebenaran, dan pengejaranmu akan jalan masuk kehidupan? Dapatkah hal ini mengubah pandanganmu yang salah, agar engkau semua melepaskan gagasanmu sendiri? (Ya.) Ini mengharuskan orang untuk melakukan apa? (Hal ini mengharuskan orang untuk melepaskan gagasan mereka dan bertindak berdasarkan standar yang dituntut oleh Tuhan.) Engkau harus memahami bahwa karena Tuhan telah mengajukan tuntutan dan ketetapan seperti itu, Dia pasti akan mewujudkannya. Pada akhirnya, faktanya adalah bahwa firman Tuhan tidak akan kembali dengan sia-sia—semuanya akan terlaksana dan digenapi. Jika engkau menganggap bahwa belum tentu Tuhan melaksanakan hal-hal yang Dia firmankan, ini adalah gagasan dan khayalan manusia, dan ini juga meragukan dan menghakimi Tuhan. Ada orang-orang yang berkata, "Bagaimana mungkin Tuhan melakukan hal itu? Bagaimana mungkin Dia puas hanya dengan menyelamatkan orang sebanyak yang Dia selamatkan? Bukankah kasih Tuhan itu besar dan tak terbatas? Kesabaran Tuhan itu tidak terbatas, dan toleransi serta belas kasihan Tuhan juga tidak terbatas." Mereka membuat segala macam alasan agar tidak mengejar kebenaran, mereka mencadangkan jalan keluar yang nyaman bagi diri mereka sendiri sehingga mereka dapat menempuh jalan mereka sendiri, dan mereka mengabaikan firman dan pekerjaan Tuhan, serta penampakan Sang Pencipta. Mereka tahu betul di dalam hati mereka bahwa itu adalah kebenaran, tetapi mereka berharap itu bukan kebenaran. Ada unsur ketidakpercayaan dalam apa yang mereka lakukan, serta ada unsur persaingan dengan Sang Pencipta, dan bertentangan dengan serta memeras Sang Pencipta. Apa tujuan-Ku mengucapkan firman ini? Ada orang-orang yang berkata, "Tujuannya adalah untuk memperingatkan kami, untuk menakut-nakuti kami, atau untuk membuat kami mengerti bahwa mereka yang ingin mundur boleh mundur saja, bahwa mereka yang menjadi lemah atau negatif boleh tetap menjadi lemah atau negatif saja, dan mereka yang ingin menjalani hidupnya sendiri boleh menjalani hidupnya sendiri. Pekerjaan Tuhan tidak akan memakan waktu lama, dan lagi pula, Tuhan tidak membutuhkan orang sebanyak itu, jadi mari kita berpisah!" Apakah seperti ini keadaannya? (Tidak.) Apa pun yang Tuhan firmankan, atau bagaimana Dia berfirman, yang Tuhan buat manusia pahami adalah maksud-Nya dan yang Dia buat mereka pahami adalah kebenaran. Jadi, jalan apa yang harus orang ikuti? Mereka harus mengikuti jalan Tuhan. Apa yang harus orang renungkan dan cari untuk diluruskan? Semua gagasan, imajinasi dan tuntutan yang bertentangan dengan Tuhan. Semua hal ini bertentangan dengan kebenaran. Engkau harus melepaskan hal-hal ini, engkau harus menghalau hal-hal ini dari hatimu, dan engkau tidak boleh lagi dipengaruhi atau dikendalikan olehnya. Engkau harus mampu benar-benar datang ke hadapan Tuhan serta menerima penghakiman, hajaran, dan pemangkasan firman Tuhan, engkau harus ditahirkan dari watak rusakmu, serta mencapai ketundukan pada pengaturan dan penataan Tuhan. Selain itu, engkau harus terus-menerus merenungkan hal-hal dalam dirimu yang tidak sesuai dengan Tuhan dan bertentangan dengan kebenaran, dan merenungkan watak rusakmu, pandanganmu yang salah tentang berbagai hal, serta perbedaan gagasan dan imajinasi manusia. Setelah engkau merenungkan dan memahami hal-hal ini dengan jelas, dan mencari kebenaran untuk meluruskannya sekali untuk selamanya, engkau sudah berada di jalan yang benar dalam kepercayaan kepada Tuhan, dan baru setelah itulah engkau akan mampu menaati Tuhan dan tunduk pada pengaturan dan penataan-Nya.
Kita belum selesai menelaah bagian akhir dari kisah "Siapakah yang Kuandalkan?" yang barusan kita bahas. Begitu seseorang mulai percaya kepada Tuhan, dia datang ke hadapan Tuhan untuk berdoa, mencari kehendak Tuhan, menerima pencerahan dan penerangan Tuhan, menerima bimbingan Tuhan, dan mendengarkan setiap firman yang terucap dari mulut Tuhan sendiri. Selama masa ini, Tuhan menggunakan kata-kata yang jelas untuk memberitahukan maksud-Nya kepada manusia dan segala sesuatu yang perlu mereka pahami. Tuhan tidak ingin engkau memahami kata-kata dan doktrin, Dia juga tidak ingin engkau mempelajari teologi. Tuhan tidak menggunakan firman ini untuk mendidikmu menjadi orang yang berperilaku baik, atau orang yang baik, atau seseorang yang memiliki hasrat dan cita-cita—Tuhan tidak ingin engkau menjadi orang seperti itu. Tuhan ingin menggunakan firman-Nya untuk membuatmu memahami dari mana manusia berasal, bagaimana mereka harus hidup, dan jalan seperti apa yang seharusnya mereka tempuh. Namun, setelah mendengar firman ini, orang-orang tidak memikirkannya, dan tetap berpegang teguh pada pandangan mereka sendiri dan pada keinginan mereka sendiri, serta bahkan berpegang teguh pada prinsip-prinsip perilaku mereka sendiri. Sebagai contoh, ada orang-orang yang berkata: "Aku dilahirkan dengan keinginan untuk menjadi orang yang baik, dan menurutku, aku tidak terlalu jauh dari menjadi orang yang baik. Aku tidak melakukan hal buruk apa pun, aku tidak menyakiti atau menipu orang lain, atau memanfaatkan mereka, dan aku telah menjadi orang yang jauh lebih baik sejak aku mulai percaya kepada Tuhan. Aku selalu mengatakan yang sebenarnya, aku menghadapi orang lain dengan cara yang tulus, dan aku menaati Tuhan dan pengaturan gereja saat melaksanakan tugasku—bukankah itu cukup?" Apakah banyak orang memiliki pemikiran seperti ini? Dapatkah orang percaya benar-benar memenuhi tuntutan Tuhan dengan mengandalkan cara berpikir seperti ini? Ada banyak kebenaran yang Tuhan tuntut untuk dipahami manusia, dan ada banyak pelajaran yang bisa dipetik. Secara khusus, kebenaran yang terkait dengan visi adalah kebenaran yang harus dimiliki oleh orang-orang yang percaya kepada Tuhan dan ini merupakan hal-hal yang membangun dasar. Jika mereka bahkan tidak memahami kebenaran ini, dapatkah mereka memperoleh keselamatan? Jika mereka hanya mengandalkan imajinasi dan merasa nyaman dengan diri mereka sendiri, dan tidak mengejar kebenaran, masihkah mereka memenuhi syarat untuk menerima penghakiman dan hajaran Tuhan, atau ujian dan pemurnian-Nya? Dapatkah mereka memperoleh pentahiran Tuhan dan disempurnakan oleh-Nya? (Tidak.) Mereka pasti tidak dapat memperolehnya. Jumlah orang di gereja yang tidak mengejar kebenaran mungkin lebih dari setengahnya, atau jauh lebih banyak. Ketika engkau semua memikirkan situasi ini, akankah engkau berpikir seperti ini: "Tuhan telah berfirman begitu banyak, tetapi manusia masih belum memahaminya, jadi mengapa Tuhan tidak memberi pencerahan pada orang-orang yang bebal dan bodoh ini? Mengapa Tuhan tidak berfirman lebih banyak, tidak melakukan lebih banyak pekerjaan, dan berupaya lebih keras bagi mereka? Mengapa Roh Kudus tidak menggerakkan dan mendisiplin mereka agar orang-orang yang bebal ini tidak lagi bebal, dan orang-orang yang bodoh ini tidak lagi bodoh? Mengapa Tuhan tidak melakukan ini?" Perkataan seperti ini adalah keliru. Bukankah Tuhan sudah cukup berfirman? Banyak orang berkata bahwa Tuhan berfirman terlalu banyak, bahwa Dia berfirman terlalu detail, dan bahkan terlalu berulang-ulang. Jadi, adakah yang tahu mengapa Tuhan harus berfirman dengan cara seperti ini? Itu karena manusia terlalu keras kepala dan memberontak, tidak pernah menerima firman Tuhan dan tidak berupaya keras untuk mengejar kebenaran. Tuhan tidak akan memaksa orang-orang semacam ini. Jika orang tidak menerima firman Tuhan, bagaimana cara Tuhan memperlakukan mereka? Tuhan tidak pernah melakukan apa pun dengan paksaan, begitulah cara Dia bekerja. Tuhan telah mengucapkan begitu banyak firman sehingga manusia bahkan tidak mampu membaca semuanya, jadi bagaimana bisa Dia memaksa manusia? Mengapa manusia tidak memahami maksud Tuhan yang sungguh-sungguh? Sang tokoh utama dalam kisah itu, yang mengalami penderitaan seumur hidupnya, juga membaca firman Tuhan dan mendengarkan khotbah-Nya, dan bahkan menghabiskan seluruh waktunya melaksanakan tugasnya di gereja, tetapi pada akhirnya, dia tidak memahami siapa sebenarnya yang bisa dia andalkan, atau bagaimana keinginannya muncul dan apakah keinginannya bisa menjadi kenyataan atau tidak—pasti ada masalah dalam hal itu. Sebenarnya, dari sudut pandang Tuhan, ini adalah masalah yang sangat sederhana. Engkau hanya perlu mengubah arah dan bergerak ke arah yang telah Tuhan berikan kepadamu dan ke jalan yang telah Tuhan beritahukan kepadamu, serta percaya, menerima, tunduk, dan melakukan penerapan dengan sikap yang teguh, tanpa ada keraguan atau kekhawatiran. Namun, orang-orang tidak mampu melakukannya. Mereka berpegang teguh pada gagasan, imajinasi dan harapan mereka sendiri, serta berpegang teguh pada khayalan yang tersembunyi di dalam hati mereka. Mereka bahkan menganggap hal-hal tersebut sebagai harapan terakhir yang harus mereka pegang erat, atau bahkan lebih buruk lagi, sebagai landasan yang mereka andalkan bagi keberadaan mereka, mengesampingkan firman Tuhan dan arahan yang telah Tuhan berikan serta mengabaikannya. Lalu bagaimana Tuhan menangani hal ini? Jika engkau tidak mengenali dan menerima hal-hal baik yang diberikan kepadamu, Tuhan akan mengambilnya. Apa yang seseorang peroleh setelah hal-hal ini diambil? Tidak ada. Oleh karena itu, di lubuk hatinya, sang tokoh utama ini tidak lagi mengetahui jawaban atas pertanyaan, "Apakah Tuhan benar-benar Pribadi yang dapat kuandalkan? Siapa yang sebenarnya bisa kuandalkan? Siapa yang bisa kuandalkan untuk bertahan hidup, memperoleh berkat, dan mendapatkan tempat tujuan masa depanku?" Dia telah menjadi makin bingung dengan pertanyaan-pertanyaan ini. Pada akhirnya, apa penyesalan yang masih tersisa di lubuk hatinya? Bahwa dia tidak punya siapa pun untuk diandalkan, tak ada seorang pun yang bisa dipercaya. Betapa tragis dan menyedihkan hidupnya! Dia bingung tentang apa makna penting dari pengaturan Sang Pencipta bagi manusia dalam kehidupan ini, dia tidak tahu. Setelah dia menjalani hidup dengan cara seperti ini, dan telah mencapai usia lanjut, dan masih tidak mampu memahami semuanya atau mencapai kesimpulan yang akurat, atau menemukan arah dan tujuan hidup yang akurat—ketika dia tidak mampu memperoleh semua ini, apa yang Tuhan lakukan tentangnya? Dia mengakhiri hidup orang ini. Tuhan telah melakukan semua yang mampu dilakukan. Tuhan telah mengatur lingkungan, memberi pencerahan dan membimbingnya, dan bahkan memberinya motivasi untuk terus hidup ketika dia sangat menderita atau ketika dia menghadapi situasi yang amat serius. Tuhan telah membuatnya mampu hidup sampai saat ini dengan penuh kasih dan dukungan. Dan apa tujuannya? Untuk membuatnya berbalik. Apa tujuan orang berbalik? Untuk memahami bahwa tak ada seorang pun yang bisa kauandalkan, dan bahwa engkau tidak boleh bergantung pada siapa pun, dan bahwa engkau tidak boleh berusaha menciptakan kehidupan yang bahagia sendiri, dan bahwa engkau tidak boleh memiliki keinginan apa pun, dan bahwa, kecuali Sang Pencipta, tak seorang pun mampu mengatur atau mengendalikan takdirmu, bahkan dirimu sendiri pun tidak. Pilihan apa yang harus kauambil? Datanglah ke hadapan Sang Pencipta tanpa keluhan dan prasyarat apa pun, dengarkan apa yang Dia katakan, dan ikutilah jalan-Nya. Entah itu penderitaan atau penyakit, semua ini adalah bagian dari kehidupan manusia yang harus dialami. Ketika kehidupan seseorang akan segera berakhir dan dia tidak memahami semua ini, apa lagi yang Tuhan lakukan? Dia tidak lagi melakukan apa pun, yang juga menandakan bahwa Tuhan sudah menyerah terhadapnya. Mengapa Tuhan tidak lagi melakukan apa pun? Karena orang tersebut selalu hidup dalam gagasannya sendiri, dan hidup dalam keinginan dan kegigihannya sendiri, serta telah memperlakukan segala sesuatu yang Tuhan atur dengan sikap keras kepala dan sikap bersaing yang merasa dirinya benar. Oleh karena itu, ketika kehidupan seseorang akan segera berakhir dan dia telah melewati tahap demi tahap melalui lingkungan atau proses yang telah Tuhan atur ini, tetapi pengenalan mereka akan Sang Pencipta belum berubah sedikit pun, dan dia tidak memiliki pemahaman apa pun tentang nasib kehidupan manusia, maka sudah jelas apa arti hidupnya, dan Sang Pencipta tidak akan lagi ikut campur atau melakukan apa pun. Inilah cara Tuhan bekerja.
Gagasan dan imajinasi apa yang muncul dalam diri manusia sebagai hasil cara kerja Tuhan? Ketika ada orang-orang yang melihat Tuhan menyingkirkan orang lain, gagasan-gagasan muncul dalam diri mereka dan mereka berkata: "Orang ini telah mengalami begitu banyak penderitaan dalam hidupnya, apakah Sang Pencipta tidak merasa kasihan terhadapnya?" Rasa kasihan itu mewakili apa? (Pemberian kasih karunia.) Dapatkah pemberian kasih karunia menentukan takdir seseorang? Dapatkah kasih karunia mengubah takdirnya? Dapatkah ini mengubah pandangannya? (Tidak.) Oleh karena itu, sebanyak apa pun berkat, kasih karunia, dan kenikmatan materi yang dianugerahkan Sang Pencipta kepada seseorang, jika hal-hal ini tidak dapat mendorong atau membantu orang tersebut untuk memahami maksud Tuhan, atau menempuh jalan yang benar dalam hidup, dan pada akhirnya menempuh jalan yang Tuhan tunjukkan kepada manusia, dan memahami semua hal yang manusia alami dalam hidup mereka, semua pekerjaan yang Tuhan lakukan terhadap mereka akan sia-sia, dan jelas bahwa masa-masa orang itu dalam memercayai Tuhan akan berakhir. Gagasan apa yang cenderung muncul dalam diri manusia? "Tuhan itu toleran dan sabar, dan kasih-Nya kuat dan besar. Mengapa Dia tidak mampu mengasihi orang semacam itu?" Bagaimana kasih Tuhan diwujudkan? Apakah Tuhan benar-benar mengasihi orang itu, atau tidak? Apakah kasih Tuhan telah membuahkan hasil dalam diri orang tersebut? Jika tidak ada hasil, bagaimana kasih Tuhan diwujudkan? Bagaimana watak Tuhan diwujudkan? Bagaimana cara Tuhan memulai pekerjaan-Nya? Sebenarnya, sebelum Tuhan melakukan apa pun, Dia telah memilih orang tersebut, bekerja di dalam dirinya, dan memikirkan untuk menentukan seluruh hidupnya dari sejak semula dan mengaturnya berdasarkan cara-Nya. Ada maksud Tuhan di balik semua ini. Bukankah ini kasih Tuhan? (Ya.) Ini saja sudah merupakan kasih Tuhan. Saat orang tersebut menjalani setiap proses dalam hidupnya, Tuhan menunjukkan belas kasihan dan kepeduliannya kepadanya, melindunginya, memberinya motivasi, dan mengatur beberapa lingkungan, selalu melindunginya ketika dia menyelesaikan misinya dalam kehidupan ini. Selama proses ini, seberapa pun gigihnya, keras kepalanya, dan congkaknya dia, Tuhan terus-menerus membantunya agar dengan lancar menjalani hidupnya berdasarkan jalan Tuhan, dengan kasih dan kemurahan hati Sang Pencipta, serta tanggung jawab Tuhan. Sebanyak apa pun bahaya dan pencobaan yang dia hadapi dalam hidupnya, atau bahkan berapa kali pun dia merasa putus asa dan ingin bunuh diri, Tuhan membimbingnya menjalani hidup ini berdasarkan jalan-Nya. Tanpa bimbingan Tuhan, hidupnya pasti tidak akan berjalan dengan lancar, karena dia akan dilanda oleh segala macam bujukan, pencobaan, atau bahaya. Jadi, semua ini adalah kasih Tuhan. Dalam gagasan mereka, orang menganggap bahwa kasih Tuhan seharusnya bebas dari penderitaan, kesengsaraan, dan hal-hal yang bertentangan dengan perasaan mereka. Sebenarnya, Tuhan selalu menganugerahkan belas kasihan, kasih karunia, dan berkat kepada manusia dengan cara yang penuh kasih dan toleran. Pada akhirnya, Dia juga mengungkapkan kebenaran dengan penuh kesabaran dan kasih, agar manusia memahami kebenaran dan memperoleh kehidupan. Dia menggunakan berbagai cara untuk mencapai hasil, membimbing orang selangkah demi selangkah agar mereka memahami kehidupan manusia dan mengetahui caranya hidup secara bermakna. Apa tujuan Tuhan melakukan pekerjaan-Nya dengan cara ini? Sederhananya, tujuan-Nya adalah agar manusia mampu membuang semua penderitaan yang menimpa mereka dalam hidup, serta semua penderitaan yang mereka sebabkan sendiri; secara lebih mendalam, tujuan Tuhan adalah untuk membuat manusia hidup bahagia, menjalani kehidupan sebagai manusia normal, manusia yang sesungguhnya, dan hidup di bawah bimbingan Sang Pencipta. Meski begitu, setiap orang memiliki kebebasan. Tuhan menciptakan kehendak bebas dan kemampuan berpikir untuk manusia. Kemudian, orang menerima banyak hal dari dunia dan masyarakat ini, seperti pengetahuan, budaya tradisional, tren sosial, didikan keluarga, dan sebagainya. Tuhan selalu membenci hal-hal yang berasal dari Iblis, dan menyingkapkannya agar manusia mengetahui betapa tidak masuk akal dan munafiknya hal-hal ini, dan betapa sangat tidak sesuainya hal-hal ini dengan kebenaran. Namun, Tuhan tidak pernah mengasingkan manusia atau menjauhkan mereka dari hal-hal yang jahat ini. Sebaliknya, Dia membiarkan manusia mengalaminya dan mengetahui yang sebenarnya mengenai hal-hal jahat itu, dan dengan demikian memperoleh pengalaman hidup yang benar dan pemahaman yang benar. Setelah seluruh proses itu selesai dan Tuhan telah melakukan semua yang seharusnya Dia lakukan, manusia akan memperoleh sebanyak yang mampu mereka peroleh. Jadi, pada tahap akhir ini, gagasan apa yang muncul dalam diri manusia? Bahwa Tuhan telah meninggalkan seseorang, yang membuat orang merasa bahwa Tuhan tidak memedulikan perasaan mereka. Pada saat inilah, orang-orang merasa bahwa sedikit harapan hangat orang tersebut kepada Tuhan telah hancur, dan orang-orang merasa bahwa ini agak kejam. Ketika orang merasakan kekejaman ini, gagasan mereka pun tersingkap. Engkau ingin menjadi orang yang baik dan membantu orang tersebut agar diselamatkan. Apakah ini berguna? Orang itu telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun tanpa sama sekali mengejar kebenaran dan belum memperoleh apa pun. Engkau ingin mengasihani dan membantu mereka, tetapi mampukah engkau membekali mereka dengan kebenaran? Mampukah engkau menganugerahkan kehidupan kepada mereka? Engkau sama sekali tidak mampu melakukan hal itu, jadi mengapa engkau memiliki gagasan tentang Tuhan? Pekerjaan yang Tuhan lakukan adalah adil dan masuk akal bagi semua orang. Jika mereka sendiri tidak menerima kebenaran dan tidak tunduk pada pekerjaan Tuhan, bagaimana engkau bisa mengeluh bahwa Tuhan tidak menyelamatkan mereka? Pasti ada cukup banyak gagasan orang-orang di sini. Orang menyimpan begitu banyak gagasan tentang pekerjaan Tuhan, seperti: "Karena Tuhan telah berbuat begitu banyak, mengapa Dia tidak sepenuhnya menyelesaikan tahap terakhir ini? Tampaknya ini bukan hal yang Tuhan ingin lakukan, dan hal ini juga tidak seharusnya dilakukan oleh Tuhan. Karena Tuhan telah melakukan pekerjaan yang sangat besar, Dia seharusnya membiarkan semua orang yang percaya kepada-Nya diselamatkan. Hanya pencapaian seperti itulah yang merupakan hasil yang sempurna dari pekerjaan Tuhan. Mengapa Tuhan menyingkirkan orang ini? Hal ini bertentangan dengan kasih dan belas kasihan Tuhan kepada manusia, dan manusia kemungkinan besar salah memahaminya! Mengapa Tuhan melakukan segala sesuatu dengan cara seperti ini? Bukankah itu sedikit tidak memedulikan perasaan orang?" Memang seperti inilah watak benar Tuhan. Inilah watak benar Tuhan. Alami saja dan suatu hari engkau semua akan memahaminya.
Yang barusan kita bahas berkaitan dengan gagasan dan imajinasi beberapa orang tentang pekerjaan Tuhan. Ada gagasan yang merupakan khayalan manusia, dan ada yang merupakan tuntutan manusia terhadap Tuhan, dengan kata lain, manusia beranggapan bahwa Tuhan harus melakukan ini dan Tuhan harus melakukan itu. Ketika pekerjaan Tuhan tidak sesuai dengan gagasanmu dan bertentangan dengan tuntutan atau imajinasimu, engkau akan merasa kesal dan sedih, dan berpikir, "Engkau bukan tuhanku, tuhanku tidak akan menjadi sepertimu." Jika Tuhan bukan Tuhanmu, lalu siapakah tuhanmu? Jika hal-hal ini tidak diluruskan, manusia sering kali hidup dalam keadaan dan gagasan ini, dan dalam pikiran mereka, mereka sering kali memiliki gagasan dan tuntutan ini untuk mengukur pekerjaan Tuhan, untuk menilai apakah yang mereka lakukan benar atau salah, dan untuk menilai kebenaran dari jalan yang mereka tempuh—ini akan menimbulkan masalah. Engkau sedang mengikuti jalan yang tidak ada hubungannya dengan tuntutan Tuhan, jadi meskipun engkau tampaknya mengikuti Tuhan dan tampaknya mendengarkan khotbah dan firman-Nya, akankah hasil akhirnya adalah untuk memperoleh keselamatan? Tidak. Oleh karena itu, agar dapat memperoleh keselamatan melalui kepercayaan kepada Tuhan, bukan berarti bahwa dengan menerima pekerjaan Tuhan dan memulai kehidupan bergereja, engkau pasti menjadi orang yang ada di dalam pekerjaan pengelolaan Tuhan, dan menjadi salah satu dari orang-orang yang akan Tuhan selamatkan dan sempurnakan, dan bahwa ini berarti engkau telah diselamatkan, atau engkau pasti akan diselamatkan. Tidaklah demikian. Ini hanyalah gagasan dan imajinasi manusia, serta penalaran dan penilaian manusia.
Silakan engkau semua rangkum—apa saja gagasan manusia yang ada dalam kisah yang barusan Kuceritakan ini? Setelah engkau merangkumnya, bacakan kembali. (Tuhan, kami telah merangkum empat gagasan. Pertama, manusia merasa bahwa jika mereka memiliki keinginan dan pengejaran yang masuk akal dan tidak berlebihan, Tuhan harus mengabulkannya. Kedua, manusia merasa bahwa jika Tuhan telah membayar harga yang begitu mahal untuk bekerja di dalam diri mereka, tetapi mereka tetap tidak mengerti, Tuhan seharusnya melakukan beberapa pekerjaan supernatural untuk dengan cepat memberi mereka pencerahan dan memberi tahu mereka jalan hidup yang benar, daripada membuat mereka mengalami begitu banyak kesukaran dalam hidup, dan membuat mereka menyelidikinya sendiri dan mengalaminya secara pribadi serta membuat mereka melewati berbagai hal. Ketiga, manusia memiliki gagasan tentang watak benar Tuhan. Mereka merasa bahwa jika Tuhan telah membayar harga yang begitu besar untuk bekerja di dalam diri mereka, pada akhirnya, hasil akhirnya harus ada, di mana hasilnya adalah mereka harus didapatkan oleh Tuhan. Keempat, di balik kepercayaan orang kepada Tuhan, ada semacam mentalitas mencoba keberuntungan.) Apakah masih ada lagi? Siapa yang bisa memberitahu-Ku? (Gagasan lainnya adalah karena Tuhan telah bekerja selama bertahun-tahun dan melakukan pekerjaan yang begitu besar, Dia seharusnya mendapatkan lebih banyak orang, dan jika Dia hanya mendapatkan sedikit orang, artinya itu bukan pekerjaan Tuhan.) Itu sudah lima gagasan. Apakah masih ada lagi? (Aku teringat satu gagasan, yaitu ketika orang memiliki pengalaman khusus, seperti ditangkap dan dianiaya, serta dalam prosesnya memiliki interaksi yang nyata dengan Tuhan dan kesaksian yang nyata, mereka menganggapnya sebagai semacam modal dan berpikir bahwa karena mereka memiliki kesaksian pengalaman seperti itu, mereka dapat memperoleh perkenan Tuhan, sehingga peluang mereka untuk bertahan hidup akan makin tinggi.) (Selain itu, orang-orang menganggap bahwa makin besar pekerjaan mereka dan makin besar harga yang harus mereka bayar, makin besar pula perkenan Tuhan yang akan mereka peroleh, dan makin besar kemungkinan mereka untuk diselamatkan.) Dengan kata lain, orang menganggap bahwa peluang mereka untuk memperoleh perkenan Tuhan didasarkan pada seberapa besar harga yang mereka bayar, dan bahwa keduanya harus berbanding lurus, bukan berbanding terbalik atau tidak berkaitan, dan bahwa keduanya harus terhubung—ini adalah sebuah gagasan. Itu sudah tujuh. Apa lagi? (Ada aspek lain, yaitu orang-orang menganggap bahwa jika Tuhan ingin mereka memahami kebenaran, Dia dapat mencerahkan mereka untuk membuat mereka mengerti, dan bahwa tidak seharusnya Dia menguji manusia, mencabut hak mereka, atau membuat mereka menderita, karena Tuhan mengasihi manusia, dan membuat mereka menderita bukanlah kasih.) Ini adalah gagasan tentang kasih Tuhan. Apa lagi gagasan lainnya? (Manusia menganggap bahwa akan lebih baik jika Tuhan mendapatkan semua orang. Iblis akan dipermalukan dan Tuhan juga akan mendapatkan umat manusia. Namun sebenarnya, ini adalah cara berpikir yang egois dan hina bagi manusia, dan ini demi kepentingan mereka sendiri.) Mereka memiliki imajinasi yang sempurna tentang hasil pekerjaan Tuhan. Ini adalah sebuah gagasan. Selain tujuan manusia yang egois dan hina, mereka meyakini bahwa semua yang Tuhan lakukan ini seharusnya memiliki awal dan akhir, dan bahwa hasilnya harus sempurna, dan sesuai dengan keinginan mereka, dan sejalan dengan imajinasi mereka, dan sesuai dengan keinginan mereka serta sejalan dengan kerinduan mereka akan hal-hal yang indah. Namun, ketika pekerjaan Tuhan berakhir, faktanya sering kali tidak sejalan dengan imajinasi manusia, dan hasil dari semua ini mungkin tidak sesempurna seperti yang orang bayangkan. Tentu saja, orang-orang tidak ingin melihat bahwa tidak akan ada banyak orang yang tersisa ketika pekerjaan Tuhan berakhir, sama seperti pada Zaman Hukum Taurat, ketika hanya ada sedikit orang percaya seperti Ayub, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Manusia merasa bahwa hasil pekerjaan Tuhan seharusnya tidak seperti ini, karena Tuhan itu mahakuasa, dan begitulah cara mereka mendefinisikan kemahakuasaan Tuhan. Definisi kemahakuasaan Tuhan ini sendiri merupakan sebuah gagasan, sebuah gagasan perfeksionisme yang dibayangkan oleh orang, dan tidak ada hubungannya dengan apa yang ingin Tuhan lakukan dan prinsip-prinsip yang Tuhan gunakan dalam melakukan pekerjaan-Nya. Adakah gagasan lainnya? (Ketika orang percaya kepada Tuhan, mereka tidak merenungkan jalan yang mereka tempuh, ataupun bagaimana mereka dapat membuang kerusakan dan memperoleh keselamatan. Sebaliknya, mereka menganggap bahwa Tuhan itu mahakuasa dan bahwa, jika Tuhan berkata Dia akan mengubah orang, mereka akan berubah.) Tuhan memberi tahu orang cara untuk berubah, tetapi mereka tidak menerapkan firman-Nya, dan mereka tidak mengubah diri mereka sendiri, dan bahkan selalu tidak ingin merepotkan diri mereka sendiri dan ingin agar Tuhan yang mengubah mereka. Ini adalah semacam imajinasi kosong, dan semacam gagasan. Apakah masih ada lagi? (Orang menganggap bahwa seseorang yang telah banyak menderita dan menemui banyak jalan buntu dalam hidupnya seharusnya memperoleh kesudahan yang baik pada akhirnya, dan bahwa Tuhan seharusnya tidak menyerah terhadap mereka. Pada akhirnya, ketika orang tersebut tidak didapatkan oleh Tuhan dan Dia menyerah terhadap mereka, orang-orang akan mengambil perspektif "orang baik" dalam memandang semua hal yang telah Tuhan lakukan, dan merasa bahwa tindakan Tuhan sangat tidak memedulikan perasaannya dan terlalu kejam.) Apa masalahnya di sini? Engkau semua hanya menjelaskan beberapa hal dan beberapa pemahaman yang berdasarkan persepsimu, tanpa menyebutkan bahwa ini adalah masalah gagasan. Apa gagasan utama orang-orang di sini? Orang-orang menganggap bahwa Tuhan menyelamatkan seseorang berdasarkan betapa menyedihkannya dia dan seberapa besar penderitaan yang telah dia alami. Orang-orang menganggap bahwa ketika Tuhan akhirnya memutuskan kesudahan orang tersebut, Dia seharusnya menunjukkan hati-Nya yang berbelas kasihan, dan sikap-Nya yang bermurah hati, toleran, kasih, dan belas kasihan-Nya, karena orang ini telah sangat menderita dan hidupnya sangat menyedihkan. Entah orang tersebut memahami kebenaran atau tidak, dan seberapa pun banyaknya mereka tunduk kepada Tuhan, orang menganggap bahwa Tuhan seharusnya tidak mempertimbangkan hal-hal tersebut, tetapi Dia seharusnya mempertimbangkan betapa menyedihkannya orang tersebut, dan mempertimbangkan bahwa dia telah banyak menderita, dan mempertimbangkan bahwa dia dengan gigih berpaut pada impiannya, dan membuat pengecualian dengan membiarkan dia diselamatkan—ini adalah gagasan manusia. Manusia memiliki banyak "seharusnya" dan menggunakan semua "seharusnya" ini untuk menentukan apa yang harus Tuhan lakukan dan menentukan tindakan Tuhan. Ketika fakta memperlihatkan bahwa Tuhan tidak melakukan segala sesuatu dengan cara seperti ini, pertentangan muncul di antara manusia dan Tuhan, dan kesalahpahaman tentang Tuhan muncul dalam diri manusia. Jadi, apakah itu hanya kesalahpahaman? Pemberontakan orang juga muncul karena hal ini. Inilah kesulitan dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh gagasan terhadap manusia.
Fokus yang sedang kita bahas adalah gagasan. Melalui kisah yang baru saja kita ceritakan, orang-orang dapat melihat bahwa sang tokoh utama menggunakan banyak gagasan untuk menilai segala sesuatu yang telah Tuhan atur, dan sebagai akibat dari semua yang terjadi pada sang tokoh utama dan cara Tuhan memperlakukannya, orang-orang mengembangkan banyak pemikiran dan tuntutan pada Tuhan, yang semuanya adalah gagasan. Katakan kepada-Ku, gagasan apa lagi yang orang-orang miliki? (Orang menganggap bahwa karena Tuhan telah melakukan pekerjaan yang begitu besar, Dia seharusnya mendapatkan lebih banyak orang. Namun, Tuhan berkata bahwa jika Dia hanya mampu mendapatkan sedikit orang, hanya itulah yang akan Dia dapatkan. Jadi, orang merasa bahwa Tuhan tidak suka mendapatkan begitu banyak orang, jadi mereka berhenti mengejar.) Gagasan memengaruhi pengejaran orang. Gagasan ini harus dikoreksi. Bukannya Tuhan tidak suka mendapatkan banyak orang, justru Dia suka mendapatkan banyak orang. Ada sebuah pertanyaan di sini. Ketika Tuhan pada akhirnya menentukan kesudahan manusia, atas dasar apa Tuhan berkata bahwa Dia tidak akan lagi bekerja dalam diri mereka, dan malah menyerah terhadap mereka? Tuhan memiliki standar dari tindakannya, yang juga merupakan prinsip dan batasan yang jelas. Jika engkau memiliki gagasan tentang standar atau prinsip ini, atau tidak dapat melihatnya dengan jelas, beberapa pertentangan atau imajinasi tentang Tuhan akan muncul dalam dirimu. Ada orang-orang yang berkata, "Tuhan berupaya sangat keras untuk bekerja di dalam dirinya, tetapi dia tidak berubah dan tidak melepaskan keinginannya, malah berpegang teguh pada keinginannya, dan tidak datang ke hadapan Tuhan, sehingga Tuhan menyerah terhadapnya." Apakah ini alasan utama Tuhan menyerah terhadapnya? (Tidak.) Lalu, apa alasan utamanya? Di akhir kisah ini, ketika sang tokoh utama bertambah tua, meskipun penampilannya berubah, dan dia menua seiring berjalannya waktu, waktu pun berubah, yang tetap tidak berubah adalah keinginannya, dan khayalannya yang hampir kabur ini. Jadi, apa yang membuatnya tetap berpegang teguh pada keinginan seperti itu? (Wataknya yang keras kepala dan memberontak.) Benar, fakta bahwa dia tidak mencintai kebenaran, tidak mengejar kebenaran, tidak menerima firman Tuhan, dan tidak menerapkan kebenaranlah yang menyebabkan hasil seperti itu. Watak rusaknya seperti kecongkakan dan sifat keras kepala membuatnya tetap berteguh pada keinginan dan cita-citanya sendiri, dan menghentikannya agar tidak melepaskan cita-citanya. Apa yang menyebabkan hal ini? Hal ini disebabkan oleh watak rusaknya. Jadi, kapan pun Tuhan melihat seseorang mencapai ujung jalan, dan wataknya tetap keras kepala dan congkak, apa artinya? Selama pekerjaan Tuhan berlangsung, meskipun orang ini tampak dari luar mengikuti Tuhan dan melaksanakan tugasnya, dia tidak menerapkan dan mengalami firman Tuhan dalam segala hal yang dia lakukan, dan pada dasarnya dia sama sekali tidak memiliki jalan masuk kehidupan. Jadi, apakah orang-orang semacam ini benar-benar menerima dan tunduk pada pekerjaan Tuhan? (Tidak.) Benar. Hal ini mengakibatkan mereka akhirnya ditinggalkan oleh Tuhan. Mereka menjalani seluruh perjalanan hidup mereka, dan meskipun selama hidupnya, mereka datang ke hadapan Tuhan dan memahami bahwa Sang Penciptalah yang mengatur semua ini, dan bahwa Sang Penciptalah yang mengatur nasib manusia, selama masa di mana mereka mengikuti Tuhan dan mendengarkan firman Tuhan, watak mereka yang keras kepala dan congkak sama sekali tidak berubah, bahkan pada masa-masa terakhirnya, jadi hasilnya sudah jelas. Inilah standar terakhir Tuhan untuk menganggap seseorang sudah tidak punya harapan. Inilah prinsip Tuhan. Apa pun pandangan manusia, atau penilaian apa pun yang mereka buat tentang prinsip dan standar Tuhan ini, Dia tidak akan terpengaruh oleh manusia dan Dia akan melakukan apa pun yang seharusnya Dia lakukan. Jika engkau tidak berhubungan dengan orang ini dan tidak memahami apa esensi terdalam orang ini dan apa wataknya, tetapi hanya mempertimbangkan penampilannya, engkau tidak akan pernah memahami prinsip dan sumber tindakan Tuhan, serta akan membuat penilaian tentang tindakan Tuhan dan keputusan-Nya mengenai orang ini. Izinkan Aku bertanya kepadamu, mengapa Tuhan memberikan perlakuan seperti ini kepada orang yang begitu menyedihkan, seseorang yang telah mengalami segala macam penderitaan dalam hidup, seseorang yang telah mengalami penderitaan seumur hidupnya? Mengapa Tuhan menyerah terhadapnya? Hasil ini merupakan sesuatu yang tidak ingin dilihat oleh siapa pun, tetapi memang demikian fakta dan kenyataannya. Apa alasan Tuhan memperlakukannya seperti ini? Jika Tuhan bekerja dalam diri orang semacam itu selama sepuluh tahun berikutnya, dinilai berdasarkan pengejarannya, wataknya, dan jalan yang dia tempuh, akankah orang tersebut berubah? (Tidak.) Seandainya Tuhan bekerja di dalam dirinya selama 50 tahun lagi dan membiarkan dia hidup lebih lama, akankah dia berubah? (Tidak.) Mengapa dia tidak akan berubah? (Esensi naturnya menentukan bahwa dia bukanlah orang yang mengejar kebenaran, jadi berapa tahun lagi pun dia percaya kepada Tuhan, dia tidak akan berubah.) Siapa yang bisa mengatakannya dengan cara yang lebih spesifik? (Jalan yang sedang dia tempuh salah, itu bukanlah jalan mengejar kebenaran. Itu artinya bahwa sekalipun dia telah bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, itu tidak akan berguna. Sekalipun dia percaya kepada Tuhan selama 10 atau 20 tahun lagi, jalan yang dia tempuh dan arah hidupnya tidak akan berubah.) Memang seperti itulah dia. Dia memiliki gagasan dan imajinasi di dalam dirinya. Dia tidak mengejar kebenaran, atau mengejar pemahaman akan kebenaran, atau mengejar jalan masuk ke dalam kebenaran. Yang dia kejar hanyalah agar orang melihat bahwa dia terus mengikuti Tuhan, padahal esensinya tetap sama sekali tidak berubah. Dia percaya kepada Tuhan selama 10 atau 20 tahun tanpa mengejar kebenaran, atau selama 30 atau 50 tahun dan tetap tidak mengejar kebenaran, dan yang akhirnya dia perlihatkan dan jalani tidak pernah berubah. Hal ini ditentukan oleh esensi naturnya, dan ini hanyalah semacam watak yang dia miliki. Hal ini tidak pernah berubah, dan gagasan serta imajinasinya tentang Tuhan tidak pernah berubah. Jadi, apakah Tuhan punya prinsip untuk menangani orang semacam itu? Tentu saja. Orang-orang selalu berpura-pura menjadi orang baik, menganggap betapa toleran dan hebatnya mereka. Namun, apakah toleransimu sebesar toleransi Tuhan? Apakah kasihmu sebesar kasih Tuhan? (Tidak.) Jadi, apa yang dimaksud dengan toleransi Tuhan? Bagaimana engkau dapat mengetahui bahwa Tuhan itu toleran dan penuh kasih? Tuhan menggunakan berbagai cara yang bermanfaat bagi manusia untuk membawa mereka ke hadapan-Nya, membuat mereka mendengarkan firman-Nya dan memahami firman-Nya, serta membuat mereka menjalani kehidupan dan melakukan penerapan sesuai dengan tuntutan-Nya. Namun, orang tersebut tidak menerima, dan berpegang teguh pada pandangannya sendiri hingga akhir. Jadi, apakah Tuhan menyerah terhadap dia selama pengalaman hidupnya? (Tidak.) Tuhan tidak menyerah. Dalam setiap tahap kehidupannya, dalam segala hal yang Tuhan lakukan baginya dan segala sesuatu yang Tuhan haruskan agar dialaminya, Tuhan memenuhi tanggung jawab-Nya dengan serius hingga akhir. Apa tujuan Tuhan bertanggung jawab hingga akhir? Agar dapat melihat hasil yang baik, agar dapat melihat hasil yang memuaskan dan menyenangkan bagi orang tersebut, sehingga dia dapat menikmati kebahagiaan sejati yang dia dambakan—inilah yang dimaksud dengan toleransi Tuhan. Namun, apa hasil yang Tuhan lihat pada akhirnya? Apakah Tuhan melihat hasil yang ingin Dia lihat pada akhirnya? (Tidak.) Dia tidak melihatnya, sudah tidak ada harapan lagi yang terlihat. Apa artinya ketika Tuhan tidak melihat harapan? Itu artinya Tuhan sudah tidak menaruh harapan lagi pada orang tersebut. Dalam bahasa manusia, Dia putus asa. Jika masih ada secercah harapan, Tuhan tidak akan menyerah. Beginilah toleransi Tuhan dan kasih Tuhan. Tuhan secara nyata mengerahkan toleransi dan kasih-Nya kepada manusia, bukan sekadar mengucapkan kata-kata kosong. Pada akhirnya, yang Tuhan lihat dalam diri orang ini adalah bahwa watak rusaknya belum berubah, sifat keras kepalanya tetap ada, dan keinginannya tetap ada di lubuk hatinya. Meskipun orang tersebut ingin diberkati, tetapi ketika dia datang ke hadapan Tuhan, dia tidak melepaskan apa pun. Sebaliknya, orang ini berpegang teguh pada keinginan kecilnya di sepanjang hidupnya, dan berpaut pada keinginan tersebut di sepanjang hidupnya, serta menggenggamnya erat-erat sepanjang hidupnya. Di luarnya, orang tersebut menyerahkan dirinya kepada Tuhan, dan menyerahkan hidupnya serta seluruh kerabatnya kepada Tuhan. Namun, apa kenyataannya? Dia ingin memegang kendali, bertanggung jawab atas orang-orang di sekitarnya, bertanggung jawab atas kerabatnya, dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri, dan selain itu, dia ingin mereka mengandalkan satu sama lain. Dia sama sekali tidak benar-benar menyerahkan semua ini kepada Tuhan. Dari sudut mana pun engkau memandangnya, jalan yang orang ini tempuh bukanlah jalan yang mengikuti jalan Tuhan, juga bukan jalan memenuhi tuntutan Tuhan secara sadar. Dia sama sekali tidak menempuh jalan mengikuti jalan Tuhan. Dia telah banyak menderita dan mengalami begitu banyak hal yang tidak biasa dalam hidupnya, tetapi hal itu tetap tidak membuatnya meninggalkan gambaran tentang kehidupan yang indah dan bahagia yang telah dia lukiskan, juga tidak membuatnya merenung dalam keadaan apa pun. Orang macam apa ini? Orang semacam ini terlalu keras kepala. Inilah hasil akhirnya jika orang tidak mengejar kebenaran dan tidak mengikuti jalan yang benar dalam hidup. Pada akhirnya, apa yang Tuhan lakukan adalah satu-satunya hal yang mungkin dapat Dia lakukan. Apa yang Tuhan lakukan telah melampaui imajinasi orang-orang dan melampaui apa yang dapat mereka capai. Tuhan telah memberi manusia terlalu banyak. Berdasarkan kerusakan manusia, watak mereka, dan sikap mereka terhadap Tuhan, mereka tidak pantas menerima hal-hal ini dan tidak pantas menerima berkat-berkat ini. Namun, apakah Tuhan menyerah? Tuhan melakukan banyak pekerjaan sebelum menyerah. Tuhan tak henti-hentinya menganugerahkan kasih-Nya, belas kasihan-Nya, serta kasih karunia dan berkat-Nya kepada mereka. Namun, setelah mereka menerima hal-hal ini dari Tuhan, apa sikap mereka sebagai balasannya? Mereka tetap menghindari-Nya dan menjauhi-Nya, dan sering kali dalam hati meragukan-Nya, waspada terhadap-Nya, bertentangan dengan-Nya, dan menyerah. Mengapa orang selalu ingin mengandalkan orang lain untuk menciptakan kehidupan yang bahagia? Mereka tidak bisa membuat diri mereka sendiri memercayai Tuhan. Mereka tidak yakin bahwa Tuhan mampu menuntun manusia ke jalan yang benar dan membuat mereka bahagia. Mereka selalu merasa bahwa jalan mereka sendiri benar. Seandainya Tuhan dapat membantu dan menuntun mereka untuk mewujudkan tujuan mereka sesuai dengan jalan yang telah mereka pilih dan berdasarkan tuntutan mereka, mereka pasti telah menerima dan tunduk. Namun, Tuhan mengungkapkan kebenaran untuk membuat manusia kembali kepada-Nya, sehingga mereka dapat menerima kebenaran dan menjalani kehidupan yang bermakna, dan ini bertentangan dengan gagasan orang tersebut. Oleh karena itu, dia ingin menempuh jalannya sendiri dan menjalani kehidupannya sendiri. Dia menganggap bahwa dia benar-benar harus mengandalkan dirinya sendiri dan orang lain, dan bahwa dia tidak dapat mencapai tujuannya dengan mengandalkan Tuhan. Karena manusia tidak memahami maksud Tuhan dan hanya berpegang teguh pada gagasan mereka sendiri, mereka makin jauh dari Tuhan. Hanya mereka yang melihat bahwa Tuhan adalah jalan, kebenaran, dan hidup, dan yang melihat bahwa manusia sangat rusak dan membutuhkan keselamatan dari Tuhan, dan yang melihat bahwa hanya segala sesuatu yang Tuhan lakukan adalah kebenaran, dan bahwa itu adalah demi menyelamatkan manusia dari pengaruh Iblis dan membawa manusia ke tempat tujuan akhir yang indah, hanya orang-orang semacam itulah yang mampu mencari Tuhan, bersandar kepada-Nya, mengikuti-Nya hingga akhir, dan tidak pernah meninggalkan-Nya.
Yang barusan kita persekutukan adalah sikap Tuhan terhadap seseorang, dan juga berbagai cara Tuhan bekerja di antara manusia dan dalam diri manusia. Jika orang mengembangkan gagasan tentang hal-hal ini, mereka harus sering memeriksa, merenungkan, memahami, dan kemudian berubah. Apa tujuan berubah? Jika orang menyadari bahwa ini hanyalah gagasan dan khayalan, dan menyadari bagaimana sebenarnya cara Tuhan melakukan segala sesuatu, mungkinkah mereka tetap memiliki gagasan yang jauh lebih keliru dan menyimpang tentang Tuhan? Hal ini masih mungkin terjadi, karena manusia adalah pemberontak dan memiliki pemikiran yang aktif, sehingga mereka kemungkinan memiliki segala macam gagasan tentang Tuhan. Satu gagasan memunculkan gagasan lain, yang kemudian memunculkan gagasan lainnya, dan berbagai macam gagasan terus bermunculan. Pada saat yang sama, ketika mereka mengembangkan gagasan tentang Tuhan, orang-orang terus-menerus salah paham terhadap Dia, serta merenung, dan kemudian terus-menerus memahami kebenaran, dan dalam proses ini mereka secara berangsur mulai mengenal Tuhan. Apa alasan ketidakmampuan manusia dalam mengenal Tuhan? Karena mereka tidak memahami apa yang dimaksud dengan gagasan, dan tidak mengenali gagasan yang ada di dalam diri mereka sendiri, dan mereka juga tidak merenungkan gagasan mereka, atau tidak pernah melepaskannya. Mereka hanya fokus memegang teguh gagasan-gagasan tersebut, dan tidak pernah berusaha memahami atau mengerti cara Tuhan bekerja, atau apa esensi pekerjaan Tuhan. Dengan demikian, selain watak rusak manusia, ada hal lain yang terjadi antara Tuhan dan manusia yang juga memengaruhi keselamatan manusia. Oleh karena itu, ketika menangani watak rusak mereka, orang-orang harus mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan lebih detail tentang apa yang dimaksud dengan gagasan manusia. Apa tujuan memahami dan meluruskan gagasan manusia? Apakah tujuannya agar manusia melepaskannya? Tujuannya adalah agar manusia dapat masuk ke dalam kebenaran sesegera mungkin, memahami apa sebenarnya yang Tuhan ingin manusia masuki, dan memahami bagaimana Tuhan melakukan segala sesuatu. Jika Tuhan melakukan segala sesuatu sesuai dengan apa yang kaubayangkan, dapatkah pekerjaan Tuhan dalam dirimu menjadi efektif? Tidak. Sebagai contoh, Tuhan tidak pernah memberikan pencerahan tentang beberapa hal kepadamu. Sebaliknya, Dia dengan jelas menetapkan bagaimana cara melakukannya, dan engkau hanya perlu pergi dan melakukannya. Namun, engkau selalu menunggu Tuhan menggerakkan dan mencerahkanmu, dan akibatnya, penantian ini menunda pekerjaan, engkau tidak melaksanakan tugasmu dengan baik dan benar, dan akhirnya engkau digantikan. Apa yang menyebabkan hal ini? (Gagasan.) Jika dilihat sekarang, apakah gagasan manusia memengaruhi jalan masuk mereka? (Ya.) Sejauh mana pengaruhnya terhadap jalan masuk mereka? Setidaknya, gagasan memengaruhi pemahaman orang tentang kebenaran dan jalan masuk mereka ke dalam kenyataan; yang terburuk, gagasan memengaruhi pilihan orang yang benar dan dengan mudah mengarahkan mereka untuk menempuh jalan yang salah. Ketika orang memiliki gagasan, mereka kemungkinan besar akan salah paham terhadap Tuhan. Sebagai contoh, Tuhan memangkas, menghakimi, dan menghajar mereka sepenuhnya agar dapat memperoleh hasil yang positif, sehingga orang mengenal diri mereka dengan lebih baik dan sungguh-sungguh bertobat. Namun, orang menganggap bahwa Tuhan dengan sengaja menentang mereka, dan bahwa Dia dengan sengaja ingin menyingkapkan dan menyingkirkan mereka. Apa pun yang Tuhan katakan atau lakukan, mereka selalu berpikir yang terburuk tentang Dia, dan meyakini bahwa Tuhan tidak mengasihi mereka, dan mereka bahkan memperlakukan orang yang menerapkan kebenaran sebagai orang bodoh. Tuhan menunjukkan jalan yang benar kepada manusia dan memungkinkan mereka menerapkan kebenaran dan hidup dalam terang, tetapi mereka malah memilih hidup dalam kegelapan berdasarkan falsafah Iblis dan logika Iblis. Jadi, jalan yang sedang mereka tempuh bukanlah jalan keselamatan. Jika engkau bersikeras melawan Tuhan, bukankah engkau akan makin menyimpang jauh dari pekerjaan Tuhan? Saat engkau makin menyimpang dari jalan keselamatan, engkau akan disingkirkan. Ada pepatah di dalam Alkitab, "Orang bodoh mati karena kekurangan hikmat" (Amsal 10:21). Apakah kematian itu serius? Dalam konteks akhir zaman, kematian bukanlah hal yang serius, tetapi kebinasaan adalah hal yang serius. Kematian bukan berarti kebinasaan, sedangkan kebinasaan berarti tidak memiliki kesudahan—mati selama-lamanya. Di zaman dahulu dikatakan bahwa orang bisa mati karena kebodohan. Namun sekarang ini, kebodohan bukanlah masalah besar. Siapa yang tidak melakukan hal-hal bodoh? Kematian juga bukan masalah besar, karena kematian belum tentu berarti kebinasaan. Jadi, mengapa manusia binasa? Manusia binasa karena sikap keras hati dan bandel mereka, yang jauh lebih serius daripada mati karena kebodohan, karena tidak ada kesudahannya. Mengapa Kukatakan bahwa sikap keras hati dan bandel dapat menyebabkan orang binasa? Hal ini berkaitan dengan masalah jalan yang ditempuh orang. Watak macam apakah sikap keras hati itu? Keras kepala. Memiliki watak yang keras kepala sangatlah menyusahkan. Terkadang orang tidak mengerti dan hanya ingin melakukan segala sesuatu dengan cara seperti itu. Sebaliknya, terkadang mereka mengerti, tetapi tetap ingin melakukan segala sesuatu dengan cara seperti itu, tanpa mengikuti tuntutan Tuhan. Selain itu, sifat bandel juga merupakan sejenis watak—dengan kata lain, tidak bernalar—dan ini berkaitan dengan kecongkakan dan kejahatan. Jika kedua watak ini tidak berubah, pada akhirnya dapat menyebabkan seseorang binasa. Apakah ini hal yang sepele? Mampukah engkau semua menerapkannya pada dirimu sendiri? Engkau harus memahami watak congkak dan jahat apa yang bisa membuat orang berbuat demikian. Segala sesuatu yang orang lakukan, siapa pun mereka, dilakukan di hadapan Tuhan, Sang Pencipta, dan Tuhan akan menjatuhkan hukuman kepada orang berdasarkan watak benar-Nya. Jadi, bagi orang-orang yang memiliki watak yang congkak dan jahat, apa akibat dari perbuatan mereka? Mengapa dapat dikatakan bahwa hal ini merupakan konsekuensi yang tidak dapat diubah? Engkau semua harus memahaminya, bukan? Baiklah, kalau begitu kita tidak akan membahas lagi tentang gagasan yang berkaitan dengan kisah ini.
Mengenai gagasan manusia tentang pekerjaan Tuhan, dapatkah engkau semua memikirkan apakah ada gagasan lain yang belum kita bahas? Apakah gagasan yang telah engkau semua dengar hari ini adalah semua gagasan yang orang miliki tentang pekerjaan Tuhan? Jika kita membahas tentang penghakiman, hajaran, ujian, pemurnian, pemangkasan, serta penyingkapan dan penyempurnaan manusia, topik apa yang berhubungan dengan semua itu? Orang seperti apa yang dipangkas, dihakimi, dan dihajar oleh Tuhan? Orang seperti apa yang menghadapi ujian dan pemurnian? Dalam melakukan pekerjaan ini dan menggunakan cara-cara ini untuk bekerja dalam diri manusia, Tuhan memiliki prinsip dan lingkup, yang didasarkan pada tingkat pertumbuhan manusia, pengejaran mereka, kemanusiaan mereka, dan sejauh mana mereka memahami kebenaran. Hari ini, Aku tidak akan membahas hal ini secara detail. Singkatnya, Tuhan memangkas dan mendisiplinkan manusia, menghakimi dan menghajar mereka, serta menguji dan memurnikan mereka. Tuhan bekerja dalam diri manusia berdasarkan beberapa langkah ini. Prinsip pekerjaan Tuhan dalam diri manusia dan langkah pekerjaan mana itu dilakukan didasarkan pada tingkat pertumbuhan seseorang. Istilah "tingkat pertumbuhan" ini mungkin tampak kosong bagi engkau semua. Tingkat pertumbuhan ini terutama diukur berdasarkan sejauh mana seseorang memahami kebenaran, apakah hubungan antara orang tersebut dengan Tuhan normal atau tidak, juga berdasarkan pada sejauh mana ketundukan orang tersebut kepada Tuhan. Jika kita membedakannya berdasarkan hal ini, apakah kebanyakan orang sudah menghadapi penghakiman, hajaran, ujian dan pemurnian sekarang? Bagi sebagian orang, mungkin masih terlalu dini untuk langkah-langkah tersebut, mereka dapat melihatnya, tetapi tidak dapat memperolehnya, sedangkan bagi orang lain, pemandangan seperti itu agak menakutkan. Singkatnya, cara-cara ini adalah langkah-langkah yang Tuhan ambil untuk menyelamatkan manusia dan menyempurnakan mereka, dan Tuhan menentukan beberapa langkah ini berdasarkan definisi akurat dari berbagai aspek diri seseorang. Pekerjaan yang Tuhan lakukan dalam diri manusia tidak ada yang terjadi secara sembarangan. Tuhan melakukan pekerjaan-Nya langkah demi langkah dan berdasarkan prinsip. Dia melihat pengejaranmu dan kemanusiaanmu, serta daya pemahamanmu, dan sikapmu dalam menangani segala macam orang, peristiwa, dan hal-hal dalam kehidupan sehari-harimu, dan sebagainya. Berdasarkan hal-hal ini, Dia menentukan cara bekerja dalam diri manusia dan cara membimbing mereka. Tuhan membutuhkan periode waktu untuk mengamati seseorang. Dia tidak mengambil keputusan secara terburu-buru berdasarkan satu atau dua hal—Tuhan tidak pernah terburu-buru dalam setiap hal yang Dia lakukan dalam diri siapa pun. Ada orang-orang yang berkata, "Aku takut dengan cara Tuhan menguji Ayub. Seandainya hal itu benar-benar terjadi pada diriku, aku pasti tidak mampu menjadi kesaksian bagi Tuhan. Bagaimana jika Tuhan benar-benar membuatku kehilangan segala sesuatu seperti itu? Apa yang akan kulakukan?" Jangan khawatir, Tuhan tidak akan pernah bekerja dalam dirimu secara sembarangan, engkau tidak perlu takut. Mengapa engkau tidak perlu takut? Sebelum merasa takut, engkau harus terlebih dahulu meyakinkan dirimu sendiri dengan sebuah fakta, dan mempertimbangkan tingkat pertumbuhanmu. Apakah engkau memiliki iman Ayub, ketundukan Ayub, dan takut akan Tuhan seperti Ayub? Apakah engkau memiliki tingkat kesetiaan dan kemutlakan seperti Ayub dalam mengikuti jalan Tuhan? Ukurlah hal-hal ini, dan jika engkau tidak memilikinya, engkau dapat yakin bahwa Tuhan tidak akan membuatmu diuji dan dimurnikan, karena tingkat pertumbuhanmu tidak sesuai standar dan jauh dari yang diharapkan. Orang juga memiliki beberapa gagasan dan imajinasi, serta kecurigaan, ketakutan, atau penghindaran dan kewaspadaan terhadap ujian dan pemurnian Tuhan. Setelah orang memperoleh pemahaman menyeluruh tentang hal-hal ini dan cara Tuhan bekerja, gagasan mereka tentang pekerjaan Tuhan akan berangsur-angsur lenyap, dan mereka akan berfokus untuk mengejar kebenaran dan berupaya keras menerapkan firman Tuhan. Tujuan Dia mengucapkan firman ini adalah untuk mencapai tujuan ini. Dalam mengikuti Tuhan, engkau harus memahami cara Tuhan bekerja dan menyelamatkan manusia. Jika engkau benar-benar orang yang mengejar kebenaran, pergi dan lakukanlah segala sesuatu berdasarkan tuntutan Tuhan. Jangan memandang Tuhan dari hal-hal yang menyenangkannya saja, dan jangan menggunakan pikiran picikmu sendiri untuk menyelami pikiran Tuhan. Engkau harus memahami apa sebenarnya prinsip-prinsip pekerjaan Tuhan, apa prinsip-prinsip yang Tuhan gunakan dalam memperlakukan orang, sejauh mana Tuhan bekerja dalam diri seseorang, dan apa standar penilaian Tuhan. Setelah engkau memahami hal-hal ini, apa yang harus kaulakukan selanjutnya? Yang Tuhan ingin lihat bukanlah engkau semua berhenti mengejar kebenaran, Dia juga tidak ingin melihat sikap seseorang yang menganggap dirinya sudah tidak memiliki harapan. Dia ingin melihat bahwa setelah engkau memahami semua fakta yang sebenarnya ini, engkau dapat pergi dan mengejar kebenaran dengan lebih teguh, berani, dan yakin, menyadari dengan jelas bahwa Tuhan adalah Tuhan yang adil. Ketika engkau tiba di ujung jalan, asalkan engkau telah mencapai standar yang telah Tuhan tetapkan untukmu, dan engkau berada di jalan menuju keselamatan, Tuhan tidak akan menganggapmu sudah tidak ada harapan. Kira-kira begitulah gagasan orang tentang penghakiman, hajaran, ujian, pemurnian, dan pemangkasan. Masih banyak sekali aspek detailnya, terlalu banyak untuk dijelaskan secara gamblang dalam pembahasan singkat ini. Aku perlu memberikan beberapa contoh tentang bagaimana orang mewujudkan dan menyingkapkan gagasan ini dalam kehidupan sehari-hari, dan juga perlu untuk menceritakan beberapa kisah singkat dan menggabungkan beberapa tokoh dan alur sederhana, agar engkau dapat memahami atau menafsirkan gagasan orang melalui contoh-contoh kehidupan nyata ini, dan agar engkau dapat menyadari bahwa hal-hal ini adalah gagasan yang tidak sesuai dengan kenyataan, dan sepenuhnya bertentangan dengan prinsip dan standar Tuhan. Tuhan bahkan tidak melakukan hal itu, jadi mengapa engkau terus berpikir dan berspekulasi secara asal-asalan? Jika engkau selalu hidup dalam gagasan dan imajinasimu sendiri, engkau tidak akan pernah mengikuti jalan mengejar kebenaran berdasarkan tuntutan Tuhan, dan engkau akan selalu jauh dari tuntutan Tuhan. Jika engkau terus seperti ini, engkau tidak akan memiliki jalan penerapan dan engkau akan selalu berada dalam kekangan. Ke mana pun engkau pergi, engkau akan menemui jalan buntu di setiap tikungan, membuatmu bingung harus berbuat apa, dan tidak ada yang berjalan dengan lancar sedikit pun. Akibatnya, pada akhirnya engkau malah tidak layak menerima penghakiman dan hajaran Tuhan. Itu sungguh sangat disayangkan!
Mengenai kepercayaan kepada Tuhan, belum pernah ada seorang pun yang bersungguh-sungguh kepadamu sebelumnya. Sekaranglah waktunya untuk bersungguh-sungguh, karena ini adalah saat yang kritis! Waktunya hampir habis, jadi jangan memperlakukan kepercayaan kepada Tuhan sebagai sesuatu yang bisa dimain-mainkan. Tuhan telah bertekad untuk menyempurnakan manusia dan menyelamatkan manusia, dan Dia ingin menyelesaikan pekerjaan ini secara menyeluruh. Bagaimana cara Dia mulai menyelesaikannya secara menyeluruh? Dengan memberi tahu orang-orang seluruh aspek kebenaran, agar mereka dapat memahaminya dengan jelas dan tidak tersesat. Tuhan akan mendisiplinkanmu ketika engkau tersesat. Jika engkau sering tersesat di jalanmu sendiri, Tuhan akan terus mendisiplinkanmu sampai engkau kembali ke jalan yang benar. Pada akhirnya, jika Tuhan telah melakukan semua yang mampu Dia lakukan dan engkau tetap belum memenuhi tuntutan Tuhan, siapa lagi yang bisa disalahkan? Engkau hanya bisa menyalahkan dirimu sendiri. Pada saat itu, yang bisa orang-orang lakukan hanyalah menyesal dan menangis dengan getir. Apa hal terpenting yang menyangkut pemahaman orang akan kebenaran? Mereka harus menerima kebenaran, dan setelah menerimanya, mampu mencari kebenaran dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari mereka. Hanya dengan cara seperti inilah orang-orang mampu secara berangsur memperoleh pemahaman sejati akan kebenaran. Ketika engkau mendengarkan khotbah dan memperoleh pemahaman tentang makna harfiahnya, engkau menganggap bahwa engkau telah memahaminya—itu sebenarnya bukan pemahaman akan kebenaran. Itu hanyalah pemahaman akan doktrin. Setelah engkau memahami bahwa ketika mendengarkan, engkau harus menghubungkannya dalam kehidupan nyata dengan keadaan dan jalan masukmu sendiri, agar engkau mampu mengenal dirimu sendiri dan mampu menerapkan kebenaran. Hanya itulah yang dimaksud dengan masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Jika engkau tidak melakukan penerapan dengan cara seperti ini, kebenaran tidak ada hubungannya denganmu, firman Tuhan tidak ada hubungannya denganmu, dan dengan demikian Tuhan tidak ada hubungannya denganmu. Jika engkau tidak menerapkan kebenaran, engkau tidak akan memperoleh apa pun!
11 Oktober 2018