Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (2) Bagian Satu

Dalam pertemuan terakhir, kita bersekutu tentang apa yang dimaksud dengan mengejar kebenaran. Mari kita mulai dengan mengulang sedikit: apa yang dimaksud dengan mengejar kebenaran? Apakah engkau bisa menjawab pertanyaan ini? Apakah engkau semua telah merenungkannya setelah persekutuan kita sebelumnya? Setelah kita selesai mempersekutukan topik-topik tertentu, engkau harus merenungkannya, dan kemudian mengalami dan menjalaninya secara nyata dalam kehidupanmu sehari-hari. Hanya dengan cara demikianlah engkau akan mampu mendapatkan pengetahuan yang benar; baru setelah itulah engkau akan mampu benar-benar memahami dan menghargai topik yang telah kaurenungkan; baru setelah itulah engkau akan mampu menyampaikan tentang pengalaman nyatamu dan pengetahuanmu yang benar. Bukankah demikian? (Ya.) Jadi, apakah engkau semua telah merenungkan pertanyaan itu? Apa yang dimaksud dengan mengejar kebenaran? Unsur-unsur apakah yang tercakup dalam mengejar kebenaran? Apa hal utama yang terkandung di dalamnya? Sudahkah engkau semua merangkum hal-hal ini? (Pada waktu itu, Tuhan memulai dengan mempersekutukan tentang berbagai gagasan, pandangan, dan sikap keliru yang orang miliki berkenaan dengan mengejar kebenaran, lalu Tuhan mempersekutukan secara terperinci tentang lima langkah mengejar kebenaran.) Pada dasarnya ada dua bagian utama dalam persekutuan kita yang terakhir: beberapa keadaan negatif atau pandangan keliru yang banyak orang miliki yang berkaitan dengan mengejar kebenaran, kesalahpahaman manusia tentang mengejar kebenaran, serta alasan dan pembenaran diri yang orang kemukakan untuk tidak mengejar kebenaran—itu adalah bagian utama yang pertama. Bagian utama yang kedua adalah mempersekutukan tentang bagaimana mengejar kebenaran, yang terdiri dari lima langkah. Meskipun hanya ada dua bagian, kita telah membahas banyak detail dan hal-hal spesifik di dalam masing-masing bagiannya. Aku menyingkapkan beberapa pengetahuan dan pemahaman manusia yang menyimpang tentang mengejar kebenaran, dan Aku juga mengungkapkan beberapa kesulitan yang orang alami dalam mengejar kebenaran, serta beberapa alasan, pembenaran diri, dan dalih yang dikemukakan orang yang muak akan kebenaran untuk tidak mengejar kebenaran. Sikap negatif yang pasif dan pemahaman yang orang-orang perlihatkan dalam hal mengejar kebenaran sesuai dengan gaya hidup dan pengejaran yang mereka pegang dalam kehidupan nyata mereka, serta sikap yang mereka miliki terhadap kebenaran—semuanya berkaitan dengan perilaku spesifik dan penyingkapan tertentu yang orang perlihatkan. Kemudian, berdasarkan berbagai perilaku manusia, Aku menyampaikan beberapa cara dan langkah penerapan yang spesifik dalam hal jalan untuk mengejar kebenaran. Apakah semua itu jelas bagimu? (Ya.) Benarkah sudah jelas? Lalu, mengapa engkau tidak mengatakan sesuatu? Tampaknya hal ini masih belum begitu jelas bagimu; masih ada lagi yang perlu kita persekutukan.

Hal terbesar dalam kepercayaan kepada Tuhan adalah mengejar kebenaran. Apa yang dimaksud dengan mengejar kebenaran? Dalam hal mengejar kebenaran, semua yang orang wujudkan memperlihatkan banyak masalah dan kesulitan mereka, dan orang memiliki segala macam pembenaran diri dan alasan untuk tidak mengejar kebenaran—penghalangnya benar-benar sangat besar. Karena berbagai kesulitan yang orang hadapi, mereka tampak sangat tertekan dan tidak nyaman dalam hal mengejar kebenaran, dan mereka menganggapnya sangat sulit. Sebenarnya, pertanyaan itu sendiri—"Apa yang dimaksud dengan mengejar kebenaran?"—adalah pertanyaan yang mudah untuk dijawab, jadi mengapa orang tidak mampu mengejar kebenaran? Apa alasannya? Semua orang membual bahwa mereka memiliki hati nurani dan akal sehat, bahwa mereka benar-benar percaya kepada Tuhan, bahwa mereka mampu melaksanakan tugas mereka, bahwa mereka rela menderita dan siap membayar harga. Lalu mengapa, meskipun memiliki perilaku baik ini sebagai landasan mereka, mereka tidak mampu memulai jalan mengejar kebenaran? Mereka memiliki kemanusiaan yang sangat baik, integritas, dan reputasi yang baik; mereka memiliki tekad, cita-cita, dan harapan tentang pengejaran mereka; mereka memiliki upaya subjektif mereka, memiliki tekad untuk menanggung kesukaran, dan sikap yang mau membayar harga; mereka memiliki sikap yang aktif, positif, dan rindu untuk menerima kebenaran. Dengan hal-hal ini sebagai landasan mereka, bagaimana mungkin mereka tidak memenuhi syarat untuk mengejar kebenaran? Mengapa mereka tidak mampu mengejar kebenaran? Di mana sumber masalahnya? (Manusia pada dasarnya tidak mencintai kebenaran dan muak akan kebenaran.) Itu adalah jawaban yang akurat. Alasan paling mendasar adalah karena manusia memiliki watak yang rusak. Watak rusak manusia berasal dari Iblis, dan segala sesuatu yang berasal dari Iblis bertentangan dengan Tuhan dan kebenaran. Oleh karena itu, meminta orang untuk mengejar kebenaran adalah sama dengan meminta mereka untuk memberontak terhadap kehidupan dan sifat bawaan mereka, serta meninggalkan cara pengejaran dan sudut pandang bawaan mereka tentang kehidupan. Meminta mereka melepaskan hal-hal yang salah ini, memberontak terhadap kesukaan daging mereka, dan sebaliknya mengejar dan menerapkan firman Tuhan dan kebenaran, yang merupakan hal yang tidak disukai daging mereka, hal yang tidak mereka miliki, dan hal yang mereka pandang remeh, yang mereka benci dan tolak—melakukan hal-hal inilah yang mereka anggap sulit. Memintamu untuk mengejar kebenaran adalah sama dengan memintamu melepaskan kehidupan bawaanmu. Bukankah itu sama dengan menyerahkan nyawamu? (Ya.) Itu berarti engkau sedang menyerahkan nyawamu sendiri. Apakah orang rela menyerahkan nyawa mereka untuk mengejar kebenaran? (Tidak.) Di lubuk hati, mereka berkata, "Aku tidak mau"—seratus kali, seribu kali, sepuluh ribu kali: "Aku tidak mau." Bagaimanapun juga, sangatlah sulit bagi orang untuk melepaskan hal-hal bawaan bersifat Iblis yang mereka miliki. Ini adalah fakta, yang telah benar-benar engkau semua alami secara mendalam. Di lubuk hatinya, orang tidak mau memberontak terhadap daging mereka; atau memberontak terhadap kehidupan mereka, yang merupakan esensi natur yang berasal dari Iblis; ataupun memberontak terhadap sifat bawaan Iblis atau natur Iblis dalam diri mereka, untuk mengejar kebenaran. Jadi, bagi mereka yang memiliki natur Iblis, yang hidup berdasarkan watak Iblis, mencintai dan mengejar kebenaran bertentangan dengan keinginan mereka, dan mereka enggan melakukannya. Apa sumber penyebab hal ini? Sumber penyebabnya adalah karena sifat-sifat dalam diri manusia berasal dari Iblis, dan sifat-sifat itu pada hakikatnya memusuhi Tuhan. Jadi, setelah orang mendengar dan memahami kebenaran, hanya mereka yang mencintai kebenaranlah yang mau berjuang mengejarnya dan membayar harga, hanya mereka yang memiliki tekad, cita-cita, dan keinginan inilah yang mampu menerapkan kebenaran segera setelah mereka memahaminya. Hanya merekalah yang mampu hidup berdasarkan kebenaran dan hidup dalam kenyataannya. Ada banyak orang yang mau menerapkan kebenaran, tetapi mereka dihalangi oleh natur dan watak Iblis mereka; mereka tidak mampu menerapkan kebenaran, meskipun mereka mungkin ingin melakukannya. Faktanya adalah bahwa dalam kehidupan nyata, menerapkan kebenaran adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Memintamu untuk melepaskan pakaian dan perhiasan favoritmu, atau hal-hal yang kaunikmati, atau pekerjaan dan karier yang kausukai, atau melepaskan kelebihan dan kegemaranmu, atau hal semacam itu adalah hal-hal yang mampu kaulakukan. Engkau mampu memberontak terhadap semua ini; semua ini mudah dilepaskan. Namun, memintamu untuk memberontak terhadap dagingmu dan watak Iblis dalam dirimu untuk menerapkan kebenaran dan tunduk kepada Tuhan—itu jauh lebih sulit. Jika menggunakan kalimat ungkapan untuk menggambarkannya, itu akan seperti memaksa bebek terbang tinggi dan hinggap di ranting pohon, atau menyuruh banteng memanjat pohon—hal-hal ini terlalu berat bagi mereka. Namun, pasti mudah menyuruh kucing memanjat pohon; itu hal yang wajar kucing lakukan. Namun, akan sangat tidak mungkin untuk meminta orang memakan jerami daripada memakan daging. Jika engkau meminta seseorang untuk menderita sedikit, membayar harga sedikit, dan hidup dengan kerendahhatian selama sisa hidupnya, itu adalah sesuatu yang dapat dicapai oleh siapa pun yang memiliki keinginan untuk melakukannya. Sebenarnya, kesulitan daging apa pun bukanlah masalah besar bagi seseorang yang benar-benar percaya kepada Tuhan dan mendambakan kebenaran. Tidak mengingini kenyamanan daging, misalnya; atau mengurangi waktu tidur mereka setiap hari; atau hidup susah selama sepuluh tahun berturut-turut; atau mencukupkan diri dengan makanan, pakaian, rumah, dan transportasi yang seadanya—kesukaran dan harga seperti itu dapat ditanggung oleh siapa pun, asalkan mereka memiliki kemauan untuk melakukannya, dan mereka mau mengejar kebenaran, serta memiliki sedikit pengendalian diri. Namun, jika engkau meminta seseorang untuk memberontak terhadap daging dan Iblis, untuk bertindak sepenuhnya sesuai dengan tuntutan Tuhan dan berdasarkan firman-Nya, untuk melakukan penerapan sesuai dengan kebenaran dan dengan demikian mencapai ketundukan kepada Tuhan, siapa pun akan merasa itu sulit dilakukan. Di situlah letak kesulitan manusia. Jadi, dalam mengejar kebenaran, itu bukan seolah-olah orang dapat bertekad begitu saja dan mencobanya, atau melakukan pengendalian diri dan mengikuti aturan, dan kemudian mampu menerapkan kebenaran dan memiliki kebenaran. Mengejar kebenaran adalah hal yang paling sulit dilakukan oleh manusia yang rusak. Dari mana sumber masalah ini berasal? (Itu berasal dari watak Iblis dalam dirinya.) Benar. Watak Iblis adalah tantangan terbesar manusia. Orang mungkin memiliki kualitas yang buruk, atau memiliki sifat mudah marah dan kepribadian yang buruk, mereka mungkin hampir tidak memiliki kelebihan, bakat, atau karunia sama sekali—tak satu pun dari hal-hal ini akan menjadi tantangan besar bagi mereka. Pada akhirnya, masalahnya berasal dari watak rusak manusia. Watak yang rusak membuat tangan dan kaki orang, pikiran dan gagasan mereka, pemikiran mereka, cara berpikir mereka, dan kedalaman jiwa mereka dikendalikan dalam cengkeraman maut watak rusak mereka, sehingga membuat mereka sulit berjalan sejengkal pun di jalan mengejar kebenaran. Orang mungkin percaya kepada Tuhan selama tiga atau lima tahun tanpa mendapatkan apa pun; bahkan ada orang-orang yang telah percaya selama sepuluh, dua puluh, atau tiga puluh tahun, dan hanya mendapatkan sedikit hasil darinya. Dan sebagian dari mereka tidak mendapatkan apa pun—betapa miskin dan menyedihkannya orang-orang bertangan kosong itu! Mereka telah percaya kepada Tuhan selama tiga puluh tahun tetapi tetap miskin dan buta, tidak mendapatkan apa pun. Ketika mereka jatuh ke dalam kenegatifan, mereka tidak tahu bagaimana keluar darinya; ketika mereka jatuh ke dalam kesalahpahaman tentang Tuhan, mereka tidak tahu bagaimana cara menyingkirkannya; ketika kesulitan menimpa mereka, mereka tidak tahu bagaimana menghadapinya, juga tidak tahu bagaimana menyelesaikan kesulitan semacam itu. Dapatkah orang menyelesaikan masalah hanya dengan menggunakan tekad subjektifnya untuk mengekang diri atau dengan mengandalkan kesabarannya untuk terus bertahan? Orang mungkin selangkah demi selangkah dengan susah payah melewati keadaan, sampai mereka telah melewatinya, tetapi watak-watak rusak mereka tetap ada. Semua itu belum dibereskan. Berapa kali pun mereka mengalami kenegatifan, atau kesalahpahaman tentang Tuhan, atau memiliki gagasan tentang Tuhan, atau gagal, dan jatuh, dan menjadi lemah, sampai hari ini pun mereka masih belum mampu memberikan sedikit pun kesaksian pengalaman, mereka juga tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun tentang pemahaman atau pengalaman mereka tentang firman Tuhan. Hati mereka hampa; jiwa mereka kosong. Mereka tidak memiliki pemahaman yang nyata akan kebenaran, dan mereka tidak memiliki pemahaman yang benar tentang firman Tuhan, dan mereka bahkan tidak memiliki pengetahuan tentang pekerjaan dan watak-Nya. Bukankah mereka miskin, buta, dan menyedihkan? (Ya.) Jika seseorang tidak mengejar kebenaran, seberapa pun lamanya dia percaya kepada Tuhan, itu tidak ada gunanya. Lalu, mengapa seseorang membiarkan dirinya sampai pada titik ini? Apa penyebabnya? Penyebabnya sama yaitu watak manusia yang rusak. Ini adalah penyebab objektif.

Kita telah membahas dengan jelas apa penyebab objektif orang tidak mengejar kebenaran. Sekarang kita akan berbicara sedikit tentang penyebab subjektif. Penyebab subjektifnya adalah, meskipun orang-orang mungkin telah memahami dari pekerjaan Tuhan dan semua firman-Nya, atau dari kehidupan nyata mereka bahwa mereka memiliki watak yang rusak, mereka tidak pernah memeriksa diri mereka berdasarkan firman Tuhan dan kebenaran, mereka tidak pernah mendapatkan pengetahuan tentang watak rusak mereka dan memberontak terhadapnya, dan mereka tidak pernah melakukan penerapan berdasarkan firman Tuhan. Meskipun orang mungkin mengerahkan upaya dan mengorbankan diri di jalan kepercayaan kepada Tuhan, meskipun mereka mungkin bekerja sangat keras, banyak menderita, dan membayar harga yang mahal untuk itu, semua ini hanyalah perilaku lahiriah. Semua itu tidak membuktikan bahwa mereka telah menempuh jalan mengejar kebenaran. Orang-orang yang paling menderita adalah mereka yang mulai mengikuti Tuhan di masa muda, yang melaksanakan tugas mereka ketika mereka berusia sekitar dua puluh tahunan. Orang-orang ini sekarang berusia sekitar lima puluh tahunan, dan masih belum menikah. Dapat dikatakan mereka telah mendedikasikan masa muda mereka untuk iman mereka kepada Tuhan, dan melepaskan keluarga dan pernikahan. Apakah itu harga yang mahal? (Ya.) Mereka menyerahkan masa muda mereka dan mempersembahkan seluruh hidup mereka, dan apa hasilnya? Harga yang mereka bayarkan memang mahal, tetapi apa yang mereka dapatkan pada akhirnya tidak sebanding atau sesuai dengan pengorbanan mereka. Apa masalahnya di sini? Berdasarkan sikap dan tekad yang dengannya mereka membayar harga, dan lamanya, banyaknya, dan tingkat pengorbanan mereka, tampaknya seakan-akan mereka seharusnya memahami kebenaran dan mampu menerapkannya. Engkau akan menganggap mereka seharusnya memiliki kesaksian dan hati yang takut akan Tuhan; bahwa mereka seharusnya memiliki pengenalan akan Tuhan; bahwa mereka seharusnya telah menempuh jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan; bahwa mereka seharusnya sudah masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Namun sebenarnya, itu hanyalah sebuah kesimpulan—kedua hal ini hanya memiliki hubungan yang logis, itu tidak sejalan dengan fakta atau dengan apa yang orang-orang ini jalani. Apa masalahnya di sini? Bukankah kita seharusnya menyelidiki dan mendiskusikannya? Bukankah ini adalah masalah yang membutuhkan pemikiran mendalam? (Ya.) Di antara mereka yang telah menerima tahap pekerjaan Tuhan ini selama dua atau tiga tahun, ada banyak orang yang memiliki pengalaman dan kesaksian. Mereka bersaksi tentang bagaimana firman Tuhan telah mengubah mereka dan membuat mereka menjadi orang yang jujur; mereka bersaksi tentang bagaimana firman Tuhan telah memampukan mereka untuk memahami kebenaran di jalan mengejar kebenaran; mereka bersaksi tentang bagaimana firman Tuhan telah membereskan watak rusak mereka, kecongkakan dan kelicikan mereka, pemberontakan mereka, keinginan mereka akan status, ambisi dan keinginan mereka, dan sebagainya. Orang-orang ini mampu memiliki pengalaman dan kesaksian hanya setelah dua atau tiga tahun percaya kepada Tuhan; mereka memiliki pemahaman berdasarkan pengalaman yang mendalam tentang firman Tuhan, dan mereka dapat merasakan kebenaran firman-Nya. Lalu, mengapa ada orang-orang yang percaya kepada Tuhan selama dua puluh atau tiga puluh tahun dan membayar harga yang begitu mahal, banyak menderita, dan sibuk mengerjakan begitu banyak hal, tetapi lubuk hati dan kerohanian mereka tetap hampa dan kosong? Banyak orang yang berada dalam keadaan seperti ini sering kali merasa bingung. Mereka selalu berkata, "Aku sangat bingung." Aku berkata, "Kau telah percaya kepada Tuhan selama dua puluh atau tiga puluh tahun sekarang. Mengapa kau masih bingung? Jelas terlihat bahwa kau belum mendapatkan apa pun." Sampai hari ini, ada orang yang masih berpikiran negatif dan lemah. Mereka berkata, "Aku sudah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, dan apa yang telah kudapatkan?" Sering kali, ketika mereka negatif dan lemah, atau ketika status dan keuntungan mereka dicabut, atau ketika kesombongan mereka tidak terpuaskan, mereka menyalahkan Tuhan dan menyesal telah percaya kepada-Nya selama bertahun-tahun. Mereka menyesal telah memercayai firman-Nya dari sejak awal, mereka menyesal telah bertekad untuk melepaskan pekerjaan, pernikahan dan keluarga mereka, dan kesempatan mereka untuk kuliah, agar dapat mengikuti Tuhan. Sebagian dari mereka bahkan berpikir untuk meninggalkan gereja. Sekarang, mereka begitu dipenuhi dengan penyesalan tentang iman mereka—mengapa mereka merepotkan diri dengan hal itu dari sejak awal? Mereka telah percaya kepada Tuhan selama dua puluh atau tiga puluh tahun, mereka telah mendengar begitu banyak kebenaran dan mereka telah mengalami begitu banyak pekerjaan Tuhan, tetapi lubuk hati mereka tetap hampa, dan mereka sering tenggelam dalam keadaan yang penuh kekacauan, kebingungan, penyesalan, keengganan, dan bahkan ketidakpastian tentang masa depan mereka—apa yang menyebabkan hal ini? Apakah orang-orang semacam itu pantas dikasihani? (Tidak.) Setiap kali Aku melihat orang-orang ini, setiap kali Aku mendengar kabar tentang mereka dan mengetahui apa yang terjadi baru-baru ini tentang mereka, Aku mendapat firasat tentang mereka. Suatu pemikiran muncul di benak-Ku tentang mereka. Mengapa keadaan mereka dan apa yang ada dalam batin mereka terasa begitu tak asing lagi bagi-Ku? Mereka bahkan tetap berada di rumah Tuhan, melaksanakan tugas—apakah yang sedang mereka yakini? Apakah yang mereka yakini adalah sebuah pola pikir keselamatan oleh kasih karunia? Apakah yang mereka yakini adalah pola pikir bahwa jika seseorang mengikuti Tuhan sampai akhir, ini pasti akan membawa kepada keselamatan? Atau apakah yang mereka yakini adalah mentalitas yang didasarkan pada keberuntungan dan kebetulan? Bukan semua itu. Lalu apa yang mereka yakini? Sama seperti yang Paulus katakan: "Aku sudah melakukan pertandingan yang baik. Aku sudah menyelesaikan perlombaanku, aku sudah menjaga imanku: Mulai dari sekarang sudah tersedia bagiku mahkota kebenaran" (2 Timotius 4:7-8). Singkatnya, jika dianalisis, perkataan ini bersifat transaksional, di dalamnya terkandung sikap, gagasan, dan rencana untuk bertransaksi, dan semuanya itu berasal dari keinginan dan ambisi tertentu. Fakta apa yang kaulihat dalam perkataan ini? Apa yang orang kejar dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan? (Mahkota dan berkat.) Ya. Mereka mengejar berkat dan tempat tujuan yang baik. Dan apa yang akan mereka tukarkan untuk berkat dan tempat tujuan yang baik itu? Apa yang akan mereka tukarkan untuk mendapatkan semua itu? (Kerja keras dan pekerjaan mereka, penderitaan dan harga yang mereka bayar.) Mengutip perkataan Paulus, mereka telah melakukan pertandingan yang baik, mereka sudah menyelesaikan perlombaan mereka. Mereka yakin bahwa mereka telah melakukan semua yang seharusnya mereka lakukan, dan bahwa mereka seharusnya mendapatkan tempat tujuan yang baik dan berkat yang telah Tuhan persiapkan bagi manusia. Mereka mengira sudah jelas bahwa inilah yang seharusnya Tuhan lakukan—yang harus Dia lakukan—dan jika Dia tidak melakukannya, Dia pasti bukan Tuhan. Jelas, tidak ada ketundukan kepada Tuhan dalam hal ini, tidak ada sikap yang mengejar kebenaran, tidak ada sikap atau rencana untuk memenuhi tugas sebagai makhluk ciptaan. Yang ada hanyalah keinginan untuk menukar sedikit hal yang mampu mereka lakukan dengan berkat yang telah Tuhan janjikan kepada manusia. Jadi, orang-orang yang baru saja kita bicarakan ini sering kali merasa ada kehampaan dalam batin mereka dan bahwa mereka tidak memiliki apa pun untuk diyakini di lubuk hati mereka, tetapi mereka terus melanjutkan hidup seperti biasa, membayar harga dan menderita seperti ini, bersikeras melakukan pertandingan yang baik dan menyelesaikan perlombaan mereka. Apa yang mereka yakini? Perkataan Paulus yang mereka pegang teguh dan yakini secara membabi buta itulah yang menopang "iman" mereka. Mereka mengandalkan ambisi dan keinginan mereka untuk diberi upah dan dimahkotai. Mereka mengandalkan impian mereka menggunakan pertukaran transaksional untuk menerima berkat besar. Mereka tidak mengandalkan pemahaman tentang pekerjaan Tuhan ataupun mengandalkan pengalaman dan pengetahuan yang didapatkan dengan mengejar kebenaran saat mereka mengorbankan diri untuk Tuhan. Bukan itu yang mereka andalkan.

Melihat pada apa yang baru saja kita persekutukan, orang dapat memahami bahwa meskipun ada banyak tantangan nyata di jalan mengejar kebenaran, serta ada banyak penghalang dan hambatan akibat watak yang rusak, dan ada banyak sekali kesulitan dan rintangan, orang harus yakin bahwa asalkan dia memiliki iman yang sejati, maka dengan mengandalkan bimbingan firman Tuhan dan pekerjaan Roh Kudus, dia akan mampu sepenuhnya mulai menempuh jalan mengejar kebenaran. Petrus adalah teladan untuk hal ini. Dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan, banyak orang hanya berfokus untuk bekerja bagi Tuhan, dan mereka puas hanya dengan menderita dan membayar harga, tetapi mereka sama sekali tidak mengejar kebenaran. Akibatnya, mereka tidak memiliki pengetahuan yang benar tentang pekerjaan Tuhan setelah percaya kepada-Nya selama sepuluh, dua puluh, tiga puluh tahun, dan mereka tak mampu membicarakan pengalaman atau pengetahuan mereka tentang kebenaran atau firman Tuhan. Selama pertemuan, ketika berusaha menyampaikan sedikit kesaksian pengalaman mereka, tidak ada apa pun yang bisa mereka katakan; apakah mereka akan diselamatkan atau tidak, mereka sama sekali tidak mengetahuinya. Apa masalahnya di sini? Seperti inilah orang yang tidak mengejar kebenaran. Seberapapun lamanya mereka telah menjadi orang percaya, mereka tidak mampu memahami kebenaran, apalagi menerapkannya. Bagaimana mungkin orang yang sama sekali tidak menerima kebenaran masuk ke dalam kenyataan kebenaran? Ada orang-orang yang tak mampu mengetahui yang sebenarnya mengenai masalah ini. Mereka mengira orang yang mengulang-ulang kata dan doktrin adalah orang yang menerapkan kebenaran, juga orang yang mampu masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Benarkah demikian ? Orang yang mengulang-ulang kata dan doktrin pada dasarnya tidak mampu memahami kebenaran—jadi bagaimana mungkin mereka menerapkannya? Yang mereka terapkan tampaknya tidak melanggar kebenaran, dan merupakan perbuatan baik, perilaku yang baik, tetapi bagaimana mungkin perbuatan baik dan perilaku baik tersebut layak disebut kenyataan kebenaran? Orang yang tidak memahami kebenaran tidak tahu apa arti kenyataan kebenaran; mereka menganggap perbuatan baik dan perilaku baik orang sebagai penerapan kebenaran. Ini tidak masuk akal, bukan? Apa bedanya ini dengan pemikiran dan pandangan orang-orang beragama? Dan bagaimana masalah pemahaman yang menyimpang seperti itu dapat diluruskan? Orang harus terlebih dahulu memahami maksud Tuhan dari dalam firman-Nya, dan mereka harus tahu apa arti memahami kebenaran, dan apa arti menerapkan kebenaran, agar dapat mengetahui yang sebenarnya mengenai orang lain, dan mampu mengetahui apakah mereka memiliki kenyataan kebenaran atau tidak. Pekerjaan Tuhan dan penyelamatan manusia oleh Tuhan dimaksudkan untuk membuat orang memahami dan menerapkan kebenaran; hanya dengan cara demikianlah, orang akan mampu menyingkirkan watak rusak mereka, dan bertindak berdasarkan prinsip, dan masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Jika engkau tidak mengejar kebenaran, dan hanya puas dengan mengorbankan diri, menderita dan membayar harga untuk Tuhan sesuai dengan gagasan dan imajinasimu sendiri, akankah semua yang kaulakukan menunjukkan bahwa engkau menerapkan kebenaran dan tunduk kepada Tuhan? Akankah itu membuktikan bahwa engkau telah berubah dalam watak hidupmu? Akankah itu menunjukkan bahwa engkau memiliki pengenalan yang benar tentang Tuhan? Tidak. Jadi, menunjukkan apa semua yang kaulakukan itu? Itu hanya dapat menunjukkan pilihan, pemahaman, dan angan-anganmu sendiri. Itu hanya akan menunjukkan hal-hal yang kausukai, hal-hal yang ingin kaulakukan; semua yang kaulakukan hanyalah pemenuhan hasrat, ketetapan hati, dan cita-citamu sendiri. Jelas, itu bukanlah mengejar kebenaran. Semua tindakan atau perilakumu tidak ada kaitannya dengan kebenaran, ataupun dengan tuntutan Tuhan. Semua tindakan dan perilakumu adalah untuk dirimu sendiri; engkau hanya bekerja, berjuang, dan sibuk demi cita-cita, reputasi, dan statusmu sendiri—ini membuatmu tidak ada bedanya dengan Paulus, yang berjerih lelah dan bekerja sepanjang hidupnya semata-mata untuk mendapatkan upah, memperoleh mahkota, dan masuk ke dalam Kerajaan Surga—ini memperlihatkan bahwa engkau jelas sedang menempuh jalan Paulus. Ada orang yang berkata, "Aku berjerih lelah dan bekerja dengan sukarela. Aku belum pernah berusaha bertransaksi dengan Tuhan." Masalahnya bukan apakah engkau pernah berusaha bertransaksi dengan Tuhan atau tidak, apakah dalam pikiran atau sikapmu ada niat yang jelas atau tidak untuk bertransaksi dengan Tuhan—apakah engkau memiliki rencana dan tujuan seperti itu atau tidak—masalahnya adalah engkau sedang berusaha menukar jerih lelah dan kerja kerasmu, kesukaranmu, dan harga yang telah kaubayar dengan upah dan mahkota Kerajaan Surga. Inti dari masalah ini adalah engkau berusaha bertransaksi dengan Tuhan—hanya saja engkau tidak menyadari bahwa engkau sedang melakukannya. Apa pun alasannya, selama seseorang mengalami kesukaran dan membayar harga demi mendapatkan berkat, esensi pengejarannya sama dengan esensi pengejaran Paulus. Dalam hal apakah mereka sama? Mereka berdua berusaha menukar perilaku baik mereka—kerja keras mereka, kesukaran yang mereka alami, harga yang mereka bayar, dan sebagainya—dengan berkat Tuhan, dengan berkat yang Dia janjikan kepada manusia. Bukankah hal-hal ini pada dasarnya sama? (Ya.) Mereka berdua pada dasarnya sama; sama sekali tidak ada perbedaan. Jika engkau tidak ingin menempuh jalan Paulus, tetapi ingin menempuh jalan Petrus, dan engkau ingin mendapatkan perkenanan Tuhan, bagaimana seharusnya engkau bertindak? Tidak diragukan lagi: engkau harus belajar mengejar kebenaran. Engkau harus mampu menerima kebenaran, serta menerima penghakiman dan hajaran Tuhan, dan menerima dirimu dipangkas; engkau harus berfokus untuk mengenal dirimu sendiri, dan memunculkan perubahan dalam watakmu, dan berusaha berlatih mengasihi Tuhan. Itulah yang dimaksud dengan menempuh jalan mengejar kebenaran dan mulai menempuh jalan Petrus. Untuk menempuh jalan Petrus, engkau harus terlebih dahulu memahami apa yang Tuhan tuntut dari manusia dan jalan apa yang telah Tuhan tunjukkan kepada manusia. Engkau harus mampu membedakan jalan kepercayaan kepada Tuhan yang memimpin kepada keselamatan dan jalan yang memimpin kepada kebinasaan dan kehancuran. Engkau harus benar-benar merenungkan mengapa engkau mampu menempuh jalan Paulus, dan memastikan watak apa yang memerintahkanmu untuk menempuh jalan itu. Engkau harus memiliki kemampuan mengenali hal-hal yang paling menonjol dan jelas yang ada dalam watak rusakmu, seperti kecongkakan, kelicikan, atau kejahatan. Setelah mengenali watak-watak yang rusak ini, engkau harus mulai merenungkan, menelaah, dan mengenal dirimu sendiri. Jika engkau benar-benar mampu mengenal dan membenci dirimu sendiri, akan mudah bagimu untuk menyingkirkan watak rusakmu dan akan mudah bagimu untuk menerapkan kebenaran. Jadi secara khusus, bagaimana caranya menerapkan hal ini? Mari kita persekutukan hal ini secara singkat dengan menggunakan contoh sebuah watak yang congkak. Dalam kehidupanmu sehari-hari, ketika berbicara, bertingkah laku dan menangani masalah, ketika melaksanakan tugasmu, menyampaikan persekutuan kepada orang lain, dan sebagainya, apa pun masalah yang sedang dihadapi, atau di mana pun engkau berada, atau apa pun keadaannya, engkau harus selalu berfokus untuk memeriksa watak congkak seperti apa yang telah kauperlihatkan. Engkau harus menggali semua penyingkapan, pemikiran, dan gagasan yang berasal dari watak congkakmu yang kausadari dan dapat kaurasakan, serta maksud dan tujuanmu—khususnya, apakah engkau selalu ingin menceramahi orang lain dengan menempatkan dirimu sebagai atasan; tidak mematuhi siapa pun; menganggap dirimu lebih baik daripada orang lain; tidak menerima apa yang orang lain katakan sekalipun itu benar; memaksa orang lain mengikuti dan mematuhi apa yang kaukatakan, meskipun engkau salah; selalu punya kecenderungan mengambil alih pimpinan; tidak patuh dan membenarkan diri ketika para pemimpin dan pekerja memangkasmu, menuduh mereka sebagai pemimpin dan pekerja palsu; selalu mengutuk orang lain dan meninggikan dirimu sendiri; selalu menganggap dirimu lebih baik daripada orang lain; selalu ingin menjadi orang yang terkenal dan terkemuka; selalu suka pamer, agar orang lain mengagumi dan memujamu .... Dengan berlatih merenungkan dan menelaah penyingkapan kerusakan ini, engkau akan mulai memahami betapa buruknya watak congkakmu, dan engkau mampu membenci dan jijik terhadap dirimu sendiri, dan menjadi jauh lebih membenci watak congkakmu itu. Dengan demikian, engkau akan bersedia merenungkan apakah engkau telah memperlihatkan watak congkak dalam segala hal atau tidak. Di satu sisi, engkau harus merenungkan watak congkak dan sikap merasa diri benar seperti apa yang kauperlihatkan dalam ucapanmu—hal-hal sombong, congkak, dan tak masuk akal seperti apa yang kaukatakan. Di sisi lain, engkau harus merenungkan hal-hal tak masuk akal dan tak bernalar seperti apa yang kaulakukan saat bertindak sesuai dengan gagasan, imajinasi, ambisi, dan keinginanmu. Hanya perenungan diri semacam inilah yang dapat membuatmu mengenal dirimu sendiri. Setelah engkau benar-benar mengenal dirimu sendiri, engkau harus mencari jalan dan prinsip penerapan untuk menjadi orang yang jujur di dalam firman Tuhan, dan kemudian menerapkannya, melaksanakan tugasmu, dan memperlakukan serta berinteraksi dengan orang lain berdasarkan jalan dan prinsip yang ditunjukkan dalam firman Tuhan. Setelah engkau menerapkan dengan cara seperti ini selama beberapa waktu, mungkin selama satu atau dua bulan, engkau akan merasa hatimu dicerahkan, dan engkau akan mendapatkan sesuatu dari penerapan ini dan mulai merasakan keberhasilan. Engkau akan merasa bahwa engkau memiliki jalan untuk menjadi orang jujur yang berakal sehat, dan engkau akan merasa jauh lebih tenang. Meskipun engkau belum mampu menyampaikan pemahaman yang mendalam tentang kebenaran, engkau sudah memperoleh pemahaman intuitif tentang hal itu, dan memperoleh jalan penerapannya. Meskipun engkau tidak akan mampu mengungkapkannya secara jelas dengan kata-kata, engkau sudah memiliki sedikit kemampuan mengenali bahaya yang ditimbulkan oleh watak yang congkak terhadap orang-orang dan bagaimana watak itu membuat kemanusiaan mereka menyimpang. Sebagai contoh, orang yang congkak dan sombong sering kali mengatakan hal-hal yang dibesar-besarkan dan mengucapkan perkataan setan untuk mengelabui orang lain; mereka mengucapkan perkataan yang terdengar muluk-muluk, meneriakkan slogan, dan membuat pernyataan yang muluk-muluk. Bukankah ini adalah berbagai perwujudan dari watak yang congkak? Bukankah memperlihatkan watak congkak ini sangat tidak berakal sehat? Jika engkau benar-benar mampu memahami bahwa engkau pasti telah kehilangan nalar kemanusiaanmu yang normal saat memperlihatkan watak congkak seperti itu, dan bahwa hidup dalam watak congkak berarti engkau hidup dalam kejahatan dan bukan hidup dalam kemanusiaan, maka engkau akan benar-benar menyadari bahwa watak yang rusak adalah watak Iblis, dan engkau akan mampu membenci Iblis dan watak yang rusak dengan segenap hatimu. Dengan pengalaman seperti itu selama enam bulan atau satu tahun, engkau akan benar-benar mampu mengenal dirimu sendiri, dan jika engkau kembali memperlihatkan watak yang congkak, engkau akan segera menyadarinya, dan engkau akan mampu memberontak terhadapnya dan membuangnya. Engkau akan mulai berubah, dan engkau akan mampu secara berangsur menyingkirkan watak congkakmu, dan bergaul secara normal dengan orang lain. Engkau akan mampu berbicara dengan jujur dan dari hati; engkau tidak akan lagi berbohong atau mengatakan hal-hal yang congkak. Bukankah itu berarti engkau telah memiliki sedikit nalar dan sedikit keserupaan dengan orang yang jujur? Bukankah engkau telah mendapatkan jalan masuk itu? Ini adalah saat engkau akan mulai mendapatkan sesuatu. Ketika engkau berlatih bersikap jujur dengan cara seperti ini, engkau akan mampu mencari kebenaran dan merenungkan dirimu sendiri, apa pun jenis watak congkak yang kauperlihatkan, dan setelah mengalami menjadi orang yang jujur dengan cara seperti ini selama beberapa waktu, tanpa disadari, engkau secara berangsur akan mulai memahami kebenaran dan firman Tuhan yang relevan tentang menjadi orang yang jujur. Dan ketika engkau menggunakan semua kebenaran itu untuk menganalisis watak congkakmu, akan ada pencerahan dan penerangan dari firman Tuhan di lubuk hatimu, dan hatimu akan mulai terasa makin dicerahkan. Engkau akan melihat dengan jelas kerusakan yang orang alami akibat wataknya yang congkak dan keburukan yang harus dijalaninya karena watak congkak tersebut, dan engkau akan mampu mengenali setiap keadaan rusak yang orang alami saat dia memperlihatkan watak yang congkak. Makin engkau menelaahnya, makin engkau akan melihat dengan jelas keburukan Iblis, dan makin engkau akan membenci Iblis. Dengan demikian, akan mudah bagimu untuk menyingkirkan watak congkakmu. Ketika pemahamanmu telah mencapai taraf ini, kebenaran yang relevan di dalam firman Tuhan akan menjadi sangat jelas bagimu, dan engkau akan memahami bahwa semua yang Tuhan tuntut dari manusia adalah apa yang seharusnya dimiliki dan dijalani oleh manusia yang memiliki kemanusiaan normal. Dengan pemahaman ini, menerapkan kebenaran tidak akan lagi terasa sulit bagimu. Sebaliknya, engkau akan yakin bahwa menerapkan kebenaran itu sepenuhnya wajar dan dapat dibenarkan, bahwa seperti itulah manusia seharusnya hidup. Pada saat itulah, engkau akan menerapkan firman Tuhan dan kebenaran secara spontan, positif, dan proaktif, dan pada saat yang sama, engkau akan makin mencintai kebenaran. Hal-hal positif dalam hatimu akan bertambah, dan pemahaman yang benar tentang Tuhan akan secara perlahan muncul. Itulah yang dimaksud dengan benar-benar memahami kebenaran. Engkau akan memiliki pandangan dan sudut pandang yang benar tentang segala hal, dan pemahaman yang sejati ini serta pandangan yang benar ini akan secara berangsur mengakar di dalam hatimu. Itulah yang dimaksud dengan telah masuk ke dalam kenyataan kebenaran—ini adalah sesuatu yang tak seorang pun mampu merenggut atau merampasnya darimu. Setelah engkau mengumpulkan hal-hal positif ini sedikit demi sedikit, engkau akan merasa sangat diperkaya di lubuk hatimu. Engkau tidak akan lagi merasa bahwa percaya kepada Tuhan itu tidak ada gunanya, dan perasaan hampa di hatimu akan lenyap. Setelah engkau merasakan betapa indahnya memahami kebenaran dan melihat terang dalam hidup manusia, iman yang sejati akan muncul dalam dirimu. Dan ketika engkau memiliki iman untuk mengalami pekerjaan Tuhan, dan melihat betapa nyata dan praktisnya mengejar kebenaran dan memperoleh keselamatan, engkau akan secara positif dan proaktif menerapkan dan mengalami firman Tuhan. Engkau akan mempersekutukan pengalaman dan pemahamanmu yang sebenarnya, dan dengan demikian memberi kesaksian tentang Tuhan dan membantu lebih banyak orang untuk mengetahui kuasa firman Tuhan dan manfaat kebenaran bagi manusia. Setelah itu barulah engkau akan makin yakin untuk menerapkan kebenaran dan melaksanakan tugasmu dengan baik—dan dengan melakukan itu, engkau telah benar-benar tunduk kepada Tuhan. Ketika engkau berbicara tentang kesaksian pengalamanmu yang sebenarnya, hatimu akan makin dicerahkan. Engkau akan merasa bahwa engkau memiliki lebih banyak jalan untuk menerapkan kebenaran, dan pada saat yang sama, engkau akan menyadari bahwa engkau memiliki begitu banyak kekurangan, bahwa ada begitu banyak kebenaran yang harus kauterapkan. Kesaksian pengalaman seperti itu tidak hanya bermanfaat dan mendidik kerohanian orang lain—tetapi engkau juga akan merasa bahwa engkau telah mendapatkan sesuatu ketika engkau mengejar kebenaran, dan bahwa engkau telah benar-benar menerima berkat Tuhan. Ketika seseorang mengalami pekerjaan Tuhan dengan cara seperti ini sampai dia mampu bersaksi bagi-Nya, itu bukan saja dapat membuat lebih banyak orang memahami watak rusak mereka, menyingkirkan belenggu, kendali, dan penderitaan yang diakibatkan oleh watak-watak tersebut, dan memampukan mereka untuk terlepas dari kekuasaan Iblis—tetapi itu juga dapat membuat orang makin yakin untuk menempuh jalan mengejar kebenaran dan disempurnakan. Bukankah pengalaman seperti itu menjadi kesaksian yang sejati? Itulah yang dimaksud dengan kesaksian yang sejati. Akankah orang yang mampu bersaksi bagi Tuhan seperti itu merasa bahwa percaya kepada-Nya adalah hal yang membosankan, sia-sia, atau hampa? Sama sekali tidak. Ketika seseorang mampu bersaksi bagi Tuhan dan ketika dia benar-benar mengenal Tuhan, lubuk hatinya dipenuhi dengan kedamaian dan sukacita, dan dia merasa diperkaya dan sangat tenang. Ketika orang hidup dalam keadaan dan alam seperti itu, adalah wajar jika dia tidak memaksakan dirinya untuk menderita, membayar harga, dan dikekang. Dia tidak memaksakan dirinya untuk hanya mendisiplinkan tubuhnya dan memberontak terhadap daging. Yang akan lebih banyak dilakukannya adalah dengan sungguh-sungguh mendapatkan pemahaman tentang watak rusaknya. Dia juga akan berusaha mengenal watak Tuhan, tentang apa yang Tuhan miliki dan siapa Dia, dan memahami apa yang harus orang lakukan untuk tunduk kepada Tuhan dan memuaskan-Nya. Dengan demikian, dia akan memahami maksud Tuhan dalam firman-Nya, dan menemukan prinsip untuk menerapkan kebenaran, daripada memikirkan perasaan sekilas di dalam dirinya. Misalnya, engkau tak mampu menahan diri ketika sesuatu terjadi, kehilangan kesabaran, suasana hatimu buruk, engkau marah lagi pada hari itu, engkau tidak melaksanakan tugasmu dengan baik atau tidak sesuai standar pada hari itu, atau hal-hal sepele semacam itu. Selama hal-hal ini tidak menghalangimu untuk menerapkan kebenaran, engkau tidak perlu mengkhawatirkannya. Engkau harus tetap fokus untuk membereskan watak rusakmu dan mencari cara penerapan dengan cara yang memuaskan Tuhan dan sesuai dengan maksud-Nya. Terapkanlah kebenaran dengan cara seperti ini, dan hidupmu akan bertumbuh dengan cepat, dan engkau akan memulai jalan mengejar kebenaran dan disempurnakan. Hatimu tidak lagi hampa; engkau akan memiliki iman yang sejati kepada Tuhan, dan engkau akan semakin tertarik dan semakin menghargai firman Tuhan dan kebenaran. Engkau akan semakin memahami maksud Tuhan dan tuntutan-Nya. Ketika orang mencapai taraf ini, dia telah sepenuhnya masuk ke dalam firman Tuhan dan kenyataan kebenaran.

Apa yang banyak orang sedang terapkan dan masuki saat ini bukanlah kenyataan kebenaran, melainkan mereka masuk ke dalam semacam keadaan, di mana mereka memperlihatkan perilaku yang terlihat baik di luarnya, dan mereka bersedia membayar harga, siap menderita, dan siap mengorbankan segalanya. Namun di lubuk hati, mereka tetap merasa hampa, dan tak ada apa pun dalam batin mereka yang dapat menyokong mereka. Mengapa itu tak dapat menyokong mereka? Karena mereka tidak memiliki jalan ketika sesuatu menimpa mereka; mereka mengandalkan angan-angan, dan mereka tidak memiliki prinsip untuk menerapkan kebenaran. Ketika mereka memperlihatkan watak yang rusak, mereka hanya mampu mengekang diri, mereka tidak mampu mencari kebenaran untuk membereskannya. Untungnya, daging manusia lama mereka memiliki kemampuan naluriah: daging mereka mampu menderita. Ada pepatah di kalangan orang tidak percaya yang berbunyi, "Tidak ada penderitaan yang tidak dapat ditanggung, yang ada hanyalah berkat yang tidak dapat dinikmati". Daging manusia memiliki kemampuan naluriah bawaan: dia tak mampu menikmati terlalu banyak berkat, tetapi mampu mengalami penderitaan apa pun, menanggungnya, dan mengekang diri. Apakah ini hal yang baik? Apakah ini adalah kelebihan ataukah kelemahan, kekurangan? Apakah pepatah mereka itu benar? (Tidak.) Itu tidak benar, dan jika sesuatu bukan kebenaran, itu adalah omong kosong. Pepatah itu hanyalah kata-kata kosong, itu tidak dapat membereskan masalahmu, juga tidak dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan nyatamu. Tepatnya, pepatah itu tidak dapat membereskan watak rusakmu. Jadi, tidak ada gunanya mengatakan pepatah itu. Meskipun engkau mungkin memiliki sedikit pengetahuan tentang pepatah itu, menyadarinya, dan telah mengalaminya secara mendalam, tetap saja itu tidak ada gunanya. Orang tidak percaya juga memiliki pepatah lainnya, seperti, "Aku tidak takut mati, jadi mengapa takut hidup?" dan "Jika musim dingin telah tiba, bukankah musim semi pun akan segera tiba?" Ini adalah pernyataan yang sangat bagus, bukan? Sangat inspiratif dan filosofis, bukan? Orang tidak percaya menyebut pepatah ini "sup ayam bagi jiwa kita". Apakah engkau semua menyukai pepatah-pepatah semacam ini? (Tidak.) Mengapa tidak? Ada orang-orang yang mungkin berkata, "Kami tidak menyukai pepatah-pepatah itu. Semua itu perkataan orang tidak percaya; kami menyukai firman Tuhan." Jika demikian, bagian firman Tuhan mana yang kausukai? Kalimat mana yang kauanggap sebagai kebenaran? Kalimat mana yang telah kaualami, terapkan, masuki, dan dapatkan? Tidak ada gunanya hanya tidak menyukai pepatah orang tidak percaya ini; engkau mungkin tidak menyukainya, tetapi engkau tak mampu mengenali dengan jelas esensi dari pepatah-pepatah tersebut. Apakah pepatah ini benar? (Tidak.) Benar atau tidak, perkataan orang tidak percaya tidak ada kaitannya dengan kebenaran. Meskipun orang-orang menganggap pepatah itu baik dan benar, semua itu tidak sesuai dengan kebenaran, dan tidak setara dengan kebenaran. Semua pepatah itu melanggar dan memusuhi kebenaran. Orang tidak percaya tidak menerima kebenaran, jadi tak perlu berdebat dengan mereka tentang apa yang benar dan apa yang salah. Yang bisa kita lakukan hanyalah memperlakukan perkataan mereka sebagai omong kosong yang kacau, dan mengabaikannya. Apa artinya "omong kosong"? Itu artinya perkataan yang sama sekali tidak mendidik kerohanian atau berharga bagi orang, bagi kehidupan mereka, bagi jalan yang mereka tempuh, atau bagi keselamatan mereka. Semua pembicaraan seperti itu adalah omong kosong; itu juga bisa disebut kata-kata kosong. Itu tidak ada kaitannya dengan hidup dan mati manusia atau jalan yang mereka tempuh, dan itu adalah omong kosong yang sama sekali tidak dapat memberikan efek positif. Orang-orang mendengar kalimat seperti itu dan tetap menjalani hidup mereka seperti biasanya, seperti yang selalu mereka lakukan; kalimat seperti itu tidak akan mengubah fakta apa pun, karena itu bukanlah kebenaran. Hanya kebenaranlah yang mendidik kerohanian manusia; kebenaran memiliki nilai yang tak terukur. Mengapa Kukatakan ini? Karena kebenaran mampu mengubah nasib orang, dan mampu mengubah pemikiran dan pandangan mereka, dan apa yang ada dalam batin mereka. Yang terpenting, kebenaran mampu membereskan watak rusak manusia; kebenaran mampu mengubah natur seseorang, mengubah natur Iblisnya menjadi natur kebenaran—kebenaran mampu mengubah orang yang hidup berdasarkan watak rusaknya dan mengubah dirinya menjadi orang yang hidup berdasarkan kebenaran dan firman Tuhan. Ketika orang hidup dalam kenyataan kebenaran, dengan firman Tuhan sebagai landasannya, bukankah dengan demikian hidupnya berubah? Ketika hidupnya berubah, itu berarti pemikiran dan pandangannya telah berubah; itu berarti sudut pandang, sikap, dan pandangannya tentang orang dan hal-hal telah berubah; itu berarti sikap dan pandangannya terhadap peristiwa dan hal-hal berbeda dari sebelumnya. Pepatah dari orang-orang tidak percaya itu semuanya adalah kata-kata kosong dan omong kosong. Pepatah-pepatah itu tidak dapat menyelesaikan masalah apa pun. Pepatah yang baru saja Kukatakan—"Tidak ada penderitaan yang tidak dapat ditanggung, yang ada hanyalah berkat yang tidak dapat dinikmati"—bukankah itu adalah omong kosong dan kata-kata kosong? (Ya.) Engkau mampu menderita—memangnya kenapa? Engkau bukan menderita agar dapat memperoleh kebenaran; engkau menderita agar dapat menikmati gengsi dan status. Penderitaanmu tidak memiliki nilai atau tidak bermakna sama sekali. Lihatlah faktanya: engkau telah sangat menderita dan membayar harga yang begitu mahal, tetapi engkau tetap tidak mengenal dirimu sendiri, dan bahkan tidak mampu memahami pemikiran dan gagasan yang muncul dari watak rusakmu, engkau juga tidak mampu membereskannya. Jadi menurutmu, dapatkah engkau memiliki jalan masuk kehidupan? Apakah penderitaanmu bernilai? Penderitaanmu sama sekali tidak memiliki nilai. Penderitaan beberapa orang memiliki nilai. Misalnya, penderitaan yang orang alami agar dapat memperoleh kebenaran adalah penderitaan yang bernilai: setelah orang memperoleh kebenaran, dia akan mampu mendidik kerohanian dan membekali orang lain. Banyak orang menderita dan membayar harga untuk mengabarkan Injil, membantu menyebarluaskan pekerjaan gereja dan rumah Tuhan, dan mengabarkan Injil Kerajaan Surga. Dari sudut pandang ini, kita dapat melihat bahwa siapa pun yang menderita dan membayar harga untuk memperoleh kebenaran dan memuaskan Tuhan akan mendapatkan sesuatu darinya. Orang-orang ini akan mendapatkan perkenanan Tuhan. Namun, ada orang-orang yang tidak mengejar kebenaran, dan meskipun mereka mengorbankan diri dan menderita bagi Tuhan, dan menerima kebaikan-Nya, kebaikan tersebut tak lebih daripada belas kasihan dan kesabaran Tuhan dan cerminan dari kebaikan yang Dia perlihatkan kepada manusia, serta kasih karunia yang Dia anugerahkan kepada manusia. Kasih karunia seperti apa? Sedikit berkat materi—tak lebih dari itu. Apakah itu yang kauinginkan? Apakah itu tujuan akhirmu ketika percaya kepada Tuhan? Kurasa tidak. Sejak hari ketika engkau mulai percaya kepada Tuhan, apakah engkau hanya mengharapkan kebaikan-Nya, perlindungan-Nya, dan sedikit berkat materi yang Dia anugerahkan? Apakah hal-hal itu yang kauinginkan? Apakah itu yang kaukejar dalam kepercayaanmu kepada Tuhan? (Tidak.) Dapatkah hal-hal ini membereskan masalah keselamatanmu? (Tidak.) Tampaknya engkau semua berpikir cukup jernih. Engkau memahami apa yang krusial dan apa yang penting. Engkau tidak bingung. Engkau tahu apa yang memiliki bobot dan apa yang tidak. Namun, apakah engkau dapat memulai jalan mengejar kebenaran atau tidak, belum bisa dipastikan.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Kurangi Ukuran Huruf
Tambah Ukuran Huruf
Masuk Layar Penuh
Keluar Layar Penuh

Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (2) Bagian Satu

00:00
00:00
Sebelumnya
Putar
Selanjutnya
Ulangi Semua
随机播放
Bisukan
Tonton Video